PEMBUATAN DAN PERENCANAAN STIMULUS OTOT NONINVASIF UNTUK TERAPI STROKE BERBASIS MIKROPROSESOR Faris Yulianto, Ir. Mochamad Rochmad, MT., Madyono, S.ST., Ir. Rika Rokhana, MT.
Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Kampus PENS-ITS Sukolilo, Surabaya
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected]
Stroke adalah gangguan fungsi otak karena pasokan darah ke otak terganggu. Penderita stroke akan mengalami gangguan fungsi motoriknya seperti berdiri, berjalan, menggenggam dan menjangkau. Stimulasi listrik buatan pada sistem syaraf atau pada otot bisa digunakan bagi penderita stroke. Stimulasi listrik ini bekerja dengan cara menghasilkan kontraksi otot, yaitu gerakan atau sensasi. Dalam pembuatan stimulasi listrik ini memerlukan kontroler untuk membangkitkan sinyal pulsa, rangkaian boost converter untuk mengubah tegangan 5 VDC menjadi 100 VDC, rangkaian pembentuk sinyal untuk membentuk sinyal pulsa dan keypad sebagai seting data pada kontroler. Luaran stimulasi listrik ini sebagai rehabilitasi kemampuan kontraksi otot. Yang memiliki tegangan keluaran sebesar 0 – 100 VDC dan memiliki 3 mode stimulasi. Mode tersebut memliki frekuensi sebesar 1 – 10 Hz. Kata kunci: Stroke, stimulasi listrik, kontroler, boost converter, pembentuk sinyal dan keypad.
I.
PENDAHULUHAN
Gaya hidup tidak sehat membuat mereka yang berusia muda, yaitu antara 18-45 tahun, semakin berisiko terkena stroke. Kebiasaan merokok dan mengonsumsi makanan berlemak meningkatkan resiko stroke di kalangan ini.[2] Stroke adalah gangguan fungsi otak karena pasokan darah ke otak terganggu. Gangguan pasokan darah ini bisa menyebabkan kerusakan permanen pada otak, bahkan bisa menyebabkan kematian. Penderita stroke akan mengalami gangguan fungsi motoriknya seperti berdiri, berjalan, menggenggam dan menjangkau. Ketidakmampuan ini dapat mencakup sebagian atau keseluruhan dari anggota gerak tubuh. [1] Di tengah masyarakat sekarang ini banyak di jumpai pasien dengan kelumpuhan, ketidakmampuan pasien tersebut, maka diperlukan penatalaksanaan kelumpuhan berupa pemberian asuhan keperawatan dan program rehabilitasi guna meningkatkan kemapuan pasien minimal merawat diri sendiri dan mencegah komplikasi akibat kelumpuhan seperti atropi otot, kontraktur otot. Penatalaksanaan kelumpuhan yang disebut juga program rehabilitasi terdiri dari : terapi fisik,
terapi kerja, akupuntur, terapi wicara, Constain Induce Treatment Therapy, stimulasi elektrik, elektroterapi. [3] Oleh, karena itu membuat stimulasi listrik buatan. Stimulasi listrik ini bekerja dengan cara menghasilkan kontraksi otot dan menghasilkan gerakan atau sensasi. Dengan stimulasi listrik dapat mengembalikan atau membantu pasien yang mengalami kehilangan fungsi gerak yang disebabkan oleh stroke. Stimulasi listrik ini memanfaatkan arus listrik yang rendah melalui elektrode untuk diberikan pada otot atau syaraf tepi untuk menghasilkan kontraksi otot. Stimulasi listrik ditentukan oleh karakteristik sinyal pulsa. Ini dijelaskan dengan menetapkan parameter stimulasi tersebut, yang meliputi bentuk, amplitudo dan durasi pulsa.
