IKLAN DAN TAHAPAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN PEMBELIAN (Studi Deskriptif Kualitatif Persepsi Iklan Produk Perawatan Tubuh Unilever dan Tahapan Pengambilan Keputusan Pembelian pada Perempuan di Kota Surakarta)
Candra Mega Mukti Prahastiwi Utari
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract The problem raised in this study was how the women perceive body treatment product advertisement and how the process is. The subject of research was the women in Surakarta City with accessibility consideration. To answer those questions. The author employed a qualitative research method. The method employed was a descriptive qualitative. Then the data collection was conducted using in-depth interview. The sample was consisted of 17 research informants using purposive sampling technique. To validate the data, the source (data) triangulation technique was used, and data analysis was conducted using Miles and Huberman’s interactive model. From the result of research, it could be found that women’s perception had an ifluence to purchasing decision of Unilever’s bodycare product. The perception were consist of top of mind product and most memorable part of bodycare advertisement The stages were problem recognition, information searching, alternative evaluation and purchasing decision. The women in Surakarta City collected information about the advantages and the disadvantages of body treatment product. From the result of observation, the author concluded that there are three group of women concept. First, they are women who see the used value product when they decide to consume bodycare product, second is women who see the added value bodycare product and women who move from used value to added value bodycare product when they decide to consume. Keywords: Communication, Advertising, Perception, Women, Qualitative
1
Pendahuluan Televisi masih menjadi pilihan utama untuk beriklan, hal ini bahkan hasil riset AC-Nielsen1 menyatakan bahwa televisi masih menjadi media utama yang menjaring iklan terbanyak pada kuartal pertama tahun 2011, seperti tahuntahun sebelumnya.Kotak ajaib bergambar dan bersuara ini mendominasi pangsa iklan dengan meraup 62% dari total belanja iklan, atau sekitar Rp 9,672 triliun, yang mengalami peningkatan sebesar 21% dibanding periode yang sama di tahun 2010. Pada kuartal ketiga tahun 2011, TV mendominasi komposisi iklan dengan kontribusi mencapai 60%.2 Belanja iklan nasional pada 2012 tumbuh 20% menjadi Rp 87,47 triliun dari 2011 sebesar Rp 72,68 triliun.3 Dari nilai tersebut, media televisi mendominasi 64% dari total belanja iklan, diikuti surat kabar sebesar 33%, dan 3% di majalah/tabloid. 4 Persentase belanja iklan terbesar di semester I tahun 2013 dibawa oleh media televisi yang menguasai 68% dari total belanja iklan media. Jumlah ini lebih besar dibandingkan tahun lalu yang hanya 64%.5 Ditinjau dari perspektif komunikasi, iklan dianggap sebagai teknik penyampaian pesan yang efektif dalam penjualan produk.Oleh karenanya dalam aktifitas perpindahan informasi tentang suatu produk yang diiklankan kepada khalayak tentunya harus mengandung daya tarik sehingga mampu menggugah perasaan khalayak.6Iklan televisi ikut menentukan pilihan individu terhadap suatu produk berdasarkan fungsi iklan sebagai salah satu sumber otoritas pilihan individu.Banyak individu memilih suatu produk karena produk itu ada iklannya di televisi. Mereka bangga atas pilihannya karena pilihan tersebut ia peroleh dari televisi. 1
