Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University ∴ Please do not quote or cite without permission from the authors
Antikorupsi & Tantangan Governance di Asia Tenggara Menuju Agenda ASEAN Political-Security Community 2015
1
2
Mohammad Nuh
1. Pengantar Dalam satu dekade terakhir, terutama sejak United Nations Convention against Corruption pada tahun 2003 dirumuskan dan diratifikasi oleh berbagai negara, kebijakan dan program antikorupsi mengalami peningkatan tajam baik di tingkat internasional, regional maupun nasional. Lembaga internasional seperti United Nations dan beberapa lembaga internasional lainnya, termasuk ASEAN menyatakan perang terhadap korupsi. Pemerintah nasional dengan beragam namanya juga berupaya terus melakukan kampanye pencegahan dan pemberantasan korupsi di negaranya masing-masing. Bryane Michael (in Faur and Gadot, 2004) mencatat bahwa tidak kurang 2500 variasi nama organisasi internasional, pemerintah nasioanl, bisnis, dan NGOs yang terkait dengan program anti-korupsi. Korupsi dikonsepsikan sebagai kejahatan terorganisir dan dalam konvensi PBB dinyatakan sebagai masalah dunia yang pada titik tertentu bersifat transnational crime yang dampaknya dapat merugikan negara dan mengancam keamanan nasional suatu negara. Di tingkat kawasan Asia Tenggara seluruh pimpinan negara pun sepakat dalam satu konsepsi bahwa korupsi merupakan musuh bersama sehingga perlu kerjasama antar negara dan saling membantu dalam pemberantasannya. Atas kesadaran bersama tersebut pada tahun 2004 dibentuk SEA-PAC (South East Asian Parties Anti Corruption) yang berisi kerjasama (MoU) antar lembaga pencegahan korupsi negara-negara di Asia Tenggara untuk saling membantu dalam pencegahan dan penindakan pelaku korupsi. Para pimpinan negara-negara ASEAN pun pada tahun sebelumnya, yaitu tahun 2003 bersepakat untuk membuat kawasan regional bebas korupsi dengan menandatangani “Bali Concord II” yang salah satunya adalah bertujuan mewujudkan ASEAN Political-Security Community (APSC) 2015 dengan pilar Combating Corruption dan Promote Good Governance. Kesepakatan ini dinilai sebagai langkah strategis bagi pemberantasan tindakan korupsi berbasis kerjasama antar negara pada tingkat regional. Namun ketika melihat realitas bahwa kasus-kasus korupsi di sebagian besar negara-negara anggota ASEAN dalam waktu satu dekade terakhir masih cukup besar muncul pesimisme terhadap strategi yang dirumuskan mampu secara efektif dapat menurunkan kasus korupsi yang bersifat sistemik dan cenderung mengalami evolusi sebagaimana disinyalir oleh Ketua KPK, Abrahan Samad. Paper ini dibuat dalam konteks ingin memahami persoalan korupsi dan tantangan governance sebagai agenda kerja ASEAN menuju APSC 2015. Nilai-nilai apa yang sudah dikembangkan dan disepakati secara bersama dalam ASEAN sebagai pilar untuk mencegah praktek korupsi? Tantangan apa saja yang dihadapi oleh ASEAN dan perannya sebagai organisasi kerjasama antar negara-negara di Asia Tenggara untuk mewujudkan good governance dan combating corruption agar terwujud tujuan bersama pembentukan ASEAN yaitu “prosperous and peaceful community of South-East Asian Nations?. Beberapa pertanyaan tersebut menjadi fokus 1 2
Bahan diskusi pada seminar Bulanan PSKK UGM 12 Desember 2013 Ph.D Student at The Faculty of Political Science and Law (Strategy and Security), Burapha University, Thailand
S.384, December 12, 2013
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University ∴ Please do not quote or cite without permission from the authors
dalam paper ini yang terbagi dalam tiga bagian besar, yaitu pertama menjelaskan tentang situasi korupsi dan dampaknya bagi proses pembangunan di negara-negara anggota ASEAN. Kedua mendiskripsikan kondisi governance dan cerita sukses maupun kegagalan beberapa negara di ASEAN dalam memwujudkan good governance sebagai strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi. Ketiga menjabarkan ASEAN Political Security Community Blueprint sebagai pilar utama mewujudkan good governance dan pencegahan korupsi serta menjelaskan peranan ASEAN sebagai organisasi kerjasama antar negara di Asia Tenggara dalam menciptakan keamanan kawasan dari kejahatan transnational crime, khususnya tindak korupsi.
