Imgesprah#1 | art collectivity
1
Imgesprah#1 | art collectivity
IMGESPRACH#1 Materi
:
Art Collectivity
Pemateri
:
Risya Ayudya (Praktisi seni)
Waktu
:
20 Jnuari 2016
Tempat
:
/Sandiolo, Gempol Balas Klumprik no.1, Wiyung, Surabaya 60222
Durasi
:
20.00 wib – 23.22 wib
Biodata Pemateri Risya ayudya adalah anggota dari salah satu komunitas kesenian di Surabaya yaitu Serbuk Kayu, di dalam Serbuk Kayu sendiri ia bertindak sebagai menejemen, orang yang bertindak di belakang layar untuk melakukan berbagai kegiatan menagerial mengenai Serbuk Kayu. Ia memiliki ketertarikan yang kuat menggenai seni rupa karena memang Risya mengambil mayor Pendidikan Seni Rupa, dan sudah di selesaikan tahun 2015 di Universitas Negeri Surabaya. Sekarang ia aktif dalam penyelenggaraan kegiatan seni di Surabaya dan sekitarnya, baik secara independen ataupun berkelompok bersama komunitas Serbuk Kayu.
2
Imgesprah#1 | art collectivity
Materi Judul
:
Art Collectivity
Penulis
:
Risya Ayudya
Dok. Imgesprach
Membahas masalah berkumpul dan berbincang, seperti membahas ayam dan telur, siapa yang lebih dulu mengawali dan siapa yang mengiringi awalan tersebut. Dengan tujuan berbincang orang berkumpul, atau karena berkumpul kemudian dilakukan perbincangan. Yang jelas kedua hal tersebut berkaitan, maka diawal IM GESPRACH ini topik yang diangkat adalah pembahasan kolektif, diimbuhi embel-embel art untuk menandai pengerucutan bidang yang disampaikan, bahwa kita disini sedang berbincang masalah kesenian, sehingga perkumpulan disini mengarah pada berkesenian. Berkumpul untuk membahas kesenian, sebuah kelompok kesenian. Mengapa kita perlu berkelompok dalam sebuah proses? Kelompok kesenian saat ini sudah semakin menjamur, baik yang menamakan diri sebagai komunitas, organisasi atau sekedar perkumpulan. Penamaan tersebut tergantung atas sistem kerja yang kelompok itu terapkan, yang paling sesuai dengan masing-masing anggota, kebutuhan, kondisi dan lingkungan sekitar yang mempengaruhi. Termasuk kesempatan-kesempatan terdekat yang dapat mereka raih. Yang jelas berkelompok membuat mereka lebih berpotensi untuk bergerak dan beraktifitas yang bisa lebih dilihat dan dirasakan sekitarnya. Surabaya merupakan kota yang harus diakui tertinggal dari kota-kota besar yang lain, ternyata ini karena pelakunya yang masih lebih banyak berjalan sendiri. Melakukan usaha mandiri, sehingga 3
Imgesprah#1 | art collectivity tidak sekali terdengar bahwa pihak satu dengan yang lain saling sikut menyikut. Bagaimana membangun iklim kesenian yang baik jika mengurus dirinya saja susah. Akhirnya yang terjadi adalah saling tuntut, harus begini dan begitu, mempertanyakan fasilitas ini dan itu, memohon dukungan dari berbagai pihak yang tidak masuk akal. Kontribusi apa yang telah diberikan hingga yang lain tergugah untuk menolong. Sampai kapan harus saling menuding? Zaman ini sudah harus diakhiri, waktunya kita membuat perubahan yang lebih rasional. Berkelompok itu adalah sebuah awal, dari rekanan sekitar, dari yang bertujuan sama, kemudian tujuan selanjutnya memperbesar jaringan. Bertujuan sama tidak selalu dari background yang sama, kita butuh tenaga lain untuk bersatu demi tujuan yang lebih besar dan lebih besar lagi. Berkongsi, bersekutu jika itu perlu dikatakan. Sah-sah saja, lebih mulia daripada menutup mata dan hanya mengagungkan kelompok terbatasnya saja. Jika bisa bersama, mengapa melakukannya sendiri? Bukankah Negara kita merdeka atas gotong royongnya? Bersama-sama dari berbagai kelompok, suku dan agama