III. Sumber dan Potensi HPT
berasal da
dua bagian yaitu budidaya untuk dipotong (cut and carry dan
untuk hab
Pada dasarnya budidaya hijauan pakan dapat dibagi menjadi
dan pasar
budidaya untuk penggembalaan (grazing). Penyediaan hijauan
tumbuh dE
untuk potongan pada umumnya dilakukan pada lahan-lahan yang
diperoleh i
sempit, dimana areal tanaman pangan mendominasi daerah
Halar
tersebut, dengan skala pemilikan ternak relatif sedikit yaitu antara
yang pen,
dilakukan pada pematang, bibir teras bangku di areal lahan
rumah ju
1-4 ekor. Penanaman hijauan di daerah seperti ini hanya dapat
dekat ke I,
tanaman pangan, atau memanfaatkan areal sempit di samping
pakan, se
tanaman pangan.
randu, se
Budidaya hijauan seperti ini banyak dijumpai di wilayah-
diperlihatl
wilayah padat ternak dan padat penduduk seperti di Pulau Jawa,
Jawa Ter
Lampung dan Bali. Sedangkan budidaya padang rumput hanya
dapat dilakukan di wilayah-wilayah yang lahannya masih sangat
l uas dengan pola pemeliharaan ternak secara ekstensif, baik
dikandangkan maupun tidak dikandangkan. Pola pemeliharaan ternak dengan cara penggembalaan ini cocok untuk wilayah
padat ternak tetapi jarang penduduk seperti di Indonesia bagian
ti mur khususnya di NTT.
3.1. Sumber hijauan pakan
Di Indonesia hijauan pakan dapat diperoleh hampir di setiap
tempat, mulai dari padang rumput sampai di pasar-pasar kumuh
di tengah kota besar. Untuk wilayah lahan kering sumber hijauan
pakan yang utama adalah: (a) padang rumput, (b) lahan pertanian pangan, (c) lahan perkebunan dan (d) lahan kehutanan.
Sedangkan untuk wilayah lahan irigasi sumber hijauan pakan bisa 10
pada mu: N..m -
Tabel 3.' ternak p2 Tengah c
Sumber
Sawah
Ladang Tegalan
Halamai Perkebu Lainnya Sumber:
berasal dari pematang dan pinggir saluran irigasi. Di daerah rawa dan pasang surut, hijauan pakan juga mudah dijumpai, karena
untuk habitat seperti itu terdapat jenis-jenis rumput yang bisa tumbuh dengan baik. Di samping itu hijauan pakan dapat juga diperoleh di pinggir-pinggir jalan dan di halaman rumah.
Halaman rumah juga merupakan sumber hijauan pakan
yang penting. Hal ini disebabkan karena letaknya yang paling
dekat ke kandang. Jenis-jenis hijauan pakan yang ada di halaman rumah juga sangat beragam, baik tanaman pangan maupun
pakan, seperti rumput, ubi kayu, pisang, lamtoro, nangka, petai, randu, sengon, gamal, kelor dan sebagainya. Pada Tabel 3.1
diperlihatkan pentingnya halaman rumah sebagai sumber HPT di Jawa Tengah dan Jawa Timur baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau.
Tabel 3.1. Komposisi sumber HPT yang terdapat di kandang ternak pada musim hujan (MH) dan musim kemarau (MK) di Jawa Tengah dan Jawa Timur (%).
Sumber HPT
Das Jratunseluna (Jawa Tengah) MH
Sawah Ladang
11,4
Halaman Perkebunan
15,3 60,5
Tegalan
13,0 0
Lainnya
0
Sumber: Prawiradiputra, 1986.
DAS Brantas (Jawa Timur)
MK
MH
0
21,2 24,7
0
0
5,9 41,5 28,5 24,1
0
50,7 3,5
MK
5,9 61,6 9,4
17,7 2,9
2,6
11
Pada musim kemarau sebagian besar rumput berasal dari
kekerir
hujan urutannya adalah dari halaman rumah, ladang dan tegalan.
dapat c
l adang, perkebunan dan halaman rumah, sedangkan pada musim Untuk hijauan
sebagian
ramban (daun-daunan) pada musim kemarau
besar berasal dari halaman rumah dan ladang
sedangkan pada musim hujan berasal dari halaman rumah dan perkebunan.
3.2. Potensi padang rumput
Sampai sejauh ini tidak ada data luas padang rumput di
I ndonesia yang pasti. Diperkirakan luas padang rumput di I ndonesia berkisar antara 21 sampai 23 juta hektar, yang
penyebarannya mulai dari Sumatera (diperkirakan terdapat 7 juta ha), Kalimantan (5 juta ha), Sulawesi (4-5 juta ha), Nusa Tenggara (2-4 juta ha). Selebihnya terdapat di Irian, Maluku dan Jawa. Sebagian besar padang rumput di Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi terdiri atas padang alang-alang, sedangkan
sebagian besar padang rumput di Nusa Tenggara berada di l ahan-lahan berbatu.
Di lain pihak, ada data yang menunjukkan bahwa luas
padang rumput alam (tanpa vegetasi alang-alang) di seluruh I ndonesia tercatat sekitar 2 juta ha dengan area yang paling luas
terdapat di Nusa Tenggara, Daya dukung padang rumput yang tidak terpelihara ini sangat rendah.
Jenis hijauan yang cocok dibudidayakan di padang rumput
atau padang penggembalaan harus memiliki perakaran yang
kuat, tahan pijakan, tahan renggutan, dan toleran terhadap 12
dibudic Tabel penggE
Peng~,
B. hu A g/ta Dlglt~
Cenc Stylo: Macn Peng Chlo,
Bract Cyno, Setar Desn
Cent,
Peng
Bract
Paspi Pasp,
Cyno Caloo
Puern
Dari be DE ( ST/hz
bobot
7kekeringan.
Beberapa jenis hijauan unggul yang cocok
dibudidayakan untuk potongan dan padang penggembalaan dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan Tabel 3.3.
Tabel 3.2. Beberapa contoh jenis HPT yang cocok untuk padang penggembalaan
7I
Nama botani I
7 I
_
B. humidicola Andropogon gayanus Digitarla decumbens Cenchrus ciliar/s Stylosanthes spp. Macroptil/um atropurpureum
Rumput beha Rumput gamba Rumput pangola Rumput buffel Stilo Siratro
Chloris gayana Brachiaria mutica Cynodon plectostachyus Setaria spp. Desmodium spp. Centrosema pubescen
Rumput rhodes Rumput malela Star grass Setaria Desmodium Sentro
Brachiaria decumbens Paspalum dilatatum Paspalum notatum Cynodon dactylon Calopogonium muconoides Pueraria phaseloides
Rumput signal Rumput australi Rumput bahia Rumput kawat Kalopo Puero
Penggembalaan sedang
Penggembalaan berat
IT a
Penggembalaan ringan
Nama umum
Dari berbagai sumber Dengan kapasitas tampung 0.5 satuan ternak per hektar
(ST/ha), ternak yang digembalakan tidak mampu meningkatkan
bobot badannya. Padahal di padang-padang rumput yang a
13
ditanami rumput unggul dan dipelihara dengan balk, seperti di
3.3. Potei
kapasitas tampung 3 ST/ha mampu meningkatkan bobot badan
ditanami
negara-negara
yang
peternakannya
sudah
maju,
dengan
sapi sampai 250 g per hari per ha.
Tabel 3.3. Beberapa contoh jenis HPT yang cocok untuk ditanam sebagai rumput/leguminosa potongan Nama botani Rumput potongan Pennisetum purpureum Pennisetum purpuroides Panicum maximum Euchlaena mexicana
Leguminosa potongan Calliandra calothyrsus Gliricidia sepium Leucaena leucocephala Desmodium rensonii Stylosanthes spp. Lab-lab purpureus Calopogonium mucunoides Pueraria phaseloides Clitoria ternatea Centrosema pubescens Dari berbagai sumber
Nama umum Rumput gajah Rumput raja Rumput benggala Rumput meksiko Kaliandra Gamal Lamtoro Desmodium Stilo Lablab Kalopo Puero Kembang telang Sentro
Dengan kondisi seperti itu, padang rumput di Indonesia
diperkirakan hanya mampu menampung 5 sampai 7 juta ST saja,
padahal data tahun 2004 menunjukkan bahwa populasi ternak ruminansia di Indonesia Iebih dari 13 juta ST. Jelaslah bahwa padang rumput yang ada perlu diperbaiki agar dapat menampung ternak Iebih banyak lagi. 14
Diliha
ditanami
kebanyak Rumput ~
yang lebil di padan sungai, tE
Ruml
pertanian
ternak ju sebagai
terdapat
khususn) kantong
dan Pan dan Batu Akhi
seperti s menurut gajah,
menana
Pro(
l ahan p
ditanam dirangk~
. I
70
-
3.3. Potensi lahan pertanian Dilihat
dari segi potensinya, lahan pertanian yang bisa
ditanami TPT sangat luas. Hampir semua lahan kering yang bisa ditanami palawija, bisa juga ditanami rumput potongan
yang
kebanyakan merupakan rumput introduksi atau rumput unggul.
Rumput potongan ini biasanya mampu menghasilkan hijauan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput lokal yang terdapat
di padang-padang penggembalaan, pinggir-pinggir jalan, tepi sungai, tepi saluran air dan sebagainya.
Rumput dan leguminosa pakan yang ditanam di lahan
T I _
I
7a
T-
pertanian biasanya berfungsi ganda, yaitu selain sebagai pakan
ternak juga berfungsi sebagai tanaman konservasi tanah atau
sebagai tanaman pagar pembatas lahan. Namun tidak jarang
terdapat lahan pertanian yang sengaja ditanami rumput pakan, khususnya rumput gajah dan rumput raja, terutama di kantong-
kantong pemeliharaan sapi perah seperti di Lembang, Ciwidey
dan Pangalengan (Jawa Barat), Boyolali (Jawa Tengah), Pujon dan Batu (Jawa Timur).
Akhir-akhir ini dijumpai juga lahan pertanian tanaman pangan
seperti sawah yang beralih fungsi menjadi kebun rumput, karena
menurut petani menanam rumput pakan, khususnya rumput gajah, ternyata lebih menanam padi.
menguntungkan dibandingkan dengan
Produktivitas atau daya hasil rumput pakan yang ditanam di
l ahan pertanian biasanya lebih tinggi dibandingkan dengan yang
ditanam di tempat lain, seperti di halaman rumah. Pada Tabel 3.4.
dirangkum rata-rata bahan kering hijauan yang dapat dihasilkan 15
oleh beberapa jenis rumput pakan menurut hasil penelitian di Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Ciawi.
Tabel 3.4. Daya hasil bahan kering (t/ha/th) beberapa jenis rumput yang ditanam di Bogor Nama rumput Brachiaria decumbens Setaria sphacelata Digitaria sp. Andropogon gayanus Panicum muticum Euchlaena mexicana Pennisetum purpureum
Selang waktu panen
Hasil bahan kering hijauan
45 hari 45 hari 45 had 45 hari 45 hari 40 hari 40 hari
36 - 37 24 - 37 34 27-28 30 17-18 40-60
Dari berbagai sumber Selain sebagai sumber HPT yang berasal dari rumput, lahan
pertanian juga mempunyai potensi yang sangat besar sebagai sumber HPT yang berasal dari Iimbah pertanian, dalam berbagai bentuknya, baik sisa hasil tanaman pangan maupun hasil ikutan atau hasil sampingan tanaman pangan.
Sisa hasil tanaman pangan yang banyak dipakai sebagai
HPT antara lain daun dan batang jagung, jerami padi, jerami dan daun kacang tanah dan sebagainya. Sedangkan yang dalam bentuk hasil ikutan adalah dedak padi yang selain merupakan
sumber serat kasar juga sumber protein kasar yang tinggi. Pada Lampiran 1 diperlihatkan Iimbah tanaman yang bisa dan biasa
digunakan sebagai pakan ternak. Mengingat lahan pertanian, baik
l ahan kering maupun sawah irigasi, di Indonesia sangat luas, maka potensi tersebut tidak bisa diabaikan. 16
3.4. Pote
T
Sela
terdapat Perkebu kurang
berpoter adalah p
Pad,
memiliki merupal
untuk p dengan adalah
Pen
sistem ii
di antan dan pe
sebagai Pen
karena I
tanah. F
untuk r
sehingg dengan
dibedak l egumir
3.4. Potensi lahan perkebunan
Selain di padang rumput alam, sumber hijauan pakan juga
terdapat di lahan-lahan perkebunan. Data dari Direktorat Jenderal
Perkebunan pada tahun 2004 menunjukkan bahwa terdapat tidak kurang dari 10 juta hektar lahan perkebunan rakyat yang
berpotensi sebagai sumber hijauan pakan. Yang paling luas adalah perkebunan kelapa rakyat yaitu 3,6 juta ha.
T--
Pada prinsipnya hampir seluruh areal sub-sektor perkebunan
a
memiliki potensi yang sangat besar dalam penyediaan HPT dan
merupakan salah satu sumber HPT sehingga dapat dimanfaatkan
untuk pengembangan sistem integrasi tanaman perkebunan
dengan ternak, namun yang paling siap untuk dimanfaatkan adalah areal perkebunan rakyat.
T IT7
I
Pemanfaatan potensi perkebunan untuk pengembangan
sistem integrasi tanaman-ternak dapat berupa pemanfaatan lahan di antara tanaman perkebunan untuk ditanami leguminosa pakan
dan pemanfaatan limbah tanaman pokok dan tanaman seta sebagai sumber pakan ternak.
Penanaman leguminosa di perkebunan bukan hal yang baru,
karena leguminosa tersebut digunakan sebagai tanaman penutup
tanah. Perkebunan memerlukan tanaman sebagai penutup tanah,
untuk menjaga kelembaban tanah maupun kesuburan tanah
sehingga tanaman pokok (tanaman perkebunan) dapat tumbuh dengan optimal. Berdasarkan sifat tumbuhnya, leguminosa
I
T-r,...;-_
I
dibedakan menjadi leguminosa pohon, leguminosa perdu dan l eguminosa menjalar.
17
Potensi leguminosa menjalar sebagai hijauan pakan di
perkebunan cukup besar, karena sebagian besar lahan di
perkebunan ditanami dengan leguminosa penutup tanah yang sangat baik digunakan sebagai pakan ternak. Di Sumatera dan Kalimantan perkebunan yang berpotensi sebagai sumber hijauan pakan adalah perkebunan karet dan kelapa sawit, sedangkan di
Sulawesi adalah perkebunan kelapa.
Potensi leguminosa penutup tanah ini belum sepenuhnya
dimanfaatkan,
khususnya di perkebunan-perkebunan rakyat,
karena walaupun pemiliknya sudah menyadari namun belum dirasakan
manfaatnya secara langsung disamping adanya
keterbatasan
modal untuk melaksanakannya. Perlu adanya
sosialisasi terlebih dahulu secara komprehensif.
Sebagai penutup tanah (cover crop) biasanya digunakan
tanaman leguminosa herba (menjalar), yang juga merupakan tanaman pakan ternak. Beberapa tanaman penutup tanah antara l ain
sentro
( Centrosema pubescens;
CC
p/umien),
kalopo
Gd
( Calopogonium mucunoides; C. caeruleum) dan puero atau kudzu ( Pueraria javanica; P.
thunbergiana)
dan Arachis
perenial
(Arachis pintoi,• A. Glabrata). Arachis sudah banyak digunakan di perkebunan lada dan vanila.
Di perkebunan tertentu, seperti perkebunan teh, kopi, kakao
diperlukan tanaman pelindung untuk tanaman yang masih muda.
Tanaman pelindung yang biasa digunakan adalah tanaman
l eguminosa pohon, seperti lamtoro (Leucaena spp.) dan gamal ( Gliricidia maculata) yang banyak digunakan di perkebunan lada.
Mucu
penutup
memanfaa
mengandu bisa dinetr Pada
l eguminos
perkebunE
Gambar 3.1. Beberapa jenis leguminosa penutup tanah yang biasa digunakan di perkebunan Mucuna (koro
penutup tanah,
benguk) juga dapat dijadikan
namun
peternak
harus
hati-hati
tanaman
dalam
memanfaatkannya sebagai pakan ternak karena tanaman ini
mengandung racun. Dengan dilayukan terlebih dahulu racunnya bisa dinetralkan.
Pada Gambar 3.1. diperlihatkan gambar beberapa tanaman
l eguminosa penutup tanah yang biasa digunakan di perkebunan-
perkebunan seperti Lab-lab (Lab/ab purpureus) clan kalopo. 19
Masih banyak jenis-jenis HPT dari Famili leguminosa yang
mempunyai manfaat ganda, sebagai pakan ternak dan penutup
tanah, seperti sentro, puero dan lain-lain.
Selain itu potensi limbah perkebunan seperti kakao, kelapa
sawit, tebu dan lain-lain (Lampiran 1) sangat besar. 3.5. Mutu HPT
Mutu hijauan pakan ditentukan oleh berbagai faktor, balk
faktor dalam (genetis) maupun faktor luar. Faktor genetis yang paling utama adalah jenis dan spesies. Secara sederhana, pakan
ternak dinilai
berkualitas tinggi apabila
memiliki kandungan
protein yang tinggi. Pada umumnya kandungan protein kasar
(PK) pada rumput-rumputan tidak lebih dari 9%, sementara kandungan PK leguminosa berkisar antara 13 sampai 20%.
Yang dimaksud dengan jenis di sini adalah famili dimana HPT
dari famili kacang-kacangan atau leguminosa biasanya memiliki
kandungan protein yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan HPT dari famili rumput-rumputan. Namun di dalam famili rumput-
rumputan sendiri mutu hijauannya bisa berbeda-beda, tergantung
pada spesies. Pada umumnya kandungan protein kasar rumput unggul atau rumput introduksi lebih tinggi daripada rumput lokal.
Pada Tabel 3.5. yang diambil dari berbagai sumber,
diperlihatkan daftar mutu beberapa jenis HPT, balk dari famili l eguminosa
maupun rumput-rumputan. Sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel 3.5., selain kandungan PK, mutu juga
relatif ren HPT yanc Pada
memahar
adalah ke Kebu
segar at Penentu
I ebih co( peternak
yang cuF terlebih
seperti y Tabel I! Jeni
Rumput c Rumput r Rumput I Rumput Rumput I Kaliandrn Lamtoro Gamal Kemban ,
ditentukan oleh serat kasar (SK), dan nutrisi yang dapat dicerna
Stylosar Lablab 1c
kasar, suatu HPT yang memiliki kandungan serat kasar yang
Dari berl
atau total digestible nutrient (TDN). Dalam kaitan dengan serat 20
Puerari
I 1
77
IF
relatif rendah dinilai berkualitas Iebih tinggi dibandingkan dengan HPT yang kandungan serat kasarnya Iebih tinggi.
Pada saat ini sebagian besar peternak di pedesaan belum
memahami pentingnya kualitas pakan. Bagi mereka yang penting adalah kecukupan pakan, bukan kecukupan nutrisi pakan.
Kebutuhan ternak akan hijauan selain didasarkan pada bobot
segar atau bahan kering dapat juga didasarkan pada TDN. Penentuan kebutuhan ternak akan TDN hijauan agak rumit dan I ebih cocok untuk keperluan penelitian atau untuk peternakan-
peternakan skala besar. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan
yang cukup sebelum menghitung TDN, misalnya perlu diketahui
terlebih dahulu komposisi bahan kering setiap jenis hijauan seperti yang tertera pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Kadar nutrisi beberapa jenis hijauan Jenis Hijauan
BK (%)
SK (%)
PK (%)
TDN (%)
Rumput gajah Rumput raja Rumput benggala. Rumput setaria. Rumput brachiaria. Kaliandra Lamtoro gung Gamal Kembang telang Stylosanthes spp. Lablab purpureus Pueraria javanica
18-22 25-40 20-24 21-25 19-22 30 23-31 22-27 19-26 17-22 19-24 23-31
29-33 16-30 16-20 16-30 9-11 15-25 18-21 9-12 10-12 10-13 9-12 8-12
5-9 3-5 6-8 2-3 5-7.5 23 20-23 19-22 17-22 13-20 16-23 17-23
45-57 51-62 46-53 43-53 47-55 44-68 71-72 65-70 41-62 36-63 47-67 53-65
Dari berbagai sumber 21
Dengan demikian untuk keperluan peternakan skala kecil
yang dilaksanakan oleh petani, penghitungan kebutuhan hijauan dengan TDN dirasakan belum diperlukan karena tidak praktis.
Untuk keperluan di lapangan, kebutuhan ternak akan hijauan
pakan cukup didasarkan pada bobot segar atau bahan kering. 3.6. Palatabilitas
Palatabilitas merupakan salah satu sifat hijauan pakan yang
penting, karena palatabilitas itu menentukan apakah rumput atau leguminosa itu disukai ternak atau tidak. Rumput atau leguminosa
pakan disukai ternak apabila mempunyai sifat palatabilitas yang baik. Sebaliknya HPT tidak disukai ternak apabila tidak memiliki sifat palatabilitas atau tidak palatabel.
Ada beberapa faktor yang menentukan tingkat palatabilitas
suatu jenis HPT, namun tidak ada hubungan yang jelas antara
mutu hijauan dengan palatabilitas, artinya suatu jenis HPT yang kandungan nutrisinya tinggi belum tentu disukai ternak clan
sebaliknya ada jenis HPT yang nilai nutrisinya rendah namun disukai ternak.
serengan jantan kasarnya
Contoh untuk yang pertama adalah daun
(Flemingia congests) yang kandungan protein
cukup tinggi, namun banyak ternak yang tidak
menyukainya, walupun beberapa penelitian menunjukkan bahwa
dengan dibiasakan akhirnya ternak mau juga memakannya. Di
l ain pihak ada banyak jenis rumput lokal yang kandungan nutrisinya rendah tetapi ternak suka sekali memakannya.
Pada Tabel 3.6 berikut diperlihatkan beberapa jenis HPT
dengan tingkat palatabilitasnya masing-masing. 22
Tabe Jenis H
Pennis~ Pennis~ Panicu, Euchla~
Lablab Calopc Puerari Clitoria Gllricid Leucae Callian~ Centro: Sumber: 3.7. Kebt
Kep
terhadap dengan~
kekuranc
ruminant Ras
l ahan p~ hijauan
keberlan sebagiar
non-pert, sistem p
Tabel 3.6. Palatabilitas bebeapa jenis HPT Jenis Hijauan
Palatabilitas (%)
Pennisetum purpureum Pennisetum purpuroides Panicum maximum Euchlaena mexicana Stylosanthes spp. Lablab purpureus Calopogonium mucunoides Pueraria phaseoloides Clitoria ternatea Gliricidia sepium Leucaena leucocephala Calliandra calothyrsus Centrosema pubescens
63 60 45-47 52 26-32 31-42 25 35 30-35 24.5 35-41 35-45 42
Sumber: Hendriawan, 2006 3.7. Kebutuhan ternak akan hijauan Kepadatan
populasi
ternak
ruminansia
berpengaruh
terhadap keberlanjutan pasokan hijauan pakan. Di suatu wilayah
dengan populasi ternak ruminansia yang relatif jarang, masalah kekurangan hijauan tidak seberat di wilayah yang populasi ternak ruminansianya padat.
