III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Konseptual Penelitian Kerangka konseptual dalam penelitian merupakan gambaran dari peranan sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi nasional yang dapat dilihat seperti pada Gambar 3 dibawah ini: Nilai
Tabungan
Tambah
Pasar faktor Produksi
Kegiatan produksi Pertanian
Pajak
Rumah Tangga
Konsumsi Antara
Perusahaan
Penjualan
Pemerintah
Transfer
Pajak Tidak Langsung
Pasar Komoditi Barang-barang permintaan akhir
Ekspor Impor Transfer
Neraca Berjalan Luar Negeri
Luar Negeri
Tarif/Kebijakan Fiskal
Sumber : Diadopsi dari Round (2003) Gambar 3. Peran Sektor Pertanian Dalam Perekonomian Nasional
Kapital
54
Dalam gambar 3 dapat dilihat bagaimana sirkulasi pendapatan itu terjadi dalam suatu perekonomian, yang sering disebut juga sebagai bentuk makro dari SNSE. Berdasarkan gambar ini sumber pendapatan bagi perusahaan dan rumah tangga (diluar transfer pemerintah) pada intinya berasal dari dua pasar, yaitu pasar komoditi dan pasar faktor produksi. Perusahaan memperoleh pendapatan dari pasar komoditi berdasarkan aktifitas produksi yang dilakukan, sedangkan rumahtangga dari pasar faktor produksi melalui penerimaan tenaga kerja. Terakhir pemerintah, memperoleh pendapatannya dari pajak. Selain memperoleh penerimaan domestik, semua institusi juga mendapat transfer payment dari luar negeri. Untuk pengeluaran institusi secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yang meliputi pengeluaran untuk konsumsi (belanja), tabungan, dan pembayaran pajak. Untuk
memahami
bagaimana
peranan
sektor
pertanian
dalam
perekonomian nasional secara menyeluruh dapat disampaikan suatu ilustrasi sederhana. Misalkan dalam suatu perekonomian terdapat tiga sektor produksi yaitu pertanian, industri dan jasa. Dalam SNSE ketiga sektor produksi itu masuk dalam neraca aktivitas produksi. Kemudian ada juga institusi rumahtangga, pemerintah dan swasta. Sekarang apa yang terjadi dalam perekonomian jika sektor pertanian diberi stimulus ekonomi. Pertama kali yang merasakan dampak tersebut sudah tentu sektor pertanian itu sendiri yang ditandai dengan terjadinya kenaikan produksi. Karena sektor pertanian memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya baik itu backward linkage maupun forward linkage, maka dengan adanya kenaikan produksi pertanian sudah tentu akan
diikuti pula dengan kenaikan
permintaan intermediate input (input antara) terhadap sektor industri maupun jasa.
55
Peningkatan produksi pertanian dengan demikian akan berpengaruh terhadap penerimaan di sektor industri dan jasa, dengan kata lain terjadi transfer payment dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa. Kenaikan permintaan input sektor pertanian tidak hanya pada intermediate input, tetapi juga untuk input primer dan salah satunya adalah tenaga kerja. Dalam hal ini tenaga kerja memperoleh transfer payment dari sektor pertanian juga. Oleh karena sumber penawaran tenaga kerja berasal dari rumahtangga, maka kenaikan permintaan tenaga kerja dari sektor pertanian sudah tentu berpengaruh terhadap perubahan pendapatan rumahtangga. Akibatnya, secara tidak langsung terlihat ada transfer payment dari sektor pertanian ke rumahtangga. Semua transfer yang dijelaskan ini akan melalui pasar faktor produksi baik itu pasar tenaga kerja, modal maupun input antara. Melalui institusi pemerintah kita juga dapat menganalisis bagaimana dampak pembangunan pertanian terhadap perekonomian. Telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pemerintah itu menerima pajak dari sektor produksi dan rumahtangga. Kemudian dari sebagian pajak tersebut, pemerintah akan melakukan transfer payment kembali kepada sektor produksi dan rumahtangga, yang biasanya kita sebut subsidi. Sekarang, karena adanya penambahan nilai produksi sektoral akibat kenaikan produksi pertanian, menyebabkan kemampuan membayar pajak dari sektor produksi dan rumahtangga petani terhadap pemerintah akan meningkat. Dengan demikian, anggaran belanja dan pendapatan pemerintah juga meningkat, dan salah satunya yang dapat bertambah adalah kemampuan pemerintah untuk melakukan subsidi. Akibat naiknya subsidi tersebut baik itu subsidi produksi maupun pendapatan rumahtangga, sudah barang tentu
56
akan mempengaruhi perubahan distribusi pendapatan baik itu secara sektoral maupun antar rumahtangga. 3.2. Kerangka Analisis Penelitian Ada beberapa tahapan analisis yang dilakukan dalam studi ini untuk memperoleh suatu kesimpulan seberapa besar atau penting peranan sektor pertanian terhadap perekonomian Indonesia. Tahapan-tahapan analisis yang dimaksud dapat diurai secara singkat seperti yang disajikan dalam gambar 4. Latar Belakang 1. 2. 3.
