IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM JAMINAN PERSALINAN (JAMPERSAL) DI KABUPATEN KEEROM PROVINSI PAPUA TAHUN 2012 THE POLICY IMPLEMENTATION OF CHILDBIRTH INSURANCE PROGAM IN KEEROM REGENCY OF PAPUA PROVINCE IN 2012
Soponyono1, M.Alimin Maidin2, Noer Bahry Noor2 1
2
Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Jayapura Bagian MARS, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanudin Makasar
Alamat Korespondensi: Soponyono Dinas Kesehatan Provinsi Papua Jl Sentani Raya Kotaraja 998351 HP.085344920008
[email protected]
Abstrak Jaminan kesehatan masyarakat, khususnya Jampersal juga menjadi upaya pemerintah kabupaten Keerom dalam menanggulangi permasalahan terkait panurunan AKI dan AKB. di tahun 2012, jumlah dana Jampersal yang dianggarkan di cukup namun penyerapannya sebesar 17%, jumlah realisasi dana tesebut di bawah 80 persen, Cakupan Jampersal juga masih di bawah target estimasi. Penelitian ini bertujuan (1) menganalisis efektivitas komunikasi didalam implementasi program jampersal, (2) menganalisis efektifitas sumberdaya program jampersal, (3) menganalisis efektifitas disposisi dengan sikap pelaksana sehingga mempengaruhi implementasi program jampersal di masyarakat, (4) menganalisis efektifitas struktur birokrasi guna pemantapan implementasi program jampersal, (5) menganalisis pengaruh kondisi geografis dan sosial ekonomi dengan program jampersal, (6) bagaimana pandangan masyarakat terhadap program jampersal, sesuai dengan value, budaya dan norma adat. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Keerom di Kabupaten Keerom dinas kesehatan kabupaten keerom, rumah sakit, puskesmas, bidan praktek swasta dan masyarakat pemilihan lokasi puskesmas yang menjadi daerah penelitian adalah puskesmas yang berada di daerah terpencil/perbatasan Negara Papua Newgine dengan menggunakan metode kualitatif dengan analisis data menggunakan analisis isi (content analysis), yang diperoleh melalui wawancara mendalam pada sumber data dan observasi, studi literature. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel Komunikasi sudah berjalan dengan baik, Instrumen kebijakan yang mendasari program jampersal sudah dijalankan, ketersediaan bahan penunjang harus tetap terus di tingkatkan ketersedianya, komitmen pelaksana program jampersal dari jajaran pemegang kebijakan di kabupaten Keerom sampai dengan pelaksana di lapangan sangat tinggi, koordinasi secara berjenjang cukup dilakukan dengan baik, Kondisi geografis masih menjadi penyebab lain rendahnya cakupan program jampersal, dan yang paling mendasar adalah sangat kuatnya pengaruh Adat dan budaya masyarakat Keerom bahwa persalinan adalah merupakan ritual khusus sehingga harus dilakukan diluar rumah, tidak boleh melahirkan ditempat tidur yang pernah digunakan untuk persalinan dan harus di dampingi adat, sehingga banyak kasus kematian ibu dan bayi di karenakan terlambat mendapatkan pertolongan oleh petugas kesehatan/bidan, ini tidak cukup dengan sosialisasi namun diperlukan keterlibatan semua pihak dalam mengadvokasi dan merubah nya secara perlahan. Kata kunci: Jampesal, Implementasi kebijakan, kabupaten Keerom
Abstrak the study of the policy implementation of childbirth insurance progam in keerom regency of papua province in 2012, the aims of the research were to analyze (1) the effectiveness of communication in the implementation of childbirth insurance program,(2)the effectivness of resource of childbirth in insurance program, (3) the effectiveness of disposition with implementers’ attitude to influensce the implementation of childbirth insurance program society (4)the efectiveness of buruacracy strucure for the stabilization of implementation of childbirth insurance program,(5) the influence of geografhical and social economic condition on childbirth insurance program,(6) community’s view on childbirth insurance program in accordance with value,culture, and customary norm. The researce was carried out in heth departement, hospital, heath center, midwives, private practice, and community in Keerom Regency. The health center as the research area located in the remote area, i.e. the border of Papua New Guinea.the data were analyzed using content analysis. The results of the research indicate that communication variable has run well. Policy instrument underlying childbirth insurance program also has run well, the availability of supporting materials should be improved. Implementers’ commitment of childbirth insurance program from policy holders until the implementers’ in the field in Keerom Regency is very high. Step-by-step cordination is guite high. Geographical condition is still the other causes of the low level of childbirth insurence program. The most basic one is the strong influence of custom and culture of Keerom community that the childbirth is a special ritual, so it should happen outside the house. It should not happen on the bed that has been used before and it should be accompanied by community leaders. Thus many cases of mortality of mothers and children happen because health/midwife official are late to give help. Socialization is not enough but the involvement of all parties is needed in advocating and changing it slowly. Key words :childbirth insurance program, policy implementation, Keerom Regency.
2
PENDAHULUAN Amanat Konvensi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO.1948). Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak fundamental setiap warga. Oleh karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab memenuhi agar hak hidup sehat setiap penduduk terpenuhi, termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Kewajiban pemerintah dalam mewujudkan hak hidup sehat diupayakan melalui penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang merata, adil dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Salah satu bentuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang dilakukan pemerintah adalah penyelenggaraan puskesmas dan jaringannya sebagai sarana pelayanan kesehatan terdepan. Sebagai unit terdepan yang bertugas menjangkau masyarakat di wilayah kerja, puskesmas dan jaringannya bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan di wilayah kerja secara profesional, proaktif dan responsif Kesehatan masih menjadi permasalahan Nasional yang begitu kompleks, beberapa indikator keberhasilan yang secara umum belum menunjukkan capaian yang memuaskan adalah masih tingginya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia/SDKI (2007) AKI di Indonesia 228 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 34 per 1.000 kelahiran hidup. Hal ini menimbulkan masalah dalam pencapaian kesepakan global (Millenium Development Goal/MDGs) dimana pada tahun 2015 diharapkan AKI menurun menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB menurun sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Kabupaten Keerom merupakan salah satu kabupaten pemekaran yang terdapat di Provinsi Papua yang berbatasan dengan Negara Papua New Guinea (PNG). Luas wilayah Kabupaten Keerom ± 9.365 km2, dengan jumlah penduduk sebesar 50.279 jiwa. Kabupaten Keerom memiliki tujuh distrik (kecamatan) dan 61 kampung (Dinkes Keerom, 2011). abupaten Keerom berbatasan langsung dengan : Sebelah Utara: Kota Jayapura, Sebelah Selatan : Kabupaten Pegunungan Bintang, Sebelah Barat : Kabupaten Jayapura, Sebelah Timur : Negara Papua New Guinea (PNG). Kabupaten keerom dapat diakses dengan jalan darat dari kota Jayapura dengan waktu tempuj satu jam. Angka usia harapan hidup penduduk Kabupaten Keerom yang
diperoleh dari
data statistik tahun 2012 mencapai 67,1 tahun, AKB 44 per 1000 kelahiran, sedangkan 3
AKI 6 per 816 kelahiran hidup atau 735 per 100.000 kelahiran hidup. Tentu angka ini masih sangat tinggi yang harus mendapatkan perhatian serius. (Dinkes Keerom 2012). Variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan menurut George C. Edwards III, 1980 dipengaruhi beberapa variabel diantaranya : komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.
(Agustino,2012). Sedangkan menurut
Van meter dan Van Horn menggemukakan variabel yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi adalah variable 1) Tujuan Kebijakan dan Standar yang jelas. yakni rincian mengenai sasaran yang ingin dicapai melalui kebijakan beserta standar untuk mengukur pencapaiannya, 2) Sumberdaya (dana atau berbagai insentif yang dapat memfasilitasi keefektifan implementasi),3) Kualitas Hubungan InterOrganisasional,4) Karakteristik Lembaga/organisasi pelaksana (termasuk di dalamnya: kompetensi dan ukuran agen pelaksana, tingkat kontrol hierarchis pada unit pelaksana terbawah pada saat implementasi, dukungan politik dari eksekutif dan legislatif, dan keterkaitan formal dan informal dengan lembaga pembuat kebijakan), 5)Lingkungan politik, sosial dan ekonomi, 6).Disposisi/tanggapan atau sikap para pelaksana termasuk di dalamnya : pengetahuan dan pemahaman akan isi dan tujuan kebijakan. (Agustino,2012). Studi Analisis Implementasi kebijakan program Jampersal menggunakan pendekatan teori implementasi kebijakan George C. Edwards III, 1980 yang di kombinasikan dengan teori Van meter dan Van Horn,1975.
komponen variabel yang
akan dianalisa berdasarkan pandangan teori George C. Edwards III yang mempengaruhi Implementasi Program adalah variabel komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi, dikombinasikan dengan teori Van meter dan Van Horn menggemukakan . Tujuan penelitian ini adalah menganalisis Efektifitas Pelaksanaan Program Jampersal di Kabupaten Keerom baik dari sisi Provider Jampersal maupun Masyarakat selaku penerima program Jampersal di kabupaten Keerom tahun 2012.
METODE DAN BAHAN Lokasi dan Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Keerom pada Juli s/d Oktober 2013, di Dinas Kesehatan Kabupaten Keerom, Puskesmas Arso kota, Puskesmas Arso Barat, Puskesmas Arso Timur, Puskesmas Arso Tiga. Proses pelaksanaan Jampersal akan tergambar dari pelaksanaan tingkat dasar, pelaksanaan tingkat lanjut sampai pelaksanaan pada Pemegang Kebijakan. Adapun pemilihan lokasi Kabupaten Keerom dikarenakan wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten Keerom berada di perbatasan Negara Papua 4
Newgine (PNG) dimana banyak pengunjung puskesmas yang berasal dari negera tetangga. Desain Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dari sumber data/informan dan studi literatur dengan pendekatan masalah secara deskriptif analisis. (Bungin, 2012). Populasi dan Sampel Populasi adalah implementor Jampersal dan msyarakat penerima program Jampersal di kabupaten Keerom, sedangkan sampel atau sumberdata/informan penelitian adalah implementor program Jampersal di Dinkes kabupaten Keerom, Puskesmas Arso Tiga, Arso Kota, Arso Timur, sedangkan dari masyarakat adalah ibu bersalin dengan menggunakan Jampersal, ibu hamil dengan menggunakan Jampersal, dan tokoh masyarakat kabupten Keerom. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan Data dilakukan dengan melalui wawancara mendalam dan observasi yang ditindaklanjuti dengan analisis content dari hasil wawancara dan kemudian di kroscek pada setiap pelaksana kebijakan program jampersal, yang dilakukan secara berturut, dilakukan selama kurang lebih selama dua bulan, seluruh data yang diperoleh dari
hasil wawancara mendalam dan diskusi di rekam melalui voice record untuk
selanjutnya di buatkan manuskrip, untuk di tabulasi dan dikelompokkan berdasarkan variabel yang di kaji didalam penelitian. Analisis Data Sedangkan analisis data dengan menggunakan analisis isi (content analysis), menggunakan triangulasi metode setelah itu dilakukan validitas data dengan melakukan triangulasi sumber dengan cross check dengan sumber lain, pengumpulan data wawancara mendalam dari informan/sumber data dan telaah dokumen kebijakan, dilakukan cross check ulang dengan data yang ada. (Danin,2002).
HASIL PENELITIAN Didalam penelitian ini sebagai informan kunci adalah sebanyak 23 orang dengan rincian 5 dari dinas kesehatan, 10 dari puskesmas dan 8 dari masyarakat sebagai berikut: (kepala dinas kesehatan kabupaten Keerom, sekretaris dinas kabupaten Keerom sebagai ketua tim pengelola jamkesmas/jampersal kabupaten Keerom, kepala bidang kesga dan masyarakat dinkes keerom, kepala seksi kia dinkes Keerom, kepala seksi jamkesmas jampersal dinkes Keerom bendahara jampersal dinkes Keerom, kepala puskesmas Arso kota dan Arso barat, bendahara jampersal puskesmas Arso Tiga, bidan koordinator 5
puskesmas Arso Kota dan Arso Barat, bidan desa, ibu bersalin yang menggunakan Jampersal, ibu bersalin yang tidak menggunakan jampersal dan ibu hamil, dan tokohtokoh masyarakat Keerom). Tabel 1 menjelaskan tentang perbandingan jumlah distrik di Kabupaten Keerom telah memiliki delapan Puskesmas yang tersebar pada 7 kecamatan dengan 8 psukesmas dari ketujuh puskesmas tersebut yang memiliki lokasi terjauh adalah puskesmas Towe, sedangkan yang menjadi sampel penelitian yakni puskesmas Arso Kota, Arso Timur, Arso Barat dan Arso III. Tabel 2 menjelaskan ratio perbandingan jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk di kabupaten Keerom dimana jika dilihat berdasarkan ratio jumlah penduduk maka jumlah tenaga kesehatan yang ada di kabupaten Keerom secara kuantitas sudah cukup, kecuali dokter spesialis. Tabel 3. Menjelaskan komposisi sumberdaya manusia khususnya bidan yang berada pada empat puskesmas yang menjadi sampel penelitian, secara kuantitas jumlah tenaga bidan sudah cukup, berdasarkan ratio jumlah penduduk yang berada dalam wilayah kerja masing masing puskesmas. Tabel 4. Menjelaskan variabel
hasil penelitian dimana dari keenam variabel
terdapat empat variabel yang kesamaan dalam implementasi kebijakan yakni telah berjalan dengan baik, namun terdapat dua variabel yakni kondisi geografis dan adat istiadat terutama terkait dengan budaya persalinan yang masih menjadi faktor penghambat didalam implementasi jampersal, sehingga ini menjadi bahan analisis yang diuraikan dalam pembahasan.
