(,1 il-PliilKilOinllil [e03" [ee2 mNmfl-ilS il5 K[:5[ $mDnNqAN P[:n"1 Df4Nq\{NnN KnqilOINl
(.JTqDl Kr-ElOl{ .rqndr[K!tbdt'lJ/lltr€) PrnFdHEqfidN KAJq.J i,j jir)9).2 :l ,ril jA)) oleh : M Syurya Hidayat *)
Kata Kunci: Sector developed approach, regi onal developed approach, index balance grov,th, resources based i n dustri es, i nlegraleel i nduslri es pl ant, multiplier eJfect,dan impact effect.
Unbalancedproblems in Indonesiaeconomicperformance have been.fbundin both regional and inter- regional considerations.In this studlt, unbalancedproblems between Jova and Sumqtra have been examined.Sometechniques were applied to the evident ur^ing sccondary dq1s. '1'p. -find result showsthat unbalanceeconomicper/brmancewas.fbund with diferent characteristics, growth and stability, between Java and Sumatra. Java has succeededin developing industry becauseof its comparative advantagescompared to Sumatra's. Thus , it is proposed to increqseSttmatra's region's competitivenessby improving the region infrastructttre
1. Latar Belakang Masalah. Persoalanpembangunanregional di Indonesia mulai menjadi perhatian sekitar Tahun 1970-an, sejak dimulainya pemerintahan orde Baru. Dalam perjalanan pembangunan,tidak semua daerah mengalamipertumbuhanekonomi yang relatif sama cepatnya.Daerahyang relatif sudahmaju terus tumbuh dengancepat, sedangkandaerah yang nilai Produk Domestik RegionalBruto (PDRB) -nya relatif rendahtetap tertinggal. Menyadari bahwa keadaanitu menimbulkankesenjanganekonomi sosial antar daerahdi Indonesiamaka pemerintahbertekaduntuk mengeliminirkesenjangan tersebut. Hal ini diupayakandengan memasukkankonsep pembangunanregional pada Repelita II, melalui pengintegrasianberbagai aspek pembangunandaerah ke dalam kerangka dasar pembangunan nasional(Ghalib.199 I ). Keadaannyamasih saja menimbulkanketidakseimbangan baik dalam pendapatan regional, arus investasi, pertumbuhan di antara keduanya, pola konsumsi, maupun ketimpangan antar sektor dalam lapangan usaha antar daerah . Ketidakseimbangan pembangunan antar region ini tidak teqlepas dad pendekatan pembangunan yang digunakan, yaitu lebih menekankan pada pendekatan sektoral (Sectoral Developed Approach) dari pada pendekatan regional (Regional Developed Approach). Sehingga terjadi pemusatanpertumbuhanpadaregion-regionyang memiliki seklor potensial.
9 Stafr'Pengajar pada Fakultas Ekonomi [Jniversitas Jambi, menvelesaikan Magister Sains, bidang Kaiian Ekonomi Industri di Universitas Padjadjaran Bandung Tahun 1998.Beliau juga sebagai peneliti pada Pusat Penelitian dan Penbinaan Pengusaha Kecil dan Koperasi (p4p Lrnja.
lurnal Manajemendan PembangunnnVolume VIII, lggg
l6
Perbedaanpotensi sektor potensial ini bila diikuti oleh perbedaanketersediaan infiastruktur akan manlpu memberidaya dorong pembangunanregionalyang besar.Hal ini dapat diamati pada perbedaanpotensi sektor di region Sumaterayang mengandalkan ResourcesRasedIndustriesdan kurang mendukungnyainfrastruktur,dibandingkanregion Jawa denganIntegrated Industries Plant yang didukung denganinfrastrukturyang baik. pembangunan Perbedaan keadaanini tentu saja akan memberiperbedaankeseimbangan regionaldi antarakeduanya. Dengan gambarankondisi yang demikianmaka cukup menarik untuk melakukan penganalisisanterhadap keseimbangan pembangunanantara region Sumatera dengan region Jawa. Sehingga pada akhirnya akan diperoleh suatu deskripsi keadaan pembangunan dari keduaregion tersebutdari aspekekonomiregional. 2. Topik Analisis Upaya Pemerintahdalam melakukan reformasi ekonomi makro melalui paket deregulasiternyata menimbulkan kecenderungankearah tersentralisasinyapembangunan. Reformasi ekonomi yang dilakukan berorientasi pada mekanismepasar bhgi perbaikan efisiensi nasionaldan peningkatanpeluang ekspor, ternyata lebih menguntungkandaerah yang lebih kuat yaitu Jawa. Pulau Jawa dengan segala Comparative advantagedan Absolute advantage yang dimilikinya menjadi lebih bersifat selgS{ growth pole. Kenyataan ini semakin mengganggu keseimbanganpembangunanregional, yang di dntaranyaterhadapregion Sumatera. Ketidakseimbanganpembangunanregional yang mungkin terjadi, dipengaruhioleh perbedaan tingkat aktivitas ekonomi, yang tercermin melalui variabel PDRB, tingkat investasidan konsumsi.Studi dan penelitianmendalamtentangpengidentifikasian kondisi penyebab ketidakseimbangan, keseimbanganantar region dan kemudian dilanjuti dengan adalah suatu hal yang sangat penting dalam perencanaanpembangunanantar region yang terintegrasi. Dalam makalah ini, berkenaan dengan hal di atas, topik pertama yang akan dianalisis adalah keseimbangan pertumbuhan antar sektoral terhadap pertumbuhan ekonomi rata-rataper region. Topik kedua adalahmenganalisispemerataanpembangunan antar region dari sisi PDRB dan Investasi dan topik ketiga adalah menganalisis kecenderungantingkat konsumsidan investasipadatiap region. 3. KerangkaKonsepsional Hasil yang nyata dari pembangunannasional adalah ditunjukkan dengan adanya kecepatanpembangunandi suatu daerahyang berbedadengandaerahlainnya.Hal ini tidak terlepasdari perbedaanintensitaspembangunaninterregional. Kosentrasi pembangunan di region Jawa terasa lebih kuat dengan segala keunggulaninfrastrukturdan lokasinya(Azis,LJ.l994). Dan tidak demikianhalnyadengan region Sumatera. Padahal secara konsepsional, pembangunan nasional Indonesia mempunyai tujuan untuk mewujudkan keseimbanganinterregional terutama dalam hal tingkat pertumbuhan. Keseimbangan interregional memungkinkan berlangsungnya interregionaltrade yang seimbang(Wibowo, R dan Sutrisno,l995).
VolumeVIII,1998 lurnal Marujemendan Pembangunan
t7
ini, dapatdilakukan interregional Dalam menganalisis pembangunan keseimbangan yang diperoleh dari melalui perhitunganlndex BalancedGrowth. Kesimpulanutama hipotesispertumbuhanseimbang(Balanced Growth) ini adalah bahwa makin tinggi penyimpangan out put regiontertentudari yang disebutpola seimbangmakamakinlambat pertumbuhan pendapatan (Azis,[.J.1994). regionalnya PDRB. Dalamhal ini Penganalisisan lanjutandapatdilakukanmelaluipendekatan yang diukur adalahpendapatanyang diperoleholeh faktor produksiyang ikut sertadalam aktivitas produksi. Namun perlu dipahamibahwa dalamanalisisPDRB ini ditemui sedikit kelemahan yaitu tidak memperhatikanpemilikan aktivitas maupun produksi yang bersangkutan(Warpani,I 984). Untuk itu penganalisisan aspektingkat konsumsidan investasi sebagaipenunjang, periu dilakukan melalui perhitunganMPC dan MPL HaI ini bertujuanuntuk mengamati kerangka kebijakan stabilisasipada suatu region. Jika disemuaregion MPC < I maka sistimyang bersangkutanadalahstabil.Dilain pihak,jika semuaMPC > I ataujika daerah yang mempunyaiMPC tinggi sangatdominan maka sistim stabilitasregionaltidak stabil. Selanjutnya,jika MPC suatu daerah sama denganMPC daerahlainnya nraka multiplier interregionalakan samadenganmultiplier nasional.Ini berarti, denganMPC yang sama perubahan alokasi regional dari pengeluaran pemerintah tidak akan menyebabkan perubahanpendapatannasionaltapi hanyamerubahpendapatanregionalChipman,(1950) Dari sisi investasi, akan berkenaan dengan kemampuan suatu daerah dalam memperolehtingkat penggandaan dari investasitersebut.Jika injeksi investasiberlangsung menerus terus dan dalam industri barang modal tidak terdapat kelebihankapasitasmaka investasi sekunder akan didorong oleh suatu multiplier. Jika injeksi investasibersamaan masuknya dengan masuknya perusahaan baru pada suatu region maka hal ini dapat menimbulkan keuntungan eksternal dan memungkinkan timbulnya super multiplier pada regionyang bersangkutan(Wilson,I 968). Kesemuaaspekmakro interregional di atas pada suattrkondisi akan mempengaruhi kondisi keseimbanganpembangunaninterregional. Untuk itu yang diperlukan adalah kebijakan pemerintah dalam menentukankebijakan pembangunanregionalnya.Dalam hal ini ada dua alternatif kebijakan yang dapat dilakukan yaitu pendekatan pembangunan sekloral (Sectoral Developed Approach) dan pendekatanpembangunanregion (Region Developed Approach). Yang diperlukan adalah kemapuan pemerintah dalam mengkombinasikankedua pendekatan tersebut sesuai dengan kondisi regional masingmasingregion (Azis,I.J. 1994).
lurnal Manajemendan PembangunanVolume VIII,1998
L
t8
(
4. Pendekatandan Model Analisis. Pendekatananalisisyang digunakan dalam makalah ini adalah Ekonomi Makro Interregional (lnterregion Macroeconomics Approach). Pendekatan ini merupakan penterapanmodel pendapatandan perturnbuhannasional kepada tingkat regional (Richardson,1977).Ini berarti, persoalanperubahanpendapatanregional,fluktuasinya, dan pemerataanekonomi makro determinanpertumbuhanregional,tingkat keseimbangan i nterregionaldapatdianalisis berdasarkankerangkaini. Secaraaplikatif, denganmengacupada pendekatanyang digunakandan topik yang akandianalisis,makadipergunakanbeberapamodel analisis,yaitu : I. Model BalanceGrowth Index Model ini digunakan untuk mengetaliui perbedaanpertumbuhanantar sektor terhadappertumbuhanekonomi rata-rata suatu daerahdalam periode tefientu. Sehingga, akan diperolehgambarankeseimbanganpertumbuhanpada setiapregion. Formulasimodel(Zadjuli, 1986).
BG{::=-:J} ,i)' i":,'(e,"-'^at t-n rti=t cL:'
pr:i-s lndeks pertumbuhanyang seimbanguntuk setiapregan Jawt Sumatera, ""1-n-selamakurun wakhr n tahun. -Laju pertumbuhanPDRB rata-ratatahun ke I hingga tahun ke n pada Gl-s - l-n setiapregion Jawa dan Sumatera. * Banyaknyaseklor ekonomi yang terdapat di daerahJawa cian Sumatera. i sektor i terhadap PDRB dalam bentuk persentasepada tahun ke I wi-t_Sumbangan " i=l pada setiapregion Jawa dan Sumatera. oi-, _ Laju pertumbuhanrata-rata seklor i pada setiap region Jawa dan region Sumatera b i , l - r-
selaman tahun. Indeks yang semakin rendah (mendekati nol) menunjukkan makin berimbang pertumbuhanantar seklor dan akan menghasilkanrata-rata pertumbuhanekonomi daerah yang semakintinggi dan demikian pula sebaliknya.
lurnal Marajemendan PembangunanVolume VIll,1998
I9
IL Model KoefisienVariasi Model ini ditujukanuntuk mengetahui tingkat pemerataanpembangunanantar region,baik dari aspekPDRB maupuntingkatinvestasi. FormulasiModel (Al-Rasyid,1995). Y K l ,' , -' -o 4
X
dimana: / "
\2
lrx, II I i=l
-l-N
I
Kv3*: Indikator pemerataanuntuk setiapregionJawa-Sumatera X,n : StandarDeviasi dari Indikator yang diamatiyaitu PDRB dan Nilai Investasiuntuk setiap regionJawa-Sumatera = Rata-ratanilai dari indikator yang diamati(Rata-rataPDRB regionJawa-Sumatera) X Koefisien Variasi mendekati nol menunjukkan indikasi semakin meratanya pembangunan suaturegionberdasarkanaspekyang diamatidan demikiansebaliknya. III. Model Marginal Propensity to Consume (MPC) dan Marginal Propensity to Investment(MPf) Model ketiga ini untuk menunjangmodel satu dan dua atau ditujukanuntuk meng tingkatkonsumsidan investasipadatiap region(Kogiku,KC.l968) analisiskecenderungan FormulasiModel: C : a + bY dimana,C= Tota lk o n s u ms i, Y : P DRB , a : K o n s t a n t a d a n b : MP C . I - a * eY,dimana, I - Total Investasi,Y= PDRB,a = Konstantadane = M PI. 5. HasilA nalisisModel 5.1 Pertumbuhrn Ekonomidan SurnbanganSektoralRegionSumatera- Jawa ekonomiyang cukup realis Secaraumum ditemuiadanyaperbedaanpertumbuhan regionJawa(8,82%).ProvinsiAceh, Riau antararegion Sumatera(6,70yo)dibandingkan dan Sumatra Selatan yang merupakanregion dengan dasar resource based industries merupakanenclave perekonomianpertambangandi region Sumatera,memperlihatkan tingkat pertumbuhanyang lebih rendah.Hal ini tidak terlepasdari dampak penurunan harga minyak dan kondisi ekonomi makro yang tidak kondusif (overheated,inflasi dan tingkat bungayang tinggi sertalikuiditasmoneter).Namundemikian,ternyatahal ini tidak membawa dampak ya.ng sama terhadap region Jawa, walaupun pada kondisi makro ekonomiyangsama.
danPenfuangunan VolumeVlll,'/,998 lurnal Manajenten
20
Pertumbuhanekonomi yang cukup tinggi untuk tiap provinsi di region Jawa, ternyatalebih didasarkanatas comparativeadventageyang dimiliki oleh industri di region ini, sehinggamemiliki opportunity cost yang lebih rendah.Dari aspekyang lebih spesifik, dapat dinyatakanbahwa industri yang berada di region ini merupakanindustri barang konsumsiyang bersifatfootloosedan berlokasidi pusatkosentrasipendudukutama. Dari sisi pendakatan pembangunan, dapat disimpulkan bahwa pendekatan lebih mengarahpada pembangunan nasionalyang dilakukanoleh perencanapembangunan sectoraldevelopedapproachdari padaregionaldevelopedapproach.Secarasederhanahal ini terindikasi dari 55%osektor primer memberikan kontribusi terhadap perekonomian region Sumatera. Pendekatanpembangunansektoral ini secara konsepsionalakan memberi daya dorong (engine of growth) terhadap perekonomiantiap region, seperti yang terlihat pada region Jawa.Regionjawa yang memiliki comparativeadventagedalambidangindustridan jasa sertaprimer (pertanian),ternyatacukup memberiarti positif terhadapperekonomian. Namun ternyatahal ini sedikitbertolakbelakanguntuk kasusregion Sumatra. Perbedaan hasil dari pendekatan sektoral antara region Jawa dan Sumatera, sebenarnya lebih didasarkan atas keterbatasan infrastrulctur penunjang untuk region Sumatera. Konsekwensi turunan dari keadaan ini adalah sulitnya menemukan okasiyangekonomis (localisation economies) untuk suatu aktivitas ekonomi yang diharapkanmemiliki skala ekonomi (economiesof scale). 5.2 Analisis KeseimbanganPertumbuhanAntar Region Hasil perhitunganindeks Balanced Growth (BG) menunjukantahry indeks BG region Sumatra(0,164) lebih kecil dari pada indeks BG region Jawa (0,196).Id berarti, kondisi pertumbuhanantar sektor terhadap pertumbuhanekonomi rata-rataregion sedikit lebih seimbanguntuk region Sumatera dibandingkan region Jawa sebagaimanadisajikan padaTabel l. Secaramenyeluruh,dari analisisindeks BG dapat disimpulkanbahwa perimbangan pertumbuhan antar seklor terhadap pertumbuhan rata-rata ekonomi, region Sumatera menunjukkankeseimbanganyang sedikit lebih baik. Namun, bila diamati dari pertumbuhan dan struktur perekonomian, region Jawa lebih menunjukkan perimbanganantar seklor. Keadaanyang demikian sangatterkait dengan karakteristik masing-masingregion. Region Sumateralebih didasarkanpada resourcesbased industries denganenclave perekonomian pertambangandan large estate. Dasar struktur ekonomi demikian memiliki elastisitas perekonomian yang besar. Dan pada sisi lain memiliki linkage inter industries dan interregional yang kecil. Multiplier effect tephadapmasyarakatsangat terbatas, demikian juga impact region-nya.Hal ini bertolak belakangdenganregion Jawa.
