II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Quality Of Work Life Menurut Davis dan Newstroom (1994) QWL mengacu pada keadaan menyenangkan atau tidaknya lingkungan kerja. Tujuan pokoknya adalah mengembangkan lingkungan kerja yang sangat baik bagi orang-orang dan juga bagi produksi. QWL menghasilkan lingkungan kerja yang lebih manusiawi, dan berupaya untuk memenuhi kebutuhan tingkat tinggi karyawan. Gagasannya adalah bahwa karyawan merupakan SDM yang perlu dikembangkan, bukan hanya digunakan. Mondy dan Noe (2005) menyatakan bahwa kualitas kehidupan kerja adalah suatu tingkat dimana anggota dari suatu organisasi mampu memuaskan kebutuhan pribadinya yang penting melalui pengalamannya dalam melakukan pekerjaan pada organisasi tersebut. Sedangkan Kossen (1993) berpendapat, bahwa QWL mengacu kepada bagaimana efektifnya lingkungan pekerjaan memenuhi keperluan-keperluan pribadi dan nilai-nilai para karyawan. Menurut Mangkuprawira (2009), kualitas kehidupan kerja merupakan tingkat kepuasan, motivasi, keterlibatan dan pengalaman komitmen perseorangan mengenai kehidupan mereka dalam bekerja. QWL juga berarti derajat dimana individu sanggup memuaskan kebutuhan individunya. Flipo (2005) mengacu pada staff dari American Center menjelaskan bahwa QWL adalah setiap kegiatan yang terjadi pada setiap tingkat organisasi untuk mencari efektifitas organisasi yang lebih besar melalui peningkatan martabat dan pertumbuhan manusia. Suatu proses dimana para penanggung risiko dalam organisasi, manajemen, serikat buruh, dan para karyawan mempelajari cara kerja bersama yang lebih baik yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang bersifat simultan. Cascio (2003) menyatakan terdapat dua pandangan atas QWL. Pertama, QWL adalah sekumpulan keadaan dan praktik dari tujuan organisasi (seperti promosi, kebijakan, supervisi yang demokratis, partisipasi karyawan,
8
lingkungan kerja yang aman). Kedua, QWL mengindikasikan keadaan dimana karyawan merasa aman dalam bekerja memiliki kepuasan, serta dapat tumbuh dan berkembang. Hal ini berhubungan dengan seberapa besar tingkat kebutuhan manusia dapat terpenuhi. Menurut Ellitan mengacu pada Nadler dan Lawler III (1998), QWL dapat didefinisikan sebagai suatu cara pikir tentang orang, pekerjaan dan organisasi dengan elemen-elemen antara lain: 1. Adanya perhatian tentang dampak pekerjaan pada orang-orang/pekerja dan aktivitas organisasi. 2. Adanya gagasan partisipasi dalam pemecahan masalah organisasional dan pembuatan keputusan. Menurut Siagian (2004), QWL ialah suatu proses dimana organisasi bersikap
tanggap
terhadap
kebutuhan
para
karyawannya
melalui
pengembangan mekanisme tertentu yang memungkinkan mereka terlibat penuh dalam mengambil keputusan tentang hidupnya di tempat pekerjaan. Bagi karyawan pada umumnya, bekerja merupakan bagian dari seluruh usahanya untuk tidak bergantung pada orang lain dalam memuaskan berbagai kebutuhan dan kepentingannya. Oleh karena itu sebagai imbalan berkarya, para karyawan tidak lagi hanya mendambakan imbalan yang bersifat kebendaan, tetapi juga menyangkut pemuasan kepentingan keamanan, sosial atau afiliasi, pemilikan kekuasaan simbol-simbol status, dan kesempatan untuk mengembangkan potensi. Menurut Siagian (2004), konsep QWL terdiri dari delapan (8) faktor penting yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk meningkatkan mutu hidup kekaryaan yaitu: a. Imbalan yang adil dan memadai Yang dimaksud dengan imbalan adil dan memadai adalah bahwa imbalan yang diberikan oleh organisasi kepada karyawannya harus memungkinkan penerimaannya memuasakan berbagai kebutuhannya sesuai dengan standar hidup karyawan dan sesuai pula dengan standar pengupahan dan penggajian yang berlaku di pasaran kerja. Artinya,
9
imbalan yang diterima oleh karyawan harus sepadan dengan imbalan yang diterima orang lain yang melakukan pekerjaan sejenis. b.
Kondisi dan lingkungan pekerjaan yang aman dan nyaman Kondisi dan lingkungan pekerjaan yang aman dan nyaman dimana pekerja dan lingkungan kerja yang menjamin bahwa para pekerja terlindungi dari bahaya kecelakaan. Segi penting dari kondisi demikian ialah jam kerja yang memperhitungkan bahwa daya tahan manusia ada batasnya. Karena itulah ada ketentuan mengenai jumlah jam kerja setiap hari, ketentuan istirahat, dan ketentuan cuti.
c.
Kesempatan untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan Kesempatan untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan artinya pekerjaan harus diselesaikan memungkinkan penggunaan aneka ragam keterampilan, terdapat otonomi, pengendalian atau pengawasan yang tidak ketat karena manajemen memandang bahwa bawahannya terdiri dari orang-orang yang sudah matang, tersedia informasi yang relevan dan kesempatan menetapkan rencana kerja sendiri, termasuk jadwal, mutu, dan cara pemecahan masalah.
d.
Kesempatan untuk berkembang dan keamanan berkarya di masa depan. QWL mengandung pengertian bahwa kekaryaan seseorang, terdapat kemungkinan berkembang dalam kemampuan kerja yang tersedia kesempatan menggunakan keterampilan dan pengetahuan baru yang dimiliki. Disamping itu dengan menyadari bahwa perubahan pasti terjadi di masa depan, ada jaminan bahwa pekerjaan dan penghasilan seseorang tidak akan hilang.
e.
Integrasi sosial dalam lingkungan kerja Melalui QWL dalam organisasi tidak ada tindakan atau kebijakan yang diskriminatif. Status dengan berbagai simbolnya tidak ditonjolkan. Hirarki jabatan, kekuasaan, dan wewenang tidak digunakan sebagai dasar untuk
berperilaku,
kesempatan
meniti
terutama
yang
sifatnya
manipulatif.
karier
secara
teratur.
Suasana
Tersedia
keterbukaan
10
ditumbuhkan dan dipelihara dan terdapat iklim saling mendukung diantara karyawan. f.
Ketaatan pada berbagai ketentuan formal dan normatif QWL menjamin bahwa dalam organisasi tidak ada pihak yang campur tangan dalam urusan pribadi seseorang. Para karyawan diberikan kebebasan bicara dan menyatakan pendapat, sehingga tidak dihantui ketakutan akan dikenakan sanksi oleh para pejabat pimpinan. Semua orang dalam organisasi mendapat perlakuan yang sama. Perbedaan pendapat, perselisihan, dan pertikaian buruh diselesaikan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
g.
Keseimbangan antara kehidupan kekaryaan dan kehidupan pribadi Dengan bekerja pada suatu organisasi, maka seseorang akan menyerahkan tenaga dan waktunya kepada penggunanya. Untuk itu ia menerima imbalan. Akan tetapi tidak berarti bahwa dengan menjadi karyawan pada suatu organisasi, sehingga tidak boleh lagi melakukan kegiatan lain. Sebagai manusia, seseorang umumnya dituntut memainkan berbagai peranan lain seperti: a. kepala rumah tangga b. anggota masyarakat c. anggota klub olahraga d. anggota organisasi sosial e. anggota organisasi politik f. anggota organisasi keagamaan g. anggota organisasi profesi Oleh karena itu harus dimungkinkan adanya keseimbangan antara kehidupan kekaryaan dan kehidupan pribadi seseorang dalam organisasi.
h.
Relevansi sosial kehidupan kekaryaan Relevansi sosial adalah bahwa program QWL setiap karyawan dibina agar memiliki persepsi yang tepat tentang berbagai aspek sosial kehidupan organisasional, seperti: a. tanggung jawab sosial perusahaan
11
b. kewajiban menghasilkan produk bermutu tinggi dan berguna bagi masyarakat c. pelestarian lingkungan d. pembuangan limbah industri dan limbah domestik e. pemasaran yang jujur f. cara dan teknik menjual yang tidak menimbulkan harapan yang berlebihan g. praktek pengelolaan sumber daya manusia h. partisipasi dalam peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat dengan ayoman, arahan, bimbingan dan bantuan pemerintah. Menurut Siagian (2004), ada beberapa cara untuk mengemukakan ide-ide pokok dalam QWL sebagai filsafat manajemen, yaitu: 1. QWL
merupakan
suatu
program
yang
komprehensif
dengan
mempertimbangkan berbagai kebutuhan dan tuntutan. 2. QWL memperhitungkan tuntutan peraturan perundang-undangan seperti ketentuan yang mengatur pencegahan tindakan diskriminatif, perlakuan para pekerja dengan cara yang manusiawi dan ketentuan tentang sistem imbalan upah minimum. 3. QWL mengakui keberadaan serikat pekerja dalam organisasi dengan berbagai peranannya memperjuangkan kepentingan para pekerja termasuk dalam hal upah dan gaji, keselamatan kerja dan penyelesaian pertikaian perburuhan berdasarkan berbagai ketentuan normatif yang berlaku di suatu negara tertentu. 4. QWL menekankan pentingnya manajemen yang manusiawi, yang pada hakikatnya berarti penampilan gaya manajemen demokratik, termasuk penyeliaan yang simpatik. 5. Dalam peningkatan QWL, perkayaan pekerjaan merupakan bagian integral yang penting. 6. QWL mencakup pengertian tentang pentingnya tanggung jawab sosial pihak manajemen dan perlakuan manajemen terhadap para karyawan yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis.
12
Menurut Ellitan (1998) fokus usaha-usaha QWL bukan hanya pada bagaimana orang dapat melakukan pekerjaan dengan lebih baik. melainkan juga bagaimana pekerjaan dapat menyebabkan pekerja menjadi lebih baik. Aspek khusus utama QWL adalah keterlibatan atau partisipasi dalam pembuatan keputusan organisasional. Hal ini tidak berarti bahwa semua orang dilibatkan dalam proses pembuatan beberapa keputusan organisasional yang mempengaruhinya. QWL secara operasional menggambarkan aktivitas dalam perusahaan sebagai usaha yang mengarah pada penciptaan kualitas kehidupan kerja yang lebih baik. Ellitan (1998) mengungkapkan bahwa tujuan kultur QWL adalah menciptakan organisasi bebas dari rasa takut dan menuntut keterlibatan seluruh pekerja dan anggota organisasi. QWL dapat dipandang sebagai suatu sasaran, proses, dan filosofi organisasi. Dengan keterlibatannya anggota organisasi dapat memberikan kontribusi pasa perusahaan, dari sana mereka akan memperoleh kepuasan yang lebih besar, kebanggaan, dan pertumbuhan pribadi. QWL mengintegrasikan kepentingan pengembangan anggota organisasi dengan sasaran pengembangan organisasi. QWL memandang anggota organisasi sebagai aset yang harus dipelihara, dikembangkan, memberikan pengetahuan, keterampilan, dan komitmen sebagai organisasi, bukannya sebagai biaya yang harus dikontrol. Ellitan mengacu pada Sherwood (1998) menunjukkan suatu kultur kerja dengan strategi “keterlibatan anggota organisasi” memiliki 5 karakteristik, yaitu: 1.
Terdapat pendelegasian yang memberikan tanggung jawab untuk melakukan tindakan pengambilan keputusan kepada orang yang memiliki informasi yang relevan dan tepat waktu serta memiliki keterampilan yang sesuai.
2. Terdapat kerja tim yang melintas batas-batas fungsional dan melibatkan orang yang tepat pada waktu yang tepat. Setiap orang dalam organisasi harus diintegrasikan dalam proses produksi dan pelayanan pada pelanggan. Jadi, tidak terfokus pada fungsi masing-masing bagian kerja.
13
3. Pemberdayaan SDM yang berarti memberikan peluang-peluang dan menghargai kontribusi sumber daya manusia. Organisasi memberdayakan semua anggota organisasi tanpa membedakan apakah anggota tersebut termasuk golongan minoritas, mayoritas, pria, atau wanita. Setiap pekerja diharapkan menerima dan menjelaskan tanggung jawab yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan mereka tanpa adanya pembatasan tanggung jawab. 4. Adanya integrasi antara sumber daya manusia dan teknologi, sehingga anggota organisasi harus dapat memberikan inisiatif dan kreativitas baik dalam bidang produksi, administrasi, laboratorium, dan menguasai teknologi. 5. Rasa kebersamaan dalam mencapai tujuan yang berarti anggota organisasi berbagi suatu visi yang didasarkan pada seperangkat nilai yang dinyatakan dengan jelas, mendeskripsikan misi organisasi dan metode-metode untuk merealisasikannya. 2.2 Komitmen Organisasi Menurut Allen & Meyer dikutip Umam (2010) menyatakan bahwa komitmen organisasi adalah suatu konstruk psikologis yang merupakan karakterisitik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi
terhadap keputusan individu untuk melanjutkan
keanggotaannya dalam berorganisasi. Anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen organisasi. Barren dan Greenberg dikutip Umam (2010) menyatakan bahwa komitmen memiliki arti penerimaaan yang kuat dalam diri individu terhadap tujuan dan nilai-nilai perusahaan, sehingga individu tersebut akan berusaha dan berkarya serta memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan dalam organisasi tersebut. Mathis
dan
Jackson
(2000)
memberikan
definisi
komitmen
organisasional adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima tujuan-tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan organisasi. Menurut Steers dan Porter dikutip Sopiah (2008) mengatakan
14
bahwa suatu bentuk komitmen yang muncul bukan hanya loyalitas yang pasif, tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi yang bersangkutan. Minner dikutip Sopiah (2008) mendefinisikan bahwa komitmen organisasional sebagai sebuah sikap dan memiliki ruang lingkup yang lebih global daripada kepuasan kerja, karena komitmen organiasi menggambarkan pandangan terhadap organisasi secara keseluruhan, bukan hanya aspek pekerjaan saja. Robbins dikutip Sopiah (2008) menyatakan bahwa komitmen organisasi sebagai suatu sikap yang mereflesikan perasaan suka, atau tidak suka dari karyawan terhadap organisasi. Spector dikutip Sopiah (2008) menyatakan dua (2) perbedaan konsepsi tentang komitmen organisasional, yaitu sebagai berikut: (1) Pendekatan pertukaran (exchange approach), dimana komitmen organisasi sangat ditentukan oleh pertukaran kontribusi yang dapat diberikan perusahaan terhadap anggota dan anggota terhadap organisasi, sehingga semakin besar kesesuaian pertukaran yang didasari pandangan anggota maka semakin besar pula komitmen mereka terhadap organisasi. (2) Pendekatan psikologis, dimana pendekatan ini lebih menekankan orientasi yang bersifat aktif dan positif dari anggota terhadap organisasi, yakni sikap atau pandangan terhadap organisasi tempat kerja yang akan menghubungkan dan mengaitkan keadaan seseorang dengan organisasi. 2.2.1 Dimensi Komitmen Organisasi Allen dan Mayer dikutip Umam (2010) merumuskan tiga dimensi komitmen
dalam berorganisasi,
yaitu
Affective,
Continuance,
dan
Normative. a.
Affective Commitment, berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap organisasinya, identifikasi dengan organisasi dan keterlibatan anggota dengan kegiatan organisasi. Anggota organisasi dengan Affective Commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena memiliki keinginan untuk itu.
15
b. Continuance Commitment, berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi, sehingga akan mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan Continuance Commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota organisasi, karena memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut. c.
Normative Commitment, menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada dalam organisasi. Anggota organiasi dengan Normative Commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi tersebut.
2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi David dikutip Sopiah (2008) mengemukakan empat (4) faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan pada organisasi, yaitu : a. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan kepribadian. b. Karakteristik pekerjaan, misal lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan, dan tingkat kesulitan dalam pekerjaan, c. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan. d. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan terhadap organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang telah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki komitmen yang berlainan. Steers dan Porter dikutip Sopiah (2008) mengemukakan ada sejumlah faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi, yaitu : a. Faktor personal yang meliputi harapan atas pekerjaan, kontrak psikologis, pilihan
dalam pekerjaan dan karakteristik
personal.
Keseluruhan faktor ini akan membentuk komitmen awal. b. Faktor organisasi, meliputi pengalaman kerja, ruang lingkup pekerjaan, supervisi dan konsistensi pencapaian tujuan organisasi.
16
c. Faktor non-organisasional, meliputi ketersediaan alternatif pekerjaan. Faktor yang bukan berasal dari organisasi, misalnya ada tidaknya alternatif pekerjaan yang lebih baik. Jika ada, tentu karyawan akan meninggalkannya. 2.2.3 Pembentukan Komitmen Organisasi Ada beberapa proses pembentukan organisasi menurut Allen Mayer seperti yang dikutip Umam (2010) yaitu: a. Pembentukan Affective Commitment berdasarkan tiga (3) hal. Pertama, karakterisitik organisasi seperti adanya kebijakan organisasi yang adil dan cara menyampaikan kebijakan organisasi pada individu. Kedua adalah karakteristik individu, seperti usia, tingkat pendidikan, dan etos kerja. Ketiga adalah Pengalaman kerja yang mencakup tantangan pekerjaan dan tingkat otonomi individu. b. Pembentukan
Continuance Commitment karena adanya
berbagai
tindakan atau kejadian yang dapat meningkatkan kerugian jika meninggalkan organisasi, seperti kerugian waktu dan usaha. c. Pembentukan
Normative Commitment tumbuh
karena organisasi
memberikan sesuatu yang berharga bagi individu yang tidak dapat dibalas kembali. 2.2.4 Pemberdayaan Komitmen Organisasi Sharafat Khan dalam Umam (2010) Pemberdayaan yang dapat dilakukan untuk memperkuat komitmen organisasi adalah : a. Lama bekerja, merupakan waktu yang dijalani seseorang dalam melakukan pekerjaan dalam perusahaan. semakin lama seseorang bertahan dalam perusahaan, semakin terlihat bahwa dia berkomitmen terhadap perusahaan. b. Kepercayaan, adanya rasa saling percaya akan menciptakan kondisi yang baik untuk pertukaran informasi dan saran tanpa adanya rasa takut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menghargai perbedaan pandangan dan perbedaan kesuksesan yang diraih oleh karyawan.
17
c. Rasa percaya diri akan menimbulkan rasa menghargai kemampuan yang dimiliki karyawan, sehingga komitmen terhadap perusahaan akan semakin tinggi. Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan rasa percaya diri karyawan adalah mendelegasikan tugas penting kepada karyawan dan menggali saran ide dari mereka. d. Kredibilitas,
menjaga
kredibilitas
dengan
penghargaan
dan
mengembangkan lingkungan kerja dengan kompetisi yang sehat sehingga akan menciptakan organisasi yang memiliki kinerja dan komitmen tinggi. e. Pertanggungjawaban, dapat dilakukan dengan menetapkan secara konsisten dan jelas tentang peran, standar, dan tujuan tentang penilaian terhadap kinerja karyawan. 2.3 Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan Melia
(2010) melakukan
penelitian yang berjudul
“Analisis
Komitmen Organisasi melalui faktor-faktor Quality Of Work Life (QWL) Studi Kasus Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa persepsi tenaga kependidikan dan pendidik terhadap QWL yang diterapkan organisasi dinilai baik dengan nilai tinggi. Tenaga kependidikan dan pendidik juga memiliki persepsi komitmen organisasional yang cukup tinggi terhadap IPB. Terdapat korelasi antara faktor-faktor QWL dengan komitmen organisasional. Faktor QWL yang paling memiliki korelasi dengan komitmen affective tenaga pendidikan adalah faktor integrasi lingkungan kerja dan faktor relevansi sosial sedangkan untuk tenaga pendidik adalah faktor integrasi lingkungan kerja dengan korelasi positif, nyata, dan agak kuat. Faktor-faktor QWL yang berkorelasi dengan komitmen Continuance tenaga kependidikan adalah faktor relevansi sosial, sementara untuk tenaga pendidik adalah faktor partisipasi. Faktor QWL yang paling berkorelasi dengan komitmen normatif tenaga kependidikan adalah faktor relevansi sosial, sedangkan tenaga pendidik adalah faktor integrasi lingkungan kerja dengan pengaruh yang positif, nyata dan agak kuat.
18
Dari hasil regresi didapatkan, faktor QWL yang berpengaruh terhadap komitmen organisasi adalah faktor relevansi sosial dan faktor integrasi lingkungan kerja. Hasil SEM (Structural Equation Modeling) didapatkan loading faktor terbesar yang menjadi penciri atau berkontribusi terbesar terhadap variabel laten bebas (QWL) adalah faktor relevansi sosial dan faktor integrasi lingkungan kerja. Untuk penciri yang berkomitmen paling besar terhadap variabel terikat (komitmen organisasi) adalah komitmen affective. Penelitian terdahulu yang telah dilakukan memberikan hasil bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap komitmen organisasi adalah faktor relevansi sosial kehidupan kerja dan integrasi lingkungan kerja. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menunjukkan bahwa faktor QWL yang paling berpengaruh adalah faktor lingkungan kerja yang aman dan nyaman. Octaviani (2009) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Hubungan Faktor-faktor Quality Of Work Life dengan Produktivitas Kerja Karyawan PT Taspen (Persero) Cabang Bogor” menyatakan bahwa penerapan faktor QWL di PT Taspen Persero terdiri dari pengembangan karir, kompensasi, komunikasi, lingkungan yang aman, penyelesaian konflik, kebanggaan, partisipasi karyawan dan kesehatan kerja. Faktor QWL yang ditetapkan oleh perusahaan dinilai baik oleh karyawan. Hal ini berarti bahwa faktor-faktor QWL sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh karyawan. Pengujian korelasi Rank Spearman memperlihatkan bahwa faktor-faktor QWL memiliki hubungan yang positif dan nyata dengan produktifitas kerja karyawan. Hasil uji korelasi menunjukkan faktor QWL yang meningkatkan pengetahuan
adalah
pengembangan
karir,
kompensasi,
komunikasi,
lingkungan yang aman, penyelesaian konflik, kebanggan, partisipasi karyawan dan kesehatan kerja. Indikator yang meningkatkan keterampilan adalah kompensasi, komunikasi, lingkungan yang aman, penyelesaian konflik, kebanggaan dan kesehatan kerja. Indikator yang meningkatkan perilaku adalah kompensasi, lingkungan yang aman, penyelesaian konflik, partisipasi karyawan dan kesehatan kerja.
19
Mutiara (2008) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Penerapan Faktor-Faktor Quality Of Work Life dalam Meningkatkan Kinerja Tenaga Kependidikan Direktorat dan Kantor Institut Pertanian Bogor” yang menyimpulkan bahwa persepsi karyawan terhadap faktor-faktor QWL sudah cukup baik dengan nilai tertinggi adalah faktor restrukturisasi kerja. Untuk persepsi karyawan terhadap faktor kinerja tenaga kependidikan Direktorat dan Kantor IPB, menyatakan bahwa keseluruhan faktor seperti inisiatif, tanggungjawab, efisiensi, ketelitian, kerjasama dan disiplin berada dalam kondisi yang sudah baik. terdapat korelasi antara faktor-faktor QWL. Faktor yang memiliki korelasi dengan kinerja adalah partisipasi dalam pemecahan masalah dan sistem imbalan inovatif. Dua variabel lain tidak memiliki korelasi karena nilai signifikansi diatas 0,10. QWL ini dapat membantu IPB meningkatkan kinerja tenaga kependidikan dan mencapai visi, misi, dan tujuan institusi dengan optimal.