2. Titik Nadir Persoalan Korupsi di Asia Tenggara dan Dampaknya Dalam literatur studi security dan strategy kontemporer pembahasan korupsi berkaitan dengan isu transnational crime. Korupsi dimasukkan dalam kategori transnational crime karena pada kasus-kasus tertentu melibatkan dua negara atau lebih terutama ketika koruptor melarikan diri dan menyimpan kekayaan hasil korupsinya ke negara lain (Collins:2007; Hoadley and Ruland: 2006). Menurut Giraldo and Trinkunas (in Collins: 2007) ada beberapa aktivitas kriminal yang masuk dalam kategori transnational crime, salah satunya adalah corruption of public officials. Hal ini sesuai dengan definisi transnational cime dari United Nations Convention against Transnational Organized Crime (2000), yaitu ”to include any criminal activity that is conducted in more than one state, planned in one state but perpetrated in another, or commited in one state where there are spillover effect into neighbouring jurisdictions”. Sebagai contoh, bagi para koruptor di Indonesia bahwa negara Singapore dan beberapa negara lain adalah “surga” untuk melarikan diri dan menyimpan uang hasil korupsinya. Banyak koruptor yang menyimpan uangnya di Singapore dan belum berhasil dibawah kembali ke Indonesia karena belum ada perjanjian ekstradisi antar kedua negara. Praktek korupsi di sebagian besar negara-negara anggota ASEAN cukup mengkhawatirkan. Korupsi terjadi pada setiap level pemerintahan, baik di tingkat nasional maupun di tingkat lokal dan tidak jarang terjadi pula di sektor swasta. Praktek korupsi tidak cenderung menyusut, bahkan semakin meningkat dari waktu ke waktu meskipun kebijakan dan program anti-korupsi di masing-masing negara telah dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan dan telah dibentuk kelembagaan anti-korupsi. Sebagai contoh, berdasarkan laporan dari National Anti Corruption Comission of Thailand disebutkan bahwa dalam kurun waktu periode 2004-2008 kasus korupsi yang ditangani mengalami peningkatan. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, meskipun pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menanggulangi korupsi dan telah dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetapi pada kenyataannya kasus korupsi cenderung mengalami peningkatan (Tabel 1). Tabel 1 Kasus Korupsi yang ditangani oleh KPK-RI dan NACC Thailand 2004
2005
2006
2007
2008
Total Received
Thailand
7,994
8,723
11,573
11,407
8,604
48,301
Indonesia
2,281
7,361
6,939
6,510
8,697
31,788
Country
Sumber: Laporan Tahunan KPK dan Krongkaew:2009
S.384, December 12, 2013
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University ∴ Please do not quote or cite without permission from the authors
Malaysia pun menghadapi kasus korupsi yang melibatkan berbagai pihak terutama terjadinya penyuapan dalam proses tender proyek. Hasil survei salah satu lembaga internasional menyebutkan bahwa Malaysia memperoleh hasil terburuk dalam Bribe Payers Survey 2012 yang dilakukan oleh Transparency International dimana sebanyak 50% responden mengatakan mengalami kegagalan untuk mendapatkan proyek pembangunan karena pesaingnya telah melakukan penyuapan. Adalah Wakil Menteri di Kementerian Perdana Menteri Datuk Liew Vui Keong. membuat pernyataannya bahwa: “Sedikitnya 5.983 pegawai pemerintahan di Malaysia dijerat oleh aparat hukum dengan tuduhan korupsi dalam kurun waktu 2005-2011. Menurutnya, dari jumlah tersebut sebanyak 816 pegawai dibawa ke pengadilan dan 324 di antaranya dinyatakan bersalah dan 69 dibebaskan serta 298 dinyatakan tidak bersalah. Sebanyak 20 kasus dibekukan dan 105 kasus lainnya tengah dalam proses peradilan” (Redaksi, 2012)
Berdasarkan hasil survei Lembaga Transparency International tentang Corruption Perception Index (CPI) diperoleh informasi bahwa score CPI di sebagian besar negara-negara anggota ASEAN cukup jelek, kecuali Singapore dan Brunei. Sebagai contoh, pada CPI tahun 2013 kedua negara tersebut mencapai score di atas 5, yaitu Singapore (8.7) dan Brunei (6.0). Sebagaimana diketahui bahwa Transparency International adalah NGO international yang salah satu programnya adalah melakukan kegiatan survei pengukuran Corruption Perception Index (CPI) terhadap tingkat korupsi sektor publik berdasarkan opini dari para ahli di berbagai negara. Rentang score negaranegara yang masuk cakupan survei CPI ini adalah dari 0 (highly corrupt) to 10 (highly clean). Tabel 2 Corruption Perception Index (CPI) 2008 Country
2009
2010
2011
2012
2013
Rank Score Rank Score Rank Score Rank Score Rank Score Rank Score
Singapore
4
9,2
3
9,2
1
9,3
5
9,2
5
8,7
5
8,6
Brunei
-
-
39
5,5
38
5,5
44
5,2
46
5,5
38
6,0
Malaysia
47
5,1
56
4,5
56
4,4
60
4,3
54
4,9
53
5,0
Thailand
80
3,5
84
3,4
78
3,5
80
3,4
88
3,7
102
3,6
Vietnam
121
2,7
120
2,7
116
2,7
112
2,9
123
3,1
116
3,1
Indonesia
126
2,6
111
2,8
110
2,8
100
3
118
3,2
114
3,2
Philippines
141
2,3
139
2,4
134
2,4
129
2,6
108
3,4
94
3,5
Laos
151
2
158
2
154
1,4
154
2,2
160
2,1
140
2,6
Cambodia
166
1,8
158
2
154
2,1
164
2,1
157
2,2
160
2,0
Myanmar
178
1,3
178
1,4
180
1,4
180
1,5
172
1,5
157
2,1
Timor Leste
145
2,2
146
2,2
127
2,5
143
2,4
113
3,3
119
3,0
Sumber: Transparency International
Selain menyajikan score CPI, survei yang dilakukan oleh Transparency International tersebut juga memperlihatkan ranking dari masing-masing negara terhadap negara lain. Tabel 2
S.384, December 12, 2013
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University ∴ Please do not quote or cite without permission from the authors
menunjukkan posisi ranking CPI masing-masing negara anggota ASEAN bahwa dalam periode enam tahun terakhir sampai pada tahun 2013 hanya ada empat negara yang ranking CPInya berada di bawah level 100, yaitu Singapore, Brunei, Malaysia, dan Thailand. Indonesia sendiri walaupun ranking CPInya mengalami peningkat tetapi score yang diperoleh masih mengalami staknasi dari tahun sebelumnya dan hanya sedikit di atas negara Vietnam. Secara umum hasil survei yang dilakukan oleh lembaga Transparency International tersebut menunjukkan terjadinya gap yang cukup besar diantara negara-negara anggota ASEAN dalam perolehan kualitas penanganan korupsi di negaranya. Hal ini juga menunjukkan kinerja pemberantasan korupsi di masing-masing negara yang masih belum maksimal. Pengalaman Singapore dalam memberantas korupsi secara sungguh-sungguh dan memiliki lembaga anti korupsi yang independen dan didukung oleh komitmen politik dari pimpinan negara menjadikan negara ini secara konsisten menempati ranking CPI di level atas. Sebagai aktivitas kejahatan yang bersifat transnational, persoalan korupsi dengan demikian telah menjadi menjadi ancaman bagi semua negara. Korupsi dapat mengganggu kestabilan proses penyelenggaraan negara dan dapat menggerogoti proses demokrasi serta menjadi ancaman bagi pemenuhan kesejahteraan masyarakat. Menurut Kofi A. Annan, mantan sekretaris jenderal PBB, bahwa ”Corruption is an insidious plague that has a wide range of corrosive effects on societies. It undermines democracy and the rule of law, leads to violations of human rights, distorts markets, erodes the quality of life and allows organized crime, terrorism and other threats to human security to flourish. This evil phenomenon is found in all countries—big and small, rich and poor—but it is in the developing world that its effects are most destructive. Corruption