IMPLEMENTASI KESESUAIAN PERATURAN UNDERLYING DALAM TRANSAKSI VALAS PADA BANK SYARIAH (Studi Pada Bank Muamalat Indonesia) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi PersyaratanMemperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh: LISTIANINGSIH NIM: 1110046100125
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015
ABSTRAK
Listianingsih, 1110046100125, “Implementasi Underlying Dalam Pembelian Valas Pada Bank Syariah (Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia)”, Program Strata I (S1), Program Studi Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui implementasi underlying pada transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia. Underlying ini merupakan kegiatan yang mendasari pembelian valuta asing terhadap rupiah. Karena saat ini sangat banyak sekali yang melakukan transaksi valuta asing hanya untuk berspekulasi dan mendapatkan keuntungan dari transaksi valuta asing tersebut. Oleh karena itu, saat ini Bank Indonesia mengeluarkan peraturan baru mengenai underlying agar tidak terjadi spekulasi dalam transaksi valuta asing dan untuk mengetahui tujuan secara jelas dari transaksi valuta asing tersebut. Pengumpulan data melalui data primer yaitu dengan melakukan penelitian lapangan (wawancara) dengan staff di Bank Muamalat Indonesia dan dengan data sekunder yaitu dengan mendapatkan data yang diperoleh dari dari lembaga atau institusi tertentu. Dalam penelitian ini, penulis mendapatkan data dari skripsi dan media massa ( jurnal dan internet), serta buku-buku yang membahas masalah terkait. Hasil penelitian menunjukan bahwa Bank Muamalat Indonesia mematuhi semua ketentuan-ketentuan yang telah diterapkan oleh Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) terkait dengan regulasi mengenai underlying pada transaksi valas ini. Implementasinya mengacu pada ketentuan bank sentral dan DSN-MUI.
Kata kunci: Underlying, Valuta Asing, Bank Muamalat Indonesia.
Pembimbing
: Arif Fauzan, S.E, MM.
Daftar Pustaka : 2000-2015
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah yang tiada terkira sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia (khususnya umat muslim) di dunia beserta para sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa dukungan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak khususnya: 1. Bapak Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H dan Bapak Abdurrauf, MA, selaku Ketua Prodi Muamalat dan Sekretaris Prodi Muamalat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Dr. H. Abdul Malik, MM, selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis.
ii
4. Bapak Arif Fauzan, S.E, MM, selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan ilmunya dengan penuh kesabaran sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik. Terima kasih ya pak. 5. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Bapak Djaka Badranaya, S.Ag, ME, selaku Dosen Penguji Proposal Skripsi yang telah memberikan arahan serta masukan untuk penulis. 6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmunya selama penulis duduk di bangku kuliah sampai penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum. 7. Segenap staf akademik dan staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Terima kasih kepada Bapak Amiril Zulhaj, selaku Treasury Divison di Bank Muamalat Indonesia yang telah meluangkan waktu dan membantu memberikan data-data yang penulis butuhkan. 9. Kedua orang tua tercinta dan tersayang, ayahanda Yakub dan ibunda Sapinah yang telah memberikan dukungan yang sangat luar biasa baik moril maupun materil, serta doa yang selalu mengiringi penulis dalam hal apapun. Terima kasih telah menjadi orang tua terbaik untuk penulis selama ini. Ini hadiah untuk kalian bu, pak. Miss and love you so muchy both. iii
10. Kakak-kakakku tersayang, Dewi Agustina, Edi Irawan, Rizky Aulia, Bang Kiki, terima kasih atas doa dan dukungan kepada penulis dan mohon maaf kalau selama ini sudah jadi adik yang manja. Serta keponakan-keponakan tersayang Uti, Intan, Azhar, Zulfan dan Sakha, terima kasih selalu memberikan keceriaan saat penulis sedih dan lelah, tapi setelah lihat kalian penulis kembali ceria. Makasi ya adik-adikku yang lucu-lucu tapi kadang nyebelin. 11. Terima kasih untuk sahabat-sahabat terbaik Sahila Citra Finaya dan Dennis Krisna Yudha yang telah memberikan dukungan, mendengarkan segala keluh kesah, nemenin jalan-jalan dan selalu mengerti saat penulis butuh apapun. Kalian berdua orang bawel yang memotivasi penulis agar cepat lulus dan akhirnya aku lulus dear. Miss you so much gaes. 12. Sahabat-sahabat terbaikku, Khairun Nisa, Linda Rosyidah, Yana Zuhrina dan Nia Imaniah, terima kasih atas kebersamaan, keceriaan, semangat dan doa dari kalian, terima kasih sudah menemani selama kuliah 4 tahun, KKN bareng, duduk bareng, jadi tempat bermanja penulis juga. Thank you dear. 13. Teman-teman seperjuangan, Perbankan Syariah C 2010, terima kasih atas dukungan dan kebersamaan semasa perkuliahan selama 4 tahun, semoga tali persaudaraan kita tetap terjaga sampai akhir masa. 14. Dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses menyelesaikan skripsi ini, yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
iv
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ABSTRAK................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................. ii DAFTAR ISI ............................................................................................... v BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 B. Identifikasi Masalah .................................................................... 3 C. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................... 4 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 4 E. Sistematika Penulisan .................................................................. 5 BAB II. LANDASAN TEORI A. Underlying .................................................................................. 7 1. Pengertian Underlying ........................................................... 7 2. Kedudukan Underlying Dalam Regulasi Perbankan ............... 7 3. Kedudukan Underlying Dalam Transaksi Syariah .................. 9
v
B. Valuta Asing 1. Pengertian Valuta Asing ........................................................ 10 2. Transaksi Valuta Asing .......................................................... 11 2.1.Jenis Transaksi Valuta Asing ........................................... 11 2.2.Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing Dalam Islam .............. 20 2.3.Mekanisme Valuta Asing Dalam Transaksi Syariah ......... 21 3. Para Pelaku Pasar Valuta Asing ............................................. 23 4. Risiko Transaksi Valuta Asing ............................................... 24 C. Bank Syariah 1. Pengertian Bank Syariah ........................................................ 29 2. Pengertian Bank Devisa ......................................................... 30 3. Karakteristik Bank Devisa ..................................................... 31 4. Transaksi Valuta Asing Pada Bank Syariah............................ 32 D. Review Studi Terdahulu .............................................................. 33
BAB III. METODE PENELITIAN DAN GAMBARAN UMUM BANK MUAMALAT INDONESIA A. Metode Penelitian ........................................................................ 36 B. Sejarah Berdiri Bank Muamalat Indonesia ................................... 37 C. Visi dan Misi Bank Muamalat Indonesia ..................................... 40 D. Bank Muamalat Indonesia Sebagai Bank Devisa ......................... 41 E. Layanan Internasional Banking Bank Muamalat Indonesia .......... 42
vi
BAB IV. ANALISI HASIL PENELITIAN A. Implementasi Underlying di Bank Muamalat Indonesia ............... 44 B. Mekanisme dan Praktik Transaksi Valuta Asing di Bank Muamalat Indonesia ..................................................................................... 46 C. Analisis Praktik Valuta Asing di Bank Muamalat Indonesia ........ 57 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. 60 B. Saran .......................................................................................... 61 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 62 LAMPIRAN-LAMPIRAN .......................................................................... 65
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan sebuah lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary) yang menjadi perantara antara unit defisit dan unit surplus dalam suatu sistem keuangan. Selain itu bank juga memberikan berbagai layanan jasa perbankan kepada nasabah. Salah satu jasa layanan yang diberikan adalah jasa yang terkait dengan transaksi valuta asing atau foreign exchange (forex). Hal ini terkait dengan peran bank dalam transaksi perdagangan nasabahnya. Perbankan syariah, sebagai salah satu bank yang juga memberikan jasa layanan sebagaimana tersebut diatas, harus menyusun pedoman kerja operasional bagi dirinya agar mempunyai akses yang luas ke pasar valuta asing tanpa harus terlibat pada mekanisme perdagangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. 1 Peran perbankan dalam hal transaksi valuta asing cukuplah besar dan hal ini disadari oleh Bank Indonesia selaku pemangku kebijakan moneter di Indonesia.Mengingat transaksi dan penyediaan valuta asing melalui bank bisa meningkatkan risiko terhadap pengelolaan devisa maka Bank Indonesia perlu melakukan pengaturan dan pengawasan yang efektif terhadap valas. Akan tetapi pengaturan yang tetap berlandaskan pada sistem devisa bebas yang berlaku
1
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah : Dari Teori ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani, 2001), h.196
1
2
selama ini, dimana setiap penduduk bebas memiliki dan menggunakan devisa, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. Ketentuan ini bukan merupakan kebijakan kontrol devisa atau kontrol kapital yang membatasi arus modal lintas negara, melainkan hanya mengatur tata cara perolehan devisa melalui bank dengan memenuhi persyaratan tertentu, tanpa membatasi kebebasan pelaku ekonommi atas penggunaan devisa yang dimiliki. Sebagai lembaga yang memiliki tugas utama mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah, Bank Indonesia merumuskan berbagai kebijakan yang ditujukan bagi pencapaian tujuan dari tugas utama tersebut termasuk upaya untuk mendorong pendalaman pasar keuangan khususnya pasar valuta asing domestik. Pendalaman pasar valuta asing domestik merupakan suatu langkah yang perlu dilakukan melalui pemberian panduan transaksi yang lebih jelas dan fleksibilitas bagi pelaku ekonomi dalam melakukan transaksi valuta asing untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional. Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan terkait dengan transaksi valuta asing terhadap rupiah antara bank dengan pihak domestik, melalui pengaturan yang komprehensif untuk meminimalkan transaksi valuta asing terhadap rupiah yang bersifat spekulatif dan dengan tetap mendukung kelancaran aktivitas di sektor riil. Atas dasar inilah maka Bank Indonesia menerapkan ketentuan melalui Peraturan Bank Indonesia No. 10/28/PBI/2008 tentang Pembelian Valuta Asing
3
Terhadap
Rupiah
Kepada
Bank
dan
Peraturan
Bank
Indonesia
No.
16/17/PBI/2014 tentang Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank Dengan Pihak Asing. Dalam Peraturan Bank Indonesia ini menyatakan bahwa pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing hanya dapat dilakukan dengan underlying. Ketentuan ini dibuat untuk meminimalisir transaksi valuta asing terhadap rupiah yang bersifat spekulatif. Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan kajian lebih dalam mengenai praktik underlying pada transaksi valas di Bank Muamalat
Indonesia dengan
judul “IMPLEMENTASI
KESESUAIAN PERATURAN UNDERLYING DALAM TRANSAKSI VALAS PADA BANK SYARIAH (Studi Pada Bank Muamalat Indonesia)”.
B. Identifikasi Masalah Permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana praktik transaksi valas menurut konsep Islam? 2. Bagaimana dasar hukum transaksi valas dalam Islam? 3. Jenis-jenis transaksi valas apa saja yang diperbolehkan dalam transaksi menurut hukum Islam? 4. Bagaimana aplikasi transaksi valas dalam perbankan syariah?
4
C. Batasan dan Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka penulis merasa perlu untuk membatasi permasalahan yang ingin diangkat, mengingat luasnya cakupan yang akan diteliti serta keterbatasan yang dimiliki. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah praktik valas yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia. Berdasarkan batasan tersebut,penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana implementasi dan mekanisme penggunaan underlying dalam transaksi valas yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia? 2. Apakah praktik pembelian valas di Bank Muamalat Indonesia sudah sesuai dengan PBI 16/17/PBI/2014 dan fatwa DSN-MUI No.28/DSN-MUI/III/2002?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana praktik underlying untuk transaksi valas pada Bank Muamalat Indonesia, dan juga untuk mengetahui kesesuaian praktik pembelian valuta asing di Bank Muamalat Indonesia dengan peraturan yang telah ada. 2. Manfaat Penelitian A. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan menjadi tambahan ilmu pengetahuan mengenai praktik underlying pada transaksi valas di Bank Muamalat Indonesia khususnya serta bank syariah umumnya.
5
B. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memperluas khazanah keilmuan baik bagi penulis maupun masyarakat khususnya tentang praktik underlying dalam transaksi valaspada Bank Muamalat Indonesia, dan juga merupakan sumber referensi dan saluran pemikiran bagi kalangan akademisi dan praktisi di dalam menunjang penelitian selanjutnya yang akan bermanfaat sebagai bahan perbandingan bagi penelitian yang lain.
E. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan latar belakang, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas underlying yang terdiri dari: pengertian underlying, kedudukan underlying dalam regulasi perbankan dan kedudukan underlying dalam transaksi syariah, valuta asing yang terdiri dari: pengertian valuta asing, transaksi valuta asing yang terdiri dari: jenis-jenis transaksi valuta asing, jenis-jenis transaksi valuta asing dalam Islam, mekanisme valuta asing dalam transaksi syariah, para pelaku pasar valuta asing, risiko transaksi valuta asing, Bank Syariah yang terdiri dari: pengertian Bank Syariah, pengertian Bank Devisa,
6
karakteristik Bank Devisa, transaksi valuta asing pada Bank Syariah, dan review studi terdahulu. BAB III : METODE PENELITIAN DAN GAMBARAN UMUM BANK MUAMALAT INDONESIA Pada bab ini membahas mengenai metode penelitian, sejarah berdiri Bank Muamalat Indonesia, visi dan misi Bank Muamalat Indonesia, Bank Muamalat Indonesia sebagai Bank Devisa dan layanan international banking Bank Muamalat Indonesia. BAB IV : ANALISIS HASIL PENELITIAN Pada bab ini dibahas mengenai implementasi underlying di Bank Muamalat Indonesia, mekanisme dan praktik transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia dan analisis praktik valuta asing di Bank Muamalat Indonesia. BAB V : PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran.
7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Underlying 1. Pengertian Underlying Underlying dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai sesuatu yang menjadi dasar dari suatu transaksi atau dokumen atau surat berharga. 2 Secara etimologi, underlying merupakan sekuritas atau komoditas yang diserahkan atau yang sedang diperdagangkan pada saat memperdagangkan kontrak berjangka atau opsi. Dalam transaksi valuta asing, pengertian underlying transaksi menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/ 28/ PBI/ 2008 adalah kegiatan yang mendasari pembelian valuta asing terhadap rupiah. Pengertian lain mengenai underlying transaksi menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/ 17/ PBI/ 2014 adalah kegiatan yang mendasari pembelian atau penjualan valuta asing terhadap rupiah. 2.
Kedudukan Underlying Dalam Regulasi Perbankan Dalam kegiatan transaksi valuta asing sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/ 28/ PBI/ 2008 Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank di
2
Artikel diakses pada http://ilmuperbankan.blogspot.com/
tanggal
7
15
November
2014
dari
8
atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing hanya dapat dilakukan dengan underlying. Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Bank Indonesia No. 10/ 28/ PBI/ 2008 maka perlu ditetapkan peraturan pelaksanaan pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank. Terkait hal tersebut, Bank Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 10/ 42/ DPD Tahun 2008 perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank. Surat Edaran ini selanjutnya mengalami perubahan pada Tahun 2013 melalui penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 15/33/DPM bahwa Bank Indonesia menetapkan aturan tentang kedudukan underlying dalam transaksi valuta asing oleh Bank Umum, termasuk Bank Umum berbasis syariah, hingga yang terakhir pada Tahun 2014 Bank Indonesia mengerluarkan
ketentuan
16/17/PBI/2014. Dalam
melalui
Peraturan
Bank
Peraturan Bank Indonesia
Indonesia
No.
yang terakhir, Bank
Indonesia menetapkan aturan tentang transaksi valuta asing terhadap rupiah antara Bank dengan Pihak Asing. Dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 15/33/DPM ketentuan angka 4 disebutkan bahwa pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang tidak bersifat spekulatif, dengan underlying tertentu. Dan dalam PBI No. 16/17/PBI/2014 Pasal 6 ayat (1)
9
disebutkan bahwa kewajiban memiliki Underlying Transaksi untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bank melalui Transaksi Spot di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) per bulan per Pihak Asing. 3.
Kedudukan Underlying Dalam Transaksi Syariah Secara umum, agar suatu transaksi dapat dikatakan halal atau sesuai syariah, maka transaksi tersebut harus terbebas dari unsur-unsur maisir, gharar dan riba. 3Maisir atau perjudian adalah suatu transaksi yang dilakukan kedua belah pihak untuk pemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan suatu tindakan atau kejadian tertentu. Prinsipnya adalah zero sum game atau ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan. Gharar adalah sesuatu yang tidak diketahui apakah terjadi atau tidak terjadi. Sedangkan riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli atau tukar menukar maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip Islam. Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua yaitu riba jual beli yang terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi’ah. Riba qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan atas pokok
3
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), h. 197.
