II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Aspek Teknis Lidah Buaya Menurut Arifin (2015), lidah buaya merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat serta mudah ditanam dan tumbuh di daerah berhawa panas. Maka dari itu lidah buaya dikenal sebagai miracle plant, first aid plant, atau burn plant. Tanaman ini memiliki daun berwarna hijau berlapis lilin putih. Berbentuk agak runcing seperti taji, tebal, getas, tepi daun bergerigi, atau berduri kecil. Perkataan “Aloe Vera” berasal dari Bahasa Arab “Alloeh” yang artinya bahan pahit yang berkilat, dan dalam Bahasa Latin pula “Aloe” adalah pokok, sedangkan “Vera” adalah tulin atau pokok tulin. Terdapat lebih 300 spesies lidah buaya di bumi ini dan hanya beberapa saja yang dikenal pasti memiliki khasiat dan nutrisi yang boleh digunakan. Aloe Barbadensis Milller merupakan spesies lidah buaya yang paling banyak digunakan oleh masyarakat dunia. Berikut data mengenai klasifikasi tanaman lidah buaya. Kingdom
: Plantae
Divisi
: Angiospermae
Bangsa
: Monocotyledoneae
Bangsa
: Liliales
Suku
: Liliaceae
Marga
: Aloe
Jenis
: Aloe vera
Lidah buaya memiliki batang yang pendek. Batangnya tidak terlihat karena tertutup oleh daun-daun yang rapat dan sebagian terbenam tanah. Melalui
7
8
batang ini akan muncul tunas-tunas yang selanjutnya akan menjadikan anakan lidah buaya. Batang lidah buaya ini dapat distek untuk proses perbanyakan tanaman ini. Peremajaan tanaman ini dilakukan dengan cara memangkas habis daun dan batangnya, lalu sisa tunggul batangnya akan munsul tunas-tunas baru. Daun lidah buaya berbentuk pita dengan helaian yang memanjang. Daunnya berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau, mengandung gel atau getah sebagai bahan baku obat. Bentuk daunnya menyerupai pegang berujung runcing dengan duri lemas dipinggirnya. Panjang daun lidah buaya ini dapat mencapai 50 sampai dengan 75 cm, dengan berat 0,5 kg. Bunga lidah buaya berwarna kuning atau kemerahan berupa pipa yang mengumpul, keluar dari ketiak daun. Bunga ini berukuran kecil dan panjang bunga bisa mencapai 100 cm, dimana bunga lidah buaya muncul bila ditanam di pegunungan, selain itu bunga lidah buaya menghendaki tanah yang subur dan gembur di bagian atasnya. Lidah buaya mempunyai sistem perakaran yang sangat pendek dengan akar berbentuk serabut, yaitu akar samping yang keluar dari pangkal batang atau buku, umumnya bergerombol dan berfungsi menggantikan akar tunggang yang tidak berkembang. Akar lidah buaya mempunyai panjang rata-rata bisa mencapai 30 sampai dengan 100 cm (Arifin, 2015). Menurut Arifin (2015) pada dasarnya tanaman lidah buaya ini dapat hidup dan berkembang dimana saja dengan mudah. Namun setiap tanaman mempunyai syarat tumbuh untuk hidup dan berkembang menjadi lebih baik lagi agar lebih produktif. Sama halnya dengan lidah buaya yang memiliki syarat tumbuh untuk hidup dan berkembang.
9
Lidah buaya tahan terhadap segala unsur iklim, baik suhu, curah hujan, dan sinar matahari. Lidah buaya juga tahan terhadap kekeringan, ini dikarenakan tanaman ini menyimpan air pada daunnya yang tebal dan mulut daun yang sangat rapat sehingga dapat mengurangi penguapan pada musim kering. Lidah buaya termasuk tanaman yang efisien dalam penggunakan air dan dapat tumbuh di daerah basah maupun kering. Adapun kelemahan tanaman ini bisa ditanam pada daerah basah dengan curah hujan tinggi adalah banyaknya cendawan terutama Fusarium sp. yang menyerang pangkal daun. Lidah buaya dapat tumbuh dari daerah dataran rendah sampai daerah dataran pegunungan. Daya adaptasinya tinggi sehingga tempat tumbuhnya menyebar diseluruh dunia, mulai daerah tropika sampai daerah subtropika. Tanah yang dikehendaki oleh tanaman lidah buaya ini yaitu tanah subur yang kaya bahan organik dan gembur. Kesuburan tanah pada lapiran olahan sedalam 30 cm sangat diperlukan karena akarnya pendek. Apabila tanaman ditanam di daerah yang bertanah mineral maupun tanah organik, agar dapat tumbuh dengan baik diperlukan tambahan pupuk.
2.2 Manfaat Lidah Buaya Manfaat lidah buaya memang sangat banyak, lidah buaya bermanfaat untuk rambut, kulit jerawat, bahkan untuk dijadikan obat alami dibeberapa bagian tubuh manusia. Manfaat yang terkandung dalam lidah buaya membuat tanaman ini menjadi peluang bisnis yang lumayan menggiurkan, ini telihat dari salah satu industri yang berkembang saat ini adalah industri pengolahan lidah buaya menjadi beberapa produk yang beraneka ragam. Berdasarkan kenyataan ini, lidah buaya
10
menjadi salah satu jenis tanaman terlaris di dunia yang telah dikembangkan oleh negar-negara Eropa sebagai bahan baku industri. Pengembangan agribisnis lidah buaya memiliki prospek yang sangat bagus dilihat dari segi keterlibatan masyarakatnya dan manfaatnya yang ditimbulkan, berikut beberapa faktanya bahwa lidah buaya kaya akan manfaat. 1. Mendorong tumbuhnya industri pedesaan baik sektor hulu maupun sektor hilir, sehingga dapat memperluas lapangan kerja di pedesaan 2. Penganekaragaman produknya sangat beragam dari mulai makanan dan minuman, bahan baku kosmetika, dan bahan baku obat-obatan. 3. Nilai tambah produk hilirnya cukup besar 4. Permintaan produk olahannya mempunyai pasar yang bagus Pengembangan agribisnis lidah buaya di Indonesia terpusat di Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Pengembangan lidah buaya juga terdapat di Jawa Barat di daerah Bogor dan Parung, dimana lidah buaya di daerah tersebut dibudidayakan secara organik. Pengembangan lidah buaya tidak hanya terdapat pada pulau Kalimantan dan Jawa saja, di Bali juga terdapat pengembangan lidah buaya tepatnya di Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. Pengembangan lidah buaya di daerah ini digunakan sebagai pupuk cair. Pupuk cair organik adalah zat penyubur tanaman yang berasal dari bahan-bahan organik dan berwujud cair. Pupuk organik lidah buaya buatan Indonesia berhasil menembus Malaysia. Bahan baku pupuk cair yang sangat bagus yaitu bahan yang besar kandungan selulosanya. Semakin besar kandungan selulosa dari bahan organic (C/N ratio) maka proses penguraian
11
oleh bakteri akan semakin lama. Selain mudah terdekomposisi, bahan ini kaya nutrisi yang dibutuhkan tanaman pada umumnya (Arifin, 2015).
2.3 Pembudidayaan Lidah Buaya Secara garis besar, budidaya lidah buaya sangat mudah untuk dilakukan. Menurut Arifin (2015) pada bukunya yang berjudul “Intensif Budidaya Lidah Buaya Usaha dengan Prospek yang Kian Berjaya”, sebelum melakukan budidaya tanaman lidah buaya dilakukan penyiapan lahan untuk pembudidayaan. Lahan disiapkan dalam keadaan telah dibajak dan di gemburkan terlebih dahulu kemudian dibuat saluran drinase dan bedengan. Bedengan harus dibuat dengan ukuran 1 x 2 meter dan tinggi 30 sampai dengan 40 cm dan panjang di sesuaikan dengan kondisi lahan. Budidaya tanaman lidah buaya dimulai dengan melakukan pembibitan terlebih dahulu. Pembibitan dilakukan secara vegetatif. Bibit diambil dari tanaman induk berupa anakan dengan jalan dicongkel dan diusakan agar akarnya tak putus. Anakan yang telah diperoleh ditanam dalam polibag. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan proses pembibitan adalah tiga sampai lima bulan. Setelah masa pembibitan barulah bisa ditanam diareal pembudidayaan yang sudah disiapkan. Bibit tanaman lidah buaya ditanam dalam lubang dengan kedalaman kurang lebh 10 cm. Pada waktu penanaman diusahakan agar tanaman lidah buaya tidak berhimpitan dan daun tidak patah. Pemeliharaan tanaman lidah buaya dengan cara memberikan pupuk kandang yang sudah matang sebanyak 2 sampai dengan 5 kg ketika lidah buaya berumur 1 sampai 2 minggu sebelum proses penanaman. Setelah pasca tanam
12
dapat diberikan pupuk Urea dan Furadan. Lidah buaya sudah dapat dipanen pada umur 8 sampai dengan 12 bulan setelah penanaman. Panen berikutnya dilakukan secara periodik setiap bulan.
2.4 Proses Produksi Proses produksi adalah cara atau metode yang dilakukan perusaahn untuk menciptakan barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber (manusia, mesin, dana, dan bahan-bahan) yang ada. Menurut Assauri, S (1999), jenis proses produksi ini sangat banyak, namun secara ekstern dapat dibedakan menjadi dua yaitu proses produksi yang terus menerus (continuous processes) dan proses yang terputus-putus (intermittent processes). 1.
