IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI SMA GADJAH MADA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Zismeda Taruna NIM 12110244005
PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA SEPTEMBER 2016
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI SMA GADJAH MADA YOGYAKARTA" yang disusun oleh
Zismeda Taruna, NIM 12110244005 ini telah dipertahankan di depan Dewan . Penguji pada tanggal22 Agustus 2016 dan dinyatakan lulus.
Nama
Jabatan
Lusila Andriani Purwastuti, M.Hum. Ketua Penguji Riana Nurhayati, M.Pd.
Widyaningsih, M.Si.
iv
MOTTO “Apa yang kamu pilih itulah yang harus kamu jalani, jangan menjadi pecundang atas apa yang kamu pilih”
v
PERSEMBAHAN Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karuniaNya, karya ini saya persembahkan untuk : 1. Bapak, ibu, dan kakak-kakakku 2. Almamaterku, KP FIP UNY
vi
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI SMA GADJAH MADA YOGYAKARTA Oleh Zismeda Taruna NIM 12110244005 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan 1) implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta, 2) faktor pendukung dan faktor penghambat implementasi kebijakan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif naturalistik. Subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, wakasek kesiswaan, guru BK, wali kelas, siswa, dan karyawan SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Metode pengumpulkan data melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Tahap dalam teknik analisis data yang digunakan yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data dilakukan dengan cara triangulasi sumber dan teknik. Hasil penelitian menunjukkan implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta sudah membentuk tim pelaksana berserta tugas masing-masing, tahap interpretasi menggunakan cara sosialisasi. Sosialisasi dilakukan saat rapat sekolah dan MOS, SMA Gadjah Mada sudah melakukan tahapan aplikasi dengan menerapkan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok berupa penetapan anggaran dan peralatan dengan melakukan sosialisasi dan sudah memasang tanda dilarang merokok. Faktor pengambat implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta terjadi pada faktor komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Faktor pendukung Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta dapat dijumpai pada faktor sumber daya dan disposisi.
Kata kunci : implementasi, kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah
vii
KATA PENGANTAR Segala puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, dengan rahmat dan
hidayah-Nya
sehingga
skripsi
yang
berjudul
“IMPLEMENTASI
KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK DI SMA GADJAH MADA YOGYAKARTA” dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat untuk meraih gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam penyusunan skripsi ini diberikan bantuan, arahan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta atas izin yang diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan atas izin yang diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Ibu Dra. Lusila Andriani Purwastuti, M.Hum., Dosen Pembimbing skripsi yang selalu memberikan perhatian dan dengan sabar serta senantiasa memberikan ilmu, bimbingan dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 4. Bapak Kepala SMA Gadjah Mada Yogyakarta yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian disekolah. 5. Ibu dan Bapak Guru SMA Gadjah Mada Yogyakarta telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya untuk membantu peneliti dalam mengambil data penelitian. 6. Kedua orang tua dan kakak-kakakku yang selalu memberikan doa dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Sahabat sekaligus orang yang membantu penelitian, Ratri Pupitasari, Adi B. Nugroho, Nico Rista Sandy, dan Kevin Audrio terima kasih karena telah membantu pengambilan data penelitian di sekolah dan selalu memberi motivasi.
viii
DAFTAR ISI
hal HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................
iv
MOTTO ........................................................................................................
v
PERSEMBAHAN .........................................................................................
vi
ABSTRAK ....................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii DAFTAR ISI .................................................................................................
x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ...............................................................................
8
C. Pembatasan Masalah ..............................................................................
9
D. Rumusan Masalah ..................................................................................
9
E. Tujuan Penelitian ....................................................................................
10
F. Manfaat Penelitian ..................................................................................
10
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Kebijakan Pendidikan ............................................................................
12
1. Pengertian Kebijakan ...........................................................................
12
2. Pengertian Kebijakan Pendidikan ........................................................
13
3. Tingkatan Kebijakan Pendidikan .........................................................
14
4. Tahapan Proses Pembuatan Kebijakan Pendidikan ..............................
15
B. Implementasi Kebijakan Pendidikan .....................................................
18
1. Konsep Implementasi Kebijakan ..........................................................
18
x
2. Tahap Implementasi Kebijakan ............................................................
19
3. Faktor Penentu Implementasi Kebijakan .............................................
21
C. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ...............................................................
28
D. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah ..................
31
1. Ketentuan Umum Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah ................................................................................................
31
2. Tujuan ...................................................................................................
31
3. Sasaran Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah .....................
32
4. Penyelenggaraan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah .................................................................................................
32
E. Penelitian yang Relevan .........................................................................
34
F. Kerangka Berpikir ..................................................................................
37
G. Pertanyaan Penelitian .............................................................................
39
BAB III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ............................................................................
40
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................
41
C. Subjek dan Obyek Penelitian .................................................................
41
D. Teknik Pengumpulan Data .....................................................................
42
E. Instrumen Penelitian ...............................................................................
43
F. Teknik Analisis Data ..............................................................................
46
G. Uji Keabsahan Data ...............................................................................
48
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 50 1. Profil SMA Gadjah Mada Yogyakarta ................................................. 50 2. Implementasi Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada ......................... 59 3. Faktor Penentu Implementasi Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada Yogyakarta .................................................................... 66 4. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada Yogyakarta ..................................................................... 83 5. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada Yogyakarta ..................................................................... 85 B. Pembahasan ............................................................................................ 86 1. Implementasi Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada Yogyakarta ...... 87
xi
2. Faktor Penentu Implementasi Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada Yogyakarta ..................................................................... 93 3. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada Yogyakarta ..................................................................... 103 4. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada Yogyakarta ..................................................................... 109 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................................ 112 B. Saran ....................................................................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 115 LAMPIRAN .................................................................................................. 118
xii
DAFTAR TABEL
hal Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Wawancara ..................................................
44
Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Observasi .....................................................
45
Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Studi Dokumentasi ......................................
46
Tabel 4. Profil SMA Gadjah Mada Yogyakarta .......................................
51
Tabel 5. Keadaan Sumber Daya SMA Gadjah Mada Yogyakarta ...........
58
Tabel 6. Tim Pelaksana Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada Yogyakarta ................................................................................
88
Tabel 7. Pelaksana Tahapan Implementasi Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada Yogyakarta ..........................................................
90
Tabel 8. Penetapan Anggaran dan Peralatan Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada Yogyakarta ..........................................................
92
Tabel 9. Faktor Penghambat Internal dalam Pelaksanaan Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada Yogyakarta ....................................... 105 Tabel 10. Faktor Eksternal Pelaksanaan Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada Yogyakarta ............................................................. 107 Tabel 11. Faktor Pendukung Pelaksanaan Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada Yogyakarta ............................................................. 109
xiii
DAFTAR GAMBAR
hal Gambar 1. Proses Pembuatan Kebijakan ................................................... 15 Gambar 2. Kerangka Berpikir .................................................................... 38 Gambar 3. Triangulasi Sumber Data .......................................................... 48 Gambar 4. Triangulasi Teknik ................................................................... 49 Gambar 5. Siswa Merokok di Koridor Sekolah ......................................... 63 Gambar 6. Siswa Merokok di Koridor Sekolah ......................................... 69 Gambar 7. Puntung dan Bungkus Rokok di sekitar Koridor Sekolah ........ 69 Gamabr 8. Tempat Khusus Merokok ......................................................... 79
xiv
DAFTAR LAMPIRAN hal Lampiran 1. Pedoman Wawancara ............................................................ 118 Lampiran 2. Pedoman Observasi ............................................................... 123 Lampiran 3. Pedoman Dokumentasi .......................................................... 124 Lampiran 4. Hasil Wawancara ................................................................... 125 Lampiran 5. Analisis Data .......................................................................... 151 Lampiran 6. Catatan Lapangan .................................................................. 160 Lampiran 7. Foto Penelitian ....................................................................... 168 Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian ............................................................... 173 Lampiran 9. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok ........................................ 176
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kebiasaan merokok di Indonesia saat ini merupakan kebutuhan sekunder yang dianggap sebagai kebutuhan primer oleh sebagian orang, terutama para perokok.
Merokok sudah menjadi gaya hidup sebagian
masyarakat di Indonesia. Merokok di tempat umum sudah tidak dianggap lagi sebagai hal yang tabu oleh masyarakat. Hampir setiap tempat di Indonesia dapat kita jumpai para perokok yang sedang menikmati sebatang rokok dalam berbagai kondisi. Kegiatan tersebut tak hanya dilakukan oleh orang dewasa, namun para remaja baik pria maupun wanita juga terlihat sedang menikmati kegiatan merokok. Tidak
dapat
dipungkiri
bahwa
merokok
mengandung
sensasi
kenikmatan tersendiri. Sensasi kenikmatan pada rokok bukan merupakan satusatunya alasan untuk merokok, ada beberapa motivasi lain yang diketahui melatarbelakangi seseorang untuk merokok, sehingga lambat laun berpotensi menimbulkan kecanduan. Beberapa motivasi itu antara lain menganggap bahwa rokok adalah simbol kejantanan, rokok adalah simbol kebebasan. Masyarakat dalam aspek sosial menganggap menghisap rokok adalah simbol pergaulan, toleransi, persahabatan, dan solidaritas. Menghisap rokok terlihat keren, atraktif, dan sensual. Para perokok juga meyakini bahwa rokok bisa menghilangkan beberapa perasaan kurang nyaman seperti menghilangkan rasa stress,
menghilangkan
rasa
pedih,
1
menghilangkan
rasa
cemas
dan
menghilangkan rasa lelah. Beberapa perokok juga menjelaskan bahwa menghisap rokok adalah cara mencapai konsentrasi, menumbuhkan rasa percaya diri, meningkatkan etos kerja, dan dapat melancarkan datangnya ide sehingga membantu menyelesaikan masalah. Menghisap rokok tidak hanya menimbulkan stimulus yang telah diuraikan di atas, adapula anggapan lain yang membuat merokok itu nikmat yaitu ketika selesai makan, sambil minum kopi atau teh maupun dilakukan setelah bangun tidur di pagi hari maupun ketika sebelum berangkat tidur di malam hari. Faktor internal kebiasaan merokok muncul karena rasa ingin tahu sehingga mencoba-cobanya. Faktor eksternal yang mempengaruhi dan mendorong seseorang untuk merokok adalah kondisi lingkungan. Menghisap rokok karena meniru kebiasaan dari keluarga sebagai contohnya menirukan orang tua mereka yang merokok (Alfi, 2011: 27-31). Terdapat keyakinan pada masyarakat bahwa kebiasaan merokok sulit untuk dihentikan, bahkan ada anggapan bahwa merokok bukanlah suatu kebiasaan yang buruk bagi kesehatan. Anggapan menghilangkan kebiasaan merokok sulit akan lebih kuat jika terjadi pada perokok yang menjadikan rokok sebagai pelarian atas segala macam masalahnya terlebih lagi saat sudah stress dan emosi. Mereka merasa lebih tenang saat menghisap sebatang rokok. Banyak di antara para perokok belum mengetahui zat apa saja yang terkandung di dalam sebatang rokok yang sedang mereka nikmati. Di dalam sebatang rokok terkandung 4.000 jenis senyawa kimia. 400 di dalamnya merupakan zat beracun yang berbahaya untuk tubuh, dan 43 di antaranya
2
bersifat karsinogenik. Komponen utama yaitu Nikotin yang merupakan suatu zat berbahaya penyebab kecanduan, zat ini bisa menimbulkan efek santai sehingga menyebabkan kebiasaan merokok sulit untuk ditinggalkan oleh pecandu rokok. Komponen dalam rokok TAR merupakan zat berbahaya penyebab kanker (karsinogenik) dan berbagai penyakit lainnya. Komponen rokok yang berupa karbonmonoksida (CO) adalah salah satu gas beracun yang dapat menurunkan kadar oksigen dalam darah, sehingga dapat menurunkan konsentrasi dan timbulnya penyakit berbahaya. Konsumsi rokok merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti penyakit jantung koroner, stroke, kanker, penyakit paru kronis dan diabetes mellitus yang merupakan penyebab kematian utama di dunia, termasuk di Indonesia. Saat ini, lebih dari 60 juta penduduk Indonesia adalah perokok aktif dan 8 orang per menit meninggal karena rokok. Jumlah ini terus bertambah dari tahun ke tahun dan menempatkan Indonesia ke peringkat ketiga dengan jumlah perokok aktif tertinggi di dunia setelah China dan India. Indonesia termasuk salah satu produsen rokok terbesar di dunia. Meningkatnya kebutuhan rokok telah menjadi pengeluaran ke dua bagi masyarakat Indonesia (depkes.go.id). Pencantuman peringatan atas dampak yang akan diderita oleh perokok dalam bungkus rokok sudah ada. Peringatan pada bungkus rokok menyebutkan bahwa merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin. Gangguan kesehatan akibat asap rokok tidak hanya akan diterima oleh perokok, namun juga dapat
3
mengganggu kesehatan orang lain di sekitarnya. Penelitian terbaru juga menunjukkan adanya bahaya dari second-hand smoke, yaitu asap rokok yang terhirup oleh orang-orang bukan perokok karena berada di sekitar perokok atau bisa disebut juga dengan perokok pasif. Sebanyak 62 juta perempuan dan 30 juta laki-laki Indonesia menjadi perokok pasif di Indonesia, dan yang paling menyedihkan adalah anak-anak usia 0-4 tahun yang terpapar asap rokok berjumlah 11,4 juta anak. data tersebut jelas menunjukkan bahwa begitu bahayanya paparan asap rokok, namun hal tersebut tidak memberi pengaruh yang signifikan untuk menurunkan angka perokok (depkes.go.id). Upaya dalam menurunkan jumlah perokok di Indonesia memang tidak mudah. Ada beberapa permasalahan yang kompleks di antaranya adalah aspek ekonomi, dan sosial. Namun bagaimanapun juga masyarakat berhak memperoleh udara segar untuk memperoleh sirkulasi pernafasan yang sehat. Hak tersebut mendapatkan landasan hukum dalam UUD 1945 dalam pasal 28 H ayat (1) yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Untuk mengatasi hal tersebut, maka ditetapkan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Konsep Kawasan Tanpa Rokok (KTR) terdapat dalam Undang-Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 pasal 115. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang
kesehatan
mengamanatkan
dalam
upaya
menciptakan
lingkungan yang sehat, maka setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi,
4
maupun sosial, dan setiap orang berkewajiban untuk berperilaku hidup sehat dalam mewujudkan, mempertahankan, serta memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan yang sehat dapat terwujud antara lain dengan menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di fasilitas kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum serta tempat-tempat lain yang ditetapkan. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual,
mengiklankan,
dan/atau
mempromosikan
produk
tembakau.
Pengertian tersebut tertuang dalam pasal pertama Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No.188/Menkes/PB/I/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Asap Rokok. Diharapkan dengan pedoman tersebut terjadi intervensi yang kuat terhadap pengendalian perokok yang sering menghisap rokok di sembarang tempat. Menteri Pendidikan mengeluarkan Permendikbud Nomor 64 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Di Lingkungan Sekolah. Kebijakan ini ditetapkan untuk memberi dukungan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tujuan dari Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Lingkungan Sekolah ini ditetapkan atas dasar melindungi para generasi muda yang sedang menempuh pendidikan di sekolah dari paparan asap rokok yang berbahaya dan secara tidak langsung diharapkan menurunkan angka perokok pada pelajar.
5
Pada kenyatannya banyak perokok yang masih melanggar Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, dengan tetap merokok di area tersebut. Sering kita jumpai pula pelanggaran tersebut terjadi di sekolah. Sekolah merupakan salah satu kawasan tanpa rokok, karena akan mengakibatkan terganggunya kegiatan belajar mengajar. Beberapa guru, tenaga kependidikan bahkan kepala sekolah dengan santainya merokok di sekolah tanpa memikirkan akibat dari kebiasaan yang tidak baik tersebut. Efek dari kebiasaan itu adalah ketika para siswa yang melihatnya merasa bahwa merokok adalah hal yang wajar dilakukan. Anggapan tersebut sedikit banyak akan memberikan pengaruh bagi pelajar untuk mencoba merokok. Sebagian pelajar di Indonesia kini telah menjadi perokok aktif. Beberapa dari mereka terang-terangan memperlihatkan bahwa mereka adalah perokok dan menganggap itu adalah hal yang biasa, bahkan bisa dianggap sebagai pembuktian bahwa perokok itu keren. Beberapa pelajar yang merokok tidak semua berani menunjukkan identitasnya karena takut dihukum oleh sekolah dan orang tua yang melarang anaknya untuk merokok. Berita yang diunggah oleh Humas UGM (Gusti Grehenson) pada hari Jumat, 27 Mei 2011 mengungkapkan bahwa 16 persen pelajar SMP dan SMA di Kota Yogyakarta adalah perokok. Jumlah presentase perokok tersebut dibagi menjadi dua golongan, yaitu sebanyak 12 persen termasuk ke dalam golongan perokok eksperimenter dan 4 persen sisanya adalah perokok regular. Perokok eksperimenter merupakan golongan pelajar yang masih mencobacoba merokok, sedangkan perokok regular merupakan kelompok pelajar yang sudah rutin mengkonsumsi rokok setiap hari. Perincian persentase perokok
6
disampaikan oleh Yayi Suryo Prabandari. sebagai ketua tim peneliti menyebutkan untuk pelajar SMP jumlah perokok eksperimenter 10,32 persen dan perokok regular 2,38 persen. Jumlah perokok ekperimenter dan regular terjadi peningkatan untuk pelajar SMA yaitu sebanyak 13,28 persen dan 2,38 persen. Survei mengenai jumlah perokok juga dilakukan pada guru dari 30 SMP dan 30 SMA di Kota Yogyakarta. Hasil survei tersebut menyatakan 10 persen dari seluruh guru yang menjadi responden adalah perokok, bahkan 68 persen guru SMP dan SMA tersebut mengaku bahwa mereka merokok di lingkungan sekolah. Survei tersebut dilakukan terhadap 2.015 pelajar SMP dan SMA serta 1.602 guru dari 30 SMP dan 30 SMA oleh Quit Tobacco Indonesia, Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Gajah Mada. Hasil penelitian dari Fify Rosaliana (2015) menjelaskan bahwa di SMA Gadjah Mada masih dijumpai guru dan siswa yang merokok di lingkungan sekolah. SMA Gadjah Mada menyediakan ruang khusus merokok yang bertujuan untuk meminimalisir siswa yang merokok saat jam pelajaran berlangsung dan warga sekolah diharapkan untuk tidak merokok di koridor sekolah padahal jelas disebutkan pada Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No.188/Menkes/PB/I/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Asap Rokok bahwa salah satu Kawasan Tanpa Rokok adalah di sekolah. Ruang khusus merokok tersebut juga tidak dapat menampung keseluruhan guru dan siswa yang ingin merokok yang mengakibatkan masih banyak guru dan siswa yang merokok di koridor sekolah.
7
Hasil pra-observasi di SMA Gadjah Mada menemukan beberapa siswa yang merokok di lingkungan sekolah. Beberapa ada yang merokok di sekitar koridor sekolah, di ruang satpam, di parkiran sepeda motor, dan di dalam kelas. Pihak sekolah membiarkan siswa yang merokok dan tidak ada sanksi yang tegas kepada para perokok tersebut. Contoh yang tidak bagus juga ditemukan adalah seorang guru yang merokok di lingkungan sekolah. Guru tersebut merokok di ruang guru yang tentu saja masih masuk dalam lingkungan sekolah. Dampak dari warga yang merokok di SMA Gadjah Mada sangat menganggu bagi mereka yang tidak merokok. Udara segar yang seharusnya mereka bisa nikmati menjadi tercemar akibat asap rokok.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan yang ada, diantaranya: a. Kebiasaan merokok di Indonesia saat ini merupakan kebutuhan sekunder yang dianggap sebagai kebutuhan primer oleh sebagian orang hal ini berdampak meningkatnya perokok di Indonesia. b. Terjadi anggapan yang salah mengenai kegiatan menghisap rokok. c. Terdapat keyakinan pada masyarakat bahwa kebiasaan merokok sulit untuk dihentikan d. Ancaman kesehatan bagi perokok aktif dan pasif masih mengintai. e. Indonesia menempati peringkat ketiga dengan jumlah perokok aktif tertinggi di dunia.
8
f. Banyak para perokok yang melanggar kebijakan kawasan tanpa rokok. g. Angka perokok di kalangan pelajar tinggi, dengan didominasi oleh pelajar SMA. h. Siswa dan Guru SMA Gadjah Mada Yogyakarta banyak yang merokok di lingkungan sekolah.
C. Pembatasan Masalah Agar penelitian sesuai dengan tujuan peneliti dan masalah yang dikaji tidak terlalu luas, maka tidak semua masalah yang teridentifikasi akan diteliti. Berdasarkan identifikasi masalah di atas dan mempertimbangkan keterbatasan peneliti baik tenaga, waktu, dan biaya maka peneliti membatasi permalahan yang berfokus pada implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta? 2. Apakah faktor penghambat dan pendukung implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta ?
9
E. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk : 1. Mendeskripsikan implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. 2. Mendeskripsikan faktor penghambat dan pendukung implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta.
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis maupun praktis. Berikut adalah manfaat teoritis dan praktis dari penelitian dengan judul Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta: a. Manfaat Teoritis Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi dan pengetahuan sebagai referensi serta acuan penelitian berikutnya mengenai implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah. Manfaat teoritis terkait dengan Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan Prodi Kebijakan Pendidikan yaitu memberikan rujukan dalam pengembangan penelitian di bidang implementasi kebijakan khususnya mengenai kebijakan pendidikan yang terkait dengan mata kuliah politik pendidikan.
10
b. Manfaat Praktis 1) Bagi Dinas Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil sebuah kebijakan serta bahan evaluasi dalam implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah. 2) Bagi Pihak Sekolah Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan oleh pihak sekolah terkait dengan implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah. 3) Bagi Orang tua Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan orang tua siswa dalam memberikan perhatian kepada perilaku anaknya yang merokok di sekolah. 4) Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi kepada masyarakat agar tidak menjual rokok di sekitar sekolah.
11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kebijakan Pendidikan 1. Pengertian Kebijakan Secara umum, istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Oleh karena itu kita memerlukan batasan atau konsep kebijakan publik yang tepat (Budi Winarno, 2007: 16). Sudiyono (2007: 2) menjelaskan bahwa kebijakan adalah sebuah tindakan rekayasa sosial (social engineering) yang dilakukan oleh kelompok atau individu untuk mencapai tujuan. Kebijakan merupakan serangkaian tindakan yang bersifat tidak terbatas pada satu tindakan, melainkan melibatkan satu tindakan dengan tindakan lain. James E. Anderson mengatakan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan yang memiliki tujuan yang diikuti oleh seseorang atau sekelompok pelaku terkait dengan suatu permasalahan tertentu, karena kebijakan terkait dengan tindakan untuk memecahkan permasalahan (Sudiyono, 2007: 4). James E. Anderson memberikan rumusan kebijakan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, dan instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan (Arif Rohman, 2009: 108). Kebijakan dilihat dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan sebagai kegiatan atau tindakan terkait dengan suatu permasalahan tertentu
12
dan dilakukan oleh aktor terkait (pejabat, kelompok, dan instansi pemerintah) untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Pengertian Kebijakan Pendidikan Kebijakan dalam dunia pendidikan dapat diartikan dalam berbagai istilah. Istilah tersebut antara lain: (1) perencanaan pendidikan (educational planning), (2) rencana induk tentang pendidikan (master plan of education), (3) peraturan pendidikan (educational regulation), dan (4) kebijakan tentang pendidikan (policy of education). Keempat istilah tersebut memiliki perbedaan isi dan cakupan makna dari masing-masing yang ditunjuk oleh istilah tersebut (Arif Rohman, 2009: 107-108). Tilaar dan Riant Nugroho (2008: 140) mendefinisikan kebijakan pendidikan sebagai keseluruhan proses dan hasil perumusan langkahlangkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu. H. M. Hasbullah (2015: 41) mendefinisikan kebijakan pendidikan sebagai berikut : Kebijakan pendidikan adalah seperangkat aturan sebagai bentuk keberpihakan dari pemerintah dalam upaya membangun sistem pendidikan sesuai dengan tujuan dan cita-cita yang diinginkan bersama. Keberpihakan tersebut menyangkut dalam konteks politik, anggaran, pemberdayaan, tata aturan, dan sebagainya. Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategi pendidikan yang dijabarkan dari visi dan misi pendidikan, dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan
13
pendidikan tertentu.
dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu
Kebijakan pendidikan dilihat dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai tindakan atau upaya dari pemerintah untuk menyelesaikan suatu masalah atau pun meningkatkan kualitas pada pendidikan dengan mempertimbangkan aspek yang terkait (konteks politik, anggaran, pemberdayaan, tata aturan). Kebijakan pendidikan dapat meningkatkan kualitas pendidikan dengan strategi yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan tujuan jangka panjang untuk menyongsong pendidikan di masa mendatang.
3. Tingkatan Kebijakan Pendidikan Kebijakan pendidikan pada dasarnya dibedakan berdasarkan tingkatan. Ali
Imron (2008:24) mengungkapkan bahwa
kebijakan
pendidikan jika dilihat dari perspektif pengambil kebijakan, dapat dibedakan menjadi 4 (empat) tingkatan yaitu 1) tingkat kebijakan nasional (penentu kebijakan pada tingkat ini yaitu MPR/DPR/DPD), 2) tingkat kebijakan umum (penentu kebijakan pada tingkat ini yaitu pemerintah atau eksekutif, sehingga sifat kebijakan yang dihasilkan bersifat umum dan merupakan kebijakan eksekutif), 3) tingkat kebijakan khusus (penentu kebijakan pada tingkat ini yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan), dan 4) tingkat kebijakan teknis (penentu kebijakan pada tingkat ini yaitu pejabat eselon 2 ke bawah, seperti Direktorat Jendral atau pimpinan lembaga non departemen).
14
Berdasarkan pendapat dari pakar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tingkatan kebijakan pendidikan yaitu kebijakan nasional (makro), kebijakan daerah (meso), dan kebijakan teknis (mikro).
4. Tahapan Proses Pembuatan Kebijakan Pendidikan Proses pembuatan kebijakan pendidikan tidaklah jauh berbeda dengan proses pembuatan kebijakan publik. William N. Dunn (2003: 25) menyebutkan proses pembuatan kebijakan adalah 1) penyusunan agenda, 2) formulasi kebijakan, 3) adopsi kebijakan, 4) implementasi kebijakan, dan 5) penilaian kebijakan. William N. Dunn menggambarkan tahapan kebijakan pendidikan sebagai berikut: Penyusunan Agenda
Formulasi Kebijakan
Adopsi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Penilaian Kebijakan Gambar 1. Proses Pembuatan Kebijakan (William N. Dunn, 2003)
15
Berdasarkan gambar di atas, William N. Dunn menjelaskan proses pembuatan kebijakan sebagai berikut 1) Penyusunan Agenda Tahap ini yaitu menyusun suatu masalah yang akan dicari pemecahan masalah. Berbagai permasalahan yang ada dimasukkan ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Permasalahan yang ada di agenda kebijakan didefinisikan dan dicari pemecahan masalahnya sesuai dengan alternatif yang ada. 2) Formulasi Kebijakan Tahap kedua dalam proses pembuatan kebijakan yaitu formulasi kebijakan. Pada tahap ini aktor pembuat kebijakan merumuskan alternatif kebijakan (solusi dari permasalahan) berdasarkan permasalahan yang ada dalam agenda kebijakan. 3) Adopsi Kebijakan Tahap ketiga dalam proses pembuatan kebijakan yaitu membahas beberapa alternatif yang telah ditawarkan oleh para perumus kebijakan, kemudian dilakukan adopsi dengan dukungan dari pembuat kebijakan. 4) Implementasi Kebijakan Suatu kebijakan hanyalah menjadi sebuah wacana apabila kebijakan tersebut tidak dilakukan implementasi. Kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif solusi pemecahan masalah haruslah diimplementasikan. Implementasi kebijakan bertujuan untuk mencapai tujuan kebijakan yang telah dirumuskan.
16
5) Penilaian Kebijakan Kebijakan yang telah diimplementasikan perlu dilakukan penilaian atau evaluasi agar dapat dilihat sejauh mana kebijakan tersebut mampu menyelesaikan permasalahan yang ada. Penilaian kebijakan melibatkan indikator keberhasilan yang digunakan sebagai standar keberhasilan implementasi kebijakan. Proses perumusan kebijakan juga dapat dilihat dari aktor pembuat kebijakan. Aktor pembuat kebijakan harus mempunyai dasar berupa pendekatan teori dalam merumuskan kebijakan dan memilih komponen utama dalam pembuatan kebijakan pendidikan. Arif Rohman (2009: 130) menjelaskan, Ada lima teori perumusan kebijakan pendidikan, yaitu: (a) teori radikal, (b) teori advokasi, (c) teori transkriptif, (d) teori sinoptik, dan (e) teori inkremental. Teori radikal mementingkan kepada diverivikasinya dan pelimpahan tugas kepada lembaga penyelenggara di tingkat lokal, sehingga kreatifitas lembaga lokal lebih dihargai. Sebaliknya, teori advokasi cenderung mementingkan peran pemerintah pusat yang masih dominan dalam perumusan kebijakan pendidikan. Teori transkiptif berorientasi kepada prasyarat adanya dialog pusat dengan daerah dan lembaga penyelenggara pendidikan. Teori sinoptik menekankan kepada metode berfikir sistem dalam perumusan kebijakan. Sedangkan teori inkremental menekankan pada perumusan kebijakan pendidikan yang berjangka pendek serta berusaha menghindari perencanaan kebijakan yang berjangka panjang. Berdasarkan pada beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembuatan kebijakan harus melalui tahapan yang urut dan tidak dapat dilakukan secara terpisah atau salah satu tidak dilakukan karena tahapan dalam proses pembuatan kebijakan merupakan sebuah kesatuan. Pembuatan kebijakan harus mempunyai dasar teori agar
17
seusai dengan kebutuhan. Tahapan proses pembuatan kebijakan adalah tahap penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Penelitian ini lebih fokus untuk membahas implementasi kebijakan karena pada tahapan ini banyak faktor yang mempengaruhi sebuah kebijakan dapat berjalan baik atau tidak.
B. Implementasi Kebijakan 1. Konsep Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn dalam Arif Rohman (2009: 134) mengungkapkan bahwa implementasi kebijakan merupakan semua tindakan yang dilakukan oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompokkelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan kepada pencapaian tujuan kebijakan yang telah ditentukan terlebih dahulu, yakni tindakan-tindakan yang merupakan usaha sesaat untuk mentransformasikan keputusan ke dalam istilah operasional, maupun usaha berkelanjutan untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang diamanatkan oleh keputusankeputusan kebijakan. H. M. Hasbullah (2015: 94) memaparkan secara sederhana tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah. Keseluruhan proses penetapan kebijakan baru ini bisa dimulai apabila tujuan dan sasaran yang semula bersifat umum telah diperinci, program telah
18
dirancang dan juga sejumlah dana telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut. Arif Rohman (2012: 107) menjelaskan bahwa implementasi kebijakan pendidikan merupakan proses yang tidak hanya menyangkut perilaku-perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan kepada kelompok sasaran (target groups), melainkan juga menyangkut faktor-faktor hukum, politik, ekonomi, sosial yang langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dari berbagai pihak yang terlibat dalam program. Kesemuannya itu menunjukkan secara spesifik dari proses implementasi yang sangat berbeda dengan proses formulasi kebijakan pendidikan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa impelementasi kebijakan merupakan seluruh tindakan yang dilakukan untuk merealisasikan tujuan kebijakan. Implementasi kebijakan mentransformasikan sebuah kebijakan ke dalam istilah operasional agar mudah dipahami oleh pelaksana kebijakan dan objek kebijakan.
2. Tahap Implementasi Kebijakan Dalam implementasi kebijakan terdapat beberapa tahapan yang akan dilalui. Charles O. Jones dalam buku Politik Ideologi Pendidikan (Arif Rohman, 2009: 135) menjelaskan bahwa implementasi adalah suatu aktivitas atau tahapan yang dimaksudkan untuk melaksanakan kebijakan. Ada tiga pilar aktivitas atau tahapan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut yakni :
19
1) Pengorganisasian, pembentukan atau penataan kembali sumberdaya, unit-unit serta metode untuk menjalankan program agar bisa berjalan sesuai dengan tujuan. 2) Interpretasi, aktivitas menafsirkan agar suatu program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan sesuai harapan. 3) Aplikasi, berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, pembayaran atau yang lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program. Joko Widodo (2010: 90-94) menyebutkan beberapa tahapan implementasi kebijakan yaitu tahap interpretasi, tahap organisasi, dan tahap aplikasi. Berikut penjelasan dari tahapan tersebut : 1) Tahap Interpretasi Tahap Interpretasi merupakan tahap penguraian pokok dari suatu kebijakan yang bersifat abstrak agar lebih operasional dan mudah dipahami sehingga dapat dimengerti oleh para pelaku dan sasaran kebijakan. 2) Tahap Organisasi Tahap Organisasi yaitu tindakan peraturan dan penetapan pembagian tugas pelaksana kebijakan termasuk di dalamnya terdapat kegiatan penetapan anggaran, kebutuhan sarana dan prasana, penetapan tata kerja, dan manajemen implementasi kebijakan.
20
3) Tahap Aplikasi Tahap aplikasi merupakan tahap pelaksanaan kebijakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Tahapan ini merupakan tahapan untuk menerapkan kebijakan untuk mengatasi masalah dan/atau meningkatkan mutu pada sasaran kebijakan Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas adalah dalam implementasi kebijakan mempunyai tahapan yang dilakukan. Tahapan dalam implementasi kebijakan adalah tahap interpretasi, tahap organisasi, dan tahap aplikasi. Tahapan tersebut dilakukan untuk mengoperasikan program atau kebijakan agar sesuai dengan tujuan. 3. Faktor Penentu Implementasi Kebijakan Tahap implementasi kebijakan merupakan tahapan yang penting dari sebuah kebijakan. Tahap implementasi kebijakan menentukan hasil dari kebijakan yang telah dibuat. Kebijakan dibuat dengan tujuan memperbaiki suatu aspek dengan strategi yang tepat namun kebijakan tersebut bisa terjadi ketidakberhasilan karena pada tahap implementasi kebijakan belum bisa berjalan sesuai dengan kebijakan. Penentu keberhasilan atau kegagalan pada implementasi kebijakan dipengaruhi beberapa faktor. Faktor penentu keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan perlu dilakukan analisis. Analisis faktor-faktor tersebut bisa digunakan untuk bahan pertimbangan untuk meminimalisirkan segala kemungkinan kegagalan yang terjadi dan memaksimalkan keberhasilan pada tahap implementasi kebijakan.
21
Brian W. Hogwood & Lewis A.Gunn (Arif Rohman, 2012: 107-108) mengemukakan bahwa untuk dapat mengimplementasikan suatu kebijakan dapat dikatakan sempurna (perfect implementation), maka dibutuhkan syarat-syarat sebagai berikut: a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius. b. Untuk pelaksanaan suatu program, harus tersedia waktu dan sumbersumber yang cukup memadai. c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan harus benar-benar ada atau tersedia. d. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal. e. Hubungan kausalitas tersebut hendaknya bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya. f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil. g. Adanya pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan. h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat i. Adanya komunikasi dan koordinasi yang sempurna. j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Arif Rohman (2009: 147-149) mengemukakan bahwa ada tiga faktor yang menentukan keberhasilan dan kegagalan implementasikan kebijakan yaitu: a. Faktor pertama yang menentukan keberhasilan dan kegagalan pada implementasi kebijakan berkaitan dengan rumusan kebijakan yang telah dibuat oleh pengambil keputusan (decision maker). Berhubungan tentang bagaimana rumusan kalimatnya jelas atau tidak, tujuannya tepat atau tidak, sesuai dengan sararan atau tidak, terlalu sulit dipahami atau tidak, mudah diinterpretasikan atau tidak, mudah dilaksanakan atau tidak dan sebagainya. Pembuat kebijakan diharapkan mempertimbangkan hal-hal tersebut sebagai pertimbangan kesepakatan dalam perumusan kebijakan.
22
b. Faktor kedua berkaitan dengan personil pelaksananya. Personil pelaksana mempunyai latar belakang yang berbeda seperti budaya, bahasa, serta ideologi
kepartaian.
Tingkat
pendidikan,
pengalaman,
motivasi,
komitmen, kesetiaan, kinerja, kepercayaan, diri, kebiasaan-kebiasaan, serta kemampuan bekerjasama dari setiap kepribadian personil pelaksana akan mempengaruhi cara kerja mereka dalam implementasi kebijakan. c. Faktor ketiga dari penentu kegagalan dan keberhasilan implementasi kebijakan adalah faktor organisasi pelaksana. Organsasi pelaksana dapat menentukan implementasi kebijakan diperhatikan dari jaringan sistem, hirarki kewenangan masing-masing bagian, strategi distribusi pekerjaan, model kepemimpinan dari kepala organisasi, peraturan organisasi, target yang ditetapkan pada masing-masing tahap, model monitoring yang digunakan dan model evaluasi yang dipakai. Pendapat lain dikemukakan Model Edward III dalam buku Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi (Subarsono, 2012: 90-92) terdapat empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan dan kegagalan pada implementasi kebijakan. Faktor tersebut yaitu faktor (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Berikut penjelasan dari beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi kebijakan: 1) Faktor Komunikasi (Communication) Faktor komunikasi merupakan proses pemberian informasi kepada petugas pelaksana kebijakan. Edward III informasi mengenai kebijakan
23
perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan (Joko Widodo, 2010: 97). Model Edward III berpendapat bahwa dimensi dalam komunikasi kebijakan terdiri dari dimensi transmisi (transmission), kejelasan (clarity), dan konsistensi (consistency). Berikut penjelasan beberapa dimensi dalam komunikasi kebijakan: a) Dimensi Transmisi Dimensi transmisi mengharapkan agar kebijakan disampaikan tidak hanya kepada pelaksana (implementators) kebijakan tetapi juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan serta pihak-pihak yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung. b) Dimensi Kejelasan Dimensi kejelasan menginginkan kebijakan yang ditransmisikan kepada pelaksana dan sasaran kebijakan dapat diterima dan dimengerti dengan jelas agar mereka mengetahui tujuan dan maksud dari kebijakan tersebut sehingga dapat mempersiapkan segala sesuatu untuk mensukseskan kebijakan tersebut dengan efektif dan efisien. c) Dimensi Konsistensi Dimensi konsistensi menginginkan implementasi kebijakan berlangsung
efektif
dengan
24
cara
pemberian
perintah-perintah
pelaksanaan harus konsisten dan jelas agar kebijakan yang diterapkan tidak membingungkan. 2) Faktor Sumber daya (Resources) Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan. Sumber daya merupakan sarana untuk melaksanakan kebijakan. Sumber daya tersebut berupa sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya peralatan, dan sumber daya kewenangan. Berikut penjelasan mengenai sumber daya dalam implementasi kebijakan: a) Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia dapat berwujud implementator atau aparatur yang mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan. Implementator harus memiliki keahlian dan kemampuan melaksanakan kebijakan serta perlu mengetahui siapa saja yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan. b) Sumber Daya Anggaran Edward III dalam Joko Widodo (2010: 100) menyatakan bahwa terbatasnya anggaran yang tersedia menyebabkan kualitas pelayanan yang seharusnya diberikan kepada sasaran kebijakan juga terbatas. Terbatasnya insentif yang diberikan kepada implementator merupakan
penyebab
utama
gagalnya
pelaksanaan
program.
Kesimpulannya adalah jika sumber daya anggaran terbatas maka akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Disamping
25
program tidak bisa dilaksanakan dengan optimal, keterbatasan anggaran menyebabkan disposisi para pelaku kebijakan rendah. c) Sumber Daya Peralatan Edward III dalam Joko Widodo (2010: 102) menjelaskan bahwa sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan sebagai operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah, dan sarana yang semuanya akan memudahkan untuk memberikan pelayanan dalam implementasi kebijakan. d) Sumber Daya Kewenangan Sumber daya kewenangan merupakan hal yang penting dalam implementasi kebijakan. Sumberdaya kewenangan akan menentukan keberhasilan dalam implementasi kebijakan. Edward III dalam Joko Widodo (2010: 103) menjelaskan bahwa: Kewenangan (authority) yang cukup untuk membuat keputusan sendiri yang dimiliki oleh suatu lembaga akan mempengaruhi lembaga itu dalam melaksanakan suatu kebijakan. Kewenangan ini menjadi penting ketika mereka dihadapkan suatu masalah dan mengharuskan untuk segera diselesaikan dengan suatu keputusan. Pelaksana kebijakan diberikan wewenang yang cukup untuk membuat keputusan sendiri dalam melaksanakan kebijakan yang menjadi kewenangannya. Kewenangan tersebut diharapkan mampu mensuskseskan implementasi kebijakan. 3) Faktor Disposisi (Disposition) Disposisi merupakan tindakan yang dimiliki oleh implementator seperti kemauan, kejujuran, dan kesungguhan dalam melaksanakan
26
kebijakan. Implementator diharapkan memiliki disposisi yang baik sehingga tidak terjadi perbedaan perspektif dengan pembuat kebijakan. Edward III dalam Joko Widodo (2010:104-105) menjelaskan bahwa : jika implementasi kebijakan ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana (implementors) tidak hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kamauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Kesimpulan dari faktor disposisi adalah menuntut pelaksana kebijakan
untuk
memberikan
kemampuan
terbaiknya
untuk
melaksanakan kebijakan. Kemampuan pelaksana kebijakan menjadi penentu keefektifan implementasi kebijakan. 4) Faktor Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure) Struktur organisasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap implementasi kebijakan. Struktur organisasi memiliki prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP berhubungan dengan mekanisme, sistem dan pedoman pelaksanaan kebijakan. SOP dibuat untuk memberikan pedoman dalam sebuah organisasi untuk melaksanakan suatu program dan kebijakan. Edward III dalam Joko Widodo (2010: 107) menyatakan bahwa : jelas tidaknya standar operasi, baik menyangkut mekanisme, sistem dan prosedur pelaksanaan kebijakan, pembagian tugas pokok, fungsi dan kewenangan, dan tangggung jawab diantara pelaku, dan tidak harmonisnya hubungan diantara organisasi pelaksana satu dengan yang lainnya ikut pula menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas adalah implementasi merupakan tahapan yang vital dalam kebijakan. Implementasi kebijakan
27
mempunyai beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan
sebuah
kebijakan. Faktor penentu
yang mempengaruhi
implementasi kebijakan di antaranya adalah komunikasi (transmisi, kejelasan, konsistensi), sumber daya (sumber daya manusia, anggaran, peralatan, kewenangan), disposisi, dan struktur birokrasi
C. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah tempat atau area yang ditetapkan dilarang
untuk
kegiatan
merokok
atau
kegiatan
memproduksi,
mengkomersialkan, menawarkan, maupun mempromosikan produk tembakau. (Depkes.go.id) Indonesia mempunyai beberapa peraturan yang telah ditetapkan mengenai kebijakan kawasan tanpa rokok, yaitu : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Hal yang bersangkutan mengenai kawasan tanpa rokok terdapat pada Pasal 113 dan Pasal 115. Berikut uraian Pasal 113 dan pasal 115: Pasal 113: 1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif diarahkan agar tidak menganggu dan membahayakan kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan. 2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya. Pasal 115: 1) Kawasan tanpa rokok antara lain: a. fasilitas pelayanan kesehatan; b. tempat proses belajar mengajar; c. tempat untuk bermain; d. tempat ibadah; e. angkutan umum;
28
f. tempat kerja; dan g. tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. 2) Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. 2. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188/MENKES/PB/I/2011 No.7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Kawasan Tanpa
Rokok.
Peraturan
tersebut
mewajibkan
pemerintah
daerah
menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayah pemerintahannya. Peraturan penetapan kawasan tanpa rokok mempunyai tujuan yang tercantum pada Pasal 2 sebagai berikut: a. Memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan kawasan tanpa rokok; b. Memberikan perlindungan yang efektif dari bahaya asap rokok; c. Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat; d. Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik secara langsung maupun tidak langsung. Kawasan tanpa rokok yang dimaksud Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188/MENKES/PB/I/2011 No.7 Tahun 2011 terdapat pada pasal 3 sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h.
Fasilitas pelayanan kesehatan; Tempat proses belajar mengajar; Tempat anak bermain; Tempat ibadah; Angkutan umum; Tempat kerja; Tempat umum; dan Tempat lainnya yang ditetapkan.
3. Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Peraturan Gubernur menetapkan Peraturan Kawasan Tanpa Rokok Nomor 42 Tahun 2009. Peraturan Gubernur mengenai Peraturan Kawasan Tanpa Rokok menyebutkan
29
penetapan kawasan dilarang merokok dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dan/kelompok rentan (bayi, balita, ibu hamil, dan lansia) terhadap risiko gangguan kesehatan akibat asap rokok serta menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian akibat asap rokok. Tujuan penetapan peraturan kawasan tanpa rokok di DIY untuk mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih serta mewujudkan masyarakat yang sehat. Area atau tempat kawasan tanpa rokok sesuai dengan pedoman kawasan tanpa rokok pada Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188/MENKES/PB/I/2011 No.7 Tahun 2011. 4. Kota Yogyakarta sebagai bagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta juga mengeluarkan
peraturan
kawasan
tanpa
rokok.
Peraturan
tersebut
dituangkan pada Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Pasal 3 pada peraturan tersebut memberikan penjelasan mengenai tujuan penetapan kawasan tanpa rokok yaitu: Pasal 3: 1) Memberikan pencegahan dari akibat bahaya asap rokok bagi perokok aktif dan/atau perokok pasif; 2) Memberikan area atau lingkungan yang bersih dan sehat bebas dari asap rokok; 3) Memberikan perlindungan bagi kesehatan masyarakat umum dari akibat buruk merokok. 4) Memberikan rasa aman dan nyanab warga; dan 5) Meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat masyarakat.
30
5. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015.
D. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah 1. Ketentuan umum Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015. Pengertian dan ketentuan umum Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah tertulis dalam pasal 1 sebagai berikut: 1. Sekolah adalah Sekolah Dasar/Sekolah Dasar Luar Biasa (SD/SDLB), Sekolah Menengah Pertama/Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMP/SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMA/SMALB), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) baik negeri maupun swasta. 2. Lingkungan sekolah adalah lokasi tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar baik yang bersifat kurikuler maupun ekstra kurikuler. 3. Pihak lain adalah orang yang melakukan aktivitas di dalam lingkungan sekolah, selain kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik. 4. Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, dan/atau mempromosikan rokok. 2. Tujuan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah Tujuan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 pada pasal 2 yaitu kawasan tanpa rokok bertujuan untuk menciptakan Lingkungan sekolah yang bersih, sehat, dan bebas rokok.
31
3. Sasaran Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah Kebijakan
kawasan
tanpa
rokok
di
lingkungan
sekolah
mempunyai sasaran yang telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 pada pasal 3. Sasaran Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah adalah sebagai berikut: a. Kepala sekolah b. Guru c. Tenaga kependidikan d. Peserta didik; dan e. Pihak lain di dalam Lingkungan sekolah
4. Penyelenggaraan
Kebijakan
Kawasan
Tanpa
Rokok
di
Lingkungan Sekolah Untuk mendukung penyelenggaraan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah, pihak sekolah wajib melakukan hal-hal sesuai dengan pasal 4, pasal 5, pasal 6, dan pasal 7 dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015. Hal-hal yang perlu dilakukan sekolah adalah sebagai berikut: Pasal 4 : a. memasukkan larangan terkait rokok dalam aturan tata tertib sekolah; b. melakukan penolakan terhadap penawaran iklan, promosi, pemberian sponsor, dan/atau kerja sama dalam bentuk apapun
32
yang dilakukan oleh perusahan rokok dan/atau organisasi yang menggunakan merek dagang, logo, semboyan, dan/atau warna yang dapat diasosiasikan sebagai ciri khas perusahan rokok, untuk keperluan kegiatan kurikuler atau ekstra kulikuler yang dilaksanakan di dalam dan di luar Sekolah; c. memberlakukan larangan pemasangan papan iklan, reklame, penyebaran pamflet, dan bentuk-bentuk iklan lainnya dari perusahaan atau yayasan rokok yang beredar atau dipasang di Lingkungan Sekolah; d. melarang penjualan rokok di kantin/warung sekolah, koperasi atau bentuk penjualan lain di Lingkungan Sekolah; dan e. memasang tanda kawasan tanpa rokok di Lingkungan Sekolah. Pasal 5 : 1) Kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan Pihak lain dilarang merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan rokok di Lingkungan Sekolah. 2) Kepala sekolah wajib menegur dan/atau memperingatkan dan/atau mengambil tindakan terhadap guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik apabila melakukan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 3) Kepala sekolah dapat memberikan sanksi kepada guru, tenaga kependidikan, dan Pihak lain yang terbukti melanggar ketentuan Kawasan tanpa rokok di Lingkungan Sekolah. 4) Guru, tenaga kependidikan, dan/atau peserta didik dapat memberikan teguran atau melaporkan kepada kepala sekolah apabila terbukti ada yang merokok di Lingkungan Sekolah. 5) Dinas pendidikan setempat sesuai dengan kewenangannya memberikan teguran atau sanksi kepada kepala sekolah apabila terbukti melanggar ketentuan Kawasan tanpa rokok di Lingkungan Sekolah berdasarkan laporan atau informasi dari guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan/atau Pihak lain. Pasal 6 : Larangan penjualan rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d dan pasal 5 ayat (1) berlaku juga terhadap larangan penjualan permen berbentuk rokok atau benda lain yang dikonsumsi maupun yang tidak dikonsumsi yang menyerupai rokok atau tanda apapun dengan merek dagang, logo, atau warna yang bisa diasosiasikan dengan produk/industri rokok.
33
Pasal 7 : 1) Dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit dalam satu tahun. 2) Dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota menyusun dan menyampaikan hasil pelaksanaan pemantauan kepada walikota, bupati, gubernur, dan/atau menteri terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kewenangannya. 3) Sekolah wajib melakukan pembinaan kepada peserta didik yang merokok di dalam maupun di luar Lingkungan Sekolah sesuai dengan tata tertib yang berlaku di sekolah.
E. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh: 1. Sulistianto Purbo Prasetyo pada tahun 2015 dengan judul “Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini didasari oleh berbagai masalah diantaranya yaitu (1) Masih banyak mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta yang melanggar kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus UNY, (2) Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Universitas Negeri Yogyakarta yang dirasa masih kurang optimal. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui (1) implementasi Kawasan Tanpa Rokok di Universitas Negeri Yogyakarta, (2) faktor penghambat dalam pelaksanaan Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Universitas Negeri Yogyakarta. Jenis penelitian pada penelitian tersebut adalah penelitian deskriptif kualitatif. Narasumber penelitian adalah Wakil Rektor II, lima Dekan, dua wakil Dekan, tujuh
34
karyawan, dan sepuluh mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan (1) observasi, (2) wawancara, dan (3) dokumentasi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah peneliti itu sendiri yang terlibat langsung dalam penelitian. Teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan trianggulasi sumber. Teknik analisis data menggunakan model penelitian interaktif Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di Universitas Negeri Yogyakarta tidak berjalan dengan efektif. Pelaksanaan kebijakan tersebut mengalami beberapa hambatan yaitu: (1) komunikasi yang kurang baik antar pelaksana maupun ke kelompok sasaran, (2) sumber daya manusia maupun anggaran yang masih kurang memadai, (3) kurangnya komitmen dan dedikasi dari para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan, (4) Struktur birokrasi dan tidak adanya SOP dalam proses pelaksanaan kebijakan. 2. Siti Sunarti pada tahun 2015 dengan judul “Penerapan Kawasan Tanpa Asap Rokok Di Sekolah Tinggi Kesehatan Muhammadiyah Samarinda”. Penelitian ini dilatar belakangi oleh kebiasaan merokok di Indonesia menurut Rikesdas 2010, rata-rata umur mulai merokok secara nasional adalah 17,6 tahun dengan persentase penduduk yang mulai merokok tiap hari terbanyak pada umur 15-19 tahun. Mengatasi masalah tersebut sebagian besar lembaga pendidikan menerapkan kawasan bebas asap rokok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan Kawasan Tanpa Rokok di STIKES Muhammadiyah Samarinda. Metode Penelitian yang digunakan
35
adalah studi kasus dengan strategi eksploratif. Subjek penelitian ditentukan secara purposive. Teknik pengumpulan data menggunakan (1) observasi, (2) diskusi kelompok terarah (DKT), dan (3) wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa STIKES Muhammadiyah Samarinda mulai menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada tahun 2011 sesuai dengan SK No. 0579/II.3.Au/Kep/2011. Strategi yang digunakan dalam penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yaitu adanya peraturan dan sanksi tertulis bagi mahasiswa, sosialisasi tentang Kawasan Tanpa Rokok dibantu oleh organisasi mahasiswa penerapan Kawasan Tanpa Rokok didukungan oleh pimpinan dosen, staf, dan mahasiswa. Kesimpulan dari penelitian ini menjalaskan bahwa penerapan Kawasan Tanpa Rokok di kampus dapat mempengaruhi perilaku merokok mahasiswa, dosen dan staf administrasi. Relevansi dari kedua penelitian di atas yaitu sama-sama meneliti tentang implementasi kawasan tanpa rokok. Perbedaan penelitian di atas terdapat pada jenjang pendidikan yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistianto Purbo Prasetyo pada tahun 2015 mengambil tentang implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok pada tingkat perguruan tinggi yaitu di Universitas Negeri Yogyakarta. Siti Sunarti pada tahun 2015 meneliti tentang penerapan kawasan tanpa asap rokok pada tingkat perguruan tinggi yaitu di Sekolah Tinggi Kesehatan Muhammadiyah Samarinda.
36
F. Kerangka Berpikir Kebiasaan merokok yang tidak terkendali mulai meresahkan masyarakat khususnya bagi masyarakat yang tidak merokok atau sering disebut perokok pasif. Kebebasan menghirup udara yang segar kini tercemar oleh ulah para perokok yang tidak mempedulikan lingkungan sekitar saat mereka sedang merokok. Efek kesehatan tentu saja mengancam perokok aktif dan perokok pasif serta tanpa disadari perilaku tersebut menjadi contoh buruk bagi generasi penerus bangsa. Mereka akan meniru perilaku tersebut dan menganggap merokok di sembarang tempat adalah hal yang biasa. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ditetapkan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Konsep Kawasan Tanpa Rokok terdapat dalam Undang – Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 pasal 115 dan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188/MENKES/PB/I/2011 No.7 Tahun 2011 Tentang Pedoman Kawasan Tanpa Rokok. Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok didukung oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan Walikota Yogyakarta, dengan Pergub Nomer 42 Tahun 2009 dan Perwal Nomor 12 Tahun 2015 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menetapkan Peraturan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah. Peraturan tersebut memberikan ketegasan batas – batas kawasan tanpa rokok di sekolah dengan harapan terciptanya lingkungan yang sehat di dalam lingkungan sekolah.
37
Berikut adalah alur ilustrasi dari kerangka berpikir dalam penelitian ini :
Implementasi Undang – Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah.
Faktor Pendukung : Komunikasi Sumber Daya Disposisi Struktur Birokrasi
Implementasi Kebijakan Teori Charles O. Jones Tahap Pengorganisasian Tahap Interpretasi Tahap Aplikasi
Faktor Penghambat : Komunikasi Sumber Daya Disposisi Struktur Birokrasi
Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Gambar 2. Kerangka Berpikir
38
G. Pertanyaan Penelitian a. Bagaimana langkah-langkah dalam implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta? b. Bagaimana komunikasi dalam implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta? c. Bagaimana peran sumber daya sekolah dalam implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta? d. Bagaimana disposisi pelaksana terhadap kebijakan Kawasan Tanpa Rokok SMA Gadjah Mada Yogyakarta? e. Bagaimana struktur birokrasi implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta? f. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta?
39
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian Penelitian yang berjudul “Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta” menggunakan pendekatan kualitatif, berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian yang lebih mengutamakan pada menggambarkan dan mengungkap sebuah peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat Nana Syaodih Sukmadinata (2006: 60) dalam buku metode penelitian pendidikan. Lexy J. Moleong (2009: 6) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian dengan tujuan untuk memahami fenomena seperti perilaku, persepsi, tindakan, motivasi, dan persoalan pada subjek penelitian. Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif naturalistik karena penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami sesuai dengan keadaan sebenarnya. Penelitian ini bermaksud menjelaskan data dari keterangan-keterangan yang didapat dari lapangan berupa hasil observasi di lapangan, dokumentasi, dan wawancara kepada subjek yang diteliti saat pelaksanaan penelitian. Sukardi (2006: 3) menjelaskan bahwa penelitian naturalistik merupakan salah satu metode ilmiah yang berusaha mengungkap keadaan sebenarnya yang mungkin menutup dan tersembunyi, yang disebakan oleh adanya cerita secara lisan maupun tertulis yang dibuat oleh orang-orang terdahulu tentang kejadian nyata dengan cara-cara yang kurang nyata.
40
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini memilih lokasi di SMA Gadjah Mada Yogyakarta yang beralamat di Jalan Ibu Ruswo, Yudonegaran GM II/208. Alasan peneliti memilih tempat penelitian ini karena ingin mengetahui bagaimana penerapan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Secara garis besar di SMA Gadjah Mada masih dijumpai banyak pelajar, dan beberapa guru yang masih merokok di lingkungan sekolah. Secara garis besar SMA Gadjah Mada Yogyakarta tepat untuk penelitian ini karena di sekolah tersebut terdapat banyak siswa yang merokok di sekolah dan disediakan tempat khusus merokok di lingkungan sekolah. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2016. C. Subjek dan Objek Penelitian Pemilihan subjek atau narasumber dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling (sampel bertujuan). Sugiyono (2012:124) purposive sampling adalah teknik penentuan narasumber atau informan dengan pertimbangan tertentu. Penentuan sampel atas dasar kriteria atau pertimbangan tertentu dimaksudkan untuk mendapat berbagai macam narasumber yang tepat dengan sebanyak mungkin informasi sehingga dapat diperoleh kebenaran dari data yang disampaikan oleh narasumber. Berikut yang menjadi narasumber pada penelitian ini: 1. Kepala SMA Gadjah Mada Yogyakarta sebagai pimpinan di sekolah.
41
2. Wakasek Kesiswaan SMA Gadjah Mada Yogyakarta sebagai koordinator pelaksanaan 7 K (Keamanan, Kebersihan, Ketertiban, Keindahan, Kesehatan, dan Kerindangan) 3. Guru Bimbingan dan Konseling SMA Gadjah Mada Yogyakarta selaku pihak yang berhubungan langsung dengan peserta didik dan memberikan bimbingan kepada siswa. 4. Wali kelas SMA Gadjah Mada Yogyakarta selaku
penyelenggara
administrasi kelas termasuk di dalamnya tata tertib siswa 5. Siswa SMA Gadjah Mada Yogyakarta sebagai sasaran Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. 6. Karyawan SMA Gadjah Mada Yogyakarta sebagai warga sekolah yang ikut berpengaruh lingkungan sekolah. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, dokumentasi, dan wawancara. Penjelasan teknik pengumpulan yang dipakai dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Observasi Pengumpulan data dengan observasi menuntut peneliti untuk terjun langsung ke lapangan untuk mengamati dan mengawasi keadaan seperti tempat, ruang, kegiatan, artefak lingkungan, peristiwa, perasaan, tujuan dan tingkah laku subjek penelitian pada waktu tertentu (M. Djunaidi, 2012:
165). Observasi
langsung ke lapangan diharapkan dapat
42
mengoptimalkan hasil yang didapatkan. Peneliti dapat melihat langsung keadaan yang sebenarnya terjadi di lapangan. 2. Dokumentasi Teknik pengumpulan dokumentasi merupakan mencari informasi melalui catatan peristiwa yang sudah terjadi, dapat berupa tulisan, gambar, atau dokumen yang berbentuk karya dari seseorang (Sugiyono. 2012: 329). Dokumentasi dalam penelitian dapat berupa dokumen kebijakan mengenai kawasan tanpa rokok mulai yang berlaku untuk umum sampai pada tingkat sekolah serta dokumen profil sekolah. 3. Wawancara Moleong (2009: 186) mengatakan teknik pengumpulan data wawancara adalah teknik yang menjadikan percakapan yang dilakukan oleh peneliti dan narasumber. Peneliti mengajukan pertanyaan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Narasumber memberikan jawaban atas pertanyaan yang disampaikan oleh peneliti. Narasumber dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan SMA Gadjah Mada Yogyakarta. E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian utama dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Guba dan Lincoln dalam
Rulam Ahmadi (2014: 104-105)
mengungkapkan manusia memiliki beberapa karakteristik sebagai intrumen penelitian yaitu kepekaan, kemampuan beradaptasi, penekanan keseluruhan, pengembangan dasar pengetahuan, kesegeraan proses, kesempatan untuk
43
klarifikasi dan pembuatan rangkuman serta memiliki kesempatan untuk menyelidiki. Peneliti sebagai instrumen utama dalam penelitian membutuhkan alat atau saran yang membantu memudahkan pengambilan data di lapangan. Arikunto (2010: 136) menjelaskan bahwa instrumen penelitian merupakan fasilitas atau sarana yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan informasi terkait dengan penelitian secara sistematis sehingga dapat mempermudah pengumpulan dan pengolahan data.