10
pinjaman yang disyaratkan terhadap yang berhutang. Riba jahiliyyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Riba fadhl adalah pertukaran antara barang ribawi sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda. Riba nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya.4 Salah satu upaya untuk menghindari terpenuhinya unsur yang diharamkan dalam hukum Islam tersebut, maka setiap transaksi yang dilakukan harus memiliki underlying.5 Pentingnya keberadaan underlying dimaksudkan agar transaksi tersebut terbebas dari unsur spekulasi yang diharamkan agama Islam.
B. Valuta Asing 1. Pengertian Valuta Asing Valuta Asing adalah mata uang yang bukan alat pembayaran yang sah disebuah negara, tetapi merupakan alat pembayaran yang sah pada negara dimana mata uang tersebut berasal. 6 Dalam Islam transaksi valas disebut juga dengan as-sharf. Arti harfiah dari sharf adalah penambahan, penukaran, penghindaran, pemalingan, atau transaksi jual beli. Sedangkan menurut istilah 4
Ibid,. h. 37-41.
5
Kementrian Keuangan RI, Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal Sekuritas Syariah (Efek Beragun Aset Syariah) (Jakarta, 2010). 6
Eti Rohaety, Ratih Tresnati, Kamus Istilah Ekonomi (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2005), h.124.
11
as-sharf adalah jual beli uang dengan uang, baik yang sejenis atau berbeda jenis, maksudnya adalah jual beli emas dengan emas, atau perak dengan perak, atau emas dengan perak, baik fungsinya sebagai perhiasan (masughan) maupun sebagai uang atau alat tukar. Atas dasar pengertian di atas sharf merupakan akad jual beli mata uang baik dengan sesama mata uang yang sejenis (misalnya rupiah dengan rupiah) maupun yang tidak sejenis (misalnya rupiah dengan dollar atau sebaliknya).7 Adapun menurut Tim Pengembangan Institut Bankir Indonesia, sharf adalah jasa yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya untuk melakukan transaksi valuta asing menurut prinsip-prinsip sharf yang dibenarkan secara syariah. 8 2. Transaksi Valuta Asing 2.1. Jenis Transaksi Valuta Asing Dalam praktiknya, ada berbagai macam bentuk jual beli mata uang terutama jual beli valuta asing. Jenis-jenis transaksi valuta asing tersebut adalah sebagai berikut: a. Transaksi spot Transaksi spot adalah pertukaran untuk dua hari kerja kedepan, yang dikenal dengan spot date. Dua hari menjadi landasan
7
8
Lathif Azharuddin, Fiqh Muammalat, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), h.116.
Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut Bankir Indonesia, Bank Syari’ah: Konsep Produk dan Implementasi Operasional, (Jakarta: Djambatan, 2001), h.237.
12
pelaksanaan karena pada saat itu intruksi settlement antara dua bank masih tergantung pada telex/ telegraph dan bank membutuhkan waktu dua hari untuk menerbitkan dan bertindak atas dasar telex tersebut. Meskipun saat ini settlement-nya dilakukan secara elektronik, namun penyelesaian dua hari kerja masih digunakan. Pasar transaksi spot merupakan pasar yang paling likuid di dunia. Transaksi spot mengandung risiko nilai tukar.9 Penyerahan dana dalam transaksi spot pada dasarnya dapat dilakukan dalam beberapa cara berikut ini:10 a. Value today, yaitu penyerahan dana (value date) sama dengan tanggal transaksi (deal date). b. Value tomorrow, yaitu penyerahan dana dilakukan pada hari kerja berikutnya atau satu hari kerja setelah tanggal transaksi. c. Value spot, yaitu penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal transaksi. Adapun mekanisme transaksi spot adalah sebagai berikut:11 1. Menyerahkan Dollar
Bank di USA
2.Menyerahkan Rupiah
Bank di Indonesia
9
Risk Management Center Indonesia, Program Pelatihan Sertifikasi Manajemen Risiko Level-1, (Jakarta: Risk Management Center Indonesia, 2005). 10
Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2004), h.39. 11
Huda Nurul, Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 96.
13
Keterangan: 1. Bank di USA menukarkan dollar kepada Bank di Indonesia. 2. Bank di Indonesia menyerahkan rupiah pada Bank di USA. Contoh transaksi spot adalah sebagai berikut: 1. Bila kontrak ditutup pada tanggal 18 Desember 1991 maka penyerahan dana dilakukan pada tanggal 20 Desember 1991. Bila dua hari setelah tanggal kontrak jatuh pada hari libur, maka tanggal penyerahan diundurkan sampai hari pertama kerja setelah hari libur tersebut. Misalnya kontrak tanggal 7 Maret 1991 (Kamis), tanggal penyerahan adalah 11 Maret 1991 (Selasa), karena tanggal 9 Maret 1991 adalah hari sabtu dimana pasar valuta tidak beroperasi, dan tanggal 10 Maret 1991 merupakan hari minggu. 12 b. Transaksi forward Transaksi forward merupakan transaksi valas dengan tanggal yang disetujui lebih dari spot date (dua hari kerja). Jatuh waktu forward di pasar umumnya sampai dengan satu tahun, meskipun ada beberapa bank memberikan jangka waktu yang lebih panjang. Transaksi forward menimbulkan risiko nilai tukar dan risiko suku bunga, karena forward exchange rate ditentukan oleh tingkat suku 12
Nadya, Amla Eva, “Peluang dan Tantangan Pengembangan Produk Valas di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009), h. 26.
14
bunga dari dua mata uang dan nilai spot masing-masing mata uang. Contoh transaksi forward adalah sebagai berikut: Suatu perusahaan USA membutuhkan dana guna membayar pengapalan suatu produk Jepang yang akan jatuh tempo pada tiga bulan mendatang kepada supplier di Jepang dengan membayar sebesar JPY 100 juta. Untuk memastikan harga pengapalan barang dalam US Dollar, bank setuju membeli JPY 100 juta dengan forward rate tiga bulan sebesar JPY 100/ USD. Harga barang yang dikapalkan tersebut menjadi sebesar USD 1 juta. Tiga bulan mendatang perusahaan akan membayar sebesar USD 1 juta dan menerima dari bank sebesar JPY 100 juta untuk dibayar kepada supplier. 13 c. Transaksi swap Transaksi swap berbeda dengan transaksi spot atau forward. Dalam mekanisme swap, terjadi dua transaksi sekaligus dalam waktu yang bersamaan yaitu menjual dan membeli atau membeli dan menjual suatu mata uang yang sama. Sementara pada spot dan forward, transaksi terjadi hanya sekali saja yaitu membeli dan
13
Risk Management Center Indonesia, Program Pelatihan Sertifikasi Manajemen Risiko Level-1, (Jakarta: Risk Management Center Indonesia, 2005).
15
menjual. Penggunaan transaksi swap sebenarnya dimaksudkan untuk menjaga kemungkinan timbulnya kerugian yang disebabkan oleh perubahan kurs suatu mata uang. Swap dapat dilakukan antara nasabah dengan banknya dan antara bank dengan Bank Indonesia (disebut reswap). Pemberian fasilitas reswap tersebut dilakukan atas dasar swap point yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Transaksi swap antara bank dengan BI: a. Swap likuiditas, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif BI untuk dana yang berasal dari pinjaman luar negeri. Posisi likuiditas ini untuk setiap bank maksimum 20% dari modal bank tersebut. b. Swap investasi, yaitu swap yang dilakukan atas inisiatif bank berdasarkan swap bank dengan nasabah yang dananya berasal dari pinjaman luar negeri untuk keperluan investasi di Indonesia. 14 Transaksi swap merupakan suatu kombinasi antara transaksi spot dengan transaksi forward. Transaksi swap memiliki risiko suku bunga. Contoh transaksi swap adalah sebagai berikut:
14
Diyya, artikel diakses pada tanggal 06 Maret 2015 dari https://diyya.wordpress.com.
16
Bank A membeli US Dollar dan menjual JPY untuk 90 hari kedepan dengan harga 99.50 yen per US Dollar. Atau alternatifnya membeli dollar dengan spot rate dengan rate JPY 100,00/USD. Bila bank A membeli USD 10 juta dan menjual JPY 1,000 juta untuk penyerahan spot date dan memegang posisi mata uang selama 90 hari, maka bank meminjam sebesar JPY 1,000 juta dan meminjamkan USD 10 juta untuk 90 hari. Apabila suku bunga USD sebesar 3% dan untuk yen sebesar 1%, maka arus kasnya sebagai berikut: JPY 2,500,000 bayar USD 75,000
terima
(1,000,000,000 x .01 x 90/360) (10,000,000 x .03 x 90/360)
Setelah 90 hari, maka posisi bank menjadi: Long USD 10,075,000 dan Short JPY 1,002,500,000 Dengan membagi posisi yen dengan posisi USD, maka exchange rate yang efektif adalah sebesar JPY 99.50/USD.15 d. Transaksi option Transaksi option adalah kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka
15
Risk Management Center Indonesia, Program Pelatihan Sertifikasi Manajemen Risiko Level-1, (Jakarta: Risk Management Center Indonesia, 2005).
17
waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, kerena mengandung unsur maisir (spekulasi).16 Option juga merupakan suatu kontrak yang memberikan hak kepada pembeli untuk melaksanakan kontrak pada harga yang disepakati. Artinya transaksi akan dilaksanakan apabila tingkat rate/ harga memberi keuntungan bagi pembeli. Penjual memiliki risiko yang tak terbatas dan sebagai kompensasi akan menerima premi. Kontrak option memiliki risiko baru dan di atas risiko yang melekat pada instrumen yang mendasarinya. Option dapat dibuat berdasarkan instrumen “cash” atau instrumen derivative lainnya dan option atas kontrak option.17 Dalam pasar valuta asing transaksi option valuta asing dapat diartikan sebagai satu instrumen keuangan yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli atau menjual satu mata uang tertentu dalam jumlah tertentu pada satu waktu tertentu di masa yang akan datang dan atau sebelumnya dengan kurs yang sudah ditentukan sebelumnya (biasanya sudah ditentukan saat transaksi dilakukan).
16
17
Lathif Azharuddin, Fiqh Muammalat, (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), h. 118.
Risk Management Center Indonesia, Program Pelatihan Sertifikasi Manajemen Risiko Level-1, (Jakarta: Risk Management Center Indonesia, 2005).
18
Option memberi pemegang hak bukan kewajiban untuk membeli atau menjual sesuatu. Berbeda dengan jenis transaksi jual beli yang sudah dikenal selama ini yang mengikat masing-masing pihak dengan satu kewajiban untuk membayar atau memberikan satu barang tertentu yang diperjualbelikan maka option memberi pemegang hak bukan kewajiban untuk menjual atau membeli satu barang yang diperjanjikan. Pemegang option tidak bisa dipaksa untuk membeli atau menjual satu barang yang diperjanjikan. Hak untuk membeli atau menjual satu barang tersebut hanya bisa dilaksanakan pada satu waktu tertentu di masa yang akan datang atau sebelumnya. Hal ini tergantung dari jenis option yang dipegang ada option yang mengatur bahwa hak untuk membeli atau menjual satu barang bisa dilaksanakan pada satu waktu tertentu di masa yang akan datang tidak dapat dilaksanakan sebelum waktu yang ditentukan tersebut, ada pula jenis option yang hak untuk membeli atau menjualnya dapat dilaksanakan sebelumnya. Apabila pemegang option melaksanakan haknya untuk membeli atau menjual satu barang tertentu maka harga barang dibeli atau dijual tersebut sudah ditentukan sebelumnya (biasanya ditentukan pada saat transaksi option dilakukan) tidak peduli berapa harga pasar barang tersebut saat pelaksanaan hak.
19
Jadi harga yang dipakai saat pelaksaan hak sudah ditentukan sebelumnya dan bukan harga pasar barang tersebut saat itu. Contoh transaksi option adalah sebagai berikut: 1. Bank “A” mengeluarkan option yang memberikan pemegangnya hak untuk membeli USD/IDR sebesar USD 1.000.000,dengan kurs 10.000,- pada satu tahun yang akan datang. Dengan memegang option yang dikeluarkan oleh Bank “A” tersebut maka satu tahun yang akan datang orang yang memegang option tersebut berhak (bukan keharusan) membeli USD 1.000.000,- ke Bank “A” dengan harga atau kurs 10.000,tidak perduli harga atau kurs USD/IDR yang berlaku di pasar saat itu. 2. Bank
“B”
mengeluarkan
option
yang
memberikan
pemegangnya hak untuk menjual USD/IDR sebesar USD 1.000.000,- dengan kurs 10.000,- pada satu tahun yang akan datang. Dengan memegang option yang dikeluarkan oleh Bank “B” tersebut maka satu tahun yang akan datang orang yang memegang option tersebut berhak (bukan keharusan) menjual USD 1.000.000,- ke Bank “B” dengan harga atau kurs 10.000,tidak peduli harga atau kurs USD/IDR yang berlaku di pasar saat itu.18
18
Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2004), h. 186-187.
20
2.2 Jenis-jenis Transaksi Valuta Asing Dalam Islam Jenis transaksi valuta asing yang diperbolehkan dalam Islam hanya dua macam, yaitu transaksi spot dan forward agreement. Adapun penjelasannya yaitu sebagai berikut: a. Transaksi Spot Transaksi spot adalah transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau paling lambat penyelesaiannya dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan
waktu
dua
hari
dianggap
sebagai
proses
penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional. 19 b. Transaksi Forward Agreement Transaksi forward agreement merupakan transaksi yang pada dasarnya sama dengan transaksi forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam sampai dengan satu tahun. Pada dasarnya hukum transaksi forward ini dihaharamkan dalam Islam, akan tetapi pada
transaksi forward
agreement
ini
terdapat
pengecualian khusus yaitu dengan dibolehkannya transaksi ini 19
Lathif Azharuddin, Fiqh Muammalat (Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005), h.116-117.
21
dengan syarat ada kebutuhan yang memang benar-benar tidak dapat dihindari (lil hajah). Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) membolehkan transaksi spot, karena transaksi tersebut dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional. Sedangkan untuk transaksi forward agreement dibolehkan karena untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah). Ketentuan ini terdapat dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 28/DSN-MUI/III/2002. 2.3. Mekanisme Valuta Asing Dalam Transaksi Syariah Dalam pelaksanaan transaksi valuta asing haruslah memperhatikan beberapa batasan sebagai berikut: a. Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), artinya masing-masing pihak harus menerima atau menyerahkan masingmasing mata uang pada saat yang bersamaan. b. Motif pertukaran bukan untuk spekulasi. c. Harus dihindari jual beli bersyarat. Misalnya A setuju membeli barang dari B hari ini dengan syarat B harus membelinya kembali pada tanggal tertentu di masa mendatang. d. Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak-pihak yang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
22
e. Kadar dan ukurannya harus sama, misalnya pertukaran emas dengan emas atau perak dengan perak maka kadar dan ukurannya harus sama dan harus dilakukan secara tunai. f. Jika transaksi dengan mata uang sejenis, maka nilainya harus sama dan tunai. g. Jika transaksi pertukaran mata uang
berbeda jenis, maka
dilakukan dengan kurs yang berlaku pada saat itu dan harus dilakukan secara tunai.20 Adapun Skema transaksi jual beli valuta asing dalan Islam atau as-sharf adalah sebagai berikut :21 2a. Valuta Sharf Penjual Ba’i
Akad sharf
Pembeli Musytari
2b. Nilai tukar
Keterangan: 1. Akad Sharf: penjual dan pembeli harus melakukan akad atau ijab kabul yang disepakati oleh keduabelah pihak yang sesuai dengan aturan-aturan yang telah ada dan sesuai syariah. 20
Ikatan Bankir Indonesia, Memahami Bisnis Bank Syariah, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2014), h. 264. 21 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 109.
