Implementasi “M-Libraries” di Asia Tenggara 1 oleh Arif Surachman, S.I.P. 2 Abstrak Perkembangan mobile technology membawa dampak signifikan bagi layanan perpustakaan berbasis elektronik dan mobile. Apalagi statistik menunjukkan bahwa penggunaan mobile internet juga semakin meningkat, termasuk di Asia Tenggara. Beberapa perpustakaan di Asia Tenggara, terutama perpustakaan perguruan tinggi yang menyadari potensi dari pengguna mobile technology ini mulai mengembangkan berbagai pelayanan berbasis M-Libraries. Mereka menggunakan teknologi mobile”ini untuk memberikan layanan seperti m-catalog atau m-opac, m-databases, m-contents atau collections, m-library guides, sms broadcast, dan lain sebagainya. Tulisan ini mencoba memberikan gambaran kepada kita berbagai implementasi M-Libraries di Asia Tenggara, sehingga dapat menjadi pembelajaran bersama di Indonesia. Selain itu tulisan ini juga mencoba menggali permasalahan dan tantangan yang dihadapi perpustakaan dalam mengimplementasikan M-Libraries ini. Kajian ini memperlihatkan bahwa ada keberagaman kemampuan masing-masing Negara dalam mewujudkan proyek atau program M-Libraries-nya. Implementasi nyata dari M-Libraries saat ini terlihat lebih ‘sukses’ di Singapura di bandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara. Hal ini terlihat dari banyaknya aplikasi mLibraries yang dikembangkan oleh perpustakaan di Singapura di bandingkan di Malaysia, Indonesia, Vietnam, Filipina, Brunei, dan Laos. Kenyataan ini tentu juga akibat dari kondisi masyarakat Singapura yang ‘lebih maju’ dibandingkan di negara lain di Asia Tenggara. Namun demikian, dengan kajian ini diharapkan dapat ditemukan satu gambaran yang tepat untuk dikembangkan di Indonesia. Kata kunci: M- Library, M-Libraries, Mobile Library, Mobile Libraries, Mobile Librarianship, Mobile Technologies, Mobile Web, Mobile App
1
Makalah untuk dipresentasikan pada Konferensi Perpustakaan Digital Indonesia ke-5, tanggal 16-19 Oktober 2012, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur 2 Pustakawan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
1
Arif Surachman
Digitally signed by Arif Surachman DN: cn=Arif Surachman, o=Universitas Gadjah Mada, ou=FEB,
[email protected], c=ID Date: 2012.10.05 08:18:43 +07'00'
PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terutama sejak hadirnya Internet, berkembang sedemikian pesat dan telah mempengaruhi berbagai pola aktifitas yang harus dijalankan oleh masyarakat. Pengembangan teknologi baik dari sisi aplikasi maupun perangkat keras terus dilakukan seiring dengan kebutuhan masyarakat yang semakin beragam. Kehadiran mobile teknology saat ini telah memberikan kesempatan dan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses informasi dan melakukan komunikasi kapanpun dan dimanapun. Bahkan pada tahun-tahun ke depan, diprediksi bahwa penggunaan teknologi mobile akan terus ‘mengalahkan’ penggunakan teknologi dekstop yang sampai saat ini masih ada. Data prediksi yang dikeluarkan oleh Morgan Stanley Research pada grafik 1 (satu) memperlihatkan bahwa pengiriman perangkat keras komputer dekstop dan notebook secara global, secara signifikan tergantikan oleh smartphones atau perangkat mobile phone pada tahun 2012 dan akan terus meningkat pada tahun berikutnya. Grafik 1. Statistik Perkembangan Pengiriman Perangkat Komputer versus Smartphones
Sumber: Gartner, Morgan Stanley Research dalam Ceynova, 2009
2
Prediksi Morgan Stanley Research tersebut menunjukkan bahwa ke depan penggunaan smartphones atau mobile phones akan menjadi pilihan utama masyarakat dalam menjalankan aktifitasnya. Prediksi Morgan Stanley Research ini didukung dengan beberapa statistik yang menunjukkan berbagai peningkatan penggunaan terutama terkait dengan mobile internet. Data yang diambil dari eMarketer bulan Mei 2011 oleh John Russel (2011) menunjukkan bawa pengguna mobile internet dan mobile phone di Asia Pasifik meningkat secara signifikan. Hal ini bisa di lihat pada Grafik 2 berikut ini: Grafik 2. Pengguna Mobile Internet dan Penetrasi di Asia Pasifik tahun 2009-2015.
Sumber: Russel, 2011
Bahkan Russel (2011) memprediksi bahwa pada tahun 2015 pengguna mobile internet di Asia akan mencapai 512 juta pengguna. Sebelumnya Russel (2010) juga menyatakan bahwa Asia merupakan wilayah dengan pertumbuhan pengguna mobile internet terbesar di dunia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh pingdom dimana dikutip oleh Russel (2010). Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan penggunaan mobile internet di dunia.
3
Grafik 3. Penggunaan Web melalui perangkat mobile dunia tahun 2010.
Sumber: Russell, 2010. Bagaimana
dengan
Asia
Tenggara?
Di
Asia
Tenggara
sendiri
menunjukkan bahwa perkembangan penggunaan internet dan mobile internet meningkat secara signifikan dalam 10 tahun terakhir. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan bagaimana perkembangan pengguna internet di Asia Tenggara. Tabel 1. Statistik Pengguna Internet, Data Populasi dan Pengguna Facebook Hingga December 2011 di Asia Tenggara NO
Country
Population 2011
Internet Users 2000
Internet Users 2011
Penetration % Population)
Users (% Asia)
Facebook (Mar 2012)
1
Indonesia
245.613.043
2.000.000
55.000.000
22,40%
5,40%
43.523.740
2
Vietnam
90.549.390
200.000
30.516.587
33,70%
3,00%
3.173.480
3
Philippines
101.833.938
2.000.000
29.700.000
29,20%
2,90%
27.724.040
4
Thailand
66.720.153
2.300.000
18.310.000
27,40%
1,80%
14.235.700
5
Malaysia
28.728.607
3.700.000
17.723.000
61,70%
1,70%
12.365.780
6
Singapore
4.740.737
1.200.000
3.658.400
77,20%
0,40%
2.602.880
7
Laos
6.477.211
6.000
527.400
8,10%
0,10%
156.160
8
Cambodia
14.701.717
6.000
491.480
3,10%
0,00%
449.160
9
Brunei
10
Myanmar
11
Timor-Leste
401.890
30.000
318.900
79,40%
0,00%
234.060
53.999.804
1.000
110.000
0,20%
0,00%
n/a
1.177.834
0
2.361
0,20%
0,00%
n/a
Sumber: Miniwatts Marketing Groups, 2012
Data di atas menunjukkan bahwa 15,30% pengguna internet di Asia berasal dari Asia Tenggara, sementara 3 besar pengguna internet di Asia masih
4
dikuasai oleh China (50,5%), India (11,9%), dan Jepang (10%). Indonesia sendiri masuk ke peringkat ke-empat dengan 5,4% pengguna. Satu data menarik lainnya adalah bahwa dari Preetham Rai (2012) yang melaporkan bahwa pengguna Ipad terbesar adalah di Asia Tenggara, terutama di Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Data pengguna mobile internet tahun 2012 di Asia Pasifik seperti dikutip Statista (2012) dari Nielsen (2012) menunjukkan bahwa negara-negara di Asia Tenggara masuk dalam jajaran sepuluh terbesar. 10 (sepuluh) besar peringkat tersebut adalah Jepang (86%), Korea (80%), Hongkong (76%), China (75%), Malaysia (75%), Taiwan (72%), Singapore (70%), Vietnam (62%), Thailand (47%), dan Indonesia (22%). Data tersebut di atas memperlihatkan besarnya prosentase pengguna smartphones yang menggunakan mobile internet di Asia Tenggara termasuk mendominasi di wilayah Asia Pasifik (5 dari 10 berasal dari wilayah Asia Tenggara). Belum termak Filipina yang ada di peringkat ke 11 (20%) yang masih di atas India (11%). Tentunya ini akan menjadi menarik bagi kalangan di perpustakaan, apakah sudah saatnya bagi mereka juga harus mulai memikirkan adanya layanan perpustakaan berbasis mobile devices? Jawabnya bisa iya dan bisa juga tidak. Penelitian (survey) yang dilakukan oleh Mills (2009) terhadap pengguna smartphones atau mobile phones di University of Cambridge dan Open University, menyimpulkan bahwa penggunaan mobile phones saat ini ‘hanya’ sebatas untuk melakukan SMS, melakukan panggilan telepon dan fotografi. Masih sedikit yang merasa perlu menggunakan smartphones
atau perangkat mobile
lainnya untuk mengakses misalnya e-book, transaksi perpustakaan, dan kegiatan lain yang berhubungan dengan perpustakaan. Kajian singkat dalam tulisan ini mencoba untuk melihat sejauh mana perpustakaan perguruan tinggi di negara-negara Asia Tenggara memanfaatkan teknologi internet dan mobile dalam mengimplementasikan apa yang disebut dengan mobile libraries atau m-library / m-libraries sehingga ke depan dapat menjadi pembelajaran bersama bagi proses peningkatan layanan perpustakaan. 5
KONSEP M-LIBRARIES Istilah Mobile Library atau Mobile Libraries awalnya lebih identik dengan penyediaan akses perpustakaan untuk daerah-daerah yang tidak terjangkau dengan menggunakan mobil atau kendaraan keliling, atau biasa orang mengidentikkan dengan perpustakaan keliling. Namun seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi dan juga penggunaan perangkat mobile yang semakin banyak, maka istilah itu digunakan juga untuk merujuk kepada penggunaan teknologi mobile untuk keperluan perpustakaan. Inilah yang dinamakan dengan istilah m-library atau m-libraries yang berasal dari huruf M yang berarti mobile devices, dan kata library/libraries yang berarti perpustakaan. Dalam situs m-librares.info konsep mlibrary(-ies) digambarkan pada gambar 1 di bawah ini. Gambar 1. M-Libraries Concept
Sumber: www.m-libraries.info, 2011.
Konsep di atas sejalan dengan pendapat Needham (2008) dalam Mills (2009) yang menggambarkan M-Libraries sebagai sebuah cara yang dilakukan oleh perpustakaan untuk menyediakan layanan perpustakaan agar terjangkau oleh para pengguna ‘mobile phones’ atau ‘smartphones’ kapanpun dan dimanapun mereka berada. Needham (2008) menggambarkan bahwa konsep M-Libraries ini bisa saja hanya sebuah pesan sederhana melalui pengiriman teks sederhana (melalui SMS atau e-mail) terkait pemesanan buku, keterlambatan peminjaman, atau bahkan sampai yang sangat kompleks dimana pengguna dapat mengakses secara lengkap e-books atau e-database yang dilanggan oleh perpustakaan melalui perangkat mobile mereka. 6
Dalam m-libraries.info (2011) ruang lingkup m-libraries digambarkan sangat luas yakni setiap inisiatif yang memungkinkan penggunaan perangkat mobile di perpustakaan dapat dimasukkan. Beberapa cakupan yang termasuk dalam konsep m-libraries ini adalah: •
Mengakses isi atau koleksi perpustakaan melalui perangkat mobile misal akses ke e-books, e-journals, e-database, dan koleksi khusus lainnya yang memungkinkan diakses secara mobile.
•
Penggunaan pesan teks melalui SMS untuk memenuhi pertanyaan atau menyediakan informasi untuk pengguna perpustakaan.
•
Membangun sebuah “mobile interface” untuk situs web perpustakaan atau katalog perpustakaan.
•
Menggunakan “QR codes” untuk menghubungkan koleksi elektronik yang dapat diakses melalui perangkat mobile.
•
Staff perpustakaan atau pustakawan menggunakan perangkat mobile dalam perpustakaan untuk mendukung pertanyaan disekelilingnya.
•
Membangun sebuah
aplikasi berbasis mobile (dedicated mobile app)
untuk menyediakan akses ke koleksi atau isi perpustakaan kepada pengguna. •
Pemanfaatan
“augmented
reality”
dalam
perpustakaan
dengan
menggunakan kamera pada perangkat mobile. •
Menggunakan perangkat mobile untuk berinteraksi dengan kegiatan di perpustakaan seperti perpanjangan pinjaman koleksi, pengecekan lokasi layanan, pemesanan koleksi, melakukan tugas-tigas melalui perangkat mobile. Cakupan implementasi konsep m-libraries ini tidak terbatas pada beberapa
hal di atas, tapi bisa jadi berbagai inovasi penggunaaan perangkat mobile yang dikembangkan oleh masing-masing perpustakaan. Cakupan tersebut yang kemudian setidaknya menjadikan implementasi m-libraries menurut Vollmer
7
(2010) ‘terbagi’ ke dalam 7 kategori atau jenis mobile library services seperti terlihat dalam tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Mobile Library Services (Vollmer, 2010) Mobile OPACS
Akses ke dalam Online Public Access Catalog melalui ‘mobile optimized websites”
Mobile Applications
Aplikasi khusus untuk Smartphones yg diinstall terlebih dahulu dan memungkinkan pengguna mengakses sistem perpustakaan, katalog, dll
Mobile Collections / Mobile Fasilitas yang disediakan oleh penyedia bekerjasama dengan perpustakaan untuk Content Delivery menyediakan akses ke audiobooks, e-books, audio language course, etc Mobile Library Instruction
Bahan-bahan intruksi perpustakaan dan penggunaan resources yang dapat diakses melalui platforms mobile device.
Mobile Database
Menyediakan akses ke databases yang dilanggan atau dimiliki menggunakan perangkat mobile melalui mobile web services
Library SMS Notification
Penggunaan SMS untuk berbagai tujuan seperti informasi keterlambatan, informasi pemesanan, informasi ketersediaan koleksi, informasi nomer panggil dan lokasi, dll.
SMS Reference
Layanan menjawab pertanyaan referensi oleh pustakawan melalui perangkat mobile.
Namun demikian kategori yang disampaikan oleh Vollmer tersebut belum tentu mewadahi semua cakupan dan implementasi m-libraries, karena berbagai istilah seringkali ditampilkan secara berbeda oleh masing-masing perpustakaan. Hal ini akan terlihat dalam contoh implementasi yang sudah dilakukan di beberapa perpustakaan perguruan tinggi yang menjadi pembahasan selanjutnya dalam tulisan ini. Adapun aspek kebermanfaatan seperti apa yang akan didapatkan? Lee Cheng Ean (2012) menyampaikan setidaknya ada beberapa hal kenapa inisitif m-
8
libraries perlu dilakukan yaitu: menjangkau pengguna dari kalangan Net Generation yang semakin banyak, memberikan akses koleksi yang lebih luas, meningkatkan hubungan dengan pengguna, bagian dari pemasaran layanan dan sumber-sumber yang dimiliki perpustakaan, peningkatan akses dan ketersediaan sumber daya bagi pengguna (kapanpun dan dimanapun), serta bagian dari strategi organisasi.
M-LIBRARIES DI ASIA TENGGARA Indonesia Indonesia menurut data statistik tahun 2011 menduduki peringkat 4 jumlah pengguna internet di Asia yakni mencapai 55 juta pengguna, di bawah China, India dan Jepang, dan pengguna Facebook terbanyak kedua setelah India di Asia yakni sebanyak 43 juta pengguna. Dimana fakta yang diambil dari paseban.com (2012) menunjukkan bahwa 61% pengguna internet di Indonesia menggunakan internet melalui perangkat mobile. Fakta ini merupakan satu bentuk potensi yang mestinya dapat dimanfaatkan oleh perpustakaan untuk melebarkan jaringan layanan kepada penggunanya, yakni melalui perangkat mobile. Pemanfaatan teknologi mobile melalui m-libraries di Indonesia sudah dimulai oleh beberapa perpustakaan, walaupun belum secara maksimal memanfaatkan potensi pengguna perangkat mobile yang ada. Artinya, pemanfaatan oleh perpustakaan masih sangat sedikit dan beberapa terlihat masih sangat minimalis. Beberapa perpustakaan yang berhasil diidentifikasi sudah mulai menggunakan m-libraries sebagai bagian dari pelayanan kepada penggunanya adalah perpustakaan Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta - UKDW (library.ukdw.ac.id/beta/m/index.php) dan Universitas Bina Nusantara - BINUS Jakarta
(http://m.library.binus.ac.id).
Keduanya
terlihat
sudah
berusaha
menyediakan akses ke smartphones (mobile devices) baik melalui mobile web maupun mobile application. Bahkan UKDW bersama dengan Jogja Library for
9
All (JLA) telah mengembangkan satu aplikasi mobile untuk yang diberi nama eLibME. Pada lingkungan perguruan tinggi negeri penggunaan m-libraries juga ditemukan dalam beberapa perpustakaan seperti misalnya di Universitas Gadjah Mada dengan implementasi SMS Alert (Perpustakaan FEB UGM) yang memberikan informasi seputar keterlambatan peminjaman dan informasi ketersediaan buku yang dipesan secara online, mobile OPAC, QR 2D Codes, dan mobile web version (Perpustakaan Fak. Teknik UGM), serta pemanfaatan aplikasi mobile database
(Perpustakaan Pusat) yang disediakan oleh provider seperti
Ebscohost Mobile dan Ebsco Discovery Service. Kemudian Universitas Indonesia melalui alamat http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/m/ menyediakan satu akses melalui mobile web version agar mahasiswa dapat menggunakan online public access catalog (M-OPAC), jelajah koleksi, informasi jam buka, informasi kontak, informasi keanggotaan, informasi tata tertib, informasi bebas pustaka, informasi layanan, dan penyerahan TA. Identifikasi yang dilakukan terhadap minimnya pemanfaatan m-libraries di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor penting, yaitu: •
Pengetahuan yang minim terkait implementasi m-libraries yang dimiliki pengelola perpustakaan
•
Keterbatasan
kemampuan
staff
perpustakaan
dalam
implementasi
teknologi informasi dan komunikasi di perpustakaan •
Masih adanya keterbatasan sinergi antara bagian pengembangan TIK dengan bagian perpustakaan.
•
Ketidaktahuan terhadap konsep m-libraries dan manfaatnya bagi perpustakaan
•
Keterbasan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki oleh perpustakaan
•
M-libraries masih belum menjadi prioritas bagi perpustakaan terkait efektifan pemanfaatan oleh pengguna
10
Singapura Implementasi layanan perpustakaan melalui mobile technology di Singapura terlihat beberapa langkah lebih maju dari negara lain di Asia Tenggara. Kajian dan survey yang dilakukan oleh Lee Cheng Ean (2012) terkait E-services dan adopsi mobile technology di 8 perpustakaan universitas di Singapura memperlihatkan beragamnya upaya penerapan M-Libraries. Ke delapan universitas atau perguruan tinggi itu adalah National University of Singapore (NUS), Nanyang Technology University, Singapore Management University, Ngee Ann Polytechnic, Nanyang Polytechnic, National Institutions of Education Singapore, Singapore Polytechnic, dan Temasek Polytechnic. Kajian dan survey yang dilakukan Lee Cheng Ean tersebut menemukan setidaknya ada 15 jenis implementasi m-libraries baik yang sudah dilaksanakan, masih dalam proses, maupun sedang direncanakan ke depan. Grafik 4 dibawah ini memperlihatkan hasil survey atau kajian tersebut: Grafik 4. Implementasi M-Libraries di 8 PT di Singapore
Sumber: Lee Cheng Ean, 8th AUNILO Meeting, 2012
11
Tabel di atas memperlihatkan bahwa trend penggunaan m-libraries di perpustakaan PT di Singapura setidaknya ada 8 yakni Mobile Databases, M-Opac, Mobile Apps, QR Codes, Mobile Library Collections, Mobile Social Media (Facebook, Twitter) dan eReferences. Hasil kajian yang dilakukan oleh Lee Cheng Ean (2012) ini juga menunjukkan bahwa ada beberapa kendala yang terjadi terkait dengan implementasi m-libraries di 8 perguruan tinggi di Singapura. Beberapa kendala dan tantangan yang dihadapi adalah: •
Belum adanya standar yang baku atau praktek terbaik yang sudah berjalan terkait dengan pemanfaatan M-Libraries
•
Tidak cukupnya waktu yang dimiliki staff
•
Kekawatiran terhadap peningkatan biaya pemeliharaan
•
Tidak adanya tenaga ahli dalam bidang teknologi tersebut
•
Terlalu banyaknya permintaan sumber-sumber internet lainnya
•
Banyaknya waktu yang harus diberikan untuk memberikan perhatian terhadap kegiatan m-libraries apabila sudah dijalankan
•
Terlalu mahal investasinya
•
Ketiadaan permintaan pengguna atau tidak yakin akan pengguna yang akan menggunakan m-libraries tersebut
•
Ketidakcukupan pengetahuan dalam produk perangkat mobile
•
Ketidakmampuan dalam mengevaluasi keefektifan
•
Ketidakcukupan pengetahuan dalam peningkatan potensi yang ada
•
Tidak adanya biaya tersendiri untuk pengembangan mobile technology
•
Mobile Technology bukan atau belum menjadi prioritas kebijakan organisasi/institusi. Apa yang ditemukan oleh Lee Cheng Ean sebetulnya sesuai dengan
pendapat yang disampaikan oleh Mills, bahwa untuk investasi terhadap MLibraries membutuhkan sumber daya dan sumber dana yang tidak sedikit,
12
sehingga perlu dipikirkan dan dilakukan survey pengguna secara mendalam sebelum benar-benar mengimplementasikan. Ragam implementasi yang dilakukan di beberapa perpustakaan di Singapura menunjukkan bahwa perpustakaan sudah melakukan keseriusan dalam menyediakan kebutuhan bagi generasi Y atau Net-Gen, dan berapa langkah lebih maju dibanding perpustakaan di negara lain di Asia Tenggara. Malaysia Data statistik yang diambil dari Miniwatts Marketing Groups tahun 2012 menunjukkan bahwa 17,7 juta dari 28,7 juta penduduk di Malaysia menggunakan Internet, atau sebesar 61,70% penetrasi terhadap populasi yang ada. Penggunaan m-libraries sudah mulai diterapkan di beberapa perpustakaan di Malaysia, walaupun belum terlalu besar. Salah satu yang sudah mengimplementasikan adalah di University of Malaya. Data yang diambil dari Nasir (2012) memperlihatkan
bahwa
Perpustakaan
University
of
Malaya
telah
mengimplementasikan Mobile Social Networks (Facebook, Twitter dan Flickr), SMS application (notification, alerts, dan references), Mobile OPAC, QR 2D Codes dan mobile web version. Perpustakaan University of Malaya juga sedang merencanakan untuk mengimplementasikan Mobile interface & apps (mobile database), Mobile Contents, Podcasts & Videocasts, Mobile Library Collections, Mobile Training & Consultation. Alamat URL untuk mengakses mobile web services ada di http://www.um.edu.my/library/. Sedangkan di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), konsep m-libraries diimplementasikan dengan penggunaan QR 2D Codes untuk mengakses mobile web version perpustakaan dan mobile social Network (Facebook dan Twitter). Lewat mobile web version, pengguna perpustakaan Tun Seri Lanang (perpustakaan dari UKM) dapat memanfaatkan fasilitas untuk mengakses MOPAC, M-Database, Mobile Library Instruction, dan Mobile Collections. Beberapa perpustakaan di Malaysia, tidak secara eksplisit memperlihatkan bagaimana penggunaan m-libraries dalam layanannya. Seperti misalnya
13
perpustakaan Universiti Sains Malaysia dan Universiti Teknologi Malaysia, ‘hanya’ memanfaatkan situs web yang dapat diakses melalui perangkat mobile non smartphones seperti tablet pc dan laptop/notebook atau dikenal dengan eservices. Filipina Jumlah pengguna internet yang mencapai hampir 30 juta orang pada tahun 2011 atau menduduki peringkat ketiga di Asia Tenggara setelah Indonesia dan Vietnam atau 2,9% dari pengguna di Asia ternyata tidak berpengaruh terhadap popularitas penggunaan teknologi mobile di perpustakaan. Seperti misalnya di perpustakaan perguruan tinggi yang termasuk terkenal di Filipina seperti University of the Phillipines dan Ateneo de Manila University, tidak secara eksplisit mereka memperlihatkan bagaimana layanan mobile (m-libraries) disediakan untuk pengguna. Mereka hanya menyediakan akses situs web yang berorientasi pada pengguna desktop internet. Namun data yang diambil dari presentasi 8th Annual Meeting AUNILO perwakilan Filipina tahun 2012 menunjukkan bahwa perpustakaan University of the Phillipines sedang merencanakan untuk implementasi M-Reference Services, Mobile OPAC, Book Reservation melalui SMS, dan SMS Alert. Sedangkan salah satu perpustakaan perguruan tinggi di Filipina yang sudah mengimplementasikan m-libraries adalah perpustakaan De La Salle University. Perpustakaan De La Salle University memiliki M-WebOPAC, Text messaging /SMS Reference Service (bernama TextLoRa), dan M-Databases sebagai bagian dari implementasi M-libraries di Filipina. Minimnya penggunaan m-libraries di Filipina lebih disebabkan oleh kekurang populeran konsep m-libraries pada pengelola dan staf perpustakaan, serta keterbatasan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki oleh perpustakaan. Walaupun sebetulnya secara sumber daya informasi dan pengetahuan seperti pemanfaatan e-databases, e-journal, social networking dan sumber informasi elektronik lainnya tidak kalah dengan perpustakaan lain di Asia Tenggara.
14
Thailand Kajian yang dilakukan oleh Chaweewan Swasdee et. al. (2012) di 4 (empat) perpustakaan perguruan tinggi di Thailand yakni Burapha University Library, Chiangmai University Library, Chulalongkorn University Library, Mahidol University Library and Knowledge Center (MU) memperlihatkan bahwa implementasi m-libraries telah mulai dirintis di perpustakaan Thailand dengan awalnya menyediakan layanan elektronik (e-services) bagi penggunanya. Tabel 3 berikut ini merupakan data terkait implementasi e-services dan m-libraries yang ada di 4 (empat) perguruan tinggi di Thailand, seperti yang disampaikan oleh Chaweewan Swasdee et. al. Tabel 3. Implementasi M-Libraries di Perpustakaan PT di Thailand Burapha University Library
Saran Pengguna Online, Usulan Koleksi Online, Informasi Buku Baru melalui Situs Web dan Facebook, Formulir Elektronik, Pameran Online, Berita Aktifitas Perpustakaan Online, Petunjuk penggunaan Layanan Perpustakaan, Pemesanan Buku, Perpanjangan Peminjaman, Web OPAC
Chiangmai University Library
Literasi Informasi Online, Web OPAC (M-OPAC), Formulir Elekronik via Web, Perpanjangan Peminjaman Online, Pemesanan Online, Layanan Referensi Online, Notifikasi melalui SMS, Informasi Muktahir, Usulan Buku, Survei Kepuasan Pengguna Online, Saran dan Masukan Online, Layanan Media Digital Online, Layanan Wireless, Akses Database melalui Perangkat Mobile, Situs Web yang dapat diakses melalui perangkat mobile
Chulalongkorn Library
University
Reference Database, Intellectual Repository, The communities of practice Database, e-rarebooks, Informasi Buku Baru, Usulan Koleksi, Perpanjangan Peminjaman Online, Informasi Keterlambatan, Orientasi Perpustakaan Online, Layanan Referensi Virtual, Federated Search
Mahidol University Library and Knowledge Center (MU)
Perpanjangan Peminjaman Online, Pemesanan Koleksi Online, Pengiriman Notifikasi ke Pengguna, Formulir Elektronik, Informasi Buku Baru, Usulan Koleksi, Tutorial Database Online, OPAC (Mobile OPAC), Electronic Document Delivery Services, Course Online, Mobile Content, Mobile Web Services, dan MDatabases. Sumber: Diolah dari Swasdee, 2012.
Kajian yang dilakukan Swasdee (2012) tersebut memperlihatkan bahwa setidaknya ada 4 model m-libraries yang diterapkan di keempat perguruan tinggi 15
di Thailand tersebut yakni News Services via Mobile Phone, Mobile OPAC, Mobile Content Delivery, Mobile Database, dan Mobile Web Services. Vietnam Berdasarkan data Miniwatts Marketing Group memperlihatkan bahwa Vietnam merupakan negara tertinggi keempat di Asia Tenggara yang mempunyai penetrasi penggunaan internet sebesar 33,70% setelah Brunei Darussalam (79,40%), Singapura (77,20%) dan Malaysia (61,70%) dibandingkan populasi keseluruhan penduduk di negara tersebut. Atau apabila dilihat dari pengguna internet Asia sebesar 3% dari populasi penduduk di Asia atau menduduki peringkat 2
di Asia Tenggara setelah Indonesia (5%). Suatu data yang
menunjukkan potensi bagi implementasi m-libraries di negara tersebut. Sedangkan untuk mobile internet, Vietnam tercatat sebagai negara kedua setelah Malaysia yang mempunyai tingkat pertumbuhan terbesar di Asia Tenggara (Sinh, 2012). Kondisi di atas ternyata belum dimanfaatkan oleh perpustakaan perguruan tinggi di Vietnam. Implementasi layanan yang berorientasi pada penggunaan teknologi
mobile
perpustakaan.
sepertinya
Sebagai
belum
contoh
(www.ctu.edu.vn/english/librry.htm)
menjadi
adalah yang
pemikiran
misal lebih
Can fokus
dari Tho kepada
pengelola University layanan
perpustakaan konvensional dengan sedikit pemanfaatan koleksi elektronik seperti CD-ROM dan perpustakaan RMIT University Vietnam yang saat ini baru memanfaatkan layakan e-services melalui situs web yang dikelolanya. Namun rencana ke depan untuk pemanfaatan teknologi mobile di perpustakaan sudah mulai dilakukan oleh Central Library, Vietnam National University seperti yang disampaikan oleh Nguyen Hong Sinh dan Hoang Thi Hong Nhung (2012) terutama untuk layanan seperti akses ke website perpustakaan, pencarian melalui OPAC, Online Support, dan informasi jam buka perpustakaan yang dapat diakses melalui mobile browser. Hal lain adalah SMS Notification dan Alert untuk keperluan cek ketersediaan buku, perpanjangan
16
peminjaman koleksi, menerima catatan keterlambatan, pengecekan denda, dan pengecekan jam buka perpustakaan. Implementasi m-libraries di Vietnam menurut Sinh dan Nhung (2012) akan menghadapi beberapa tantangan dan kendala seperti: • Kondisi alokasi anggaran untuk perpustakaan yang semakin menurun akibat krisis • Besarnya
biaya
yang
harus
dikeluarkan
(investasi)
untuk
mengimplementasikan m-libraries, mulai dari perangkat keras, perangkat lunak hingga pengembangan sumber daya manusia. • Terbatasnya kemampuan teknologi yang dimiliki oleh pengelola perpustakaan dan juga ketiadaan tenaga ahli bidang teknologi. Brunei Darussalam, Laos dan Kamboja Negara Asia Tenggara lain seperti Brunei Darussalam, Laos dan Kamboja, implementasi m-libraries juga belum dapat dikatakan cukup berkembang. Brunei Darussalam misalnya, perpustakaan Universiti Brunei Darussalam tidak secara eksplisit menampilkan penggunaan layanan mobile kepada penggunanya, namun lebih ke e-services melalui apa yang disebut dengan Digital Library UBD. Walaupun berdasarkan data yang diambil dari 8th AUNILO Meeting memperlihatkan penggunaan mobile application, hanya baru pada sebatas untuk keperluan SMS Notification dan atau SMS Alert. Padahal apabila dilihat dari potensi prosentase populasi pengguna internet di negara tersebut tertinggi di Asia Tenggara. Sedangkan di Laos, seperti National University of Laos, bahkan untuk situs web perpustakaan saja belum tersedia. Perpustakaan Royal University of Phnom Penh (RUPP) di Kamboja baru menyediakan sebatas e-services melalui penyediaan WebOPAC dan akses ke database elektronik.
17
ANALISIS DAN REKOMENDASI Uraian di atas menunjukkan beragamnya kuantitas dan kualitas implementasi m-libraries di Asia Tenggara. Setiap perpustakaan kadangkala ‘menciptakan’ istilah sendiri yang mungkin sebenarnya pada hakekatnya secara substansi sama dengan istilah lain yang digunakan dalam pelayanan perpustakaan berbasis mobile. Dari segi kuantitas dan kualitas, implementasi di Singapura masih melebihi tingkat implementasi negara lain di Asia Tenggara. Hal ini sepertinya lebih banyak dipengaruhi oleh kultur atau budaya teknologi yang berkembang di Singapura. Apabila dilihat dari penetrasi pengguna internet di bandingkan populasinya, Singapura (77,20%) masih di bawah Brunei Darussalam (79,40%). Sedangkan apabila dilihat dari penetrasi prosentase pengguna mobile internet ‘hanya’ 70%, masih kalah di bandingkan dengan Malaysia (75%). Tapi masalah implementasi layanan mobile di perpustakaan, Singapura terlihat beberapa langkah lebih maju daripada kedua negara tersebut. Sedangkan di Indonesia, walaupun masuk dalam 4 (empat) besar pengguna internet terbesar di Asia, namun apabila dilihat dari penetrasi pengguna internet dan prosentase pengguna mobile internet terhadap populasi nilainya masih cukup kecil di bandingkan negara lain, bahkan di bawah Vietnam dan Thailand. Namun apabila melihat data pengguna akses ke dalam social networking, Indonesia menduduki peringkat pertama pengguna Facebook di Asia Tenggara dan kedua di Asia. Kondisi tersebut berbeda apabila melihat bagaimana implementasi m-libraries di Indonesia. Karena ternyata belum banyak perpustakaan yang berusaha menghadirkan layanan berbasis mobile ini. Seperti di negara lain di Asia Tenggara, sepertinya perpustakaan masih fokus pada pengembangan e-services melalui penyediaan e-resources tapi belum sampai memanfaatkan m-services atau m-resources. Walaupun perkembanganya terlihat bahwa upaya-upaya implementasi m-libraries terus dilakukan oleh beberapa perpustakaan baik melalui pengembangan mobile application maupun mobile web services.
18
Berdasarkan uraian sebelumnya, tabel 4 berikut ini adalah gambaran implementasi secara keseluruhan di Asia Tenggara dan metode yang digunakan di dasarkan kategori yang digunakan Vollmer dan istilah yang digunakan oleh masing-masing perpustakaan. Tabel 4. Implementasi M-Libraries di Asia Tenggara MOPACS
MApp
MCollections
M-Library Instruction
MDatabase
SMS Notification
SMS Refernces
Lainnya
Singapura
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
M-Social Media, GPS, M-Survey, QR 2D Code, eservices
Malaysia
Ada
N.A.
Ada
Ada
Ada
Ada
Ada
QR 2D Code, eservices
Indonesia
Ada
Ada
N.A.
Ada
Ada
Ada
N.A.
QR 2D Code, eservices
Thailand
Ada
N.A.
Ada
Ada
Ada
Ada
N.A.
M-Course Online, e-services
Vietnam
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
Ada
Ada.
e-services
Filipina
Ada
N.A.
N.A.
N.A.
Ada
Ada
Ada
e-services
Brunei
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
Ada
Ada
e-services
Kamboja
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
e-services
Laos
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
N.A.
e-services
Apabila kita melihat pada komposisi tabel di atas, maka memang sepertinya ada ketidakmerataan dalam pengembangan m-libraries di Asia Tenggara yang cukup mencolok. Tapi apabila kita membandingkan dari sisi perekonomian,
sebenarnya
kondisi
tersebut
tidaklah
mengherankan.
Perekonomian di negara-negara yang cukup kuat seperti di Singapura, Brunei dan Malaysia tentu akan menyebabkan keberadaan infrastruktur dan sumber daya serta sumber dana yang lebih baik dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara seperti misalnya Laos, Kamboja, Filipina, Vietnam dan mungkin Indonesia. Hal ini jelas bisa dilihat dari prosentase antara pengguna internet dengan jumlah populasi penduduk, dan juga prosentase antara pengguna mobile
19
internet, dimana hal ini jelas akan berdampak pada perilaku masyarakat di negara tersebut. Kondisi dan uraian dalam pembahasan sebelumnya di atas juga memperlihatkan bahwa faktor ketersediaan sumber dana, kemampuan sumber daya manusia terutama dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi, pengetahuan pengelola perpustakaan dalam bidang teknologi mobile, serta ‘political will” dari pengambil kebijakan menjadi faktor-faktor penting yang harus diperhatikan oleh pengelola perpustakaan di Asia Tenggara. Terutama apabila mereka ingin segera mengejar ketertinggalan dalam implementasi m-libraries. Hal lain yang juga penting adalah terkait dengan kemampuan perpustakaan dalam melakukan riset perilaku pengguna perpustakaan terutama terkait pemanfaatan perangkat mobile dalam kegiatannya sehari-hari. Faktor-faktor di atas sangat penting untuk diperhatikan karena upaya implementasi m-libraries membutuhkan investasi yang tidak sedikit baik dilihat dari segi pendanaan maupun waktu yang diperlukan untuk mengembangkannya. Pertimbangan efektifitas dan efisiensi dampak yang dihasilkan dari implementasi m-libraries
harus
menjadi
dasar
awal
bagi
pengembangan
pengelola
perpustakaan. Namun demikian, melihat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, terutama terkait mobile technology yang demikian pesat, maka potensi pasar pengguna mobile internet yang demikian besar di Asia Tenggara akan sangat sayang untuk dilewatkan begitu saja. Terutama di Indonesia misalnya, keberhasilan social networking seperti facebook dan twitter dapat menjadi pijakan potensi besar penggunaan m-libraries di perpustakaan. Kondisi ini mau tidak mau mengharuskan pustakawan dan pengelola perpustakaan untuk mulai mengikuti perkembangan dan kebutuhan pengguna terutama pengguna generasi digital dan mobile (NET Generation). Dan kehadiran layanan berbasis m-libraries dapat menjadi bagian penting dalam strategi besar perpustakaan dalam memberikan yang terbaik bagi pengguna tersebut.
20
Untuk itu ada beberapa rekomendasi yang dapat diberikan terkait upaya implementasi m-libraries di perpustakaan di Asia Tenggara, yakni: 1. Riset terhadap perilaku pengguna – perpustakaan perlu melakukan riset atau penelitian sederhana terhadap perilaku pengguna terutama terkait cara mereka mendapatkan informasi dan penggunaan perangkat mobile sehingga akan ditemukan aplikasi mobile libraries seperti apa yang cocok untuk mereka. Karena bisa jadi, di suatu negara kebutuhan aplikasi mobile libraries memang baru sekedar SMS Notification misalnya. 2. Membuat Situs Web Fleksibel – cara termudah untuk mengawali implementasi m-libraries adalah dengan membuat desain situs web yang sederhana dan akan secara otomatis menyesuaikan tampilan ketika diakses dari berbagai perangkat mobile. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan Cascading Style Sheets (CSS), perangkat lunak Auto-detect and Reformat , atau dengan memanfaatkan aplikasi web yang sudah tersedia misal joomla for mobile atau wordpress for mobile. 3. Membuat Roadmap Pengembangan M-Libraries -- perpustakaan perlu membuat roadmap pengembangan yang nantinya akan menjadi panduan bagi proses implementasi m-libraries dengan target capaian yang sudah ditentukan. Pembuatan roadmap ini didasarkan pada hasil riset perilaku pengguna, evaluasi layanan perpustakaan, analisa keuangan atau anggaran biaya, serta visi dan misi organisasi induk. 4. Peningkatan kemampuan TIK Staf Perpustakaan – perpustakaan dan organisasi induk harus secara aktif berupaya melakukan pengembangan dan peningkatan kemampuan TIK staf perpustakaan, terutama juga menyangkut penggunaan perangkat mobile untuk perpustakaan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara mengikutsertakan staff dalam workshop, pelatihan atau sekedar benchmarking ke perpustakaan yang telah berhasil mengaplikasikan mobile libraries.
21
5. Sinergi dengan pihak-pihak terkait – perpustakaan harus bersinergi dengan pihak lain misal ahli TIK, programmer maupun konsultan dalam bidang TIK mengingat bahwa implementasi m-libraries seringkali melibatkan hal-hal teknis mulai dari yang sederhana hingga sangat kompleks. Ini perlu dilakukan mengingat keterbatasan kemampuan pengelola perpustakaan dalam bidang pengembangan fasilitas TIK. Kajian
ini
masih
jauh
dari
sempurna,
maka
ke
depan
perlu
dipertimbangkan adanya kajian atau bahkan penelitian yang lebih komprehensif yang dapat memotret dengan lebih baik implementasi m-libraries dan permasalahan yang ada di Asia Tenggara. Tak kalah penting adalah kajian yang berhubungan dengan dampak dan efektifitas implementasi m-libraries terhadap fungsi dan tugas yang harus dijalankan oleh perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan pengguna dan mendukung visi dan misi organisasi yang menaunginya. Sehingga akan terlihat apakah m-libraries cukup efisien dan efektif di implementasikan di perpustakaan saat ini. Namun hal terpenting dari keberadaan m-libraries ini adalah keberanian untuk memulai, walaupun baru pada tahap yang paling sederhana. Jadi Let’s Go Mobile!
DAFTAR PUSTAKA Ceynowa, Klaus. 2011. Library Services and Library Content for the Mobile Internet – the Approach of the Bavarian State Library. Powerpoint presentasi pada The Third M-Libraries Conference, 11-13 May 2011 Diakses melalui http://www.usq.edu.au/~/media/USQ/mlibraries/Ceynova.ashx pada 26 Juli 2012. Lee, Cheng Ean. 2012. E-Services and Adoption of Mobile Technologies by Academics Libraries in Singapore. Powerpoint Presentasi pada 8th Annual Meeting AUNILO, 1-2 June 2012 at National University of Singapore (NUS). Diakses melalui http://aunilo.org/2012/06/07/presentation-8thaunilo-meeting/ pada tanggal 9 Juni 2012. Mills, Keren. 2009. M-Libraries: Information Use on the Move. Acardia Programme April 2009. Cambridge: University of Cambridge and Open
22
University. Diakses melalui http://arcadiaproject.lib.cam.ac.uk/docs/MLibraries_report.pdf pada tanggal 1 September 2012. Mobile Internet Usage in the Asia Pacific. Diakses melalui http://www.statista.com/statistics/233956/mobile-internet-usage-in-the-asiapacific-region/ pada tanggal 1 Oktober 2012. Mobile Technologies in Philippine Libraries: a Country Report. Powerpoint Presentasi pada 8th Annual Meeting AUNILO, 1-2 June 2012 at National University of Singapore (NUS). Diakses melalui http://aunilo.org/2012/06/07/presentation-8th-aunilo-meeting/ pada tanggal 9 Juni 2012. Nguyen, Hong Sinh. 2012. Possibilities in mobile technologies applied in VNUHCM. Powerpoint presentasi pada 8th Annual Meeting AUNILO, 1-2 June 2012 at National University of Singapore (NUS). Diakses melalui http://aunilo.org/2012/06/07/presentation-8th-aunilo-meeting/ pada tanggal 9 Juni 2012. Nasir, Nor Edzan Che. 2012. Enhancing Information Discovery through Mobile Technologies: Malaysia country report. Powerpoint presentasi pada 8th Annual Meeting AUNILO, 1-2 June 2012 at National University of Singapore (NUS). Diakses melalui http://aunilo.org/2012/06/07/presentation-8th-aunilo-meeting/ pada tanggal 9 Juni 2012. Perkembangan Teknologi di Indonesia: Internet dan Mobile (part 1). Technology Update Paseban.Com, 04 Januari 2012. Diakses melalui http://portal.paseban.com/article/4752/perkembangan-teknologi-diindonesia pada tanggal 1 Oktober 2012. Russell, Jon. 2010. Research: Asia world’s biggest mobile internet user. Techwire Asia, November 29, 2010. Diakses melalui http://www.techwireasia.com/1029/research-asia-worlds-biggest-mobileinternet-user/ pada tanggal 16 September 2012. Russell, Jon. 2011. Report: 512 million mobile internet users in Asia by 2015. Techwire Asia, August 24, 2011. Diakses melalui http://www.techwireasia.com/1384/report-512-million-mobile-internetusers-in-asia-by-2015/ pada tanggal 16 September 2012. Swasdee, Chaweewan et al. 2012. Enhancing Information Discovery Through Mobile Technologies, Country Report : Thailand. Powerpoint Presentasi pada
8th Annual Meeting AUNILO, 1-2 June 2012 at National University of Singapore (NUS). Diakses melalui http://aunilo.org/2012/06/07/presentation-8th-aunilo-meeting/ pada tanggal 9 Juni 2012. Vollmer, Timothy. 2010. There’s an App for that! Libraries and Mobile Technology: an introduction to public policy considertions. Policy Brief No. 3, June 2010. ALA Office for Information Technology.
23
What
is a m-Libraries. Diakses melalui http://www.mlibraries.info/2011/11/15/what-is-m-libraries/ pada tanggal 26 Juli 2012.
24