PEMBAHASAN Proses implementasi pelaksanaan program Jampersal di kabupaten Keerom tahun 2012, pada umunya sudah berjalan dengan baik berdasarkan enam variabel yang menjadi kajian penelitian terdapat dua variabel yang belum optimal di implementasikan yakni variabel kondisi geografis sosial ekonomi dan pengaruh adat istiadat dan budaya khususnya yang berhubungan dengan persalinan, hal ini dikarenakan masih begitu kuatnya pengaruh adat dan budaya pada masyarakat Keerom. Penelitian lain tentang Implementasi program Jamkespa di Kabupaten Lebak dengan metode pendekatan Trianggulasi data, dengan hasil bahwa pelaksanaan Program Jamkespa di Kabupaten Lebak sudah berjalan dengan baik namun masih mengalami
6
berbagai kendala, yakni yang berhubungan dengan sumberdaya dan komitmen. (Purwitasari,2011). Kabupaten Keerom yang diwilayah perkotaan tidak terkendala dengan model sosialisasi secara umum, namun karena keterbatasan tingkat pengetahuan dan susahnya transportasi, sehingga diperlukan formulasi khusus yakni dengan tetap melakukan peberdayaan masyarakat dengan pendekatan lintas sektor termasuk melalui adat, dan gereja. Banyak cara untuk mensosialisasikan kebijakan yaitu dengan mempublikasikan seremoni penandatanganan naskah kebijakaan publik, berita di media massa, seminar dan sarana lainnya seperti buklet, leaflet dan lain sebagainya. (Mill, 1990). Pemberian informasi program dilakukan pemerintah dalam hal ini Dinkes dan Puskesmas dalam mendukung program ini diberikan secara konsisten dan jelas, hal ini berpedoman pada petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang ada dan tidak berubahubah. Hal ini tentunya sesuai dengan teori yang menyatakan “ perintah yang berubahubah atau mendua akan menyebabkan kebingungan saat pelaksanaanya” (Subarsono, 2010). Edward III berpendapat perintah yang diberikan dalarn pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas. Perintah yang sering berubah-ubah akan menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan. Namun, konsisten dalam komunikasi akan menjadi sulit jika kebijakan itu sendiri masih belum jelas perwujudannya dalam kegiatan/program atau jika kebijakan tersebut terus mengalami revisi. (Agustino ,2012). Secara umum variable komunikasi dalam Implementasi kebijakan program Jampersal di Kabupaten Keerom tahun 2012 berjalan dengan baik, transmisi program antara pemegang kebijakan dan pelaksana sudah menunjukan alur yang sesuai dengan mekanisme yang ada dimana proses sosialisasi dilakukan dengan baik dengan jajaran pelaksana program baik ditingkat Puskesmas maupun di Tingkat desa. Pengoptimalan seluruh sumberdaya didalam implementasi kebijakan sangat diperlukan dimana sumberdaya tersebut meliputi sumber daya manusia, sumberdaya alam, material dan peraturan/pedoman. Sekalipun sasaran, tujuan dan isi kebijakan walaupun sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, namun pelaksana lapangan dalam hal ini
implementor kebijakan mengalami kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan maka implementasi tidak akan berjalan dengan baik, dengan istilah lain penguatan sumberdaya manusia
menjadi ujung tombak didalam melaksanakan
Implementasi kebijakan dilapangan. instrument kebijakan yang ada terdiri dari: 7
Permenkes, SK Menkes, Juknis, sampai dengan Surat keputusan Kepala Dinas Kesehatan yang langsung dapat di operasionalkan di lapangan. Pengalokasian dana Jampersal setiap kabupaten/kota berbeda berdasarkan proyeksi ibu hamil yang akan melakukan persalinan, sulit dikatakan alokasi tersebut cukup atau tidak, alokasi tersebut dalam bentuk klaim bukan dalam bentuk anggaran belanja. Kemenkes RI telah mengalokasikan dana Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) tahun 2012 sebesar Rp 723.898.750 naik 70,93% dari tahun 2011, dan secara khusus untuk pelayanan Persalinan didukung dengan jaminan persalinan dengan klaim sebesar Rp.148.623.000, perhatian yang luar biasa besar juga diberikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Keerom yang mengalokasikan dana untuk pelayanan bagi masyarakat yang kurang mampu melalui program jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) dengan klaim sebesar Rp.1.005.920.000. konsep pembiayaan kesehatan daerah dimasa mendatang adalah dengan mengedepankan konsep perimbangan didalam pendapatan baik yang bersumber dari APBN, APBD maupun sumber sumber lainnya.