23
2. a.Valuta: valuta ini merupakan objek jual beli, yaitu uang sebagai komoditas yang dijadikan transaksi. b. Nilai tukar: adanya harga, yaitu nilai kurs masing-masing valuta asing terhadap valuta lainnya. 3. Para Pelaku Pasar Valuta Asing Dalam pasar valas tersebut terdapat beberapa pelaku pasar yang bertransaksi dengan beragam kepentingan. Adapun siapa saja yang melakukan transaksi jual-beli valuta asing di pasar atau peserta pasar bisa dibedakan sebagai berikut:22 1. Perusahaan Perusahaan melakukan ekspor atau impor barang dan jasa dengan negara lain membutuhkan transaksi jual beli valas untuk memenuhi/ antisipasi kewajiban yang dimilikinya. 2. Masyarakat/ perorangan Masyarakat atau perorangan dapat melakukan transaksi valas untuk spekulasi dan memenuhi kebutuhannya. 3. Bank Umum Bank Umum melakukan transaksi jual-beli valas untuk berbagai keperluan antara lain melayani nasabah (perusahaan) yang ingin bertransaksi jual-beli valas, berusaha memperoleh keuntungan dari
22
Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2004), h.4-5.
24
perubahan harga valas di pasar (akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya), memenuhi kewajiban valas yang dimilikinya. 4. Broker Broker adalah orang atau perusahaan yang tugasnya adalah menjadi perantara terjadinya transaksi valas. Mereka biasanya berusaha membantu pembeli mencari penjual dan sebaliknya. 5. Pemerintah Pemerintah melakukan transaksi valas untuk berbagai tujuan antara lain membayar cicilan utang luar negeri, penerimaan utang luar negeri baru yang harus ditukar ke valuta sendiri dll. 6. Bank Sentral Di banyak negara Bank Sentral tidak berada di bawah kendali pemerintah, dia merupakan lembaga independen yang bertugas menstabilkan
perekonomian.
Salah
satu
instrument
dalam
penstabilan perekonomian adalah dengan transaksi valuta asing. 4. Risiko Transaksi Valuta Asing Dalam setiap transaksi yang ada pasti memiliki risiko, begitupun dalam transaksi valuta asing. Risiko transaksi valuta asing (foreign exchange risk) adalah suatu konsekuensi sehubungan dengan pergerakan atau fluktuasi nilai tukar terhadap rugi laba bank. Meskipun aktivitas treasury syariah tidak terpengaruh risiko kurs secara langsung karena adanya syarat tidak boleh melakukan transaksi
25
yang bersifat spekulasi, tetapi bank syariah tidak akan dapat terlepas dari adanya posisi dalam valuta asing. 23 Menurut pengertian lain risiko nilai tukar (foreign exchange risk) adalah potensi kerugian karena pergerakan nilai tukar. Risiko ini melekat pada seluruh produk dan posisi yang dinilai dalam valuta yang berbeda dengan valuta laporan bank.24 Risiko kurs ini akan meningkat bila jumlah posisi yang diambil besar, baik posisi long maupun posisi short, dan fluktuasi pasar tinggi. Oleh karena itu, bank syariah perlu menetapkan:25 1. Exposure limit (pembatasan eksposur/ risiko efek buruk pada laporan keuangan perusahaan yang mungkin timbul dari perubahan dalam nilai tukar). 2. Transaction limit (pembatasan transaksi). 3.
Currency limit (pembatasan mata uang).
4.
Turnover limit (pembatasan volume transaksi).
5.
Cut loss limit (pembatasan kerugian).
6. Intraday limit. 7. Counterparty limit. 23
Karim Adiwarman, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 273-274. 24
Risk Management Center Indonesia, Program Pelatihan Sertifikasi Manajemen Risiko Level-1, (Jakarta: Risk Management Center Indonesia, 2005). 25
Karim Adiwarman, “Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 274.
26
Posisi long (long position) adalah apabila total tagihan dan asset terhadap satu mata uang tertentu lebih besar dari total kewajiban pada mata uang tersebut. Adapun contoh dari posisi long (long position) adalah sebagai berikut: 1. PT. “Charisma” melakukan transaksi beli USD/IDR untuk USD 1.000.000,- di kurs 8.000,-. Diasumsikan tidak ada transaksi lain yang dilakukan oleh PT. “Charisma”. Dengan dilakukannya transaksi di atas maka timbul tagihan PT. “Charisma” kepada lawwan transaksinya dalam mata uang USD sebesar USD 1.000.000,-. Dengan melakukan transaksi di atas berarti PT. “Charisma” sekarang
mempunyai
posisi.
Karena
PT.
“Charisma”
mempunyai tagihan dalam mata uang USD 1.000.000,- maka dapat dikatakan bahwa PT. “Charisma”
mempunyai posisi
long USD sebesar USD 1.000.000,-. 2. PT. “Titan Internasional” melakukan dua transaksi valuta asing yaitu: a. Transaksi beli USD/IDR sebesar USD 1.500.000,b. Transaksi jual USD/IDR sebesar USD 750.000,Dari kedua transaksi tersebut dapat dilihat bahwa dari transaksi pertama PT. “Titan Internasional” mempunyai tagihan kepada lawan transaksinya sebesar USD 1.500.000,- dan dari transaksi
27
kedua PT. “Titan Internasional” mempunyai kewajiban dalam mata uang USD sebesar USD 750.000,-. Secara total dari kedua transaksi yang dilakukan oleh PT. “Titan
Internasional”
maka
PT.
“Titan
Internasional”
mempunyai tagihan kepada lawan transaksinya sebesar: USD 1.500.000 – USD 750.000 = USD 750.000 Dari dua transaksi yang dilakukan maka PT. “Titan Internasional” mempunyai posisi valuta USD long sebesar USD 750.000,-. Sedangkan posisi short (short position) adalah apabila total tagihan dan asset terhadap satu mata uang tertentu lebih kecil dari total kewajiban pada mata uang tersebut. Adapun contoh posisi short (short position) adalah sebagai berikut: 1. PT. “Charisma” melakukan transaksi jual USD/IDR untuk USD 1.000.000,- di kurs 8.000,-. Diasumsikan tidak ada transaksi lain yang dilakukan oleh PT. “Charisma”. Dengan dilakukannya transaksi di atas maka timbul kewajiban PT. “Charisma” kepada lawan transaksinya dalam mata uang USD sebesar USD 1.000.000,-. Dengan melakukan transaksi di atas berarti PT. “Charisma” sekarang
mempunyai
posisi.
Karena
PT.
“Charisma”
mempunyai kewajiban dalam mata uang USD 1.000.000,-
28
maka dapat dikatakan bahwa PT. “Charisma” mempunyai posisi short USD sebesar USD 1.000.000,-. 2. PT. “Titan Internasional” melakukan dua transaksi valuta asing yaitu: a. Transaksi jual USD/IDR sebesar USD 2.000.000,b. Transaksi beli USD/IDR sebesar USD 1.500.000,Dari kedua transaksi tersebut dapat dilihat bahwa dari transaksi pertama PT. “Titan Internasional” mempunyai kewajiban kepada lawan transaksinya sebesar USD 2.000.000,- dan dari transaksi kedua PT. “Titan Internasional” mempunyai tagihan dalam mata uang USD sebesar USD 1.500.000,-. Secara total dari dua transaksi yang dilakukan oleh PT. “Titan Internasional” maka PT. “Titan Internasional” mempunyai kewajiban kepada lawan transaksinya sebesar: USD 2.000.000 – USD 1.500.000 = USD 500.000 Dari dua transaksi yang dilakukan maka PT. “Titan Internasional” mempunyai posisi valuta USD short sebesar USD 750.000,-.26 Mengingat bank syariah tidak diperkenankan berspekulasi, maka transaksi seperti forward, marjin trading, option dan swap tidak boleh
26
Heli Charisma Berlianta, Mengenal Valuta Asing, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2004), h.65-67.
29
dijalankan. Yang diperkenankan adalah untuk kebutuhan berjaga-jaga (simpanan) dan transaksi yang dilaksanakan harus tunai atau spot. Termasuk
tunai
di
sini
adalah
pembayaran
dengan
cek,
pemindahbukuan, transfer dan sarana pembayaran tunai lainnya. 27
C. Bank Syariah 1. Pengertian Bank Syariah Bank Islam atau bank syariah merupakan lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli atau lainnya) berdasarkan prinsip Syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan nilai-nilai Syariah yang bersifat makro maupun mikro. Nilai-nilai makro yang dimaksud adalah keadilan, maslahah, sistem zakat, bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang non produktif seperti perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar), bebas dari hal-hal yang rusak atau tidak sah (bathil), dan penggunaan uang sebagai alat tukar. Sedangkan nilai-nilai mikro yang harus dimiliki oleh pelaku perbankan syariah adalah sifat-sifat mulia yang
27
Karim Adiwarman, “Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan”, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), h. 274.
30
dicontohkan oleh Rasulullah SAW, yaitu shiddiq, amanah, tabligh, fathanah.28 Menurut PBI Nomor 21 Tahun 2008 Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. 2. Pengertian Bank Devisa Bank Devisa adalah Bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, travellers cheque, pembukaan dan pembayaran Letter Of Credit (L/C) dan transaksi luar negeri lainnya. 29 Persyaratan untuk menjadi Bank Devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia setelah memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan.30 Menurut PBI Nomor
6/15/2004 Bank Devisa adalah Bank yang
memperoleh surat penunjukan dari Bank Indonesia untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing. Sedangkan menurut PBI Nomor 16/10/PBI/2014 Bank Devisa adalah Bank yang memperoleh persetujuan dari otoritas yang berwenang untuk dapat
28
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Praktek di Beberapa Negara, (Jakarta : Bank Indonesia, 2006), h. 29. 29 Triwahyuniati Nani,“Pelaksanaan Analisis Pemberian Kredit di PT. Bank HAGA Cabang Semarang”, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro Semarang, 2008),h.26. 30
Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 30.
31
melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia, namun tidak termasuk kantor cabang luar negeri dari Bank yang berkantor pusat di Indonesia. 3. Karakteristik Bank Devisa Karakteristik Bank Devisa menurut Surat Edaran No. 15/27/DPNP Tahun 2013 adalah sebagai berikut: 1. Bank yang mengajukan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 1 (satu) atau 2 (dua) selama 18 (delapan belas) bulan terakhir. b. Memiliki modal inti paling sedikit Rp. 1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); dan c. Memenuhi rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sesuai Profil Risiko untuk penilaian KPMM terakhir sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai KPMM dengan persyaratan sebagai berikut: 1) Dalam hal KPMM sesuai Profil Risiko kurang dari 10% maka KPMM ditetapkan paling kurang 10%. 2) KPMM untuk Bank Umum Syariah (BUS) ditetapkan paling kurang 10% sepanjang belum terdapat ketentuan yang mengatur mengenai KPMM sesuai profil risiko bagi Bank Umum Syariah.
32
2. Kantor cabang dari Bank yang berkedudukan di luar negeri dapat melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang telah memenuhi persyaratan Modal Inti sebagaimana dimaksud pada butir 1.b yang berasal dari dana usaha yang telah dialokasikan sebagai Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai KPMM. 3. Unit Usaha Syariah (UUS) dapat mengajukan permohonan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing sepanjang Bank Umum Konvensional (BUK) yang menjadi induknya telah mendapat persetujuan untuk melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing. 4. Transaksi Valuta Asing Pada Bank Syariah Sebagai
lembaga
keuangan
yang
memfasilitasi
perdagangan
internasional, perbankan syariah pun tidak dapat menghindarkan diri dari keterlibatannya pada pasar valuta asing. Perbankan syariah harus menyusun pedoman kerja operasional bagi dirinya agar mempunyai akses yang luas ke pasar valuta asing tanpa harus terlibat pada mekanisme perdagangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. 31 Hukum transaksi yang diakukan oleh sebagian bank syariah dalam muammalah jual beli valuta asing tidak dapat dilepaskan dari ketentuan syariah mengenai sharf. Bentuk transaksi penukaran valuta asing yang biasa
31
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), h. 196.
33
dilakukan bank syariah dapat dikategorikan sebagai naqdan (spot) meskipun penyerahan dan penerimaan tersebut tidak terjadi pada waktu transaksi diputuskan (dealing), melainkan penyelesaiannya (settlementnya) baru tuntas dalam 48 jam (dua hari) kerja. Fenomena transaksi ini sudah biasa dikenal dalam dunia perdagangan internasional dan tetap disebut transaksi valas spot antar bank. Bahkan jika kebetulan bertepatan dengan libur akhir pekan, serah terima itu baru dapat terlaksana setelah 96 jam kerja. Dengan demikian, hukum transaksi money exchange dalam bentuknya yang sederhana sepanjang dilakukan secara tunai (spot) dan jual beli putus (one shot deal) serta bukan untuk tujuan spekulatif pada prinsipnya diperbolehkan menurut syariah Islam berdasarkan akad sharf.
D. Review Studi Terdahulu 1. Penelitian dilakukan oleh Siti Aisyah (2013) Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Transaksi Valuta Asing/ As-Sharf Dalam Perspektif Fikih Muammalat Kontemporer Menurut Wahbah Al-Zuhaili Dan Al-Sayyid Sabiq”. Penelitian ini membahas mengenai alasan diperbolehkannya transaksi valuta asing/ sharf, yaitu karena kebutuhan dimana kebutuhan ini dari skala makro yaitu untuk tujuan eksporimpor, bayar utang luar negeri, bayar jasa dari luar negeri. Dan analisa
34
pandangan ulama kontemporer seperti Wahbah al-Zuhaili dan al-Sayyid Sabiq mengenai transaksi valuta asing/ As-sharf. 2. Penelitian dilakukan oleh Novia Liza (2010) Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Analisis Penggunaan Barang Milik Negara Sebagai Underlying Asset Sukuk Negara”. Penelitian ini membahas tentang Pemerintah menggunakan Barang Milik Negara sebagai underlying asset SBSN adalah untuk memberikan kenyamanan bagi investor. Dalam hal penggunaan BMN sebagai underlying asset Sukuk Negara atau sebagai Aset SBSN maka BMN tersebut harus memenuhi syarat-syarat sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 04 / PMK.08 /2009. 3. Penenelitian dilakukan oleh Amla Eva Nadia (2009) Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Peluang dan Tantangan Pengembangan Produk Valas di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk”. Penelitian ini membahas tentang Peluang transaksi valas di Bank Muamalat adalah karena adanya permintaan dari nasabah. Sedangkan tantangan yang dihadapi Bank Muamalat adalah ketika terjadi fluktuasi valas yang cukup tinggi, maka kita mengambil “posisi lebar”, yaitu harga kurs yang ditetapkan untuk nasabah menjadi mahal. Disini juga dibahas tentang operasionalisasi jual beli valas di Bank Muamalat dan jenis produk valas yang berpeluang untuk dikembangkan di Bank Muamalat. 4. Penelitian dilakukan oleh Syamsul Rizal (2005) Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “Valuta Asing Menurut Hukum Ekonomi Islam”. Penelitian ini membahas tentang pandangan hukum ekonomi konvensional terhadap valas, pandangan hukum
35
ekonomi
Islam
terhadap
praktik
atau
oprasionalisasi
valas
dalam
perekonomian antar negara, dan pandangan hukum ekonomi Islam terhadap valas. Namun dalam penelitian ini penulis membuat sangat berbeda dengan keempat penelitian di atas, disini penulis membahas tentang bagaimana praktik underlying pada transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia.
36
BAB III METODE PENELITIAN DAN GAMBARAN UMUM BANK MUAMALAT INDONESIA
A.Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif, yaitu salah satu jenis pendekatan penelitian dimana data-data yang dikumpulkan bersifat deskriptif berupa data-data tertulis dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.32 Penelitian kualitatif juga dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati orang-orang yang diteliti. 33 2. Data Penelitian a. Data primer, yaitu data yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara yang dilakukan penulis di Bank Muamalat Indonesia. b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dari lembaga atau institusi tertentu. Dalam penelitian ini, penulis mendapatkan data dari skripsi dan
32
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h.3. 33
Bagong Suyanto, Metode Penelitian Sosial (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011), h.166.
