II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pariwisata
Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta. Pari mempunyai arti banyak, berkali-kali, berputar-putar atau lengkap. Sedangkan kata wisata mempunyai arti perjalanan dan berpergian. Berdasarkan dua suku kata tersebut pariwisata dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputarputar dari suatu tempat ke tempat lain. Berpariwisata adalah suatu proses kepergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat
tinggalnya.
Dorongan
kepergiannya
adalah
karena
berbagai
kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain, seperti karena sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk belajar (Suwantoro, 2001). Damanik dan Weber (2006) mengatakan dalam arti luas, pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas, pariwisata telah menjadi bagian penting dari kebutuhan masyarakat maju dan sebagian kecil masyarakat negara berkembang. sedangkan sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa yang sangat kompleks
yang
terkait
erat
dengan
11
organisasi,
hubungan-hubungan
12
kelembagaan dan individu, serta kebutuhan layanan, penyediaan kebutuhan layanan, dan sebagainya. Seseorang yang melakukan kegiatan pariwisata disebut dengan wisatawan. World Tourist Organization (WTO), dalam Pamulardi (2006), mendefinisikan wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal disuatu negara tanpa memandang kewarganegaraannya, berkunjung ke suatu tempat pada negara yang sama untuk jangka waktu lebih dari dua puluh empat jam yang tujuan perjalanannya dapat diklasifikasikan pada salah satu hal berikut. a. Memanfaatkan waktu luang untuk berekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan dan olahraga. b. Bisnis atau mengunjungi kaum keluarga.
2.2
Konsep Agrowisata
Agrowisata merupakan salah satu bentuk pariwisata alternatif yang sedang berkembang pesat. Beberapa negara mengembangkan jenis wisata ini untuk melengkapi daya tarik wisata konvensional (sun, sea, and sand) yang telah dikenal wisatawan. Secara umum konsep agrowisata mengandung pengertian suatu kegiatan perjalanan atau wisata yang dipadukan dengan aspek-aspek kegiatan pertanian. Pengertian ini mengacu pada unsur rekreatif yang memang sudah menjadi ciri kegiatan wisata, unsur pendidikan dalam
13
kemasan paket wisatanya, serta unsur sosial ekonomi dalam pembangunan pertanian dan pedesaan. Dari segi substansinya kegiatan agrowisata lebih menitikberatkan pada upaya menampilkan kegiatan pertanian dan suasana pedesaan sebagai daya tarik utama wisatanya tanpa mengabaikan segi kenyamanan (Windia dan Suamba, 2010). Sutjipta (2008) mendefinisikan, agrowisata adalah sebuah sistem kegiatan yang terpadu dan terkoordinasi untuk pengembangan pariwisata sekaligus pertanian, dalam kaitannya dengan pelestarian lingkungan, peningkatan kesajahteraan masyarakat petani. Rahardi (2003) mendefinisikan agrowisata adalah kegiatan wisata ke obyek-obyek pertanian dalam arti luas, baik di sektor hulu, tengah, maupun hilir. Kegiatan ini dikelola dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan finansial bagi pelakunya. Pengembangan agrowisata pada hakikatnya merupakan upaya terhadap pemanfaatan potensi atraksi wisata pertanian. Berdasarkan surat keputusan bersama antara Menteri Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi dan Menteri Pertanian No. KM.47/PW.DOW/MPPT-89 dan No. 204/KPT/HK/050/4/1989, agrowisata sebagai bagian dari objek wisata, diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang memanfaatkan usaha agro sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha
14
dibidang pertanian.
Agrowisata diberi batasan sebagai
wisata yang
memanfaatkan objek-objek pertanian (Tirtawinata dan Fachruddin, 1996).
2.3
Pengembangan Agrowisata
Motivasi agrowisata adalah untuk menghasilkan pendapatan tambahan bagi petani. Bagaimanapun, agrowisata juga merupakan kesempatan untuk mendidik orang banyak/ masyarakat tentang pertanian dan ekosistem. Pemain kunci didalam agrowisata adalah petani, pengunjung/wisatawan, dan pemerintah atau institusi. Peran mereka bersama dengan interaksi mereka adalah penting untuk menuju sukses dalam pengembangan agrowisata. Keuntungan dari pengembangan agrowisata bagi petani lokal dapat dirinci sebagai berikut Lobo dkk, 1999 (dalam Utama, 2011). 1. Agrowisata dapat meningkatkan
memunculkan peluang bagi petani lokal untuk
pendapatan
dan
meningkatkan
taraf
hidup
serta
kelangsungan operasi mereka. 2. Menjadi sarana yang baik untuk mendidik orang banyak/ masyarakat tentang pentingnya pertanian dan
kontribusinya untuk perekonomian
secara luas dan meningkatkan mutu hidup. 3. Mengurangi arus urbanisasi ke perkotaan karena masyarakat telah mampu mendapatkan pendapatan yang layak dari usahanya di desa (agrowisata).
15
4. Agrowisata dapat menjadi media promosi untuk produk lokal, dan membantu perkembangan regional dalam memasarkan usaha dan menciptakan nilai tambah dan “direct-marking” merangsang kegiatan ekonomi dan memberikan manfaat kepada masyarakat di daerah dimana agrowisata dikembangkan. Pengembangan agrowisata diharapkan sesuai dengan kapabilitas, tipologi, dan fungsi ekologis lahan akan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumber daya lahan dan pendapatan petani serta masyarakat sekitarnya. Kegiatan ini secara tidak langsung akan meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumber daya lahan pertanian. Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Manfaat yang dapat diperoleh dari agrowisata adalah melestarikan sumber daya alam, melestarikan teknologi lokal, dan meningkatkan pendapatan petani/masyarakat sekitar lokasi wisata (Anonim, 2002). Agrowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan industri yang mengharapkan
kedatangan
konsumen
(wisatawan
domestik
maupun
mancanegara) secara langsung di tempat wisata yang diselenggarakan. Aset
16
yang penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan, terutama pada wilayah-wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan. Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1996) Pengembangan agrowisata sebagai upaya menggairahkan kepariwisataan dan juga sebagai upaya dalam melakukan diversifikasi produk wisata baru memberikan banyak manfaat bagi kehidupan manusia pada umumnya dan masyarakat desa pada khususnya, serta bagi para wisatawan. Manfaat-manfaat tersebut antara lain adalah sebagai berikut. a. Meningkatkan konservasi lingkungan b. Meningkatkan nilai estetika c. Memberikan nilai rekreasi d. Meningkatkan kegiatan ilmiah dan pengembangkan ilmu pengetahuan e. Meningkatkan keuntungan ekonomi, baik bagi daerah dan masyarakat juga bagi obyek agrowisata itu sendiri. Dalam
merencanakan
dan
mengelola
agrowisata
diperlukan
perencanaan yang matang dan pegangan yang professional, karena berbagai kendala diluar perkiraan mungkin akan terjadi. Untuk itu diperlukan sensivitas (kepekaan) dan kiat-kiat khusus dari semua pihak yang terlibat dalam pengembangan agrowisata tersebut, sehingga hasil yang dicapai maksimal dan
17
dampak negatif dapat dihindari dan diminimalisir sehingga pengembangan agrowisata dapat berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.
2.4
Subak
Dalam Perda Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/1972 pada dasarnya diisyaratkan bahwa subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. Kemudian Arif (1999) dalam Windia (2006), memperluas pengertian sosio-agraris-religius dalam sistem irigasi subak, dengan menyatakan bahwa adalah lebih tepat kalau subak itu disebut memiliki karakter sosio-teknis-religius karena pengertian teknis cakupannya menjadi lebih luas termasuk didalamnya teknis pertanian dan teknis irigasi. Selanjutnya, Sutawan dkk (1989) dalam Windia (2006) melakukan kajian-kajian yang lebih mendalam tentang gatra religius dalam sistem irigasi subak di Bali. Gatra religius pada sistem subak di Bali mencerminkan keberadaan dari konsep parhyangan, palemahan, dan pawongan sebagai salah satu komponen dari Tri Hita Karana merupakan suatu konsep pemikiran yang dijiwai oleh agama Hindu dan relevan dalam kaitannya dengan sistem kebudayaan. Adapun hubungan antar elemen Tri Hita Karana (parhyangan, palemahan, dan pawongan) sebagai landasan kegiatan sistem subak, serta
18
kaitannya dengan elemen atau subsistem kebudayaan seperti terlihat pada Gambar 1. Parhyangan/ pola pikir
Palemahan/ artefak/ Kebendaan
Pawongan/ Sosial
Gambar 1. Hubungan Antar Elemen THK dan Kaitannya dengan Sistem Kebudayaan Sumber: Windia, 2006
Unsur parhyangan memberikan nuansa religius yang mengepresikan hubungan manusia dengan lingkungan spiritual. Setiap subak dilengkapi dengan tempat suci (pura) yang disebut pura ulun suwi atau bedugul yang dibangun tidak jauh dari sumber mata air, bendungan, atau bagian hulu kawasan persawahan. Unsur pawongan mengacu pada aspek sosial (manusia), yakni para petani yang terhimpun dalam organisasi subak dilengkapi dengan awig-awig berupa seperangkat aturan mengenai tata tertib organisasi serta hak dan kewajiban para anggotanya. Unsur palemahan merupakan komponen infrastruktur yang terdiri atas lingkungan fisik alamiah berupa areal persawahan yang disebut uma atau carik dengan berbagai macam fasilitas sistem irigasinya.
19
Sistem subak di Bali memiliki kemampuan untuk menyerap teknologi yang berkembang dalam kurun waktu tertentu dan kemampuannya untuk beradaptasi dengan perkembangan budaya yang ada di lingkungan sekitarnya. Namun, sistem subak tidak mampu menahan intervensi dari luar. Hal ini dapat dilihat dari semakin derasnya alih fungsi lahan sehingga dalam jangka panjang akan menimbulkan kerusakan yang drastis pada sistem subak. Sutawan, 2005 (dalam Windia, 2010) menyebutkan jika sistem subak di Bali hancur, maka kebudayaan Bali akan ikut hancur. Oleh karenanya, langkah yang dapat dilakukan untuk melestarikan sistem irigasi subak di Bali diantaranya: (1) mempertahankan keberlanjutan lahan sawah di Bali; (2) mempertahankan
keberlanjutan
sumberdaya
air
untuk
irigasi;
(3)
mempertahankan batas-batas antar subak yang jelas; (4) mempertahankan sistem organisasi subak yang fleksibel, yakni sistem organisasi yang disesuaikan dengan kepentingan setempat; (5) memperkokoh kelembagaan subak; dan (6) mempertahankan konsep harmoni dan kebersamaan dalam polapikir masyarakat (petani) dalam pengelolaan sistem irigasi, sesuai dengan konsep THK yang melandasi sistem irigasi subak. Dalam kaitan ini, kawasan subak sangat penting jika ditetapkan sebagai agrowisata untuk melestarikan warisan nenek moyang. Selain itu juga, dapat mengindari adanya alih fungsi lahan. Sehingga keberlanjutannya akan lebih terjamin.
20
2.5
Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Rangkuti (2005) menyatakan bahwa analisis ini didasarkan pada logika yang memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategis, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal tersebut disebut dengan analisis situasi. Model yang paling popular untuk analisis situasi adalah analisis SWOT. Adapun pengertian dari masing-masing bagian SWOT sebagai berikut (Yoeti, 1996). a. Kekuatan adalah suatu yang dapat dikembangkan menjadi lebih tangguh hingga mampu bertahan dalam pasar dan mampu bersaing untuk pengembangan selanjutnya. b. Kelemahan adalah segala faktor yang tidak menguntungkan atau merugikan bagi sektor pariwisata.
21
c. Peluang adalah semua kesempatan yang ada sebagai akibat kebijakan pemerintah, peraturan berlaku, atau kondisi perekonomian nasional yang dianggap dapat memberi peluang bagi pariwisata. d. Ancaman adalah hal-hal yang dapat mendatangkan kerugian bagi pariwisata.
2.6
Lingkungan Internal dan Lingkungan Eksternal
Menurut Dirgantoro (2007) Lingkungan Internal terdiri dari komponenkomponen atau variabel lingkungan yang berasal atau berada didalam organisasi/ perusahaan itu sendiri. Komponen-komponen dari lingkungan internal ini cenderung dapat dikendalikan oleh organisasi/ perusahaan yang berada didalam jangkauan intervensi mereka. Karena sifatnya yang berasal dari dalam organisasi, maka organisasi/ perusahaan lebih memiliki bargain value untuk menyiasati komponen-komponen yang berada didalam lingkungan internal. Sedangkan, Lingkungan Eksternal merupakan komponen-komponen atau variabel lingkungan yang berada atau berasal dari luar organisasi/ perusahaan. Komponen tersebut cenderung berada diluar jangkauan organisasi yang artinya organisasi tidak dapat melakukan intervensi terhadap komponenkomponen tersebut. Dimana komponen tersebut lebih dipandang sebagai given
22
atau sesuatu yang mau tidak mau harus diterima, tinggal bagaimana organisasi berkompromi atau menyiasati komponen-komponen tersebut.
2.7
Matrik SWOT
Rangkuti (2005) mendefinisikan matrik SWOT adalah alat yang digunakan
untuk menyusun faktor-faktor strategis perusahaan. Matrik ini
menggambarkan secara jelas peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan yang disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks SWOT ini menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategi. Strategi
SO
(Strengthness-Opportunity)
menuntut
perusahaan
mampu
memanfaatkan peluang melalui kekuatan internalnya. Strategi WO (WeaknessOpportunity) menuntut perusahaan untuk meminimalkan kelemahan dalam memanfaatkan peluang. Strategi ST (Strengthness-Threatness) merupakan pengoptimalan kekuatan dalam menghindari ancaman, dan strategi WT (Weakness–Threatness)
menitikberatkan
pada
upaya
meminimalkan
kelemahan dan menghindari ancaman.
2.8
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kawasan Ceking memiliki daya tarik untuk dikembangkan sebagai kawasan agrowisata karena memiliki keindahan terasering yang sangat unik
23
sehingga menyebabkan peningkatan pada jumlah kunjungan wisatawan. Sebagai suatu daya tarik wisata, subak memiliki perpaduan atraksi alam dan budaya agraris yang sangat menarik bagi para wisatawan. Berdasarkan perpaduan tersebut, subak memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai agrowisata subak, namun sekiranya perlu dilihat situasi internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan, dan situasi eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman. Dari situasi internal dan ekternal ini kemudian akan diketahui bobot, rating, dan skor masing-masing situasi yang kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan analisis IFAS dan EFAS, Setelah di analisis IFAS dan EFAS selanjutnya di analisis dengan menggunakan kuadran analisis SWOT untuk mengetahui kondisi yang dimiliki oleh Kawasan Ceking. Terakhir akan di analisis dengan menggunakan matrik SWOT, sehingga dari analisis matrik SWOT ini akan diketahui strategi pengembangan agrowisata pada Kawasan Ceking Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar. Strategi yang dihasilkan/ diharapkan tepat dengan tujuan memaksimalkan penataan dan pengelolaan
Kawasan
Ceking
tersebut
yang
selanjutnya
akan
direkomendasikan untuk pengembangan agrowisata pada kawasan ceking kepada pengelola pada Kawasan Ceking (Gambar 2).
24
Pengembangan Kawasan Ceking
Potensi Agrowisata Subak
Situasi Internal - Kekuatan - Kelemahan
Situasi Eksternal - Peluang - Ancaman
IFAS
EFAS
Matrik SWOT
Strategi Pengembangan Agrowisata
Rekomendasi
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Strategi Pengembangan Agrowisata Berbasis Subak pada Kawasan Ceking Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar