Edu – Physic Vol. 4, Tahun 2013
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DALAM MATAKULIAH FISIKA MATEMATIKA BERBASIS TUTORIAL Oleh : Tanti Abstrak Rendahnya tingkat kelulusan dan motivasi siswa dalam mata kuliah fisika matematika I dan II merupakan permasalahan mendasar yang terjadi pada proses pembelajaran fisika matematika. Beberapa faktor yang menjadi penyebab rendahnya tingkat kelulusan mahasiswa dalam mata kuliah ini antara lain ketidakmampuan dalam menginterpretasi konsep-konsep fisika secara tepat, ketidakmampuan dalam menerapkan konsepkonsep dan prinsip-prinsip fisika untuk memecahkan soal, ketidakmampuan dalam memahami konsep-konsep fisika, ketidakmampuan dalam menerapkan konsep-konsep matematika untuk membuat model perumusan yang digunakan untuk pemecahan soal fisika, ditambah lagi dengan latar belakang pendidikan SMA mahasiswa yang berasal tidak hanya dari IPA tetapi juga dari IPS dan SMK. Diperlukan suatu usaha untuk memperbaiki kualitas proses pembelajaran dengan melaksanakan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw berbasis tutorial untuk meningkatkan hasil belajar mahasiswa, memantapkan penguasaan konsep fisika matematika dan aplikasinya dalam memecahkan persoalan-persoalan fisika. Kata Kunci : hasil belajar, tutorial, metode kooperatif tipe jigsaw.
A.
Pendahuluan Permasalahan mendasar yang terjadi pada proses pembelajaran fisika matematika selama ini, yaitu rendahnya tingkat kelulusan mahasiswa dalam mata kuliah fisika matematika I dan II. Hal ini mengindikasikan bahwa, mata kuliah tersebut tergolong sulit bagi mahasiswa terutama dalam memecahkan soal-soal fisika matematika yang ditugaskan oleh dosen pengampu. Mata kuliah fisika matematika di Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi terbagi ke dalam dua siklus, yaitu fisika matematika I yang diajarkan pada semester ganjil (semester III) dan fisika matematika II yang diajarkan pada semester genap 107
Tanti, Implementasi …
(semester IV). Mata kuliah ini bertujuan agar mahasiswa memiliki kemampuan dalam merumuskan berbagai proses fisika ke dalam pernyataan matematis dan mampu menyelesaikannya secara analitis. Mata kuliah fisika matematika mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam berpikir analitis kuantitatif berdasarkan pola penalaran matematis logis dalam memecahkan setiap persoalan fisika. Soal-soal pada mata kuliah fisika matematika dirancang agar dapat menggambarkan terapan konsep-konsep matematika untuk pemecahan soal-soal fisika. Dengan demikian, soal-soal pada mata kuliah fisika matematika biasanya berbentuk uraian yang berisi tentang kondisi fisis tertentu dan permasalahan yang ingin dipecahkan. Oleh karena sifatnya analitis matematis, maka strategi pembelajaran yang digunakan dosen biasanya ceramah diselingi tanya jawab, pemberian tugas rumah, dan diakhiri dengan ujian tertulis. Selama proses belajar, mahasiswa jarang sekali terlibat dalam diskusi. Hal-hal inilah yang menyebabkan sebagian besar mahasiswa merasa kesulitan dan hasil belajar pada mata kuliah ini umumnya rendah. Berdasarkan pengalaman selama mengajar mata kuliah fisika matematika II di Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, ada beberapa faktor yang menyebabkan mahasiswa mengalami kesulitan dalam mempelajari mata kuliah ini , antara lain : ketidakmampuan dalam menginterpretasi konsep-konsep fisika secara tepat, ketidakmampuan dalam menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika untuk memecahkan soal, ketidakmampuan dalam memahami konsep-konsep fisika, ketidakmampuan dalam dalam menerapkan konsep-konsep matematika untuk membuat model perumusan yang digunakan untuk pemecahan soal fisika. Faktor-faktor yang telah dikemukakan di atas merupakan faktor utama yang meyebabkan kegagalan mahasiswa dalam mempelajari mata kuliah fisika matematika ditambah lagi latar belakang pendidikan menengah atas dari mahasiswa yang sangat heterogen, karena ada mahasiswa yang berasal dari SMA jurusan IPA, IPS bahkan dari SMK. Begitu juga dengan pola pembelajaran lama yang lebih menitikberatkan pada mahasiswa, secara psikologi justru lebih menekan mahasiswa. Tekanan ini makin berat dirasakan oleh mahasiswa karena dosen hanya memberikan anjuran-anjuran terhadap buku-buku referensi yang sulit dipahami oleh mahasiswa tanpa memfasilitasi mahasiswa sehingga mereka tidak mendapatkan kemudahan dalam mengembangkan keterampilan intelektualnya. Berdasarkan pengamatan yang sejak tahun 2010 sampai dengan sekarang, hasil belajar mahasiswa dan tingkat ketuntasan belajar kelas pada umumnya masih cukup rendah ditunjukkan oleh kecilnya jumlah mahasiswa yang berhasil mencapai nilai 65 (C) atau lebih. Sebagai contoh, untuk mata kuliah fisika matematika II pada semester genap tahun akademik 2011/2012 108
Edu – Physic Vol. 4, Tahun 2013
dari 63 orang mahasiswa jumlah yang mendapat nilai 66 hanya sebanyak 15 (23,81%) orang mahasiswa. Berdasarkan pemikiran di atas, perlu dilakukan suatu tindakan perbaikan dalam proses pembelajaran, yaitu dengan melakukan strategi pembelajaran tutorial dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw guna menelaah lebih jauh keefektivan strategi dan model pembelajaran ini terhadap keberhasilan mahasiswa dalam mata kuliah Fisika Matematika II. B.
