II. KOORDINASI INTERNAL
2.1. Tinjauan Umum Tubuh hewan bertulang belakang terdiri dari banyak sel yang berkelompok sesuai dengan kekhususannya, masing-masing kelompok dengan fungsinya sendiri sehingga tidak mungkin menghasilkan tanggapan seragam dan semua sel jika setiap set mendapat stimulus. Setiap set akan bekerja menurut polanya sendiri, tanpa ada keterkaitan satu sama lain. Namun hal ini tidak terjadi karena adanya komunikasi antar set, jaringan, dan alat. Dengan adanya komunikasi maka dapat terjadi integrasi, yang selanjutnya mendasari koordinasi antar set, jaringan, dan alat. Pada vertebrata telah berkembang tiga sistem yang tumpang tindih untuk menjalin komunikasi dan tersedia fasilitas untuk mewujutkan integrasi dan ko ordinasi. Dengan demikian berbagai kesetimbangan dapat terkendali dan kelang sung-hidupan organisme terpelihara. Ketiga sistem itu ialah sistem komunikasi neural, hormonal, dan neuroendokrin. Organisme hidup berada dalam lingkungan yang setiap saat dapat berubah. Organisme hidup bersifat dinamis berarti di dalam tubuhnya setatu terjadi perubahan. Sedangkan kelangsung-hidupan organisme dapat terpelihara jika organisme berada datam kesetimbangan. Kedua ragam perubahan itu akan mengganggu kesetimbangan itu. Oleh karenanya perlu ada pemantauan dan penyampaian informasi perubahan tersebut untuk menentukan kiat penyelarasannya kembali. Hal inilah yang ditangani oteh ketiga sistem itu. Perubahan-perubahan itu adatah perubahan energi yang beragam bentuk dan lamanya bertangsung. Perubahan yang ber langsung cepat (akut), sebagian besar terjadi di luar tubuh organisme, ditangani oleh sistem komunikasi neural. Perubahan yang bertangsung tama (kronis), terjadi di datam tubuh organisme dalam kaitannya dengan metabolisme, ditangani oleh sistem komunikasi hormonal. Sedang sistem neuroendokrin menjembatani sistem neural dengan sistem hormonal. Jadi sesungguhnya segala bentuk perubahan itu adalah stimulus bagi ketiga sistem tsb. Pengoperasian ketiga sistem itu untuk mencetuskan tanggapantanggapan terhadap stimulus-stimulus internal dan eksternal sehingga diperoleh efek utama: pemeliharaan keseragaman dan keajekan lingkungan yang berhubungan dengan sel, “cairan” luar sel, dan integrasi tanggapan-tanggapan khas untuk setiap organ. Dengan
demikian, komposisi cairan luar sel dipelihara dalam batas-batas yang cocok untuk kelangsung-hidupan sel-sel. Sistem komunikasi neural diorganisasikan dalam sistem saraf yang terdiri dan sistem saraf somatis (terutama mengendalikan otot sadar) dan sistem saraf otonom (mengendalikan fungsi -fungsi tidak sadar). Sistem komunikasi hormonal diorganisasikan dalam sistem endokrin yang terdiri dan kelenjar-kelenjar sekresi internal dan sel-sel endokrin khusus yang tersebar rata dalam jaringan-jaringan non-endokrin. Sistem ini mengendalikan nutrien, pertumbuhan, reproduksi, dan homeostasis internal. Sistem menerima masukan dan perubahhan-perubahan cairan luar sel. Penyampaian informasi kepada sel sasaran dilaksanakan oleh kurir berupa hormon. Sistem neuroendokrin memiliki sifat-sifat yang ada pada kedua sistem. terdahulu. Keistimewaan sistem mi yaitu mampu mengubah signal-signal neural (listrik) menjadi signal-signal kimiawi (humoral). Kurir (hormon) disintesis dalam sel saraf khusus; selanjutnya pembebasannya ke dalam darah melalui stimulus listrik dan beroperasi di tempat yang jauh asalnya.
Gambar 1: a: Sel Neurosekretori; b: Set Saraf; c: Sel Endokrin
Sel-sel neuroendokrin membentuk dua populasi besar: 1. Neuron-neuron dengan perikaryon besar nukleus supraoptikus dan nucleus paraventrikularis, keduanya berada dalam hipotalamus; ujungujung aksonnya berada dalam bagian belakang hipofisis (neurohipofisis), di situ hormon (neurosekresi) dibebaskan. 2. Neuron-neuron dengan perikaryon kecil juga di dalam hipotalamus, membentuk nukleus ventromedial is, n. dorsomedialis, n. infundibularis; di situ disintisis hormon-hormon pembebas dan penghambat; yang mengatur sekresi hormon oleh sel-sel dalam hipofisis bagian depan (adenohipofisis). Endokrin pelengkap tambahan terdapat pada bagian sumsum glandula adrenalis. 2.2. Komunikasi Neural Neuron merupakan unit fungsional saraf, serangkaian neuron berperang untuk menghubungkan suatu reseptor dengan suatu efektor. Struktur neuron. Pada suatu neuron dapat dibedakan atas prikaryon, dendrit dan neurit (akson). Perikaryon ialah bagian neuron yang mengandung nukleus atau karyon. Dendri t dan neurit adalah lanjutan perikaryon. Berdasarkan jumlah lanjutan itu, neuron dapat dibagi dalam tiga bentuk, yaitu: 1. Neuronum bipolare, memiliki dua macam lanjutan, satu dendrit dan satu neurit [Gambar 2c]. 2. Neuronum pseudounipolare, pangkal kedua lanjutan sangat berdekatan [Gambar 2a]; 3. Neuronum multipolare, mempunyai satu neurit dan Iebih dan satu dendrite [Gambar 2b].
Kebanyakan dendrit bercabang-cabang sebagai pohon. Neurit (akson) ujungnya juga bercabang-cabang seperti itu dan disebut telodendron. Ujung setiap cabang telodendron membesar membentuk semacam bongkol yang disebut bulbus terminalis. Sitoplasma neuron disebut neuroplasma dan di dalamnya terdapat: retikulo endoplasma , mitokondrion, neurofilamen, aparatus golgi, lisosom, ribosom, dan pigmen melanin. Mitokondrion terdapat banyak dalam perikaryon, bulbus terminalis, dan pada lanjutan perikaryon pada tempat-tempat yang ada nodus neurofibrae.
Gambar 3: Neuron Membran neuron atau neurolema dan membran pada kedua lanjutan perikaryon strukturnya serupa dengan struktur membran sel. hewan pada umumnya. Sebagian neuron memiliki selubung pada aksonnya yang disebut selubung melin. Selubung ini tidak penuh menyelubungi neurit tetapi pada tempat-tempat tertentu terdapat celah tanpa mielin yang disebut nodus neurofibrae atau nodus Ranvier. Mielin dibuat dan lemak yang dihasilkan oleh sel khusus yaitu neurolemosit atau sel Schwann. Kedudukan sel-sel itu pada sepanjang neurit tidak rapat maka terbentuklah celah-celah yang disebut nodus neurofibrae. 2.2.1. Potensial Istirahat Jika suatu serabut saraf dipotong dan pada tempat pemotongan itu diletakkan satu elektrode dan suatu alat ukur listrik dan elektrode lainnya diletakkan pada membran akson di sebelah luar, ternyata timbul aliran listrik yang melalui alat ukur listrik tsb. Aliran listrik Itu datang dan elektrode yang ada pada dataran luar membran akson dan pergi ke tempat akson yang terpotong. Dengan demikian pada dataran luar membran akson ada muatan positif dan di sisi dalam membran ada muatan negatif.