http://qnoyzone.blogdetik.com. 09 Mei 2011.Riset AC-Nielsen: Belanja iklan menilai Gaya Produsen Menggaet Konsumen. Diakses pada tanggal 12 Juni 2011 pukul 21.00 2 www.kabarbisnis.com. 08 Januari 2012.Belanja Iklan masih akan Berlari Kencang. Diaksespada tanggal 02 April 2012 pukul 14.44 3 http://www.indotelko.com. 22 Maret 2013. 2012.Belanja Iklan Telekomunikasi Capai 4,9 Triliun. Diakses pada tanggal 22 November 2013 pukul 01.13 4 http://wartaekonomi.co.id. 06 Maret 2013.Nielsen: Belanja Iklan 2012 Naik 20%. Diakses pada tanggal 22 November 2013 pukul 00.37 5 http://industri.kontan.co.id. 01 Agusutus 2012.Nielsen: Televisi Kuasai 68% Belanja Iklan. Diakses pada tanggal 22 November 2013 pukul 00.43 6 Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Periklanan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1992, hlm. 23
2
Salah satu yang paling gencar diusung oleh iklan-iklan media adalah mengenai gambaran keindahan dan gambaran kecantikan wanita.Televisi, contohnya, telah mengidentifikasikan pencitraan wanita melalui iklan produk – produk kecantikan.Iklan-iklan tersebut selalu menampilkan wanita dalam bentuk yang diafirmasikan sebagai bentuk yang ideal.Tubuh-tubuh ideal biasanya ditampilkan dalam
majalah,
film,
telvisi,
dan dunia
periklanan
yang
menggambarkan atau menyajikan sosok perempuan ideal sebagai suatu figur perempuan langsing, berkaki indah, paha, pinggang, dan pinggul ramping, payudara cukup besar dan putih kulit mulus.7 Dalam iklan produk kecantikan sebagian besar role model yang dipakai adalah wanita -wanita dengan tubuh yang langsing dan tinggi, berkulit putih, hidung mancung, paras yang manis, dan berambut panjang lurus. Dengan menggunakan role model seperti itu, para produsen produk kecantikan secara sadar telah mengafirmasikan gambaran wanita ideal yang disebut cantik, dan mengharapkan setiap wanita mencontoh atau setidaknya mengiyakan seperti itulah sosok yang dianggap cantik. Dalam perkembangan dunia yang semakin modern, kecantikan menjadi komoditas yang diperdagangkan, sehingga perempuan seolah tak punya pilihan untuk mendefinisikan kecantikannya sendiri.Berbagai macam produk kecantikanpun
semakin
banyak
dipasaran.Mulai
dari
produk
perawatan
rambut,
mencerahkan kulit wajah, produk menambah tinggi badan, pelangsing, sampai produk untuk menjaga organ kewanitaan wanita selalu wangi dan kencang. Produk-produk kecantikan tersebut berusaha bersaing dengan produk sejenisnya dengan berbagai macam cara agar produknya senantiasa digunakan oleh konsumennya, dalam hal ini wanita. Salah satu cara yang paling sering digunakan produsen untuk meningkatkan penjualan produknya yaitu dengan menambahkan pesan-pesan keunggulan produk dibanding produk sejenis dalam iklan. Dalam hal ini produk akan dicitrakan sebagai produk yang diharapkan oleh konsumen (expected product). Dalam Sutjipto, produk yang diharapkan (expected 7
Melliana, Annastasia, Menjelajah Tubuh, Perempuan Dan Mitos Kecantikan, (Yogyakarta : LKIS, 2006), hlm.60
3
product), yaitu sekumpulan atribut dan kondisi yang biasanya diharapkan pelanggan pada saat membelinya. 8 Dalam konteks pemasaran, perempuan merupakan pasar yang sangat potensial.Begitu banyak produk-produk dari berbagai merek yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan wanita dari ujung kaki hingga ujung rambut. Para produsen menganggap perempuan cenderung punya tradisi konsumtif yang tinggi. Sekalipun kita tidak selalu sepakat dengan anggapan umum selama ini, bahwa urusan mengatur dan berbelanja rumah tangga adalah urusan perempuan, tetapi kita menyaksikan betapa kaum perempuanlah yang paling banyak berkerumun di pasar-pasar tradisional, pertokoan dan pusat-pusat perbelanjaan modern. Mereka berbelanja, mulai dari keperluan sehari-hari, seperti bahan makanan dan minuman, sampai pada belanja barang untuk kecantikan dan kemewahan.9 Nielsen Media Research (NMR) antara Juni – September 2003 pernah melakukan survei tentang wanita, yaitu dengan metode wawancara langsung tatap muka dengan total responden 13.300 di sepuluh kota besar di Indonesia (Jakarta, Botabek, Bandung, Surabaya, Gerbangkertasusila, Semarang, Medan, Makassar, Yogyakarta, Palembang dan salah satu hasil survei menunjukkan bahwa mayoritas wanita adalah ibu rumah tangga, secara rinci mengatakan bahwa 44.5 % adalah ibu rumah tangga, 20.5 % karyawati, 11.5 % manajer, 10.9 % pengusaha, lainnya 10.2 % serta mahasiswi 2.4 %. Berdasarkan hasil riset dari NMR tahun 2003, wanita untuk SES A1 dengan penghasilan Rp. 2,25 juta ke atas terdapat 84 % wanita menjadi pengambil keputusan pembelian barang. Berikutnya SES B dengan penghasilan Rp. 1,25 juta – 1,75 juta sebesar 85 % pembelian barang ditentukan oleh wanita. Demikian pula SES C, D dan E wanita juga dominan dalam keputusan pembelian barang yaitu 87 %, 85 % dan 81 %. Melihat data ini, tidaklah mengherankan kalau Rachel Bowlby yang adalah seorang ahli psikoanalis wanita berkata bahwa shopping dan konsumerisme adalah sejarah 8
Fandy Sutjipto, Strategi Pemasaran, (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), hlm. 77 Akhmad Zaini Abar, Perempuan di Mata Produsen dan Pengiklan dalam Idi Subandy Ibrahim dan Hanif Suranto, Wanita dan Media: Konstruksi Ideologi gender dalam Ruang Publik Orde Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998) hlm.317 9
4
kaum wanita. Konsumen wanita memang memiliki peranan yang sangat strategis.Wanitalah yang menentukan barang atau jasa mana yang dikonsumsi dengan alasan-alasan yang masuk akal.Konsekuensinya, berbagai macam produk yang khusus ditujukan untuk wanita, baik remaja, dewasa maupun orang tua mulai dari kosmetik, pakaian, dll sangat banyak di pasaran.10 Fenomena ini menarik
karenabanyak penelitian yang melihat
perempuan dari kacamata media, namun penelitian ini berhasil melihat persepsi perempuan dari kacamata perempuan itu sendiri.Penelitian ini kemudian difokuskan pada konsep persepsi.Dalam konteks penelitian komunikasi, penelitian ini termasuk sebagai audience analysis atau studi khalayak yaitu penelitian yang fokus pada unsur komunikan (perempuan).11 Penelitian ini menarik karena dapat mempelajari bagaimana tahapan pesan dimaknai sehingga dapat mengubah sikap/perilaku manusia. Penelitian ini melihat bahwa komunikasi merupakan suatu proses. Bahwa iklan sebagai alat komunikasi dimaknai oleh perempuan sebagai suatu rentetan proses yang pada akhirnya membentuk perilaku mereka. Metodologi penelitian ini adalah kualitatif.Adapun metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif.
Rumusan Masalah 1.
Bagaimana persepsi perempuan terhadap iklan produk perawatan tubuh Unilever di Kota Surakarta?
2.
Bagaimana tahapan pengenalan masalah yang dilakukan oleh perempuan dalam keputusan pembelian produk perawatan tubuh Unilever di Kota Surakarta?
3.
Bagaimana tahapan pencarian informasi yang dilakukan oleh perempuan dalam keputusan pembelian produk perawatan tubuh Unilever di Kota Surakarta?
10
Majalah CAKRAM edisi Mei 2004 : 9 Onong Uchajana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung : remaja Rosdakarya, 1990), hlm. 10 11
5
4.
Bagaimana tahapan evaluasi alternatif yang dilakukan oleh perempuan dalam keputusan pembelian produk perawatan tubuh Unilever di Kota Surakarta?
5.
Bagaimana tahapan keputusan pembelian yang dilakukan oleh perempuan dalam keputusan pembelian produk perawatan tubuh Unilever di Kota Surakarta?
Tujuan 1.
Untuk mengetahui persepsi perempuan terhadap iklan produk perawatan tubuh Unilever di Kota Surakarta.
2.
Untuk mengetahui tahapan pengenalan masalah yang dilakukan oleh perempuan dalam keputusan pembelian produk perawatan tubuh Unilever di Kota Surakarta.
3.
Untuk mengetahui tahapan pencarian informasi yang dilakukan oleh perempuan dalam keputusan pembelian produk perawatan tubuh Unilever di Kota Surakarta.
4.
Untuk mengetahui tahapan evaluasi alternatif yang dilakukan oleh perempuan dalam keputusan pembelian produk perawatan tubuh Unilever di Kota Surakarta.
5.
Untuk mengetahui tahapan keputusan pembelian yang dilakukan oleh perempuan dalam keputusan pembelian produk perawatan tubuh Unilever di Kota Surakarta.
Telaah Pustaka 1. Komunikasi Komunikasi massa sebenarnya sama seperti bentuk komunikasi yang lainnya, memiliki unsur–unsur seperti sumber, bidang pengalaman, pesan, saluran, gangguan dan hambatan, efek, konteks maupun umpan balik. 12
12
Alo Liliweri,Perspektif Teoritis Komunikasi Antarpribadi,(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), hlm. 36
6
Carl I. Hovland dalam Effendy mendefinisikan komunikasi sebagai suatu proses dimana seorang individu (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya berupa kata) untuk mengubah perilaku individu lain (komunikan).13 Sedangkan Effendy mendefinisikan komunikasi adalah sebagai proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau perilaku baik secara lisan maupun tak langsung melalui media. Pesan yang disampaikan adalah pernyataan sebagai paduan pikiran dan perasaan dapat berupa ide, info, keluhan, keyakinan dan sebagainya.Pernyataan tersebut dibawakan oleh lambang umumnya bahasa.14 2. Komunikasi massa Komunikasi massa mempunyai arti sebagai komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau media elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima dengan serentak di berbagai tempat. Effendy memberikan definisi komunikasi massa sebagai penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak, yakni sejumlah orang yang tak tampak oleh si penyampai pesan. Pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televise dan film, tidak tampak oleh si komunikator. Dengan demikian maka jelas bahwa komunikasi massa atau komunikasi melalui media massa bersifat satu arah.15 3. Iklan 3.1. Iklan sebagai Pesan Liliweri dalam Sumartono mengungkapkan, ditinjau dari perspektif komunikasi, iklan dianggap sebagai teknik penyampaian pesan yang efektif dalam penjualan produk.Oleh karenanya dalam aktifitas perpindahan informasi tentang suatu produk yang diiklankan kepada khalayak tentunya harus mengandung daya tarik sehingga mampu menggugah perasaan khalayak. 16
13
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003) hlm. 9 14 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990) hlm. 6 15 Ibid, hlm.50 16 Sumartono, Op. Cit, hlm. 12-13
7
3.2. Iklan sebagai Simbol Iklan
televisi
adalah
media
untuk
mengkomunikasikan
individu
(masyarakat pemirsa) dengan materi (produk) yang diiklankan.Dan untuk membangkitkan citra produk yang diiklankan, maka digunakanlah simbol-simbol untuk membangun citra, makna dan kesadaran terhadap sebuah realitas sosial. Simbol-simbol yang dimaksud adalah simbol-simbol yang menjadi acuan di masyarakat atau dengan kata lain adalah simbol-simbol yang dimodernkan oleh masyarakat.17 Menurut Giaccardi (1995), iklan adalah acuan. Artinya, iklan adalah diskursus tentang
realitas,
yang menggambarkan,
memproyeksikan dan
menstimulasi suatu dunia mimpi yang hiper-realistik.Iklan tidak mengahadirkan realitas sosial yang sesungguhnya.18 Sedangkan menurut J. Paul Peter dan Jerry C. Olson dalam Morissan, suatu produk menjadi suatu simbol atau disebut juga dengan simbol produk (product symbolism), yaitu arti aau makna dari suatu produk bagi konsumen dan apa yang mereka alami ketika membeli dan menggunakan produk bersangkutan.19 4. Perempuan 4.1. Perempuan dan Media Satu bentuk media yang menyumbangkan porsi besar dalam hal pembentukan pencitraan dalam masyarakat adalah iklan.Salah satu yang paling gencar diusung oleh iklan-iklan media adalah mengenai gambaran keindahan dan gambaran
kecantikan
mengidentifikasikan
wanita.Televisi
pencitraan
wanita
sebagai melalui
contohnya, iklan
telah
produk-produk
kecantikan.Iklan-iklan tersebut selalu menampilkan wanita dalam bentuk yang diafirmasikan sebagai bentuk yang ideal, yang menggambarkan atau menyajikan sosok perempuan ideal sebagai suatu figur perempuan langsing, berkaki indah,
17
Burhan Bungin, Op. Cit, hlm. 41 Suharko, Budaya Konsumen dan Citra Perempuan dalam Media Massa dalam Idi Subandy Ibrahim dan Hanif suranto, Wanita dan Media: Konstruksi Ideologi Gender dalam Ruang Publik Orde Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), hlm. 324 19 J. Paul Peter & Jerry C. Olson dalam Morissan, MA, Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm.75 18
8
paha, pinggang, dan pinggul ramping, payudara cukup besar dan kulit putih mulus. 4.2. Perempuan dalam Iklan Kebanyakan iklan televisi agaknya merupakan pengabadian atau reproduksi dari penstereotipan kaum pria terhadap peran tradisional kaum wanita.Pria dan wanita digambarkan sebagai sesuatu yang mempunyai kegiatan yang berbeda dan memutuskan hal-hal yang berbeda pula.Wanita digambarkan sebagai manusia yang selalu peduli terhadap rumah tangga dan penampilan fisik mereka, sementara pria adalah pekerjaan, bisnis, urusan publik, olahraga, mobil dan sebagainya. Ironisnya, banyak diantara kaum wanita sendiri tidak menyadari bias iklan tersebut, bahkan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar.20 Berbagai penelitian sebelumnya telah banyak membahas peran perempuan dalam iklan, salah satunya yaitu penelitian Tamagola dalam Astuti yang membahas tentang citra perempuan dalam iklan di empat majalah wanita (Femina, Kartini, Sarinah, Pertiwi), yang diterbitkan antara tahun 1986-1990. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ada lima citra pokok tentang perempuan yang sering digambarkan dalam iklan, dimana citra ini merupakan bentuk-bentuk stereotipe tentang perempuan yang terdapat dalam masyarakat. Citra-citra tersebut adalah citra pigura, citra pilar, citra peraduan, citra pinggan, dan citra pergaulan.Citra yang terdapat dalam iklan kosmetik di televisi adalah citra pigura dan citra pergaulan.21 4.3. Perempuan dan mitos kecantikan Salah satu konsep penting yang diajarkan televisi adalah: ”pahlawan” wanita pasti cantik. Tidak hanya itu, televisi juga membuat sebuah definisi, cantik adalah kurus, langsing, putih, berambut lurus hitam, modis dan selalu menjaga penampilan serta rutin melakukan perawatan tubuh agar awet muda.22 Konstruksi
20
Sumartono, Op. Cit, hlm. 36 Lidia Astuti, Hubungan Iklan Produk Kecantikan di Televisi dengan Orientasi Tubuh Wanita Pekerja, Skripsi Sarana (Bogor: Fakultas Ekologi Manusia IPB, 2009) hlm. 13 diakses pada tanggal 11 September 2013 pukul 8.24 22 Muzayin Nazaruddin, “Aku Cantik Maka Aku Ada”, dalam Masduki, Muzayin Nazaruddin (editor), Media, Jurnalisme dan Budaya Populer, (Yogyakarta: Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia & UII Press, 2008) hlm. 126-127 21
9
yang ditawarkan oleh iklan di media cetak dan elektonik kepada masyarakat tidak saja menjanjikan, tetapi juga menggelisahkan perempuan untuk selalu tampil “seperti dalam iklan”. Lebih ironis lagi, konstruksi sosial suatu jenis iklan tertentu akan menjadi trendsetter bagi masyarakat (khususnya perempuan) dan mempunyai sihir yang begitu kuat untuk “memenjarakan” image kaum perempuan, sementara iklan juga hampir semuanya “memanfaatkan” tubuh perempuan.23 5. Persepsi Salah satu ukuran keberhasilan suatu usaha adalah bagaimana persepsi konsumen dapat meningkatan kepercayaan terhadap suatu produk sehingga mereka mempunyai keinginan membeli yang sangat besar terhadap produk tersebut.Hal ini dapat diketahui dengan
melakukan penilaian persepsi
konsumen.Hasil penilaian dapat diukur dengan membandingakan data yang ada dilapangan.Bagi perusahaan hasil penilaian persepsi konsumen sangat penting peranannya dalam pengambilan keputusan berbagai hal terutama dalam hal ini yaitu tentang keputusan pembelian suatu produk atau barang. Persepsi konsumen terhadap suatu produk akan menjadi pertimbangan konsumen dalam menentukan pilihan produk mana yang akan dibeli. Jika persepsi tersebut tinggi maka konsumen akan tertarik dan mengevaluasi masukan-masukan informasi yang mereka dapat mengenai barang tersebut untuk kemudian membelinya. 6. Tahapan Pengambilan Keputusan Kotler dan Keller menjelaskan bahwa proses pengambilan keputusan merupakan proses psikologis dasar yang memainkan peranan penting dalam memahami
bagaimana
konsumen
secara
aktual
mengambil
keputusan
pembelian.24 Ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh konsumen sampai pada akhirnya melakukan keputusan pembelian, antara lain sebagai berikut:25 23
Vissia Ita Yulianto, Pesona ‘Barat’, Analisa Krotis-Historis Tentang Kesadaran Warna Kulit di Indonesia, (Yogyakarta, Jalasutra, 2007) hlm.27 24 Kotler, Philip & Keller, Kevin Lane,Marketing Management, 12th edition,(New Jersey :Prentice Hall, 2006) hlm. 214 25 Sutisna, Perilaku Konsumen & komunikasi Pemasaran, (bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 15-17
10
a. Pengenalan Masalah (Problem Recognition) b. Pencarian Informasi (Information Source) c. Evaluasi Alternatif (Alternative Evaluation) d. Keputusan Pembelian (Purchase Decision) e. Pengaruh Persepsi Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Berdasarkan uraian diatas maka proses keputusan pembelian konsumen sangat ditentukan oleh faktor psikologi mereka sendiri antara lain persepsi serta keyakinan dan pendirian mereka, kemudian mengidentifikasi masukan-masukan informasi yang mereka peroleh mengenai barang atau produk kemudian mengevaluasinya untuk kemudian melakukan keputusan pembelian.
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif kualitatif.dimana peneliti mendeskripsikan atau mengkonstruksi wawancara mendalam terhadap subyek penelitian yaitu perempuan di Kota Surakarta. Subjek penelitian ini adalah17 orang perempuan yang terdiri dari 5 orang ibu rumah tangga, 5 orang wanita karir, 4 orang siswi SMA serta 4 mahasiswi di Kota Surakarta yang menggunakan produk perawatan tubuh Unilever.. Subyek penelitian dipilih dengan cara teknik purposive sampling. Sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam (Indepth Interview). Selama proses penyajian data, peneliti melakukan proses reduksi data untuk mengecek kelengkapan data-data yang diproleh, kemudian menyajikannya dan ditarik kesimpulan mengimplementasikan prinsip induktif. Slanjutnya validitas data dengan mempraktikkan triangulasi data dengan melaksanakan
wawancara
mendalam
secara
bertahap
pada
setiap
Informan.Interpretasi data pada awal wawancara coba Penulis verifikasi kepada Informan bersangkutan di akhir wawancara.
11
Sajian dan Analisis Data Pada bagian ini disajikan temuan penelitian yang terdiri dari persepsi perempuan terhadap iklan produk perawatan tubuh Unilever, serta tahapan pengambilan keputusan pembelian yang dikemukakan oleh Kotler dan Keller yang meliputi tahapan pengenalan masaah (problem recognition), tahapan pencarian informasi (information searching), tahapan evaluasi alternatif (alternative evaluation), serta yang terakhir adalah tahapan keputusan pembelian (purchasing decision). 1. Persepsi perempuan terhadap produk perawatan tubuh Unilever Dari hasil analisis didapatkan hasil bahwa persepsi perempuan disini meliputi jenis produk yang paling diingat dan bagian iklan yang paling diingat. a. Jenis produk yang paling diingat Jenis produk yang paling diingat untuk kategori sabun muka antara lain Ponds, Dove dan Biore. Kategori shampoo antara lain Dove dan Pantene. Sedangkan untuk kategori lotion yang paling diingat adalah Citra Hand and Body Lotion dan Vaseline. Oleh Aaker produk yang paling diingat ini disebut juga dengan Top of Mind. Top of Mindadalah nama suatu merek atau Brand yang disebutkan pertama kali oleh seseorang, berada pada posisi yang istimewa. Dalam pengertian sederhana, merek tersebut menjadi pimpinan dalam benak konsumen tersebut dibandingkan nama merek-merek lain.26 Berikut gambaran hasil penelitian, Tabel I Top of Mind Iklan Produk Perawatan Tubuh Unilever No.
Top Of Mind Sabun muka
Shampoo
Lotion
1.
Ponds
Dove
Citra
2.
Dove
Pantene
Vaseline
3.
Biore
-
-
26
David A. Aaker, Managing Brand Equity, (New York, NY: The Free Press), hlm. 62
12
b. Bagian iklan yang paling diingat Pemahaman produk dalam penelitian ini adalah bagian yang paling diingat dalam iklan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa dalam Informan mengetahui dan memahami iklan televisi yang paling diingatnya. Ada tiga bagian yang paling diingat dalam iklan, antara lain alur cerita iklan, pesan iklan dan model iklan. 2. Tahapan pengenalan masalah Kesadaran pada kebutuhan terjadi ketika konsumen melihat perbedaan yang signifikan antara kondisi yang dirasakan dengan kondisi ideal yang diharapkan. 27Pada umumnya masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah karena adanya pengaruh dari significant others. Masalah yang sering ditemukan adalah karena Informan merasa bahwa kualitas dan manfaat dari produk yang sudah dipakai kurang begitu memuaskan, sehingga ketika ada orang lain yang menyadarkan bahwa ada produk yang lebih bagus maka Informan akan mempertimbangkan dan mulai menyadari adanya kebutuhan yang lebih untuk dirinya. 3. Tahapan pencarian informasi Informasi yang perlu diketahui dalam penggunaan produk perawatan tubuh antara lain adalah 3.1.
Harga, Pada beberapa Informan, harga menjadi hal pertama yang diperhatikan
ketika akan menggunakan suatu produk. Informan membandingkan harga produk yang akan dicoba dengan produk lain yang sejenis. Kemudian, Informan membandingkan harga dengan kelebihan yang didapatkan dari produk yang akan dicoba tersebut. 3.2.
Ekuitas merek Faktor yang kedua adalah ekuitas merek atau brand equity. Dalam
penelitian ini, brand equity terjadi jika produk yang baru diiklankan adalah produk yang sudah mempunyai varian terlebih dahulu. Jadi, Informan menunggu untuk beberapa waktu sampai ia mengetahui seberapa banyak pengguna produk. 27
Sutisna, op. Cit, hlm. 19-21
13
3.3.
Iklan
3.3.1. Pesan iklan Informan menyebutkan jika pengemasan iklan mampu membuatnya mempunyai persepsi berbeda terhadap produk. Pada umumnya konsumen akan lebih mempercayai iklan yang menampilkan bukti ilmiah dari hasil penelitian atau testimoni dari masyarakat yang sudah menggunakan produk perawatan tubuh. Karena bukti dan testimoni diangap mempunyai kekuatan untuk membuat Informan yakin untuk mencoba produk baru tersebut. 3.3.2. Endorser Model yang digunakan dalam iklan menjadi informasi yang cukup penting dalam tahapan ini. Informasi melalui model ini membuat Informan yakin atau tertarik dengan produk yang akan dipakainya. 3.4.