menjadi kekuatan yang lebih besar. Lantas untuk apa semua itu? Untuk masa depan. Untuk keberlangsungan yang akan datang. Regenerasi jawabnya. Yang tua sudah harusnya memberi kesempatan, yang muda memberi jejak jejak peninggalan, terus dan terus. Mungkin suatu saatnya kita akan berhasil, akankah keberhasilan itu dibawa mati? Lenyap seiring eranya berhenti? Atau mungkin kita belum berhasil dan harus ada pengganti? Katakan. Ceritakan. Rangkullah penerusmu, mereka harus ada di zaman ini, sehingga mereka akan bisa menularkannya kemudian
4
Imgesprah#1 | art collectivity
Review 1 : Khairus Aksham Pengangkatan tema Art Collectivity sebagai tema awal dari sebuah diskusi ini merupakan simbolisasi dari cara/metode dalam upaya pemecahan masalah yang dikerjakan secara berkelompok/gotong royong. Sebelum melangkah lebih jauh kita akan membedakan kinerja kelompok menjadi dua; kelompok berbasis kelompok dan kelompok berbasis individu, “Juve dalam praktek kerja seni saat ini sangat memungkinkan dan mengguntungkan untuk bekerja secara berkelompok, maka dari itu saat kita benar-benar berniat untuk membuat sebuah kelompok, kita harus memiliki persiapan yang cukup matang seperti hal nya rancangan program dan input atau output dari program itu sendiri”. Kedua kelompok tersebut dapat dianalogikan menjadi sub bagian. Dimana kelompok berbasis kelompok bekerja demi teraihnya tujuan(visi/misi) kelompok tersebut, “Damis berpendapat bahwasanya pijakan awal (melakukan aktivitas kolektif) adalah hal yang penting, karena bentuk-bentuk kolektif akan bisa memunculkan banyak peluang baru untuk kita para pelakunya, yang mana produk dari kerja kolektif itu sendiri akan menjadi sebuah produk baru yang lebih baik, dan begitu seterusnya.”
sebagai contoh: salihara dalam basis kebudayaan, jendela dalam basis pendistribusian, ruang rupa dalam basis organisasi seni rupa. Kelompok berbasis individu bekerja demi mencetak suatu bentuk individu, contoh: perkumpulan seni rupa pasuruan (ngisor mejo ono ulane).
5
Imgesprah#1 | art collectivity Art collectivity disini ialah penggabungan dan pertukaran atas dua kelompok tersebut demi berlangsungnya ekosistem atau terbentuknya lingkungan berkesenian yang bersifat sehat dan organik. Salah satu bentuk dari collectivity adalah “regenerasi”, dalam tanda kutip bukan regenerasi secaara hirarki dan konvensional, seperti usia, gender dan sebagainya. “Gugun, penekanan yang tepat adalah distribusi pengetahuan, distribusi dari orang yang lebih tahu ke mereka yang belum tahu, dan hal itu akan bisa berjalan dengan baik dengan berkelompok, meskipun dengan tidak berkelompok juga bisa dilakukan, namun akan ditemui kendala dan kesulitan yang lebih banyak“ Melainkan penyebaran informasi yang bersifat wacana, kritik, atau bantuan. Penyebaran seperti apa? Penyebaran secaara pertukaran, bukan dalam segi finansial melainkan dari segi passion, keberkebutuhan, dan ketergantungan untuk saling bertukar potensi dalam pembentukan lingkungan. Sebagai contoh; diskusi dimana output berupa dokumentasi yang dapat didistribusikan, residensi yang dapat memberikan ruang praktik, dan pertukaran problema (informasi) pada proses berkeseniannya, komunitas street art, performance art, masyarakat sekitar dalam penggambaran/ mural pada dinding suatu wilayah. Art collectivity sangatlah penting dalam pembentukan lingkungan berkesenian. Selain lebih mudah dan mempercepat, penularan semangat/antusias dan pertukaran informasi menjadi garis besar keberlangsungan kesenian itu sendiri.
6
Imgesprah#1 | art collectivity
Review 2 : Dwiki Nugroho Mukti
Seni dan perilaku kerja kelompok, adalah dua hal yang berkaitandan dibahas dalam imgesprach#1. Keduanya dipadatkan dalam tema art collectivity, art collectivity yang di bahas dalam forum diskusi ini adalah perilaku kerja seni secara kelompok, dengan menggunakan nama kelompok, ataupun tidak. Harus disadari dewasa ini bentuk-bentuk kerja kelompok dalam berkesenian banyak di adaptasi oleh pelaku-pelaku seni di Indonesia, karena memang bentuk-bentuk kerja secara kelompok akan sangat mengguntungkan untuk para pelakunya, contoh sederhana adalah pertukaran informasi, saat kita berkelompok dengan 5 orang, maka dalam kelompok itu akan ada 5 agen yang mendapat informasi dari luar lalu informasi yang didapat akan di sampaikan ke kelompok tersebut untuk tiap-tiap anggotanya, jadi satu orang akan mendapat informasi dari 4 orang yang lain. Pembandingnya adalah saat kita bekerja sendiri maka informasi yang masuk kepada kita akan lebih sedikit, ini adalah bentuk hitung sederhana dengan tidak mempertimbangkan peluang yang lain, karena saat dimasukan variabel peluang yang lain maka contoh a dan b harus mendapat perubahan yang sama dan jumlahnya dimana akan tetap mengguntungkan yang a. Dalam diskusi ini muncul beberapa statement yang dikeluarkan oleh peserta, seputar kegelisahanya terhadap Surabaya, ada satu stetement yang membuat saya sangat miris terhadap apa yang terjadi di Surabaya di lontarkan oleh salah satu peserta diskusi “Surabaya memang merupakan salah satu kota besar di Indonesia, namun dalam hal kesenian kita sanggat jauh tertinggal” lantas apa yang terjadi dengan Surabaya sampai bisa sebegitu tertinggal, stetemen berikutnya yang dilontarkan oleh Zalfa Robby lebih menarik lagi “generasi seni rupa kita (Surabaya) saat ini, adalah generasi yang diculik oleh alien lalu ditaruh di massa ini. Karena setelah bubarnya Aksera yang notabene merupakan salah satu kekuatan seni rupa di surabaya pada massa nya tidak ada tooh yang cukup 7
Imgesprah#1 | art collectivity besar untuk menjadi penerus yang nantinya juga akan membagikan informasi ke generasi selanjutnya”. Saya sempat memiliki anggapan yang sama seperti anggapan dalam stetement pertama bahwasanya kesenian disurabaya tertinggal bila dibanding dengan kesenian kesenian di kota lain, namun saya sadari akhir-akhir ini dalam kerja seni sebenarnya tidak ada yang lebih maju atau yang lebih terbelakang, semuanya sama-sama memiliki bentuk kerja yang dilakukan yang mana bentuk-bentuk komparasi yang dilakukan untuk membandingkan antara satu kota dengan kota yang lain hanya berkutat pada ukuran-ukuran materil, yang mana sebenarnya bentuk kemajuan kesenian sangat abstrak untuk diperbandingkan.Cukuplah dengan membandingkan, lalu kita akan berkaca untuk diri kita sendiri (Surabaya), masalah yang sebenarnya terjadi adalah masalah yang dilontarkan dalam statemen ke dua, yang menyebutkan kita (generasi saat ini) di culik alien dan di taruh di massa ini, ya masalah yang perlu kita kejar dan benahi adalah putusnya arus kesenian saat aksera bubar, sehingga generasi saat ini harus mulai menciptakan arus untuk dapat ikut menikmati laut. Untuk menciptakan arus tersebut ada beberapa solusi yang bisa dilakukan, namun kita akan berfokus pada salah satu solusi yaitu art collectivity, bekerja secara berkelompok. Namun perlu digaris bawahi bahwa untuk bekerja kelompok tidaklah semudah yang bayangkan, meskipun memiliki tujuan yang bagus untuk saling mempermudah anggotanya untuk melakukan aktivitas kesenian masing-masing, namun tidak sedikit juga kelompok yang tidak solid kemudian pada akhirnya bubar. Idealnya saat memiliki kesadaran untuk berkelompok maka kita akan membuat sebuah kelompok atau bergabung dengan kelompok yang sudah ada, bila kita bergabung dengan sebuah kelompok kita harus menggerti arah kerja kelompok tersebut bagaimana, jangan sampai karena kita hanya ingin berkelompok dan tidak banyak memikirkan tujuan dan lain-lain, suatu waktu kerja kelompok itu akan membebani kita karena kerja yang terjadi dikelompok tersebut tidak sesuai seperti yang kita harapkan, jadi sebaiknya saat ikut bergabung dengan kelompok kita juga sudah tau apa yang kita inginkan dan bagaimana arah kerja kelompok yang akan kita tuju. Lebih mudah lagi untuk menentukan arah kerja kelompok adalah dengan membuat kelompok itu sendiri mencari orang-orang yang memiliki ketertarikan atau kegelisahan yang sama lalu berkelompok untuk bekerja bersama menggembangkan nya, namun kesulitan untuk membuat kelompok ini adalah mempertahankanya. Ada dua bentuk kerja kolektif yang dipaparkan dalam diskusi ini, menggacu pada pola kerja terhadap anggotanya. Pertama adalah pola kerja berkelompok dengan orang-orang yang terlibat didalamnya berfokus untuk membuat arus melalui kelompok tersebut, menjadikan kelompok tersebut besar, yang mana saat kelompok itu besar maka orang-orang didalamnya pun secara otomatis akan turut menjadi besar pula, kekurangan dari pola kerja ini adalah orang-orang yang berada dalam kelompok ini harus bisa menekan egonya untuk kepentingan kelompok, mungkin secara kasar akan saya bahasakan anggota kelompok geraknya akan sangat terbatas. Kedua bentuk kerja kelompok dimana kelompok itu sendiri hanya menjadi wadah untuk para anggotanya bisa bereksplorasi sejauh mungkin, semua anggotanya dibebaskan untuk melakukan apapun dengan kewajiban terhadap kelompok sangat minim, dalam model kerja yang seperti ini juga terdapat kekurangan, yaitu saat kesemua atau beberapa anggota kelompok itu begitu vokal maka kelompok itu sangat rentan untuk terpecah, karena adanya banyak otak yang ingin dihidupi. Kembali ke paragraf sebelumnya yang membahas untuk membuat sebuah kelompok, menurut paparan Juve dalam praktek kerja seni saat ini sangat memungkinkan dan mengguntungkan untuk bekerja secara berkelompok, maka dari itu saat kita benar-benar berniat untuk membuat sebuah 8
Imgesprah#1 | art collectivity kelompok, kita harus memiliki persiapan yang cukup matang seperti hal nya rancangan program dan input atau output dari program itu sendiri.
Masalah ke-dua yang saya tangkap dalam forum diskusi ini adalah semangat kolektif yang masih tergolong rendah di surabaya, kolektif dengan skup yang meluas dan benar-benar sadar akan diri ataupun kebutuhanya. Memang perlu adanya kesadaran para pelaku surabaya akan semangat berkolektif yang sehat, bukan berarti semua harus menjadi sebuah bentuk kelompok yang sama, namun bentuk komunikasi yang intens untuk membicarakan kemajuan perlu terjalin dengan baik, Damis berpendapat bahwasanya pijakan awal (melakukan aktivitas kolektif) adalah hal yang penting, karena bentuk-bentuk kolektif akan bisa memunculkan banyak peluang baru untuk kita para pelakunya, yang mana produk dari kerja kolektif itu sendiri akan menjadi sebuah produk baru yang lebih baik, dan begitu seterusnya. Saat sudah berjalan bentuk-bentuk kolektif, hal berikutnya yang ditekankan oleh pemateri adalah regenerasi, sebetulnya pemilihan kata regenerasi tidak begitu tepat untuk penyebutanya karena kata regenasi akan menjurus pada hirarkis antar usia ke usia kurang lebih begitu yang dikatan Gugun, penekanan yang tepat adalah distribusi pengetahuan, distribusi dari orang yang lebih tahu ke mereka yang belum tahu, dan hal itu akan bisa berjalan dengan baik dengan berkelompok, meskipun dengan tidak berkelompok juga bisa dilakukan, namun akan ditemui kendala dan kesulitan yang lebih banyak. Bekerja secara kelompok lalu membangun jaringan dengan kelompok-kelompok yang lain tentu saja akan sangat menguntungkan karena tentu saja kan banyak aliran informasi (distribusi pengetahuan) dari satu kelompok ke kelompok yang lain. Distribusi pengetahuan yang baik saya yakini akan membawa kesejahteraan untuk medan yang di naungi nya, dan akan membuka peluang-peluang yang bisa saja menguntungkan bagi pelakunya. 9
Imgesprah#1 | art collectivity *nama-nama yang dimunculkan adalah tokoh sebenarnya
Imgesprach team Penanggung jawab : Dwiki nugroho mukti | Program director : Khairus samhan |Design : Candra P.W Documentation : Krisna esa | Publication : Kharisma adi & Upin Aripin 10