IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN PELANGGARAN HAK CIPTA LAGU Finessya Nurul Sukma Maresa, Kusnar Budi Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia ABSTRAK Skripsi ini membahas mengenai implementasi kebijakan penanggulangan pelanggaran hak cipta lagu. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif dengan wawancara dan studi literatur. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa implementasi kebijakan penanggulangan pelanggaran hak cipta lagu yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual masih belum berjalan dengan baik karena kemampuan dalam hal sosialisasi dan penegakan hukum yang masih lemah, isi kebijakan, dan kondisi ekonomi, sosial, dan politik. Kata kunci: implementasi kebijakan, pelanggaran hak cipta, lagu ABSTRACT The focus of this study is about policy implementation against song’s copyright infringement in Directorate of Intellectual Property Rights, Ministry of Law and Human Rights. This research is a qualitative research with descriptive design. This research is using qualitative data analysis with interview and study literature. The results show that the policy implementation against song’s copyright infringement in the Directorate of Intellectual Property Rights is not running well because of a weak organizational capability in socialization and law enforcement, content of policy, and economic, social, and politic conditions. Key words: policy implementation, copyright infrigement, song 1. Pendahuluan 1.1.
Latar Belakang Masalah Musik merupakan suatu wujud prestasi dan kreatifitas manusia yang memiliki nilai
ekonomis. Apabila nilai ekonomis dari musik dapat terjaga dengan baik, hal ini tentunya dapat membantu mewujudkan masyarakat yang makmur seiring dengan apa yang dicitacitakan dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945. Dalam industri musik, peran pencipta lagu, produser, dan penyanyi merupakan tiga pilar utama. Oleh karena itu, perlu perlindungan terhadap karya cipta lagu. Jika tidak ada yang peduli terhadap ciptaan pencipta karya tersebut, maka tidak ada seorang-pun yang akan bersedia mencipta. Mungkin saja tidak ada dana insentif ekonomi untuk pencipta hasil karya tersebut ataupun insentif pribadi untuk memperoleh pengakuan sebagai pihak yang telah menyumbang sesuatu kepada seni, sastra dan ilmu pengetahuan (Butt, et al., 2006:89-90) 1 Universitas Indonesia
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
Industri Musik merupakan pendorong penerimaan negara. Penerimaan dari sektor pajak dari sektor industri musik sekitar 10 persen (Http://m.neraca.co.id/). Dalam laporan tahunan Kementerian Pariwisata dan Eknomi Kreatif (Kemenparekraf), industri musik memiliki peran dalam perekonomian negara. PDB kontribusi nasional yang berasal dari industri musik mencapai 0,37 persen pada tahun 2010. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan jumlah tenaga kerja yang terserap dalam terkait industri musik mencapai 150.516 orang. Untuk nilai ekspor industri musik sebesar Rp.173.069 juta, dan nilai impor sebesar Rp. 82.155 juta. Pada saat ini, Indonesia sudah berada dalam era ekonomi kreatif. Teknologi sudah berkembang kian pesat, sehingga memudahkan masyarakat untuk mendapatkan lagu yang diingkan meskipun dengan cara melanggar hak cipta. Dampak dari perkembangan teknologi dan perkembangan ekonomi kreatif tidak selalu positif. Hal ini berdampak negatif bukan hanya bagi pencipta lagu, ataupun masyarakat musisi, namun kerugian ekonomi dan moral bagi negara dan bangsa. Mirabito & Morgenstern (2004:78) dalam Budianto (2009:101) menyatakan bahwa pembajakan merupakan dampak dari adanya revolusi teknologi dan komunikasi, apalagi dengan tuntutan bagi setiap orang untuk saling berhubungan tidak hanya dengan sekitarnya melainkan secara luas (Global). Berikut pernyataannya“...consequentlly, communication revolution can actually be viewed as a revolution and evolution. The influx of new and the enhancement of older products. Together they have brought about massive changes in the world around us.” Selain dalam hal ekonomi, industri musik turut berperan dalam membangun kreatifitas bangsa. Oleh karena itu, musik dan lagu memiliki Hak Cipta yang merupakan salah satu dari Kekayaan Intelektual yang patut dilindungi bersama dan dijaga guna mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang dapat merugikan bangsa dan negara. Hak Cipta merupakan bagian dari Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik Intelektual. Pengertian hak milik disini bukan karya sebagai benda, tetapi karya dalam pengertian isinya (Sudarmanto, 2012:5). Hak cipta terjadi dan dimiliki penciptanya secara otomatis ketika ide itu selesai diekspresikan dalam bentuk suatu karya atau ciptaan yang berwujud (Kansil,1997:67). Di dalam bidang kekayaan intelektual ada bidang yang khusus berkenaan dengan bidang industri dan ada pula yang berkenaan dengan pengetahuan. Bidang pengetahuan, sastra, dan seni, seperti musik dan lagu termasuk dalam Hak Cipta. Menurut David I. Bainbridge dalam Djumhana., & Djubaedillah (2003:21-22), Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang berasal dari kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang 2
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, serta memiliki manfaat dan berguna dalam menunjang kehidupan manusia, dan memiliki nilai ekonomi. Undang-undang No.19 Tahun 2002 merupakan kebijakan yang hingga saat ini berlaku di Indonesia untuk melindungi Hak Cipta. Dalam pasal 12 disebutkan bahwa ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang salah satunya termasuk lagu atau musik dengan atau tanpa teks merupakan ciptaan yang dilindungi. Hak Cipta merupakan hal yang perlu diatur dan dilindungi. Meskipun Indonesia telah memiliki kebijakan dan implementator atas kebijakan tersebut untuk melindungi hak cipta, namun saat ini masih banyak pelanggaran hak cipta yang merugikan bangsa dan negara. Pelanggaran hak cipta di Indonesia telah menempatkan Indonesia di dalam daftar Special 301 sejak tahun 1995-1998. Hingga tahun 2012, dalam siaran pers United States Trade Representative (USTR), Indonesia berada bersama 12 negara lain masih berada dalam kategori priority watch list, yaitu peringkat tertinggi dalam pelanggaran hak cipta. Walaupun pada tahun 2010, peringkat Indonesia sempat naik dengan masuk dalam daftar “watch list”, dari yang sebelumnya menempati posisi “Priority Watch List”. Namun, kembali turun pada 2011 hingga tahun 2012. Hal ini disebabkan karena upaya penanggulangan pelanggaran yang dilakukan belum berhasil dari tahun ke tahun (http://www.tempo.co). Telah banyak kerugian yang disebabkan oleh pelanggaran hak cipta. Hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan dari Sekjen Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan, Justisiari P Kesumah dalam acara sosialisasi "Program Mal IT Bersih" di Yogyakarta menyatakan bahwa “Pelanggaran hak cipta tidak saja menimbulkan kerugian finansial, tetapi juga menurunkan kreatifitas,
dan
menurunkan
kepercayaan
dari
negara-negara
produsen”
(http://headlineindonesia.com). Fakta merugikan akibat pelanggaran hak cipta lagu dirasakan oleh kalangan musisi. Setiap hari lebih dari 6 juta lagu Indonesia diunggah secara ilegal. Dampaknya negara mengalami kerugian sebesar Rp. 18 Milyar/hari. Hal ini turut mengakibatkan penurunan sangat tajam dalam hal penjualan CD musik yang hanya mencapai 11 juta copy pada 2012, dibandingkan tahun sebelumnya yang rata-rata penjualannya mencapai 90 juta copy (www.m.detik.com). Selain masalah mengenai CD bajakan dan download ilegal, penjiplakan lagu bukan saja merugikan hak ekonomi dari pencipta, namun hal ini merugikan hak-hak moral. Plagiarisme atau penjiplakan termasuk dalam pelanggaran hak cipta. Pada dasarnya suatu tindakan dapat dituntut ke pengadilan sebagai suatu tindakan plagiarisme yang melanggar hak cipta. Soelistiyo (2011:217) menjelaskan bahwa Industri musik Indonesia dipenuhi dengan 3
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
lirik serupa dan melodi yang hampir sama. Peniruan, penjiplakan dan adaptasi ciptaan lagu karena tuntutan selera pop masyarakat dapat menjadi hal yang biasa dan tidak ada yang mempersoalkannya. Hal ini dapat dipahami karena aturan hukum Hak Cipta masih menjadi aturan tidur dan tidak dapat ditegakkan dengan optimal. Meskipun dipandang merugikan banyak pihak. Namun pembuktian Plagiarisme sebagai pelanggaran dalam Hak Cipta memang tidaklah mudah, karena pengaturan mengenai plagiarisme dalam Undang-undang tidak dibahas secara eksplisit. Perkara suatu tindakan plagiarisme dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta atau tidak, hal ini tergantung dari karya atau ciptaan tersebut (Goldstein,1997:13) Dalam Pasal 14 UU No. 6 tahun 1982, dikatakan bahwa tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila mengutip hak cipta orang sampai sebanyak-banyaknya 10% dari kesatuan yang bulat, dengan syarat harus menyebutkan sumber dari kutipan tersebut. Sebaliknya, di dalam pasal 14 s.d Pasal 18 UU No.19 Tahun 2002 masalah presentase pembatasan tersebut tidak lagi diatur. Akan tetapi, di dalam penjelasan Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa pengambilan bagian yang paling substansial dan khas yang menjadi ciri dari ciptaan, meskipun pemakaian itu kurang dari 10 %. Pemakaian seperti itu secara substantif merupakan pelanggaran Hak Cipta. Maraknya pelanggaran hak cipta lagu berdampak pada kerugian bangsa dan negara. Naka perlu bagi pemerintah untuk mendesak aparat penegak hukum agar bertindak untuk memberantas praktik-praktik pelanggaran hak cipta melalui sosialisasi dan pengakan hukum. Walaupun kampanye sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat sudah dijalankan sejak 13 tahun yang lalu. Kenyataannya, masyarakat masih belum memahami pentingnya penghargaan terhadap karya orang lain. Pelanggaran hak cipta yang terjadi ditentukan oleh penegakkan hukum yang masih lemah. Penegakan hukum yang lemah disebabkan karena masih adanya pihak yang penegak hukum yang tidak paham tentang hak cipta. Selain itu, praktek “sogokan” yang masih terjadi di Indonesia. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memiliki peranan yang besar dan fungsi yang penting dalam pembangunan nasional di berbagai aspek. Untuk itu, dalam rangka perlindungan HKI agar lebih mendorong kreatifitas, inovasi, kegiatan usaha dan industri, diperlukan langkah-langkah yang lebih terkoordinasi dalam menanggulangi pelanggaran. Lalu, dibentuk Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (PPHKI) dengan Keputusan Presiden No.4 Tahun 2006. Direktorat Jenderal HKI turut berperan penting untuk mewujudkan tujuan Tim Nasional PPHKI di dalamnya. 4
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
Sudarmanto (2012:13) menjelaskan bahwa kedudukan Direktorat Jenderal HKI adalah sebagai “wasit”. Direktorat Jenderal HKI berperan untuk mengawasi, menjaga, mengatur, dan mengontrol tentang Hak Kekayaan Intelektual. Jadi, yang menangani hal-hal mengenai HKI, Indonesia telah memiliki Direktorat Jenderal HKI di bawah Kemenkumham. Djumhana., & Djubaedillah (2003:87) menjelaskan bahwa dalam menangani masalah Hak Cipta diperlukan suatu pengelolaan administrasi yang baik. Pengadministrasian mengenai masalah Hak Cipta adalah sebagai salah satu langkah dalam melindungi Hak Cipta itu sendiri. Jadi, dalam setiap peraturan Hak Cipta telah diatur mengenai badan yang mengelolanya. Saat ini, di Indonesia penanganan Hak Cipta ditangani oleh Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, DTLST, dan Rahasia Dagang di bawah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman. Dalam hal penanggulangan pelanggaran melalui penegakan hukum, Direktorat Jenderal HKI memiliki Direktorat Penyidikan yang memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta pasal 71. PPNS HKI pada Direktorat Penyidikan untuk menangani hal-hal bidang penyidikan tindak pidana dalam hal hak kekayaan intelektual, termasuk tindak pidana pelanggaran hak cipta bidang musik dan lagu. Selain itu, Direktorat Jenderal HKI bertanggung jawab untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat melalui sosialisasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta pasal 53. Dalam Laporan Tahunan Direktorat Jenderal HKI tahun 2011 menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal HKI dalam menanggulangi pelanggaran hak cipta tidak selalu dapat berjalan sesuai dengan rencana. Ada kendala dalam menjalankan tugas dan fungsi-nya, beberapa diantaranya yaitu: 1. Belum optimal kegiatan sosialisasi yang dilakukan guna memberikan edukasi kepada masyarakat, dan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. 2. Penegakan hukum dibidang HKI yang masih belum optimal karena koordinasi yang belum efektif antar aparat penegak hukum dan instansi terkait dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan strategis; Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual berperan penting dalam penanggulangan pelanggaran HKI termasuk dalam hal Hak Cipta Lagu. Oleh karena itu, penelitian ini mengananilis Implementasi Kebijakan Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Lagu melalui sosialisasi dan penegakan hukum yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI. 1.2
Pokok Masalah Berdasarkan Uraian permasalahan di atas, maka pokok permasalahan yang diteliti, 5
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
yaitu: Bagaimana implementasi kebijakan dalam upaya menanggulangi pelanggaran hak cipta lagu yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI melalui sosialisasi dan penegakan hukum? 1.3
Tujuan Penelitian Sejalan dengan perumusan masalah di atas maka tujuan penulisan ini adalah untuk
menjelaskan implementasi kebijakan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dalam upaya penanggulangan pelanggaran hak cipta lagu melalui sosialisasi dan penegakan hukum. 2. Tinjauan Teoritis Kebijakan publik menurut Chandler dan Plano (1988) dalam Tangkilisan (2003:2) yaitu mendefinisikan kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut dalam berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Menurutnya, kebijakan publik adalah serangkaian aktivitas pemerintah baik yang diputuskan langsung atau melalui badan-badan pemerintah yang mempengaruhi kehidupan warga negara. Proses kebijakan publik menurut Dunn (1999:24-25) dalam Winarno (2007:32-34), terdiri dari Penyusunan Agenda, Formulasi Kebijakan, Adopsi Kebijakan, Implementasi Kebijakan, dan Evaluasi Kebijakan. Penelitian ini fokus pada proses Implementasi Kebijakan yang dilakukan Direktorat Jenderal HKI dalam menanggulangi pelanggaran hak cipta lagu. Tangkilisan menyatakan bahwa Malcolm Goggin (1990) dalam Tangkilisan (2003:20) memperkenalkan model implementasi yang dilakukan dengan menidentifikasi variabel-variabel yang memepengaruhi tujuan-tujuan formal pada keseluruhan implementasi, yaitu Bentuk dan isi kebijakan, Kemampuan organisasi, dan Pengaruh lingkungan dari masyarakat Penulisan ini menganalisis implementasi kebijakan penanggulangan pelanggaran hak cipta lagu dilihat dari bentuk dan isi dan bentuk Undang-Undang No. 19 tahun 2002 dan Keputusan Presiden No.4 tahun 2006, kemampuan Direktorat Jenderal HKI, dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi. Penelitian ini menjelaskan upaya penanggulangan pelanggaran hak cipta lagu melalui sosialisasi dan penegakan hukum yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI. Teori Model Implementasi Kebijakan Malcolm Goggin yang dijabarkan dalam penelitian ini digunakan untuk membantu mencapai tujuan penelitian dengan melengkapi dan menyediakan penjelasan mengenai impelementasi kebijakan penanggulangan pelanggaran hak cipta lagu di Direktorat Jenderal HKI. 6
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menjelaskan suatu peristiwa interaksi tingkah laku pada Direktorat Jenderal HKI dalam menanggulangi pelanggaran hak cipta lagu menurut perspektif yang digunakan dalam penelitian ini dengan melihat kenyataan yang terjadi di tempat penelitian. Dari segi jenis penelitian berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini termasuk penelitian murni. Penelitian ini dilakukan demi memenuhi persyaratan kelulusan dan atas keinginan dan kebutuhan peneliti. Berdasarkan dimensi waktunya, penelitian ini adalah penelitian cross-sectional, karena penelitian ini hanya dilakukan dalam satu waktu dan tidak dilakukan di waktu yang berbeda untuk diperbandingkan. Berdasarkan teknik pengumpulan data, penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif dengan wawancara mendalam, dan studi literatur. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara tidak berstruktur. Hal ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan data-data bukan hanya dari pandangan penelitian ini, melainkan informasi yang lebih rinci dan akurat sesuai dengan kondisi yang terjadi di tempat penelitian. Dalam penyusunan penulisan ini menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Reduksi data Data yang diperoleh dari tempat penelitian melalui hasil wawancara dari beberapa narasumber dan buku, ataupun media lainnya perlu dicatat dan memilih hal-hal yang pokok dan sesuai untuk dimasukkan ke dalam penulisan ini guna pembahasannya tetap fokus pada pokok permasalahan dalam penulisan ini. 2. Penyajian data Setelah memilih data untuk dimasukkan ke dalam penulisan, selanjutnya dilakukan penyajian data. Penyajian data dalam penulisan ini yaitu dalam bentuk uraian singkat, gambar, tabel, kategori, dan sejenisnya. 3. Penarikan simpulan Selanjutnya, dalam analisis data kualitatif, penulisan ini menjabarkan simpulan dari analisis yang dilakukan sebagai hasil dari penelitian ini. Penelitian ini juga memberikan saran kepada pihak-pihak yang berkaitan untuk dapat efektif menanggulangi pelanggaran hak cipta lagu.
7
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
4. Hasil Penelitian Direktorat Jenderal berperan penting dalam menanggulangi pelanggaran hak cipta lagu. Hal ini untuk mewujudkan tujuan dari Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HKI berdasarkan Keputusan Presiden No.4 tahun 2006, sebagaimana sesuai dengan UndangUndang tentang Hak Cipta. Dalam pasal 53, Direktorat Jenderal HKI memiliki tanggung jawab untuk menyosialisasikan hak cipta supaya masyarakat dapat paham dan sadar akan hak cipta. Selain itu, Direktorat Jenderal HKI bertanggung-jawab atas penegakan hukum yang dilakukan oleh Direktorat penyidikan, khususnya PPNS yang diatur pada pasal 71. Dalam implmentasi kebijakan Penanggulangan pelanggaran hak cipta lagu yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI masih belum efektif karna hambatan penanggulangan melalui sosialisasi dan penegakanm hukum. Sosialisasi yang dilakukan tidak sesuai dengan kemampuan, dan lebih bersifat “penyebaran”, bukan “pendalaman”. Selain itu, masih ditemukan sosialisasi arisan. Dalam hal penegakan hukum, Direktorat Jenderal hki juga memiliki hambatan. PPNS yang Dilema dalam melakukan tugas akibat penugasan di daerahdaerah terpencil yang masyarakatnya masih belum mengetahui tentang HKI, dan adanya “mafia-mafia” yang berkuasa yang dapat menghambat penegakan hukum. Dalam Laporan tahunan dan Laporan Akuntabilitas terlihat bahwa kinerja Direktorat Penyidikan dalam menegakan hukum terkait hak cipta hampir memenuhiu target yang ditetapkan. Selain itu, Hasil kinerja Direktorat Hak Cipta, Desain Industri, DTLST, dan Rahasia Dagang pada tahun 2009-2011 menunjukkan adanya peningakatan kesadaran yang dilihat dari jumlah permohonan pendaftaran hak cipta, jumlah saksi ahli, dan pendapatan negara bukan pajak yang kerap meningkat. Meskipun begitu, peringkat Indonesia masih tetpa berada pada peringkat pelanggaran hak cipta tertinggi yaitu, Priority Watch List. Hal ini disebabkan karena kondisi sosial-budaya masyarakat yang masih belum sepenuhnya mengingkan penanggulangan pelanggaran tersebut. Selain Itu kondisi ekonomi dan bisnis, karena terkait dengan mata pencaharian seseorang, dan juga kondisi politik. Dalam penanggulangan pelanggaran hak cipta lagu, meskipun Direktorat Jenderal HKI berperan penting, namun hal ini tidak dapat efektif apabila tidak ada integrasi dari unsurunsur lain yang terkait. Meskipun telah ada Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HKI sebagai wadah kordinasi dengan instansi pemerintah terkait lainnya, namun Tim ini juga belum efektif dapat menanggulangi pelanggaran hak cipta lagu.
8
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
5. Pembahasan Peran Direktorat Jenderal hak kekayaan intelektual dalam penanganan pelanggaran hak cipta khususnya bidang lagu dan musik yaitu: 1. Melakukan proses penyidikan terhadap dugaan terjadinya pelanggaran hak cipta. Seperti terhadap penjualan CD Lagu bajakan. (dilaksanakan oleh PPNS Ditjen HKI) 2. Memberikan keterangan ahli berdasarkan permintaan dari penyidik Polri maupun dari PPNS atas dugaan pelanggaran hak cipta bidang musik dan Lagu. 3. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat dengan mengedukasi, memberikan pemahaman mengenai Hak Cipta terkait musik dan lagu, untuk membangun kreatifitasnya dalam berkarya, dan meningkatkan kesadaran masyarakat.
Policy Level: Undang-Undang No.19 tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Pelanggaran Hak Cipta Lagu Cd Lagu 6.•• Pembajakan Download lagu ilegal • Penjiplakan Lagu
7.
Keputusan Presiden No.4 tahun 2006 tentang Pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HKI
Implementasi Kebijakan Penanggulangan Pelanggaran pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
•
Implementasi kebijakan 1. Bentuk & isi kebijakan peananggulangan pelanggaran hak cipta lagu
8. 9.
Implementasi kebijakan 2. Kemampuan DJHKI dalam menanggulangi pelanggaran hak cipta lagu
Implementasi kebijakan penanggulangan pelanggaran hak cipta lagu melalui penegakan hukum dan sosialisasi
Penegakan Hukum
Implementasi kebijakan 3. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi a. Kondisi sosial budaya b. Kondisi politik c. Kondisi ekonomi
Sosialisasi Pasal 53
Pasal 55- 10. 70
Pasal 71
Pasal 65
Masyarakat
Perdata
Pidana
ADR
Seksi Pertimbang an Hukum dan Litigasi, Direktorat Hak Cipta, DJHKI
Upaya yang dilakukan oleh PPNS HKI, Direktorat Penyidikan, DJHKI
BAM, DJHKI
Instansi Pemerintah
Pelaku Usaha
Gambar Analisis Implementasi Kebijakan Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta (Sumber: Diolah dari berbagai sumber) 9
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
a. Bentuk dan Isi Kebijakan Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Lagu Undang- Undang No. 19 tahun 2002 merupakan kebijakan untuk melindungi hak cipta di Indonesia. Musik dan lagu memiliki hak cipta yang dilindungi dalam Undang-undang tersebut. Melihat maraknya pelanggaran HKI yang terjadi, maka pada tahun 2006 ditetapkan sebuah kebijakan untuk menanggulangi pelanggaran tersebut, yaitu dengan Keputusan Presiden No.4 Tahun 2006 dengan membentuk Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HKI. Untuk mewujudkan target Tim Nas, dan untuk melindungi Hak Cipta sebagaimana diatur dalam UU No. 19 tahun 2002, Direktorat Jenderal HKI, melaksanakan tugasnya dalam menanggulangi pelanggaran hak cipta termasuk bidang musik dan lagu. Dalam menanggulangi pelanggaran, tentunya penegakan hukum harus dipertegas untuk melindungi pihak-pihak yang berhak. Hal ini untuk melindungi pihak-pihak yang berhak atas suatu perlindungan HKI melalui mekanisme hukum yang terdiri dari: 1. Perdata Penyelesaian sengketa dapat diselesaikan melalui jalur litigasi (lembaga peradilan dalam hal ini pengadilan niaga dan/atau pengadilan negeri). Kompetensi pengadilan niaga dalam menyelesaikan sengketa hak cipta lagu dapat dilihat di dalam pasal 55-70, UU No.19 tahun 2002. Chazawi (2007:15) menjelaskan bahwa Hal ini telah ditentukan secara khusus maka sengketa perdata mengenai hak cipta menjadi kewenangan pengadilan niaga semata. Direktorat Jenderal HKI turut membantu penanganan masalah perkara perdata melalui jalur litigasi. Tugas yang dilakukan yaitu dengan melakukan penyiapan bahan dan pelaksanaan pemberian pertimbangan dan pendapat hukum, peraturan perundang undangan, pemberian keterangan sebagai saksi ahli dan litigasi (Peraturan Menteri No. M.HH-05.OT.01.01 tahun 2010). Penyelesaian sengketa dapat diselesaikan melalui jalur non-litigasi yakni ADR (Alternative Despute Resolution) yang meliputi negosiasi, mediasi, konsiliasi atau pun cara damai lain yang disepakati kedua belah pihak. Hal-hal mengenai ADR telah tertera di dalam Pasal 65, UU No.19 tahun 2002. Untuk membantu penyelesaian dalam perkara perdata, Direktorat Jenderal memiliki Badan Arbritase dan Mediasi (BAM) untuk membantu memberikan jalan keluar atas perkara perdata. 2. Pidana Dalam Undang-Undang Hak Cipta dimuat hukum pidana, baik pidana materil maupun hukum pidana formil. Ada dua pasal hukum pidana materil, yaitu Pasal 72 dan 73. 10
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
Tindak pidana hak cipta dibentuk untuk melindungi kepentingan hukum dalam hal kepemilikan dan penggunaan hak cipta oleh pencipta atau pemegang hak cipta. Sementara hukum pidana formil hanya ada satu pasal yaitu pasal 71 tentang Penyidikan (Chazawi, 2007:15) Menurut pasal 72 UU Hak Cipta, pelanggaran bersifat pidana adalah pelanggaran yang secara sengaja dilakukan untuk mereproduksi atau mempublikasikan materi hak cipta. Penegakan hukum pidana dapat dilaksanakan oleh PPNS HKI pada Direktorat Penyidikan Penyidik PNS HKI. Dalam UU No.19 pasal 71, penyidik berwenang untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap badan hukum yang melakukan tindak pidana, memeriksa laporan atau keterangan hukum, pembukuan atau pencatatan, melakukan penyitaan, dan meminta bantuan ahli dalam hal tugas penyidikan. Dalam Undang-Undang Hak Cipta Pasal 52 dan 53 dinyatakan bahwa Direktorat Jenderal HKI berfungsi sebagai penyelenggaraan administrasi mengenai hak cipta, dan bertanggung jawab atas sosialisasi kepada masyarakat. Sekertaris Umum YKCI menjelaskan bahwa Direktorat Jenderal HKI memiliki tanggung jawab dissemination of information, yang artinya memiliki tanggung jawab untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, dalam hal ini yaitu sosialisasi untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat. Dalam hal implementasi kebijakan khususnya UU hak cipta, kerap ditemukan kendala dalam melaksanakan beberapa ketentuan sebagaimana yang diatur dalam beberapa pasal. Selain itu penafsiran yang berbeda, tidak saja oleh masyarakat, tetapi oleh para praktisi dan penegak hukum. Untuk itu perlu dilakukan perubahan dan penyempurnaan ketentuan dalam beberapa pasal di Undang-Undang tersebut agar memudahkan implementasinya serta dapat mencegah atau menghindarkan konflik. b. Kemampuan Direktorat jenderal HKI dalam Menanggulangi Pelanggaran Hak Cipta Lagu 1. Sosialisasi Anggota bagian umum Tim Sekretariat PPHKI menyatakan bahwa penting untuk menciptakan keharmonisan antara pelaku usaha, akademisi, pemerintah untuk menanggulangi pelanggaran yang terjadi. Hal ini telah dilakukan oleh pemerintah dengan adanya Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HKI, yang mana merupakan wadah koordinasi untuk menetapkan langkah-langkah dalam menanggulangi pelanggaran. Sosialisasi dengan membangun sosialisasi antar pilar-pilar ini diperlukan guna mencegah terjadinya perbedaan pendapat atas aktor yang terlibat di dalam penanggulangan pelanggan HKI, yang mana melibatkan berbagai organisasi baik pemerintah, masyarakat termasuk para akademisi, 11
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
ataupun pihak swasta. Aktivitas Direktorat Jenderal HKI yang telah dijelaskan di atas, Direktorat telah melak ukan sosialisasi dengan berbagai cara, yaitu iklan, seminar, rapat, penghargaan kepada musisi, kerja sama, dan sebagainya. Namun, hal tersebut tidak efektif menanggulangi pelanggaran ha k cipta lagu, dikarenakan dari karakteristik atas sosialisasi yang diberikan yang lebih kearah “ penyebaran” bukan “pendalaman”, contohnya dalam penyelenggaraan rapat di Bali, seminar y ang dilakukan dilakukan di Kendari, dan Riau. Hal ini memakan biaya yang tidak sedikit dan dalam penyelenggaraannya belum tentu efektif dapat langsung meningkatkan kesadaran masy arakat Kendari dan Riau. Menurut seorang pakar seorang pakar IP (Intellectual Property), menjelaskan bahwa karakteristrik Direktorat Jenderal HKI dalam melakukan sosialisasi lebih mengutamakan “penyebaran” bukan “pendalaman”. Menurut Beliau selaku ahli di dibang HKI menyatakan bahwa hal tersebut percuma. Karena kesadaran masyarakat dapat timbul dari pemahaman. Supaya masyarakat dapat memahami, di sanalah peranan sosialisasi. Seperti hal-nya sosialisasi “arisan” karena memetingkan penyebaran tersebut, tidak menimbulkan efektifitas jika tidak diiringi dengan konsep yang berkelanjutan. Karena membangun suatu budaya yang peduli terhadap HKI tidak bisa dilakukan dengan memberikan edukasi kepada masyarakat hanya satu atau dua kali. HKI hidup di pusat-pusat kota pertumbuhan industri dan perdagangan. Di sini terlihat bahwa Direktorat Jenderal HKI tidak fokus pada wilayah-wilayah yang menjadi pusat industri dan perdagangan dalam memberikan sosialisasi. Hal ini dapat dilihat dari penugasan PPNS HKI untuk menanggulangi pelanggaran di kota-kota terpencil, sosialisasi yang diberikan di kota-kota yang bukan pusat industri. Jadi, hal ini Pihak sosialitator kurang dapat memanfaatkan energi dan biaya secara seksama, supaya penanggulan pelanggaran dapat berjalan efektif. 2. Penegakan Hukum Dalam hal penegakan hukun, Pihak direktorat Jenderal HKI memiliki sebuah Direktorat yang menangani penegakan hukum terkait pelanggaran hal cipta termasuk bidang musik dan lagu. Direktorat tersebut yaitu Direktorat Penyidikan. Tugas dari penyidik sama dengan polisi, hanya saja penyidik tidak memiliki kewenangan untuk menangkap. Intervensi hanya bisa dilakukan oleh orang yang merupakan pemimpin penyidik. Bahkan Dirjen HKI pun tidak memiliki kuasa atas ini.Sesuai dengan Peraturan Kapolri No.10 tahun mengatur tentang teknis penyidikan yang dilakukan oleh PPNS salah satunya yaitu untuk "Mencari & Mengumpul bahan keterangan (Capulbaket)". 12
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
Dalam Laporan Akuntabilitas Ditjen HKI tahun 2011 disebutkan bahwa target Direkto rat Penyidikan untuk tahun 2011 adalah memproses 80% pengaduan pelanggaran bidang hak kekayaan intelektual yang dilaporkan oleh masyarakat. Pada tahun 2011, Direktorat Penyidika n menerima dan melakukan penyidikan terhadap 34 pengaduan pelanggaran HKI (544%) yan g dilaporkan oleh masyarakat. Dalam memenuhi target, Direktorat Penyidikan melalui Sub Di rektorat Penindakan dan Pemantauan telah menyelesaikan 4 berkas perkara (32%). a. Penanggulangan pelanggaran terhadap pembajakan lagu (CD Bajakan) Hingga Tanggal 31 Mei 2013, Jumlah pengaduan pelanggaran tindak pidana HKI seba nyak 81 kasus. Dalam kasus hak cipta lagu, berikut ini merupakan kasus hak cipta lagu yang d itangani oleh pihak Direktorat Penyidikan: Tabel 1. Kasus yang ditangani PPNS HKI terkait hak cipta lagu tahun 2011-2013 No
Kasus
Bidang Pelanggaran HKI
Status
Barang Bukti
Lokasi
1
DVD/VCD/Blueray/ Hak Cipta MP3
Upaya Pemanggilan III 58 karung, jumlah terhadap Tersangka total: 64.954 keping
Jakarta (Plaza Semanggi)
2
Lagu Rentak 106 (Tipak Tipung)
Meminta kelengkapan Bukti rekaman terkait dengan data Akurama Record laporan
Jakarta
Hak Cipta
(Sumber: Direktorat Penyidikan, DJHKI)
Dalam hak hak cipta, Direktorat Penyidikan telah menangani 2 kasus yang berkenaan dengan pembajakan CD lagu. Dalam menangani kasus hak cipta lagu, PPNS hanya pernah berakhir dengan SP3 (Surat Pemberitahun Penghentian Penyidikan). Menurut PPNS HKI dalam penanggulangan pelanggaran hak cipta lagu tersebut hambatan bisa saja terjadi dari pihak yang melapor terjadi pelanggaran. Jika dilihat kasat mata, orang yang melapor terjadinya pelanggaran, seharusnya merupakan pihak yang dirugikan, namun hal ini justru dimanfaatkan. Jadi, seseorang menggunakan penyidik atas nama penanggulangan pelanggaran hak cipta, namun sebaliknya, pihak tersebut justru ingin mendapatkan keuntungan dari hal tersebut. Karakteristik penegakan hukum yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI masih menemukan kendala. Dalam melakukan tugasnya terkadang terhambat karena pihak yang lebi h berkuasa di atas-nya berbeda pendapat dan ada yang tidak menghendaki pelanggaran hak ci pta untuk diberantas, karena pelanggaran tersebut menguntungkan dirinya. 13
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
Dalam menanggulangi pelanggaran dari segi penegakkan hukum pihak PPNS menimbulkan dilema, antara harus menyelesaikan tugas dari perintah yang telah dikeluarkan, namun di satu sisi disadari bahwa hal tersebut belum tentu benar dilakukan, contohnya dengan penugasan PPNS HKI ke wilayah-wilayah terpencil di Indonesia untuk menanggulangi pelanggaran. Penyidik ditugaskan untuk melakukan penindakan di wilayah yang masyarkatnya belum diberikan edukasi mengenai hak cipta. Hal ini disebabkan karena orang-orang yang lebih berkuasa justru memegang peranan atas pelanggaran hak cipta yang terjadi. Hal tersebut mengakibatkan aktor yang berada di depan dari penegak hukum dalam pelanggaran hak cipta mengalami dilema dalam melakukan tugasnya. Satu lagi kekurangan Direktorat Penyidikan dalam menanggulangi pelanggaran yang ada, yaitu sampai pada saat ini, Direktorat Penyidikan belum memiliki SOP (Standard Operasional Prosedure). Maka itu dalam pelaksanaan tugasnya, saat ini Direktorat Penyidikan belum memiliki acuan yang jelas bagi PPNS. Pekerjaan yang dilakukan oleh Penyidik belum memiliki acuan untuk melaksanakan tugas sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kerja yang berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja, sistem kerja pada unit yang bersangkutan. b.
Penanggulangan pelanggaran penjiplakan lagu
Seorang pencipta lagu, pakar IP, dan ketua PAPPRI bidang organisasi menyatakan bahwa pelanggaran hak cipta lagu dalam hal penjiplakan sulit untuk ditentukan, karena adanya perubahan dalam isi kebijakan dimana tidak lagi memenjelaskan secara khusus mengenai batas-batas pelanggaran dalam hal penjiplakan suatu lagu. Namun, sebenarnya pada penjelasan undang-undang hak cipta pasal 15, dijelaskan mengenai Substantial Similarity Test, dimana sebuah pelanggaran dapat ditentukan dari kemiripan nuansa yang diciptakan dari sebuah lagu. Pengambilan bagian yang paling substansial dan khas yang menjadi ciri dari cipt aan, meskipun pemakaian itu kurang dari 10 %. Pemakaian seperti itu secara substantif merup akan pelanggaran Hak Cipta. Meskipun hak cipta lagu merupakan delik biasa dimana dalam penanganannya tidak b erdasarkan aduan, namun jika sudah menyangkut penjiplakan, justru sebaliknya. Hal ini dinya takan oleh saksi AhlI, Direktorat Jenderal HKI, yaitu dalam hal ini pihak Direktorat Jenderal HKI masih pasif karena kadang penerapan dari kejaksaan yang sulit. Hal ini ada benarnya dan ada kesalahannya menurut pakar Intellectual Property (IP), karena jika bertindak maka terlihat seperti “cari-cari kerjaan”, namun semestinya pihak Direktorat Jenderal HKI dapat menunjukkan sikap yang lebih tegas dengan setidaknya memberikan edukasi kepada masyarakat dengan menghilangkan sikap “membiarkan” tersebut. 14
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
c. Penanggulangan pelanggaran download lagu ilegal Pihak Direktorat Jenderal HKI telah melakukan beberapa tindakan yaitu mendeklarasikan Undang-Undang ITE (Informasi Teknologi Elektronik) dimana di dalamnya mengatur tentang penggunaan Illegal Content di Internet (www.dgip.go.id). Namun, penyempurnaan demi penyempurnaan atas undang-undang tersebut masih dianggap belum memadai dan belum dapat mengikuti proses perkembangan zaman yang tumbuh sedemikian pesatnya. 3. Direktorat Hak Cipta, Desain Industri (DI), Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST), Rahasia Dagang (RD) Aktivitas yang dilakukan oleh Direktorat Hak Cipta, DI, DTLST, dan RD menunjukkan indikator efektifitas penanggulangan pelanggaran hak cipta lagu melalui peningkatan / penurunan kesadaran masyarakat atas hak cipta dan peningkatan pendapatan negara bukan pajak. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya hasil permohonan pendaftaran ciptaan, permohonan pencatatan pengalihan hak ciptaan terdaftar, permohonan pencatatan perubahan nama dan alamat, permohoman petikan resmi ciptaan terdaftar, dan pencatatan perjanjian lisensi. Dalam Laporan Tahunan Direktorat Jenderal HKI pada tahun 2010 secara keseluruhan belum dapat menentukkan dengan baik mengenai jumlah target yang harus dicapai. Hal ini te rlihat dari nilai pencapaian indikator kinerja pada direktorat hak cipta, dimana beberapa indika tor pencapaiannya berada jauh dibawah target, sementara sebagian lainnya cenderung melebih i target hingga 200%. Pada tahun 2011 pelaksanaan kegiatan administrasi dokumen dan pengu muman permohonan hak cipta mengalami peningkatan.
Grafik 1. Peningakatan Permohonan Hak Cipta Berdasarkan Jenis Ciptaan tahun 2009 - 2011 (Sumber: Direktorat Hak Cipta, DI, DSTL) 15
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
Musik dan lagu merupakan karya seni. Jika dilihat dari grafik berikut terlihat penurunan dari tahun 2009 ke tahun 2010, namun dari tahun 2010 telah terdapat peningkatan. Sebagaimana tugas yang tertera dalam peraturan menteri. Dalam menjalani tugasnya, divisi-divisi di dalam Direktorat Hak Cipta melaporkan keuntungan yang diperoleh negara dari aktivitas yang dilakukan. hal ini digambarkan oleh gambar berikut: Tabel 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak tahun 2008 – 2011 Administrasi HKI
2008
2009
2010
2011
Hak Cipta
Rp. 1.037.500.000
Rp. 1.260.625.000
Rp. 1.350.975.000
1.456.175.000
(Sumber: Laporan Tahunan 2011 Direktorat Jenderal HKI)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah hasil penerimaan bukan pajak terhitung dari tahun 2008-2011 terus mengalami peningkatan. Kinerja dari Direktorat Hak Cipta DI, DTLST, RD menunjukkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat terhadap hak cipta mengalami peningkatan dilihat dari jumlah permohonan, jumlah saksi ahli, dan jumlah pendapatan negara bukan pajak. Namun, hal ini belum mampu merubah peringkat Indonesia yang nyatanya masih dalam kategori priority watch list. Jadi, walaupun kinerja dari Direktorat Direktorat Hak Cipta DI, DTLST, RD telah sesuai dengan kebijakan yang ada, dan menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat mengalami peningkatan, namun peningkatan yang terlihat belum signifikan dapat menanggulangi pelanggaran hak cipta lagu. c. Kondisi Lingkungan yang Mempengaruhi Impelementasi Kebijakan Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Lagu Kemampuan Direktorat Jenderal HKI dalam menanggulangi pelanggaran hak cipta lagu selain dipengaruhi dari isi dan bentuk kebijakan, kemampuan Direktorat Jenderal HKI, nyatanya dipengaruhi dari kondisi sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang terjadi di Indonesia. a. Faktor sosial dan budaya Implementasi kebijakan penanggulangan pelanggaran hak cipta lagu sulit berjalan dengan efektif karna kondisi masyarakatnya yang masih belum dapat memahami pentingnya menghargai karya orang lain dan kenyamanan yang ditimbulkan dari melakukan pelanggaran hak cipta lagu. Masyarakat merasa rugi untuk membeli dengan harga yang telah ditentukan, namun tidak semua lagu disukai. Timbulnya perasaan tidak rela untuk membeli CD original tersebut didukung dengan mudahnya menemukan tempat penjualan CD bajakan dan situs 16
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
untuk men-download lagu dengan gratis dan akses yang mudah. Di samping banyaknya pihak yang dirugikan atas kesepakatan maupun pelanggaran hak cipta, ada pula pihak yang merasa diuntungkan atas maraknya permasalahan ini. Selain pihak pembajak dan masyarakat yang mengkonsumsi bajakan tersebut, ada pula pihak musisi yang justru memanfaatkan bajakan tersebut sebagai media promosi unruk mendapatkan “popularitas”. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Pakar HKI, yaitu karena masyarakat masih cenderung untuk mencari yang murah. Pada saat ini masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memahami esensi dari hak cipta, oleh sebab itu masyarakat belum sadar. Di tambah lagi dengan karakteristik dari pemimpin atau penguasa negeri ini yang belum tegas, sehingga tindakan penanggulangan di bawah kuasa Beliau akan tidak tegas. Selain kondisi sosial dan budaya, kondisi poltitik mempengaruhi penanggulangan pelanggaran hak cipta lagu. b. Kondisi politik Pentingnya HKI dalam pembangunan ekonomi dan perdagangan telah memacu dimula i era baru pembangunan ekonomi yang berdasar ilmu pengetahuan. Dalam hal ini tentunya berkaitan dengan politik yang ada. Perlindungan hak cipta sering mengalami dilema karena setiap geraknya dapat menimbulkan dampak yang merugikan baik kepada masyarakat, maupun kepada pemerintah itu sendiri. Hal ini, sesuai dengan pernyataan anggota bagian umum Tim Sekretariat, yaitu karena Indonesia masih belum menunjukkan kesiappannya. TRIPs Agreement justru merupakan alat untuk melindungi HKI. Menurut Sekretaris Umum YKCI, sebagian penyelenggara negara belum dapat menerjemahkan secara teknis filosofi yang terkandung dalam TRIPs sehingga dalam pelaksanaannya belum dapat membuahkan hasil yang maksimal. Dalam hal ini disebabkan dari agenda penyelenggaraan agenda yang belum menempatkan penanggulangan pelanggaran HKI sebagai skala prioritas, sehingga masih ditemukan celah untuk melakukan “kecurangan” di dalam penyelenggaraan perlindungan HKI. c. Kondisi Ekonomi Hambatan dalam penanggulangan pelanggaran yang terjadi disebabkan karena masyarakat yang masih belum menghendakki pelanggaran hak cipta lagu dapat tertanggulangi sepenuhnya. Hal ini dikarenakan buying power yang masih lemah dan tentunya kesadaran masyarakat untuk menanggulang pelanggaran itu sendiri. Suatu label atau produser menghendakki pemusik-nya hanya untuk membuat lagu dengan genre tertentu saja, karna dianggap genre tersebut lah yang laku di pasaran. Mereka beranggapan apabila memproduksi sesuatu yang “berbeda”, belum tentu akan disukai oleh 17
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
khalayak dan hal tersebut dapat berdampak pada penurunan omset yang didapatkan. Menurut pakar HKI, dan ketua PAPPRI bidang Organisasi, pihak sound recording justru turut memproduksi CD bajakan untuk keuntungan pribadinya. Dalam wawancara dengan Ardiansah, selaku PPNS HKI memaparkan mengenai adanya “mafia-mafia” yang terkait dengan bisnis. Mafia tersebut memanfaatkan orang yang berkuasa untung melancarkan bisnisnya. Mafia dalam arti kata sesungguuhnya seperti yang terdapat di Glodok, ataupun white collar crime, yang disebut dengan “mafia berdasi”. Banyaknya mafia-mafia yang merampas hak-hak orang lain dengan memanfaatkan orang yang lebih berkuasa dengan “sogokan” uang kepada para penegak hukum yang berkuasa. Adanya kerja sama yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dengan para pembajak. Hal ini membuktikan bahwa penjual bajakan justru dilindungi oleh penegak hukum, yang mana seharusnya mereka memberantas pembajakan tersebut. Dan karena penyidik HKI di sini membantu polisi, jadi walaupun telah bekerja dengan sesuai prosedur-pun bajakan tidak akan tertanggulangi karena kekuasaan dari atasan yang memerintahkan untuk memberhentikan proses penyelidikan tersebut. 4. Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran HKI Tim Nasional Penanggulangan pelanggaran HKI dibentuk berdasarkan Kepres No.4 T ahun 2006 guna mengkordinasikan, dan menyamakan persepsi dengan instasi terkait untuk m enanggulani pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual yang selama ini marak terjadi di Indonesi a. Kedudukan Direktur Jenderal HKI adalah sebagai sekertaris dalam Tim Nasional PPHKI. D alam melaksanakan tugas Ketua Tim Nas PPHKI dibantu oleh Sekretariat yang dipimpin oleh Sekretaris. Untuk membantu tugas Direktur Jenderal HKI sebagai sekertaris Tim Nas PPHKI, maka ditetapkan Keputusan Direktur No. HKI_03.OT.03.01 tentang pembentukan Tim Sekre tariat PPHKI. Menurut Keputusan Direktur tersebut, Tim Sekertariat PPHKI diketuai oleh Dir ektur Penyidikan. Kegiatan yang dilakukan oleh Tim Sekertariat PPHKI yaitu untuk membant u pengumpulan data dari kementerian – kementerian terkait lainnya dalam rangka menanggul angi pelanggaran hak kekayaan intelektual. Dalam Laporan Kegiatan Tim Nas tahun 2009 menjelaskan bahwa Penanggulangan Pela nggaran HKI terbagi menjadi tiga kelompok kerja. Pertama, Kelompok Preemptif yang bertug as mengkordinasikan pelaksanaan kegiatan Tim Nas PPHKI di bidang Sumber Daya Manusia dan Sosialisasi. Kedua, Preventif bertanggung jawab mengkordinasikan kegiatan di bidang pe rundang-undangan, administrasi, kordinasi, dan kerja sama internasional. Namun dalam pelak sanaannya, masih ditemukan hambatan di dalmnya sehingga m Nasional PPHKI tidak sepenu hnya dapat berjalan efektif. 18
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
6. Simpulan Implementasi penanggulangan pelanggaran hak cipta lagu yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal HKI melalui sosialisasi dan penegakan hukum masih belum berhasil. Hal tersebut dikarenakan kemampuan Direktorat Jenderal HKI dalam melakukan sosialisasi dirancang dengan pendekatan “penyebaran”, yang seharusnya diperlukan sosialisasi yang bersifat “pendalaman”. Kemampuan Direktorat Jenderal HKI dalam menegakkan hukum masih lemah karena ditemukan adanya praktek “sogokan”. Kegiatan untuk menegakkan hukum masih terbentur dengan “mafia” yang memiliki kekuasan untuk menghentikan proses penegakan hukum. Selain itu timbulnya dilema dan perbedaan pendapat dalam menjalankan tugas yang diperintahkan kerap menjadi hambatan dalam penegakan hukum. Hal tersebut dipengaruhi dari aspek sosial-budaya, ekonomi, dan politik dimana masyarakat belum paham dan sadar, bahkan merasa nyaman dan dapat memperoleh keuntungan atas pelanggaran tersebut. Peran Tim Nas PPHKI dalam mengkordinasikan dan menetapkan langkah-langkah secara preventif, pre-emtif, dan represif dalam menanggulangi pelanggaran telah melakukan tugasnya, namun belum sepenuhnya berhasil. 7. Saran 1. Perlunya ketegasan dalam penerapan undang-undang dan evaluasi terhadap UU Hak Cipta. 2. Perlu terus dibangun keselarasan dari semua unsur yang mendukung sistem Hak cipta nasional, baik instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat. 3. Mendorong kementerian-kementerian terkait yang tergabung dalam Tim Nas PPHKI untuk lebih banyak dan secara kontinu melakukan kegiatan dalm rangka menanggulangi pelanggaran HKI dengan program-program yang lebih inovatif dan kreatif. 4. Memberlakukan sosialisasi dengan pendekatan “pendalaman” yang menitik-beratkan pada
sosialisasi
pada
kota-kota
pusat
industri
yang
dilakukan
secara
berkesinambungan. 5. Peningkatan kinerja pegawai Direktorat Jenderal HKI untuk mendapatkan hasil yang maksimal sehingga tercapai tujuan yang ditetaplan demi kepentingan masyarakat.
19
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
8.
Kepustakaan
Buku Butt, Simon et,al., (2006), Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung: PT Alumni Chazawi, Adami. (2007). Tindak Pidana Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Malang: Bayumedia Djubaedillah., & Djumhana, Muhamad. (2003). Hak Milik Intelektual: Sejarah. Teori dan Prakteknya Di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti Goldstein, Paul. (1997). Hak Cipta, Dahulu, kini, dan Esok, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Soelistyo, Henry. (2011). Hak Cipta Tanpa Hak Moral, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Sudarmanto. (2012). KI & HKI Serta Implementasinya Bagi Indonesia, Jakarta: Elex Media Komputindo Tangkilisan, Hesel Nogi. (2003). Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: Lukman. Winarno, Budi, (2002), Teori dan Proses Kebijakan Publik, Yogyakarta: Media Persindo Undang-Undang & Peraturan lainnya Republik Indonesia, (29 Juli 2002), Undang-Undang Republik Indonesia NO.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara 4220), Jakarta Presiden Republik Indonesia, Keputusan Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Peraturan Nomor M.HH05.OT.01.01 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Keputusan Nomor HKI_03.OT.03.01 Tentang Pembentukan Tim Sekretariat Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, Tangerang Lain-lain http://m.detik.com/finance/read/2013/04/25/150739/2230409/1036/ diakses pada tanggal 16 Juni 2013, pada pukul 11.56 http://m.neraca.co.id/harian/article/21152/Target.Transaksi.Pameran.Alat.Musik.Rp22.Miliar/ diakses pada tanggal 16 Juni 2013, pada pukul 12.11 http://www.tempo.co/read/news/2013/04/26/090475953/Indonesia-Pelanggar-Hak-Kekayaan/ Intelektual diakses pada pukul 17.13 pada tanggal 13/6/13 20
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013
21
Implementasi kebijakan..., Finessya Nurul Sukma, FISIP UI, 2013