IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KURIKULUM MUATAN LOKAL BERBASIS AKHLAK DI KABUPATEN BANGKA TENGAH Suparta1 Email:
[email protected] Abstract In Central Bangka Regency every middle and high school so far has been implementing local curriculum. However, the majority of local curriculum delivered no matter ahlakul oriented formation karimah or local curriculum-based morality. Local content that is implemented is still a skill to read the Qur'an (the method Iqra ') and language skills (Arabic or English) is also shaped marine skills. While the most important for high school students at this time is the formation of personality in order to become a person who not only excel intellectually but also morally superior. One of the components that must be implemented in order to achieve the personality by implementing a model curriculum-based local character. In order for the local charge in Central Bangka can are conducted it is necessary to draft local content curriculum-based morality. *** Di Kabupaten Bangka Tengah setiap SMP dan SMA selama ini sudah melaksanakan kurikulum muatan lokal. Namun demikian, mayoritas kurikulum muatan lokal yang disampaikan belum ada materi yang berorientasi pada pembentukkan akhlakul karimah atau kurikulum muatan lokal yang berbasis akhlak. Muatan lokal yang dilaksanakan 1 Penulis adalah Dosen Tetap Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 136
masih berupa keterampilan membaca Al-Qur’an (dengan metode Iqra’) dan keterampilan berbahasa (bahasa arab atau inggris) juga berbentuk keterampilan kelautan. Sementara yang paling penting bagi siswa SMP dan SMA pada saat ini adalah pembentukan kepribadian agar menjadi pribadi yang bukan hanya unggul intelektual akan tetapi juga unggul moral. Salah satu komponen yang harus dilaksanakan agar tercapai kepribadian tersebut dengan cara mengimplementasikan model kurikulum muatan local yang berbasis akhlak. Agar muatan local yang ada di Kabupaten Bangka Tengah dapat dilaksankan maka diperlukan konsep kurikulum muatan local yang berbasis akhlak Keywords : Implementasi , Local Content Curriculum , based Morals A. Pendahuluan Di Bangka Tengah, Khususnya di daerah Koba dan Namang, ada peristiwa yang membuat Bupati Bangka Tengah malu. Hal ini disebabkan adanya degradasi moral yang sedang mengancam para pelajar di Bangka Tengah. Adapun peristiwa tersebut berupa pergaulan bebas yang sangat memperihatinkan. Pergaulan bebas tersebut diabadikan lewat video porno yang disebarluaskan lewat media
elektronik baik via handphone maupun via internet2. Selain masalah dekradasi moral remaja berupa pergaulan bebas, ada juga ancaman berupa peredaran Narkoba. Pada tahun 2013, peredaran narkoba di Bangka Belitung mendapat peringkat ke enam nasional, nominal dalam bentuk uang peredarannya bisa mencapai
2 Wawancara dengan Kepala Sekolah SMP 2 Koba, Kabupaten Bangka Tengah, tanggal 13 Februari 2013 jam 14.30.
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 137
30 – 40 M dalam sebulan3. Dari data tersebut dapat dikorelasikan bahwa tantangan pembinaan akhlak bagi remaja saat ini sangatlah berat. Untuk itu, diperlukan cara, strategi atau pun metode yang baik untuk mengantisipasi. Atas dasar peristiwa itulah akhirnya Bupati Bangka Tengah membuat kebijakan untuk sekolah tingkat SMP dan SMA se-Bangka Tengah masuk selama lima hari, mulai masuk jam 7.30-16.00 WIB. Pertimbangan utama beliau mengadakan kebijakan tersebut untuk meminimalisir kebebasan pergaulan para pelajar di luar sekolah. Diharapkan dengan kebijakan ini disetiap sekolah diadakan pembinaan moral tambahan yang dimasukkan dalam kurikulum muatan lokal. Tentunya pihak sekolah 3 Lihat dalam Bangka Pos, Hari Sabtu, 23 Maret 2013.
sifatnya membantu meminimalisir pergaulan bebas siswa, selebihnya harus ada juga pengawasan yang ketat dari masing-masing orang tua4. Bahayanya jika ada beberapa orang tua yang berpendapat bahwa urusan mendidik anak adalah urusan sekolah. Sehingga baik atau buruknya moral anak adalah urusan sekolah. Persepsi ini tentunya sangatlah keliru, karena yang paling bertanggung jawab untuk mendidik anak-anak adalah orang tuanya5. Sebab, anak adalah amanah dari Allah swt yang harus dipertanggung jawabkan orang tua nanti di akherat. Diadakannya jam tambahan untuk pembinaan 4 Hal ini diungkapkan oleh Drs. Herwan, Sekeretaris Kemendiknas Kabupaten Bangka Tengah, dalam wawancara pada tanggal 14 Februari 2013, jam 9.30. 5 Lihat dalam QS.At-Tahrim:6
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 138
moral yang diprakarsai oleh Bupati tentunya untuk menjawab alokasi pembelajaran PAI yang hanya dua jam dalam seminggu. Sebab, jika ditinjau dari alokasi waktu tersebut maka orientasi PAI untuk membentuk kepribadian siswa akan sulit mencapai target. Dengan adanya intruksi muatan local di luar jam Mata Pelajaran khusus pembinaan moral atau pembentukkan kepribadian siswa oleh Bupati Bangka Tengah diharapkan pembentukkan moral dapat dijalankan dengan baik. Tentunya Intruksi dan inovasi ini harus dirancang dengan baik, agar orientasi pembentukkan kepribadian atau membentuk pribadi yang berakhlakul karimah dapat berjalan dengan baik. Selama ini di Bangka Bangka Tengah setiap SMP dan SMA sudah dilaksanakan kurikulum muatan lokal.