Komposisi produk Selain ketiga faktor di atas, faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah
komposisi produk. Dalam Shimp, komposisi produk termasuk dalam informasi produk. Informasi produk merujuk kata-kata kunci pada kemasan, informasi pada panel/permukaan di bagian belakang, bahan-bahan, peringatan gambar-gambar serta ilustrasi.28 3.4.1. Kealamian bahan, Menurut beberapa Informan, komposisi produk dipandang penting dari sisi keamanan bahan-bahannya. Informan pada umumnya menyebutkan bahwa produk yang berasal dari bahan alami lebih menarik untuk dicoba daripada yang terbuat dari bahan kimia. 3.4.2. Product advantages Yang dimaksud product advantage adalah keunggulan produk dibanding dengan produk yang lain. Dalam penelitian ini Informan melihat kepada kandungan SPF Lotion Vaseline yang lebih tinggi dibanding dengan produk lotion lainnya, atau shampoo Dove sebagai salah satu produk yang dianggap mempunyai kelebihan dibanding produk shampoo yang lain. 28
Terence A, Periklanan Promosi: Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, Jilid I Edisi Kelima. Terj. (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 311
14
3.5.
Efek dari produk perawatan tubuh Hal yang menjadi pertimbangan berikutnya adalah efek. Meskipun belum
mencoba, Informan melihat bukti atau efek dari produk melalui orang lain yang sudah mencoba. Dari orang lain yang sudah memakai tersebut, Informan mengamati perubahan yang terjadi. 4. Tahapan evaluasi alternatif Ada dua kriteria yang berhubungan dengan hierarkial dengan evaluasi berbagai alternatif merek.Pertama adalah manfaat yang bisa dieroleh dengan membeli suatu produk (benefit association) dan kedua setelah dievaluasi berdasarkan manfaat, kemudian konsumen mengevaluasi merek berdasarkan tingkat kepuasan yang diharapkan (expected satisfaction). Manfaat produk (benefit association) yang dievaluasi antara lain komposisi produk perawatan tubuh apakah dibuat dari bahan yang alami atau tidak, kemudian adalah product advantage. Yang dimaksud product advantage adalah keunggulan produk dibanding dengan produk yang lain. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa lotion yang mengandung SPF lebih tinggi lebih menjadi prioritas konsumen untuk membelinya. Hal yang menjadi pertimbangan berikutnya adalah efek. Meskipun belum mencoba, Informan melihat bukti atau efek dari produk melalui orang lain yang sudah mencoba. Kemudian
adalah
tingkat
kepuasan
yang
diharapkan
(expected
satisfaction). Kepuasan yang diharapkan dari produk perawatan tubuh antara lain aman dan sesuai dengan jenis kulit/rambut, membuat kulit lebih putih, mampu membuat rambut bersih dan lembut. 5. Tahapan pengambilan keputusan Pada tahap ini ditemukan ada tiga tipe Informan pada saat pengambilan keputusan, antara lain sebagai berikut. a. Informan dengan konsep diri “I”. Konsep diri “I” dalam penelitian ini adalah Informan memilih produk berdasarkan pengetahuan dan keinginan dirinya sendiri. Konsep diri “I” yang ditemukan dalam penelitian ini adalah sikap percaya diri yang tinggi pada diri sendiri dan sederhana. Dalam penelitian ini
15
ditemukan bahwa orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi cenderung memilih produk perawatan tubuh berdasar fungsi dari produk itu sendiri. Sedangkan sikap yang sederhana membuat orang akan berpenampilan apa adanya dan tidak berlebihan. Kesederhanaan tersebut yang membuat Informan melihat produk perawatan tubuh hanya dari fungsinya saja. b. Informan dengan konsep diri “Me” yang cenderung memilih produk dengan melihat pesan tambahan (added value) iklan. Dalam kelompok ini ditemukan orang-orang
yang
sangat
memperhatikan
penampilan
serta
sangat
memperhatikan pendapat orang lain tentang dirinya. Oleh karenanya, iklan menjadi acuan yang membuat Informan sangat memperhatikan tampilan iklan. Pada umumya pesan iklan yang paling berpengaruh pada Informan kelompok ini adalah iming-iming yang ditampilkan dalam iklan. Sedangkan orang yang memperhatikan pendapat orang lain akan cenderung juga memperhatikan pesan iklan. Karena dalam pesan iklan biasanya terkandung bujukan-bujukan yang menyatakan akan membuat informan menjadi lebih cantik. c. Kelompok yang mengalami pergeseran dari konsep “I” ke konsep “Me” yang berarti terdapat pergeseran juga dari pertimbangan use value menjadi added value. Dalam kelompok ini ditemukan pergeseran bahwa Informan yang pada awalnya menyatakan bahwa dirinya bersifat spontan berubah menjadi sangat memperhatikan penampilan dan Informan yang awalnya mempunyai sifat cuek menjadi sangat memperhatikan pendapat orang lain. Sedangkan pemilihan produk sendiri terdapat pergeseran dari Informan yang asal memilih produk dan pemakaian produk berdasar manfaat bergeser menjadi orang yang mempertimbangkan pesan iklan.
