II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Kemitraan 2.1.1 Pengertian kemitraan Kemitraan usahatani adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah atau besar (perusahaan mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar dengan memperhatikan prinsip saling menguntungkan (Sutawi, dalam Yuliani, 2004:11). Sedangkan menurut Wie (1992:3) mengatakan, kemitraan merupakan kerjasama usaha antara perusahaan besar atau menengah yang bergerak di sektor produksi barang-barang maupun di sektor jasa dengan industri kecil berdasarkan atas asas saling membutuhkan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Kemitraan usaha pertanian merupakan salah satu instrumen kerja sama yang mengacu pada terciptanya suasana keseimbangan, keselarasan, dan keterampilan yang didasari saling percaya antara perusahaan mitra dan kelompok melaui perwujudan sinergi kemitraan, yaitu terwujudnya hubungan yang saling membutuhkan, saling menguntungkan, dan saling memperkuat (Martodireso dkk, 2001:12). Kemitraan juga diartikan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan
bersama
dengan
prinsip
saling
membutuhkan
dan
saling
membesarkan. (Hafsah, 2000:43). Konsep formal kemitraan yang tercantum dalam undang-undang No. 9 Tahun 1995 menyatakan, kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan
8
9
usaha menengah atau dengan usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Konsep tersebut diperkuat pada peraturan pemerintah No. 44 Tahun 1997 yang menerangkan bahwa bentuk kemitraan yang ideal adalah saling memperkuat, saling menguntungkan, dan saling menghidupi (Sumardjono dkk, 2004:16-17). Menurut Pranadji (2003) dalam kemitraan agribisnis terdapat tiga pola yaitu sebagai berikut. a. Pola kemitraan tradisional, pola kemitraan ini terjadi antara pemilik modal atau peralatan produksi dengan petani penggarap, peternak atau nelayan . b. Pola kemitraan pemerintah, pola kemitraan ini cenderung pada pengembangan kemitraan secara vertikal, model umumnya adalah hubungan bapak-anak angkat yang pada agribisnisnya perkembangan dikenal sebagai perkebunan inti rakyat. c. Pola kemitraan pasar, pola ini berkembang dengan melibatkan petan sebagai pemilik aset tenaga kerja dan peralatan produksi dengan pemilik modal besar yang bergerak dibidang industri pengolah dan pemasar hasil. 2.1.2 Tujuan kemitraan Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan kemitraan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan kelompok usaha mandiri (Sumardjo, 2004) Menurut (Martodireso dan Widada, 2001 : 30) kemitraan usaha bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, kuantitas produksi, kualitas produksi, meningkatkan kualitas kelompok mitra, peningkatan usaha
10
dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mitra mandiri. Secara rinci (Hakim dalam Eka, 2014) mengatakan tujuan dari kemitraan yaitu: a. Tujuan dari aspek ekonomi Dalam kondisi yang ideal, tujuan utama yang ingin dicapai dalam melakukan kemitraan yaitu : -
Meningkatkan meningkatkan usahatani kecil dan masyrakat
-
Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan
-
Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan uasaha kecil
-
Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional
-
Memperluas kesempatan kerja
-
Meningkatkan ketahanan ekonomi nasioanal
b. Tujuan dari aspek sosial dan budaya Sebagai wujud tanggung jawab sosial dari pengusaha besar dapat diwujudkan melalui pemberian pembinaan dan pembimbingan kepada pengusaha kecil dapat tumbuh dan berkembang sebagai komponen ekonomi yang tangguh dan mandiri. Selain itu berkembangnya kemitraan diharapkan dapat menciptakan pemerataan pendapatan dan mencegah kesenjangan sosial. Dari segi pendekatan kultural, tujuan kemitraan adalah agar mitra usaha dapat menerima dan mengadaptasikan nilai-nilai baru dalam berusaha seperti perluasan wawasan, prakarsa dan kreativitas, berani mengambil resiko, etos kerja, kemampuan aspekaspek manajerial, bekerja atas dasar perencanaan dan berwawasan ke depan. c. Tujuan dari aspek teknologi
11
Usaha kecil mempunyai skala usaha yang kecil baik dari sisi modal, penggunaan tenaga kerja dan orientasi pasar. Selain itu, usaha juga bersifat pribadi atau perorangan sehingga kemampuan untuk mengadopsi teknologi dan menerapkan teknologi baru cenderung rendah. Dengan demikian, diharapkan dengan adanya kemitraan, pengusaha besar dapat membina dan membimbing petani untuk mengembangkan kemampuan teknologi produksi sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha. d. Tujuan dari aspek manajemen Pengusaha kecil selain memiliki tingkat teknologi yang rendah juga memiliki pemahaman manajemen usaha yang rendah. Dengan kemitraan usaha diharapkan pengusaha besar dapat membina pengusaha kecil untuk membenahi manajemen, meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan memantapkan organisasi usaha. 2.1.3 Pelaku kemitraan Pelaku kemitraan usaha dapat dikelompokan menjadi lima komponen, Yaitu penyedia dana (bank), kelompok (perusahaan) investor saprodi, koperasi primer, kelompok tani dan kelompok usaha penjamin pasar (Martodireso dan Widada, 2001:20-23). Untuk mencapai model kemitraan yang menguntungakan, yang perlu diperhatikan adalah pihak-pihak yang terlibat dengan peran masing-masing sebagai berikut. 1. Perusahaan penjamin pasar dan penyedia saprodi (benih, pupuk,organik, dan pestisida) 2. Investor alsintan seperti traktor, pompa air, drayer, dan pemipil.
12
3. Koperasi atau kelompok tani merupakan penyedia lahan pertanian dan tenaga kerja 4. Petani sebagai pemilik lahan sekaligus tenaga kerja. 2.1.4 Syarat-syarat dan jenis-jenis kemitraan Kemitraan usaha bukanlah penguasaan yang satu atas yang lain, khususnya yang besar atas yang kecil, melainkan menjamin kemandirian pihakpihak yang bermitra. Kemitraan usaha yang kita inginkan bukanlah kemitraan yang bebas nilai, melainkan kemitraan yang tetap dilandasi oleh tanggung jawab moral dan etika bisnis yang sehat, yang sesuai dengan demokrasi ekonomi. Adapun syarat-syarat kemitraan (Direktorat Pengembangan Usaha, 2002:20-21) adalah sebagai berikut: a. Perusahaan mitra harus memenuhi syarat: - Mempunyai itikad baik dalam membantu usaha kelompok mitra - Memiliki teknologi dan manajemen yang baik - Menyusun rencana kemitraan dan - Berbadan hukum. b. Kelompok mitra yang akan menjadi mitra usaha diutamakan telah dibina oleh pemerintah daerah. c. Perusahaan mitra dan kelompok mitra terlebih dahulu menandatangani perjanjian kemitraan. d. Isi perjanjian kerjasama menyangkut jangka waktu, hak dan kewajiban termasuk kewajiban melapor kemitraan kepada instansi pembina teknis di daerah, pembagian resiko penyelesaian bila terjadi perselisihan dan kepastian hukum bagi kedua belah pihak.
13
e. Kelompok mitra dapat memanfaatkan fasilitas kredit program dari pemerintah, sedangkan perusahaan mitra bertindak sebagai penjamin kredit bagi kelompok mitra. f. Perusahaan mitra dapat memanfaatkan kredit perbankan sesuai perundangundangan yang berlaku. g. Pembinaan oleh instansi Pembina teknis baik di pusat maupun daerah bersama perusahaan mitra untuk menyiapkan kelompok mitra agar siap dan mampu melakukan kemitraan. h. Pembinaan dilakukan dalam bentuk penelitian, pemecahan masalah sesuai dengan kebutuhan para pihak, pemberi konsultasi bisnis dan temu usaha. Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997, pola kemitraan dibagi kedalam lima jenis kelompok yaitu, inti plasma, subkontrak, dagang umum, keagenan, dan waralaba (Hafsah, 2000). 1. Kemitraan
inti-plasma,
merupakan
pola
hubungan
kemitraan
antara
petani/kelompok tani atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Pola inti plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan menengah atau besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasmanya dalam : - Memberi bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi. - Perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan. - Menyediakan sarana produksi. - Pemberian bantuan lainnya yang dperlukan bagi peningkatan efisiensi dan Produktivitas usaha.
14
2. Kemitraan sub-kontrak, merupakan hubungan kemitraan dimana kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. 3. Kemitraan dagang umum, merupakan hubungan kemitraan dimana kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra dan perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra. 4. Kemitraan keagenan, merupakan hubungan kemitraan dimana kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan produk usaha perusahaan mitra. 5. Kemitraan waralaba, merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai dengan bantuan bimbingan manajemen. 2.1.5 Tahap-tahap kemitraan Mewujudkan
kemitraan
usaha
diperlukan
tahapan-tahapan
agar
pelaksanaannya berjalan lancar. Tahap-tahap kemitraan usaha melibatkan berbagai pihak, mulai dari petani, perusahaan mitra, lembaga keuangan, dan instansi terkait atau pembina (Angsriawan, 2002: 3). Tahap-tahap kemitraan usaha yaitu : 1. Tahap persiapan, merupakan tahap dalam melakukan seleksi calon peserta atau petani, organisasi petani, pola kemitraan, calon perusahaan atau lembaga mitra, serta tata cara pelaksanaan mitra. 2. Tahap sosialisasi, merupakan tahap pemahaman tentang cara kemitraan serta saran dan tanggapan untuk penyempurnaan.
15
3. Tahap pelaksanaan, merupakan tahap untuk mengetahui hak dan kewajiban masing-masing pihak yang bermitra dan evaluasi keragaan usaha kemitraan. 2.1.6 Kelebihan dan kelemahan kemitraan Strategi kemitraan pada dasarnya memeiliki beberapa keuntungan yaitu : (1)
Sinergi terjadi berbagai penggabungan kekuatan-kekuatan dimasing-
masing perusahaan, (2) mempercepat sistem operasi, (3) resiko yang ditanggung secara bersama, (4) transfer teknologi di antara perusahaan, (5) memasuki pasar perusahaan lain tanpa perlu mengeluarkan banyak biaya untuk bersaing, (6) memperluas jangkauan pasar dengan saluran distribusi yang baru, dan (7) memudahkan penyesuaian terhadap perubahan teknologi baru karena adanya akses pasar yang semakin luas. Kelemahan dalam strategi kemitraan pada umumnya terjadi karena kesalahan manajemen. Adapun kelemahan dan kesulitan dalam kemitraan sering terjadi apabila perusahaan yang bersangkutan tidak memiliki perjanjian yang tegas dalam kerjasama ini, maka plasma akan mempergunakan apa yang akan dimiliki oleh perusahaan initi dengan seenaknya ( Baga, dalam Gutama, 2000:9). 2.2 Pengertian Manajemen Manajemen adalah suatu proses dalam mengatur dan memberikan arahan pekerjaan kepada orang-orang dalam suatu organisasi guna mencapai tujuan (John D. Millet, dalam Gowa, 2013). Adapun unsur-unsur dari manajemen yaitu sebagai berikut : 1. Perencanaan, adalah proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi kecendrungan dimasa yang akan datang dan penentuan
16
strategi dan taktik yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan organisai. 2. Pengorganisasian, adalah proses yang menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan yang tepat dan tangguh dan dapat memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi. 3. Pelaksanaan, adalah proses penerapan rencana-rencana kegiatan oleh masing-masing fungsi satu unsur dalam organisasi. Aspek yang terpenting dalam pada tahap pelaksanaan ini adalah aspek koordinasi dan monitoring. 4. Pengendalian, adalah proses yang dilakukan untuk memastikan seluruh rangkaian kegiatan yang telah direncanakan, diorganisasikan, dan dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan target yang diharapkan . 5. Efektivitas kerja sama, adalah sejauh mana output yang dihasilkan dapat memenuhi sasaran dan tujuan manajemen, dimana ukuran efektivitas hamper selalu digunakan untuk menggambarkan kesesuaian rencana dengan realisasi. 2.3 Teori Usahatani 2.3.1 Pengertian usahatani Rivai (dalam Hermanto, 1989 : 7) mendefinisikan usahatani sebgai organisasi dari alam, tenaga kerja, dan modal yang ditunjukan kepada produksi di lapangan pertanian dengan ketatalaksanaan yang berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial baik yang terikat genologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Organisasi usahatani dimaksudkan usahatani sebagai organisasi harus ada yang diorganisir
17
dan ada yang mengorganisir, ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Sedangkan menurut Mosher (dalam Mubyarto, 1991 : 66) usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat disuatu tempat yang diperlukan untuk produsi pertanian. 2.3.2 Faktor-faktor produksi dalam usahatani Pada dasarnya faktor-faktor produksi diklasifikasikan menjadi empat unsur (Rivai, dalam Hermanto, 1989: 44) yaitu: a. Tanah (land) Tanah dipandang sebagai penyedia ruang untuk produksi seperti letak pabrik dan letak proses produksi pertanian. Sebagai faktor produksi, tanah mendapat bagian dari hasil produksi karena jasanya dalam produksi tersebut, yang disebut dengan sewa tanah (rent). b. Tenaga kerja (labour) Tenaga kerja merupakan usaha fisik dan mental yang digunakan dalam mengahsilkan barang dan jasa. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Kegiatan usahatani memerlukan tenaga kerja pada seluruh proses produksi mulai dari persiapan tanam sampai pasca panen. a. Modal (capital) Modal yaitu barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain mengahsilkan produk pertanian, seperti tanah, bangunan pertanian, alat-alat pertanian, sarana produksi, tanaman, ternak, piutang di bank, dan uang tunai. b. Pengeloalaan atau manajemen (management)
18
Manajemen yaitu kemampuan petani menetukan, mengorganisir dan mengkordinasikan faktor-faktor produksi
yang dikuasai dan mampu
memberikan produksi pertanian seperti yang diharapkan. Produktivitas menjadi ukuran keberhasilan dari manjemen. 2.3.3 Manajemen Usahatani Manajemen usahatani adalah penggunaan secara efisien sumber-sumber yang terdapat dalam keadaan terbatas meliputi ternak, tenaga kerja dan modal. Tujuan akhir pengembangan manajemen usahatani meningkatkan taraf hidup yang lebih tinggi. Kenaikan pendapatan merupakan tujuan jangka pendek dan ini merupakan jalan atau cara untuk mencapai tujuan akhir. Manajemen usahatani meliputi: perencanaan, pengaturan,pelaksanaan dan pengawasan (Herman Sufrianata, 2012). Widyantara (2012) dalam modul kuliahnya menyatakan kuiahnya menyatakan bahwa manajemen merupakan kemampuan petani untuk mengelola usahataninya sehingga tercapai prinsip-prinsip efisiensi dan efektivitas, mulai dari perencanaan sampai penjualan hasil. Sedangkan usahatani adalah usaha budidaya tanaman dan ternak pada sebidang tanah untuk menghasilkan bahan makanan. Jadi manajemen usahatani dapat dipahami sebagai untaian kegiatan mulai dari merencanakan,
mengorganisir,
mengimplementasikan,
menganalisis
atau
mengevaluasi, memutuskan semua faktor produksi agar proses produksi berjalan efektif, efisien, dan menjual produk pada waktu, dan di pasar untuk memperoleh penerimaan usahatani sesuai dengan rencana. Prinsip-prinsip manajemen usahatani yang harus diketahui oleh petani sebagai manajer dalam mengelola usahataninya (Widyantara, 20012) yaitu :
19
1. Penentuan atau perkembangan harga input dan output 2. Kombinasi cabang usaha (tanaman dan ternak atau ikan) 3. Pemilihan cabang usaha (tanaman dan ternak atau ikan) 4. Penentuan teknik berproduksi 5. Penggunaan sarana produksi yang diperlukan 6. Penentuan penjualan hasil (pasar) 7. Menentukan kredit atau pemodalan atau pembiayaan 8. Mengetahui jumlah penerimaan dan pendapatan. 2.3.4 Biaya produksi dalam usahatani Dalam berusahatani tentu saja kita akan mengenal yang namanya biaya produksi, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi, baik itu biaya tenaga kerja mauppun biaya sarana produksi serta membawanya menjadi produk (Hermanto, dalam
Wulantini, 2005). Biaya
usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (Soekartawi, 1995) : 1. Biaya tetap (fixed cost), adalah biaya yang penggunaanya tidak habis dalam satu masa produksi. Besarnya biaya tetap tergantung pada jumlah output yang diproduksi dan tetap harus dikeluarkan walaupun tidak ada produksi. Komponen biaya tetap antara lain : pajak tanah, pajak air,bangunan pertanian, penyusutan, dan lain sebagainya. Rumus : FC = Px . X Keterangan : FC : Biaya tetap (Fixed cost) Px : Harga Input
20
X : Jumlah Input 2. Biaya tidak tetap atau biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang besarnya sangat tergantung kepada biaya skala produksi. Komponen biaya variabel antara lain : biaya untuk pupuk, bibit, pestisida, tenaga kerja, biaya panen dan sebagainya. Rumus : VC = TC – FC Keterangan : VC : Biaya variabel (variabel cost) TC : Total biaya (total cost) FC : Biaya tetap (fixed cost) 2.3.5 Penerimaan dan pendapatan usahatani Soekartawi (1995 : 54) menyatakan bahwa penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Besarnya keuntungan petani dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : TR = Y . Py Keterangan : TR = Total penerimaan Y = Jumlah output Py = Harga output Sedangkan pendapatan usahatani merupakan selisisih antara penerimaan dengan semua biaya (Soekartawi
(1995 : 57). Pendapatan usahatani dapat
dihitung dengan rumus : Pd = TR – TC Keterangan : Pd = pendapatan petani TR = Total revenue (total penerimaan)
21
TC = Total cost (total biaya)
2.3.6 Perbandingan penerimaan dengan biaya Analisis usahatani sering kali dipilih menjadi analisis parsial dan analisis keseluruhan usahatani. Analisis parsial digunakan pada satu cabang usahatani, sedangkan analisis keseluruhan usahatani dilakukan pada semua cabang usahatani. Dalam melakukan analisis usahatani, yang sering digunakan adalah analisis R/C. Analisis R/C merupakan analisis perbandingan antara penerimaan dengan biaya usaha yang dikeluarkan. Rumus : a = R/C R = Py . Y C = FC + VC Sehingga :
a = {( Py . Y) / (FC +VC)}
Keterangan : R = Penerimaan C = Biaya Py = Harga output Y = Jumlah output FC = Biaya tetap VC = Biaya variabel R/C = 1, artinya usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi serta kurang efektif untuk dilaksankan. Apabila R/C > 1, maka usaha tersebut menguntungkan dan efektif untuk dilaksankan, dan sebaliknya jika R/C < 1, maka usaha tersebut rugi dan tidak efektif dilaksanakan.
22
2.4
Tanaman Padi Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun, tanaman
pertanian kuno berasal dari dua benua yaitu Asia dan afrika barat tropis dan subtropis. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Selain Cina dan India beberapa wilayah asal padi adalah Bangladesh Utara, Thailand, Laos, dan Vietnam. Klasifikasi botani tanaman padi termasuk dalam divisi spermatophuta, sub divisi angiospermae, kelas monotyledonae, keluarga gramineae (poaceae), genus Oryza, spesies Oryza spp. Terdapat 25 spesies Oryza, yang dikenal adalah O. sativa dengan dua subspecies yaitu Indica (padi bulu) yang ditanam di Indonesia dan Sinica (padi cere). Padi dibedakan dalam dua tipe yaitu padi kering (padi gogo) yang ditanam di dataran tinggi dan padi sawah di dataran rendah yang memerlukan penggenangan ( Arsyad S, 2010). Pada mulanya tanaman padi di Indonesia diusahakan didaerah tanah kering dengan sistem ladang, akhirnya orang berusaha memantapkan hasil usahanya dengan cara menagiri daerah yang curah hujannya kurang. Padi dapat tumbuh pada ktinggian 0-1500 mdpl dengan temperatur 19-270 C, memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Anginnya berpengaruh pada penyerbukan dan pembuahan. Padi menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18-22 cm dan ph tanah 4-7. Pola pertumbuhan tanaman padi ada tiga fase yaitu fase vegetatif, fase generatif, dan fase pematanga gabah. Fase vegetatif dimulai dari saat berkecambah sampai denga inisiasi primordial malai, fase generative dimuai dari inisiasi primodial malai sampai pembugaan, dan fase pematangan gabah dimulai
23
dari pembungaan sampai gabah matang. Lama fase vegetatif tidak sama untuk setiap varietes sehingga menyebabkan terjadinya peredaran umur panen, sedangkan fase generatif dan pematangan gabah umumnya sama untuk setiap varieties (BPTP Bengkulu, 2007). Menurut Manurung dan Ismunadji, (1988) Fase vegetatif ditandai dengan pembentukan anakan yang aktif, bertambah tingginya tanaman dan daun tumbuh secara teratur. Sedang lama fase reproduktif dan pematangan gabah dpengaruhi oleh faktor genetik yaitu masing-masing 30 hari (De Data, 1981). Fase pertumbuhan generatif adalah pembentukan malai sampai pembungaan dan pematangan biji. Pada fase generatif pertumbuhan dan perkembangan malai muda meningkat dan berkembang ke atas di dalam pelepah daun bendera menyebabkan pelepah daun bendera menggelembung (bulge). Pengembungan pelepah daun bendera ini disebut dengan istilah bunting (BPTP Bengkulu, 2007). Menurut Suprihatno, dkk (2003) Upaya peningkatan produksi padi dihadapkan kepada berbagai masalah, antara lain adalah konversi lahan subur untuk keperluan nonpertanian dan terbatasnya sumberdaya lahan dan air untuk perluasan areal sawah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi padi guna menunjang ketahanan pangan nasional adalah meningkatkan luas panen melalui indeks pertanaman. Ditinjau dari dari segi peningkatan produksi, perluasan areal panen meliputi peningkatan intensitas pertanaman lebih rasional dan dapat memberikan dampak yang lebih cepat. Namun demikian, keberhasilan peningkatan intensitas pertanaman padi tidak hanya ditentukan oleh luas lahan sawah yang akan dikembangkan tetapi juga terkait dengan ketersediaan air irigasi.
24
2.5 Subak Subak yang selama ini dikenal di Bali pada dasarnya adalah suatu wadah atau organisasi tempat berhimpunnya para petani dengan tekad dan semangat yang tinggi
untuk bekerjasama secara bergotong-royong dalam
upaya
mendapatkan air dengan tujuan memproduksi tanaman pangan khususnya padi dan palawija. Seperti yang kita ketahui, irigasi adalah usaha penyediaan air dan pengaturan air untuk menunjang pertanian. Subak dapat didefinisikan sebagai suatu masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio-agraris-religius yang secara historis tumbuh dan sebagai suatu dibidang tata guna air ditingkat usahatani (menurut PP No. 23 tahun 1982 tentang irigasi). Menurut Sutha (1978:1) Subak adalah suatu kesatuan sosial yang teratur dimana para anggotanya merasa terikat satu sama lain karena adanya kepentingan yang sama dalam hubunganya dengan pengairan untuk persawahan, mempunyai pimpinan (pengurus) yang dapat bertindak kedalam maupun keluar serta mempunyai harta baik material maupun immaterial. Kaler (1985:3) subak adalah suatu organisasi petani sawah secara tradisional di Bali, dengan satu kesatuan areal sawah, serta umumnya satu sumber air selaku kelengkapan pokoknya Sutawan (2008) melakukan kajian lebih lanjtut tentang gatra religius dalam sistem irigasi Subak. Kajian gatra religius tersebut ditunjukan dengan adanya satu atau lebih pura bedugul (untuk memuja Dewi Sri sebagai manifestasinya tuhan selaku Dewi kesuburan), disamping adanya sanggah pecatu (bangunan suci) yang ditempatkan sekitar bangunan sadap (intake) pada setiap blok atau komplek persawahaan milik petani anggota Subak. Gatra religius pada sistem irigasi Subak merupakan cerminan konsep Tri Hita Karana yang ada
25
hakekatnya terdiri dari parahyangan, palemahan, dan pawongan. Organisasi Subak terdiri dari pengurus Subak yaitu pemimpin Subak yang disebut pekaseh atau kelian Subak dan pangliman yaitu pemimpin setiap munduk. Pekaseh dan pangliman harus berkonsentrasi mengurus anggotanya serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Subak. Menurut Windia (2012) sesuai dengan prinsip-prinsip THK maka pembangunan dan pemanfaatan artefak pada sistem Subak di Bali diarahkan sedemikian rupa agar dapat memunculkan kebersamaan dan harmoni di kalangan anggota Subak. Adapun artefak yang dimanfaatkan oleh sistem Subak di Bali antara lain : 1. Bendungan (empelan) Lokasi bangunan bendung pada dasarnya ditempatkan pada kawasan sungai yang lokasinya paling dekat dengan hamparan sawah petani yang bersangkutan. Pada setiap lokasi bangunan bendung di bangun sebuah pura yang disebut pura empelan, yang dimanfaatkan sebagai tempat pelaksanaan upacara magpag toya. 2. Saluran irigasi (telabah) Pada dasarnya telabah merupakan saluran terbuka yang dimanfaatkan oleh Subak yang bersangkutan untuk mengalirkan air irigasi hingga ke petak-petak sawah petani anggota Subak. 3. Terowongan (aungan) Terowongan
akan
diusahakan
oleh
petani
bila
mereka
gagal
memanfaatkan secara optimal keberadaan saluran irigasi yang terbuka. Dalam proses pembangunan terowongan, para ahli pembuat terowongan akan berusaha
26
memilih lintasan terowongan pada lahan yang terdiri dari batu padas atau tanah yang diyakini cukup keras dan kuat untuk menyangga tanah yang ada di atas bangunan terowongan tersebut. 2. Bangunan bagi (temuku) Bangunan bagi atau temuku pada sistem Subak pada dasarnya dibangun dengan konsep proporsional, yaitu sejak pada bangunan bagiyang ada di hulu hingga pada bangunan bagi irigasi menuju pada petak sawah petani (temuku pangalapan). Unit ukuran yang digunakan adalah tektek. Tektek adalah satuan unit air pada suatu Subak yang merupakan sistem bagi habis antara jumlah air yang masuk ke Subak yang bersangkutan dengan jumlah luas areal sawah yang ada di Subak yang bersangkutan. Bangunan dengan sistem numbak diterapkan pada sistem Subak di Bali karena topografi pulau Bali yang umumnya bergelombang (Windia, 2012). Menurut Sutawan (2008)
Subak sebagai sistem irigasi tradisional,
memiliki beberapa ciri penting antara lain sebagai berikut. 1) Mempunyai batas-batas yang jelas dan pasti menurut wilayah hidrologis bukan wilayah administrasi desa. 2) Lembaga irigasi yang bersifat formal dan ritual keagamaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen irigasi Subak dan Tiap anggota Subak memiliki one intlet dan one outlet-nya masing-masing. 3) Subak mempunyai hak otonomi dalam mengurus rumah tangganya sendiri dan Subak memiliki satu atau lebih sumber air bersama dan satu atau lebih pura bedugul bersama.
27
4) Aktivitas-aktivitas Subak dilandasi semangat gotong royong atau tolong menolong, saling mempercayai dan menghargai berazaskan kebersamaan dan kekeluargaan. 5) Pengambilan keputusan dalam pengelolaan sistem irigasi Subak berlandaskan prinsip demokrasi, keadilan, transparansi, dan akuntabilitas.
2.6 Penelitian-penelitian Sebelumnya Putra (2014) dalam penelitian yang berjudul “Kemitraan antara Peternak Ayam Pedaging (broiler) dengan UD. Ungas Sari Utama di Desa Demulih Kecamatan Susut Kabupaten Bangli”, dalam esensinya penelitian ini peneliti mengkaji mekanisme pola kemitraan, hak dan kewajiban peternak dan UD. Unggas Sari Utama, efisiensi peternak ayam dalam melakukan kemitraan dengan UD. Unggas Sari Utama, dan kendala yang dihadapi kedua belah pihak. Tegar (2014) dalam penelitian yang berjudul “Pola Kemitraan Agribisnis Kopi Luwak di Desa Demulih Kecamatan Susut Kabupaten Bangli”, bertujuan mengkaji pola kemitraan yang dilakukan oleh peternak luwak dengan CV. Sari Alam Pegunungan, hak dan kewajiban peternak dan CV. Sari Alam Pegunungan, dan kendala-kendala apa saja yang dihadapi kedua belah pihak dalam bermitra. Hardiansyah (2011) dalam penelitian yang berjudul “Pola Kemitraan antara Petani Tebu dengan PT Pabrik Gula Candi Baru di Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo”, bertujuan mengkaji alasan-alasan petani tebu mengikuti kemitraan dalam usahatani tebu, mekanisme kemitraan yang dilakukan oleh petani tebu dengan PT pabrik gula Candi Baru, manfaat apa yang diperoleh petani tebu dan PT Pabrik Gula Candi Baru dalam melakukan kemitraan, dan kendala-kendala
28
apa yang diperoleh oleh petani tebu dan PT Pabrik Gula Candi Baru dalam melaksanakan kemitraan. Andriani (2009) dalam penelitian yang berjudul “Pola Kemitraan antara PT Mitra Sinar Jaya dengan Peternak Ayam Pedaging (broiler) di Desa Siangan, Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar”, bertujuan mengkaji mekanisme pola kemitraan yang dikembangkan dalam kegiatan budidaya ayam pedaging pada perusahaan PT Mitra Sinar Jaya dengan peternak di Desa Siangan, Kecamatan Gianyra, Kabupaten Tabanan, efektivitas, efisiensi, dan produktivitas bagi peternak ayam pedaging dalam melakukan pola kemitraan dengan PT Mitra Sinar Jaya, dan kendala yang dihadapi peternak ayam pedaging dan PT Mitra Sinar Jaya. Dari beberapa penelitian pola kemitraan yang ditinjau sebelumnya, penelitian yang di lakukan saat ini adalah berbeda dengan penelitian tersebut, baik berbeda komoditi, tempat, perusahaan atau lembaga yang di ajak bermitra. Penelitian tentang “Pola Kemitraan Padi Sawah antara P4S Sri Wijaya dengan Subak Batusangian, Desa Gubug, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan”, mengkaji mengenai proses manajemen kemitraan komoditi padi sawah yang dilakukan Petani Subak Batusangian, Desa Gubug, Kabupaten Tabanan dengan P4S Sri Wijaya, Manfaat yang diperoleh Petani Subak Batusangian dalam melakukan kemitraan dengan P4S Sri Wijaya, dan kendala-kendala yang dihadapi P4S Sri Wijaya dan petani Subak Batusangian dalam melakukan kemitraan.
29
2.7
Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan konseptual tentang bagaimana
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah. Kabupaten Tabanan selama ini salah satu daerah penghasil padi terbesar di Bali, salah satu Subak yang menjadi sentral petani padi sawah di Tabanan berada di Desa Gubug yaitu Subak Batusangian. Berkembangnya pertanian padi sawah di Subak Batusangian di karenakan telah menjalankan kemitraan antara petani padi sawah di Subak Batusangian dengan suatu lembaga yaitu P4S Sri Wijaya. Dalam pola kemitraan ini ada beberapa hal yang akan dibahas
yaitu
proses manajemen kemitraan, dimana proses manajemen ini adalah segala bentuk dan tata cara kemitraan yang dilaksanakan oleh petani di Subak Batusangian dengan P4S Sri Wijaya yang meliputi aspek perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan efektivitas kerjasama. Manfaat merupakan segala hal yang berguna yang diterima oleh petani Subak Batusangian dengan P4S Sri Wijaya selama bermitra, dilihat dari aspek ekonomi dan teknis. Serta mengetahui kendalakendala yang dihadapi oleh masing-masing pihak dalam menjalankan kegiatan kemitraan. Setelah diketahui proses manajemen, manfaat, dan kendala dalam menjalankan kegiatan kemitraan dapat diambil simpulan yang selanjutnya dapat memberikan suatu saran atau rekomendasi untuk P4S Sri Wijaya dan petani padi sawah Subak Batusangian. Secara skematis, alur kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.1
30
Usahatani Padi di Kabupaten Tabanan
Subak Batusangian
P4S Sri Wijaya
Kemitraan Petani Padi Sawah di Subak Batusangian Teori dan Konsep
Metode Analisis
1. Pengertian Kemitraan
1. Metode Deskriptif
2. Konsep Usahatani
2. Metode Kuantitatif
Proses Manajemen Kemitraan
Manfaat Kemitraan
Kendala Kemitraan
Simpulan
Rekomendasi Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pola kemitraan P4S Sri Wijaya dengan Subak Batusangian, Desa Gubug, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan