II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Latosol Darmaga Latosol Darmaga terbentuk dari bahan volkanik yang bersusunan andesit yang berkembang di bawah iklim tropika basah. Dalam sistem Taksonomi Tanah (USDA, 1998), Latosol Darmaga dikategorikan ke dalam tanah Typic Dystrudepts. Tekstur Latosol Darmaga didominasi oleh liat (> 60%) pada setiap horisonnya. Warna tanah Latosol Darmaga berkisar pada hue 7,5 YR, value antara 4 sampai 6, dan kroma antara 6 sampai 8 (warna merah sampai coklat). Bobot isinya rata-rata sekitar 0,95 gcm-3. Struktur tanah Latosol Darmaga umumnya berbentuk
gumpal,
ukurannya
halus,
tingkat
perkembangannya
sedang,
konsistensinya gembur, lekat, dan plastis, sedangkan kedalaman horisonnya sekitar 1 sampai 1,5 meter. Pori air tersedia rendah (9,66-14,03 %), permeabilitas agak lambat sampai sedang (1,25-3,59 cmjam-1), pori drainase cepat berkisar antara 10,71-16,32 %, dan pori drainase lambat berkisar antara 2,60-3,90 % (Sudarmo, 1995). Kemasaman Latosol Darmaga berkisar pada pH 4,6 sampai 4,9. Kandungan alumuniumnya relatif tinggi, begitu juga dengan kadar Fe, Cu, Zn, dan Mn. KTK dari tanah ini rendah, dengan kadar Ca, Mg, K, Na, dan bahan organik yang juga masih rendah (Suwardi dan Wiranegara, 1998).
2.2. Peranan Pupuk Kandang Bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik tanah seperti menurunkan berat volume tanah, meningkatkan permeabilitas, menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi tanah, meningkatkan stabilitas agregat, meningkatkan kemampuan tanah memegang air, menjaga kelembaban dan suhu tanah, mengurangi energi kinetik langsung air hujan, mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah (Oades, 1989; Elliott, 1986; Puget et al., 1995; Jastrow et al., 1996; Heinonen, 1985 dalam
Suriadi, A dan M. Nazam). Pupuk organik dapat
meningkatkan kadar air tersedia bagi tanaman (Curtis and Claassen, 2005).
Penambahan pupuk kandang memberikan perbaikan dan perubahan terhadap stabilitas dan agregasi tanah, kerapatan massa tanah, sifat-sifat retensi tanah dan kapasitas pemegangan air, serta porositas tanah. (Armon, 1991).
2.3. Peranan Zeolit Zeolit diklasifikasikan menjadi 2 kelompok besar yaitu zeolit alam dan zeolit sintesis. Zeolit alam terbentuk karena adanya proses perubahan alam dari batuan vulkanik tuff, sedangkan zeolit sintesis direkayasa oleh manusia secara kimia. Dari beberapa jenis zeolit hanya ada 5 jenis zeolit yang bisa digunakan untuk pertanian, yaitu klinoptilolit, moredrit, erionit, kabasit, dan philipsit (Suwardi, 2002). Menurut Astiana (1993), kemampuan zeolit sebagai penyerap molekul dan penukar ion dapat digunakan dalam bidang pertanian, antara lain untuk meningkatkan efisiensi pemupukan, meningkatkan KTK tanah, meningkatkan ketersediaan ion Ca, K, dan P, menurunkan kandungan Al, menahan mineralmineral yang berguna untuk tanaman, dan menyerap air untuk menjaga kelembaban tanah. Sifat fisik berongga dari zeolit menyebabkan penambahan zeolit pada tanah bertekstur liat dapat memperbaiki struktur tanah sehingga meningkatkan pori-pori udara tanah. (Suwardi dan Astiana, 1999). Kentungan menggunakan zeolit, antara lain dapat meningkatkan ketersediaaan unsur hara (N, P, K, Ca, Mg, dll) yang dapat diserap langsung oleh perakaran tanaman, meningkatkan efisiensi pemupukan anorganik terutama urea (N) dan SP36, biaya murah dan ketersediaan mudah, serta tidak merusak lingkungan (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, 2001).
2.4. Peranan Skim Lateks Pemakaian bahan lateks alam (natural rubber) merupakan salah satu bahan yang biasa digunakan sebagai bahan pemantap tanah dalam usaha konservasi tanah dan air secara kimia, yang dikenal sebagai soil conditioner. Sifat dari skim lateks yaitu menyelimuti atau merekatkan partikel-partikel tanah menjadi lebih mantap, tetapi tidak menyerap atau sulit dilalui air apalagi kalau penggunannya melebihi batas pemakaian (Dariah, 2007).
Hasil penelitian Gabriels (1976) dalam Nurfianti (2003), menyimpulkan bahwa polyacrylamide dan rubber emulsion (emulsi lateks) pada konsentrasi yang tinggi adalah efektif untuk mengurangi tanah yang hilang karena erosi, yaitu sebanyak 40-50 % selama enam
bulan pertama dengan curah hujan 200
mm/bulan. Keberhasilan penggunaan bahan tersebut antara lain karena bahan polimer ini mudah larut dalam air untuk diaplikasikan ke dalam tanah sebagai emulsi. Prayoto dan Herudjito (1989) dalam Armon (1991) menyebutkan bahwa pemberian skim lateks dapat meningkatkan pori total
dan indeks stabilitas
agregat, serta menurunkan bobot isi tanah. Kemudian Fahrunsyah (2000) menambahkan bahwa penambahan skim lateks dapat memperbaiki sifat fisik tanah yaitu dapat meningkatkan indeks stabilitas agregat, pori aerasi, ruang pori total, serta dapat menurunkan bobot isi. Air limbah karet pusingan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman setelah diolah. Berdasarkan penelitian, unsur N, P,K dan Mg ternyata terdapat di dalam limbah. Pengolahan limbah juga memungkinkan air sisa pengolahan memiliki nilai BOD dan COD yang lebih rendah serta pH yang mendekati normal (Tim Penulis PS, 1999). 2.5. Bobot Isi Bobot isi adalah berat kering suatu volume bahan dalam keadaan utuh dinyatakan dalam g/cm3, sehingga volume bahan disini merupakan volume padatan dan isi ruang diantaranya (ruang pori). (Hanafiah, 2005) Nilai bobot isi dapat diturunkan melalui pembentukan senyawa-senyawa seperti getah (gum), lilin, dan rasin dari bahan organik yang diuraikan oleh mikroorganisme. Senyawa-senyawa itu dengan mycelia, lendir (mucus), dan lumpur (slime) yang dihasilkan oleh mikroorganisme, membantu melekatkan partikel-partikel tanah membentuk granular atau agregat. Dengan terbentuknya agregat-agregat itu tanah menjadi berpori-pori, sehingga tanah menjadi gembur. (Darliana, 2005)
2.6. Permeabilitas Permeabilitas diartikan sebagai kecepatan bergeraknya suatu cairan pada suatu media berpori dalam keadaan jenuh, dalam hal ini sebagai cairan adalah air dan sebagai media berpori adalah tanah (Sitorus et al, 1981 dalam Soedarmo, 1995). Beberapa faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah diantaranya tekstur, struktur, stabilitas agregat, distribusi ukuran pori, dan kandungan bahan organik (Hillel, 1980 dalam Armon, 1991) Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air. Struktur dan tekstur serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian dalam menaikkan laju permeabilitas tanah. Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan laju infiltrasi dan menurunkan laju air larian. (Pasaribu, 2006). 2.7. Stabilitas Agregat Indeks Stabilitas adalah suatu ukuran kemantapan agregat tanah yang besarnya adalah selisih rata-rata diameter tertimbang hasil pengayakan kering dikurangi hasil pengayakan basah. Kemantapan agregat tanah merupakan sifat yang penting dalam pertanian, karena sangat erat hubungannya dengan ketersediaan air bagi tanaman, perkembangan perakaran, erosi tanah, dan juga pengolahan tanah. Tanah yang bagus adalah tanah yang mempunyai kemantapan agregat yang tinggi. Agregat tanah terdiri dari pengelompokan erat sejumlah butir-butir primer tanah. Pembentukan agregat tergantung pada terdapatnya butir-butir primer yang dapat beragregasi, pengumpulan dan penjonjotan butir-butir tanah, serta sementasi dari bahan-bahan yang menggumpal menjadi agregat yang stabil (Handayani, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan agregat adalah tekstur, bahan organik, kation-kation pada kompleks jerapan, kelembaban, faktor biotik, dan pengolahan tanah. Baver et al. (1972) dalam Handayani (2002) menyatakan bahwa pembentukan agregat yang mantap memerlukan ikatan yang lebih kuat antar partikel atau jonjot sehingga tidak mudah terdispersi kembali dalam air. Stabilitas agregat tanah tergantung dari kekuatan pelaku penyemen dalam menghadapi gaya perusak yang berasal dari luar.
2.8. Pori Drainase Cepat dan Pori Drainase Lambat Soedarmo dan Djojoprawiro (1984) mengadakan pembagian ukuran pori dengan batas ukuran pori dan tegangannya atas dasar kemampuan tanaman menghisap air, kemampuan tanah menahan dan melalukan air. Diantaranya adalah pori drainase dengan diameter > 8,6 µm terdiri dari pori drainase cepat yang berdiameter > 28,8 µm dengan asumsi bahwa 28,8 µm adalah diameter pori pada tegangan 10 - 100 cm H2O atau 1/10 bar tension (pF 1,00 – pF 2,00) dan pori drainase lambat yang berdiameter antara 8,6 – 28,8 µm merupakan batas atas poripori terisi air pada kapasitas lapang atau tegangan 100 – 345 cm H2O atau 0,337 bar tension. 2.8. Pori Air Tersedia Air yang tersedia untuk tanaman pada tekstur lempung sampai lempung berliat termasuk tinggi, namun total air yang menguap meningkat menurut kandungan liat, karena liat mempunyai total pori untuk mengikat air tinggi, tetapi pori -porinya sangat kecil sehingga air yang dipegangnya sangat kuat untuk diserap tanaman (Rachmiati, 2008). Pasir mempunyai total ruang pori yang lebih sedikit untuk mengikat air, tetapi banyak air yang terikat dapat tersedia bagi tanaman. Penguapan air dari tanahtanah berpasir lebih cepat dibandingkan tanah-tanah berliat, sehingga tanah berpasir lebih cepat kering setelah hujan, dan tanaman yang tumbuh di atasnya menunjukkan pengaruh akibat kekeringan dibanding dengan tanaman pada tanahtanah yang teksturnya lebih halus (Rachmiati, 2008). Air tersedia dalam keadaan cukup, maka pertumbuhan dan produktivitas tanaman berlangsung secara optimal bahkan maksimal. Namun bila air kelebihan atau sebaliknya akan berakibat buruk bagi pertumbuhan dan produktivitas tanaman atau organisme yang diusahakan pada umumnya. (Rahim, 2007).
2.9. Jagung Tanaman jagung dapat tumbuh baik hampir di semua jenis tanah. Akan tetapi tanaman jagung akan tumbuh baik pada tanah gembur dan kaya humus (Suprapto, 1991). Menurut Muhadjir (1998), sebagai tanaman golongan C4, jagung
beradaptasi pada intensitas radiasi surya tinggi dengan suhu siang dan malam tinggi, curah hujan rendah dengan cahaya musiman tinggi serta kesuburan tanah relatif rendah. Sifat ini menguntungkan tanaman jagung antara lain aktifitas fotosintesis pada keadaan normal tinggi, fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah dan efisien dalam penggunaan air. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain: Andosol (tanah berasal dari gunung berapi), Latosol, Grumosol, dan tanah berpasir. Pada tanah-tanah bertekstur berat (Grumosol) dengan pengolahan tanah secara baik masih dapat ditanami jagung dengan hasil yang baik. Sedangkan untuk tanah dengan tekstur lempung/liat (latosol) berdebu, yang terbaik adalah untuk pertumbuhannya. Jagung dapat tumbuh pada temperatur berkisar antara 16 sampai 32 oC dan curah hujan berkisar antara 500 sampai 5.000 mm/th. Sedangkan untuk tumbuh optimum dibutuhkan temperatur antara 20 sampai 26 oC dan curah hujan antara 1.000 sampai 1.500 mm/th. Tanah yang dibutuhkan tanaman jagung adalah tanah dengan konsistensi gembur, permeabilitas sedang, drainase agak baik sampai baik, tingkat kesuburan sedang, tekstur lempung dan lempung berdebu dengan kandungan humus sedang, reaksi tanah (pH) berkisar antara 5,2 – 8,5 dan yang optimum antara 5,8 – 7,8 (DEPTAN, 1997). Ciri-ciri varietas jagung hibrida antara lain tanggap terhadap pemupukan, umur pendek, berdaya hasil tinggi, toleran atau tahan terhadap penyakit dan hama penting, beradaptasi baik pada berbagai lingkungan, serta tegap dan tahan rebah (Suprapto, 1991).