Warta dalam Dua Bahasa - April 2004, Vol 2 No. 1
ILO Serahkan Rekomendasi untuk Tanggulangi Kemiskinan di Indonesia pengentasan kemiskinan. Keduanya
U
ntuk menanggulangi kemiskinan di Indonesia pascakrisis, tingkat pertumbuhan lima hingga enam persen penting namun tidaklah memadai untuk menyerap dua juta pekerja baru serta pengangguran dan setengah pengangguran,” ujar Prof. Iyanatul Islam atas nama ILO Jakarta pada Selasa, 17 Februari, ketika memeresentasikan laporan ILO mengenai “Terbebas dari Kemiskinan: Masukan ILO atas PRSP Indonesia (Poverty Reduction Strategy Paper/ Dokumen Pengentasan Kemiskinan)” di Jakarta. “Seluruh masyarakat Indonesia, yang bersedia dan mampu bekerja, harus mendapat kesempatan memperoleh pekerjaan yang stabil dan produktif dalam kondisi yang merdeka, bermartabat, sejajar dan aman. Hal ini merupakan inti dari pertumbuhan pro-kaum miskin dan etos dari pekerjaan yang layak,” ia melanjutkan. Acara peluncuran laporan ini dihadiri Joharis Loebis (Ketua Tim PRSP), Rizal Ismail (Wakil Ketua Gugus PRSP 1), Dr. Noer Soetrisno (Ketua Gugus PRSP 2), Dr. Fasli Djalal (Ketua Gugus PRSP 3) and Prof. Dr. Azrul Azwar (Ketua Gugus PRSP 4), Alan Boulton, Direktur ILO untuk Indonesia dan Azita Berar-Awad dari Departemen Integrasi ILO Jenewa. Laporan ini, bersama dengan serangkaian paparan teknis singkat, mencakup permasalahan dan pilihan kebijakan yang penting bagi
merupakan bagian dari kontribusi teknis yang diberikan ILO terhadap proses perumusan PRSP di Indonesia. Selanjutnya, ILO pun telah secara aktif mendukung dan meningkatkan kapasitas dari organisasi pekerja dan pengusaha serta mempromosi-kan dan mendorong keter-libatan mereka dalam proses PRSP. Hal ini untuk memastikan aspirasi dari dunia kerja didengar saat merumuskan dan menerapkan strategi pengentasan kemiskinan. Laporan ini merekomendasikan untuk mengidentifikasikan sektor-sektor yang memiliki potensi lapangan kerja, seperti pertanian dan mempromosikan lingkungan yang ramah terhadap usaha kecil menengah. Pendekatan siklus hidup untuk mengatasi masalah kemiskinan direkomendasikan, yang memusatkan pada keluarga miskin dengan banyak anak, mempromosikan pendidikan untuk semua dan meningkatkan pendidikan dari sudut metode pengajaran. Rekomendasi-rekomendasi ini pun menekankan untuk memperkuat Dewan Tripartit Nasional. Secara bertahap (antara 10 hingga 15 tahun) memperluas program jaminan sosial bagi seluruh pekerja di ekonomi formal, pekerja migran dan pekerja mandiri. Selanjutnya, memberikan program jaminan sosial bagi seluruh pekerja
Serangkaian Rekomendasi Kebijakan: Pekerjaan yang Layak dan Pengentasan Kemiskinan di Indonesia Bersama laporan ini, ILO telah menyiapkan serangkaian paparan teknis singkat dan terfokus. Paparan-paparan ini disusun sebagai dokumen latar belakang tentang persoalan dan pilihan kebijakan yang amat penting bagi pengentasan kemiskinan serta sebagai pondasi bagi pembuatan laporan komprehensif sebagai sumbangan ILO terhadap proses PRSP, yang akan menyediakan rekomendasi khusus kepada masing-masing gugus tugas dalam Komite Penanggulangan Kemiskinan Nasional.
Tema-tema untuk paparan singkat tersebut meliputi: (1) Dimensi Ketenagakerjaan dalam Kebijakan Makro dan Sektoral; (2) Desentralisasi dan Pekerjaan yang Layak: Mengaitkannya dengan MDG; (3) Penciptaan Pekerjaan dan Pengembangan Usaha (Usaha Kecil Menengah dan Ekonomi Lokal; (4) Lapangan Kerja bagi Kaum Muda: Jalan Setapak dari Sekolah Menuju Pekerjaan; (5) Pembangunan Pedesaan: Akses, Ketenagakerjaan dan Peluang Meraih Pendapatan; (6) Pengembangan Keterampilan untuk Pertumbuhan Ekonomi dan Kehidupan yang Berkelanjutan; (7) Mempromosikan Deklarasi ILO mengenai Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja; (8) Menghapus Bentuk-bentuk Terburuk Pekerja Anak; (9) Perlindungan Sosial bagi Semua; (10) Mempromosikan Tata Pemerintahan yang Baik di Pasar Tenaga Kerja; (11) Migrasi: Kesempatan dan Tantangan untuk Mengentaskan Kemiskinan; dan (12) Jender dan Kemiskinan
Liputan Utama di ekonomi informal serta mengembangkan asuransi kesehatan sosial. Secara keseluruhan, laporan ini memberikan gambaran tentang pentingnya penggabungan kebijakan sosial dan ekonomi untuk menjawab tantangan penghapusan kemiskinan. “Rekomendasi-rekomendasi ini menekankan pentingnya menempatkan persoalan ketenagakerjaan sebagai tema sentral dari strategi penanggulangan kemiskinan berdasarkan kerangka kerja konseptual ‘Pekerjaan yang Layak untuk Semua’,” Alan Boulton berkata dalam sambutan pembukaannya. Azita Berar-Awad dari Departemen Kebijakan Integrasi ILO Jenewa menambahkan,“Kerangka konseptual dari pekerjaan yang layak dan pengentasan kemiskinan merupakan bagian dari konstitusi Indonesia dan mewakili visi utama dari ILO.”
konstituennya—Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) , organisasi pengusaha dan pekerja sebagai mitra-mitra utama dalam mengembangkan strategi penanggulangan kemiskinan yang efektif serta dapat diterapkan yang sejalan dengan perhatian pemerintah Indonesia dan harus dipertimbangkan oleh gugusgugus tugas dalam merumuskan PRSP,” ujar Joharis. Pada forum tersebut, Komite Penanggulangan Kemiskinan dan ketuaketua gugus tugas menelaah laporan tersebut. Turut berpartisipasi dalam diskusi adalah Revisond Baswir (Ekonom dari Universitas Gadjah Mada), Cheppy Alowie (Sekretaris Jendral Depnakertrans), Djimanto (Sekretaris Jendral Asosiasi Pengusaha Indonesia—APINDO), Syaiful DP (Jejaring Serikat Pekerja Indonesia untuk PRSP). Lebih dari 150 peserta yang mewakili badan
Joharis Loebis yang membacakan pidato Jusuf Kalla, Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat, memberikan penghargaannya terhadap ILO Jakarta atas segala kegiatan yang dilakukan bagi proses perumusan PRSP di Indonesia. “Upaya ILO dalam menyuarakan kebutuhan akan pekerjaan yang layak dan upah minimum seperti yang tercermin dari para
Daftar Isi Dari Kami
3
Sekilas ILO Kantor Baru ILO
3 3
Liputan Utama ILO Serahkan Rekomendasi untuk Tanggulangi Kemiskinan di Indonesia
1
Pekerja Anak ILO-IPEC Tanggulangi Bentuk-bentuk Terburuk Pekerja Anak di Indonesia
4
Pembantu Rumah Tangga Anak: “Bunga-bunga di Atas Padas”
5
Hak dalam Bekerja Penting, Peranan Polisi dalam Hubungan Industrial Mari Dengarkan “Smart Workers”
6 8
Lapangan Kerja Lapangan Kerja bagi Kaum Muda: Rencana untuk AKSI! APINDO Luncurkan Global Compact di Indonesia ILO Gelar Serangkaian Pelatihan WISE di Jawa Timur
9 11 12
Dialog Sosial Proyek Deklarasi ILO dukung penerapan UU Ketenagakerjaan baru di Indonesia
13
pemerintahan, serikat pekerja, pengusaha, donor, badan PBB, Bank Dunia, LSM, anggota gugus tugas PRSP, akademis dan media. Sebagai tambahan, konsultasi teknis terpisah dilakukan dengan masing-masing gugus tugas untuk berbagi dan mendiskusikan kebijakan rekomendasi yang mungkin diadopsi ke dalam PRSP Indonesia. Indonesia merupakan satu dari ke80 negara penerima dana dari Bank Dunia dan IMF yang harus menyusun dokumen PRSP. Komite Nasional Pengentasan Kemiskinan telah merancang interim PRSP pada Januari 2003. Pemerintah menargetkan PRSP sepenuhnya diselesaikan pada Juni 2004. (Lebih lanjut, baca kolom tentang "Globalisasi, Ketimpangan dan Pengentasan Kemiskinan di hal 18)
Perlindungan Sosial Penerapan Kaidah ILO mengenai HIV/AIDS dan Dunia Kerja Timor-Leste Tim Tingkat Tinggi ILO Bertemu Xanana Gusmao
14
5
Jender Perempuan Bekerja: Langit-langit Kaca Masih Kokoh
15
Cuplikan
16 17
Buku Agenda
8
Kolom
18
2
Kantor Baru Sejak 15 Maret 2004, Kantor ILO Jakarta pindah ke: Menara Thamrin Jl. M. H. Thamrin Kav 3, Lantai 22 Jakarta 10250 Telp. (62 21) 391-3112 (hunting) Faks (62 21) 310-0766 Email:
[email protected] Website: www.ilo-jakarta.or.id
Dari Kami
K
ami menyambut awal yang sibuk untuk tahun 2004 dengan sejumlah program ILO di Indonesia. Kegiatan berkenaan dengan pekerja anak dan lapangan kerja bagi kaum muda terus berkembang. Tim baru untuk proyek mendukung Rencana Aksi Nasional Indonesia mengenai Bentukbentuk Terburuk Pekerjaan untuk Anak saat ini sedang berjalan, begitu pula dengan konsultasi yang dilakukan bersama para konstituen mengenai kegiatan-kegiatan program. Jejaring Lapangan Kerja bagi Kaum Muda Indonesia terus melangkah dengan persiapan Rencana Aksi dan proyek baru sejalan dengan disetujuinya bantuan ILO untuk kegiatan ini. ILO memberikan masukan-masukan penting, yang termuat di dalam “Terbebas dari Kemiskinan”, kepada Komite Penanggulangan Kemiskinan dan empat Gugus Tugas-nya pada 17-19 Februari. Masukan ini menekankan pentingnya peranan kebijakan penciptaan lapangan kerja dan kebijakan lainnya yang menyangkut ketenagakerjaan dalam mengurangi kemiskinan, serta perlunya persoalan-persoalan perburuhan dan ketenagakerjaan disinggung di dalam Dokumen Strategi Pengentasan Kemiskinan (Poverty Reduction Strategy Paper/PRSP) Indonesia. Proyek Hubungan Industrial melanjutkan bantuannya terhadap Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) dengan penerapan Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang baru. Bantuan ini pun mencakup kegiatankegiatan lanjutan berkaitan dengan kerja sama bipartit, keterampilan berunding dan bernegosiasi, dan pelatihan bagi mediator dan hakim. Proyek Pelatihan untuk Polisi telah secara resmi diluncurkan melalui sebuah seminar mengenai peranan polisi dalam perselisihan industrial.