hurts the poor disproportionately by diverting funds intended for development, undermining a Government’s ability to provide basic services, feeding inequality and injustice and discouraging foreign aid and investment. Corruption is a key element in economic underperformance and a major obstacle to poverty alleviation and development” (UNCAC: 2004, www.unodc.org). Dalam kaitannya dengan proses pembangunan, korupsi dinilai sebagai aktivitas yang mengganggu pencapaian kesejahteraan masyarakat dan dimasukkan dalam kategori kejahatan terorganisir yang dapat menjadi ancaman keamanan nasional suatu bangsa. Korupsi sebagai tindakan kriminal tidak hanya menimbulkan dampak terhadap kerugian uang negara, tetapi juga memberikan dampak secara tidak langsung terhadap rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh, kerugian Indonesia mencapai 39,3 Triliun Rupiah akibat korupsi sepanjang periode 2004-2011. Jumlah tersebut menurut salah satu wakil ketua KPK, Busyro Muqoddas, dapat dipergunakan untuk membangun 393 ribu unit baru, pendidikan gratis untuk 68 juta anak sekolah dasar selama satu tahun penuh, dan membelikan 7,9 juta unit komputer di sekolah-sekolah sebagai sarana belajar (http://nasional.news.viva.co.id). Tabel 3 Indeks Pembangunan Manusia di Asia Tenggara Negara
2010
2011
2013
Singapore
0.826
27
0.866
26
0.895
18
Brunei
0.804
37
0.838
33
0.855
30
malaysia
0.744
57
0.761
61
0.769
64
Thailand
0.654
92
0.682
103
0.690
103
Philippine
0.638
97
0.644
112
0.654
114
S.384, December 12, 2013
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University ∴ Please do not quote or cite without permission from the authors
Indonesia
0.600
103
0.617
124
0.629
121
Vietnam
0.566
113
0.593
128
0.617
127
Timor Leste
0.502
120
0.495
147
0.576
134
Cambodia
0.494
124
0.523
139
0.543
138
Laos
0.497
122
0.524
138
0.543
138
Myanmar
0.451
132
0.483
149
0.498
149
Asia Tenggara
0.516
-
0.548
-
0.558
-
Dunia
0.624
-
0.682
-
0.694
-
Sumber: UNDP, HDI 2010,2011, dan 2013
Tabel 3 memperjelas bahwa korupsi memberikan dampak secara nyata bagi terhambatnya proses pembangunan. Rata-rata indeks pembangunan manusia di asia Tenggara masih berada di bawah indeks dunia. Bahwa sebagian besar indeks pembangunan manusia negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia masih berada level bawah (ranking di atas 100). Angka tersebut cerminan betapa progam pembangunan manusia di sebagian besar negara-negara Asia Tenggara belum berjalan secara maksimal. Jika dikomparasikan antara tabel CPI dan IPM terdapat pola yang sama bahwa negara-negara yang indeks korupsinya tinggi maka indeks pembangunan manusia cenderung rendah. Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa prkatik korupsi memberikan dampak yang luar biasa bagi terhambatnya pembangunan manusia. Banyak studi pun menyebutkan bahwa secara umum korupsi menjadi penghambat proses pembangunan, salah satunya adalah menyebabkan terhambatknya tingkat kesejahteraan masyarakat. Studi yang dilakukan oleh Kemitraan untuk Reformasi Indonesia misalnya, menyimpulkan bahwa tindakan korupsi dianggap menjadi penghambat untuk penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Kondisi praktek korupsi yang demikian massive di beberapa negara di ASEAN menjadikan persoalan korupsi di kawasan ini senantiasa melilit proses pembangunan yang sedang dilakukan. Tidak berlebihan sekiranya disimpulkan bahwa korupsi menjadi persoalan besar bagi terciptanya ASEAN sebagai kawasan yang disegani dan berperan penting dalam komunitas global sebagaimana tertera dalam Tema ASEAN Summit ke 19 di Bali (the 19th ASEAN Summit Theme), yaitu “ASEAN Community in a Global Community of Nations”.
3. Usaha Pemberantasan Korupsi dan Masalah Tata Kelola Pemerintahan Persoalan korupsi dan governance telah menjadi perhatian serius berbagai negara secara global, tidak terkecuali negara-negara di Asia Tenggara. Keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Ibarat satu keping mata uang yang memiliki dua sisi berbeda tapi dalam satu kesatuan saling mempengaruhi satu sama lain. Keduanya memiliki hubungan yang bersifat reciprocal. Korupsi sebagai bentuk tindakan yang memanfaatkan kekuasaan publik untuk kepentingan pribadi atau kelompok dinilai menjadi ancaman bagi proses pembangunan dan terwujudnya tata pemerintahan yang baik. Sebaliknya pengelolaan tata pemerintahan yang tidak baik cenderung akan mempersubur praktek korupsi. Hal ini sesuai pernyataan World Bank bahwa
governance and corruption are closely interlinked. Corruption undermines good governance, and bad governance produces corruption. (http://web.worldbank.org). Oleh karenanya para ilmuan
S.384, December 12, 2013
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University ∴ Please do not quote or cite without permission from the authors author
percaya hanya dengan memperbaiki proses tata pemerintahan atau hanya dengan menciptakan good governance maka praktek korupsi dengan sendirinya akan terkekang. terkekang. Walaupun korupsi bukanlah fenomena baru tetapi sejauh ini telah menjadi penyakit yang menyebar dalam aktivitas pemerintahan di negara-negara negara negara berkembang dan merupakan kejahatan terorganisir yang dapat menjadi ancaman keamanan nasional suatu bangsa. bangs Korupsi dapat menjadi sosok menghambat dan menyebabkan gagalnya proses pembangunan. Tidak sedikit kerugian negara, gagalnya pemberantasan kemiskinan, adanya ketimpangan pembangunan dan terganggunya gunya proses governance diakibatkan oleh praktik korupsi yang merajalela meraj di sebuah negara. Korupsi telah menjadi virus yang menyebar di kehidupan masyarakat dan tumbuh subur di sebuah bangsa yang memiliki kekebalan dalam management pemerintahan yang buruk. Korupsi akan dapat dengan mudah ditemukan dalam setiap transaksi tata tata kelola pemerintahan jika sistem pengelolaan tidak dijalankan pada prinsip-prinsip prinsip prinsip tata kelola yang baik. Hal ini seperti yang ditegaskan oleh Gould and Reys (1983) yaitu “there are several reasons for the spread of corruption, primary among them being government’s monopoly of economic activities in developing countries with conditions of political “softness”, widespread poverty, socio-economic socio inequalities, and ambivalence towards the legitimacy of government and its organisations and systemic maladministration. Berbagai upaya dan strategi pemberantasan korupsi telah dilakukan oleh masing-masing masing negara di asia tenggara, baik dalam bentuk kebijakan perundang undangan maupun pembentukan lembaga yang menangani kasus korupsi. Namun demikian, tidak semua negara nega anggota ASEAN mampu mempertahankan citra pengelolaan tata pemerintahan yang baik serta menghasilkan strategi pencegahan dan pemberantasan korupsi efektif yang hal itu terbukti masih rendahnya CPI yang dicapai sebagian besar negara-negara negara negara di Asia Tenggara. Tenggar Gambar 1 menunjukkan bahwa rata-rata rata indeks tata kelola pemerintahan negara-negara negara negara di Asia Tenggara masih di bawah rata-rata rata indeks dunia. Hanya dua negara, yaitu Singapore dan Malaysia yang indeks governancenya mencapai capai di atas rata-rata rata dunia. Gambar 1 Governance Index
Sumber: diadaptasi si dari Francois, 2009 (http://www.world-governance.org.) (http://www.world governance.org.)
