IMPLEMENTASI DAN ANALISIS KEUNTUNGAN TEKNOLOGI BACK-SLOPPING PADA PEMBUATAN “QUICK TEMPEH” SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA
QABUL DINANTA UTAMA
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Implementasi Dan Analisis Keuntungan Teknologi Back-slopping Pada Pembuatan “Quick Tempeh” Skala Industri Rumah Tangga adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2014 Qabul Dinanta Utama NIM F24100017
ii
ABSTRAK QABUL DINANTA UTAMA. Implementasi Dan Analisis Keuntungan Teknologi Back-slopping Pada Pembuatan “Quick Tempeh” Skala Industri Rumah Tangga. Dibimbing oleh C. HANNY WIJAYA dan SITI NURJANAH. ”Quick Tempeh” merupakan tempe yang dibuat dengan pengasaman kimiawi menggunakan bantuan bahan pengasam Glucono Delta Lactone (GDL). Proses pembuatan “Quick Tempeh” masih terkendala oleh harga GDL yang masih relatif mahal sehingga perlu dilakukan efisiensi. Salah satu upaya untuk efisiensi penggunaan GDL adalah dengan penggunaan kembali sisa hasil larutan perendam atau larutan pengasam untuk proses pembuatan tempe selanjutnya yang disebut teknologi back-slopping. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi GDL yang optimal pada penggunaan larutan back-slopping 1 untuk digunakan pada larutan back-slopping 2 dan mengetahui karakteristik tempe yang dihasilkan dengan cara back-slopping 2 pada konsentrasi optimal yang diperoleh dari backslopping 1, serta analisis keuntungan dalam pembuatan “Quick Tempeh”pada skala produksi industri rumah tangga dengan menggunakan metode back-slopping yang diteliti. Analisis data optimasi dilakukan dengan menggunakan Response Surface Methodology. Variabel yang dioptimasi adalah konsentrasi GDL yang ditambahkan (B1%-B5%). Respon yang diukur antara lain pH kedelai prafermentasi, pH larutan back-slopping, dan kekompakan tempe secara sensori. Konsentrasi GDL optimal yang dihasilkan pada larutan Back-slopping 1 adalah X% (w/v). Konsentrasi GDL hasil optimasi menghasilkan pH kedelai prafermentasi 5.3, pH larutan back-slopping 4.5, dan kekompakan tempe 12.9 dari 15. Hasil uji awal larutan back-slopping 2 dengan penambahan GDL X% (w/v) menunjukkan tempe yang dihasilkan tidak berbeda nyata dengan tempe hasil pengasaman alami. Analisis keuntungan menunjukkan penerapan teknologi backslopping dapat menurunkan total biaya produksi “Quick Tempeh” per hari sebesar 4.8% dibandingakan produksi tanpa penerapan back-slopping. Penggunaan GDL dan penerapan teknologi back-slopping dapat meningkatkan total keuntungan produksi “Quick Tempeh” dibandingkan tempe hasil pengasaman alami (tempe kontrol) sebesar 49.9%. Kata kunci: Back-slopping, Glucono Delta Lactone (GDL), “Quick Tempeh”, Response Surface Methodology, Analisis Keuntungan
iv
ABSTRACT QABUL DINANTA UTAMA. Implementation And Profit Analysis Backslopping Technology At “Quick Tempeh Making Process in Household Industry. Supervised by C. HANNY WIJAYA and SITI NURJANAH. ABSTRACT Quick Tempeh is a tempeh being made through a chemical acidification by using Glucono Delta Lactone (GDL) as the acidulant. Utilization of Quick Tempeh process for small-medium industries faces constraint particularly due to the expensive price of GDL. Efficiency on GDL addition has been done through a back-slopping approach. Back-slopping is a technology which reutilized the soybean soaking solution for next batch of tempeh making. The objective of this study was to determine the optimum concentration of GDL that should be added into the soaking solution the 1st back-slopping for the next using in 2 nd backslopping, and to determine the characteristic of tempeh made by using 2 nd backslopping. Futhermore, the profit comparison among the Quick Tempeh, Quick Tempeh with back-slopping approached and the traditional method in a household production scale have also been calculated. Optimization was conducted by using Response Surface Methodology. The variable optimized in this study was the added concentration of GDL (B1%-B5%). The responses were measured including pH of pre-fermented soybean, pH of back-slopping solution, and the compactness of tempeh using sensory evaluation. The optimum concentration of GDL added was X%. The pH of pre-fermented soybean with optimized GDL concentration was 5.3, the pH of back-slopping solution was 4.5, and compactness value ranging from 12.9 of 15. The caracterization of tempeh produced by 2 nd back-slopping with addition of GDL X% (w/v) showed that there was no significant difference from the traditional tempeh (natural acidification) at the significance level of 5%. The profit analysis showed that application of backslopping technology was able to reduce 4.8% of the total cost comparing to the production without back-slopping applied. The use of GDL and back-slopping have been able to increase the total profit up to 49.9% comparing to the traditional technology. Keywords: Back-slopping, Glucono Delta Lactone (GDL), Quick Tempeh, Response Surface Methodology, Profit Analysis
IMPLEMENTASI DAN ANALISIS KEUNTUNGAN TEKNOLOGI BACK-SLOPPING PADA PEMBUATAN “QUICK TEMPEH” SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA
QABUL DINANTA UTAMA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
vi
Dosen penguji : Dr. Ir. Budi Nurtama, M. Agr
viii
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Implementasi Dan Analisis Keuntungan Teknologi Back-slopping Pada Pembuatan “Quick Tempeh” Skala Industri Rumah Tangga” berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya dan Dr. Siti Nurjanah selaku dosen pembimbing yang telah memberi ilmu, saran, dan doa dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Terima kasih kepada Ibu Hanny atas kesabaran dan pelajaran moral berharga yang diberikan selama menjadi pembimbing. 2. Dr. Budi Nurtama selaku dosen penguji atas saran dan bimbingan yang diberikan selama penyelesaian karya ilmiah ini. 3. Bapak, Ibu, Adik (Haerul dan Nurul), keluarga besar, dan teman teman atas dukungan dan bantuan doa selama ini. 4. Bapak Saiful Rohman dan keluarga (Ibu siti jamilah, Alfi, Alfan, dan Rafi), para pekerja IKM Tempe “Saiful Jamil” (Mas Noto, Mas Sukari, Mas Bambang), dan Mas Rifan yang telah memberikan kesempatan untuk belajar, memimbing, dan berbagi pengalaman selama berada di Lumajang. 5. Rifqi, Ojan, Emy atas semangat dan kebersamaannya selama ini 6. Seluruh teman-teman ITP 47, Hi-Co (Kak Aji, Kak Afi, Kak yantel, Andra, Furry, Tasya, Olivia, Masita, dan Radinal), dan teman-teman “Qobs” atas kebersamaan dan kekeluargaan yang luar biasa. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014 Qabul Dinanta Utama
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
TUJUAN
2
METODOLOGI
3
Alat
3
Bahan
3
Metode
3
Pembuatan Tempe
4
Analisis
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Ujicoba Back-slopping Skala Laboratorium
10
Optimasi Konsentrasi GDL Skala Industri Rumah Tangga
12
Karakterisasi Tempe Hasil Back-slopping 2
16
Analisis Keuntungan Penerapan Teknologi Back-slopping
18
SIMPULAN DAN SARAN
21
Simpulan
21
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
24
RIWAYAT HIDUP
51
x
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nilai Respon yang diukur pada tahap optimasi penambahan konsentrasi Model matematika masing-masing respon Kriteria yang digunakan untuk menetapkan tempe optimal Perbandingan tempe hasil optimasi dengan tempe pengasaman alami Biaya tetap per hari Biaya variabel produksi tempe per hari masing-masing perlakuan Perbandingan harga produksi tempe per hari Perbandingan total keuntungan (laba) selama 4 hari produksi
12 13 15 15 19 19 20 21
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7. 8. 9.
Diagram alir rancangan penelitian Diagram alir pembuatan tempe IKM Lumajang Diagram alir modifikasi metode pembuatan “Quick Tempeh” Diagram alir modifikasi metode pembuatan “Quick Tempeh” dengan Hasil pengukuran luas area (daya iris) dan kekerasan tempe masingmasing Tempe hasil (A) Larutan GDL A% (B) back-slopping 1 GDL B5% (C) back-slopping 2 GDL B5% (D) back-slopping 2 waktu tunggu 14 jam (E) back-slopping 1 waktu tunggu 18 jam (F) pengasaman alami (kontrol) Perbandingan pertumbuhan miselium tempe hasil pengasaman alami Grafik perubahan rata-rata pH larutan back-slopping Perbandingan pertumbuhan miselium tempe hasil pengasaman alami
3 4 5 6 11
11 16 17 17
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Lembar penilaian uji rating hedonik ujicoba back-slopping skala laboratorium Lembar penilaian uji pembedaan sederhana tahap ujicoba back-slopping skala laboratorium Lembar penilaian uji beda dari kontrol tahap ujicoba back-slopping skala laboratorium Lembar penilaian uji rating intensitas tahap optimasi Lembar penilaian uji rating intensitas tahap verifikasi back-slopping 1 dan karakterisasi tempe back-slopping 2 Lembar penilaian uji pembedaan sederhana tahap karakterisasi tempe hasil back-slopping 2 Analisis data uji rating hedonik tahap ujicoba back-slopping skala laboratorium Analisis data uji beda dari kontrol Analisis uji pembedaan sederhana back-slopping 1 perlakuan waktu tunggu 18 jam
24 25 26 27 28 29 30 31 32
DAFTAR LAMPIRAN (Lanjutan) 10. Analisis uji pembedaan sederhana back-slopping 2 perlakuan waktu tunggu 14 jam 11. Analisis data kekompakan tempe tahap verifikasi 12. Analisis data pH larutan setelah perendaman tahap verifikasi 13. Analisis data pH kedelai pra-fermentasi tahap verifikasi 14. Analisis data uji pembedaan sederhana tahap karakterisasi tempe hasil back-slopping 2 (ulangan 1) 15. Analisis data uji rating intensitas tahap karakterisasi tempe backslopping 2 (ulangan 1) 16. Analisis data uji pembedaan sederhana tahap tahap karakterisasi tempe back-slopping 2 (ulangan 2) 17. Analisis data uji rating intensitas tahap karakterisasi tempe backslopping 2 (ulangan 2) 18. Grafik RSM untuk respon pH kedelai pra-fermentasi 19. Grafik RSM untuk respon nilai pH larutan back-slopping 20. Grafik RSM untuk respon kekompakan tempe 21. Grafik optimasi proses berdasarkan nilai desirability 22. Perbandingan nilai prediksi dengan hasil dari proses verifikasi 23. Analisis data daya iris tempe 24. Analisis data kekerasan tempe 25. Biaya investasi usaha 26. Total biaya penyusutan per hari 27. Total biaya pemeliharaan
33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