Kami pun secara aktif mendukung inisiatif dan kegiatan mitra-mitra kami. APINDO meluncurkan Global Compact pada 28 Februari dan ILO akan mendukung dengan kegiatankegiatan yang mendorong pengusaha untuk mengadopsi dan menerapkan prinsip-prinsip di dalam Global Compact. Kami mendorong dan mendukung serikat-serikat pekerja mempersiapkan masukan bersama mengenai PRSP dan mendukung Depnakertrans dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan peraturan perundangan baru, upah minimum, pelatihan mediasi dan pekerja anak. Pada 1 Januari 2004, Kantor Jakarta diberikan tanggung jawab membawahi program-program ILO di Timor Leste. Saya dan Peter Rademaker (Deputi Direktur) telah mengunjungi Dili untuk berdiskusi dengan para konstituen mengenai proyek-proyek besar menyangkut pengembangan keterampilan dan hubungan industrial. Tanggung jawab khusus lainnya terkait dengan jalinan kerja sama dengan ASEAN. Untuk hal ini, mengembirakan bahwa Sekretaris Jendral ASEAN telah bertemu dengan Direktur Jendral ILO Juan Somavia di Jenewa pada 27 Januari untuk mendiskusikan masalahmasalah yang menjadi perhatian bersama kedua organisasi ini. Di luar itu semua, Kantor Jakarta pindah ke gedung baru. Bersama-sama dengan badan-badan PBB lainnya, ILO saat ini berlokasi di Gedung Menara Thamrin di Jakarta Pusat. Program dan kegiatan ILO terus mendapat dukungan besar dari para mitra kami di pemerintahan, organisasi pengusaha dan serikat kerja. Banyak terima kasih dan selamat atas keberhasilan upaya kita bersama.
Sekilas ILO Prioritas Obyektif untuk Indonesia 2004-2005 Kantor ILO Jakarta Mendukung Indonesia melangkah maju dengan tujuan-tujuan pekerjaan yang layak dengan penekanan pada: §
Kemajuan selanjutnya dalam mewujudkan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja, termasuk melalui pelaksanaan undang-undang tenaga kerja baru dan pembangunan kapasitas administrasi ketenagakerjaan, organisasi pengusaha dan serikat pekerja.
§
Pengurangan tajam dari bentuk-bentuk terburuk kerja paksa dan pekerja anak, khususnya melalui pemberian dukungan terhadap Rencana Aksi Nasional Indonesia.
§
Lebih banyak kesempatan kerja bagi kaum muda dan mereka yang berada di wilayah yang terimbas krisis.
§
Meningkatkan perlingundan sosial bagi kelompok rentan, terutama pekerja di ekonomi informal dan pekerja migran.
Perhatian khusus diberikan pada kesetaraan jender dan dampak yang bias dicapai di tingkat nasional dan lokal.
3
Pekerja Anak ILO-IPEC Tanggulangi Bentuk-bentuk Terburuk Pekerja Anak di Indonesia
“Bersama Meraih Masa Depan tanpa Pekerja Anak”
Dukungan Proyek ILO-IPEC terhadap Rencana Aksi Nasional
P
rogram Internasional ILO untuk Penghapusan Pekerja Anak (ILO-IPEC) baru-baru ini memulai proyek besar baru yang dirancang untuk mendukung tahap pertama Rencana Aksi Nasional Indonesia untuk Penghapusan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerja Anak.
© M. Asrian Mirza
Kesadaran akan perlunya mengembangkan pendekatan baru untuk menanggulangi pekerja anak meningkat, terutama bentuk-bentuk terburuknya. Dalam dekade belakangan ini, Indonesia telah berhasil meningkatkan akses terhadap pendidikan, namun kemiskinan dan faktor-faktor lainnya masih menjadi penyebab banyak anak-anak putus sekolah dan masuk ke dalam angkatan kerja. Banyak dari anak-anak ini rentan terlibat bentuk-bentuk terburuk pekerjaan untuk anak. Pada 1999, Konferensi Perburuhan Internasional secara anonim mengadopsi Konvensi No. 182 mengenai pelarangan dan penghapusan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerja Anak. Konvensi ini menjabarkan dua kategori besar Bentuk-bentuk Terburuk Pekerja Anak. Kategori pertama bersifat tidak terkondisikan dan meliputi perbudakan, perdagangan anak, perekrutan anak dalam konflik bersenjata, prostitusi dan pornografi, dan bentuk-bentuk kegiatan terlarang lainnya seperti penjualan narkoba dan kerja ijon. Kategori kedua menyangkut pekerjaan yang membahayakan kesejahteraan fisik, mental atau moral anak, baik karena jenis atau kondisi pekerjaan yang dilakukan. Hal ini dikenal juga sebagai jenis pekerjaan yang berbahaya.
Rencana Aksi Nasional Indonesia
·
Meningkatkan kesadaran publik bahwa bentuk-bentuk terburuk
·
pekerja anak harus dihapuskan Memetakan keberadaan bentuk-bentuk terburuk pekerja anak dan upaya-upaya untuk menghapuskannya
·
Mengembangkan dan memulai pelaksanaan program penghapusan bentuk-bentuk terburuk pekerjaan untuk anak dengan prioritas pada perdagangan anak untuk prostitusi, keterlibatan anak dalam pembuatan dan pengedaran obatobatan terlarang, dan keterlibatan anak dalam perikanan, pertambangan dan industri alas kaki.
4
Bagian kedua dari strategi akan melibatkan program-program sasaran yang terfokus pada lima sektor yang diidentifikasi oleh Rencana Aksi Nasional. Melalui program-program ini, proyek akan memindahkan anak-anak dari bentukbentuk terburuk pekerjaan untuk anak dan mencegah lainnya dari memasuki pekerjaan sejenis. Anak-anak dibantu melalui layanan pendidikan dan lainnya. Banyak keluarga dan masyarakat akan menikmati keuntungan dari program sosio-ekonomi yang didukung oleh proyek ini. Tujuannya adalah agar program-prgoram ini memberikan model yang dapat dilakukan di tempat-tempat lain oleh pemerintah atau mitra lainnya. Proyek akan menjalin kerja sama erat dengan mitra-mitra ILO dari pemerintah, organisasi pekerja dan pengusaha dan LSM. Proyek pun akan berupaya menjalin kerja sama dan memperkuat jaringan dengan badan-badan nasional dan internasional yang menangani pekerja anak. Kepala Penasihat Teknis Proyek, Patrick Quinn, menekankan bahwa Rencana Aksi Nasional dapat memberikan kontribusi penting bagi tujuan pembangunan Indonesia yang lebih luas. “Pekerjaan untuk anak tidak hanya membahayakan hak-hak anak, ia pun menelan biaya sosial yang lebih luas. Pekerja anak cenderung berpendapatan rendah dan mengalami kemiskinan ketika mereka dewasa. Anakanak mereka pun cenderung putus sekolah dan menjadi pekerja anak. Memutuskan lingkaran kemiskinan ini, pekerja anak perlu ditanggapi sebagai tujuan pembangunan nasional yang penting.” © M. Asrian Mirza
Indonesia meratifikasi Konvensi ILO No. 182 tahun 2000. Peraturan disusun untuk menerapkan Konvensi ini dan Komite Aksi Nasional tentang Bentuk-bentuk Terburuk Pekerja Anak dibentuk. Komite ini selanjutnya menyusun Rencana Aksi Nasional untuk Penghapusan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerja Anak. Rencana ini merumuskan tujuannya sebagai kebutuhan untuk “mencegah dan menghapuskan bentuk-bentuk terburuk pekerjaan untuk anak” dan menetapkan Program Aksi Nasional untuk diterapkan dalam tiga tahap program selama kurun waktu 20 tahun. Dalam lima tahun pertama, tujuan-tujuan pokok dari Program ini adalah:
Lokakarya bagi mitra-mitra sosial di tingkat nasional dan provinsi selama tahun 2003 membantu pembentukan rancangan proyek ILO-IPEC, yang akan berlangsung selama empat tahun dan didukung oleh Departemen Perburuhan Amerika Serikat. Proyek ini memiliki dua strategi. Strategi pertama akan terfokus pada kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan kebijakan menyangkut pekerja anak. Strategi akan mencakup perbaikan dasar pengetahuan, peningkatan kesadaran dan advokasi, pembangunan kapasitas dari para mitra dan mempromosikan persoalan pekerja anak dalam kebijakan nasional dan lokal serta kerangka kerja program.
Timor Leste Tim Tingkat Tinggi ILO Bertemu Xanana Gusmao
B
erkenaan dengan keanggotaan Timor-Leste, delegasi tingkat tinggi ILO mengunjungi Timor-Leste pada 11-13 Februari 2004. Delegasi ini terdiri dari Yasuyuki Nodera (Regional Direktur ILO untuk Asia dan Pasifik), Werner K. Blenk (Direktur Sub-Regional ILO untuk Asia Tenggara di Manila), Alan Boulton (Direktur ILO untuk Indonesia) dan Carmelo Noriel (Kepala Penasihat Teknis untuk Proyek Deklarasi di Jakarta). Delegasi bertemu dengan Presiden Kay Rala Xanana Gusmao, Perdana Mentri Mari Bim Amude Alkatiri dan Sekretaris Negara untuk Perburuhan dan Solidaritas. Tim pun bertemu, di antaranya, perwakilan pengusaha dan pekerja, kepala badan-badan PBB dan perwakilan organisasi internasional. Tim didampingi oleh Liaison Officer ILO untuk Timor Leste, T.I.M. Nurunnabi Khan. Timor-Leste menjadi negara anggota ILO ke-177 pada Agustus 2003. ILO sendiri telah terlibat secara aktif di Timor-Leste sejak tahun 1999. Sebelum Timor-Leste secara resmi menjadi anggota, ILO telah memberikan dukungan teknis dan pelatihan di bidangbidang seperti sistem informasi pasar kerja, kewirausahaan dan pengembangan keterampilan kejuruan dan administrasi ketenagakerjaan. Bantuan teknis lainnya juga diberikan untuk pengembangan kaidah perburuhan dan pembentukan sistem administrasi ketenagakerjaan yang efektif.
Saat ini, ILO memiliki tiga proyek operasional di Timor-Leste, yaitu: sebuah proyek tentang administrasi perburuhan yang didanai Departemen Perburuhan Amerika Serikat; proyek berjudul “Integrated Employment Generation Initiatives of the Secretariat of State for Labour and Solidarity”; dan proyek bersama yang didanai oleh EU, UNDP dan ILO tentang “Skills Training for Gainful Employment (STAGE)” yang akan segera dilaksanakan. Proyekproyek ini akan berperan dalam pembangunan negara di bidang program pelatihan keterampilan yang berorietansi padat karya, pembangunan kapasitas konstituen ILO dan perbaikan mekanisme hubungan industri di negara tersebut.
Pekerja Anak Pembantu Rumah Tangga Anak:
“Bunga-bunga di atas Padas”
Ibu Wiji: Warti! Apa kerja kamu seharian? Ini meja masih berdebu… masih ada piring kotor tidak dicuci… Sudah kukatakan, kalau mau kerja di sini jangan suka malas! Eh, kamu ini tidak cuma malas, tapi juga suka ngrumpi… Warti (pembantu rumah tangga anak): Tapi, Bu… Ibu Wiji: Sudah saya katakan, diaaaam… Berani melawan? Saya ini cuma mau ngasih tahu. Mau apa kamu hah? Kurang ajar! (suara pipi ditampar) kutipan dari drama radio “Bunga-bunga di Atas Padas” episode 5
P
embantu rumah tangga anak (PRTA) kerapkali terbebani berbagai tugas berbahaya dalam kondisi kerja yang eksploitatif. Banyak dari mereka yang tidak menikmati hak-hak dasar sebagai pekerja dan tidak memiliki akses akan pendidikan dan bentukbentuk pengembangan pribadi lainnya. Mereka umumnya memiliki jam kerja yang panjang (lebih dari 15 jam per hari) tujuh hari seminggu, menerima upah yang rendah atau tidak dibayar sama sekali dan tidak memiliki waktu luang untuk bermain, bersosialisasi atau mempelajari keterampilan baru.
Berdasarkan survei yang dilakukan ILO pada 2003, diperkirakan terdapat sekitar 2,6 juta pembantu rumah tangga di Indonesia, dengan hampir 700.000 di antaranya anak-anak di bawah usia 18 tahun. Angka ini jauh di atas perkiraan Biro Pusat Statistik tahun 2001 sekitar 152.000 PRTA. Sejak tahun 2002, program ILO untuk PRTA di Indonesia berupaya mencari langkah yang efektif untuk menyikapi permasalahan ini. Di bawah program ini, sejumlah kegiatan telah dilakukan meliputi program aksi percontohan di Tambun, Bekasi dan Pamulang; dukungan terhadap peraturan yang memberikan perlindungan dasar bagi pembantu rumah tangga, termasuk libur sehari dalam satu minggu; dan memperkokoh kapasitas organisasi non-pemerintah, termasuk LSM perempuan dan organisasi berbasis agama, untuk menangani masalah pekerja anak; serta advokasi dan kampanye media. Di bawah dukungan ILO-IPEC dan sebagai bagian dari program advokasi dan kampanye media, drama radio sebanyak 40 episode dikemas bekerja sama dengan Radio Republik Indonesia berjudul Bunga-bunga di Atas Padas. Ditujukan bagi ibu rumah tangga, program 30 menit ini disiarkan dua kali seminggu selama lima bulan dari pertengahan bulan Februari hingga akhir Juni 2004. Sejalan dengan penyiaran tersebut, ILO-IPEC pun akan menerbitkan buku dengan judul yang sama. Keduanya menggambarkan realitas kehidupan anak-anak yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga. “Buku ini bertujuan memberikan data dan informasi baru mengenai kisah hidup PRTA. Buku ini menelaah kompleksitas dan besaran masalah dari PRTA di Indonesia serta intervensi dan program untuk membantu mereka,” ujar Alan Boulton, Direktur ILO untuk Indonesia, dalam kata pengantarnya di dalam publikasi tersebut.
5
Hak-hak dalam Bekerja Penting, Peranan Polisi dalam Hubungan Industrial
U
ntuk meningkatkan kapasitas dan pemahaman polisi dalam menangani perselisihan industrial, ILO melalui Proyek Deklarasi ILO/ AS mengenai Pelatihan untuk Polisi akan mengadakan seminar satu hari dengan tajuk “Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja dan Peran Polisi dalam Perselisihan Industrial” pada Rabu, 28 Januari, di Jakarta.
mengambil langkah-langkah yang tepat dalam menangani situasi perselisihan industrial,” lanjut dia. Secara terpisah, kuasa hukum dan penggiat buruh Surya Tjandra melontarkan kekhawatirannya bahwa proyek hanya akan meningkatkan penyalahgunaan wewenang oleh polisi terhadap para pekerja yang melakukan aksi protes atau mogok. “Dalam situasi dimana pekerja tidak mempunyai posisi tawar, polisi akan terus berpihak kepada pengusaha,” Surya, mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, seperti dikutip dari the Jakarta Post. Rekomendasi-rekomendasi berikut ini disusun oleh para peserta seminar: b Ada kebutuhan mendesak untuk melakukan koordinasi yang lebih baik antara polisi, kantor-kantor tenaga kerja dan cabangcabang organisasi pengusaha dan pekerja, khususnya di tingkat provinsi dan kabupaten. b Polisi perlu terlibat sebagai anggota perwakilan pemerintah dalam lembaga tripartit, terutama untuk masalah-masalah yang berkenaan dengan keamanan umum. b Panduan operasional bagi polisi dalam menangani dampakdampak negatif dari perselisihan industrial perlu dimasukkan ke dalam panduan polisi yang sudah ada tentang langkah-langkah
Seminar ini bertujuan mempromosikan prinsip-prinsip mendasar kepada pejabat tinggi kepolisian, sekaligus meluncurkan pelaksanaan proyek dihadapan para konstituen tripartit. Sekitar 150 peserta menghadiri seminar, termasuk Wakil Kepala Kepolisian Indonesia (Wakapolri) Kadaryanto, Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Ralph L. Boyce, dan Direktur ILO untuk Indonesia Alan Boulton. “Proyek ILO untuk Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ini berupaya mendukung kemajuan yang telah dicapai Indonesia baik dalam hak-hak pekerja/buruh maupun reformasi kepolisian. Proyek ini pun memberikan perhatian khusus terhadap isu-isu mengenai peranan polisi dalam kondisi hubungan industrial yang baru di Indonesia,” ujar Alan Boulton, Direktur ILO untuk Indonesia. Ia menekankan, bagaimanapun, peran tersebut bukanlah peran yang mengakibatkan polisi seringkali menerima kritik di masa lalu, dimana terdapat intervensi langsung dalam negeosiasi dan perselisihan antara pekerja dan pengusaha. Sementara itu, Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia Ralph L. Boyce mengatakan bahwa Proyek ILO merupakan bagian dari dukungan AS yang bertujuan membantu polisi menjalankan dengan tepat perannya dalam masyarakat yang demokratis. “Proyek ini merupakan bagian dari program polisi yang beranggaran lebih dari US$40 juta dan merupakan upaya meluaskan bantuan ini ke bidang baru yang penting bagi masyarakat sipil,” ujar Boyce, seraya menambahkan bahwa peran polisi dalam perselisihan industrial, seperti menegakkan hukum dan peraturan, memainkan andil dalam penciptaan hubungan industrial yang harmonis. Senada dengan Boyce, Menteri Tenaga Kerja menyatakan proyek akan berperan dalam meningkatkan iklim investasi di negara ini. Jacob Nuwa Wea mendorong polisi untuk memahami dan menerapkan peran, hak, batasan dan kewajibannya dalam menangani perselisihan industrial dan masalah perburuhan secara umum. “Melalui kegiatan proyek, diharapkan polisi akan dapat
6
penanganan aksi kekerasan maupun demonstrasi damai. b Silabus mengenai permasalahan ketenagakerjaan dan hubungan industrial perlu dimasukkan sebagai bagian dari mata kuliah hakhak asasi dalam kurikulum semua lembaga pendidikan di dalam tubuh Polri. b Lokakarya peningkatan kesadaran/sosialisasi, termasuk pembuatan dan penyebarluasan materi informasi tentang bagaimana menangani perselisihan industrial perlu dilakukan proyek. b Polri sebaiknya melanjutkan pelaksanaan reformasi di dalam tubuh Polri menyikapi perubahan lingkungan yang berkenaan dengan hak-hak pekerja. b Polisi hanya dapat terlibat apabila diminta oleh salah satu pihak yang berselisih, dan ketika situasi yang terjadi benar-benar dapat menganggu ketertiban umum atau menimbulkan konflik sosial. Proyek ini merupakan bagian dari program kerjasama teknis antara Pemerintah AS dan Indonesia. Perjanjian kerjasama (MoU) untuk proyek ini ditandatangani pada 26 Februari 2003 oleh Duta Besar AS untuk Indonesia dan Kapolri. Proyek ini bertujuan mendukung Polri meningkatkan pemahaman dan kemampuan mereka dalam menangani perselisihan industrial dan menerapkan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar ILO. Kegiatan-kegiatan proyek meliputi pelatihan bagi pelatih; rangkaian lokakarya untuk meningkatkan pemahaman tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja serta aspek hukum dan peraturan dari perselisihan industrial. Proyek pun akan mengembangkan silabus menyangkut masalah-masalah tersebut guna diselaraskan ke dalam kurikulum berbagai lembaga pendidikan Polri. Selanjutnya, panduan bagi polisi dalam menangani perselisihan industrial akan dikembangkan sebagai panduan di lapangan.
Studi Lapangan ILO mengenai Kapasitas Polisi Studi lapangan mengenai pemahaman dan kapasitas polisi dilakukan ILO bekerjasama dengan Departemen Kriminologi, Universitas Indonesia, dari Oktober-Desember 2003 di enam provinsi yang menjadi daerah sasaran Proyek: Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Temuan-temuan tersebut memperlihatkan masih adanya kesalahpahaman, khususnya, dalam peranan pemerintah dalam mengontrol organisasi pekerja dan pengusaha serta peranan polisi dalam hubungan industrial. Dalam sejumlah kasus, masih digunakan pendekatan keamanan dalam menjaga ketertiban masyarakat dan menyelesaikan perselisihan industrial.
Tabel 1: Pengetahuan dan Pemahaman tentang Prinsip-Prinsip Mendasar (N=23) Ya
Apakah para pengusaha berhak untuk bergabung dengan ataumembentuk organisasi pengusaha?
Apakah para pekerja berhak untuk bergabung dengan atau membentuk serikat pekerja? 87%
82.6% 12.4%
8.7%
Tidak
Tidak Tahu
Apakah negara dapat menerapkan kebijakan mengenai wajib militer? 56%
Dapatkah seorang atasan menetapkan kerja paksa sebagai hukuman terhadap bawahannya yang tidak disiplin? 87%
4.3%
43.5%
Apakah aparat kepolisian dan militer berhak untuk bergabung dengan atau membentuk serikat?
Apakah pemerintah dapat campur tangan dalam manajemen serikat pekerja atau organisasi pengusaha?
91.3%
26.1% 69.6%
13%
Dapatkah seorang pengusaha menetapkan kerja paksa untuk menghukum pekerja yang mogok?
Apakah anak dapat dipekerjakan dalam bentukbentuk terburuk pekerjaan untuk anak?
4.3%
8.7%
100%
100%
Apakah pemerintah dapat membubarkan serikat pekerja atau organisasi pengusaha?
Apakah pekerja mempunyai hakuntuk melakukan perundingan bersama?
78.3%
78.3% 21.7%
Apakah pekerja berhak untuk mogok? (N=11)
21.7%
Apakah diskriminasi upah berdasarkan jenis kelamin dapat diterapkan untuk pekerjaan yang sama?
Apakah pengusaha berhak untuk melakukan penutupan perusahaan (lockout)? (N=11)
100%
Apakah diskriminasi upah berdasarkan jenis kelamin dapat diterapkan untuk pekerjaan dengan resiko tinggi? 82.6%
17.4%
63.6%
72.7%
18.2%
18.2%
18.26%
9.1%
Apakah setiap orang atau institusi dapat mempekerjakan seseorang sebagai pekerja paksa?
Apakah negara dapat menetapkan kerja paksa sebagai hukuman terhadap orang yang menentang ideology politik dan ekonomi negara tersebut?
Pegetahuan dan pemahaman tentang peran polisi dalam situasi perselisihan industrial Apakah polisi sebaiknya membiarkan situasi perselisihan industrial?
100%
95.7%
100%
Apakah polisi sebaiknya menyerahkan masalah tersebut kepada pejabat ketenagakerjaan? 26.1% 73.9%
4.3%
Apakah negara dapat mempekerjakan warganegaranya secara paksa untuk alasan pembangunan ekonomi?
Apakah negara dapat menerapkan kebijakan mengenai kerja paksa?
Apakah polisi sebaiknya melakukan penyidikan? 34.8%
87%
60.9% 13%
Apakah polisi sebaiknya mendamaikan pihak-pihak yang berselisih? 39.1%
65.2%
60.9%
39.1%
7
Hak-hak dalam Bekerja
Mari Dengarkan
T
“Smart Workers”
LO dan SmartFM bekerja sama memproduksi radio talk show “Smart Workers”, yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran mengenai hak-hak mendasar di tempat kerja. Tahap pertama proyek bersama ini dijadwalkan selama empat bulan dari Januari hingga Mei 2004. Proyek ini akan terfokus pada Deklarasi ILO tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja, yang diadopsi oleh seluruh negara anggota ILO pada 1998. Pemerintahan negara-negara tersebut menegaskan kembali komitmen mereka untuk menerapkan: ·
Kebebasan berserikat dan pengakuan efektif terhadap hak berunding bersama;
· · ·
Penghapusan semua bentuk kerja paksa atau kerja wajib; Penghapusan secara efektif pekerja anak; dan Penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan.
“Radio merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk menjangkau segmen yang lebih besar di populasi sebuah negara. Radio memunyai sejumlah keuntungan dibandingkan dengan medium-medium lain karena ia mengatasi masalah buta huruf, dapat mencapai masyarakat di daerah terpencil dan bersifat interaktif,” ujar Kevin Cassidy, Manajer Komunikasi dari Program Khusus ILO untuk Mempromosikan Deklarasi, ILO Jenewa. Program Khusus Deklarasi ini bertanggung jawab mempromosikan upaya-upaya yang memungkinkan negara-negara anggota memenuhi komitmen di atas. Sepuluh tema pertama dari Smart Workers (Januari – Maret 2004) sebagai berikut: 8
Januari
Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan: Kontroversi dan Permasalahannya
15 Januari
Buruh Migran: Siapa yang Bertanggung Jawab?
22 Januari
Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Pekerja Ekonomi Informal
29 Januari
Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja
5 Februari
Peranan Polisi dalam Perselisihan Industrial
12 Februari
Keefektifan UU No. 13 dalam Penyelesaian Perselisihan Industrial: Kasus PT Dirgantara Indonesia
19 Februari
Diskriminasi Jender di Dunia Kerja
26 Februari
Anak-anak, Haruskah Mereka Bekerja?
4
Kebebasan Berserikat bagi Pekerja
Maret
11 Maret
Lapangan Kerja dan Pengentasan Kemiskinan
18 Maret
Perlindungan Sosial bagi Semua
25 Maret
Diskriminasi dan Kesempatan Kerja bagi Orang yang Hidup dengan HIV/AIDS
Bagi Anda yang tertarik mempelajari lebih lanjut mengenai permasalahan ketenagakerjaan dan perburuhan serta masalah yang berkaitan dengan Deklarasi ILO, simak terus 95,65 FM setiap hari Kamis dari pukul 16.00-17.00 WIB. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kantor ILO Jakarta melalui telepon (62-21) 391-3112 atau email:
[email protected].
8
Smart Workers disiarkan setiap hari Kamis pada 16.00-17.00 WIB, serta dipancarkan secara langsung ke seluruh jaringan SmartFM di Jakarta, Semarang, Manado, Banjarmasin, Makassar, Palembang dan Balikpapan. Dikembangkan dalam bentuk yang melibatkan ILO, pemerintah, organisasi pekerja dan pengusaha, acara ini berupaya mendorong perdebatan nasional mengenai pentingnya isu-isu Deklarasi bagi pembangunan ekonomi dan sosial selanjutnya. Program-program ini secara gamblang mengilustrasikan prinsip-prinsip dan hak-hak di dalam Deklarasi, tantangan-tantangan yang dihadapi dalam melaksanakannya, dan bagaimana masyarakat menyikapi tantangan-tantangan tersebut. Sementara Bivie Arifin, Direktur SmartFM, menegaskan partisipasi SmartFM dalam kerja sama ini berangkat dari komitmen untuk memberdayakan masyarakat. “Komitmen kami diimplementasikan dalam bentuk berita, informasi dan pengetahuan, keikutsertaan kami dalam program Smart Workers ini merupakan salah satu implementasi dari peran kami.”
Agenda Peluncuran Versi Indonesia “Kaihda ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja: Buku Pedoman Pendidikan dan Pelatihan” di Jakarta, 26 April 2004 Peringatan Hari Kesehatan dan Keselamatan Kerja se-Dunia ILO pada 28 April 2004* Peluncuran Laporan Global mengenai Kebebasan Berserikat di Jakarta, 29 April 2004* Peringatan Hari Internasional Menentang Pekerja Anak pada 12 Juni 2004* * dalam perencanaan
Lapangan Kerja Lapangan Kerja bagi Kaum Muda:
untuk AKSI!
J
ejaring Lapangan Kerja bagi Kaum Muda Indonesia (Indonesia Youth Employment Network/IYEN), dengan dukungan teknis dan administrative dari ILO, Kementrian Koordinator bidang Ekonomi dan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menggelar lokakarya konsultatif di Bogor pada 10 dan 11 Maret untuk menelaah dan merevisi rancangan Rencana Aksi Nasional tentang Lapangan Kerja bagi Kaum Muda (Indonesia Youth Employment Action Plan/IYEAP). Pejabat senior dari departemendepartemen kunci, termasuk Dr. Komara Djaja, Dr. Fasli Jalal, Rintje Kawengian an Harry Heriawan Saleh, serta sektor swasta termasuk APINDO, Kamar Bisnis Internasional dan Kamar Dagang Amerika Serikat, perwakilan pekerja dari SPSI dan KSPSI merupakan di antara mereka yang turut berpartisipasi. Dipandu oleh rekomendasi kebijakan global dari Panduan Panel Jejaring Lapangan Kerja bagi Kaum Muda (Youth Employment Network’s High Level Panel Roadmaps) (untuk informasi lebih lanjut kunjungi www.ilo.org/YEN), Rencana Indonesia ini bertujuan mendorong baik pemikiran ataupun tindakan di seluruh bagian masyarakat, termasuk kaum muda sendiri. Beberapa elemen umum yang harus menjadi prioritas di tiap rencana aksi nasional adalah: Keberkaryaan, Kesetaraan Kesempatan, Kewirausahaan dan Penciptaan Lapangan Kerja. RAN tentang Lapangan Kerja bagi Kaum Muda dirumuskan di sekitar keempat prioritas ini dan mengidentifikasikan berbagai permasalahan yang dihadapi kaum muda dalam melangkah maju dari sekolah ke dunia kerja di Indonesia. Konsultasi di antara berbagai mitra merumuskan sejumlah masalah pokok yang perlu mendapat perhatian apabila kurangnya lapangan kerja yang layak bagi kaum muda akan diatasi dan negara akan menikmati keuntungan dari investasi mereka di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan:
Rencana
Bersama-sama dengan Ketua Bank Dunia dan Organisasi Perburuhan Internasional, saya menyelenggarakan suatu jaringan kebijakan tingkat tinggi tentang penciptaan lapangan kerja bagi kaum muda— yang mengikutsertakan para pemimpin terkemuka di bidang industri swasta, masyarakat sipil dan kebijakan ekonomi untuk menjelajahi sejumlah pendekatan yang imajinatif dalam menghadapi tantangan ini. Saya akan meminta jejaring kebijakan ini untuk mengajukan usulan rekomendasi yang nantinya dapat saya tawarkan kepada para pemimpin dunia dalam jangka waktu satu tahun. Sumber pemecahan masalah akan mencakup internet dan sektor informal,terutama peranan yang dapat dimainkan oleh unit usaha-usaha kecil dalam upaya penciptaan lapangan kerja. Kofi Annan, Sekretaris Jendral PBB dalam laporannya di hadapan Pertemuan Puncak Milenium PBB di bulan September 2000
I Sistem pemagangan yang berstandar yang menciptakan kesempatan untuk perluasan pasar kerja domestik dan internasional melalui peningkatan produktivitas dan daya saing; I Sistem dan standar pelatihan guru yang melengkapi para guru dengan pengetahuan yang penting untuk menyikapi kemampuan dan aspirasi dari kaum muda.
Kesetaraan Kesempatan I Kebijakan dan strategi yang mengeliminir hambatan dan mendorong remaja putri mengejar aspirasi pendidikan dan keterampilan sebaik-baiknya, termasuk lembaga kebijakan nondiskriminasi dan peraturan yang menentang pernikatan atau kehamilan remaja; sementara juga menyediakan sistem dukungan yang memadai seperti tempat penitipan dan perawatan anak yang mendorong perempuan muda mengejar impian mereka; I Sistem panduan karir dan konseling serta alat-alat praktis yang memungkinkan dan mendorong perempuan muda mencapai tingkat pendidikan dan keterampilan tertinggi dan untuk mengejar kesempatan yang sesuai dengan pendidikan dan
Keberkaryaan I Kebijakan dan strategi yang memfasilitasi akses yang setara terhadap peluang atas pelatihan pendidikan dan keterampilan oleh semua kaum muda, dan khususnya
keterampilan mereka tersebut;
antara kaum muda dalam lingkungan ekonomi, sosial dan geografis yang berbeda; I Sisten pendidikan dan pembelajaran yang terintegrasi yang memungkinkan standar kompetensi dicapai dan dipertahankan sejalan dengan kapasitas dan aspirasi kaum muda; I Mekanisme dan peluang yang memungkinkan kaum muda mengembangkan kehidupan dan pembelajaran seumur hidup seperti pemikiran kritis, pemecahan masalah, etika pribadi dan kerja yang kuat, teknik membagi waktu dan keinginan untuk maju; I Kerangka kualifikasi nasional yang mengaitkan pendidikan dengan ketenagakerjaan dalam pasar domestik dan internasional yang terus berubah;
I Program peningkatan kesadaran dan pendidikan yang mengurangi kesenjangan antara harapan masyarakat dan aspirasi perempuan muda
9
Lapangan Kerja dalam hubungannya dengan pencapaian keterampilan dan tujuan pembangunan;
I Proses rekrutmen yang responsive terhadap jender dan memilih pegawai berdasarkan kemampuan yang mengarah pada
I Pelayanan pengembangan bisnis yang mendorong dan memfasilitasi program kredit dan penyimpanan yang memberikan perempuan muda insentif untuk mengejar peluang usaha; I Sistem dan mekanisme peraturan dan perundangan yang
produktivitas yang lebih besar dan meningkatkan daya saing yang pada gilirannya meningkatkan investasi asing; I Teknologi informasi dan komunikasi yang mendidik kaum muda tentang kesempatan yang dihasilkan oleh liberalisasi dan
melindungi perempuan muda tereksploitasi secara fisik dan mental di semua sektor pekerjaan, tidak hanya untuk pekerjaan yang secara tradisional dianggap sebagai “pekerjaan khas
globalisasi perdagangan, dan secara aktif mencari informati tentang peluang mata pencaharian dan penghasilan di luar batasan pasar lokal.
perempuan”.
Kewirausahaan I Program advokasi dan peningkatan kesadaran yang memfasilitasi dan memperkuat kemitraan yang mendorong kaum muda mempertimbangkan kewirausahaan sebagai sumber penghasilan; I Forum berbagi informasi yang meningkatkan akses dan kualitas dari pelayanan pengembangan usaha yang mendorong kondisi bekerja yang lebih baik bagi kaum muda; I Mekanisme dan sumber kredit yang dipandang sebagai kesempatan investasi ekonomi dan sosial dan yang mendorong investasi yang lebih besar dari dunia usaha yang diprakarsai kaum muda; I Mekanisme investasi yang inovatif dan kreatif, seperti Youth Development Bonds; I Alat dan metodologi yang membantu kaum muda mengembangkan keterampilan dan kemampuan kerja yang diperlukan untuk mendorong jiwa kewirausahaan mereka ke dalam aksi nyata; I Mekanisme kebijakan, peraturan dan perundangan yang mendorong dan memungkinkan sektor swasta besar untuk lebih proaktif dalam menciptakan dan mendorong kesempatan ketenagakerjaan yang lebih produktif untuk kaum muda; I Mekanisme dan kebijakan pendidikan formal dan non-formal yang memberdayakan kaum muda agar secara proaktif mempertimbangkan wirausaha sebagai tantangan yang patut dipertimbangkan.
Penciptaan Lapangan Kerja I Kebijakan dan strategi yang meningkatkan ketersediaan, dan akses, atas kredit bagi kaum muda, laki-laki maupun perempuan, dengan jiwa wirausaha; I Insentif yang mengeliminir hambatan dan mendorong kaum muda mempertimbangkan pertanian sebagai pilihan mata pencaharian jangka panjang, termasuk strategi menambah nilai sektor tersebut dan memfasilitasi kredit; I Kebijakan, strategi dan mekanisme yang meningkatkan keterkaitan antara permintaan akan keterampilan dan sistem pendidikan dengan fleksibilitas dan adaptasi yang memadai untuk memenuhi permintaan dalam jangka waktu sesingkat mungkin; I Sistem sertifikasi yang secara berkelanjutan melahirkan pekerja yang dapat memenuhi permintaan dari lingkungan kerja yang moderen, mengarah pada peningkatan peluang dan mendorong perusahaan pencipta lapangan kerja;
10
Selanjutnya, Melangkah ke Mana? Rekomendasi-rekomendasi yang disusun melalui proses konsultatif akan dirumuskan ke dalam Rencana Aksi Nasional tentang Lapangan Kerja bagi Kaum Muda yang akan diserahkan kepada pihak berwenang untuk disosiasilisasikan dan diterapkan.
Lapangan Kerja bagi Kaum Muda di Indonesia: Kebijakan dan Aksi Di bawah pendanaan multilateral oleh Pemerintah Belanda, Kantor ILO Jakarta telah dianggarkan US$1,3 juta untuk memberikan bantuan teknis lanjutan yang mendorong penerapan Rencana Aksi Indonesia tentang Lapangan Kerja bagi Kaum Muda. Proyek akan berjalan dari Maret 2004 hingga Februari 2006 dan akan bekerja sama dengan berbagai mitra pelaksana. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi Kantor ILO Jakarta.
Cuplikan David Lamotte merupakan kontributor besar, selama bertahuntahun, terhadap pengembangan kegiatan di Indonesia. David menangani proyek pengembangan kewirausahaan di Makassar dan berkantor di Kantor Sub-Regional ILO di Manila sebagai Spesialis Senior bidang Pengembangan Perusahaan dan Manajemen (Senior Specialist in Enterprise and Management Development). Kontribusi David tersebar di berbagai bidang kegiatan mencakup industri perabotan kayu di Jawa Tengah (Semarang dan Jepara), ekonomi informal di tingkat nasional dan kabupaten, peluang kerja bagi kaum muda dengan fokus pada kesadaran berwirausaha dan pendidikan (Memulai Usaha Anda), masalah produktivitas dan daya saing serta di antaranya dukungan terhadap pengaktifan Gerakan Produktivitas Nasional dan strategi Pengurangan Kemiskinan (PRSP). Ia pun memainkan peranan penting dalam penyelenggaraan Sub-regional Decent Work Forum (Forum SubRegional Pekerjaan yang Layak) di Auckland, Selandia Baru, pada Oktober 2003. Sejak Februari 2004, David menjabat di Unit Management and Corporate Citizenship (MCC) Unit di Jenewa tapi akan, tentunya, melanjutkan dukungan terhadap kegiatankegiatan di Indonesia.
Lapangan Kerja APINDO Luncurkan Global Compact di Indonesia alam rangka merayakan ulang tahun Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) ke-52, Sofjan Wanandi, Ketua APINDO, meluncurkan Global Compact di Indonesia pada Sabtu, 28 Februari 2004, di Jakarta. Peluncuran ini dihadiri pemuka bisnis, perusahaan anggota APINDO, perwakilan APINDO dari cabang-cabang provinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia, pejabat senior dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan serikat pekerja serta anggota DPR. Undangan lainnya meliputi Masayoshi Matsushita, Direktur Organsasi Pembangunan Industri PBB (UNIDO) dan Alan Boulton, Direktur ILO di Indonesia, bersama-sama dengan perwakilan dari Program Pembangunan PBB (UNDP), badan donor, kedutaan dan kamar dagang internasional. Dalam sambutannya, Sofjan menyatakan sudah saatnya APINDO sebagai organisasi pengusaha berkomitmen untuk mempromosikan prinsipprinsip Global Compact di antara masyarakat bisnis di Indonesia. “Komitmen APINDO ini merupakan komitmen penting untuk memperlihatkan dunia internasional bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia berkeinginan untuk menjalankan usaha mereka sejalan dengan standar internasional dari Global Compact.” Peluncuran diawali dengan pemaparan singkat mengenai Global Compact oleh Komite Global Compact APINDO. Hari Prasetyo, mewakili Komite, memaparkan sembilan prinsip Global Compact, sejarah di balik prakarsa ini dan mekanisme untuk bergabung menjalankan prinsip-prinsip tersebut. Kemudian, Martha Tilaar, pemimpin dan pendiri Grup Komestik Martha Tilaar, perusahaan komestik besar Indonesia, berbicara mengenai contoh perusahaan yang berkomitmen menjalankan prinsip-prinsip Global Compact. Grup Martha Tilaar merupakan satu dari hanya dua perusahaan Indonesia yang sejauh ini bersedia menjalankan Global Compact. Martha menegaskan, perusahaan miliknya tersebut mendapat rekomendasi dari lembaga non-pemerintah Prancis tahun 2000 untuk menjadi anggota pendiri Forum Global Compact yang diprakarsai Sekretaris Jendral PBB, Kofi Annan. Rekomendasi tersebut merupakan hasil dari upaya-upaya yang dilakukan Grup Martha Tilaar menyikapi perjuangan wirausahawati lokal di Jawa Tengah melalui peningkatan keterampilan bisnis mereka. “Bergabung dengan Forum Global Compact merupakan peluang yang baik untuk memperluas jaringan usaha dengan perusahaanperusahaan internasional lainnya dan untuk mempelajari strategistrategi bersaing di pasar global,” ujar dia. Ia mendukung peluncuran di Indonesia oleh APINDO dan mendorong lebih banyak lagi perusahaan Indonesia yang bergabung. Ia pun menegaskan, Grup
Berbicara atas nama badan-badan PBB yang berpartisipasi di dalam Global Compact, Alan Boulton mengucapkan selamat kepada APINDO atas prakarsanya mempromosikan Global Compact di Indonesia. “Peluncuran ini memperlihatkan keinginan masyarakat bisnis untuk menjalankan Global Compact selangkah lebih maju dan menggunakannya sebagai upaya menjalin kemitraan untuk memberikan kontribusi pada pembangunan yang berkesinambungan,” kata Direktur ILO di Indonesia itu. Ia pun memberikan penghargaan kepada Martha atas usahanya mempromosikan prinsip-prinsip Global Compact di Indonesia dan mengajak dunia bisnis lainnya untuk mengikuti langkah Martha. © Kompas/Agnes Swetta Pandia
D
Martha Tilaar Group akan bekerja sama dengan APINDO mempromosikan prinsip-prinsip Global Compact. “Saya sangat senang akhirnya menemukan mitra bisnis yang membantu mempromosikan prinsip-prinsip Global Compact di Indonesia.”
Seperti dikuti dari harian The Jakarta Post, masyarakat bisnis di Negara ini menyambut baik peluncuran Global Compact oleh APINDO. The Jakarta Post mengutip seorang pengusaha
Sembilan Prinsip dari Global Compact Global Compact merupakan inisiatif dari Sekretaris Jendral PBB Kofi Annan dengan dukungan dari kantor Global Compact. Diluncurkan Januari 1999, Global Compact merupakan panggilan terhadap dunia bisnis seluruh dunia untuk membangun kerangka kerja sosial dan lingkungan guna mendukung dan memastikan kelanjutan dari pasar terbuka dan bebas, sekaligus menjamin seluruh orang di dunia turut menikmati keuntungan dari ekonomi global baru. Global Compact terdiri dari sembilan prinsip, yang juga dikenal sebagai “Prinsip Universal”, yang meliputi hal-hal yang menyangkut hak asasi manusia (berdasarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights)), ketenagakerjaan (berdasarkan pada Deklarasi ILO tentang Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat Kerja (ILO Declaration on Fundamental Principles and Rights at Work), dan lingkungan (berdasarkan pada Prinsip-prinsip RIO tentang Lingkungan dan Pembangunan (Rio Principles on Environment and Development) ). Prinsip-prinsip ini telah diterima oleh sebagian besar pemerintah nasional di seluruh dunia. Sembilan prinsip dari Global Compact sebagai berikut: 1. Bisnis harus mendukung dan menghormati perlindungan hak asasi manusia yang telah disepakati secara internasional. 2. Memastikan mereka menolak pelanggaran hak-hak asasi manusia. 3. Bisnis harus menjunjung tinggi kebebasan berserikat dan hak atas perundingan bersama. 4. Penghapusan segala bentuk kerja paksa dan wajib. 5. Penghapusan pekerja anak secara efektif. 6. Menghapuskan diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan. 7. Bisnis harus mendukung pendekatan-pendekatan pencegahan dalam menjawab tantangan lingkungan hidup. 8. Mengambil inisiatif untuk mempromosikan tanggung jawab yang lebih besar terhadap lingkungan hidup. 9. Mendorong pengembangan dan difusi teknologi yang ramah lingkungan.
11
Lapangan Kerja APINDO Luncurkan ... dari Kalimantan Timur yang mengatakan: “Saya berpendapat akan merupakan perjalanan panjang untuk menerapkan semua prinsipprinsip tersebut. Kita masih harus menuntaskan masalah pengangguran, belum lagi masalah ketidakpastian hukum dan produktivitas yang rendah. Ini merupakan upaya yang baik, meskipun saya pikir diperlukan usaha kampanye yang lebih luas di daerahdaerah.” Menutup sambutannya, Sofjan meminta semua anggota APINDO membantu mempromosikan prinsip-prinsip Global Compact dalam kegiatan usaha mereka dan mendorong masyarakat bisnis Indonesia menjalankan prinsip-prinsip tersebut. Tim Global Compact APINDO akan memperkenalkan Global Compact kepada dunia usaha melalui lokakarya pelatihan dan pendidikan, serta bertindak sebagai fasilitator, motivator dan penasihat. Ia pun menegaskan perlunya upaya pemerintah meningkatkan iklim bisnis dengan menerapkan praktekpraktek bisnis internasional yang baik.
ILO Gelar Rangkaian Pelatihan WISE di Jawa Timur
Serangkaian pelatihan ini dimulai dengan pengenalan tentang WISE, yang diikuti dengan kunjungan ke perusahaan-perusahaan kecil terpilih milik peserta. Foto-foto tempat kerja diambil, khususnya di tempat-tempat yang memerlukan perbaikan. Sekembalinya ke dalam kelas pada hari yang sama, foto-foto tersebut diperlihatkan kepada para peserta dimana mereka kemudian diminta mengidentifikasikan hal-hal yang perlu diperbaiki. Hari-hari berikutnya dipadati dengan pengajaran mengenai WISE, yaitu penyimpanan dan penanganan bahan, rancangan ruang kerja, keselamatan mesin-mesin produksi, kontrol terhadap bahanbahan berbahaya, pencahayaan, fasilitas bagi kesejahteraan pegawai, lingkungan bangunan dan tempat kerja, organisasi kerja, dan pelaksanaan perbaikan. Presentasi video dan CD tentang contoh-contoh peningkatan kinerja yang dilakukan perusahaanperusahaan kecil di negara-negara lain setelah mengikuti pelatihan WISE juga diperlihatkan. Kunjungan kedua ke perusahaan-perusahaan kecil yang sudah dikunjungi sebelumnya dilakukan kembali untuk mengidentifikasikan perbaikan-perbaikan yang dilakukan setelah peserta mempelajari WISE. Sekembalinya ke kelas dari kunjungan kedua ini, peserta dibagi ke dalam kelompok-kelompok dan diminta membuat dan memaparkan rencana-rencana aksi untuk meningkatkan perusahaan mereka sendiri. Pemantauan lanjutan terhadap peningkatan yang
T
LO mengembangkan proyek mengenai Developing Core Skills through Training of Trainers and Skills Upgrading for Indonesia berdasarkan permintaan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk membantu mereka menanggulangi tingkat pengangguran yang tinggi di wilayah tersebut. Proyek diawali dengan tiga pelatihan tentang ‘Peningkatan Kinerja bagi Perusahaan Kecil’ (Work Improvement for Small Enterprises/WISE) bagi para wirausahawan di tiga sektor sasaran, yakni: sektor kulit, bordir dan perabotan. Sektor-sektor ini merupakan sektor terpenting bagi perusahaan-perusahaan kecil di Jawa Timur. WISE merupakan program yang bertujuan meningkatkan produktivitas kerja di perusahaanperusahaan kecil melalui perbaikan berbiaya rendah dan sederhana di tempat kerja dengan mempertimbangkan keselamatan dan kesehatan kerja. Diadakan di Surabaya, pelatihan pertama diadakan bagi 20 wirausahawan dari sektor kulit, terutama dari daerah Tanggulangin—desa penghasil kulit—dari 8-12 Desember 2003. Pelatihan ini diawali dengan penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan ILO, yang berfungsi sebagai landasan kerja sama jangka panjang di antara kedua belah pihak. Pelatihan serupa untuk sektor bordir diadakan di tempat yang sama pada 15-19 Desember 2003. Pelatihan ini diikuti 20 wirausahawan dari sektor bordir yang berasal dari berbagai kota di Jawa Timur. Pelatihan ketiga diselenggarakan juga untuk 20 wirausahawan dari sektor perabotan di seluruh Jawa Timur dari 24-28 Februari 2004.
12
dilakukan akan diadakan oleh ILO dalam jangka waktu yang telah disepakati oleh para wirausahawan untuk melakukan perbaikan. Persiapan pelatihan dilakukan bersama-sama dengan Kantorkantor Disnaker di Jawa Timur, Badan Perencanaan dan Pengembangan Daerah Provinsi Jawa Timur dan Kantor ILO Jakarta. Para pelatih untuk ketiga pelatihan WISE ini berasal dari Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Departemen Perburuhan dan Ketenagakerjaan Filipina: Dulce Gust (Direktur Eksekutif Pusat), Connie Sto Thomas, Allan B. Cuya dan Nelia Granadilos. Diharapkan, pelatihan-pelatihan di atas akan membantu kinerja perusahaanperusahaan kecil milik para peserta.
Dialog Sosial Proyek Deklarasi ILO Dukung Penerapan UU Ketenagakerjaan Baru di Indonesia
D
iundangkannya Undang-Undang No. 4 tahun 2004 pada 14 Januari 2004 menandakan selesainya tiga perundang-undangan terpenting yang diamanatkan dalam Program Reformasi Hukum Perburuhan oleh Pemerintah Indonesia, yang sekaligus menjadi peristiwa penting dalam sejarah perburuhan di Indonesia. Program Reformasi Hukum Perburuhan diluncurkan oleh pemerintah di tahun 1998 sebagai konsekuensi dari sejarah di Indonesia yang membangun kembali peranan demokrasi dan meratifikasi Konvensi ILO No. 87 mengenai Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi. Tahap I dari Proyek Deklarasi ILO/ USA dilaksanakan di tahun 2001-2003 dan tahap II di tahun 2003-2004. Proyek telah melakukan berbagai macam aktivitas untuk pihak tripartit sejak tahun 2001 berkaitan dengan pembangunan kapasitas untuk merealisasikan kebebasan berserikat dan perundingan bersama serta menciptakan hubungan industrial yang baik dan harmonis. Lebih khususnya lagi, telah lebih dari 180 kegiatan terutama, pelatihan untuk pelatih dan kursus diadakan mengenai perundingan bersama dan kemampuan bernegosiasi, kerja sama di tempat kerja, kesetaraan jender, mediasi, manajemen hubungan industrial dan sumber daya manusia serta kepemimpinan dan administrasi bagi serikat pekerja.
Proyek telah mempublikasikan buku tentang Panduan atas KetentuanKetentuan dalam Undangundang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang dipersiapkan oleh Depnakertrans dengan kata pengantar dari Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Terbitan pertamanya akan didistribusikan dalam rapat antar departemen seperti tersebut di atas. Terbitan lainnya akan tersedia untuk pihak tripartit dan mitra kunci serta pihak-pihak lain yang bekerja sama dengan proyek. Proyek juga saat ini sedang mempersiapkan publikasi mengenai himpunan peraturan perburuhan (dalam versi bahasa Inggris dan Indonesia) bekerja sama dengan Kantor ILO Jakarta dan Depnakertrans.
Pada tahun terakhirnya, proyek akan memfokuskan kegiatannya untuk mendukung pelaksanaan yang efektif dari hukum perburuhan. Contohnya pada 8-9 Maret 2004, proyek membantu pelaksanaan kursus mengenai Peningkatan Kualitas Mediator yang dilaksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnaketrans) untuk para mediator dari seluruh provinsi. Pada 25-26 Maret 2004, proyek membantu terlaksananya rapat antar departemen untuk membahas peraturan pelaksana dalam pengangkatan hakim ad-hoc perburuhan.
Pelatihan dan evaluasi terakhir dari program kerja sama pekerjamanajemen pada 38 perusahaan akan dilaksanakan oleh proyek tanggal 13-14 April di Jakarta, 16-17 April di Surabaya dan 19-20 April di Medan. Pelatihan lainnya yang dilaksanakan dalam waktu dekat bekerja sama dengan Kantor ILO Jakarta ini adalah forum satu hari (direncanakan pada 22-23 April) untuk mempromosikan dan memperkuat program edukasi mengenai perburuhan dan hubungan industrial pada berbagai institusi pendidikan di Indonesia.
Redaksi
Pemimpin Redaksi: Alan Boulton Wakil Pemimpin Redaksi: Peter Rademaker Redaktur Eksekutif: Gita Lingga Koordinator Berita: Gita Lingga Alih Bahasa: Gita Lingga Sirkulasi: Budi Setiawati Kontributor: Christianus Panjaitan, Gita Lingga, Henri Sitorus/Lusiani Julia, Margaret Reade Rounds, Oktavianto Pasaribu, Patrick Quinn, Peter Rademaker, Tauvik Muhamad dan T.I.M Nurunnabi Khan. Desain & Produksi: Ikreasi Warta ILO Jakarta Gedung Menara Thamrin Jl. M. H. Thamrin Kav 3, Jakarta 10250, Indonesia Telp. (62-21) 391-3112, Faks (62-21) 310-0766 Email:
[email protected], Website: www.ilo-jakarta.or.id Warta ILO Jakarta merupakan terbitan ILO dalam dua bahasa yang bertujuan memberitakan kegiatan-kegiatan pokok ILO Jakarta di Indonesia. Warta ini akan dipublikasikan tiga kali dalam setahun serta dapat diakses secara online. Opini-opini yang tercantum di dalam publikasi ini tidak mencerminkan pandangan dari ILO
13
Perlindungan Sosial Penerapan Kaidah ILO mengenai HIV/AIDS dan Dunia Kerja
merumuskan peran-peran dari organisasi pengusaha dan pekerja, dan membantu mitra-mitra sosial menerapkan Kaidah.
S
elama 10 tahun terakhir, semakin diakui bahwa dunia kerja merupakan arena utama dimana perlawanan terhadap HIV/AIDS dapat dilakukan—dan dimenangkan. Sebagai lanjutan dari peluncuran Kaidah ILO mengenai HIV/AIDS dan Dunia Kerja pada 2001, tahun berikutnya ILO menerbitkan “Implementasi Kaidah ILO tentang HIV/AIDS dan Dunia Kerja: Panduan Pendidikan dan Pelatihan”—sebagai sebuah alat pelengkap Kaidah tersebut, memperluas jangkauannya dan memperkuat daya terapnya. Panduan ini merupakan sebuah alat pelatihan yang menekankan kegiatan dan panduan praktis dengan tujuan membantu mitramitra ILO dan pemakai lainnya untuk menerapkan Kaidah ke dalam rencana-rencana strategis nasional, serta untuk mengembangkan kebijakan dan program tempat kerja yang terfokus dan efektif.
Modul 4 Kerangka Hukum dan Kebijakan tentang HIV/AIDS di Dunia Kerja: Peranan Pemerintah Modul ini dirancang untuk membantu pemerintah menyusun kerangka hukum yang mempromosikan dan mendukung tindakantindakan untuk mengurangi penyebaran HIV/ AIDS serta dampaknya di tingkat nasional dan lokal. Modul ini menargetkan pejabat pemerintah, pengawas ketenagakerjaan, dan pengawai organisasi pekerja dan pengusaha yang berinteraksi dengan pemerintah—dalam badan tripartit, misalnya. Modul 5 Diskriminasi Jender dari HIV/AIDS dan Dunia Kerja
Versi bahasa Indonesia dari panduan ini akan diluncurkan pada akhir April 2004, berkenaan dengan peringatan Hari Kesehatan dan Keselamatan Kerja se-Dunia ILO. Peluncuran, bekerja sama dengan Aksi Stop AIDS yang didanai USAID, akan diikuti dengan pemaparan temuan-temuan kunci dari survei yang dilakukan ILO mengenai implementasi Kaidah di tingkat perusahaan. Keputusan Mentri akan dikeluarkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagai landasan hukum penerapan Kaidah di tingkat nasional dan regional melalui Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Kaidah mengenali pentingnya kesetaraan jender dalam memerangi epdemi HIV. Meskipun permasalahan jender akan dibahas di sepanjang panduan ini, masalah ini perlu secara khusus dibahas dalam satu modul. Harus ditekankan bahwa modul ini khusus mengenai jender, bukan hanya perempuan namun juga menyangkut baik laki-laki maupun perempuan.
Panduan ini terbagi menjadi 10 bab dengan 8 Modul terpisah:
Kaidah ini menekankan pentingnya pencegahan—‘vaksin sosial’. Modul ini membantu pengusaha dan pekerja, organisasi mereka dan mitra-mitra lainnya menerapkan program-program pencegahan di tempat kerja yang efektif.
Modul 1 HIV/AIDS: Epidemi dan Dampaknya terhadap Dunia Kerja Modul ini membahas pola penyebaran epidemik; bagaimana virus ditularkan; mengapa HIV/AIDS menjadi masalah di tempat kerja, dan apa dampaknya terhadap pekerja dan lapangan kerja; serta apa kekuatan khusus yang dimiliki ILO untuk berperanserta dalam respon global ini. Modul 2 HIV/AIDS dan Hak Asasi Manusia Kaidah ILO mengungkapkan sepuluh prinsip pokok kebijakan penanggulangan di HIV/AIDS di tempat kerja. Prinsip-prinsip tersebut mengilhami dan menuntun pendekatan berdasarkan hak asasi yang khas ILO dan ditekankan di sepanjang pedoman ini.
Modul 6 Program-program Pencegahan HIV/AIDS di Tempat Kerja
Modul 7 Perawatan dan Dukungan Pentingnya perawatan dan dukungan sebagai bagian dari strategi keseluruhan untuk melawan HIV/AIDS telah diakui secara luas. Modul ini membantu pengusaha dan pekerja, organisasi mereka dan mitra-mitra lainnya menerapkan program perawatan dan dukungan di tempat kerja. Modul ini menggunakan konsep perawatan yang luas, dimana tidak hanya menyangkut perawatan, namun termasuk juga diskusi mengenai masalah perlindungan sosial. Modul 8 HIV/AIDS dan Ekonomi Informal
Standar ILO, apapun jenisnya, lebih mudah diterapkan pada perusahaan yang besar dan tertata secara formal. Namun, Kaidah Aksi di Tempat Kerja melalui Dialog Sosial: ILO ini disusun sedemikian rupa sehingga dapat juga diterapkan Peranan Pengusaha, pada segala aspek kerja, baik Pekerja/Buruh dan “Tempat kerja memiliki potensi yang sangat besar untuk turut formal maupun informal. Modul ini Organisasi Mereka mendorong respon terpadu dan multisektoral. ILO menawarkan menjelaskan bagaimana kerja sama Modul ini terfokus pada panduan ini kepada semua pihak yang bersedia menjawab dengan pekerja/buruh sektor pengembangan dan penerapan tantangan ini. Panduan ini dirancang sebagai dokumen hidup. informal dapat diperkuat serta kebijakan di tempat kerja melalui Bisa saja kegiatan-kegiatan di dalam panduan ini dimodifikasi, bagaimana Kaidah ini dapat proses dialog sosial. Modul ini modulnya atau petunjuk khususnya ditambah berdasarkan sektor, disesuaikan dengan kebutuhan dan kelompok, negara ataupun situasi lokal tertentu.” situasi pekerja/buruh informal itu. Modul 3
14
Juan Somavia, Direktur Jendral ILO
Jender Perempuan Bekerja:
Langit-langit Kaca Masih Kokoh
S
aat ini, kaum perempuan mewakili lebih dari 40% angkatan kerja global. Sekitar 70% perempuan di negara-negara maju dan 60% di negara-negara berkembang bekerja dan berpenghasilan. Di seluruh dunia, lebih banyak perempuan yang menyelesaikan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Peluang kerja yang lebih baik telah meningkatkan kemandirian perempuan yang pada gilirannya memberikan status dan peran baru dalam keluarga dan masyarakat. Namun, kemajuan di tiga indikator kunci yang saling terkait dengan kesetaraan jender masih belum memadai: yaitu “langi-langit kaca” (perempuan di manajemen papan atas), kesenjangan upah dan “sticky floor” (perempuan di pekerjaan bergaji terendah). Berkaitan dengan peringatan Hari Perempuan Internasional pada 8 Maret, ILO menerbitkan dua laporan mengenai perempuan bekerja: Global Employment Trends for Women 2004 and Breaking through the Glass Ceiling: Women in Management. “Kedua laporan ini memberikan gambaran buram mengenai status perempuan di dunia kerja saat ini,” ujar Direktur Jendral ILO Juan Somavia. “Perempuan harus mendapatkan kesempatan yang setara untuk mencapai posisi tertinggi di tangga karir. Dan, di luar dari kemajuan yang dicapai untuk mengentaskan perempuan dari kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja yang produktif dan layak, Sasaran Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals ) untuk mengentaskan kemiskinan pada 2015 tidak akan dapat tercapai di banyak negara di dunia.”
Kesetaraan Murni Masih Diangan-angan Tren Ketenagakerjaan Global untuk Perempuan 2004 (‘Global Employment Trends for Women 2004’)”, sebuah analisis mengenai pekerja perempuan, menyatakan jumlah pekerja perempuan di dunia kerja saat ini mencapai tingkat tertinggi dibandingkan sebelumnya. Pada 2003, 1,1 miliar dari 2,8 miliar pekerja di dunia, atau sekitar 40 persen, adalah perempuan. Jumlah ini meningkat hampir sebesar 200 juta pekerja perempuan selama 10 tahun belakangan ini. Meski demikian, laporan ini menyebutkan, pertumbuhan yang besar dari angkatan kerja perempuan tidak diikuti dengan pemberdayaan sosial-ekonomi dari perempuan. Tidak juga diikuti dengan kesetaraan upah untuk jenis pekerjaan yang sama atau keuntungan lainnya yang membuat posisi perempuan sejajar dengan laki-laki di hampir semua jenis pekerjaan. “Singkatnya,
kesetaraan penuh di dunia kerja masih diangan-angan,” laporan tersebut menambahkan. Selanjutnya, dari 550 juta pekerja miskin di dunia—atau orang yang tidak mampu mengangkat dirinya dan keluarga mereka berpenghasilan di atas US$1 per hari—sekitar 330 juta atau 60 persen adalah perempuan. Sedikitnya, sekitar 400 juta pekerjaan layak dibutuhkan untuk memberikan mereka jalan keluar terbebas dari kemiskinan. Laporan ini pun menemukan bahwa perempuan umumnya berpenghasilan lebih rendah ketimbang laki-laki. Dari enam jenis pekerjaan yang diteliti, perempuan masih berpenghasilan rendah dari rekan kerja laki-laki mereka, bahkan untuk pekerjaan yang “khas perempuan” seperti perawatan dan mengajar. K a t e g o r i perempuan tertentu pun rentan terhadap ketidaksetaraan di pasar kerja: perempuan pedesaan, mereka yang bekerja di ekonomi informal, perempuan migran, perempuan muda, lanjut usia, dan penyandang cacat. Yang paling menderita adalah perempuan muda dan lanjut usia. Selain itu, perempuan cenderung menjadi korban bentuk-bentuk terburuk pekerjaan untuk anak, seperti perbudakan dan pelacuran. Pemudi cenderung memiliki tingkat pengangguran tinggi ketimbang pemuda. Pandemi HIV/AIDS juga meningkatkan kerentanan perempuan mengingat keterbatasan akses mereka terhadap perlindungan social dan jaminan ekonomi. Perempuan lanjut usia masih menghadapi diskriminasi di pasar kerja dan seringkali harus menjalankan tanggung jawab merawat keluarga mereka, di samping pekerjaan mereka di luar rumah. Global Employment Trends for Women 2004, ILO Jenewa, tersedia di www.ilo.org/ public/english/employment/strat/stratprod.htm
Apakah Langit-langit Kaca Terpecahkan? Bagi para perempuan yang bertekad memiliki jabatan tinggi, revisi dari studi ILO yang dilakukan tahun 2001, B ‘ reaking through the Glass Ceiling: Women in Management’ (Memecahkan Langit-langit Kaca: Perempuan di Manajemen), kurang masih memprihatinkan. Apa yang edisi
15
Jender revisi ini perlihatkan adalah jumlah perempuan yang memiliki posisi tinggi hanya meningkat antara 1 dan 5 persen lebih dari lima tahun belakangan ini di 33 negara yang disurvei.
yang penting bagi pengembangan karir. Hal ini sejalan dengan aturan umum: “semakin tinggi hirarki organisasi, semakin sedikit perempuan.”
Situasi ketenagakerjaan secara keseluruhan tidak terlalu berubah sejak 2001, edisi terbaru ini menyebutkan. Porsi perempuan dalam pekerjaan profesional meningkat sekitar 0,7 persen antara 1996 dan 1999, dan 2000 dan 2002. Dan dengan porsi perempuan dalam posisi manajerial di sekitar 60 negara bervariasi antara 20 dan 40 persen, data memperlihatkan perempuan sangat tidak terwakili di dalam manajemen dibandingkan dengan porsi keseluruhan mereka di lapangan kerja.
Data menunjukkan bahwa, secara umum, negara-negara di Amerika Utara, Amerika Selatan dan Eropa Timur memiliki porsi perempuan di manajemen yang lebih tinggi dibandingkan negaranegara di Asia Timur, Asia Selatan dan Timur Tengah. Perempuan pun memegang posisi tinggi di sistem hukum di beberapa negara, seperti Hungaria, Romania, Republik Check dan Estonia, Kroasia dan Lituania). Awal tahun 2003, dari 18 hakim yang terpilih untuk Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), 10 di antaranya adalah perempuan.
Dalam politik, proporsi perwakilan perempuan di parlemen nasional masih rendah, meningkat dari 13 persen ke 15,2 persen antara 1999 dan 2003. Namun, laporan ini tidak menemukan peningkatan jumlah perempuan dalam pos-pos kabinet yang secara tradisional didominasi oleh laki-laki, seperti hubungan luar negeri, keuangan dan pertahanan. Pada kenyataannya, di hampir semua profesi, perempuan menghadapi hambatan untuk maju. Tantangan sehari-hari antara menyeimbangkan tanggung jawab keluarga dengan tuntutan pekerjaan menyebabkan pengusaha menganggap kemampuan perempuan lebih rendah, dan perempuan pun harus bekerja keras membuktikan diri mereka, atau beradaptasi dengan cara kerja “laki-laki”. Lebih lanjut, perempuan menghadapi isolasi, keterbatasan akses terhadap pengawasan dan kurangnya panutan perempuan, serta seringkali tersisih dari jaringan informal
Namun, kenyataannya tidaklah selalu buruk. Studi ini menyatakan, beberapa pengusaha mulai mengubah sikap dan gaya bisnis mereka setelah memahami kebijakan yang ramah keluarga, peningkatan akses terhadap pelatihan dan sistem pengawasan yang lebih kuat. Hal-hal tersebut mendorong perekrutan staf perempuan dan dapat meningkatkan produktivitas. Selain itu, pemerintah serta serikat pekerja melakukan advokasi reformasi ketenagakerjaan dan legislasi kesejahteraan untuk menjamin para ibu yang bekerja mempertahankan senioritas, jaminan dan potensi pendapatan. “Breaking Through the Glass Ceiling: Women in Management: Update 2004”, ILO, Jenewa, ISBN 92-2-115523-4, juga tersedia di www.ilo.org/gender
Cuplikan Ekonomi Informal: “Isu Tren, Karakteristik dan Kebijakan”
Pada 11 Februari, Misi Residen Indonesia dari Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) dan ILO Jakarta bersama-sama menyelenggarakan sesi urun saran (brainstorming session) tentang “Informal Economy: Trends, Characteristics and Policy Issues” (Ekonomi Informal: Isu Tren, Karakteristik dan Kebijakan). Forum ini merupakan forum informal untuk saling bertukar informasi dan pandangan yang melibatkan pembuat kebijakan, pakar statistik, pemimpin serikat pekerja, ekonom dan pengusaha mengenai Isu Tren, Karakteristik dan Kebijakan yang berkaitan dengan sektor informal. Di Indonesia, krisis 1997-98 mengakibatkan pertumbuhan mendadak jumlah orang yang terpaksa memasuki ekonomi informal. Perkiraan saat ini menyebutkan sekitar 67% dari jumlah keseluruhan angkatan kerja—sekitar 60 juta orang—memperoleh penghasilan dari ekonomi informal. Diperkirakan sekitar lebih dari setengahnya berada di bidang pertanian, sekitar 28 juta orang di bidang nonpertanian dan sisanya di ekonomi informal pedesaan menekuni bidang perdagangan, industri pelayanan dan manufaktur skala kecil.
16
Dari Departemen Integrasi Kebijakan ILO di Jenewa, Anne Trebilcock memberikan pemaparan mengenai studi-studi ILO tentang ekonomi informal, yang menyatakan bahwa penyusunan kebijakan akan dibutuhkan tidak hanya untuk mengatasi permasalahan yang mempengaruhi sisi penawaran dari ekonomi informal seperti kurangnya kredit, tenaga kerja terlatih dan infrastruktur. Hambatan-hambatan harus juga dilihat dari sisi permintaan, dimana integrasi bertahap dengan ekonomi formal akan menfasilitasi akses terhadap pasar baru dan lebih terbuka, juga dari sektor publik di tingkat nasional dan kabupaten. Sesi urun pendapat ini juga melibatkan diskusi kebijakan yang akan secara bertahap melangkah menuju kegiatan-kegiatan yang lebih diakui, terlindungi dan produktif di ekonomi informal, menjadi bagian dari penyelarasan ekonomi dan kerangka hukum dan mengaitkannya dengan ekonomi formal. Bagi ILO dan ADB, pertemuan memberikan kesempatan untuk melihat kerangka kebijakan tentang ekonomi informal dapat berfungsi dan dimana kedua badan ini dapat bersama-sama memberikan bantuan dalam pengembangan dan penerapan kerangka di atas.
Selamat Jalan Setelah tiga tahun menjabat sebagai Direktur Regional ILO untuk Asia dan Pasifik, Yasuyuki Nodera kembali ke Jepang pada akhir Februari 2004. Sebelum bergabung dengan ILO, Nodera telah berpengalaman lebih dari 30 tahun di Departemen Perburuhan Jepang.
Pameran “Job Expo” ILO Jakarta berpartisipasi dalam dua pameran dua hari, “Job Expo”, dari 30-31 Januari 2004 di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, sebagai bagian dari program peningkatan kesadaran Organisasi tersebut mengenai kegiatan ILO di Indonesia
Prioritas utamanya sebagai Direktur Regional adalah memastikan konsep pekerjaan yang layak terlaksana di wilayah Asia dan Pasifik. Nodera mengunjungi Indonesia beberapa kali dan sangat mendukung perluasan program ILO di negara ini, terutama program lapangan kerja bagi kaum muda, jender dan hubungan industrial. Ia pun mendorong ILO untuk memperluas jangkauan kerjasamanya dengan ASEAN dan mendukung Kantor Jakarta menjalankan peran penghubungnya dengan sekretariat ASEAN. Nodera menyadari masih banyak yang harus dilakukan, terutama di Asia dan Pasifik, dalam upaya ILO menjamin setiap laki-laki dan perempuan memunyai akses terhadap peluang kerja yang layak. “Masih banyak orang yang belum menikmati hal tersebut, karenanya kegiatan kami harus terus berlanjut,” kata dia, seraya menambahkan ia sangat bangga dapat bekerja dengan ILO.
Buku A Fair Globalization—Creating Opportunities for All
Mengatasi Tantangan Lapangan Kerja bagi Kaum Muda: Panduan bagi Pengusaha
Laporan ini, dikeluarkan oleh the World Commission on the Social Dimension of Globalization (Komisi Dunia tentang Dimensi Sosial dari Globalisasi), menyerukan perlunya “pemikiran kembali yang segera” terhadap kebijakan dan lembaga tata pemerintahan global yang ada. Laporan setebal 168 halaman ini menegaskan bahwa “potensi positif dari globalisasi sangat besar” dan bahwa globalisasi “membuka pintu bagi banyak keuntungan… yang mempromosikan masyarakat dan ekonomi terbuka serta mendorong pertukaran barang, ide dan pengetahuan yang lebih bebas… (dan) munculnya kesadaran murni yang bersifat global untuk menanggapi kemiskinan, diskriminasi jender, pekerja anak, kerusakan lingkungan, dimanapun hal ini mungkin terjadi”. Guna mencapai globalisasi yang adil dan menjangkau semua, Komisi menawarkan serangkaian tindakan terkoordinasi untuk meningkatkan tata pemerintahan yang bersih dan bertanggung jawab di tingkat nasional maupun internasional. Komisi merekomendasikan bahwa “pekerjaan yang layak untuk semua harus menjadi tujuan global dan diraih melalui kebijakan nasional dan internasional yang saling menunjang”.
Panduan ini sangat tepat baik bagi pengusaha yang memiliki komitmen untuk menciptakan lapangan kerja bagi kaum muda maupun bagi mereka yang baru di bidang ini. Panduan ini menganalisa peran pengusaha dalam mendorong lingkungan makro ekonomi yang tepat, mengubah aturan-aturan tenaga kerja dan secara kritis mengurangi penciptaan lapangan kerja dan skema pelatihan yang disponsori pemerintah. Buku ini pun membahas mengenai bagaimana pengusaha dapat memberikan kontribusi pada kebijakan-kebijakan pengembangan pendidikan dan pelatihan serta bagaimana pengusaha dapat memberikan kontribusi pada genera pengusaha baru yang dapat mengembangkan usaha dan menciptakan pekerjaan. Keseteraan bagi perempuan dan lakilaki muda pun turut digarisbawahi. Buku ini ditutup dengan rencana aksi yang dapat digunakan pengusaha yang memiliki komitmen terlibat dalam upaya memerangi pengangguran muda.
17
Kolom Globalisasi, Ketimpangan dan Pengentasan Kemiskinan
G
Tauvik Muhamad Manajer Nasional Proyek PRSP-ILO Jakarta
lobalisasi telah menjadi mantra kunci dewasa ini. Globalisasi mengandung makna segala sesuatu yang berdampak pada semua. Dengan kata lain, globalisasi adalah integrasi masyarakat dan ekonomi setiap negara, di antaranya, akibat turunnya biaya transportasi, kian cepatnya pertukaran ide lewat teknologi digital, berkurangnya hambatan perdagangan serta derasnya aliran modal. Bank Dunia mengusung ide globalisasi ekonomi sebagai strategi mumpuni mengentaskan kemiskinan. Artinya, globalisasi atau integrasi ekonomi diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya melahirkan trickle down effect atau efek menetes ke bawah bagi kaum miskin. Di sejumlah negara dengan tingkat kemiskinan ekstrim, globalisasi terbukti mampu menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan. Angka penduduk miskin dapat ditekan hingga 120 juta jiwa dalam satu dekade terakhir. Vietnam dan Cina termasuk di dalam deretan negara yang menjadi contoh sukses. Namun, dua miliar kaum miskin di negara-negara miskin lainnya (Afrika, Bekas Uni Soviet dan Amerika Latin) tidak tersentuh proses globalisasi. Akibat timpangnya pendidikan, perdagangan bebas dan pasar domestik terbuka, di Chile, Amerika Latin, jurang pendapatan justru semakin melebar. Angka pengangguran di Chile meningkat tajam (dari 9,4% di tahun 1974 hingga 18,6 pada 1983) menyusul diadopsinya kebijakan ekonomi pasar terbuka dan fleksibilitas pasar kerja. Serupa dengan Chile, angkatan kerja Indonesia didominasi lulusan sekolah dasar dengan tingkat keterampilan yang minim. Statistik tahun 2002 mengindikasikan 45% dan 68% kaum muda dan miskin pedesaan hanya mengenyam pendidikan dasar atau kurang. Indonesia mulai meliberalisasi sektor keuangannya pada 1983 melalui liberalisasi penetapan suku bunga dan pembukaan capital account. Deregulasi ini memudahkan pendirian lembaga keuangan dan permintaan akan pinjaman luar negeri (offshore borrowing), termasuk spekulasi aliran dana jangka pendek. Kebijakan tersebut berdampak pada membengkaknya utang luar negeri serta ambruknya ekonomi Indonesia. Kebijakan itupun
18
tidak mampu berbuat banyak menurunkan angka pengangguran. Sekitar 8,6% orang kehilangan pekerjaan akibat krisis ekonomi yang menghantam Indonesia menyusul mata uang Bath di Thailand pada 1997. Data terakhir memperlihatkan, indikator pengangguran meningkat hampir dua kali lipat dalam kurun waktu lima tahun dari dari 4,9% di tahun 1996 menjadi 8,8% pada 2001. Indonesia saat ini mulai mengecap kemajuan dengan menjaga tingkat nilai tukar di posisi Rp 8.500 dan pertumbuhan rata-rata sekitar 3,5 hingga 4 persen. Akan tetapi, pertumbuhan tersebut masih didominasi konsumsi pemerintah dan swasta ketimbang investasi yang dapat menciptakan lapangan kerja baru dan menyerap sekitar 10 juta penganggur terbuka. Selain itu, diperkirakan sekarang ini lebih dari 110 juta jiwa berada di bawah garis kemiskinan, dimana sekitar 53 persen tidak memiliki akses terhadap kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi. Kondisi ini jauh dari Sasaran Pembangunan Milenium yang m e r e k o m e n d a s i k a n pengurangan kemiskinan absolut pada tahun 2015. Kebijakan pemerintah sejumlah negara dan lembaga keuangan yang hanya bertumpu pada liberalisasi pasar dan perdagangan, yang sekadar mengejar pertumbuhan tanpa menghiraukan hak dan kesetaraan, justru semakin memperburuk tingkat pengangguran (pertumbuhan ekonomi pro kaum miskin). Kondisi ini diperparah dengan rendahnya kemampuan, pendidikan dan keterampilan kaum miskin untuk memasuki dan bersaing dalam pasar kerja yang layak. Indonesia memerlukan kombinasi kebijakan dalam kerangka strategi pengentasan kemiskinan yang efektif yang mendorong kesetaraan dan pertumbuhan pro kaum miskin, serta juga menjangkau semua orang dan golongan. Ini dapat dilakukan melalui peningkatan pencapaian pendidikan dan keterampilan sehingga pencari kerja baru dan pekerja yang ada dapat bersaing secara efektif mendapatkan pekerjaan yang layak dan mengambil keuntungan dari integrasi ekonomi yang menawarkan sebuah pasar kerja bebas. Selanjutnya, pemerintah perlu menetapkan kebijakan makro ekonomi yang menyeimbangkan variabel fiskal dan finansial dengan sasaran ketenagakerjaan, mengidentifikasi sektor potensial seperti pertanian, desentrasilisasi dengan memperhatikan standar pendidikan dasar, membangun kapasitas lokal serta meningkatkan kualitas pendidikan, terutama dari sudut metode pengajaran. Kesemua ini merupakan bagian dari “agenda pekerjaan yang layak ILO”.