II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Iklim Menurut Dewan Nasional Perubahan Iklim dan Dana Mitra Lingkungan (2009) iklim adalah suatu sistem energi yang memperoleh tenaga dari matahari. Iklim merupakan pola cuaca yang terjadi dalam jangka panjang. Menurut Handoko, dkk (2008) iklim adalah rata-rata jangka panjang dari kondisi atmosfer (cuaca) di suatu tempat. Secara singkat iklim dapat dikatakan sebagai rata-rata dari cuaca. Cuaca dari suatu daerah akan berfluktuasi dalam rentang waktu detik sampai harian. Nilai rata-rata dari kondisi unsur-unsur cuaca pada jangka panjang merupakan gambaran dari kondisi iklim daerah tersebut. Menurut pakar iklim dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Ir. D. Murdiyarso dalam Diposaptono, dkk (2009) perubahan iklim adalah perubahan unsur-unsur iklim dalam jangka panjang (50 sampai 100 tahun) yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca (GRK). Menurut Murdiyarso (2003) GRK seperti karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (N2O) dan uap air (H2O) yang terdapat di atmosfer secara alami menyerap radiasi panas tersebut di atmosfer bagian bawah. Tanpa GRK alami tersebut suhu bumi akan menjadi 34oC lebih dingin dari yang kita alami sekarang. 2.1.1
Penyebab Perubahan Iklim Menurut Aliadi, dkk (2008) gas rumah kaca (GRK) merupakan gas-gas
yang menangkap panas dari matahari dan sebagian panas akan terperangkap di atmosfer akibat adanya beberapa jenis gas. Menurut Diposaptono, dkk (2009) perubahan iklim dicirikan dengan berubahnya nilai rata-rata dan keragaman dari unsur iklim yaitu perubahan curah hujan dan suhu udara. Berdasarkan data dari
9
beberapa waktu yang panjang akan diperoleh kecenderungan naik dari waktu ke waktu atau fluktuasinya semakin membesar atau kejadian anomali iklim semakin sering terjadi dibanding periode waktu sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa perubahan iklim sudah terjadi. Menurut Diposaptono, dkk (2009) unsur iklim yang berfungsi sebagai pengendali cuaca adalah suhu udara, curah hujan serta kenaikan muka air laut. Fakta menunjukan bahwa temperatur udara rata-rata pada tahun 1850 jauh berubah jika dibanding dengan saat ini. Fenomena perubahan suhu di muka bumi ini menunjukan telah terjadi perubahan temperatur rata-rata muka bumi. Sejak tahun 1940 selama 70 tahun, suhu udara rata-rata di muka bumi mengalami kenaikan sekitar 0.5oC. Kenaikan suhu udara rata-rata ini disebabkan oleh semakin meningkatnya GRK di atmosfer, diantaranya oleh CO2 (Diposaptono et al, 2009). Aktivitas manusia membuat konsentrasi GRK semakin tinggi dan menyebabkan suhu permukaan bumi semakin panas sehingga terjadilah perubahan iklim (Aliadi et al, 2008). Menurut Handoko, dkk (2008) masalah utama dari perubahan ikim disebabkan oleh produksi karbon dioksida (CO2) jauh lebih besar dibandingkan dengan kemapuan tumbuhan dan pepohonan yang menyerapnya dalam proses fotosintesis. Menurut Aliadi, dkk (2008) industri di Negara maju telah menyumbangkan emisi gas rumah kaca sebesar 70%, yang berasal dari sektor energi, transportasi, industri bangunan dan energi lain. Emisi yang dihasilkan oleh Negara berkembang hanya sebesar 30% dan lebih banyak berasal dari sektor non-energi seperti sampah, pertanian, penggunaan lahan serta penebangan hutan (Aliadi, 2008). Masalah perubahan iklim yang terjadi saat ini
10
semakin diperparah dengan semakin banyaknya pohon yang hilang yang seharusnya dapat menyerap karbon dioksida (CO2) (UNDP, 2007). Menurut Aliadi, dkk (2008) Emisi pembangkit listrik serta kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar fosil, seperti minyak bumi dan batubara merupakan salah satu sumber utam karbon dioksida (CO2) yang memiliki pengaruh terbesar terhadap perubahan iklim. Pemakaian pupuk buatan pada pertanian menghasilkan nitro oksida (N2O) selain itu, pembusukan pakan ternak, kotoran hewan, sampah organik, rawa serta persawahan akan melepaskan gas metana (CH4). Hal tersebut menunjukan bahwa peternakan, sawah dan tempat pembuangan sawah ikut meningkatkan GRK. Aktivitas lain yang menghasilkan GRK yang menyerap panas dengan kekuatan yang sangat tinggi walaupun konsentrasinya rendah yaitu penggunaan beberapa jenis gas untuk Freon AC dan campuran kaleng semprot serta proses produksi beberapa industri, terutama peralatan listrik yang menghasilkan GRK. 2.1.2
Dampak Perubahan Ikim Global terhadap Lingkungan Menurut Inter-governmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam
Aliadi, dkk (2008) menyatakan bahwa selama tahun 1990-2005 telah terjadi peningkatan suhu merata di seluruh bagian bumi, antara 0,15oC, 3oC dan jika terus berlanjut maka diperkirakan pada tahun 2040 lapisan es di kutub-kutub bumi akan habis meleleh. Menurut Stern mantan ekonom kepala di Bank Dunia dalam Aliadi, dkk (2008) menunjukan bahwa resiko dari perubahan iklim skala internasional akan berdampak terhadap kerugian PDB global di kisaran 5-10 persen.
11
Peningkatan suhu yang besar terjadi pada daerah lintang tinggi, sehingga akan menimbulkan berbagai perubahan lingkungan global yang terkait dengan pencairan es di kutub, distribusi vegetasi alami dan keanekaragaman hayati. Sementara itu, daerah tropis atau lintang rendah akan terpengaruh dalam hal produktivitas tanaman, distribusi hama serta penyakit tanaman dan manusia. Peningkatan suhu akan mengubah pola dan distribusi hujan sehingga daerah yang kering akan semakin kering sedangkan daerah yang basah akan semakin basah sehingga kelestarian sumberdaya air akan terganggu (Murdiyarso, 2003). Dampak negatif dari perubahan iklim terhadap lingkungan menurut Dewan Nasional Perubahan Iklim dan Dana Mitra Lingkungan (2009) yaitu: 1. Banjir semakin sering terjadi. 2. Badai besar di Amerika Serikat serta badai tropis sering terjadi di Asia Timur dan Asia Selatan. 3. Musim kering dan kekurangan air di Afrika Utara, Eropa Selatan, Wilayah Timur Tengah, bagian barat Amerika Serikat, Afrika bagian selatan dan bagian timur laut Brazil. 4. Lelehan es Himalaya menyebabkan terjadinya kekurangan air di Sungai Indus, Gangga, Mekong, Yangtze dan Sungai Kuning. 5. Pemutihan terumbu karang. 2.1.3
Dampak Perubahan Iklim terhadap Indonesia Menurut Aliadi, dkk (2008) gejala perubahan iklim sudah terjadi di
Indonesia, hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan suhu minimum kota Polonia Sumatera Utara sebesar 0,17oC dari tahun 1980-2002, peningkatan suhu maksimum di Denpasar hingga 0,87oC per tahun serta menghilangnya salju di
12
Gunung Jayawijaya Papua. Hasil studi yang dilakukan oleh ilmuwan di Pusat Pengembangan Kawasan Pesisir dan Laut, Institut Teknologi Bandung (2007) dalam Aliadi, dkk (2008) menyatakan bahwa permukaan air laut Teluk Jakarta meningkat setinggi 0,8 cm, jika suhu bumi semakin meningkat maka diperkirakan pada tahun 2050 daerah di Jakarta dan Bekasi akan terendam. Menurut UNDP (2007) perubahan iklim yang terjadi memberikan dampak terhadap perubahan musim dan curah hujan di berbagai daerah Indonesia, kejadian cuaca yang lebih ekstrim seperti badai dan longsor, kenaikan muka air laut yang akan mempercepat erosi di wilayah pesisir, intrusi air laut ke air tanah, merusak lahan rawa di pesisir dan menenggelamkan pulau-pulau kecil. Selain itu perubahan iklim yang terjadi akan memberikan dampak terhadap petani, dampak terhadap masyarakat nelayan, dampak terhadap masyarakat pesisir, dampak pada pemukiman kota, masalah kesehatan, kasus kekurangan gizi, sumber air berkurang serta kebakaran semakin sering terjadi. Konsekuensi-konsekuensi dari perubahan iklim untuk Indonesia menurut Handoko, dkk (2008) adalah sebagai berikut: 1. Perubahan musim dan curah hujan: Dalam beberapa tahun terakhir, petani di Jawa dan sumatera telah mengeluhkan kejadian cuaca yang tidak normal, yang permulaan musim bergeser 10-20 hari lebih lambat dan musim kering sekitar 10-60 hari lebih cepat. Di kemudian hari, daerah-daerah Indonesia yang berada di selatan garis khatulistiwa akan mengalami musim kering yang lebih panjang dan musim hujan yang lebih pendek namun lebih intensif. Selain itu, cuaca menjadi lebih bervariasi dengan variabilitas curah hujan menjadi lebih tinggi.
13
2. Kondisi cuaca yang semakin ekstrim: Indonesia akan mengalami potensi bencana kekeringan dan banjir yang lebih sering dengan magnitude yang lebih tinggi karena cuaca yang ekstrim. Curah hujan yang tinggi juga berpotensi mengakibatkan bencana tanah longsor pada berbagai daerah di Indonesia. 3. Kenaikan tinggi muka air laut: peningkatan suhu global mengakibatkan pencairan salju dan gleser di kutub utara dan selatan yang menyebabkan potensi kenaikan tinggi muka air laut antara 9-100 cm. Hal ini akan mempercepat erosi pantai, intrusi air laut ke dalam air tanah, merusak lahanlahan basah di pantai, dan menenggelamkan pulau-pulau kecil. 4. Lautan yang menghangat: Air laut yang menghangat dapat menurunkan perkembangan plankton dan membatasi pasokan nutrisi bagi ikan, sehingga ikan akan bermigrasi ke daerah-daerah yang lebih dingin dan memiliki cukup pakan. Air laut yang menghangat juga dapat menyebabkan kerusakan coral. 5. Suhu udara semakin meningkat: kondisi ini dapat menurunkan pola-pola vegetasi serta distribusi serangga termasuk nyamuk, yang mampu bertahan pada daerah-daerah yang sebelumnya terlalu dingin. 2.1.4
Interaksi Perubahan Iklim dan Pariwisata Menurut Becken S dan John E (2007) terdapat beberapa interaksi antara
pariwisata dan iklim. Hal ini dikarenakan iklim sangat memberikan resiko terhadap pariwisata. Sebagai salah satu contoh dari interaksi antara iklim dan pariwisata adalah pengunjung yang akan pergi bermain ski di Pegunungan Alpen pada saat musim dingin tetapi hanya terdapat sedikit salju atau pengunjung yang akan pergi ke pantai namun sedang terjadi hujan. Hal tersebut akan menyebabkan pengunjung tidak dapat berwisata karena kondisi iklim yang tidak sesuai.
14
Menurut Becken S dan John E (2007) perubahan iklim yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya kejadian ekstrim seperti badai dan banjir. Bencana di tempat pariwisata tersebut memberikan resiko bagi pengunjung dan tempat pariwisata tersebut, seperti rusaknya sarana dan prasarana serta meningkatnya pengeluaran akibat kerusakan tersebut mengakibatkan tempat wisata menjadi sepi pengunjung sehingga tempat wisata mengalami kerugian. Selain itu, terdapat hubungan lain yang penting antara pariwisata dan iklim yaitu dalam sektor pariwisata menggunakan energi yang besar dan berkontribusi menyumbangkan emisi gas rumah kaca. 2.2 Pariwisata Menurut Suwantoro (2004) pariwisata adalah suatu proses berpergian sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan untuk karena berbagai kepentingan, baik karena kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain seperti karena sekedar hanya ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk belajar. Pariwisata berhubungan erat dengan pengertian perjalan wisata, yaitu sebagai suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang di luar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan menghasilkan upah. Menurut UU RI nomor 10 tahun 2009 dalam Ismayanti (2010) tentang kepariwisataan dijelaskan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi, dalam jangka waktu sementara. Sedangkan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung oleh berbagai
15
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha dan pemerintah. Menurut Becken S dan John E (2007) pariwisata adalah Bisnis untuk beberapa kegiatan yang dapat menyenangkan orang lain dengan suatu format penggunaan daratan, suatu aspek/pengarah mobilitas dan
juga pokok studi
psikologis. Menurut Becken S dan John E (2007) tipe wisata dengan membedakan tujuannya dapat dibedakan sebagai berikut: 1. Wisata domestik: Wisata yang dilakukan penduduk dari suatu negeri hanya berpergian di dalam negara itu, tetapi di luar lingkungan mereka sehari-hari. 2. Wisata internasional: Wisata yang dilakukan penduduk dari luar negeri yang berpergian ke suatu negara yang ditentukan, untuk jangka waktu lebih dari satu hari dan kurang dari satu tahun. 3. Wisata Inbound: Wisata yang dilakukan oleh bukan penduduk asli suatu negara yang berpergian ke tempat yang telah ditentukan yang merupakan luar lingkungan umum mereka didalam suatu negara. 4. Wisata Outbound: Wisata perjalanan kapal ke luar negeri oleh penduduk dari suatu area bepergian dan tinggal pada suatu tempat di luar area itu (dan diluar lingkungan umum mereka). Wisatawan adalah seseorang atau kelompok orang yang melakukan suatu perjalanan wisata, jika lama tinggalnya sekurang-kurangnya 24 jam di daerah atau negara yang dikunjungil. Apabila mereka tinggal di daerah atau negara yang dikunjungi dengan waktu kurang dari 24 jam maka disebut sebagai pelancong (Suwantoro, 2004). Sedangkan, menurut UU RI nomor 10 tahun 2009 dalam
16
Ismayanti (2010) mendefinisikan wisatawan sebagai orang yang melakukan kegiatan wisata. 2.2.1 Permintaan Pariwisata Menurut Yoeti (2008) permintaan dalam pariwisata (tourist demand) dapat dibagi atas dua jenis, yaitu permintaan potensial (potential demand) dan permintaan aktual (actual demand). Permintaan potensial adalah sejumlah orang yang berpotensi untuk melakukan perjalanan wisata (karena memiliki waktu luang dan punya tabungan yang relatif cukup). Sedangkan yang dimaksud dengan permintaan aktual adalah orang-orang yang sedang melakukan perjalanan wisata pada suatu daerah tujuan wisata (DTW) tertentu. Kedua bentuk permintaan ini perlu mendapat perhatian dalam perencanaan kegiatan promosi untuk menarik wisatawan berkunjung pada suatu DTW tertentu. Secara umum permintaan barang dan jasa pariwisata bergantung pada hal-hal sebagai berikut seperti, faktor ekonomi (pendapatan), struktur demografi, factor sosial dan budaya, motivasi untuk melakukan perjalanan wisata, kesempatan untuk melakukan perjalanan wisata dan insentif untuk melakukan perjalanan wisata, perbandingan harga, daya tarik wisata, kemudahan berkunjung, informasi dan layanan sebelum kunjungan, dan citra. Menurut Yoeti (2008) terdapat beberapa ciri atau karakter dari permintaan dalam pariwisata antara lain: 1. Sangat dipengaruhi oleh musim, sebagai contoh di Eropa, bila datang masa liburan sekolah musim panas misalnya, maka tempat-tempat liburan di pantai akan penuh sesak dipadati wisatawan, baik wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara. Sebaliknya di musim dingin, tempat-tempat liburan
17
musim dingin saat salju mulai berjatuhan, daerah pegunungan penuh sesak dengan wisatawan yang bermain ski. Pada musim ramai (peak season), permintaan akan naik hingga terjadi kelebihan permintaan yang tidak dapat dipenuhi. Sebaliknya, pada musim sepi (off-season) permintaan menurun. 2. Terpusat pada tempat-tempat tertentu, misalnya banyak terdapat pantai yang indah di Indonesia bahkan di Bali, namun wisatawan lebih tertarik untuk datang ke Pantai Kuta. 3. Tergantung pada besar/kecilnya pendapatan. 4. Bersaing dengan permintaan terhadap barang-barang mewah, sering terjadi persaingan antara akan melakukan perjalanan wisata atau membeli barangbarang mewah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 5. Tergantung tersedianya waktu senggang, tersedianya waktu senggang banyak mempengaruhi permintaan terhadap pariwisata. 6. Tergantung teknologi transportasi. 7. Jumlah orang dalam keluarga. 8. Aksesibilitas, jarak antara negara asal wisatawan dan negara yang menerima kunjungan wisatawan juga mempengaruhi terhadap permintan untuk melakukan perjalanan wisata. 2.2.2 Dampak dari Pariwisata Pariwisata merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa
berbagai
dampak
terhadap
masyarakat
setempat.
Kegiatan
kepariwisataan dilakukan mulai dari keberangkatan hingga di daerah tujuan di seluruh penjuru dunia (Ismayanti, 2010).
18
Dampak pariwisata merupakan studi yang paling sering mendapatkan perhatian masyarakat karena sifat pariwisata yang dinamis dan melibatkan banyak kepentingan. Pariwisata melibatkan berbagai aspek kehidupan masyarakat secara ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Dampak pariwisata terhadap masyarakat dan daerah tujuan wisata adalah dampak terhadap ekonomi, terhadap sosial-budaya serta terhadap lingkungan (Ismayanti, 2010). 1.
Dampak pariwisata terhadap ekonomi Pariwisata merupakan industri yang membawa aliran devisa, lapangan
pekerjaan dan cara hidup modern. Pariwisata memberikan keunikan tersendiri dibandingkan dengan sektor ekonomi lain karena keempat faktor berikut. Pertama, pariwisata adalah industri ekspor fana. Segala yang terjadi di kegiatan pariwisata berupa pengalaman yang dapat diceritakan kepada orang lain, tetapi tidak dapat dibawa pulang sebagai cinderamata. Kedua, setiap kali wisatawan mengunjungi destinasi, mereka selalu membutuhkan barang dan jasa tambahan, seperti transportasi dan kebutuhan air bersih. Ketiga, pariwisata sebagai produk yang terpisah-pisah, terapi terintegrasi dan langsung mempengaruhi sektor ekonomi lain. Menurut UU nomor 10 tahun 2009 dalam Ismayanti (2010) tentang kepariwisataan secara jelas menyatakan, pariwisata berkaiatan dengan banyak sektor atau multisektor. Keempat, pariwisata merupakan ekspor yang sangat tidak stabil. Sifat kepariwisataan yang dinamis dan musiman membuat industri ini mengalami fluktuasi yang sangat tinggi. Pariwisata rentan terhadap banyak hal, seperti politik, sosial-budaya dan pertahanan keamanan.
19
Dampak pariwisata terhadap perekonomian bisa bersifat positif dan bisa bersifat negatif. Secara umum dampak tersebut dikelompokan menurut Cohen (1984) dalam Ismayanti 2010 seperti pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Keuntungan dan Kerugian Pariwisata terhadap Perekonomian Keuntungan Kerugian 1. Kontribusi pariwisata dalam devisa 1. Bahaya ketergantungan terhadap pada neraca penerimaan negara. pariwisata. 2. Kontribusi pariwisata dalam devisa 2. Peningkatan inflasi dan nilai pada neraca penerimaan negara. lahan. 3. Menghasilkan lapangan pekerjaan. 3. Peningkatan frekuensi impor. 4. Meningkatkan struktur ekonomi. 4. Produksi musiman. 5. Membuka peluang investasi. 5. Pengembalian modal lambat. Sumber: Ismayanti, 2010
2.
Dampak pariwisata terhadap sosial-budaya Pariwisata merupakan kegiatan yang secara langsung menyentuh dan
melibatkan masyarakat sehingga memberikan pengaruh terhadap masyarakat setempat. Bahkan pariwisata mampu membuat masyarakat sekitar mengalami perubahan, baik ke arah perbaikan maupun ke arah penurunan dalam berbagai aspek. Pariwisata merupakan fenomena kemasyarakatan, yang menyangkut manusia, masyarakat, kelompok organisasi dan kebudayaan. Dampak pariwisata terhadap sosial-budaya sebagai people impact menurut Wolf dalam Wall (1982) dalam Ismayanti (2010) berkaitan dengan pengaruh kepada masyarakat, tuan rumah dan wisatawan dalam perubahan kualitas hidup, baik secara positif maupun secara negatif. Secara umum dampak tersebut menurut dapat dikelompokan seperti pada Tabel 2 berikut.
20
Tabel 2. Keuntungan dan Kerugian Pariwisata terhadap Sosial-Budaya No Keuntungan No Kerugian 1 Pengetahuan dan wawasan 1 Penurunan harga diri masyarakat masyarakat setempat dan komersialisasi budaya 2 Masyarakat semakin sadar akan 2 Resiko menurunnya moral bangsa kekayaan budaya 3 Status sosial masyarakat 3 Wisata seks meningkat 4 Kebudayaan setempat menjadi 4 Penyebaran penyakit berkembang 5 Upaya konservasi dan preservasi 5 Kriminalitas meningkat 6 Revitalisasi cinderamata dan 6 Komodifikasi praktik dan kerajian lokal kebiasaan tradisional menjadi pertunjukan yang ramah wisatawan 7 Menghidupkan kembali 7 Kebudayaan setempat menjadi seni pertunjukan seni dan ritual yang sampah hampir punah 8 Pengenalan nilai dan praktik baru 8 Efek demontrasi yang bersifat negatif 9 Pariwisata mendorong untuk 9 Efek terhadap bahasa local menciptakan perdamaian dan saling memahami melalui interaksi lintas budaya 10 Pemberdayaan wanita dalam 10 Pola konsumsi baru yang terkadang industri pariwisata banyak menggunakan produkproduk impor 11 Citra masyarakat semakin 11 Tekanan terhadap perubahan nilai terkenal sosial, cara berpakaian, adatistiadat dan norma tradisional 12 Kemampuan berbahasa menjadi 12 Pembenaran moral negatif ketika lebih baik hal tersebut menjadi moral positif di budaya lain Sumber: Ismayanti, 2010
3.
Dampak pariwisata terhadap lingkungan Pariwisata memiliki hubungan erat dan kuat dengan lingkungan fisik.
Lingkungan alam merupakan aset pariwisata dan mendapatkan dampak karena sifat lingkungan tersebut yang rapuh dan tak terpisahkan. Bersifat rapuh karena lingkungan alam merupakan ciptaan Tuhan yang jika dirusak belum tentu akan tumbuh atau kembali seperti sediakala. Bersifat tidak terpisahkan karena manusia harus mendatangi lingkungan alam untuk menikmatinya.
21
Lingkungan fisik adalah daya tarik utama kegiatan wisata. Lingkungan fisik meliputi lingkungan alam dan lingkungan buatan. Secara teori, hubungan lingkungan alam harus mutual dan bermanfaat. Wisatawan menikmati keindahan alam dan pendapatan yang dibayarkan wisatawan digunakan untuk melindungi dan memelihara alam guna keberlangsungan pariwisata. Hubungan lingkungan dan pariwisata tidak selamanya saling mendukung dan menguntungkan sehingga upaya konservasi, apresiasi dan pendidikan dilakukan agar hubungan keduanya berkelanjutan, tetapi kenyataan yang ada hubungan keduanya justru menimbulkan konflik. Pariwisata sering mengeksploitasi lingkungan. Tabel 3 berikut ini akan menjelaskan hubungan antara manfaat dan beban pariwisata terhadap lingkungan.
22