Indeks governance di atas menunjukkan bahwa masih ada tantangan besar bagi negaranegara negara di Asia Tenggara untuk mampu bersaing dalam persaingan global dalam perekonomian pere karena terhalang oleh sistem tatakelola pemerintahan yang belum baik. Era persaingan global
S.384, December 12, 2013
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University ∴ Please do not quote or cite without permission from the authors
dalam perekonomian menuntut adanya sistem pemerintahan yang baik dengan indikasi transparan, efektif dan efisien, akuntabel, responsif, dan meminimalisir prkatik korupsi, terutama biasa besar dalam proses produksi akibat dari terjadinya suap. Pada bagian ini akan diuraikan pengalaman Singapore dan Malaysia dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi serta mengelola tata pemerintahan yang baik. Singapore melalui Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) yang dibentuk pada tahun 1952 adalah cerita sukses dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Strategi yang ditempuh Singapore dalam memberantasan korupsi disebut sebagai pilar strategi anti korupsi, memiliki empat fokus utama yaitu: Effective Anti-Corruption Agency; Effective Acts (or Laws); Effective Adjudication;dan Efficient Administration. Dimana keempat pilar di atas dilandasi oleh “strongpolitical will against corruption”. Komitmen politik pemerintah yang tinggi dalam memberantas korupsi adalah faktor utama dan terpenting dari keberhasilan Singapura dalam memberantas korupsi. Selanjutnya, negara tersebut menyadari pentingnya membentuk lembaga anti korupsi yang independen, memiliki kewenangan yang memadai, dan memiliki integritas tinggi. Keberadaan peraturan perundang-undangan yang tegas dan jelas mengenai korupsi juga sangat menentukan efektivitas lembaga anti korupsi dan hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku korupsi. Kemudian administrasi pemerintahan yang efisien merupakan outcomes dari efektifnya lembaga anti korupsi, undang-undang, dan sanksi korupsi. Pemerintah Malaysia melakukan tiga strategi anti korupsi, yang dituangkan dalam tiga poin strategi, yaitu: Penguatan/konsolidasi strategi; pencegahan dan strategi promosi; dan strategi penegakan. Di antara strategi menarik yang dillakukan oleh negara ini adalah diberlakukannya 'sistem pembuktian terbalik'. Secara sederhana, artinya, seorang pejabat negara yang terindikasi melakukan korupsi dengan harta kekayaan yang tidak sebanding dengan kemungkinan penghasilan dari jabatannya, dapat diminta untuk membuktikan dari mana kekayaan itu didapatkan, diminta untuk membuktikan bahwa dia tidak melakukan koropsi.Jika seorang pegawai rendah atau seorang prajurit terlihat memiliki tempat tinggal (rumah) mewah atau kendaraan mewah, maka Badan Pencegah Rasywah dapat meminta yang bersangkutan untuk membuktikan bahwa dia tidak melakukan korupsi. Langkah ini cukup efektif. Para pejabat di negara jiran ini, sangat berhati-hati, meskipun pasti tidak semua bersih dari perilaku korupsi. Bagaimana dengan Indonesia? Melihat situasi pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini dapat dikatakan belum menunjukkan arah yang jelas. Indonesia walaupun memiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang relatif lebih independen tetapi kekuatan KPK dalam pemberantasan korupsi di Indonesia harus menghadapi tembok besar kekuatan politik yang membentengi setiap kasus korupsi yang terjadi di Indonesia. Sebagai contoh, praktik korupsi yang terkait pada kasus Bank Century yang diduga melibatkan para pentinggi negara tidak berhasil ditembus oleh KPK. Faktor politis seringkali menjadi kendala dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Pelaksanaan tata pemerintahan yang baik di negeri ini pun masih jauh dari harapan. Cerita ketidakpuasan dari masyarakat atas pelayanan yang diberikan oleh aparat pemerintahan, sistem prosedur yang seringkali dirasakan masih berbelit dalam perijinan pun senantiasa masih muncul. Kondisi ini harus diperbaiki melalui strategi komprehensif sehingga tercipta tata kelola yang baik.
4. Pilar Pemberantasan Korupsi Menuju Kawasan ASEAN bebas Korupsi ASEAN sebagai organisasi kerjasama antar negara di kawasan Asia Tenggara yang didirikan pada tahun 1967 memiliki peranan strategis dalam mempersatukan kepentingan bersama untuk terwujudnya kedamaian dan kesejahteraan. Pada konferensi di Kualalumpur tahun 1997
S.384, December 12, 2013
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University ∴ Please do not quote or cite without permission from the authors
disepakati secara bersama oleh masing-masing pimpinan negara anggota bahwa perlunya ASEAN Vision yang ingin dicapai pada tahun 2020, yaitu a concern of Southeast Asian nations, outward
looking, living in peace, stability and prosperity, bonded together in partnership in dynamic development and in a community of caring society. APSC Blueprint merupakan pedoman untuk mewujudkan ASEAN Vision dalam bidang politik dan keamanan. APSC Blueprint juga menyediakan roadmap dan timetable bagi terbangunnya APSC 2015. Adapun tujuan dari APSC ini adalah menjamin setiap anggota ASEAN hidup dalam kondisi aman dari satu sama lain, demokratis dan dalam lingkungan yang harmonis, termasuk aman dari tindakan korupsi sebagai kejahatan terorganisir. APSC mempromosikan pembangunan politik dalam prinsip-prinsip demokratis, penegakan hukum dan good governance dan perlindungan hak asasi manusia. Adapun karakteristik dari APSC ini terbangun oleh tiga pilar, yaitu (i) a rules based community with shared values and norms; (ii) a cohesive, peaceful and resilient region with shared responsibility for comprehensive security; (iii) a dynamic and outward looking region. Masing-masing pilar tersebut menjadi satu kesatuan utuh yang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan komprehensif yang meliputi political, economical, socio-cultural, and envrinmetal dimensions of development. Beberapa rumusan aksi untuk mewujudkan pilar-pilar tersebut, terutama dalam rangka promote good governance dan preventing and combating corruption adalah sebagai berikut (www.asean.org/.../asean-political-security-community):
Promote Good Governance
A.
i. Conduct analytical and technical studies to establish baselines, benchmarks, and best practices in various aspects of governance in the region; ii. Promote sharing of experiences and best practices through workshops and seminars on leadership concepts and principles with emphasis on good governance, and on developing norms on good governance; iii. Conduct a study by 2009 on partnership between public and private sectors and academia in creating a conducive climate for good governance to provide concrete recommendations to appropriate ASEAN sectoral bodies; iv. And Promote dialogue and partnership among governments, private sectors and other relevant organisations to foster and enable new ideas, concepts and methods with a view to enhance transparency, accountability, participatory and effective governance
Prevent and Combat Corruption
B. i.
Identify relevant mechanisms to carry out cooperation activities in preventing and combating corruption and strengthen links and cooperation between the relevant agencies;
ii.
Encourage all ASEAN Member States to sign the Memorandum of Understanding (MoU) on Cooperation for Preventing and Combating Corruption signed on 15 December 2004;
iii.
Promote ASEAN cooperation to prevent and combat corruption, bearing in mind the above MoU, and other relevant ASEAN instruments such as the Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters (MLAT);
iv.
Encourage ASEAN Member States who are signatories to the United Nations Convention against Corruption to ratify the said Convention; S.384, December 12, 2013
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University ∴ Please do not quote or cite without permission from the authors
v.
and Promote the sharing of best practices, exchange views and analysis issues related to values, ethics and integrity through appropriate avenues and for and taking into account inputs from various seminars such as the ASEAN Integrity Dialogue.
Pilar-pilar untuk memwujudkan kawasan ASEAN bebas dari korupsi dan terciptanya tata kelola pemerintahan yang baik di semua negara anggota, baik di level nasional maupun lokal menjadi dambaan dan harapan untuk segera terealisasi. Namun, catatan penting yang bisa digarisbawahi adalah diperlukan kerjasama yang baik antar negara anggota dan komitmen bersama untuk mewujudkan. Persaingan untuk memenangkan pasar global pun tidak bisa dipungkiri sebagai hambatan tersendiri untuk tercipta gerakan bersama membangun kawasan regional dalam wadah ASEAN. Semangat berkompetisi akhirnya dikembalikan pada kapabilitas masing-masing negara dalam mempersiapkan menghadapi pasar besar di Asia Tenggara atau Asean Community 2015. Sebuah negara akan menjadi pasar buruh atau pasar konsumsi jika tidak mempersiapkan diri menghadapi pasar modal yang bebas. Kata kuncinya adalah memperbaiki sistem tata kelola pemerintahan yang baik didukung oleh reformasi sektor publik yang memadai. Ketika sektor publik tidak siap menghadapi tuntutan pasar untuk bekerja secara efisien dan akuntabel maka yang terjadi adalah menjadi objek bagi bangsa lain.
