II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Wedang Uwuh
Wedang uwuh merupakan minuman khas Imogiri yang terbuat dari bahanbahan alami seperti rimpang jahe emprit yang dimemarkan, daun cengkeh kering, daun pala kering, daun kayumanis kering, dan gula jawa yang diseduh dengan air mendidih. Wedang uwuh mulai ditambahkan dengan kayu secang sebagai pemberi warna menarik dalam minuman tersebut oleh para pedagang disekitar komplek Makam Raja-Raja di Imogiri sejak tahun 2003. Begitu pula dengan berbagai macam bahan tambahan seperti daun sereh, kayu manis, cengkeh, dan kapulaga yang ditambahkan oleh para pedagang di luar daerah Imogiri, seperti di daerah kota Yogyakarta (Windarno, 2011). Wedang uwuh disajikan hangat atau panas yang memiliki rasa manis dan pedas serta beraroma harum. Rasa pedas dihasilkan dari jahe yang digunakan, rasa manis berasal dari penggunaan gula jawa sedangkan untuk aroma harum berasal dari dedaunan yang digunakan seperti daun pala, daun cengkeh dan daun kayu manis. Khasiat Wedang uwuh dipercaya dapat membantu menjaga kekebalan tubuh dari penyakit utamanya masuk angin serta dipercaya untuk memperlancar peredaran darah (Anonim., 2013). Rachmawati (2011) mengatakan bahwa fungsi beberapa bahan yang digunakan di dalam wedang uwuh yaitu antioksidan guna mencegah dan meminimalkan terjadinya penyakit degeneratif, menurunkan kolesterol, mencegah osteoporosis, anti diare, dan anti kanker.
5
Gambar 1. Wedang Uwuh
2.2
Bahan Wedang Uwuh
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan wedang uwuh adalah daun pala, daun cengkeh, daun kayu manis, gula jawa, dan jahe.
2.2.1
Daun Pala
Gambar 2. Daun Pala Pala (Myristica fragrans Houtt) adalah tanaman yang memiliki 200 species dan seluruhnya tersebar di daerah tropis. Dalam keadaan pertumbuhan yang normal, tanaman pala memiliki mahkota yang rindang, dengan tinggi batang 10 - 18 m. Mahkota pohonnya meruncing ke atas, dengan bagian paling atasnya agak bulat serta ditumbuhi daunan yang rapat.
6
Daun pala merupakan bagian dari tumbuhan pala yang termasuk dalam famili Myristicaceae. Daunnya berwarna hijau mengkilat, panjangnya 5 - 15 cm, lebar 3 - 7 cm dengan panjang tangkai daun 0,7 -1,5 cm (Departemen Pertanian, 1986). Daun pala memiliki kandungan kimia flavonoid, saponin dan polifenol di dalamnya, selain itu daun pala juga berfungsi sebagai antiaging (Ginting, 2013).
2.2.2
Daun Cengkeh
Daun cengkeh merupakan bagian dari tanaman cengkeh (Syzygium aromaticum L.) yang berwarna hijau berbentuk bulat telur memanjang dengan bagian ujung dan pangkalnya menyudut (Haditomo, 2010). Tanaman cengkeh mempunyai banyak kandungan kimia yang bersifat sebagai antimikroba, baik pada bagian batang, bunga dan daunnya. Daun cengkeh mengandung saponin, flavonoid dan tannin, disamping minyak atsiri yang bermanfaat sebagai bahan antimikroba, karena di dalamnya terdapat bahan aktif yang dapat mematikan atau menghambat pertumbuhan mikroba dan secara alami sudah terbukti. Daun cengkeh mengandung zat-zat minyak atsiri, kariofilin, gom, dan serat (Anonim., 2006).
Gambar 3. Daun Cengkeh
7
2.2.3
Daun Kayu Manis
Daun kayu manis (Cinnamomum burmanii) merupakan bagian dari tanaman kayu manis yang termasuk dalam famili Lauraceae dengan genus Cinnamomum dimana daun kayu manis duduknya bersilang atau dalam rangkaian spiral (Albert, 1985). Kayu manis mempunyai rasa pedas dan manis, berbau wangi, serta bersifat hangat. Kandungan bahan kimia pada kayu manis diantaranya, minyak atsiri eugenol, safrole, sinamaldehide, tannin, kalsium, oksalat, dammar, dan zat penyamak. Efek farmakologis yang dimiliki kayu manis diantaranya sebagai peluruh gas dalam perut, peluruh keringat, antirematik, penambah nafsu makan dan penghilang rasa sakit (Hariana, 2005).
Gambar 4. Daun Kayu Manis
2.2.4
Gula Jawa (gula merah)
Gula jawa atau gula merah merupakan bahan yang ditambahkan pada wedang uwuh yang berfungsi sebagai pemanis. Bahan utama pembuatan gula jawa ini adalah air nira dari pohon kelapa. Gula jawa setiap seratus gramnya mengandung 4 mg zat besi, 90 mg kalsium dan karoten serta laktoflavin (Rahmadianti, 2012). 8
Gambar 5. Gula merah 2.2.5
Jahe
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) mempunyai kegunaan yang cukup beragam, antara lain sebagai rempah, minyak atsiri, pemberi aroma, ataupun sebagai obat (Bartley dan Jacobs, 2000). Berdasarkan bentuk, warna dan ukuran rimpang, ada 3 jenis jahe yang dikenal, yaitu jahe putih (jahe besar) / jahe badak, jahe putih kecil / jahe emprit, dan jahe merah. Secara umum, ketiga jenis jahe tersebut mengandung pati, minyak atsiri, serat, sejumlah kecil protein, vitamin, mineral, dan enzim proteolitik yang disebut zingibain (Denyer et al., 1994). Komposisi kandungan kimia jahe segar dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Jahe Segar (tiap 100 gram bahan) Spesifikasi
Satuan
Protein G Lemak G Hidrat Arang G Kalsium Mg Fosfor Mg Besi Mg Vitamin A IU Vitamin B1 Mg Vitamin C Mg Bahan dapat dimakan persen Kalori Kkal Air Gr Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981)
Jumlah 1,5 1,0 10,1 21 39 1,6 30 0,02 4 97 51 86,2
9
2.2.5.1 Jahe Gajah
Varietas yang banyak ditanam masyarakat adalah jahe putih besar atau umum dikenal dengan jahe gajah/badak. Sesuai dengan namanya, jenis ini memiliki penampilan ukuran rimpang yang memang lebih besar dibanding jenis jahe yang lainnya, bobotnya berkisar antara 1-2 kg per rumpun. Struktur rimpangnya
besar
dan
berbuku-buku.
Bagian
dalam
rimpang
apabila
diiris/dipotong/dipatahkan akan terlihat berwarna putih kekuningan (Widiyanti, 2009). Tinggi rimpang dapat mencapai 6 – 12 cm dengan panjang antara 15 – 35 cm, dan diameter berkisar 8,47 – 8,50 cm. Jahe gajah beraroma tapi berasa kurang tajam. Jahe gajah baik dikonsumsi saat berumur muda maupun tua, baik sebagai jahe segar maupun olahan. Pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan dan minuman. Tabel 2. Komposisi kimia jahe gajah Spesifikasi Pati Minyak Atsiri Ekstrak yang larut dalam alkohol Sumber : Hernani dan Hayani (2001)
Jumlah 44,25 % 2,5 % 5,81 %
Gambar 6. Jahe Gajah
10
2.2.5.2 Jahe Emprit (jahe putih kecil)
Jahe putih kecil atau lebih dikenal dengan jahe emprit memiliki rimpang dengan bobot berkisar 0,5 – 0,7 kg per rumpun. Struktur rimpang jahe emprit, kecil-kecil dan berlapis. Daging rimpang berwarna putih kekuningan. Tinggi rimpangnya dapat mencapai 11 cm dengan panjang antara 6 – 30 cm, dan diameter antara 3,27 – 4,05 cm (Prayitno, 2002). Kandungan minyak atsiri jahe emprit lebih besar dari jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas. Jahe ini cocok untuk ramuan obat- obatan, atau diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya. Tabel 3. Komposisi kimia jahe emprit Spesifikasi Pati Minyak Atsiri Ekstrak yang larut dalam alkohol Sumber: Hernani dan Hayani (2001)
Jumlah 41,48 % 3,5 % 7,29 %
Gambar 7. Jahe Emprit
2.2.5.3 Jahe Merah
Jahe merah (Zingiber officinale Roxb. Var. rubrum) merupakan salah satu varietas dari tanaman jahe. Jahe merah sama seperti varietas jahe yang lain yaitu merupakan tanaman berbatang semu yang tumbuh tegak tidak bercabang dengan tinggi tanaman dapat mencapai 1,25 meter (Guzman dan Siemonsma, 1999). Pusat
11
Studi Biofarmaka (2004), menambahkan bahwa tanaman ini tersusun atas pelepah daun berbentuk bulat berwarna hijau pucat dengan warna pangkal batang kemerahan dan bentuk daun memanjang. Menurut Hernani dan Hayani, (2001) bahwa jahe merah mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan jenis jahe lainnya, terutama ditinjau dari segi kandungan senyawa kimia dalam rimpang dimana terdiri dari zat gingerol, oleoresin, dan minyak atsiri yang tinggi sehingga lebih banyak digunakan sebagai obat. Jahe merah tidak hanya dimanfaatkan bagian daging rimpangnya, tetapi juga kulit rimpangnya bisa dijadikan obat. Jahe merah berkhasiat dalam menyembuhkan berbagai jenis penyakit, misalnya untuk pencahar, penguat lambung, peluluh masuk angin, peluluh cacing penyebab penyakit, sakit encok, sakit pinggang, pencernaan kurang baik, radang setempat yang mengeluarkan nanah dan darah, radang tenggorokan, bengek, muntah-muntah dan nyeri otot, kurang daya penglihatan, kurang darah, sakit kusta, demam, perangsang syahwat, penyakit jantung dan lain-lainnya. Jahe merah juga merupakan bahan baku obat yang berfungsi menambah stamina, obat untuk nyeri otot, cacingan, sakit kepala dan untuk melawan gejala penyakit (Lentera, 2002). Tabel 4. Komposisi kimia jahe merah Spesifikasi Pati Minyak Atsiri Ekstrak yang larut dalam alkohol Sumber: Hernani dan Haryani (2001)
Jumlah 52,9 % 3,9 % 9,93 %
12
Gambar 8. Jahe Merah
2.3
Pengeringan
Pengeringan merupakan tindakan atau proses untuk mengurangi sebagian besar air yang terdapat dalam suatu bahan. Dimana pengeringan bertujuan agar bahan pangan tetap terjaga kualitasnya selama dalam proses penyimpanan sampai siap dikonsumsi dan untuk memenuhi syarat-syarat pengolahan lanjut pada bahan yang dikeringkan (Pamungkas, 2008). Pengeringan sangat berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan pada suatu bahan, hal itu disebabkan karena antioksidan tidak tahan terhadap panas atau suhu tinggi. Suhu dan waktu pengeringan sangat berperan penting dalam aktivitas antioksidan. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi dan waktu pengeringan yang terlalu lama dapat merusak antioksidan, sehingga suhu dan waktu pengeringan harus disesuaikan. Pengeringan yang dikenal di masyarakat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pengeringan alami dan pengeringan buatan. Masing-masing jenis pengeringan tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya.
13
2.3.1
Pengeringan Alami
Pengeringan alami adalah proses pengeringan suatu bahan dengan menggunakan matahari langsung sebagai media pengeringannya. Pengeringan alami memiliki kelebihan seperti tidak memerlukan biaya (langsung dari sinar matahari), tidak memerlukan peralatan yang mahal, tenaga kerja tidak memerlukan keahlian khusus. Kekurangan dari pengeringan alami yaitu, pengeringan ini tergantung oleh cuaca, jumlah panas matahari tidak tetap, kenaikan suhu tidak dapat diatur sehingga membutuhkan waktu pengeringan yang lama (tidak dapat ditentukan), dan mudah terkontaminasi akibat dari kebersihan yang sukar untuk diawasi (Anonim., 2010). Pengeringan bahan wedang uwuh membutuhkan waktu selama 7 hari.
2.3.2
Pengeringan Buatan
Pengeringan buatan adalah proses pengeringan suatu bahan dengan menggunakan alat contohnya oven. Penggunaan oven sebagai media untuk proses pengeringan sudah banyak dilakukan. Pengeringan dengan menggunakan oven memiliki kelebihan yaitu memungkinkan pengeringan dilakukan disembarang tempat tanpa terikat musim dan cuaca panas/hujan, luas areal yang dibutuhkan untuk pengeringan dapat dikurangi, misalnya dengan memperbanyak rak-rak pengering, serta pengaturan suhu dapat lebih mudah dilakukan sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik bahan selain itu pengeringan buatan lebih efisien waktu (lebih cepat) dan kebersihan dapat diawasi (Anonim., 2010).
14
Umumnya suhu pengeringan adalah antara 40˚C – 60˚C dan hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10% (Hernani, 2009). Protan Biopolimer menetapkan standar mutu untuk kadar air adalah ≤ 10% (Bastaman, 1989). Standar pengeringan terbaik untuk simplisia segala jenis daun yaitu pada suhu 50˚C, diatas angka itu enzim penting yang terdapat di dalam simplisia berkurang hingga rusak, jika suhu terlalu rendah simplisia sulit kering, dan pengeringan dilakukan hingga kadar air ≤ 10 % (Wiryowidagdo, 2011), dengan suhu 50˚C menghasilkan daun teh sirsak terbaik dalam waktu 150 menit (Astatin, 2014; Adri, 2013).
2.4
Antioksidan
Sebagian besar penyakit diawali oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan di dalam tubuh. Oksigen merupakan sesuatu yang paradoksial / penting dalam kehidupan. Molekul ini sangat dibutuhkan oleh organisme aerob karena memberikan energi pada proses metabolisme dan respirasi, namun pada kondisi tertentu keberadaannya dapat berimplikasi pada berbagai penyakit dan kondisi degeneratif seperti aging, kanker, dan lain-lain (Marx, 1985). Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya (Soeatmaji, 1998). Tingginya kadar radikal bebas dalam tubuh dapat ditunjukkan oleh rendahnya aktivitas enzim antioksidan dan tingginya kadar malondialdehid (MDA) dalam plasma (Zakaria et al., 2000; Winarsi et al., 2003).
15
Meningkatnya usia seseorang, sel-sel tubuh mengalami degenerasi, proses metabolisme terganggu dan respon imun juga menurun sehingga dapat memicu penyakit degeneratif. Oleh sebab itu, tubuh kita memerlukan suatu substansi penting, yakni antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dan meredam dampak negatifnya. Antioksidan dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan enzimatis dan antioksidan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis terdapat didalam tubuh, bekerja dengan cara mencegah terbentuknya senyawa radikal bebas baru. Sedangkan antioksidan non-enzimatis merupakan antioksidan yang dapat berupa senyawa nutrisi maupun non-nutrisi, dapat diperoleh dari asupan bahan makanan, seperti vitamin C, E, A, dan β – karoten. Glutation, asam urat, bilirubin, albumin, dan flavonoid
juga
termasuk,
dimana
senyawa-senyawa
tersebut
berfungsi
menangkap senyawa oksidan serta mencegah terjadinya reaksi berantai (Winarsi et al., 2003; Chen et al., 1990; Sichel et al., 1991). Antioksidan non-enzimatis yang banyak ditemukan di dalam sayuran, buah-buahan, biji-bijian, rempah-rempah serta kacang-kacangan, seringkali dilupakan oleh anak-anak generasi saat ini. Mereka lebih menyenangi produkproduk instant, oleh sebab itu banyak anak muda terkena berbagai penyakit degeneratif, diduga karena kurangnya mengonsumsi bahan makanan yang mengandung antioksidan. Wedang uwuh dalam hal ini diduga memiliki kandungan antioksidan didalamnya sehingga dapat dikonsumsi dan mengurangi dampak dari penyakit degeneratif tersebut.
16