Rasio antara kepadatan ternak ruminansia dengan luas
l ahan pertanian juga berpengaruh terhadap sistem produksi
hijauan pakan. Dengan demikian berpengaruh juga terhadap keberlanjutan pasokan hijauan pakan. Di Pulau Jawa yang sebagian lahan pertaniannya sudah beralih fungsi menjadi lahan
non-pertanian, dengan populasi ruminansia Iebih dari 7 juta ST, sistem padang penggembalaan tidak bisa diterapkan. Sebaliknya
23
di NTB dan NTT sebagian besar ternak ruminansia digembalakan karena
padang
penggembalaannya
populasi ternak ruminansia juga tinggi.
masih luas,
tahun (C
walaupun
Karena tidak seimbangnya populasi ternak dengan
ketersediaan HPT, maka untuk wilayah padat ternak seperti Pulau Jawa, Bali, Lampung, Sulawesi Selatan dan beberapa
produksi C~
"4
populasi
Der
HPT der hujan m<
wilayah lain, penghitungan kebutuhan hijauan pakan bagi ternak
dari berb
yang jarang ternak.
tanam yr
pakan didasarkan pada bobot segar atau bahan kering, kemudian
umumny~
merupakan hal yang penting, dibandingkan dengan wilayah lain Secara umum biasanya penghitungan kebutuhan hijauan
dibandingkan dengan potensi hijauan yang tersedia selama satu
tahun (juga atas dasar bobot segar atau bahan kering). Setelah itu dapat
keperluai
teknis
F
pada lah~ Sist
ditarik kesimpulan apakah daerah tersebut surplus
berbeda
defisit hijauan. Apabila defisit, perlu diupayakan agar pasokan
dengan I
hijauan sehingga populasi ternak masih bisa ditambah, atau hijauan pakan bertambah.
Namun cara penghitungan seperti itu ternyata tidak akurat
l ahan tar pada poly
Seb
dan dapat menyesatkan, karena terjadi bias sebagai akibat dari
tumpang
padahal produksi hijauan selalu berfluktuasi mengikuti musim.
pada Ml
asumsi pasokan hijauan yang dianggap konstan sepanjang tahun Sebagai akibatnya timbul kesalahan di dalam pendugaan
( MT I) di berbeda
produksi hijauan di suatu wilayah, sehingga berakibat kepada
jagung b
mengurangi kesalahan seperti itu disarankan untuk menggunakan
kering ya
salahnya
menghitung
daya dukung suatu wilayah. Untuk
suatu metode yang lebih akurat, yaitu dengan membuat neraca pasokan dan kebutuhan hijauan pakan per bulan sepanjang 24
Pada Gs
A .r-60a v.= r
r∎
tahun (Gambar 3.2). Dengan metode ini dapat direncanakan produksi hijauan pakan sepanjang tahun yang dapat mendukung populasi ternak di wilayah tersebut.
Dengan metode ini dapat dihitung selisih antara produksi
HPT dengan kebutuhan ternak setiap bulan, balk pada musim
hujan maupun pada musim kemarau. Karena HPT bisa berasal
dari berbagai sumber, penghitungan potensi hijauan pakan untuk keperluan neraca hijauan pakan harus memperhatikan pola
tanam yang diterapkan dengan cermat. Untuk daerah beririgasi teknis
penghitungannya relatif Iebih
mudah, karena pada
umumnya lahan beririgasi teknis ditanami tanaman monokultur pada lahan yang sangat luas.
Sistem pasokan hijauan pakan di setiap agroekosistem
7,
T 7
7
berbeda satu sama lain. Untuk lahan beririgasi berbeda dengan l ahan tadah hujan. Lahan kering dataran rendah juga berbeda
dengan lahan kering di hulu aliran sungai, semuanya, tergantung pada pola tanam yang diterapkan di daerah tersebut.
Sebagai contoh, lahan kering yang menerapkan pola tanam
tumpang sari padi gogo dengan jagung pada musim tanam I
(MT I) diikuti dengan tumpang sari jagung dengan kacang tanah
pada MT II dan kacang tunggak pada musim kemarau (MK),
berbeda dengan yang menerapkan pola tanam monokultur
jagung berturut-turut pada MT I dan MT II, diikuti bera pada MK.
Pada Gambar 3.2 diperlihatkan contoh neraca HPT di lahan kering yang diambil dari salah satu lokasi di Jawa Tengah.
25
OJerami kc. Tanah ®Jerami padi
--Mm
_
® Daun + batang jagung
• Musim
Pads
sehingga
• Rumput introduksi • Rumput lokal
hijauan.
hijauan. hijauan
tersebut
Gads kebutuhan
akibatny~
pada hij
kandung;
• Musim
Neraca hijauan pakan di Desa Gondanglegi
Gambar 3.2. Contoh neraca HPT di Desa Gondanglegi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah 3.8. Faktor-faktor yang mempengaruhi pasok an HPT
Keberlanjutan pasokan hijauan pakan sangat tergantung
pada berbagai faktor, seperti musim, agroekosistem, populasi
ruminansia dan pengelolaannya. Dengan demikian bagi peternak
~--
v
Pad
maupun
semakin
pasokan balk Ie
glirisidia sangat
bonggol
hati batt
yang menginginkan terdapatnya persediaan pakan sepanjang
juga ml
tahun, faktor-faktor tersebut di atas harus menjadi perhatian.
persaw,
Dilihat dari sudut pandang klimatologi, Indonesia hanya
jerami
mengenal dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.
r
Tapi dari segi pasokan hijauan pakan ternak harus dipertimbang-
.
HPT juga ditentukan oleh pola tanam di mana peranan Iimbah
mengal
kan juga musim tanam dan musim panen karena pola pasokan tanaman pangan sangat besar 26
1--
V
Musir
Ke
tanam t
A
Musim hujan. OW-IM-0 WM
-
-
r ~
-
r
r-
Pada saat musim hujan biasanya hijauan pakan melimpah
sehingga peternak tidak mengalami kesulitan dalam mencari hijauan. Yang menjadi masalah adalah rendahnya kualitas
hijauan. Pada musim hujan, karena pasokan melimpah banyak
hijauan yang tidak sempat dipotong. Lama kelamaan hijauan
tersebut terlalu tua untuk diberikan kepada ternak. Sebagai
akibatnya mutu hijauan menurun karena kandungan serat kasar pada hijauan yang terlalu tua biasanya tinggi, sedangkan kandungan protein kasarnya rendah.
• Musim kemarau.
Pada saat musim kemarau produksi hijauan, baik rumput
maupun leguminosa menurun. Semakin panjang musim kemarau
semakin rendah produksi hijauan. Untuk menjaga kelangsungan pasokan hijauan, biasanya peternak menggunakan daun-daunan, baik leguminosa
maupun non-leguminosa seperti lamtoro,
glirisidia, daun nangka, daun pisang dsb. Apabila musim kemarau
sangat panjang peternak bahkan memberikan "batang" dan bonggol pisang untuk ternaknya. Di NTT peternak memanfaatkan
hati batang lontar (putak) untuk pakan sapi. Selain itu peternak j uga memberikan jerami padi yang diperolehnya dari daerah
persawahan. Masalahnya, bonggol dan "batang" pisang serta
j erami padi biasanya bermutu rendah.
• Musim tanam.
Ketika berlangsung musim tanam biasanya peternak tidak
mengalami kesulitan pasokan hijauan pakan karena musim tanam biasanya berimpit dengan musim hujan.
27
• Musim panen.
Musim panen tidak selalu berimpit dengan musim kemarau
atau musim hujan. Hal ini sangat tergantung pada pola tanam yang diterapkan petani. Apabila musim hujan dimulai pada bulan
Oktober dan yang ditanam di lahan kering adalah palawija seperti
jagung dan kacang-kacangan, maka pada bulan Januari atau Februari peternak biasanya kelebihan pasokan hijauan yang berupa daun dan batang jagung atau jerami kacang tanah.
Apabila musim hujan tidak tegas batasnya, masa panen juga biasanya lebih lama, bisa mencapai 2-3 bulan. Di lahan kering,
4.1. lklim
petani biasanya lebih sedikit, sehingga jenis HPT dari lahan
tumbuha
pada musim tanam kedua (MT II) jenis tanaman yang diusahakan pertanian juga lebih sederhana.
I ndoi
dapat hi( Seor
wilayah
didasark
Korr
hasil da udara.
a. C Pad
mutuny,
pertumt Akibatn
yang to
kandun protein