5. Catatan Penutup Ada hubungan timbal balik antara korupsi dan governance. Ada hubungan berbanding lurus antara tingkat korupsi dengan tingkat good governance sebuah negara dimana sebuah negara yang memiliki tingkat korupsi tinggi kondisi good governance akan rendah. Sebaliknya sebuah negara yang mampu menciptakan good governance maka tingkat korupsi di negaranya akan semakin kecil. Hubungan antar keduanya dapat dilihat pada kasus di negara anggota ASEAN dimana Singapore sebagai negara yang mampu menjaga stabilitas negara dalam menjalan tata pemerintahan yang baik maka tingkat korupsi di negara ini relatif kecil. Sebaliknya kasus Myanmar yang tingkat korupsinya tinggi maka index governance pun rendah. Kondisi demikian menjadikan proses pembangunan diantara negara-negara anggota ASEAN terjadi ketimpangan. Negara-negara yang masih menghadapi persoalan korupsi, maka proses pembangunan di negaranya mengalami hambatan. Persoalan kemiskinan, tingkat kesejahteraan warganya dan pertumbuhan ekonomi tidak mengalami kemajuan yang berarti atau pada level tertentu terjadi stagnasi. Oleh karenanya perlu ada langkah-lagkah strategis dalam pemberantasan korupsi dan mewujudkan good governance yang harus ditempuh oleh masingmasing negara anggota ASEAN dengan mencontoh strategi terbaik yang dilakukan oleh negara tetangga, seperti Singapore. Di pihak lain, ASEAN sebagai organisasi kerjasama di kawasan ASEAN harus mampu menjadi jembatan untuk terciptanya kawasan ASEAN terbebas dari korupsi. Upaya mewujudkan dua pilar APSC 2015, yaitu promote good governance dan Preventing and Combating corruption harus segera dilakukan melalui tindakan konkrit. APSC Blueprint diharapkan dapat menjadi pillars pemberantasan korupsi dan promote good governance untuk terwujudnya ASEAN Community 2015.
Daftar Pustaka Baylist, John., James Wirtz, Colin S. Gray, and Eliot Cohen (ed). Strategy in Contemporary World: An Introduction to Strategic Studies, Oxford University Press. New York, USA. Collins. Alan,.2007. Contemporary Security Studies. Oxford University Press. New York. USA.
S.384, December 12, 2013
Center for Population and Policy Studies Gadjah Mada University ∴ Please do not quote or cite without permission from the authors
Corruption Eradication Commission of Republic Indonesia (http://www.kpk.go.id) Gould, David J. And Amaro-Reyes, Jose A., 1983. The Effects of Corruption on Administrative Performance: Illustration from Developing Countries. World Bank Staff Working Paper (Number 580). Management and Development Series Number 7. The World bank. Washington D.C. Hoadley. Stephen. And Ruland, Jurgen., 2006. Asian Security Reassessed. Institute of Southeast Asian Studies. Singapore Kronggkaew. Medhi,.2009. Cooperation and Competition among Anti-Corruptin Authorities in Thailand. Paper presented at the Conference on Evidence-Based Anti-Corruption Policy, orgised by the National Anti-Corruption Commission of Thailand, and World Bank, in Bangkok, 5-6 June 2009 National Anti-Corruption Commission (NACC) (http://www.nacc.go.th/ewt_news.php?nid=938) http://www.world-governance.org Http://web.worldbank.org www.transparency.org/research/cpi/ UNCAC: 2004, www.unodc.org
www.asean.org/.../asean-political-security-community/
S.384, December 12, 2013