36
37
media massa ( jurnal, internet, koran dan majalah), serta buku-buku yang membahas masalah terkait. 3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan melakukan penelitian lapangan yaitu dengan melakukan wawancara (data primer)
dengan pimpinan atau staff
terkait di Bank Muamalat Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan terkait dengan underlying pada transaksi valas. Dokumentasi (data sekunder) yaitu proses untuk memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian yang berasal dari data yang berbentuk arsip dokumen yang dimiliki oleh Bank Muamalat Indonesia, buku-buku, majalah dan artikel-artikel yang dimuat di internet ataupun dengan media lainnya. 4. Teknik Penulisan Teknik penulisan dalam skripsi ini disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu dengan mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang disusun oleh tim Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
B. Sejarah Berdiri Bank Muamalat Indonesia PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 November 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendikiawan
38
Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya pada acara silaturahmi peringantan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar. Pada
akhir
tahun
90an,
Indonesia
dilanda
krisis
moneter
yang
memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak kritis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal. Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh
39
kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni. Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada: 1. Tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham. 2. Tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak Kru Muamalat sedikitpun. 3. Pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri Kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan Direksi baru. 4. Peletakan landasan usaha baru dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua. 5. Pembangunan
tonggak-tonggak
usaha
dengan
menciptakan
serta
menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya yang akhirnya membawa Bank kita, dengan rahmat Allah Rabbul Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2004 dan seterusnya. Saat ini Bank Muamalat memberikan layanan bagi lebih dari 2,5juta nasabah melalui 275 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia. Jaringan BMI didukung pula oleh aliansi melalui lebih dari 4.000 Kantor Pos Online/ SOPP di
40
seluruh Indonesia, 32.000 ATM, serta 95.000 merchant debet. Bank Muamalat Indonesia saat ini juga merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Untuk meningkatkan aksesibilitas nasabah di Malaysia, kerjasama dijalankan dengan jaringan Malaysia Electronic Payment System (MEPS) sehingga layanan BMI dapat diakses lebih dari 2.000 ATM di Malaysia. Sebagai Bank Pertama Murni Syariah, bank muamalat berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya comply terhadap syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Komitmen tersebut diapresiasi oleh pemerintah, media masa, lembaga nasional dan internasional serta masyarakat luas melalui lebih dari 70 award bergengsi yang diterima oleh BMI dalam 5 tahun terakhir. Pengargaan yang diterima antara lain sebagai Best Islamic Bank in Indonesia 2009 oleh Islamic Finance News (Kuala Lumpur), sebagai Best Islamic Institution in Indonesia 2009 oleh Global Finance ( New York), serta sebagai The Best Islamic FinanceHouse in Indonesia 2009 oleh Alpha South East Asia (Hong Kong).34
C.Visi dan Misi Bank Muamalat Indonesia 1. Visi Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dikagumi di pasar rasional.
34
Artikel diakses pada tanggal 04 http://www.bankmuamalat.co.id/tentang/profil-muamalat
Maret
2015
dari
41
2. Menjadi ROLE MODEL Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai bagi stakeholder. 35
D.Bank Muamalat Indonesia Sebagai Bank Devisa Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan. 36 Saat ini ada sangat banyak mata uang yang digunakan dalam transaksi valuta asing. Akan tetapi di Bank Muamalat Indonesia hanya menggunakan 7 jenis mata uang saja, yaitu sebagai berikut:37 1. USD ( Dollar Amerika) 2. EUR (Euro) 3. SGD ( Dollar Singapura) 4. Aus Dollar ( Dollar Australia) 5. JPY (Yen Jepang) 35
Artikel diakses pada tanggal darihttp://www.bankmuamalat.co.id/tentang/visi-and-misi 36
04
Maret
2015
http://www.bankmuamalat.co.id/tentang/profil-muamalat diakses pada tanggal 04 Maret 2015 37 http://www.bankmuamalat.co.id/layanan/international-banking diakses pada tanggal 04 Maret 2015
42
6. SAR ( Riyal/ Saudi Arabia Riyal) 7. MYR ( Ringgit / Malaysia) Dari ketujuh jenis mata uang asing tersebut yang paling sering digunakan untuk transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia adalah mata uang asing USD (Dollar Amerika) dan yang kedua adalah mata uang asing EUR (EURO), hal ini terjadi karena USD merupakan mata uang yang paling mudah digunakan untuk bertansaksi dan dapat dengan mudah diterima secara luas oleh negaranegara lain. Atas dasar itulah maka USD menjadi mata uang asing yang sering digunakan di Bank Muamalat Indonesia.
E. Layanan International Banking Bank Muamalat Indonesia Dalam upayanya memberikan layanan transaksi keuangan yang komprehensif, Bank Muamalat Indonesia juga menyediakan jasa layanan international banking dengan nama Muamalat Remittance iB. Muamalat Remittance iB adalah layanan pengiriman atau penerimaan uang valas dari atau kepada pihak ketiga kepada atau dari pemilik rekening Bank Muamalat Indonesia baik tunai maupun non tunai dalam denominasi valuta asing. Adapun jenis mata uang asing yang dapat ditransaksikan adalah sebagaimana disebutkan pada bagian di atas. Benefit dari produk Muamalat Remittance iB adalah sebagai berikut: 1. Lengkap Layanan Muamalat Remittance iB menyediakan berbagai skema pengiriman uang yang dapat diandalkan dengan harga yang bersahabat.
43
2. Handal Layanan Muamalat Remittance iB didukung oleh SDM dan teknologi pendukung yang handal. 3. Nyaman Melalui dukungan cabang dan jaringan kantor Bank Muamalat Indonesia, nasabah penerima kiriman uang melalui layanan Muamalat Remittance iB dapat dengan leluasa menerima uang kirimannya. ‘ 4. Mudah Kemudahan transaksi anda selalu menjadi perhatian kami. 38
38
Artikel diakses pada tanggal 06 Maret 2015 dari http://www.bankmuamalat.co.id/layanan/international-banking
44
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Implementasi Underlying di Bank Muamalat Indonesia Sebagai bank syariah pertama di Indonesia, Bank Muamalat Indonesia tentunya senantiasa menjadi perhatian di industri keuangan Indonesia. Kepatuhan terhadap ketentuan regulator baik Bank Indonesia maupun Dewan Syariah Nasional menjadi hal mutlak yang harus dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia. Demikian pula halnya dengan kepatuhan terhadap ketentuan regulator terkait praktik transaksi valuta asing yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia. Pada bab ini akan membahas tentang praktik dan mekanisme transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia dan dilihat sejauh mana kesesuaian antara praktik transaksi valuta asing yang dilakukan Bank Muamalat Indonesia terhadap ketentuan Bank Indonesia yang mengaturnya. Saat ini, bentuk transaksi valuta asing yang digunakan oleh Bank Muamalat Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Transaksi Spot yaitu penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal transaksi. 2. Transaksi Tomorrow (TOM) yaitu penyerahan dana dilakukan pada hari kerja berikutnya atau satu hari kerja setelah tanggal transaksi. 3. Transaksi Today (TOD) yaitu penyerahan dana (value date) sama dengan tanggal transaksi.
44
45
Dari ketiga jenis transaksi valuta asing tersebut mekanismenya sama, akan tetapi yang membedakan hanya settlement date-nya atau tanggal penyelesaian atau tanggal penyerahannya saja. Dan kurs yang digunakan yaitu dengan menggunakan kurs sesuai dengan tanggal kesepakatan transaksi valuta asing tersebut. Saat ini Bank Muamalat Indonesia sedang membuat ketentuan untuk transaksi forward agreement yang tentunya juga harus sesuai dengan prinsip syariah karena ada beberapa transaksi yang mengharuskan Bank Muamalat Indonesia menggunakan jenis transaksi ini, akan tetapi hal tersebut masih dalam proses dan dalam waktu dekat Bank Muamalat Indonesia akan me-launching produk tersebut. Dan dari ketiga jenis transaksi valuta asing tersebut juga digunakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan nasabah pada saat melakukan transaksi. Pada fatwa Dewan Syariah Nasional Indonesia Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 28/III/DSN-MUI/2002 tentang jual beli mata uang (alsharf), membolehkan transaksi valuta asing spot ini. Karena transaksi spot dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional. Dan juga transaksi forward agreement dibolehkan untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
46
B. Mekanisme dan Praktik Transaksi Valuta Asing di Bank Muamalat Indonesia
Transaksi valuta asing atau yang biasa disebut juga dengan foreign exchange (forex) di Bank Muamalat Indonesia didasarkan pada kebutuhan nasabah dan ketentuan dari Dewan Syariah Nasional (DSN). Produk yang ada di Bank Muamalat Indonesia yaitu: Transaksi Spot, Transaksi Tomorrow (TOM) dan Transaksi Today (TOD), bergantung kepada kondisi dan kebutuhan nasabah. Mekanisme transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia adalah sebagai berikut:
Keterangan: 1. Nasabah menghubungi dealing room(treasury sales) untuk konfirmasi rate. 2. Treasury sales akan meminta rate kepada forex dealer. 3. Forex dealer akan mengecek rate ke market. 4. Forex dealer memberikan rate yang dapat diberikan kepada treasury sales, sudah termasuk spread untuk laba Bank Muamalat Indonesia.
47
5. Treasury sales memberikan rate tersebut kepada nasabah , apabila deal, maka transaksi tersebut dapat dijalankan. Dan nasabah wajib menjalankan transaksi apabila sudah deal. 6. Setelah deal, forex dealer akan melakukan squaring ke market. 7. Nasabah datang ke counter untuk melakukan transaksi dengan membawa dokumen-dokumen yang diperlukan. 8. Teller/ back office/ marketing konfirmasi transaksi nasabah ke treasury sales, apabila sesuai maka transaksi dijalankan. Apabila berbeda, treasury sales (dealing room) akan melakukan konfirmasi kembali kepada nasabah. Dari teller, transaksi nasabah akan dilanjutkan ke back office. Adapun settlement flow-nya adalah sebagai berikut:
Keterangan: 1. Dari dealing room, setelah deal, middle office/ reporting membuat deal ticket dari transaksi yang dilakukan yang dapat dilihat dari blotter. 2. Deal ticket dicek di dealing room.
48
3. Setelah deal ticket dicek di dealing room,deal ticket tersebut di sign, dan diteruskan ke International Banking Office (IBO) dan transaksi dijalankan atau settle disana. Dokumen-dokumen yang diperlukan oleh nasabah pada saat melakukan transaksi valas yaitu: 1. Untuk transaksi di bawah USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) bagi nasabah yang akan membeli atau menjual, maka nasabah harus mengisi surat keterangan pembelian valas. 2. Untuk transaksi di atas dari USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) bagi nasabah yang akan membeli atau menjual, maka nasabah harus melampirkan underlying transaksinya. Selain itu, nasabah juga harus mengisi form pemindah bukuan/ transfer/ remittance untuk Telegraphic Transfer, setor/ tarik untuk Bank Note, dan LOI (Letter of Idemnity).39 Jenis kegiatan transaksi yang menggunakan underlying transaksi ada bermacam-macam. Akan tetapi kegiatan underlying transaksi yang sering digunakan di Bank Muamalat Indonesia adalah kegiatan ekspor-impor barang dan jasa. Dan kegiatan transaksi yang menggunakan underlying ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia, jika dibandingkan dengan sebelum diterapkannya peraturan mengenai underlying ini. Dimana ketentuan tersebut menyatakan bahwa pada setiap transaksi valuta asing di atas USD 100,000.00 (seratus ribu 39
Wawancara Pribadi dengan Amiril Zulhaj. Jakarta, 19 Januari 2015.
49
US Dollar) harus menggunakan underlying. Untuk kegiatan transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia masih belum terlalu banyak yang menggunakan underlying transaksi ini, karena nasabah yang dominan melakukan transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia adalah nasabah retail. Dan nasabah retail ini biasanya melakukan transaksi valuta asing di bawah USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar), yang tidak mensyaratkan nasabah tersebut untuk menggunakan underlying. Seiring berkembangnya transaksi valuta asing ini, maka peran Bank Indonesia sangat diperlukan untuk mendorong pendalaman pasar valuta asing melalui pengaturan yang komprehensif, khususnya terkait dengan transaksi valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan antara Bank dengan pihak asing dan juga untuk meminimalisir transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah untuk tujuan spekulatif. Mengingat hal tersebut maka Bank Indonesia menetapkan ketentuan melalui Peraturan Bank Indonesia No. 10/28/PBI/2008. Dalam PBI No. 10/28/PBI/2008 Pasal 2 ayat (2) menyatakan bahwa pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing hanya dapat dilakukan dengan underlying. Bank Indonesia juga mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank. Surat Edaran ini selanjutnya mengalami perubahan pada Tahun 2013 melalui penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 15/33/DPM bahwa Bank Indonesia
50
menetapkan aturan tentang kedudukan underlying dalam transaksi valuta asing oleh Bank Umum, termasuk Bank Umum berbasis syariah. Dan pada Tahun 2014 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia No. 16/17/PBI/2014 perihal transaksi valuta asing terhadap rupiah antara Bank dengan Pihak Asing. Ketentuan tersebut juga menyatakan bahwa pada setiap transaksi valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bank melalui transaksi spot di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) per bulan per Pihak Asing harus menggunakan underlying transaksi. Dengan adanya ketentuan yang telah diterapkan oleh Bank Indonesia tersebut, maka Bank Muamalat Indonesia juga menggunakan underlying pada setiap transaksi valuta asing di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing. Ketentuan ini sudah berlangsung sejak November Tahun 2014 lalu di Bank Muamalat Indonesia. Adapun ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan oleh setiap Nasabah atau Pihak Asing yang akan melakukan transaksi valuta asing adalah sebagai berikut: 1. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank tanpa underlying hanya dapat dilakukan paling banyak sebesar USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing. 2. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau
51
ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing hanya dapat dilakukan dengan underlying. 3. Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank sebagaimana dimaksud pada no. 2 hanya dapat dilakukan paling banyak sebesar nominal underlying transaksinya. 4. Apabila Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah, maka nasabah tersebut wajib melampirkan dokumen sebagai berikut: a. Dokumen underlying transaksi yang bisa dipertanggungjawabkan. b. Fotocopy dokumen identitas Nasabah dan fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). c. Pernyataan tertulis bermaterai cukup yang ditandatangani oleh pihak yang berwenang dari Nasabah mengenai kebenaran dokumen underlying sebagaimana dimaksud pada huruf a dan bahwa dokumen underlying hanya digunakan untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah paling banyak sebesar nominal underlying dalam sistem perbankan. 5. Begitupun dengan Pihak Asing, apabila Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Pihak Asing, maka Pihak Asing wajib melampirkan dokumen sebagai berikut:
52
a. Dokumen underlying transaksi yang bisa dipertanggung jawabkan, baik yang bersifat final maupun yang berupa perkiraan. b. Dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis yang authenticated dari Pihak Asing yang berisi informasi mengenai: 1. Keaslian
dan
kebenaran
dokumen
Underlying
Transaksi
sebagaimana dimaksud pada huruf a. 2. Penggunaan dokumen Underlying Transaksi untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia. 3. Jumlah kebutuhan, tujuan penggunaan, dan tanggal penggunaan valuta
asing,
dalam
hal
dokumen
Underlying
Transaksi
sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa perkiraan. 6. Dalam hal Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank melalui Transaksi Spot paling banyak sebesar USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Pihak Asing, Bank wajib memastikan Pihak Asing untuk menyampaikan dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis yang authenticated yang menyatakan bahwa pembelian valuta asing terhadap Rupiah tidak lebih dari USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Pihak Asing atau ekuivalennya dalam sistem perbankan di Indonesia. Hal tersebut harus diperhatikan dan dipenuhi oleh setiap Nasabah atau Pihak Asing yang akan melakukan transaksi valuta asing. Apabila hal tersebut
53
dilanggar, maka akan ada sanksi yang akan diberikan oleh Bank Muamalat Indonesia. Sanksi tersebut berupa teguran atau sanksi denda yang berlaku yang telah ditetapkan sebelumnya. Tabel Komparasi underlying antara Bank Muamalat Indonesia dengan PBI 10/28/PBI/2008 dan PBI 16/17/PBI/2014 adalah sebagai berikut: No. 1.
2.
Item
PBI 2008 & 2014
Bank Muamalat Indonesia
a. Underlying
√
√
b. Fotocopy NPWP
√
√
c. Materai
√
√
√
√
√
√
a. Surat Pernyataan
√
√
b. Jumlah
√
√
Dokumen:
Ketentuan Nilai Minimun ≤ USD 100,000.00
3.
Ketentuan Nilai Maksimum > USD 100,000.00
4.
Persyaratan:
54
Kebutuhan c. Tujuan
√
√
√
√
Kebutuhan d. Tanggal Penggunaan (Perkiraan)
Dengan adanya ketentuan yang diterapkan oleh Bank Indonesia pada PBI No. 10/28/PBI/2008 dan PBI No. 16/17/PBI/2014 mengenai underlying dalam transaksi valuta asing yang mengharuskan Nasabah atau Pihak Asing untuk menggunakan underlying untuk transaksi di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing, Bank Muamalat Indonesia menghadapi kendala dalam mensosialisasikan ketentuan tersebut ke cabang-cabang seluruh Indonesia termasuk cabang yang ada di luar negeri yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Namun, hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan training untuk mengenalkan ketentuan terkait dengan underlying transaksi secara berkala. Setelah diterapkan ketentuan tersebut Bank Muamalat Indonesia juga tidak mengalami pengaruh yang signifikan pada transaksi valuta asing jika dibandingkan dengan sebelum diterapkan ketentuan tersebut. Hal itu disebabkan karena transaksi yang dilakukan adalah transaksi riil berdasarkan kebutuhan dari
55
nasabah. Nasabah yang lebih dominan dalam melakukan transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia adalah nasabah retail, dimana nasabah tersebut melakukan transaksi valuta asing di bawah USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar). Itulah sebabnya mengapa ketentuan underlying ini tidak mengalami pengaruh yang signifikan pada transaksi valuta asing jika dibandingkan dengan sebelum diterapkan ketentuan tersebut di Bank Muamalat Indonesia. Dan ketentuan underlying yang mensyaratkan bahwa dalam setiap transaksi diatas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) harus menggunakan underlying ini baru diberlakukan per November Tahun 2014 di Bank Muamalat Indonesia, hal ini terjadi karena Bank Muamalat Indonesia baru mendapatkan re-announce dari Bank Indonesia dan Bank Indonesia juga baru benar-benar mewajibkan kembali ketentuan tersebut. Jenis kegiatan transaksi yang menggunakan underlying ada bermacammacam. Berikut adalah jenis underlying transaksi tersebut, yaitu: 1. Kegiatan ekspor-impor barang 2. Pembayaran jasa, seperti: a) Biaya sekolah di luar negeri b) Biaya berobat ke luar negeri c) Biaya perjalanan ke luar negeri untuk keperluan haji dan wisata lainnya d) Pembayaran atas jasa konsultan luar negeri
56
e) Pembayaran yang terkait dengan pengguanaan tenaga kerja asing di Indonesia 3. Pembayaran utang dalam valuta asing 4. Pembelian atas pembelian aset di luar negeri 5. Kegiatan usaha pedagang valuta asing non bank yang memiliki izin dari Bank Indonesia yang masih berlaku 6. Kegiatan usaha travel agent Dari jenis-jenis underlying transaksi yang telah disebutkan, transaksi underlying yang paling banyak digunakan dalam transaksi valas di Bank Muamalat Indonesia adalah transaksi untuk ekspor-impor barang dan jasa, transaksi tersebut kurang lebih memberikan kontribusi 70% dari transaksi valas. Dalam kegiatan ekspor-impor barang dan jasa ini biasanya dilakukan ke beberapa negara, akan tetapi kalau transaksi tersebut menggunakan mata uang USD itu bukan untuk dan dari negara yang mendapatkan embargo dari ofac, ofac (office of foreign assets control) merupakan lembaga yang berada di bawah
Departement
Keuangan
Amerika
Serikat
(AS)
dan
berhak
mengembargo perdagangan atas negara yang terdaftar bahkan kerja sama dengannya. Negara-negara yang termasuk negara ofac diantaranya adalah korea utara, iran, sudan dan masih banyak yang lainnya. Jadi, negara yang termasuk dalam negara yang mendapatkan embargo dari ofac tidak dapat bertransaksi dengan menggunakan USD karena negara tersebut sudah menjadi
57
black list-nya USA. Kegiatan ekspor-impor barang dan jasa ini juga biasanya dilakukan untuk transaksi pembayaran ekspor dan impor mesin, minyak dan gas, non minyak dan gas, jasa konsultan dan masih banyak yang lainnya. Dalam kegiatan transaksi valuta asing yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) harus menggunakan underlying sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila nasabah yang melakukan transaksi valuta asing di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) dan tidak menggunakan underlying maka nasabah tersebut dikenakan denda sebesar 10 juta rupiah sampai dengan 10 milyar rupiah sesuai dengan kesalahan yang dilanggar. C. Analisis Praktik Transaksi Valuta Asing di Bank Muamalat Indonesia Jika diperhatikan, penulis melihat bahwa kegiatan transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia sudah sepenuhnya mengikuti ketentuan yang telah diatur oleh regulator yaitu Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yaitu pada fatwa DSN-MUI No. 28/DSN-MUI/III/2002 yang menyatakan bahwa dalam transaksi valuta asing harus dengan tunai atau yang biasa disebut dengan spot dan juga harus terbebas dari unsur spekulasi seperti maisir, gharar dan riba. Seperti yang telah dijelaskan dalam fatwa DSN-MUI tersebut dalam ketentuan kedua ayat (1) bahwasanya kegiatan transaksi valuta asing yang dibolehkan dalam prinsip syariah yaitu hanya transaksi spot saja, dimana dalam transaksi tersebut penyerahannya dilakukan pada saat itu juga (over the counter) atau
58
penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari, dan waktu dua hari ini dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional. Begitupun dengan transaksi yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia yang menggunakan transaksi spot dalam kegiatan transaksi valuta asing. Adapun untuk mata uang yang digunakan di Bank Muamalat Indonesia ini ada 7 macam, yaitu: USD, EUR, SGD, AUD, JPY, SAR dan MYR. Mengenai regulasi yang diatur oleh Bank Indonesia dalam PBI No. 10/28/PBI/2008 dan PBI No. 16/17/PBI/2014 yang mengatur bahwa dalam setiap pembelian transaksi valuta asing di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) harus menggunakan underlying, Bank Muamalat Indonesia juga sudah mematuhi semua ketentuan-ketentuan yang ada yaitu dengan menerapkan underlying pada setiap transaksi valuta asing di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar). Dan juga memberikan sanksi berupa denda sebesar 10 juta rupiah sampai dengan 10 milyar rupiah kepada siapapun yang melanggar aturan tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah para trader untuk melakukan trading atau melakukan spekulasi dalam transaksi valuta asing. Karena saat ini sangat banyak yang melakukan trading atau spekulasi dalam transaksi valuta asing untuk mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, Bank Indonesia mengeluarkan regulasi tersebut yang diharapkan dapat mengurangi spekulasi dalam transaksi valuta asing.
59
Sejauh ini praktik transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia dapat berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang ada. Tidak ada yang melakukan spekulasi, baik itu dalam transaksi valuta asing di bawah ataupun di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar). Karena semua harus jelas baik itu terkait mengenai tanggal penyerahan, tujuan transaksi dan jumlah transaksi untuk menghindari spekulasi tersebut. Hal ini terbukti bahwa sampai saat ini Bank Muamalat Indonesia masih dipercaya sebagai bank syariah terbesar dan juga dipercaya untuk menjadi bank devisa yang memberikan fasilitas jasa pelayanan dalam transaksi valuta asing. Sehingga sampai dengan saat ini Bank Muamalat Indonesia memiliki banyak nasabah baik itu eksportir maupun importir yang masih tetap percaya dan loyal untuk melakukan transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia. Pada intinya, penulis melihat bahwa Bank Muamalat Indonesia ini benarbenar menerapkan prinsip kehati-hatian yang memang sudah menjadi dasar pada setiap bank syariah termasuk juga dalam transaksi valuta asing ini. Bank Muamalat Indonesia melayani kebutuhan nasabah dalam transaksi valuta asing dengan mengedepankan prinsip-prinsip Islam agar tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan dapat terbebas dari spekulasi. Dan tentunya tidak menimbulkan risiko yang tidak diinginkan seperti misalnya risiko loss atau risiko kerugian bagi keduabelah pihak baik itu pihak nasabah maupun Bank Muamalat itu sendiri.
60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat penulis simpulkan bahwa: 1. Implementasi underlying pada transaksi valuta asing di Bank Muamalat Indonesia, yaitu mengacu kepada peraturan yang telah ditetapkan oleh bank sentral dan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Seperti
halnya
pada
transaksi
valuta
asing
yang
mengharuskan untuk menggunakan underlying pada setiap transaksi di atas USD 100,000.00 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing. Dalam praktiknya, Bank Muamalat Indonesia sudah mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku yang sudah ditetapkan oleh bank sentral dan DSN-MUI. Ketentuan tersebut telah dilaksanakan per November Tahun 2014 lalu. 2. Jenis transaksi valuta asing yang digunakan oleh Bank Muamalat Indonesia adalah sebagai berikut: a. Transaksi Spot: penyerahan dilakukan dua hari kerja setelah tanggal transaksi. b. Transaksi Today (TOD): penyerahan dana (value date) sama dengan tanggal transaksi. 60
61
c. Transaksi Tomorrow (TOM): penyerahan dana dilakukan pada hari kerja berikutnya atau satu hari kerja setelah tanggal transaksi.
B. Saran Dari hasil penelitian yang telah penulis tuangkan dalam skripsi ini, penulis mencoba memberikan beberapa saran kepada pembaca dan pihak-pihak yang bersangkutan dalam transaksi valuta asing, agar bisa menjaga nilai-nilai yang ada pada hukum Islam. Agar tidak terjadi spekulasi dalam transaksi valuta asing, stabilitas nilai rupiah pun tetap terjaga. Dan juga kepada Bank Syariah yang memfasilitasi seluruh transaksi perbankanyang mengacu pada regulasi perbankan yang ada di Indonesia dan fatwa yang ditetapkan oleh DSN agar tetap bisa Istiqomah dalam menjaga nilai-nilai Islam dengan tetap memegang teguh prinsip kehati-hatian, agar perekonomian Islam di Indonesia semakin maju.
62
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’I. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani, 2001. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Suyanto, Bagong. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011. Kementrian Keuangan RI. Pengembangan Produk Syariah di Pasar Modal Sekuritas Syariah (Efek Beragun Aset Syariah). Jakarta: Kementrian Keuangan RI, 2010. Rohaety Eti, Tresnati Ratih. Kamus Istilah Ekonomi. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005. Azharuddin Lathif. Fiqh Muammalat. Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005. Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah Institut Bankir Indonesia. Bank Syari’ah: Konsep Produk dan Implementasi Operasional. Jakarta: Djambatan, 2001. Risk Manajemen Center Indonesia, Program Pelatihan Sertifikasi Manajemen Risiko Level-1. Jakarta: Risk Manajemen Center Indonesia, 2005. Berlianta, Heli Charisma. Mengenal Valuta Asing. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004. Nurul, Huda dan Mohamad Heykal. Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
63
Nadya, Amla Eva. “Peluang dan Tantangan Pengembangan Produk Valas di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. Ikatan Bankir Indonesia. Memahami Bisnis Bank Syariah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2014. Ascarya. Akad & Produk Bank Syariah.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Adiwarman Karim. Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers, 2011. Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah: Konsep dan Praktek di Beberapa Negara. Jakarta: Bank Indonesia, 2006. Nani Triwahyuni. “Pelaksanaan Analisis Pemberian Kredit di PT. Bank HAGA Cabang Semarang”. Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro Semarang, 2008. Kasmir. Manajemen Perbankan . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.
Wawancara: Wawancara Pribadi dengan Amiril Zulhaj. Jakarta 19 Januari 2015.
64
Website: Artikel diakses pada tanggal 15 November 2014 dari http://ilmuperbankan.blogspot.com/. Artikel diakses pada tanggal 04 Maret 2015 dari http://www.bankmuamalat.co.id/tentang/profil-muamalat. Artikel diakses pada tanggal 04 Maret 2015 dari http://www.bankmuamalat.co.id/tentang/visi-and-misi Artikel diakses pada tanggal 06 Maret 2015 dari http://www.bankmuamalat.co.id/layanan/international-banking Diyya. Artikel diakses pada tanggal 06 Maret 2015 dari https://diyya.wordpress.com.
HASIL WAWANCARA 1. Bagaimana mekanisme transaksi valas di Bank Muamalat Indonesia? Jawaban: Transaksi forex di Bank Muamalat Indonesia didasarkan pada kebutuhan nasabah dan ketentuan dari DSN. Produk yang ada berkisar dari Spot, Tomorrow atau today, bergantung kepada kondisi dan kebutuhan nasabah. Mekanisme transaksinya yaitu sebagai berikut: a. Nasabah menghubungi dealing room (treasury sales) untuk konfirmasi rate. b. Treasury Sales (TS) akan meminta rate kepada forex dealer. c. Forex dealer akan mengecek rate ke market. d. Forex dealer memberikan rate yang dapat diberikan kepada treasury sales, sudah termasuk spread untuk laba Bank Muamalat Indonesia. e. Treasury sales memberikan rate tersebut kepada nasabah, apabila deal, maka transaksi dapat dijalankan. f. Nasabah wajib menjalankan transaksi setelah deal. g. Setelah deal, forex dealer akan melakukan squaring ke market. h. Nasabah datang ke counter untuk melakukan transaksi, dengan dokumendokumen yang diperlukan.
i.
Teller/ back office/ marketing konfirmasi transaksi nasabah, apabila sesuai maka transaksi dijalankan. Apabila berbeda, dealing room akan melakukan konfirmasi kembali kepada nasabah.
Adapun settlement flow nya sebagai berikut: a. Dari teller, transaksi nasabah akan dilanjutkan ke back office. Jika transaksi tersebut merupakan remittance, back office akan meneruskan transaksi ke International Banking Operation (IBO). b. Dari dealing room, setelah deal, deal ticket diteruskan ke IBO dan transaksi dijalankan atau settle disana. 2. Apakah terdapat syarat khusus yang ditentukan oleh Bank Muamalat Indonesia selain syarat dan ketentuan yang telah ditentukan oleh regulator? Jawaban: a. Bank Muamalat Indonesia sebagai bank syariah patuh kepada regulator, yaitu bank sentral dan DSN. Implementasinya tentu saja mengacu kepada peraturan yang ditetapkan oleh mereka. b. Syarat tersebut seperti nilai maksimum transaksi tanpa underlying per nasabah per bulan, underlying yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi jual beli forex, batasan transfer rupiah ke luar negeri dan lainlain.
3. Bagaimana upaya Bank Muamalat Indonesia dalam meminimalisir potensi terjadinya risiko dalam transaksi valas? Jawaban: a. Risiko dalam transaksi valas beragam, mulai dari risiko market, risiko counterpart, risiko operasional, dan risiko lainnya. b. Untuk meminimalisir risiko market, Bank Muamalat Indonesia selalu melakukan squaring atas transaksi yang dilakukan dengan nasabah, sehingga terhindar dari fluktuasi market yang sering kali terjadi dan dapat menimbulkan risiko loss. c. Risiko counterpart dapat diminimalisir dengan analisa dari financial institution division, dimana setiap counterpart Bank Muamalat Indonesia memiliki limit transaksi maksimal. d. Risiko dengan nasabah dapat diminimalisir dengan memonitor kebiasaan transaksi nasabah dan jumlah dana yang dimiliki nasabah sehingga dapat diminimalisir kemungkinan default. 4. Apakah dibutuhkan penyesuaian-penyesuaian khusus untuk memenuhi ketentuan Bank Indonesia terkait regulasi transaksi valas? Jawaban: Tidak ada, hanya penyesuaian terhadap produk funding dan financing apabila terkait.
5. Apa kendala yang dihadapi Bank Muamalat Indonesia terkait penerapan ketentuan yang baru diberlakukan tentang transaksi valas oleh Bank? Bagaimana Bank Muamalat Indonesia menyikapi kendala tersebut? Jawaban: Kendala yang ditemui adalah sosialisasi ke cabang-cabang seluruh Indonesia dan Kuala Lumpur. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan training secara berkala. 6. Apakah penerapan ketentuan
mengenai transaksi
valas oleh
Bank
mempengaruhi volume transaksi valas di Bank Muamalat Indonesia (jika dibandingkan dengan transaksi valas sebelum ketentuan tersebut ada)? Dan berapa persentase perubahannya? Jawaban: Tidak ada pengaruh signifikan dari ketentuan tersebut. Hal itu disebabkan transaksi yang dilakukan adalah transaksi riil berdasarkan kebutuhan dari nasabah. 7. Jenis transaksi underlying apa yang paling banyak digunakan dalam transaksi valas di Bank Muamalat Indonesia (apakah kegiatan ekspor-impor barang, pembayaran jasa, pembayaran utang, pembayaran asset, kegiatan usaha dagang)? Seberapa banyak persentase transaksi yang dilakukan setiap bulannya?
Jawaban: a. Yang mendominasi adalah kegiatan ekspor-impor barang. b. Transaksi tersebut kurang lebih memberikan kontribusi 70% dari transaksi forex di Bank Muamalat Indonesia.
Fatwa MUI tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf)
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 28/DSN-MUI/III/2002, tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf). MENIMBANG : 1. Bahwa dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan transaksi jual-beli mata uang (al-sharf), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis. 2. Bahwa dalam ‘urf tijari (tradisi perdagangan) transaksi jual beli mata uang dikenal beberapa bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandang ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain. 3. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk dijadikan pedoman MENGINGAT :
“Firman Allah, QS. Al-Baqarah[2]:275: “…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”
“Hadis nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa’id al-Khudri : Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)’ (HR. al-baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
“Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibn Majah, dengan teks Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda: “(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum , sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.”
“Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: “(Jual-beli) emas dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai.”
“Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi s.a.w bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.
“Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara’ bin ‘Azib dan Zaid bin A rqam : Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai).
“Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf : Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
MEMPERHATIKAN : 1. Surat dari pimpinah Unit Usaha Syariah Bank BNI no. UUS/2/878 2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari’ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H/ 28 Maret 2002. MEMUTUSKAN Dewan Syari’ah Nasional Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG (ALSHARF). Pertama : Ketentuan Umum Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan). 2. Ada kebutuhan transaks atau untuk berjaga-jaga (simpanan). 3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh). 4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.
Kedua : Jenis-jenis transaksi Valuta Asing 1. Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional. 2. Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pem belian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2×24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa’adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah). 3. Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi). 4. Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unusru maisir (spekulasi). Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 M DEWAN SYARI’AH NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 28 /PBI/2008 TENTANG PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH KEPADA BANK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa salah satu tugas utama Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah; b. bahwa Bank Indonesia tetap melaksanakan sistem devisa bebas yang selama ini berlaku; c. bahwa dalam situasi keuangan global yang bergejolak perlu upaya untuk meminimalkan transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah untuk tujuan spekulatif; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, dipandang perlu untuk mengatur ketentuan mengenai Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank dalam suatu Peraturan Bank Indonesia;
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3472)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor…
-2Nomor 3790); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
2 Tahun
2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4901); 3. Undang-Undang Nomor
24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas
Devisa dan Sistem Nilai Tukar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3844);
MEMUTUSKAN
Menetapkan
:
PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH KEPADA BANK.
Pasal 1 Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia dan Bank Umum Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Nasabah…
-32. Nasabah adalah : a. perorangan yang memiliki kewarganegaraan Indonesia; atau b. badan usaha selain Bank yang berbadan hukum Indonesia, berdomisili di Indonesia, dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 3. Pihak Asing adalah : a. warga negara asing; b. badan hukum asing atau lembaga asing lainnya; c. warga negara Indonesia yang memiliki status penduduk tetap (permanent resident) negara lain dan tidak berdomisili di Indonesia; d. kantor Bank di luar negeri dari Bank yang berkantor pusat di Indonesia; atau e. kantor perusahaan di luar negeri dari perusahaan yang berbadan hukum Indonesia. 4. Warga Negara Asing adalah orang yang memiliki kewarganegaraan selain Indonesia, termasuk yang memiliki izin menetap atau izin tinggal di Indonesia. 5. Badan Hukum Asing atau lembaga asing lainnya adalah badan hukum atau lembaga asing yang didirikan di luar negeri . 6. Underlying transaksi adalah kegiatan yang mendasari pembelian valuta asing terhadap rupiah.
Pasal 2 (1) Nasabah atau Pihak Asing dapat melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank. (2) Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank diatas USD100.000 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing hanya dapat dilakukan dengan underlying. (3) Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan paling banyak sebesar nominal underlying transaksinya. Pasal 3 …
-4Pasal 3 (1) Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah meliputi transaksi spot, transaksi forward, dan transaksi derivatif lainnya. (2) Apabila Nasabah melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank diatas USD100.000 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah, Nasabah wajib melampirkan dokumen sebagai berikut: a. dokumen underlying transaksi yang bisa dipertanggungjawabkan; b. fotokopi dokumen identitas Nasabah dan fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); dan c. pernyataan tertulis bermaterai cukup yang ditandatangani oleh pihak yang berwenang dari Nasabah mengenai kebenaran dokumen underlying sebagaimana dimaksud pada huruf a dan bahwa dokumen underlying hanya digunakan untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah paling banyak sebesar nominal underlying dalam sistem perbankan di Indonesia.
Pasal 4 (1) Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Pihak Asing meliputi transaksi spot outright. Transaksi forward dan transaksi derivatif lainnya diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pembatasan transaksi rupiah dan pemberian kredit valuta asing oleh Bank. (2) Apabila Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada Bank diatas USD100.000 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Pihak Asing, Pihak Asing wajib melampirkan dokumen sebagai berikut: a. dokumen underlying transaksi yang bisa dipertanggungjawabkan; dan b. pernyataan tertulis bermaterai cukup yang ditandatangani oleh pihak yang berwenang dari Pihak Asing atau pernyataan yang authenticated dari Pihak Asing mengenai kebenaran dokumen underlying sebagaimana dimaksud pada huruf a dan bahwa dokumen…
-5dokumen underlying hanya digunakan untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah paling banyak sebesar nominal underlying dalam sistem perbankan di Indonesia. Pasal 5 Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank tanpa underlying hanya dapat dilakukan paling banyak sebesar USD100.000 (seratus ribu US Dollar) atau ekuivalen per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing. Pasal 6 Bank yang melayani pembelian valuta asing oleh Nasabah atau Pihak Asing sampai dengan USD100.000 (seratus ribu US Dollar) per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, wajib meminta surat pernyataan dari Nasabah atau dari Pihak Asing, bermaterai cukup atau pernyataan yang authenticated dari Pihak Asing yang menyatakan bahwa pembelian valuta asing terhadap rupiah tidak lebih dari USD100.000 (seratus ribu US Dollar) per bulan per Nasabah atau per Pihak Asing dari seluruh sistem perbankan di Indonesia. Pasal 7 Bank wajib menatausahakan dokumen underlying transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4. Pasal 8 Bank bertanggungjawab terhadap kelengkapan persyaratan yang disampaikan oleh Nasabah atau Pihak Asing. Pasal 9 Bank dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan kewajiban membayar sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap pelanggaran atas Pasal 2 ayat (3), Pasal 3 ayat (2), Pasal 4, dan Pasal 5. Pasal 10…
-6Pasal 10 Transaksi yang sedang berjalan sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini dan belum jatuh tempo setelah berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, tidak tunduk pada ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini. Pasal 11 Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 13 November 2008, kecuali ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dan huruf c, Pasal 4 ayat (2), dan Pasal 7 mulai berlaku pada tanggal 1 Desember 2008. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 12 November 2008 GUBERNUR BANK INDONESIA,
BOEDIONO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 12 November 2008 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 172 DPD
PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 10/ 28 /PBI/2008 TENTANG PEMBELIAN VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH KEPADA BANK
I. UMUM Pengaturan ini tetap berlandaskan pada sistem devisa bebas yang berlaku selama ini, dimana setiap penduduk bebas memiliki dan menggunakan devisa, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. Ketentuan ini bukan merupakan kebijakan kontrol devisa atau kontrol kapital yang membatasi arus modal lintas negara, melainkan hanya mengatur tata cara perolehan devisa melalui bank dengan memenuhi persyaratan tertentu, tanpa membatasi kebebasan pelaku ekonomi atas penggunaan devisa yang dimiliki. Sebagai lembaga yang memiliki tugas utama mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, Bank Indonesia berupaya meminimalkan transaksi valuta asing terhadap rupiah yang bersifat spekulatif. Langkah kebijakan tersebut diharapkan dapat membantu menjaga stabilitas nilai rupiah sehingga memberikan kontribusi positif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3…
-2Pasal 3 Ayat (1) Termasuk dalam pengertian transaksi spot adalah transaksi today dan tomorrow. Pengertian transaksi derivatif lainnya termasuk namun tidak terbatas pada transaksi options. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Termasuk dalam pengertian transaksi spot outright adalah transaksi today dan tomorrow. Tidak termasuk transaksi derivatif dengan kombinasi transaksi spot. Ayat (2) Huruf a Dalam hal underlying adalah surat berharga, maka nilai nominal underlying yang digunakan untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah adalah sebesar nilai surat berharga ditambah kupon, capital gain, dan penerimaan terkait lainnya. Dalam hal underlying adalah pemberian kredit, maka nilai nominal underlying yang digunakan untuk pembelian valuta asing terhadap rupiah adalah sebesar nilai pokok ditambah bunga dan penerimaan terkait lainnya. Dalam hal Pihak Asing melakukan repatriasi maka berlaku ketentuan yang mengatur mengenai penanaman modal. Huruf b Cukup jelas.
Pasal 5…
-3-
Pasal 5 Pembelian valuta asing terhadap rupiah oleh Nasabah atau Pihak Asing kepada Bank tersebut dihitung secara gross dan bersifat kumulatif. Contoh 1: Apabila pada tanggal 3 Desember 2008 terdapat Nasabah A yang melakukan pembelian valas terhadap rupiah sebesar USD50.000 (lima puluh ribu US Dollar) kepada Bank X dan pada tanggal yang sama Nasabah tersebut juga melakukan penjualan valas terhadap rupiah sebesar USD25.000 (dua puluh lima ribu US Dollar), maka perhitungan jumlah pembelian valas yang telah dilakukan oleh Nasabah A pada Bank X adalah USD50.000 (lima puluh ribu US Dollar). Contoh 2: Apabila pada tanggal 3 Desember 2008 terdapat Nasabah X melakukan pembelian valas terhadap rupiah sebesar USD30.000 (tiga puluh ribu US Dollar) kepada Bank A, kemudian pada tanggal 5 Desember 2008 Nasabah X melakukan pembelian valas terhadap rupiah sebesar USD50.000 (lima puluh ribu US Dollar) kepada Bank B, maka pembelian valas Nasabah X pada bulan Desember 2008 adalah sebesar USD80.000 (delapan puluh ribu US Dollar). Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10…
-4Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 4921
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/17/PBI/2014 TENTANG TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai Rupiah; b. bahwa kestabilan nilai Rupiah yang salah satunya dipengaruhi
oleh
kestabilan
nilai
tukar
Rupiah
memerlukan dukungan pasar keuangan yang sehat khususnya
pasar
valuta
asing
domestik
untuk
menjaga kelangsungan kegiatan ekonomi nasional; c. bahwa
untuk
menjaga
kelangsungan
kegiatan
ekonomi nasional dibutuhkan upaya pendalaman pasar valuta asing domestik dengan memberikan fleksibilitas bagi pelaku ekonomi, termasuk pihak asing,
dalam
melakukan
transaksi
valuta
asing
terhadap Rupiah; d. bahwa
peran
Bank
Indonesia
diperlukan
untuk
mendorong pendalaman pasar valuta asing melalui pengaturan yang komprehensif, khususnya terkait dengan transaksi valuta asing terhadap Rupiah yang dilakukan antara Bank dengan pihak asing; e. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
perlu
menetapkan
Peraturan
Bank
Indonesia
tentang Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing;
Mengingat …
-2Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia
(Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah
beberapa
kali,
terakhir
dengan
Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah
Pengganti
Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 67, Tambahan
Lembaran
Negara
Republik
Indonesia
Nomor 3844);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG TRANSAKSI
VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bank Indonesia ini yang dimaksud dengan: 1.
Bank adalah Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Bank Umum …
-3Umum Syariah serta Unit Usaha Syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, termasuk kantor cabang dari Bank yang berkedudukan di luar negeri namun tidak termasuk kantor Bank Umum dan Bank Umum Syariah berbadan hukum Indonesia yang beroperasi di luar negeri. 2.
Pihak Asing adalah: a.
warga negara asing;
b.
badan hukum asing atau lembaga asing lainnya;
c.
warga negara Indonesia yang memiliki status penduduk tetap (permanent
resident)
negara
lain
dan
tidak
berdomisili
di
Indonesia; d.
kantor Bank di luar negeri dari Bank yang berkantor pusat di Indonesia;
e.
kantor perusahaan di luar negeri dari perusahaan yang berbadan hukum Indonesia.
3.
Warga negara asing adalah orang yang memiliki kewarganegaraan selain Indonesia, termasuk yang memiliki izin menetap atau izin tinggal di Indonesia.
4.
Badan Hukum Asing atau Lembaga Asing lainnya adalah badan hukum atau lembaga asing yang didirikan di luar negeri, namun tidak termasuk: a.
kantor cabang Bank asing di Indonesia;
b.
perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA);
c.
badan hukum asing atau lembaga asing yang memiliki kegiatan yang bersifat nirlaba.
5.
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah adalah transaksi jual beli valuta asing terhadap Rupiah dalam bentuk: a.
transaksi spot, termasuk transaksi yang dilakukan dengan valuta today dan/atau valuta tomorrow;
b.
transaksi derivatif valuta asing terhadap Rupiah yang standar (plain vanilla) dalam bentuk forward, swap, option, dan transaksi lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
6.
Underlying Transaksi adalah kegiatan yang mendasari pembelian atau penjualan valuta asing terhadap Rupiah. 7. Kredit …
-47.
Kredit atau Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan
dengan
itu,
berdasarkan
persetujuan
atau
kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga atau imbalan, termasuk: a.
cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;
b.
pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; atau
c. 8.
pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.
Transfer Rupiah adalah pemindahan sejumlah dana Rupiah yang ditujukan kepada penerima dana untuk kepentingan Bank ataupun nasabah Bank, baik melalui setoran tunai maupun pemindahbukuan antar rekening pada Bank yang sama atau Bank yang berbeda, yang menyebabkan bertambahnya saldo rekening Rupiah penerima dana.
9.
Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu
kewajiban
dari
penerbit,
dalam
bentuk
yang
lazim
diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang, termasuk obligasi yang diterbitkan oleh lembaga multilateral atau supranasional yang seluruh dana hasil penerbitan obligasi tersebut digunakan untuk kepentingan pembiayaan kegiatan ekonomi di Indonesia, termasuk surat berharga yang berdasarkan prinsip syariah. 10. Transaksi Spot adalah transaksi jual atau beli antara valuta asing terhadap Rupiah dengan penyerahan dananya dilakukan 2 (dua) hari kerja setelah tanggal transaksi. Termasuk dalam pengertian Transaksi Spot adalah transaksi dengan penyerahan valuta pada hari yang sama (today) atau dengan penyerahan 1 (satu) hari kerja setelah tanggal transaksi (tomorrow). 11. Transaksi Derivatif adalah transaksi yang didasari oleh suatu kontrak atau perjanjian pembayaran yang nilainya merupakan turunan dari nilai tukar dalam bentuk transaksi forward, swap, option valuta asing terhadap Rupiah, dan transaksi lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. 12.
Prime …
-512. Prime Bank adalah bank yang memiliki peringkat investasi tertentu dari lembaga pemeringkat dan total aset yang termasuk dalam 200 (dua ratus) besar dunia berdasarkan informasi yang tercantum dalam Banker’s Almanac.
BAB II TRANSAKSI
Bagian Kesatu Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Pasal 2 (1)
Bank dapat melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah dengan Pihak Asing atas dasar suatu kontrak.
(2)
Dalam
melakukan
Transaksi
Valuta
Asing
Terhadap
Rupiah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank wajib memiliki pedoman internal tertulis.
Pasal 3 (1)
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang dilakukan Bank dengan Pihak Asing di atas jumlah tertentu (threshold) wajib memiliki Underlying Transaksi.
(2)
Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh kegiatan: a.
perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar negeri; dan/atau
b.
investasi berupa foreign direct investment, portfolio investment, pinjaman, modal, dan investasi lainnya di dalam dan di luar negeri.
(3)
Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk:
a. penggunaan …
-6a.
penggunaan Sertifikat Bank Indonesia untuk Transaksi Derivatif; dan
b.
penempatan
dana
pada
Bank
(vostro)
antara
lain
berupa
tabungan, giro, deposito, dan Negotiable Certificate of Deposit (NCD).
Bagian Kedua Transaksi Spot antara Bank dengan Pihak Asing Pasal 4 (1)
Jumlah tertentu (threshold) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bank melalui Transaksi Spot adalah USD100,000.00 (seratus ribu
dolar
Amerika
Serikat)
per
bulan
per
Pihak
Asing
atau
ekuivalennya. (2)
Pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melebihi nilai nominal Underlying Transaksi.
(3)
Dalam hal nilai nominal Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dalam kelipatan USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) maka terhadap nilai nominal Underlying Transaksi dimaksud dapat dilakukan pembulatan ke atas dalam kelipatan USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat).
Bagian Ketiga Transaksi Derivatif antara Bank dengan Pihak Asing Pasal 5 (1)
Jumlah tertentu (threshold) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) untuk Transaksi Derivatif jual antara Bank dengan Pihak Asing dan Transaksi Derivatif beli antara Bank dengan Pihak Asing adalah USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) baik per transaksi per Pihak Asing maupun per posisi (outstanding) masing-masing Transaksi …
-7Transaksi Derivatif jual dan Transaksi Derivatif beli per Bank atau ekuivalennya. (2)
Transaksi Derivatif jual antara Bank dengan Pihak Asing dan Transaksi Derivatif beli antara Bank dengan Pihak Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang melebihi nilai nominal Underlying Transaksi.
(3)
Dalam hal nilai nominal Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dalam kelipatan USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat) maka terhadap nilai nominal Underlying Transaksi dimaksud dapat dilakukan pembulatan ke atas dalam kelipatan USD10,000.00 (sepuluh ribu dolar Amerika Serikat).
(4)
Jangka waktu Transaksi Derivatif dilarang melebihi jangka waktu Underlying Transaksi.
Pasal 6 (1)
Kewajiban memiliki Underlying Transaksi untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah oleh Pihak Asing kepada Bank melalui Transaksi Spot di atas USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per bulan per Pihak Asing atau ekuivalennya tidak berlaku untuk penyelesaian Transaksi Derivatif awal yang dilakukan melalui: a.
perpanjangan
transaksi
(roll over),
sepanjang
jangka
waktu
perpanjangan transaksi (roll over) paling lama sama dengan jangka waktu Underlying Transaksi awal;
(2)
b.
percepatan penyelesaian transaksi (early termination); atau
c.
pengakhiran transaksi (unwind).
Kewajiban memiliki Underlying Transaksi untuk Transaksi Derivatif antara Bank dengan Pihak Asing di atas USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) per transaksi per Pihak Asing atau ekuivalennya tidak berlaku untuk penyelesaian Transaksi Derivatif awal yang dilakukan melalui: a.
perpanjangan
transaksi
(roll over),
sepanjang
jangka
waktu
perpanjangan transaksi (roll over) paling lama sama dengan jangka waktu Underlying Transaksi awal; b.
percepatan penyelesaian transaksi (early termination); atau c. pengakhiran …
-8c.
pengakhiran transaksi (unwind).
Pasal 7 Dalam hal Underlying Transaksi dari Transaksi Derivatif berupa investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b maka Transaksi Derivatif wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a.
terdapat realisasi investasi;
b.
nilai Transaksi Derivatif untuk investasi paling banyak sebesar nilai realisasi
investasi
yang
tercantum
dalam
dokumen
Underlying
Transaksi; c.
penghasilan dari investasi yang akan diterima (future income) yang belum dapat dipastikan jumlah dan waktu penerimaannya, tidak dapat digunakan sebagai Underlying Transaksi; dan
d.
jangka waktu Transaksi Derivatif paling singkat 1 (satu) minggu yang dihitung berdasarkan tanggal dimulainya Transaksi Derivatif sampai dengan tanggal jatuh waktu Transaksi Derivatif dan paling lama sama dengan jangka waktu investasi.
Pasal 8 (1)
Persyaratan Transaksi Derivatif dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu)
minggu
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
7
huruf
d
dikecualikan untuk transaksi forward beli valuta asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing dalam rangka penyelesaian transaksi kegiatan investasi. (2)
Transaksi forward beli valuta asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing dalam rangka penyelesaian transaksi kegiatan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a.
jangka waktu transaksi forward beli valuta asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing sama dengan jangka waktu penyelesaian transaksi kegiatan investasi; dan
b. tanggal …
-9b.
tanggal dimulainya transaksi forward beli valuta asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing maupun berakhirnya transaksi forward beli dimaksud sama dengan tanggal dimulainya dan berakhirnya penyelesaian transaksi kegiatan investasi.
Pasal 9 Penghasilan dari investasi meliputi penghasilan yang telah diterima dan penghasilan yang akan diterima (future income).
Pasal 10 Dalam hal terdapat penghasilan dari investasi yang akan diterima (future income) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 yang jumlah dan waktu penerimaannya
dapat
dipastikan
maka
apabila
dilakukan
Transaksi
Derivatif wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a.
Transaksi Derivatif hanya dapat dilakukan melalui transaksi forward jual valuta asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing;
b.
transaksi forward jual valuta asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing atas penghasilan dari investasi yang telah diterima oleh Pihak Asing hanya dapat dilakukan dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu;
c.
transaksi forward jual valuta asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing atas penghasilan dari investasi yang akan diterima (future income) oleh Pihak Asing hanya dapat dilakukan dengan jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu dan paling lama sesuai dengan jangka waktu penerimaan penghasilan; dan
d.
nilai transaksi forward jual valuta asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing atas penghasilan dari investasi paling banyak sebesar nilai penghasilan dari investasi yang tercantum dalam dokumenUnderlying Transaksi.
Pasal …
- 10 Pasal 11 (1)
Dalam hal penghasilan dari investasi yang akan diterima (future income) yang belum dapat dipastikan jumlah dan waktu penerimaannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c berupa dividen, terhadap dividen dimaksud dapat dilakukan Transaksi Derivatif sebelum adanya kepastian jumlah dan waktu penerimaan.
(2)
Dalam hal Transaksi Derivatif dilakukan atas future income berupa dividen yang belum dapat dipastikan jumlah dan waktu penerimaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Transaksi Derivatif wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut: a.
Transaksi Derivatif hanya dapat dilakukan melalui transaksi forward jual valuta asing terhadap Rupiah antara Bank dengan Pihak Asing;
b.
nilai Transaksi Derivatif sebagaimana dimaksud pada huruf a paling banyak sebesar nilai estimasi dividen yang akan diterima Pihak Asing berdasarkan dokumen Underlying Transaksi;
c.
memiliki jangka waktu paling singkat 1 (satu) minggu dan paling lama sampai dengan jangka waktu penerimaan dividen;
d.
dalam hal selama periode Transaksi Derivatif terdapat keputusan manajemen
perusahaan
yang
dapat
memberikan
kepastian
mengenai jumlah dan waktu pembayaran dividen yang akan diterima Pihak Asing, Bank memastikan bahwa Pihak Asing melakukan penyesuaian atas jumlah Transaksi Derivatif Pihak Asing menjadi paling banyak sesuai dengan jumlah dividen yang sudah pasti akan diterima oleh Pihak Asing dan jangka waktu Transaksi Derivatif menjadi sesuai dengan tanggal pembayaran dividen; dan e.
Bank memastikan bahwa Pihak Asing tidak melakukan penjualan saham yang dividennya digunakan sebagai Underlying Transaksi dari Transaksi Derivatif sampai dengan batas waktu saham masih memiliki hak atas dividen yang dijadikan Underlying Transaksi.
Pasal …
- 11 Pasal 12 Transaksi Derivatif dapat pula dilakukan oleh Bank dengan Pihak Asing dalam rangka cover hedging Bank.
Bagian Keempat Larangan Transaksi Bagi Bank Pasal 13 Bank dilarang melakukan transaksi tertentu dengan Pihak Asing yang meliputi: a.
pemberian Kredit atau Pembiayaan dalam Rupiah dan/atau valuta asing;
b.
penempatan dalam Rupiah;
c.
pembelian Surat Berharga dalam Rupiah yang diterbitkan oleh Pihak Asing;
d.
tagihan antar kantor dalam Rupiah;
e.
tagihan antar kantor dalam valuta asing dalam rangka pemberian Kredit atau Pembiayaan di luar negeri; dan
f.
penyertaan modal dalam Rupiah;
Pasal 14 (1)
Bank dilarang melakukan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah apabila transaksi atau potensi transaksi tersebut terkait dengan structured product.
(2)
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi Bank sebagai penerbit structured product maupun Bank sebagai agen penjual (selling agent) structured product.
Pasal 15 (1)
Larangan terhadap pemberian Kredit atau Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a tidak berlaku terhadap: a. Kredit …
- 12 a. Kredit atau Pembiayaan non tunai atau garansi yang terkait dengan kegiatan
investasi
di
Indonesia
yang
memenuhi
persyaratan
berikut: 1.
memperoleh counter guaranty (kontra garansi) dari Prime Bank yang bukan merupakan: a)
kantor cabang Bank di luar negeri; dan
b) kantor cabang bank asing baik di dalam maupun di luar negeri; atau 2.
adanya jaminan setoran sebesar 100% (seratus persen) dari nilai garansi yang diberikan.
b. Kredit atau Pembiayaan dalam bentuk sindikasi yang memenuhi persyaratan berikut: 1.
mengikutsertakan Prime Bank sebagai lead bank;
2.
diberikan untuk pembiayaan proyek di sektor riil untuk usaha produktif yang berada di wilayah Indonesia; dan
3.
kontribusi bank asing sebagai anggota sindikasi lebih besar dibandingkan dengan kontribusi Bank di dalam negeri.
c.
kartu kredit;
d. Kredit atau Pembiayaan konsumsi yang digunakan di dalam negeri; e.
cerukan intrahari dalam Rupiah atau valuta asing yang didukung oleh
dokumen-dokumen
yang
bersifat
authenticated
yang
menunjukkan konfirmasi akan adanya dana masuk ke rekening bersangkutan pada hari yang sama dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia; f.
cerukan dalam Rupiah atau valuta asing karena pembebanan biaya administrasi; dan
g.
pengambilalihan tagihan dari badan yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola aset-aset Bank dalam rangka restrukturisasi perbankan Indonesia oleh Pihak Asing yang pembayarannya dijamin oleh Prime Bank.
(2)
Prime Bank sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
memiliki
peringkat
investasi
yang
diberikan
oleh
lembaga
pemeringkat paling kurang: 1. BBB- …
- 13 1.
BBB- dari lembaga pemeringkat Standard & Poors;
2.
Baa3 dari lembaga pemeringkat Moody’s;
3.
BBB- dari lembaga pemeringkat Fitch; atau
4.
setara
dengan
angka
1,
angka
2,
dan/atau
angka
3
berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat terkemuka lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; berdasarkan penilaian terhadap prospek usaha jangka panjang (long term outlook) Bank tersebut; dan b.
memiliki total aset yang termasuk dalam 200 (dua ratus) besar dunia berdasarkan informasi yang tercantum dalam Banker’s Almanac.
Pasal 16 Larangan pembelian Surat Berharga dalam Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c tidak berlaku terhadap: a.
pembelian Surat Berharga yang berkaitan dengan kegiatan ekspor barang
dari
Indonesia
dan
impor
barang
ke
Indonesia
serta
perdagangan dalam negeri; dan b.
pembelian bank draft dalam Rupiah yang diterbitkan oleh bank di luar negeri untuk kepentingan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri dan dana Rupiah tersebut diterima di dalam negeri oleh bukan Pihak Asing.
Bagian Kelima Transfer Rupiah Pasal 17 Bank dilarang melakukan Transfer Rupiah ke luar negeri.
Pasal 18 (1)
Bank dapat melakukan Transfer Rupiah ke rekening yang dimiliki Pihak Asing dan/atau yang dimiliki secara gabungan (joint account) antara …
- 14 antara Pihak Asing dengan bukan Pihak Asing pada Bank di dalam negeri apabila: a.
nilai
nominal
Transfer
Rupiah
sampai
dengan
ekuivalen
USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) per hari per Pihak Asing; atau b.
dilakukan antar rekening Rupiah yang dimiliki oleh Pihak Asing yang sama.
(2)
Dalam hal Transfer Rupiah ke rekening yang dimiliki Pihak Asing yang berasal dari selain Transaksi Derivatif dengan nilai nominal di atas ekuivalen USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) per hari per Pihak Asing, Bank penerima Transfer Rupiah wajib memastikan bahwa Pihak Asing memiliki Underlying Transaksi.
(3)
Dalam hal Transfer Rupiah ke rekening yang dimiliki Pihak Asing dalam rangka penyelesaian Transaksi Derivatif awal melalui: a.
perpanjangan
transaksi
(roll over),
sepanjang
jangka
waktu
perpanjangan transaksi (roll over) paling lama sama dengan jangka waktu Underlying Transaksi awal; b.
percepatan penyelesaian transaksi (early termination); atau
c.
pengakhiran transaksi (unwind),
Bank tidak wajib memintaUnderlying Transaksi kepada Pihak Asing. (4)
Bank penerima dari suatu Transfer Rupiah yang ditujukan kepada Pihak Asing wajib melakukan verifikasi terhadap status pihak penerima dana.
BAB III PENYELESAIAN TRANSAKSI Pasal 19 (1)
Penyelesaian Transaksi Spot antara Bank dengan Pihak Asing wajib dilakukan dengan pemindahan dana pokok secara penuh.
(2)
Penyelesaian Transaksi Derivatif antara Bank dengan Pihak Asing dapat dilakukan secara netting atau dengan pemindahan dana pokok secara penuh. (3) Penyelesaian …
- 15 (3)
Penyelesaian Transaksi Derivatif antara Bank dengan Pihak Asing yang dapat dilakukan secara netting sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya berlaku untuk perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind).
(4)
Penyelesaian untuk penyesuaian Transaksi Derivatif atas pembayaran dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d dapat dilakukan secara netting sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5)
Jangka waktu Transaksi Derivatif untuk penyelesaian perpanjangan transaksi
(roll
termination),
over),
dan
percepatan
pengakhiran
penyelesaian
transaksi
transaksi
(unwind)
dalam
(early rangka
investasi paling singkat 1 (satu) minggu yang dihitung berdasarkan tanggal dimulainya Transaksi Derivatif sampai dengan tanggal jatuh waktu Transaksi Derivatif, dan paling lama sama dengan jangka waktu investasi.
Pasal 20 (1)
Penyelesaian Transaksi Derivatif antara Bank dengan Pihak Asing secara netting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) dengan nilai nominal paling banyak sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika
Serikat)
dapat
dilakukan
sepanjang
didukung
dengan
Underlying Transaksi dari Transaksi Derivatif awal. (2)
Dalam hal pada saat penyelesaian Transaksi Derivatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pihak Asing tidak dapat menyampaikan dokumen Underlying Transaksi maka penyelesaian Transaksi Derivatif dilakukan dengan pemindahan dana pokok secara penuh.
BAB …
- 16 BAB IV DOKUMEN TRANSAKSI
Bagian Kesatu Jenis Dokumen Underlying Transaksi Pasal 21 (1) Jenis dokumen Underlying Transaksi ditetapkan oleh Bank Indonesia. (2) Penetapan jenis dokumen sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Bagian Kedua Dokumen Transaksi Spot antara Bank dengan Pihak Asing Pasal 22 (1)
Dalam hal Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank melalui Transaksi Spot dengan nilai nominal di atas USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per bulan per Pihak Asing atau ekuivalennya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Bank wajib memastikan Pihak Asing untuk menyampaikan dokumen sebagai berikut: a.
dokumen
Underlying
Transaksi
yang
dapat
dipertanggungjawabkan, baik yang bersifat final maupun yang berupa perkiraan; dan b.
dokumen
pendukung
berupa
pernyataan
tertulis
yang
authenticated dari Pihak Asing yang berisi informasi mengenai: 1. keaslian
dan
kebenaran
dokumen
Underlying
Transaksi
sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan 2. penggunaan dokumen Underlying Transaksi untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah paling banyak sebesar nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia. 3. jumlah
kebutuhan,
tujuan
penggunaan,
dan
tanggal
penggunaan valuta asing, dalam hal dokumen Underlying
Transaksi …
- 17 Transaksi
sebagaimana
dimaksud
pada
huruf
a
berupa
perkiraan. (2)
Dalam hal Pihak Asing melakukan pembelian valuta asing terhadap Rupiah kepada Bank melalui Transaksi Spot paling banyak sebesar USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per bulan per Pihak Asing atau ekuivalennya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), Bank wajib memastikan Pihak Asing untuk menyampaikan dokumen pendukung berupa pernyataan tertulis yang authenticated yang menyatakan bahwa pembelian valuta asing terhadap Rupiah tidak lebih dari USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per bulan per Pihak Asing atau ekuivalennya dalam sistem perbankan di Indonesia.
Bagian Ketiga Dokumen Transaksi Derivatif antara Bank dengan Pihak Asing Pasal 23 (1)
Dalam hal Bank melakukan Transaksi Derivatif dengan Pihak Asing di atas USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) per transaksi per Pihak Asing atau ekuivalennya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1), Bank wajib memastikan Pihak Asing untuk menyampaikan dokumen sebagai berikut: a.
dokumen
Underlying
Transaksi
yang
dapat
dipertanggungjawabkan, baik yang bersifat final maupun yang berupa perkiraan; dan b.
dokumen
pendukung
berupa
pernyataan
tertulis
yang
authenticated dari Pihak Asing yang berisi informasi mengenai: 1.
keaslian dan kebenaran dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan
2.
penggunaan dokumen Underlying Transaksi untuk Transaksi Derivatif paling banyak sebesar nominal Underlying Transaksi dalam sistem perbankan di Indonesia.
3. jumlah …
- 18 3.
jumlah
kebutuhan,
tujuan
penggunaan,
dan
tanggal
penggunaan valuta asing, dalam hal dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa perkiraan pembelian valuta asing terhadap Rupiah. 4.
sumber dana, jumlah penjualan, dan tanggal tersedianya valuta asing, dalam hal dokumen Underlying Transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa perkiraan penjualan valuta asing terhadap Rupiah.
(2)
Dalam hal Pihak Asing melakukan penyelesaian Transaksi Derivatif dengan nilai nominal paling banyak sebesar USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) secara netting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) maka Pihak Asing wajib menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Bagian Keempat Dokumen Transfer Rupiah Pasal 24 Dalam hal terdapat Transfer Rupiah kepada Pihak Asing yang berasal dari selain Transaksi Derivatif di atas ekuivalen USD1,000,000.00 (satu juta dolar Amerika Serikat) per hari per Pihak Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), Bank penerima Transfer Rupiah dimaksud wajib memastikan Pihak Asing untuk menyampaikan dokumen Underlying Transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Bagian Kelima Penyampaian Dokumen Pasal 25 (1)
Bank memastikan Pihak Asing menyampaikan dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dan Transaksi …
- 19 Transaksi Derivatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 pada tanggal transaksi untuk setiap transaksi; (2)
Dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Transaksi Spot wajib diterima oleh Bank paling lambat pada tanggal valuta.
(3)
Dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Transaksi Derivatif wajib diterima oleh Bank paling lambat pada 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi.
(4)
Dalam hal Transaksi Derivatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memiliki Underlying Transaksi berupa kegiatan perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a yang memiliki tanggal jatuh waktu kurang dari 5 (lima) hari kerja setelah tanggal transaksi, dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung Transaksi Derivatif dimaksud wajib diterima oleh Bank paling lambat pada tanggal jatuh waktu.
(5)
Dokumen Underlying Transaksi dan dokumen pendukung Transaksi Derivatif
sampai
dengan
jumlah
tertentu
(threshold)
yang
penyelesaiannya akan dilakukan secara netting wajib diterima oleh Bank paling lambat: a.
pada tanggal valuta dalam hal perpanjangan transaksi (roll over), percepatan
penyelesaian
transaksi
(early
termination),
dan
pengakhiran transaksi (unwind) dilakukan melalui Transaksi Spot; b.
5 (lima) hari kerja sejak tanggal transaksi dalam hal perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination),
dan
pengakhiran
transaksi
(unwind)
dilakukan
melalui Transaksi Derivatif; atau c.
pada tanggal jatuh waktu dalam hal perpanjangan transaksi (roll over), percepatan penyelesaian transaksi (early termination), dan pengakhiran transaksi (unwind) dilakukan melalui Transaksi Derivatif yang memiliki Underlying Transaksi berupa kegiatan perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar negeri yang memiliki tanggal jatuh waktu kurang dari 5 (lima) hari kerja.
(6) Dokumen …
- 20 (6)
Dokumen
Underlying
Transaksi
dalam
rangka
Transfer
Rupiah
sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 wajib diterima oleh Bank paling lambat pada saat terjadinya penambahan dana Rupiah Pihak Asing.
Pasal 26 (1)
Bank dapat menerima dokumen pendukung Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang disampaikan oleh Pihak Asing secara berkala dengan ketentuan sebagai berikut:
(2)
a.
Dokumen Underlying Transaksi bersifat final; dan
b.
Bank telah mengetahui track record Pihak Asing dengan baik.
Dalam hal Bank melakukan fungsi kustodian dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokumen pendukung dapat diterima dari Pihak Asing paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun kalender.
(3)
Dalam hal Bank tidak melakukan fungsi kustodian dan Pihak Asing memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dokumen pendukung dapat diterima paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan kalender.
(4)
Bank dapat menerima dokumen pendukung yang disampaikan oleh Pihak Asing atas pembelian valuta asing terhadap Rupiah melalui Transaksi Spot paling banyak sebesar USD100,000.00 (seratus ribu dolar Amerika Serikat) per bulan per Pihak Asing atau ekuivalennya paling kurang 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan.
Pasal 27 (1)
Bank wajib menatausahakan dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24.
(2)
Penatausahaan dokumen Underlying Transaksi dan/atau dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari pedoman internal tertulis Bank dalam melakukan Transaksi
Valuta …
- 21 Valuta Asing Terhadap Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
BAB V PELAPORAN TRANSAKSI Pasal 28 Dalam rangka pelaporan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah, Bank berpedoman kepada ketentuan yang mengatur mengenai laporan harian bank umum.
BAB VI SANKSI Pasal 29 Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), Pasal 22 ayat (2), dan Pasal 27 ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis.
Pasal 30 (1)
Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (2), Pasal 5 ayat (2), Pasal 5 ayat (4), Pasal 7, Pasal 8 ayat 2, Pasal 10, Pasal 11 ayat (2), Pasal 13, Pasal 14 ayat (1), Pasal 15 ayat (2), Pasal 17, Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 22 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24, Pasal 25 ayat (2), Pasal 25 ayat (3), Pasal 25 ayat (4), Pasal 25 ayat (5), dan/atau Pasal 25 ayat (6) dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan sanksi kewajiban membayar sebesar 1% (satu persen) dari nilai nominal transaksi yang dilanggar untuk setiap pelanggaran, dengan jumlah sanksi paling sedikit sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Perhitungan …
- 22 (2)
Perhitungan nilai nominal transaksi yang dilanggar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut: a. selisih antara total nilai nominal transaksi valuta asing terhadap Rupiah dengan jumlah tertentu (threshold) kewajiban pemenuhan Underlying Transaksi; atau b. total nilai nominal Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang tidak didukung dengan Underlying Transaksi dalam hal nilai nominal transaksi di bawah jumlah tertentu (threshold) tetapi dilakukan netting.
(3)
Penghitungan sanksi kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada tanggal terjadinya pelanggaran.
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 31 (1)
Bank yang telah melakukan Transaksi Valuta Asing terhadap Rupiah dengan Pihak Asing sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, tetap dapat meneruskan transaksi dimaksud sampai dengan jatuh waktu transaksi.
(2)
Transaksi Derivatif yang dilakukan sebelum berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini dan jatuh waktu setelah berlakunya Peraturan Bank Indonesia ini, penyelesaiannya dapat dilakukan secara netting untuk: a.
perpanjangan
transaksi
(roll
over),
sepanjang
jangka
waktu
perpanjangan transaksi (roll over) paling lama sama dengan jangka waktu Underlying Transaksi awal;
(3)
b.
percepatan penyelesaian transaksi (early termination); atau
c.
pengakhiran transaksi (unwind).
Pengaturan
penyelesaian
transaksi
secara
netting
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mengacu pada Peraturan Bank Indonesia ini.
BAB …
- 23 BAB VIII PENUTUP Pasal 32 Peraturan Pelaksanaan dari Peraturan Bank Indonesia ini diatur lebih lanjut dalam Surat Edaran Bank Indonesia.
Pasal 33 Pada saat Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku: a.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 50 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4504);
b.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/10/PBI/2012 tentang Perubahan Atas
Peraturan
Bank
Indonesia
Nomor
7/14/PBI/2005
tentang
Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 157 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5335); c.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/9/PBI/2014 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/14/PBI/2005 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 70 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5525);
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 34 Peraturan Bank Indonesia ini mulai berlaku pada tanggal 10 November 2014.
Agar …
- 24 Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 September 2014 GUBERNUR BANK INDONESIA,
AGUS D. W. MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 September 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 213 DPM
PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 16/17/ PBI/ 2014 TENTANG TRANSAKSI VALUTA ASING TERHADAP RUPIAH ANTARA BANK DENGAN PIHAK ASING
I.
UMUM Sebagai bank sentral yang diamanatkan undang-undang untuk mengemban tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah, Bank Indonesia merumuskan berbagai kebijakan yang ditujukan bagi pencapaian tujuan tersebut termasuk upaya untuk mendorong pendalaman pasar keuangan khususnya pasar valuta asing domestik. Pendalaman pasar valuta asing domestik merupakan suatu langkah yang perlu dilakukan melalui pemberian panduan transaksi yang lebih jelas dan fleksibilitas bagi pelaku ekonomi dalam melakukan transaksi valuta asing untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional. Sehubungan dengan itu, Bank Indonesia perlu melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan terkait dengan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah Antara Bank dengan Pihak Domestik,
melalui
pengaturan
yang
komprehensif
untuk
meminimalkan Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah yang bersifat spekulatif dan dengan tetap mendukung kelancaran aktivitas di sektor riil. II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kontrak” adalah konfirmasi tertulis yang menunjukkan terjadinya transaksi yang antara lain berupa …
-2berupa
dealing
conversation,
SWIFT,
atau
konfirmasi
tertulis lainnya. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Perdagangan barang dan jasa di dalam dan di luar negeri antara lain berupa kegiatan usaha pedagang valuta asing. Huruf b Yang dimaksud dengan “foreign direct investment” adalah investasi langsung Nasabah ke luar negeri. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Huruf a Yang
dimaksud
dengan
“realisasi
investasi”
adalah
terjadinya aliran dana dari Pihak Asing untuk penyelesaian kegiatan investasi, termasuk investasi yang dalam proses penyelesaian. Huruf b Cukup jelas. Huruf c
Yang …
-3Yang dimaksud dengan “future income” antara lain capital gain, dividen, kupon, dan bunga. Huruf d Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Penghasilan dari investasi yang telah diterima dan penghasilan yang akan diterima antara lain capital gain, dividen, kupon, dan bunga. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas. Huruf e Untuk saham yang diperdagangkan di bursa saham, yang dimaksud dengan “batas waktu saham masih memiliki hak atas dividen” adalah cum date, yaitu akhir periode perdagangan saham di bursa dengan hak dividen. Pasal 12 Yang dimaksud dengan “cover hedging” adalah apabila Bank melakukan hedging kepada Pihak Asing berupa bank di luar negeri atas hedging yang telah dilakukan nasabah Bank kepada Bank …
-4Bank yang bersangkutan dengan Underlying Transaksi yang dimiliki oleh nasabah Bank dimaksud. Pasal 13 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “penempatan” adalah penanaman dana Bank pada Bank lain dalam bentuk giro, interbank call money, deposito berjangka, sertifikat deposito, Kredit atau Pembiayaan, dan penanaman dana lainnya yang sejenis. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan “tagihan antar kantor” adalah semua tagihan yang dimiliki Bank terhadap kantor pusat atau kantor cabang di luar negeri baik untuk kepentingan Bank maupun nasabah, yaitu: 1.
bagi kantor cabang bank asing di Indonesia, tagihan adalah dari kantor cabang bank asing di Indonesia terhadap kantor pusat dan/atau kantor cabang lain di luar negeri;
2.
bagi bank yang berkantor pusat di Indonesia, tagihan adalah dari kantor pusat dan/atau kantor cabang di Indonesia terhadap kantor cabang di luar negeri.
Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang
dimaksud
dengan
“penyertaan
modal”
adalah
penanaman dana Bank dalam bentuk saham pada Bank dan perusahaan di bidang keuangan lainnya sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti perusahaan sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan
efek,
penyelesaian
dan
asuransi,
serta
penyimpanan,
lembaga
termasuk
kliring
penanaman dalam …
-5dalam bentuk surat utang konversi (convertible bond) dengan opsi saham (equity option) atau jenis transaksi tertentu yang berakibat Bank memiliki atau akan memiliki saham pada Bank dan/atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan lainnya. Pasal 14 Ayat (1) Yang dimaksud dengan structured product adalah produk yang dikeluarkan oleh Bank yang merupakan kombinasi berbagai instrumen dengan Transaksi Derivatif valuta asing terhadap Rupiah untuk tujuan mendapatkan tambahan income
(return
enhancement)
yang
dapat
mendorong
Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah untuk tujuan spekulatif dan dapat menimbulkan ketidakstabilan nilai Rupiah. Ayat (2) Termasuk Bank sebagai agen penjual structured product luar negeri (offshore product) yang terkait dengan valuta asing terhadap Rupiah. Pasal 15 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b 1.
Yang dimaksud dengan “lead bank” adalah bank yang berperan sebagai koordinator bagi anggota sindikasi;
2.
Yang dimaksud dengan “sektor riil” adalah sektor produksi dan perdagangan barang dan jasa, namun tidak termasuk sektor jasa keuangan seperti kegiatan jual beli Surat Berharga.
3.
Cukup jelas.
Huruf c Termasuk …
-6Termasuk jenis kartu kredit untuk pembelian barang produksi (procurement card). Huruf d Yang
dimaksud
dengan
“Kredit
atau
Pembiayaan
konsumsi” yaitu pemberian Kredit atau Pembiayaan untuk keperluan konsumsi di dalam negeri dengan cara membeli, menyewa, atau dengan cara lain, termasuk
di
dalamnya
Kredit
atau
Pembiayaan
Pemilikan Rumah, Apartemen, Ruko, dan Rukan serta Kredit atau Pembiayaan pembelian kendaraan. Huruf e Yang
dimaksud
dengan
dokumen
yang
bersifat
authenticated adalah dokumen yang identitas pihak pengirim, isi pesan atau perintah, serta kode rahasia dokumen
dimaksud
telah
disepakati
para
pihak
sehingga hanya dapat dikonfirmasi atau diverifikasi oleh pihak penerima pesan atau penerima perintah secara individual. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Ketentuan
ini
tunduk
kepada
ketentuan
yang
dikeluarkan oleh otoritas yang berwenang mengenai prinsip kehati-hatian dalam rangka pembelian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 16 Huruf a Yang dimaksud dengan “pembelian Surat Berharga yang berkaitan dengan kegiatan ekspor barang dari Indonesia dan impor barang ke Indonesia” adalah pembelian Wesel Ekspor dan Banker’s Acceptance atas dasar transaksi Letter of Credit (L/C) maupun non-L/C. Yang …
-7Yang dimaksud dengan “pembelian Surat Berharga yang berkaitan
dengan
perdagangan
dalam
negeri”
adalah
pembelian wesel atau Banker’s Acceptance atas dasar transaksi Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN). Huruf b Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “status pihak penerima dana” adalah status penerima dana sebagai Pihak Asing atau bukan Pihak Asing. Pasal 19 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pemindahan dana pokok secara penuh” untuk Transaksi Valuta Asing Terhadap Rupiah adalah penyerahan dana secara riil untuk masing-masing transaksi jual dan/atau transaksi beli valuta asing terhadap Rupiah
sebesar
nilai
penuh
nominal
transaksi
atau
ekuivalennya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup …
-8Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Huruf a Yang
dimaksud
dengan
”dokumen
Underlying
Transaksi yang bersifat final” adalah dokumen yang tidak akan mengalami perubahan dalam hal jumlah dan/atau waktu pemenuhan kebutuhannya. Huruf b Yang
dimaksud
authenticated” diverifikasi
dengan
adalah
atau
”pernyataan
pernyataan
dibuktikan
yang
yang
telah
kebenarannya
secara
sistem. Ayat (2) Yang dimaksud dengan ”pernyataan yang authenticated” adalah pernyataan yang telah diverifikasi atau dibuktikan kebenarannya secara sistem. Pasal 23 Ayat (1) Huruf a Yang
dimaksud
dengan
”dokumen
Underlying
Transaksi yang bersifat final” adalah dokumen yang tidak akan mengalami perubahan dalam hal jumlah dan/atau waktu pemenuhan kebutuhannya. Huruf b Yang
dimaksud
authenticated” diverifikasi
atau
dengan
adalah
”pernyataan
pernyataan
dibuktikan
yang
yang
telah
kebenarannya
secara
sistem. Ayat (2) Cukup …
-9Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5582