II. METODOLOGY Sebelum mendesain stimulasi elektrik ini sebelumnya kita harus menyesuailkan karakteristik alat ini dengan karakteristik syaraf dalam mengirimkan informasi pada jaringan motoriknya. Dan berikut ini adalah parameterparameter dalam pembuatan alat ini: Berupa impuls dengan lebar impuls sebesar 1 mS – 10 mS, mempunyai frekuensi antara 1-100 Hz, mempunyai arus maksimum 60 mA dengan range 5-60 mA dan jenis tegangan DC. Dan dari parameterparameter tersebut maka saya menrancang alat ini dengan kriteria sebagai berikut: lebar impuls sebesar 1-10 mS, frekuensi sebesar 1-10 Hz, memeiliki arus sebesar 5 mA dan menggunakan tegangan DC sebesar 0-100 VDC. Setelah itu akan dilakukan perancangan dan implimentasi perangkat keras yang terdiri dari rangkaian minimum system, keypad, rangkaian boost converter dan rangkaian pembentuk sinyal. Rangkaian minimum system digunakan sebagai controller, keypad digunakan sebagai masukan data ke mikrokontoler. Kemudian rangkaian boost converter digunakan untuk menguatkan tegangan dari keluaran rangkaian pembangkit sinyal sampai tercapai level tegangan yang diinginkan, selah itu keluaran dari rangkaian ini dihubungkan ke rangakaian pembentuk sinyal. Setelah itu keluran dari rangkaian pembentuk sinyal tersebut yang nantinya akan digunakan sebagai stimulasi otot. Dan bentuk sinyal pulsa yang digunakan untuk stimulasi otot ini bisa dilihat pada gambar dibawah ini:
1
Gambar 2.1. Karakteristik stimulasi elektrik Kemudian berikut ini bentuk blok diagram sistem: Gambar 2.4. Rangkaian pembentuk sinyal. Setelah perancanangan perangkat keras dan sudah menentukan mekanisme kinerja sistem. Kemudian bisa dibuat perancangan perangkat lunak. Berikut ini adalah gambar dari algoritma perancangan perangkat lunak. START
A
Gambar 2.2. Blok diagram sistem N
2.1. RANGKAIAN BOOST CONVERTER Pada perancangan boost converter ini menggunakan komponen L-C. Yang mana rangkaian ini akan mengubah tegangan masukan sebesar 5 VDC menjadi 100 VDC yang nantinya berguna sebagai masukan dari rangkaian pembentuk sinyal. Pada rangkaian ini terdapat 2 sumber masukan yang pertama menggunakan sumber masukan tegangan DC sebesar 5 VDC dan yang kedua menggunakan sinyal pulsa yang dihasilkan dari controller.
SAKLAR2==1
Y
FR_PFM2 += 1
SAKLAR3==1
Y
FR_PFM2 -= 1
SAKLAR4==1
Y
GAYA1
Y
GAYA2
Y
GAYA3
INIT_TIMER 1 N
N
SAKLAR0==1
Y
FR_PFM1 += 200
N
N
SAKLAR1==1
SAKLAR5==1
Y
N
FR_PFM1 -= 200
SAKLAR6==1
B
N
Y
B
TIMER ON
END
A
Gambar 2.5. Algoritma program. Gambar 2.3. Rangkaian boost converter. 2.2. RANGKAIAN PEMBENTUK SINYAL Pada rangkaian pembentuk sinyal dirancang menggunakan transistor NPN. Pembentuk sinyal ini digunakan sebagai pembalik sinyal yang dihasilkan rangkaian controlller karena yang dihasilkan dari rangkaian controller tidak sessuai dengan bentuk karakteristik sinyal pulsa untuk stimulasi elektrik. Maka memanfaatkan transistor NPN untuk membalikan sinyal tersebut. Transistor bekerja sebagai switching. Dan dibawah ini adalah gambar rangkaian pembentuk sinyal.
III. PENGUJIAN DAN ANALISA ALAT 3.1 TUJUAN Dalam pembuatan alat ini dilakukan beberapa pengujian, yaitu pengujian secara hardware dan software. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kinerja yang berupa kehandalan dan ketepatan eksekusi antar hardware yang dibuat dan kinerja software. Tanpa menutup kemungkinan adanya kekurangan-kekurangan dalam sistem yang telah dibuat.
2
3.2 PENGUJIAN Untuk pengujian hardware dapat dilakukan dengan melakukan pengujian bagian perbagian. Yaitu kita mulai dari pengujian rangkaian boost converter dan rangkaian pembentuk sinyal. Peralatan DC Power Supply +5VDC. DC Power Supply +12VDC. Rangkaian boost converter. Rangkaian pembentuk sinyal. Minimum System. Function Generator (FG). Osciloscope (OSC) digital. Multimeter digital. Cara Pengujian Pengujian per blok. Siapkan rangkaian boost converter kemudian dihubungkan rangkaian boost converter dengan power supply sebesar +5VDC. Mengukur tegangan pada rangkaian boost converter tanpa dihubungkan ke rangkaian pembentuk sinyal dengan menggunakan multimeter digital. Dan mengukur tegangan saat terhubung dengan rangkaian pembentuk sinyal dengan menggunakan oscilloscope. Mengukur sinyal keluaran dari minimum system dengan menggunakan oscilloscope. Mengukur sinyal keluaran dari rangkaian pembentuk sinyal. Mengukur tegangan dan sinyal keluaran dari seluruh rangkaian saat terhubung semua dengan menggunakan oscilloscope.