Instrumen yang digunakan untuk
membantu peneliti dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, dan pedoman observasi. Penjelasan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Pedoman Wawancara Pedoman wawancara adalah sebuah instrumen berupa daftar pertanyaan yang dipersiapkan untuk memperoleh informasi dari sejumlah narasumber dengan hasil yang pada dasarnya memiliki kesamaan dan mencakup materi yang sama (Rulam Ahmadi, 2014: 134). Kisi-kisi pedoman wawancara yang digunakan penelitian ini sebagai berikut: Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Wawancara No
Aspek yang dikaji
Indikator yang dikaji
1
Pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
Prosedur pelaksanaan kebijakan
44
Narasumber Kepala sekolah, guru dan karyawan sekolah
Lanjutan Tabel 1. Kisi-kisi Pedoman Wawancara Indikator yang No Aspek yang dikaji Narasumber dikaji Proses Kepala sekolah, guru, pelaksanaan siswa, dan karyawan kebijakan sekolah Faktor pendukung a. Faktor dan penghambat Kepala sekolah, guru, pendukung 2 pelaksanaan siswa, dan karyawan b. Faktor kebijakan Kawasan sekolah penghambat Tanpa Rokok
2. Pedoman Obsevasi Pedoman observasi
memberikan
arah
dalam
pelaksanaan
observasi penelitian. Pedoman penelitian membantu memudahkan peneliti membagi fokus-fokus penelitian secara terstruktur. Penelitian ini menggunakan
pedoman
observasi
untuk
memperoleh
informasi
mengenai implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Berikut kisi-kisi pedoman observasi yang digunakan dalam penelitian ini, Tabel 2. Kisi-kisi Pedoman Observasi No
Aspek yang diamati
1
Tempat lokasi penelitian
2
Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
Pengamatan yang dilakukan a. Letak geografis / lokasi sekolah b. Profil sekolah Mengamati penerapan kebijakan kawasan tanpa rokok
45
Lokasi Observasi SMA Gadjah Mada Yogyakarta SMA Gadjah Mada Yogyakarta
3. Pedoman Studi Dokumentasi Pedoman studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh tambahan data maupun informasi yang berhubungan dengan penelitian. Studi dokumentasi diharapkan akan memperkuat data yang diperoleh dari wawancara dan observasi. Pedoman studi dokumentasi yang digunakan pada penelitian ini sebagai berikut : Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Dokumentasi Aspek yang Indikator yang No dikaji dikaji 1 Kebijakan a. Dasar hukum Kawasan Tanpa kebijakan Rokok b. Latar belakang kebijakan
2
Pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada
Prosedur pelaksanaan kebijakan
Sumber Data a. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 b. Peraturan Gubernur DIY Nomor 42 Tahun 2009 c. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2015 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015
F. Teknik Analisis Data Bodgan dan Biklen dalam (Moleong, 2009: 248) menjelaskan bahwa analisis
data
dalam
penelitian
46
kualitatif
adalah
mengumpulkan,
mengorganisasikan, mengklasifikasikan, dan memilah-milah data untuk mendapatkan data yang penting menjadi sebuah informasi. Teknik analisis data mempunyai tahap yang harus dilakukan setelah proses pengumpulan data untuk memperoleh informasi yang baik yaitu: (1) data reduction (reduksi data), (2) data display (interpretasi data), (3) conclusion drawing/verification (penarikan kesimpulan). Sugiyono (2012:246252) menjelaskan tahap-tahap analisis data tersebut sebagai berikut : 1. Reduksi data Tahap reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, mengklasifikasikan data pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Reduksi data menyederhanakan data hasil dari wawancara untuk memperoleh data yang lebih fokus. 2. Penyajian data Penyajian data dalam penelitian kualitatif berupa teks naratif dalam bentuk uraian, bagan, hubungan antar variabel dan lain-lain. Penelitian ini akan menyajikan uraian mengenai implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. 3. Penarikan kesimpulan Penarikan kesimpulan dan verifikasi data adalah tahap ketiga dalam proses analisis data. Verifikasi data dilakukan dalam penelitian secara berkesinambungan untuk memperoleh kesimpulan dengan bukti yang kuat dan bersifat kredibel.
47
G. Uji Keabsahan Data Uji keabsahan data yang digunakan untuk menguji kredibilitas informasi atas data yang diperoleh dari penelitian ini adalah trianggulasi. Trianggulasi data yaitu pengecekkan data dengan membandingkan antara data yang diperoleh. Pembandingan data yang sering dilakukan yaitu melalui berbagai sumber yang berbeda (Djunaidi, 2012: 322). Trianggulasi data pada penelitian ini melibatkan subyek penelitian. Subyek penelitian yang pertama adalah kepala SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Subyek penelitian kedua yaitu guru dan karyawan SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Subyek penelitian ketiga adalah siswa SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Ketiga subyek di atas diharapkan dapat memberikan hasil yang bersifat kredibel. Berikut adalah triangulasi sumber data pada penelitian ini,
Kepala SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Guru dan Karyawan SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Siswa SMA Gadjah Mada Yogyakarta Gambar 3. Triangulasi Sumber Data
48
Triangulasi data dalam penelitian ini juga dilakukan pada teknik pengumpulan data yaitu wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Triangulasi pada teknik pengumpulan data diharapkan dapat meningkatkan keabsahan data yang diperoleh dari penelitian. Berikut adalah triangulasi teknik pada penelitian ini, Studi Dokumentasi
Wawancara
Observasi Gambar 4. Triangulasi Teknik
49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Profil SMA Gadjah Mada Yogyakarta a. Sejarah Sekolah SMA Gadjah Mada Yogyakarta resmi didirikan pada tanggal 28 Februari 1982 di bawah naungan Yayasan Pendidikan Pioner Yogyakarta. Nama SMA Gadjah Mada diambil dari nama Patih Gadjah Mada yang merupakan Patih Kerajaan Majapahit yang terkenal dengan nama besarnya sebagai penyatu nusantara. Nama Gadjah Mada menjadi harapan agar Sekolah Menengah Atas (SMA) tersebut tumbuh menjadi besar, sebesar nama Patih Gadjah Mada. SMA Gadjah Mada Yogyakarta pertama kali berdiri masih menempati gedung sekolah SD Negeri Gedong Kuning, Banguntapan Yogyakarta. SMA Gadjah Mada Yogyakarta menerima siswa baru pertamanya pada tahun pelajaran 1982/1983. Satu tahun kemudian yaitu tahun pelajaran 1983/1984 lokasi SMA Gadjah Mada berpindah tempat dari SD Negeri Gedong Kuning, Banguntapan ke Jalan Langenastran Lor No. 12 Langenastran Yogyakarta, sampai tahun pelajaran 1989/1990. Tahun 1990/1991 SMA Gadjah Mada Yogyakarta berpindah tempat dari SD Negeri Gedong Kuning, Banguntapan ke Jalan langenastran Lor No. 12 Langenastran Yogyakarta ke Jalan Ibu Ruswo, Yudonegaran GM II/208 yang merupakan wilayah milik Kraton
50
Yogyakarta, bersama dengan itu SMA Gadjah Mada Yogyakarta tidak lagi berada di bawah naungan Yayasan Pendidikan Pioner dan berganti di bawah Yayasan Lingkungan Hidup Yogyakarta. Tahun ajaran 2013/2014 Yayasan Lingkungan Hidup Yogyakarta melimpahkan seluruh aset dan pengelolaannya kepada Yayasan Wahana Lingkungan. Profil SMA Gadjah Mada Yogyakarta dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4. Profil SMA Gadjah Mada Yogyakarta SMA Gadjah Mada Yogyakarta Nama Sekolah Nomor Statistik Sekolah (NSS) 304046010056 Jl. Ibu Ruswo, Yudonegaran GM Alamat Sekolah II/208 Gondomanan Kecamatan Yogyakarta Kab/Kota Daerah Istimewa Yogyakarta Provinsi 55121 Kode Pos (0274) 370305 dan (0274) 370305 Telp/Faks ext 86 Swasta Status Sekolah Yayasan Wahana Lingkungan Nama Yayasan AHU-8463.AH.01.04. Tahun 2013 No. Akte Pendirian Terakhir 1982 Tahun Berdiri Sekolah B / 2010 Status Akreditasi Sekolah Sumber: dokumentasi profil sekolah SMA Gadjah Mada Yogyakarta b. Visi dan Misi Sekolah 1) Visi SMA Gadjah Mada Yogyakarta Dengan semangat UUD 1945 pasal 31 tentang pendidikan, butir pertama; tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Dengan semangat serta kesabaran dan cinta kasih, SMA Gadjah Mada bertekad untuk mendidik semua anak bangsa tanpa pengecualian
51
melalui peningkatan penguasaan terhadap Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2) Misi SMA Gadjah Mada Yogyakarta Untuk mewujudkan visi, sekolah memiliki misi, sebagai berikut: a) Meningkatkan motivasi belajar para siswa untuk mencapai standar mutu pendidikan yang ideal b) Membentuk watak dan budi pekerti siswa untuk menjadi manusia Indonesia seutuhnya c) Meningkatkan profesionalisme sumber Daya Manusia tenaga edukatif maupun administratif d) Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif 3) Tujuan Sekolah Berdasarkan Visi dan Misi di atas pendidikan di SMA Gadjah Mada bertujuan, membantu proses pembentukan siswa menjadi insan beriman dan bertaqwa dalam kepribadian yang utuh, seimbang, jujur, disiplin, mandiri, kreatif, bekerja keras mau melayani sesama untuk kepentingan Bangsa, Negara dan Agama. 4) Pedoman Sekolah (Peraturan akademik, Kode Etik dan Tata Tertib Sekolah) Pedoman sekolah dibuat untuk mengatur berjalannya kegiatan di sekolah. Berikut pedoman sekolah yang ada di SMA Gadjah Mada Yogyakarta untuk Guru, karyawan, dan tata tertib untuk siswa:
52
a) Guru Diberitahukan kepada segenap Guru dan karyawan bahwa jam kerja efektif SMA Gadjah Mada dimulai pukul 07.15 WIB s.d. pukul 14.15 WIB. Untuk hari Jum’at pukul 07.15 WIB s.d 12.00 WIB, selanjutnya beberapa point berikut perlu diperhatikan untuk anda, saya, dan kita bersama. 1) Guru mohon hadir di sekolah minimal 15 menit sebelum jam pelajaran dimulai dan wajib mengisi daftar hadir. 2) Saat lonceng tanda masuk dibunyikan, Guru harus segera meninggalkan ruang Guru menuju kelas sesuai dengan bidang studi masing-masing di kelas masing-masing. 3) Semua Guru mohon membuat administrasi Guru yang lengkap dan diketahui kepala sekolah. 4) Guru wajib mempersiapkan materi ajaran sesuai dengan Rencana Pembelajaran (RP) dari pokok bahasan yang sedang berjalan dan pada kahir pokok bahasan sebaiknya diadakan ulangan harian dengan membuat soal dan kisi-kisi serta dianalisis hasil ulangan tersebut. 5) Pada saat mengajar Guru sebaiknya berfungsi sebagai BK pada awal dan akhir pelajaran. 6) Pada saat Guru mengajar tata tertib kelas menjadi tanggung jawab Guru bidang studi.
53
7) Bila dengan terpaksa harus meninggalkan kelas, Guru wajib memberi tahu/ijin kepala sekolah dan atau Guru piket. 8) Bila ada siswa yang karena perbuatannya dan harus keluar dari kelas, Guru wajib memberitahukan kepada kepala sekolah atau Guru piket atau BK. 9) Tidak diperkenankan memakai sandal, kaos atau sepatu tanpa kaos kaki, dan berpakain rapi tidak diperkenankan memakai celana jeans dan lain lain yang kurang pantas serta merokok bila mengajar. 10) Tidak
diperkenankan
Guru
mencukur
rambut
sampai
botak/plontos 11) Guru yang mendapat tugas tambahan Wakasek, BK, Wali Kelas
harus
melaksanakan
tugas
tambahannya
tanpa
melupakan tugas utama mengajar sesuai dengan peraturan yang ada. 12) Guru yang mendapat tugas tambahan sebagai Wali Kelas wajib hadir setiap hari Senin dan Jum’at, untuk mendampingi kegiatan siswa dan memberi motivasi belajar. b) Karyawan 1) Karyawan harus masuk setiap hari dan harus sudah hadir di sekolah 15 menit sebelum jam kerja dimulai. 2) Mengisi daftar hadir pada saat masuk dan hendak pulang. 3) Tidak diperkenankan memakai kaos pada jam kerja.
54
4) Bila terpakasa meninggalkan kerja wajib memberi tahu Kepala Sekolah. 5) Setiap karyawan diharapkan memiliki sikap suka menolong dan setia kawan untuk kebersamaan dan keharmonisan komunitas. c) Tata tertib untuk siswa 1) Mengikuti Pelajaran a) Mengawali/mengakhiri waktu belajar dengan doa secara nasional b) Siswa wajib mengikuti semua pelajaran dari awal hingga akhir c) Siswa terlambat, wajib lapor Guru piket/BP d) Siswa yang perlu meninggalkan sekolah sebelum pelajaran berakhir harus mendapatkan ijin dari Kepala Sekolah atau yang mewakili e) Siswa yang tidak dapat masuk sekolah karena sakit atau sebab lain wajib menyerahkan surat keterangan dokter atau orangtua wali f) Siswa absen 3 kali tanpa keterangan diskors atau dihukum dalam bentuk lain yang setimpal 2) Administrasi Sekolah a) Pendaftaran ulang untuk mendapatkan status sah sebagai siswa harus sudah dilakukan 3 (tiga) hari sebelum tahun pelajaran baru dimulai
55
b) Pembayaran SPP, BP-3 dan DPP dilakukan paling lambat tanggal 10 untuk tiap-tiap bulan c) Pembayaran SPP, BP-3 dan DPP diberi tanda bukti pembayaran
dan semua bentuk
pengaduan
mengenai
keuangan wajib menyertakan bukti tersebut d) Keterlambatan pembayaran SPP, BP-3 dan DPP dikenakan sanksi. 3) Pakaian/rambut a) Setiap datang ke sekolah baik mengikuti pelajaran maupun untuk urusan lain harus berpakaian seragam sekolah lengkap dengan ketentuan sebagai berikut : b) Hari Senin, Rabu, dan Sabtu memakai seragam Putih Abuabu dengan atributnya c) Hari Selasa dan Kamis siswa memakai baju batik, celana bebas tetapi bukan jins d) Hari Jumat siswa memakai kaos olahraga SMA Gadjah Mada Yogyakarta dan celana bebas tetapi bukan jeans. e) Tata rambut siswa harus rapi, tidak menutupi dahi, telinga, dan tengkuk. 4) Ketertiban dan Keamanan a) Kendaraan siswa wajib ditempatkan dilokasi yang tersedia, diatur, dan kunci.
56
b) Siswa dilarang menimbulkan gangguan suara kendaraan bermotor pada saat KBM berlangsung c) Siswa dilarang meminjamkan kendaraan baik kepada sesama siswa maupun kepada Guru d) Kendaraan yang hilang bukan tanggung jawab sekolah e) Tamu yang ingin menemui siswa harus sepengetahuan sekolah/Guru piket f) Di lingkungan sekolah siswa tidak boleh merokok, minum/membawa/mengedarkan minuman sesuai dengan tujuan pendidikan g) Di
lingkungan
sekolah
siswa
dilarang
membawa/mengedarkan gambar/bacaan yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan h) Di lingkungan sekolah siswa dilarang membawa/menyimpan senjata tajam dan atau senjata lain yang dapat membahayakan jiwa orang lain i) Dilarang memindahkan perabotan tanpa ijin dari Pimpinan Sekolah j) Dilarang merusak perabotan yang ada baik disengaja atau tidak disengaja k) Dilarang mengotori/mencorat-coret dinding, meja, kursi ataupun yang lainnya dalam bentuk apapun
57
l) Dilarang membawa/menghidupkan HP selama pelajaran berlangsung 5) Sanksi Pelanggaran Siswa yang ternyata melakukan pelanggaran terhadap tata tertib siswa SMA Gadjah Mada Yogyakarta, dikenakan sanksi sebagai berikut: a) Mengganti perabotan, seharga perabotan yang dirusak, dikotori atau dicorat-coret b) Peringatan pertama, kedua, ketiga c) Skorsing untuk jangka waktu tertentu d) Dikeluarkan dari sekolah 5. Keadaan Sumber Daya Manusia Untuk mencapai tujuan serta visi dan misi sekolah dengan baik, sumber daya sangat diperlukan. Seluruh komponen sumber daya bekerja sama untuk tercapainya tujuan dari sekolah. Berikut tabel sumber daya yang dimilik SMA Gadjah Mada Yogyakarta: Tabel 5. Keadaan sumber daya manusia SMA Gadjah Mada Yogyakarta No. Tugas Jumlah 1. Kepala Sekolah 1 2. Wakil Kepala Sekolah 3 3. Tata Usaha 2 4. Guru Mata Pelajaran 19 5. Guru Bimbingan dan Konseling 1 6. Pustakawan 1 7. Petugas Keamanan 1 8. Peserta didik 110 Jumlah 138 Sumber: dokumentasi profil sekolah SMA Gadjah Mada Yogyakarta
58
2. Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta Implementasi kebijakan merupakan cara yang dilakukan olek pihak berwenang untuk mencapai tujuan kebijakan. Implementasi kebijakan mempunyai beberapa tahapan untuk mencapai tujuan. Charles O. Jones menjelaskan ada tiga pilar tahapan dalam pelaksanaan kebijakan yaitu pengorganisasian, interpretasi, dan aplikasi. Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada tentu saja harus melewati tahapan pengorganisasian, interpretasi, dan aplikasi. Berikut hasil penelitian mengenai beberapa tahapan yang dilalui SMA Gadjah Mada Yogyakarta dalam implementasi kebijakan tersebut: a. Tahap Pengorganisasian Tahap pengorganisasian mempunyai maksud untuk pembentukan tim pelaksana kebijakan dengan sumber daya yang ada beserta tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap pelaksana kebijakan. Tim pelaksana Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada adalah Guru Bimbingan Konseling, Wali Kelas, dan Wakasek Kesiswaan serta diawasi oleh Kepala Sekolah. Hal tersebut disampaikan oleh Bapak AE selaku Pelaksana Tugas Kepala SMA Gadjah Mada Yogyakarta: “Kalau tim khususnya yang menangani masalah rokok tidak ada. Tapi itu nanti masuk dalam kenakalan peserta didik sehingga yang menanggani program tersebut adalah Guru Bimbingan Konseling dan Wali Kelasnya serta dibantu Wakasek Kesiswaan. Kepala sekolah mengawasi pelaksanaannya” (AE/05/05/2016)
59
Koordinasi pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada dilakukan oleh Guru Bimbingan Konseling, Wali Kelas, dan Wakasek Kesiswaan serta diawasi oleh Kepala Sekolah. Ibu EM selaku Guru Bimbingan dan Konseling di SMA Gadjah Mada menjelaskan koordinasi pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok sebagai berikut: “...untuk menanggapi kebijakan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah terdapat koordinasi antara Kepala Sekolah, Guru bimbingan konseling dan Wali Kelas serta dibantu Wakasek Kesiswaan.” (EM/18/04/2016) Tugas dari masing pelaksana kebijakan cukup sederhana yaitu mengawasi perilaku siswa di lingkungan sekolah dan memberikan sanksi. Wali Kelas mendapat tugas tambahan yaitu untuk pemasangan tanda larangan merokok di kelasnya masing-masing. Peralatan yang digunakan untuk melaksakan kebijakan tersebut adalah tanda dilarang merokok. Berikut penjelasan yang disampaikan oleh Bapak AE selaku Pelaksana Tugas Kepala Sekolah di SMA Gadjah Mada: “Tugas dari tim untuk mensukseskan program tersebut hanya mengawasi siswa di sekolah, jika ada siswa yang melanggar akan diberikan sanksi. Guru Wali Kelas juga memasang tulisan dilarang merokok di dalam kelas.” (AE/05/05/2016) Hasil observasi di SMA Gadjah Mada menemukan Guru Bimbingan dan Konseling yang sedang menegur siswa yang sedang merokok di depan kelas. Guru Bimbingan dan Konseling memberikan sanksi kepada siswa tersebut untuk mematikan rokoknya. Sanksi tersebut belum bisa memberikan efek untuk menghentikan siswa merokok di
60
sekolah, karena masih ditemukan siswa lain yang merokok di sekolah walaupun sudah diberi sanksi dari Guru Bimbingan dan Konseling. Kesimpulan dari beberapa pendapat dan hasil observasi di atas menunjukkan SMA Gajah Mada sudah membentuk tim untuk melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. Tim yang ditunjuk oleh sekolah beranggotakan Guru Bimbingan Konseling, Wali Kelas, Wakasek Kesiswaan, dan diawasi oleh Kepala Sekolah. Tim tersebut berkoordinasi untuk melaksanakan kebijakan sesuai dengan tujuan. . b. Tahap Interpretasi Tahap interpretasi merupakan tahap penjelasan mengenai tujuan dari sebuah kebijakan. Penjelasan yang dimaksudkan agar kebijakan mudah dipahami sehingga pelaksana kebijakan dan sasaran kebijakan dapat melaksanakan dengan baik. Penjelasan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada dilakukan dengan cara sosialisasi. Sosialisasi dilaksanakan saat MOS. Berikut penjelasan dari Bapak AE selaku Pelaksana tugas Kepala Sekolah di SMA Gadjah Mada Yogyakarta bahwa: “Dulu pernah dilakukan sosialisasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah waktu MOS dan setiap awal tahun pelajaran. Untuk Guru cara mensosialisasikannya dengan cara menyampaikan pada rapat, kalau mau merokok di sana tempatnya jangan di ruangan Guru, apalagi perokok pasif terkena akibatnya yang paling banyak dari perokok yang merokok di sembarang tempat” (AE/05/05/2016)
61
Pernyataan tersebut diperjelas oleh Ibu EM selaku Guru Bimbingan dan Konseling di SMA Gadjah Mada Yogyakarta yang menjelaskan, “Pihak sekolah pernah melakukan sosialisasi mengenai kebijakan tersebut saat rapat sekolah dan pada saat MOS atau tahun ajaran baru yang dihadiri orang tua siswa.” (EM/18/04/2016) Tindak lanjut dari sosialisasi yang dilakukan oleh SMA Gadjah Mada saat MOS mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok untuk saat ini belum ada program khusus yang dibuat. Hal tersebut diungkapkan oleh Ibu TE selaku Guru di SMA Gadjah Mada sebagai berikut: “Sepertinya di sekolah ini belum ada program yang khusus dibuat untuk menanggapi kawasan tanpa rokok di sekolah.” (TE/20/04/2015) Penjelasan di atas diperkuat oleh pendapat Ibu EM selaku Guru Bimbingan dan Konseling sebagai berikut: “Kalau dari pihak sekolah tidak ada program apa-apa, tetapi kami melakukan pemasangan plang tidak merokok di kelas. anak-anak tidak peduli. Kalau usaha kita ya bisa nya paling pas pelajaran di kelas tidak boleh merokok dan menyuruh untuk mematikan rokok atau menyarankan merokok ke kamar mandi. Pihak sekolah tidak bisa ketat terhadap para perokok di sekolah terutama pada siswa, karena beberapa siswa tidak akan masuk sekolah jika tidak boleh merokok di sekolah. “ (EM/18/04/2016) Pendapat lain disampaikan oleh Bapak AE selaku Pelaksana Tugas Kepala Sekolah di SMA Gadjah Mada sebagai berikut : “...sekolah sudah memasukan larangan merokok di sekolah pada tata tertib. Pelaksanaan tata tertib diawasi oleh Kepala Sekolah dibantu Guru dan karyawan. Pihak sekolah juga sudah memasang tanda dilarang merokok.” (AE/05/05/2016) Hasil pencermatan dokumen tata tertib sekolah menunjukkan kebenaran sudah dicantumkan larangan merokok di tata tertib sekolah.
62
Tata tertib yang berlaku belum bisa dipatuhi sepenuhnya oleh warga sekolah. Hasil observasi di SMA Gadjah Mada menunjukkan terdapat beberapa siswa yang merokok di koridor sekolah dan seorang guru yang merokok di ruang guru. Perilaku yang ditunjukkan oleh guru dan siswa tersebut belum sesuai dengan tata tertib yang dibuat oleh pihak SMA Gadjah Mada. Berikut hasil dokumentasi observasi di SMA Gadjah Mada:
Gambar 5. Siswa merokok di koridor sekolah Hasil observasi di SMA Gadjah Mada tidak menemukan kegiatan khusus yang dibuat oleh pihak sekolah untuk menanggapi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. Pelaksana kebijakan seperti Wali Kelas dan Guru BK hanya memberikan sanksi teguran dan menyuruh untuk mematikan bagi siswa maupun guru yang merokok di sekolah. Kesimpulan dari beberapa pendapat dan hasil observasi di atas menunjukkan bahwa tahap interpretasi implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok di SMA Gadjah Mada menggunakan sosialisasi.
63
Sosialisasi dilaksanakan saat MOS dengan mengundang orang tua siswa. Sosialisasi sebelumnya juga sudah dilakukan terlebih dahulu kepada Guru saat rapat sekolah. Tindak lanjut dari sosialisasi yang dilakukan oleh pihak sekolah sampai saat ini belum ada program khusus untuk menangani pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada. c. Tahap Aplikasi Tahap aplikasi merupakan tahap pelaksanaan setelah tahap pengorganisaian dan tahap interpretasi dilakukan. Tahap aplikasi mencakup semua hal yang berhubungan dengan cara pelaksana mengatasi masalah atau meningkatkan mutu pada sasaran kebijakan termasuk di dalamnya berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, pembayaran atau yang lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program. Tahap aplikasi yang dilakukan oleh SMA Gadjah Mada untuk menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah sudah dimulai sejak adanya Pergub DIY Nomor 42 Tahun 2009 tentang kawasan tanpa rokok. Informasi tersebut didapatkan saat wawancara dengan Bapak AE selaku Pelaksana Tugas Kepala Sekolah di SMA Gadjah Mada Yogyakarta: “Pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah ini sejak diberlakukanya Pergub DIY tentang kawasan tanpa rokok yang di dalamnya sekolah termasuk tempat yang dimaksud.” (AE/05/05/2016)
64
Anggaran yang digunakan untuk pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada menggunakan anggaran sosialisasi yang dilakukan saat MOS, untuk peralatan yang digunakan untuk melaksnakan kebijakan tersebut menggunakan tanda dilarang merokok dan pemasangan tanda dilarang merokok menggunakan anggaran peralatan kelas. Berikut penjelasan Ibu MV selaku Karyawan di SMA Gadjah Mada Yogyakarta: “Untuk anggarannya kami masukkan dalam anggaran sosialisasi awal MOS dan pemasangan tanda dilarang merokok kita ambilkan dari anggaran peralatan kelas.” (MV/03/05/2016) Hal tersebut diperkuat oleh Ibu TE selaku Guru dan Wali Kelas di SMA Gadjah Mada Yogyakarta sebagai berikut: “Untuk anggaran mungkin tidak ada ya mas. Sosialisasinya menggunakan dana saat pengenalan sekolah atau MOS dan pemasangan tanda dilarang merokok menggunakan dana lain lain di peralatan kelas.” (TE/20/04/2016) Hasil observasi di SMA Gadjah Mada, belum ditemukan tanda dilarang merokok yang dimaksud oleh Ibu MV dan Ibu AE. Tanda dilarang merokok seharusnya berada di dalam kelas. Beberapa siswa mengaku tahu jika ada tanda tersebut di dalam kelas, namun ada siswa yang dengan sengaja mencopot tanda dilarang merokok. Berikut penjelasan dari AI selaku siswa di SMA Gadjah Mada: “Memasang tulisan dilarang merokok di kelas mas, tetapi itu juga tidak berpengaruh pada kami yang merokok dan ada juga yang dicopot lagi sama teman-teman.” (AI/25/04/2016) Kesimpulan dari beberapa pendapat dan hasil observasi di atas adalah pihak sekolah sudah mulai melaksanakan Kebijakan Kawasan
65
Tanpa Rokok sejak diberlakukannya Pergub Nomor 42 tahun 2009. Program lanjutan untuk menanggapi kebijakan tersebut belum ada namun pihak sekolah sudah memasang tanda dilarang merokok sesuai dengan Permendikbud Nomor 64 tahun 2015 tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. Pelaksanaan kebijakan kawasan tersebut masih terjadi pelanggaran karena masih ada siswa dan guru yang merokok di sekolah. Anggaran yang digunakan untuk pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada menggunakan anggaran sosialisasi yang dilakukan saat MOS, untuk peralatan yang digunakan adalah tanda dilarang merokok dan pemasangan tanda dilarang merokok menggunakan anggaran peralatan kelas 3. Faktor Penentu Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta Implementasi kebijakan merupakan cara yang dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan pada suatu kebijakan. Model Edward III dalam buku Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi (Subarsono, 2012: 90-92) menjelaskan terdapat empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan dan kegagalan pada implementasi kebijakan. Empat faktor tersebut adalah komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokasi. a. Komunikasi Komunikasi
merupakan
faktor
penting
pertama
dalam
implementasi kebijakan. Komunikasi bertujuan untuk memberikan informasi dari pihak yang berwenang kepada pelaksana kebijakan
66
tentang maksud dari implementasi kebijakan. Pelaksana Kebijakan Kawasan Tanpa Asap Rokok di Lingkungan Sekolah adalah Kepala Sekolah, Guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan pihak lain di dalam lingkungan sekolah. Pihak
sekolah
mempunyai
wewenang
atau
tugas
untuk
mengkomunikasikan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah kepada semua warga sekolah. Model Edward III mengemukakan bahwa komunikasi kebijakan terdiri dari 3 dimensi yaitu dimensi transisi (transmision),
dimensi
kejelasan
(clarity),
dimensi
konsistensi
(consistency). 1) Dimensi transisi mengharapkan agar kebijakan disampaikan kepada sasaran kebijakan agar tujuan dari kebijakan dapat dipahami dan dilaksanakan dengan baik. Sosialisasi menjadi alat komunikasi SMA Gadjah Mada Yogyakarta untuk menyampaikan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah. Kegiatan sosialisasi pernah dilakukan pihak sekolah. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Bapak AE selaku Pelaksana tugas Kepala Sekolah di SMA Gadjah Mada Yogyakarta bahwa: “Dulu pernah dilakukan sosialisasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah waktu MOS dan setiap awal tahun pelajaran. Untuk Guru cara mensosialisasikannya dengan cara menyampaikan pada rapat, kalau mau merokok di sana tempatnya jangan di ruangan Guru, apalagi perokok pasif terkena akibatnya yang paling banyak dari perokok yang merokok di sembarang tempat.” (AE/05/05/2016)
67
Pernyataan tersebut diperjelas oleh Ibu EM selaku Guru Bimbingan dan Konseling di SMA Gadjah Mada Yogyakarta yang menjelaskan, “Pihak sekolah pernah melakukan sosialisasi mengenai kebijakan tersebut saat rapat sekolah dan pada saat MOS atau tahun ajaran baru yang dihadiri orang tua siswa. Menurut saya sosialisasi yang dilakukan tidak berguna karena yang dulu Kepala Sekolahnya menyediakan suatu tempat untuk merokok di lingkungan sekolah. Sekarang dengan pergantian Kepala Sekolah mencoba untuk menghilangkan tempat tersebut.” (EM/18/04/2016) Hal serupa juga dikemukakan oleh Ibu TE selaku Guru di SMA Gadjah Mada Yogyakarta: “Ya pernah, pernah ada sosialisasi kepada orang tua siswa pada saat penerimaan siswa baru. Sosialisasi berupa pembinaan dan penjelasan tentang kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah“ (TE/20/04/2016)
Kegiatan sosialisasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta dilakukan pada saat Masa Orientasi Sekolah (MOS) dan tahun ajaran baru. Sosialisasi dilakukan dengan cara mengumpulkan orang tua di sekolah. Sosialisasi merupakan sarana komunikasi yang penting karena suatu informasi dalam kebijakan akan
tersampaikan
dengan
baik
kepada
sasaran
dan
akan
mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. 2) Dimensi kejelasan dalam komunikasi kebijakan menginginkan kebijakan dapat dimengerti oleh implementator dan sasaran kebijakan. Kejelasan yang diterima oleh implementator dan sasaran kebijakan sangat penting agar mengetahui tujuan dan maksud dari kebijakan tersebut. Beberapa siswa mengaku tidak tahu akan adanya kebijakan
68
tersebut tetapi mereka paham bahwa merokok di sekolah itu tidak boleh. Seperti yang dijelaskan oleh AI siswa SMA Gadjah Mada Yogyakarta sebagai berikut: “...Saya tidak tahu mas kalau ada peraturan seperti itu di sekolah ini, tapi saya tahu kalau merokok di sekolah itu memang tidak boleh.” (AI/25/04/2016) Pendapat diperjelas oleh Ibu TE selaku Guru di SMA Gadjah Mada Yogyakarta: “...Sosialisasi peraturan tanpa rokok di sekolah saya rasa masih kurang jelas karena masih ada beberapa siswa yang merokok di lingkungan sekolah seperti tidak tahu kalau ada peraturan seperti itu.” “ (TE/20/04/2016) Hasil observasi di lapangan juga menjumpai beberapa siswa merokok di koridor sekolah. Selain itu dijumpai beberapa puntung rokok beserta bungkusnya dibuang sembarangan di depan koridor kelas. Hal tersebut menunjukan bahwa siswa sudah terbiasa merokok di
koridor
sekolah.