Pemecahan Soal Fisika Fisika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan alam (natural science) yang pada dasarnya bertujuan mempelajari dan memberi pemahaman kuantitatif terhadap berbagai gejala atau proses alam, sifat zat serta penerapannya. Oleh karena itu, menurut Wospakrik (1993 : 1) pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan dan memahami fisika adalah memadukan hasil percobaan dan analisis matematis. Atau dengan kata lain, pola penalaran empiris induktif dipadukan dengan pola penalaran deduktif yang bersifat logis. Karakteristik soal-soal fisika yang dapat mempengaruhi tingkat kesulitannya, menurut Maloney (1992 : 342) adalah : konteks, kejelasan petunjuk, jumlah informasi yang diberikan, kejelasan pertanyaan, jumlah/cara alternatif pemecahan yang dapat digunakan, dan beban ingatan. Dalam memecahkan soal fisika seringkali diperlukan perhitungan-perhitungan matematis sebagai konsekuensi penggunaan rumus-rumus fisika. Hal ini bagi sebagian besar mahasiswa akan menimbulkan kesulitan tersendiri. Pemecahan soal merupakan salah satu bagian penting dalam pembelajaran fisika sebab bukan saja merupakan aspek penerapan konsepkonsep dan pengetahuan fisika yang telah diperoleh melalui proses belajar akan tetapi juga merupakan proses memperoleh pengetahuan baru. Kemampuan pemecahan soal-soal fisika, menurut Reif (1994 : 17) memerlukan kemampuan-kemampuan dasar sebagai prasyarat utama, yakni kemampuan mendeskripsikan serta mengorganisasi pengetahuan fisika secara efektif. Pada umumnya konsep-konsep fisika bersifat sangat abstrak. Namun demikian, keabstrakan konsep-konsep fisika ini bukan merupakan faktor utama penyebab timbulnya kesulitan bagi siswa sebab banyak konsep-konsep dalam kehidupan sehari-hari juga bersifat abstrak. Kesulitan yang dirasakan oleh sebagian besar mahasiswa adalah dalam hal ketidakmampuan dalam menginterpretasi konsep-konsep dan prinsip-prinsip fisika secara tepat, tidak samar-samar, suatu persyaratan yang biasanya tidak diberlakukan untuk konsep-konsep yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Ketidakmampuan dalam membuat deskripsi pengetahuan fisika juga merupakan faktor penyebab timbulnya kesulitan bagi kebanyakan siswa. 109
Tanti, Implementasi …
Deskripsi pengetahuan fisika diperlakukan untuk menjelaskan situasi soal dalam rangka penyusunan konstruksi pemecahan soal. Situasi soal dapat dideskripsikan dengan berbagai cara, misalnya menggunakan pola hubungan antara beberapa konsep, atau menggunakan representase lainnya seperti dengan kata-kata, gambar, skema ataupun diagram vektor yang dapat disarikan dari pernyataan-pernyataan yang ada di dalam soal. Tentu saja siswa atau mahasiswa harus dapat memilih dan menentukan cara mana agar diperoleh deskripsi soal paling efisien dan efektif. Kemampuan menggunakan pengetahuan fisika sangat tergantung pada seberapa efektif pengetahuan tersebut terorganisasi secara baik dan efektif. Jadi meskipun cukup banyak tersedia pengetahuan yang telah dikuasai namun apabila tidak teroorganisasi secara baik dan efektif, maka pengetahuan tersebut tidak akan dapat digunakan dalam membuat atau mempelajari pola hubungan antar konsep-konsep fisika yang terlibat, memeriksa konsistensi pengetahuan, membuat suatu generalisasi, ataupun menambah wawasan. C.
Mata Kuliah Fisika Matematika Mata kuliah fisika matematika merupakan salah satu bahan ajar yang dapat menumbuhkan kemampuan berpikir analitis, kuantitatif, dan prediktif berdasarkan model penalaran yang dirumuskan. Materi kajian mata kuliah Fisika Matematika pada intinya adalah cara-cara perumusan dan pemecahan persamaan differensial sebagai rumusan proses atau gejala fisika (Wospakrik, 1993 : 4). Berdasarkan hal tersebut, baik persamaan differensial biasa (PDP) maupun persamaan differensial parsial (PDP) memliki peranan yang sangat penting di dalam perumusan model penalaran proses dan gejala-gejala fisika. Dengan demikian, kemampuan mahasiswa menentukan solusi persamaan diferensial menggunakan cara yang tepat merupakan syarat utama untuk dapat memecahkan kebanyakan soal-soal fisika praktis. Sebagaimana telah disebutkan bahwa mata kuliah Fisika Matematika bertujuan agar mahasiswa memiliki kemampuan merumuskan berbagai proses fisika ke dalam pernyataan matematis dan mampu menyelesaikannya secara analitis, kuantitatif, dan prediktif berdasarkan model penalaran yang dirumuskan. Mata kuliah fisika matematika mengajarkan konsep-konsep dasar matematika yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai perhitungan dan penalaran dalam mata kuliah fisika lanjut seperti mekanika klasik, mekanika kuantum, mekanika gelombang, dan teori medan elektromagnet. Di samping itu, mata kuliah ini juga dapat untuk menumbuhkan kemampuan analitis dan sintetis yang diperlukan mahasiswa kelak dalam pengkajian berbagai proses fisika berdasarkan hukum-hukum dasar fisika. Cakupan materi bahasa mata kuliah fisika matematika cukup luas. Selain itu, mata kuliah ini juga masih memerlukan mata kuliah-mata kuliah 110
Edu – Physic Vol. 4, Tahun 2013
prasyarat, yakni: Kalkulus I (2 sks) dan Kalkulus II (2 sks). Adapun mata kuliah fisika matematika di Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi terdiri atas dua mata kuliah, yakni : Fisika Matematika I (3 sks) dan Fisika Matematika II (3 sks). Mata kuliahmata kuliah tersebut di atas harus ditempuh oleh mahasiswa sejak semester 1 sampai semester 4. D.
Strategi Tutorial Tutorial merupakan kuliah tambahan diluar kuliah utama, yang diberikan kepada mahasiswa untuk menambah pemahaman dan keterampilan mahasiswa tentang matakuliah yang sedang diajarkan, terutama dalam menyelesaikan soal-soal yang terkait dalam mata kuliah tersebut. Dari pengertian diatas, tersirat esensi dari pengadaan tutorial. Biasanya, tutorial diadakan karena dalam mata kuliah uatam tidak dimungkinkan untuk memberikan pembahasan soal-soal secara terperinci. Tutorial merupakan bantuan akademis yang diberikan dengan tujuan untuk membantu mahasiswa belajar, baik secara individu maupun secara kelompok. Agar dapat membantu mahasiswa belajar, tutorial harus diarahkan pada keaktifan mahasiswa untuk memecahkan masalah yang dijumpai dalam memahami materi yang disajikan dalam modul. Sesuai dengan teori kontruktivis, mahasiswa secara aktif membangun pengetahuan mereka sendiri sedangkan tutor hanya bertindak sebagai fasilitator. Salah satu bentuk tutorial yang berorientasi pada pendekatan konstruktivis adalah pembelajaran kooperatif. E.
Metode Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar mahasiswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para mahasiswa dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajara yang telah ditentukan (Agus Suprijono, 2009 : 31). Tujuan pembelajaran koperatif adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif diantara anggota kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada mahasiswa, yakni mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk memecahkan masalah (tugas). Dengan interaksi yang efektif dimungkinkan semua kelompok dapat menguasai materi pada tingkat yang relatif sejajar. Dukungan teori konstruktivisme sosial Vygostsky telah meletakkan arti penting model pembelajaran kooperatif. Konstruktivisme sosial Vygostky menekankan bahwapengetahuan dibangun dan dikonstruksi secara mutual. Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris. Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi mereka mengevaluasi dan memperbaiki 111
Tanti, Implementasi …
pemahaman. Dengan cara ini, pengalaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran peserta didik. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Ismail (2003) adalah : (1). Belajar dengan teman, (2). Tatap muka antar teman, (3). Mendengarkan antar anggota, (4). Belajar dari teman sendiri dalam kelompok, (5). Belajar dalam kelompok kecil, (6). Produktif berbicara atau mengemukakan pendapat/gagasan, (7). Mahasiswa membuat keputusan, dan (8). Mahasiswa aktif. (Carin, 1993) mengemukakan beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah ; (a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Dengan demikian dapat diringkas bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : (1). Mahasiswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat, dan membuat keputusan secara bersama, (2). Kelompok mahasiswa terdiri dari mahasiswa-mahasiswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, (3). Jika dalam kelas terdapat mahasiswa-mahasiswa yang terdiri dari berbagai ras, suku, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam setiap kelompok pun terdapat ras, suku, dan jenis kelamin yang berbeda pula, (4). Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada kerja perorangan. Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Model Pembelajaran Kooperatif. Fase Indikator Kegiatan Dosen 1 Menyampaikan tujuan Dosen menyampaikan tujuan dan memotivasi pembelajaran yang ingin dicapai dan mahasiswa memberi motivasi mahasiswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif 2 Menyajikan informasi Dosen menyajikan informasi kepada mahasiswa dengan cara demonstrasika atau lewat bahan bacaan 3 Mengorganisasikan Dosen menjelaskan kepada mahasiswa mahasiswa dalam bagaimana caranya membentuk kelompok-kelompok kelompok-kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien 4 Membimbing kelompok Dosen membimbing kelompok belajar 112
Edu – Physic Vol. 4, Tahun 2013
bekerja dan belajar 5
Evaluasi
6
Memberi penghargaan
pada saat mereka mengerjakan tugastugas Dosen mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari da juga terhadap presentase hasil kerja masing-masing kelompok Dosen mencari cara-cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar individu maupun kelompok.
Apabila diperhatikan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif pada tabel 1 di atas maka tampak bahwa proses demokrasi dan peran aktif mahasiswa di kelas sangat menonjol dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif di kelas, seperti halnya pada model pembelajaran langsung, dalam model pembelajaran kooperatif diperlukan juga tugas perencanaan, misalnya menentukan pendekatan yang tepat, memilih topik yang sesuai, pembentukan kelompok mahasiswa, menyiapkan LKM atau panduan belajar mahasiswa, mengenalkan mahasiswa kepada tugas dan perannya dalam kelompok, merencanakan waktu dan tempat yang aka dipergunakan. Seperti telah dikemukakan di atas, salah satu tugas dosen dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah memilih pendekatan yang sesuai dengan tujuan akan dicapai. Dalam makalah kali ini dipilih pendekatan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997). Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lai (Arends, 1997). Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya 113
Tanti, Implementasi …
yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994). Para anggota tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lai tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian para mahasiswa itu kembali pada kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli. Menurut Arends (2001), kelompok asal yaitu kelompok induk mahasiswa yang beranggotakan mahasiswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Sedangkan kelompok ahli yaitu kelompok mahasiswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal. Jigsaw didesain selain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab mahasiswa secara mandiri juga dituntut saling ketergantungan yang positif (saling memberi tahu) terhadap teman sekelompoknya. Selanjutnya diakhir pembelajaran mahasiswa diberi kuis secara individu yang mencakup materi yang telah dibahas. Kunci tipe jigsaw ini adalah interpendensi setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan kuis dengan baik. F.
Kesimpulan Metode kooperatif tipe jigsaw berbasis tutorial dapat membantu meningkatkan hasil belajar mahasiswa, membantu meningkatkan minat dan motivasi belajar mahasiswa, serta menambah luas pemahaman mahasiswa terhadap konsep ilmu yang dipelajari. Metode kooperatif tipe jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Mahasiswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain.
Daftar Pustaka Arends, R.I. 1997. Classroom Instruction and Management, New York : McGraw Hill Companies. Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 114
Edu – Physic Vol. 4, Tahun 2013
Arends, R.I. 2001. Learning to Teach New York : McGraw Hill Companies. Carin, A. 1993. Teaching Modern Science. New York : Macmillan Publishing Company. Ismail, 2003. Model-Model Pembelajaran. Jakarta : Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Depdiknas. Perdy
Karuru, 2003. Pengembangan Pembelajaran Kooperatif.
Perangkat
Tutorial
Berorientasi
Lie, A. 1994. Jigsaw : A Cooperative Learning Methods for The Reading Class. Waco, Texas : Phi Delta Kappa Society. Slavin, 1995. Cooperative Learning Theory. Second Edition. Massachusetts : Allyn and Bacon Publisher.
115