Kesimpulan Terjadinya persepsi menunjukkan adanya proses pengamatan dan pembelajaran
secara
terus-menerus.
Pengalaman dan pengetahuan akan
membentuk persepsi yang berbeda pada masing-masing individu. Selain itu
16
persepsi juga mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen dalam menentukan pilihan produk perawatan tubuh yang akan dipakai. Persepsi akan menentukan cara pandang konsumen tentang suatu produk. Konsumen dengan konsep diri “I” akan memilih produk berdasar fungsinya saja, berbeda dengan konsumen dengan konsep diri “me” yang mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, misalnya nilai-nilai tentang kevantikan dan kewanitaan di masyarakat.
Saran Audiens terutama perempaun harus jeli dalam melihat pesan-pesan iklan yang terkandung dalam iklan karena iklan sengaja dibuat semenarik mungkin serta menyelipkan pesan-pesan agar mendapat atensi audiens.Selain itu bagi media sebagai agen kontrol sosial, mereka juga berperan dalam memberikan edukasi yang benar melalui tayangan-tayangannya.Oleh karena itu, media mempunyai tanggung jawab sosial untuk memberikan informasi dan pendidikan yang benar kepada audiens.
Daftar Pustaka Aaker, David A. (1991). Managing Brand Equity. New York, NY: The Free Press Abar,Akhmad Zaini. (1998).Perempuan di Mata Produsen dan Pengiklan dalam Idi Subandy Ibrahim dan Hanif Suranto, Wanita dan Media: Konstruksi Ideologi gender dalam Ruang Publik Orde Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya Astuti, Lidia. (2009).Hubungan Iklan Produk Kecantikan di Televisi dengan Orientasi Tubuh Wanita Pekerja. Skripsi Sarjana. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia IPB Effendy,Onong Uchjana. (2003).Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi.Bandung: Citra Aditya Bakti ____________________. (1990).Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya J. Paul Peter & Jerry C. Olson dalam Morissan, MA. (2010).Periklanan: Komunikasi Pemasaran Terpadu. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Kotler, Philip & Keller, Kevin Lane. 2006.Marketing Management.12th edition.New Jersey : Prentice Hall Liliweri, Alo. (1992).Dasar-Dasar Komunikasi Periklanan. Bandung: Citra Aditya Bakti
17
__________. (1994).Perspektif Teoritis Komunikasi Antarpribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti Majalah CAKRAM edisi Mei 2004 Melliana, Annastasia.(2006). Menjelajah Tubuh, Perempuan Dan Mitos Kecantikan.Yogyakarta : LKIS Nazaruddin, Muzayin.“Aku Cantik Maka Aku Ada”, dalam Masduki, Muzayin Nazaruddin (editor). (2008).Media, Jurnalisme dan Budaya Populer.Yogyakarta: Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia & UII Press Suharko.(1998). Budaya Konsumen dan Citra Perempuan dalam Media Massa dalam Idi Subandy Ibrahim dan Hanif suranto, Wanita dan Media: Konstruksi Ideologi Gender dalam Ruang Publik Orde Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya Sumartono.(2002).Terperangkap dalam Iklan.Bandung : Alfabeta Sutisna.(2001).Perilaku Konsumen & komunikasi Pemasaran.Bandung : PT Remaja Rosdakarya Sutjipto, Fandy. (1995).Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi Offset Yulianto,Vissia Ita. (2007).Pesona ‘Barat’, Analisa Krotis-Historis Tentang Kesadaran Warna Kulit di Indonesia. Yogyakarta: Jalasutra Riset AC-Nielsen: Belanja iklan menilai Gaya Produsen Menggaet Konsumen. Dalam http://qnoyzone.blogdetik.com. Belanja Iklan masih akan Berlari Kencang dalam www.kabarbisnis.com. Belanja Iklan Telekomunikasi Capai 4,9 Triliun dalam http://www.indotelko.com Nielsen: Belanja Iklan 2012 Naik 20%dalam http://wartaekonomi.co.id. 06 Maret 2013
18