Berikut
beberapa
foto
hasil
observasi
menunjukkan hal yang sudah disampaikan di atas:
Gambar 6. Siswa merokok di koridor sekolah
Gambar 7. Puntung dan bungkus rokok di sekitar koridor sekolah
69
Beberapa informasi di atas dapat disimpulkan bahwa penyampaian kebijakan kawasan tanpa rokok masih belum jelas. Pemahaman mengenai kebijakan tersebut khususnya pada siswa kemungkinan dapat terhambat apabila orang tua siswa tidak menyampaikan kebijakan tersebut kepada anaknya karena sosialisasi yang diadakan ditujukan untuk orang tua siswa. 3) Dimensi konsistensi dalam komunikasi kebijakan menginginkan implementasi kebijakan berjalan efektif dengan perintah-perintah yang jelas dan konsisten. Dimensi konsistensi di SMA Gadjah Mada Yogyakarta belum bisa dianggap sebagai sikap konsisten karena terdapat sebuah tempat berada di dalam lingkungan yang digunakan khusus untuk merokok. Tempat yang dimaksud terletak tidak jauh dari ruang kelas. Tempat khusus merokok tersebut merupakan kebijakan dari Kepala Sekolah lama yang bertujuan untuk memberikan ruang kepada Guru dan karyawan termasuk siswa yang merokok. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara kepada Ibu EM selaku Guru Bimbingan dan Konseling di SMA Gadjah Mada Yogyakarta sebagai berikut: “....Dulu ada tempat khusus merokok yang dibuat oleh Kepala Sekolah yang lama, soalnya Kepala Sekolah yang lama juga merokok. Tempat itu ditujukan agar mereka yang rokok tidak menggangu yang tidak merokok jadi pas jam istirahat pada ngumpul di tempat itu. Pada ngrokoknya di kawasan itu karena sejuk dan bisa bersantai. Lalu kita tebang aja itu pohonnya. Kita mengusirnya dari situ susah karena enak. Akhirnya pohonnya kita tebang, akhirnya sekarang merokok sedikit, terus ya sudah dimatikan.” (EM/18/04/2016)
70
Pendapat yang lain disampaikan oleh Bapak AE selaku Pelaksana tugas Kepala Sekolah di SMA Gadjah Mada Yogyakarta mengenai adanya tempat khusus merokok di sekolah sebagai berikut: “Kalau saya sendiri memang setuju ada tempat khusus untuk membuat Guru ataupun siswa tidak merokok di sembarang tempat. Kalau tidak disediakan, akan merugikan yang tidak merokok juga karena beberapa dari siswa merokok di sembarang tempat.” (AE/05/05/2016) Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa tidak adanya konsistensi antara kebijakan yang diberlakukan dengan kenyataan yang ada di lapangan. Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah jelas menegaskan bahwa lingkungan sekolah merupakan kawasan tanpa rokok. Studi dokumentasi pada tata tertib sekolah juga menunjukkan hasil yang tidak konsisten karena pada tata tertib sekolah tercantum pada aspek ketertiban dan keamanan menjelaskan bahwa
di
lingkungan
sekolah
siswa
tidak
boleh
merokok,
minum/membawa/mengedarkan minuman keras, obat-obat terlarang atau sejenisnya. Data yang didapatkan dari observasi di SMA Gadjah Mada Yogyakarta menunjukkan tidak konsistennya pihak sekolah terhadap kebijakan kawasan tanpa rokok karena dijumpai seorang Guru yang merokok di ruang Guru. Hasil wawancara juga mendapatkan pengakuan dari Bapak AB selaku Wakasek Kesiswaan di SMA Gadjah Mada Yogyakarta sebagai berikut : ”Saya sering merokok di sekolah tetapi saya merokoknya pada saat tidak mengajar di kelas. Biasanya saya merokok di ruang
71
Guru waktu jeda mengajar atau pada waktu istirahat.” (AB/26/04/2016) Hal
tersebut
mengindikasikan
konsistensi
pelaksanakan
kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada tidak berjalan dengan baik karena terdapat beberapa Guru sebagai implementator justru menunjukkan sikap tidak sejalan dengan kebijakan tersebut dengan merokok di lingkungan sekolah. b. Sumber Daya Sumber daya mempunyai peran yang sangat berpengaruh dalam implementasi sebuah kebijakan. Sumber daya yang tersedia diharapkan mendukung implementasi kebijakan, jika sumber daya tidak mendukung tentu saja akan menghambat pelaksanaan kebijakan. Sarana penunjang yang tepat juga dapat memaksimalkan tujuan dari sebuah kebijakan. Sumber daya pada proses implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah berhubungan dengan kesiapan dari pihak pelaksana. Sumber daya tersebut dapat berupa sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya peralatan, dan sumber daya kewenangan. Berikut hasil penelitian mengenai sumber daya implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta: 1) Sumber daya manusia dari pihak sekolah dapat dilihat dari jumlah staff yang menangani kebijakan tersebut, keahlian yang dimiliki anggota pelaksana, informasi yang relevan tentang implementasi kebijakan dan persiapan lainnya. Sumber daya manusia yang digunakan sebagai pelaksana kebijakan kawasan tanpa rokok di
72
sekolah adalah Guru Bimbingan Konseling dan Guru Wali Kelas dibantu Wakasek Kesiswaan. Berikut penjelasan dari Bapak AE selaku Pelaksana Tugas Kepala SMA Gadjah Mada Yogyakarta: “Kalau tim khususnya yang menanggani masalah rokok tidak ada. Tapi itu nanti masuk dalam kenalakan peserta didik sehingga yang menanggani program tersebut adalah Guru Bimbingan Konseling dan Wali Kelasnya. Dibantu Wakasek Kesiswaan.” (AE/05/05/2016) Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Bapak AB selaku Wakasek Kesiswaan di SMA Gadjah Mada Yogyakarta sebagai berikut: “Koordinasi pelaksanaan menanganai kebijakan tersebut sebagian besar dilakukan oleh Guru Bimbingan Konseling dan Wali Kelas.” (AB/26/04/2016) Saat ini jumlah anggota yang menangani Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta sudah cukup namun terkendala dengan beberapa Guru yang juga mengajar di sekolah lain. Keadaan tersebut membuat koordinasi sekolah menjadi terhambat. Informasi tersebut diperoleh saat wawancara dengan Ibu TE selaku Guru di SMA Gadjah Mada Yogyakarta sebagai beikut: “Guru-Guru di sini ada juga yang mengajar di sekolah lain, untuk kebijakan-kebijakan seperti itu menunggu forum. Halhal mengenai kebijakan dapat disampaikan saat rapat.” “ (TE/20/04/2016) Kesiapan sumber daya manusia dalam implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta menggunakan Guru Bimbingan dan Konseling karena pelanggaran yang dilakukan termasuk dalam kenalakan pelajar. Guru wali kelas dibantu oleh
73
Wakasek Kesiswaan ikut mengawasi pelaksanaan kebijakan, namun saat ini sumber daya manusia yang ada belum bisa dimaksimalkan. 2) Sumber daya anggaran dalam pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta sudah cukup karena program dari sekolah tidak membutuhkan pendanaan yang besar. Pendanaan untuk program hanya terdapat pada pemasangan tanda dilarang merokok. Pemasangan tanda dilarang merokok menggunakan anggaran peralatan kelas. Hal tersebut disampaikan oleh Bapak AE selaku pelaksana tugas Kepala Sekolah. “Untuk anggaran program tersebut pihak sekolah tidak menganggarkan khusus karena programnya tidak membutuhkan biaya. Pemasangan tulisan dilarang merokok hanya menggunakan dana lain-lain yang termasuk dalam peralatan kelas.” (AE/05/05/2016) Hal tersebut diperkuat oleh pendapat dari Ibu EM selaku Guru Bimbingan dan Konseling sebagai berikut: “Anggarannya kami jadikan satu dengan sosialisasi maupun rapat. Untuk pemasangan gambar dilarang merokok itu menggunakan uang peralatan kelas.” (EM/18/04/2016) Anggaran dalam pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok sudah termasuk ke dalam anggaran sosialisasi saat awal tahun ajaran baru atau MOS dan termasuk ke dalam anggaran rapat. Pengadaan tanda dilarang merokok menggunakan anggaran peralatan kelas. 3) Sumber daya peralatan yang digunakan untuk melaksanakan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada hanya menggunakan tanda dilarang merokok dan untuk selebihnya
74
menggunakan sumber daya manusia yang tersedia yaitu Guru Bimbingan
Konseling dan Walikelas dibantu oleh
Wakasek
Kesiswaan diawasi oleh Kepala Sekolah. Tidak ada peralatan khusus dari sekolah karena tidak ada program khusus untuk menangani kebijakan tersebut. Hasil observasi di SMA Gadjah Mada tidak ditemukan tanda dilarang merokok, namun menurut beberapa siswa tanda tersebut memang ada tetapi sering dicopot oleh siswa. Berikut penjelasan dari AI selaku siswa di SMA Gadjah Mada: “Memasang tulisan dilarang merokok di kelas mas, tetapi itu juga tidak berpengaruh pada kami yang merokok dan ada juga yang dicopot lagi sama teman-teman.” (AI/25/04/2016)
4) Sumber daya kewenangan yang berada di SMA Gadjah Mada Yogyakarta menjadi tugas dari Kepala Sekolah. Kepala Sekolah mempunyai kewenangan untuk mengatur pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah. Sumber daya kewenangan di SMA Gadjah Mada Yogyakarta kurang maksimal dalam pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah. Selain sosialisasi, belum ada program dari sekolah yang mendukung implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Hal tersebut dijelaskan oleh Bapak AE selaku Pelaksana tugas Kepala Sekolah di SMA Gadjah Mada Yogyakarta: “Programnya hanya tidak boleh merokok di lingkungan sekolah, sesuai dengan program yang ada. Tetapi pada waktu jam istirahat, anak-anak juga merokok di luar sekolah. Nah
75
daripada merokok diluar ketahuan pihak luar sekolah, makanya dilokalisir di dalam lingkungan sekolah saja. Kalau saya sendiri sih, karena saya tidak merokok, lebih nyaman kalau tidak ada yang merokok” (AE/05/05/2016) Pernyataan yang sama disampaikan oleh Ibu EM selaku Guru Bimbingan dan Konseling di SMA Gadjah Mada Yogyakarta yang menjelaskan, “Kalau dari pihak sekolah tidak ada program apa-apa, tetapi kami melakukan pemasangan plang tidak merokok di kelas. anak-anak tidak peduli. Kalau usaha kita ya bisa nya paling pas pelajaran di kelas tidak boleh merokok dan menyuruh untuk mematikan rokok atau menyarankan merokok ke kamar mandi. Pihak sekolah tidak bisa ketat terhadap para perokok di sekolah terutama pada siswa, karena beberapa siswa tidak akan masuk sekolah jika tidak boleh merokok di sekolah.” (EM/18/04/2016) Hal serupa juga dikemukakan oleh Ibu TE selaku Guru di SMA Gadjah Mada Yogyakarta: “Sepertinya di sekolah ini belum ada program yang khusus dibuat untuk menanggapi kawasan tanpa rokok di sekolah.” (TE/20/04/2016) Sumber daya yang ada
belum bisa untuk memaksimalkan
pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Belum ada sumber daya kewenangan dari Kepala Sekolah yang dapat mengkontrol siswa maupun Guru merokok di sekolah. Jadi, kesiapan dari pihak sekolah masih kurang. c. Disposisi atau sikap Disposisi atau sikap adalah karakteristik dari pelaksana kebijakan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana karakteristik pelaksana yang mendukung atau menolak kebijakan. Pelaksana diharapkan memliki
76
kapasitas untuk melaksanakan kebijakan. Pelaksana kebijakan yang terpilih sesuai dengan kapasitasnya harus mempunyai komitmen yang kuat untuk melaksanakan kebijakan. Pelaksana kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah meliputi Kepala Sekolah, Wakasek kesiswaan, Guru bimbingan konseling, dan wali kelas. Pihak – pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah diharapkan memiliki dedikasi untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut. Kepala Sekolah memiliki tanggung jawab mengawasi dan mensukseskan kebijakan tersebut dengan bekerja sama dengan seluruh Guru dan karyawan. Pihak sekolah melakukan upaya untuk mensosialisasikan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah kepada kelompok sasaran, pemasangan papan tanda larangan dilarang merokok di kawasan sekolah. Sikap pelaksana kebijakan di SMA Gadjah Mada Yogyakarta masih belum menunjukkan dukungan penuh terhadap pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah, hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara dengan Ibu EM selaku Guru Bimbingan dan Konseling di SMA Gadjah Mada Yogyakarta: “...Dulu jika akan menerapkan kebijakan kawasan tanpa rokok belum bisa maksimal dan terkesan enggak mempan karena Kepala Sekolah yang dulu malah menerapkan kebijakan bebas rokok di sekolah yang bertempat di belakang kelas yang terdapat pohon rindang yang menurut siswa asik untuk nongkrong” (EM/18/04/2016) Hasil observasi dilapangan juga menemukan guru yang sedang merokok di sekolah. Guru tersebut merokok di ruang guru yang termasuk
77
dalam lingkungan sekolah. Hal tersebut menunjukkan sikap yang tidak sejalan dengan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. Hasil wawancara juga menemukan pengakuan dari guru yang merokok tersebut. Guru tersebut ternyata adalah Wakasek Kesiswaan di SMA Gadjah Mada. Berikut pengakuan dari Bapak AB terkait perilaku merokok di ruang guru: “Saya sering merokok di sekolah tetapi saya merokoknya pada saat tidak mengajar di kelas. Biasanya saya merokok di ruang guru waktu jeda mengajar atau pada waktu istirahat.” (AB/26/04/2016) Pendapat pelaksana kebijakan terhadap pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada bermacam-macam. Beberapa guru setuju dengan adanya kebijakan tersebut, namun ada juga yang tidak setuju melihat kondisi siswa yang ada di SMA Gadjah Mada. Berikut pebdapat dari Ibu EM selaku Guru Bimbingan dan Konseling di SMA Gadjah Mada Yogyakarta: “Kalau saya tidak setuju mas jika ada tempat khusus merokok di sekolah, tetapi mau bagaimana lagi melihat kondisi siswa yang memang sudah tidak bisa diatur lagi untuk tidak merokok di sekolah...” (EM/18/04/2016) Tanggapan lain disampaikan oleh Bapak AE selaku Pelaksana Tugas Kepala Sekolah di SMA Gadjah Mada Yogyakarta, “Kalau saya sendiri memang setuju ada tempat khusus untuk membuat Guru ataupun siswa tidak merokok di sembarang tempat. Kalau tidak disediakan, akan merugikan yang tidak merokok juga karena beberapa dari siswa merokok di sembarang tempat. Menurut saya sendiri, sepanjang daerahdaerah tertentu masih banyak tumbuhan, tidak ada masalah. Tapi kalau untuk daerah yang tidak ada tanaman tapi disitu ada asap rokok, daerah seperti itulah yang berkewajiban menjadikan
78
daerah tanpa rokok. Tidak bisa melarang orang untuk berhenti rokok, ada sekian ribu orang yang hidup dari rokok, kasihan kalau dilarang, mereka-mereka yang hidup dari rokok. Cuma sebagai perokok, harus bisa menempatkan diri supaya tidak menggangu yang lain” (AE/05/05/2016) Bapak AB selaku Wakasek Kesiswaan memberikan tanggapan mengenai adanya tempat khusus merokok sebagai berikut: “ Tempat khusus untuk merokok menurut saya itu perlu karena bagi seorang perokok jika tidak merokok rasanya pahit. Tempat khusus merokok di sekolah ini memang diperlukan karena beberapa Guru ada yang merokok termasuk saya, tetapi yang saya kurang suka yaitu banyak siswa yang merokok di sekolah ini. Kebiasaan merokok mereka didapatkan saat masih berada di sekolah lamanya atau waktu masih SMP. Sebenarnya tempat khusus untuk merokok di sekolah ini untuk memberi tempat para perokok agar tidak merokok di sembarang tempat, tetapi dari masyarakat banyak mendapat tanggapan yang tidak baik.” (AB/26/04/2016) Hasil observasi menemukan adanya lokasi yang digunakan oleh pihak sekolah sebagai tempat khusus untuk merokok. Lokasi tersebut berada tidak jauh dari ruang guru. Berikut foto hasil observasi yang menunjukan tempat khusus merokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta :
Gambar 8. Tempat khusus merokok Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa sikap atau disposisi pelaksana kebijakan di SMA Gadjah Mada ini belum bisa sesuai dengan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah. Terdapat kebijakan dari mantan Kepala Sekolah untuk membuat tempat khusus
79
untuk merokok di sekolah. Guru Bimbingan dan Konseling memberikan pendapat tidak setuju dengan adanya kebijakan tersebut, namun tidak bisa berbuat banyak karena kondisi siswa yang memang suadah mempunyai kebiasaan merokok yang susah untuk diatur. Keadaan siswa yang seperti itu juga dipersulit dengan pendapat Kepala Sekolah yang setuju jika ada tempat khusus merokok walaupun ada upaya untuk menghilangkan tempat tersebut.
d. Struktur Birokrasi Struktur birokrasi jelas mempengaruhi keberhasilan kebijakan karena melibatkan banyak pihak di dalamnya. Beberapa pihak yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan akan bersinergi membentuk struktur birokrasi untuk mewujudkan implementasi kebijakan sesuai dengan tujuan. Struktur birokrasi memiliki pemimpin yang mempunyai peran sebagai penanggung jawab. Pemimpin struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta adalah Kepala Sekolah, namun karena Kepala Sekolah yang lama sudah meninggal dunia saat ini sementara digantikan oleh pelaksana tugas Kepala Sekolah. Sebuah implementasi kebijakan tentu saja memiliki Standart Operating Procedure (SOP). SOP digunakan sebagai pedoman oleh pelaksana kebijakan dalam melaksanakan tugasnya. Implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta tidak sepenuhnya serupa dengan SOP, hanya dilakukan secara sederhana
80
seperti yang dijelaskan oleh Bapak AE selaku Pelaksana Tugas Kepala Sekolah di SMA Gadjah Mada Yogyakarta, “Untuk SOPnya kebijakan kawasan tanpa rokok ini mungkin kita belum menjalankan sebagaimana mestinya, namun sekolah sudah memasukan larangan merokok di sekolah pada tata tertib. Pelaksanaan tata tertib diawasi oleh Kepala Sekolah dibantu Guru dan karyawan. Pihak sekolah juga sudah memasang tanda dilarang merokok. Tidak ada pedoman dari sekolah untuk melaksanakan kebijakan tanpa rokok, hanya untuk melokalisasi para perokok supaya tidak menggangu yang tidak merokok.. Jadi oleh Kepala Sekolah yang almarhum, disediakan tempat khusus untuk merokok di lingkungan sekolah, ada pohon rindang jadi asapnya bisa dinetralkan. Sehingga tempat tersebut dijadikan kawasan khusus untuk merokok. Namun untuk saat ini pihak sekolah mengupayakan untuk menghilangkan kawasan khusus merokok tersebut.” (AE/05/05/2016) Pelaksanaan kebijakan tersebut mempunyai tim yang terdiri dari Guru bimbingan konseling, Guru walikelas dibantu Wakasek Kesiswaan dan diawasi oleh Kepala Sekolah. Tugas dari tim tersebut dijelaskan oleh Bapak AE selaku Kepala Sekolah di SMA Gadjah Mada sebagai berikut: “Tugas dari tim untuk mensukseskan program tersebut hanya mengawasi siswa di sekolah, jika ada siswa yang melanggar akan diberikan sanksi. Guru Wali Kelas juga memasang tulisan dilarang merokok di dalam kelas.” (AE/05/05/2016) Untuk menjalankan kebijakan tersebut perlu dilakukan koordinasi. Berikut penjelasan dari Ibu EM selaku Guru Bimbingan dan Konseling di SMA Gadjah Mada mengenai koordinasi pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok: “...untuk menanggapi kebijakan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah terdapat koordinasi antara Kepala Sekolah, Guru bimbingan konseling dan Wali Kelas.” (EM/18/04/2016)
81
Hal tersebut diperkuat dengan pendpat Ibu TE selaku Guru di SMA Gadjah Mada Yogyakarta: “Koordinasi untuk menanggapi kebijakan tersebut dilakukan oleh Guru Wali Kelas dengan Guru bimbingan dan konseling diawasi oleh Kepala Sekolah.” (TE/20/04/2016) Koordinasi yang dilakukan pihak sekolah dalam pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah melibatkan Guru bimbingan dan konseling, Guru Wali Kelas dan Wakasek Kesiswaan serta diawasi oleh Kepala Sekolah. Koordinasi antar anggota disesuaikan dengan tugas masing-masing. Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa belum ada pedoman yang jelas dari pihak sekolah untuk mengatur pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. Pihak sekolah sudah melaksanakan perintah untuk memasukan larangan merokok di lingkungan sekolah pada tata tertib sekolah, selain itu pihak sekolah juga telah memasang tanda dilarang merokok di sekolah. Tim pelaksana kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada terdiri dari Guru Bimbingan Konseling, Wali Kelas, Wakasek Kesiswaan dan Kepala Sekolah. Tugas pelaksana kebijakan disini adalah mengawasi siswa di sekolah, jika ada siswa yang melanggar akan diberikan sanksi. Guru Wali Kelas mempunyai tugas memasang tulisan dilarang merokok di dalam kelas serta mengawasi siswa agar tidak merokok di kelas. Koordinasi pelaksanaan kebijakan tersbut dimulai dari
82
Wali Kelas dan Guru bimbingan konseling dibantu Wakasek Kesiswaan. Pelaksanaan kebijakan tersebut diawasi oleh Kepala Sekolah.
4. Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta Implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta kurang berjalan dengan baik. Pelaksanaan kebijakan tersebut masih memiliki beberapa kendala yang dihadapi. Kendala yang dihadapi mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan kawasan tanpa rokok di sekolah. Kendala yang menghambat pelaksanaan kebijakan tersebut dijelaskan oleh Bapak AE selaku Pelaksana Tugas Kepala Sekolah di SMA Gadjah Mada Yogyakarta : “Faktor penghambat dalam pelaksanaan program tersebut yang jelas siswa sudah terbiasa dengan rokok. Banyak siswa yang berhenti rokok sebentar, tetapi pikirannya menjadi tidak bisa fokus. Guru pun juga begitu. Mungkin mereka akan berhenti, kalau sudah terkena penyakit seperti jantung, dll.” (AE/05/05/2016) Kendala lain juga dijelaskan oleh Ibu EM selaku Guru Bimbingan dan Konselng di SMA Gadjah Mada Yogyakarta sebagai berikut : “Penghambatnya berasal dari input siswa yang masuk ke sekolah ini sebagian besar adalah siswa dari sekolah lain yang dikeluarkan karena kenakalan mereka. Penghambat lainnya berasal dari anaknya sendiri yang memang tidak mempunyai keinginan untuk berhenti. Mungkin mereka berpikir daripada kearah minuman keras atau ke narkoba mending merokok, itu kata siswanya. Pengaruh lingkungan mereka juga mempengaruhi seperti keluarga bermasalah, disini kebanyakan, dari keluarga broken home, orang tua terlalu sibuk, anaknya terbengkalai, keadaan orang tua yang tidak mampu kemudian mungkin dulu SMP nya tidak dapat mengatasi keadaan mereka yang seperti itu.” (EM/18/04/2016)
83
Pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta masih menemui hambatan. Faktor yang menjadi penghambat implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok selain faktor eksternal yang telah disampaikan di atas, terdapat faktor internal yang menjadi hambatan. Faktor internal yang menghambat pelaksanaan kebijakan kawasann tanpa rokok dijelaskan oleh Ibu EM selaku Guru BK di SMA Gadjah Mada Yogyakarta sebagai berikut : “.....Dulu jika akan menerapkan kebijakan kawasan tanpa rokok belum bisa maksimal dan terkesan enggak mempan karena Kepala Sekolah yang dulu malah menerapkan kebijakan bebas rokok di sekolah yang bertempat di belakang kelas yang terdapat pohon rindang yang menurut siswa asik untuk nongkrong....” (EM/18/04/2016) Ibu EM menambahkan. “....Beberapa Guru ada yang merokok di sekolah ini. Mereka sering merokok di ruang Guru namun melihat situasi sekitar jika keadaan sepi mereka baru merokok agar tidak menganggu yang lain. Hal seperti yang membuat kami susah untuk memberi tahu para siswa yang merokok karena beberapa Guru saja merokok di sekolah.” (EM/18/04/2016) Pendapat lain disampaikan oleh Ibu TE selaku Guru yang tidak merokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta: “Penghambatnya karena kurang ketegasan dari sekolah Guru-Guru disini ada juga yang mengajar di sekolah lain, untuk kebijakankebijakan seperti itu menunggu forum. Hal-hal mengenai kebijakan dapat disampaikan saat rapat. Untuk pendukungnya Kepala Sekolah yang baru berusaha menghilangkan tempat khusus merokok yang dibuat oleh mantan Kepala Sekolah” “ (TE/20/04/2016) Kesimpulan dari beberapa penjelasan di atas terdapat beberapa faktor internal yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada terdapat dua faktor, yakni
84
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternalnya adalah sebagian besar siswa yang masuk ke SMA Gadjah Mada merupakan pindahan dari sekolah lain yang dikeluarkan karena kenakalan. Sebagian siswa tersebut memiliki kebiasaan merokok sejak masih di sekolah lama maupun saat masih SMP. Faktor penghambat yang berasal dari internal sekolah adalah mantan Kepala Sekolah menyediakan tempat khusus merokok di sekolah. Tempat tersebut kini mulai dihilangkan namun tetap saja masih banyak siswa yang merokok bahkan ada yang merokok di dalam kelas maupun di lingkungan sekolah. Faktor penghambat internal yang kedua yaitu beberapa Guru mengajar di sekolah lain sehingga menyebabkan koordinasi kurang terjalin dengan baik. Faktor penghambat yang ketiga yaitu beberapa Guru merokok di lingkungan sekolah, hal tersebut membuat siswa tidak peduli jika diberi peringatan agar tidak merokok di sekolah. 5. Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta Pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada mempunyai beberapa faktor pendukung yang membantu dalam menjalankan kebijakan tersebut. Faktor pendukung pelaksaan kebijakan dari hasil wawancara adalah beberpa Guru tidak suka jika ada yang merokok di sekolah. Hal tersebut sesuai dengan yang dijelaskan oleh Bapak AB selaku Wakasek Kesiswaan: “Untuk pendukungnya banyak Guru yang tidak suka jika ada yang merokok di dekatnya jadi mereka itu yang suka menegur orang
85
merokok di sekolah termasuk saya juga pernah ditegur.” (AB/26/04/2016) Faktor pendukung yang lain adalah pihak sekolah sudah melakukan sosialisasi dan memasukkan larangan merokok ke dalam tata tertib sekolah sesuai dengan Permendikbud Nomor 64 tahun 2015. Berikut penjelasan dari Bapak AE selaku Pelaksana Tugas Kepala Sekolah: “Sejauh faktor pendukungnya kita sudah melakukan sosialisasi mengenai kebijakan tanpa rokok di sekolah, kemudian kami juga sudah memasukkan larangan merokok di tata tertib sekolah.” (AE/05/05/2016) Ibu TE selaku Guru memberikan tambahan sebagai berikut: “Untuk pendukungnya Kepala Sekolah yang baru berusaha menghilangkan tempat khusus merokok yang dibuat oleh mantan Kepala Sekolah. Pendukung larangan merokok di sekolah ini sudah dipasang tanda dilarang merokok dan pihak sekolah sudah mencoba menghilangkan tempat khusus merokok dengan menebang pohon yang biasa digunakan berteduh saat merokok.” “ (TE/20/04/2016) Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas adalah pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada mempunyai faktor yang mendukung pelaksanaan kebijakan tersebut. Pendukung pelaksanaan kebijakan tersebut yaitu beberapa Guru tidak suka jika ada yang merokok di sekolah, pihak sekolah sudah memasukkan larangan merokok ke dalam tata tertib sekolah dan sudah memasang tanda dilarang merokok di sekolah serta upaya untuk menghilangkan tempat khusus merokok di sekolah. B. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat dilakukan pembahasan terhadap rumusan masalah penelitian sebagai berikut:
86
1.
Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta Implementasi
kebijakan
merupakan
seluruh
tindakan
yang
dilakukan untuk merealisasikan tujuan kebijakan. Implementasi kebijakan memiliki tiga tahap yang harus dilakukan agar sesuai dengan tujuan kebijakan. Charles O. Jones dalam buku Politik Ideologi Pendidikan (Arif Rohman, 2009:135) menyebutkan ada tiga tahapan implementasi kebijakan antara lain adalah pengorganisasian, interpretasi, dan aplikasi. SMA Gadjah Mada tentu saja harus melaksanakan ketiga tahapan di atas untuk melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Berikut pembahasan dari hasil penelitian mengenai tahapan yang dilakukan oleh SMA Gadjah Mada dalam melaksanakan kebijakan tersebut: a. Tahap Pengorganisasian Tahap pengorganisasian merupakan tahap pertama yang dilakukan oleh SMA Gadjah Mada untuk melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Tahap pengorganisasian merupakan tahap dimana akan dilakukan persiapan implementasi kebijakan berupa pembuatan tim pelaksana kebijakan berserta dengan tugasnya masingmasing, kemudian menetapkan anggaran dan peralatan yang dipakai untuk melaksanakan kebijakan. SMA Gajah Mada sudah membentuk tim untuk melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. Tim yang ditunjuk oleh sekolah beranggotakan Guru Bimbingan Konseling, Wali
87
Kelas, Wakasek Kesiswaan, dan diawasi oleh Kepala Sekolah. Tim tersebut berkoordinasi sesuai dengan tugas masing-masing untuk melaksanakan kebijakan sesuai dengan tujuan. Tim pelaksana dan tugasnya dalam pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 6. Tim pelaksana Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta Jabatan Tugas Kepala Sekolah Mengawasi pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok SMA Gadjah Mada Wakasek Kesiswaan Koordinator pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok SMA Gadjah Mada Guru Bimbingan Membimbing siswa ke arah yang lebih baik dan dan Konseling menegur siswa yang merokok sembarangan di sekolah Wali Kelas Memasang tanda dilarang merokok di kelas dan menegur siswa yang merokok di dalam kelas
Berdasarkan penjelasan di atas, tahap pengorganisasian untuk melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada sudah sesuai dengan teori pengorganisasian dalam implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Charles O Jones. Teori tersebut menjelaskan pada tahap pengorgansasian dilakukan pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit-unit serta metode untuk menjalankan program agar bisa berjalan sesuai dengan tujuan. Pelaksanaan tahap pengorganisasian di SMA Gadjah Mada sudah membuat tim pelaksana yang berasal dari sumber daya manusia yang ada. Tim pelaksana kebijakan juga diberikan tugas masing-masing
88
untuk melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Kesimpulan
dari
pembahasan
di
atas
adalah
tahap
pengorganisasian di SMA Gadjah Mada dalam rangka melaksanakan kebijakan sudah dilaksanakan. Tim pelaksana kebijakan beserta tugas masing-masing pelaksana sudah dibentuk dengan anggota Kepala Sekolah, Guru Bimbingan Konseling, Wali Kelas, dan Wakasek Kesiswaan. b. Tahap Interpretasi Joko Widodo (2010: 90-94) menjelaskan bahwa tahap interpretasi merupakan tahap penguraian pokok dari suatu kebijakan yang bersifat abstrak agar lebih operasional dan mudah dipahami sehingga dapat dimengerti oleh para pelaku dan sasaran kebijakan. Tahap interpretasi merupakan tahap penjelasan mengenasi sebuah kebijakan kepada pelaksana dan sasaran kebijakan. Penjelasan tujuan kebijakan dilakukan agar pelaksana dan sasaran kebijakan dapat menjalankan kebijakan dengan baik. Pelaksanaan tahap interpretasi di SMA Gadjah Mada sudah sesuai dengan teori Charles O. Jones. Tahap interpretasi menurut Charles O. Jones adalah aktivitas menafsirkan agar suatu program menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dilaksanakan sesuai harapan sedangkan pelaksanaan tahap interpretasi di SMA Gadjah Mada yang berkaitan dengan Kebijakan Kawasan
89
Tanpa Rokok menggunakan cara sosialisasi. Berikut tabel pelaksanaan tahapan interpretasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta: Tabel 7. Pelaksanaan tahapan interpretasi Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada Yogyakarta No Kegiatan Waktu Pelaksanaan 1
2
Sosialisasi tata tertib sekolah termasuk di dalamnya ada peraturan larangan merokok di sekolah Sosialisasi Kebijakan KTR kepada kepala sekolah, guru, dan karyawan
Awal tahun ajaran atau saat Masa Orientasi Sekolah Rapat sekolah
Sosialisasi pertama dilakukan kepada Guru saat rapat sekolah. Sosialisasi pertama dilakukan kepada Guru karena di sekolah ini pelaksana kebijakan yang ditunjuk adalah Guru. Guru dalam hal ini sudah termasuk Guru bimbingan konseling, Wakasek Kesiswaan, dan Wali Kelas. Pelaksana kebijakan diberikan sosialisasi bertujuan agar dapat memahami tujuan dari kebijakan tersebut. Pemahaman dari pelaksana kebijakan dapat mempengaruhi implementasi sebuah kebijakan.
Sosialisasi
kedua dilaksanakan saat MOS dengan
mengundang orang tua siswa. Penjelasan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dimasukkan saat penyampaian tata tertib sekolah. Tata tertib di SMA Gadjah Mada sudah mencantumkan larangan merokok. Pencantuman larangan tersebut ke dalam tata tertib sekolah telah sesuai dengan Permendikbud Nomor 64 Tahun 2015. Pelaksanaan kebijakan tersebut tentu saja membutuhkan program dari sekolah namun saat ini program lanjutan untuk
90
menanggapi kebijakan tersebut belum ada. Program awal dari pihak sekolah hanya sudah melakukan sosialisasi, memasukkan larangan merokok ke dalam tata tertib sekolah dan sudah memasang tanda dilarang merokok. Kesimpulan dari pembahasan di atas adalah tahapan interpretasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada menggunakan cara sosialisasi. Sosialisasi dilakukan saat rapat sekolah dan MOS. Sosialisasi dilakukan pelaksanaan kebijakan dapat berjalan dengan baik oleh Kepala Sekolah, Guru, Karyawan, dan Siswa. c. Tahap Aplikasi Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada sudah dilaksanakan sejak diberlakukannya Pergub Nomor 42 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok karena dalam peraturan tersebut menyebutkan tempat belajar mengejar termasuk kawasan tanpa rokok dan sekolah merupakan tempat belajar mengajar, penjelasan tersebut juga terdapat dalam Perwal Kota Yogyakarta Nomor 12 tahun 2015. Permendikbud Nomor 64 tahun 2015 memberikan penguatan terhadap kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah. Charles O.Jones dalam (Arif Rohman, 2009:135) menjelaskan tahap aplikasi berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, pendanaan atau yang lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan pelaksanaan kebijakan. Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada pada tahap aplikasi sudah sesuai
91
dengan teori Charles O. Jones. Pihak sekolah sudah menetapkan anggaran dan peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada. Penetapan anggaran dan peralatan dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 8. Penetapan anggaran dan peralatan Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada No. Program Penggunaan anggaran 1. Sosialisasi Kebijakan KTR yang Menggunakan anggaran sudah termasuk dalam tata tertib MOS sekolah 2. Sosialsasi Kebijakan KTR saat rapat Mengunakan anggaran sekolah rapat sekolah 3. Pengadaan tanda dilarang merokok Menggunakan anggaran peralatan kelas
Peralatan yang digunakan untuk mendukung implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada berupa tanda dilarang merokok sesuai dengan Pergub DIY Nomor 42 tahun 2009, Perwal Kota Yogyakarta Nomor 12 tahun 2015, dan Permendikbud Nomor 64 tahun 2015 yang mewajibkan pemasangan tanda dilarang merokok pada kawasan tanpa rokok termasuk sekolah. Anggaran untuk pelaksanaan kebijakan tersebut menggunakan dana sosialisasi dan pemasangan tanda dilarang merokok menggunakan anggaran peralatan kelas. Kesimpulan dari pembahasan di atas menunjukkan bahwa SMA Gadjah Mada sudah melakukan tahapan aplikasi dengan menerapkan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok berupa penetapan anggaran dan peralatan dengan programnya melakukan sosialisasi, memasukkan
92
larangan merokok ke dalam tata tertib sekolah dan sudah memasang tanda dilarang merokok. 2.
Faktor Penentu Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta Impelementasi merupakan tahap yang penting dalam sebuah kebijakan. Implementasi akan mempengaruhi berhasil atau tidaknya suatu kebijakan yang telah dibuat. Kebijakan yang telah dibuat dengan baik tidak akan berjalan jika tidak diimplementasikan dan hanya akan menjadi wacana semata. Proses implementasi kebijakan pastinya akan dipengaruhi beberapa faktor yang menyebabkan sebuah keberhasilan maupun kegagalan. Terdapat empat faktor yang akan mempengaruhi sebuah proses implementasi kebijakan. Faktor pertama adalah bagaimana jalinan komunikasi dalam proses implementasi kebijakan. Ketersediaan sumber daya menjadi faktor berikutnya. Faktor ketiga yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan dalam proses implementasi kebijakan adalah komitmen atau sikap dari pelaksana kebijakan. Faktor terkahir yaitu struktur birokrasi. Seluruh faktor tersebut akan menentukan pelaksanaan kebijakan sesuai dengan tujuan atau tidak. Berdasarkan hasil wawancara, obersvasi, dan studi dokumentasi dapat dijelaskan bagaimana faktor komunikasi, ketersediaan sumber daya, disposisi/sikap, serta struktur birokrasi akan mempengaruhi implementasi
93
kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta sebagai berikut: a. Komunikasi Komunikasi implementasi
mempunyai
suatu
kebijakan.
peran
yang
Sebuah
penting
dalam
kebijaka
harus
dikomunikasikan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Pelaksana kebijakan kawasan tanpa asap rokok dalam hal ini adalah sekolah. Sekolah mempunyai tugas untuk menyampaikan infromasi mengenai kebijakan kawasan tanpa rokok kepada seluruh warga
sekolah
selaku
obyek
kebijakan.
Komunikasi
harus
disampaikan dengan jelas dan akurat agar mudah dimengerti dan berjalan sesuai dengan tujuan kebijakan kawasan tanpa asap rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Model
Edward
III
mengemukakan
bahwa
komunikasi
kebijakan terdiri dari 3 dimensi yaitu dimensi transisi (transmision), dimensi kejelasan (clarity), dimensi konsistensi (consistency). 1) Dimensi Transmisi Dimensi transmisi dalam komunikasi pelaksanaan kebijakan mengharapkan pelaksana kebijakan memberitahukan tentang kebijakan yang akan dilaksanakan. Penjelasan kebijakan mencakup tujuan yang akan dicapai dan persiapan apa saja yang dilakukan untuk mencapai tujuan kebijakan tersebut.
94
SMA Gadjah Mada Yogyakarta melakukan komunikasi kebijakan kawasan tanpa rokok melalui cara sosialisasi. Sosialisasi dilakukan saat ada Masa Oreintasi Sekolah (MOS) dan tahun ajaran baru. Sosialisasi dilakukan dengan acara mengundang para orang tua siswa ke sekolah untuk dijelaskan mengenai peraturan atau tata tertib di sekolah termasuk didalamnya kawasan tanpa rokok di sekolah. Penyampaian informasi mengenai kebijakan kawasan tanpa rokok atau dilarang merokok juga dilakukan langsung kepada siswa pada keseharian di sekolah. Komunikasi antara Kepala Sekolah, Guru, dan karyawan adalah selalu mengingatkan untuk tidak merokok di kawasan sekolah. Sosialisasi juga dilakukan saat rapat sekolah. Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah dimensi transisi dalam pelaksanaan kebijakan kawsan tnpa rokok dilakukan dengan cara sosialisasi saat MOS dan rapat sekolah. 2) Dimensi Kejelasan Pada dimensi kejelasan, komunikasi yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan diharapkan dapat diterima secara jelas oleh sasaran kebijakan. Kejelasan yang diterima oleh sasaran kebijakan sangat penting agar mengetahui tujuan dan maksud dari kebijakan tersebut. Hasil wawancara dengan siswa mengenai pelaksanaan kebijakan
kawasan
tanpa
95
rokok
di
SMA
Gadjah
Mada
menunjukkan beberapa siswa mengaku tidak tahu akan adanya kebijakan tersebut tetapi mereka paham bahwa merokok di sekolah itu tidak boleh. Beberapa Guru di sekolah tersebut juga merokok di lingkungan sekolah namun hanya dilakukan di ruang Guru. Hasil observasi menemukan beberapa siswa merokok di koridor sekolah, bahkan
ditemukan
bungkus
dan
puntung
rokok
dibuang
sembarangan di sekitar koridor kelas yang mengindikasikan bahwa merokok di lingkungan sekolah adalah hal sudah biasa dilakukan. Hal tersebut tentu saja tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor 64 tahun 2015 yang jelas memberikan larangan merokok di lingkungan sekolah. Pasal 3 dalam kebijakan Permendikbud Nomor 64 tahun 2015 menyebutkan sasaran Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah adalah Kepala Sekolah, Guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan pihak lain di dalam lingkungan sekolah. Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah sosialisasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada masih belum jelas karena ada siswa yang mengaku tidak tahu mengenai kebijakan tersebut serta ditemukan beberapa Guru yang merokok di sekolah. 3) Dimensi konsistensi Model Edward III menjelaskan bahwa dimensi konsistensi menginginkan implementasi kebijakan berlangsung efektif dengan
96
cara pemberian perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas agar kebijakan yang diterapkan tidak membingungkan. Permendikbud Nomor 64 tahun 2015 memberikan perintah dilarang merokok di lingkungan sekolah, melakukan penolakan terhadap penawaran iklan, promosi, pemberian sponsor dalam bentuk apapun, kemudian pihak sekolah diharapkan memasukkan larangan terkait rokok dalam tata tertib sekolah. Sasaran dari kebijakan tersebut adalah Kepala Sekolah, Guru, peserta didik, dan karyawan. Pelaksana kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada adalah Kepala Sekolah, Wakasek Kesiswaan, Guru Bimbingan Konseling, dan Wali Kelas. Konsistensi dalam pelaksanaan kebijakan di SMA Gadjah Mada belum terlihat karena terdapat tempat khusus yang disediakan oleh mantan Kepala Sekolah sebagai area merokok. Area merokok tersebut terletak tidak jauh dari ruang tata usaha. Pihak sekolah membuat area khusus merokok untuk melokalisir siswa yang merokok di sembarang tempat. Pelaksana tugas Kepala Sekolah yang saat ini menjabat juga setuju dengan adanya area tersebut, namun saat ini area tersebut mulai dihilangkan dengan menebang pohon rindang yang berada di area tersebut. Kesimpulan dari penjelasan di atas adalah pihak sekolah sudah memasukkan larangan merokok dalam tata tertib sekolah dan
97
sudah berusaha menghilangkan area khusus merokok namun pelaksana tugas Kepala Sekolah mengaku setuju jika ada tempat khusus merokok di sekolah b. Sumber Daya Sumber
daya
menjadi
faktor
pendukung
keberhasilan
komunikasi yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan kepada objek kebijakan. Sumber daya pada proses implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah berhubungan dengan kesiapan dari pihak pelaksana. Sumber daya tersebut dapat berupa sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya peralatan, dan sumber daya kewenangan. 1. Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang berkaitan dengan implementasi kebijakan adalah jumlah anggota dan keahlian yang dimiliki pelaksana kebijakan. Pelaksana kebijakan di SMA Gadjah Mada diberikan kepada Guru Bimbingan Konseling, Wali Kelas, dan Wakasek Kesiswaan serta diawasi oleh Kepala Sekolah. Saat ini jumlah pelaksana kebijakan di SMA Gadjah Mada sudah memadai namun terkendala dengan beberapa Guru mengajar di sekolah lain yang memberikan akibat kurang lancarnya koordinasi
antar pelaksana.
Sumber daya
manusia dalam
implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta menggunakan Guru Bimbingan dan Konseling
98
karena pelanggaran yang dilakukan termasuk dalam kenakalan pelajar. Wali Kelas dibantu oleh Wakasek Kesiswaan ikut mengawasi siswa agar tidak merokok di kelas. 2. Sumber daya Anggaran Sumber daya anggaran yang digunakan untuk pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok tidak dianggarkan secara khusus oleh pihak sekolah. Pihak sekolah tidak menganggarkan khusus karena tidak ada program khusus untuk menanggapi kebijakan tersebut. Sosialisasi menjadi langkah awal pihak sekolah menanggapi kebijakan tersebut namun sosialisasi yang dilakukan termasuk dalam pengenalan sekolah atau MOS sehingga anggarannya juga sudah termasuk ke dalam sosialisasi saat MOS. Sosialisasi juga dilaksanakan saat rapat Guru dengan Kepala Sekolah. Pihak sekolah memasang tanda dilarang merokok di setiap kelas. Pemasangan tanda tersebut menggunakan anggran peralatan kelas. 3. Sumber Daya Peralatan Sumber daya peralatan menjadi hal yang penting dalam implementasi kebijakan. Sumber daya peralatan digunakan untuk menunjang
pelaksanaan
kebijakan.
Implementasi
kebijakan
kawasan tanpa rokok juga membutuhkan peralatan untuk menunjang keberhasilan tujuan kebijakan. Permendikbud Nomor 64 tahun 2015 pasal 4 memberikan perintah kepada pihak sekolah
99
untuk memasang tanda kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah. Pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada sudah memasang tanda kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah dan untuk selebihnya menggunakan sumber daya manusia yang tersedia yaitu Guru Bimbingan Konseling dan Wali kelas dibantu oleh Wakasek Kesiswaan diawasi oleh Kepala Sekolah. Tidak ada peralatan lain dari sekolah karena tidak ada program khusus untuk menangani kebijakan tersebut. Hasil observasi di SMA Gadjah Mada Yogyakarta tidak menemukan tanda dilarang merokok. Tanda dilarang merokok tersebut seharusnya berada di dalam kelas namun tidak ditemukan dan menurut beberapa siswa tanda tersebut dulu ada namun dilepas oleh siswa yang tidak suka dengan larangan merokok di kelas. Tata tertib yang di dalamnya terdapat larangan merokok juga tidak ditemukan di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. 4. Sumber daya Kewenangan Menurut Edward III sumber daya kewenangan menjadi kekuatan oleh suatu lembaga untuk mempengaruhi lembaga tersebut dalam melaksanakan suatu kebijakan. Kewenangan tersebut sangat penting ketika suatu lembaga dihadapkan suatu masalah dan harus segera diselesaikan dengan suatu keputusan. Kewenangan dalam pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta adalah Kepala Sekolah,
100
namun saat ini posisi tersebut digantikan oleh pelaksana tugas. Kewenangan yang dimiliki oleh Kepala Sekolah belum bisa untuk memaksimalkan pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Belum ada keputusan dari Kepala Sekolah yang dapat mengkontrol siswa maupun Guru merokok di sekolah. Jadi, kesiapan dari pihak sekolah masih kurang. Belum ada program dari sekolah yang mendukung implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok selain sosialisasi yang dilakukan pada tahun ajaran baru dan keseharian di sekolah. Belum adanya program lanjutan yang mendukung kebijakan tersebut secara tidak langsung Kepala Sekolah belum memaksimalkan jumlah dan keahlian anggota pelaksana kebijakan yang dimiliki oleh sekolah. Sarana pendukung yang dibuat sekolah berupa tanda tulisan dilarang merokok diacuhkan oleh sebagian Guru dan siswa. c. Disposisi Sikap atau komitmen dari pelaksana kebijakan dibutuhkan dalam implementasi kebijakan. Komitmen yang kuat dari pelaksana kebijakan dapat mensukseskan implementasi kebijakan, untuk itu tuntutan komitmen pada pelaksana kebijakan harus kuat dan penuh dedikasi terhadap pelaksanaan sebuah kebijakan. Implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta yang dapat dilihat pada saat wawancara dan observasi menunjukan bahwa sikap pelaksana kebijakan masih belum
101
bisa mendukung sepenuhnya terhadap pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah. Kebijakan Kepala Sekolah yang lama justru membuat suatu tempat khusus untuk merokok di kawasan sekolah. Kawasan tersebut terletak di dekat ruang guru dengan pohon kersen yang rindang cocok untuk bersantai sambil merokok. Bergantinya Kepala Sekolah yang lama kepada pelaksana tugas membuat kawasan khusus merokok tersebut dihilangkan dengan langkah pertama menebang pohon kersen. Dihapuskannya area khusus merokok tersebut membuat para siswa yang merokok kurang terkendali. Sebagian siswa merokok di sepanjang koridor sekolah, bahkan ada yang merokok di dalam kelas, selain itu juga terdapat guru yang merokok di ruang guru.
d. Struktur Birokrasi Struktur birokrasi merupakan faktor yang perlu diperhatikan selain komunikasi, sumber daya, dan disposisi. Struktur birokrasi mempunyai pengaruh dalam implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan akan melibatkan banyak orang di dalamnya. Standar operasional
prosedur
(SOP)
dibuat
untuk
mempermudah
impelementasi kebijakan dan memberi pedoman kepada pelaksana kebijakan. Struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta belum dibuat pedoman berupa SOP secara rinci untuk mengatur pembagian tugas pelaksana
102
kebijakan sehingga implementasi kebijakannya tidak memiliki struktur dan berjalan kurang efektif. Kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah dianggap tidak terlalu rumit sehingga pelaksana kebijakan melakukan tugas sesuai jabatan di sekolah. Kepala Sekolah yang dibantu oleh wakil Kepala Sekolah bertugas sebagai pemimpin, inovator, motivator, dan mengawasi berlangsungnya kegiatan di sekolah. Wali Kelas maupun Guru yang lain bertanggung jawab kepada Kepala Sekolah untuk melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar secara efektif dan efisien serta memberikan pengarahan kepada siswa untuk tidak merokok di dalam kelas. Karyawan membantu
melancarkan
pelaksanaan
kebijakan
pada
bagian
administrasi sekolah. Pembagian tugas yang tidak terlalu rumit dalam pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta ternyata masih belum bisa dimaksimalkan. Masih banyak pelanggaran yang terjadi di sekolah tersebut. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belum ada upaya dari pihak sekolah yang mampu mengatasi permasalahan terkait dengan pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta.
3.
Faktor Penghambat Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta Sejak diberlakukannya Undang – Undang Kesehatan No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang di dalamnya memuat kawasan tanpa rokok
103
di sekolah sampai sekarang masih banyak ditemukan hambatan dalam pelaksanaannya. Produk kebijakan pendidikan terbaru tentang Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 yang diharapkan dapat memperkuat kebijakan- kebijakan sebelumnya. Khusus di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat Peraturan Gubernur Nomor 42 Tahun 2009 tentang kawasan dilarang merokok dimana sekolah menjadi salah satu tempat yang dimaksud dalam kebijakan tersebut. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2015 juga dibuat untuk menegaskan aturan tentang kawasan tanpa rokok di Kota Yogyakarta. Beberapa kebijakan yang telah disampaikan pada pelaksanaan di SMA Gadjah Mada Yogyakarta masih terdapat pelanggaran yang dikarena adanya hambatan. Hambatan yang terjadi pada pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta dipengaruhi adanya faktor internal dan eksternal. Faktor penghambat tersebut dapat diketahui menggunakan teori Edward III dengan pembagian faktor seperti komunikasi (trasnmisi, kejelasan, dan konsistensi), sumber daya (manusia, anggran, peralatan, dan kewenangan), faktor disposisi dan struktur birokrasi. Faktor penghambat internal dalam pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta dapat dilihat pada tabel berikut ini:
104
Tabel 9. Faktor penghambat internal dalam pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta No. Jenis faktor Dimensi Penghambat 1. Komunikasi Kejelasan Siswa mengaku tidak tahu . adanya kebijakan KTR Konsistensi Pihak sekolah menyediakan tempat khusus merokok di sekolah 2. Sumber daya Kewenangan Belum ada program lanjutan yang terkait dengan pelaksanaan Kebijakan KTR 3. Disposisi Beberapa guru tidak sejalan dengan Kebijakan KTR dan masih merokok di sekolah Pihak sekolah kurang tegas dalam memberikan sanksi kepada para pelanggar Kebijakan KTR Keinginan guru dan siswa untuk merokok susah dikendalikan 4. Struktur birokrasi Kuranganya koordinasi sekolah dalam menanggapi kebijakan KTR
Faktor internal pertama yang menghambat implementasi kebijakan kawasan tanpa asap rokok di SMA Gadjah Mada terkait dengan faktor komunikasi pada dimensi kejelasan. Beberapa siswa di SMA Gadjah Mada mengaku tidak jika ada kebijakan tersebut. Faktor internal penghambat kedua masih berkaitan dengan faktor komunikasi namun terdapat pada dimensi yang berbeda, yakni pada dimensi konsistensi. Kebijakan mantan Kepala Sekolah yang justru menyediakan suatu tempat khusus untuk merokok. Kebijakan dari mantan Kepala Sekolah tersebut menjadikan siswa dengan bebas merokok di area sekolah terutama di tempat yang sudah disediakan. Beberapa siswa juga terlihat merokok di sepanjang
105
koridor sekolah, bahkan ada yang mengaku pernah merokok di dalam kelas. Berdasarkan observasi terdapat Guru yang sedang merokok di ruang Guru, hal tersebut juga menjadi hambatan dalam pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah. Siswa yang melihat perilaku guru yang semacam itu menjadi acuh terhadap kebijakan kasawan tanpa rokok di sekolah karena mereka merasa bahwa guru bebas untuk merokok di sekolah dan kebebasan seperti itu ingin dimiliki oleh siswa yang merokok, dengan kondisi semacam itu menjadikan ketidaktegasan sekolah dalam melaksanakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok. Hal tersebut termasuk dalam hambatan pada faktor disposisi atau sikap. Faktor internal yang terdapat pada faktor struktur birokrasi adalah status Guru yang juga mengajar di sekolah lain. Guru-guru menyesuaikan jadwal di mana harus mengajar, jadi tidak fokus pada satu sekolah. Akbibat dari Guru yang berpindah-pindah mengajar ke sekolah lain kebijakan yang ada belum sempat dibahas karena harus menunggu forum. Pengusulan
program-program
atas
kebijakan
yang
telah
dibuat
disampaikan ketika ada rapat. Pihak sekolah kurang tegas dalam menanggapi hambatan tersebut sehingga menyebabkan program-program di sekolah kurang mendapat perhatian. Pihak sekolah juga kurang tegas dalam memberikan sanksi kepada para pelanggar kawasan tanpa rokok di sekolah. Faktor pengahambat dalam pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada juga terdapat pada faktor eksternal. Faktor
106
eksternal yang terjadi di SMA Gadjah Mada dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 10. Faktor eksternal pelaksanaan Kebijakan KTR di SMA Gadjah Mada Yogyakarta No. Jenis faktor Penghambat 1. Sumber daya Siswa yang masuk ke SMA Gadjah Mada sebagian besar adalah pindahan dari sekolah lain yang dikeluarkan karena perilaku yang melanggar tata tertib. 2. Sumber daya Faktor keadaan keluarga (broken home, orang tua sibuk, ayah yang merokok) siswa yang membuat mereka menggunakan rokok sebagai pelarian untuk merokok 3. Sumber daya Pengaruh lingkungan dari masyarakat kepada siswa yang kurang baik
Faktor eksternal yang menghambat pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta berkaitan dengan faktor sumber daya yang ada . Hambatan dari faktor eksternal berasal dari siswa yang masuk ke SMA Gadjah Mada Yogyakarta sebagian besar berasal dari siswa yang dikeluarkan. Sekolah yang bagus mengeluarkan mereka karena tidak sanggup untuk menangani tingkah laku siswa yang sudah melanggar tata tertib sekolah dan sudah tidak bisa ditoleransi. SMA Gadjah Mada Yogyakarta akan menampung siswa yang dikeluarkan oleh sekolah yang baik tersebut dengan alasan memberikan mereka kesempatan untuk melanjutkan sekolah. Efek yang didapat oleh pihak sekolah adalah
107
kesulitan untuk mengontrol siswa – siswa yang menjadi produk kegagalan sekolah yang lama dalam mendidik mereka. Faktor eksternal yang lain yang menghambat implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta adalah pengaruh lingkungan siswa di rumah dan di masyarakat. Lingkungan siswa di rumah berbeda – beda, ada siswa yang berasal dari keluarga yang broken home. Kenyataan seperti itu mempengaruhi kejiwaan siswa. Mereka mencari pelampiasan yang setidaknya dapat mengurangi beban pikirannya. Merokok menjadi alternatif bagi meraka untuk merasakan sensasi senang dan sejenak melupakan permasalahan yang dihadapinya. Kebiasaan itu menjadi keseharian mereka yang mengakibatkan kecanduan untuk menghisap rokok tidak bisa dihilangkan begitu saja. Beberapa dari siswa ada juga yang mengalami kondisi keluarga yang kurang baik. Berbeda dengan siswa dengan keluarga yang broken home, keadaan yang mereka hadapi adalah terlalu sibuknya orang tua sehingga tidak memperdulikan mereka. Mereka merasa di dalam keluarga yang tidak jelas, kedua orang tua masih lengkap dan tidak ada perceraian di dalamnya, namun mereka tidak merasakan kasih sayang dari orang tua dan rokok menjadi pelampiasan mereka untuk lari dari kenyataan yang tengah dihadapi. Kasus lain terjadi pada keluarga yang lengkap, namun terdapat figur seorang ayah yang gemar merokok menjadi contoh buruk untuk anak. Melihat kebiasaan ayah yang merokok kemudian mendorong anak untuk mencoba merokok dan pada akhirnya kecanduan.
108
Faktor eksternal yang berasal dari masyarakat adalah tempat bermain siswa, para tetangga dan teman-teman mereka banyak yang merokok dan tidak jarang dari mereka ditawari untuk mencoba rokok. Sebagian siswa di SMA Gadjah Mada Yogyakarta ada yang sudah mulai bekerja paruh waktu. Lingkungan kerja yang rata-rata terdapat pegawai yang merokok untuk melepas lelah sering menjadi contoh buruk bagi siswa yang mulai bekerja paruh waktu.
4.
