Tatap muka ke 4 & 5 POKOK BAHASAN III III. KOMPARATIF SIFAT REPRODUKSI, FISIOLOGI PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR ALAT PENCERNAAN
Tujuan Instruksional Umum : Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang karakteristik setiap komoditi ternak potong. Tujuan Instruksional Khusus : Memberikan pengertian tentang perbedaan karakteristik perbedaan sifat reproduksi, fisiologi, pertumbuhan dan struktur alat pencernaan komoditi ternak potong ditinjau dari aspek produksi. Uraian Materi : Ditinjau dari aspek produksi, khususnya ternak potong sebagai penghasil daging, produktivitas ternak potong dipengaruhi oleh : Potensi Reproduksi, dapat diketahui dari indikator : umur pubertas, siklus estrus, masa birahi, gejala birahi, masa bunting, interval kelahiran, menopause (klimakterium) dan litter size (jumlah anak sekelahiran). Karakteristik reproduksi ini sulit untuk dimanipulasi, sehingga potensi reproduksi dianggap sebagai faktor pembatas dalam pengembangan populasi ternak. Misalnya ternak sapi, masa bunting 283 hari, post partum mating 3 – 6 bulan, CI nya 12 – 15 bulan, jumlah anak sekelahiran 1, maka paling produktif seekor induk hanya menghasilkan satu ekor anak per tahun. Potensi reproduksi untuk setiap komoditi ternak potong dapat dilihat pada tabel berikut :
22
Tabel 2. Komparatif sifat reproduksi pada berbagai ternak potong Indikator reproduksi Pubertas (bl) Siklus estrus (hr) Masa bunting (hr) Interval kelahiran intensif (bl) Litter size (ekor) Asumsi produktivitas anak / th (ekor/induk) Ranking kecepatan perkembangan populasi
Kelinci 3-4 Induced + 30 2
Babi 5-6 18-24 + 114 5-6
Domba 6-8 17-22 + 150 +8
Kambing 6-8 17-23 + 150 +8
Sapi 18-24 + 21 + 283 12-18
Kerbau + 24 + 21 303-310 18-24
S/d 12 S/d 60
S/d 12 S/d 24
S/d 3 S/d 5
S/d 3 S/d 5
1 1
1 1
1
2
3-4
3-4
5
6
Usaha yang dapat dilakukan untuk memanipulasi karakter reproduksi antara lain : Menentukan komoditi yang sesuai untuk tujuan usaha, Penentuan saat perkawinan dan metode perkawinan yang tepat, Mengusahakan jarak kelahiran yang pendek tetapi tidak mengganggu kondisi induk, Mengusahakan jumlah anak (litter size) yang maksimal dengan persen kematian minimal sehingga natural increase dan angka panen mencapai persen yang tinggi. Antar komoditi ternak potong, ternyata memiliki data yang berbeda dalam kinerja pertumbuhannya. Sebagai contoh laju pertumbuhan harian ternak kelinci 10 - 20 gram, ternak kelinci pada umur 4 bulan (BB 2 – 3 kg) dapat dipotong, pada domba / kambing umur 12 – 18 bulan (BB 15 – 20 kg) dan ternak sapi umur 3 – 4 tahun (400 – 500 kg) sudah layak dipotong. Potensi pertumbuhan yang berbeda antar komoditi ternak, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih ternak potong yang paling tepat untuk dikembangkan pada suatu wilayah tertentu. Pertumbuhan normal yang berbentuk huruf S (Sigmoid) berlaku untuk semua komoditi ternak potong, tetapi pencapaian kurve tersebut berbeda antar komoditi.
23
Meskipun kondisi lingkungan dibuat seideal mungkin (termasuk pakan), pencapaian laju pertumbuhan dan kurve pertumbuhan tersebut tidak akan melampaui batas angka tertentu sesuai dengan sifat genetiknya. Pada batas tertentu (dewasa tubuh), umur dan berat tertentu, laju pertumbuhan ternak tidak akan meningkat lagi, misalnya ADG maksimum pada kelinci dicapai sebesar 30 gram, domba / kambing 20 gram dan untuk sapi 1 kg.
Komparatif struktur alat pencernaan Pembagian ternak potong menjadi ruminansia (sapi, kerbau, domba, kambing) dan non ruminansia (babi, kelinci) didasarkan atas perbedaan struktur alat pencernaannya. Berdasarkan spesies, perbedaan struktur alat pencernaan dan karakteristik setiap komoditi ternak potong, dibagi seperti pada gambar 1. berdasarkan pembagian tersebut, setiap pengembangan ternak potong harus memperhatikan karakteristik setiap individu ternak potong, baik perbedaan struktur alat pencernaan maupun karakteristik reproduksinya serta potensi pertumbuhan dari setiap komoditi ternak tersebut. Ternak Potong
Ternak Non Ruminansia (monogastrik)
pseudo ruminasi (kelinci)
non ruminasi (babi)
Ternak Ruminansia (poligastrik)
ternak besar (kerbau, sapi)
ternak kecil (kambing, domba)
caecum degenerasi caecum 45% dari tractus digestivus
rumen, retikulum, omasum abomasum
Gambar 1. Skema pembagian ternak potong
24
Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen (perut besar), retikulum (perut jala), omasum (perut kitab), dan abomasum (perut masam), dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan peragian (fermentasi).
Saat mereka makan rumput, maka makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh bakteri dan protozoa tertentu. Dari rumen, makanan akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk menjadi gumpalan-gumpalan yang masih kasar disebut bolus. Sebenarnya ada banyak bakteri yang melakukan fermentasi selulosa. Total ada sekitar 32 strain bakteri yang melakukan fermentasi. Diantara sekian banyak itu yang terkenal adalah: Lachnospira multiparous, Butyrivbrio fibrisolvens, Bacteroides ruminicola, dan semua bersifat anaerob. Saat para ruminansia ini sudah santai di kandangnya, bolus akan dimuntahkan kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut, makanan akan ditelan
25
kembali untuk diteruskan ke omasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang memproduksi enzim yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan diteruskan ke abomasum, yaitu perut yang sebenarnya, dan di tempat ini masih terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim selulase yang akan menghancurkan selulosa. Mikroba penghasil selulase tidak tahan hidup di abomasum karena pH yang sangat rendah (asam), akibatnya bakteri ini akan mati, namun para mikroba ini malah dapat dicerna sebagai sumber protein bagi hewan ruminansia. Dengan demikian, rumimansia tidak memerlukan asam amino esensial seperti pada manusia. Hewan seperti kuda, kelinci, dan marmut tidak mempunyai struktur lambung seperti pada sapi untuk fermentasi selulosa. Proses fermentasi dilakukan oleh bakteri pada sekum (semacam appendix yang membesar) yang banyak mengandung bakteri. Proses fermentasi pada sekum tidak seefektif fermentasi yang terjadi di lambung sapi. Akibatnya kotoran kuda, kelinci, dan marmut lebih kasar karena proses pencernaan selulosa hanya terjadi satu kali, yakni pada sekum. Sedangkan pada sapi proses pencernaan terjadi dua kali, yakni pada lambung dan sekum yang keduaduanya dilakukan oleh para mikroba tadi. Bagi manusia ini tampak menjijikkan, tetapi pada kelinci dan marmut, kotoran yang telah keluar tubuh seringkali dimakan kembali. Karena kotoran yang belum tercerna tadi masih mengandung banyak zat makanan, yang masih bisa dicerna lagi oleh kelinci. Usus hewan herbivora lebih besar dibandingkan dengan usus karnivora. Bahkan usus halus herbivora bisa mencapai 40 meter. Hal itu disebabkan karena makanan herbivora jumlahnya lebih banyak dan sulit dicerna karena kandungan selulosa. Sedangkan pada karnivora jumlah makanannya lebih sedikit sehingga pencernaan berlangsung dengan cepat. Enzim
selulase yang dihasilkan oleh bakteri pada saluran pencernaan
ruminansia ini tidak hanya berfungsi untuk merombak selulosa, tetapi juga dapat menghasilkan biogas yang berupa gas CH4 (metana) yang dapat digunakan sebagai
26
sumber energi alternatif bahan bakar. Jadi bisa digunakan sebagai pengganti kompor gas untuk memasak. Kok bisa? Karena tidak tertutup kemungkinan bakteri yang ada di sekum atau usus akan keluar dari tubuh hewan tersebut bersama faeces (tinja). Bahan
organik yang terdapat dalam faeces tadi akan diuraikan dan dapat
menghasilkan biogas tadi. Pada ternak ruminansia, struktur alat pencernaan adalah poligastrik dengan keistimewaan keberadaan mikroba (bakteri, protozoa), dan fungi terutama pada rumennya. Mikroba khususnya bakteri cellulolitic, hemo cellulolitic bacteria mampu memfermentasi bahan pakan berserat (serat kasar) dan bahan pakan lain menjadi volatile fatty acid (VFA) yang kemudian diabsorbsi oleh ternak. Berdasarkan mekanisme tersebut, ruminansia mampu memanfaatkan serat kasar, sedangkan pada ternak non ruminansia (babi dan kelinci) struktur alat pencernaannya adalah monogastrik berupa ventrikulus yang hampir tidak ada mikrobia seperti pada ruminansia. Kondisi ini menyebabkan ternak non ruminansia tidak mampu menggunakan pakan berserat kasar (rumput tua, jerami dll.)
27
Gambar 2. Struktur saluran pencernaan pada ruminansia Perbedaan
struktur
alat
pencernaan
antar
komoditi
ternak
potong
menampilkan perbedaan proses dan mekanisme pencernaan dalam saluran pencernaan (mis. Ventriculus pada babi vs rumen pada sapi), sehingga tidak mungkin ternak babi yang diberi pakan dengan kandungan serat kasar yang tinggi dapat tumbuh dengan optimal. Sebaliknya pada ternak ruminansia (sapi, kerbau, kambing dan domba) dapat memanfaatkan pakan dengan serat kasar yang tinggi (rumput), dan dapat tumbuh dengan baik. Antara ternak babi dan kelinci juga mempunyai perbedaan yang prinsip karena kelinci memiliki caecum yang relatif besar (45% dari saluran pencernaan), sebaliknya caecum babi mengalami degradasi (rudimentair). Pada caecum kelinci terjadi fermentasi mikrobia yang menghasilkan asam-asam amino (protein) dan vitamin B, sehingga pada ternak kelinci, fesesnya yang basah (soft faeces) mengandung asam amino dan vitamin B. Apabila ternak kelinci dalam pakannya kekurangan protein / vitamin B, maka soft faeces akan dimakan. Mekanisme ini disebut coprophagy, sehingga sering kelinci disebut pseudo ruminansia (melakukan pseudo ruminasi). PENCERNAAN KUDA (http://haydarz.wordpress.com/category/si…) Kuda merupakan ternak Non ruminansia. Hal ini disebabkan oleh sistem pencernaan enzimatik terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan pencernaan fermentatif. Kuda memiliki kemampuan untuk memanfaatkan hijauan dalam jumlah
28
yang cukup dengan proses fermentatif di bagian caecum. Saluran pencernaan kuda memiliki ciri khusus yaitu ukuran kapasitas saluran pencernaan bagian belakang lebih besar di bandingkan bagian belakang. Alat pencernaan adalah organ-organ yang langsung berhubungan dengan penerimaan, pencernaan bahan pakan dan pengeluaran sisa pencernaan atau metabolisme. Berikut penjelasan secara umum maupun khusus dari alat dan fungsi pencernaan kuda: Rongga Mulut (mouth) Mulut merupakan bagian pertama dari sistem penmcernaan yang mempunyai 3 fungsi yaitu mengambil pakan, pengunyahan secara mekanik dan pembasahan pakan dengan saliva. Di dalam rongga mulut terdapat organ pelengkap yaitu lidah, gigi, dan saliva. Lidah merupakan alat pencernaan mekanik. Kuda dapat menyeleksi pakan yang dimakan dikarenakan adanya bungkul-bungkul pengecap pada lidah dan terbanyak terdapat di daerah dorsum lidah dibandingkan bagian lain dengan cara merasakan pakan yang dimakan. Gigi adalah organ pelengkap yang secara mekanik relative kuat untuk memulai proses pencernaan. Gigi juga digunakan untuk menentukan umur umur dengan melihat : penyembulan (erupsi), pergantian sementara, bentuk dan dan derajat keausan gigi. Saliva kuda mengandung elektrolit utama yaitu Na+, K+, Ca2+, Cl-, HCO2-, HPO4- serta tidak atau sedikit sekali mengandung amylase. Saliva dihasilkan oleh 3 pasang kelenjar yaitu kelenjar parotis, kelenjar mandibularis, kelenjar sublingualis. Saliva berfungsi sebagai pelicin dalam mengunyah dan menelan pakan dengan adanya mucin, mengatur temperatur rongga mulut, pelindung mukosa mulut dan detoksikasi. Pharynx dan Esofagus Pharynx adalah penyambung rongga mulut dan esophagus. Esophgagus mempunyai panjang kira-kira 50-60 inchi. Pada pharynx dan esofagus tidak terjadi pencernaan yang berarti.
29
Lambung Lambung kuda relatif lebih kecil dibandingkan ternak lain terutama ternak ternak ruminansia. Kapasitas lambung kuda antara 8-15 liter atau hanya 9% dari total kapasitas saluran pencernaan. Proses pencernaan yang terjadi di daerah lambung tidak semurna dikarenakan aktivitas mikroorganisme sangat terbatas dimana populasi bakteri relati rendah, waktu tinggal pakan di lambung hanya sebentar sekitar 30menit, dan hasil proses fermentatif adalah asam laaktat bukan VFA. Pankreas Kuda memiliki perbedaan yang spesifik dari segi cairan pankreas dengan ternak lain yaitu konsentrasi enzim dan kadar HCO3 rendah. Bagian pankreas kuda terdiri dari endokrin dan eksokrin. Usus Kecil Usus kecil merupakan tempat utamauntuk mencerna karbohidrat, protein dan lemak serta tempat absorbsi vitamin dan mineral. Kapasitas usus kecil adalah 30%.dari seluruh kapasitas saluran pencernaan kuda. Usus kecil terdiri dari tiga bagian yaitu: duodenum, jejenum, dan ileum. Proses pencernaan di usus kecil kecil adalah proses pencernaan enzimatik. Beberapa enzitersebut adalah peptidase, dipeptidase, amylase, dan lipase. Usus Besar Usus besar terdiri dari caecum, colon, rektum. Caecum dan colon memiliki kapasitas 60% dari keseluruhan saluran pencernaan yang mempunyai fungsi 1) tempat fermentasi dengan hasil berupa VFA, 2) Sintesa Asam Amino, Vit B & K, 3) Tempat utama mencerna neutral detergen fiber (NDF), 4) asam laktat dari lambung dengan adanya Veilonella gazagones akan dirubah menjadi VFA. Produksi dan proses pencernaan fermentatif di usus besar tidak semuanya dapat dimanfaatkan karena posisi yang dibelakang setelah usus halus kecil, sehigga hanya sekitar 25% hasil fermentatif di usus besar yang dapat diserap kembali ke usus kecil atau dimanfaatkan oleh tubuh. Sedangkan rektum merupakan tempat
30
utama penyerapan air kembali. Proses pencernaan dari mulut sampai terbuang sebagai feses dari 95 % pakan yang dikonsumsi membutuhkan waktu 65-75 jam. PENCERNAAN SAPI (http://biologimediacentre.com/sistem-pen…) Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen (perut besar), retikulum (perut jala), omasum (perut kitab), dan abomasum (perut masam), dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan makanan alamiahnya. Lambung sapi sangat besar, diperkirakan sekitar 3/4 dari isi rongga perut. Lambung mempunyai peranan penting untuk menyimpan makanan sementara yang akan dimamah kembali (kedua kali). Selain itu, pada lambung juga terjadi proses pembusukan dan peragian (fermentasi). Saat mereka makan rumput, maka makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. PENCERNAAN KELINCI (http://dhenokhastuti.wordpress.com/tag/s…) Kelinci makan dan mengunyah makanannya sekitar 300 kali dan “memutar’ makanannya ke kedua sisi rongga mulut, dan makanan turun ke esophagus (kerongkongan). Makanan masuk ke lambung, tetapi reaksi sebenarnya bukan disana. Lambung menyimpan makanan dan isinya disterilisasi dan dipindahkan ke usus halus.Di usus halus, 90% protein, karbohidrat dan gula diserap dari makanan. Kemudian bahan-bahan berserat yang tidak dicerna bergerak dan diseleksi. Serat bergerak ke colon (usus besar) dan membentuk tinja yang keras. Sisa makanan yang siap untuk dicerna bergerak ke caecum yang lebih besar dari lambung. Tinja keras yang melewati caecum digerakkan ke colon dalam gerakan memutar dan membentuk bola-bola bulat dan keras (lihat gambar di samping, sebelah kanan). Ada 2 kelenjar bau di kedua sisi di samping anus. Bau -bauan ini disimpan pada tinja keras saat tinja tersebut melewati anus. Caecum adalah sebuah organ rumit yang mencerna kembali makanan. Caecum merupakan batas antara usus halus dan usus besar. Caecum berisi enzimenzim dan bakteri pemecah makanan. Setiap 3-8 jam sehari caecum berkontraksi dan mendorong bahan-bahan tersebut kembali ke colon dimana bahan-bahan tsb
31
dibungkus oleh sejenis lendir, kemudian keluar melewati anus (bentuknya seperti setangkai buah anggur berwarna coklat, tapi ukurannya jauh lebih kecil). PENCERNAAN KAMBING http://www.etawafarm.com/2011/11/pakan-k… Sistem pencernaan kambing merupakan sistem pencernaan yang sederhana dengan cecum dan usus yang besar. Hal ini memungkinkan kambing dapat makan dan memanfaatkan bahan-bahan hijauan, rumput dan sejenisnya. Bahan-bahan itu dicerna oleh bakteri di saluran cerna bagian bawah seperti yang terjadi pada saluran cerna kuda. Kambing termasuk jenis ternak pseudo-ruminant, yaitu herbivora yang tidak dapat merncerna serat-serat secara baik. Ia memfermentasi pakan di usus belakangnya. Fermentasi hanya terjadi di caecum (bagian pertama usus besar) , yang kurang lebih merupakan 50% dari seluruh kapasitas saluran perncernaannya. Tidak seperti halnya hewan mamalia yang lain, kambing mempunyai kebiasaan makan feses yang sudah dikeluarkan. Sifat ini disebut coprophagy, keadaan ini sangat umum terjadi pada kambing dan hal ini terjadi berdasar pada konstruksi saluran pencernaannya. Sifat coprophagy biasanya terjadi pada malam atau pagi hari berikutnya. Feses yang berwarna hijau muda dan konsistensi lembek itu dimakan lagi oleh kambing. Feses yang dikeluarkan pada siang hari dan telah berwarna coklat serta mengeras, tidak dimakan.Hal ini memungkinkan kambing itu memanfaatkan secara penuh pencernaan bakteri di saluran bagian bawah, yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein bakteri yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecahkan selulose atau serat menjadi energi yang berguna,Jadi sifat coprophagy sebenarnya memang menguntungkan bagi proses pencernaan. Walaupun memiliki caecum yang besar, kambing ternyata tidak mampu mencerna bahan-bahan organik dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna oleh ternak ruminansia murni. Daya cerna kambing dalam mengonsumsi hijauan daun mungkin hanya 10% Latihan soal 1. Jelaskan mengapa potensi pertumbuhan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih komoditi ternak potong untuk dikembangkan di suatu wilayah!
32
2. Jelaskan perbedaan struktur alat pencernaan antara babi, kelinci dan sapi! 3. Jelaskan yang anda ketahui tentang coprophagy! RANGKUMAN SINGKAT Diantara berbagai komoditi ternak potong, terdapat perbedaan karakteristik yang prinsip dalam hal struktur alat pencernaan, karakter reproduksi dan fisiologi pertumbuhannya. Perbedaan tersebut ditinjau dari aspek produksi merupakan faktor pembatas, yang implikasinya dapat berpengaruh terhadap strategi pengembangan usaha ternak potong. Oleh karena itu dalam rangka proses produksi dan pengembangan usaha ternak potong, penyesuaian terhadap komoditi yang cocok di suatu wilayah perlu diperhatikan.