IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DEMOKRATIS: Sebuah Studi Tentang Pembelajaran Ski Pada Madrasah Tsanawiyah Di Aceh Murdani Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh Email:
[email protected] Pembelajaran demokratis adalah suatu strategi pembelajaran yang mengoptimalkan pernanan siswa ketika proses pembelajaran berlangsung dan adanya hubungan timbal balik yang seimbang antara guru dan siswa di kelas. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan definisi, pelaksanaan, dan efek negatif apa saja bagi siswa tanpa penggunaan pembelajaran demokratis dan implikasinya terhadap guru dan siswa dalam pembelajaran sejarah kebudayaan Islam di MTs dalam Provinsi Aceh. Penelitian ini juga menggunakan metode kualitatif rasionalistik, tahapan-tahapan penelitian dilakukan dengan cara pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, dan perumusan kesimpulan dari data wawancara, observasi, dokumentasi dan angket. Pengambilan data angket melalui cara purposive sampling. Penelitian ini menemukan fakta pada tataran aplikatifnya yakni secara umum para tenaga kependidikan dalam mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam di MTs dalam Provinsi Aceh, khususnya MTsN Model Meulaboh, MTsN Peureumue, MTsN 1 Takengon, MTsN 2 Takengon, MTsN Model Gandapura, MTsN Matang Glumpang Dua, MTsN Montasik dan MTsN Rukoh telah melaksanakan strategi pembelajaran demokratis di kelas melalui metode diskusi, tanya jawab, dan kerja kelompok, meskipun sebagiannya ada yang tidak melaksanakan karena berbagai faktor yakni ketidaktahuan dan tidak profesionalnya dalam menjalankan tugas. Proses pembelajaran melalui sistem satu arah dan tidak adanya proses penukaran informasi antara guru dan siswa tidak seperti yang diharapkan oleh konsep strategi pembelajaran demokratis, jika dilakukan pembiaran secara jangka panjang dapat menciptakan suasana siswa yang tidak aktif dalam belajar di kelas, belajar bukan milik mereka, hasil belajar yang kurang memuaskan, dan tidak adanya perubahan perilaku serta pada akhirnya tujuan dari kurikulum tidak tercapai. Kondisi ini terjadi di beberapa MTs dalam Provinsi Aceh khususnya dalam mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam pada materi sejarah perkembangan umat Islam pada masa Bani Abbas. Implikasi positif banyak ditemukan di lapangan baik pada guru dan siswa dengan penerapan strategi pembelajaran demokratis selama proses belajar sejarah kebudayaan Islam di kelas dua MTs di Aceh. Berbagai hal yang mendasar perlu dilakukan pembenahan untuk mengatasi masalah tersebut di atas dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas dari elemen pembelajaran itu sendiri yakni tenaga pendidik, fasilitas belajar, sistem evaluasi belajar, kurikulum, dan adanya hubungan erat dengan lingkungan sekitar sekolah baik orang tua siswa, masyarakat, pemerintah daerah, dan pihak-pihak dalam sekolah. Kata Kunci : Implementasi, Demokratis dan Pembelajaran.
ﻣﺴﺘﺨﻠﺺ اﻟﺘﻌﻠﻢ اﻟﺪﳝﻘﺮاﻃﻲ ﻫﻮ اﺳﱰاﺗﻴﺠﻲ اﻟﺘﻌﻠﻢ اﻟﺬي ﳛﺴﻦ دور اﻟﻄﻼب ﻋﻨﺪﻣﺎ ﲡﺮي ﻋﻤﻠﻴﺔ اﻟﺘﻌﻠﻢ وﺗﻜﻮن ﻓﻴﻬﺎ وﻳﻜﻮن اﳍﺪف ﻣﻦ ﻫﺬا اﻟﺒﺤﺚ ﻟﻮﺻﻒ.اﻟﻌﻼﻗﺔ اﳌﺘﺒﺎدﻟﺔ اﳌﻨﺎﺳﺒﺔ ﺑﲔ اﳌﺪرﱢﺳﲔ واﻟﻄﻼب ﰲ اﻟﻔﺼﻞ
Murdani
اﻟﺘﻌﺮﻳﻒ واﻟﺘﻨﻔﻴﺬ وﺗﺄﺛﲑ اﻟﺴﻠﱯ ﻋﻠﻰ اﻟﻄﻠﻼب دون اﺳﺘﺨﺪام اﻟﺘﻌﻠﻢ اﻟﺪﳝﻘﺮاﻃﻲ وﻛﺎﻧﺖ اﻵﺛﺎر اﳌﱰﺗﺒﺔ ﻋﻠﻰ اﳌﺪرﺳﻮاﻟﻄﻼب ﰲ ﺗﻌﻠﻢ ﺗﺎرﻳﺦ اﻟﺜﻘﺎﻓﺔ اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﺑﺎﳌﺪرﺳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ ﰲ ﳏﺎﻓﻈﺔ أﺗﺸﻴﺔ .وﻫﺬا اﻟﺒﺤﺚ أﻳﻀﺎ ﻳﺴﺘﺨﺪم ﻣﻨﻬﺞ اﻟﻜﻴﻔﻴﺔ اﻟﻌﻘﻼﻧﻴﺔ ,وﻗﺪ ﺟﺮﻳﺖ ﻣﺮاﺣﻞ ﻫﺬا اﻟﺒﺤﺚ ﻋﻦ ﻃﺮﻳﻖ ﲨﻊ اﻟﺒﻴﺎﻧﺎت وﲢﻠﻴﻠﻬﺎ وﺻﻴﺎﻏﺔ اﻻﺳﺘﻨﺘﺎﺟﺎت ﻣﻦ ﺑﻴﺎﻧﺎت اﳌﻘﺎﺑﻠﺔ واﳌﻼﺣﻈﺔ واﻟﻮﺛﻴﻘﺔ واﻻﺳﺘﺒﻴﺎن .إن ﺑﻴﺎﻧﺎت اﻻﺳﺘﺒﻴﺎن ﻣﺄﺧﻮذ ﻋﻦ ﻃﺮﻳﻖ أﺧﺬ اﻟﻌﻴﻨﺎت اﳍﺎدﻓﺔ .وﺟﺪ ﻫﺬا اﻟﺒﺤﺚ ﺣﻘﺎﺋﻖ ﻋﻠﻰ ﻣﺴﺘﻮى اﻟﺘﻄﺒﻴﻘﺎت أي ﺑﺸﻜﻞ اﻟﻌﺎم أن ﻣﺪرﱢﺳﻲ ﻣﺎدة ﺗﺎرﻳﺦ اﻟﺜﻘﺎﻓﺔ اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﻋﻠﻰ اﳌﺪرﺳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ ﰲ ﳏﺎﻓﻈﺔ أﺗﺸﻴﺔ ﺧﺼﻮﺻﺎ اﳌﺪرﺳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ اﳊﻜﻮﻣﻴﺔ اﻟﻨﻤﺎذﺟﻴﺔ ﻣﻮﻻﺑﻪ واﳌﺪرﺳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ اﳊﻜﻮﻣﻴﺔ ﺑﻮرﻣﻮ واﳌﺪرﺳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ اﳊﻜﻮﻣﻴﺔ 1ﺗﺎﻛﻴﻐﻮن واﳌﺪرﺳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ اﳊﻜﻮﻣﻴﺔ 2ﺗﺎﻛﻴﻐﻮن واﳌﺪرﺳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ اﳊﻜﻮﻣﻴﺔ اﻟﻨﻤﺎذﺟﻴﺔ ﻏﻨﺪاﺑﻮر واﳌﺪرﺳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ اﳊﻜﻮﻣﻴﺔ ﻣﺎﺗﻨﻎ ﺟﻮﻟﻮﻣﺒﻨﻎ دووا واﳌﺪرﺳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ اﳊﻜﻮﻣﻴﺔ ﻣﻨﺘﺎﺳﻴﻚ واﳌﺪرﺳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ اﳊﻜﻮﻣﻴﺔ روﻛﻪ ﻗﺪ ﻧﻔﱠﺬوااﺳﱰاﺗﻴﺠﻲ اﻟﺘﻌﻠﻢ اﻟﺪﳝﻘﺮاﻃﻲ ﰲ اﻟﻔﺼﻞ ﻋﻦ ﻃﺮﻳﻖ اﳌﻨﺎﻗﺸﺔ واﻟﺴﺆال واﳉﻮاب واﻟﻌﻤﻞ ﰲ ا ﻤﻮﻋﺔ وﻣﻊ ذﻟﻚ ﻳﻮﺟﺪ ﺑﻌﻀﻬﻢ ﱂ ﻳﻨﻔّﺬوﻩ ﺑﺎﻷﺳﺒﺎب أي ﻣﻦ ﻛﻮ ﻢ ﻋﺪم اﻟﻔﻬﻢ ﻋﻠﻰ ﻫﺬا اﳌﻨﻬﺞ وﻋﺪم ﲤﻜﻨﻬﻢ ﰲ إﺟﺮاءات ﻫﺬا اﻟﻌﻤﻞ .ﻋﻤﻠﻴﺔ اﻟﺘﻌﻠﻢ ﻋﻦ ﻃﺮﻳﻖ اﻻﲡﺎﻩ اﻟﻮاﺣﺪ وﻋﺪم ﺗﺒﺎدل اﻹﻋﻼم ﺑﲔ اﳌﺪرﺳﲔ واﻟﻄﻼب ﱂ ﺗﻜﻦ ﺗﻮاﻓﻘﺎ ﲟﺎ ﻳﺮاد اﺳﱰاﺗﻴﺠﻲ اﻟﺘﻌﻠﻢ اﻟﺪﳝﻘﺮاﻃﻲ ﻓﻴﻬﺎ .إذا ﺗﺮك ﻣﺪة ﻃﻮﻳﻠﺔ ﺳﻴﺠﻌﻞ اﻟﻄﻼب ﺟﺎﻣﺪا ﰲ اﻟﻔﺼﻞ وﻳﻈﻨﻮن أن ﻫﺬا اﻟﺘﻌﻠﻢ ﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺣﻘﻬﻢ وﺗﻜﻮن ﻧﺘﻴﺠﺔ اﻟﺘﻌﻠﻢ ﻏﲑ ﻣﺮﺿﻴﺔ وﻻ ﻳﻜﻮن ﺗﻐﻴﲑا ﰲ ﺳﻠﻮﻛﻬﻢ ﺣﱴ ﻻ ﻳﺘﻢ ﲢﻘﻴﻖ أﻫﺪاف اﳌﻨﺎﻫﺞ اﻟﺪراﺳﻴﺔ ﰲ اﻷﺧﺮ .ﻫﺬﻩ اﳊﺎﻟﺔ ﺗﻘﻊ ﰲ ﺑﻌﺾ اﳌﺪارس اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ ﲟﺤﺎﻓﻈﺔ أﺗﺸﻴﺔ وﻫﺬا اﻷﻣﺮ ﻳﻘﻊ ﺧﺼﻮﺻﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﺎدة ﺗﺎرﻳﺦ اﻟﺜﻘﺎﻓﺔ اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﻣﻦ ﻣﻮﺿﻮع ﺗﺎرﻳﺦ ﺣﻀﺎرة اﳌﺴﻠﻤﲔ ﰲ ﻋﻬﺪ ﻋﺒﺎﺳﻴﺔ .أﻛﺜﺮ ﻣﻦ اﻵﺛﺎر اﻹﳚﺎﺑﻴﺔ ﺗﻮﺟﺪ ﰲ اﻟﻮاﻗﻊ ﺳﻮاء ﻛﺎن ﻣﻦ اﳌﺪرﺳﲔ واﻟﻄﻼب ﻋﻠﻰ ﺗﻄﺒﻴﻖ اﺳﱰاﺗﻴﺠﻲ اﻟﺘﻌﻠﻢ اﻟﺪﳝﻘﺮاﻃﻲ أﺛﻨﺎء ﻋﻤﻠﻴﺔ اﻟﺘﻌﻠﻢ ﻣﻦ ﻣﺎدة ﺗﺎرﻳﺦ اﻟﺜﻘﺎﻓﺔ اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ ﰲ ﻓﺼﻞ اﻟﺜﺎﱐ ﻣﻦ اﳌﺪرﺳﺔ اﻟﺜﺎﻧﻮﻳﺔ ﰲ ﳏﺎﻓﻈﺔ أﺗﺸﻴﺔ .واﻷﺷﻴﺎ اﻷﺳﺎﺳﻴﺔ ﲢﺘﺎج إﱃ اﻹﺻﻼح ﻟﻠﺘﻐﻠﺐ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﺑﱰﻗﻴﺔ ﻧﻮﻋﻴﺔ وﻛﻤﻴﺔ ﻣﻦ ﻣﺮﻛﺐ اﻟﺘﻌﻠﻢ ﻧﻔﺴﻪ أي اﳌﺪرس ووﺳﺎﺋﻞ اﻟﺪرس وﻧﻈﺎم ﺗﻘﻴﻴﻢ اﻟﺪرس واﳌﻨﺎﻫﺞ اﻟﺘﻌﻠﻴﻤﻴﺔ وﻳﻮﺟﺪ اﻟﱰاﺑﻂ ﺑﺎﻟﺒﻴﺌﺔ ﺣﻮل اﳌﺪرﺳﺔ ﺳﻮاء ﻛﺎن ﻣﻦ واﻟﺪي اﻟﻄﻼب وا ﺘﻤﻊ واﳊﻜﻮﻣﺔ واﻷﻓﺮاد اﳌﻌﻴﻨﺎت ﰲ داﺧﻞ اﳌﺪرﺳﺔ. Abstract Democratic teaching is a teaching strategy which optimizes the students’ roles during the teaching-learning process. The strategy also provides a mutually balanced relationship between the teacher and the students in the classroom. This study aims to class in Islamic junior high schools (MTs) in Aceh Province and to describe the definition, implementation, and any adverse effects on the students when the democratic teaching has not been applied, and the implications toward the students and teachers in the cultural history of Islam. The study use the rationalisticqualitative method. The steps in conducting the study are as follow: collecting, processing and analysing the data, and formulating the conclusions based on the interview, observation, document, and questionnaire results. The questionnaire data | Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
112
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DEMOKRATIS was obtained by using the purposive sampling technique. The study found that in general, most teachers of the cultural history of Islam of the MTs in Aceh, particularly MTsN Model Meulaboh, MTsN Peureumue, MTsN 1 Takengon, MTsN 2 Takengon, MTsN Model Gandapura, MTsN Matang Glumpang Dua, MTsN Montasik, and MTsN Rukoh have implemented the democratic teaching strategy in their classes through discussions, question and answer, and group work. However, some teachers have not yet implemented the strategy due to various factors, such as lack of awareness and unprofessionalism. The one-way teaching system and no information exchange between the teacher and the students are not what the democratic teaching suggests. Hence, if the teachers let such situations remain for a longer period, the students will become passive in class, do not feel the need to study, will obtain unsatisfactory learning outcomes, and will have no changes in behaviors and attitudes. All of these will lead to failure in achieving the curriculum objectives. The above mentioned situations have occurred in several MTs in Aceh, especially in the cultural history of Islam on the history of Muslims during The Abbasid Dynasty. The positive implications were found in most schools where the teachers implemented the strategy in their classes in the MTs in Aceh. However, schools still need to improve to avoid and solve the adverse implications, such as by improving the quality and quantity of the instructional elements like the teachers, learning facilities, learning evaluation system, curriculum, and relationship with the school surroundings; the students’ parents, society, local government, and the related parties of the school. A. Pendahuluan Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sebagai salah satu mata pelajaran yang termasuk dalam rumpun pendidikan agama Islam. Proses belajar-mengajarnya di kelas mutlak membutuhkan berbagai macam strategi maupun metode untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam yakni menciptakan manusia yang berakhlakul karimah. 1 Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada tingkat sekolah lanjutan pertama tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh peserta didik tidaklah hanya pemahaman konsep kesejarahan semata, akan tetapi juga dapat mengambil nilai-nilai dibalik peristiwa sejarah Islam tersebut.2 Menurut E Mulyasa, “pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu, untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif, dan menyenangkan, diperlukan berbagai keterampilan. Di antaranya adalah keterampilan membelajarkan atau keterampilan
1
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru (Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet.3, 2008), 293. 2
Ibid., 293.
Volume 14 No.2, Februari 2015 |
113
Murdani mengajar”.3 Turney mengungkapkan ada delapan keterampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran.4 Keterampilan mengajar tersebut ialah keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka, dan menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola kelas, serta mengajar kelompok kecil dan perorangan. Penguasaan terhadap keterampilan mengajar tersebut harus utuh dan terintegrasi, sehingga diperlukan latihan yang sistematis, misalnya melalui pembelajaran mikro (micro teaching). Setiap keterampilan mengajar memiliki komponen dan prinsip-prinsip dasar tersendiri, sesuai dengan konsep dan kenyataan pelaksanaan di lapangan.5 Selain pendekatan kompetensi dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dan pendidikan agama Islam pada umumnya, juga digunakan pendekatan standar proses pendidikan yang sesuaikan dengan konteks pemberlakuan kurikulum terbaru yaitu kurikulum tingkat satuan pendidikan. Kedua kurikulum tersebut memiliki kesamaan secara mendasar, yakni pelimpahan wewenang secara lebih besar kepada masing-masing tingkat satuan pendidikan untuk merumuskan tujuan pembelajaran. Proses pembelajaran di kelas secara khusus dapat memaksimalkan peran tersebut terutama sekali oleh guru dalam membelajarkan siswanya secara aktif dan pertisipatif. Oleh karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa secara terintegrasi.6 Salah satu indikator penerapan strategi pembelajaran adalah dengan melaksanakan metode dan teknik mengajar yang cocok di kelas. Karena metode mengajar dan pembelajaran adalah salah unsur dari strategi pembelajaran. Selain dari pada metode mengajar dalam proses pembelajaran juga terjadinya proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran, kesemuanya tercakup dalam definisi di atas yaitu strategi pembelajaran. Sebelum dijelaskan berbagai macam strategi pembelajaran yang digunakan pada pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam di kelas. Sebagai langkah awal maka 3
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, cet.3, 2005), 69. 4
Syarifuddin Nurdin, Guru Profesional dan Impelementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, cet.3, 2008), 90. 5
E. Mulyasa, Menjadi Guru..., 70 - 92.
6
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, cet 5 (Jakarta: Kencana, 2006), 131-135.
114
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DEMOKRATIS dijelaskan dulu definisi metode pembelajaran itu sendiri.7 Metode dan teknik pembelajaran meskipun pada dasarnya memiliki kesamaan, akan tetapi terdapat perbedaan secara substansinya. Berdasarkan batasan ini dapat dikemukakan bahwa metode adalah setiap kegiatan yang ditetapkan oleh pendidik untuk mencapai tujuantujuan belajar.8 Teknik adalah kelengkapan atau langkah-langkah dengan dilengkapi keragaman, fokus, dan penjelasannya. Teknik merupakan katalisator metode, berbeda ruang lingkupnya dari metode, dan waktu penggunaannya lebih singkat dari waktu penggunaan metode. Sedangkan alat bantu adalah sarana fisik yang digunakan untuk membantu kelancaran proses belajar.9 Selanjutnya, kaitan dengan strategi pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dapatlah dipilih berbagai strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan belajar yang diinginkan dalam mata pelajaran tersebut. Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam secara ekplisit mempunyai tujuan belajar agar siswa dapat mempunyai pemahaman konsep yang mantap disertai juga dengan dapat mengaplikasikan konsep tersebut dalam ranah kehidupan keseharian. Kemampuan guru Sejarah Kebudayaan Islam dalam memilih strategi pembelajaran khususnya metode atau pendekatan yang tepat di kelas sangat menentukan dapat tercapainya tujuan belajar Sejarah Kebudayaan Islam seperti yang dikehendaki oleh kurikulum. Selanjutnya strategi demokratis dalam pembelajaran adalah suatu ide yang lebih luas yang didasarkan atas kepercayaan bahwa di dalam diri manusia dari segala strata sosial terdapat berbagai potensi yang siap untuk dikembangkan. Sebab melaksanakan strategi demokratis dalam pembelajaran kurang lebih sama dengan menerapkan pada demokratis pada dunia politis yaitu adanya kebebasan dalam mengungkapkan
pendapat.
Melaksanakan
demokrasi
pembelajaran
berarti
melibatkan usaha yang lebih luas untuk mencapai dan mengerti teka-teki rahasia dari 7
Metode adalah unsur prosedur yang disusun secara teratur dan logis serta dituangkan dalam suatu rencana kegiatan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian bahwa unsur-unsur metode mencakup prosedur, sistematik, logis, terencana, dan kegiatan untuk mencapai tujuan. Sedangkan pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistematik dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi-kondisi agar peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar. Dalam kegiatan ini terjadi interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu antara siswa yang melakukan kegiatan belajar dengan pendidik yang melakukan kegiatan membelajarkan. Lebih lanjut baca, Sudjana S, Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif , cet 4 (Bandung: Falah Production, 2000), 8. 8
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, cet.3 (Jakarta: Ciputat Press, , 2005), 22. 9
Sudjana S, Metode..., 14.
Volume 14 No.2, Februari 2015 |
115
Murdani perbedaan-perbedaan individual ataupun kelompok untuk mendapatkan sistem pendidikan dan kecakapan dalam memilih sesuai dengan kepribadian mereka sendiri.10 Untuk terlaksananya strategi demokratis dalam pembelajaran, guru dan siswa merupakan subjek utama bagi proses demokratisasi pembelajaran di sekolah. Karena sekolah sebagai sarana dalam mengembangkan sikap demokrasi, maka kebebasan berbicara, kebebasan dalam mengungkapkan gagasan, kemampuan hidup bersama dan keterlibatan siswa dalam berbagai kegiatan perlu diperhatikan oleh guru. Tidak dapat diingkari bahwa mewujudkan strategi pembelajaran demokratis di kelas tidaklah mudah.11 Penerapan secara langsung strategi pembelajaran demokratis di sekolah bukanlah suatu hal yang gampang. Sebabnya antara lain: pertama, filsafat atau anggapan dasar pendidikan yang masih menganggap siswa sebagai tabula rasa, yaitu kertas kosong yang harus diisi oleh pendidik, kedua, metode pembelajaran yang masih bertumpu pada konsep banking system, ketiga, bahan pelajaran yang masih banyak berasal dari buku atau beberapa pratikum bidang sains, kurang menggali dari persoalan masyarakat, keempat, sikap guru yang indoktrinatif, kelima, suasana sekolah yang multikultural, keenam, kurikulum yang ditentukan oleh pemerintah pusat yang tidak memungkinkan siswa, guru, sekolah, orang tua, dan masyarakat untuk membicarakannya, ketujuh, kegiatan belajar siswa yang berpusat di lingkungan sekolah, tidak memanfaatkan masyarakat yang di luar sekolah sebagai tempat siswa.12 Mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam sebagai bagian dari pendidikan agama Islam. Pengajaran sejarah Islam sebenarnya pengajaran sejarah: yaitu sejarah yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan umat Islam. Karena itu dapat kita sebut juga sejarah umat Islam.13 Dilihat dari segi umum, sejarah ini merupakan salah satu aspek dari ajaran agama Islam. Islam lahir dan terus hidup 10
Hamdani Ali, Filsafat Pendidikan, cet 1 (Yogyakarta: Kota Kembang, 1990), 180.
11
Sudarwan Danim, Kepemimpinan Pendidikan; Kepemimpinan Jenius (IQ + EQ), Etika, Perilaku Motivasional, dan Mitos, cet.1 (Bandung: Alfabeta, 2010), 176. 12
Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan, cet 1 (Yogyakarta: Kanisius, 1997), 37-38. 13
116
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran..., 25.
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DEMOKRATIS berkembang melalui garis lintas sejarah. Islam lahir dalam kehidupan di gelanggang sejarah sejak orang pertama memeluk agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.14 Tidak semua peristiwa yang terjadi selama berlangsungnya proses sejarah Islam itu dimuat dalam lembaran sejarah Islam, tetapi ada seleksinya yang dilakukan oleh sejarawan Muslim itu sendiri.15 Selanjutnya, diperlukan usaha dari para guru dalam proses pembelajarannya, terutama sekali dengan menggunakan strategi pembelajaran demokratis.16 Usaha itu dilakukan karena dalam berbagai peristiwa yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, kemudian memberikan ulasan yang sifatnya membersihkan Islam, agar setelah belajar, siswa tidak membenci Islam.17 Sangat diperlukan ulasan atau keterangan guru yang membersihkan Islam itu. Jangan ada kesan bahwa Islam itu tidak baik sekaligus stigma-stigma negatif lainnya.18 Pada proses pembelajarannya, guru Sejarah Kebudayaan Islam terkesan kurang mempunyai perencanaan yang matang terhadap proses pembelajaran yang akan dilaksanakan, kurang pelatihan dan pendidikan juga turut melatar belakangi kondisi ini. Objektivitas dalam penilaian hasil belajar Sejarah Kebudayaan Islam oleh guru, masih mempunyai tanda tanya besar, karena unsur-unsur subjektivitas pada pribadi masing-masing guru Sejarah Kebudayaan Islam masih sangatlah kental yang dipengaruhi kondisi nyata siswa yang sangat kurang motivasi belajar pada diri sendiri maupun dukungan lingkungan sekitar. Terutama sekali pada proses belajar mengajarnya sering terjadi ketimpangan antara keinginan guru dengan siswa. Guru dan siswa pada proses belajar di kelas mempunyai keinginan yang saling bertolak belakang, disatu sisi guru Sejarah Kebudayaan Islam menginginkan tujuan belajar yang telah digariskan oleh kurikulum dapatlah tercapai dengan cepat tanpa mempetimbangkan kondisi nyata di kelas. Salah satu alternatif untuk mencapai target belajar tersebut guru Sejarah 14
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, cet.4, 2004), 46. 15
Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, cet 6 (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), 109. 16
Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran..., 22.
17
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan..., 48.
18
Zakiah Daradjat, Metodik Khusus..., 113.
Volume 14 No.2, Februari 2015 |
117
Murdani Kebudayaan Islam melakukan proses belajar dengan pola ’kejar materi’ atau melalui cara penerapan disiplin kelas yang salah untuk menutupi berbagai kekurangan dalam menerapkan berbagai strategi pembelajaran yang ada. Pada sisi lain siswa menginginkan proses belajar Sejarah Kebudayaan Islam berjalan menurut keinginan mereka, melalui kebebasan bertanya, berdiskusi, tanpa PR berlebihan, tanpa banyak mencatat, harus banyak cerita, dan tidak ada dominasi berlebih guru terhadap kegiatan belajarnya di kelas. Kenyataan bertolak belakang di atas jikalau dibiarkan berlarut-larut tanpa ada pemecahan terutama dari guru Sejarah Kebudayaan Islam itu sendiri akan memunculkan suatu kejenuhan dalam belajar, utama sekali dari siswa. Pada ujungnya tujuan yang diinginkan dari pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam tidaklah tercapai. Kelemahan lainnya yang banyak ditemukan dilapangan yaitu para guru kurang dapat menciptakan suasana belajar yang menggairahkan. Hal itu kemungkinan terjadi karena penguasaan strategi pembelajaran yang masih lemah. Para guru umumnya masih menggunakan strategi yang relatif sama di setiap pertemuannya. Jikalau strategi yang bervariasi di setiap tatap muka diterapkan kemungkinan besar kemauan belajar siswa akan tumbuh, serta suasana pembelajaran akan hidup. Variasi strategi dalam hal ini penerapan berbagai strategi pembelajaran yang bernuansa demokratis dapat dikatakan sebagai salah satu solusi untuk menjembatani berbagai ketimpangan antara keinginan guru dan siswa selama proses belajar SKI berlangsung. Pertanyaan dari penelitian ini adalah Bagaimana penerapan pembelajaran demokratis dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada MTs di Aceh? Permasalahan ini kemudian melahirkan sub-sub pertanyaan terkait lainnya seperti: (1) Jenis pembelajaran demokratis apa saja yang digunakan para guru dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada Madrasah Tsanawiyah di Aceh? (2) Bagaimanakah
penerapan
strategi
pembelajaran
demokratis
dalam
pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada Madrasah Tsanawiyah di Aceh? (3) Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan pembelajaran demokratis dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada Madrasah Tsanawiyah di Aceh serta solusinya?