Faktor Pendukung Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta Pelaksanaan kebijakan selain mempunyai faktor penghambat juga mempunyai faktor yang mendukung pelaksanaan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Sebuah kebijakan tentunya membutuhkan faktor yang mendukung pelaksanaan agar kebijakan bisa bertahan hingga mencapai tujuan. Faktor pendukung pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 11. Faktor pendukung pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada. Faktor No. Jenis faktor Dimensi Pendukung 1. Sumber daya Kewenangan Keputusan sekolah untuk memasang tanda dilarang merokok di sekolah
109
Lanjutan Tabel 11. Faktor Pendukung Pelaksanaan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Faktor No Jenis Faktor Dimensi Pendukung Pihak sekolah memasukkan aturan larangan merokok ke dalam tata tertib sekolah 2. Disposisi Kepala sekolah yang baru berusaha untuk menghilangkan kawasan khusus untuk merokok Sikap yang ditunjukkan oleh beberapa guru yang tidak suka jika ada yang merokok di sekolah baik itu guru maupun siswa.
SMA Gadjah Mada pernah mempunyai tempat khusus untuk merokok hasil keputusan dari mantan Kepala Sekolah. Tempat tersebut terletak tidak jauh dari ruang Guru. Pihak sekolah dengan Kepala Sekolah yang baru berusaha untuk menghilangkan kawasan khusus untuk merokok. Cara yang digunakan untuk menghilangkan lokasi tersebut adalah dengan menebang pohon yang berada di tempat para siswa untuk berteduh dan merokok. Usaha pihak sekolah dengan menghilangkan tempat khusus merokok merupakan faktor pendukung yang penting. Hal tersebut berkaitan dengan faktor disposisi atau sikap yang ditunjukkan oleh kepala sekolah.
110
Faktor lain yang mendukung pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta berkaitan dengan faktor sumberdaya pada dimensi kewenangan. Keputusan sekolah untuk memasang tanda dilarang merokok di sekolah dan memasukkan aturan larangan merokok ke dalam tata tertib sekolah telah sesuai dengan Permendikbud Nomor 64 tahun 2015. Dukungan sekecil apapun juga diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut, seperti sikap atau disposisi yang ditunjukkan oleh beberapa Guru yang tidak suka jika ada yang merokok di sekolah baik itu Guru maupun siswa.
111
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah dijelaskan pada hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa SMA Gadjah Mada Yogyakarta sudah melaksanakan kebijakan kawasan tanpa rokok dengan menetapkan tim pelaksana berserta tugasnya, anggaran dan peralatan serta telah melakukan sosialisasi kepada warga sekolah. Faktor penghambat implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta adalah (1) kebijakan mantan kepala sekolah yang justru menyediakan suatu tempat khusus untuk merokok di sekolah, (2) beberapa guru tidak sejalan dengan kebijakan kawasan tanpa rokok tersebut dan masih merokok di lingkungan sekolah, (3) kurangnya koordinasi sekolah dalam menanggapi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah, (4) pihak sekolah kurang tegas dalam memberikan sanksi kepada para pelanggar kawasan tanpa rokok di sekolah, (5) keinginan guru dan siswa untuk tidak merokok di sekolah susah untuk dikendalikan, (6) siswa yang masuk ke SMA Gadjah Mada sebagian besar adalah pindahan dari sekolah lain yang dikeluarkan karena perilaku yang melanggar tata tertib, (7) faktor keadaan keluarga (broken home, orang tua sibuk, ayah yang merokok) siswa yang membuat mereka menggunakan rokok sebagai
112
pelarian untuk merokok, (8) pengaruh lingkungan dari masyarakat kepada siswa yang kurang baik. Faktor pendukung pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta adalah (1) Kepala sekolah yang baru berusaha untuk menghilangkan kawasan khusus untuk merokok, (2) keputusan sekolah untuk memasang tanda dilarang merokok di sekolah, (3) sekolah memasukkan aturan larangan merokok ke dalam tata tertib sekolah, (4) sikap yang ditunjukkan oleh beberapa guru yang tidak suka jika ada yang merokok di sekolah baik itu guru maupun siswa. B. Saran 1. Bagi Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta a. Meningkatkan pengawasan implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok pada tiap sekolah yang berada dalam naungan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta b. Perlunya pembuatan sanksi yang tegas dari dinas pendidikan untuk menertibkan larangan merokok di kawasan sekolah. 2. Bagi pihak SMA Gadjah Mada Yogyakarta a. Meningkatkan komunikasi antar pelaksana dengan kelompok sasaran kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah b. Meningkatkan kesadaran warga sekolah yang merokok dengan pendidikan karakter positif. c. Memberikan sanksi yang tegas kepada para pelanggar kebijakan KTR 113
3. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling SMA Gadjah Mada Yogyakarta perlu melakukan pendekatan persuasif dari pihak sekolah kepada warga sekolah yang merokok dan orang tua siswa tentang larangan merokok di kawasan sekolah. 4. Bagi Guru SMA Gadjah Mada Yogyakarta tidak merokok di lingkungan sekolah agar menjadi teladan bagi siswa
114
DAFTAR PUSTAKA
Alfi Satiti. (2011). Strategi Rahasia Berhenti Merokok. Edisi Kedua. Yogyakarta: Datamedia. Ali Imron. (2008). Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia: Proses, Produk, dan Masa Depannya. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Arif Rohman. (2009). Politik Ideologi Pendidikan. Yogyakarta: Laksbang Mediatama. ___________. (2012). Kebijakan Pendidikan Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi.. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. Budi Winarno. (2007). Kebijakan Publik: Teori dan Proses (edisi revisi), Jakarta: Media Pressindo. Dunn, William N. (2003). Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Fify Rosaliana. (2015). Kultur Sekolah di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta. Hasbullah. (2015). Kebijakan Pendidikan Dalam Perspektif Teori, Aplikasi dan Kondisi Objektif Pendidikan di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Humas Universitas Negeri Yogyakarta. (2011). 16 Persen Siswa SMP dan SMA di Kota Yogyakarta Perokok. Diakses dari http://ugm.ac.id/id/berita/339016.persen.siswa.smp.dan.sma.di.kota.yogyakarta.perokok. Diunduh pada hari Senin tanggal 29 Maret 2016. Joko Widodo. (2010). Analisis Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasi Analisis Kebijakan Publik. Malang: Bayu Media. Lexy L. Moleong. (2009). Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
115
M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Sleman: Ar-Ruzz Media. Nana Syaodih Sukmadinata. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No.188/Menkes/PB/I/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Asap Rokok. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. Ruslam Ahmadi. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Sleman: Ar-Ruzz Media. Siti Sunarti. (2015). Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Di Sekolah Tinggi Kesehatan Muhammadiyah Samarinda. Skripsi. Universitas Gadjah Mada. Subarsono. (2012). Analisis Kebijakan Pendidikan: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Cetakan VI. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sudiyono. (2007). Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Pendidikan. Buku Ajar. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta. Suharsimi Arikunto. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sukardi. (2006). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara. Sulistianto Purbo Prasetyo. (2015). Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.
116
Tilaar, H.AR & Riant Nugroho. (2008). Kebijakan Pendidikan : Pengantar Untuk Memahami Kebijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Undang – Undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan (Kawasan Tanpa Rokok). UUD 1945 dalam pasal 28 H ayat (1) tentang Hak Asasi Manusia.
117
LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA A. Pedoman Wawancara untuk Kepala Sekolah 1. Apakah Bapak/Ibu seorang perokok? 2. Apakah Bapak/Ibu pernah merokok di lingkungan sekolah? 3. Apakah Bapak/Ibu setuju jika ada tempat khusus untuk merokok di lingkungan sekolah? 4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah? 5. Kapan awal pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah ini? 6. Apakah ada pedoman untuk melaksanakan kebijakan tanpa rokok di sekolah ini? 7. Apakah pihak sekolah pernah mengadakan sosialisasi mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? 8. Apakah ada program dari pihak sekolah untuk menanggapi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di sekolah? 9. Apakah ada sanksi yang ditetapkan dalam program tersebut? 10. Apakah ada tim khusus yang menangani program dari sekolah dalam menganggapi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? 11. Siapa saja tim yang terlibat di dalamnya? 12. Apa saja kriteria sebagai tim yang menangani program tersebut? 13. Apa saja tugas dari tim untuk mensukseskan program dari sekolah sebagai tanggapan dari kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah?
118
14. Apakah ada anggaran yang dialokasikan untuk menerapkan program tersebut? 15. Apakah anggaran yang telah ditetapkan sudah cukup? 16. Bagaimana tanggapan tim pelaksana mengenai kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? 17. Siapa saja pihak yang mendukung atau menolak kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? 18. Apa saja faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah?
119
B. Pedoman Wawancara untuk Guru dan Karyawan 1. Apakah Bapak/Ibu seorang perokok? 2. Apakah Bapak/Ibu pernah merokok di lingkungan sekolah? 3. Apakah Bapak/Ibu setuju jika disediakan tempat khusus untuk merokok di sekolah ini? 4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Anda mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah? 5. Kapan awal pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah ini? 6. Apakah pihak sekolah pernah mengadakan sosialisasi mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? 7. Apakah ada program dari sekolah menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? 8. Apa saja tugas dari tim untuk mensukseskan program dari sekolah sebagai tanggapan dari kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? 9. Bagaimana koordinasi dalam pelaksanaan program tersebut? 10. Apakah ada anggaran yang dialokasikan untuk menerapkan program tersebut? 11. Apakah anggaran yang telah ditetapkan sudah cukup? 12. Apakah ada sanksi yang diberikan dari sekolah kepada para pelanggar terkait program yang menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? 13. Apa saja faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah?
120
C. Pedoman Wawancara untuk Siswa 1. Apakah Anda seorang perokok? 2. Apakah Anda pernah merokok di lingkungan sekolah? 3. Bagaimana pendapat Anda mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah? 4. Apakah sekolah mengadakan sosialisasi mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? 5. Apakah ada program dari sekolah menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? 6. Apakah Anda setuju jika disediakan tempat khusus untuk merokok di sekolah ini? 7. Apakah ada sanksi yang diberikan dari sekolah kepada para pelanggar terkait program yang menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok?
121
D. Pedoman Wawancara untuk Karyawan 1. Apakah Anda seorang perokok? 2. Apakah Anda pernah merokok di lingkungan sekolah? 3. Bagaimana pendapat Anda mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah? 4. Apakah sekolah mengadakan sosialisasi mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? 5. Apakah ada program dari sekolah menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? 6. Apakah Anda setuju jika disediakan tempat khusus untuk merokok di sekolah ini? 7. Apakah ada sanksi yang diberikan dari sekolah kepada para pelanggar terkait program yang menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok?
122
PEDOMAN OBSERVASI
No
Aspek yang diamati
Pengamatan yang
Lokasi
dilakukan
Observasi
a. Letak geografis / lokasi 1
2
Tempat lokasi penelitian
Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
sekolah
SMA Gadjah Mada
b. Profil sekolah
Yogyakarta
Mengamati penerapan
SMA Gadjah
kebijakan kawasan tanpa
Mada
rokok
Yogyakarta
123
PEDOMAN STUDI DOKUMENTASI No 1
Aspek yang dikaji
Indikator yang dikaji
Kebijakan
a. Dasar hukum
Kawasan Tanpa Rokok
kebijakan b. Latar belakang kebijakan
Sumber Data a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 ahun 2009 Tentang Kesehatan b. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 188/MENKES/PB/I/2 011 No.7 Tahun 2011 c. Peraturan Gubernur DIY Nomor 42 Tahun 2009 d. Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 12 Tahun 2015 e. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 a. Peraturan Bersama
Pelaksanaan Kebijakan 2
Kawasan Tanpa Rokok di SMA
Menteri Kesehatan dan Prosedur pelaksanaan
Menteri Dalam Negeri
kebijakan
No. 188/MENKES/PB/I/20
Gadjah Mada
11 No.7 Tahun 2011
124
HASIL TRANSKIP WAWANCARA YANG SUDAH DIREDUKSI Hari/ Tanggal : 18 April 2016 Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Narasumber
: EM
Jabatan
: Guru Bimbingan dan Konseling
1. Apakah Bapak/Ibu seorang perokok? Saya jelas tidak merokok mas, saya sebagai seorang ibu memberi contoh yang baik kepada anak – anak saya. Kalau ada anak saya yang berani merokok akan saya marahi tapi pakai nasehat saja. 2. Apakah Bapak/Ibu pernah merokok di lingkungan sekolah? Jelas tidak pernah karena saya saja tidak merokok. 3. Apakah Bapak/Ibu setuju jika disediakan tempat khusus untuk merokok di sekolah ini? Kalau saya tidak setuju mas jika ada tempat khusus merokok di sekolah, tetapi mau bagaimana lagi melihat kondisi siswa yang memang sudah tidak bisa diatur lagi untuk tidak merokok di sekolah. Dulu ada tempat khusus merokok yang dibuat oleh kepala sekolah yang lama, soalnya kepala sekolah yang lama juga merokok. Tempat itu ditujukan agar mereka yang rokok tidak menggangu yang tidak merokok jadi saat jam istirahat mereka berkumpul di tempat itu. Pada merokoknya di kawasan itu karena sejuk dan bisa bersantai. Lalu kita tebang aja itu pohonnya. Kita mengusirnya dari situ susah karena enak. Akhirnya pohonnya kita tebang,
125
4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah? Kalau saya sebenarnya setuju saja, tetapi kita melihat kondisi yang ada di sekolah. Kalau sekolah yang baik mungkin bisa untuk menegakkan aturan itu. Pihak sekolah disini tidak bias seutuhnya sesuai dengan kebijakan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah. kita menegur secara kasar pun mereka berani untuk melawan. Kami disini mendidik tidak hanya untuk melarangmelarang saja. Cara kami mendidik disini harus pelan-pelan dan penuh kesabaran. Siswa yang masuk di sekolah ini sebagian besar adalah pindahan dari sekolah lain yang dikeluarkan karena kenakalannya yang sudah tidak bisa ditolerir. Sebagian dari siswa tersebut pindah kesini karena setengah hati dengan alasan mereka dikeluarkan dari sekolah sudah malu dan yang kedua adalah jika mereka tidak sekolah mau jadi apa di masyarakat. 5. Kapan awal pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah ini? Pelaksanaannya sudah lama tetapi disini kami buat berbeda dengan sekolah lain, dengan cara melokalisir perokok pada tempat yang disediakan. 6. Apakah
pihak sekolah
pernah
mengadakan
sosialisasi
mengenai
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Pihak sekolah pernah melakukan sosialisasi mengenai kebijakan tersebut saat rapat sekolah dan pada saat MOS atau tahun ajaran baru yang dihadiri orang tua siswa. Menurut saya sosialisasi yang dilakukan tidak berguna karena yang dulu kepala sekolahnya menyediakan suatu tempat untuk merokok di
126
lingkungan sekolah. Sekarang dengan pergantian kepala sekolah mencoba untuk menghilangkan tempat tersebut. 7. Apakah ada program dari sekolah menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Kalau dari pihak sekolah tidak ada program apa-apa, tetapi kami melakukan pemasangan plang tidak merokok di kelas. anak-anak tidak peduli. Kalau usaha kita ya bisa nya paling pas pelajaran di kelas tidak boleh merokok dan menyuruh untuk mematikan rokok atau menyarankan merokok ke kamar mandi. Pihak sekolah tidak bisa ketat terhadap para perokok di sekolah terutama pada siswa, karena beberapa siswa tidak akan masuk sekolah jika tidak boleh merokok di sekolah. 8. Apa saja tugas dari tim untuk mensukseskan program dari sekolah sebagai tanggapan dari kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Sebagai guru BK saya memberikan bimbingan kepada anak agar berperilaku baik dan mendengarkan permasalahn yang dihadapi oleh siswa untuk dicarikan jalan keluar dari permasa;ahan yang dihadapi. 9. Bagaimana koordinasi dalam pelaksanaan program tersebut? Sebenarnya tidak ada program di sekolah ini tetapi untuk menanggapi kebijakan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah terdapat koordinasi antara kepala sekolah, guru bimbingan konseling dan wali kelas.
10. Apakah ada anggaran yang dialokasikan untuk menerapkan program tersebut?
127
Anggarannya kami jadikan satu dengan sosialisasi maupun rapat. Untuk pemasangan gambar dilarang merokok itu menggunakan uang peralatan kelas. 11. Apakah anggaran yang telah ditetapkan sudah cukup? Sudah kami sesuaikan dengan dana yang tersedia sehingga saya rasa sudah cukup, tetapi jika akan membuat khusus untuk menangani kebijakan tidak boleh merokok di sekolah mungkin belum bisa dipastikan cukup atau tidaknya karena belum tahu programnya seperti apa. 12. Apakah ada sanksi yang diberikan dari sekolah kepada para pelanggar terkait program yang menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Sanksinya menegur untuk mematikan rokoknya dan membersihkan abu dari rokok mereka. Sejauh ini cuman sanksi seperti itu yang bisa kami berikan kepada mereka yang merokok sembarangan. Beberapa guru ada yang merokok di sekolah ini. Mereka sering merokok di ruang guru namun melihat situasi sekitar jika keadaan sepi mereka baru merokok agar tidak menganggu yang lain. Hal seperti yang membuat kami susah untuk memberi tahu para siswa yang merokok karena beberapa guru saja merokok di sekolah. 13. Apa saja faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Penghambatnya berasal dari input siswa yang masuk ke sekolah ini sebagian besar adalah siswa dari sekolah lain yang dikeluarkan karena kenakalan mereka. Penghambat lainnya berasal dari anaknya sendiri yang memang tidak mempunyai keinginan untuk berhenti. Mungkin mereka berpikir daripada
128
kearah minuman keras atau ke narkoba mending merokok, itu kata siswanya. Pengaruh lingkungan mereka juga mempengaruhi seperti keluarga bermasalah, disini kebanyakan, dari keluarga broken home, orang tua terlalu sibuk, anaknya terbengkalai, keadaan orang tua yang tidak mampu kemudian mungkin dulu SMP nya tidak dapat mengatasi keadaan mereka yang seperti itu. Dulu jika akan menerapkan kebijakan kawasan tanpa rokok belum bisa maksimal dan terkesan enggak mempan karena kepala sekolah yang dulu malah menerapkan kebijakan bebas rokok di sekolah yang bertempat di belakang kelas yang terdapat pohon rindang yang menurut siswa asik untuk nongkrong
129
HASIL TRANSKIP WAWANCARA YANG SUDAH DIREDUKSI Hari/ Tanggal : 20 April 2016 Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Narasumber
: TE
Jabatan
: Guru
1. Apakah Bapak/Ibu seorang perokok? Tidak, saya tidak merokok. Ada orang merokok di dekat saya saja tidak kuat karen asapnya yang menggangu. 2. Apakah Bapak/Ibu pernah merokok di lingkungan sekolah? Tidak pernah. Saya bukan perokok jadinya saya tidak merokok apalagi di sekolah 3. Apakah Bapak/Ibu setuju jika disediakan tempat khusus untuk merokok di sekolah ini? Sebenarnya saya tidak setuju kalau ada tempat khusus merokok di lingkungan sekolah, tetapi dulu pernah disediakan oleh pihak sekolah untuk siswa yang susah diberhentikan rokoknya. Beberapa siswa tersebut merupakan pindahan dan banyak yang bermasalah, Kita sebisa mungkin mengusahakan di lingkungan sekolah tidak ada yang merokok. 4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah? Ya kebijakan tersebut sangat bagus, setidaknya membatasi konsumsi rokok walaupun hanya selama berada di sekolah saja.
130
5. Kapan awal pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah ini? Sudah lama sepertinya mas, tetapi ya seperti ini sekolahnya 6. Apakah
pihak sekolah
pernah
mengadakan
sosialisasi
mengenai
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Ya pernah, pernah ada sosialisasi kepada orang tua siswa pada saat penerimaan siswa baru. Sosialisasi berupa pembinaan dan penjelasan tentang kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah. Menurut saya sosialisasi peraturan tanpa rokok di sekolah saya rasa masih kurang jelas karena masih ada beberapa siswa yang merokok di lingkungan sekolah seperti tidak tahu kalau ada peraturan seperti itu 7. Apakah ada program dari sekolah menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Sepertinya di sekolah ini belum ada program yang khusus dibuat untuk menanggapi kawasan tanpa rokok di sekolah. 8. Apa saja tugas dari tim untuk mensukseskan program dari sekolah sebagai tanggapan dari kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Untuk wali kelas tugasnya memasang tanda dilarang merokok di kelas dan menegur siswa yang merokok di kelas. 9. Bagaimana koordinasi dalam pelaksanaan program tersebut? Koordinasi untuk menanggapi kebijakan tersebut dilakukan oleh guru wali kelas dengan guru bimbingan dan konseling diawasi oleh kepala sekolah.
131
10. Apakah ada anggaran yang dialokasikan untuk menerapkan program tersebut? Untuk anggaran mungkin tidak ada ya mas. Sosialisasinya menggunakan dana saat pengenalan sekolah atau MOS dan pemasangan tanda dilarang merokok menggunakan dana lain lain di peralatan kelas. 11. Apakah anggran yang telah ditetapkan sudah cukup? Kalau anggaran untuk sosialisasi itu sudah cukup 12. Apakah ada sanksi yang diberikan dari sekolah kepada para pelanggar terkait program yang menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Biasanya kita menegur, entah itu guru atau siswa untuk mematikan rokoknya. Selain itu juga memberi saran agar jangan merokok disini, lebih baik di luar atau di toilet. 13. Apa saja faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Penghambatnya karena kurang ketegasan dari sekolah. Guru-guru disini ada juga yang mengajar di sekolah lain, untuk kebijakan-kebijakan seperti itu menunggu forum. Hal-hal mengenai kebijakan dapat disampaikan saat rapat. Untuk pendukungnya kepala sekolah yang baru berusaha menghilangkan tempat khusus merokok yang dibuat oleh mantan kepala sekolah. Pendukung larangan merokok di sekolah ini sudah dipasang tanda dilarang merokok dan pihak sekolah sudah mencoba menghilangkan tempat khusus merokok dengan menebang pohon yang biasa digunakan berteduh saat merokok.
132
HASIL TRANSKIP WAWANCARA YANG SUDAH DIREDUKSI Hari/ Tanggal : 26 April 2016 Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Narasumber
: AB
Jabatan
: Wakasek Kesiswaan
1. Apakah Bapak/Ibu seorang perokok? Saya merokok mas, sudah lama saya merokok. Merokok sudah menjadi kebiasaan saya sehari-hari dan susah untuk saya hilangkan 2. Apakah Bapak/Ibu pernah merokok di lingkungan sekolah? Saya sering merokok di sekolah tetapi saya merokoknya pada saat tidak mengajar di kelas. Biasanya saya merokok di ruang guru waktu jeda mengajar atau pada waktu istirahat. 3. Apakah Bapak/Ibu setuju jika disediakan tempat khusus untuk merokok di sekolah ini? Tempat khusus untuk merokok menurut saya itu perlu karena bagi seorang perokok jika tidak merokok rasanya pahit. Tempat khusus merokok di sekolah ini memang diperlukan karena beberapa guru ada yang merokok termasuk saya, tetapi yang saya kurang suka yaitu banyak siswa yang merokok di sekolah ini. Kebiasaan merokok mereka didapatkan saat masih berada di sekolah lamanya atau waktu masih SMP. Sebenarnya tempat khusus untuk merokok di sekolah ini untuk memberi tempat para perokok agar tidakmerokok
133
di sembarang tempat, tetapi dari masyarakat banyak mendapat tanggapan yang tidak baik. 4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah? Kebijakan seperti itu bagus untuk mengendalikan siswa agar tidak merokok di sekolah, tetapi jika dilaksanakan di sekolah ini saya rasa tidak bisa karena siswa yang berada di sini kebanyakan adalah siswa pindahan dari sekolah lain yang dikeluarkan karena kenakalan mereka termasuk kebiasaan merokok. 5. Kapan awal pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah ini? Pelaksanaannya seharusnya dimulai sejak ditetapkannya kebijakan kawasan tanpa rokok yang di dalamnya sekolah termasuk kawasan yang dimaksud oleh kebijakannya. 6. Apakah
pihak sekolah
pernah
mengadakan
sosialisasi
mengenai
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Untuk sosialisasi itu pernah kami adakan pada saat awal masuk tahun ajaran baru. 7. Apakah ada program dari sekolah menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Programnya kami masukkan saat pengenalan sekolah. Pengenalan sekolah akan menyampaikan semua yang menjadi ketentuan di sekolah ini termasuk tata tertib yang didalamnya terdapat peraturan dilarang merokok di sekolah untuk siswa.
134
8. Apa saja tugas dari tim untuk mensukseskan program dari sekolah sebagai tanggapan dari kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Saya selaku Wakasek Kesiswaan sebagai koordinator dibantu Guru Bimbingan Konseling dan Wali Kelas. 9. Bagaimana koordinasi dalam pelaksanaan program tersebut? Koordinasi pelaksanaan menanganai kebijakan tersebut sebagian besar dilakukan oleh guru Bimbingan Konseling dan wali kelas. Saya sebagai Wakasek Kesiswaan menjadi koordinator 10. Apakah ada anggaran yang dialokasikan untuk menerapkan program tersebut? Anggarannya sudah masuk ke dalam anggaran sosialisasi profil sekolah saat MOS 11. Apakah anggaran yang telah ditetapkan sudah cukup? Saya rasa sudah cukup mas untuk sosialisasinya. 12. Apakah ada sanksi yang diberikan dari sekolah kepada para pelanggar terkait program yang menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Kalau merokoknya di dalam kelas kami tegur untuk segera mematikan rokoknya 13. Apa saja faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Penghambatnya adalah banyak sekali siswa yang merokok di sekolah ini dan kebiasaan itu sudah mereka dapatkan sejak di sekolah lama atau saat masih
135
SMP. Untuk pendukungnya banyak guru yang tidak suka jika ada yang merokok di dekatnya jadi mereka itu yang suka menegur orang merokok di sekolah termasuk saya juga pernah ditegur.
136
HASIL TRANSKIP WAWANCARA YANG SUDAH DIREDUKSI Hari/ Tanggal : 11 Mei 2016 Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Narasumber
: PS
Jabatan
: Karyawan
1. Apakah Bapak/Ibu seorang perokok? Saya merokok mas 2. Apakah Bapak/Ibu pernah merokok di lingkungan sekolah? Saya jarang merokok di sekolah mas 3. Apakah Bapak/Ibu setuju jika disediakan tempat khusus untuk merokok di sekolah ini? Setuju saja agar yang merokok masih punya tempat buat merokok dan tidak menganggu yang lain 4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah? Bagus agar siswa tidak merokok di sekolah 5. Kapan awal pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah ini? Sudah lama mas, dulu ada peraturan dari provinsi kalau tidak salah 6. Apakah
pihak sekolah
pernah
mengadakan
sosialisasi
mengenai
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Sosialisasinya pas awal masuk sekolah itu mas, pengenalan tata tertib sekolah.
137
7. Apakah ada program dari sekolah menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Ya itu tadi sosialisasi menjadi programnya mas 8. Apa saja tugas dari tim untuk mensukseskan program dari sekolah sebagai tanggapan dari kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Saya tugasnya hanya menjaga sekolah mas, kalau untuk pelaksanaan kebijakan saya tidak diberi tugas khusus 9. Bagaimana koordinasi dalam pelaksanaan program tersebut? Biasanya kebijakan seperti itu dilakukan guru sama kepala sekolah 10. Apakah ada anggaran yang dialokasikan untuk menerapkan program tersebut? Kurang tahu soal anggaran mas 11. Apakah ada sanksi yang diberikan dari sekolah kepada para pelanggar terkait program yang menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Sanksinya disuruh matikan rokok terus membersihkan sisa abunya. 12. Apa saja faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Penghambatnya banyak siswa yang merokok di sekolah ini dan itu sudah menjadi kebiasaan mereka di luar sekolah mas.
138
HASIL TRANSKIP WAWANCARA YANG SUDAH DIREDUKSI Hari/ Tanggal : 3 Mei 2016 Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Narasumber
: MV
Jabatan
: Karyawan
1. Apakah Bapak/Ibu seorang perokok? Saya tidak merokok mas 2. Apakah Bapak/Ibu pernah merokok di lingkungan sekolah? Tidak pernah mas 3. Apakah Bapak/Ibu setuju jika disediakan tempat khusus untuk merokok di sekolah ini? Setuju agar pada tidak merokok sembarangan di sekolah 4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah? Kalau menurut saya sendiri setuju ada kebijakan seperti itu 5. Kapan awal pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah ini? Kurang tahu perisnya kapan tetapi sudah lama mas ya begini sekolahnya 6. Apakah
pihak sekolah
pernah
mengadakan
sosialisasi
mengenai
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Sosialisasinya dilakukan saat MOS mas, di dalam tata tertib ada perturan tidak boleh merokok juga. 7. Apakah ada program dari sekolah menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok?