3.2.1 PENGUJIAN CONVERTER
RANGKAIAN
BOOST
Dengan memberikan tegangan supply sebesar +5VDC dan memberikan sinyal persegi dengan menggunakan Function Generator (FG). Setelah dilakukan pengujian didapatkan hasil pengujian alat seperti pada tabel 3.1 dan tabel 3.2. pengujian dilakukan tanpa terhubung beban dan terhubung beban. Beban yang dimaksudkan adalah rangkaian pembentuk sinyal, bisa dilihat pada gambar 2.4.
AVO METER DIGITAL
FG Gambar 3.1. Pengujian rangkaian boost converter tanpa beban. HASIL PENGUKURAN Tabel 3.1. Data kenaikan tegangan terhadap perubahan frekuensi tanpa beban. Duty Cycle = 50% Frekuensi (Hz)
Vout (Tanpa Beban) (VDC) pada Multimeter digital
1
32,73
2
43,44
3
52,51
4
59,72
5
65,69
6
70,80
7
77
8
81,3
9
85,3
10
89
11
94,50
12
98,7
13
100,8
Dari tabel diatas bisa diketahui dengan meningkatnya besar frekuensi, maka tegangan keluaran meningkat. Dari data diatas tegangan keluaran sudah sangat mendekati dengan nilai 100 VDC pada frekuensi 12 Hz. Dan dibawah ini adalah bentuk grafik dari pengujian rangkaian boost converter tanpa terhubung beban.
3
110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
tersebut diberikan dengan acak. Dan dibawah ini adalah bentuk grafik dari pengujian rangkaian boost converter terhubung beban.
Vout (VDC)
110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Vout (VDC) Hz
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213
Pada gambar grafik diatas yang berwarna biru menunjukkan data terjadi kenaikan frekuensi maka tegangan ikut naik.
Vout (VDC) Hz
10 40 280 450 700 1000 1300 1900 2200 2800
Gambar 3.2. Grafik pengujian rangkaian boost converter tanpa beban.
Vout (VDC)
Gambar 3.4. Grafik pengujian rangkaian boost converter terhubung beban. Pada gambar grafik diatas yang berwarna biru menunjukkan data saat terjadi kenaikan frekuensi maka tegangan ikut naik. Dan berikut ini adalah gambar grafik perbandingan antara rangkaian boost converter tanpa beban dengan terhubung beban.
FG 1
110 105 100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
OSC FG 2
HASIL PENGUKURAN Tabel 3.2. Data kenaikan tegangan terhadap perubahan frekuensi terhubung beban. Frekuensi FG 1 (Hz) Frekuensi FG 2 (Hz) Vout (VDC) Duty Cycle = 80% pada OSC Duty Cycle = 50% 10 10 40 20 280 30 450 40 700 50 20 1000 60 1300 70 1900 80 2200 90 2800 100 Dari hasil tabel 3.2 bisa diketahui dengan meningkatnya besar frekuensi pada FG 1, maka tegangan keluaran meningkat. Didapat dari data pengujian saat rangkaian boost converter terhubung beban, tegangan keluaran mencapai 100 VDC pada frekuensi 2800 Hz. Sedangkan pemberian frekuensi FG 2 sebesar 20 Hz agar rangkaian pembentuk sinyal bekerja. Besar frekuensi FG 2
Tanpa Beban Hz
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 10 40 280 450 700 1000 1300 1900 2200 2800
Gambar 3.3. Pengujian rangkaian boost converter dengan beban.
Vout (VDC)
Gambar 3.5. Grafik perbandingan rangkaian boost converter tanpa beban dengan terhubung beban.