118
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DEMOKRATIS D. Pembahasan 1. Landasan Teori Metode ialah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik. Secara lebih luas pengertiannya adalah segala upaya mendidik sekaligus mengajar dalam upaya untuk mencapai tujuan pembelajaran.19 Metode mengajar dengan metode mendidik mempunyai perbedaan yang cukup mendasar, karena metode mengajar lebih menitikberatkan pada aspek teoritis dan minim dengan aplikatif, sedangkan metode mendidik pada umumnya langsung dilaksanakan di lapangan. Pembelajaran jika ditinjau dari aspek kebahasaan adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Sedangkan secara istilah adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan, dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar.20 Sedangkan pengertian yang lebih ringkas dari proses pembelajaran adalah yang dikemukakan oleh Abin Syamsuddin Makmun ialah suatu rangkaian interaksi antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.21 Demokrasi secara kebahasaan ialah kekuasaan yang dijalankan oleh rakyat, dilaksanakan oleh rakyat, dan untuk kepentingan rakyat. Demokrasi secara lebih luas ialah segala hal yang memiliki asas kemerdekaan, asas persamaan, dan asas persaudaraan pada lingkungan yang dijalankannya.22 Secara istilah (terminologis) dapat dikatakan bahwa demokratisasi dalam lingkup pendidikan dan pembelajaran, berarti pemberian peluang yang sama kepada setiap anak berusia sekolah (Indonesia 7 - 15 tahun) untuk memasuki lembaga pendidikan/persekolahan yang ada. Kalau secara umum dapat dikatakan bahwa kebijakan ini sebagai pemberian peluang yang sama kepada rakyat untuk mengikuti upaya pendidikan yang ada. Ini berarti pemberian pemerataan kesempatan pendidikan kepada semua. Pemberian kesempatan ini mencakup tiga makna, yakni: persamaan kesempatan (equality of opportunity), aksesibilitas, keadilan atau 19
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, cet. 4 (Bandung: Remaja Rosdakarya, , 2004), 131. 20
Oemar Hamalik, Proses Belajar-Mengajar (Jakarta: Bumi Aksara, cet 6,2007), 27-28.
21
Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan, cet. 8 (Bandung: Remaja Rosdakarya, , 2005), 156. 22
M.Sirozi, Politik Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), 155.
Volume 14 No.2, Februari 2015 |
119
Murdani kewajaran (equality).23 Konsep pendidikan maupun pembelajaran yang membebaskan siswanya untuk mengekspresikan semua potensi yang dimilikinya. Sebenarnya juga pembebasan tersebut secara tidak langsung akan memberdayakan siswa itu sendiri melalui mekanisme pendidikan. Karena siswa pada usia sekolah menengah dan khususnya menengah pertama semua kemampuan dan bakatnya yang dimilikinya harus mutlak dikenali oleh guru kemudian diarahkan untuk kesuksesan siswa tersebut di masa mendatang. Pengertian yang telah ditulis dan rumuskan di atas coba bandingkan dengan beberapa konsep definisi pembelajaran maupun strategi belajar-mengajar demokratis dari beberapa ahli pendidikan. Pemikiran pendidikan atau pembelajaran yang digagas oleh Paulo Freire kemudian dikutip oleh Malik Fadjar bahwa ia membawa haluan humanis, mengatakan bahwa secara filosofis manusia pada dasarnya merupakan makhluk yang merdeka dan otonom, sehingga dengan begitu sejatinya manusia mampu melakukan “transendensi” dengan semua realitas yang mengitarinya.24 Proses pembelajaran harus demokratis, yakni semua siswa dalam semua kategori memperoleh layanan yang wajar dari guru, baik guru sebaiknya bertanya kepada siswanya tentang pokok bahasan yang mereka ingin pelajari, berikut bentukbentuk penugasannya, lalu dibahas bersama sehingga sampai pada kesepakatan dengan tidak mengabaikan tujuan pembelajaran, dan target-target kurikuler yang harus dicapai. Salah satu pendekatan dalam pembelajaran untuk mendukung konsep ini ialah pendekatan collaborative learning yang semata dikembangkan untuk menunumbuhkan rasa memiliki siswa terhadap program pembelajarannya itu, serta memberikan penghargaan yang wajar pada siswa, sehingga gairah mereka untuk belajar bisa terus dikembangkan.25 Wacana pembelajaran demokratis haruslah diterapkan secara nyata dalam konteks pembelajaran di dalam kelas.26 Secara jelasnya metode pembelajaran 23
Ambo Enre Abdullah, Pendidikan di Era Otonomi Daerah: Gagasan dan Pengalaman (Yogyakarta: Pustaka Timur, 2005), 208. 24
Imam Tolkhah dkk, Membuka Jendela Pendidikan Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, cet 1 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), vi. 25
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokratis : Sebuah Model Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan (Jakarta: Kencana, cet 3, 2007), 280. 26
120
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan..., 94.
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DEMOKRATIS demokratis terlaksana melalui interaksi yang humanistic, yaitu: menumbuhkan manusia yang berkepribadian dalam diri setiap siswa, sehingga dapat mengikis mentalitas masyarakat yang suka latah dan bertaklid buta. Untuk menumbuhkan kepribadian siswa, dalam interaksi pembelajaran dibutuhkan peran yang signifikan guru dan optimalisasi budaya sekolah. Para peserta didik hendaknya diarahkan untuk menemukan jati dirinya; baik kemampuan intelektual maupun bakat-bakat yang dimilikinya. Jadi tidak sekedar menerima pelajaran. Setiap siswa harus mengetahui bahwa ia dihargai karena dirinya sendiri, bukan karena prestasi atau karena orang tuanya. Mereka juga diarahkan untuk bersikap aktif, memikirkan apa yang dipelajari, kritis, serta dewasa dalam menilai masalah yang dihadapi. Siswa juga perlu diajak mencermati problematika sosial, politik, budaya, ekonomi, dan hal-hal lain yang terjadi di luar kelas atau masyarakatnya, agar tumbuh sikap dan perilaku sosial dan humanismenya, menjadi problem solver, sekaligus mereka agar tidak menjadi alien yang terasing dari lingkungan sosialnya. Untuk itu, siswa hendaknya diajak banyak bertanya serta merefleksikan apa yang dipelajarinya untuk mempertimbangkan dan merenungkan pelajaran dan berbagai hal yang terjadi di sekitarnya. Termasuk di dalamnya adalah, sekolah harus mengembangkan rasa keadilan siswa. Guru harus membuka mata siswa terhadap ketidakadilan yang banyak terjadi di sekeliling kita, karena dengan demikian, perasaan keadilan akan tumbuh pada diri mereka. Para siswa juga perlu dibantu untuk mengembangkan sikap keagamaan yang dewasa, terbuka dan toleran. Juga menjadi manusia yang pemberani, kreatif, mandiri dan tidak asal menurut apa yang diucapkan oleh guru, teman dan orang-orang di lingkungannya, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, yang serba tidak puas dengan jawaban sementara. Lebih lanjut, para siswa yang berkepribadian, diharapkan mampu menjadi manusia pembangun masyarakat modern. Yakni manusia yang tahu dan menerima baik keunggulan maupun kelemahannya, tidak dihinggapi kerendahan hati palsu, karena bangga dan sadar atas kepribadiannya yang berharga dan penting bagi sesama. Ia menggunakan kemampuannya secara penuh dan pantang mundur kendati memiliki kekurangan. Ia menerima dirinya sendiri maupun orang lain apa adanya. Ia tidak berkelit menghadapi kenyataan, sebaliknya, berani to face the facts, beradu dada dengan kenyataan.27 27
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan..., 94.
Volume 14 No.2, Februari 2015 |
121
Murdani Dalam pandangan konsep pendidikan Islam yang bernuansa demokratis, seperti yang diungkapkan oleh A. Hassan. Ia mengatakan bahwa: proses pembelajaran haruslah berlangsung secara terbuka dan penuh kebebasan dengan tetap saling menghargai dan menghormati peran masing-masing antara guru dan siswa.
A.
Hassan
juga
mengedepankan
metode
dialogis
dalam
teori
pembelajarannya, seperti yang pernah ia praktekkan di dalam kelas. Peran guru menurutnya tetap sebagai kunci untuk mencerdaskan siswanya, begitupun dengan kesuksesan belajar, maka guru muthlak harus mempunyai kualitas yang tinggi.28 2. Metodologi Penelitian Penelitian ini digolongkan ke dalam jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan rasionalistik,29 dan menggunakan model paradigma rasionalistik,30 melalui metode kualitatif diteliti secara menyeluruh terhadap gejala yang terjadi di lokasi penelitian sesuai dengan fokus permasalahan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Sudjana bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian, yang terjadi saat sekarang dimana diusahakan memotret peristiwa dan kejadian yang timbul di lapangan untuk kemudian digambarkan sebagaimana mestinya.31 Penelitian kualitatif pada hakekatnya adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang ia dan sekitarnya.32 Penelitian ini berlokasi di Aceh dengan jangkauannya seluruh provinsi yang kemudian dilakukan sistem zonasi untuk memperkecil luasnya penelitian. Zona 28
Ibid., 97-99.
29
Pendekatan rasionalistik menitikberatkan pada perlunya perancangan penelitian atas objek yang eksplisit, teramati dan terukur. Sedangkan tata pikir yang digunakan terbatas pada sejumlah tata relasi seperti korelasi, hubungan kausal, dan hubungan interaktif yang saling mempengaruhi. Eksplisit dalam terapannya menjadi menyederhanakan atau lebih jauh lagi memparsialkan masalahnya, terlepas dari konteksnya, atau dengan kata lain rasionalistik adalah harus ada kesesuaian antara dasar teori dengan fakta di lapangan bukan rekayasa atau sebaliknya. Lebih lanjut baca, Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, cet 7, 1996), 56-57. 30
Karakteristik model paradigma rasionalistik antara lain : (a) Mendudukkan objek yang spesifik dalam totalitas holistik, (b) Menggunakan alternatif penalaran dengan menggunakan ragam tata pikir, (c) Adanya proses pemaknaan. Lebih lanjut baca Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian…, 76-77.
122
31
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Rosdakarya, 1999), 64.
32
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik (Bandung: Tarsita, 1998), 5.
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DEMOKRATIS tersebut antara lain zona utara dan timur, zona barat dan selatan serta zona tengah. Populasi dan sampel, Populasi dalam penelitian ini adalah Madrasah Tsanawiyah Negeri di Aceh. Berkenaan dengan populasi tersebut maka difokuskan lagi dari semua unsur yang terlalu luas untuk melakukan pengumpulan data sekaligus memudahkan menganalisis data yang telah terkumpul. Keseluruhan populasi itu dapatlah digambarkan antara lain: setiap siswa kelas dua, dan seluruh guru Sejarah Kebudayaan Islam pada MTs di Aceh. Secara khusus siswa kelas dua dan guru Sejarah Kebudayaan Islam MTsN Model Meulaboh, MTsN Peureumeue, MTsN 1 Takengon, MTsN 2 Takengon, MTsN Model Gandapura, MTsN Matang Glumpang Dua, MTsN Montasik dan MTsN Rukoh sebagai sampel dari populasi tersebut di atas. Data yang sajikan di dalam penelitian ini umumnya bersumber dari data wawancara, observasi, buku dan dokumentasi yang keseluruhannya dipakai serta dianalisis dan bentuk narasi. 3. Hasil Penelitian Pembelajaran demokratis pada dasarnya menghendaki agar setiap proses pembelajaran di kelas berlangsung secara seimbang antara peranan guru dan siswa. Posisi guru di kelas memfasilitasi kegiatan belajar siswa, sedangkan siswa diberikan berbagai kebebasan untuk melakukan berbagai aktifitas, inovasi, ekspresi, eksplorasi, dan aktualisasi diri dengan tetap mengacu kepada aturan yang telah ditetapkan. Pembelajaran demokratis dapat diimplementasikan melalui belajar dengan tanya jawab, diskusi, kerja kelompok, dan sosiodrama tercakup dalam strategi pembelajaran demokratis yang di dalamnya ada strategi inkuiri, ekspositori dan kooperatif. Implementasi
pembelajaran
demokratis
dalam
pembelajaran
sejarah
kebudayaan Islam di MTsN Model Gandapura secara garis besarnya terlaksana selama proses belajar di kelas, sedangkan di MTsN Model Meulaboh dan MTsN 1 Takengon tidak terlaksana pada proses pembelajaran SKI dalam materi sejarah perkembangan umat Islam pada masa Bani Abbas di kelas dua. Diskusi, tanya jawab, sosiodrama, dan kerja kelompok dipakai oleh guru sejarah kebudayaan Islam MTsN Model Gandapura dalam proses pembelajaran di kelas, sebaliknya di MTsN Model Meulaboh dan MTsN 1 Takengon tidak dipakai sebagai salah satu indikasi penerapan pembelajaran demokratis. Suatu proses pembelajaran dengan tidak menerapkan pembelajaran demokratis khususnya pembelajaran sejarah kebudayaan Islam di kelas dua MTsN Volume 14 No.2, Februari 2015 |
123
Murdani Model Meulaboh, MTsN Peureumue, MTsN 1 Takengon, MTsN 2 Takengon, MTsN Model Gandapura, MTsN Matang Glumpang Dua, MTsN Montasik dan MTsN Rukoh, dapat menimbulkan berbagai efek negatif atau faktor penghambat terhadap pembelajaran terutama sekali terhadap siswa. Siswa tidak mempunyai semangat belajar, prestasi yang rendah, dan terhambat perkembangannya. Efek negatif atau faktor penghambat tersebut dapat berimplikasi luas dan turunan, hal ini dapat di buktikan dengan kondisi proses pembelajaran SKI di kelas dua MTsN Model Meulaboh dan MTsN Model Gandapura. Implikasi positif atau faktor pendukung pelaksanaan pembelajaran demokratis dalam pembelajaran sejarah kebudayaan Islam di MTsN Model Meulaboh, MTsN Peureumue, MTsN 1 Takengon, MTsN 2 Takengon, MTsN Model Gandapura, MTsN Matang Glumpang Dua, MTsN Montasik dan MTsN Rukoh terhadap siswa dapat tumbuh minat belajar, tercipta suasana belajar yang menyenangkan, dan dapat meningkatkan motivasi belajar. Implikasi bagi guru sejarah kebudayaan Islam dapat memberikan kemudahan dalam mengajar di kelas, menghemat waktu, dan menciptakan proses pembelajaran sejarah kebudayaan Islam menjadi lebih efektif. Solusi terhadap berbagai faktor penghambat tersebut antara lain: meningkatkan kuantitas dan kualitas dari proses pembelajaran itu sendiri baik dari segi guru, sarana dan prasarana, dan siswa.