139
Sosialisasi sama pemasangan tanda dilarang merokok saja programnya 8. Apa saja tugas dari tim untuk mensukseskan program dari sekolah sebagai tanggapan dari kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Karyawan hanya membantu menegur guru atau siswa yang merokok sembarangan di sekolah, kemudian anggaran kami yang mengurus. 9. Bagaimana koordinasi dalam pelaksanaan program tersebut? Koordinasi dilakukan guru BK dan wali kelas mas. TU hanya membantu saja. 10. Apakah ada anggaran yang dialokasikan untuk menerapkan program tersebut? Untuk anggarannya kami masukkan dalam anggaran sosialisasi awal MOS dan pemasangan tanda dilarang merokok kita ambilkan dari anggran peralatan kelas. 11. Apakah anggaran yang telah ditetapkan sudah cukup? Untuk program yang seperti ini saya rasa sudah cukup 12. Apakah ada sanksi yang diberikan dari sekolah kepada para pelanggar terkait program yang menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Sanksinya ditegur untuk mematikan rokoknya atau disuruh pindah merokok di tempat lain 13. Apa saja faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Penghambatnya ada beberapa guru yang merokok, siswa yang merokok banyak dan susah diatur. Pendukungnya sekarang pohon yang berada di tempat khusus merokok ditebang sehingga menjadi panas dan jarang yang merokok disitu 140
HASIL TRANSKIP WAWANCARA YANG SUDAH DIREDUKSI Hari/ Tanggal : 5 Mei 2016 Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Narasumber
: AE
Jabatan
: Pelaksana Tugas Kepala Sekolah SMA Gadjah Mada Yogyakarta
1. Apakah Bapak/Ibu seorang perokok? Saya tidak merokok mas, karena menurut saya merokok tidak mendapatkan manfaat yang jelas dan hanya akan menghabiskan uang saja. Merokok juga menimbulkan berbagai penyakit. 2. Apakah Bapak/Ibu pernah merokok di lingkungan sekolah? Saya bukan perokok jadi tentu saja saya tidak pernah merokok, apalagi merokok di sekolah yang jelas ada peraturan tidak boleh merokok di sekolah. 3. Apakah Bapak/Ibu setuju jika ada tempat khusus untuk merokok di lingkungan sekolah? Kalau saya sendiri memang setuju ada tempat khusus untuk membuat guru ataupun siswa tidak merokok di sembarang tempat. Kalau tidak disediakan, akan merugikan yang tidak merokok juga karena beberapa dari siswa merokok di sembarang tempat. Menurut saya sendiri, sepanjang daerah-daerah tertentu masih banyak tumbuhan, tidak ada masalah. Tapi kalau untuk daerah yang tidak ada tanaman tapi disitu ada asap rokok, daerah seperti itulah yang berkewajiban menjadikan daerah tanpa rokok. Tidak bisa melarang orang untuk berhenti rokok, ada sekian ribu orang yang hidup dari rokok, kasihan
141
kalau dilarang, mereka-mereka yang hidup dari rokok. Cuma sebagai perokok, harus bisa menempatkan diri supaya tidak menggangu yang lain 4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah? Kalau menurut saya sendiri sepanjang daerah-daerah tertentu masih banyak tumbuhan tidak ada masalah untuk merokok tapi jika untuk daerah yang tidak ada tanaman tapi disitu ada asap rokok, daerah seperti itulah yang berkewajiban menjadikan daerah tanpa rokok. Kita tidak bisa melarang orang untuk berhenti rokok karena ada sekian ribu orang yang hidup dari rokok. Kasihan kalau dilarang pengonsumsian rokok karena banyak pekerja yang hidup dari rokok. Perlu ditekankan lagi sebagai perokok, harus bisa menempatkan diri supaya tidak menggangu orang lain. 5. Kapan awal pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah ini? Pelaksanaan
kebijakan
kawasan
tanpa
rokok
di
sekolah
ini
sejak
diberlakukanya Pergub DIY tentang kawasan tanpa rokok yang di dalamnya sekolah termasuk tempat yang dimaksud. 6. Apakah ada pedoman untuk melaksanakan kebijakan tanpa rokok di sekolah ini? Untuk SOPnya kebijakan kawasan tanpa rokok ini mungkin kita belum menjalankan sebagaimana mestinya, namun sekolah sudah memasukan larangan merokok di sekolah pada tata tertib. Pelaksanaan tata tertib diawasi oleh kepala sekolah dibantu guru dan karyawan. Pihak sekolah juga sudah memasang tanda dilarang merokok. Tidak ada pedoman dari sekolah untuk
142
melaksanakan kebijakan tanpa rokok, hanya untuk melokalisasi para perokok supaya tidak menggangu yang tidak merokok.. Jadi oleh Kepala Sekolah yang almarhum, disediakan tempat khusus untuk merokok di lingkungan sekolah, ada pohon rindang jadi asapnya bisa dinetralkan. Sehingga tempat tersebut dijadikan kawasan khusus untuk merokok. Namun untuk saat ini pihak sekolah mengupayakan untuk menghilangakan kawasan khusus merokok tersebut. 7. Apakah
pihak sekolah
pernah
mengadakan
sosialisasi
mengenai
kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Dulu pernah dilakukan sosialisasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah waktu
MOS
dan
setiap
awal
tahun
pelajaran.
Untuk
guru
cara
mensosialisasikannya dengan cara menyampaikan pada rapat, kalau mau merokok di sana tempatnya jangan di ruangan guru, apalagi perokok pasif terkena akibatnya yang paling banyak dari perokok yang merokok di sembarang tempat. 8. Apakah ada program dari pihak sekolah untuk menanggapi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di sekolah? Programnya hanya tidak boleh merokok di lingkungan sekolah, sesuai dengan kebijakan yang ada. Tetapi pada waktu jam istirahat, anak-anak juga merokok di luar. Daripada merokok di luar ketahuan masyarakat, makanya dilokalisir oleh sekolah. Kalau saya sendiri karena saya tidak merokok, lebih nyaman kalau tidak ada yang merokok di sekolah.
143
9. Apakah ada sanksi yang ditetapkan dalam program tersebut? Sanksinya yang pertama adalah segera mematikan rokok kemudian sanksi yang kedua disuruh membersihkan tempatnya itu dari abu-abu rokok. 10. Apakah ada tim khusus yang menangani program dari sekolah dalam menganggapi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Kalau tim khususnya yang menanggani masalah rokok tidak ada. Tapi itu nanti masuk dalam kenalakan peserta didik sehingga yang menanggani program tersebut adalah guru Bimbingan Konseling dan wali kelasnya serta dibantu wakasek kesiswaan. Kepala Sekolah mengawasi pelaksanaannya. 11. Siapa saja tim yang terlibat di dalamnya? Tim yang terlibat untuk menangani program kawasan tanpa rokok adalah guru Bimbingan Konseling dan wali kelas beserta wakasek kesiswaan yang diawasi langsung oleh kepala sekolah. 12. Apa saja kriteria sebagai tim yang menangani program tersebut? Untuk krtiteria khusus sebagai tim yang menangani program tersebut tidak ada, hanya saja guru bimbingan dan konseling memang mempunyai tugas untuk mengatasi kenakalan siswa sedangkan walikelas menjadi orang tua siswa di kelas diharapkan memeberikan bimbingan kepada siswanya. 13. Apa saja tugas dari tim untuk mensukseskan program dari sekolah sebagai tanggapan dari kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Tugas dari tim untuk mensukseskan program tersebut hanya mengawasi siswa di sekolah, jika ada siswa yang melanggar akan diberikan sanksi. Guru wali kelas juga memasang tulisan dilarang merokok di dalam kelas.
144
14. Apakah ada anggaran yang dialokasikan untuk menerapkan program tersebut? Untuk anggaran program tersebut pihak sekolah tidak menganggarkan khusus karena programnya tidak membutuhkan biaya. Pemasangan tulisan dilarang merokok hanya menggunakan dana lain-lain yang termasuk dalam peralatan kelas. 15. Apakah anggaran yang telah ditetapkan sudah cukup? Saya rasa sudah karena cukup sederhana programnya 16. Bagaimana tanggapan tim pelaksana mengenai kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Tanggapan dari tim pelaksana cukup baik tetapi mereka mengaku kesusahan untuk mengatur siswa yang merokok sembarangan di sekolah dan ada beberapa guru yang merokok di sekolah. 17. Siapa saja pihak yang mendukung atau menolak kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Yang jelas mendukung adalah yang tidak merokok, yang merokok pasti tidak setuju dengan kawasan tanpa rokok di sekolah karena mereka tidak bisa merokok di sekolah” 18. Apa saja faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah? Faktor penghambat dalam pelaksanaan program tersebut yang jelas siswa sudah terbiasa dengan rokok. Banyak siswa yang berhenti rokok sebentar, tetapi pikirannya menjadi tidak bisa fokus. Guru pun juga begitu. Mungkin
145
mereka akan berhenti, kalau sudah terkena penyakit seperti jantung, dll. Upaya sekolah saat ini belum pada taraf melarang, hanya melokalisir agar orang yang merokok punya tempat sendiri sehingga tidak mengganggu orang yang tidak merokok. Kalau kita melarang, kita mematikan orang yang ada di belakang produk rokok. Sejauh faktor pendukungnya kita sudah melakukan sosialisasi mengenai kebijakan tanpa rokok di sekolah, kemudian kami juga sudah memasukkan larangan merokok di tata tertib sekolah.
146
HASIL TRANSKIP WAWANCARA YANG SUDAH DIREDUKSI Hari/ Tanggal : 25 April 2016 Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Narasumber
: AI
Jabatan
: Siswa
1. Apakah Anda seorang perokok? Iya mas saya merokok 2. Sejak kapan mulai merokok? Saya sudah merokok mulai SMP. Awalnya saya hanya mencoba karena temanteman saya juga merokok, di rumah bapak juga merokok. 3. Apakah Anda pernah merokok di lingkungan sekolah? Saya pernah merokok di sekolah bahkan saya sering merokok di dalam kelas tetapi tergantung gurunya yang lagi mengajar galak atau tidak. Saat ada kunjungan dari dinas kami tidak merokok mas. 4. Apakah alasan Anda tidak bisa menahan untuk merokok di sekolah? Alasan saya tidak bisa menahan untuk merokok di sekolah karena melihat teman-teman yang merokok jadi kepingin. Kalau misalnya baru tidak punya rokok saya minta ke teman atau makan permen. 5. Bagaimana pendapat Anda mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah? Bagus itu mas, tetapi untuk perokok seperti saya susah kalau tidak merokok walaupun hanya sebentar saja.
147
6. Apakah sekolah mengadakan sosialisasi mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Setahu saya belum pernah ada sosialisasi mas. Saya tidak tahu mas kalau ada peraturan seperti itu di sekolah ini, tapi saya tahu kalau merokok di sekolah itu memang tidak boleh. 7. Apakah ada program dari sekolah menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Memasang tulisan dilarang merokok di kelas mas, tetapi itu juga tidak berpengaruh pada kami yang merokok dan ada juga yang dicopot lagi sama teman-teman. 8. Apakah Anda setuju jika disediakan tempat khusus untuk merokok di sekolah ini? Setuju mas, biar nanti waktu ingin merokok bisa merokok di tempat itu. Dulu juga sudah disediakan sekolah tetapi sekarang sudah ditebang pohonnya jadi tidak rindang lagi dan tidak nyaman untuk merokok karena tempatnya sekarang panas. 9. Apakah ada sanksi yang diberikan dari sekolah kepada para pelanggar terkait program yang menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Sanksinya hanya disuruh mematikan rokok terus pindah ke tempat lain, misalnya ke toilet atau keluar sekolah di angkringan.
148
HASIL TRANSKIP WAWANCARA YANG SUDAH DIREDUKSI Hari/ Tanggal : 27 April 2016 Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Narasumber
: RO
Jabatan
: Siswa
1. Apakah Anda seorang perokok? Saya tidak merokok mas 2. Apakah Anda pernah merokok di lingkungan sekolah? Di luar sekolah aja saya tidak merokok apalagi di sekolah mas 3. Bagaimana pendapat Anda mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Sekolah? Ya bagus, agar mereka tidak merokok di sekolah 4. Apakah sekolah mengadakan sosialisasi mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Kurang tahu saya mas, belum pernah mungkin 5. Apakah ada program dari sekolah menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Kalau ada yang merokok di kelas disuruh keluar kelas, nanati di luar kelas pada merokok dulu
149
6. Apakah Anda setuju jika disediakan tempat khusus untuk merokok di sekolah ini? Setuju mas, karena disini teman-teman banyak yang merokok. Kasian nanti kalau tidak disediakan tempat buat merokok 7. Apakah ada sanksi yang diberikan dari sekolah kepada para pelanggar terkait program yang menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok? Sanksinya hanya suruh mematikan rokok terus dibagikan permen
150
CONTOH ANALISIS DATA WAWANCARA
A. Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta 1. Komunikasi Informan
Hasil wawancara
AE
Dulu pernah dilakukan sosialisasi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah waktu MOS dan setiap awal tahun pelajaran. Untuk
guru
cara
mensosialisasikannya
dengan
cara
menyampaikan pada rapat, kalau mau merokok di sana tempatnya jangan di ruangan guru, apalagi perokok pasif terkena akibatnya yang paling banyak dari perokok yang merokok di sembarang tempat EM
Pihak
sekolah
pernah
melakukan
sosialisasi
mengenai
kebijakan tersebut saat rapat sekolah dan pada saat MOS atau tahun ajaran baru yang dihadiri orang tua siswa. Menurut saya sosialisasi yang dilakukan tidak berguna karena yang dulu kepala sekolahnya menyediakan suatu tempat untuk merokok di lingkungan sekolah. Sekarang dengan pergantian kepala sekolah mencoba untuk menghilangkan tempat tersebut TE
Ya pernah, pernah ada sosialisasi kepada orang tua siswa pada saat penerimaan siswa baru. Sosialisasi berupa pembinaan dan
151
penjelasan tentang kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah Kesimpulan
Komunikasi kebijakan yang dilakukan oleh pihak sekolah menggunakan cara sosialisasi. Sosialiasasi dilakukan saat MOS dan rapat sekolah.
2. Sumber Daya Informan AE
Hasil Wawancara Programnya hanya tidak boleh merokok di lingkungan sekolah, sesuai dengan program yang ada. Tetapi pada waktu jam istirahat, anak-anak juga merokok di luar sekolah. Nah daripada merokok diluar ketahuan pihak luar sekolah, makanya dilokalisir di dalam lingkungan sekolah saja. Kalau saya sendiri sih, karena saya tidak merokok, lebih nyaman kalau tidak ada yang merokok
EM
Kalau dari pihak sekolah tidak ada program apa-apa, tetapi kami melakukan pemasangan plang tidak merokok di kelas. anak-anak tidak peduli. Kalau usaha kita ya bisa nya paling pas pelajaran di kelas tidak boleh merokok dan menyuruh untuk mematikan rokok atau menyarankan merokok ke kamar mandi. Pihak sekolah tidak bisa ketat terhadap para perokok di sekolah terutama pada siswa, karena beberapa siswa tidak akan masuk sekolah jika tidak boleh merokok di sekolah
TE
Sepertinya di sekolah ini belum ada program yang khusus
152
dibuat untuk menanggapi kawasan tanpa rokok di sekolah Kesimpulan
Pihak sekolah belum bisa memaksimalkan sumber daya yang ada untuk melaksanakan program karena belum ada program khusus yang dibuat oleh sekolah untuk menanggapi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah
3. Disposisi atau Sikap Infrorman AE
Hasil wawancara Kalau saya sendiri memang setuju ada tempat khusus untuk membuat guru ataupun siswa tidak merokok di sembarang
tempat.
Kalau
tidak
disediakan,
akan
merugikan yang tidak merokok juga karena beberapa dari siswa merokok di sembarang tempat. Menurut saya sendiri, sepanjang daerah-daerah tertentu masih banyak tumbuhan, tidak ada masalah. Tapi kalau untuk daerah yang tidak ada tanaman tapi disitu ada asap rokok, daerah seperti itulah yang berkewajiban menjadikan daerah tanpa rokok. Tidak bisa melarang orang untuk berhenti rokok, ada sekian ribu orang yang hidup dari rokok, kasihan kalau dilarang, mereka-mereka yang hidup dari rokok. Cuma sebagai perokok, harus bisa menempatkan diri supaya tidak menggangu yang lain
153
EM
Kalau saya tidak setuju mas jika ada tempat khusus merokok di sekolah, tetapi mau bagaimana lagi melihat kondisi siswa yang memang sudah tidak bisa diatur lagi untuk tidak merokok di sekolah
AB
Tempat khusus untuk merokok menurut saya itu perlu karena bagi seorang perokok jika tidak merokok rasanya pahit. Tempat khusus merokok di sekolah ini memang diperlukan karena beberapa guru ada yang merokok termasuk saya. Saya sering merokok di sekolah tetapi saya merokoknya pada saat tidak mengajar di kelas. Biasanya saya merokok di ruang guru waktu jeda mengajar atau pada waktu istirahat
Kesimpulan
Sikap yang dimiliki pelaksana kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada berbeda-beda. Beberapa guru tidak setuju dengan adanya tempat khusus merokok di sekolah, sebagian lainnya setuju. Terdapat guru yang mengaku sering merokok di sekolah
4. Struktur Birokrasi Informan EM
Hasil Wawancara Untuk menanggapi kebijakan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah terdapat koordinasi antara kepala
154
sekolah, guru bimbingan konseling dan wali kelas TE
Koordinasi untuk menanggapi kebijakan tersebut dilakukan oleh guru wali kelas dengan guru bimbingan dan konseling diawasi oleh kepala sekolah
AB
Koordinasi pelaksanaan menanganai kebijakan tersebut sebagian besar dilakukan oleh guru Bimbingan Konseling dan wali kelas
Kesimpulan
Koordinasi pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada dilakukan oleh guru Bimbingan Konseling, walikelas, dan guru mata pelajaran. Kepala sekolah sebagai pemimpin dalam struktur birokrasi bertugas mengawasi berjalannya kebijakan tersebut.
B. Faktor Pengahambat dan Pendukung Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di SMA Gadjah Mada 1. Faktor Penghambat Informan AE
Hasil Wawancara Faktor penghambat dalam pelaksanaan program tersebut yang jelas siswa sudah terbiasa dengan rokok. Banyak siswa yang berhenti rokok sebentar, tetapi pikirannya menjadi tidak bisa fokus. Guru pun juga begitu. Mungkin
155
mereka akan berhenti, kalau sudah terkena penyakit seperti jantung, dll EM
Penghambatnya berasal dari input siswa yang masuk ke sekolah ini sebagian besar adalah siswa dari sekolah lain yang dikeluarkan karena kenakalan mereka. Penghambat lainnya berasal dari anaknya sendiri yang memang tidak mempunyai keinginan untuk berhenti. Mungkin mereka berpikir daripada kearah minuman keras atau ke narkoba mending
merokok,
itu
kata
siswanya.
Pengaruh
lingkungan mereka juga mempengaruhi seperti keluarga bermasalah, disini kebanyakan, dari keluarga broken home, orang tua terlalu sibuk, anaknya terbengkalai, keadaan orang tua yang tidak mampu kemudian mungkin dulu SMP nya tidak dapat mengatasi keadaan mereka yang seperti itu. Beberapa guru ada yang merokok di sekolah ini. Mereka sering merokok di ruang guru namun melihat situasi sekitar jika keadaan sepi mereka baru merokok agar tidak menganggu yang lain. Hal seperti yang membuat kami susah untuk memberi tahu para siswa yang merokok karena beberapa guru saja merokok di sekolah TE
Penghambatnya karena kurang ketegasan dari sekolah
156
Guru-guru disini ada juga yang mengajar di sekolah lain, untuk kebijakan-kebijakan seperti itu menunggu forum. Hal-hal mengenai kebijakan dapat disampaikan saat rapat. Untuk pendukungnya kepala sekolah yang baru berusaha menghilangkan tempat khusus merokok yang dibuat oleh mantan kepala sekolah Kesimpulan
Faktor penghambat implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta adalah kebijakan
mantan
kepala
sekolah
yang
justru
menyediakan suatu tempat khusus untuk merokok di sekolah, beberapa guru tidak sejalan dengan kebijakan kawasan tanpa rokok tersebut dan masih merokok di lingkungan sekolah, kurangnya koordinasi sekolah dalam menanggapi kebijakan kawasan tanpa rokok di sekolah, pihak sekolah kurang tegas dalam memberikan sanksi kepada para pelanggar kawasan tanpa rokok di sekolah, keinginan guru dan siswa untuk tidak merokok di sekolah susah untuk dikendalikan, siswa yang masuk ke SMA Gadjah Mada sebagian besar adalah pindahan dari sekolah lain yang dikeluarkan karena perilaku yang melanggar tata tertib, faktor keadaan keluarga (broken home, orang tua sibuk, ayah yang merokok) siswa yang
157
membuat mereka menggunakan rokok sebagai pelarian untuk
merokok,
dan
pengaruh
lingkungan
dari
masyarakat kepada siswa yang kurang baik
2. Faktor Pendukung Informan AB
Hasil Wawancara Untuk pendukungnya banyak guru yang tidak suka jika ada yang merokok di dekatnya jadi mereka itu yang suka menegur orang merokok di sekolah termasuk saya juga pernah ditegur.
AE
Sejauh faktor pendukungnya kita sudah melakukan sosialisasi mengenai kebijakan tanpa rokok di sekolah, kemudian kami juga sudah memasukkan larangan merokok di tata tertib sekolah.
TE
Untuk pendukungnya kepala sekolah yang baru berusaha menghilangkan tempat khusus merokok yang dibuat oleh mantan kepala sekolah. Pendukung larangan merokok di sekolah ini sudah dipasang tanda dilarang merokok dan pihak sekolah sudah mencoba menghilangkan tempat khusus merokok dengan menebang pohon yang biasa digunakan berteduh saat merokok
158
Kesimpulan
Faktor pendukung pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta adalah Kepala sekolah yang baru berusaha untuk menghilangkan kawasan khusus untuk merokok, keputusan sekolah untuk memasang tanda dilarang merokok di sekolah, pihak sekolah memasukkan aturan larangan merokok ke dalam tata tertib sekolah, sikap yang ditunjukkan oleh beberapa guru yang tidak suka jika ada yang merokok di sekolah baik itu guru maupun siswa.
159
CATATAN LAPANGAN I
Hari/tanggal
: Senin, 18 Januari 2016
Waktu
: 09.00 WIB
Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Kegiatan
: Mengantar Surat Ijin Observasi
Deskripsi
:
Peneliti datang ke SMA Gadjah Mada Yogyakarta untuk mengantarkan surat ijin observasi ke bagian Tata Usaha. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan surat tersebut. Kemudian peneliti diminta untuk datang kembali pada keesokan harinya. Setelah dirasa cukup, peneliti pamit pulang dan dan mengucapkan terimakasih.
CATATAN LAPANGAN II Hari/tanggal
: Selasa, 19 Januari 2016
Waktu
: 08.30 WIB
Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Kegiatan
: Konfirmasi Surat Ijin Observasi dan Wawancara
Deskripsi
:
Peneliti data ke SMA Gadjah Mada Yogyakarta untuk konfirmasi surat ijin observasi ke bagian Tata Usaha. Peneliti diminta untuk menemui Bapak Alex. Bapak Alex bersedia untuk diwawancarai pada hari itu, peneliti melakukan wawancara terkait data-data awal yang diperlukan dalam pembuatan proposal penelitian.
160
CATATAN LAPANGAN III Hari/tanggal
: Rabu, 13 April 2016
Waktu
: 08.30 WIB
Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Kegiatan
: Mengantar Surat Ijin Penelitian
Deskripsi
:
Peneliti datang ke SMA Gadjah Mada Yogyakarta untuk mengantar surat ijin penelitian ke bagian Tata Usaha. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, kemudian peneliti menjelaskan bahwa sebelumnya telah melakukan observasi awal dengan Bapak Alex. Peneliti diminta untuk datang kembali keesokan harinya untuk konfirmasi surat ijin penelitian.
CATATAN LAPANGAN IV Hari/tanggal
: Kamis, 14 April 2016
Waktu
: 09.00 WIB
Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Kegiatan
: Konfirmasi Surat Ijin Penelitian
Deskripsi
:
Peneliti datang ke SMA Gadjah Mada Yogyakarta untuk konfirmasi surat ijin penelitian yang telah diantarkan pada hari sebelumnya. Peneliti diminta untuk menemui Bapak Alex selaku Wakil Kepala Sekolah Urusan Kesiswaan. Setelah bertemu dengan Bapak Alex, peneliti diminta untuk melakukan wawancara
161
dengan Ibu Emil. Peneliti dan bu Emil mengatur jadwal untuk melakukan wawancara terkait dengan masalah yang sedang diteliti.
CATATAN LAPANGAN V Hari/tanggal
: Senin, 18 April 2016
Waktu
: 09.30 WIB
Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara
Deskripsi
:
Peneliti menemui ibu Emil untuk melakukan wawancara. Wawancara dilakukan didalam ruangan BK. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan yang kemudian dijawab oleh ibu Emil dengan sebenar-benarnya sesuai dengan yang terjadi disekolah tersebut. Wawancara berlangsung kurang lebih 1 jam. Peneliti juga melakukan observasi dengan melihat temapt khusus merokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. CATATAN LAPANGAN VI Hari/tanggal
: Rabu, 20 April 2016
Waktu
: 08.00 WIB
Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan observasi
Deskripsi
:
Peneliti datang ke SMA Gadjah Mada Yogyakarta dan menemui Bapak Alex untuk meminta guru yang dapat diwawancarai, kemudian Bapak Alex
162
memberikan rekomendasi untuk wawancara dengan Ibu Tri Endaryati. Peneliti menemui ibu Tri Endaryati untuk melakukan wawancara. Wawancara dilakukan didalam ruangan guru. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan yang kemudian dijawab oleh ibu Emil dengan sebenar-benarnya sesuai dengan yang terjadi disekolah tersebut. Wawancara berlangsung kurang lebih 30 menit. Setelah melakukan wawancara, peneliti melakukan observasi di lingkungan sekolah. Peneliti menemukan beberapa puntung rokok yang ada disekitar koridor kelas.
CATATAN LAPANGAN VII Hari/tanggal
: 25 April 2016
Waktu
: 10.00 WIB
Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan observasi
Deskripsi
:
Peneliti datang ke SMA Gadjah Mada untuk melakukan wawancara dan observasi dengan siswa di SMA Gadjah Mada. Peneliti bertemu dengan siswa yang sering merokok di lingkungan sekolah. Wawancara berlangsung kurang lebih 30 menit. Setelah melakukan wawancara, peneliti melakukan observasi terkait dengan masalah penelitian, melihat-lihat kedalam kelas, mengamati kebiasaan siswa di SMA Gadjah Mada Yogyakarta.
163
CATATAN LAPANGAN VIII Hari/tanggal
: 27 April 2016
Waktu
: 10.00 WIB
Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan observasi
Deskripsi
:
Peneliti datang ke SMA Gadjah Mada untuk melakukan wawancara dan observasi dengan siswa di SMA Gadjah Mada. Peneliti bertemu dengan siswa yang tidak merokok di lingkungan sekolah. Wawancara berlangsung kurang lebih 30 menit. Setelah melakukan wawancara, peneliti melakukan observasi terkait dengan masalah penelitian, melihat-lihat kedalam kelas, mengamati kebiasaan siswa di SMA Gadjah Mada Yogyakarta.
CATATAN LAPANGAN IX Hari/tanggal
: 3 Mei 2016
Waktu
: 09.00 WIB
Tempat
: SMA Gadah Mada Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan observasi
Deskripsi
:
Peneliti datang ke SMA Gadjah Mada Yogyakarta untuk melakukan wawancara dan observasi dengan karyawan TU di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Wawancara berlangsung sekitar
164
30 jam. Setelah melakukan wawancara, peneliti melakukan observasi terkait dengan penelitian dan menemukan beberapa siswa yang merokok di koridor sekolah.
CATATAN LAPANGAN X Hari/tanggal
: 4 Mei 2016
Waktu
: 09.00 WIB
Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Kegiatan
: Meminta profil sekolah dan observasi
Deskripsi
:
Peneliti datang ke SMA Gadjah Mada Yogyakarta untuk meminta profil sekolah SMA Gadjah Mada. Peneliti menemui Bapak Alex, kemudian beliau mengarahkan peneliti untuk meminta kepada bagian Tata Usaha. Kemudian peneliti diberikan hardfile profil sekolah SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Setelah mendapatkan profil sekolah, peneliti melakukan observasi terkait dengan penelitian
CATATAN LAPANGAN XI Hari/tanggal
: 5 Mei 2016
Waktu
: 08.30 WIB
Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan observasi
Deskripsi
:
165
Peneliti datang ke SMA Gadjah Mada Yogyakarta untuk melakukan wawancara dan observasi dengan Bapak Arinta selaku kepala sekolah. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Wawancara berlangsung sekitar 1 jam. Setelah melakukan wawancara, peneliti melakukan observasi terkait dengan penelitian.
CATATAN LAPANGAN XII Hari/tanggal
: 9 Mei 2016
Waktu
: 10.00 WIB
Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan observasi
Deskripsi
:
Peneliti datang ke SMA Gadjah Mada Yogyakarta untuk melakukan wawancara dan observasi dengan Bapak Alex selaku guru dan wakil kepala sekolah bagian kesiswaan. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Wawancara berlangsung sekitar 45 menit. Setelah melakukan wawancara, peneliti melakukan observasi terkait dengan penelitian.
166
CATATAN LAPANGAN XIII Hari/tanggal
: 11 Mei 2016
Waktu
: 10.00 WIB
Tempat
: SMA Gadjah Mada Yogyakarta
Kegiatan
: Wawancara dan observasi
Deskripsi
:
Peneliti datang ke SMA Gadjah Mada Yogyakarta untuk melakukan wawancara dan observasi dengan satpam sekolah yang sering mengamati perilaku siswa di sekolah. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Wawancara berlangsung sekitar 30 menit. Setelah melakukan wawancara, peneliti melakukan observasi terkait dengan penelitian.
167
FOTO HASIL WAWANCARA PENELITIAN
Peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah
Peneliti melakukan wawancara dengan Guru
Peneliti melakukan wawancara dengan Guru BK
Peneliti melakukan wawancara dengan siswa
Peneliti melakukan wawancara dengan Guru
168
FOTO HASIL OBSERVASI PENELITIAN
Area khusus merokok
Area khusus merokok ini berada di SMA Gadjah Mada Yogyakarta. Area tersebut terletak berada di antara ruang tata usaha dan kelas. Penggunaan area tersebut dikhususkan oleh pihak sekolah kepada para perokok karena banyak siswa yang merokok di sekolah. Area khusus merokok ini merupakan hasil keputusan dari mantan Kepala Sekolah yang saat ini sudah digantikan oleh Bapak AE selaku Pelaksana Tugas Kepala Sekolah. Saat ini dengan pergantian kepala sekolah area khusus merokok di SMA Gadjah Mada mulai dihilangan dengan cara memotong pohon rindang yang berada di area tersebut. Langkah untuk memotong pohon tersebut karena para siswa menyukai kerindangan pohon tersebut untuk merokok di bawahnya. Area tersebut kerap dijadikan oleh para siswa untuk berkumpul dan merokok bersama.
169
FOTO HASIL OBSERVASI PENELITIAN
Asbak dan puntung rokok di ruang guru
Asbak dan puntung rokok tersebut ditemukan di ruang guru. Pengambilan foto absak dan puntung rokok hanya berselang beberapa detik seorang guru mematikan rokoknya pada asbak dengan adanya hal seperti itu menunjukkan bahwa ada guru yang merokok di area sekolah. Perilaku yang ditunjukkan guru tersebut bisa menjadi contoh buruk bagi siswa dan bertentangan dengan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah.
170
FOTO HASIL OBSERVASI PENELITIAN
Beberapa siswa merokok di koridor sekolah
Foto di atas menunjukkan dua siswa SMA Gadjah Mada Yogyakarta sedang merokok di koridor sekolah padahal sudah disediakan tempat khusus merokok. Perilaku merokok di sekolah jelas bertentangan dengan Permendikbud Nomor 64 tahun 2015 tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah.
171
FOTO HASIL OBSERVASI PENELITIAN
Puntung dan bungkus rokok dibuang sembarangan di sekitar koridor sekolah
Bungkus dan puntung rokok yang dibuang sembarangan oleh siswa tersebut menunjukkan bahwa siswa sudah biasa merokok di lingkungan sekolah. Para siswa tidak akan membuang sampah rokok tersebut di koridor sekolah jika mereka tidak terbiasa merokok di tempat tersebut.
172
173
174
175
SALINAN
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI LINGKUNGAN SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: a. bahwa untuk mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat didukung dengan penciptaan lingkungan sekolah yang bebas dari pengaruh rokok; b. bahwa dalam rangka memberikan perlindungan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan dari dampak buruk rokok, perlu menciptakan kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah;
176
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301); 2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun
2010
Nomor
23,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105)
sebagaimana
telah
diubah
dengan
Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 278, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5380); 5. Peraturan
Presiden
Organisasi
Nomor
Kementerian
7
Tahun
Negara
2015
tentang
(Lembaran
Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 6. Peraturan
Presiden
Kementerian
Nomor
Pendidikan
14
dan
Tahun 2015 Kebudayaan
tentang
(Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 15); 7. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja;
177
MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG
KAWASAN
TANPA
ROKOK
DI
LINGKUNGAN
SEKOLAH. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Sekolah adalah Sekolah Dasar/Sekolah Dasar Luar Biasa (SD/SDLB),
Sekolah
Menengah
Pertama/Sekolah
Menengah Pertama Luar Biasa (SMP/SMPLB), Sekolah Menengah Atas/Sekolah
Menengah
Atas Luar
Biasa
(SMA/SMALB), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) baik negeri maupun swasta. 2. Lingkungan sekolah adalah lokasi tempat berlangsungnya kegiatan belajar mengajar baik yang bersifat kurikuler maupun ekstra kurikuler. 3. Pihak lain adalah orang yang melakukan aktivitas di dalam lingkungan sekolah, selain kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik. 4. Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan
dilarang
kegiatan
untuk
kegiatan
memproduksi,
merokok
atau
menjual,dan/atau
mempromosikan rokok. Pasal 2 Kawasan
tanpa
rokok
bertujuan
untuk
menciptakan
Lingkungan sekolah yang bersih, sehat, dan bebas rokok. Pasal 3 Sasaran Kawasan tanpa rokok di Lingkungan Sekolah: a. kepala sekolah; b. guru; c. tenaga kependidikan; d. peserta didik; dan e. pihak lain di dalam Lingkungan sekolah.
178
Pasal 4 Untuk mendukung Kawasan tanpa rokok di Lingkungan Sekolah, Sekolah wajib melakukan hal-hal sebagai berikut: a. memasukkan larangan terkait rokok dalam aturan tata tertib sekolah; b. melakukan penolakan terhadap penawaran iklan, promosi, pemberian sponsor, dan/atau kerja sama dalam bentuk apapun yang dilakukan oleh perusahan rokok dan/atau organisasi
yang
menggunakan
merek
dagang,
logo,
semboyan, dan/atau warna yang dapat diasosiasikan sebagai ciri khas perusahan rokok, untuk keperluan kegiatan
kurikuler
atau
ekstra
kulikuler
yang
dilaksanakan di dalam dan di luar Sekolah; c. memberlakukan
larangan
pemasangan
papan
iklan,
reklame, penyebaran pamflet, dan bentuk-bentuk iklan lainnya dari perusahaan atau yayasan rokok yang beredar atau dipasang di Lingkungan Sekolah; d. melarang penjualan rokok di kantin/warung sekolah, koperasi atau
bentuk penjualan lain di Lingkungan
Sekolah; dan e. memasang tanda kawasan tanpa rokok di Lingkungan Sekolah. Pasal 5 (1) Kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan Pihak lain dilarang merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan,
dan/atau
mempromosikan
rokok
di
Lingkungan Sekolah. (2) Kepala sekolah wajib menegur dan/atau memperingatkan dan/atau mengambil tindakan terhadap guru, tenaga kependidikan,
dan
peserta
didik
apabila
melakukan
larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) (3) Kepala sekolah dapat memberikan sanksi kepada guru, tenaga kependidikan,
dan
Pihak
lain yang
terbukti
melanggar ketentuan Kawasan tanpa rokok di Lingkungan Sekolah.
179
(4) Guru, tenaga kependidikan, dan/atau peserta didik dapat memberikan teguran atau melaporkan kepada kepala sekolah apabila terbukti ada yang merokok di Lingkungan Sekolah. (5) Dinas pendidikan setempat sesuai dengan kewenangannya memberikan teguran atau sanksi kepada kepala sekolah apabila terbukti melanggar ketentuan Kawasan tanpa rokok di Lingkungan Sekolah berdasarkan laporan atau informasi dari guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan/atau Pihak lain. Pasal 6 Larangan penjualan rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d dan pasal 5 ayat (1) berlaku juga terhadap larangan penjualan permen berbentuk rokok atau benda lain yang dikonsumsi maupun
yang
tidak dikonsumsi
yang
menyerupai rokok atau tanda apapun dengan merek dagang, logo,
atau
warna
yang
bisa
diasosiasikan
dengan
produk/industri rokok. Pasal 7 (1) Dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan
melakukan
pemantauan
dan
evaluasi
pelaksanaan Peraturan Menteri ini secara berkala paling sedikit dalam satu tahun. (2) Dinas pendidikan dan
provinsi/kabupaten/kota menyusun
menyampaikan
hasil
pelaksanaan
pemantauan
kepada walikota, bupati, gubernur, dan/atau menteri terkait sebagaimana
dimaksud padaayat
(1) sesuai
dengan kewenangannya. (3) Sekolah wajib melakukan pembinaan kepada peserta didik yang merokok di dalam maupun di luar Lingkungan Sekolah sesuai dengan tata tertib yang berlaku di sekolah.
180
Pasal 8 Peraturan
Menteri
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
diundangkan. Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Desember 2015 MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, TTD. ANIES BASWEDAN Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Desember 2015 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, TTD. WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1982 Salinan sesuai dengan aslinya. Kepala Biro Hukum dan Organisasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, TTD. Aris Soviyani NIP196112071986031001
181
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Menimbang
: bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 11 Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Kawasan Dilarang Merokok;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Jogjakarta sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UndangUndang Nomor 9 Tahun 1955 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955 Nomor 43, Tembahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 827); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 tentang Berlakunya UndangUndang Nomor 2, 3, 10 dan 11 Tahun 1950; 4. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009 Nomor 5); 5. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009 Nomor 7);
MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN GUBERNUR TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Kawasan Dilarang Merokok adalah ruang atau area yang dinyatakan dilarang untuk merokok meliputi tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat spesifik sebagai tempat belajar mengajar, area kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum.
182
2. Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tobacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin, tar, dan zat adiktif dengan atau tanpa bahan tambahan. 3. Tempat atau ruangan adalah bagian dari suatu bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan dan/atau usaha. 4. Tempat Umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh Pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat termasuk tempat umum milik Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, gedung perkantoran umum, tempat pelayanan umum, tempat perbelanjaan, tempat rekreasi dan sejenisnya. 5. Tempat Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, Swasta, Yayasan, Lembaga Sosial, Perorangan dan/atau Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM). 6. Tempat Kerja adalah ruang tertutup yang bergerak atau tidak bergerak dimana tenaga kerja bekerja atau tempat yang sering dimasuki tenaga kerja dan tempat sumber-sumber bahaya. 7. Tempat Proses Belajar mengajar adalah tempat proses belajar mengajar baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan kegiatan proses belajar mengajar. 8. Arena Kegiatan Anak-anak adalah tempat atau arena yang diperuntukkan kegiatan anakanak, seperti Tempat Penitipan Anak (TPA), tempat pengasuhan anak, arena bermain anakanak, atau sejenisnya. 9. Tempat Ibadah adalah tempat yang digunakan untuk kegiatan ibadah keagamaan seperti: masjid, gereja, pura, dan vihara. 10. Angkutan Umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air, dan udara. 11. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 12. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten Bantul, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, Pemerintah Kabupaten Sleman, dan Pemerintah Kota Yogyakarta,
183
Pasal 2 Penetapan kawasan dilarang merokok dimaksudkan untuk: a. melindungi masyarakat dan/atau kelompok rentan (bayi, balita, ibu hamil, dan lansia) terhadap risiko ancaman gangguan kesehatan akibat asap rokok; dan b. menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian akibat asap rokok.
Pasal 3 Penetapan kawasan dilarang merokok bertujuan untuk: a. mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih; dan b. mewujudkan masyarakat yang sehat.
184
BAB II PENETAPAN KAWASAN DILARANG MEROKOK
Pasal 4 (1) Dengan Peraturan ini menetapkan Kawasan Dilarang Merokok meliputi Tempat Pelayanan Kesehatan, Tempat Proses Belajar Mengajar, Arena Kegiatan Anak-anak, Tempat Ibadah, Angkutan Umum, Tempat Umum, dan Tempat Kerja, dengan rincian keterangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. (2) Penanggung jawab Tempat Umum dan Tempat Kerja yang ditetapkan sebagai Kawasan Dilarang Merokok dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok. (3) Ibu hamil, anak berusia kurang dari 19 tahun, dan anak yang mengenakan seragam sekolah tidak boleh memasuki tempat khusus untuk merokok. (4) Bupati/Walikota dapat menetapkan tempat lain sebagai Kawasan Dilarang Merokok selain yang ditetapkan pada ayat (1).
BAB III TANDA DILARANG MEROKOK
Pasal 5 (1) Tempat yang ditetapkan sebagai Kawasan Dilarang Merokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilengkapi dengan tanda atau simbol dilarang merokok. (2) Tempat khusus untuk merokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilengkapi dengan tanda atau simbol tempat merokok. (3) Tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa tanda atau simbol sebagaimana tercantum dalam Lampiran II dan Lampiran III, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan ini. (4) Penempatan tanda dilarang merokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mudah terlihat dan tidak mengganggu keindahan tempat. (5) Penanggungjawab penempatan tanda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditentukan oleh Kepala instansi/kantor/lembaga sesuai dengan kewenanganya. (6) Penanggung jawab pengadaan tanda atau simbol sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya.
BAB V PEMBINAAN
Pasal 6 Pimpinan dan/atau penanggung jawab instansi/kantor/lembaga sesuai dengan kewenangannya bertanggungjawab melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan Peraturan ini.
185
BAB VI KETENTUAN PENUTUP
Pasal 7 Peraturan ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
ini
dengan
Ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 14 Oktober 2009 GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,
ttd
HAMENGKU BUWONO X
Diundangkan di Yogyakarta pada tanggal 14 Oktober 2009 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,
ttd
TRI HARJUN ISMAJI
BERITA DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2009 NOMOR 42
186
PENJELASAN ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK I. UMUM Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta perlu diselenggarakan berbagai upaya, yang salah satunya adalah dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur tentang Kawasan dilarang Merokok. Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Rokok juga merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya kesehatan bagi individu dan masyarakat, oleh karena dalam rokok terdapat kurang lebih 4.000 (empat ribu) zat kimia antara lain nikotin yang bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik, yang dapat mengakibatkan berbagai penyakit antara lain kanker, penyakit jantung, impotensi, penyakit darah, enfisema, bronkitis kronik, dan gangguan kehamilan. Tingkat kematian akibat kebiasaan merokok di Indonesia telah mencapai 57.000 (lima puluh tujuh ribu) orang setiap tahunnya dan 4.000.000 (empat juta) kematian di dunia setiap tahunnya. Pada tahun 2030 diperkirakan tingkat kematian di dunia akibat konsumsi tembakau akan mencapai 10.000 (sepuluh ribu) orang tiap tahunnya dengan sekitar 70% (tujuh puluh persen) terjadi di negaranegara berkembang termasuk Indonesia. Perokok aktif di Indonesia termasuk di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta cukup tinggi. Perokok aktif biasa merokok di mana saja ada kesempatan, tanpa memperhitungkan dampak kerugian yang dialami oleh perokok pasif yakni yang tidak merokok namun turut menghirup asap rokok. Peraturan Gubernur tentang Kawasan Dilarang Merokok ini merupakan salah satu upaya dalam rangka membatasi perokok aktif untuk tidak merokok di tempat umum dan di tempat yang merupakan Kawasan Dilarang Merokok. Peraturan Gubernur bukan untuk melarang merokok, namun untuk mengatur perilaku merokok dengan tujuan: a. melindungi kesehatan dari bahaya akibat merokok; b. membudayakan hidup sehat; c. menekan perokok pemula; d. melindungi kesehatan perokok pasif. Tempat yang merupakan Kawasan Dilarang Merokok adalah tempat pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat umum, dan tempat kerja. Untuk tempat umum dan tempat kerja dapat menyediakan kawasan untuk merokok (smoking area) dan tidak diperkenankan merokok selain di kawasan ini. Pemimpin/pengelola tempat Kawasan Dilarang Merokok bertanggungjawab memberikan informasi tentang larangan merokok dengan penandaan berupa stiker, tulisan atau tempelan lainnya, disamping juga melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan peraturan ini di lingkungan yang menjadi kewenangannya.
187
II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas
Pasal 2 Cukup jelas
Pasal 3 Cukup jelas
Pasal 4 Cukup jelas
Pasal 5 Cukup jelas
Pasal 6 Cukup jelas
Pasal 7 Cukup jelas
188
LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2009 TANGGAL 14 OKTOBER 2009
KAWASAN DILARANG MEROKOK
No. I.
Kawasan Dilarang Merokok Tempat Umum
Keterangan 1. Terminal Angkutan Umum Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) 2. Bandara Adi Sucipto 3. Stasiun Kereta Api 4. Halte Bus di Provinsi DIY
II.
Tempat Kerja
1. Kantor/instansi/Lembaga/Badan/ Dinas Pemerintah Daerah Provinsi DIY, Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY 2. Kantor/instansi/Lembaga/ Badan Pemerintah Pusat yang ada di wilayah Provinsi DIY 3. Kantor/instansi/Lembaga Swasta di wilayah Provinsi DIY
III.
Tempat Proses Belajar Mengajar
Tempat proses belajar mengajar dari tingkat usia dini sampai dengan perguruan tinggi baik pendidikan formal maupun non formal
IV.
Tempat Pelayanan Kesehatan
Rumah Sakit/Puskesmas /Balai Pengobatan/Rumah Bersalin/praktek bersama/praktek perorangan/apotik
V.
Arena Kegiatan Anak-anak
Taman Pintar, Kids Fun, dan tempat lain sejenis untuk bermain anak
VI.
Tempat Ibadah
Masjid, Gereja, Vihara, Pura, Klenteng dan tempat lain sejenis yang digunakan untuk ibadah
VII.
Angkutan Umum
1. Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) 2. Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) 3. Taksi di Provinsi DIY 4. Angkutan Pariwisata di Provinsi DIY 5. Angkutan Sewa di Provinsi DIY
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, ttd HAMENGKU BUWONO X
189
LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2009 TANGGAL 14 OKTOBER 2009
TANDA ATAU PETUNJUK TULISAN ”KAWASAN DILARANG MEROKOK”
KAWASAN DILARANG MEROKOK Peraturan Gubernur No
Tahun
TANDA ATAU PETUNJUK TULISAN ”TEMPAT MEROKOK”
TEMPAT MEROKOK Ibu hamil, anak berseragam sekolah, dan anak dibawah usia 19 tahun dilarang masuk
Peraturan Gubernur No
Tahun
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, ttd HAMENGKU BUWONO X
190
LAMPIRAN III PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2009 TANGGAL 14 OKTOBER 2009
A. Simbol Kawasan Dilarang Merokok
B. Simbol Tempat Merokok
TEMPAT MEROKOK
KAWASAN DILARANG MEROKOK
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, ttd HAMENGKU BUWONO X
191
WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA, Menimbang
: a. bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau dan sintesis yang mengandung nikotin dan tar yang membahayakan bagi kesehatan manusia; b. bahwa Pasal 115 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mewajibkan Pemerintah Daerah menetapkan Kawasan Tanpa Rokok; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Kawasan Tanpa Rokok;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kota Besar Dalam Lingkungan Propinsi Djawa Timur, Djawa Tengah, Djawa Barat dan Dalam Daerah Istimewa Yogyakarta (Diundangkan pada tanggal 14 Agustus 1950); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5657 dan Nomor 5589); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1950 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 2, 3, 10 dan 11 Tahun 1950 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 58); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Aditif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 278, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5380);
192
6. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 188/MENKES/PB/I/2011 dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49); 7. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009 Nomor 5); 8. Peraturan Gubernur DIY Nomor 42 Tahun 2009 tentang Kawasan Dilarang Merokok (Berita Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009 Nomor 42); MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN WALIKOTA TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan: 1. Kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, sosial dan budaya yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. 2. Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. 3. Kawasan Tanpa Rokok yang selanjutnya disingkat KTR adalah tempat atau ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk merokok, memproduksi, menjual, dan mempromosikan rokok. 4. Tempat atau Gedung Tertutup adalah tempat atau ruang yang ditutup oleh atap dan/atau dibatasi oleh satu dinding atau lebih terlepas dari material yang digunakan dengan struktur permanen atau sementara. 5. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan, baik yang dimiliki dan/atau dikelola oleh pemerintah, swasta, masyarakat, dan/atau perorangan. 6. Tempat Proses Belajar-mengajar adalah tempat yang dimanfaatkan untuk kegiatan belajar dan mengajar dan/atau pendidikan dan/atau pelatihan baik formal maupun non-formal. 7. Tempat anak bermain adalah tempat atau arena yang diperuntukkan untuk kegiatan anak-anak. 8. Tempat Ibadah adalah tempat yang digunakan untuk kegiatan keagamaan. 9. Angkutan Umum Penumpang adalah angkutan penumpang yang menggunakan kendaraan umum dengan sistem membayar atau menyewa. 10. Tempat Kerja adalah setiap tempat atau gedung tertutup atau terbuka yang bergerak dan atau tidak bergerak yang digunakan untuk bekerja dengan mendapatkan kompensasi normal (gaji/upah) termasuk tempat lain yang dilintasi oleh pekerja di Kawasan Tanpa Rokok.
193
11. Tempat Umum adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat umum dan/atau tempat yang dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat, terlepas dari kepemilikan atau hak untuk menggunakan yang dikelola oleh negara, swasta, dan/atau masyarakat. 12. Pengelola, pimpinan atau penanggung jawab kawasan tanpa rokok adalah orang dan/atau badan hukum yang karena jabatannya memimpin atau bertanggung jawab atas kegiatan dan/atau sarana prasarana di kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok, baik milik pemerintah maupun swasta. 13. Daerah adalah Kota Yogyakarta. 14. Pemerintah Daerah adalah Walikota berserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 15. Walikota adalah Walikota Kota Yogyakarta. Pasal 2 Maksud Penetapan Kawasan Tanpa Rokok adalah untuk memberikan jaminan perolehan lingkungan udara yang bersih dan sehat bagi masyarakat. Pasal 3 Tujuan penetapan Kawasan Tanpa Rokok untuk: a. memberikan perlindungan dari bahaya asap rokok bagi perokok aktif dan/atau perokok pasif; b. memberikan ruang dan lingkungan yang bersih, sehat serta bebas dari asap rokok bagi masyarakat; c. melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik langsung maupun tidak langsung; d. memenuhi rasa aman dan nyaman warga; dan e. meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat. BAB II KAWASAN TANPA ROKOK Pasal 4 Kawasan Tanpa Rokok meliputi: a. fasilitas pelayanan kesehatan; b. tempat proses belajar-mengajar; c. tempat anak bermain; d. tempat ibadah; e. fasilitas olahraga; f. angkutan umum; g. tempat kerja; dan h. tempat umum. Pasal 5 Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a adalah: a. rumah sakit; b. klinik; c. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas); d. Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu); e. tempat praktek kesehatan; f. apotek; dan g. toko obat.
194
Pasal 6 Tempat belajar mengajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b adalah: a. sekolah; b. perguruan tinggi; c. balai pendidikan dan pelatihan; d. balai latihan kerja; e. tempat bimbingan belajar; f. tempat kursus; dan g. gedung dan kawasan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pasal 7 Tempat anak bermain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c adalah: a. area bermain anak; dan b. tempat penitipan anak; Pasal 8 Tempat ibadah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d adalah: a. pura; b. masjid/mushola; c. gereja; d. vihara; dan e. klenteng. Pasal 9 Fasilitas olahraga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf e adalah: a. gedung olahraga; b. kolam renang; dan c. tempat senam; Pasal 10 Angkutan umum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f adalah: a. bus umum; b. taksi; c. kereta api; dan d. kendaraan wisata, e. angkutan anak sekolah; dan f. angkutan karyawan. Pasal 11 Tempat kerja, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g adalah: a. kantor pemerintah; b. kantor milik pribadi/swasta; dan c. industri/pabrik. Pasal 12 Tempat umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf h adalah: a. tempat wisata; b. tempat hiburan; c. hotel d. restoran; 195
e. kantin; f. halte; g. terminal angkutan umum; dan h. stasiun kereta api. Pasal 13 (1) Pengelola, pimpinan atau penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf g dan h menyediakan tempat khusus merokok. (2) Tempat khusus merokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. merupakan ruang terbuka yang berhubungan langsung dengan udara luar sehingga udara dapat bersirkulasi dengan baik; b. terpisah dari gedung utama dan ruang lain yang digunakan untuk beraktifitas; c. jauh dari pintu masuk dan keluar; dan d. jauh dari tempat orang berlalu-lalang. BAB III KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB Pasal 14 (1) Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam urusan kesehatan bertanggung jawab untuk melaksanakan penetapan kawasan tanpa rokok. (2) Satuan Kerja Perangkat Daerah berkewajiban menindaklanjuti penetapan kawasan tanpa rokok, dengan: a. mengumpulkan data dan informasi tentang kawasan tanpa rokok di Daerah; b. melakukan pendidikan tentang bahaya rokok bagi masyarakat; c. melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kawasan tanpa rokok; dan d. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kawasan tanpa rokok; (3) Setiap pengelola Kawasan Tanpa Rokok wajib: a. memasang papan pengumuman Kawasan Tanpa Rokok dengan memuat tanda larangan merokok, larangan mengiklankan produk rokok dan larangan menjual produk rokok; b. melakukan pengawasan internal pada tempat dan/atau lokasi yang menjadi tanggung jawabnya; dan c. menghilangkan asbak di kawasan tanpa rokok (4) Contoh Tanda larangan merokok sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini. BAB IV LARANGAN DAN PENGENDALIAN Pasal 15 (1) Setiap orang dilarang merokok di Kawasan Tanpa Rokok. (2) Setiap orang dan/atau badan dilarang menjual dan/atau membeli rokok di Kawasan Tanpa Rokok.
196
(3) Pengelola, pimpinan atau penanggung jawab kawasan tanpa rokok dilarang membiarkan dan/atau mengizinkan merokok, memproduksi, menjual, mempromosikan rokok dan menerima sponsor produk rokok. (4) Setiap orang dilarang menjual rokok kepada anak dibawah usia 18 (delapan belas) tahun. Pasal 16 Setiap orang dilarang merokok di luar Kawasan Tanpa Rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 apabila kawasan tersebut terdapat ibu hamil, anakanak dan orang lanjut usia. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 17 (1) Walikota atau Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam urusan kesehatan melakukan pembinaan terhadap penataan dan pengelolaan Kawasan Tanpa Rokok. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penyebarluasan informasi dan sosialisasi; b. koordinasi dan bekerja sama dengan seluruh lembaga pemerintah dan non-pemerintah baik nasional maupun internasional. c. memberikan pedoman pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok; dan d. menindaklanjuti hasil monitoring dan evaluasi implementasi Kawasan Tanpa Rokok;
Pasal 18 (1) Pembinaan KTR dilaksanakan oleh SKPD yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam urusan kesehatan dan SKPD lainnya. (2) SKPD lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya dalam urusan pendidikan melakukan pembinaan terhadap KTR tempat proses belajar mengajar dan tempat anak bermain dan/atau berkumpulnya anak-anak; b. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya dalam urusan sosial melakukan pembinaan terhadap KTR tempat ibadah; c. SKPD yang tugas dan fungsinya dalam urusan perhubungan melakukan pembinaan terhadap KTR angkutan umum; d. SKPD yang tugas dan fungsinya dalam urusan olahraga melakukan pembinaan terhadap KTR fasilitas olahraga; e. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya dalam urusan ketenagakerjaan melakukan pembinaan KTR tempat kerja; f. SKPD yang tugas pokok dan fungsinya dalam urusan pariwisata melakukan pembinaan KTR tempat pariwisata; dan g. SKPD sebagai KTR melakukan pembinaan terhadap lingkungannnya. (3) Pembinaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah.
197
Pasal 19 (1) Pembinaan pelaksanaan KTR dalam rangka pengembangan kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. (2) Pembinaan pelaksanaan KTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh SKPD sesuai bidang tugasnya dan/atau wewenangnya di bawah koordinasi Sekretaris Daerah. Pasal 20 Pembinaan KTR dilaksanakan dengan : a. bimbingan b. penyuluhan; c. pemberdayaan masyarakat; dan d. menyiapkan petunjuk teknis. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 21 (1) Walikota atau Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam urusan kesehatan dan SKPD lainnya bersamasama masyarakat, badan, lembaga dan/atau organisasi kemasyakatan melakukan pengawasan pelaksanaan KTR. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dibentuk Tim Pengawas KTR yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Pasal 22 (1) Pengawasan KTR dilaksanakan oleh SKPD yang mempunyai tugas pokok dan fungsi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2). (2) Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaporkan oleh masing-masing SKPD sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah setiap 3 (tiga) bulan sekali. Pasal 23 (1) Pengelola, pimpinan atau penanggung jawab KTR wajib melakukan inspeksi dan pengawasan di KTR yang menjadi tanggung jawabnya. (2) Pengelola, pimpinan atau penanggung jawab KTR harus melaporkan hasil inspeksi dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada SKPD terkait setiap 3 (tiga) bulan sekali. Pasal 24 (1) SKPD yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam urusan kesehatan dan SKPD yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam urusan ketertiban berkoordinasi dengan SKPD lainnya melakukan inspeksi dan pengawasan di KTR. (2) SKPD yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam urusan kesehatan selanjutnya melaporkan hasil inspeksi dan pengawasan kepada kepada Walikota. Pasal 25 Pelaksanan pengawasan dan inspeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.
198
BAB VI PARTISIPASI MASYARAKAT Pasal 26 (1) Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk: a. memberi saran, pendapat, dan pemikiran, usulan dan pertimbangan berkenaan dengan pemantauan dan pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok; b. pemberian bimbingan dalam penyuluhan serta penyebarluasan informasi kepada masyarakat tentang Kawasan Tanpa Rokok; c. menetapkan lingkungan tanpa asap rokok di rumah dan lingkungan tempat tinggalnya; d. melakukan pengadaan dan pemberian bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok; e. melaporkan setiap orang yang melanggar Pasal 15 kepada, pengelola, pimpinan dan penanggung jawab Kawasan Tanpa Rokok; dan f. mengingatkan setiap orang yang terbukti melanggar Pasal 16. (2) Walikota atau Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam urusan kesehatan menyebarluaskan informasi berkenaan dengan partisipasi masyarakat dalam penataan dan pengelolaan Kawasan Tanpa Rokok. BAB VII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 27 (1) Pengelola, pimpinan atau penanggung jawab KTR yang melanggar ketentuan Pasal 15, dikenakan sanksi berupa: a. peringatan lisan; b. peringatan tertulis; c. penghentian sementara kegiatan; dan/atau d. pencabutan izin atau rekomendasi pencabutan izin sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah. (2) Tata cara pemberian Sanksi Administratif di KTR: a. tim pengawas KTR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) memberikan peringatan lisan kepada pengelola, pimpinan atau penanggung jawab KTR; b. apabila peringatan lisan tidak diindahkan selama 30 (tiga puluh) hari kalender, maka tim pengawasan KTR memberikan peringatan tertulis kepada pengelola, pimpinan atau penanggung jawab KTR; c. apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak peringatan tertulis diterima, pimpinan atau penanggungjawab KTR belum memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam peringatan tertulis, maka Pengelola, pimpinan atau penanggung jawab kawasan tanpa rokok diberikan sanksi berupa penghentian sementara; dan d. Setelah masa penghentian sementara sebagaimana dimaksud pada huruf c berakhir dan pengelola, pimpinan, atau penanggungjawab KTR belum memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam peringatan tertulis, maka Pengelola, pimpinan atau penanggung jawab kawasan tanpa rokok diberikan sanksi berupa pencabutan izin
199
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 28 Peraturan Walikota ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Yogyakarta. Ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Maret 2015 WALIKOTA YOGYAKARTA, ttd HARYADI SUYUTI Diundangkan di Yogyakarta pada tanggal 2 Maret 2015 SEKRETARIS DAERAH KOTA YOGYAKARTA, ttd TITIK SULASTRI BERITA DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN 2015 NOMOR 12
200
LAMPIRAN I KEPUTUSAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
TANDA LARANGAN MEROKOK
WALIKOTA YOGYAKARTA, ttd HARYADI SUYUTI
201
LAMPIRAN II KEPUTUSAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
FORMULIR ATAU LEMBAR PENGAWASAN KAWASAN TANPA ROKOK Formulir Pemantauan Wilayah KTR Logo Pemkot
Implementasi KTR 100% Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor .... Tahun 2015 Section A Nama Institusi
:
Tanggal Kunjungan
:
Waktu Kunjungan
:
Nama Petugas Inspeksi:
Section B Indikator
No.
Ged. I Ya
1
Ditemukan orang merokok di dalam gedung
2
Ditemukan ruang khusus merokok di dalam gedung
3
Ditemukan tanda dilarang merokok di semua pintu masuk
4
Tercium bau asap rokok
5
Ditemukan asbak dan korek api di dalam gedung
6
Ditemukan puntung rokok di dalam gedung
7 8
Tidak
Ditemukan indikasi kerjasama dengan Industri tembakau dalam bentuk sponsor, promosi, iklan rokok (misalnya: serbet, tatakan gelas, asbak, poster, spanduk, billboard, dll) Ditemukan penjualan rokok di lingkungan gedung Kawasan Tanpa Rokok.
202
Ged. II Ya
Tidak
Ged. III Ya
Tidak
Ged. IV Ya
Tidak
Ged. V Ya
Tidak
Sebutkan lokasi di dalam gedung yang diperiksa, seperti: lobi, ruang tunggu, ruang kerja, restoran, bar, ruang kelas, kamar kecil, ruang tunggu pasien, ruang dokter, kamar hotel, dll)
Section C Pertanyaan untuk Pengelola Gedung: Apakah anda tahu tentang kebijakan KTR di Kota Yogyakarta yang melarang orang merokok di 1 dalam gedung? 2 3 4 5
Ya
Komentar tambahan oleh Petugas Inspeksi
Tidak
Apakah anda mendukung dan melaksanakan kebijakan KTR di Kota Yogyakarta ? Ya Tidak Apakah anda tahu bahwa Kebijakan KTR harus dilaksanakan oleh Pengelola Gedung? Ya Tidak Apakah anda tahu bahwa Pengelola Gedung akan terkena sanksi jika tidak melaksanakan Kebijakan KTR? Ya Tidak Kendala apa saja yang anda hadapi ketika melaksanakan Kebijakan Kota Yogyakarta Bebas Rokok di lembaga anda? Tolong Solusi apa saja yang dapat dilakukan? Tolong sebutkan. sebutkan. 1
1
2
2
3
3
Section D Masukkan kepada Pengelola Gedung untuk perbaikan (Petugas Inspeksi harus langsung memberikan masukkan berdasarkan hasil inspeksi) Petugas Inspeksi: Tandatangan: Nama
Kepala Institusi/ Pimpinan Pengelola Gedung (
)
Tandatangan:
(
)
Nama
WALIKOTA YOGYAKARTA, ttd HARYADI SUYUTI
203