lurnal Marujemen dan Pembangulun Volume VIII,1998
2l
Tabel l. BalancedGroq'th lndex Reeion SumateraJal'a
Resion Aceh Sumut Sumbar
fuau Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Sumatera Dki Jakarta Jabar Jateng Yogyakarta Jatim Jawa Sumber: BPS, datadiolah
BG'-rt
0,269 0,127 0,143 0,245 0,140 0,287 0,925 0,185 0,164 0,148 0,172 0,262 0,314 0,167 0.196
Region Jawa lebih mengarahpada integrated industries plant dengan penekanan pada industri konsumsi yang bersifat footloose dalam pembentukan nqodal (capital formation) lebih memiliki daya percepatan sehingga walaupun mengarah p>dq factor proportion yang tinggi, daya serap tenaga kerja absolutnya juga tinggi. Se-hingga memberikanmultiplier effect danimpact region yang lebih baik. 5.3. Pemerataan Pembangunan Antar Region. 5.3.1 PemerataanPembangunanDari Sisi PDRB Hasil perhitungan KV dari sisi PDRB untuk region Sumatra-Jawa pada tahun pengamatan1988-1993 menunjukkanindikasi bahwa secara relatif terjadi pemerataan aktivitas ekonomi di region Jawa dibandingkan region Sumatra. Hal yang menarik dari hasil KV yang diperoleh adalah, walaupun tingkat pemerataanregion Sumatra kurang dibandingkanregion Jawa" namun dalam rentang waktu 6 tahun menunjukkan perbaikan tingkat pemerataan( dari 0,767 ke 0,728)'sedangkanregion Jawa sedikit menunjukan penurunanpemerataan(dari 0,482 ke 0,486).
lurnal Manajemendan PembangunanVolume VIII,lgg|
22
Tabel2. KoefisienVarias Resion Sumatera- Jawa(Dari Sisi PDRts KoefisienVariasiPdrb Region 1993 t992 l99r I 989 l 990 l 988 o 757 0-728 0-7 57 0750 0,762 0_767 Sumatera 0.486 0,485 0,486 0.483 0-482 0-486 Jawa Sumber: BPS,datadiolah. Angka-angka KV ini sebenarnyahanya bersifat memperkuat dari pernyataan terdahulu dan juga sebagaipembuktian hipotesisGunar Myrdal dan Fransois Perroux tentang disparitaspembangunanantar daerah.Data kombinasiini menunjukkansemakin kuatnya pemusatanekonomi di Jawa (berlaku sebagaiGrowth Pole Region). Walaupun secarakonsepsionaldikenal prinsip trickle down effect terhadapperipheryregion namun secararealistisdengan segalanilai lebihnya pertumbuhanpemusatanregion Jawa lebih cepatdari prinsiptersebut. 5.3.2PemerataanPembangunanDari Sisi Investasi Hasil analisiskoefisien variasi dari sisi investasi semakin memberi pembuktian bahw-a aspek pemerataan pemabangunan region Jawa lebih baik dibanding region Sumatera.Sebarantingkat investasi yang kurang merata di Sumatera ini memberikan beberapaindikasi. Pertama, adanya kecendrunganbertumpunya investasi pada beberapa daerah tertentu. Namun sayangnya, kebertumpuan tersebut tidak didasarkan pada comparativeadvantagetapi lebih pada natural advantage. Kedua, untuk region di Sumatera yang memiliki investasi rendah menunjukkan adanya perbedaanrates of return. Perbedaan ini lebih dikarenakan adanya perbedaan lingkungan dan prasarana. untuk itu, yang diperlukan adalah direct investment yang diarahkanpada sektor produktif dan bidang social overheat. Penilaian investasioptimum dapat dilakukan melalui penerapan model interregional investment allocatiozl Hal ini "\ dikarenakanpenerapankonsep opportunity cost adalahsuatuhal yang utama. \ Tabel 3. Koefisien Variasi Region Sumatera- Jawa (Dari Sisi Investasi) Region
Koefisien Variasi Investasi 1988 198 9 1990
Sumatera
t-t32
1.099
t-tr7
1991
0-903
1992 0.906 0.507
Jawa 0 .5 5 8 0 .581 0.570 0.516 Sumber: BPS, data diolah. Kemudian untuk region Jawa, berdasarkankoefisien variasi menunjukkan sebaran investasi yang lebih merata" cenderung semakin menunjukkan tingkat pemusatannya, dimana hampir 60Yo dai total investasi nasional terhadapat diregion ini. Kuatnya daya tarik investasiini merupakansuatu paradoks karena kondisi Capital Abundant dan Inbor Abundant terjadi bersamaan.Walaupun secara teoritis dalam Neo classic interregionnl equilibrium model dinyatakanbahwa daya tarik daerah(atas investasi) akan menurun bila mencapaititik jenuh. Namun indikasi kejenuhantersebutmenjaditidak jelas untuk kasus
lurnal Mannlemen dnn Pembangunan Volume VIII, 1998
23
region Jawa.Yang diharapkanadalahadanyapolitical vuill dari pemerintahdalammemilih secaraberimbang trade off antara pertumbuhandan pemerataan,dengan perimbangan padaregional developedapproacft di sampingsectoral developedapproach. 5.4. Marginal Propensityto Consumedan Marginal Propensityto Investment. 5.4.1.Marginal Propensity to Consume(MPC). MPC lebih mengarahpadakebijakan Dalam regionalincomemodel, penganalisisan pengamatan pada lebih besar dari satu atau stabilitas.Jika koefisien MPC suatu region ditemui beberapa region memiliki MPC tinggi yang dominan maka sistim kebijakan stabilitasregion mengindikasikantidak stabil (Airov, 1967). Dari hasil perhitunganyang dilakukanterlihat adanyaindikasiketidakstabilandalamkebijakanekonomiregionaluntuk region sumatera.Hal ini dapat diamati dari adanyaperbedaanyang cukup mencolok dari koefisienMPC antararegion (Riau 0,0952 dan SumateraSelatan0,8072). Tabel 4. KoefisienMpc Dan Mpi Region Sumatra- Jawa
Resion
Koefisien Moc
Aceh Sumut Sumbar
0,2468 0,3195 0,5265 0,0952 0,5747 0,8072 0,5043 0,5621 0,3465 0,3349 0,4981 0,3931 0,4381 0,6968 0,4922 0,4473 0.4440
fuau
Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Sumatra Dki Jakarta Jabar Jateng Yogyakarta Jatim Jawa Sumatra*Jawa Indonesia Sumber: BPS, data diolah
Koefisien Mpi 0,0768 0,2468 0,0722 0,3021 0,1782 0,2759 0,6466
o,2r19 0,2476 0,3223 0,1795 0,2210 0,24L8 0,3643 0,2702 0,2639 o-2645 ;
Untuk region Jawa ternyata menunjukkantingkat kestabilitasanyang lebih baik, ini terindikasi dari besaran koefisien MPC antara region yang tidak begitu dominan. Jika penganalisisandikembangkan dalam konteks interregional maka ditemui suatu konsep dimana bila MPC suatu region siuna dengan MPC region lainnya maka multiplier interregionaladalah sama dengan multiplier nasional(Chipman, J.S. 1950). Ini artinya, untuk region Jawa yang cenderung lebih memiliki MPC yang hampir sama, maka perubahanalokasi regional dari pengeluaranpemerintah( atau pengeluaranlainnya) hanya lurnal Manajemen dan Pembanguran Volume VIII, 1998
24
regionaldan tidak mengubahtingkat pendapatan tingkat pendapatan akan mempengaruhi nasional.Dalam konteks yang sederhanamultiplier effect yang terjadi lebih terpusatpada region tersebut.Bila proses ini dibiarkanterus berlangsungmaka ketimpanganantar region semakinbesar. Kemudian, bila MPC suatu region tidak sama dengan region lainnya maka tingkat perubahanpesebarangeografikdari pengeluaranakanmengakibatkanberubahanya pendapatannasional.Untuk region Sumatera, yang menggambarkankondisi demikian, maka kenaikkan pendapatan regional akan maksimum bila kenaikkan pengeluaran pemerintah di pusatkan pada region yang memiliki koefisien MPC yang tinggi, disajikanpadaTabel4. sebagaimana 5.4.2.Marginal Propensityto Investment(MPI). Perkembangantingkat investasi berhubungan dengan jumlah industri yang