Proses produksi yang terus menerus (continuous processes) Merupakan proses produksi barang atau jasa atas dasar aliran produk dari
satu operasi ke operasi berikutnya tanpa penumpukan disutu titik dalam proses. Biasanya ciri-ciri proses produksi jenis ini adalah produk yang dihasilkan dalam jumlah besar dengan variasi yang sangat kecil, apabila terjadi salah satu mesin rusak maka seluruh proses produksi akan terhenti, persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses adalah lebih rendah daripada proses yang terputus-putus. 2.
Proses yang terputus-putus (intermittent processes) Merupakan proses dalam kumpulan produk bukan atas dasar aliran terus-
menerus dalam proses produk ini. Perusaahaan yang menggunakan tipe ini biasanya terdaat sekumpulan atau lebih komponen yang akan diproses atau menunggu untuk diproses. Biasanya ciri-ciri proses produksi jenis ini adalah produk yang dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil dengan variasi yang
13
sangat besar dan didasarkan atas pesanan, proses produksi tidak mudah terhenti walaupun terjadi kerusakan, dan persediaan bahan mentah biasanya tinggi, karena tidak dapat ditentukan pesanan apa yang akan dipesan oleh pembeli dan juga persediaan bahan dalam proses lebih tinggi daripada proses terus-menerus karena prosesnya terputus-putus.
2.5 Pengertian Bahan Baku Menurut Indrajit dan Djokopranoto (dalam Wirasuta, 2004) bahan baku atau yang lebih dikenal dengan sebutan Raw Material merupakan bahan mentah yang akan diolah menjadi barang jadi sebagai hasil utama dari perusahaan yang bersangkutan. Mulyadi (dalam Wirasuta, 2004) juga berpendapat bahwa bahan baku merupakan bahan yang membentuk bagian utama dari produk jadi. Bahan baku merupakan bahan yang harus diperhitungkan dalam kelangsungan proses produksi. Banyaknya bahan baku yang tersedia akan menentukan besarnya penggunaan sumber-sumber didalam perusahaan dan kelancarannya dalam mengelola kegiatan produksinya (Assauri, 1999). Menurut Apriyantono dkk (dalam Suhartanti, 2009), bahan baku juga dapat diartikan sebagai bahan utama yang digunakan dalam proses produksi, sedangkan bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan dalam proses produksi yang jumlahnya sedikit, dan bahan penolong adalah bahan-bahan yang tidak masuk dalam ingredient produk tetapi digunakan dalam proses produksi. Contohnya pada industri roti bahan bakunya tepung dan bahan tambahannya adalah ragi. Hal ini menunjukkan bahwa bahan baku merupakan faktor yang
14
penting dalam suatu proses produksi karena bila terjadi kekurangan bahan baku maka kegiatan perusahaan tidak dapat berjalan lancar sebagaimana mestinya.
2.6 Pengertian Persediaan Persediaan adalah sejumlah bahan-bahan, bagian-bagian yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu. Rangkuti (dalam Putra, 2008). Menurut Handoko (dalam Putra, 2008), persediaan merupakan segala sesuatu atau sumberdaya-sumberdaya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Keberadaan persediaan berkaitan dengan faktor waktu, faktor ketidakpastian, faktor diskontinuitas, dan faktor ekonomi. Persediaan memiliki fungsi penting yang dapat meningkatkan efisiensi operasional suatu perusahaan, dengan adanya persediaan maka proses produksi tidak terhambat oleh kekurangan bahan baku. Selain itu, prosedur untuk memperoleh dan menyimpan bahan baku yang dibutuhkan dapat dilaksanakan dengan biaya minimum. Setiap perusahaan memiliki jumlah berbeda-beda, dan jumlah itu disesuaikan dengan kondisi dan konsep manajemen persediaan yang diinginkan (Fahmi, 2012). Menurut jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas : 1. Persediaan bahan mentah (raw materials), yaitu persediaan barang-barang berwujud mentah. Persediaan ini dapat diperoleh dari sumber-sumber alam atau dibeli dari para supplier atau dibuat sendiri oleh perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi selanjutnya.
15
2. Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased paris), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit menjadi produk. 3. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barangbarang yang merupakan keluaran tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut mejadi barang jadi. 4. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barangbarang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. 5. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam bentuk produk dan siap untuk dijual atau dikirim kepada pelanggan.
2.7 Pengertian Mutu Mengenai mutu ini dapat berbeda-beda tergantung dari rangkaian perkataan atau kalimat dimana istilah mutu ini dipakai, dan orang yang mempergunakan, dalam perusahaan pabrik, istilah mutu diartikan sebagai faktorfaktor yang terdapat dalam suatu barang atau hasil yang menyebabkan barang atau hasil tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang atau hasil itu dimaksudkan atau dibutuhkan. Pada kenyataannya, apabila hasil produksi atau barang itu tidak mencapai dengan tepat tujuan untuk apa barang tersebut dimaksudkan atau dipergunakan, ini tidak selalu berarti bahwa konsumen atau pembeli akan membuat keluhan-keluhan pada produsen (Assauri, 1999).
16
Mutu adalah kesesuaian serangkaian karakteristik produk atau jasa dengan standar yang ditetapkan perusahaan berdasarkan syarat, kebutuhan dan keinginan konsumen. Segala aspek termasuk pengertian dan pemahaman terhadap hal-hal yang berkaitan dengan mutu sangat penting untuk dimiliki oleh perusahaan, baik untuk kepentingan internal maupun eksternal, dengan persepsi yang sama mengenai mutu maka tujuan dan cita-cita mutu perusahaan dapat dicapai dengan lebih cepat dan efisien (Muhandri dan Kadarisman dalam Ilham, 2012).
2.8 Pengendalian Mutu Menurut Sumayang,
(2003) dalam bukunya, pengendalian mutu
merupakan falsafah yang memantapkan dan menjaga lingkungan yang menghasilkan perbaikan terus-menerus pada kualitas dan produktivitas di seluruh aktivitas perusahaan, pemasok, dan jalur distribusi. Perbaikan menyeluruh yang terus-menerus di semua fungsi mulai dari perencanaan sanpai dengan fungsi pelayanan di lapangan. Misi pengendalian mutu adalah perbaikan yang berkesinambungan pada produk untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, memberikan keberhasilan usaha dan mengembalikan investasi kepada para pemegang saham dan pemilik peusahaan. Supaya produksi dapat berjalan lancar, maka orang-orang dipekerjakan untuk menyortir pekerjaan yang tak memuaskan dan menyingkirkan ke suatu tempat. Pada saat inilah mulai dikenal pengawasan mutu. Akan tetapi dengan berkembangnya mekanisasi lebih maju, maka keadaan dunia industri tidak beraturan dan para pengusaha atau produsen kurang perhatian untuk menghasilkan barang yang bermutu, sehingga timbullah anggapan bahwa petugas-petugas yang
17
melakukan pengawasan merupakan halangan bagi para pekerja untuk dapat melaksanakan
kegiatan
produksi.
Akan
tetapi,
dengan
perkembangan
perkembangan produksi yang semakin baik serta penerangan dan komunikasi yang semakin maju maka keadaan tersebut menjadi berubah, di mana peranan mutu mulai dirasakan pentingnya dan mulailah dicari prosedur-prosedur pengawasan mutu yang lebih baik (Fahmi, 2012). Maka dari kenyataan yang telah terjadi, Assauri (1999) menyimpulkan bahwa
pengawasan
mutu
adalah
kegiatan
untuk
memastikan
apakah
kebijaksanaan dalam hal mutu (standar) dapat tercermin dalam hasil akhir. Dengan
perkataan
lain,
pengawasan
mutu
merupakan
usaha
untuk
mempertahankan mutu atau kualitas dari barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijakan pemimpin perusahaan. Pengawasan mutu ini, semua prestasi barang dicek menurut standar, dan semua penyimpangan-penyimpangan dari standar dicatat serta dianalisis dan semua penemuan-penemuan dalam hal ini dipergunakan sebagai umpan balik untuk para pelaksana sehingga mereka dapat melakukan tindakan-tindakan perbaikan untuk produksi pada masa-masa yang akan datang.
2.9 Kendali Mutu Terpadu Pengendalian mutu harus dimulai sejak perencanaan mutu produk, antara tahap perencanaan dan tahap seperti pengorganisasian dan pelaksanaan harus disertai pengawasan mutu. Hal ini memberi gambaran bahwa manajemen mutu meliputi berbagai aspek keikutsertaan berbagai pihak dalam perusahaan yang menghasilkan suatu produk yang mutunya harus dikendalikan. Jika berbicara
18
mengenai manajemen mutu, maka perlu adanya dukungan dan partisipasi dari berbagai pihak diantaranya : a) Partisipasi pihak manajemen atau keikutsertaan pimpinan perusahaan; dan b) Partisipasi (keikutsertaan) karyawan (tenaga kerja). Terdapat
empat
jenis-jenis
pengawasan
mutu
produk
menurut
Prawirosentono (dalam Fitriani 2004), antara lain adalah sebagai berikut: a. Pengawasan mutu bahan baku Apakah bahan baku yang digunakan sesuai dengan mutu direncanakan? Hal ini perlu diamati sejak rencana pembelian bahan baku, penerimaan bahan baku di gudang, penyimpanan bahan baku di gudang, sampai dengan saat bahan baku tersebut akan digunakan. b. Pengawasan proses produksi Bahan baku yang telah diterima gudang, selanjutnya diproses dalam mesinmesin produksi untuk diolah menjadi barang jadi, dalam hal ini, selain cara kerja peralatan produksi yang mengolah bahan baku dipantau, juga hasil kerja mesinmesin tersebut dipantau dengan cara statistik agar menghasilkan barang sesuai yang direncanakan. c. Pengawasan produk jadi Pemeriksaan atas hasil produksi jadi untuk mengetahui apakah produk sesuai dengan rencana ukuran dan mutu atau tidak, sekaligus untuk mengetes mesinmesin yang mengolah selama proses produksi. Bila produk atau produk setengah jadi sesuai dengan bentuk, ukuran dan standar mutu yang direncanakan, maka produk-produk tersebut dapat digudangkan dan dipasarkan (didistribusikan). Bila terdapat barang yang cacat, maka barang tersebut harus dibuang atau remade dan mesin perlu disetel kembali agar beroperasi secara akurat.
19
d. Pengawasan pengepakan atau kemasan Kemasan merupakan alat untuk melindungi produk agar tetap dalam kondisi sesuai dengan mutu, tetapi ada pula produk yang tidak begitu memerlukan perhatian khusus dalam hal kemasan maupun alat angkut, misalnya kelapa, singkong, dan sebagainya. Akan tetapi, tetap harus memilih alat angkut yang tepat agar produk sampai tujuan dengan mutu tetap prima.
2.10 Biaya Mutu (quality cost) Hampir setiap produsen ingin berusaha memperbaiki mutu dari barang yang dihasilkannya, di dalam masalah mutu ini, biasanya produsen selalu berusaha untuk dapat bertindak efisien. Produsen selalu memikirkan untuk memperbaiki mutu dari barang yang dihasilkannya dengan biaya lebih murah. Sehingga perlu kita ketahui, bahwa sebenarnya untuk meningkatkan mutu selalu dibutuhkan biaya. Oleh karena itu, pengusaha atau produsen harus melihat biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang dapat diharapkan. Menurut Fitriani (2004), perlu diperhatikan unsur-unsur atau komponen biaya apa saja yang terdapat dalam mutu yaitu sebagai berikut. 1. Biaya pengawasan kualitas a) Biaya kerusakan bahan baku dan bahan penolong karena kurangnya perawatan pada waktu penyimpanan di gudang dan kurang stabilnya mutu bahan baku. sehingga pada waktu bahan baku akan diproses kualitasnya mengalami penyusutan. b) Biaya tenaga kerja yang terlibat dalam pengawasan kualitas. Biaya ini merupkan biaya tambahan karena perusahaan sering mengadakan kerja
20
lembur untuk pemeriksaan kualitas. Besarnya biaya pengawasan kualitas dipengaruhi oleh ketat tidaknya intensitas pengawasan kualitas produk. 2. Biaya jaminan mutu Biaya jaminan mutu yang dikeluarkan perusahaan diakibatkan karena kerusakan produk selama perjalanan dari perusahaan ke distributor atau ke konsumen. Biaya jaminan mutu ini meliputi: a) Biaya perbaikan produk yang rusak b) Biaya penggantian produk rusak dan cacat c) Biaya atas ditanggungnya resiko yang menyebabkan berkurangnya volume penjualan karena biaya produk yang rusak atau cacat telah dibeli oleh para konsumen yang membeli produk.
2.11 Alat Bantu dalam Pengawasan Kualitas Pengawasan kualitas secara statistik dengan menggunakan SPC (Statistical Processing Control) mempunyai 7 (tujuh) alat statistik utama yang dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mengendalikan kualitas sebagaimana disebutkan juga oleh Heizer dan Render dalam bukunya Manajemen Operasi (2006; 263-268), antara lain yaitu; check sheet, histogram, control chart, diagram pareto, diagam sebab akibat, scatter diagram, dan diagram proses. Alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lembar pemeriksaan, diagram sebab akibat, histogram, dan peta kontrol. Dari tujuh alat bantu yang ada, penelitian ini hanya menggunakan empat alat bantu dikarenakan keempat alat bantu ini sesuai dengan kondisi perusahaan yang tidak mencatat secara spesifik jenis kerusakan yang terjadi di dalam perusahaannya.
21
Gambar 2.1 Alat Bantu Pengawasan Mutu
1. Lembar pemeriksaan (check sheet) Check sheet atau lembar pemeriksaan merupakan alat pengumpul dan penganalisis data yang disajikan dalam bentuk tabel yang berisi data jumlah barang yang diproduksi dan jenis ketidaksesuaian beserta dengan jumlah yang dihasilkannya. Tujuan digunakannya check sheet ini adalah untuk mempermudah proses pengumpulan data dan analisis, serta untuk mengetahui area permasalahan berdasarkan frekuensi dari jenis atau penyebab dan mengambil keputusan untuk melakukan perbaikan atau tidak. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara mencatat frekuensi munculnya karakteristik suatu produk yang berkenaan dengan kualitasnya. Data tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengadakan analisis
22
masalah kualitas. Adapun beberapa manfaat dipergunakannya check sheet yaitu sebagai alat untuk : a. Mempermudah pengumpulan data terutama untuk mengetahui bagaimana suatu masalah terjadi. b. Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi. c. Menyusun data secara otomatis sehingga lebih mudah untuk dikumpulkan. d. Memisahkan antara opini dan fakta. 2. Diagram sebar (scatter diagram) Scatter diagram atau disebut juga dengan peta korelasi adalah grafik yang menampilkan hubungan antara dua variabel apakah hubungan antara dua variabel tersebut kuat atau tidak, yaitu antara faktor proses yang mempengaruhi proses dengan kualitas produk. Pada dasarnya diagram sebar (scatter diagram) merupakan suatu alat interpretasi data yang digunakan untuk menguji bagaimana kuatnya hubungan antara dua variabel dan menentukan jenis hubungan dari dua variabel tersebut, apakah positif, negatif, atau tida ada hubungan. Dua variabel yang ditunjukkan dalam diagram sebar dapat berupa karakteristik kuat dan faktor yang mempengaruhinya. 3. Diagram sebab-akibat (cause and effect diagram) Diagram ini disebut juga diagram tulang ikan (fishbone chart) dan berguna untuk memperlihatkan faktor-faktor utama yang berpengaruh pada kualitas dan mempunyai akibat pada masalah yang di pelajari. Selain itu juga dapat melihat faktor-faktor yang lebih terperinci yang berpengaruh dan mempunyai akibat pada
23
faktor utama tersebut yang dapat di lihat pada panah-panah yang berbentuk tulang ikan. Diagram sebab-akibat ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1950 oleh seorang pakar kualitas dari Jepang yaitu Dr. Kaoru Ishikawa yang menggunakan uraian grafis dari unsur-unsur proses untuk menganalisa sumbersumber potensial dari penyimpangan proses. Faktor-faktor penyebab utama ini dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian yaitu : 1. Material (bahan baku). 2. Machine (mesin). 3. Man (tenaga kerja). 4. Method (metode). 5. Environment (lingkungan). Adapun kegunaan dari diagram sebab-akibat adalah : 1. Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah. 2.
Menganalisa kondisi yang sebenarnya yang bertujuan untuk memperbaiki peningkatan kualitas.
3. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah. 4. Membantu dalam pencarian fakta lebih lanjut. 5. Mengurangi kondisi-kondisi yang menyebabkan ketidaksesuaian produk dengan keluhan konsumen. 6. Menentukan standarisasi dari operasi yang sedang berjalan atau yang akan dilaksanakan. 7. Merencanakan tindakan perbaikan.
24
Adapun langkah-langkah dalam membuat diagram sebab akibat adalah sebagai berikut, 1. mengidentifikasi masalah utama; 2. menempatkan masalah utama tersebut disebelah kanan diagram; 3. mengidentifikasi penyebab minor dan meletakkannya pada diagram utama; 4. mengidentifikasi penyebab minor dan meletakkannya pada penyebab mayor; 5. diagram telah selesai, kemudian dilakukan evaluasi untuk menentukan penyebab sesungguhnya. 4. Diagram Pareto (pareto analysis) Diagram pareto pertama kali diperkenalkan oleh Alfredo Pareto dan digunakan pertama kali oleh Joseph Juran. Diagram Pareto adalah grafik balok dan grafik baris yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap keseluruhan. Menggunakan diagram pareto, dapat terlihat masalah mana yang dominan sehingga dapat mengetahui prioritas penyelesaian masalah. Fungsi Diagram pareto adalah untuk mengidentifikasi atau menyeleksi masalah utama untuk peningkatan kualitas dari yang paling besar ke yang paling kecil. 5. Diagram Alir/Diagram Proses (process flow chart) Diagram alir secara grafis menunjukkan sebuah proses atau sistem dengan menggunakan kotak dan garis yang saling berhubungan. Diagram ini cukup sederhana, tetapi merupakan alat yang sangat baik untuk mencoba memahami sebuah proses atau menjelaskan langkah-langkah sebuah proses. 6. Histogram
25
Histogram adalah suatu alat yang membantu untuk menentukan variasi dalam proses. Berbentuk diagram batang yang menunjukkan tabulasi dari data yang diatur berdasarkan ukurannya. Tabulasi data ini umumnya dikenal dengan distribusi frekuensi. Histogram menunjukkan karakteristik-karakteristik dari data yang dibagi-bagi menjadi kelas-kelas. Histogram dapat berbentuk “normal” atau berbentuk seperti lonceng yang menunjukkan bahwa banyak data yang terdapat pada nilai rata-ratanya. Bentuk histogram yang miring atau tidak simetris menunjukkan bahwa banyak data yang tidak berada pada nilai rata-ratanya tetapi kebanyakan data nya berada pada batas atas atau bawah. 7. Peta kendali (control chart) Peta kendali adalah suatu alat yang secara grafis digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi apakah suatu aktivitas/proses berada dalam pengendalian kualitas secara statistika atau tidak sehingga dapat memecahkan masalah dan menghasilkan perbaikan kualitas. Peta kendali menunjukkan adanya perubahan data dari waktu ke waktu, tetapi tidak menunjukkan penyebab penyimpangan meskipun penyimpanan itu akan terlihat pada peta kendali. Manfaat dari peta kendali adalah untuk, 1. memberikan informasi apakah suatu proses produksi masih berada di dalam batas-batas kendali kualitas atau tidak terkendali; 2. memantau proses produksi secara terus menerus agar tetap stabil; 3. menentukan kemampuan proses (capability process); 4. mengevaluasi performance pelaksanaan dan kebijaksanaan pelaksanaan proses produksi;
26
5. membantu menentukan kriteria batas penerimaan kualitas produk sebelum dipasarkan. Peta
kendali
digunakan
untuk
membantu
mendeteksi
adanya
penyimpangan dengan cara menetapkan batas-batas kendali : 1. Upper control limit/batas kendali atas (UCL), merupakan garis batas atas untuk suatu penyimpangan yang masih diijinkan. 2. Central line/garis pusat atau tengah (CL), merupakan garis yang melambangkan tidak adanya penyimpangan dari karakteristik sampel. 3.
Lower control limit/batas kendali bawah (LCL), merupakan garis batas bawah untuk suatu penyimpangan dari karakteristik sampel. Out of control adalah suatu kondisi dimana karakteristik produk tidak
sesuai dengan spesifikasi perusahaan ataupun keinginan pelanggan dan posisinya pada peta kontrol berada di luar kendali. Tipe-tipe out of control meliputi : 1. Aturan satu titik Terdapat satu titik data yang berada di luar batas kendali, baik yang berada diluar UCL maupun LCL, maka data tersebut out of control. 2. Aturan tiga titik Terdapat tiga titik data yang berurutan dan dua diantaranya berada didaerah A, baik yang berada di daerah UCL maupun LCL, maka satu dari data tersebut out of control, yakni data yang berada paling jauh dari central control limits. 3. Aturan lima titik Terdapat lima titik data yang berurutan dan empat diantaranya berada di daerah B, baik yang berada di daerah UCL maupun LCL, maka satu dari data
27
tersebut out of control, yakni data yang berada paling jauh dari central control limits. 4. Aturan delapan titik Terdapat delapan titik data yang berurutan dan berada berurutan di daerah C dan di daerah UCL maka satu data tersebut out of control, yakni data yang berada paling jauh dari central control limits. Peta kontrol berdasarkan jenis data yang digunakan dapat dibedakan menjadi dua, yakni : 1. Peta kontrol variabel a. Peta untuk rata-rata (x-bar chart) b. Peta untuk rentang ( R chart) c. Peta untuk standar deviasi (S chart) 2. Peta kontrol atribut, terdiri dari : a. Peta p, yaitu peta kontrol untuk mengamati proporsi atau perbandingan antara produk yang cacat dengan total produksi, contohnya : baik-buruk dan, bagus-jelek. b. Peta c, yaitu peta kontrol untuk mengamati jumlah kecacatan per total produksi. c. Peta u, yaitu peta kontrol untuk mengamati jumlah kecacatan per unit produksi.
2.12 Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Suhartini (2007) yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Menyebabkan Ketidaksesuaian Produk pada Sampel Produk Cat Tembok di PT Propan Raya I.C.C Surabaya” menjelaskan tentang faktor
28
penyebab terjadinya ketidaksesuaian terhadap cat sample produk di PT Propan Raya ICC Surabaya. Metode analisis yang digunakan yaitu menggunakan diagram kontrol, diagram pareto, dan diagram sebab akibat. Hasil yang diperoleh yaitu berada dalam batas kontrol dengan presentase 6,5% maka produksi berjalan dengan baik dan terkendali. Ada beberapa jenis ketidaksesuaian pada sample produk cat tembok yaitu warna cat tidak sesuai standar, campuran cat tidak homogen, lapisan cat retak saat pengeringan, dan kekentalan tidak sesuai standar. Penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Nur Ilham (2012) yang berjudul “Analisis Pengendalian Kualitas Produk Dengan Menggunakan SPC (Statistical Processing Control) pada PT Bosowa Media Grafika”. Penelitian ini menjelaskan penerapan sistem pengendalian kualitas produk serta mencari penyebab kerusakan produk pada perusahaan. Metode yang digunakan yaitu SPC (Statistical Processing Control). Hasilnya masih belum terkendali, kerusakan yang paling utama adalah tinta kabur. Faktor lainnya adalah manusia, mesin, lingkungan, metode kerja, dan bahan baku. Penelitian yang dilakukan oleh Bakhtiar, S, Suharto Tahir dan Ria Asysyta Hasni
(2013)
yang
berjudul
“Analisa
Pengendalian
Kualitas
Dengan
Menggunakan Metode SQC (Statistical Quality Control) Studi Kasus Pada UD Matika Tapaktuan”. Penelitian ini dilakukan mengenai pengendalian kualitas produk jadi sirup pala dan mengidentifikasi penyebab penyimpangan kualitas produk. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah check sheet, histogram, diagram pareto, diagram sebab akibat, scatter diagram, peta kendali dan stratifikasi. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah tidak ada data yang melewati batas kontrol sehingga tidak perlu direvisi. Faktor penyebab
29
penyimpangan kualitas produk dapat dibedakan menjadi beberapa faktor, yaitu manusia, material, metode, dan proses. Tabel 2.1 Perbedaan dan Persamaan Penelitian No. 1
Peneliti Suhartini (2007)
Judul Analisis Faktor-faktor Yang Menyebabkan Ketidaksesuaian Produk Pada Sample Produk Cat Tembok di PT Propan Raya I.C.C Surabaya
Persamaan Menggunakan diagram control, diagram pareto, dan diagram sebab akibat
Perbedaan
2
Muhamma d Nur Ilham (2012)
Analisis Pengendalian Kualitas Produk Dengan Menggunakan SPC (Statistical Processing Control) Pada PT Bosowa Media Grafika
Menggunakan check sheet, histogram, peta kendali
3
Bakhtiar, S, Suharto Tahir dan Ria Asysyta Hasni (2013)
Analisa Pengendalian Kualitas Dengan Menggunakan Metode SQC (Statistical Quality Control) Studi Kasus Pada UD Matika Tapaktuan
check sheet, histogram, diagram pareto, diagram sebab akibat, scatter diagram, peta kendali dan stratifikasi
Lokasi penelitian berada di Provinsi Jawa Timur Usaha yang diteliti adalah usaha cat tembok Tidak menganalisis total biaya pengendalian mutu yang optimum Tidak menganalisis pengendalian bahan baku
Lokasi penelitian berada di Provinsi Kalimantan Timur Usaha yang diteliti adalah percetakan Koran Tribun Tidak menganalisis total biaya pengendalian mutu yang optimum Tidak menganalisis pengendalian bahan baku
Lokasi penelitian berada UD Matika Tapaktuan Tidak menganalisis total biaya pengendalian mutu yang optimum Tidak menganalisis pengendalian bahan baku
30
2.13 Kerangka Pemikiran Teoritis Pengembangan agribisnis lidah buaya memiliki prospek yang sangat bagus dilihat dari segi keterlibatan masyarakatnya dan manfaatnya yang ditimbulkan, untuk itu lidah buaya menjadi salah satu jenis tanaman terlaris yang dikembangkan sebagai bahan baku industri. Proses inilah yang dilirik oleh PT Alove Bali yang merupakan satu-satunya perusahaan yang memproduksi pupuk organik cair berbahan baku lidah buaya yang terletak di Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar, Bali. PT Alove Bali memiliki lahan perkebunan seluas 30 Ha. Disamping itu, PT Alove Bali juga mengembangkan budidaya lidah buaya dengan sistem plasma. Luas lahan perkebunan untuk sistem plasma tersebut 70 Ha yang terletak di sekitar Kabupaten Gianyar bagian timur (Kabupaten Klungkung dan Karangasem) dan utara (Kabupaten Bangli). Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengawasan bahan baku lidah buaya dan mutu produk yang dihasilkan oleh PT Alove Bali, sehingga dapat mengetahui kualitas produknya sudah sesuai standar atau tidak. Pada pengawasan bahan baku lidah buaya, akan lebih dijelaskan bagaimana perusahaan melakukan pengadaan bahan baku dengan deskriptif. Pada pengawasan mutu, akan dibahas bagaimana perusahaan melakukan pengawasan mutu menggunakan metode SPC (Statistical Proccess Control) dengan menggunakan peta kontol dan diagram sebab akibat. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisis total biaya mutu optimum, sehingga dapat dilihat perbedaan total biaya yang dilakukan perusahaan dengan total biaya pada kondisi optimum.
31
PT Alove Bali
Pengawasan pengadaan bahan baku lidah buaya
Pengawasan pengendalian mutu
Mutu POC menggunakan SPC
Proses pengawasan mutu
Biaya mutu optimum
Total biaya atas mutu kondisi aktual
Check sheet Jumlah kerusakan optimum Peta kontrol
Diagram sebab akibat
Total biaya atas mutu kondisi optimum
Kesimpulan
Rekomendasi
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian Pengawasan Bahan Baku dan Mutu yang Efektif Guna Mendukung Kelancaran Proses Produksi pada PT. Alove Bali