Namun demikian, mayoritas kurikulum muatan lokal yang disampaikan belum ada materi yang berorientasi pada pembentukkan akhlakul karimah atau kurikulum muatan lokal yang berbasis akhlak. Muatan lokal yang dilaksanakan masih berupa keterampilan membaca AlQur’an (dengan metode Iqra’) dan keterampilan berbahasa (bahasa arab atau inggris) juga berbentuk keterampilan 6 kelautan . Padahal, menurut hemat penulis yang paling penting bagi siswa SMP dan SMA pada saat ini adalah pembentukan kepribadian agar menjadi pribadi yang bukan hanya unggul 6 Hal ini sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan Sekretaris Diknas Kabupaten Bapak Tengah Bapak Herwan di Ruang Kerjanya. Selain itu, ditegaskan pula oleh bapak Sulaiman Kasi Mapenda Kemenag Kabupaten Bangka Tengah, bahwa muatan lokal yang diharapkan seharusnya adalah yang berbasis Ahklak, namun demikian muatan lokal yang berbasis akhlak tersebut belum ada konsepnya.
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 139
intelektual akan tetapi juga unggul moral. Pendidikan kepribadian inilah yang menjadi kunci keberhasilan pendidikan secara keseluruhan, baik dalam rumah tangga, sekolah, maupun masyarakat. Selama ini, seorang anak hanya dibekali pengetahuan agama berupa kognitif saja, sedangkan penanaman dasardasar keimanan hanyalah slogan semata, ungkapan tanpa realitas7. Akibatnya, 7 Hal ini sebenarnya sejalan dengan yang diharapkan dalam Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 1989 yang kemudian dirubah menjadi Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional masalah pendidikan Agama, moral dan etika mendapat perhatian besar. dalam bab I ayat I dan 2 dinyatakan bahwa (1). Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (2). Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-
anak mempunyai pengetahuan banyak dan berotak cerdas, namun mempunyai tingkah laku yang tak sesuai dengan ilmu yang dimiliki. Untuk itu, ajaran agama Islam jangan dijadikan obyek yang hanya dipelajari dan dipahami serta dihafalkan. Akan tetapi, ajaran agama Islam harus dijadikan subyek yang harus dipahami, dihafalkan dan diamalkan. nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan dan perubahan zaman. Selanjutnya dalam I tentang Dasar, Fungsi dan Tujuan, pasal 3 dinyatakan, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan mengembangkan peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan b ertaqwa kepda Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (lihat di UU RI, Nomor 2 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, Jakarta, CV Ek Jaya, 2003.hlm.4, 5 dan 7 dalam Abudin Nata, Pendidikan Islam di Era Global, Pendidikan Multikultural, Pendidikan Multin Iman, Pendidikan Agama, Moral dan Etika, Jakarta, UIN Jakarta Pers, 2005, hlm.418-419).
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 140
Bahkan kecenderungan anak-anak remaja saat ini lebih mengedepankan orientasi materialis dan hedonis, sehingga miskin moral dan spiritual. Dengan demikian kepribadian yang dimiliki bukanlah kepribadian Islami akan tetapi kepribadian instan yang didapatkannya dari tuntunan tontonan yang menyesatkan. B. DASAR PEMIKIRAN KURIKULUM MUATAN LOKAL Indonesia merupakan negara kepualaun yang terbentang dari sabang sampai merauke. Jumlah pulau yang ada di Indonesia terdiri dari 3500 buah pulau yang di huni oleh berbagai suku bangsa dan agama. Bahkan bukan hanya beda suku dan agama saja, adat istiadat, budaya dan bahasanya pun beraneka
ragam. Namun demikian perbedaan ini dibingkai menjadi satu dengan semboyan Bhineka tunggal ika, walaupun berbeda suku, bahasa, dan agama namun tetap satu yaitu berada dibawah naungan NKRI. Dengan adanya ribuan pulau serta beraneka ragamnya suku, bagasa dan agama tersirat makna bahwa potensi sumberdaya alam maupun sumber daya manusia sangatlah potensial. Dari sumberdaya alamnya indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa baik kekayaan alam yang ada di daratan maupun lautan, baik berupa flora maupun fauna. Begitu juga dengan potensi sumber daya manusianya jika diasah dan diasuh dengan baik maka indonesia bisa menjadi negara yang adidaya dan sangat diperhitungkan oleh dunia. Namun demikian, jika
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 141
potensi besar tetapi tidak ada yang memberdayakannya maka yang terjadi bukanlah kesejahteraan maupun kedamaian, justru akan dapat menimbulkan komplik yang tanpa berkesudahan. Untuk itu, diantara pemberdayaan potensi tersebut adalah dengan cara mencari potensipotensi lokal tersebut melalui penggalian potensi lokal atau daerah. Sehingga kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat setempat dapat diakomodasi sesuai dengan yang diharapkan. Adapun yang menjadi landasan yuridis dari kurikulum muatan lokal ini yaitu8: 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
8 Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung:Rosdakarya, 2012) hal.207
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab X pasal 36 ayat (2) dan ayat (3), pasal 37 ayat (1), pasal 38 ayat (2). 3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, pasal 13 ayat (1) huruf f. 4. Peratuan pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan 5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Sebelum adanya reformasi disegala bidang termasuk reformasi pendidikan, model atau sistem pendidikan di Indonesia masih menganut sistem sentralisasi
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 142
pendidikan. Maksudnya semua kurikulum, materi, metode, dan evaluasi pendidikan semuanya disentralnya di pusat, daerah tidak mempunyai hak sedikitpun untuk merubah apalagi menggantinya. Namun, sejak terjadinya reformasi di Indonesia telah dikeluarkan aturan-aturan yang terkait dengan desntralisasi. Aturan-aturan yang dikeluarkan oleh 9 pemerintah tersebut : a. Undang –undang nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah menuntut pelaksanaan otonomi daerah dan wawasan demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan. b. PP nomor 25 tahun 2000 tentang kewenangan 9 Iif Khairu Ahmadi dkk, Mengembangkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dalam KTSP, (Jakarta:PT.Pustaka Prestasi karya, 2012) hal. 8
pemerintah dan kewenangan propinsi sebgai daerah otonomi dalam bidang pendidikan. c. Undang – undang RI nomor 20 tahun 2003 bab XIV pasal 50 ayat 5 mengaskan bahwa pemerintah kabupaten atau kota mengelola pendidikan dasar dan menengah serta satuan pendidikan yang bebrbasis pendidikan lokal. d. Peratuan pemerintah RI nomor 19 tahun 2005 bab III pasal 14 ayat 1 bahwa kurikulum untuk SMP/Mts/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat dapat memasukan pendidikan berbasis keunggulan lokal. Berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas maka jelaslah bahwa sejak digulirkannya model pendidikan yang disentralisasi maka daerah memiliki hak untuk membuat, merancang
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 143
atau melaksanakan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal termasuk didalamnya seuai dengan kebutuhan satuan pendidikan10. Dengan demikian setiap peserta didik yang ada dierah satu dengan daerah yang lainnya memiliki keunggulan bahkan keunikan masing-maisng sesuai dengan kurikulum muatan lokal yang ditawarkan didaerah mereka masing-masing. Bahkan dengan adanya otomi daerah ini, akan menjadi ajang kompetensi yang positif antara daerah satu dengan daerah yang lainnya.