PENDAHULUAN Latar Belakang Tempe merupakan salah satu produk olahan kedelai yang banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia karena kandungan protein yang tinggi dan harganya yang terjangkau.Tempe kedelai merupakan produk yang diperoleh dari fermentasi biji kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus sp., berbentuk padatan kompak, berwarna putih sedikit keabu-abuan dan berbau khas tempe (SNI 3144:2009). Setiap daerah di Indonesia memiliki variasi dalam tahapan proses pembuatan tempe dan terdapat modifikasi di beberapa tahapan proses. Modifikasi tahap produksi tempe antara lain pada lama waktu dan teknik perendaman, jenis dan cara penambahan ragi tempe, waktu perebusan dan tambahan proses pemanasan pada tahap lain, jenis bahan pembungkus, serta lama waktu proses fermentasi (Hermana dan Karmini 1996). Pengasaman merupakan salah satu tahapan yang penting dalam pembuatan tempe. Pengasaman dapat berupa pengasaman alami maupun pengasaman kimiawi. Pengasaman alami merupakan proses pengasaman yang dilakukan tanpa adanya penambahan bantuan bahan pengasam. Proses pengasaman jenis ini banyak digunakan oleh pengrajin tempe di Indonesia dengan perendaman kedelai pada suhu 28-31oC sampai air berbusa dan berbau asam (Yeong et al 1999). Pengasaman alami dapat digantikan dengan pengasaman kimiawi (Nout dan Kiers 2005). Pengasaman kimiawi merupakan proses pengasaman dengan menambahkan bahan pengasam untuk mencapai kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan kapang. Pengasaman kimiawi biasa dilakukan di negara beriklim subtropis dimana proses pengasaman alami berlangsung sangat lambat bahkan sulit terjadi (Liu 1997). Bahan pengasam yang digunakan merupakan bahan tambahan pangan yang diziinkan dan penggunaannya harus sesuai dengan pertaturan yang berlaku. Glucono Delta Lactone (GDL) merupakan alternatif bahan pengasam yang dapat digunakan untuk menghasilkan tempe tanpa mempengaruhi citarasa tempe yang dihasilkan. Glucono Delta Lactone (GDL) merupakan bahan tambahan pangan yang bersifat Generally Recognized as Safe (GRAS) (FDA 2013). GDL biasa digunakan sebagai bahan penggumpal dalam proses pembuatan tahu (Sarwono dan Saragih 2004). GDL juga digunakan dalam berbagai produk pangan seperti pada pembuatan keju, produk bakery, sosis, salad dressing, produk pickle, dan pada sayur dan buah kaleng. GDL tersedia secara komersial dalam bentuk kristal putih yang halus, tidak berbau dan tidak berasa (Shurtleff dan Aoyagi 1979). Teknologi pembuatan tempe dengan menggunakan bahan pengasam GDL telah terpilih sebagai satu dari 100 Inovasi Indonesia, suatu program yang dikelola oleh Kementerian Ristek dan Business Innovation Center (BIC) pada tahun 2008. Teknologi ini dikembangkan oleh Wijaya (2008) dan produk tempe yang dihasilkan dikenalkan sebagai “Quick Tempeh” atau dikenal juga sebagai “Tempe Cepat” Pembuatan “Tempe Cepat” untuk skala produksi rumah tangga (basis 20-30 Kg) telah diuji coba oleh Prawira (2012) dan Nurzaim (2013) di IKM tempe di
2
derah Lumajang, Jawa Timur. Tempe yang dihasilkan oleh pengrajin tempe di daerah Lumajang berbeda dengan daerah lainnya karena adanya penambahan pepaya muda dalam proses pembuatan tempe. Penambahan pepaya muda sudah menjadi budaya turun temurun di masyarakat Lumajang. Penambahan bahan tambahan tempe yang mengandung karbohidrat tinggi digunakan untuk membantu pertumbuhan kapang dan memberi warna yang lebih putih pada kapang (Shurtleff dan Aoyagi 1979). Salah satu hal yang diperhatikan dalam proses pembuatan tempe adalah limbah yang dihasilkan. Limbah hasil pengasaman alami memiliki bau asam dan mengandung bakteri penghasil asam laktat serta bakteri pembusuk (Yeong et al 1999). Limbah hasil pengasaman alami dapat menyebabkan masalah lingkungan karena sebagian besar pengrajin tempe membuang limbah begitu saja tanpa ada pengolahan lebih lanjut Penggunaan kembali sisa larutan pengasaman ini disebut teknologi backslopping. Uji coba awal teknologi back-slopping telah dilakukan oleh Nurzaim (2013) pada IKM Tempe di daerah Lumajang, Jawa Timur. Perendaman kedelai dalam larutan GDL A% (w/v) akan menghasilkan larutan back-slopping sebesar E% dari larutan awal. Larutan back-slopping ini masih memiliki pH rendah yaitu 5.1 sehingga dengan penambahan sedikit GDL dapat menurunkan pH hingga mendekati pH awal larutan segar GDL A% yaitu pH 3.4 (Nurzaim 2013). Hal ini diharapakan dapat mengurangi biaya penggunaan GDL dalam produksi tempe. Hasil pengujian penggunaan ulang larutan pengasam dengan menggunakan larutan back-slopping E% yang ditambahkan GDL sebesar B5% (w/v) dapat menghasilkan tempe yang tidak berbeda nyata dengan tempe hasil perendaman dengan larutan GDL A% (Nurzaim 2013). Namun, optimasi konsentrasi GDL yang ditambahkan dalam larutan back-slopping belum dilakukan. Proses optimasi ini perlu dilakukan dan diharapkan dapat lebih menghemat penggunaan GDL. Penggunaan GDL dapat mereduksi waktu perendaman dan mengatasi masalah lingkungan yang sering ditimbulkan oleh limbah air hasil pengasaman alami. Penggunaan bahan pengasam GDL dalam pembuatan tempe dapat menambah biaya produksi tempe. Namun, reduksi waktu perendaman dari 24 jam menjadi 3.5 jam diperkirakan dapat meningkatkan efisiensi produksi tempe. Permasalahan yang dialami saat ini adalah harga GDL yang masih cukup tinggi sehingga perlu dilakukan penghematan dengan penggunaan ulang larutan pengasam untuk proses perendaman selanjutnya serta optimasi konsentrasi GDL yang ditambahkan.
TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi GDL yang optimal pada penggunaan larutan back-slopping 1 untuk digunakan pada larutan backslopping 2 dan mengetahui karakteristik tempe yang dihasilkan dengan cara backslopping 2 pada konsentrasi optimal yang diperoleh dari back-slopping 1, serta analisis keuntungan dalam pembuatan “Quick Tempeh”pada skala produksi industri rumah tangga dengan menggunakan metode back-slopping yang diteliti.
3
METODOLOGI Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah panci, baskom, tampah, saringan, ember, piring kecil, gelas piala, sealer, timbangan, kompor, stop-watch, blender, termometer, pH meter jenis Pocket pH Tester (Hanna Instrument), dan Texture Analyzer (TA-X2T2i). Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang kedelai jenis Bola, Glucono Delta Lactone (GDL), ragi tempe merk cap ayam jago, buah pepaya muda, kayu bakar, plastik pengemas PE ukuran 1/4 kg, dan pelepah pisang. Metode Penelitian ini diawali dengan ujicoba teknologi back-slopping pada skala laboratorium. Ujicoba ini dilakukan untuk mengetahui berapa kali larutan GDL dapat digunakan secara berulang tanpa mengurangi efektivitasnya. Selain itu, pada ujicoba back-slopping skala laboratorium diuji pengaruh waktu tunggu pada larutan back-slopping terhadap tempe yang dihasilkan. Tahap selanjutnya adalah optimasi konsentrasi GDL larutan back-slopping 1 pada pembuatan “Quick Tempeh” yang dilakukan di salah satu IKM Lumajang. Konsentrasi GDL optimum pada larutan back-slopping yang terpilih kemudian digunakan untuk mengetahui karakteristik tempe yang dihasilkan dengan penggunaan larutan backslopping 2 disertai dengan perhitungan analisis keuntungan pada produksi tempe skala indsutri rumah tangga. Diagram alir rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 Uji coba backslopping skala laboratorium Optimasi konsentrasi GDL larutan backslopping 1 skala Industri Rumah tangga Konsentrasi GDL terpilih dengan respon optimal Tahap verifikasi konsentrasi GDL terpilih
Karakterisasi tempe hasil backslopping 2 dan perhitungan analisis keuntungan
Penambahan Konsentrasi GDL yang optimum pada larutan backslopping 1 Gambar1 Diagram alir rancangan penelitian
4
Pembuatan Tempe Pada penelitian ini digunakan dua metode dalam proses pembuatan tempe yaitu metode pembuatan tempe yang biasa digunakan oleh IKM tempe di Lumajang (Gambar 2) dan metode “Quick Tempeh” (Gambar 3). Metode pembuatan tempe yang biasa digunakan oleh IKM tempe di Lumajang dimulai dengan proses perebusan kedelai yang telah dibersihkan hingga warna kuning pucat pada biji merata. Biji kedelai yang telah direbus kemudian digiling dan dikupas untuk menghilangkan kulit. Selanjutnya, proses perendaman kedelai. Proses perendaman kedelai masih menggunakan proses pengasaman alami. Proses pengasaman alami yaitu dengan merendam kedelai dalam air selama 24 jam tanpa bantuan bahan pengasam. Setelah melalui proses perendaman, biji kedelai direbus dengan air hingga mendidih. Hal yang unik dalam pembuatan tempe di Lumajang adalah penambahan irisan pepaya muda yang dilakukan pada akhir perebusan kedua. Pepaya yang ditambahkan sebanyak 15% dari berat kedelai kering awal. Kedelai kemudian ditiriskan dan didinginkan. Kedelai yang telah dingin kemudian diberi laru untuk selanjutnya difermentasi selama 36 jam. Laru yang ditambahkan sebanyak 2 sendok makan (12 gram) untuk Hasil pembuatan tempe dengan metode ini akan digunakan sebagai pembanding terhadap produk “Quick Tempeh”. Kedelai 15 Kg
Perebusan hingga warna kuning pucat pada biji merata
Pepaya muda yang telah diiris tipis-tipis
Penggilingan dan pencucian Perendaman dalam air 24 jam Perebusan dengan air hingga mendidih Penirisan dan pendinginan Inokulasi laru (12 gram) Fermentasi 36 jam
Tempe Gambar 2 Diagram alir pembuatan tempe IKM Lumajang
5
Metode pengasaman kimiawi yang digunakan dalam pembuatan ”Quick Tempeh” di IKM Lumajang (Gambar 3) merupakan modifikasi hasil penyesuaian metode Putri (2006) dengan metode pembuatan tempe yang diterapkan seharihari oleh pengrajin tempe di IKM. Kedelai yang telah dibersihkan direbus hingga warna kuning pucat pada biji merata. Selanjutnya, kedelai digiling dan dicuci untuk menghilangkan kulit kedelai. Setelah itu, kedelai direndam dalam larutan GDL A% selama 3,5 jam. Kedelai yang telah direndam kemudian direbus bersama air rendaman larutan GDL A% selama 90 menit. Pada bagian akhir perebusan ditambahkan irisan tipis pepaya muda sebanyak 15% dari berat kedelai kering. Kedelai kemudian ditiriskan dan didinginkan. Kedelai yang telah dingin diberi laru untuk selanjutnya di fermentasi selama 36 jam. Kedelai 15 Kg
Perebusan hingga warna kuning pucat pada biji merata Penggilingan dan pencucian Perendaman dalam larutan GDL A% selama 3.5 jam Pepaya muda yang telah diiris tipistipis
Perebusan dalam larutan GDL A% 90 menit
Penirisan dan pendinginan
Sisa Larutan GDL
Inokulasi laru (12 gram) Fermentasi 36 jam
Tempe Gambar 3 Diagram alir modifikasi metode pembuatan “Quick Tempeh” Metode pembuatan “Quick Tempeh” dengan menggunakan larutan backslopping (Gambar 4) memiliki tahapan yang hampir sama dengan proses pembuatan dengan metode pembuatan “Quick Tempeh” (gambar 3). Perbedaanya terdapat pada penggunaan sisa larutan GDL untuk proses pembuatan tempe
6
selanjutnya. Sisa larutan GDL dari proses pembuatan tempe sebelumnya sekitar E-F%. Larutan sisa GDL yang diperoleh ditambahkan air terlebih dahulu agar dapat mencapai volume 30 L atau agar cukup untuk merendam seluruh kedelai (15 Kg). Selanjutnya larutan ditambahkan GDL untuk membantu menurunkan pH.
Kedelai 15 Kg
Perebusan hingga warna kuning pucat pada biji merata Penggilingan dan pencucian Perendaman dengan larutan backslopping I 3.5 jam Pepaya muda yang telah diiris tipistipis
Perebusan dalam larutan backslopping 90 menit
Air
Sisa Larutan GDL
GDL
Penirisan dan pendinginan
Sisa larutan GDL
Inokulasi laru (12 gram) Fermentasi 36 jam
Tempe
Gambar 4 Diagram alir modifikasi metode pembuatan “Quick Tempeh” dengan larutan backslopping Ujicoba Back-slopping Skala Laboratorium Ujicoba back-slopping skala laboratorium dilakukan untuk mengetahui berapa kali larutan GDL dapat digunakan ulang serta pengaruh waktu tunggu penggunaan ulang larutan GDL untuk perendaman kedelai pada produksi “Quick Tempeh” selanjutnya. Penelitian berapa kali penggunaan ulang larutan pengasam (back-slopping) bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses back-slopping terhadap produk tempe yang dihasilkan. Pada penelitian ini larutan back-slopping dari larutan segar GDL akan digunakan secara kontinu untuk proses pengasaman kedelai hingga penggunaan larutan back-slopping 2. Setiap selesai perendaman, larutan back-slopping ditambahkan GDL sebesar B5% untuk siap digunakan
7
kembali dalam proses perendaman selanjutnya. Tempe yang dihasilkan kemudian dilakukan analisis sensori dengan menggunakan uji rating hedonik dan uji pembedaan dengan metode uji beda dari kontrol (difference from control test). Analisis uji beda dari kontrol menggunakan sampel “Quick Tempeh” hasil larutan GDL A% sebagai kontrol. Pada penelitian ini juga dilakukan pengujian pengaruh pemberian waktu tunggu dalam penggunaan ulang larutan pengasam. Perlakuan waktu tunggu yang diuji yaitu 14 jam dan 18 jam. Hal ini disesuaikan dengan waktu produksi yang dilakukan pada IKM tempe di Lumajang yang memulai waktu produksi sekitar pukul 06.00 dan berakhir pada pukul 18.00 (Nurzaim 2013). Pada penelitian pendahuluan ini, proses perendaman dimulai sekitar pukul 07.00 dengan menggunakan larutan GDL A%. Sisa rendaman larutan GDL A% akan menghasilkan larutan back-slopping 1. Larutan back-slopping 1 ini mulai digunakan untuk merendam sekitar pukul 10.30 dan berakhir pada pukul 14.00 dan sisa larutan disebut sebagai larutan back-slopping 2. Larutan back-slopping 2 akan mulai digunakan untuk merendam sekitar pukul 14.30 dan berakhir pada pukul 17.30. Waktu tunggu diberikan pada larutan back-slopping 1 selama 18 jam dan larutan back-slopping 2 selama 14 jam. Perlakuan pemberian waktu tunggu bertujuan untuk melihat adanya pengaruh waktu tunggu terhadap cita rasa tempe yang dihasilkan. Pengamatan terhadap parameter tersebut dilakukan dengan membandingkan produk “Quick Tempeh” hasil back-slopping dengan perlakuan waktu tunggu dan tanpa perlakuan waktu tunggu. Tempe yang dihasilkan diuji sensori dengan uji diskriminatif metode pembedaan sederhana (simple difference test). Daya iris dan kekerasan tempe yang dihasilkan pada skala laboratorium ini juga akan diukur dengan menggunakan alat Texture Analyzer. Optimasi Konsentrasi GDL Skala Industri Rumah Tangga Penelitian tahap ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi GDL optimum yang ditambahkan pada penggunaan larutan back-slopping 1. Analisis optimasi menggunakan metode respon permukaan (Response Surface Methodology) dengan bantuan software Design Expert 7. Penetapan model untuk respon diukur dengan menggunakan One Factor Design. One Factor Design memungkinkan untuk mengembangkan sampai dengan model kubik untuk satu faktor numerik. Variabel yang dioptimasi adalah konsentrasi GDL yang ditambahkan pada larutan back-slopping1 yaitu B1-B5% (w/v). Respon atau parameter yang diamati adalah pH kedelai pra fermentasi, pH larutan backslopping 1, dan kekompakan tempe. Pengukuran respon pH kedelai pra-fermentasi dan pH larutan backslopping dilakukan dengan menggunakan alat pH meter (SNI 01-2891-1992). Analisis sensori untuk respon kekompakan tempe dilakukan dengan metode uji rating intensitas dengan menggunakan skala garis. Respon yang telah diukur kemudian dianalisis dan dioptimasi untuk mendapatkan konsentrasi GDL yang optimal pada penggunaan larutan backslopping1. Proses verifikasi perlu dilakukan terhadap tempe hasil optimasi untuk memeriksa kesesuaian antara respon aktual dan respon yang diprediksi. Selain itu, tempe hasil optimasi kemudian dibandingkan dengan tempe hasil pengasaman alami (kontrol) yang dihasilkan oleh IKM sehari-hari. Respon yang dihasilkan
8
lalu dianalisis dengan menggunakan uji Paired Sample T-Test dengan bantuan program SPSS 20. Karakterisasi Tempe Hasil Back-slopping 2 Penelitian lanjutan bertujuan untuk menguji penggunaan larutan backslopping2 dalam proses pembuatan “Quick Tempeh” selanjutnya. Larutan backslopping2 merupakan sisa larutan pengasam yang dihasilkan pada pembuatan tempe dengan menggunakan larutan back-slopping 1 hasil optimasi. Prinsip penggunaan larutan back-slopping 2 sama dengan pada penggunaan larutan backslopping 1. Larutan back-slopping 2 ditambahkan air hingga volumenya dapat merendam 15 kg kedelai. Setelah itu, larutan tersebut ditambahkan GDL sebesar X% untuk membantu menurunkan pH larutan. Tempe yang dihasilkan dianalisis dengan menggunakan uji sensori metode pembedaan sederhana dengan tempe hasil pengasaman alami (kontrol) sebagai pembanding. Atribut kekompakan tempe diukur dengan menggunakan uji rating intensitas. Analisis Daya Iris Pengukuran daya iris dan kekerasan tempe menggunakan Texture Analyzer (TA-X2T2i) dengan probe Warner-Bratzler Blader berbentuk pisau. Sampel yang diuji berukuran 3x3x3 cm dengan menggunakan speed 1.5 mm/detik dan jarak 35 mm. Respon daya iris tempe dapat dilihat dari luas area kurva yang dihasilkan pada saat pengujian setiapsampel. Luas area yang dihasilkan texture analyzer pada pengukuran daya iris sampel tempe merupakan seluruh gaya yang dibutuhkan probe pisau sejak menyentuh permukaan tempe sampai mengiris tempe pada kedalaman yang telah diatur hingga pisau kembali terangkat ke permukaan tempe lagi. Analisis Sensori (Meilgard et al 1999) Uji rating hedonik digunakan untuk mengukur respon kesukaan panelis terhadap cita rasa tempe rebus secara keseluruhan (rasa, aroma, dan tekstur). Panelis yang digunakan 73 panelis tidak terlatih menggunakan sampel tempe rebus. Tempe rebus digambarkan dengan atribut aroma yang sama dengan tempe mentah tetapi dengan intensitas lebih rendah dan aroma rebus lebih dominan (Nurkori 1999). Pengukuran respon uji hedonik ini dilakukan dengan mengukur nilai kesukaan panelis terhadap panelis terhadap tempe dengan menggunakan skor skala 7 yaitu dari skor 1 (sangat tidak suka) sampai skor 7 (sangat suka) (Lampiran 1). Uji beda dari kontrol digunakan untuk menentukan adanya perbedaan antara kontrol dan sampel yang diuji dan memperkiran ukuran dari setiap perbedaanya. Panelis yang digunakan adalah 44 panelis tidak terlatih dengan menguji sampel tempe rebus. Kontrol yang digunakan dalam pengujian ini adalah “Quick Tempeh” hasil larutan GDL A%. Sampel yang digunakan adalah tempe hasil back-slopping. Cara pengujian dilakukan dengan menyajikan sampel dan kontrol secara bersamaan. Satu dari sampel uji yang disajikan merupakan sampel kontrol. Panelis diminta untuk menguji perbedaan antara sampel dengan kontrol dan
9
seberapa jauh tingkat perbedaan dengan menggunakan skor skala 7 yaitu skor 1 menyatakan “tidak berbeda/sama” sampai skor 7 yang menyatakan “sangat berbeda” (Lampiran 3). Uji diskriminatif dengan metode uji pembedaan sederhana menggunakan 40 orang panelis tidak terlatih dengan dengan menguji sampel tempe hasil backslopping dengan dan tanpa pemberian waktu tunggu (Lampiran 2). Sampel diujikan secara berpasangan dengan empat kombinasi pasangan (A/A, B/B, A/B, B/A). Setiap panelis akan menerima dua jenis pasangan sampel yaitu pasangan yang sama atau pasangan yang berbeda.Panelis diminta untuk menyatakan apakah pasangan sampel sama atau berbeda. Uji pembedaan sederhana juga dilakukan untuk menguji sampel tempe hasil pengasaman alami (tempe kontrol) dengan tempe hasil back-slopping (Lampiran 6). Uji rating intensitas digunakan untuk mengukur respon panelis terhadap kekompakan tempe yang dihasilkan. Panelis yang digunakan adalah 10 panelis ahli yang terdiri dari pengrajin tempe dan pedagang tempe yang berada di sekitar Kelurahan Jogutrunan, Kabupaten Lumajang. Panelis diminta menilai intensitas atribut kekompakan pada beberapa sampel tempe mentah yang dihasilkan. Pengukuran respon ini akan menggunakan skala garis yang berukuran 15 cm dengan ujung sebelah kiri garis meyatakan “sangat tidak kompak” dan ujung sebelah kanan garis menyatakan “sangat kompak”. Panelis diminta untuk memberikan tanda pada skala garis yang tersedia untuk mewakili penilaian mereka terhadap sampel yang diuji (Lampiran 4 dan 5). Analisis Keuntungan Analisis keuntungan bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan atau kerugian dari usaha yang dikelola. Keuntungan diperoleh jika total penerimaan lebih besar daripada total biaya produksi yang dikeluarkan. Sebaliknya, usaha dikatakan rugi apabila total penerimaan lebih kecil daripada total biaya produksi yang dikeluarkan. Total penerimaan dapat diperoleh dari hasil perkalian jumlah produk yang dijual dengan harga jual produk. Total biaya produksi diperoleh dari penumlahan biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah produksi (Warisno dan Kres 2010). Biaya tetap pada produksi tempe terdiri dari biaya penyusutan, biaya tenaga kerja, biaya pemeliharaan bangunan, dan biaya pemeliharaan alat. Biaya penyusutan diukur dengan menggunakan metode garis lurus. Penyusutan pada metode garis lurus adalah sama untuk setiap tahun masa pakai. Biaya penyusutan dapat diperoleh dari pembagian hasil pengurangan harga perolehan aset dengan nilai sisa terhadap perkiraan umur pakai alat. Biaya pemeliharaan adalah biaya yang dikeluarkan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dan mengadakan perbaikan, penyesuian, atau pergantian yang diperlukan agar terdapat keadaan produksi sesuia yang direncanakan. Biaya variabel merupakan biaya yang dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah produksi (Sulaeman 1996). Biaya yang termasuk biaya variabel antara lain biaya listrik, kedelai, laru tempe, kayu bakar, pelepah pisang, pepaya muda, dan biaya GDL. Produksi tempe pengasaman alami (kontrol) tidak menggunakan bahan baku GDL sehingga biaya variabel yang dikeluarkan lebih rendah.