H. Penutup Berdasarkan penjelasan di atas, kesimpulan dan saran yang dapat penulis berikan adalah sebagai berikut : Guru-guru bidang studi sejarah kebudayaan Islam pada MTsN Model Meulaboh, MTsN Peureumue, MTsN 1 Takengon, MTsN 2 Takengon, MTsN Model Gandapura, MTsN Matang Glumpang Dua, MTsN Montasik dan MTsN Rukoh diharapkan dapat menerapkan pembelajaran dengan cara menggunakan pembelajaran demokratis dalam pembelajaran sejarah kebudayaan Islam tentunya untuk meningkatkan kinerja keguruan di kelas, terutama materi sejarah perkembangan umat Islam pada masa Bani Abbas. Penggunaan pembelajaran demokratis dapat meningkatkan kinerja siswa dalam belajar secara maksimal. Oleh karena itu, diharapkan siswa mampu menguasai materi pembelajaran khususnya pembelajaran sejarah kebudayaan Islam guna meningkatkan penguasaan dan pemahaman materi-materi yang menyangkut dengan sejarah kebudayaan Islam. 124
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DEMOKRATIS Selama ini ada kesan bahwa para guru sejarah kebudayaan Islam pada MTsN Model Meulaboh, MTsN Peureumue, MTsN 1 Takengon, MTsN 2 Takengon, MTsN Model Gandapura, MTsN Matang Glumpang Dua, MTsN Montasik dan MTsN Rukoh lebih mengandalkan ceramah dalam pembelajarannya. Sementara itu dengan kehadiran pembelajaran demokratis diyakini mampu memberikan kemudahan bagi guru untuk diterapkan dalam pembelajaran. Untuk itu, hendaknya para guru sejak sekarang perlu melakukan usaha-usaha pengembangan pembelajaran dengan mempersiapkan materi-materi yang diinginkan oleh keadaan di kelas. Untuk membantu mempercepat perubahan pola pikir masyarakat ke arah yang lebih baik melalui peran komite sekolah, dengan menyadari akan pentingnya pendidikan bagi masa depan generasi selanjutnya perlu terus ditingkatkan, salah satunya dengan penyediaan berbagai macam bahan rujukan dan pelatihan menyangkut pembelajaran bagi kalangan guru merupakan suatu kebutuhan untuk menjalankan fungsi dan kompetensi sosialnya sebagai guru yang profesional. Oleh karena itu perlu adanya perhatian khusus dari pihak-pihak terkait terutama sekali LPTK baik FITK UIN Ar-Raniry maupun FKIP Unsyiah sekaligus pihak pengelola pendidikan di daerah dan pusat untuk kemajuan pendidikan di masa mendatang. Penggunaan pembelajaran demokratis di kalangan guru sejarah kebudayaan Islam pada MTsN Model Meulaboh, MTsN Peureumue, MTsN 1 Takengon, MTsN 2 Takengon, MTsN Model Gandapura, MTsN Matang Glumpang Dua, MTsN Montasik dan MTsN Rukoh
berkaitan erat dengan faktor efisiensi dan efektifitas
dalam pembelajaran. Masih terdapatnya keterbatasan guru dalam penggunaan pembelajaran demokratis secara aplikatif menjadikan efesiensi dan efektifitas pembelajaran menjadi berkurang. Oleh karena itu, hendaknya setiap guru segera mengkaji keterbatasannya itu agar mempelajari dan menguasai kelas dengan baik melalui koordinasi serta pengawasan langsung kepala sekolah yang melekat peran padanya sebagai manajer serta supervisor langsung pada tingkat pertama yakni sekolah. Semua guru sejarah kebudayaaan Islam pada MTsN Model Meulaboh, MTsN Peureumue, MTsN 1 Takengon, MTsN 2 Takengon, MTsN Model Gandapura, MTsN Matang Glumpang Dua, MTsN Montasik dan MTsN Rukoh sepakat pembelajaran secara demokratis itu perlu dalam pembelajaran. Kalau sampai hari ini masih ada guru yang belum menggunakan pembelajaran secara demokratis, itu hanya perlu satu hal yaitu perubahan sikap. Dalam memilih pembelajaran, perlu Volume 14 No.2, Februari 2015 |
125
Murdani disesuaikan dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi masing-masing. Dengan perkataan lain, jenis belajar yang terbaik adalah jenis yang ada. Terserah kepada gurunya bagaimana ia dapat mengembangkannya secara tepat dilihat dari isi, penjelasan pesan dan karakteristik siswa. Mengingat perkembangan zaman yang begitu cepat dan terus berkembang, maka bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji penggunaan pembelajaran demokratis dalam pembelajaran agar mampu memanfaatkan ragam jenis dalam setiap proses pembelajaran. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Amin. Problem Epistimologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998. Abdullah, Enre Ambo. Pendidikan Di Era Otonomi Daerah : Gagasan Dan Pengalaman. Yogyakarta: Pustaka Timur, 2005. Al-Abarasyi, Athiyah Muhammad. al-Tarbiyah al-Islāmiyah wa Falāsifatuhā, Mesir: ‘Isa al-Babi al-Halabi, t.th. Al-Attas, Syed Muhammad al-Naquib. Islam dan Sekulerisme, Alih bahasa Karsidjo Djojosuwarno. Bandung: Pustaka, 1984. Al-Attas, Syed Muhammad al-Naquib. Konsep Pendidikan Dalam Islam: Suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat Pendidikan, Penerjemah Haidar Bagir Bandung: Mizan, 1988. Ali, Asyraf Syed. Horison Baru Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993. Ali, Hamdani. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Kota Kembang, 1990. An-Nahlawi, Abdurrahman. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, Alih Bahasa Herry Noer Ali. Bandung: CV Diponegoro, 1989. Arief, Armai. Reformulasi Pendidikan Islam, cet.I. Jakarta: CRSD Press, 2005. B.Uno, Hamzah, Perencanaan Pembelajaran, cet.2. Jakarta: Bumi Aksara, , 2007. Badudu, J.S. Inilah Bahasa Indoenesia Yang Benar, 3 Jilid, Cet.III. Jakarta: Gramedia, 1996. Benjamin S. Bloom, Taxonomy Of Educational, Objectives. The Classification Of Educational Goals. New York: Docod Meay Company Inc, 1986. Daradjat, Zakiah. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2001.