Rendahnya produktivitas tenaga kerja sektor pertanian Kurangnya perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian Triple Track Strategy
Permasalahan Penelitian 1. 2. 3.
Peranan sektor pertanian Pengaruh langsung dan global Dampak kebijakan pembangunan pertanian
Tujuan Penelitian 1. Menganalisis peranan sektor pertanian 2. Mengukur besarnya pengaruh langsung dan global sektor pertanian 3. Menganalisis dampak kebijakan pertanian
Telaah teori dan studi-studi empiris
Metode SNSE Pendefinisian Klasifikasi SNSE
IO-2003 Susenas, SKTIR, Sensus Pertanian, APBN, Statistik Ekspor-Impor
Penyusunan SNSE Analisis SNSE
Struktur Perekonomian
Angka Pengganda
Dekomposisi
SPA
Rekomendasi Saran Kebijakan Gambar 4. Kerangka Analisis atau Penelitian Gambar 4. Kerangka Analisis Penelitian
Simulasi Kebijakan
57
3.3. Kebijakan Pembangunan Pertanian Kebijakan pembangunan pertanian diwujudkan melalui alokasi pendanaan oleh pemerintah di sektor pertanian. Pembiayaan fiskal sangat penting untuk memfasilitasi tercapainya berbagai macam tujuan di dalam pembangunan pertanian. Fasilitasi tersebut bisa berupa investasi di dalam pembangunan infrastruktur sektor pertanian yang diwujudkan untuk tujuan seperti penyediaan irigasi, penyimpanan hasil panen, pemasaran dan transportasi, serta mengarahkan penyaluran kredit ke petani, pembiayaan perluasan riset dan produksi benih, membiayai defisit yang terjadi akibat program pembelian dari petani dengan harga di atas harga pasar dan melakukan penjualan ke konsumen dengan harga yang lebih rendah, dan beberapa program pendukung lainnya (Norton, 2004). World Development Report (2008) mengagendakan tujuan kebijakan pembangunan pertanian semestinya dengan (1) merubah petani kecil dari bertani komoditas tradisional kepada non tradisional melalui kegiatan ekonomi pertanian yang mempunyai nilai tambah tinggi, (2) memperluas revolusi hijau terhadap pertanaman pertanaman tradisional (bahan pokok pangan) ke wilayah-wilayah yang dikelilingi oleh kemajuan teknologi dan oleh sejumlah besar orang miskin, (3) menyediakan infrastruktur untuk mendukung diversifikasi pertanian dan ekonomi perdesaan, dan (4) memajukan ekonomi non pertanian perdesaan untuk menghadapi masalah lapangan kerja perdesaan dan berinvestasi besar-besaran dalam keahlian untuk orang yang berpindah ke sektor yang sedang tumbuh cepat. Rendahnya produktivitas pertanian juga berkaitan dengan kecilnya asset yang dikelola petani dan keberadaan sumberdaya alam pertanian yang semakin terbatas serta mengalami degradasi, sementara angkatan kerja semakin meningkat,
58
sehingga tingkat pemanfaatan tenaga kerja relatif rendah (under-employment). Apabila kondisi ini dibiarkan terus menerus maka sektor pertanian akan semakin gurem karena ditinggalkan oleh tenaga potensial dan semakin tidak menarik sebagai suatu bidang usaha ekonomi. Untuk menjawab tantangan tersebut diperlukan reorientasi kebijakan dan program pembangunan nasional dari sektor pertanian yang lebih menitikberatkan kepada upaya peningkatan produktivitas pertanian dan pendapatan para petaninya. Dalam merumuskan kebijakan dan program tersebut diperlukan kajian ketenegakerjaan secara holistik, berkaitan dengan perencanaan pembangunan dan kebutuhan tenaga kerja nasional. Pada periode setelah perang dunia kedua, strategi pertumbuhan ekonomi merupakan strategi yang banyak dirujuk oleh banyak negara dalam melakukan pembangunan ekonomi dengan target utama adalah peningkatan output sektorsektor ekonomi yang dominan yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan nasional negara bersangkutan. Melalui proses penetesan ke bawah (trickle down effect) hasil-hasil pembangunan yang dihasilkan, nantinya akan mengalir kepada masyarakat sehingga hasil pembangunan ini diharapkan dapat menaikkan kesejahteraan masyarakat luas. Model kebijakan pembangunan sebagaimana diatas masih tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009, yang tertuang dalam Perpres nomor 7 tahun 2005, dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana Kerja Pemerintah
dengan penekanan
pada 7 (tujuh) skala prioritas yaitu: (1)
penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, (2) peningkatan kesempatan kerja, (3) investasi dan ekspor, (4) revitalisasi pertanian dan perdesaan, (5) peningkatan
59
aksesibilitas dan kualitas pendidikan, (6) kesehatan, dan (7) penegakan hukum, pemberantaan korupsi dan reformasi birokrasi. Menyikapi RPJM 2005-2009 khususnya pada poin nomor 4 pemerintah menetapkan sasaran akhir revitalisasi pertanian melalui penguatan kembali sektor pertanian dan membangun komitmen di sektor pertanian agar menjadi sektor penting bagi tulang punggung perekonomian Indonesia, dapat memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, menggerakkan perekonomian perdesaan sekaligus mennciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia. Jika terlaksana sudah barang tentu akan berdampak positif khususnya bagi 25.6 juta rumahtangga petani. Pembangunan sektor pertanian dilaksanakan dengan melibatkan seluruh stakeholder, dan departemen terkait, sehingga semua bisa memberikan perhatian yang sama akan pentingnya pertanian dengan sasaran pertumbuhan sektor pertanian rata-rata 3.52 persen per tahun selama periode 2004-2009, serta tercapainya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani melalui pertumbuhan ekonomi nasional di atas 6.5 persen per tahun. Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan tersebut pemerintah telah mengambil lima program kebijakan yang meliputi peningkatan ketahanan pangan, pengembangan agribisnis, peningkatan kesejahteraan petani, pengembangan sumberdaya perikanan dan pemanfaatan potensi sumberdaya hutan. Khusus untuk mencapai ketahanan pangan, pemerintah harus menerapkan kebijakan untuk mencegah konversi lahan dan melakukan perluasan lahan pertanian, khususnya di lahan beririgasi dan perlu reforma agraria. Sebab persoalan yang terjadi bukan hanya semakin menyempitnya lahan pertanian secara agregat, tetapi juga semakin
60
besarnya jumlah petani yang memiliki lahan teramat sempit atau petani gurem, yang jauh dari skala ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sebesar 6.5 persen dengan pertumbuhan sektor pertanian sebesar 3.52 persen diharapkan dapat menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan melalui upaya pengurangan penduduk miskin dari 15 persen pada tahun 2005 menjadi 13.3 persen pada akhir 2006, peningkatan kesempatan kerja, dengan berkurangnya jumlah pengangguran terbuka 9.9 juta orang pada tahun 2005 menjadi 9.4 juta orang pada tahun 2006, investasi dan ekspor sasaran yang hendak dicapai, meningkatnya pembentukan modal tetap bruto sebesar 17.8 persen serta meningkatnya ekspor non migas sebesar 6.5 persen (di luar sektor pariwisata), sementara penerimaan dari sektor pariwisata meningkat 16.6 persen. Pertumbuhan ekonomi akan meningkat dari 5.5 persen pada 2005 menjadi 6.1 persen pada 2006, kemudian menjadi 7.2 persen pada 2008 (RPJM, 2005-2009). Target jangka pendek yang