II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Iklim Mikro Hutan Pengamatan terhadap karakterisitk iklim mikro meliputi pengukuran terhadap unsur atau variabel pembentuk iklim mikro hutan. Faktor iklim dalam kanopi sangat dipengaruhi oleh karakteristik kanopi itu sendiri. Keadaan iklim mikro kanopi terdiri dari radiasi surya, curah hujan, suhu udara, kelembaban nisbi dan gerak angin. 2.1.1 Radiasi Surya Permukaan matahari dengan suhu sekitar 6000 K akan memancarkan radiasi sebesar 73,5 juta W/m2. Radiasi yang sampai di puncak atmosfer rata-rata 1360 W/m2, hanya sekitar 50 % saja yang diserap oleh permukaan bumi, 20 % diserap oleh air dan partikel-partikel atmosfer, sedangkan 30 % dipantulkan oleh permukaan bumi, awan dan atmosfer (Handoko 1993). Energi matahari yang jatuh pada permukaan bumi berbentuk gelombang elektromagnetik yang merambat dengan kecepatan cahaya. Panjang gelombang radiasi matahari berbentuk spektrum elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang mulai dari satuan Angstrom sampai ratusan meter. Spektrum matahari biasanya dibagi menjadi beberapa nilai panjang gelombang seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1
Penggolongan radiasi matahari menurut panjang gelombang. Panjang gelombang Jenis radiasi < 0.001 µm Sinar x dan γ 0.001 µm - 0.200 µm Ultraviolet jauh 0.200 µm - 0.315 µm Ultraviolet menengah 0.315 µm - 0.380 µm Ultraviolet dekat 0.380 µm - 0.720 µm Cahaya tampak 0.720 µm - 1.5 µm Inframerah dekat 1.5 µm - 5.6 µm Inframerah menengah 5.6 µm - 1000 µm Inframerah jauh > 1000 µm Gel. Mikro dan radio Sumber : Tjasyono 1999. hlm 59 Energi matahari disebarkan dan disimpan dalam bentuk termal, mekanikal atau kimia, energi gelombang pendek (matahari) dan energi gelombang panjang (terestrial/bumi). Beberapa faktor yang menentukan besarnya radiasi yang datang adalah tingkat keawanan, tinggi matahari dan kondisi atmosfer. Tingkat keawanan dan tinggi matahari (atau sudut datang matahari) merupakan faktor utama yang menentukan variasi besarnya radiasi yang datang di bumi (Kondratyev 1969)
2.1.2 Radiasi Netto Radiasi netto merupakan selisih antara energi radiasi yang diserap (diabsopsi) dan yang dipancarkan oleh permukaan bawah, oleh atmosfer atau oleh sistem bumi-atmosfer (Kondratyev 1969). Pemanasan atmosfer terjadi terutama ditentukan oleh jumlah radiasi yang diterima oleh permukaan dan respon permukaan terhadap radiasi yang diterima. Radiasi netto dari suatu permukaan terdiri dari radiasi langsung (direct) dan radiasi baur (diffuse) serta dari pancaran atmosfer yang diserap dan ditahan oleh suatu permukaan setelah kehilangan panas akibat emisi termal dari permukaan itu. Persamaan neraca energi bumi secara umum dapat dituliskan sebagai berikut. Rn = Rs↓ - Rs↑ + Rl↓ - Rl↑........................ (1) dengan : Rn : Radiasi netto Rs↓ : Radiasi gelombang pendek datang Rs↑ : Radiasi gelombang pendek meninggalkan bumi Rl↓ : Radiasi gelombang panjang datang Rl↑ : Radiasi gelombang panjang meninggalkan bumi
yang yang yang yang
2.1.3 Curah Hujan Presipitasi didefinisikan sebagai bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi (Tjasyono 1999). Dalam kanopi hutan, hujan akan mengalami penyerapan hujan yang disebut intersepsi. Intersepsi sangat dipengaruhi oleh karakteristik kanopi hutan. Pengukuran curah hujan untuk hutan alam dilakukan dengan menghitung curah hujan sebelum terjadinya intersepsi oleh kanopi hutan. 2.1.4 Suhu Suhu merupakan energi kinetik rata-rata molekul-molekul udara suatu sistem tertentu. Pengukuran suhu diperlukan untuk mengetahui hubungan antara sumber energi dan pengaruhnya terhadap sistem tersebut. Profil suhu sangat diperlukan untuk mengetahui kondisi secara diurnal pada suatu permukaan. Pengukuran suhu dalam pengamatan iklim mikro hutan adalah pengukuran suhu udara dan suhu tanah. Suhu udara yang terukur merupakan suhu puncak kanopi, suhu dari atmosfer dan suhu dari dalam kanopi.
