II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau dikenal dengan istilah RTH, merupakan istilah yang telah lama diperkenalkan. Pedoman Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan (Inmendagri Nomor 14 Tahun 1988), menegaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas hidup di wilayah perkotaan yang mencakup bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan yang terkandung didalamnya, maka diperlukan upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan kawasan-kawasan hijau. Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di wilayah perkotaan dititikberatkan pada hijau sebagai unsur kota, baik produktif maupun non produktif, dapat berupa kawasan jalur hijau pertamanan kota, kawasan hijau pertanian, kawasan jalur hijau pesisir pantai, kawasan jalur hijau sungai dan bentuk ruang terbuka hijau lainnya. Sesuai Inmendagri Nomor 14 Tahun 1988 tersebut, maka pengertian Ruang Terbuka Hijau adalah ruang-ruang terbuka dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk areal kawasan maupun dalam bentuk areal memanjang atau jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam Ruang Terbuka Hijau pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.
11 Universitas Sumatera Utara
12
M enurut Zoer’aini (2003), Ruang Terbuka Hijau di wilayah perkotaan merupakan bagian dari penataan ruang kota yang berfungsi sebagai kawasan hijau pertamanan,
hutan
kota,
rekreasi,
olah
raga
pemakaman,
pertanian,
pekarangan/halaman, green belt dan lainnya. Peraturan M enteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, menyebutkan bahwa Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rencana tata ruang wilayah propinsi dan kabupaten/kota. RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Luas ideal RTHKP minimal 20 % dari luas kawasan perkotaan. M enurut Dinas Pertamanan Kota Medan (2003), beberapa kebijakan umum dalam mewujudkan Ruang Terbuka Hijau adalah sebagai berikut : a.
Pengadaan RTH diutamakan pada kawasan yang secara alami kritis/peka dan dapat menimbulkan dampak yang luas, seperti daerah pantai, resapan air, penanaman listrik tegangan tinggi dan sebagainya.
b.
Mengusahakan secara maksimal alternatif tata guna lahan untuk mencapai tujuan diadakannya RTH dalam menunjang kelestarian lingkungan.
c.
Mengusahakan agar pembangunan yang dilakukan sesuai dengan standard perencanaan untuk memperoleh RTH serba guna, perpetakan ruang-ruang parkir, ruang-ruang antar bangunan dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
13
2.2. Penghijauan Perkotaan Penghijauan diartikan sebagai satu kegiatan penting yang harus dilaksanakan secara konseptual dalam menangani krisis lingkungan. Fakta menunjukkan bahwa banyak bangunan dibangun pada lahan pertanian dan ruang terbuka hijau. Padahal tumbuhan (yang berhijau daun) dalam ekosistem, berperan sebagai produsen pertama yang mengubah energi surya menjadi energi potensial untuk makhluk lainnya, dan mengubah CO2 menjadi O 2 dalam proses fotosintesis (Odum, 1996). M enurut Zoer’aini (2003), penghijauan dalam arti luas adalah segala daya untuk memulihkan, memelihara dan meningkatkan kondisi lahan agar dapat berproduksi dan berfungsi secara optimal, baik sebagai pengatur tata air atau pelindung lingkungan. Penghijauan kota adalah suatu usaha untuk menghijaukan kota dengan melaksanakan pengelolaan taman-taman kota, taman-taman lingkungan, jalur hijau, hutan kota dan sebagainya. Dalam hal ini penghijauan perkotaan merupakan kegiatan pengisian ruang terbuka diperkotaan. Bentuk penghijauan yang dilakukan sangat tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Berbeda tempat berbeda pula karakteristiknya. Akibatnya cara penghijauan menjadi bervariasi walaupun tujuan utamanya ialah penanaman pohon atau tanaman. Karakteristik yang dapat membedakan bentuk penghijauan di suatu tempat antara lain sumber air, luas lahan tersedia, intensitas sinar matahari, dan kondisi lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar dapat dapat berarti tempat hunian atau tempat umum dengan kondisi padat, sedang, atau bahkan jarang (Nazaruddin, 1996).
Universitas Sumatera Utara
14
M enurut Nazaruddin (1996), bentuk-bentuk penghijauan kota antara lain : A. Hutan Kota Definisi hutan kota menurut Fakuara (1987) dalam Departemen Kehutanan (2005) adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan yang sebesar-besarnya dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika dan kegunaan-kegunaan khusus lainnya. M enurut Nazaruddin (1994), hutan kota merupakan suatu kawasan dalam kota yang didominasi oleh pepohonan yang habitatnya dibiarkan tumbuh secara alami. Pengertian alami di sini bukan berarti hutan yang tumbuh menjadi hutan besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur seperti taman. Lokasi hutan kota umumnya di daerah pinggiran. Hal tersebut dimungkinkan karena kebutuhan lokasi permukiman atau perkantoran daerah tersebut tidak terlalu besar. Lokasi yang cukup luas untuk dijadikan hutan kota relatif mudah diperoleh. M enurut Grey dan Deneke (1978) dalam Zoer’aini (2005), hutan kota merupakan kawasan vegetasi berkayu yang luas serta jarak tanamnya terbuka bagi bagi umum, mudah dijangkau oleh penduduk kota. Jarak lokasi hutan kota dapat dicapai dengan berjalan kaki dari pusat permukiman penduduk padat, jarak sama yang ditempuh dari titik akhir jaringan transportasi umum atau setara waktu yang diperlukan pejalan kaki apabila ia bersepeda dan harus dibuka untuk umum.
Universitas Sumatera Utara
15
Hutan kota merupakan bagian dari program Ruang Terbuka Hijau (Departemen Kehutanan, 2005). Ruang Terbuka Hijau dinyatakan sebagai ruangruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun dalam bentuk memanjang/jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Pelaksanaan program pengembangan Ruang Terbuka Hijau dilakukan dengan pengisian hijau tumbuhan secara alamiah ataupun tanaman budidaya seperti pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya. B. Taman Umum Taman umum menurut Nazaruddin (1996), merupakan taman yang diperuntukkan sebagai ruang terbuka hijau untuk umum. Masyarakat dapat memanfaatkan taman umum untuk aneka keperluan, diantaranya sebagai tempat bersantai, berjalan-jalan, membaca, dan sebagainya. Lokasi taman umum biasanya dibuat di lokasi yang banyak dilalui orang. Lokasi ini bisa di pusat kota, dekat perkantoran, bahkan di tengah permukiman penduduk. Hasni (2008) menyatakan, taman umum atau disebut juga taman kota (urban park) adalah taman yang khusus dirancang untuk menampung kegiatan rekreatif penduduk kota dan berguna untuk kegiatan fisik yang menyehatkan, bermanfaat bagi pendidikan anak-anak maupun generasi muda untuk lebih mencintai dan menghargai lingkungan hijau. Taman menurut Departemen Kehutanan (2005), dapat diartikan sebagai tanaman yang ditanam dan ditata sedemikian rupa, baik sebagian maupun semuanya
Universitas Sumatera Utara
16
hasil rekayasa manusia untuk mendapatkan komposisi tertentu yang indah. Di taman umum biasanya dijumpai beberapa pohon besar yang rindang, semak atau perdu dan tanaman hias yang ditata rapi, bangku taman untuk tepat orang duduk melepas lelah, jalan setapak, kolam, air mancur, serta tempat bermain anak-anak. C. Penghijauan Halaman Rumah Penduduk. Halaman atau pekarangan rumah penduduk merupakan ruang terbuka hijau yang cocok untuk mendukung gerakan penghijauan kota. Apabila setiap penduduk memiliki kesadaran untuk menanami halaman rumahnya dengan tanaman, maka penghijauan kota dapat dikatakan berhasil. Dengan semakin bertambahnya populasi rumah hunian di suatu kota, jumlah populasi pepohonan pun akan bertambah bila di setiap rumah penduduk ditanami dengan pohon-pohon penghijauan (Nazaruddin, 1996). M enurut Departemen Kehutanan (2005), halaman rumah dapat memberikan prestise tertentu. Oleh sebab itu halaman rumah ditata apik sedemikian rupa untuk mendapatkan citra, kebanggaan dan keindahan tertentu yang empunya rumah maupun orang lain yang memandang dan menikmatinya. Maka halaman tidak hanya ditanam dengan tanaman yang dapat menghasilkan buah, namun dilengkapi juga dengan tanaman bebungaan yang indah. Akan tetapi, pertambahan penduduk yang pasti terjadi di sebuah kota yang dinamis membuat lahan pekarangan di kota ikut menyempit. Pekarangan luas dan lebar kini hanya dimiliki oleh beberapa penduduk yang mampu. Penduduk kota
Universitas Sumatera Utara
17
kebanyakan hanya memiliki halaman rumah seadanya. Bahkan fenomena ruko (rumah toko) makin marak di perkotaan yang sama sekali tidak memiliki lahan pekarangan yang bisa ditanami. Bila memiliki halaman, hanya berukuran kecil yang disemen atau diperkeras dengan material lainnya untuk dijadikan tempat parkir kendaraan. D. Jalur Hijau di Jalan Umum Penghijauan di jalan umum biasanya berbentuk penanaman pohon di bagian jalan yang disebut jalur hijau. Jalur hijau dapat berada di median atau tengah jalan untuk jalan raya atau jalan dua arah maupun di kanan dan kiri jalan. Sering pula dijumpai jalan yang di kanan kirinya sudah dibuatkan jalur khusus untuk pejalan kaki (pedestrian) masih dapat pula ditanami pohon (Nazaruddin, 1996). Hasni (2008), menyatakan yang dimaksud dengan jalur hijau atau green belts adalah daerah penyangga yang diproyeksikan di sekeliling batas (administratif) kota. Sabuk hijau penyangga umumnya berbentuk memanjang, bahkan bisa mencapai puluhan kilometer, namun jarak lebar jalur hijau ini relatif pendek, di mana ukuran pendek tidaknya tergantung pada kebutuhan yang disesuaikan dengan kondisi alam serta jenis kegiatan penduduk yang akan dilakukan di dalamnya. Pada jalan-jalan protokol yang pada umumnya lebar dan terang tidak ditanami dengan vegetasi secara penuh. Bila ditanami tanaman, jenis tanamannya biasanya berupa rumput, bunga-bungaan, atau tanaman hias yang kecil. Namun, ini tergantung situasi jalan protokol tesebut. Jalan protokol yang melewati permukiman atau
Universitas Sumatera Utara
18
perkantoran tidak bisa ditanami pohon yang rapat atau terlalu menutupi pandangan. Akan tetapi, jalan protokol menuju luar kota atau permukiman yang tidak terlalu padat bisa ditanami tanaman yang agak rimbun. E. Penghijauan Daerah Aliran Sungai Tepian sungai yang tidak ditanami dapat menjadi daerah yang berbahaya. Gerusan air yang berlangsung terus menerus, serangan banjir, atau hujan deras yang datang tiba-tiba membuat lereng sungai menjadi daerah yang mudah sekali longsor. Apalagi bila sungai belum dibuatkan tebing permanen dari beton atau dinding dari susunan batu besar maka bahaya longsor akan selalu menjadi ancaman. Penghijauan daerah aliran sungai tidak hanya bermanfaat untuk penguat tebing sungai. Sungai yang ditanami pepohonan akan terlihat lebih rapi dan indah sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi. Pepohonan di sepanjang tepi sungai juga memberikan pemandangan asri bagi para pengemudi kendaraan bermotor yang melalui jalan di tepian sungai tersebut (Nazaruddin, 1996).
2.3. Tujuan, Manfaat dan Fungsi Pembentukan Ruang Terbuka Hijau M enurut Departemen Kehutanan (2005), Ruang Terbuka Hijau kota merupakan areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan; sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, kes erasian dan kehidupan lingkungan; sebagai sarana rekreasi; sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun
Universitas Sumatera Utara
19
udara; sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan; sebagai tempat perlindungan plasma nutfah; sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro; sebagai pengatur tata air. Pembentukan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan bertujuan untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan dan menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan mas yarakat (Zainuddin, 1998). M anfaat yang dapat diperoleh dari ruang terbuka hijau kota antara lain: memberikan kesegaran, kenyam anan dan keindahan lingkungan; m emberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota; memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga dan buah. M enurut Departemen Kehutanan (2005), adapun manfaat dan fungsi Ruang Terbuka Hijau adalah s ebagai berikut : a. Sebagai paru-paru kota. Tanaman sebagai elemen hijau, pada pertumbuhannya menghasilkan zat asam (O2 ) yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup untuk pernapasan dan mengambil CO2 dalam proses Fotosintesis.
Universitas Sumatera Utara
20
Menurut Dinas Pertamanan Kota M edan (2003), RTH mensuplai oksigen sebesar 0,6 ton/hektar/hari yang cukup untuk 1500 jiwa penduduk. Sedangkan menurut Grey dan Deneke (1971) dalam Zoer’aini (2005), menyebutkan bahwa setiap tahun vegetasi di bumi ini mempersenyawakan sekitar 150.000 juta ton CO 2 dan 25.000 juta ton hidrogen dengan membebaskan 400.000 juta ton O 2 ke atmosfer, serta menghasilkan 450.000 juta ton zat-zat organik. Setiap jam 1 ha daun-daun hijau menyerap 8 kg CO2 yang ekuivalen dengan CO 2 yang diembuskan oleh napas manusia sekitar 200 orang dalam waktu yang sama sebagai hasil pernapasannya. a. Sebagai pengatur lingkungan (mikro) Vegetasi menurukan suhu kota dan meningkatkan kelembaban sehingga menimbulkan hawa lingkungan setempat sejuk, nyaman dan segar. Menurut Zoer’aini (1994), hutan kota dapat menurunkan suhu kota sekitarnya sebesar 3,46% di siang hari pada permulaan musim hujan, dan hutan kota juga menaikkan kelembaban sebesar 0,81% di siang hari pada permulaan musim hujan. b. Sebagai peredam kebisingan sekitar 25%-80%. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bianpoen, dkk. Di J akarta pada tahun 1990, menemukan bahwa vegetasi mempunyai kemampuan untuk mengurangi kebisingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya serap vegetasi terhadap suara adalah ± 6 - 8 dB(A)/100 feet. c. Pencipta lingkungan hidup (ekologis) dan sumber plasma nutfah.
Universitas Sumatera Utara
21
Penghijauan dapat menciptakan ruang hidup bagi makhluk hidup di alam. Plasma nutfah merupakan bahan baku yang penting untuk pembangunan di masa depan, terutama di bidang pangan, sandang, papan, obat-obatan dan industri. Penguasaannya merupakan keuntungan komporatif yang besar bagi Indonesia di masa depan. Oleh karena itu, plasma nutfah perlu terus dilestarikan dan dikembangkan bersama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati (Buku I Repelita V hal.429). Ruang terbuka hijau dapat dijadikan sebagai tempat koleksi keanekaragaman hayati yang tersebar di seluruh wilayah tanah air kita. a. Penyeimbang alam (adaphis) merupakan pembentukan tempat-tempat hidup alam bagi satwa yang hidup di sekitarnya. b. Perlindungan (protektif), terhadap kondisi fisik alami sekitarnya (angin kencang, terik matahari, gas atau debu-debu). Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga pertikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting. M anfaat dari
Universitas Sumatera Utara
22
adanya tajuk hutan kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari hutan kota. Hasil penelitian Zoer’aini (1994) menunjukkan bahwa hutan kota dapat menurunkan kadar debu sebesar 46,13% di siang hari pada permulaan musim hujan. a. Keindahan (estetika). Dengan terdapatnya unsur-unsur penghijauan yang direncanakan secara baik dan menyeluruh akan menambah keindahan kota. Vegetasi dapat memberikan keindahan dari garis, bentuk, warna, dan tekstur yang ada maupun aroma. Unsur-unsur penghijauan yang direncanakan secara baik dan menyeluruh akan menambah keindahan kota. Vegetasi tidak hanya memberikan kesan lembut terhadap lingkungan keras, akan tetapi dengan ketidakteraturannya akan membuat lingkungan yang harmonis. b. Memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga dan buah. c. Kesehatan (hygiene), misalnya untuk terapi mata. d. Rekreasi dan pendidikan (edukatif). J alur hijau dengan aneka vegetasi mengandung nilai-nilai ilmiah.
2.4. Serapan Vegetasi Terhadap Karbon Dioksida Vegetasi mempunyai peranan yang besar dalam ekosistem, tetapi dalam pembangunan perkotaan khususnya di Indonesia, sering kali tidak memperhitungkan kehadiran lahan untuk vegetasi. Vegetasi sangat berguna dalam memproduksi
Universitas Sumatera Utara
23
oksigen yang diperlukan manusia untuk proses respirasi (pernafasan), serta untuk mengurangi keberadaan gas karbon dioksida yang semakin banyak di udara akibat kendaraan bermotor dan industri (Zoer’aini, 1994). Satu komponen yang penting dalam konsep tata ruang adalah menetapkan vegetasi dan mengaktifkan jalur hijau dan hutan kota, baik yang akan direncanakan maupun yang sudah ada namun kurang berfungsi. Selain itu jenis pohon yang ditanam perlu menjadi pertimbangan, karena setiap jenis tanaman mempunyai kemampuan menyerap yang berbeda-beda (Tinambunan, 1994). Penyerapan karbon dioksida oleh hutan kota dengan jumlah 10.000 pohon berumur 16-20 tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun. Penanaman pohon menghasilkan absorbsi karbon dioksida dari udara dan penyimpanan karbon, sampai karbon dilepaskan kembali akibat vegetasi tersebut busuk atau dibakar. Hal ini disebabkan karena pada hutan yang dikelola dan ditanam akan menyebabkan terjadinya penyerapan karbon dari atmosfir, kemudian sebagian kecil biomassanya dipanen dan atau masuk dalam kondisi masak tebang atau mengalami pembusukan (Tinambunan, 1994). Untuk mengetahui seberapa besar emisi karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas kota, maka dilakukan pendekatan penghitungan emisi karbon dioksida. Faktor emisi adalah nilai yang digunakan untuk mendapatkan berat karbon dioksida berdasarkan besaran-besaran yang dinilai, misalnya premium dan solar. Faktor emisi untuk perhitungan karbon dioksida dalam penelitian ini diperoleh melalui studi literatur. Faktor emisi disajikan pada Tabel 1 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
24 Tabel 1. Faktor Emisi untuk Bahan Bakar
Bahan Bakar Cair Bensin Solar
gram CO2/gallon 8,9 10,1
gram CO2/liter 2,3 2,7
Sumber : World Recources Institute (WRI) and World business council for Sustainable Development (WBCSD, 2001)
2.5. Penghijauan Kota sebagai Program Kerja Pemerintah Kota/Pengelola Kota Penghijauan kota seharusnya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan kota sehingga pemerintah daerah mesti memiliki program tersendiri. Pelaksanaan program tesebut dilakukan oleh suatu badan pemerintah yang ditunjuk khusus, dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam perencanaan , pelaksanaan, dan perawatan baik berupa pembuatan taman kota, penanaman pohon pelindung di jalur hijau, penanaman
tanaman
pot
di
tengah
kota,
serta
aneka
kegiatan lainnya
(Nazaruddin,1996). Pemerintah daerah umumnya memiliki dinas pertamanan untuk mengatur kegiatan penghijauan kota. Tugas pokok yang harus dilakukannya di antaranya ialah membangun, menata, serta memelihara dan mengamankan taman-taman, jalur hijau, dan tata hias kota. Selain itu, dinas pertamanan wajib melakukan bimbingan kepada masyarakat dalam bidang pertamanan dan keindahan kota agar terwujud kota yang indah, teduh, sehat dan terencana baik. Selain dinas pertamanan, bisa saja pemerintah daerah melimpahkan tanggung jawab pelaksanaan penghijauan kota kepada bagian pemeliharaan keindahan dan kebersihan kota, dinas pekerjaan umum, dinas pertanian, dinas kehutanan, ataupun instansi lain yang ditunjuk. Hal ini ditentukan berdasarkan situasi dan kondisi daerah tersebut. Bahkan jika memungkinkan, pelaksanaan penghijauan dilakukan oleh beberapa instansi terkait sekaligus. Universitas Sumatera Utara
25
Tanggung jawab dinas pertamanan atau instansi yang ditunjuk sebagai pelaksana penghijauan kota di antaranya : a. melaksanakan penghijauan kota dan membangun taman beserta kelengkapan, b. membuat
perencanaan,
malaksanakan,
mengawasi,
dan
mengendalikan
pembangunan fisik pertamanan dan keindahan kota, c. meneliti dan mengembangkan pola umum pertamanan dan keindahan, d. memelihara dan mengamankan jalur hijau, taman-taman, serta kelengkapan lainnya dari usaha pengrusakan, e. menyelenggarakan kegiatan yang berhubungan dengan ketertiban taman dan jalur hijau, f. mengusahakan pembibitan dan pengadaan tanaman untuk penghijauan kota, dan g. membimbing, membina, serta mengadakan penyuluhan bidang pertanaman kepada masyarakat.
2.6. Metodologi Sistem Dinamis M odel merupakan representasi dari sistem nyata, suatu model dikatakan baik bila perilaku model tersebut dapat menyerupai sistem sebenarnya dengan syarat tidak melanggar prinsip-prinsip berfikir sistem. Dalam membangun suatu model sangat dipengaruhi oleh subjektivitas seseorang atau organisasi, maka perlu adanya penyempurnaan yang dilakukan secara terus-menerus dengan menggali informasi dan potensi yang relevan (Muhammadi et al. 2001).
Universitas Sumatera Utara
26
M enurut Nasution (2001), model sistem dinamis dapat dibangun dengan bantuan diagram-diagram yang tersedia untuk membantu pengertian atas struktur permasalahan yang terjadi. Diagram-diagram ini digunakan untuk merepresentasikan aliran struktur dan struktur umpan balik sebab akibat dari sistem. Salah satu pendekatan pemodelan yang telah mempertimbangkan system thinking dan prinsip pembuatan model dinamik adalah metodologi sistem dinamis. Metode ini telah dan sedang berkembang sejak diperkenalkan pertama kali oleh Jaw W. Forrester pada tahun 1958. M enurut Sushil (1993), metodologi sistem dinamis dibangun atas tiga latar belakang disiplin, yaitu manajemen tradisional, teori umpan balik atau cybernetics, dan simulasi komputer. Prinsip dan Konsep dari ketiga disiplin ini dipadukan dalam sebuah metodologi untuk memecahkan permasalahan manajerial secara holistik, menghilangkan kelemahan dari masing-masing disiplin, dan menggunakan kekuatana setiap disiplin untuk membentuk sinergi. Akar dari metodologi sistem dinamis dan input yang diberikan terhadap model sistem dinamis dapat dilihat dalam gambar 2 berikut : Pe mikira n Ma nusia
Manajemen Tradisional atas Sistem Sosial
- Informasi - Pengalaman - Penilaian
Kom puter
Cybernetics
Prinsip Pemilihan
Prinsip Struktur
M odel
Simula si Komputer
Komputasi
Perilaku Dinamis dan Kebijakan Perbaikan
Gambar 2. Dasar Metodologi Sistem Dinamis (Sushil, 1993) Universitas Sumatera Utara
27
Manajemen Tradisional M anajemen tradisional adalah dunia nyata dari praktisi manajerial yang mengandalkan pengalaman dan penilaian dari para manajer. Dasar utama dari manajemen tradisional adalah basis data mental dan model mental dengan kekuatan utama pada kekayaan atas informasi kualitatif yang didapat dari pengamatan langsung dan pengalaman (Sushil, 1993). Cybernetics Cybernetics adalah ilmu mengenai komunikasi dan kontrol yang didasari oleh umpan balik. Kekayaan informasi yang terkandung dalam basis data mental tidak dapat digunakan secara efektif tanpa adanya prinsip tentang pemilihan informasi yang relevan dan prinsip tentang strukturisasi informasi. Dengan adanya cybernetics maka informasi yang ada dapat difiltrasi dan dihubungkan satu sama lain untuk membentuk struktur kausal dan umpan balik dalam sistem (Sushil, 1993). Simulasi Komputer Simulasi
komputer digunakan untuk mempelajari
konsekuensi
yang
dihasilkan oleh perilaku dinamis dari suatu sistem. Perkembangan yang amat pesat dalam dunia simulasi komputer membuat simulasi dari konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku dinamis ini dapat dilakukan dengan biaya yang rendah. Simulasi komputer memberikan sumbangan besar dalam perancangan kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan dalam suatu sistem dengan kemampuan untuk memberikan konsekuensi yang akan ditimbulkan atas setiap kebijakan tersebut (Sushil, 1993).
Universitas Sumatera Utara
28
2.7. Sistem dan Berpikir Sistem M enurut Muhammadi et al. (2001), sistem adalah keseluruhan inter-aksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Sedangkan menurut Forrester (1961), sistem adalah sekelompok komponen yang beroperasi secara bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu. Keadaan sistem, selain dipengaruhi oleh perubahan-perubahan dalam sistem juga dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di luar sistem. Lingkungan sistem digunakan sebagai istilah untuk menggambarkan suatu lingkungan di luar sistem, yang merupakan tempat bagi
terjadinya
perubahan-perubahan
yang dapat
mempengaruhi sistem. Syarat awal untuk memulai berpikir sistemik adalah adanya kesadaran untuk mengapresiasi dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem (systemic approach). Kejadian apapun baik fisik maupun non-fisik, dipikirkan sebagai unjuk kerja atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi antar unsur sistem dalam batas lingkungan tertentu (Susanty, 2002). M enurut Muhammadi et al. (2001), ada lima langkah yang dapat ditempuh untuk menghasilkan bangunan pemikiran (model) yang bersifat sistemik, yaitu : i)
Identifikasi proses
menghasilkan kejadian nyata yaitu mengungkapkan
pemikiran tentang prose nyata (actual transformation) yang menimbulkan kejadian nyata (actual state). ii)
Identifikasi kejadian yang diinginkan yaitu memikirkan kejadian yang seharusnya, yang diinginkan, yang dituju, yang ditargetkan ataupun yang direncanakan (desired state).
Universitas Sumatera Utara
29
i)
Identifikasi kesenjangan antara kenyataan dengan keinginan yaitu memikirkan tingkat kes enjangan antara kejadian aktual dengan seharusnya. Kesenjangan tersebut adalah masalah yang harus dipecahkan atau diselesaikan.
ii)
Identifikasi dinamika menutup kesenjangan antara kejadian nyata dengan kejadian yang diinginkan. Dinamika tersebut adalah aliran informasi tentang keputusan-keputusan yang telah bekerja dalam sistem.
iii) Analisis kebijakan yaitu menyusun alternatif tindakan atau keputusan (policy) yang akan diambil untuk mempengaruhi proses nyata (actual transformation) sebuah sistem dalam menciptakan kejadian nyata (actual stateI). Keputusan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kejadian yang diinginkan (desired state). M enurut Nasution (2001), suatu sistem dipelajari karena adanya kebutuhan untuk mengkaji hubungan antar berbagai komponen atau memprediksi performansi sistem terseut pada berbagai kondisi yang berbeda. Cara mempelajari suatu sistem dapat dilihat pada gambar 3.
Sistem
Eksperimen dengan Menggunakan Sistem Nyata
Eksperimen dengan Menggunakan Mod el Sistem
Model Fisik
Mo del Matematis
Solusi Analitis
Simulasi
Gambar 3. Cara Mempelajari Suatu Sistem
Universitas Sumatera Utara
30
2.8. Modeling (Pemodelan) Modeling (pemodelan) diartikan sebagai suatu gugus pembuatan model (Eriyatno, 2003). Pramudya (1989) mendefinisikan model adalah suatu abstraksi dari keadaan sesungguhnya atau merupakan pernyataan sistem nyata untuk memudahkan pengkajian suatu sistem. Sejalan dengan pernyataan tersebut Muahammadi, dkk. (2001) menyatakan bahwa model adalah suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses. Dalam pelaksanaan pendekatan sistem, pengembangan model merupakan hal yang sangat penting yang akan menentukan keberhasilan dalam mempelajari sistem secara keseluruhan. Disamping itu, pengembangan model diperlukan guna menemukan peubahpeubah penting dan tepat serta hubungan antar peubah dalam sistem yang dikaji. Menurut Winardi (1989), model adalah suatu gambaran abstrak dari sistem dunia nyata dalam hal-hal tertentu. Model tersebut memperlihatkan hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Suatu model yang baik akan menggambarkan dengan baik segi tertentu yang penting dari perilaku dunia nyata. Dalam membangun suatu model harus dimulai dari konsep yang paling sederhana dengan cara mendefinisikan permasalahan secara hati-hati serta menggunakan analisis sensitivitas untuk membantu menentukan rincian model. Selanjutnya untuk penyempurnaan dilakukan dengan menambahkan variabel secara gradual sehingga diperoleh model yang logis dan dapat merepresentasikan keadaan yang sebenarnya.
Universitas Sumatera Utara
31
M odel yang dibangun haruslah merupakan gambaran yang sahih dari sistem yang nyata, realistik dan informatif. Model yang tidak sahih akan memberikan hasil simulasi yang sangat menyimpang dari kenyataan yang ada, sehingga akan memberikan informasi yang tidak tepat. Model yang dianggap baik apabila model dapat menggambarkan semua hal yang penting dari dunia nyata dalam sistem tersebut (Winardi, 1989). Lebih lanjut Pramudya (1989) menyatakan bahwa ada empat keuntungan penggunaan model dalam penelitian dengan menggunakan pendekatan sistem yaitu: (1)
memungkinkan melakukan penelitian yang bersifat lintas sektoral dengan ruang lingkup yang luas,
(2)
dapat
melakukan
eksperimentasi
terhadap
sistem
tanpa
mengganggu
(memberikan perlakuan) tertentu terhadap sistem, (3)
mampu menentukan tujuan aktivitas pengelolaan dan perbaikan terhadap sistem yang diteliti, dan
(4)
dapat dipakai untuk menduga (meramal) perilaku dan keadaan sistem pada masa yang akan datang. Penggunaan model sistem dinamis merupakan salah satu cara untuk
menyelesaikan masalah yang kompleks dalam pendekatan sistem (Winardi, 1989; Muhammadi et al. 2001). Langkah pertama dalam menyusun model sistem dinamis adalah menentukan struktur model yang akan memberikan bentuk dan sekaligus memberi ciri yang mempengaruhi perilaku sistem. Perilaku sistem tersebut dibentuk oleh kombinasi perilaku simpal causal-loop (sebab-akibat) yang menyusun struktur
Universitas Sumatera Utara
32
model. Semua perilaku model dapat disederhanakan menjadi struktur dasar yaitu mekanisme dari masukan, proses, keluaran, dan umpan balik. Mekanisme tersebut akan berkerja menurut perubahan waktu atau bersifat dinamis yang dapat diamati perilakunya dalam bentuk unjuk kerja (level) dari suatu model sistem dinamis. M enurut
Muhammadi
et
al.
(2001) dan
Eriyatno
(2003),
model
dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu: (1)
model ikonik (model fisik) yaitu model yang mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang ditirukan, meskipun skalanya dapat diperbesar atau diperkecil,
(2)
model analog (model diagramatik) yaitu model suatu proses atau sifat, model ini sifatnya lebih sederhana dan sering dipakai pada situasi khusus, seperti pada proses pengendalian mutu industri, dan
(3)
model simbolik (model matematik) yaitu model yang menggunakan simbolsimbol matematika. Untuk memahami struktur dan perilaku sistem, yang membantu dalam
pembentukan model dinamik kuantitatif digunakan causal-loop diagram (diagram lingkar sebab-akibat) dan flow chart diagram (diagram alir). Pada sistem dinamis, diagram sebab akibat ini digunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir yang akan disimulasikan dengan menggunakan program
powersim. Program
ini
memberikan gambaran tentang perilaku sistem, sehingga dengan simulasi dapat ditentukan alternatif terbaik dari sistem yang dibangun.
Universitas Sumatera Utara
33
Kinerja pada model dinamis ditentukan oleh kekhususan dan struktur dari model yang dibangun. Melalui simulasi akan didapatkan perilaku dari suatu gejala atau proses yang terjadi dalam sistem yang dikaji, sehingga dapat dilakukan analisis dan peramalan perilaku dari gejala atau proses tersebut di masa depan. Empat tahapan dalam melakukan simulasi model (Muhammadi et al. 2001), yaitu: (a) Penyusunan konsep, pada tahap ini dilakukan identifikasi unsur-unsur yang berperan dalam menimbulkan gejala atau proses. Dari unsur-unsur dan keterkaitannya dapat disusun gagasan atau konsep mengenai gejala (proses) yang akan disimulasikan, (b) Pembuatan model, gagasan atau konsep yang dihasilkan pada tahap pertama selanjutnya dirumuskan sebagai model yang berbentuk uraian, gambar atau rumus, (c) Simulasi model; pada model kuantitatif, simulasi dilakukan dengan memasukkan data ke dalam model, sedangkan pada model kualitatif, simulasi dilakukan dengan menelusuri dan melakukan analisis hubungan sebab akibat antar variabel dengan memasukkan data atau informasi yang dikumpulkan untuk memahami perilaku gejala atau proses model, (d) Validasi hasil simulasi; validasi bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil simulasi dengan gejala atau proses yang ditirukan. Model dapat dinyatakan baik jika kesalahan atau simpangan hasil simulasi terhadap gejala atau proses yang terjadi di dunia nyata relatif kecil.
Universitas Sumatera Utara
34
Dalam studi ekologi, model adalah formulasi yang memberikan gambaran mengenai keadaan sebenarnya (real world situation). Populasi berubah-ubah sepanjang waktu, maka dengan adanya model dimungkinkan untuk mengadakan ramalan-ramalan mengenai keadaan populasi yang bersangkutan untuk waktu-waktu tertentu (Tarumingkeng, 1994).
2.9. Variabel dalam Model Sistem Dinamis Dalam pemodelan dengan menggunakan metode sistem dinamis terdapat tiga jenis variabel yang digunakan, yaitu level, rate dan auxiliary, ketiga jenis variabel ini dan aliran yang terjadi antar variabel dapat dilihat dalam gambar 4.
Variabel
Level
Rate
Auxiliary
Aliran Fisik : Aliran Informasi :
Gambar 4. Jenis Variabel dalam Model Sistem Dinamis (Sushil, 1993)
Universitas Sumatera Utara
35
Variabel Level Variabel level merepresentasikan akumulasi atau integrasi suatu aliran dari waktu ke waktu. Dalam sistem nyata pada dasarnya terdapat dua jenis level bergantung pada jenis subsistem yang terlibat, subsistem fisik atau subsistem informasi. Subsistem fisik berkaitan dengan aliran sumber-sumber fisik. Jika aliranaliran ini diakumulasikan maka akan merepresentasikan level fisik. Level fisik ini dipengaruhi oleh aliran masuk rate dan atau aliran keluar rate. Subsistem informasi berkaitan dengan aliran informasi dalam sistem yang menghubungkan entitas-entitas fisik. Jika suatu rate fisik dirata-ratakan menurut waktu maka ini akan merepresentasikan level informasi. Variabel Rate Variabel rate dalam sistem pada dasarnya adalah variabel keputusan yang diatur oleh satu atau lebih struktur kebijakan. Rate akan menentukan aliran masuk/keluar baik dari/menuju suatu level. Keputusan yang diambil adalah menentukan besar pengaruh rate dalam suatu waktu terhadap level dan informasi tentang sistem. Rate tidak dapat diukur secara langsung pada suatu titik waktu melainkan diukur oleh kebijakan yang diterjemahkan dalam bentuk aliran-aliran informasi yang mempengaruhi variabel rate tersebut. Selanjutnya variabel rate pada dasarnya diatur secara endogen oleh variabel level atau secara eksogen sebagai konstanta atau fungsi.
Universitas Sumatera Utara
36
Variabel Auxiliary Variabel auxiliary hanya merupakan variabel pelengkap secara teoritis, yang merepresentasikan suatu struktur kebijakan secara lebih baik dan jelas. Jika variabel auxiliary dihilangkan maka rincian dari struktur kebijakan tidak dapat tergambar dalam model.
Universitas Sumatera Utara