BAB II BENTUK-BENTUK PELANGGARAN HAK CIPTA LAGU
A. Pelanggaran Perdata 1. Pelanggaran Hak Moral Hak Moral adalah merupakan hak milik bagi pemiliknya sehingga penggunaan hak milik tersebut tidak disalah gunakan, walau orang mempunyai hak-hak milik tersebut tidak berarti bahwa
boleh berbuat semaunya termasuk menyalah gunakan haknya itu.
Penggunaan hak milik dibatasi oleh kepentingan orang lain tidak boleh merugikan hak orang lain. Penggunaan hak milik harus secara wajar demikian abdul Kadir Muhammad, 48 Pelanggaran atau persengketaan yang dimulai sejak berlakunya auterswet 1912 meningkat hingga berlakunya UUHC Nomor 19 tahun 2002. para pihak yang berhak dalam hak moral adalah: a. Pencipta. Pelanggaran terhadap Pencipta lagu, sering muncul akibat dari ketidak pastian peraturan dan ketidak tahuan masyarakat akan ketentuan yang berlaku tentang Hak Cipta lagu tersebut, seperti disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUHC Nomor19 tahun 2002 dimana Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspisarinya
48
Rachmadi Usman, Op. Cit, hlm.92.
melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran imajinasi, kesekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. b. Produser. Dalam komponen suatu Hak Cipta ataupun Karya Cipta tidak terlepas pada Produser, Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali dalam
pencantuman
Pencipta,
memiliki
tanggung
jawab
untuk
melaksanakan
kewajibannya, c. Ahli waris Dalam hal kewajiban seorang ahli waris terhadap pencantuman nama Pencipta, sehingga berhak untuk melarang pihak yang melakukan pencantuman nama Pencipta atas nama Pencipta lain. Komen dan Verkade menyatakan bahwa Hak Moral yang dimiliki seorang Pencipta itu meliputi: a. Larangan mengadakan perubahan dalam ciptaan. b. Larangan mengubah judul. c. Larangan mengubah penentuan Pencipta. d. Hak untuk mengadakan perubahan. 49 Pelanggaran hak moral dapat diuraikan sebagai berikut: a. Pelanggaran penerbitan
49
hlm.39.
C.J.T Simorangkir, Hak Cipta Lanjutan II, Cetakan Pertama, Jakarta, PT. Djambatan, 1979,
Sistem Hak Moral pada dasarnya bersumber dan kenyataan, bahwa karya cipta adalah refleksi kepribadian Pencipta, hak moral dalam kaitanya Hak Cipta sangat tidak bisa dipisahkan dan Pencipta atau Pengaranglah yang berhak atas namanya dicantumkan dalam karyanya. Dalam hal penerbitan lagu yang bisa dibagi menjadi tiga hak yaitu: Hak menuntut pencantuman nama Pencipta atau pengarang pada semua hasil perbanyakan karya untuk selamanya, hak mencegah orang lain menyebut dirinya sebagai Pencipta karya dan hak mencegah penggunaan atau pencantuman namanya pada sebuah karya orang lain dalam hal ini dimana nama Pencipta tidak bisa sembarangan apakah tidak dicantumkan atau tercantum pada Hak Cipta orang lain. Dalam hal ini muncul pelanggaran akibat tidak dicantumkan nama Pencipta pada sebuah lagu, sehingga telah melanggar akan hak moral. Seperti disebutkan pada pasal 24 UUHC No.19 tahun 2002 disebutkan bahwa: 1. Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaanya. 2. Suatu ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya diserahkan kepada pihak lain kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal Pencipta telah meninggal dunia. b. Pelanggaran mengubah 1. Pelanggaran terhadap judul. Pelanggaran yang muncul, dimana sebuah lagu tersebut telah diubah judulnya dari judul aslinya, sehingga menimbulkan pelanggaran hak moral Pencipta Seperti disebutkan pada pasal 24 angka 3 dan 4 UUHC No.19 tahun 2002 disebutkan bahwa:
3. Ketentuan sebagaiman dimaksud pada ayat (2) berlaku juga terhadap perubahan judul dan anak judul ciptaan, pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran Pencipta. 4. Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada ciptaanya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat. Dalam sebuah contoh dimana seperti lagu Zapin Dut Laksamana Raja Laut yang dalam persengketaan disebutkan bahwa lagu tersebut telah beredar dengan judul Nostalgia Aidil Fitri, atau lagu Cucakrowo yang mana sebelumnya diyakini ada lagu Batak yang berjudul sinengger-nengger sehingga timbul peristiwa hukum tentang judul. 5. Pelanggaran terhadap isi lagu Sengketa yang muncul dalam hal ini menyangkut isi yaitu menyangkut akan lirik, musik, nada, tempo. Dalam contoh sebuah lagu yang merupakan lirik tentang cinta dimana bait-baitnya dirubah sehingga menimbulkan arti yang berbeda dari aslinya dan mengubah liriknya kedalam bahasa lain tanpa izin Pencipta, Musik yang dalam hal ini menjadi pelanggaran, dimana dalam contoh sebuah lagu dengan jenis musik Rock diubah menjadi sebuah lagu pop tanpa izin Pencipta sehingga timbulah peristiwa hukum.Nada dalam sebuah musik seperti dalam pelanggaran mengubah nada dari nada aslinya
C mayor
menjadi E minor tanpa izin Pencipta, begitu juga pelanggaran terhadap tempo lagu yang asli dengan tempo1menjadi tempo3. Hak moral tercantum dalam konvensi Berne dimasukan pada revisi Roma 1929 tercantum pada Pasal 6 bis, disempurnakan
pada revisi Brussel dengan menambah
keharusan adanya orisinal dan revisi Stockholm dengan penambahan jangka waktu pada Pasal 6 bis ayat (2), ditentukan bahwa Hak Moral perlindunganya sama dengan Hak Cipta.
Sesuai dengan sifat tunggal Hak Cipta dengan Penciptanya dan segi moral seseorang atau badan hukum tidak diperkenankan untuk melakukan perubahan terhadap sesuatu hasil karya cipta baik itu mengenai judul, isi apalagi penciptanya. Hal demikian dapat dilakukan apabila mendapat izin dan Pencipta atau ahli warisnya jika Pencipta meninggal dunia. dengan demikian, Pencipta atau ahli warisnya saja yang mempunyai hak untuk mengadakan perubahan pada ciptaan-ciptaannya untuk disesuaikan dengan perkembangan. Meskipun demikian jika Pencipta tidak dapat melaksanakan sendiri penyesuaian karya ciptanya dengan perkembangan, hal itu dapat dialihkan kepada pihak lain dengan izin Penciptanya untuk melaksanakan pengerjaannya, sehingga sering muncul sengketa dalam hal ini dimana terjadi pemisahan dari kesatuan terhadap pencipta apakah terjadi dalam hal judul lagu yang tidak sesuai dengan aslinya, sering kita ketahui dimana sebuah lagu dimana pada saat diciptakan dan di umumkan kepada masyarakat memiliki nilai yang kurang memuaskan, sehingga hasilnya dan lagu tersebut kurang dikenal oleh masyarakat sehingga terjadi suatu pengambil alihan oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan mengumumkan dan mempopulerkan di masyarakat dengan judul yang berbeda sehingga menjadi terkenal dan meledak dipasaran. disini timbul permasalahan terhadap Hak Moral terhadap lagu tersebut. Pelanggaranpun muncul dimana tidak memperhatikan seperti yang tertera dalam Pasal55 UUHC Nomor 19 tahun 2002 seperti : 1. Meniadakan atau tidak menyebutkan nama Pencipta lagu yang tercantum pada ciptaan itu. 2. Mencantumkan nama Pencipta pada ciptaanya.
3. Mengganti atau mengubah judul ciptaan;atau 4. Mengubah isi ciptaan. 2. Pelanggaran Hak Ekonomi. Hak ekonomi adalah merupakan hak eklusif yang melekat pada Pencipta dan Pihak yang bersifat komersil, adapun pihak yang berkaitan dengan hak ekonomi adalah sebagai berikut: 1. Pencipta. Dalam komponen terhadap Pencipta lagu, sering muncul pelanggaran akibat dari ketidak pastian peraturan dan ketidak tahuan masyarakat akan ketentuan yang berlaku tentang Hak Cipta lagu tersebut, seperti disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUHC Nomor19 tahun 2002, dimana Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspisarinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran imajinasi, kesekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan kedalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi. 2. Produser. Dalam komponen suatu Hak Cipta ataupun Karya Cipta tidak terlepas pada Produser seperti disebutkan dalam Pasal1 ayat 11 UUHC Nomor 19 tahun 2002, Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya, sehingga banyak hal yang salah dalam melakukan perekaman atau memodifikasi rekaman tanpa melalui prosedur yang berlaku.
3. Yayasan Karya Cipta Indonesia. Dalam melancarkan atas kepentingan Pemegang Hak Cipta dimana Yayasan Karya Cipta Indonesia didukung Departemen Kehakiman, dibawah direktorat Jendral Hak Cipta, Paten, Merek dagang dan KEPRES 34 yang berperan menjembatani kepada masyarakat akan hak yang dimiliki Pemegang Hak Cipta tersebut guna pembagian royaltynya, Pelanggaran secara Hak Moral adalah yang berkaitan dengan hak yang melekat pada diri Pencipta (termasuk pelaku) yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, antara Pencipta dan ciptaannya ada sifat kesatuan di antara keduanya. 4. Ahli Waris Kewajiban yang mutlak dilakukan ahli waris terhadap Hak Cipta Lagu Pencipta dalam hal berkaitan dengan mengumumkan dan penggandaan. Pelanggaran yang menyangkut hak ekonomi yang menyangkut akan hak-hak ekonomi sebuah lagu tersebut, sehingga ada dua hal pelanggaran yaitu: 1. Pelanggaran Hak Memperbanyak. 2. Pelanggaran Hak Mengumumkan. Pelanggaran dalam hal Hak Ekonomi tersebut timbul akan hal-hal yang berkaitan secara ekonomi, dalam hal ini pengaruh
yang menjadi dasar persengketaan sengketa
tersebut meliputi akan hal: 1. Pelanggaran Hak Memperbanyak a. Pelanggaran Reproduksi atau mengkopi
Melakukan penggandaan atas jumlah ciptaan dengan berbagai cara, apakah dengan mencetak atau melalui cara mekanik seperti akan halnya dengan memperbanyak hasil karya tersebut, tanpa hak selain yang memegang hak akan penggandaan tersebut dalam ini adalah sebuah pembajakan. b. Pelanggaran Adaptasi Pelanggaran yang timbul tidak diberikan izin untuk melakukan adaptasi, aransemen atau untuk mengubah bentuk suatu karya dengan pengalih bahasaan, aransemen musik seperti dalam hal merubah kedalam suatu bahasa tertentu dari bentuk aslinya serta merubah aransemen apakah notasi jenis musik atau tempo. c. Pelanggaran Distribusi Pelanggaran yang muncul, akibat tanpa
izin
untuk
menyebarkan
atau
mendistribusikan akan hasil dari penggandaan tersebut kepada publik begitu juga termasuk melakukan pelanggaran akan menjual dan menyewakan serta bentuk lain dari pengalihan akan perbanyakan suatu karya tersebut. d. Pelanggaran menampilkan kepada publik Pelanggran yang muncul akibat tidak ada izin untuk menampilkan karya tersebut kepada publik, baik penyiaran secara langsung maupun hanya penyiaran. 2. Pelanggaran Hak Mengumumkan Merupakan pelanggaran terhadap pengumuman tanpa izin pemegang hak, disebutkan dalam Pasal1 UUHC Nomor 19 tahun 2002 dimana:
Hak Cipta adalah Hak Eklusif bagi Pencipta, atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin, untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasn menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. a. Pelanggran Hak Penyiaran tanpa kabel yaitu Pelanggaran yang muncul dimana tanpa izin unruk melakukan penyiaran tanpa kabel yaitu seperti penyiaran secara radio dan televisi sering muncul akan penyiaran untuk kepentingan komersil dan memiliki izin sebelumnya dari pemilik Hak Cipta tersebut. b. Pelanggaran Hak Penyiaran dengan kabel Pelanggaran yang muncul dalam hal ini tanpa izin menyiarkan suatu hasil karya yakni dengan penyiaran pentransmisian kembali dengan kabel, suatu penyiaran yaitu meneruskan yang sudah ada dan pentransmisian asli dengan sebuah karya. 50 Selain pelanggaran akan hak di atas, ada lagi hak yang disebut dengan syncronization rights. Kalau sebuah lagu dipakai dalam sebuah karya cinematografi, iklan, dan karya drama misalnya, hak memberi izin untuk ini dinamakan dengan syncronization rights. Jika dihubungkan dengan keenam macam sengketa akan hak yang sudah dijelaskan di atas, boleh jadi syncronization rights termasuk bagian dan adaptation rights. Droit de suite adalah hak Pencipta hal ini diatur dalam 14 bis konvensi Berne revisi brussel 1948, yang kemudian ditambah lagi dengan pasal 14ter hasil revisi Stockholm
50
Otto Hasibuan, Op. Cit. hlm.74.
1967, ketentuan droit de suite sesui dari world Intellectual Property organizations (WIPO) tercantum dalam buku guide to the Berne Convention merupakan hak tambahan bersifat kebendaan. 3. Pelanggaran Hak Pinjam Masyarakat (public lending right) Pelanggaran Hak Pinjam Masyarakat yaitu hak yang dimiliki pemegang hak tersebut tidak diberikan kompensasi atas dipinjamnya oleh masyarakat sehingga menimbulkan pristiwa hukum dalam hal ini, hak karya Pencipta yang tersimpan di perpustakaan berhak atas pembayaran dari pihak tertentu karena karyanya dipinjam oleh masyarakat dari perpustakaan pemerintah di Inggris diatur dalam Public Lending Right Act 1979 ditambah peraturan lainya “the Public Lending Right Scheme 1982, menurut ketentuan tersebut mendapat perlindungan hak pinjam masyarakat dan terbatas pembayaran hak terbatas warga negara Inggris saja dan ditentukan bahwa pemerintah harus membayar setiap peminjaman masyarakat. 51 Diharapkan kedepan Hak Kualitas atas Hak Cipta Lagu dalam hal ini yang menjadi pokok permasalah, akan memproduksi ulang dengan kualitas yang baik bila tidak akan menimbulkan penurunan kualitas lagu tersebut, serta fasilitas pertunjukan karena pertunjukan yang buruk akan mengakibatkan penurunan akan kualitas lagu yang akan di pasarkan adapun pihak yang berkecimpung dalam pertunjukan mempunyai hak:
51
Muhamad Djumhana, R Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm.72
a. Mengawasi penampilan yang digelar. b. Mengawasi badan penyiaran yang menyiarkan penampilan yang digelar. c. Mengawasi reproduksi penampilan-penampilan yang berikutnya. d. Mengawasi penyiaran rekaman pagelaran kepada umum. Pihak yang berkecimpung dalam usaha rekaman atau poroduser rekaman berhak: a. Merekam ulang (reproduction Right). b. Mempertunjukkan rekamana kepada umum (the public performance right). c. Menyiarkan rekaman (broadcasting right). Badan penyiaran mempunyai hak: a. Menyiarkan dan mereproduksi suatu ciptaan. b. Merekam suatu ciptaan (recording right). c. Menampilkan kepada umum (public performance right). 52 UUHC 19/2002 Pasal 2 ayat 1, disimpulkan bahwa Hak Ekonomi (disebut hak eksklusif) dibagi dalam dua bagian besar yaitu hak untuk mengumumkan ciptaan dan hak untuk memperbanyak ciptaan selanjutnya disebut hak mengumumkan dan hak memperbanyak. Untuk mengetahui cakupan dan hak mengumumkan dan hak memperbanyak dapat dilihat pada Pasal1 ayat 1 UUHC 19/2002, yang menjelaskan bahwa pengumuman adalah pembacaan penyiaran pameran penjualan pengedaran atau penyebaran 52
Ibid, hlm.76.
suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain. Selanjutnya perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalih wujudkan secara permanen atau temporer. Secara etimologi bahwa lagu dan musik sebenarnya memiliki perbedaan arti, lagu adalah suatu kesatuan musik yang terdiri atas susunan pelbagai nada yang berurutan. Setiap lagu ditentukan oleh panjang-pendek dan tinggi-rendahnya nada-nada tersebut, di samping itu irama juga memberi corak tertentu kepada suatu lagu. 53 Berbagai pemikiran yang berkembang tentang perlunya penghormatan terhadap hak milik, telah mendorong para Pencipta di berbagai bidang seni, sastra, dan ilmu pengetahuan menuntut perlindungan atas haknya dan upaya peniruan atau penggandaan oleh orang lain. Di dalam UUHC 19/2002 Pasal 12 ayat 1 s/d 3 disebutkan: Dalam Undang-undang ini ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra serta dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi Hak Cipta akan ciptaan asli, juga termasuk semua ciptaan yang belum diumumkan tapi sudah memilik bentuk kesatuan yang memungkinkan akan memperbanyak terhadap hasil karya itu dan dapat dijelaskan yaitu:
53
Rahmadi Usman, Op. Cit, hlm.139.
Pertama ada kalanya sebuah lagu menggunakan lirik yang berasal dan sebuah puisi, sementara puisi termasuk ciptaan karya sastra yang mendapat perlindungan tersendiri, baik dalam Konvensi Bern maupun UUHC 19/2002. Kedua aransemen musik (arrangement of music) adalah karya turunan (derivative work) yang menurut Konvensi Bern dilindungi sebagai ciptaan yang berdiri sendiri, setara dengan karya terjemahan (translation). Anehnya dalam UUHC No.19/2002 diakui bahwa karya terjemahan merupakan ciptaan yang dilindungi secara tersendiri, tetapi aransemen musik tidak. Ketiga dalam UUHC No.19/2002 diakui bahwa pemusik merupakan salah satu unsur dan pelaku yang merupakan pemegang hak terkait akan tetapi tidak ada penjelasan apakah pemusik yang disebut sebagai pelaku itu adalah penata musik (arranger) atau pemain musik atau keduanya. Kerancuan dalam UUHC No.19/2002 di mana sebuah lagu yang sudah selesai diserahkan kepada produser lalu penata musik yang mengaransemenya sehingga menjadi bagian Pencipta jadi Hak Cipta hanya melindungi bentuk dan asli sehingga ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, dan didengar. Masalah pelanggaranpun biasa muncul selain dari Hak Moral dan Hak Ekonomi diatas adapun yang bisa menimbulkan masalah, disebutkan dalam Pasal 50 angka 1 dan 2 UUHCNo19/2002 adalah:
1. Jangka waktu perlindungan: a) Pelaku, berlaku selama 50 tahun sejak karya tersebut pertama kali dipertunjukan atau dimasukkan kedalam media audio atau media audio visual sehingga masalah yang sering timbul adalah dimana sebelum berahir masa perlindungan terjadi pembajakan terhadap karya cipta tersebut. b) Produser Rekaman suara, berlaku selama 50 tahun sejak karya tersebut selesai direkam hal ini juga sering menjadi masalah dimana terjadi pengalihan kepemilikan terhadap hak produser rekaman oleh orang lain belum masa perlindungan berakhir c) Lembaga. penyiaran berlaku selama 20 tahun sejak karya siaran tersebut pertama kali disiarkan sengketa yang sering muncul dimana sebelum berahir hak masa penyiaran dikuasai oleh orang yang bukan pemilik hak tersebut. 2. Perhitungan jangka waktu perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak 1 Januari tahun berikutnya setelah: a) Karya pertunjukan selesai dipertunjukkan atau dimasukkan ke dalam media audio atau media audio visual. b) Karya rekaman suara selesai direkam. c) Karya siaran selesai disiarkan untuk pertama kali. Perlu ditegaskan bahwa selain yang secara khusus diatur menyangkut hak-hak terkait, umumnya hal-hal yang berkaitan dengan perlindungan Hak Cipta berlaku juga bagi perlindungan hak terkait sesuai Pasal 51 UUHC 19/2002.Selain persengketaan seperti tersebut diatas ada pula hal yang biasa menimbulkan persengketaan terhadap Hak Cipta Lagu dimana hal ini terkadang diluar dari pengetahuan bahkan luput dari sepengetahuan yang mengumumkan kepada masyarakat. Sering timbul masalah dalam dunia musik atau lagu dimana seseorang yang merasa memiliki suatu karya cipta lagu padahal sebelumnya sudah ada yang telah mengumumkanya terlebih dahulu kepada masyarakat, dimana dalam hal ini sering timbul kekeliruan antar pemilik Hak Cipta Lagu seperti contoh seorang Pencipta melantunkan ciptaanya kepada masyarakat, walaupun terkadang belum didaftarkanya hal ini sudah merupakan suatu syarat atas bukti kepemilikan seseorang,
pada intinya siapa yang
mengumumkan pertama sekali kepada masyarakat maka itulah pemilik yang berhak atas suatu karya cipta lagu tersebut. Pergolakan yang sering muncul dimana sebuah karya cipta lagu diakui oleh pendaftarnya atas hak milik ciptaanya, padahal karya cipta tersebut adalah sebuah lagu yang telah dikenal dan telah popular ditengah masyarakat serta menjadi suatu lagu khas suatu daerah sesuai geografisnya, hal ini disebut sebagai hasil budaya rakyat atau foklor seperti lagu-lagu daerah seperti disebutkan pada pasal 10 UUHC No19 tahun 2002 disebutkan bahwa: 1. Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan pra sejarah, sejarah dan benda budaya nasional lainya. 2. Negara memegang Hak Cipta atas foklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainya. 3. Untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tersebut pada ayat (2) orang yang bukan warga Negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh negara sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur dengan peraturan pemerintah. Satu sisi yang menimbulkan suatu celah bagi kepemilikan Hak Cipta Lagu dimana sebuah lagu tanpa Pencipta yang telah dikenal masyarakat sering dijadikan seseorang untuk didaftarkanya sebagai pemilik hak atas karya cipta tersebut, dimana dalam hal ini sebuah lagu tanpa pencipta yang telah dikenal dimasyarakat adalah merupakan lagu dengan istilah
“NN”atau No Name, atau tanpa Pencipta dimana dalam hal ini yang berhak atas karya tersebut adalah negara sebagai pemiliknya. Seperti disebutkan pada pasal 11 UUHC No19 tahun 2002 disebutkan: 1. Jika suatu ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan ciptaan itu belum diterbitkan, negara memegang Hak Cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya. 2. Jika suatu ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya atau pada ciptaan tersebut hanya tertera nama samaran Penciptanya, Penerbit memegang Hak Cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya. 3. Jika suatu ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Penciptanya dan/ atau Penerbitnya, negara memegang Hak Cipta atas ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya. Ketentuan Pencipta atas suatu lagu pun sering timbul masalah terhadap suatu karya cipta lagu yang diciptakan oleh dua orang dimana sering timbul perseteruan akan siapa pemilik atas karya cipta tersebut disini disebutkan bahwa Pencipta tersebut adalah siapa yang memimpin dan mengawasi terhadap penyelesaian ciptaan tersebut seperti dalam ketentuan pasal 6 UUHC No19 tahun 2002 yaitu: “Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu atau dalam hal tidak ada orang tersebut yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas bagian ciptaanya itu”. Hak Cipta Lagu pun sama seperti hak milik yang mana dapat diwariskan sehingga karya cipta tersebut merupakan suatu hak yang kuat dan dijamin akan kepemilikanya seperti disebutkan pada pasal 4 UUHC No19 tahun 2002 yaitu: 1. Hak Cipta yang dimiliki oleh Pencipta yang setelah Penciptanya meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya, atau milik penerima wasiat dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita kecuali hak itu diperoleh secara melawan hukum. 2. Hak Cipta yang tidak atau belum diumumkan yang setelah Penciptanya meninggal dunia, menjadi milik ahli warisnya atau penerima wasiat dan Hak Cipta tersebut tidak dapat disita kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan hukum.
Dalam hal suatu ciptaan tersebut yang berkaitan dengan sarana produksi yang dengan kapasitas teknologi tinggi, dimana dalam hal ini wajib untuk memenuhi segala peraturan-peraturan tentang syarat akan produksi tersebut dari pihak yang berwenang seperti akan hal disebutkan pasal 28 UUHC No.19 tahun 2002 bahwa: 1. Ciptaan-ciptaan yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi khususnya di bidang cakram optic (optical disk), wajib memenuhi semua peraturan perizinan dan persyaratan produksi yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana produksi berteknologi tinggi yang memproduksi cakram optic sebagaimana diatur pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sisi lain yang bisa menimbulkan pelanggaran dalam bidang Hak Cipta Lagu dimana dalam hal ini disebutkan bahwa, pelanggaran tersebut disebabkan akan masalah pengiriman ekspor-impor atau dalam hal ini disebutkan sebagai pelanggaran terhadap kepabeanan. Dalam hal yang menimbulkan pelanggaran terhadap Hak Cipta Lagu diantaranya juga seperti yang tersebut pada pasal 3 ayat 2 UUHC No19 tahun 2002:” Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian karena: 1. Pewarisan. 2. Hibah. 3. Wasiat. 4. Perjanjian tertulis; atau 5. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Disini sering terjadi pristiwa hukum terhadap pelanggaran akan pewarisan yang dalam pembagian yang tidak sesuai dengan keinginan bersama, atau dalam hal ini ada yang tidak mendapatkan akan haknya, begitu pula terhadap hibah dalam hal ini hibah
terkadang tidak sesuai dengan pembagian hak keluarga dimana hibah ini atas kemauan pribadi terhadap siapa yang disukainya untuk diberikan hibah, adapun sering menjadi sengketa si pemilik memberikan hibahnya terhadap orang yang bukan dalam hubungan keturunan langsung atau terhadap yang bukan dalam posisi derajat pertama dalam pembagian waris perdata. Pemberian porsi hibah juga menimbulkan peristiwa hukum, dimana penghibahan tersebut diberikan seluruhnya kepada penerima hibah, sehingga menimbulkan ketidak adilan bagi pihak-pihak yang seharusnya mendapatkan akan haknya tersebut. Wasiat dalam hal pembagian sering timbul akibat tidak sesuai dengan porsi-porsi yang seharusnya didapatkan oleh mereka yang berhak, wasiat pun bisa dibuat oleh si pemberi wasiat atas seluruh yang akan diwasiatkanya sehingga disinilah menimbulkan permasalahan . Namun akan halnya Hak Cipta Lagu yang dikuasai oleh lain pihak tapi tidak menimbulkan pelanggaran misalnya lagu atau Hak Cipta tersebut dijadikan untuk pendidikan, sehingga pemilik Hak Cipta tersebut tidak bisa untuk mempermasalahkanya seperti pada pasal 15 huruf a UUHC No.19 tahun 2002 disebutkan: Pengguna ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta. Begitu pula halnya pengambil-alihan Hak Cipta oleh Negara bila dianggap perlu sesuai pidato Ali Said memberikan keterangan Pemerintah didepan sidang Paripurna DPR dalam pembahasan RUU Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002 seperti:
1. Hak Cipta atas suatu lagu yang dijadikan lagu kebangsaan. 2. Hak Cipta atas lambang yang dijadikan lambang Negara. 3. Hak Cipta atas rumusan Pancasila yang dijadikan dasar Negara. 54 Menurut JCT Simorangkir istilah dapat dijadikan milik Negara yang dipakai oleh undang-undang Hak Cipta nomor 19 tahun 2002 bahwa atas peralihan kepada Negara hanya suatu kemungkinan saja dan bukan suatu kekhususan tapi ada syaratnya yaitu: 1. Demi kepentingan Negara. 2. Dengan sepengetahuan pemegangnya. 3. Dengan keputusan Presiden. 4. Atas dasar pertimbangan Dewan Hak Cipta.Kepada pemegang Hak Cipta diberi imbalan penghargaan yang ditetapkan oleh presiden. 55 Ada tiga hal yang melakukan pelanggaran Hak Ekonomi yaitu: 1. Pirate yaitu melakukan pembajakan dengan mengumpulkan lagu-lagu Hits dalam satu album kaset. 2. Counfeit yaitu melakukan pembajakan dengan memperbanyak dengan meniru persis album keseluruhan. 3. Bootleging yaitu melakukan pembajakan dengan merekam pada saat pertunjukan langsung ( live show). 56 Dalam hal Hak Ekonomi didalam penerapanya secara Perdata sehingga para pelaku pelanggarannya hanya dikenakan sangsi denda ataupun penghentian atas peredaranya. 54
Ajip Rosyidi, ibid , hlm.24. JCT Simoramgkir, Op. Cit, hlm. 24. 56 Otto Hasibuan. Op. Cit, hlm237-238. 55
3. Perkara Perdata a. Putusan No.254 K/PDTSUS/2009. Tanggal Putusan: 28 Mei 2009 Dalam perkara: Penggugat Kohar Kahler melawan Tergugat PT EMI Indonesia. JAKARTA: MA mengabulkan upaya hukum kasasi yang diajukan seorang musisi dan pencipta lagu bernama Kohar Kahler, terkait dengan perkara gugatan Hak Cipta melawan PT EMI Indonesia.Dengan demikian, putusan Mahkamah Agung (MA) ini membatalkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang sebelumnya menyatakan gugatan Kohar Kahler terhadap PT EMI Indonesia, tidak dapat diterima. Berdasarkan keterangan dengan susunan majelis Rehngena Purba, Syamsul Ma'arif, dan M. Taufik. Kuasa hukum Kohar Kahler, Dedy Kurniadi, menyambut positif putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan pihaknya dalam perkara Hak Cipta tersebut, sebelumnya, PT EMI Indonesia yang merupakan perusahaan rekaman menghadapi tuntutan hukum yang dilayangkan oleh Kohar Kahler yang berprofesi sebagai musisi dan pencipta lagu. Dalam gugatan No.62/Hak Cipta/2008/PN.NIAGA.JKT.PST, penggugat menuding perusahaan itu telah memperbanyak lagu ciptaannya, tanpa izin dirinya sebagai pemegang Hak Cipta.Dalam gugatannya, penggugat menuntut tergugat menghentikan peredaran lagulagu karyanya a.l. lagu Tiada Lagi dan Hilang yang dinyanyikan Mayang Sari. Selain itu, penggugat juga menuntut ganti rugi Rp599.06 juta, yang merupakan ganti rugi materiel dan imateriel yang diklaim penggugat, telah dideritanya karena kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan sebagai Pencipta lagu. Akan tetapi,
majelis Hakim yang terdiri dari Makmun Masduki, Sugeng Riyono, dan Elly Marjani, menyatakan gugatan penggugat itu tidak dapat diterima, karena dinilai kurang pihak, karena tidak menyertakan PT Suara Publisindo dan PT Arga Swara Kencana Musik sebagai pihak. Dalam pertimbangan hukum majelis hakim pengadilan tingkat pertama, disebutkan bahwa tergugat mendapatkan hak untuk merekam, memperbanyak, menjual, dan mendistribusikan lagu berjudul Tiada Lagi dan Hilang dari PT Suara Publisindo dan PT Arga Swara Kencana Musik. Dalam pertimbangan hukum pengadilan tingkat pertama, disebutkan ada bukti tergugat sebagai pemegang lisensi dari PT Suara Publisindo, bukti pembayaran royalti dari tergugat kepada PT Suara Publisindo, dan pembayaran dari PT Suara Publisindo kepada penggugat. Akan tetapi, dalam upaya hukum kasasi penggugat mendasarkannya pada pasa156 (1) UU No. 19/2002 tentang Hak Cipta. 57 b. Putusan No. 2266.K/Pdt/1990, Tanggal Putusan: 29 Oktober 1996. Dalam perkara: Penggugat Ismail Hutajulu melawan Tergugat PT Lolypop Records Kasus posisi: Ismail Hutajulu adalah seorang Pencipta lagu-lagu dalam bahasa Batak. Pada tahun 1942 ia menciptakan dua lagu bahasa Batak dengan judul Tillo-Tilo dan Alatipang. Kedua lagu menjadi lagu yang terkenal di kalangan masyarakat Batak. Pada tahun 1984, Ismail
57
[email protected],° Bisnis Indonesia 4 Agustus 2009 diakses tgl 15 Mei 2010
Hutajulu menemukan sebuah casette rekaman yang diproduksi oleh PT Lolypop Records berisi lagu-lagu Tillo-Tillo dan Alatipang, ciptaan Ismail Hutajulu tersebut. Casette rekaman ini diperdagangkan di pasaran umum.Lagu/ nyanyian Tillo-Tillo dan Alatipang yang direkam, diproduksi dan dijual dipasarkan oleh PT Lolypop Records tersebut. Dicantumkan huruf N.N (Noname) dan dinyanyikan oleh Christine Panjaitan. Perekaman lagu-lagu ciptaan Ismail Hutajulu tersebut diatas dilakukan oleh PT Lolypop Records tanpa ijin dari penciptanya, Ismail Hutajulu. Perbuatan PT Lolypop Records tersebut dinilai oleh Ismail Hutajulu sebagai perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian baik moral maupun materiil. Karena usaha musyawarah tidak berhasil, maka Ismail Hutajulu mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap PT Lolypop Records; sebagai Tergugat, dengan tuntutan sebagai berikut: 1. Menyatakan Penggugat adalah pencipta lagu-lagu Tillo-Tillo dan Ala tipang. 2. Menyatakan Tergugat melakukan perbuatan melanggar hukum. 3. Menghukum Tergugat membayar sekaligus lunas kepada Penggugat ganti rugi uang Rp. 60.000.000,- sebagai akibat perekaman dan memproduksi lagu Tillo-Tillo dan Alatipang, tanpa ijin Penggugat sebagai penciptanya. 4. Memerintahkan kepada Tergugat untuk menarik semua casette rekaman yang beredar di dalam masyarakat yang memuat kedua lagu-lagu tersebut. 5.
Menghukum Tergugat membayar uang paksa (dwangsom) Rp. 100.000,- setiap hari, bila Tergugat lalai.
6. Dst.
Pengadilan Negeri Terhadap gugatan tersebut di atas pihak Tergugat Lolypop Records, memberikan berupa: a. Eksepsi yang berisikan dalil bahwa gugatan Penggugat adalah kabur, karena "Surat Kuasa Khusus" di dalamnya tidak memuat masalah/object yang disengketakan padahal dalam surat kuasa khusus tersebut, Penggugat menuntut ganti rugi uang. Karena perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Penggugat. Dengan demikian surat kuasa tersebut tidak sempurna dan tidak dapat dipakai sebagai proses partij formeel di pengadilan. Dengan alasan di atas, Penggugat mohon gugatan Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima oleh pengadilan. b. Terhadap pokok perkara pihak Tergugat menyangkai semua dalil gugatan Penggugat, karena tidak didukung oleh bukti-bukti. Karena itu Tergugat mohon agar pengadilan menolak gugatan yang diajukan oleh Penggugat tersebut. Hakim pertama yang mengadili perkara ini dalam putusannya memberikan pertimbangan hukum yang pokok isinya sebagai berikut: Eksepsi yang diajukan oleh Tergugat harus ditolak, karena tidak menyangkut mengenai masalah kompetensi pengadilan baik absolut maupun relatif. Mengenai pokok perkara Hakim pertama berpendirian bahwa dari bukti P 1- P2 - P3 - P4 - P5 - P8 - terbukti bahwa lagu-lagu yang disengketakan ini dicipatakan oleh Ismail Hutajulu (Penggugat). Kedua lagu tersebut telah sangat populer di dala.m masyarakat Batak sehingga menjadi lagu rakyat (folklor), meskipun demikian adalah tidak mungkin kedua. lagu rakyat tumbuh dengan sendirinya tanpa ada pencipta lagu tersebut. Terbukti bahwa kedua lagu yang sudah
menjadi lagu rakyat tersebut yang mencipta adalah Penggugat. Berdasar bukti P6 terbukti bahwa Tergugat telah merekam, memproduksi dan menjual casette rekaman lagu Alatipang dengan penyanyi Christine Panjaitan, semuanya dilakukan Tergugat tanpa izin dari Penggugat. Dibelakang nama lagu tersebut ditulis "N.N" artinya no name. Tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum yang harus memberi ganti rugi kepada Penggugat. Karena yang terbukti hanya satu lagu saja yaitu lagu Rambadia (Alatipang) maka tuntutan ganti rugi hanya dikabulkan separuhnya Rp. 30 juta. Berdasar atas pertimbangan tersebut di atas, akhirnya Pengadilan Negeri memberikan putusan sebagai berikut: Mengadili: Dalam Eksepsi: menolak eksepsi Tergugat. Dalam Pokok Perkara:Mengabulkan gugatan untuk sebagian. Menyatakan Penggugat adalah Pencipta lagu Tillo-Tillo dan Rambadia (Alatipang). Menyatakan Tergugat melakukan perbuatan melanggar hukum. Menghukum Tergugat untuk membayar sekaligus lunas kepada Penggugat ganti rugi Rp.30 juta, sebagai akibat perekaman dan memproduksi lagu Alatipang (Rambadia) oleh Tergugat tanpa seizin Penggugat sebagai Penciptanya. Memerintahkan kepada Penggugat untuk menarik semua casette yang beredar di dalam masyarakat yang memuat lagu tersebut di atas. Menghukum Tergugat membayar uang paksa (dwangsom), Rp. 100,000,-(seratus ribu rupiah) sehari, bila Tergugat Ialai menjalankan petitum di atas, dst. Pengadilan Tinggi PT Lolypop Records, menolak putusan Hakim pertama tersebut di atas dan mohon banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hakim banding setelah memeriksa perkara ini di dalam putusannya berpendirian bahwa apa yang dipertimbangkan dan di putus oleh
Hakim pertama, baik dalam eksepsi maupun dalam pokok perkara adalah sudah tepat dan benar menurut hukum, serta dijadikan pertimbangan Pengadilan Tinggi sendiri dalam memberi putusannya. Akhirnya Pengadilan Tinggi memberikan putusan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 230/Pdt.G/1988/PN.Jkt.Sel. Mahkamah Agung RI. PT Lolypop Records, menolak putusan Pengadilan Tinggi tersebut di atas dan mohon pemeriksaan Kasasi Mahkamah Agung. Mahkamah Agung sebelum memberi putusan akhir, menerbitkan putusan sela yang amarnya: Sebelum memberi putusan akhir; Memerintahkan kepada PN Jakarta Selatan untuk membuka kembali persidangan atas perkara ini, memanggil para pihak berperkara dan melakukan pemeriksaan para saksi yang telah membuat surat keterangan kesaksian yaitu: (1) Gordon Tobing, (2) Bambang Suwondo, (3) H.P. Siagian, (4) N. Simanungkalit dan (5) D.M. Simanjuntak. . Pemeriksaan saksi mana untuk memperoleh fakta yang lebih jelas tentang kepastiannya: Siapa pencipta lagu-lagu tersebut serta kapan lagu tersebut diciptakan, dan lain-lain yang dianggap perlu dalam perkara ini. Pengadilan Negeri telah melaksanakan, "putusan sela" tersebut dan melaksanakan "pemeriksaan tambahan."Mahkamah Agung setelah memeriksa perkara ini dalam putusannya berpendirian bahwa, judex facti Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah salah menerapkan hukum, sehingga putusan judex facti tersebut harus dibatalkan dan selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini. Putusan Mahkamah Agung tersebut didasari oleh alasan yuridis yang intinya sebagai berikut: Dasar pertimbangan dan kesimpulan judex facti Pengadilan Negeri mengenai terbuktinya dalil gugatan Penggugat,
ditarik dari bukti P 1-P2-P3-P4 sehingga judex facti menyimpulkan bahwa Pencipta lagu yang disengketakan tersebut adalah Penggugat (Ismail Hutajulu). Bila mana Bukti P 1 dan P2 diuji dengan ketentuan ex pasal 1871 jis 1874-1878 B. W., maka surat bukti tersebut dikonstruksi secara analog dengan pasal 1883 B.W., yakni hanya berupa "catatan biasa" yang kekuatan pembuktiannya hanya sebagai "permulaan pembuktian dengan tulisan", sehinggaa semua alat bukti yang dikemukakan judex facti tersebut belum dapat membuktikan dalil gugatan Penggugat bahwa Penggugat adalah Pencipta lagu-lagu yang disengketakan dalam perkara ini. Apalagi bila bukti surat tersebut dikaitkan dengan fakta hasil pemeriksaan tambahan, maka semakin lumpuh nilai kekuatan pembuktian permulaan yang terkandung dalam bukti P 1 dan P2. Sebabnya, sesuai dengan keterangan pada saksi: N. Simanungkalit dan M.P. Siagian diperoleh fakta sebagai berikut: Bahwa kedua lagu yang diclaim oleh Penggugat sebagai Penciptanya (1942), sudah populer dimasyarakat sejak 1940. bahwa para saksi tidak memungkiri kedua lagu tersebut ada Penciptanya, sampai sekarang ini belum diketahui dengan pasti siapa Pencipta sebenarnya, sehingga lagu-lagu tersebut di N.N. (= No Name) dan lebih digolongkan sebagai Lagu Rakyat (folklore). Jika keterangan kedua saksi ini dikaitkan dengan keterangan Tergugat, bahwa sebelum, Tergugat merekam lagu-lagu tersebut dalam casette, pada tahun 1960, Remaco telah pernah merekamnya. Lagu-lagu tersebut tergolong folklore sehingga perekaman, oleh Tergugat dalam casette dengan code "N.N." menurut Majelis Mahkamah Agung tidak dapat dianggap melanggar Hak Cipta Penggugat. Berdasar atas alasan yuridis tersebut di atas, maka Majelis Mahkamah Agung memberi putusan sebagai berikut:
Mengadili: Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mengadili Sendiri: Menolak gugatan Penggugat, dst. Peradilan: a. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 230/Pdt.G11988/PN Jakarta Selatan, tanggal 7 April 1989 b. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 452/Pdt/1989/PT DKI tanggal 5 Desember 1989 c. Mahkamah Agung RI No. 2266.K/Pdt/1990, tangga129 Oktober 1996. 58 c. Putusan No. 036 K/N/HAKI/2006 Tanggal putusan: 27 Desember 2006 Tergugat CV.Pangranggo QQ Hp2 melawan Penggugat Yayasan Karya Cipta Indonesia. Tergugat : CV.Pangranggo QQ Hp2 diwakili oleh Aminah Ridziq direktur CV. Pangranggo (Hotel Pangranggo) berkedudukan di jalan Raya Padjadjaran No.32 Jakarta diwakili kuasa hukumnya Ezrin Rosep. sebagai pemohon kasasi atau tergugat melawan Yayasan Karya 58
Ali
[email protected], 4Agustus 2009, diakses tgl 16 Mei 2010.
Cipta Indonesia berkedudukan di Jakarta diwakli oleh Dahuri ,General Manager Karya Cipta Indonesia, memberi kuasa kepada kuasa hukumnya .H.M.Efran Hemi Juni. Kasus posisi: Penggugat adalah Yayasan yang bergerak dalam bidang Hak Ekonomi para Pencipta Lagu. Bahwa Tergugat adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang penginapan dengan mempergunakan Karya Cipta musik dan lagu orang lain dari dalam dan luar negeri dalam pelayanan terhadap konsumennya. Bahwa tergugat tanpa membayar royalti atas mengumukan karya orang lain sebagaiman diatur dalam Pasal 1angka(14) UUHC. Bahwa Penggugat telah beberapa kali memperingatkan Tergugat dengan surat: Surat nomor :LD/BOTABEK044050081. Tanggal 18 Mei 2004 perihal lisensi pengumuman musik. Surat nomor :LD/BOTABEK04070106 TANGGAL 2 Juli 2004 perihal Surat Peringatan I. Surat Nomor: LD/BOGOR 04070105 TANGGAL 13 Juli 2004 perihal Surat Peringatan II. Dalam Provisi:Menolak tuntutan provisi penggugat;Dalam Eksepsi :Menolak Eksepsi Penggugat; Dalam Pokok Perkara : 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; 2. Menyatakan Tergugat telah melakukan pengumuman Karya Cipta Lagu atau musik tanpa izin Penggugat. 3. Menghukum Tergugat membayar kerugian materil sebesar Rp. 100.000.000.(seratus juta rupiah). 4. Menghukum Tergugat membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000.000,-(lima juta rupiah).
5. Menolak gugatan Tergugat selebihnya. Mengadili: Mengabulkan permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi : CV.Pangranggo QQ HP2 tersebut, membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 20 Juli 2006 No.22/HAK CIPTA/2006/PN.NIAGA .JKT.PST; Mengadili Sendiri, Dalam Provisi :Menolak Eksepsi ;Menolak Eksepsi Tergugat;Dalam Pokok Perkara ; Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima, menghukum termohon Kasasi/ Penggugat asal untuk membayar biaya perkara baik dalam peradilan tingkat pertama maupun dalam tingkat Kasasi ditetapkan sebesar Rp. 5.000.000.-(lima juta rupiah).
59
d. Putusan No.038 K/N/HaKI/2005 Tanggal Putusan Dalam perkara : 26 Oktober 2005 Tergugat 1) PT. Hotel Sahid Jaya Int. 2) Badan Pengurus Pusat Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia Melawan Penggugat: 1) Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) yang amarnya berbunyi : Mengadili : Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I. Hotel Sahid Jaya Internasional dan Pemohon Kasasi II. Badan Pengurus Pusat Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) tersebut ; Menolak permohonan dari Pemohon Kasasi dan
59
http//www.Mahkamah Agung RI, diakses tgl 20 Mei 2010.
Pemohon Kasasi III Yayasan Karya Cipta Indonesia (YCKI) tersebut ; Menghukum para Pemohon Kasasi I dan II untuk membayar biaya perkara pada semua tingkat peradilan, yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah) Catatan atas kasus ini : Putusan Pengadilan Niaga Penggugat menggugat Tergugat dengan dasar perbuatan melawan hukum karena tidak membayar royalty ; Pengadilan Niaga mengabulkan gugatan Penggugat ; Membatalkan putusan Pengadilan Niaga dengan pertimbangan tarif baru royalty sebesar 500% belum disepakati dan belum mengikat, maka ganti rugi oleh Hakim didasarkan pada perbuatan melawan hukum Pasal 1365 KUHPerdata, serta sesuai pasal 45 s/d 48 UUHC No19/2002 serta KEPRES 34, tentang keberadaan YKCI sebagai pihak atas kepentingan Pemegang Hak Cipta, sehingga putusan yang dijatuhkan tersebut tepat jika dinilai akan pelanggaran yang dilakukan tergugat. Membatalkan Putusan NO.17/HAK CIPTA/2005/PN.NIAGA.JKT.PST. Tanggal 14 Juli 2005, yang amarnya berbunyi : Dalam Posisi: Tergugat I adalah merupakan badan usaha yang bergerak dibidang perhotelan, yang beroperasi secara profit dengan menggunakan Karya Cipta Lagu secara ilegal dan Terguat Tergugat II merupakan wadah dari tergugat I. Mengadili : Dalam provisi : Menolak Provisi Penggugat ;
Dalam Pokok Perkara : Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian ; Menyatakan Para Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum; Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar Royalty, Denda dan Bunga terhitung sejak tanggal 31 Mei 2003 dengan perincian sebagai berikut :Membayar Royalty sebesar Rp. 10.000.000,(sepuluh juta rupiah) setahun ; Denda sebesar 200% per tahun dari Royalty ; Bunga 2 % per bulan dari Royalty ; Menolak gugatan Penggugat untuk selain selebihnya ; Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). 60
e. Putusan Nomor 030 K/N/HAKI/2006
Tanggal Putusan: 10 November 2006
Dalam perkara: Pemohon Kasasi Nurham Yahya dkk (dahulu Tergugat I)melawan Datuk M.Jamil Idris, Emi Music Malaysia Publishing SDN Bhd, Sri Barat alias Iyet Bustami (dahulu Penggugat I.II.III) dan Pemerintah Republik Indonesia (dahulu tergugat I).
Bahwa Penggugat I ahli waris dari Ketua Yayasan Lembaga Adat:Datuk Laksemana Raja Di Laut Kabupaten Bengkalis mewakili masyarakat Melayu serta keluarga Besar masyarakat Lembaga Adat Melayu, Kabupaten Bengkalis, Riau(bukti P-1). Bahwa syairsyair lagu Laksemana Raja Di Laut milik Penggugat I yang telah tumbuh dimasyarakat Melayu Riau sejak lama yang tidak diketahui penciptanya (bukti P-2). Bahwa pada bulan April tahun 2003 Penggugat III memproduksi album lagu Laksemana Raja Di Laut 60
Ibid
aransemen Mara Karma karena tidak diketahui Penciptanya dicantumkan NN (No Name) pemasaran oleh PT.Mazenta Graha Mandiri (PT.MGM) selaku distributor (bukti P-3).
Bahwa Penggugat II berhak sepenuhnya atas hak Cipta lagu “Nostalgia Aidil Fitri” miik Penggugat II baik judul lirik, melodi yang diciptakan Suhaimi B.Mohd Zain (Pak Ngah) berdasarkan perjanjian Penggugat II dengan Pak Ngah tanggal 4 Maret 1997(bukti P-4). Bahwa lagu Nostalgia Adil Fitri dinyanyikan artis Malaysia Sarifah Aini diproduksi dan diedarkan penggugat II sejak tahun 1996 populer di Malaysia (bukti P-5). Bahwa lagu Zapin Dut Laksemana Raja Dilaut notasi dan lagunya mirip dengan lagu Nostalgia Adil Fitri milik Penggugat II diciptakan Penggugat II mengizinkan Penggugat III menggunakan melodi atau notasi lagu Nostalgia Adil Fitri untuk digunakan pada lagu Zapin Dut Lakseman Raja Di Laut (bukti P-6). Bahwa Penggugat III menerima surat tertanggal 17 Desember 2003 No.22/LBH-BN/S/XII/2003 dari Lembaga bantuan Hukum Bela Negara (LBHBN) selaku kuasa hukum tergugat I (bukti P-7).
Menimbang, bahwa atas alasan-alasan kasasi tidak dapat dibenarkan karena judex facti Pengadilan Niaga Medan serta menimbang burti P-5a, P-5b dan P-4a serta saksi menimbang atas petimbangan tersebut diatas tersebut Mahkamah agung berpendapat Menolak permohonan kasasi dari Pemohon kasasi Nurham Yahya dkk tersebut, menghukum Pemohon Kasasi dahulu Tergugat I untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp.5.000.000.-(lima juta rupiah). 61
61
http//www.Pengadilan Negeri Medan, diakses Tgl 1 Juni 2010.
B. Pelanggaran Pidana 1. Pelanggaran Hak Moral Disebutkan pula pelanggaran Hak Moral seperti pada pasal 72 ayat 6 UUHC Nomor 19 tahun 2002 : Hak Cipta atau ahli warisnya berhak untuk menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap di cantumkan, dimana hak tersebut merupakan hak yang melekat pada Pencipta yang tidak boleh utuk dipisahkan begitu juga hak Pencipta atau Pengarang mengubah karyanya atau melarang orang lain untuk memodifikasi karyanya. Intinya adalah hak Pencipta atau pengarang mencegah pendistorsian atas karyanya sehingga karya cipta tersebut sesuai dengan aslinya tidak ada dikurang atau dilebihkan dari keadaan semula. Seperti pada hal akan perubahan lirik lagu dimana hal tersebut menjadi salah satu sengketa dalam Hak Cipta lagu bila hal tersebut tidak mendapatkan izin dari Pencipta sebab hal tersebut merupakan satu kesatuan terhadap Pencipta yang tidak bisa di pisahkan begitu juga akan halnya akan perubahan melodi lagu bahkan jenis musik serta temponya, yang mana menjadi satu kesatuan terhadap sang Pencipta yang tidak dapat terpisahkan terlebih lagi tidak boleh merubah judul ciptaanya. 2. Pelanggaran Hak Ekonomi Pelanggaran pidana dalam Hak Ekonomi banyak menyangkut akan hak yang bersifat memperbanyak ataupun pengumuman Nomor 19 tahun 2002 bahwa :
seperti tersebut dalam pasal 72 ayat 2 UUHC
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, tau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000.(lima ratus juta rupiah). Dapat disimpulkan dimana hak tentang untuk menyiarkan serta memamerkan dan mengedarkan atau dengan tujuan menjual kepada umum, maka hal tersebut masuk dalam bagian hukum pidana, dimana seseorang tersebut sudah melanggar akan Hak Ekonomi dari pemilik Hak Cipta tersebut. Dalam era yang serba multi kasus, dimana dapat digambarkan bahwa pelaggaran sengketa kasus Hak Cipta selama 2008 sebanyak 167 kasus, selama semester kedua 2008 dimana POLRI menangani 106 kasus, Kejaksaan Agung 61 kasus dari jumlah tersebut POLRI menangani 122 kasus dengan sarana cakram padat yang diproses menggunakan 23 duplikator dan didistribusikan melalui 98 toko, sedikitnya 2.659.075 keping cakram padat telah disita yang berisi film, video porno, musik dan perangkat lunak Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual mengidentifikasi 18 kasus pelanggaran bidang merk, 5 kasus pelanggaran desain industri dan 1 kasus paten kasuskasus ditangani POLRI dan Kejaksaan Agung Dirjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM (DEPKUMHAM), Andi N.Someng belum bisa mengindentifikasi potensi kerugian negara yang berhasil dicegah dalam pengungkapan kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual, menurutnya nilai ekonominya bisa dihitung dari rumus:
Estimasi= harga satuan barang sitaan
x
jumlah barang sitaan itu belum termasuk
perhitungan dalam bidang pajak. 62 Pada pasal 72 ayat 5 UUHC No 19 tahun 2002 menyebutkan tentang pelanggaran Hak Cipta Ekonomi secara pidana seperti: Barang siapa dengan sengaja melanggar pasal 19, pasal 20 atau pasal 49 dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.150.000.000. (seratus lima puluh juta rupiah). Prilaku masyarakat dalam hal melakukan pelanggaran atas Hak Cipta orang lain sering melakukan tanpa izin pemiliknya melakukan memperbanyak serta menyiarkan rekaman suara atau gambar, sehingga menimbulkan kerugian bagi si pemilik hak tersebut. Dalam kesimpulan tentang pasal 49 UUHC No 19 tahun 2002 dimana pelaku dalam hal Hak Terkait memilik Hak Ekslusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain dalam hal memperbanyak serta menyiarkan rekaman suara, ataupun akan gambar serta Produser Rekaman Suarapun memiliki Hak Ekslusif guna memberikan serta melarang terhadap pihak lain dalam hal menyewakan atas karya rekaman suara atau bunyi. Satu hal yang sangat terpenting dalan hal persengketaan dimana persengketaan tersebut bukan hanya antar perorangan atau terhadap perusahaan akan tetapi pesengketaan tersebut terhadap negara dimana dalam hal ini karya cipta tersebut bertentangan dengan segala yang dilarang oleh negara seperti disebutkan Pasal 17 UUHC No.19 tahun 2002 yaitu “Pemerintah melarang pengumuman setiap ciptaaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan
62
http//www.Andi N.Someng, diakses Tgl.18 Mei 2010.
pemerintah dibidang agama, pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan serta ketertiban umum setelah mendengar pertimbangan Dewan Hak Cipta”. 3. Dalam Perkara Pidana a. Putusan No.96K/Pid.Sus/2008 Tanggal Putusan: 15 agustus 2008 Terdakwa: Herbanu Panca Wiryawan bin Sardju Ningtyas melawan PT.MD. Entertainment Primair:Terdakwa dengan sengaja mengumumkan atau memperbanyak ciptaan berupa lagu atau musik, tanpa persetujuan dari pencipta atau pemegang Hak Cipta. Bahwa PT.MD Entertainment bergerak dibidang Production House menunjuk Indra Wahyudi sebagai penata musik, untuk sinetron atau serial TV pada tanggal 10 Maret 2004 melalui kurirnya mengirim kaset VHS atau DV CAM yang berisi sinetron DIA episode 35 yang telah diedit, dengan saksi Indra Wahyudi yang akan mengisi ilustrasinya. Bahwa PT.MD. Entertainment juga memprodiksi sinetron Bawang Merah Bawang Putih, menunjuk Herbanu Panca Wiryawan bin Sardju Ningtyas sebagai penata musik dalam episode 60, terdakwa tidak membuat ilustrasi musiknya yang diterima Sigit Purnomo W.Ningtyas dan memerintahkanya memasukkan Capture pada HVS folder berbeda pada hard disk. Subsidair: Bahwa terdakwa sebagaimana dalam Dakwaan Primair dengan sengaja menyiarkan, memamerkan atau menjual kepada umum barang hasil pelanggaran.
Mengadili: Menolak permohonan kasasi Pemohon Kasasi/Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Tangerang tersebut, Membebankan biaya perkara dalam semua tingkat peradilan dibebankan kepada Negara; Putusan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Jum’at tanggal 08 agustus 2008 oleh Soedarno,. Hakim Agung sebagai ketua Majelis, M.Imron Anwari Dan timur P.Manurung, Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari jum’at 15 agustus 2008 oleh
Ketua Majelis beserta
M.Imron Anwari, Dan Timur P.Manurung, Hakim-Hakim Anggota tersebut, dan dibantu oleh Misnawaty, Panitera Pengganti dan tidak dihadiri oleh Pemohon Kasasi :Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa. 63 b. Putusan No.1062 K/Pid/2003 Tanggal Putusan :30 Agustus 2003 Dalam perkara: Ny. DELIA WIJAYA melawan Yayasan Cipta Indonesia Terdakwa :Ny. DELIA WIJAYA (Pemohon Kasasi) Yang amar putusannya berbunyi : Mengadili : Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi/Terdakwa : Ny. Delia Wijaya tersebut ; Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 19 September 2002 No.1041/Pid/B/2002/PN.Bdg., yang telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung tanggal 2 Desember 2002 No.362/Pid/2002/PT.Bdg ; Mengadili Sendiri :
63
http//www. Mahkamah Agung RI, diakses tanggal 2 Juni 2010.
1. Menyatakan bahwa Terdakwa : NY. DELIA WIJAYA tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum kepadanya ; 2. Membebaskan oleh karena itu dari segala dakwaan ; 3. Menyatakan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya harus dipulihkan seperti semula (Rehabilitasi) ; 4. Memerintahkan barang bukti berupa : a) (satu) buah daftar lagu Indonesia ; b) 3 (tiga) buah VCD lagu Ever Grend 2, 4, 5 ; c) 1 (satu) buah VCD lagu Ebit G.Ade ; d) 1 (satu) buah VCD lagu balada 2002 e) 1 (satu) buah VCD Diva Slank Rock ; f) 1 (satu) buah speaker, 1 (satu) buah Mic ; g) 1 (satu) buah VCD Player yang merupakan kelengkapan Karaoke ; Dikembalikan kepada yang berhak/Terdakwa ; 5. Membebankan biaya perkara dalam tingkat kasasi ini kepada Negara ; EC-ASEAN Intellectual Property Rights Co-operation Programme (ECAP II). 64 Membatalkan Putusan No.1041/PID/B/2002/PN.BDG Tanggal Putusan: 19 September 2002 Dalam perkara: Ny. DELIA WIJAYA melawan Yayasan Cipta Indonesia
64
Marni Emmy
[email protected], diakses Tgl. 18 Mei 2010.
Terdakwa :Ny. DELIA WIJAYA Dakwaan : Bahwa pada hari Rabu tanggal 08 Mei 2002 sekira jam 11.00 Wib. di Karaoke DINDA Jl. Sudirman Bandung, telah terjadi Tindak Pidana Hak Karya Cipta dilakukan oleh pemilik atau pengusaha karaoke DINDA dengan cara dengan sengaja tanpa hak menyiarkan atau menjual kepada umum, suatu ciptaan lagu dalam dan luar negeri tanpa izin Pemegang Hak Cipta Lagu dan tidak memilik sertifikat lisensi permainan musik, dan juga tidak membayar royalty kepada Yayasan Karya Cipta Indonesia. Putusan Pengadilan Negeri Bandung tanggal 19 September 2002 Yang amar putusannya berbunyi : Mengadili : 1. Menyatakan terdakwa Ny. Delia Wijaya, tersebut diatas terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “ Dengan Sengaja, Menyiarkan Kepada Umum Suatu Ciptaan” ; 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama : 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah) subsidair 1 (satu) bulan kurungan ; 3. Menetapkan bahwa lamanya terdakwa ditahan akan dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ; 4. Memerintahkan barang bukti berupa : a) 1 (satu) buah daftar lagu Indonesia ; b) (tiga) buah VCD lagu Ever Grend 2, 4, 5 ; c) 1 (satu) buah VCD lagu Ebit G.Ad1 (satu) buah VCD lagu balada 2002 ;
d) 1 (satu) buah VCD Diva Slank Rock ; e) (satu) buah speaker, 1 (satu) buah Mic ; f) 1 (satu) buah VCD Player yang merupakan kelengkapan Karaoke ; Dirampas untuk dimusnahkan ; 5. Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan Kota ; 6.
Menghukum terdakwa membayar ongkos perkara Rp.10.000,- (sepuluh ribu) ;
EC-ASEAN Intellectual Property Rights Co-operation Programme (ECAP II) Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat No. 362/Pid/2002/PT.Bdg. Tanggal 2 Desember 2002, yang amar putusannya berbunyi: Yang pada pokoknya menguatkan Putusan
Pengadilan
Negeri
Bandung
tanggal
19
September
2002
No.1041/Pid/B/2002/PN.Bdg, c. Putusan No. 3683 / Pid.B/2008/PN.Mdn
Tanggal Putusan: 12 FEBRUARI 2009
Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan Mengadili perkara Pidana dalam perkara Terdakwa: HENDRY Alias AHWAT Tempat lahir Medan Umur /Tgl Lahir 33 Tahun/ 11 Juni 1975 Jenis Kelamin
Laki-laki Kewarganegaraan Indonesia, Tempat
Tinggal Jln. Mahkamah Dalam No.1-11 Mesjd Kec. Medan Kota Kodya Medan Pendiddikan SMA Agama Budha Pekerjaan Wiraswasta terdakwa ditahan sejak 10 Oktober 2008 s/d
sekarang (12 februari 2009).
Dalam Posisi: Bahwa terdakwa dengan sengan sengaja secara melawan hukum melakukan pelanggaran hak ekonomi dengan sengaja mengumumkan dan memperbanyak rekaman suara/gambar sehingga merugikan pemegang Hak Cipta tersebut serta negara .Pengadilan Negeri tersebut : Telah membaca berkas perkara yang bersangkutan ; Telah mendengar keterangan saksi-saksi dan terdakwa, telah mendengar dan memperhatikan tuntutan Pidana dari Penuntut Umum, yang pada pokoknya meminta agar Majelis Hakim memutuskan:
1) Menyatakan terdakwa: Hendry alias Ahwat telah terbukti bersalah secara sah dan menyakinkan melakukan tindak Pidana, dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak akan menyiarkan rekaman suara dan /atau gambar pertunjukan tanpa persetujuan pelaku memihki hak eklusif yaitu berupa VCD Bajakan, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam psl 72 (1) UURI No19 Thn 2002 tantang Hak Cipta dalam dakwaan pertama. 2) Menyatakan terdakwa Hardry als Ahwat dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan sementara 3) menyatakan barang bukti : 1(satu) unit Mobil Suzuki APV warna Hitam No.Pol BK 1867 HV berikut kunci kontak dikembalikan kepada Hendry als Ahwat (dengan pertimbangan mobil tersebut masih dileasing), 378 keping kaset VCD Film bajakan, 228 keping kaset VCD Film (Master), 37 keping kaset CD MO.3 lagu (Master) 532
keping kaset CD kosong, 140 keping kaset CD lagu India, 1 unit CDRW (alat copy caset ) seluruhnya dirampa untuk di musnahkan. 4) Menetapkan supaya terdakwa masing-masing dibebani membayar biaya perkara sebesar Rp.l000 ( Seribu rupiah) Menimbang bahwa atas tuntutan pidana tersebut terdakwa telah mengajukan permohonan yang pada pokoknya mohon agar dijatuhi hukuman yang seringan-ringanya Menimbang, bahwa Terdakwa didakwa oleh Penuntut umum dengan dakwaan No. Reg Perk No.PDM ;Ep.2/Mdn/11/2008. 5) Menimbang, bahwa untuk menguatkan dakwaan tersebut, Penuntut Umum telah mengajukan saksi-saksi yaitu: 1. Achiruddin Hasibuan 2. Abdul Hamid 3. Sihar Siahaan 4. Nancy.
Saksi-saksi tersebut memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya sama dengan keterangan dalam Berita Acara yang dibuat oleh Penyidik. Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti, Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang memenuhi semua unsur dan pasal : 72 (1) UURI No.19 Thn 2002 tentang Hak Cipta. Menimbang, bahwa oleh karena itu terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana / dan oleh karenanya harus dijatuhi pidana sebagaimana disebutkan dalam amar putusan ini.
Menimbang, bahwa Majelis Hakim dalam persidangan tidak menemukan adanya alasan pemaaf dan alasan pembenar dan terdakwa dapat dipertanggung jawabkan atas
perbuatan yang telah dilakukan, karena itu terdakwa harus dijatuhi pidana. Menimbang, bahwa karenã terdakwa berada Dalam Tahanan maka masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dan pidana yang dijatuhkan dan memerintahkan pula agar terdakwa tetap berada dalam tahanan. Menimbang, bahwa mengenal barang bukti yang diajukan oleh Penuntut Umum dipersidangan akan ditetapkan dalam amar putusan dibawah ini. Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dinyatakan bersalah , maka terdakwa dibebani untuk membayar biaya perkara ini, menimbang, bahwa dengan program pemerintah yang sedang giatnya sebelum terdakwa dijatuhi pidana perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal-hal yang memberatkan: tidak ada, Halhal yang meringankan: Terdakwa belum pernah dihukum. Terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya. MENGADILI; Menyatakan bahwa Terdakwa :HENDRY ALS AHWAT terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana :Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya tanpa persetujuan pelaku memiliki hak eksklusif yaitu berupa VCD bajakan. Menjatuhkan Pidana terdakwa tersebut diatas, oleh karena itu dengan pidana penjara selama : 7 (tujuh) bulan -- Menetapkankan bahwa masa Tahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya terhadap Pidana yang telah dijatuhkan tersebut Menetapkan agar Terdakwa tetap ditahan. Menyatakan barang bukti : 1 (satu) unit Suzuki APV warna hitam No.pol .BK 1867 HV berikut kunci kontak dikembalikan kepada Hendry Als Ahwat, 378 keping kaset VCD Film bajakan, 228 keping kaset VCD film (master) 37 keping kaset cd MP3, lagu (Master) , 532 keping kaset CD kosong, 140 keping kaset CD
lagu india, 1 unit CDRW (alat copy caset VCD) seluruhnya dirampas untuk dimusnahkan. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rpl000 (Seribu) Rupiah. Demikianlah diputus dalam rapat musyawarah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang dijatuhkan, pada hari : KAMIS Tanggal 12 FEBRUARI 2009 kami :KUSNOTO, Sebagai Hakim Ketua ASMUI DAN PETR1YANTI, masing-masing sebagai Hakim Anggota Putusan Mana diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari itu juga, oleh Hakim Ketua dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim Anggota tersebut SRI AFNI Panitera Pengganti, dihadiri pula oleh SANI SIANTURI, Penuntut Umum serta Terdakwa. 65
65
Pengadilan Negeri Medan.