ANALISA DATA Pada pengukuran ini sudah dijelaskan bahwa tegangan masukan dari rangkaian boost converter adalah sebesar +5VDC dan menggunakan frekuensi external yaitu dengan menggunakan FG. Untuk pengukuran pertama yaitu pengukuran tanpa terhubung beban, yang dimaksudkan beban adalah rangkaian pembentuk sinyal. Pada pengukuran pertama menggunakan frekuensi sebesar 1 Hz dan tegangan keluaran yang dihasilkan yaitu sebesar 32,73 VDC. Kemudian frekuensi dinaikkan dengan tingkatan 1 Hz dan pada frekuensi 12 Hz tegangan keluaran sudah hampir mendekati 100 VDC. Untuk pengukuran kedua rangkaian boost converter sudah terhubung beban dan ternyata untuk mendapatkan
4
tegangan keluaran sebesar 100 VDC, frekuensi masukannya pada rangkaian boost converter sebesar 2800 Hz.
3.2.2 PENGUJIAN SINYAL MINIMUM SYSTEM
KELUARAN
DARI
Mengambil data pengujian boost converter agar mendapatkan tegangan keluaran maksimal sebesar 100 VDC, maka dibutuhkan frekeunsi masukan pada boost converter sebesar 0 – 2800 Hz. Oleh, karena itu membuat frekuensi PFM 1 sebesar 0 – 2800 Hz. Dan frekuensi PFM 2 sebesar 110 Hz dengan 3 bentuk impuls yang berbeda-beda. Frekuensi ini akan digunakan sebagai frekuensi masukan pada rangkaian pembentuk sinyal. Untuk pengujian keluaran sinyal dari minimum system dibutuhkan power supply sebesar +12VDC dan oscilloscope untuk melihat bentuk sinyal keluaran. Sinyal keluaran tersebut yang terdiri dari sinyal Pulse Frequency Modulation (PFM) 1 dan PFM 2. Untuk PFM 1 menghasilkan sinyal keluaran sebesar 0-2800 Hz. Pada pengujian ini sinyal keluaran langsung diambil dari keluaran pada minimum system yang belum terhubung pada blok rangkaian boost converter dan pembentuk sinyal.
Gambar 3.8. Pengujian sinyal keluaran PFM 1 (II). Gambar 3.7 dan gambar 3.8 adalah bentuk keluaran sinyal menggunakan frekuensi 1 KHz dengan amplitudo 4,69 V dan 1,8 KHz dengan amplitudo 4,63 V yang masing-masing memiliki duty cycle 50%. Untuk pengujian sinyal PFM 2 terdapat 3 mode, bisa dilihat pada gambar 3.9, gambar 3.10 dan gambar 3.11.
Gambar 3.9. Pengujian sinyal keluaran PFM 2 mode 1. PFM 2 PFM 1
Gambar 3.6. Pengujian controller. Pengujian ini mengambil dari beberapa bentuk keluaran sinyal. Untuk pengujian PFM1, bisa dilihat pada gambar 3.7 dan gambar 3.8.
Gambar 3.10. Pengujian sinyal keluaran PFM 2 mode 2.
Gambar 3.11. Pengujian sinyal keluaran PFM 2 mode 3. Gambar 4.7. Pengujian sinyal keluaran PFM 1 (I).
Untuk gambar 3.9 nilai frekuensi implus sebesar 1 Hz dan lebar impuls sebesar 100 Hz dengan duty cycle 10% sebanyak 100 dan amplitudo 3,25 V. Sedangkan untuk gambar 3.10 nilai frekuensi impuls sebesar 1 Hz dan lebar impuls sebesar 10 Hz dengan duty cycle 10% sebanyak 10 dan
5
amplitudo 3,25 V. Dan untuk gambar 3.11 nilai frekuensi impuls sebesar 1 Hz dengan lebar impuls sebesar 1000 Hz dan amplitudo 3,9 V.
ANALISA DATA Dari hasil pengujian, keluaran sinyal sesuai seperti yang diharapkan. Yaitu dengan keluaran sinyal 0 – 2800 Hz pada PFM1 dan pada PFM2 dengan 3 mode.
3.2.3 PENGUJIAN SINYAL
RANGKAIAN
PEMBENTUK
Dengan memberikan tegangan supply sebesar +5VDC, frekuensi masukan dari minimum system dan menggunakan oscilloscope untuk melihat bentuk sinyal.
+5VDC
OSC
PFM 2 CONTROLLER
Gambar 3.12. Pengujian rangkaian pembentuk sinyal. Setelah dilakukan pengujian, maka didapatkan hasil pengujian dan berikut ini adalah hasil gambar-gambar dari pengujiannya.
Untuk gambar 3.13 bentuk sinyal masih belum terhubung rangkaian pembentuk sinyal pada frekuensi 90,1 Hz dan amplitudo 3,9 V. Sedangkan untuk gambar 3.14 bentuk sinyal sudah terhubung rangkaian pembentuk sinyal dengan frekuensi 90,1 Hz dan amplitudo 4,8 V. Pengujian ini menggunakan sinyal PFM 2 mode 2.
ANALISA DATA Pada pengukuran ini tegangan masukan masih belum terhubung rangkaian boost converter dan disini menggunakan tegangan masukan sebesar +5VDC dari power supply. Dari hasil ini diketahui bahwa rangkaian ini bekerja dengan baik. Karena bentuk sinyal masukan menjadi kebalikannya setelah terhubung rangkaian. 3.2.4
PENGUJIAN RANGKAIAN KESELURUHAN
Dengan memberikan tegangan supply pada minimum system sebesar +12VDC dan juga memberikan tegangan supply sebesar +5VDC pada rangkaian boost converter. Sinyal keluaran dari minimum system ini dihubungkan ke rangkaian boost converter dan pembentuk sinyal. Untuk sinyal PFM 1 akan dihubungkan ke rangkaian boost converter untuk mengatur besar kecilnya tegangan keluaran yang diinginkan. Sedangkan untuk sinyal PFM 2 dihubungkan ke rangkaian pembentuk sinyal untuk menghasilkan sinyal keluaran yang nantinya digunakan sebagai stimulus otot. Dan juga keluaran dari rangkaian boost converter sudah terhubung dengan masukan rangkaian pembentuk sinyal, seperti pada gambar 3.15. Untuk melihat hasil keluarannya menggunakan oscilloscope.
PFM 1 OSC Gambar 3.13. Bentuk sinyal masukan
PFM 2 Gambar 3.15. Pengujian rangkaian keseluruhan. Setelah dilakukan pengujian, maka didapatkan hasil pengujian pada tabel 3.3
Gambar 3.14. Bentuk sinyal keluaran
6
Tabel 3.3. Data keluaran rangkaian keseluruhan. Vout (VDC) pada OSC Frekuensi PFM1 Frekuensi PFM2 Duty Cycle = 50% Mode 1 Mode 2 Mode 3 200 28,1 29,7 25 400 34,4 39,1 32,8 600 37,5 45,3 34,4 800 42,2 50 39,1 1000 46,9 56,3 42,2 1200 50 64,1 48,4 1400 54,7 67,2 53,1 1600 57,8 73,4 54,7 1800 62,5 79,7 59,4 2000 64,1 82,8 65,6 2200 70,3 89,1 67,2 2400 75 93,8 70,3 2600 79,7 98,4 75 2800 89,1 107,8 81,3
ANALISA DATA Pada pengukuran ini keseluruhan rangkaian sudah terhubung satu sama lain. Dari hasil pengukuran yang terlihat pada tabel 4.3 hasil keluaran dari masing-masing mode berbeda-beda. Hal ini dikarenakan lebar impuls dari tiap mode berbeda-beda. Lebar impuls mempengaruhi keluaran tegangan. Untuk mode 1 lebar impuls sebesar 100 Hz dengan duty cycle 10%, impuls sebanyak 100 kali. Untuk mode 2 lebar impuls sebesar 10 Hz dengan duty cycle 10%, impuls sebanyak 10 kali. Dan untuk mode 3 lebar impuls sebesar 1000 Hz.
3.2.5
PENGUJIAN RANGKAIAN PADA TUBUH
Dengan menggunakan sinyal keluaran dari keseluruhan rangkaian yang sudah terhubung, sinyal ini yang akan digunakan sebagai stimulus otot pada tubuh. Sinyal keluaran tersebut dihubungkan ke elektrode, elektrode digunakan sebagai media penghubung ke tubuh. Pada pengujian ini akan diuji pada bagian tangan. Berikut ini adalah gambar pemasangan elektode ke tangan.
Keterangan : Mode 1 : Otot tertarik-tarik. Mode 2 : Otot berdenyut-denyut kencang. Mode 3 : Otot berdenyut-denyut pelan.
Vout (VDC)
Gambar 3.17. Pemasangan elektrode pada tangan.
MODE 1 MODE 2 MODE 3
200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2000 2200 2400 2600 2800
115 110 105 100 95 90 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Gambar 4.16. Grafik pengujian rangkaian keseluruhan. Pada gambar grafik diatas menunjukkan data saat terjadi kenaikan frekuensi maka tegangan akan naik. Garis berwarna biru untuk data pada mode 1, garis berwarna merah untuk data pada mode 2 dan garis berwarna hijau untuk data pada mode 3.