(Maidin,2013). Ketersediaan tenaga secara kwantitas di empat puskesmas kabupaten Keerom cukup, namun secara kwalitas yang musti terus perlu ditingkatkan karena secara akademik bidan yang dimiliki masih berlatar belakang pendidikan Bidan A , dan saat ini ada 30 bidan yang lagi menjalani pendidikan jarak jauh. Keberhasilan proses implementasi tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan dalam proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas.(Agustiano,2012). Kegagalan dalam implementasi sering terjadi karena staf tidak mencukupi, tidak memadai, ataupun tidak kompeten dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.(Wibawa,1994) Ketersediaan sara pelayanan kesehatan yang memadai mempunyai peran yang besar dalam menunjang pelaksanaan program jampersal. Kabupaten Keerom memiliki 1 rumah sakit, 8 Puskesmas, Poskesdes 6, Pustu 39 dan 2 BPS/Klinik Perusahaan ini merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Jika dilihat dari jumlah kampung sebanyak 60 kampung dengan fasilitas yang ada khususnya poskesdes dan pustu jumlah ini belum sebanding. Keterbatasan sarana ini maka optimalisasi pelayanan di bantu dengan program pelayanan kesehatan bergerak yang langsung dikelola oleh dinkes 8
kesehatan kabupaten Keerom. Penduduk Kabupaten Keerom pada tahun 2012 sebanyak 51.081 jiwa dengan kepadatan
penduduk 5,5 jiwa/km2. Jumlah penduduk tersebut diatas dijadikan dasar
dalam analisis hasil kegiatan/program, dari 61 desa hanya 39 desa yang memiliki memiliki sarana pelayanan kesehatan berupa Pustu dan polindes, selebihnya belum memiliki fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara pelayanan di fasilitasi langsung oleh puskesmas lewat Pusling ataupun tim mobile clinik dari dinkes Kabupaten. Keterbatasan jumlah sarana kesehatan seperti terbatasnya jumlah poskesdes bisa menjadi salah satu penyebab rendahnya cakupan program Jampersal, walaupun persalinan juga dapat dilakukan di rumah bidan desa atau di rumah penduduk, seperti yang saat ini sedang berjalan. Suatu disposisi dalam implementasi merupakan sikap yang dimiliki oleh implementor kebijakan, seperti komitmen, kejujuran, komunikatif, cerdik dan bersifat demokratis. Sedangkan menurut Van meter dan Vanhorn dalam (Parsons.2011) disposisi implementor dibedakan menjadi 3 hal (a) respons implementor terhadap kebijakan, (b) kondisi, (c) intensitas disposisi implementor. Sebagaimana kita tahu banwa Keerom berbatasan langsung dengan Papua New Guinea (PNG) sehingga pola pelayanan kesehatan harus dapat melayani masyarakat perbatasan kedua Negara dengan baik karena masyarakat PNG sering berobat ke Puskesmas di wilayah kabupaten Keerom. Kordinasi berjenjang memegang peranan penting
terutama berkaitan dengan
kegiatan Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan, dengan kordinasi berjenjang yang bagus dapat ditentunkan kegiatan evaluasi apakah program ini sudah berjalan dengan baik sesuai dengan target yang ditentukan dan terarah, karena monitoring evaluasi yang baik turut menentukan keberhasilan implementasi kebijakan (Parsons,2011). Dalam Implementasi kebijakan struktur organisasi mempunyai peranan yang penting. Aspek-aspek dalam struktur organisasi adalah prosedur pelaksanaan yang standar atau tata laksana kebijakan yang jelas dan koordinasi antar instansi yang baik sehingga kebijakan dapat dilaksanakan dengan benar. Pengembangan SOP merupakan keharusan didalam Implementasi Jampersal karena didalamnya terdapat penyesuaianpenyesuaian dalam pelaksanaan Jampersal di lapangan. Juknis menjelaskan bahwa persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan di sarana kesehatan, akan tetapi karena kondisi geografis yang sulit, infrastruktur jalan yang kurang baik terutama pada saat musim penghujan ini merupakan kondisi yang harus mendapatkan penyesuaian didalam proses implementasi kebijakan, dan inilah kondisi realitas dilapangan. 9
Disisilain proses implementasi kebijakan memerlukan Standart Operational Prosudure (SOP) yang disesuaikan dengan kekhususan lokal dengan tidak mengurangi kriteria Abosulut (wajib) didalam SOP sendiri sehingga kualitas layanan tetap bisa dipertanggung jawabkan, penerapan SOP tentunya sesuai dengan teori yang kita kenal dengan Trilogi Juran Perencanaan Mutu (Quality Planning) Pengendalian Mutu (Quality Control) Peningkatan Mutu (Quality Improvement)
sehingga Perlu ada
penyesuaian juknis terkait masalah lokal. Kondisi geografis kabupaten Keerom berdasarkan hasil pengamatan dan informasi yang didapat dari informan, berbukit, rawa-rawa dan ada yang safana, untuk daerah Waris, Senggi, Skopro, Yabanda, daerah berbukit, bila kondisi musim penghujan sulit ditembus. Puskesmas yang terjauh adalah Towee sulit dijangkau karena harus naik pesawat aksesnya. Sedangkan kondisi geografis untuk empat puskesmas yang menjadi fokus penelitian untuk wilayah puskesmas induknya tidak bermasalah namun untuk sampai ke pustu masih tergolong sulit. Kondisi geografis tidak mungkin dirubah namun perlu disikapi sehingga dengan perbaikan infrastruktur jalan, trasnportasi publik diharapkan masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan dengan baik sehingga dapat mengatasi 3 terlambat yaitu terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan, ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan (Nurzaman,2007) yang menyatakan bahwa Kelompok ibu dari perkotaan mempunyai kecenderungan sebesar 2,638 kali untuk memilih persalinan nakes dibanding dengan kelompok ibu yang berasal dari pedesaan, dikarenakan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu di perkotaan umumnya lebih baik dibandingkan dengan ibu yang dari pedesaan, selain itu akses untuk mencapai tempat pelayanan persalinan di perkotaan relatif lebih mudah dan lebih cepat jika dibanding dengan pedesaan. Sosial Ekonomi dan latar belakang pendidikan masyarakat masih rendah. Rata rata untuk masyarakat asli Keerom tidak memiliki pekerjaan tetap mereka berburu dan meramu, sebagian yang telah memiliki kebun kelapa sawit, jumlahnya masih sangat kecil. Untuk masyarakat yang bukan asli umumnya bekerja pada sektor pertanian, perkebunan, ternak. Latarbelakang pendidikan masih banyak yang belum sekolah, jumlah kecil yang telah menyelesaikan pendidikan hingga lulus SD dan tidak tamat SMP. Mencermati kondisi diatas maka harus ada nilai keperbihakan pemerintah pada masyarakat yang kurang mampu sesuai dengan semangat UUD 1945. (Edi,2010). Kondisi sosial ekonomi dan ditambah tingkat pendidikan yang relatif rendah 10
membuat pemilihan persalinan ke bidan rendah, kefasilitas kesehatan jauh, memerlukan biaya yang tidak murah. Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil hasil cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan rendah, hal ini disebabkan karena sulit mengakses menuju sarana kesehatan dan masih tingginya persepsi masyarakat untuk melakukan persalinan di luar fasilitas kesehatan. Penelitian
ini
sesuai
dengan
penelitian
(Alisyahbana,1985)
dalam
(Nurzaman,2007) yang menyatakan bahwa ibu dengan tingkat sosial ekonorni rendah akan memanfaatkan tenaga penolong persalinan non nakes, hal ini disebabkan antara lain karena biaya pertolongan persalinan oleh dukun dapat diangsur, mulai dari perawatan selama kehamilan sampai dengan 40 hari setelah melahirkan, sehingga dirasakannya sangat ringan dan lebih menyenangkan. Norma Adat Istiadat, Budaya didalam Persalinan masyarakat Keerom yang masih sangat tradisional sehingga nilai-nilai adat begitu dipercaya ini menjadi tantangan tersendiri dalam implementasi kebijakan kesehatan secara umum termasuk pelaksanaan program Jampersal ini, akan tetapi melalui pendekatan dengan Toga, Toma, Kepala kampung dan Kepala adat memberikan effort yang baik bagi terlaksananya program ini kedepan, hal ini juga di kaitkan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat keerom yang masih tergolong dengan food gethering sehingga memerlukan pendekatan khusus. (Mirzali,2012). Dari data yang diambil dari Dinas Kesehatan Kabupaten Keerom tercatat ada lebih dari 100 dukun tetapi sebagian kecil