126
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DEMOKRATIS Daulay, Haidar Putra. Pesantren, Sekolah, dan Madrasah, Ringkasan Disertasi, Yogyakarta: PPs UIN Sunan Kalijaga, 1991. Davies, K. Ivor. Pengelolaan Belajar, Penterj: Sudarsono Soedirjo, dkk. Jakarta: Rajawali Press, 1991. De Porter Bobbi, Hernacki Mike. Quantum Learning : Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan, Penterjh: Alwiyah Abdurrahman, cet.6. Bandung: Kaifa, 2003. Echols, J.M., Hasan Shadily. Kamus Inggris-Indonesia, cet. XV. Jakarta: Gramedia, 1987. Firmansyah, Andi. Penggunaan Multimedia Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMA Negeri I Lamno. Banda Aceh: Tesis Magister Ilmu Agama Islam, PPs UIN Ar-Raniry, 2010. Freire, Paulo, Politik Pendidikan; Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan, Terj: Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiyanto, cet.IV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Freire, Paulo. Pendidikan Kaum Tertindas, terjh. A.A. Nugroho. Jakarta: LP3ES, 1984. Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar, cet.6. Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Ibnu Khaldun. Muqadimah Ibnu Khaldun, Penerjemah Ahmadie Thoha. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986. Joni, Raka T. Cara Belajar Siswa Aktif : Wawasan Kependidikan dan Pembaharuan Pendidikan Guru. Malang: IKIP Malang, 1980. Joni, Raka. Pengembangan Kurikulum Berdasarkan Kompetensi. Jakarta: P3G Kemdikbud, 1980. Karim, Rusli M. Mahasiswa Cendekiawan dan Masa Depan. Bandung: Alumni, 1992. Kementerian Agama. Al-Qur’an dan Terjemahannya, Edisi Baru. Revisi Terjemah, Semarang: CV. Toha Putera Semarang, 1989. Kementerian Agama. Sejarah Kebudayaan Islam Untuk MTs, Edisi Revisi. Semarang: CV. Toha Putera Semarang, 2003. Madjid, Nurcholish. Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemoderenan, cet. II. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992. Mahfudz, Sahal MA. dkk, Pendidikan Islam, Demokratisasi & Masyarakat Madani, cet.1. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Makmun, Syamsuddin Abin. Psikologi Kependidikan, cet.8. Bandung: Remaja Rosda Volume 14 No.2, Februari 2015 |
127
Murdani Karya, 2005. Moeliono, Anton M., dkk.. Tata Baku Bahasa Indonesia, cet, VIII. Jakarta: Balai Pustaka, 1997. Moloeng, J Lexy. Metodelogi Penelitian Kualitatif, cet.23. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007. Mudyahardjo, Redja. Pengantar Pendidikan; Sebuah Studi Awal Tentang Dasardasar Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif, cet.7. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996. Muhaimin, dkk. Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pada Sekolah dan Madrasah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008. Mukhadis. Standar dan Sertifikasi dan Kompetensi. Surabaya: Seminar Nasional Pendidikan, 2004. Mulyasa, Enkos. Kurikulum Yang Disempurnakan, Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, Bandung: Remaja Rosdakarya, cet.2, 2006. Mulyasa, Enkos. Menjadi Guru Profesional; Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: Remaja Rosdakarya, cet.3, 2005. Mulyasa, Enkos. Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Murdani, Implementasi Metode Pembelajaran Demokratis Dalam Pembelajaran SKI di SMP Lhoong. Banda Aceh: Tesis Magister Ilmu Agama Islam, PPs UIN Ar-Raniry, 2011. Muslich, Masnur. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Najati, M. Usman. Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, Penerjemah Ahmad Rofi Usmani, Bandung: Pustaka, 1985. Nasir Budiman, M. Pendidikan Moral Qur’ani; Strategi Belajar-Mengajar Pada MAN Se-Daerah Istimewa Aceh. Yogyakarta: Disertasi Doktoral Ilmu Agama Islam, PPs UIN Sunan Kalijaga, 1996. Nasution, Harun. Akal dan Wahyu Dalam Islam. Jakarta: UI Press, 1986. Nasution, Harun. Pendidikan Dan Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna, 1985. Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, cet.V. Jakarta: UI Press, 1986.
128
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN DEMOKRATIS Nasution, S. Metode Penelitian Naturalistik. Bandung: Tarsita, 1998. Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam, cet.16. Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Nawawi, Hadari. Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas. Jakarta: Gunung Agung, 1985. Noto Atmojo. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Piet dan Ida Sahertian, Prinsip dan Teknik Supervisi Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional, 1981. Poerwadarminta. W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Diolah Kembali Oleh: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, cet. V. Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976. Pohan, Rusdy. Metodelogi Penelitian. Banda Aceh: t.p, 2004. PPs UIN Ar-Raniry, Pedoan Penulisan Tesis dan Disertasi. Banda Aceh: UIN ArRaniry Press, 2013. Qutb, Sayyid. Karakteristik Konsepsi Islam, Penerjemah Mudzakir. Bandung: Pustaka, 1990. Roestiyah. NK. Masalah-Masalah Ilmu Keguruan. Jakarta: Bina Aksara, 1986. Rosyada, Dede. Paradigma Pendidikan Demokratis: Sebuah Model Pelibatan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pendidikan, cet. 3. Jakarta: Kencana, 2007. Sa’ud, Syaefudin Udin dan Makmun Syamsudin Abin. Perencanaan Pendidikan ; Suatu Pendekatan Komprehensif , cet 3. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007. Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, cet. 5. Jakarta: Kencana, 2006. Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, cet. 5. Jakarta: Kencana, 2008. Sardar, Ziauddin. Masa Depan Islam, Alih Bahasa Rahmani Astuti. Bandung: Pustaka, 1987. Setiawan, Ibnu. Contextual Teaching and Learning. Jakarta: Mizan Learning Center, 2007. Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1993. Sirozi, M. Politik Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. Sudjana, Nana. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya, 1999. Volume 14 No.2, Februari 2015 |
129
Murdani Sudjana, S. Metode dan Teknik Pembelajaran Partisipatif, cet 4. Bandung: Falah Production, 2000. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods), cet. 2. Bandung: Alfabeta, 2012. Sulaiman, Darwis A. Filsafat Pendidikan Barat. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala Press, 1992. Suparno, Paul. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius, 1997. Supratiknya. Teori-Teori Psikoanalisa. Yogyakarta: Kanisius, 1993. Syafaruddin dan Nasution, Irwan. Manajemen Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Press, 2005. Syari’ati, Ali. Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam. Bandung: Mizan, 1984. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosdakarya, 2008. Tolkhah, Imam dkk. Membuka Jendela Pendidikan Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, cet.1. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Uzer, Moh. Usman. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana, 2006. Wiraatmadja, Rochiati. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.
130
| Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA