II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Percetakan 2.1.1. Pengertian Percetakan adalah sebuah proses industri untuk memproduksi massal tulisan dan gambar, terutama dengan tinta di atas kertas menggunakan sebuah mesin cetak. Percetakan merupakan bagian penting dalam penerbitan dan percetakan transaksi. Teknik percetakan umum lainnya termasuk cetak relief, sablon, rotogravure, dan percetakan berbasis digital seperti pita jarum, inkjet, dan laser. Dikenal pula teknik cetak poly untuk pemberian kesan emas dan perak ke atas permukaan dan cetak emboss untuk memberikan kesan menonjol kepada kertas ( Wasono, et al, 2008 ).
2.1.2. Percetakan Digital (Digital Printing) Menurut Dessy Danarti dan Suryo Sukendro (2008), cetak digital adalah semua teknologi reproduksi yang menerima data elektronik dan menggunakan titik (dot) untuk replikasi. Semua mesin cetak yang memanfaatkan komputer sebagai sumber data dan proses cetak memanfaat prinsip titik; dimana gambar atau image pada material (kertas, plastik, tekstil, dll) tersusun dari kumpulan titik-titik. Sedangkan menurut Frank Romano (Digital Printing expert dari GATF) adalah : “any printing completed via digital file” (segala hasil cetak yang diselesaikan melalui digital file). Definisi lain tentang digital printing yaitu berasal dari Adobe.com/VDP/Glossary, dimana digital printing is printing technology (laser printer, inkjet printer, digital press, etc) that can produce printed sheets direcly from a computer file without going through some intermediate medium such as a film negative or an intermediate machine such as a plate-making machine, atau dengan kata lain digital printing adalah teknologi cetak
tanpa melalui proses pembuatan form cetak, seperti pelat cetak atau silinder cetak. Perkembangan teknologi digital printing dalam industri grafika yang sangat pesat menyebabkan aplikasi dan penggunaannya menjadi sangat bervariasi. Oleh karena itu, menurut Anne Dameria (2009) pengertian digital printing dapat digolongkan berdsarkan beberapa aspek dan tinjauan yang berbeda-beda. Dari segi aplikasi dan kebutuhannya untuk industry/professional, kita dapat menggolongkan digital printing dalam beberapa kelompok, diantaranya: 1. Digital printing POD (Print On Demand) 2. Digital printing Large Format/Wide Format (untuk indoor dan outdoor). 3. Digital printing untuk DCP (Digital Color Proofing). 4. Digital printing untuk Digital Photography, Digital Lab dan Digital Imaging. Karena dalam penelitian ini yang akan di analisis adalah kelayakan investasi penggantian mesin large format printer oleh karena itu yang akan dibahas lebih jauh yaitu cetak digital dengan ukuran besar (Large format digital printing) baik outdoor maupun indoor. Large format digital printing atau cetak digital ukuran besar adalah usaha cetak digital yang mampu menghasilkan produk cetak dengan ukuran 1,5-3,2 meter, mesin yang digunakan dalam usaha cetak seperti ini disebut LFP (Large Format Printer). Mesin LFP sendiri dibagi menjadi dua, yang pertama adalah mesin LFP outdoor dan mesin LFP indoor.
a. Mesin LFP Indoor dan LFP Outdoor Mesin cetak indoor adalah mesin yang menggunakan tinta berbasis dye/pigmen dengan daya tahan produk cetakan mencapai 5-20 tahun jika ditempatklan di dalam ruangan dan setelah dilakukan laminasi. Berbagai aplikasi yang digunakan pada mesin cetak indoor antara lain yaitu, percetakan banner, backlite, neon box, poster, dan lain-lain.
Salah satu perbedaan yang paling menonjol antara mencetak dengan mesin indoor atau outdoor adalah tingkat kehalusan hasil cetaknya. Hasil cetak dengan mesin indoor menggunakan printer resolusi tinggi sekitar 720-1440 dpi, hal ini dikarenakan produk cetakan akan ditempatkan di dalam ruangan dimana produk tersebut akan dilihat dari jarak yang dekat, sehingga membutuhkan hasil cetakan yang baik serta tingkat kehalusan gambar yang tinggi. Jumlah tinta yang digunakan pada umumnya di atas 4 warna. Mesin cetak outdoor menggunakan tinta berbasis solvent yang memiliki daya tahan untuk ditempatkan di luar ruangan. Produk cetakan yang dihasilkan mesin outdoor memiliki daya tahan 1-5 tahun. Karena hasil cetaknya akan dipasang di luar ruangan dan dilihat dari jarak jauh, maka resolusi printer yang digunakan hanya sekitar 360 dpi Jumlah tinta yang digunakan pada umumnya hanya 4 warna saja. Pada prinsipnya teknologi mesin indoor dan outdoor adalah dua hal yang berbeda. Masing-masing memiliki fokus dan target aplikasi yang berbeda pula. Luas ruangan dan juga fasilitas ruangan seperti ventilasi yang baik juga merupakan pertimbangan saat orang mau memilih bisnis cetak indoor atau
outdoor, yang harus juga
diperhatikan adalah sebaiknya aplikasi di dalam ruangan (indoor) tidak menggunakan cetakan dari mesin outdoor yang menggunakan tinta solvent, karena hal ini akan menyebabkan pencemaran udara yang akan berdampak negatif bagi kesehatan kita.
b. Komponen Utama Mesin Cetak Digital Secanggih-canggihnya mesin digital printing yang terdapat dipasaran, bila satu saja komponen yang tidak berfungsi normal, maka produksi akan terhenti atau hasil cetak tidak optimal. Beberapa komponen utama mesin digital printing yang perlu diperhatikan antara lain: 1. Printhead atau kepala cetak adalah komponen paling utama yang bertugas untuk menyemprotkan tinta ke media cetak. Semakin
tinggi
resolusidari
printhead,
maka
semakin
bagus
hasil
cetakannya. Saat ini printhead yang umum dipakai adalah merk XAAR, Epson, Seiko, Canon High Density Head, dll. 2. Catridge atau tempat tinta, komponen ini adalah tempat menampung tinta. Biasanya diletakkan di bagian kanan atau kiri dari mesin sebelah belakang. Tidak ada yang istimewa dari komponen ini kecuali anda perlu perhatikan chip dan bahan dari catridge itu kuat. Sekali lagi yang perlu anda perhatikan adalah chip-nya karena biasanya catridge yang dipasang pada mesin cetak digital di Indonesia adalah sistem bulk ink yang apabila chip tidak cocok, maka akan menimbulkan eror pada mesin cetak digital tersebut. 3. Mainboard seperti komputer, large format printer juga memiliki mainboard yang bertugas sebagai tempat menancap alat-alat lain sehingga bisa berjalan seperti memory printer.
c. Tinta Solvent Based Tinta solvent based merupakan tinta yang menggunakan minyak sebagai media pelarut, contohnya tinta hardsolvent atau ecosolvent. Tinta solvent based juga terdiri dari dua jenis, yaitu: Solvent Standard Ecosolvent Tinta Solvent/Standard Solvent Sangat bagus digunakan untuk media uncoated dan memiliki kekuatan yang baik untuk cetakan yang ditempatkan di luar ruangan (outdoor). Akan tetapi, tinta ini menimbulkan bau yang sangat tajam dan menyengat sehingga membutuhkan ventilasi khusus dalam proses penggunaannya, serta operator cetak sebaiknya menggunakan masker penutup hidung untuk menjaga kesehatan. Ecosolvent Penerjemahan secara bebas kata ecosolvent adalah tinta solvent yang ramah lingkungan, dimana hal yang paling diunggulkan dari tinta
ini adalah tidak ada bau dibandingkan dengan tinta solvent biasa, sehingga tidak diperlukan ventilasi khusus. Selain itu, tinta ecosolvent memiliki karakteristik yang lebih halus sehingga dapat disemprotkan dengan resolusi kecil bahkan sampai 1440 dpi. Hal ini berefek pada hasil gambar yang dihasilkan lebih halus (boleh dikatakan hampir setara dengan tinta dye atau pigmen, apalagi jika dicetak di media yang tepat). Satu lagi keunggulan tinta jenis ini adalah tahan terhadap sinar UV sehingga dapat digunakan di ruangan (outdoor). Beberapa vendor sudah mengeluarkan mesin cetak digital berbasis ecosolvent. Sekarang sudah waktunya suatu industry menerapkan ramah lingkungan dalam proses produksinya sehingga akan sangat begus jika tinta ramah lingkungan ini dijadikan pilihan utama dalam kegiatan produksi cetak digital.
d. Percetakan Digital Dilihat dari Berbagai Aspek Menurut Umar (2005), belum ada keseragaman mengenai aspekaspek bisnis apa saja yang harus dikaji dalam rangka studi kelayakan bisnis suatu usaha. Namun, paling tidak terdapat beberapa aspek yang perlu diteliti, diantaranya yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik dan teknologi, aspek hukum dan kebijakan, aspek manajemen, serta aspek finansial. Dilihat dari aspek pasar dan pemasaran, khususnya dari segi pasar, usaha percetakan digital menurut ketua Persatuan Perusahaan Grafika Indonesia (PPGI), Jimmy Juneanto, masih memiliki peluang usaha yang sangat besar. Ia mengatakan, jika didasarkan dari permintaan yang meningkat dan jumlah penduduk, idealnya Indonesia memiliki 100.000 perusahaan grafika. Namun sejauh ini, dari data PPGI baru ada sekitar 10.000 perusahaan grafika di Indonesia, dimana 6000 perusahaan merupakan anggota PPGI. Dari jumlah tersebut, 90% merupakan industri skala Usaha Kecil Menengah (UKM). Dari segi pemasaran, menurut Dessy Danarti dan Suryo Sukendro (2008) kiat
dalam menjalankan usaha percetakan digital yang terutama adalah promosi, hal ini dilakukan agar khalayak ramai mengetahui keberadaan usaha percetakan digital yang dijalankan. Alasan mengapa kegiatan promosi merupakan kiat usaha yang utama, karena jasa percetakan digital umumnya belum terlalu banyak dikenal masyarakat, selain itu biasanya konsumen lebih mempercayakan jasa seperti ini kepada tempat usaha percetakan digital langganan mereka. Dalam usaha percetakan digital, faktor harga, kualitas serta kecepatan waktu pemenuhan pesanan merupakan faktor terpenting. Jika usaha digital printing yang kita jalankan dapat memberikan harga yang lebih murah dibandingkan tempat percetakan lain sekalipun dengan kualitas yang tidak terlalu berbeda serta waktu pelayanan yang lebih singkat, konsumen akan lebih memilih tempat usaha kita untuk mengerjakan pesanan produk cetak mereka dibandingkan tempat usaha lain, sekalipun jarak yang harus mereka tempuh lebih jauh. Dilihat dari aspek teknik dan teknologi, usaha percetakan digital tidak terlalu berbeda dengan jenis usaha yang lain, usaha ini memerlukan lokasi usaha yang strategis agar konsumen mengetahui keberadaan usaha yang akan atau sedang dijalankan dan agar konsumen mudah untuk mengakses lokasi usaha. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam aspek teknis dan teknologi yaitu besar skala operasi, kriteria pemilihan mesin, jenis teknologi serta layout pabrik. Seperti usaha yang lain, pada usaha percetakan digital, besar skala operasi, pemilihan mesin dan jenis teknologi yang dipilih, disesuaikan dengan modal yang dimiliki oleh pemilik usaha serta produk percetakan apa saja yang akan ditawarkan kepada konsumen. Hal ini dikarenakan dalam usaha percetakan digital, jenis mesin yang tersedia di pasar memiliki berbagai macam varian sesuai dengan kegunaannya serta antara satu mesin dengan mesin yang lainnya memiliki perbedaan harga yang cukup besar, sehingga keputusan investasi harus benarbenar dipikirkan secara matang. Layout pabrik untuk usaha percetakan digital tidak terlalu rumit, karena ruangan yang dibutuhkan serta
peralatan yang digunakan tidak terlalu banyak, sehingga penataannya relatif mudah. Dilihat dari aspek hukum dan kebijakan, usaha percetakan digital termasuk ke dalam jenis usaha jasa, dan untuk mendirikan usaha dengan jenis ini dibutuhkan beberapa persyaratan administrasi yang harus dipenuhi dan prosedur-prosedur yang harus diikuti. Menurut Henry S. Siswosoediro (2008), syarat administrasi yang harus dipenuhi yaitu, NPWP pribadi dan perusahaan, surat izin tempat usaha (SITU), surat TDP, surat izin usaha perdagangan perusahaan (SIUP) dari dinas perindustrian dan perdagangan, serta surat izin gangguan. Setelah semua persyaratan administrasi terpenuhi, kemudian mengajukan permohonan
kepada
pemerintah
daerah
dengan
menyertakan
persyaratan yang sudah dilengkapi sebelumnya. Kurang lebih 14 hari setelah permohonan diajukan, pemilik usaha akan mendapatkan izin untuk menjalankan usaha dari pemerintah daerah. Dilihat dari aspek manajemen, khususnya mengenai kebutuhan sumberdaya manusia, usaha percetakan digital tidak membutuhkan jumlah dan spesifikasi karyawan yang terlalu banyak, karena keahlian yang dibutuhkan oleh seorang karyawan percetakan digital diantaranya keahlian dalam bidang akuntansi untuk bagian keuangan, keahlian dalam bidang desain, mesin cetak digital dan cutting untuk bagian produksi. Untuk usaha percetakan digital dimungkinkan untuk suatu karyawan memiliki jabatan lebih dari satu, sebagai contoh, karyawan yang bertugas sebagai designer dapat juga bertugas sebagai operator mesin cetak digital. Hal ini dikarenakan suatu tugas berkaitan dengan tugas yang lain, sehingga dimungkinkan untuk memberikan tugas yang berlainan kepada satu orang karyawan. Untuk sistem pemberian gaji karyawan, tergantung dari kebijakan pemilik perusahaan, dapat berupa gaji harian, mingguan atau bulanan. Serta untuk aspek finansial, usaha percetakan digital membutuhkan modal yang cukup besar, menurut Dessy Daniarti dan Suryo Sukendro (2008) usaha ini membutuhkan dana sekitar 150-300 juta, dengan
asumsi menggunakan mesin cetak digital yang kisaran harganya di bawah 200 juta. Namun, jika menggunakan mesin cetak digital dengan kualitas lebih baik dan kapasitas produksi lebih besar, kisaran modalnya mencapai 400 juta lebih.
2.2. Studi Kelayakan Investasi Menurut Kadariah et al (1999) dalam Widiyanthi (2007), proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan manfaat atau suatu aktivitas dimana dikeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil di waktu yang akan datang, dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai unit. Proyek investasi merupakan gabungan suatu aktivitas yang memerlukan penggunaan sumberdaya dan modal dengan harapan memperoleh manfaat yang dapat berarti produk. Suatu proyek investasi pada umumnya memerlukan dana dan modal yang cukup besar dan mempunyai jangka waktu umur ekonomis yang panjang. Studi kelayakan investasi menurut Husnan dan Suwarsono (1999) adalah penelitian tentang dapat tidaknya proyek investasi dilaksanakan dengan berhasil. Sebuah studi kelayakan dilaksanakan untuk menjawab pertanyaan mengenai peluang usaha cukup ekonomis dan menjanjikan keuntungan yang layak apabila dilaksanakan. Semakin sederhana proyek yang akan dilaksanakan, maka semakin sederhana pula lingkup penelitian yang akan dilakukan. Dalam studi kelayakan perlu diperhatikan ruang lingkup kegiatan proyek, cara kegiatan proyek dilakukan, evaluasi terhadap aspek-aspek yang menentukan berhasilnya seluruh proyek, sarana yang diperlukan oleh proyek, hasil kegiatan proyek tersebut. Husnan dan Suwarsono (1999) juga menyatakan, jika dipandang dari sudut perusahaan saja, ada tiga alasan mengapa studi kelayakan proyek atau investasi yang dilaksanakan menjadi faktor pertimbangan yang cukup penting dalam pengambilan keputusan, yaitu:
1. Pengeluaran
modal
mempunyai
konsekuensi
jangka
panjang.
Pengeluaran modal akan membentuk kegiatan perusahaan di masa yang akan datang dan sifat-sifat perusahaan dalam jangka panjang. 2. Pengeluaran modal umumnya menyangkut jumlah yang sangat besar 3. Komitmen pengeluaran modal tidak mudah untuk diubah, karena jika dipertengahan dirasa usaha tidak akan berjalan lancar, maka modal yang telah ditanamkan akan sulit ditarik kembali. Umumnya tahap-tahap untuk melakukan proyek investasi adalah identifikasi untuk memperkirakan kesempatan dan ancaman dari usaha tersebut, perumusan untuk menerjemahkan kesempatan investasi kedalam suatu rencana proyek yang konkret, penilaian untuk menganalisis dan menilai aspek pasar, teknik, keuangan dan perekonomian, pemilihan untuk mengingat segala keterbatasan dan tujuan yang akan dicapai serta tahap implementasi yaitu menyelesaikan proyek tersebut dengan tetap berpegang pada anggaran. Untuk melakukan studi kelayakan, terlebih dahulu harus ditentukan aspek-aspek yang akan dipelajari yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, aspek manajerial, aspek ekonomi dan aspek finansial. Suatu investasi bisnis membawa implikasi terhadap banyak pihak. Dengan demikian, dalam studi kelayakan yang dilaksanakan harus mempertimbangkan berbagai aspek yang berkaitan dengan pihak-pihak yang membutuhkan, diantaranya investor, kreditor/bank, dan pemerintah. Investor sebagai pihak yang akan menanamkan dananya dalam suatu investasi, tentulah akan memberikan perhatian penuh terhadap hasil studi kelayakan investasi yang bersangkutan. Karena dari hasil studi ini, mereka dapat melihat prospek modal yang mereka tanamkan dalam menghasilkan keuntungan serta seberapa besar risiko yang akan dihadapinya. Hasil studi kelayakan ini akan menjadi salah satu faktor pertimbangan utama dalam memutuskan untuk menanamkan modalnya atau tidak. Mengingat jumlah modal investasi yang dibutuhkan biasanya cukup besar, pihak investor biasanya membutuhkan pinjaman dari pihak kreditor seperti bank. Pihak kreditor akan mempertimbangkan hasil dari studi kelayakan investasi untuk memutuskan apakah mereka akan memberikan
pinjaman modal atau tidak. Karena dalam laporan studi kelayakan ini akan terlihat pola aliran kas selama periode pinjaman, dari sinilah kreditor akan memperkirakan
kesanggupan
usaha
tersebut
dalam
mengembalikan
angsuran pokok berikut bunga dari pinjaman tersebut (Husnan dan Suwarsono, 1999).
2.2.1. Studi Kelayakan Investasi Baru Menurut Soeharto (1997) jangkauan pengkajian kelayakan proyek atau investasi untuk membangun fasilitas atau produk baru tidaklah terbatas pada periode siklus proyek melainkan menjangkau siklus sistem atau produk. Investasi demikan sering pula disebut sebagai investasi kapital atatu capital investment. Pengkajian kelayakan proyek atau investasi tersebut mempunyai wawasan mulai dari identifikasi dan formulasi gagasan, studi kelayakan, implementasi fisik membangun proyek, operasi fasilitas hasil proyek sampai fasilitas tersebut berhenti bekerja. Pengkajian dan pengembangan dilakukan selangkah demi selangkah, dianalisis manfaat yang didapat terhadap biaya dan beban ataupun dampak yang ditimbulkan, disoroti segi-segi positif dan diisolasi kendala maupun keterbatasannya, meliputi aspek-aspek yang makin banyak, luas dan mendalam. Beraneka
ragamnya
proyek
menjadikan
kita
sulit
untuk
menentukan suatu kerangka umum yang memuat sistematika dan ketentuan aspek-aspek apa yang harus mendapat sorotan dalam suatu studi kelayakan. Oleh karena itu pengkajian hendaknya disesuaikan dengan jenis proyek serta tujuannya yang spesifk. Meskipun demikian, pada umumnya studi kelayakan mempunyai pola tertentu bagi bidang tertentu. Misalnya untuk investasi baru dalam bidang usaha dan industri yang nantinya akan direalisasi dengan membangun proyek tersebut, serta kelangsungan unit usaha yang dihasilkan, lingkup studi minimal akan meliputi aspek-aspek analisis pasar, teknik, finansial, ekonomi,
social dan politik. Sedangkan untuk pengembangan sistem atau fasilitas yang telah ada, peninjauan akan dipusatkan pada keadaan sistem atau fasilitas semula seperti keterangan tentang permasalahan yang dihadapi, pendekatan yang diperlukan dalam usaha memecahkan permasalahan, kemudian diakhiri dengan mengemukakan alternatif dan alasan usulan yang diajukan (Soeharto,1997). Menurut Suratman (2002), jika proyek yang akan dilakukan merupakan proyek investasi yang berorientasi laba, maka studi kelayakan proyek investasi yang dimaksud adalah studi atau penelitian dalam rangka untuk menilai layak tidaknya proyek investasi yang bersangkutan dilakukan dengan berhasil dan menguntungkan secara ekonomis. Sementara itu jika proyek yang akan dilakukan merupekan proyek investasi yang tidak berorientasi laba seperti proyek investasi untuk lembaga-lembaga sosial maka studi kelayakan yang dilakukan adalah suatu studi tentang layak tidaknya proyek tersebut dikerjakan dan dilaksanakan tanpa mempertimbangkan keuntungan secara ekonomis. Suratman (2002) menambahkan, investasi pada prinsipnya adalah penggunaan sumber keuangan atau usaha dalam waktu tertentu dari setiap orang yang menginginkan keuntungan darinya. Berdasarkan sudut pandang waktu penanamannya, investasi di dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua tipe yakni investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek biasanya kurang dari satu periode (satu tahun). Investasi semacam ini biasanya bersifat sementara yang bertujuan untuk mendayagunakan atau memanfaatkan dana yang sementara menganggur. Sedangkan investasi jangka panjang, adalah investasi yang ukuran jangka waktunya lebih dari satu periode (satu tahun). Investasi dapat digolongkan ke dalam tiga jenis yakni (1) investasi yang tidak dapat diukur labanya; (2) investasi yang tidak menghasilkan laba; (3) investasi yang dapat diukur labanya. Jenis investasi yang dapat diukur labanya digolongkan menjadi dua, yaitu investasi
penggantian mesin atau peralatan dan investasi pengenalan proyek baru atau perluasan usaha.
2.2.2. Investasi Mesin atau Peralatan Baru Menurut Jumingan (2009), dalam mengadakan pemilihan mesin dan peralatan produksi, faktor aliran proses yang digambarkan dalam bagan alir proses akan sangat membantu proses pengambilan keputusan. Jika perlu, pada setiap kegiatan produksi ditentukan alternatif metode dan peralatan yang akan digunakan. Selain itu, perlu juga dipertimbangkan alternatif metode dan peralatan yang memiliki kelebihan ekonomis untuk kemudian dipilih yang terbaik. Informasi mengenai mesin dan peralatan produksi tersebut bisa diperoleh dari bisnis sejenis yang sudah berjalan, publikasi dagang organisasi dan asosiasi dagang, serta produsen mesin dan peralatan yang bersangkutan. Ada kalanya bisnis sejenis yang sudah berjalan tidak mau memberikan informasi yang dibutuhkan karena bisnis tersebut menganggap proyek yang akan dijalankan merupakan saingan dari bisnis yang merekan jalankan. Oleh karena itu, untuk mensiasati hal tersebut kita dapat mencontoh bisnis sejenis yang sudah berjalan yang terdapat di luar negeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan mesin dan peralatan produksi adalah sebagai berikut: 1. Jangan langsung mentransfer metode dan teknologi dari suatu lingkungan tanpa menyesuaikan dengan lingkungan rencana tempat proyek dijalankan. 2. Perlu mempertimbangkan faktor-faktor kapasitas output, kualitas yang dihasilkan, kebutuhan tenaga kerja, kemudahan penggunaan, waktu pengerjaan satu unit produk, pemeliharaan yang menyangkut tersedianya peralatan suku cadang dan keahlian yang dibutuhkan, kebutuhan bahan baku, kebutuhan material handling, cara pemasangan, biaya pemasangan, kebutuhan tenaga udara, air, dan pembangkit lain, umur mesin
yang diharapkan, risiko kadaluarsa, mesin impor atau produksi lokal. 3. Perlu memertimbangkan efek samping yang dihasilkan. 4. Memilih mesin dan peralatan yang secara ekonomis dan teknis paling menguntungkan. Beberapa
kriteria
menurut
Jumingan
(2009)
yang
perlu
dipertimbangkan dalam kaitannya dengan pemilihan mesin dan peralatan, selain kesesuaiannya dengan teknologi yang diterapkan, adalah sebagai berikut 1. Tersedianya pemasok Pengadaan mesin dan peralatan sebaiknya memilih yang sudah banyak beredar di pasaran, artinya banyak pemasok yang menjual mesin dan peralatan yang akan dibeli, di samping itu perlunya garansi dari mesin dan peralatan tersebut. Namun, jika terpaksa tidak ada di pasaran maka sebaiknya memesan pada pabrik yang memberi garansi jika sewaktu-waktu terjadi kerusakan. 2. Tersedianya suku cadang Pemakaian mesin dan peralatan tentunya memerlukan pemeliharaan dan bahkan tidak menutup kemungkinan sewaktu-waktu memerlukan perbaikan jika terjadi kerusakan. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pengadaan mesin dan peralatan diusahakan harus tersedia suku cadangnya. 3. Kemampuan (kapasitas) Pemilihan
mesin
dan
peralatan
juga
harus
mempertimbangkan kemampuan (kapasitasnya). Kapasitas dan kemampuan mesin harus sesuai dengan rencana penentuan skala produksi/operasi. Hal ini penting agar jangan sampai terjadi “idle capacity” maupun “full capacity”. Jika terjadi idle capacity (kapasitas yang menganggur) jelas perusahaan akan menanggung biaya tetap yang tinggi, demikian pula jika mesin
dioperasikan terus menerus pada full capacity (kapasitas penuh) jelas akan mempercepat kerusakan. 4. Kualitas dan taksiran umum kegunaan Memilih mesin tentunya harus berkualitas sehingga tidak sering berganti mesin, demikian pula dengan taksiran umur ekonomisnya tentunya harus disesuaikan dengan keberadaan proyek yang bersangkutan. Sementara itu, Jumingan (2009) juga menambahkan bahwa pedoman umum yang dapat digunakan dalam kaitannya dengan pemilihan jenis teknologi adalah seberapa jauh tingkatan manfaat ekonomi yang diharapkan yang didasarkan pada derajat mekanisme yang diinginkan dan biasanya suatu produk dapat diproses melalui lebih dari satu cara, sehingga ketepatan pemilihan teknologi sangat diperlukan. Beberapa kriteria lain untuk memilih teknologi yang akan digunakan diantaranya sebagai berikut: a. Kemampuan
tenaga
kerja
dalam
mengimplementasikan
teknologi; b. Kesesuaian dengan bahan baku yang digunakan dalam proses produksi; c. Keberhasilan pemakaian teknologi ditempat lain; d. Kemungkinan untuk mengantisipasi alih teknologi lanjutan.
2.3. Aspek-Aspek dalam Studi Kelayakan Menurut Umar (2005), belum ada keseragaman mengenai aspek-aspek bisnis apa saja yang harus dikaji dalam rangka studi kelayakan bisnis suatu usaha. Namun, paling tidak terdapat beberapa aspek yang perlu diteliti, diantaranya yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik dan teknologi, aspek hukum dan kebijakan, aspek manajemen, serta aspek finansial.
2.3.1. Aspek Pasar dan Pemasaran Menurut Soeharto (2002) pengkajian aspek pasar berfungsi menghubungkan manajemen suatu organisasi dengan pasar yang bersangkutan melalui informasi. Selanjutnya, informasi ini digunakan untuk mengidentifikasi kesempatan serta permasalahan yang berkaitan dengan pasar dan pemasaran. Dengan demikian, hal itu diharapkan dapat meningkatkan kualitas keputusan-keputusan yang akan diambil. Husnan dan Suwarsono (1999) menyatakan bahwa analisis pasar dan pemsaran bertujuan untuk memahami berapa besar potensi pasar yang tersedia, berapa bagian yang dapat diraih oleh perusahaan atau usaha yang diusulkan serta strategi pemasaran yang direncanakan untuk memperebutkan konsumen. Menurut Umar (2005), terdapat tiga faktor utama yang menunjang terjadinya pasar yaitu orang dengan segala keinginannya, daya belinya dan tingkah lakunya dalam pembelian. Asosiasi Pemasaran Amerika dalam Kotler (2004) mendefinisikan
pemasaran
sebagai
proses
perencanaan
dan
pelaksanaan pemikiran, penetapan harga, promosi, serta penyaluran gagasan, barang, dan jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-saasaran individu dan organisasi.
2.3.2. Aspek Teknik dan Teknologi Umar (2005) menyatakan bahwa tujuan studi aspek teknik dan teknologi adalah untuk meyakini apakah secara teknis dan pilihan teknologi, rencana bisnis dapat dilaksanakan secara layak atau tidak, baik pada saat pembangunan proyek atau operasional secara rutin. Menurut Soeharto (2002) pengkajian aspek teknis dalam studi kelayakan dimaksudkan untuk memberikan batasan atas garis besar parameter-parameter teknis yang berkaitan dengan perwujudan fisik proyek. Pengkajian aspek teknis amat erat hubungannya dengan aspekaspek lain, terutama aspek ekonomi, finansial, dan pasar. Husnan dan Suwarsono (1999) menjelaskan bahwa aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan
proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun. Hal-hal penting yang menyangkut aspek teknis adalah: 1. Lokasi proyek, yakni dimana proyek akan didirikan baik untuk pertimbangan lokasi dan lahan pabrik maupun lokasi bukan pabrik. 2. Besar skala operasi/produksi yang ditetapkan untuk mencapai suatu tingkatan skala ekonomis. 3. Kriteria pemilihan mesin dan peralatan utama serta alat pembantunya. 4. Cara proses produksi dilakukan dan layout pabrik dipilih. 5. Jenis teknologi yang digunakan.
2.3.3. Aspek Hukum dan Kebijakan Husnan dan Suwarsono (1999) menyatakan bahwa aspek hukum mempelajari tentang bentuk usaha yang dipergunakan, jaminanjaminan yang dapat disediakan jika akan menggunakan sumber dana berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat, izin yang diperlukan, dan sebagainya. Umar (2005) menyatakan bahwa untuk mengetahui apakah suatu rencana bisnis diyakini layak dari sisi yuridis dapat dipelajari dari berbagai sisi pendekatan. Diantaranya adalah siapa pelaksana bisnis, bisnis apa yang akan dilaksanakan, dimana dan bagaimana bisnis akan dilaksanakan, waktu pelaksanaan bisnis dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.3.4. Aspek Manajemen Husnan dan Suwarsono (1999) menjelaskan bahwa aspek manajemen
mempelajari
tentang
manajemen
dalam
masa
pembangunan proyek dan manajemen dalam operasi. Manajemen baik dalam pembangunan proyek bisnis maupun implementasi rutin bisnis adalah sama saja dengan manajemen lainnya. Manajemen berfungsi untuk aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian (Umar, 2005). Hal yang perlu dianalisis dalam aspek
manajemen, yaitu bentuk organisasi, kebutuhan SDM, spesifikasi jabatan dan jumlah tenaga kerja yang digunakan serta sisem pemberian gaji.
2.3.5. Aspek Finansial Menurut Umar (2005) bahwa tujuan menganalisis asek keuangan adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus. Umar (2008) juga menyatakan kajian terhadap aspek keuangan antara lain bertujuan untuk menghitung perkiraan jumlah dana yang diperlukan untuk kerperluan modal kerja awal dan untuk pengadaan harta tetap proyek. Selain itu, dipelajari juga mengenai struktur pembiayaan yang paling menguntungkan dengan menentukan berapa dana yang harus disiapkan lewat pinjaman dari pihak lain dan berapa dana dari modal sendiri. Pada umumnya ada empat metode yang digunakan untuk dipakai dalam penilaian aliran kas dari suatu investasi, yaitu metode Payback Period, Net Present Value, Internal Rate Of Return, Profitability Index dan Break Event Point. Serta digunakan juga analisis sensitivitas untuk memperkirakan ketidakpastian dimasa yang akan datang dalam suatu proyek bisnis. Payback Period adalah banyaknya tahun yang diperlukan untuk mengembalikan pengeluaran kas awal (Keown, et al, 2004). Net Present Value (NPV) merupakan perbandingan antara present value kas bersih dengan present value investasi selama umur investasi. NPV digunakan untuk melihat manfaat bersih sekarang dari suatu kegiatan usaha. Internal Rate Of Return (IRR) merupakan alat untuk mengukur tingkat pengembalian hasil intern. IRR merupakan tingkat diskonto kas yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas bersih masa depan
proyek (netto NPV) dengan pengeluaran kas awal proyek atau dengan kata lain discount rate yang membuat NPV sama dengan nol. Profitability Index (PI) merupakan rasio nilai sekarang arus kas bebas masa depan terhadap pengeluaran awal. Break Event Point adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antar beberapa variable di dalam kegiatan perusahaan. Analisis sensitivitas adalah proses untuk menentukan bagaimana distribusi dari pengembalian yang mungkin untuk proyek tertentu terpengaruh oleh perubahan di dalam variabel masukan tertentu (Keown, et al, 2004). Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh yang akan terjadi terhadap kelayakan suatu proyek bisnis jika terdapat perubahan pada variabel-variabel masukan.
2.4. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan referensi adalah skripsi dari Widiyanthi (2007) dengan judul Analisis Kelayakan Investasi Penambahan Mesin Vacuum Frying Untuk Usaha Kecil Pengolahan Kacang dengan studi kasus di PD Barokah, Cikijing, Majalengka, Jawa Barat. Penelitian ini menganalisis mengenai kelayakan proyek investasi mesin vacuum frying pada usaha kecil pengolahan kacang yang akan dilakukan PD Barokah. Studi kelayakan ini meliputi studi kelayakan aspek finansial dan non finansial. Pada penelitian ini dianalisis dan diperbandingkan antara kelayakan usaha tanpa penambahan investasi mesin dan kelayakan usaha dengan investasi mesin dilihat dari aspek finansial dan non finansial. Diantara aspek finansial dan non finansial yang akan dianalisis, aspek yang terutama akan dianalisis yaitu aspek teknis, pasar dan pemasaran serta aspek finansial. Hasil studi dari kelayakan investasi penambahan mesin vacuum frying ini adalah layak untuk dijalankan jika dilihat dari hasil analisis aspek finansial dan non finansial, karena hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan investasi penambahan mesin vacuum frying usaha pengolahan
kacang PD Barokah menjadi lebih layak dari usaha yang sekarang sudah dijalankan. Pada dasarnya penelitian terdahulu ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti tidak jauh berbeda. Perbedaannya hanya terletak pada studi kasus yang diambil untuk dijadikan bahan penelitian.