terdapatdalamsuaturegion.Dalam kaitanini,menurutWilson, A.J. (1968)jika investasi yang dilakukan bersamaandengan masuknyaindustri baru kesuatu region rnaka akan menimbulkankeuntunganeksternaldan hal ini memungkinkantimbulnyanpermultiplier. Region Jawa dengan segala karakteristik integrated industries plant-nya serta memiliki koefisien MPI yang lebih baik dibandingkan Sumatra" maka kemungkinan timbulnya supermultiplierberpeluangterjadi. Dalam hal ini tentu saja bertolak belakang dengan kasus region Sumatra. Dengan kondisi demikian, dalam upaya penciptaan supermultiplier untuk region Sumatra, perlu diperhatikan aspek peningkatan daya saing daerah melalui penyediaaninfrastruktur, penghapusankekakuan struktural dan birokrasi yang tidak menguntungkaq perbaikaniklim investasidan penguranganketidaksempurnaan pasar. 6. Penutup Region Sumatra dengan dasarresources based industries dan region Jawa yang mengarah pada integrated industries plant dengan comparative advantage-nya, membawa kondisi ketidakseimbanganpembangunanantar daerah dikedua region. Walaupun dalam konteks keseimbangan pertumbuhan (balance growth index) region' Sumatera menunjukkan tingkat keseimbangansedikit lebih baik dari region Jawa. Namun dalam pemerataanaktivitas ekonomi menunjukkan tingkat yang lebih rendah. Demikian halnya denganindikasi kebijakan stabilisasi,melalui model pendapatanregional yang terlihal dari koefisien MPC, menunjukkan adanya ketidakstabilankebijakan ekonomi re$ional pada region Sumatra. Sedangkan dari sisi MPI, kemungkinan terjadinya MpeKmultiplier pendapatanlebih mengarahke region Jawa dibandingkanSumatra. \ Dengangambarankondisi demikianinaka pendekatanpembangunannasionalsaat ini sebaiknyatidak hanya terfokus padasector developedapproach tapi dilengkapi secara konsisten dengan regional developed approach. Peningkatandaya saing region melalui penyediaaninfrastruktur yang mengarahpada penurunantransportation cosl, penghapusan kekakuan struktural dan birokrasi, serta perbaikan iklim investasi dan pengurangan ketidaksempurnaan pasar, merupakan beberapa kebijakan yang mengarah kepada pengurangan disparitasantarregion.
lurnal Manajemendan PembangurumVolume VIII,1998
25
Daftar Pustaka Al Rasyid,Harun.1995 statisfika Terapar, pps-LrNpAD, Bandung Arrov,J.1976- Fiscal Policy 'lheory in an Inter Regional Economy: General Inter Regional Multiplier and 'their Applicarion, Paper and proceding of The RegionalScienceAssociation,Vol.I 9. Azis,IJ.1994.Ilnu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia, LpFE-UI. Jakarta. Chipman,JS.l950. The Theory of Inter Sectoral Money Flows and Income FormqtionJhonHopkins Press. Ghalib, Rusli.1991.PerkembanganPembangtanqn Daerah di Indonesia, Jurnal Ekonomi No.4 Januari1991,FE-LrNPAD,Bandung. Kogiku,KC.1968 An Introduction to Macroeconomic Models, Mc.Graw-Hill Book Company. fu chardson,H. w. 1977. Dasar-DasarIlmu Ekonomi Regional,LpFE-UI, Jakarta. warpani, Suwardjoko.1984.Arnlisis Kota dan Daerah,penerbit ITB, Bandung Wibowo,R dan Soetrisno.1995.Konsep dan Landasan Analisis Wilayah, Faf.pertanian, Univ.Jember. wilson,JS.1968. Inter Regional comnodity Flows: Entrophy Mmimizing Approach, Centerfor EnvironmentalStudies,Kertas Kerja No.19. Zadiuli, Suroso.1986.P endelmtan P embangunan Wilayah, Makalah Seminarperencanaan Pembangunan Wilayah dan Keuntungan Komparative 9-10 Desember 19g6, Univ.Airlangga, Surabaya.
lurnal Manajemendan pembangunan Volume VIIL lggg
26