38
III. METODE PENELITIAN
3.1
Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun 2005. Jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS pusat Jakarta dan Bank Indonesia, Jakarta. Selain itu penelitian ini juga ditunjang oleh data sekunder lainnya yang diperoleh dari beberapa instansi terkait seperti departemen tenaga kerja dan transmigrasi, BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia), jurnal-jurnal terkait migrant labour, data-data dari internet dan perpustakaan serta data lainnya yang relevan dengan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Data yang digunakan sebagai bahan analisis adalah tabel FSNSE 2005 dengan mengkonversinya dalam bentuk FSAM kemudian mengagregasi margin perdagangan dan pengangkutan agar data dapat diolah menjadi matriks multiplier.
3.2
Metode Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif dalam
pengerjaannya. Metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan kondisi sektor tenaga kerja Indonesia, Landasan kebijakan yang diambil Kementerian Ketenagakerjaan
dan
Transmigrasi
(Kemenakertrans)
serta
respon
dari
stakeholder menanggapi kebijakan tersebut. Sedangkan metode kuantitatif adalah untuk menghitung hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, akan dibahas mengenai bagaimanakah dampak dari penerapan pembatasan TKI informal terhadap remittance di Indonesia. Analisa
39
dilakukan dengan melihat dampak pada hubungan antar sektor produksi, distribusi pendapatan institusi dan alokasi sumber daya. Pengkajian data dilakukan dengan menggunakan pendekatan tabel FSNSE 2005 serta menggunakan Software Microsoft Exel 2007.
3.2.1
SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI FINANSIAL (SNSEF) Sistem Neraca Sosial Ekonomi Finansial ini merupakan terjemahan dari
istilah aslinya Financial Social Accounting Matrix (FSAM). Dasar pemikiran pembuatan SNSEF ini adalah untuk melihat keterkitan antara sektor riil dengan sektor finansial. Kondisi perekonomian di Indonesia tidak hanya terkait dengan sektor finansial saja ataupun sektor riil saja, sehingga dengan mengintegrasikan kinerja sektor finansial kedalam kerangka data kinerja sektor riil maka berbagai jalur transmisi finansial yang
dilalui oleh sektor finansial dalam hubungan
dengan terbentuknya kinerja sektor riil dapat ditelaah lebih terstruktur. Sumber data utama yang digunakan dalam penyusunan SNSEF Indonesia 2005 adalah Tabel Input Output (IO) 2005, SNSE 2005, NAD kemudian didukung dengan hasil-hasil survei khusus, seperti Survei Khusus Input dan Output (SKIO), Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga (SKTIR) dan Survei Khusus Perusahaan Swasta (SKPS). Dalam pembuatan tabel SNSEF ini menggabungkan dua kerangka data yang berasal dari BPS, yaitu Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) dan data yang diperoleh dari BI, Depkeu, dan lembaga instansi lainnya yaitu Neraca Arus Dana atau Flow of Funds (FoF). Tabel SNSEF disusun dalam bentuk matriks simetris yang diklasifikasikan menurut 9 komponen, yaitu Faktor Produksi, Institusi, Sektor Produksi, Margin
40
Perdagangan dan Pengangkutan, Komoditas, Kapital, Pajak Tak Langsung dan Subsidi, Instrumen Finansial, serta Luar Negeri.
Data dari masing-masing
komponen akan disesuaikan berdasarkan keperluan analisis dan ketersediaan data pendukung, sehingga secara rinci kerangka SNSEF Indonesia 2005 memiliki dimensi 79 komponen. Secara umum, kerangka dasar SNSEF 2005 dapat dikelompokkan menjadi lima komponen yaitu Faktor Produksi, Institusi, Sektor Produksi, Kapital dan Finansial. Sedangkan kerangka data SNSEF dapat dikelompokkan menjadi 9 komponen (matriks 9x9) yaitu meliputi Faktor Produksi, Institusi, Sektor Produksi, Margin Perdagangan dan Biaya Pengangkutan, Komoditi, Kapital, Pajak Tak Langsung dan Subsidi, Instrumen Finansial dan Luar Negeri. Kesembilan komponen tersebut merupakan hasil disagregasi dari kerangka SNSEF yang berdimensi (matriks 5x5), hal ini dilakukan untuk menjelaskan struktur perekonomian
secara
lebih
eksplisit
tentang
marjin
perdagangan
dan
pengangkutan, pajak dan subsidi, serta pemisahan antara sektor produksi dan komoditi. Sehingga, keterkaitan transaksi antara sektor produksi dan komoditi dapat terealisasi. Kerangka dasar dalam pembuatan SNSEF ini mengacu pada kerangka SNSE 2005, namun terdapat sedikit perbedaan dengan klasifikasi SNSE yang sudah sering dipublikasikan oleh BPS secara berkala yaitu: •
Neraca kapital dalam SNSEF disusun dengan melakukan penyesuaian, yaitu disagregasi neraca kapital SNSE serta agregasi instrumen finansial dalam kerangka NAD.
41
•
Neraca institusi dilakukan disagregasi menjadi bank sentral, perusahaan lembaga keuangan bank dan bukan bank, perusahaan bukan lembaga keuangan, pemerintah dan rumah tangga. Rumah tangga tersebut akan diklasifikasikan menjadi rumah tangga miskin dan tidak miskin, di desa dan di kota. Secara rinci, pengklasifikasian SNSEF 2005 dimana terdiri atas matriks
(baris x kolom) dengan dimensi 79x79 yang terdiri atas 9 komponen utama terbagi atas 2 bagian yaitu blok neraca endogen dan blok neraca eksogen. Neraca endogen terdiri atas : 1. Blok faktor produksi, terdiri atas tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. 2. Blok institusi, dapat diklasifikasikan menjadi Bank Sentral, Perusahaan, Pemerintah dan Rumah Tangga. Pada blok perusahaan dapat dibedakan menjadi Lembaga Keuangan dan Perusahaan Bukan Keuangan. Kemudian Lembaga Keuangan dibedakan menjadi dua yaitu lembaga bank dan bukan bank. Pada blok Rumah Tangga dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu desa dan kota. Kemudian kelompok desa dan kota masing-masing dibedakan menjadi dua bagian yaitu miskin dan tidak miskin. 3. Blok sektor produksi, dapat dibedakan menjadi sembilan sektor. Yaitu sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, listrik gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan dan sektor lainnya. Kemudian untuk Industri Pengolahan dapat dibedakan menjadi sektor migas dan non migas. Dari seluruh blok sektor produksi tersebut kemudian dibedakan menjadi dua yaitu sektor formal dan informal.
42
Sedangkan untuk neraca eksogen terdiri atas blok komoditi impor, blok neraca kapital, pajak tidak langsung dan subsidi, instrumen finansial dan Luar negeri. Pada blok komoditi impor dapat dibedakan menjadi 9 sektor yaitu sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran,pengangkutan dan komunikasi, keuangan dan sektor lainnya. Pada blok instrumen finansial dapat dibedakan menjadi 17 bagian yaitu cadangan valas pemerintah, kartal, giro, tabungan, deposito, sertifikat bank indonesia, obligasi pemerintah, surat berharga jangka panjang lainnya, surat berharga jangka pendek, kredit modal kerja, kredit investasi, kredit konsumsi, kredit non bank, kredit dagang, modal saham dan penyertaan, cadangan asuransi dan pensiun, dan lainnya.
3.2.2
Analisis Efek Pengganda Neraca Analisis Efek Pengganda Neraca ini digunakan untuk melihat dampak
yang ditimbulkan oleh variabel eksogen terhadap variabel endogen. Seperti pada tabel SNSE, dimana aliran penerimaan dan pengeluaran dinyatakan dalam satuan miliar rupiah (moneter) yaitu dapat ditunjukkan oleh matriks transaksi T (matriks transaksi antar peubah endogen) dan dalam SNSEF juga berlaku hal yang sama. Pada setiap bagian dalam matriks T dibagi dengan jumlah kolom maka akan didapatkan matriks baru yang menunjukkan besar kecenderungan rata-rata (average expenditure propensity) yang dinyatakan dalam bentuk proporsi. Average expenditure propensity digunakan sebagai penyusun matriks analisis efek berganda. Matriks baru hasil perhitungan kecenderungan pengeluaran rata-rata tersebut dapat disebut dengan matriks A, dengan unsur-unsurnya Aij yaitu hasil
43
dari pembagian nilai T pada baris i dan kolom j (Tij), sehingga dapat dirumuskan menjadi:
.............................................................................................(3.1) Dimana :
= Kecenderungan pengeluaran rata-rata pada baris ke-i kolom ke-j
= Nilai neraca pada baris ke-i kolom ke-j
= Jumlah total pengeluaran pada kolom ke j
Dalam persamaan diatas,
penjumlahan kolom, sedangkan
merupakan matriks diagonal dari
merupakan suatu matriks dengan unsur-
unsur konstan sehingga matriks dapat dirumuskan sebagai berikut:
...............................................................................(3.2)
..................................................(3.3)
Sehingga persamaan matriks diatas dapat ditulis sebagai berikut: Y = AY + X, atau...............................................................................................(3.4) Y – AY = X........................................................................................................(3.5) .................................................................................................(3.6)
44
Jika
, maka:
.........................................................................................................(3.7) Dimana:
= Perubahan pendapatan (Neraca Endogen)
= Pengganda neraca Total
= Neraca Eksogen Model tersebut menjelaskan bahwa setiap perubahan neraca eksogen (X) akan menyebabkan perubahan terhadap neraca endogen (Y) sebesar Ma. Dalam persamaan (3.3) berisi koefisien-koefisien yang menunjukkan pengaruh langsung dari perubahan yang terjadi di suatu sektor terhadap sektor lainnya. Sedangkan untuk accounting multiplier atau (Ma) adalah suatu pengganda yang menunjukkan besarnya pengaruh perubahan pada sektor terhadap sektor lainnya setelah melalui sistem FSNSE secara keseluruhan. Dalam persamaan tersebut, nilai X dalam penelitian ini adalah impor, kapital, pajak tidak langsung dan subsidi instrumen finansial, dan luar negeri. Sedangkan nilai Y dalam penelitian ini meliputi faktor produksi, institusi dan aktivitas produksi.
3.3
Simulasi Kebijakan Beserta Interpretasinya Berdasarkan metode FSNSE dapat dikaji serta dianalisis pengaruh dari
penerapan kebijakan pembatasan TKI informal terhadap remittance serta implikasinya terhadap perekonomian Indonesia, dilihat berdasarkan dampak
45
pembatasan tersebut terhadap alokasi remittance yang merupakan bagian dari devisa negara, pengaruh terhadap distribusi aliran remittance tersebut kepada faktor produksi, insitusi dan sektor atau aktivitas produksi. Dalam penelitian ini akan lebih jauh membahas pembatasan TKI informal yang akan disimulasikan melalui skenario pembatasan TKI informal dan beberapa kemungkinan yang akan terjadi dengan dilakukanya simulasi tersebut.
3.3.1
Simulasi Peningkatan Jumlah Pengiriman TKI dalam Keadaan Normal (Business as usual) Berdasarkan data yang diperoleh dari BNP2TKI bahwa kenaikan jumlah
rata-rata pengiriman TKI setiap tahunnya adalah sebesar 21 persen dari proporsi angka pengiriman TKI pada tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah TKI setiap tahunnya ini akan senilai dengan jumlah rupiah yang dikirimkan oleh TKI yang bekerja di luar negeri (remittance). Dalam simulasi pertama ini akan dihitung berapa besar remittance yang dikirimkan oleh TKI setiap tahunnya jika diasumsikan rata-rata kenaikan pengiriman jumlah TKI ke luar negeri konstan sebesar 21 persen setiap tahunnya. Berdasarkan simulasi tersebut akan didapatkan angka baseline baru jumlah remittance setelah adanya kenaikan TKI sebesar 21 persen pada setiap tahunnya. Dengan adanya kenaikan jumlah pengiriman TKI setiap tahunnya sebesar 21 persen per tahun akan menginjeksikan remittance Indonesia sebesar 11,943 miliar rupiah per tahun. Injeksi sebesar 11,943 miliar rupiah ke Indonesia dengan asumsi bahwa penghasilan satu orang TKI sebesar 2468 US$ atau setara dengan Rp.21.224.800 setiap tahunnya dengan kurs dollar sebesar Rp.8600 per dollar. Kemudian penghasilan perorangan TKI tersebut akan
46
dikalikan dengan kenaikan rata-rata pengiriman TKI setiap tahunnya yaitu sebesar 562.703 orang TKI. Tabel 3. 1 Nilai Injeksi Remittance Terhadap Peningkatan TKI Sebesar 21 persen dalam FSAM 2005 Keterangan
Peningkatan TKI setiap tahunnya
Injeksi Remittance (milyar)
TKI
21persen dari jumlah pemberangkatan TKI tahun sebelumnya
Rp 11.943.000.000
Dalam simulasi pertama ini akan dialokasikan sebesar 20 persen kepada sektor faktor produksi tenaga kerja dari jumlah injeksi remitansi yang mengalir ke Indonesia. Sedangkan 80 persen jumlah injeksi remitansi yang mengalir ke Indonesia lainnya mengalir kepada sektor rumah tangga. Persentase sebesar 80 persen mengalir kepada sektor rumah tangga dikarenakan jumlah para TKI yang bekerja di luar negeri mayoritas adalah tenaga kerja informal, tenaga kerja informal tersebut pada umumnya memiliki keluarga yang berada di Indonesia sehingga mereka pada umumnya mengirimkan uang dari luar negeri untuk keperluan konsumsi keluarga mereka yang terdapat di Indonesia dimana dapat digolongkan pada tabel FSAM 2005 sebagai sektor rumah tangga. Persentase tersebut akan dijadikan sebagai besaran shock pada simulasi pertama ini. Besaran shock pada simulasi pertama kepada faktor produksi tenaga kerja adalah sebesar Rp. 2.389.000.000 sedangkan untuk besaran shock pada rumah tangga desa miskin sebesar Rp. 917.741.258, untuk besaran shock rumah tangga desa tidak miskin sebesar Rp. 2.655.000.000, besaran shock rumah tangga kota miskin sebesar
Rp. 156.160.161 dan untuk besaran shock rumah tangga kota tidak
miskin sebesar Rp. 5.826.000.000. Dengan besaran shock tersebut dapat diketahui
47
berapa banyak pendapatan yang diperoleh setiap sektor tersebut dengan adanya aliran dana remittance yang mengalir ke Indonesia. Tabel 3. 2 Presentase Alokasi Injeksi Remittance dan Besaran Shock pada Faktor Produksi dan Rumah Tangga dalam Tabel FSAM 2005 Keterangan Faktor Produksi Tenaga Kerja Rumah Tangga Desa Miskin Rumah tangga Desa Tidak miskin Rumah tangga Kota Miskin Rumah Tangga Kota tidak miskin
3.3.2
No.
Presentase
Besaran shock sesuai proporsi pada tabel FSAM 2005
1
20 persen
Rp. 2.389.000.000
8
Rp. 917.741.258
9
Rp. 2,655.000.000 80 persen
10
Rp. 156.160.161
11
Rp. 5.826.000.000
Penerapan Kebijakan Pembatasan TKI Informal ke Salah Satu Negara Tujuan TKI yaitu sebesar 89.698 TKI Pembatasan tenaga kerja Informal ke salah satu negara tujuan para TKI
yaitu Malaysia dimana memiliki proporsi yang cukup besar dalam menyumbang remittance Indonesia. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari BNP2TKI setelah diberlakukannya kebijakan moratorium, jumlah TKI informal yang dikirimkan ke Malaysia dibatasi menjadi 89.698 TKI setiap tahunnya. Sehingga dapat diprediksikan adanya pengaruh terhadap pengiriman jumlah remittance yang dikirimkan oleh para TKI dari luar negeri setelah kebijakan moratorium tersebut diberlakukan. Setelah dilakukan moratorium, ternyata terdapat adanya selisih sebesar Rp.-92.281.000 jika dibandingkan pengiriman TKI dalam keadaan normal (Business As Usual) remittance yang dihasilkan sebesar Rp.
48
18.583.338.000 dan setelah dilakukan moratorium, remittance yang dihasilkan menjadi Rp. 18.491.057.000. Tabel 3. 3 Selisih Remittance Akibat Adanya Pembatasan Pengiriman TKI Sebesar 89.698 Jiwa
3.3.3
Pembatasan TKI
Selisih Remittance
89.698 jiwa
Rp. - 92.281.000
Kebijakan Pembatasan TKI Informal yang Diiringi Kompensasi Terhadap Rumah Tangga dan Faktor Produksi Kebijakan pemerintah dalam melakukan moratorium TKI ke beberapa
negara tujuan telah menimbulkan dampak terhadap remittance dan berdampak langsung terhadap aliran uang dari luar negeri ke rumah tangga dan faktor produksi. Sehingga dalam simulasi ke tiga ini akan disimulasikan kompensasi yang dapat dilakukan pemerintah untuk menanggulangi permasalahan yang timbul dengan adanya kebijakan pembatasan TKI informal. Tabel 3. 4 Total Kompensasi pada Rumah Tangga dan Faktor Produksi Total kompensasi ke rumah tangga
Total kompensasi ke faktor Produksi
Rp. 1.523.050.000
Rp. 380.760.000
Total kompensasi kepada rumah tangga sebesar Rp. 1.523.050.000 ini dalam simulasi ketiga ini dijadikan sebagai shock untuk melihat pengaruh pendapatan masyarakat setelah diberikannya kompensasi. Total kompensasi kepada faktor produksi sebesar Rp. 380.760.000
ini juga dijadikan sebagai
besaran shock untuk melihat pengaruh pendapatan yang diterima oleh masyarakat
49
setelah diberlakukannya kebijakan. Dengan adanya simulasi ketiga ini juga dapat melihat sejauh manakah kompensasi tersebut dapat berpengaruh terhadap faktor produksi, institusi maupun aktivitas produksi.
3.3.4
Kebijakan Pembatasan TKI Informal yang Diiringi Kompensasi yang Dilakukan oleh Pemerintah Melalui Sektor Bangunan Kompensasi yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi
masalah ketenagakerjaan di Indonesia apabila dana tersebut dialokasikan kepada sektor infrastruktur dan bangunan. Hasil kompensasi dialokasikan kepada sektor infrastruktur dan bangunan dalam simulasi ini dilakukan mengingat sektor infrastruktur dan bangunan salah satu sektor yang cukup banyak menyerap tenaga kerja informal. Dalam simulasi ke empat ini, akan dilakukan kompensasi sebesar Rp.200 miliar kepada sektor bangunan (infrastruktur). Dengan adanya kompensasi tersebut dijadikan sebagai besaran shock untuk melihat tingkat pendapatan di setiap sektor setelah adanya kompensasi tersebut. Adanya kompensasi ini diharapkan dapat meringankan masyarakat setelah diberlakukannya kebijakan moratorium TKI. Tabel 3. 5 Total Kompensasi ke Sektor Bangunan (Infrastruktur)
3.3.5
Keterangan
Total alokasi ke Infrastruktur (Miliar)
Remittance
Rp. 200.000.000.000
Kebijakan Pembatasan TKI Informal Diiringi dengan Kompensasi Kepada Aktivitas Produksi dan Injeksi Kepada Rumah Tangga Desa Miskin Dalam simulasi kelima ini akan disimulasikan apabila kebijakan
pembatasan TKI informal yang dilakukan oleh pemerintah akan diiringi dengan
50
kompensasi terhadap sektor aktivitas produksi dengan injeksi terbesar kepada rumah tangga desa miskin sebesar Rp. 700.000.000.000 untuk meringankan beban masyarakat desa miskin akibat diberlakukannya kebijakan moratorium TKI oleh pemerintah. Kompensasi yang dilakukan oleh pemerintah melalui aktivitas produksi yaitu sesuai denan besar proporsi setiap sektor yang terdapat pada tabel FSAM 2005. Total kompensasi kepada sektor pertanian sebesar sedangkan
untuk
kompensasi
pada
sektor
Rp.2.012.497.223
pertambangan
Rp.1.314.856.250. Kompensasi pada industri pengolahan
sebanyak
Rp.7.769.508.306 ,
untuk sektor listrik, gas dan air bersih Rp. 314.901.942, kompensasi pada sektor bangunan Rp. 1.955.055.214, kompensasi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran Rp. 2.457.946.824, kompensasi pada sektor pengangkutan dan komunikasi Rp. 1.351.040.429, kompensasi pada sektor keuangan Rp. 1.189.585.838 dan kompensasi kepada sektor lainnya sebesar Rp. 1.634.607.969. Besar kompensasi tersebut nantinya akan dijadikan sebagai shock untuk melihat tingkat pendapatan yang diterima oleh setiap sektor seperti pada (Tabel 3.6).
51
Tabel 3.6 Total Kompensasi ke Aktifitas Produksi Keterangan
Total kompensasi ke Aktifitas Produksi
Pertanian
Rp. 2.012.497.223
Pertambangan
Rp. 1.314.856.250
Industri pengolahan
Rp. 7.769.508.306
Listrik, Gas & Air Bersih
Rp. 314.901.942
Bangunan
Rp. 1.955.055.214
Perdagangan, Hotel & Restoran
Rp. 2.457.946.824
Pengangkutan & Komunikasi
Rp. 1.351.040.429
Keuangan
Rp. 1.189.585.838
Sektor Lainnya
Rp. 1.634.607.969