10 Selama ini satuan pendidikan tidak memiliki kebebasan untuk merubah, menambah apalagi membuat kurikulum muatan lokal sendiri. Maka dengan adanya sistem disentralisasi dan didukung oleh peratuan perundan-undangan yang berlaku maka saat ini justru setiap daerah, setiap satuan pendidikan dituntuk kreatifitasnya untuk membuat, merencanakan dan merencang kurikulum muatan lokal yang sesuai dengan kebutuhan user (peserta didik dan pengguna hasil didikan atau masyarakat).
C. MODEL PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL BERBASIS AHKLAK Sesuai dengan tujuannya bahwa ditawarkannya muatan lokal berbasis ahklak untuk SMP di Bangka belitung adalah untuk membina para siswa agar memiliki kepribadian atau akhlak yang baik. Karena tujuan utamanya adalah pembentukkan kepribadian siswa maka metode yang digunakan pun lebih menitikberatkan pada metode yang variatif yang mengedepankan keaktifan siswa daripada pendidiknya. Untuk itu, metode atau model pembelajaran yang akan digunakan akan mengadopsi model pembelajaran yang ditawarkan oleh Abdurrahman Annahlawi11 serta 11 Lebih luasnya lihat pada Abdurrahman An-nahlawy, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, penerjemah:Shihabuddin, Gema Insani Press, Jakarta, 1996, hlm.206-268
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 144
kolaborasikan dengan modelmodel pembelajaran modern. Adapun metode pembelajaran yang dilaksanakan di Bangka Tengah mengiti model pembelajaran yang ditawarkan oleh Abdurrahman An-Nahlawi tersebut yaitu : 1. Metode Dialog Qur’ani Adapun bentuk dialog Qur’ani ini diantaranya adalah model dialog khithabi. Dialog khithabi yang ada dalam AlQur’an tentunya merupakan bentuk seruan Allah swt kepada manusia. Bentuk khithabnya ada yang ditujukan langsung pada rasul, pada kaum muslimin atau pun kepada semua makhluk. Kadang-kadang khithab ini pun ditujukan langsung pada rasul yang kemudian rasul menyampaikannya kepada kaum muslimin. Bentukbentuk khithabi yang penting diketahui yaitu:
Pertama, dialog langsung yang ditujukkan kepada orangorang yang beriman atau khithab yang diawali dengan seruan keimanan. Adapun seruan ini contohnya yang tertera dalam QS.AlBaqarah;183 Kedua, dialog yang bersifat peringatan akan nikmatnikmat Allah yang banyak dan harus disyukuri. Hal ini seperti yang Allah jelaskan dalam QS.Ali Imran:102-103 Ketiga, dialog yang bersifat mengingatkan dan menjelaskan. Bentuk dialog ini ditandai dengan datangnya pertanyaan dari Allah yang disertai jawabannya. Hal ini seperti yang Allah jelaskan dalam QS.Al-Qari’ah:1-11 Dari beberapa contoh ayat yang telah dikemukakan diatas memberikan ilustrasi bahwa metode dialog termasuk salah satu metode yang efektif untuk prosesi pembelajran khususnya
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 145
pembelajaran yang bertujuan untuk membina kepribadian atau perilaku. Jika Allah saja memberikan ilustrasi demikian maka sudah sepatutnya bagi para pendidik untuk mengikuti cara Allah swt. 2. Mendidik melalui kisahkisah Qur’ani, Nabawi maupun kisah lain yang relevan dengan pokok bahasan yang diajarkan Dalam pendidikan islam khususnya pendidikan yang memerlukan keteladanan, contoh atau panutan maka kisah-kisah merupakan bagian terpenting untuk dijadikan salah satu metode dalam pembelajaran. Namun demimikian, kisah-kisah tersebut jangan hanya mengandalkan dongeng atau berupa cerita fiktif akan tetapi harus mencari kisah yang edukatif dan tidak fiktif. Untuk itu, kisah-kisah yang tidak fiktif
banyak terdapat dalam AlQur’an, alh-hadits ataupun kisah-kisah para sahabat, para ulama dan para syuhada dan shalihiin. Sehingga dari kisahkisah tersebut akan menimbulkan dampak positif baik secara psikis maupun praktis. Adapun beberapa dampak positif dari metode bil kisah yaitu : Pertama, kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran siswa melalui perenungan dan perasaan sehingga siswa terbawa oleh suasana haru dari cerita tersebut. Bila cerita tersebut tentang kebaikkan maka para siswa akan termotivasi untuk mengikuti jejak kebaikkannya dan bila cerita tersebut tentang keburukkan maka para siswa pun akan membenci sifat buruk tersebut bahkan akan berusaha menjauhinya. Kedua, dapat
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 146
mempengaruhi emosi siswa, karena melalui pengaruh emosi ini jika cerita tersebut tentang siksaan, adzab dan ancaman maka secara tidak langsung para siswa pun akan merasa ketakutan dan tidak akan pernah melakukan bentuk-bentuk perbuatan yang dilarang. Ketiga, melalui kisah-kisah tersebut para siswa bisa mengetahui dengan nyata bahwa kebaikan akan mendapatkan balasan kebaikan berupa pahala, kebahagiaan dan surga, dan akibat dari perbuatan buruk pun akan mendapatkan akibat buruknya berupa ancaman, siksaan dan masuk dalam api neraka. 3. Mendidik melalui keteladanan dan kebiasaan Metode ini termasuk salah satu metode yang paling penting dalam pembinaan prilaku atau keribadian siswa.
sebab, membina akhlak siswa berarti mengajaknya selalu mempraktekkan bukan hanya sekedar teori. Untuk itu, agar prosesi pembelajaran ini cepat diterima maka diperlukan pendidik yang bisa memberikan teladan langsung dan juga pendidik yang sdudah biasa melaksanakan segala apa yang diucapkan dan diperintahkan kepada para siswanya. Adapun dampak positif dari metode keteladanan dan pembiasaan ini adalah : Pertama, memberikan pengaruh secara spontan. Hal ini disebabkan semua yang dianjurkan pada siswa sudah melekat pada kepribadian sang pendidik. Ketika pendidik mengajak siswa jujur, para siswa tidak ragu lagi mengikutinya karena para siswa pun tahu bahwa pendidik tersebut terkenal jujur tak pernah bohong. Ketika sang pendidik meminta
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 147
pada siswa untuk menepati janji siswa pun tidak berat hati untuk mengikutinya karena pendidiknya pun selalu menepati janji dan seterusnya. Kedua, memberikan pengaruh secara sengaja. Misalnya seorang pendidik mengajarkan anak didiknya agar rajin membaca Al-Qur’an kemudian dengan sengaja setiap pagi sebelum mulai pembelajaran pendidik mengajak membaca Al-Qur’an bersama-sama. Atau mengajak para siswa untuk mengikuti cara shalat yang dipraktekkan langsung oelh pendidiknya dan lain sebagainya.
berbuat baik dan akibat dari orang yang berbuat buruk. Misalnya, jika kita meminta kepada para siswa agar menjadi orang yang syukur ni’mat maka kita bisa dimulai dengan beberapa kisah tentang orang-orang yang syukur nikmat, begitu juga sebaliknya jika orang yang kufur nikmat diceritakanlak tentang orang-orang yang kufur nikmat. Setelah kita menceritakan beberapa perumpamaan tersebut sebgai penekannya maka dikahir pertemuan pendidik harus memberi nasehat-nasehat atau hikmah dari beberapa cerita tersebut.
4. Mendidik melalui dan nasehat
Selain menggunakan model pembelajaran tersebut, untuk mewujudkan tujuan kurikulum muatan lokal berbasis akhlak yang tujuan utamanya mengembangkan serta membentuk kepribadian maka dalam pelaksanaannya pun
ibrah
Metode ini dijalankan agar para siswa mengetahui perumpamaan-perumpamaan yang sudah terjadi pada masa lalu akibat dari orang yang
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 148
menggunakan 17 model dalam mewujudkan kecerdasan kepribadian12. Model Pertama, Pengembangan Ego, atau pengembangan identitas sendiri. tujuan utama dari model ini adalah menjawab pertanyaan “bagaimana mengatasi atau memecahkan krisis yang dialami oleh setiap diri ego atau kesulitan mengenali diri sendiri”. Model kedua, disebut dengan pendidikan jiwa atau pemecahan masalah remaja. Orientasi model ini adalah pengembangan yakni mempermudah pengembangan ego, kognisi dan moralitas. Model ketiga, jiwa sosial yakni membangun jatidiri atau konsep diri yang positif. Tujuan pokok dari model ini 12 Miller, dalam Munir Mulkhan, Cerdas di Kelas Sekolah Kepribadian, rangkuman Model Pengembangan Kepribadian dalam Pendidikan Berbasis Kelas, Kreasi Wacana, 2002, hlm.35-39.
adalah konsep diri yang positif dengan memandang bahwa diri peserta didik itu pandai, rajin, baik, dan mampu belajar secara mandiri. Model keempat, pengembangan moral atau pemecahan hambatan moral. Tujuan utamanya ialah bagaimana praktek pendidikan mencegah kemungkinan terjadinya hambatan dan keterlambatan pertumbuhan moral. Model kelima, penjernihan nilai-nilai atau bisa juga dikatakan sebagai model yang aktif menilai diri sendiri. model ini berorientasi pada konsep diri dengan tujuan keikutsertaan peserta didik dalam proses penilaian diri sendiri. Model keenam, pendidikan identitas diri. Orientasi utama dari model ini konsep diri dengan tujuan kemampuan membangun identitas positif pada diri peserta didik,
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 149
kemampuan pengendalian diri, dan kemampuan membnagun hubungan diri peserta didik dengan orang lain. Model ketujuh, disebut dengan pertemuan kelas atau yang secara khusus disebut dengan pengambilan keputusan, bertujuan mengembangkan pengenalan diri melalui perbuatan keputusan. Proses pembelajaran dilakukan dengan menciptakan suasan keterlibatan peserta didik meallui diskusi tentang suatu masalah, peserta didik membuat kriteria pribadi, menetapkan suatu peran yang akan dilakukan oleh peserta didik, secara bersama guru menilai peran yang dimainkan tersebut. Sementara guru atau fasilaitator berperan menciptakan suasana keterlibatan dan ketaatan peserta didik atas`kesepakatan tentang
kriteria dan perannya. Model kedelapan, disebut dengan permainan kelas atau secara khusus bisa disebut sebagai model pemecahan masalah, bertujuan mengembangkan konsep diri yang positif, keterampilan menyelesaikan masalah, dan kekompakkan kelompok. Proses pembelajaran meliputi: menyiapkan kelompok dan seleksi peserta dan pengamat, merancang tatap muka, menentukan peringkat permainan peran, merancang diskusi dan evaluasi, tindak lanjut, diskusi pendalaman, tukar menukar pengalaman dan pembuatan kesimpulan. Model kesembilan, disebut belajar membentuk diri atau secara khusus bisa disebut juga sebagai pengarahan diri, bertujuan mendorong setiap peserta didik atau anak berfungsi secara penuh. Proses pembelajaran meliputi kegiatan menciptakan suasana
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 150
terbuka, dan setiap peserta didik menentukan sendiri pola belajarnya. Sementara itu, guru pelatihan atau orang tua berperan sebagai fasilitator yang empatik, menjelaskan perhatian peserta didik, dan menyiapkan bahan. Model kesepuluh, disebut dengan latihan kepekaaan berkomunikasi, dengan tujuan untuk menumbuhkan kecakapan berempati, respek yang jujur, konprontasi dan penyingkapan diri. Proses pembelajaran dilakukan melalui penentuan pola kelompok, penyampain masalah, merespons dangan sekala respon, anggota kelompok menilai respon tersebut adapun guru berperan menjelaskan kecakapan berkomunikasi. Model kesebelas, disebut dengan model kepekaan memahami orang lain, bertujuan menumbuhkan kepekaan atas kebutuhan dan
perasaan orang lain. Proses pembelajaran dilakukan dengan menyajikan situasi dan membiarkan peserta didik merespons, membahas bermain peran situasi dan respon, generalisasi bermain peran dan diskusi tentang itu. Model keduabelas, disebut dengan transaksi sosial atau analisa transaksional, bersetujuan agar peserta didik cakap berkomunikasi secara terbuka secara pertumbuhan diri pribadi setiap peserta didik atau anak. Proses pembelajaran dilakukan dengan; diagnosatransaksi kelas, hasil setiap permainan, menolak memberikan hasil pada pelaku permainan, memberi tekanan posisi pelaku dalam konteks dan posisi lain. Dalam model ini guru atau fasiltator pelatihan berperan mengembangkan suasana terbuka dan menghindari permainan yang merusak.
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 151
Model ketigabelas, disebut sebagai model relasi kemanusiaan bertujuan meningkatkan kecakapan mendiagmosa dan berperan dalam kelompok setiap perserta didik. Tujuan ini juga berkaitan dengan kecakapan meneliti perasaan orang, dan kecakapan belajar bagaimana pelajar. Proses pembelajaran dilakukan dengan mengaktualkan fokus hubungan, menyelenggarakan latihan lalu menganlisa pola perilaku selama latihan. Dalam model ini, guru atau fasiltator pelatihan berperan memelihara rasa aman, menciptakan ambiguitas guna mencairkan pola perilaku. Model keempatbelas, disebut dalam pemusatan kesadaran atau meditasi, bersetujuan meningkatkan kesadaran pemusatan diri. Proses pembelajaran dilakukan dengan menjelaskan teknik meditasi, membiarkan
peserta didik mempraktikkannya dan mendiskusikan pengalaman meditasi dari setiap anak atau peserta didik. Adapun peran guru/fasiltator pelatihan disini ialah membuat kegiatan meditasi dalam suasana santai Model kelimabelas, disebut dengan sineksis atau membangun kemampuan cipta dan imajinasi, bersetujuan untuk meningkatkan daya kreatif akademis dan kemampuan imajinasi, proses pembelajaran melalui cara membuat akrab atas keanehan, memasukkan informasi dan menyatakan problem, dan menggunakan analogi untuk keluar dari suatu konsep, mempertimbangkan kembali tugas-tugas dalam hubungan analogi. Peran guru/fasiltator pelatihan yang penting iyalah menciptakan suasana sehingga daya kreatif dan
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 152
sikap non-rosional bisa tumbuh subur. Model keenambelas, dikenal dalam pendidikan pertemuan atau dalam buku saduran ini disebut dengan model integrasi kesadaran. Model pembelajaran ini bertujuan untuk mempermudahkan peserta didik atau anak untuk menggabungkan semua aspek kesadaran guna mengembangkan tanggapan yang menyeluruh. Proses pembelajaran dilakukan dengan memumjukan kehidupan pada tingkat kesadaran, menggabungkan pengalaman belajar kognitif dan afektif yang berubahubah Model ketujuhbelas, yang disebut dengan psikosintesis atau bisa disebut sebagai model pengobatan diri atau kesadaran, bertujuan memperoleh keterpusatan penggabungan semua aspek
kesadaran yang bertentangan. Proses pembelajaran meliputi;diagnosa kebutuhan peserta didik, identifikasi dan tampilan teknik yang mempermudah pengembangan peserta didik, membaca diskusi kelompok. Disini, guru/fasiltator pelatihan berperan mengumpulkan teknik yang sesuaibagi peserta didik, memusatkan fakta-fakta dan membuat situasi yang cocok bagi kegiatan latihan. D. IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL BERBASIS AKHLAK DI BANGKA TENGAH Muatan Lokal ini diadakan untuk mengatasi alokasi waktu PAI yang hanya dua jam dalam seminggu. Menurut kepala sekolah SMP I Koba, Kabupaten Bangka Tengah Drs.Hartana, saat ini di sekolahnya sedang digalakkan
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 153
pembinaan moral13. Awalnya, pembinaan moral ini akan diserahkan kepada guru Agama langsung, namun karena waktu mata pelajaran PAI yang sangat sempit maka pembinaan moral diambil di luar jam pelajaran PAI. Dengan demikian tanggung jawab pembinaan moral atau karakter siswa menjadi tanggung jawab bersama baik guru Agama maupun Guruguru yang lainnya. Menurut Komal, S.Ag, pembinaan moral ini memang tidak bisa jika hanya dibebankan kepada guru Agama saja, karena masalah moral atau akhlak bukan hanya tanggung jawab guru Agama akan tetapi tanggung jawab bersama, baik guru di sekolah, orang tua maupun lingkungan. Sebaik apapun 13 Wawancara dengan Drs.Hartana, pada tanggal 13 Februari 2013 di ruang Kepala Sekolah SMPN 2 Koba, Bangka Tengah.
pembinaan moral di sekolah jika guru yang lain, orang tua dan juga lingkungan tidak mendukung maka para siswa tetap akan terpengaruh oleh hal-hal negatif. Untuk itu, harus ada kerjasama atau pengawasan bersama terhadap prilaku siswa14. Muatan lokal PAI yang dilaksanakan di SMPN 2 Koba belum terstruktur atau belum dibuat kurikulumnya. Hal ini disebabkan kurangnya SDM atau pengetahuan tentang cara menyusun kurikulum yang bernuansa islami atau akhlak15. Adapun model 14 Wawancara dengan Komal, S.Ag, Guru Agama SMPN 2 Koba pada tanggal 13 Februari jam 14.00 di Ruang Guru SMPN 2 Koba, Kabupaten Bangka Tengah. 15 Hal ini terbukti, ketika peneliti mewawancarai Drs.Hartana sebagai kepala sekolah SMPN 2 Koba, pada tanggal 13 Februari 2013 jam 14.30. Beliau mengatakan bahwa, sejak beliau memimpin sudah berusaha agar para siswa di sekolahnya memiliki kepribadian yang baik, sopan santun dalam bertutur kata, berprilaku selalu sesuai dengan tuntunan agama serta memiliki akhlakulkarimah. Namun kenyataannya ada siswa berprilaku yang sangat tidak
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 154
pembinaan kepribadian atau moral yang selama ini dilaksanakan di Bangka Tengah yaitu : bermoral, sehingga bukan saja membuat malu almamater sekolah akan tetapi juga memalukan dunia pendidikan di bangka tengah dan bangka belitung. Adapun perbuatan amoral siswa tersebut yaitu melakukan hubungan layaknya suami isteri yang diabadikan lewat video. Bahkan menurut pengakuannya hal ini dilakukan bukan hanya sekali tapi sudah berulang kali. Hal inilah yang akhirnya menjadi berita heboh se-babel baik berita lewat media cetak maupun elektronik (internet). Untuk itulah, Bupati Bangka Tengah akhirnya menggintruksikan kepada Dinas pendidikan agar lebih serius lagi mengadakan pembinaan moral di sekolah dengan cara membuat kebijakan seluruh sekolah tingkat SMP dan SMA sederajat harus masuk jam tujuh dan pulang jam 4 sore selama lima hari, sabtu minggunya libur. Namun demikian, sampai saat ini belum ada model kurikulum muatan lokal yang pasti untuk mengisi tentang pembinaan moral tersebut. Beliau mengatakan jika ada yang membuat atau menyusun kurikulum yang berbasis akhlak maka beliau sangatlah setuju. Hal ini sesuai dengan pernyataan sekretaris Diknas Koba Drs.Herwan, dan Kasi Keagamaan Erkandi, S.Ag serta Kasi Bimas Islam Syukri, S.Ag jika ada konsep atau model kurikulum muatan lokal berbasis akhlak maka mereka sangat setuju jika diterapkan di sekolah-sekolah yang ada di Bangka Tengah khusunya untuk tingkat SMP dan SMA. (Wawancara pada tanggal 14 Februari 2013 jam 9.30 di Diknas dan jam 10.00 di Kemenag).
a. Nganggung Nganngung merupakan budaya local yang sudah diwariskan dari para leluhur di Bangka Belitung secara turun menurun. Untuk itu, keraifan local berupa nganggung diadakan bukan hanya di Mesjid-mesjid saja akan tetapi di beberapa sekolah pun selalu dilaksanakan. Ciri khas dari nganggung adalah setiap siswa membawa makanan atau kue dan buah-buahan yang di bawa memakai nampan yang ditutup dengan tudung saji. Kebiasaan ini untuk menumbuhkembangkan rasa solidaritas dan rasa gotong royong untuk membantu saudara seiman yang sedang mengalami musibah kematian. Sehingga dengan cara nganggung ini yang mengalami musibah menjadi ringan ketika harus menyiapkan makanan pada waktu acara tahlilan. Selain
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 155
meringankan beban yang megalami musibah nganggung juga membina kepribadian siswa menjadi manusia yang memiliki kepedulian social terhadap sesama muslim. b. Pembinaan Budi Pekerti atau Kepribadian Pembinaan budi pekerti atau kepribadian ini dilaksanakan oleh seluruh guru mata pelajaran. Setiap guru dianjurkan membina, membimbing serta membiasakan kepada para siswa agar melakukan perbuatan yang baik. Diantara kebiasaan itu terwujud dengan cara diawali dengan konsep tiga S yaitu senyum, sapa dan salam. Tiga S ini dilaksanakan sebelum para siswa masuk ke dalam kelasnya masing-masing. Adapun tujuan utama dari konsep ini adalah membiasakan para siswa agar memiliki rasa hormat, rasa sopan santun serta rasa
tengagang rasa baik terhadap guru maupun kepada sesama kawannya sendiri. Melalui program ini diharapkan akan tumbuh rasa kekeluargaan dan rasa persaudaraan didalam lingkungan sekolah16. Selain dibiasakan melaksanakan program tiga S, kebiasaan untuk menumbuhkan rasa keimanan pun selalu dilakukan dengan cara membaca do’a bersama dulu sebelum dan sesudah belajar. Hal ini memberikan pelajaran kepada siswa bahwa diluar kemampuan kita ada 16 Menurut Komal, S.Ag guru agama islam SMPN I Koba, kebiasaan ini sebenarnya dalam rangka mengamalkan firman Allah dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa “sesungguhnya orang –orang mu’min itu bersaudara” bahkan dalam hadits nabi pun dikatakan bahwa orang mu’min yang satu dengan yang lainnya bagaikan satu bangunan antara yang satu dengan yang lainnya saling membutuhkan. Dengan kata lain, para siswa secara tidak langsung belajar mengamalkan perintah Allah dan Rasulnya. (wawancara pada tanggal 13 februari 2013 jam 13.30 di ruang kepala sekolah SMPN 2 Koba, kabupaten Bangka Tengah).
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 156
kemampuan lain yang luar biasa dahsyatnya. Bahkan tanpa adanya kendali kemampuan yangmaha dahsyat tersebut maka kita pun tidak akan memiliki daya dan upaya apalagi kemampuan dalam belajar kita. Pemilik kendali kemampuan tersebut adalah Tuhan kita yaitu Allah swt17. Untuk itu, setiap belajar kita harus berdo’a agar Allah selalu membukakan hati dan pikiran kita sehingga kita diberikan kemudahan dalam menerima setiap pembelajaran yang kita laksanakan. Inilah rahasia mengapa kita harus berdo’a 17 Hal ini sesuai dengan firman Allah swt yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. Dengan demikian, tiada satu makhlukpun di dunia ini yang memiliki daya dan upaya kecuali hanya dari Allah swt. Jika sudah tertanam sifat ini, berarti para siswa ini diharapkan nantinya menjadi siswa yang yakin akan adanya Allah swt dimanapun berada. Sebab, salah satu ciri orang yang sungguh-sungguh beriman dan bertaqwa adalah seseorang yang memiliki persaan takut kepada Allah dimapaun ia berada.
sebelum dan sesudah belajar, agar kita selalu ingat bahwa sang maha pemberi peringatan dan pembelajaran yang sejati hanyalah Allah swt. Dengan demikian para siswa akan tumbuh keimanan yang kuat, serta semakin yakin kepada keberadaan Allah swt18. c. Shalat Dhuha Bersama Kegiatan shalat dhuha bersama ini dilaksanakan bergiliran antar kelas yang satu dengan yang alinnya. Bergiliran dalam pelaksanaannya dikarenakan kapasitas mushala sekolah yang tidak memungkinkan jika pelaksanaannya bersamaan. Untuk itu, dibutalah jadwal perkelas yang dipimpin langsung oleh guru Agama Islam. Shalat dhuha ini dilaksanakan untuk melatih siswa agar terbiasa 18 Hasil wawancara dengan kepala sekolah dan guru agama SMPN 2 Koba pada tanggal 13 Februari 2013
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 157
melaksanakan shalat sunnah, serta melaksanakan sunnah rasulullah saw. Setelah shlat dhuha diadakan do’a bersama setelah itu salam-salaman. d. Membaca Al-Qur’an Setiap hari jum’at pagi sebelum belajar maka seluruh kelas dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an bersama yang dipimpin oleh guru kelas masing-masing. Dalam pelaksanaannya terkadang menemukan kendala, jika guru yang berada dalam kelas tersebut adalam non muslim atau orang muslim akan tetapi kurang bagus dalam membaca Al-Qur’annya. Untuk mengatasi kendala tersebut, maka dicari salah satu siswa yang ada dikelas tersebut yang fasih bacaannya, kemudian ia diminta memimpin membaca Al-Qur’an bersama. Tujuan utama dari kebiasaan membaca Al-Qur’an ini agar siswa menjadi cinta terhadap Al-Qur’an, sehingga para siswa
akan gemar membaca AlQur’an baik di sekolah maupun di rumahnya masingmasing19. e. Mengadakan Ceramah Agama Untuk menambah wawasan keislaman sekaligus membina mental atau moral anak, pihak sekolah pun sekali-kali mendatangkan penceramah atau da’i dari luar. Para muballigh yang dipanggil biasanya dari anggota atau pengurus MUI (majleis ulama Indonesia) kabupaten bangka Tengah atau penceramah lain yang sudah dikenal dikalangan masyarakat babel20. Tujuan 19 Hasil wawancara dengan Drs. Sigid kepala sekolah SMPN I Koba pada tanggal 14 Februari 2013 jam 10.00 dan wawancara dengan Drs. Hartana kepala sekolah SMPN 2 Koba pada tanggal 13 Februari jam 14.00. 20 Hal ini dibenarkan oleh Ketua MUI Bangka Tengah bapak KH.Hasyim Sya’roni, beliau mengatakan bahwa kadang-kadang saya diminta oleh beberapa sekolah untuk menyampaikan siraman rohani untuk anak-anak sekolah juga untuk para dewan guru. Kata beliau, sebenarnya tanpa
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 158
utamanya adalah memberikan siraman rohani maupun untuk menambah wawasan baik bagi anak-anak didik amaupun bagi para guru dan karyawan sekolah. Tentunya, sebelum penceramah tampil ada pesan-pesan khusus yang disampaikan agar materi yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan atau problem yang sedang terjadi dilingkungan sekolah. f. Membiasakan Shalat Berjama’ah Di SMA I Namang dianjurkan kepada para siswa agar setiap waktu shalat diminta pun MUI memiliki kewajiban untuk memberikan pembinaan moral kepada para siswa. Apalagi untuk zaman sekarang, pergaulan, pengaruih lingkungan bagi anak-anak sangat mengkhawatirkan. Bahkan beliau sngat setuju jika bupati dan dinas pendidikan mewajibakan kepada tiap sekolah untuk mengadakan pembinaan moral atau akhlak diluar jam pelajaran sekolah. Saya dan yang lainnya siap datang ke sekolahsekolah untuk memberikakan pembinaan tersebut apalagi sudah ada panduan atau kurikulumnya (hasil wawancara pada tanggal 15 Februari 2013 pada jam 17.00 di rumahnya).
melaksanakan shalatnya secara berjama’ah di mushalah. Tentunya melalui kebiasaan ini diharapkan siswa menjadi senang melaksanakan shalat wajib bahkan selalu dilakukan secara berjama’ah baik ketika di sekolah maupun di luar sekolah. Agar memotivasi siswa giat berjama’ah setiap kelas mengabsen siapa saja yang ikut berjama’ah dan yang tidak. Hasil absennya diserahkan kepada guru agama agar dijadikan acuan penilaian bagi para siswanya. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Kepala sekolah SMKN I Simpang Kates, Drs.Hendroyono, sudah seharusnya penilaian pendidikan agama islam berorientasi pada nilai pengamalnnya bukan pada nilai hasil ujiannya. Sebab, tujuan pendidikan agama untuk dilaksanakan bukan untuk dihafalkan. Untuk itu,
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 159
sepintar dan sebagus apapun nilai ujiannya jika prilaku atau pengamalannya buruk maka nilainya harus buruk, sementara walaupun sisiwa tersebut tidak baik nilai ujiannya tetapi baik prilaku dan pengamalan agamanya maka ia berhak mendapat nilai bagus. Dengan kata lain, orientasi PAI bukan nilai akan tetapi pengamalan21. Untuk itu, shalat berjama’ah serta kebiasaan senyum, sapa dan salam dapat dijadikan salah satu acuan atau barometer prilaku dan pengamalan sisiwa terhadap ajaran agamanya. E. Penutup Implementasi kurikulum muatan lokal (kearifan local) berbasis akhlak akan terlaksana dengan baik jika dalam pelaksanaannya disepakati oleh kalangan birokrasi yaitu Terutama Bupati dan Kepala Dinas
21
Pendidikan. Selain oleh kalangan birokrasi juga harus disepakati oleh para praktisi yaitu para tokoh agama dan tokoh masyarakat, disepakati juga oleh para profesi yaitu para Guru PAI, Kepala sekolah dan guru-guru yang lainnya. Dalam pelaksanaannya tentunya tiada program yang sempurna, untuk itu harus selalu diadakan pengembangan dan evaluasi program dengan cara menela’ah dan mengevaluasinya. Hal ini disebabkan tidak ada satupun konsep yang langsung sempurna, oleh sebab itu harus selalu ada perbaikan dan pengembangan disetiap waktu.
Ibid, pada jam 10.00
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 160
BIBLIOGRAPHY Ary Ginanjar Agustin, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ): Berdasarakan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, Arga, Jakarta, 2001 Ahmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, Revitalisasi Pendidikan Karakter Terhadap Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa, Arruz Media, Yogyakarta, 2011 A.Mustopa, Akhlak tasawuf, untuk fakultas Tarbiyah, Pustaka setia, bandung, 1997 Abudin Nata, Pendidikan Islam di Era Global, Pendidikan Multikultural, Pendidikan Multin Iman, Pendidikan Agama, Moral dan Etika, Jakarta, UIN Jakarta Pers, 2005 ___________, Filsafat Pendidikan Islam 1, Logos Wacana ilmu, Jakarta, 1997 Abdurrahman An-nahlawy, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, penerjemah:Shihabuddin, Gema Insani Press, Jakarta, 1996 Busyairi Madjidi, Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim, Al-amin press, Yogyakarta, 1997 Bermawy Munthe, Kunci Praktis Desain Pembelajaran, CTSD, Yogyakarta, 2009 Bangka Pos, Babel Jadi Pasar Narkoba:empat Polisi jadi Tersangka, Sabtu, 12 Januari 2013.
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 161
Bangka Pos, Sikap Kami, Video Porno Mengguncangkan Koba, 7 januari 2013. Bangka Pos, Siswa Bakal Pulang Sekolah pukul 16.30 WIB, 11 Januari 2013 Dawam Raharjo, Ensiklopedi Al-Quran Tafsir Sosial berdasarkan konsep-konsep kunci, Paramadina, Jakarta, 1996 Didin Hafidhuddin, Modul Tafsir Mudhu’i Program Doktor Pendidikan Islam, di Program Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun Bogor, Jawa Barat, 2011 Dr.Bermawy Munthe, Kunci Praktis Desain Pembelajaran, CTSD, Yogyakarta, 2009 Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1979 Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta, 1971 EM. K. Kaswardi dkk, Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, PT. Gramedia, Jakarta, 1993 Emma Zain, Rangkuman Ilmu Mendidik (metode Pendidikan), Mutiara Sumber Widya, Jakarta, 1997 Fasli Jalal dan Dedi Supriyadi (ed), Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah, kerjasama DEPDIKNAS dengan Adicita Karya Nusa, Yogyakarta, 2001 H.A.R. Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Persfektif Abad 21, Magelang, PT.Tera Indonesia, cet. II Januari, 1999
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 162
H.A Mukti Ali, Metode Memahami Agama Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1991 Hasan Langgulung, Beberapa pemikiran Pendidikan Islam, Bandung, PT 2Al- Ma'arif, 1980 ____________________, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi Pendidikan, Jakarta, Pustaka Al-Husna, 1986 ____________________, Asas-asas Pendidikan Islam, Al-Husna Dzikra, Jakarta, 2000 Hasyim, Umar. Mendidik Anak Sholeh, Bina Ilmu, Surabaya, 1993 Hurlock, Elizabeth B. Child Development, Mc. Graw Hill Book Company Inc., New York, 1950 Ismail M dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo bekerja sama dengan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001 Iif Khairu Ahmadi dkk, Mengembangkan pendidikan berbasis keunggulan lokal dalam KTSP, Jakarta:PT.Pustaka Prestasi karya, 2012 Ibnu abdul hafidh Suwaid, Muhammad, cara nabi mendidik anak disertai dengan contoh-contoh aplikatif dari kehidpan salafush shaleh dan ulama amilin, Al-I’tisham Cahaya Umat, Jakarta, 2010 Jamal Ma’mur Asmani, Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, DIVA press, Yogyakarta, 2011
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 163
Miller, dalam Munir Mulkhan, Cerdas di Kelas Sekolah Kepribadian, rangkuman Model Pengembangan Kepribadian dalam Pendidikan Berbasis Kelas, Kreasi Wacana, 2002 Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, Bandung:Rosdakarya, 2012
EDUGAMA | Volume 01, Nomor 01, Desember 2015
| 164