ditetapkan dalam RPJM sepertinya masih belum terrealisir dengan baik. Sebagai contoh untuk angka kemiskinan, berdasarkan pidato kenegaraan mengenai Nota Keuangan dan RAPBN 2009, presiden menyebutkan tingkat kemiskinan pada tahun 2006 adalah sebesar 17.7 persen. Kemudian pada tahun 2008 khususnya untuk bulan maret, meski tampak menurun dari tahun 2006 menjadi 15.4 persen namun tetap saja masih jauh di atas target RPJM 2005-2009. Selanjutnya untuk tingkat pertumbuhan ekonomi, ada pernyataan dari menteri keuangan bahwa pertumbuhan pada semester I tahun 2008 mencapai 6.2 persen. Ini berarti lebih rendah dibandingkan target jangka pendek yang ditetapkan sebesar 7.2 persen untuk tahun 2008. Sementara itu,
61
untuk pembentukan modal tetap bruto atau investasi, Menkeu menjelaskan, pihaknya mencatat pertumbuhan sebesar 10.4-10.5 persen (Gatra Com, 2008). Keberhasilan pemerintah dalam melampaui target jangka pendek dalam RPJM 2005-2009 tampaknya hanya terjadi pada penurunan angka pengangguran dan perkembangan ekspor. Seperti yang diungkapkan oleh presiden bahwa tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 10.5 persen pada tahun 2006, telah menurun menjadi 8.5 persen di tahun 2008. Ini berarti realisasi 2008 jauh lebih rendah dari target yang disebutkan pada tahun 2006 sebesar 9.4 persen di RPJM. Selanjutnya realisasi ekspor Indonesia pada semester I tahun 2008 tumbuh mencapai 11.9-12.0 persen, melebihi target yang ditetapkan pada tahun 2006 sebesar 6.5 persen. Beberapa kebijakan pemerintah dalam rangka membangun sektor pertanian yang umum dilakukan oleh pemerintah adalah kebijakan fiskal (fiscal policy) yang dalam implementasinya bisa berupa kebijakan subsidi atau pengenaan pajak, stabilisasi harga, pengenaan tarif atau kuota terhadap produk pertanian impor. 3.3.1. Subsidi dan Dukungan Harga Pada setiap tingkatan pemerintahan terdapat berbagai program yang pada dasarnya merupakan bantuan berupa transfer uang atau barang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Salah satu jenis program adalah pembiayaan transfer yang dilakukan dengan jalan mengurangi daya beli pembayar pajak dari golongan penduduk berpenghasilan tinggi atau langsung berasal dari dana budget pemerintah untuk disalurkan kepada penerima bantuan yang umumnya
62
mempunyai penghasilan rendah. Transfer dapat dilakukan dalam bentuk uang tunai atau bentuk terkait dengan pemberian bahan (in kind transfer) seperti kupon makanan, bantuan kesehatan dan bantuan perumahan (Rosen , 2005). Bantuan pemerintah bisa dalam bentuk subsidi dukungan harga (price Support) terhadap produk suatu komoditas, input untuk produksi yang pada dasarnya merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah dalam penentuan kebijakan pengeluaran dana pemerintah. Menganalisa suatu program pemerintah, seperti subsidi rehabilitasi lahan milik petani, dengan jalan mempelajari perkembangan serta permasalahan program sering memberikan manfaat untuk dilakukan penyempurnaan. Analisa berikutnya, mencoba menghubungkan antara kebutuhan, sumber permintaan terhadap salah satu bentuk kegagalan pasar seperti kompetisi yang tidak sempurna, barang publik, eksternalitas, pasar yang tidak lengkap dan informasi yang tidak sempurna. Walaupun keadaan ekonomi mencapai pareto, intervensi pemerintah dapat dilakukan apabila terdapat dua alasan. Pertama, pendapatan masyarakat yang berasal dari suatu perekonomian pasar tidak terdistribusi dengan baik. Kedua, kurang sempurnanya kriteria penilaian kesejahteraan di dalam persepsi seseorang terhadap kesejahteraannya. Intervensi pemerintah dapat dilakukan dalam tiga bentuk yaitu kebijaksanaan untuk produksi publik, kebijakan produksi swasta dengan perlakuan pajak dan subsidi, serta kebijakan produksi swasta dengan adanya pengaturan dari pemerintah. Bentuk subsidi dapat berupa pengenaan suatu sistem perpajakan ataupun pemberian bantuan hibah secara langsung. Apabila subsidi berupa hibah langsung, maka persyaratan subsidi tersebut perlu ditetapkan sesuai dengan tujuan subsidi. Penilaian suatu subsidi harus dilihat dalam kurun waktu jangka panjang,
63
dimana produsen dan konsumen telah menyesuaikan perilakunya dan penilaian output dalam kurun waktu jangka pendek (Stiglitz, 2005). Kebijakan subsidi jika dilakukan dengan tepat bisa memberikan dorongan bagi produsen untuk melakukan proses produksi dengan lebih produktif. Adanya subsidi ini diharapkan bisa mendorong kurva penawaran bergerak ke kanan misal karena adanya perbaikan dalam proses produksi sebagai akibat dari keberhasilan riset di bidang pertanian
yang didanai dari anggaran pemerintah sehingga
ditemukan teknologi baru yang dapat meningkatkan produktivitas maupun kualitas produk pertanian. Harga input yang murah juga akan mendorong petani untuk mempergunakan paket teknologi yang dianjurkan sesuai dengan rekomendasi dari hasil penelitian yang valid. Keberhasilan peningkatan produksi disertai
dengan
penurunan
biaya
produksi
diharapkan
nantinya
dapat
meningkatkan daya saing produk pertanian baik di dalam negeri maupun di pasar luar negeri. Kebijakan Subsidi adalah serupa dengan pajak negatif dan merupakan salah satu instrumen dari pemerintah untuk mengurangi harga suatu produk atau barang supaya harganya lebih murah dari harga pasar dan dapat dibeli oleh konsumen untuk kebutuhan konsumsi ataupun produsen untuk bahan baku proses produksi. Kebijakan subsidi sudah barang tentu akan meningkatkan produksi atau konsumsi dari suatu barang sehingga kesejahteraan dari masyarakat penduduk bisa meningkat. Namun demikian jika ditelaah dari teori ekonomi belum tentu demikian realitanya dan pada kenyataanya akan terlihat sejauh mana keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh baik dari sisi produsen, konsumen maupun pemerintah dengan adanya kebijakan subsidi ini. Hal ini dapat dijelaskan dengan
64
mudah dengan pendekatan surplus produsen dan konsumen, seberapa besar sebetulnya kesejahteraan yang diperoleh dan seberapa besar kesejahteraan yang hilang. Price S Ps C C
A Po
B
Pb
D
S
E
D Qo
Q1
Quantity
Gambar 5. Subsidi Dipandang Sebagai Pajak Negatif (Keuntungan Subsidi Dibagi antara Pembeli dan Penjual) Adanya kebijakan subsidi ini menyebabkan kesejahteraan (surplus) produsen meningkat sebesar trapesium A dan segitiga C dan kesejahteraan konsumen meningkat sebesar trapesium B dan segitiga E, akan tetapi untuk membiayai kebijakan subsidi ini pemerintah mengeluarkan biaya yang akan diambil dari uang masyarakat sebesar A+B+C+D+E sehingga secara keseluruhan dalam kebijakan subsidi ini ada kerugian (dead weight lost) sebesar segitiga D (lihat Gambar 5). Kebijakan lain yang sering juag digunakan oleh pemrintah berupa dukungan harga (price support). Kebijakan ini banyak digunakan pemerintah di beberapa negara
termasuk Indonesia. Kebijakan
ini dilakukan
dengan
65
mengintervensi harga suatu produk khususnya yang terkait dengan produk pertanian, dengan maksud untuk menaikkan harga jual sehingga nantinya dapat menaikkan pendapatan petani lihat gambar 6.
Price S Qs Ps P0
A
B
D
D+Q D Q1
Q0
Q2
Quantity
Gambar 6. Dukungan Harga dan Dampaknya Pada kasus diatas petani (produsen) memproduksi melebihi kebutuhan yang diperlukan (melebihi permintaan pasar) sedangkan konsumen hanya bersedia membeli sejumlah Q1 dan terjadi kelebihan suply (penawaran) yang harus dibeli oleh pemerintah. Hal ini memang termasuk ekonomi biaya tinggi karena pemerintah harus membeli produk yang tidak dikonsumsi. Pada Gambar 6. pemerintah memberlakukan harga produk pada harga Ps, sedangkan pada harga tersebut permintaan sebesar Q1, tetapi petani akan memproduksi barang sebesar Q2. Untuk menjaga stabilitas harga tersebut pemerintah harus membeli Qg = Q2Q1, jika tidak harga akan jatuh pada Po. Biaya yang harus disediakan oleh pemerintah untuk kebijakan tersebut sebesar Ps (Q2 – Q1). Dalam prakteknya
66
untuk mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah, barang yang dibeli akan dijual dengan harga dumping di luar negeri. Ditinjau dari sisi teori ekonomi, keuntungan dan keruugian yang diperoleh dari kebijakan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Adanya kenaikan harga sebesar Ps, menyebabkan
terdapat tambahan surplus produsen sebesar ABD
sedangkan surplus konsumen berkurang sebesar AB, sehingga perolehan tambahan kesejahteraan sebenarnya dari kebijakan price support ini hanya sebesar D. Disisi lain masyarakat melalui anggaran negara yang dibiayai oleh rakyat mengeluarkan biaya sebesar (Q2-Q1) PS, sehingga dengan adanya
kebijakan
dukungan harga ini sebenarnya terjadi kerugian berupa hilangnya kesejahteraan (dead weight loss) sebesar D- (Q2-Q1)Ps. 3.3.2. Stabilisasi Harga Suatu kebijakan pemerintah yang juga sering digunakan, salah satunya adalah melakukan intervensi dengan menetapkan harga suatu produk pertanian agar berada di atas harga pasar dan menetapkan input pertanian supaya berada dibawah harga pasar. Kebijakan penetapan harga minimum produk pertanian ini dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan petani sedangkan penetapan harga maksimum juga dimaksudkan untuk menurunkan biaya produksi dengan menurunkan salah satu biaya input. Sebagai contoh adalah kebijakan pemerintah melalui penetapan harga dasar gabah atau menetapkan harga eceran tertinggi suatu input produksi pertanian ( pupuk). Kebijakan yang pertama dikenal dengan kebijkan harga minimum sedangkan yang ke dua dikenal dengan kebijakan harga maksimum.
67
Price
S
P1 A
B
P0
C E
D Q1
Q0
Q3
Quantity
Gambar 7. Kebijakan Pemerintah dengan Penetapan Harga Minimum Kebijakan
harga
minimum
merupakan
upaya
pemerintah
untuk
menetapkan harga suatu produk dengan harga di atas harga pasar. Penetapan harga yang tinggi tersebut diharapkan dapat meningkakan pendapatan petani sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya dan masyarakat secara keseluruhan. Benarkah asumsi ini bila ditelaah dari sisi teori ekonomi, apakah masyarakat diuntungkan ataukah dirugikan jika pemerintah melakukan intervensi terhadap harga pasar keseimbangan. Pada Gambar 7, bila pemerintah menaikkan harga dari Po ke P1 maka produsen hanya menjual produk pertanian sebesar Q1 maka kerugian bersih dari kesejahteraan yang berkurang sebesar segitiga B dan C. Penetapan pemerintah harga minimum sebesar P1 menyebabkan produsen akan menjual sebanyak Q3 sedangkan konsumen hanya membeli sebesar Q1. Jika hal ini yang terjadi maka dengan harga jual yang lebih tinggi produsen diuntungkan dengan tambahan
68
surplus produsen sebesar segiempat A, dan turunnya jumlah penjualan dari Q3 ke Q1 menyebabkan berkurangnya surplus produsen sebesar segitiga C, sebaliknya di sisi konsumen dengan adanya kebijakan ini dirugikan dengan berkurangnya surplus konsumen sebesar segi empat A dan segitiga B, sehingga secara keseluruhan jika produsen hanya memproduksi sampai dengan Q1 kesejahteraan masyarakat berkurang sebesar B+C. Price
S
B P0
A
C
P1
D Q1
Q0
Quantity
Gambar 8. Kebijakan Pemerintah dengan Penetapan Harga Maksimum Jika antisipasi yang dilakukan produsen berdasarkan harga tersebut maka produsen akan berproduksi
dengan jumlah sebesar Q3, perubahan surplus
produsen yang terjadi adalah A-C-E, sedangkan konsumen dirugikan dengan berkurangnya surplus konsumen sebesar segiempat A dan segitiga B. Kebijakan harga maksimum merupakan suatu penetapan pemerintah terhadap suatu barang dengan harga dibawah harga pasar.Dalam praktek seharihari dikenal dengan harga eceran tertinggi (HET). Kebijakan ini dimaksudkan
69
untuk menekan biaya suatu input produksi agar biaya produksi usaha pertanian tidak terlalu mahal, misal dengan menetapkan harga eceran tertinggi dari pupuk atau input produksi lainnya dan diharapkan dengan adanya kebijakan ini dapat menurunkan biaya produksi pertanian dan menjual hasil produksinya dengan harga yang tinggi sehingga keuntungan yang diperoleh meningkat dan karena keuntungan meningkat dapat menaikkan pendapatan masyarakat petani, yang pada akhirnya dapat menambah tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Untuk mengetahui perubahan kesejahteraan yang terjadi, terhadap kebijakan ini perlu dilakukan telaah secara teori ekonomi bagaimana pengaruhnya terhadap kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, produsen dan konsumen. Apabila pemerintah menetapkan harga suatu produk sebesar P1 dari semula P0, maka produsen akan mengurangi produksi dari Q0 menjadi Q1 maka kesejahteraan disisi konsumen akan bertambah sebesar segiempat A dan berkurang sebesar segitiga B, sedangkan dari sisi produsen akan kehilangan kesejahteraan sebesar segi empat A dan segitiga C, sedangkan secara keseluruhan kesejahteraan yang berkurang akibat adanya kebijakan ini adalah sebesar segitiga B dan C. 3.3.3. Kebijakan Tarif dan Kuota Perdagangan antar negara dapat dilakukan jika ada perbedaan atau selisih antara harga domestik dengan harga dunia. Jika harga dunia lebih rendah dari harga domestik maka negara yang bersangkutan akan berusaha untuk mengimpor dari negara luar. Adakalanya beberapa kebijakan diambil oleh suatu negara untuk melindungi produk lokal yang salah satunya melalui kebijakan kuota atau tarif. Masuknya barang dari luar negeri dapat dihalangi ke pasar domestik dengan mengenakan tarif atau pajak masuk yang tinggi. Agar impor sama dengan
70
nol maka tarif terebut harus lebih tinggi atau sama dengan selisih harga domestik dengan harga pasar dunia (P* - Pw). Apabila dengan tarif tersebut samasekali barang dari luar negeri tidak masuk maka pemerintah tidak akan memperoleh samasekali
pemasukan pajak dari impor.Jika pemerintah mengenakan tarif atau
kuota dengan maksud mengurangi jumlah impor dari luar negeri, dapat dihitung seberapa besar perubahan kesejahteraan yang akan terjadi terhadap produsen, konsumen dan perolehan pemerintah sendiri berupa pajak masuk terhadap kebijakan tersebut, untuk jelasnya dapat dikaji sebagaimana yang diperlihatkan oleh Gambar 9.
S
Price
P* T
A
Pw
D
B
C
D Qs
Qs1
Qd1
Qd
Quantity
Gambar 9. Kebijakan Pemerintah dengan Pengenaan Tarif atau Kuota Harga produk pertanian domestik dngan adanya perdagangan bebas akan sama dengan harga pasar dunia Pw dan kuantitas barang yang diimpor sebesar Qs – Qd. Sekarang jika pemerintah memberlakukan pajak bea masuk sebesar T rupiah per unit terhadap komoditas barang impor, maka harga barang lokal akan
71
naik menjadi P* (harga pasar dunia + tarif); sudah barang tentu produksi barang lokal akan meningkat dan konsumsi lokal secara keseluruhan akan turun. Pada Gambar 9 terlihat
terjadi perubahan pada surplus komsumen
∆ CS = -A – B – C – D, sdangkan disi lain pada surplus produsen terjadi perubahan sebesar ∆ PS = A. Berdasarkan gambar tersebut pemerintah mengumpulkan
penerimaan sebear tarif (T) dikalikan dengan jumlah unit
komoditas barang yang diimpor yaitu sebesar D. Perubahan kesejahteraan total dalam kebijakan pemerintah ini adalah
∆ CS ditambah
∆ PS ditambah
penerimaan pemerintah adalah –A – B – C –D +A +D = - B –C. Segitiga B dan C menunjukkan kerugian bobot mati (dead weight lost) dikarenakan adanya pembatasan impor. Segitiga B merupakan besaran kerugian dari kelebihan produksi domestik yang tidak terserap oleh konsumen dan segitiga C adalah besaran konsumsi tidak jadi dikonsumsi oleh konsumen. Pemerintah kerapkali
menerapkan kebijakan proteksi terhadap produk
pertanian dalam negerinya dengan maksud untuk meningkatkan pendapatan para petani, namun pada
akhirnya ternyata menimbulkan biaya tinggi bagi para
konsumen miskin, termasuk petani gurem yang merupakan pembeli akhir bahan pangan. Fakta di Indonesia menunjukkan kebijakan larangan impor beras untuk mencegah penurunan harga di tingkat produsen merupakan penyebab utama meningkatnya angka kemiskinan dari 16 persen tahun 2005 menjadi 18 persen pada tahun 2006 (World Development Report, 2008).
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Kerangka Konstruksi Sistem Neraca Sosial Ekonomi 4.1.1. Struktur Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2003 Studi ini menggunakan data SNSE Indonesia tahun 2003 yang dicirikan dengan adanya beberapa komoditi pertanian yang didisagregasi, dengan tujuan untuk menggambarkan lebih jelas bagaimana peranan sektor pertanian itu terhadap perekonomian Indonesia jika diamati lebih detail dalam aktivitas subsektor (komoditi pertanian). Oleh karena itu SNSE yang digunakan kali ini diberi nama SNSE Komoditi Pertanian. Secara garis besar SNSE komoditi pertanian 2003 terdiri dari kelompok neraca (accounts) endogen yang terbagi dalam 3 blok yaitu: blok neraca faktor produksi sejumlah 5 neraca, blok neraca institusi sebanyak 7 neraca, blok neraca sektor produksi sebanyak 27 neraca. Sedangkan neraca eksogen terbagi dalam 5 (lima) neraca yaitu kapital, pajak tidak langsung, pengeluaran pemerintah, subsidi, dan luar negeri atau rest of world (ROW). Selengkapnya struktur SNSE yang dimaksud dapat dilihat pada Tabel 5. Dalam rangka untuk memudahkan dalam pengelompokan sektor perekonomian
dalam
Sistem
Neraca
Sosial
Ekonomi
Indonesia
ini,
dikelompokkan dalam 5 (lima) kelompok sektor perekonomian, yang meliputi: (1) sektor pertanian primer, (2) sektor pertambangan, (3) sektor agroindustri, (4) sektor manufaktur, dan (5) sektor jasa. Dalam disertasi ini perlu dijelaskan pengertian dari sektor pertanian
dan sektor agroindustri. Sektor pertanian
mempunyai pengertian kumpulan sub sektor perekonomian yang terdiri dari