Pemberian stimulus listrik ini bisa diberikan kepada orang yang kehilangan fungsi gerak (paralisis), seperti berikut :Monoplegia yaitu hanya mengenai satu anggota badan. Diplegia yaitu mengenai bagian badan yang sama pada kedua sisi badan. Contohnya : kedua lengan. Hemiplegia yaitu mengenai satu sisi badan atau separuh badan Dalam pengujian dalam alat ini hanya dilakukan pada bagian tangan saja. Kemudian setelah dilakukan penempelan elektrode ke tubuh dan rangkaian dihidupkan, otot pada bagian yang distimulus terdapat aliran listrik sehingga otot berkontraksi. Untuk pemberian besar aliran listrik yang diberikan, harus disisuaikan dengan subjek, yaitu dengan cara mengatur-atur besar kecilnya tegangan. Dan lama waktu untuk stimulisasi ini sekitar 10 – 15 menit. Agar lebih efektif dilakukan sekali atau dua kali dalam sehari. Berikut ini adalah salah satu bentuk sinyal untuk stimulus otot. .
7
4.2. SARAN
Gambar 3.18. Bentuk sinyal sebelum buat stimulus otot (mode 2).
Untuk mendapatkan performa yang lebih baik dari sistem ini, maka nilai komponen harus sesuai dengan perhitungan teori dan gunakanlah komponen yang mempunyai toleransi yang kecil, agar keluaran dari sistem bisa bekerja lebih baik lagi. Disamping itu, olahlah data dan buatlah program sebaik mugkin agar kinerja dari controller bisa menghasilkan hasil yang diinginkan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari keseluruhan sistem dianjurkan banyaklah mencoba.
V. DAFTAR PUSTAKA
Gambar 3.19. Bentuk sinyal sesudah buat stimulus otot (mode 2). Untuk gambar 4.18 frekuensi impuls 1 Hz dan amplitudo 100,2 V. Sedangkan untuk gambar 4.19 frekuensi impuls 1 Hz dan amplitudo 39 V. ANALISA DATA Setelah dilakukan proses stimulisasi pada otot, otot berkontraksi dengan sendirinya. Kontraksi tersebut menghasilkan gerakan atau sensasi pada otot. Aliran listrik akan mengalir pada tubuh dari kabel (+) ke kabel (GND).
[1[ Rika W Arsianti, Arifin, Ph.D. Kontroler Adaptif Fuzzy Reinforcement Learning dengan Metode Cycle-to-Cycle Untuk Restorasi Kemampuan Swing Phase Gait dengan Functional Electrical Stimulation (FES). Proyek Akhir : T. Elektronika Institut Teknologi Sepuluh Nopember; 2007. [3] http://www.biofirstore.com/penjelasan-biofir/strokemenyerang-usia-18-45-tahun.html diakses pada tanggal 24 Juli 2010 - 10:36 A.M. [2] http://www.kiwod.com/2010/03/program-rehabilitasipasca-stroke/ diakses pada tanggal 19 januari 2012 08:51 A.M.
IV. PENUTUP 4.1. KESIMPULAN Setelah melakukan perencanaan dan pembuatan sistem kemudian dilakukan pengujian dan analisanya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan tentang sistem kerja dari alat yang dibuat, berikut ini adalah kesimpulannya: 1. Untuk menghasilkan tegangan keluaran maksimal sebesar 100 VDC pada rangkaian boost converter, controller harus di-settting pada frekuensi 2800 Hz dan menggunakan tegangan masukan sebesar +5VDC. 2. Untuk membentuk sinyal dengan amplitudo maksimal 100 VDC, keluaran dari boost converter harus di-setting pada tegangan maksimalnya sebesar 100 VDC dan controller di-setting pada mode 1, mode 2 atau mode 3. 3. Agar dapat melakukan pengontrolan pada sistem dibutuhkan controller yang bisa membangkitkan sinyal dengan frekuensi 0 – 2800 Hz dan frkuensi sebesar 1 -10 Hz. 4. Untuk pemasangan elektrode pada tubuh, ditempelkann pada bagian tangan yang mengalami gangguan fungsi geraknya. Pemasangan elektode harus sepasang (+) dan (GND).
8