dukun yang bermitra dengan bidan,
berdasarkan data terdapat kurang lebih 300 persalinan yang ditolong oleh dukun, hal ini disebakan karena masih kuatnya kultur masyarakat Keerom yang masih percaya mitos. Kultur masyarakat Keerom yang masih menerima keberadaan dukun adat, latar belakang pendidikan yang rendah, sosial ekonomi yang masih rendah ini menjadi kendala utama dalarn palaksanaan prograrn jampersal ini. (Nurzaman,2007) yang menyatakan bahwa tingkat sosial ekonorni rendah akan memanfaatkan tenaga penolong persalinan non nakes, hal ini disebabkan antara lain karena biaya pertolongan persalinan oleh dukun dapat diangsur dan dirasakan lebih menyenangkan. Kekuatan People Power dengan mengutif pendapat Max Weber tentang Karismatik revolusioner tentunya pemerintah harus segera menggandeng semua pihak untuk sama sama mengadvokasi tentang upaya peningkatan kesehatan Ibu dan Anak karena permasalahan pelayanan persalinan dan atau maternity termasuk dalam Privatd good bukan masuk dalam Public good, memiliki ekternalitas yang tinggi sehingga 11
diperlukan keberpihakan pemerintah pada
masyarakat miskin,
hal ini tentu sesuai
dengan semangat BPJS per Januari 2014. (Maidin,2013). Pandangan yang dikemukakan oleh (Weber,1984) Karisma dan revolusi adalah kekuatan revolusioner, dapat diterapkan di kabupaten Keerom, karena kepala adat/kepala suku merupakan tokoh karismatik, yang membedakan karisma sebagai kekuatan revolusioner adalah bahwa dia menyebabkan berubahnya pikiran aktor, ini menyebabkan reorientasi subjektif atau internal. Dengan pendekatan dengan pemimpin karismatik dalam hal ini kepala suku tokoh adat maka diharapkan masyarakat ikut mendukung program jampersal maka suku Asli Keerom seperti : May, Tawa, Nov, Ur, Mangga, Sewi, Movus, Bonggoro, Javok, Maunda, Dambo, Muenda, Laho, Meho, Swo, Wey, Ibe, Amo, Psebo dan masih banyak suku suku utara yang lainnya ini dapat merubah pandangan mereka tentang persalinan sehingga secara berangsur-angsur akan mendekatkan pertolongan persalinan pada petugas pelayanan kesehatan.
KESIMPULAN Variabel Komunikasi, sisposisi, struktur birokrasi sudah berjalan dengan baik hal ini terlihat dari hasil pelaksana program Jampersal, kordinasi dan sosialisasi baik di jajaran Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas, Pelaksana di Puskesmas sampai dengan bidan desa, Bidan Praktek Swasta juga sudah berjalan dengan baik. Kondisi geografis dan sosial ekonomi masyarakat Keerom menjadi penyebab lain rendahnya cakupan program Jampersal. Sulitnya medan dan asesbilitas menjadi hambatan tersendiri dari pemberi layanan maupun penerima program, masih sangat kuatnya pengaruh Adat dan budaya masyarakat Keerom bahwa persalinan adalah mengeluarkan darah kotor sehingga harus dilakukan diluar rumah, tidak boleh melahirkan ditempat tidur yang pernah digunakan untuk persalinan dan harus di dampingi adat, sehingga banyak kasus kematian ibu dan bayi di karenakan terlambat mendapatkan pertolongan oleh petugas kesehatan/bidan ini menjadi tantangan tersendiri yang memerlukan kesabaran tidak cukup hanya dengan sosialisasi namun diperlukan pendekatan khusus yang sangat humanistik dan tetap mengedepankan advokasi kesemua sektor swasta, adat,gereja dan pemerintah. Sebagai rekomendasi diperlukan kajian lebih mendalam terkait metode pendekatan dan advokasi terhadap pelaksanaan jampersal secara lebih mendalam tentang padangan adat dan budaya dalam persalinan.
12
DAFTAR PUSTAKA Agustino, Leo.(2012). Dasar-dasar Kebijakan Publik.. Alfabeta. Bandung. Jawa barat. Ali Faried dkk.(2012). Studi Analisa Kebijakan, Konsep Teori dan Aplikasi sampel Teknik Analisa Kebijakan Pemerintah. Refika Aditama. Bandung. Alisyabana A.(1985).Pelayanan kesehatan Perinatal di daerah pedesaan Ujung Berung. Buletin penelitian kesehatan. Vol 13.no.2. 1985:hal 1-2 Azwar A.(1996). Pengantar Administrasi Kesehatan , Edisi ketiga. Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta. Bungin B. (2012). Analisis Data Penelitian Kualitatif, pemahaman filosofis dan metodelogis kearah penguasaan model aplikasi.Raja grafindo Persada.Jakarta. Danim Sudarwan. (2002). Menjadi Peneliti kualitatif. Pustaka setia. Bandung, Jawa Barat. Kementerian Kesehatan RI.(2011). Alokasi Anggaran Kesehatan 2011. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta Kementerian Kesehatan RI.(2011). Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. Maidin, Alimin.(2013).Ekonomi dan Pembiayaan sektor kesehatan. Masaganesa Press. Makasar. Mill A., dan Gilson. L. (1990). Ekonomi Kesehatan untuk negara-negara Sedang Berkembang. Dian Rakyat, Jakarta. Mirzali, Amri.(2012). Antropologi dan kebijakan Publik. Kencana Prenada Media Group. Rawamangun.Jakarta Nurzaman L.(2007).Pemanfaatan Penolong Persalinan di Indonesia.Tesis. FKM UI.Depok Parsons W.(2011).PublicPolicy. Pengantar teori dan praktik analisis kebijakan.Cetakan ke 4. Kencana, Jakarta. Profil Dinas kesehatan Kab Keerom (2012) Purwitasari.A.Y.(2011). Implementasi Kebijakan Jampersal di kabupaten Lebak tahun 2011.Tesis. FKM UI.Depok Subarsono.(2010). Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suharto E. (2010)..Analisis Kebijakan Publik, panduan praktis mengkaji masalah dan kebijakan sosial, Alfabeta. Bandung Weber ,Max A. M. Henderson, Talcott Parson .(1947). The Teory of Social and Economic Organisation. Collier Macmillan Publishers,London. Hlm.102 WHO.(1994). Meternal health and safe motherhood program.Devition of family health. WHO Wibawa Samodra.(1994).Kebijakan Publik. Proses dan analisa, Intermedia, Jakarta World Health Organization. (1993). Evaluasi Perubahan-perubahan Mutakhir dalam Pembiayaan Pelayanan Kesehatan. Terjemahan oleh Adi Utarini Dwiprahasto. 1993. UGM, Yogyakarta.
13
Tabel 1. Data Sarana Kesehatan Dasar PemerintahDi Kabupaten Keerom Tahun 2012 No. 1 2 3 4 5 6 7
Distrik Kampung Arso 17 Arso Timur 11 Skanto 8 Waris 6 Senggi 6 Web 6 Towe 7 Jumlah 61 Dinkes Kabupaten Keerom 2012
Puskesmas 2 1 1 1 1 1 1 8
Pustu 12 5 7 4 5 4 3 39
Polindes 2 1 2 1 0 0 0 6
Table 2 Ratio Tenaga Kesehatan Terhadap Jumlah Penduduk di Kabupaten Keerom Tahun 2012 No
Jenis Tenaga
1 2 3 4 5 7 10 11
Jumlah Tenaga
Dokter Spesialis 0 Dokter umum 39,77 Dokter gigi 5,9 Perawat 220,76 Bidan 81,54 Apoteker 5,9 Sanitarian 29,83 Nutrisionis 23,38 Jumlah Dinas Kesehatan Kabupaten Keerom tahun 2012
Rasio per 100.000 Penduduk 6 40 11 117,5 100 10 40 22
Tabel 3. Jumlah tenaga bidan di sarana kesehatan Tahun 2012
NO 1 2 3 4 5 6 7 8
UNIT KERJA
Puskesmas Arso Kota Puskesmas Arso Barat Puskesmas Arso Timur Puskesmas Arso III Puskesmas Waris Puskesmas Senggi Puskesmas Ubrub Puskesmas Towe Hitam Jumlah Dinkes Kab.Keerom 2012
BIDAN DIII BIDAN BIDAN 5 8 1 6 1 7 1 10 2 2 4 1 2 10 40
JUMLAH 13 7 8 11 4 4 1 2 50
14
Table.4 Perbandingan hasil penilaian Variabel penelitian pada Dinkes dan empat Puskesmas N o 1 2 3 4 5 6
+
Tempat
Dinkes Keerom
Variabel Komunikasi ++++ Disposisi ++ Birokrasi ++ Sumberdaya + Geografis sosek ++ Nilai adat dan budaya persalinan Keterangan = Adekuat - = inadekuat
PKM Arso Kota ++ + ++ +++ ++ -
PKM Arso Barat ++ + ++ ++ + -
PKM Arso Timur ++ + ++ ++ -
PKM Arso Tiga ++ + ++ +++ -
15