II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jasa Jasa dapat diartikan sebagai pelayanan personal (personal service) atau dapat juga diartikan sebagai suatu produk. Banyak pakar memberikan definisi tentang jasa. Kotler (2005) mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya mungkin saja terkait atau mungkin juga tidak terkait dengan produk fisik. Pada umumnya jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, di mana interaksi antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut. Dapat disimpulkan bahwa jasa bukanlah barang, tetapi suatu aktifitas yang tidak dapat dirasakan secara fisik dan membutuhkan interaksi antara satu pihak ke pihak lain. 2.1.1
Karakteristik Jasa Kotler (2005) mengemukakan bahwa jasa memiliki empat karakteristik
yang membedakannya dengan barang, yaitu : 1) Tidak berwujud (intangibility) Jasa berbeda dengan barang karena jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Konsumen tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum mereka menikmatinya sendiri. Oleh karena itu, untuk mengurangi ketidakpastian, konsumen akan mencari tanda atau bukti dari kualitas jasa tersebut.
6
2) Tidak terpisahkan (inseparability) Biasanya barang diproduksi, disimpan dalam persedian, didistribusikan, dijual, baru kemudian dikonsumsi. Sementara jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut. 3) Bervariasi (variability) Jasa bersifat sangat bervariasi karena merupakan keluaran nonbaku (nonstandardized output), artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan 4) Tidak tahan lama (perishability) Jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. 2.1.2
Klasifikasi Jasa Sebagai konsekuensi dari adanya berbagai macam variasi bauran antara
barang dan jasa, kita sulit untuk menggeneralisasikan jasa bila tidak melakukan pembedaan lebih lanjut. Banyak pakar telah melakukan klasifikasi, dimana masing-masing ahli menggunakan dasar pembedaan yang disesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing (Tjiptono, 2005). Tjiptono (2005) mengklasifikasikan jasa berdasarkan sudut pandang konsumen menjadi dua kategori utama, yaitu: 1) Untuk konsumen (jasa fasilitas), yaitu jasa yang dimanfaatkan sebagai sarana atau media untuk mencapai tujuan tertentu. Kategori ini meliputi transportasi, komunikasi, finansial, akomodasi, dan rekreasi.
7
2) Kepada konsumen (jasa manusia), yaitu jasa yang ditujukan kepada konsumen. Kategori ini terbagi menjadi dua kelompok, yaitu pengolah manusia (people processing) dan pengubah manusia (people changing). Pengolah manusia bisa bersifat sukarela (misalnya, pusat ketenagakerjaan dan fasilitas sinar X atau rontgen) dan tidak (misalnya, klinik diagnosis dan pengadilan anak-anak nakal). Sama halnya dengan pengubah manusia yang bisa bersifat sukarela (misalnya, perguruan tinggi dan tempat ibadah) dan tidak (misalnya, rumah sakit dan penjara). 2.1.3
Kualitas Jasa Kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan.
Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan yang kuat dengan perusahaan. Tjiptono (2005) menjelaskan bahwa apabila jasa yang diterima atau disarankan sesuai dengan yang diharapkan, kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, apabila jasa yang diterima lebih rendah daripada yang diharapkan, kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian, baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa untuk memenuhi harapan pelanggan secara konsisten. a. Dimensi Kualitas Jasa Parasuraman et al. (1988) mengemukakan lima dimensi kualitas jasa, yaitu:
8
1) Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat (accurately) dan kemampuan untuk dipercaya (dependably), terutama memberikan jasa secara tepat waktu (on time), dengan cara yang sama sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan, dan tanpa melakukan kesalahan; 2) Daya tanggap (responsiveness), yaitu kemauan atau keinginan para karyawan untuk membantu memberikan jasa yang dibutuhkan konsumen; 3) Jaminan (assurance), meliputi pengetahuan, kemampuan, keramahan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya dari kontak personal untuk menghilangkan sifat keragu-raguan konsumen dan membuat mereka merasa terbebas dari bahaya dan risiko; 4) Empati (emphaty), yang meliputi sikap kontak personal atau perusahaan untuk memahami kebutuhan dan kesulitan, konsumen, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan kemudahan untuk melakukan komunikasi atau hubungan; 5) Produk-produk fisik (tangibles), tersedianya fasilitas fisik, perlengkapan dan sarana komunikasi, dan lain-lain yang bisa dan harus ada dalam proses jasa. b. Pengukuran Kualitas Jasa Mengukur kualitas jasa berarti mengevaluasi atau membandingkan kinerja suatu jasa dengan seperangkat standar atau yang telah ditetapkan terlebih dahulu untuk model pengukuran. Pengukuran dapat dilakukan dengan skala Likert atau semantik diferensial, yaitu responden cukup memilih derajat
9
kesetujuan atau ketidaksetujuannya atas pernyataan kualitas jasa. Zeithaml dan Bitner (2005) mengemukakan beberapa formulasi untuk mengukur kualitas jasa sebagai berikut: 1) skor kualitas = skor kinerja – skor harapan. 2) skor kualitas jasa = skor derajat kepentingan x (skor kinerja – skor harapan) 3) skor kualitas jasa = skor kinerja 4) skor kualitas jasa = skor derajat kepentingan x skor kinerja 2.2. Restoran Kotler (2005) menyatakan bahwa usaha restoran termasuk pada pengolahan pelayanan jasa yang bersifat campuran. Menurutnya usaha restoran merupakan suatu bentuk usaha yang dalam pelaksanaannya mengkombinasikan antara produk dan jasa. Restoran adalah salah satu jenis usaha pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan yang permanen, dilengkapi peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian, dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya dan memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan ini (Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor KM.95/HK.103/MPPT-87). Terdapat sepuluh jenis restoran orisinil menurut Torsina (2000) : 1) Family continental, yaitu restoran tradisi untuk keluarga, mementingkan masakan yang enak, suasana dan harga bersahabat. Biasanya pelayanan dan dekorasi biasa – biasa saja.
10
2) Fast food, yaitu eat-in (makan di restoran) dan take-out (dibungkus untuk dimakan di luar restoran), menu siap atau segera tersedia, agak terbatas dalam jenis, ruang dengan dekorasi warna – warna utama dan terang, harga tidak mahal, mengutamakan banyak pelanggan. 3) Cafetaria, biasanya terdapat dalam gedung – gedung perkantoran atau pusat – pusat perbelanjaan, sekolah dan pabrik. Menu agak terbatas dan bisa berganti – ganti menurut harinya. Berharga ekonomis. 4) Gourmet, yaitu restoran yang berkelas, memerlukan suasana restoran yang sangat nyaman dan dekorasi artistik. Ditujukan kepada mereka yang menuntut standar penyajian yang tinggi dan bergengsi. Di samping makanan, juga disediakan minuman seperti wines dan liquors. 5) Etnic, menyajikan makanan dari daerah (suku atau negara) yang spesifik, misalkan masakan Jawa Timur, Manado, Italia, India, Cina dll. Dekorasi biasanya disesuaikan dengan etnik yang bersangkutan bahkan termasuk seragam para karyawannya. 6) Buffet, ciri utamanya adalah satu harga untuk makan sepuasnya apa yang disajikan pada buffet. Peragaan dan display makanan sangat penting di sini, sebab ia langsung menjual dirinya. 7) Coffee shop, jenis ini ditandai dengan pelayanan secara cepat pergantian tempat duduk. Banyak seating menempati counter service untuk menekan suasan informal. Lokasi utamanya di gedung perkantoran atau pusat perbelanjaan.
11
8) Snack bar, ruangan biasanya lebih kecil, cukup untuk melayani orang – orang yang ingin makanan kecil / jajanan. 9) Drive in / Drive thru or parking, para pembeli yang mengendarai mobil tidak perlu turun dari mobilnya. Pesanan diantar hingga ke mobil untuk eat-in (sementara parkir) atau take away (dibawa pulang). Makanan harus bisa dikemas secara praktis dan sesuai untuk parkir mobil / motor. 10) Specialty restaurant, jenis restoran yang jauh dari keramaian tetapi menyajikan masakan khas yang menarik dan bermutu. Ditujukan kepada turis atau keluarga dalam suasana khas yang lain daripada yang lain. 2.3. Pelanggan Pelanggan diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu (1) pelanggan individu dan (2) pelanggan organisasi. Pelanggan individu adalah orang-orang atau individu-individu yang membeli produk (barang, jasa, atau ide) untuk dikonsumsi sendiri, bersama keluarga, atau bersama teman-teman. Pelanggan organisasi diartikan sebagai lembaga atau instansi yang membeli produk (barang, jasa, atau ide) untuk diperjualbelikan atau untuk kepentingan instansi/lembaga tersebut (Sangadji dan Sopiah, 2013). Pelanggan adalah pembeli yang ditetapkan pihak perusahaan sebagai pembeli rutin, baik dilakukan secara tunai maupun kredit, disebabkan perusahaan tersebut sebagai sasaran (Tjiptono, 2005). Menurut Amreny (2012), ada beberapa tingkatan pelanggan : 1) Pelanggan loyal (entrenched), yaitu konsumen yang tidak akan pindah ke produk lain.
12
2) Pelanggan normal (average), yaitu konsumen yang mempunyai loyalitas cukup tinggi tetapi masih ada kemungkinan untuk pindah ke produk lain. 3) Pelanggan setengah loyal (shallow), yaitu pelanggan yang setengah loyal, setengahnya lagi mempunyai sifat switcher. 4) Pelanggan tidak loyal (convertible), yaitu pelanggan yang selalu berpindah ke produk lain. 2.3.1
Perilaku Pelanggan Menurut Engel et al (2006), perilaku pelanggan adalah tindakan yang
langsung terlibat dalam pemerolehan, pengonsumsian, dan penghabisan produk/jasa, termasuk proses yang mendahului dan menyusul tindakan ini. Perilaku pelanggan adalah studi unit-unit dan proses pembuatan keputusan yang terlibat dalam penerimaan, penggunaan dan pembelian, dan penentuan barang, jasa, dan ide. Perilaku pelanggan didefinisikan sebagai studi unit pembelian dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuatan barang, jasa, pengalaman, serta ide. Perilaku pelanggan dijelaskan sebagai suatu studi tentang unit pembelian bisa perorangan, kelompok, atau organisasi. Masingmasing unit tersebut akan membentuk pasar sehingga muncul pasar individu atau pasar pelanggan, unit pembelian kelompok, dan pasar bisnis yang dibentuk organisasi (Kotler, 2005). Manusia sering dihadapkan pada berbagai pilihan guna memenuhi kebutuhannya. Pilihan-pilihan ini terpaksa dilakukan karena kebutuhan manusia tidak terbatas, sedangkan alat untuk memenuhi kebutuhan tersebut sangat terbatas. Banyak faktor dan alasan yang mendorong manusia untuk melakukan suatu
13
pembelian. Pemahaman tentang perilaku mereka sangat penting karena dapat dijadikan modal penting bagi perusahaan untuk mencapai tujuannya. Sebuah prinsip pemasaran mengatakan bahwa pencapaian tujuan organisasi tergantung pada seberapa mampu organisasi memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan, dan memenuhinya secara lebih efisien dan efektif dibandingkan pesaingnya. Perilaku pelanggan adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologi yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi. Sangadji dan Sopiah (2013) mendefinisikan perilaku pelanggan sebagai proses seorang pelanggan untuk membuat keputusan pembelian, juga untuk menggunakan dan membuang barang dan jasa yang dibeli, termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian dan penggunaan produk. Perilaku pelanggan dapat disimpulkan menjadi (1) disiplin ilmu yang mempelajari perilaku individu, kelompok, atau organisasi dan proses-proses yang digunakan pelanggan untuk menyeleksi, menggunakan produk, pelayanan, pengalaman (ide) untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan, dan dampak dari proses-proses tersebut pada pelanggan dan masyarakat; (2) tindakan yang dilakukan oleh pelanggan guna mencapai dan memenuhi kebutuhannya baik dalam penggunaan, pengonsumsian, maupun penghabisan barang dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan yang menyusul; (3) tindakan atau perilaku yang dilakukan pelanggan yang dimulai dengan merasakan adanya kebutuhan dan keinginan, kemudian berusaha mendapatkan produk yang
14
diinginkan, mengonsumsi produk tersebut, dan berakhir dengan tindakan tindakan pascapembelian, yaitu perasaan puas atau tidak puas (Sangadji dan Sopiah, 2013). 2.3.2
Membangun dan Mempertahankan Hubungan yang Baik dengan Pelanggan Membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dengan pelanggan
merupakan kata kunci untuk sukses bagi sebuah perusahaan. Ada empat konsep yang harus diperhatikan, yaitu (1) nilai pelanggan, (2) kepuasan pelanggan, (3) kepercayaan pelanggan, dan (4) loyalitas pelanggan (Sangadji dan Sopiah, 2013). 1) Nilai pelanggan a. Nilai pelanggan merupakan perbandingan antara manfaat/keuntungan yang dipersepsikan dengan semua sumber daya yang digunakan untuk mendapatkan manfaat dari produk yang dibeli. b. Nilai pelanggan bersifat relatif dan subjektif. c. Nilai pelanggan ini sangat kritis, harus menjadi fokus perusahaan. 2) Kepuasan pelanggan Kepuasan pelanggan akan tercapai jika persepsi fundamental pelanggan terhadap kinerja produk (persepsi pelanggan tentang kinerja produk yang riil) sama dengan kinerja produk yang diharapkan. 3) Kepercayaan pelanggan Menciptakan dan mempertahankan kepercayaan pelanggan merupakan fondasi untuk menjaga hubungan yang baik dengan pelanggan dalam jangka panjang. Kepercayaan merupakan sikap teguh pelanggan pada pendiriannya tentang
15
sesuatu, misalnya terhadap perusahaan. Jika mempercayai perusahaan, pelanggan akan teguh dan loyal, tidak mudah berpaling ke perusahaan lain. 4) Loyalitas pelanggan Tujuan pemasaran adalah menciptakan dan mempertahankan kepuasan pelanggan. Ciri pelanggan yang loyal adalah sebagai berikut : a. membeli banyak produk; b. tidak sensitif terhadap produk; c. biaya untuk mempertahankan pelanggan yang loyal jauh lebih murah dibandingkan dengan mencari pelanggan baru; d. merekomendasikan yang positif dari perusahaan kepada orang lain. 2.3.3
Pelayanan dan Kepuasan Bagi Pelanggan Untuk mencapai dan menghasilkan suatu kualitas jasa yang sangat baik,
suatu perusahaan jasa haruslah mengerti dan mengimplementasikan segala dimensi-dimensi kualitas jasa dengan tepat, karena para pelanggan dalam menilai kualitas jasa suatu perusahaan, mereka menggunakan persepsinya dengan melihat dan merasakan dimensi-dimensi kualitas jasa yang ditawarkan suatu perusahaan. Kualitas layanan suatu perusahaan haruslah terus dipertahankan dan ditingkatkan karena pelanggan mengharapkan mendapat suatu pelayanan yang baik bahkan melebihi yang mereka harapkan sehingga pelanggan akan puas terhadap perusahaan jasa tersebut. Layanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang akan ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak
16
mengakibatkan kepemilikan apapun, produksi layanan biasa berhubungan dengan produk fisik maupun non fisik. Kepuasan atau ketidakpuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja produk yang riil/actual dengan kinerja produk yang diharapkan. Menurut Zeithaml dan Bitner (2005), kepuasan pelanggan merupakan “customer’s evaluation of a product or service in terms of wether that product or service has met their needs and expectation. : Pelanggan yang merasa puas pada produk/jasa yang dibeli dan digunakannya akan kembali menggunakan jasa/produk yang ditawarkan. Hal ini akan membangun kesetiaan pelanggan. Kepuasan pelanggan diartikan sebagai suatu keadaan dimana harapan pelanggan terhadap suatu produk sesuai dengan kenyataan yang diterima oleh pelanggan. Jika produk tersebut jauh dibawah harapan, pelanggan akan kecewa. Sebaliknya, jika produk tersebut memenuhi harapan, pelanggan akan puas. Kepuasan pelanggan diukur dengan seberapa besar harapan pelanggan tentang produk dan pelayanan sesuai dengan kinerja produk dan pelayanan yang aktual. Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan menurut Sangadji dan Sopiah (2013). Parasuraman et al (1988), membuat 6D (6 Dimention) yang disusun dalam sebuah alur dari kualitas produk sampai pada pemenuhan kepuasan pelanggan. Framework teori Parasuraman ini dapat dilihat pada Gambar 1.
17
Tampilan Fisik Keandalan Jaminan Empati Respon Produk
Pelayanan yang diinginkan
Pelayanan yang diberikan
Kualitas pelayanan yang diterima
Kepuasan pelanggan
Gambar.1 SERVQUAL Model (Parasuraman et al., 1988) Ada empat metode yang digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan (Kotler, 2000) : 1) Sistem keluhan dan saran Industri yang berwawasan pelanggan akan menyediakan formulir bagi pelanggan untuk melaporkan kesukaan dan keluhannya. Selain itu dapat berupa kotak saran atau telepon pengaduan bagi pelanggan. Alur informasi ini memberikan banyak gagasan baik. 2) Survei kepuasan pelanggan Industri tidak dapat menggunakan tingkat keluhan sebagai ukuran kepuasan pelanggan. Industri yang responsif mengukur kepuasan pelanggan dengan mengadakan survei berkala, yaitu dengan mengirimkan daftar pertanyaan atau menelepon secara acak dari pelanggan untuk mengetahui perasaan mereka terhadap berbagai kinerja industri. Selain itu dapat juga ditanyakan tentang kinerja industri saingannya. 3) Ghost shipping (pelanggan bayangan) Pelanggan bayangan yaitu menyuruh orang berpura – pura menjadi pelanggan dan melaporkan titik – titik kuat dan titik – titik lemah yang dialami waktu
18
membeli produk dari industri sendiri maupun industri saingannya. Selain itu pelanggan dapat melaporkan apakah wiraniaga yang menangani produk dari industri sendiri telah bekerja dengan baik. 4) Analisa pelanggan yang beralih Industri dapat menghubungi pelanggan yang tidak membeli lagi atau mengganti pemasok untuk mengetahui penyebabnya sehingga dapat diketahui tingkat kehilangan pelanggan. 2.4. Konsep Quality Function Deployment (QFD) 2.4.1
Definisi dan Manfaat Quality Function Deployment (QFD) adalah metodologi dalam proses
perancangan
dan
pengembangan
produk
atau
layanan
yang
mampu
mengintegrasikan ‘suara-suara konsumen’ ke dalam proses perancangannya. QFD adalah suatu alat (tool) yang memungkinkan kita unempatituk menentukan prioritas proyek pada beberapa level dalam proses pengembangan, yang dalam hal ini tingkat tertinggi ada pada kebutuhan pelanggan (customer needs). Fokus utama dari QFD adalah melibatkan pelanggan proses pengembangan produk sedini mungkin. Filosofi yang mendasarinya adalah bahwa pelanggan tidak akan puas dengan suatu produk meskipun produk itu telah dihasilkan dengan sempurna bila mereka tidak menginginkan atau membutuhkannya. QFD sebenarnya adalah merupakan suatu jalan bagi perusahaan untuk mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan serta keinginan konsumen terhadap produk atau jasa yang dihasilkannya. Quality Function Deployment telah terbukti sebagai suatu metode yang memiliki dampak positif bagi perusahaan yang meneliti keinginan
19
pelanggannya dan merupakan alat, serta teknik yang bebas dalam mempelajari data spesifik yang dikumpulkan dari pelanggan. Dengan metode tersebut perusahaan dapat melakukan pendekatan komprehensif dan sistematik untuk memastikan produknya memenuhi keinginan pelanggan (Nasution, 2005). QFD dapat digunakan untuk menerjemahkan kebutuhan konsumen ke dalam spesifikasi teknikal tertentu dan dapat dipergunakan sebagai alat untuk pengembangan produk dan proses produksi (Chen dan Chen, 2001). QFD melibatkan pelanggan pada proses pengembangan produk sedini mungkin. Filosofi yang mendasari hal tersebut adalah bahwa pelanggan tidak akan puas dengan suatu produk, meskipun suatu produk yang telah dihasilkan dengan sempurna, bila mereka memang tidak menginginkan atau membutuhkannya. Manfaat atau keuntungan dari penggunaan QFD antara lain (Nasution 2005) : 1) Fokus Pada Pelanggan QFD memerlukan pengumpulan masukan dan umpan balik dari pelanggan. Informasi kemudian diterjemahkan ke dalam sekumpulan persyaratan pelanggan yang spesifik. 2) Efisiensi Waktu QFD dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan dalam pengembangan produk karena memfokuskan pada persyaratan pelanggan yang spesifik dan telah diidentifikasikan dengan jelas.
20
3) Orientasi Kerjasama Tim QFD merupakan pendekatan orientasi kerjasama tim. Semua keputusan dalam proses didasarkan atas consensus dan dicapai melalui diskusi mendalam dan diskusi. 4) Orientasi Pada Dokumentasi Salah satu produk yang dihasilkan dari proses QFD adalah dokumen komprehensif mengenai semua data yang berhubungan dengan segala proses yang ada dan perbandinganya dengan persyaratan pelanggan. Fokus
utama
QFD
adalah
melibatkan
pelanggan
pada
proses
pengembangan produk sedini mungkin. Filosofi yang mendasarinya adalah bahwa pelanggan tidak akan puas dengan suatu produk meskipun suatu produk yang telah dihasilkan dengan sempurna, bila mereka memang tidak menginginkan atau membutuhkannya (Tutuhatunewa, 2010). Menurut Ham et al. (2012), step terakhir dalam penyusunan HOQ dilakukan dengan menentukan nilai kepentingan dan memberikan ranking sebagai atribut dan perbaikan yang diprioritaskan yang selanjutnya akan menjadi target aktivitas pengembangan. 2.4.2
House Of Quality (HOQ) Matriks House of Quality (HOQ) adalah representasi QFD yang paling
dikenal. Matriks ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian horizontal dan vertikal. Bagian horizontal dari matriks berisi informasi yang berhubungan dengan konsumen. Bagian vertikal dari matriks berisi informasi teknis sebagai respons bagi input konsumen. Secara garis besar matriks ini adalah upaya untuk
21
mengkonversi voice of customer secara langsung terhadap persyaratan teknis atau spesifikasi teknis dari produk atau jasa yang dihasilkan. Perusahaan akan berusaha mencapai persyaratan teknis yang sesuai dengan target yang telah ditetapkan, dengan sebelumnya melakukan benchmarking terhadap produk pesaing (Nasution, 2005). Muslim dan Gunawan (2003) menjelaskan, bentuk matriks dari House of Quality (HOQ) terdiri dari : 1) WHATs, merupakan bagian kiri dari HOQ yang berisi daftar keinginan pelanggan (Customer Requirements). 2) WHYs, merupakan bagian kanan dari HOQ yang disebut juga Planning Matrix yang berisi : prioritas keinginan pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan terhadap perusahaan maupun pesaing (Competitive Benchmarking). 3) HOWs, merupakan lantai dua dari HOQ yang mengidentifikasikan karakteristik produk yang dapat diukur untuk memenuhi keinginan dari pelanggan Technical Response atau Technical Requirements). 4) Relationship Matrix (matrix hubungan), merupakan bagian tengah dari HOQ yang mengaitkan bentuk hubungan Technical Response dengan Voice of Customer / Customer Requirements). 5) Correlation Matrix (matrix korelasi), merupakan atap dari HOQ yang mengidentifikasi pelaksanaan desain dari HOWs. 6) HOQ MUCHes, merupakan dasar rumah yang berisi spesifikasi teknis yang akan memuaskan pelanggan seperti prioritas dari Technical Response, Technical Benchmarking, tingkat kesulitan teknis serta Target Value.
22