2
2.1.5 Angin Angin ialah gerak udara yang sejajar mukaan bumi. Angin diseebabkan dengan perm oleh perbeedaan tekanaan atmosfer antara tempat yangg satu dengaan tempat yanng lain. Udara bergeerak dari temppat yang mem mpunyai tekanan tingggi ke tempaat bertekanan rendah. Angin merrupakan besaaran vektor sehingga dinyatakan dalam arah dan laju. Keecepatan m angin dinyyatakan dalaam satuan m/detik, km/jam, mil/jam m atau knot. Penggukuran terhadap angin m meliputi parameter pengukuran kecepatan anngin dan arah angin. a 2.1.6 Kelem mbaban Udaraa Udara merupakan caampuran antarra udara kering dan uap air. Salah satu caraa untuk menyatakann jumlah air dii udara adalahh dengan menentukann kelembabann. Kelembabaan nisbi (RH) meruppakan perbanddingan antaraa nisbah percampurann (r) dengann nilai jenuhnnya (rs) dan dinyatakkan dalam perrsen (%). .............. (2) p Dengan : r : Nisbah percampuran (mixing ratio) rss : Nisbah peercampuran jeenuh e : Tekanan uap u parsial ess : Tekanan uap u jenuh 2.2 Interaksi Cahaya (Radiasi Maatahari) n Kanopi Tan naman dengan Cahayaa matahari ataau radiasi geloombang pendek meerupakan sum mber energi utama untuk tumbuh-tumbuhan. Radiasi geloombang panjang juga merupakan faktor pentingg dalam keseimbangan energi di siang hari. Radiasi mponen gelombang panjang meerupakan kom utama keseimbangan enerrgi di malam hari. Di mpunyai dalam kanoopi tanaman, radiasi mem peran pennting dalam m pemanasann dan fotosintesis. Selain itu, radiasi r juga berperan b penting daalam proses pertumbuhaan dan perkembanggan tanaman. Transfe fer radiasi dallam kanopi tanaman t merupakan hal yang sanngat rumit. Terdapat T b penyeerapan, pemantulan, sejumlah besar transmisi daan emisi radiaasi internal di d dalam kanopi. 2.2.1 Cahayya dan PAR Cahayaa matahari memiliki sppektrum yang sangat luas. PAR ataau Photosynthhetically Active Radiaation adalah salah s satu baggian dari spektrum radiasi r matahhari yang teermasuk dalam cahayya tampak (3000-800 nm ). Dengan adanya PAR R ini tanamaan tampak berwarna hijau bagii manusia karena pem mantulan
terbesar padaa spektrum siinar berwarnaa hijau (550 nm). a.
Cahayaa Cahaya merupakan faktor yang sangat penting bagi tanaman. Cahhaya tampak (visible ( man karena sangat light) penting bagi tanam berkaitan eraat dengan flukks fotosintesiss (400700 nm). Cahhaya dengan panjang gelom mbang selain fluks fotosintesis jjuga penting untuk h jauh tanaman. Miisalnya cahayya inframerah (far-red lighht, 700-800 nnm) mempen ngaruhi morfogenesiss. Selain ituu, sinar ultraaviolet dapat membahayakan tannaman (Tang g 1997 P 1997). diacu dalam Prasad Incident PAR Incidentt PAR adalaah sejumlah PAR yang datang pada puncakk atmosfer. Jumlah J PAR yang beerada di puncaak kanopi bervariasi tergantung lettak lintang daan topografi, variasi v diurnal akibbat perbedaan sudut datang matahari, variasi v penuttupan awan n dan gangguan atm mosfer. b.
Interceppted PAR (IPAR), abssorbed PAR (A APAR), dan n Fractional PAR (fPAR) adalah Interceppted PAR (IPAR) sejumlah PA AR yang ditanngkap oleh lapisan l kanopi sebaggai incident PAR pada kanopi k yang terus menembus m lappisan kanopi hingga h ke tanah. Absorbed A PAR R (APAR) adalah jumlah j PA AR yang kanopi k diserap sesungguhnyaa setelah ddikurangi Refflected PAR. Fracttional PAR (fPAR) meembagi incident PAR R ke dalam iintercepted (ffIPAR) atau absorbeed (fAPAR) c.
Instantaaneous fAPA AR, average daily fAPAR dan integrateed APAR Penyeraapan PAR oleeh kanopi tan naman yang terjadi pada proses sesaat atau proses yang berlanngsung cepaat dengan variasi bergantung hari dan secara mu usiman bergantung taahun. d.
2.2.2 Emisi p ddi permukaan n bumi Setiap permukaan akan mengem misikan atau m memantulkan radiasi yang diterim manya. Berrdasarkan Hukum H Planck, setiaap objek akkan mengem misikan radiasi elekttromagnet jiika permukaaannya memiliki suhuu diatas suhu absolut yaitu 0 K 2.2.3 Distribu usi cahaya daalam kanopi Cahaya dalam kannopi tanaman n akan p (aabsorpsi), pen nerusan mengalami penyerapan (transmisi) dan d pemantullan (refleksi). Pola penyerapan, penerusan dan pemaantulan mukaan cahaya untukk kebanyakann suatu perm
3
daun hijau dibedakan dalam tiga wilayah panjang gelombang, yaitu tampak ( 300-800 nm), Inframerah dekat (800-1500 nm) dan inframerah menengah (> 1500) (Lihat Tabel 2.1). Pembagian energi cahaya dalam penyerapan, penerusan dan pemantulan tergantung pada: 1. Struktur bagian dalam daun (kanopi) 2. Sifat permukaan daun (kanopi), termasuk didalamnya adalah kekasaran permukaan daun dan sifat daun. 3. Morfologi dan fisiologi daun. Sifat optis daun sangat diperlukan khususnya dalam interpretasi pemrosesan data penginderaan jauh (Nilson 1991;Vogelmann 1994 dalam Tang 1997 diacu dalam Prasad 1997). 2.2.4 Intersepsi Radiasi Incident PAR yang terjadi pada puncak kanopi dapat ditentukan dengan menentukan profil radiasi di dalam kanopi tanaman yang terpengaruh oleh struktur kanopi. Karakteristik radiasi ini bergantung pada berbagai macam sifat kanopi dan permukaan dasarnya. Pada level tertentu di dalam sebuah kanopi, radiasi matahari yang datang (radiasi langsung dan radiasi baur) sangat bergantung pada sifat horizontal. Hal ini disebabkan karena adanya sunfleck (bintik cahaya) dan bayangan pada wilayah peralihan yang disebut dengan penumbra antara dua lapisan kanopi. a.
Absorpsi Tanaman melakukan proses absorpsi atau penyerapan dan perubahan energi pada pigmen-pigmen khusus yang kompleks. Pigmen-pigmen ini berada di daerah hydrophobic pada membran fotosintesis (Boardman et al. 1978 ; Thomber et al. 1979 diacu dalam Foyer 1984). Penyerapan cahaya oleh daun sangat bervariasi bergantung pada karakteristik daun. Pada umumnya, sebuah daun dapat menyerap 60 - 80 % cahaya yang datang. Hampir semua UV diserap oleh kulit terluar dari lapisan epidermis pada daun. Penyerapan cahaya dilakukan oleh klorofil tanaman pada membran fotosintesis dibantu dengan pigmen klorofil-a dan pigmen klorofil-b. Setiap organisme yang melakukan fotosintesis, minimal memiliki satu jenis molekul klorofil. Tumbuhan tingkat tinggi mengandung klorofil-a dan klorofil-b. Klorofil ini mengandung membran fotosintesis yang mengabsorpsi dan mendorong penyaluran energi ke tempat berlangsungnya proses photochemistry (proses kimia dalam fotosintesis yang memerlukan cahaya).
Kegiatan ini disebut sebagai pemanenan energi cahaya Pemanenan cahaya ini melibatkan suatu sistem kompleks yang disebut antenna system. Sistem ini memiliki beberapa tipe pigmen pengabsorpsi cahaya. Setiap pigmen ini memiliki kemampuan mengabsorpsi cahaya secara maksimal pada panjang gelombang tertentu sehingga sistem ini mampu untuk menyerap semua jenis panjang gelombang yang dibutuhkan (Foyer 1984). Pada beberapa kondisi, fotosintesis tanaman dibatasi oleh kapasitas proses difusi, karena selang transisi cover memiliki selang yang besar dari intensitas radiasi dan karena beberapa daun dibuka untuk penjenuhan intensitas radiasi sepanjang hari. Jumlah dari pembuangan radiasi oleh pembukaan daun sampai penjenuhan intensitas cahaya adalah fungsi dari penyusunan daun, sudut surya dan intensitas radiasi. Menurut hukum Beer-Lambert penyerapan cahaya pada panjang gelombang tertentu oleh spesies-spesies tertentu dapat ditentukan menggunakan koefisien penyerapan yang disebut k. Koefisien k ini juga disebut sebagai koefisien pemadaman. Ketika kita menganggap sebuah cahaya monokromatik (cahaya dengan panjang gelombang tertentu) melewati suatu larutan yang berisi sebaran substansi pada sebuah larutan yang tidak terlarut, maka kuantitas dari cahaya (Aλ) akan terserap oleh substansi tersebut. Substansi ini memiliki kemampuan menyerap kuantitas cahaya bergantung pada kerapatannya (c). Selain substansi larutan, panjang bagian cahaya yang melewati larutan (b) tersebut juga akan mempengaruhi penyerapan kuantitas cahaya. ....................................... (3) Dengan Io adalah kerapatan cahaya dari cahaya yang datang dan I adalah kerapatan cahaya setelah melewati suatu halangan (larutan). Persamaan ini dikenal sebagai hukum Beer dan juga digunakan sebagai dasar hukum Beer-Lambert. Ketika sebuah sinar monokromatik Io melewati medium yang homogen, dapat diketahui nilai I berdasarkan persamaan sebelumnya yaitu : .............................................. (4) Penyerapan cahaya dalam kanopi tanaman terjadi secara eksponensial, bergantung pada jumlah total daun. Berdasarkan Monsi dan Saeki (1953) dalam
4
Tang diacu dalam Prasad (1997) terhadap modifikasi Hukum Beer-Lambert, rata-rata perubahan kerapatan energi cahaya (I) pada sebuah permukaan horizontal dibawah lapisan daun tertentu dapat diterangkan dengan : ........................................... (5) Io merupakan kerapatan cahaya pada lapisan puncak kanopi. k merupakan koefisien pemadaman yaitu parameter dari sifat daun. LAI (Leaf Area Index/Indeks Luas Daun) merupakan perbandingan antara luasan tajuk dengan luas pernukaan tanah. b.
Refleksi dan Transmisi Sinar tampak umumnya sedikit dipantulkan oleh daun, yaitu sekitar 6 hingga 10 % dari cahaya yang datang (Walter-shea dan Norman 1991 dalam Tang 1997 diacu dalam Prasad 1997). Beberapa jenis daun di daerah beriklim hangat dan pada hutan hujan tropis, pemantulan dapat terjadi mencapai 15 % pada sinar tampak. Terdapat nilai reflektansi tinggi pada panjang gelombang hijau (hingga 10-20 %). Sedangkan sinar UV sedikit dipantulkan oleh daun (3%). Pemantulan sinar inframerah (kira-kira sebesar 70 %) memberikan informasi penting terhadap keadaan dari daun atau kanopi tersebut. Transmisi pada daun tunggal sangat bervariasi dari < 3 % hingga mencapai 40 % dari cahaya yang datang. Daun yang lunak, lentur dan tipis memiliki transmisivitas yang lebih tinggi dibandingkan daun yang keras, kasar dan tebal. Namun, secara relatif sinar tampak sedikit ditransmisikan oleh daun hijau. Transmisi cahaya oleh daun mempunyai nilai yang kecil pada spektrum panjang gelombang hijau karena sebagian besar cahaya ini dipantulkan oleh daun. 2.3 Hubungan antara Penyerapan Radiasi dengan Indeks Vegetasi Fraksi penyerapan PAR oleh jaringan tanaman dalam suatu kanopi (fraction of Absorbed Photosynthetically Active Radiotion/fAPAR) tergantung dari luasan incident radiasi, struktur dan sifat optik kanopi, serta nilai reflektansi dari sifat latar belakang tanah (Myneni and Williams 1994). Perkiraan perhitungan fAPAR membutuhkan gabungan dari penyerapan spectral pada interval panjang gelombang 0.4 - 0.7 µm (Myneni et al. 1992 diacu dalam Myneni and Williams 1994). Masih menurut Myneni dan Williams (1994), pada kenyataannya minimal terdapat lima band dalam interval 0.4 - 0.7 µm
pada penyerapan oleh atmosfer kurang dari 10%. Rata-rata 90 % PAR yang diterima langsung oleh tanaman memilki tiga band 0.401-0.513 µm, 0.535-0.587 µm dan 0.5890.685 µm (dengan masing-masing berturutturut adalah 38%, 20% dan 32%). Kontribusi band-band ini pada fAPAR rata-rata adalah 0.35, 0.15 dan 0.36. Dengan tersedianya band ini, fAPAR yang terukur dapat merepresentasikan nilai 90% pada tanaman aslinya. Lebih lanjut ditambahkan oleh Myneni dan Williams (1994) bahwa fAPAR dapat mencapai 95 % sesuai aslinya apabila terdapat band 0.589-0.685 µm. Menurut mereka, hasil ini merupakan pengukuran terbaik pada perkiraan total fAPAR yang diserap oleh tanaman. Berdasarkan hubungan tersebut dapat diketahui bahwa penyerapan radiasi (fAPAR) dapat diukur berdasarkan nilai panjang gelombang yang dipancarkan oleh tanaman yaitu melalui suatu indeks vegetasi. Namun Myneni dan Williams (1994) menambahkan bahwa meskipun fAPAR secara fungsional berhubungan dengan nilai total indeks luas daun yang direpresentasikan melalui NDVI, untuk berbagai parameter (misal : nilai reflektansi tanah) pengaruhnya sangat berbeda. 2.4 Leaf Area Index (LAI) Pendugaan LAI dengan pendekatan hukum Beer-Lambert juga dikenal sebagai pendekatan optik. Pendekatan Beer-Lambert membandingkan intensitas radiasi surya pada dua ketinggian yang berbeda dan menunjukkan penetrasi di dalam tajuk tumbuhan yang merupakan fungsi ketinggian tajuk dan dinyatakan dalam akumulasi indeks luas daun. Menurut Monsi dan Saeki (1953) diacu dalam Rosenberg et al. (1983) Hukum BeerLambert mengasumsikan bahwa tajuk tumbuhan adalah homogen, semua radiasi yang datang langsung mengenai permukaan daun, langit dalam kondisi isotropik dan nilai koefisien pemadaman (k) adalah konstan. Asumsi tersebut memang sukar dipenuhi karena adanya sifat tajuk tumbuhan secara alamiah yang bersifat heterogen. Selain pendekatan secara optik menggunakan hukum Beer-Lambert, LAI dapat diduga dengan menggunakan citra satelit. Pendugaan LAI didasarkan pada pantulan dari kanopi vegetasi. Intensitas pantulan tergantung pada panjang gelombang yang digunakan dan tiga komponen vegetasi yaitu daun, substrat dan bayangan.
5
Gambar 2.1. Hubungan antara LAI dengan NDVI (Sumber : Twele et al. 2006)
Daun memantulkan secara lemah panjang gelombang biru dan merah. Namun, memantulkan secara kuat panjang gelombang inframerah dekat. LAI daun berhubungan negatif dengan pantulan merah, tetapi berhubungan positif dengan pantulan inframerah dekat. Rasio pantulan merah dengan inframerah dekat selanjutnya menunjukkan kenaikan LAI (Lo 1995) . Twele et al. (2006) mendapatkan hubungan eksponensial antara NDVI dengan LAI untuk tanaman hutan tropis (Tropical Forest) pada Taman Nasional Lore-Lindu seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Persamaan dari Twele et al. (2006) adalah LAI = -0,392 + 11,543NDVI dan NDVI dengan nilai R2 LAI 0,1812 , 0.777. Hubungan ini dapat digunakan karena hasil interpolasi antara NDVI dengan LAI yang telah dilakukan oleh Twele et al. (2006) tersebut menunjukkan korelasi yang sangat baik. Persamaan ini telah digunakan oleh June et al. (2006) untuk menghitung besarnya penyerapan radiasi dan CO2 di Taman Nasional Lore-Lindu. 2.5 Dasar Penginderaan Jauh Penginderaan jauh mempunyai kemampuan untuk menghasilkan data spasial yang susunan geometrinya mendekati keadaan sebenarnya dari permukaan bumi dalam jumlah yang banyak dan waktu yang cepat. 2.5.1 Satelit Quickbird Quickbird merupakan satelit pertama dari digital globe yang memberikan perekaman dengan resolusi yang tinggi. Quickbird dirancang dan dibangun oleh beberapa kontraktor ternama seperti Ball Aerospace and Technologies corp, Kodak dan Fokker space (www.digitalglobe.com)
Tabel 2.2 Karakteristik satelit Quickbird Karakteristik Keterangan Tanggal 18 Oktober 2001 Peluncuran Wahana Boeing Delta II Lokasi Vandenberg Air Force Base, California Ketinggian 450 km Orbit Inklinasi 97.2 derajat, sunsynchronous Kecepatan 7.1 km/second Ekuator 10:30 a.m. (descending node) Waktu edar 93.5 menit Waktu kembali 1-3.5 days depending on latitude (30o off-nadir) Lebar 16.5 km at nadir Akurasi metrik 23-meter horizontal (CE 90%) Digitization 11 bits Sumber : QuickBird Imagery Products, product Guide (2006) Satelit Quickbird didesain untuk pengamatan secara efisien dan akurat dalam skala yang luas. Satelit Quickbird mampu memperoleh 75 juta kubik kilometer data pencitraan setiap hari. Karakteristik pencitraan dari Quickbird terlihat pada rentang panjang gelombang dengan resolusi tertentu. Tabel 2.3 Deskripsi band citra Quickbird Wavelength Region Resolusi Band (µm) (m) 1 0.45-0.52 (blue) 4 2 0.52-0.60 (green) 4 3 0.63-0.69 (red) 4 4 0.76-0.89 (near-IR) 4 Pan 0.45-0.90 (PAN) 1 chromatic Sumber : www.digitalglobe.com Peluncuran satelit Quickbird pertama diawali pada bulan November 2000 dan gagal diluncurkan. Kemudian Quickbird 2 berhasil diluncurkan pada 18 Oktober 2001 yang dibawa oleh Delta II di Vandenberg Air Force Base, California. Sensor yang dimiliki satelit ini adalah sensor panchromatic dan multispectral. Quickbird 2 mempunyai mempunyai orbit sepanjang 600 km, sebuah kutub dan berbentuk sirkular serta lebar cakupannya seluas 22 km. Satelit ini mempunyai orbit sinkronis terhadap matahari (sun-synchronous). Lihat Tabel 2.2.
6
2.5.2 Indekss Vegetasi Normaalized Differennce Vegetativve Index (NDVI) memberikan m sebuah perhhitungan berdasarkann beberapa pita spektraal dari produk fottosintesis (juumlah bahan hijau) dalam sebuaah piksel darri citra satelit. NDVI merupakan metode yanng sering diggunakan manfaatkan data d spektral indeks untuk mem vegetasi (Sp Spectral Vegeetation Indexx (SVI)) dari penginnderaan jauhh. Pengukurran ini menilai tinggkat kehijauann vegetasi padda suatu area. Dibutuuhkan dua bannd untuk mennghitung indeks ini. Pertama addalah nilai pantulan p untuk spekttrum merah (rred) dan yangg kedua adalah nillai pantulann untuk sppektrum inframerah dekat (NIR). Perhitungann NDVI menurut Rouuse et.al (1974) adalah : ....................................... (6) NDVI bernilai anntara -1 hinngga 1, dengan niilai -1 beerarti menunnjukkan ketidakberaddaan vegetasi yang aktif melakukan dan niilai 1 fotosintesiss menunjukkaan tingkat veegetasi yang sangat aktif melakukan footosintesis. NDVI v memperlihatkan pola peertumbuhan vegetatif dari hijau mantap samppai berhenti dengan b fotoosintesis menunjukkaan jumlah biomassa yang aktif pada sebuahh permukaann. Citra seperti ini dapat menuunjukkan petta yang menunjukkaan tingkat keehijauan visuual dan bisa sangat berharga untuuk manajemeen lahan dan penelitiian untuk meenentukan perrubahan vegetasi seiring dengan waktu. w NDVII adalah perbedaan nilai-nilai n infraamerah (NIR) dan red (R) yang dapat dilihaat, dinormaliisasikan sejalan pantuulan (Burgan 1993). Nilai NDVI N positiff (+) terjadi apabila radiasi vegetasi lebbih banyak memantulkan m pada panjanng gelombanng inframerahh dekat dibanding pada p cahaya tampak. t Nilaii NDVI nol (0) terjaadi apabila pem mantulan enerrgi yang direkam olleh panjang gelombang cahaya tampak sam ma dengan geelombang infr framerah dekat. Hal ini sering terjadi pada daerah permukimann, tanah bera,, darat non vegetasi, v awan dan permukaan air. a Sedangkaan nilai NDVI negaatif (-) terjadii apabila perrmukaan awan, air daan salju lebih banyak b memaantulkan energi padda panjang gelombang cahaya tampak dibaandingkan padda inframerah dekat. Perhituungan nilai NDVI sangat dipengaruhi oleh beeberapa ganngguan, termasuk : k a atmosfer 1. Efek atmosfer, komposisi ma yang berhuubungan denggan uap (terutam air dan aerosol).
2. 3. 4.
5.
berpenngaruh terrhadap keawanann, penerimaaan citra yang diperoleh. Efek tannah, kondisi tanah yang lebih gelap keetika basah, nilai pantulannya terpengarruh oleh kanddungan air. mukaan Efek annisotropik, ssemua perm (alami maupun buatan maanusia) memantuulkan cahaya yang berbedaa pada arah yangg berbeda. Efek speektral, setiap sensor dari satelit mempunyyai karakteriistik dan perrforma yang berbbeda terhadapp pengukuran.
2.5.3 fAPAR dan NDVI ( Menurut Myneni dann Williams (1994), m sessuai dengan tu utupan nilai fAPAR meningkat permukaan, nilai n total indeeks luas daun n, nilai reflektansi dan d sudut puncak maatahari. Sedangkan nilai n fAPAR menurun dengan d peningkatan nilai refleektansi dan nilai un dan transmisi dauun, sudut jatuhh rata-rata dau kedalaman sifat fisis atmosfer. Dalam hubungannyaa, fAPAR ddan NDVI untuk puncak kanoopi memiliki nilai yang hampir h sama untuk kanopi k homoggen maupun kanopi k heterogen. Hal H ini juga menggamb barkan bahwa hubbungan fAP PAR dan NDVI bergantung pada heteerogenitas piksel. p Terdapat kessesuaian antaara NDVI puncak kanopi dengaan fAPAR tannpa memperh hatikan distribusi spaasial luas daaun dalam sebuah s piksel. 2.6 Tinjauaan Pustaka W Wilayah Penellitian Wilayahh pengamatann dalam pen nelitian ini berada dalam d kawasaan Taman Naasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah. Wilayah W pengamatan ini i termasuk ddalam wilayah h studi STORMA. MA (Stabilityy of Rain Forest STORM Margins) merupakan m kerjasama antara beberapa univversitas di Inddonesia yaitu Institut I Pertanian Bogor B (IPB) dan Univ versitas Tadulako (U UNTAD) denggan Georg-A AugustUniversity off Göttingen dan Universsity of Kassel. Selaain universittas tersebut, juga mendapat duukungan Balaai Taman Naasional Lore-Lindu dan d pihak Jerm man yang terdiiri dari Deutsche Forschungsgem F meinschaft (DFG), ( Federal Miniistry of Educaation and Ressearch (BMBF), sertta Federal Miinistry for Eco onomic Cooperation and Developm ment (BMZ). 2.6.1 Taman Nasional Lorre-Lindu Taman Nasional L Lore-Lindu teerletak k selaatan kota Pallu dan sekitar 60 kilometer terletak antarra 119°90’ - 120°16’ di sebelah s timur dan 1°8’ - 1°3’ ddi sebelah selatan. s Taman Nasioonal Lore-Linddu, ditunjuk sebagai
7
taman nasional oleh Menteri Kehutanan tahun 1993 dengan luas kurang lebih mencapai 229.000 ha. Secara administratif pemerintahan berada pada Kabupaten Donggala dan Kabupaten Poso, Propinsi dati I Sulawesi Tengah (http://www.lore-lindu.info). Taman Nasional Lore-Lindu merupakan kawasan datar, bergelombang, berbukit dan bergunung-gunung dengan kisaran ketinggian antara 500-2.600 mdpl. Puncak gunung tertinggi adalah Gn. Rorekatimbu dengan ketinggian kurang lebih 2.355 m dpl (http://id.wikipedia.org).
mempunyai iklim tropika basah dengan ratarata curah hujan kawasan ini adalah 138.0 – 166.5 mm/bulan dan curah hujan tahunan sekitar 2000 mm/tahun. Suhu udara rata-rata berkisar antara 17o - 22o C dengan kelembaban udara rata-rata 78-97 %. Rata-rata radiasi global (Rs) yang datang pada hutan adalah 17,7 MJ/m2/hari dengan albedo sekitar 10,7 % (Rauf 2009).
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian berlangsung pada bulan Mei 2008 di kawasan Taman Nasional Lore-Lindu, tepatnya di hutan Babahaleka, Desa Bariri Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah dan Laboratorium PPLHIPB serta Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA - IPB untuk analisis data.
Gambar 2.2 Menara Bariri Sumber : Dokumen pribadi
Penelitian dilakukan secara spesifik di hutan Babahaleka, Desa Bariri, Kecamatan Lore tengah, Kabupaten Poso. Kawasan ini berada pada elevasi sekitar 1400 m diatas permukaan laut. Sesuai dengan klasifikasi hutan berdasarkan elevasi (ENEP-CMC, 2004), hutan Babahaleka termasuk dalam kawasan lower montane forest (1200-1800 mdpl) (June et al. 2007). Lokasi ini memiliki menara bariri sebagai acuan untuk pengamatan. Menara bariri terletak pada daerah yang dapat mewakili lintang 1o39′-1o42′ S dan bujur 120o10′-120o12′ E. Karakteristik vegetasi pada hutan Babahaleka oleh Dietz J, Twele A dan Grote A (data tidak dipublikasikan) terdiri dari 88 spesies pohon per hektar. Diantaranya didominasi oleh spesies Castanopsis BL (29%), Canarium vulgare Leenh (18%) dan Ficus spec (9.5%). Lebih dari 550 pohon berdiameter setinggi dada (DBH) > 0.1 m ditemukan per hektar dalam jumlah yang lebih 10 kali lipat dibandingkan pohon kecil. Luas jangkauan wilayah 50 m2 per hektar. Pohon dengan BDH > 0.1 m, memiliki tinggi antara 12 sampai 36 m dengan rata-rata 21 m (June et al. 2007). 2.6.2 Karakteristik Iklim Hutan Babahaleka, Taman Nasional Lore-Lindu sebagai tempat penelitian
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian Sumber : Storma SubProject D6, http://www.storma.de
3.2 Alat dan Bahan Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian dan analisis data adalah data dari satelit dan data pengukuran.
Gambar 3.2 Li-Cor Quantum sensor sebagai sensor PAR Sumber : www.licor.com
Gambar 3.3 GPS (Global Positioning System) untuk mengetahui koordinat penelitian Sumber : Dokumen Pribadi
8