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN Ujicoba Back-slopping Skala Laboratorium Pengasaman kimiawi merupakan proses pengasaman dengan menambahkan bahan pengasam untuk mencapai kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan kapang. Proses pengasaman kedelai dalam proses pembuatan tempe bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan pembusuk serta memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan kapang (Kuswanto 2004). Pengasaman kimiawi dapat memperpendek waktu perendaman menjadi 2-3 jam dibandingkan pengasaman alami yang membutuhkan waktu 2030 jam (Hermana dan Karmini 1996). Pada umumnya, bahan pengasam yang banyak digunakan dalam pembuatan tempe yang telah dikenal saat ini adalah asam asetat dan asam laktat (Hermana dan Karmini 1996). Namun, penggunaan kedua bahan pengasam tersebut umumnya masih memberikan rasa asam dan getir pada produk tempe yang dihasilkan. Tempe hasil pengujian berapa kali penggunaan larutan GDL memiliki karakteristik miselium penuh, aroma dan rasa khas tempe dan tekstur yang kompak sehingga ketika diiris tidak rontok. Hasil uji hedonik pada tempe hasil larutan GDL A%, back-slopping 1, dan back-slopping 2 menunjukkan bahwa ketiga sampel tidak berbeda (taraf signifikansi 5%) (Lampiran 7). Tempe yang dihasilkan larutan back-slopping 1 memiliki nilai rata-rata kesukaan tertinggi yaitu 4.49. Nilai rata-rata kesukaan terendah dihasilkan oleh tempe back-slopping 2 yaitu 4.32. Tempe hasil pengasaman kimiawi dengan menggunakan GDL memiliki citarasa serupa dengan tempe hasil pengasaman alami (Nurzaim 2013). Uji beda dari kontrol juga dilakukan pada ketiga sampel tersebut dengan menggunakan tempe hasil larutan GDL A% sebagai blind control. Sampel blind control memiliki rata-rata nilai perbedaan terendah yaitu 2.77. Nilai perbedaan back-slopping 1 dan back-slopping 2 yaitu 3.32 dan 3.50. Hasil ANOVA uji beda dari kontrol menunjukkan bahwa ketiga sampel tempe tidak berbeda (taraf signifikansi 5%) (Lampiran 8). Pengujian tempe back-slopping pemberian waktu tunggu 14 dan 18 jam menghasilkan tempe yang memiliki miselium penuh, aroma dan rasa khas tempe, dan tekstur yang kompak sehingga ketika diiris tidak rontok. Hasil uji pembedaan sederhana menunjukkan bahwa perlakuan waktu tunggu menghasilkan citarasa tempe yang tidak berbeda nyata dengan tempe back-slopping tanpa pemberian waktu tunggu (taraf siginifikansi 5%) (Lampiran 9 dan 10). Pengukuran daya iris dilakukan dengan menggunakan alat Texture Analyzer (TA-X2T2i). Nilai daya iris atau cutting stress ditentukan dari besarnya gaya maksimum yang diperlukan untuk memotong sampel yang diuji (Andarwulan et al 2011). Nilai daya iris ditunjukkan dengan nilai luas area kurva yang dihasilkan pada saat pengukuran. Kekompakan miselium tempe yang terbentuk mempengaruhi daya iris tempe dimana semakin kompak miselium maka nilai luas area semakin besar. Perendaman kedelai yang semakin lama akan mengakibatkan semakin lunaknya struktur biji kedelai sehingga air lebih mudah masuk ke dalam sel kedelai (Suhaidi 2003).
16920a
20473a
19273a
17533a
Luas Area (gs)
20000
14450a
25000
17977a
11
kontrol GDL 1 A% %
15000
Backslopping 1
10000
Backslopping 2 Backslopping 1 Waktu Tunggu 18 jam Backslopping 2 Waktu Tunggu 14 jam
5000 0
1500
1601a
1774a
1498a
1503a
1385a
Kekerasan (g)
2000
1573a
Perlakuan kontrol GDL 1 A% % Backslopping 1
1000
Backslopping 2
500
Backslopping 1 Waktu Tunggu 18 jam Backslopping 2 Waktu Tunggu 14 jam
0 Perlakuan
*Nilai dengan notasi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan tempe kontrol (taraf signifikansi 5%) Gambar 5 Hasil pengukuran luas area (daya iris) dan kekerasan tempe masingmasing perlakuan
A
B
C
D
E
F
Gambar 6 Tempe hasil (A) Larutan GDL A% (B)back-slopping 1 GDL B5% (C) back-slopping 2 GDL B5% (D) back-slopping 2 waktu tunggu 14 jam (E) back-slopping 1 waktu tunggu 18 jam (F) pengasaman alami (kontrol)
12
Hasil pengukuran daya iris tempe pada Gambar 5 menunjukkan bahwa tempe kontrol memiliki rata-rata luas area yaitu 17.977 gs dengan nilai kekerasan sebesar 1.573 g. Tempe hasil perendaman dengan larutan back-slopping 1 perlakuan waktu tunggu 18 jam memiliki rata-rata luas area terbesar yaitu 20.473 gs dengan nilai kekerasan 1.774 g. Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa “Quick Tempeh” semua perlakuan menghasilkan daya iris dan kekerasan produk yang tidak berbeda nyata dengan tempe kontrol (taraf signifikansi 5%) (Lampiran 23 dan 24). Tempe hasil pengujian pada skala laboratorium dapat dilihat pada Gambar 6. Optimasi Konsentrasi GDL Skala Industri Rumah Tangga Teknologi back-slopping adalah penggunaan kembali sisa hasil perendaman kedelai untuk proses pembuatan kedelai selanjutnya. Penambahan air perendaman bekas produksi sebelumnya dapat dilakukan pada proses pembuatan tempe dengan pengasaman alami untuk mempercepat proses perendaman (Hermana dan karmini 1996). Limbah hasil pengasaman kimiawi dapat digunakan kembali sebagai bahan pengasam untuk proses pengasaman berikutnya (Putri 2006). Hasil uji awal menunjukkan bahwa teknologi back-slopping dapat dilakukan dalam pembuatan tempe dengan menggunakan sisa larutan pengasam GDL. Penggunaan larutan back-slopping E% yang ditambahkan GDL sebesar B5% dapat menghasilkan tempe yang tidak berbeda nyata dengan tempe hasil pengasaman alami (taraf signifikansi 5%) (Nurzaim 2013). Optimasi konsentrasi GDL yang ditambahkan pada larutan back-slopping perlu dilakukan untuk menngefisiensikan penggunaan GDL. Variabel yang dioptimasi dalam penelitian ini adalah konsentrasi GDL yang ditambahkan pada larutan back-slopping 1 yaitu antara B1% sampai B5%. Konsentrasi GDL yang ditambahkan dan pengulangannya dilakukan sesuai dengan rekomendasi program Design Expert 7. Respon yang diukur antara lain pH kedelai pra-fermentasi, pH larutan back-slopping, dan kekompakan tempe. Pengukuran respon pH kedelai pra-fermentasi dan pH larutan back-slopping 1 dilakukan dengan menggunakan pH meter. Respon kekompakan diukur dengan uji sensori rating intensitas dengan menggunakan panelis ahli. Pengujian dilakukan dengan mendatangi panelis di rumah masing-masing. Nilai respon yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai respon yang diukur pada tahap optimasi penambahan konsentrasi GDL pada larutan back-slopping 1 Konsentrasi penambahan GDL B1 B1 B2 B3 B4 B5 B5
pH kedelai prafermentasi 5.4 5.4 5.4 5.4 5.4 5.3 5.3
pH larutan backslopping 1 4.9 4.8 4.8 4.7 4.5 4.4 4.5
Kekompakan tempe yang dihasilkan 10.8 11 13.3 13 12.7 13.5 13.2
13
Nilai respon yang diperoleh (Tabel 1) kemudian digunakan untuk memperoses model (Tabel 2). Adjusted R2 merupakan ukuran dari sejumlah variasi mengenai rata-rata yang dijelaskan oleh model. Predicted R2 merupakan sejumlah variasi dalam data baru yang terjelaskan oleh model. Selisih antara Adjusted R2 dan Predicted R2 tidak lebih dari 0.2. Adequate precision merupakan ukuran jangkauan dalam respon relatif terpilih terhadap error yang terhubung. Adequate precision yang diinginkan adalah yang bernilai lebih dari 4. Nilai p-value model yang diinginkan adalah nilai yang signifikan (<0.05). Hal ini menunjukkan terdapat efek model. Nilai p-value yang tidak signifikan (>0.10) menunjukkan tidak ada efek signifikan pada model. Lack of fit menunjukkan kesesuaian model dengan data. Nilai lack of fit model yang diiginkan adalah nilai yang tidak signifikan (>0.10). Hal ini menunjukkan kesesuaian model dengan data baik. Tabel 2 Model matematika masing-masing respon Parameter pH kedelai prafermentasi pH larutan back-slopping Kekompakan tempe
Orde model Cubic Linear Cubic
p-value Model Lack of fit 0.0017 <0.0001 (sig) (sig) 0.0006 0.7497 (sig) (n sig) 0.0029 0.3630 (sig) (n sig)
Adjusted R2 0.9797
Predicted R2 0.8925
0.9083
0.8372
0.9711
0.9039
Adequate precision 20.550 (>4) 13.714 (>4) 16.973 (>4)
Respon pH Kedelai Pra-Fermentasi Kedelai pra-fermetasi merupakan kedelai yang telah melalui proses perendaman dan perebusan dengan larutan GDL. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan GDL konsenstrasi B1% hingga B4% pada larutan backslopping 1 menghasilkan pH kedelai pra-fermentasi yaitu 5.4. Penambahan GDL B5% pada larutan back-slopping 1 menghasilkan pH kedelai pra-fermentasi yaitu 5.3. Respon pH kedelai pra-fermentasi menunjukkan orde model cubic (Lampiran 18). Persamaan matematika untuk respon ini adalah : pH kedelai pra-fermentasi = 5.49 – 1.59 A + 7.81A2 – 11.43A3 Berdasarkan persamaan matematika yang diperoleh, pH kedelai prafermentasi cenderung akan menurun saat penambahan konsentrasi GDL. Kedelai yang dimasak pada larutan pengasam memiliki pH yaitu 4.3 - 5.7 (Ashenafi dan Busse 1991). Jika pH awal dari kedelai yang telah dimasak tidak cukup rendah dapat menyebabkan munculnya patogen yang dapat kerusakan pada produk tempe yang dihasilkan. Bakteri tidak dapat berkembang pada kedelai yang memiliki pH 5 atau lebih rendah (Steinkraus et al 1960). Pertumbuhan kapang akan sedikit lebih lambat ketika kedelai memiliki pH dibawah 3.5 (Babu et al 2009). Proses fermentasi setelah 48 jam dapat menyebabkan kenaikan pH kedelai mendekati netral karena terjadi pembebasan amonia (Lopez 1990). Respon pH Larutan Back-slopping Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai pH larutan back-slopping 1 terendah terdapat pada penambahan GDL B5% yaitu 4.4 sedangkan nilai pH larutan back-slopping 1 tertinggi terdapat pada penambahan konsentrasi GDL
14
B1%. Respon pH larutan back-slopping menunjukkan orde model linear (Lampiran 19). Persamaan matematika untuk respon ini adalah : pH larutan back-slopping = 4.99 – 1.17A Konstanta negatif pada persamaan matematika menunjukkan bahwa peningkatan jumlah konsentrasi GDL yang ditambakan pada larutan backslopping 1 akan semakin menurunkan pH larutan back-slopping 1. Penambahan konsentrasi GDL yang lebih kecil akan menghasilkan pH larutan back-slopping yang lebih tinggi. Proses pengasaman terjadi pada saat proses perendaman kedelai. Proses pengasaman bertujuan untuk mencapai tingkat keasaman (pH) yang sesuai untuk pertumbuhan kapang pada kedelai. Penggunaan asam laktat dalam proses perendaman kedelai dapat menurunkan pH hingga 3.5 (Chang et al 2009). Pertumbuhan kapang yang baik terjadi pada pH kedelai di antara 3.5-5.2 (Hermana dan Karmini 1996). Respon Kekompakan Tempe Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai kekompakan tempe tertingi dihasilkan pada penambahan konsentrasi GDL B5% sebesar 13.5 dari 15. Nilai kekompakan tempe terendah dihasilkan pada penambahan konsentrasi GDL B1 % yaitu 10.8 dari 15. Respon kekompakan tempe menunjukkan orde model cubic (Lampiran 20). Persamaan matematika untuk respon ini adalah : Kekompakan tempe = 3.42+ 108.96 A – 381.79 A2 + 417.24 A3 Berdasarkan persamaan matematika, peningkatan konsentrasi GDL yang ditambahkan cenderung akan meningkatkan respon kekompakan tempe. Namun, peningkatan konsentrasi GDL akan meningkatkan biaya produksi pada tempe. Tempe yang baik memiliki ciri-ciri yaitu berwarna putih bersih dan merata, permukaan ditutupi oleh miselium kapang secara kompak dan merata serta bila diiris tidak hancur, dan memiliki rasa, bau, dan aroma khas tempe (Syarief et al. 1999). Kekompakan tempe juga dipengaruhi oleh kondisi biji yang terbelah dengan baik (Warisno dan Kres 2010). Biji yang masih utuh akan mempersulit penetrasi kapang tempe dalam pembentukan tekstur tempe yang diinginkan. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan untuk menghasilkan tempe dengan kualitas yang baik antara lain oksigen, suhu, jenis laru, dan derajat keasaman (nilai pH) (Syarief et al 1999). Optimasi Produk Proses optimasi dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi penambahan GDL yang menghasilkan respon yang optimal sesuai target optimasi yang diinginkan. Nilai target optimasi yang dapat dicapai dikenal dengan istilah nilai desirability yang ditunjukkan dengan nilai 0-1. Tempe yang diinginkan adalah tempe yang memiliki pH kedelai pra-fermentasi yang rendah dan kekompakan tempe yang tinggi. Parameter pH larutan back-slopping yang diinginkan adalah larutan yang memiliki pH rendah. Laju pertumbuhan kapang Rhizopus relatif tetap stabil selama pH 3.5-5.0 (Babu et al 2009). Kriteria yang digunakan untuk menetapkan tempe yang optimal dapat dilihat pada Tabel 3. Penambahan konsentrasi GDL optimal yang terpilih yaitu konsentrasi X% dengan nilai desirability 0.949. Hasil ini menunjukkan nilai desirability yang cukup tinggi. Semakin tinggi nilai desirability menunjukkan adanya kesesuaian yang baik dari hasil untuk mendapatkan respon yang diinginkan. Penambahan
15
konsentrasi GDL B1% dan B3% memiliki nilai desirability 0.000. Hal ini dapat disebabkan nilai respon yang diperoleh belum mendekati sasaran yang ditetapkan pada penentuan kriteria tempe yang optimal sehingga grafik optimasi nilai desirability yang dihasilkan fluktuatif (Lampiran 21). Tabel 3 Kriteria yang digunakan untuk menetapkan tempe optimal Parameter Konsentrasi GDL pH kedelai pra-fermentasi pH larutan back-slopping Kekompakan tempe
Sasaran In range Minimize Minimize Maximize
Batas bawah B1 % 5.3 4.4 10.8
Batas atas B5% 5.4 4.9 13.5
Importance 3 3 3
Verifikasi Produk Tempe yang telah dioptimasi kemudian diverifikasi untuk membandingkan kesesuaian antara nilai prediksi dengan nilai aktual. Verifikasi dilakukan dengan kembali melakukan produksi tempe dengan menggunakan konsentrasi GDL optimal yang terpilih yaitu X%. Tahap verifikasi ini bertujuan untuk memberikan bukti bahwa tahapan proses yang dilakukan menghasilkan nilai respon yang masuk dalam kisaran nilai yang ditentukan oleh program Design Expert 7. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa tempe yang dihasilkan memiliki pH kedelai pra-fermentasi 5.3, pH larutan back-slopping 4.5, dan kekompakan tempe 12.9 dari 15 (Lampiran 22). Tempe hasil verifikasi menunjukkan bahwa nilai ketiga respon yang diuji berada pada rentang 95% confident interval atau 95% prediction interval. Respon pH kedelai pra-fermentasi dan pH larutan backslopping menunjukkan bahwa tempe verifikasi masih berada pada rentang 95% confident interval dan 95% prediction interval. Respon kekompakan tempe menunjukkan bahwa tempe hasil verifikasi berada pada rentang 95% prediction interval. Oleh karena itu, proses verifikasi dapat dikatakan berhasil. Tempe hasil optimasi kemudian dibandingkan dengan tempe hasil pengasaman alami yang dihasilkan IKM tempe di Lumajang. Perbandingan tempe yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 7. Hasil pengujian Paired Sample T-test menunjukkan bahwa parameter pH kedelai pra-fermentasi dan pH larutan setelah perendaman pada tempe hasil optimasi berbeda nyata (taraf signifikansi 5%) dengan tempe hasil pengasaman alami (Lampiran 12 dan 13). Sebaliknya, pada parameter kekompakan tempe menunjukkan bahwa tempe hasil optimasi tidak berbeda nyata (taraf signifikansi 5%) dengan tempe hasil pengasaman alami (Lampiran 11). Tabel 4 Perbandingan tempe hasil optimasi dengan tempe pengasaman alami Parameter Sampel pH kedelai praKekompakan pH larutan setelah fermentasi* tempe* perendaman* Tempe hasil 5.3a 12.9a 4.9a optimasi Tempe hasil 4.6b 13a 4.4b pengasaman alami *Angka-angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (taraf signifikansi 5%) (Paired Samples T-Test)
16
Berdasarkan Tabel 4 tempe hasil optimasi memiliki pH kedelai pra – fermentasi yang lebih tinggi daripada tempe hasil pengasaman alami. Perbedaan nilai pH kedelai pra-fermentasi ini dapat disebabkan oleh perbedaan lamanya waktu perendaman. Perendaman yang lebih lama akan menghasilkan tekstur kedelai yang lebih lunak dan penyerapan asam pada kedelai lebih banyak. Parameter nilai pH larutan setelah perendaman juga dipengaruhi oleh lama perendaman dan perbedaan pH awal larutan. Pada proses pengasaman alami perendaman dilakukan dengan air tanpa penambahan bahan pengasam selama 24 jam. Selama proses pengasaman alami tejadi fermentasi asam laktat yang menghambat pertumbuhan patogen dan mikroba pembusuk pada tempe. Pada proses pengasaman alami ini jenis mikroorganisme yang umum ditemukan adalah jenis-jenis bakteri pembentuk asam-asam organik yaitu bakteri dari kelompok Enterobacillus seperti Lactobacillus sp., L. plantarum, dan sebagainya (Pawiroharsono 1996). Larutan back-slopping 1 hasil optimasi memiliki pH larutan awal yaitu 4.5 dan lama perendaman selama 3.5 jam. Hal ini menyebabkan tekstur pada kedelai tidak terlalu lunak dan kesempatan untuk menyerap asam pada saat perendaman lebih singkat.
Gambar 7 Perbandingan pertumbuhan miselium tempe hasil pengasaman alami (kiri) dan tempe hasil optimasi (kanan)
Karakterisasi Tempe Hasil Back-slopping 2 Penggunaan larutan back-slopping 2 sebanyak E% dari larutan sisa hasil rendaman sebelumnya bertujuan untuk lebih menghemat penggunaan GDL dalam proses pembuatan tempe. Hasil pengamatan visual secara subjektif menunjukkan proses perendaman dan pemasakan dengan menggunakan larutan back-slopping 2 menghasilkan kedelai yang relatif lebih lengket dibandingkan dengan kedelai hasil perendaman larutan GDL A% dan back-slopping 1. Hal ini disebabkan oleh larutan yang telah digunakan pada dua kali produksi sebelumnya. Berdasarkan Gambar 8, rata-rata pH larutan back-slopping 2 yaitu 5.3. Penambahan kembali GDL bertujuan untuk menurunkan pH larutan backslopping 2. Rata-rata nilai pH larutan back-slopping 2 setelah penambahan GDL X% yaitu 4.9. Penambahan bahan pengasam pada proses perendaman kedelai dilakukan untuk menurunkan pH larutan dan kedelai hingga pH 5.0 atau lebih rendah (Babu et al 2009). Langkah ini dilakukan untuk menurunkan pertumbuhan
17
mikroorganisme yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan kerusakan pada tempe. 5,4 5,2 5,0 4,8 pH 4,6 4,4 4,2 4,0 3,8
5,3 4,9
4,8
4,4
A
B
C
D
Perlakuan Keterangan : Perlakuan (A) Larutan back-slopping 1 + GDL X% , (B) Larutan back-slopping 1+GDL X% setelah perendaman ,(C) Larutan back-slopping 2, dan (D) Larutan back-slopping 2 + GDL X% Gambar 8 Grafik perubahan pH larutan backslopping Berdasarkan gambar 8, rata-rata pHrata-rata larutan back-slopping 2 yaitu 5.3. Tempe hasil back-slopping 2 memiliki miselium penuh, aroma dan rasa khas tempe, dan tekstur yang kompak sehingga ketika diiris tidak rontok. Perbandingan pertumbuhan miselium tempe hasil back-slopping 2 GDL X% dengan tempe hasil pengasaman alami dapat dilihat pada gambar 9. Tempe hasil back-slopping 2 memiliki kekompakan tempe yang tidak berbeda nyata dengan tempe hasil pengasaman alami (taraf signifikansi 5%) (Lampiran 15 dan 17). Hasil uji pembedaan sederhana keseluruhan atribut sensori menunjukkan bahwa tempe hasil back-slopping 2 tidak berbeda nyata dengan tempe hasil pengasaman alami (taraf signifikansi 5%) (Lampiran 14 dan 16).
Gambar 9 Perbandingan pertumbuhan miselium tempe hasil pengasaman alami (kiri) dan hasil backslopping 2 (kanan)
18
Analisis Keuntungan Penerapan Teknologi Back-slopping Industri pengolahan tempe di Indonesia memiliki prospek yang cukup baik karena tempe merupakan makanan tradisional yang telah dikenal oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia (Astuti et al 2000). Industri skala kecil mengolah kedelai kurang dari 300 kg per hari dan industri skala besar mengolah lebih dari 300 kg kedelai per hari (Kurniasari 2010). Produksi tempe dilakukan berdasarkan rata-rata produksi pada IKM tempe “Saiful Jamil” di Lumajang. Dalam melakukan analisis keuntungan ini diperlukan penetapan asumsi yang disesuaikan dengan kondisi saat dilakukan analisis. Asumsi-asumsi yang ditetapkan pada analisis keuntungan usaha pembuatan tempe antara lain 1. Skala usaha termasuk skala menengah dengan kapasitas produksi sebesar 275 Kg kedelai per hari 2. Setiap 1 Kg kedelai menghasilkan 3 potong tempe dengan berat sekitar 500 gram dan harga Rp. 4000/potong 3. Tempe yang diproduksi diasumsikan terjual habis semua 4. Produksi dilakukan di dalam bangunan tembok berukuran 4x4 meter yang dilengkapi dengan listrik dan sumur bor. Tempat usaha dapat digunakan selama 15 tahun 5. Membuat sumur bor dan bak air dengan asusmsi masa pakai selama 10 tahun 6. Masa pakai rak fermentasi selama 6 tahun 7. Masa pakai tong besi, alat pengupas kulit kedelai, pisau, dan pompa air selama 5 tahun 8. Masa pakai bak, tampah, dan keranjang berjaring selama 2 tahun 9. Biaya pemeliharaan bangunan per tahun sebesar 10% dari total biaya investasi bangunan 10. Biaya pemeliharaan alat per tahun sebesar 5% dari total biaya investasi alat Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya suatu skala usaha terutama pada industri pengolahan adalah kapasitas produksi, volume usaha, biaya dan manfaat (Sulaeman 1996). Biaya produksi terbagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Selain itu, terdapat biaya investasi yang terdiri dari biaya bangunan dan semua peralatan yang digunakan dalam proses produksi tempe. Total biaya investasi usaha tempe yaitu Rp. 27.970.000 (Lampiran 25). Setiap komponen pada biaya investasi memiliki asumsi umur dan nilai sisa yang digunakan untuk menghitung biaya penyusutan yang akan dimasukkan pada perhitungan biaya tetap. Biaya penyusutan diperoleh dari pembagian selisih harga perolehan aset/investasi dan nilai sisa dengan perkiraan umur pakai alat usaha. Besarnya total biaya penyusutan per hari yang diperoleh yaitu Rp. 6.575 (Lampiran 26). Biaya pemeliharaan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memelihara bangunan dan peralatan usaha. Besarnya biaya pemeliharaan bangunan dan perlatan per hari yaitu Rp 6.194 dan Rp. 778 (Lampiran 27). Biaya tetap merupakan biaya yang tidak bergantung pada besar kecilnya produksi. Pada produksi tempe yang termasuk biaya tetap antara lain biaya tenaga kerja, biaya pemeliharaan peralatan, biaya pemeliharaan bangunan, biaya
19
penyusutan peralatan (Tabel 5). Total biaya tetap per hari pada analisis ini yaitu Rp. 163.557. Tabel 5 Biaya tetap per hari Komponen Biaya Total biaya penyusutan 6.575 Biaya tenaga kerja 150.000 Biaya pemeliharaan bangunan 6.194 Biaya pemeliharaan alat 788 Total 163.557 Pada kasus ini, produksi tempe dengan proses pengasaman alami (tempe kontrol) dan pengasaman kimiawi (“Quick Tempeh”) memiliki kesamaan pada biaya tetap dan biaya investasi. Perbedaan biaya terletak pada biaya variabel. Biaya variabel merupakan biaya yang bergantung pada besar kecilnya produksi tempe yang dilakukan. Biaya variabel pada produksi “Quick Tempeh” terdiri dari biaya kedelai, GDL, ragi, kayu bakar, pelepah pisang, pepaya muda dan tenaga kerja. Produksi tempe dengan proses pengasaman alami tidak terdapat biaya GDL. Penggunaan GDL dalam produksi tempe memang akan meningkatkan biaya produksi dibandingkan dengan pembuatan dengan proses pengasaman alami. Namun, penggunaan GDL dalam produksi tempe akan mempersingkat waktu perendaman kedelai sehingga akan meningkatkan perputaran dana pada pengrajin. Penerapan teknologi back-slopping juga dapat menghemat penggunaan GDL yang membantu menekan biaya produksi. Biaya variabel produksi tempe kontrol, “Quick Tempeh” tanpa back-slopping, dan “Quick Tempeh”dengan backslopping dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Biaya variabel produksi tempe per hari masing-masing perlakuan Komponen
kedelai Laru tempe merk cap jago kayu bakar pelepah pisang pepaya muda Biaya listrik GDL Total
Biaya (Rp) “Quick “Quick Tempeh” Tempeh” tanpa backdengan backslopping slopping 2.255.000 2.255.000
Jumlah
Satuan
Harga satuan (Rp)
275
Kg
8.200
2.255.000
2
Bungkus
2.000
5.000
5.000
5.000
1
Paket
75.000
75.000
75.000
75.000
6
Ikat
5.000
30.000
30.000
30.000
20
Buah
2.000
40.000
40.000
40.000
1 5a 2.53b
Hari
10.000
10.000
10.000
10.000
Kg
40.000
0
247.500a
113.850b
2.415.000
2.662.500
2.528.850
Kontrol
20
Total biaya produksi merupakan hasil penjumlahan antar biaya tetap dan biaya variabel. Harga pokok produksi merupakan hasil pembagian antara total biaya produksi dengan jumlah keseluruhan tempe yang dihasilkan. Hasil perhitungan menunjukkan total biaya produksi tertinggi terdapat pada “Quick Tempeh” tanpa back-slopping yaitu Rp. 2.826.057 dengan nilai HPP per hari yaitu Rp. 3.426. “Quick Tempeh” dengan penerapan back-slopping memiliki total biaya produksi per hari yaitu Rp. 2.692.407 dengan nilai HPP per hari yaitu Rp. 3.264. Hal ini menunjukkan teknologi back-slopping dapat menurunkan total biaya produksi “Quick Tempeh” per hari sebesar 4.8%. Total biaya produksi tempe pengasaman alami (tempe kontrol) yaitu Rp. 2.578.557 dan nilai HPP per hari yaitu Rp. 3.126. Produksi tempe dengan basis 275 Kg kedelai dapat menghasilkan tempe sebanyak 825 potong. Total pendapatan diperoleh dari hasil perkalian harga jual tempe per potong dengan total keseluruhan tempe yang dihasilkan. Apabila harga jual tempe sebesar Rp. 4.000/potong maka total pendapatan perhari yaitu Rp. 3.300.000. Laba merupakan selisih antara total pendapatan dengan total biaya produksi per hari. Perbandingan harga produksi tempe per hari dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Perbandingan harga produksi tempe per hari Perlakuan Komponen
Total biaya produksi (Rp) Tempe yang dihasilkan (potong) HPP (Rp) Total pendapatan (Rp) Laba (Rp)
Tempe kontrol
“Quick Tempeh” (tanpa penerapan back-slopping)
2.578.557
2.826.057
“Quick Tempeh”(dengan penerapan backslopping) 2.692.407
825
825
825
3.126 3.300.000
3.426 3.300.000
3.264 3.300.000
721.443
473.943
607.593
Produksi tempe kontrol untuk sekali produksi membutuhkan waktu selama 4 hari hingga menghasilkan tempe yang siap dijual kepada konsumen. Seperti dilihat pada Tabel 8, hasil perhitungan menunjukkan total keuntungan produksi tempe kontrol yaitu Rp. 721.443. Dengan waktu yang sama, produksi tempe dengan bantuan GDL dapat dilakukan selama dua kali produksi dan menghasilkan jumlah tempe yang lebih banyak. Produksi pada hari pertama dilakukan dengan menggunakan GDL A%. Produksi hari kedua dilakukan penerapan teknologi back-slopping. Sisa hasil perendaman GDL A% hari pertama dapat digunakan kembali dengan penambahan GDL hanya sebesar X%. Produksi “Quick Tempeh” tanpa penerapan teknologi back-slopping meningkatkan keuntungan sebesar 31.4% dari total keuntungan tempe kontrol. Total keuntungan yang diperoleh dari produksi “Quick Tempeh” yang disertai dengan penerapan teknologi backslopping yaitu Rp. 1.081.536. Hal ini menunjukkan bahwa produksi “Quick Tempeh”disertai penerapan teknologi back-slopping akan meningkatkan total keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan produksi tempe kontrol yaitu 49.9 %
21
Tabel 8 Perbandingan total keuntungan (laba) selama 4 hari produksi Produksi Tempe Kontrol “Quick Tempeh” tanpa back-slopping “Quick Tempeh”dengan back-slopping
Jumlah batch produksi 1 2
Total keuntungan (Rp) 721.443 947.886
2
1.081.536
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Konsentrasi Glucono Delta Lactone (GDL) yang optimal pada penggunaan larutan back-slopping 1 adalah X% (w/v). Penggunaan larutan backslopping 2 yang ditambahkan GDL X% dalam pembuatan “Quick Tempeh” pada skala industri rumah tangga menghasilkan karakteristik fisik tempe yang memiliki miselium penuh, aroma dan rasa khas tempe, dan tekstur yang kompak (ketika diiris tidak rontok). Tempe hasil back-slopping 2 memiliki keseluruhan atribut sensori dan kekompakan yang tidak berbeda nyata dengan tempe hasil pengasaman alami (taraf signifikansi 5%). Penerapan teknologi back-slopping dapat menurunkan 4.8% total biaya produksi “Quick Tempeh” dibandingkan tanpa penerapan back-slopping dan dapat meningkatkan total keuntungan 49.9% dibandingkan tempe pengasaman alami. Saran Penelitian lanjut mengenai optimasi larutan back-slopping 2, umur simpan produk, mikroorganisme yang terdapat pada larutan back-slopping, dan kandungan nilai nutrisi pada produk tempe hasil back-slopping perlu dilakukan. Selain itu, perlu juga diteliti mengenai dampak sisa larutan back-slopping terhadap lingkungan. Pengenalan dan sosialisasi teknologi ini kepada pengrajin tempe dan masyarakat luas perlu ditingkatkan .
DAFTAR PUSTAKA Andarwulan, N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta: PT. Dian Rakyat Ashenafi, M dan Busse,M. 1991. The microflora of soak water during tempeh production from various beans. Journal of Applied Microbiology. 70. 334338 Astuti, M, Meliala, A Dalais, F.S, dan Wahlqvist, M.L. 2000. Review Article : Tempe, A Nutritious and Healthy Food from Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition . 9(4) : 322-325
22
Babu, P.Dinesh, R. Bhakyaraj, R Vidhyalakshmi. 2009. A Low Cost Nutritious Food “Tempeh” – A Review. World Journal of Dairy & Food Sciences 4(1): 22-27 [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Cara uji makanan dan minuman (SNI01-2891-1992). Jakarta (ID): Pusat Standardisasi Industri, Departemen Perindustrian. [BSN]. Badan Standardisasi Nasional. 2012. SNI 3144: 2009, Tempe Kedelai. [terhubung berkala] http://www.bsn.go.id (diakses tanggal 19 Juli 2013). Chang, C.T , Hsu, C.K, Chou, S.T. Chen, Y.C, Huang, F.S. , dan Chung, Y.C. 2009. Effect of Fermentation Time on the Antioxidant Activities of Tempeh Prepared from Fermented Soybean Using Rhizopus oligosporus. International Journal of Food Science and Technology. 44: 799-806 [FDA] Food Drugs Administration. 2013. Code Of Federal Regulation Tittle 21. Maryland (US) : U.S Food and Drugs Administration Hermana dan M Karmini. 1996. Pengembangan teknologi pembuatan tempe. Di dalam Sapuan dan N Soetrisno (eds.). Bunga Rampai Tempe Indonesia. Jakarta: Yayasan Tempe Indonesia. Lopez, P, Harry G.I, Castaneda J.G. 1990. Sensory Evaluation of Tempeh Produced by Fermentation of Common Beans. Journal of Food Science. 55(1) : 123-126 Kurniasari, E. 2010. Analisis Dampak Kenaikan Harga Kedelai di Sentra Industri Tempe Kelurahan Semanan Jakarta Barat [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Kuswanto K R. Industrialization of tempe fermentation. Di dalam Steinkraus K H (ed.). 2004. Industrialization of Indigenous Fermented Foods. 2nd ed. New York: Marcel Dekker Meilgaard, M. G.V. Civille, dan B.T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Technique. CRC press, Boca Raton Nout MJR, Kiers JL. 2005. A Review Tempe Fermentation, Innovation, and Functionality: Update into The Third Millenium. Journal of Applied Microbiology. 98(4):789-805. Nurkori. 1999. Identifikasi dan Karakterisasi Flavor Tempe [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Nurzaim, Fahmi Hakim. 2013. Implementasi Teknologi “Quick Tempeh” Termodifikasi pada Skala Industri Rumah Tangga dan Uji Awal Penggunaan Ulang Larutan Pengasam[Skripsi]. Bogor : IPB Pawiroharsono,S. 1996. Aspek Mikrobiologi Tempe. Di dalam Sapuan & N. Soetrisno (eds). Bunga Rampai Tempe Indonesia. Jakarta : Yayasan tempe Indonesia Prawira,IKP. 2012. Laporan Kegiatan Uji Coba Quick Tempeh di Lumajang. Putri, MDPT. 2006. Modifikasi Pengasaman Kimiawi Dalam Pembuatan Tempe Yang Didasarkan Pada Aspek Citarasa[Skripsi]. Bogor : IPB Shurtleff W dan Akiko Aoyagi. 1979. The Book of Tempeh. California (US): Soyinfo Center Steinkraus, KH, Hwa, YAPB, Van Buren,JP, Provvidenti, MI, Hand DB. 1960. Studies on Tempeh: An Indonesian Fermented Soybean Food. Journal of
23
Food Science. 25(6): 777-788 Sarwono, B. dan Y.P. Saragih. 2004. Membuat Aneka tahu Cetakan III. Jakarta: Penebar Swadaya Suhaidi, I. 2003. Pengaruh Lama Perendaman Kedelai dan Jenis Zat Penggumpal terhadap Mutu Tahu [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Sulaeman, S. 1996. Skala Usaha Bisnis Tempe Di Indonesia. Di dalam Sapuan & N. Soetrisno (eds). Bunga Rampai Tempe Indonesia. Jakarta : Yayasan Tempe Indonesia Yeong B.Y., A.A Basry, dan A. Puruhita (Eds). 1999. Wacana Tempe Indonesia. Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala Warisno dan Kres D. 2010. Meraup Untung dari Olahan Kedelai. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka Wijaya CH. 2008. Quick Tempeh. Di dalam : Business Innovation Center. 100 Inovasi Paling Prospektif. Jakarta : Menristek
24
Lampiran 1 Lembar penilaian uji rating hedonik ujicoba back-slopping skala laboratorium UJI RATING HEDONIK Nama No Booth
: :
Tanggal Produk
: : Tempe Rebus
Pertanyaan: 1. Apakah anda menyukai tempe? Instruksi : Dihadapan Anda terdapat 3 sampel uji 1. Lakukan penilaian terhadap tempe secara individu tanpa membandingkan (satu per satu) 2. Nilailah kesukaan Anda terhadap tempe berdasarkan cita rasa tempe secara keseluruhan (rasa,aroma, dan tekstur) dengan memberikan tanda (√) pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian Anda 3. Lakukan pula penilaian terhadap sampel berikutnya dengan cara seperti penilaian pada sampel sebelumnya 4. Berikan komentar Anda pada kolom yang tersedia Penilaian
. ......
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kode sampel . . ...... .......
Sangat tidak suka Tidak suka Agak tidak suka Netral Agak suka Suka Sangat suka
Komentar: .................................................................................................................................... ....................................................................................................................................
25
Lampiran 2 Lembar penilaian uji pembedaan sederhana tahap ujicoba back-slopping skala laboratorium UJI PEMBEDAAN SEDERHANA Nama No Booth
: :
Tanggal Produk
: : Tempe rebus
Instruksi Dihadapan Anda terdapat satu (1) pasang sampel tempe rebus 1. Cicipi sampel secara berurutan dari kiri ke kanan 2. Pencicipan hanya diperboloehkan satu kali dan tidak diperkenankan mengulang pencicipan 3. Indentifikasi apakah terdapat perbedaan keseluruhan atribut sensori di antara sampel Beri penilaian Anda dengan memberi tanda (√) pada kolom di bawah ini. Penilaian
Kode sampel .......
Sampel Sama
Sampel Beda
........
Komentar: ................................................................................................................. ....................................................................................................................................
26
Lampiran 3 Lembar penilaian uji beda dari kontrol tahap ujicoba back-slopping skala laboraotrium UJI BEDA DARI KONTROL Nama Sampel
: : Tempe rebus
Tanggal No Booth
: :
Instruksi : Dihadapan anda terdapat sampel tempe rebus (berkode) dan kontrol (R). Anda diminta untuk menguji secara berpasangan untuk mengetahui adakah perbedaan diantaranya dan seberapa besar bedanya Caranya: 1. Cicipilah sampel kontrol 2. Netralkan mulut dengan air putih yang telah disediakan 3. Beri tanda (√) pada kolom yang telah disediakan sesuai dengan kode sampel yang dicoba 4. Ulangi langkah yang sama pada pencicipan sampel selanjutnya Respon perbedaan
257
Kode Sampel 308
352
Tidak beda/sama Sedikit berbeda Agak berbeda Moderat Cukup besar perbedaan Beda Sangat berbeda
Komentar .................................................................................................................................... ....................................................................................................................................
27
Lampiran 4 Lembar penilaian uji rating intensitas tahap optimasi UJI RATING INTENSITAS Nama : Tanggal : No. Telp / HP : Produk :Tempementah Instruksi : Dihadapan Anda terdapat sampel uji 1. Lakukan penilaian terhadap tempe yang disajikan 2. Tentukan intensitas kekompakan tempe dengan memberikan tanda (X) pada skala garis di bawah ini berdasrkan penilaian anda Kode sampel:……. Kekompakan tempe
Sangat tidak kompak
Sangat kompak
Komentar : .................................................................................................................
28
Lampiran 5 Lembar penilaian uji rating intensitas tahap verifikasi back-slopping 1 dan karakterisasi tempe back-slopping 2 UJI RATING INTENSITAS Nama : Tanggal : No. Telp / HP : Produk : Tempe mentah Instruksi : Dihadapan Anda terdapat sampel uji 1. Lakukan penilaian terhadap tempe yang disajikan tanpa membandingkan antar sampel 2. Tentukan intensitas kekompakan tempe dengan memberikan tanda (X) pada skala garis di bawah ini berdasrkan penilaian anda Kode sampel:……. Kekompakan tempe
Sangat tidak kompak
Sangat kompak
Kode sampel:……. Kekompakan tempe
Sangat tidak kompak
Sangat kompak
Komentar : ................................................................................................................
29
Lampiran 6 Lembar penilaian uji pembedaan sederhana tahap karakterisasi tempe hasil back-slopping 2 UJI PEMBEDAAN SEDERHANA Nama No Booth
: :
Tanggal Produk
: : Tempe rebus
Instruksi Dihadapan Anda terdapat satu (1) pasang sampel tempe rebus 1. Cicipi sampel secara berurutan dari kiri ke kanan 2. Pencicipan hanya diperboloehkan satu kali dan tidak diperkenankan mengulang pencicipan 3. Indentifikasi apakah terdapat perbedaan keseluruhan atribut sensori di antara sampel Beri penilaian Anda dengan memberi tanda (√) pada kolom di bawah ini. Kedua sampel sama Kedua sampel berbeda
Komentar: ................................................................................................................. ....................................................................................................................................
30
Lampiran 7 Analisis data uji rating hedonik tahap ujicoba back-slopping skala laboratorium Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Type df Mean F III Sum of Square Squares 4469,3 Model 75 59,591 30,795 42a sampel 1,342 2 ,671 ,347 259,78 panelis 72 3,608 1,865 1 Error 278,658 144 1,935 Total 4748,000 219 a. R Squared = ,941 (Adjusted R Squared = ,911)
Si g. ,000 ,707 ,001
31
Lampiran 8 Analisis data uji beda dari kontrol Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: skor Source Type III Sum df Mean Square F of Squares Model 1505,439a 46 32,727 9,653 panelis 138,144 43 3,213 ,948 sampel 11,773 2 5,886 1,736 Error 291,561 86 3,390 Total 1797,000 132 a. R Squared = ,838 (Adjusted R Squared = ,751)
Sig. ,000 ,569 ,182
32
Lampiran 9 Analisis uji pembedaan sederhana bcakslopping 1 perlakuan waktu tunggu 18 jam Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent jawaban * 40 100,0% 0 0,0% 40 100,0% sajian jawaban * sajian Crosstabulation Count sajian AA jawaban Total
0 1
4 6 10
AB
Total BA
2 8 10
Chi-Square Tests Value df
2 8 10
BB 2 8 10
Asymp. Sig. (2-sided) 3 ,659 3 ,682
Pearson Chi-Square 1,600a Likelihood Ratio 1,502 Linear-by-Linear ,936 1 ,333 Association N of Valid Cases 40 a. 4 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,50.
10 30 40
33
Lampiran 10 Analisis uji pembedaan sederhana back-slopping 2 perlakuan waktu tunggu 14 jam Case Processing Summary Cases Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent jawaban * 40 88,9% 5 11,1% 45 100,0% sajian jawaban * sajian Crosstabulation Count Sajian CC Jawaban Total
0 1
CD 6 4 10
Total DC
2 8 10
Chi-Square Tests Value df
DD 5 5 10
6 4 10
Asymp. Sig. (2-sided) 3 ,230 3 ,207
Pearson Chi-Square 4,311a Likelihood Ratio 4,560 Linear-by-Linear ,176 1 ,675 Association N of Valid Cases 40 a. 4 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,75.
19 21 40
34
Lampiran 11 Analisis data kekompakan tempe tahap verifikasi
Pair 1
kontrol optimasi
Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation 13,0100 10 1,50883 12,8800 10 1,00200
Paired Samples Correlations N Correlatio n Pair 1
kontrol & optimasi
10
Std. Error Mean ,47713 ,31686
Sig.
,438
,205
Paired Samples Test Paired Differences Mean
Std. Deviatio n
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Pair 1
kontrol optimasi
,13000
1,39845
t
,44223 -,87039
df
Sig. (2taile d)
Upper 1,13039 ,294
9 ,775
35
Lampiran 12 Analisis data pH larutan setelah perendaman tahap verifikasi
Pair 1
kontrol optimasi
Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation 4,4000 3 ,00000 4,9333 3 ,05774
Paired Samples Correlations N Correlatio n kontrol & Pair 1 3 . optimasi
Std. Error Mean ,00000 ,03333
Sig.
.
Paired Samples Test Paired Differences Mean
Std. Deviati on
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Pair 1
kontrol optimasi
-,53333
,05774
t
,03333 -,67676
df
Sig. (2taile d)
Upper -,38991 -16,000
2 ,004
36
Lampiran 13 Analisis data pH kedelai pra-fermentasi tahap verifikasi
Pair 1
kontrol optimasi
Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation 4,6000 3 ,00000 5,3333 3 ,05774
Paired Samples Correlations N Correlation kontrol & Pair 1 3 . optimasi
Std. Error Mean ,00000 ,03333
Sig. .
Paired Samples Test Paired Differences Mean
Pair kontrol 1 optimasi
-,73333
Std. Deviati on
,05774
Std. Error Mean
,03333
t
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
-,87676
-,58991 -22,000
df Sig. (2taile d)
2 ,002
37
Lampiran 14 Analisis data uji pembedaan sederhana tahap karakterisasi tempe hasil back-slopping 2 Case Processing Summary Cases Valid Missing N Percent N Percent jawaban sajian
*
40
100,0%
0
0,0%
Total N Percent 40
jawaban * sajian Crosstabulation Count sajian AA jawaban Total
0 1
AB 5 5 10
Total BA
2 8 10
Chi-Square Tests Value df
BB 2 8 10
4 6 10
Asymp. Sig. (2-sided) 3 ,380 3 ,375
Pearson Chi-Square 3,077a Likelihood Ratio 3,107 Linear-by-Linear ,200 1 ,655 Association N of Valid Cases 40 a. 4 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,25.
13 27 40
100,0%
38
Lampiran 15 Analisis data uji rating intensitas tahap tahap karakterisasi tempe back-slopping 2 (ulangam 1)
kontrol Pair 1 backslopping_2
Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation 12,8889 9 1,70913 13,7889
9
Std. Error Mean ,56971
,71317
Paired Samples Correlations N Correlatio n kontrol & backPair 1 9 ,779 slopping_2
,23772
Sig.
,013
Paired Samples Test Paired Differences Mean
Std. Deviatio n
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Pair kontrol - back1 slopping_2
-,90000
1,23693
t
,41231 -1,85079
df
Sig. (2taile d)
Upper ,05079 -2,183
8 ,061
39
Lampiran 16 Analisis data uji pembedaan sederhana tahap tahap karakterisasi tempe back-slopping 2(ulangan 2) Case Processing Summary Cases Valid Missing N Percent N Percent jawaban sampel
*
40
100,0%
0
Total N Percent
0,0%
40
jawaban * sampel Crosstabulation Count AA jawaban Total
0 1
3 7 10
sampel AB BA 3 2 7 8 10 10
Chi-Square Tests Value df
Total BB 2 8 10
Asymp. Sig. (2-sided) 3 ,912 3 ,911
Pearson Chi-Square ,533a Likelihood Ratio ,536 Linear-by-Linear ,416 1 ,519 Association N of Valid Cases 40 a. 4 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,50.
10 30 40
100,0%
40
Lampiran 17 Analisis data uji rating intensitas tahap karakterisasi tempe back-slopping 2 (ulangan 2)
Pair 1
kontrol
Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation 13,0400 10 1,44929
optimasi
13,1000
10
,71181
Paired Samples Correlations N Correlatio n Pair 1
kontrol & optimasi
Std. Error Mean ,45831
10
,22509
Sig.
,769
,009
Paired Samples Test Paired Differences Mean
Std. Deviatio n
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Pair 1
kontrol optimasi
-,06000
1,01017
t
,31944 -,78263
df
Sig. (2taile d)
Upper ,66263
-,188
9 ,855
41
Lampiran 18 Grafik RSM untuk respon pH kedelai pra-fermentasi
One Factor
Design-Expert® Software pH Kedelai Pra-fermentasi
5.42
Design Points
pH Kedelai Pra-fermentasi
3
Konsentrasi GDL X1 = A: A
5.385
5.35
5.315
Prediction
5.30073 3
5.28
0.10 B1
0.19 B2
0.28 B3
A Konsentrasi A: GDL
0.37 B4
0.46 B5
42
Lampiran 19 Grafik RSM untuk respon nilai pH larutan back-slopping
One Factor
Design-Expert® Software pH larutan Backsloping
4.95
Design Points
pH larutan Backsloping
Konsentrasi GDL X1 = A: A 4.8025
4.655
4.5075
Prediction
4.44604
4.36
0.10 B1
0.19 B2
0.28 B3
A: A GDL Konsentrasi
0.37 B4
0.46 B5
43
Lampiran 20 Grafik RSM untuk respon kekompakan tempe
One Factor
Design-Expert® Software kekompakan tempe
13.7
Prediction
13.3632
Design Points GDL X1 = A:Konsentrasi A
kekompakan tempe
12.925
12.15
11.375
10.6
0.10 B1
0.19 B2
0.28 B3
0.37
Konsentrasi GDL A: A
B4
0.46
B5
44
Lampiran 21 Grafik optimasi proses berdasarkan nilai desirability
One Factor
Design-Expert® Software Desirability
Prediction
1.000
0.949 3
Design Points GDL X1 = A:Konsentrasi A
Desirability
0.750
0.500
0.250
0.000
3
0.10 B1
0.19 B2
0.28 B3
0.37 B4
Konsentrasi GDL A: A
B5 0.46
45
Lampiran 22 Perbandingan nilai prediksi dengan hasil dari proses verifikasi Respon Parameter pH kedelai prafermentasi pH larutan backslopping Kekompakan tempe
Interval 95%CI 95% PI Atas Bawah 5.32 5.27
Prediksi
Verifikasi
5.3
5.3
95% CI Bawah 5.29
95% PI atas 5.33
4.4
4.5
4.36
4.54
4.27
4.62
13.4
12.9
12.93
13.79
12.62
14.11
46
Lampiran 23 Analisis data daya iris tempe ANOVA Luas_area
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares 64234911,11 1 47075266,66 7 111310177,7 78
df
5
Mean Square
F
12846982,22 2
3,275
Sig.
,043
12 3922938,889 17
Multiple Comparisons Dependent Variable: Luas_area Dunnett t (2-sided) (I) perlakuan
(J) Mean perlakua Difference n (I-J)
Std. Error
Sig.
95% Confidence Interval Lower Upper Bound Bound -8218,54 1165,21 -5135,21 4248,54 -3395,21 5988,54
GDL A% Back 1 Back 2 Back 1 WT 18 jam Back 2 WT 14 jam
kontrol kontrol kontrol
-3526,667 1617,187 ,170 -443,333 1617,187 ,999 1296,667 1617,187 ,884
kontrol
2496,667 1617,187 ,433
-2195,21
7188,54
kontrol
-1056,667 1617,187 ,943
-5748,54
3635,21
Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.
47
Lampiran 24 Analisis data kekerasan tempe ANOVA Kekerasan Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
F
1,253
256465,883
5
51293,177
491314,687 747780,569
12 17
40942,891
Multiple Comparisons Dependent Variable: Kekerasan Dunnett t (2-sided) (I) perlakuan (J) Mean Std. Error Sig. perlakuan Differenc e (I-J)
Sig.
,345
95% Confidence Interval Lower Bound -667,525 -549,058 -554,758
Upper Bound 291,125 409,592 403,892
GDL A% kontrol -188,2000 165,2128 ,686 Back 1 kontrol -69,7333 165,2128 ,990 Back 2 kontrol -75,4333 165,2128 ,987 Back 1 WT 18 kontrol 201,2667 165,2128 ,635 -278,058 680,592 jam Back 2 WT 14 kontrol 28,3333 165,2128 1,000 -450,992 507,658 jam a. Dunnett t-tests treat one group as a control, and compare all other groups against it.
48
Lampiran 25 Biaya investasi usaha
Komponen
Jumlah
Satuan
Harga satuan (Rp) 20.000.000 1.000.000 300.000
bangunan usaha 1 buah bak air berukuran 3x1,5x1,5 2 buah pembuatan sumur bor 1 buah Total biaya investasi bangunan Pompa air listrik 1 buah 300.000 tong besi 12 buah 100.000 bak plastik 15 buah 25.000 mesin pengupas kedelai kedelai 1 buah 2.500.000 saringan/tampah 1 buah 10.000 pisau 2 buah 5.000 rak fermentasi 3 buah 300.000 keranjang berjaring 25 buah 15.000 Total biaya investasi alat Total biaya investasi (Total biaya investasi bangunan+ investasi alat)
Total (Rp) 20.000.000 2.000.000 300.000 22.300.000 300.000 1.200.000 375.000 2.500.000 10.000 10.000 900.000 375.000 5.670.000 27.970.000
49
Lampiran 26 Total biaya penyusutan per hari
Komponen bangunan usaha bak air berukuran 3x1,5x1,5 Pembuatan sumur bor Pompa air listrik tong besi bak plastik mesin pengupas kedelai kedelai saringan/tampah pisau rak fermentasi keranjang berjaring Total
Investasi (Rp)
Umur (hari)
Nilai sisa (Rp)
20.000.000 2.000.000 300.000 300.000 1.200.000 375.000 2.500.000 10.000 10.000 900.000 375.000
5400 3600 1800 3600 1800 720 1800 720 1800 2160 720
4.000.000 400.000 60.000 75.000 180.000 45.000 400.000 1.000 2.000 180.000 62.500
Biaya penyusutan (Rp) 2963 444 67 125 567 458 1167 13 4 333 434 6.575
50
Lampiran 27 Total biaya pemeliharaan Komponen
Biaya Pemeliharaan bangunan Biaya pemeliharaan alat Total
Per tahun (Rp)
Per Hari (Rp)
2.230.000 283.500 2.513.500
6194 788 6982
51
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gunung Sari, 24 Desember 1991 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari Ayah Zainuddin MT dan Ibu Mastari. Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1996-1998 di TK Angkasa Rembiga. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 19982004 di SDN 1 Mataram dan SMP pada tahun 20042007 di SMPN 2 Mataram. Pendidikan SMA ditempuh di SMAN 1 Mataram pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010, penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis terlibat sebagai pengurus beberapa organisasi kemahasiswaan di IPB antara lain LDK Al-Hurriyah IPB (2010) sebagai staf Divisi Hubungan Luar dan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (Himitepa) IPB divisi HiCo (Himitepa corporation) pada tahun 2011 sebagai staf dan pada tahun 2012 sebagai ketua divisi. Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis juga terlibat pada beberapa kegiatan kepanitian antara lain BAUR-ACCES (2011), LCTIP (2011 dan 2012), HACCPPLASMA (2012), Unilever Goes To Campus (2013), dan kegiatan lainnya Penulis menyusun skripsi dengan judul “Implementasi Dan Analisis Keuntungan Teknologi Back-slopping Pada Pembuatan Quick Tempeh Skala Industri Rumah Tangga” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M. Agr dan Dr. Siti Nurjanah, STP, M.Si.