Di sebelah luar dan di sebelah dalam membran akson ada ion-ion Nat, K,dan CI. Banyaknya ion Na+ di sebelah luar membran akson lOX jumlah ion Na disebelah dalam membran akson, sedang ion C1 di sebelah luar membran kira-kira 13X nya di sebelah dalam mambran. Banyaknya ion K di sebelah dalam membran 40X lebih banyak daripada disebelah luar membran. Perbedaan komposisi elektrolit, kualitas dan kuantitas, antara sisi dalam dan sisi luar membran menimbulkan perbedaan potensial sebesar -75 mV. Perbedaan potensial mi disebut potensial istirahat.
Pada keadaan istirahat [Gambar 4], permeabilitas membran akson terhadap ion Na+ rendah, sehingga gradien konsentrasi Na tidak dapat dituruni dengan difusi pasif. Sedang permeabilitas membran akson terhadap ion K relatif besar. Hal mi berkaitan dengan banyak sedikitnya kanal-kanal ion bersangkutan yang terbuka. Kebanyakan anion di dalam sel ialah protein bermuatan negatif dan fosfat (H2P04 HP024). Permeabilitas membran akson terhadap keduanya luar biasa rendahnya.Kondisi seperti ml memungkinkan status kelistnkan kedua sisi membran dipertahamkan dengan bantuan transpor aktif dalam pompa Na-K. Secara terus menerus pompa mi mengeluarkan Na+ dan memasukkan kembali ion K. Dalam hal mi melibatkan Na-K-ATPase untuk membebaskan energi dan ATP. Semua sel hidup memiliki potensial istirahat. namun pada sel-sel yang. dapat dirangsang (sel saraf, sel otot) memiliki kelebihan bahwa membran plasma dapat
berubah status permeabilitasnya terhadap ion tertentu sehingga ada peluang potensialnya berubah. 2.2.2. Potensial Aksi dan Tanggapan Lokal Jika stimulus dikenakan pada akson. membran akson menjadi lebih permeabel terhadap jon-ion Nat, K dan C[. Jika demikian halnya maka ionion Na masuk ke dalam akson mengikuti gradien konsentrasi. Sehingga di sebelah luar membran muatan positif berkurang dan disebelah dalam membran muatan negatif berkurang. Akibatnya perbedaan potensial berkurang. Peristiwa mi disebut depolarisasi. Peristiwa transpor ion-jon itu berlangsung terus sampai tidak ada perbedaan potensial lagi [Gambar 5 dan 6]. Kemudian justru di sebelah luar membran akson timbul muatan negatif dan di sebelah dalam timbul muatan positif sehingga terjadi lagi perbedaan potensial sebesar +40 mV.
Status ini tidak bertahan lama karena pompa ion K-Na akan segera bekerja mengeluarkan kembali ion Na dan memasukkan kembali ion K. Bersamaan dengan menurunnya [Na] pada sisi dalam membran akson menurun pula muatan listrik sisi dalam membran akson kembali pada status istirahat. Peristiwa mi disebut repolarisasi. Oleh karena terlalu banyak ion K yang keluar sehingga perbedaan potensial mencapai sebesar -90 mV. Peristiwa ini disebut hiperpolarisasi. Fenomena mi tidak terjadi pada semua neuron. Selanjutnya kelebihan ion IC kembali masuk. sehingga perbedaan potensial kembali menjadi -75 mV. Status istirahat tercapai kembali dengan cara mengeluarkan. ion Na + dan memasukkan kembali ion IC ke dalam set atau akson. Hal ini dapat tercapai hanya dengan bantuan pompa ion Na-K yang menggunakan ATP oleh karena harus melawan gradien konsentrasi. Tentu saja lintasan ion-ion ini melalui kanal kanal khusus. Perubahan fisikokimia tersebut yang disebabkan oleh suatu stimulus disebut impuls atau pusa, dan segi kelistrikannya disebut potensial aksi. Dan rekamannya dengan osiloskop, menunjukkan amplitudo sebesar 115 mV, yang merupakan besar total potensial aksi. Pada sisi dalam membran terjadi lonjakan muatan, dalam rekaman ml menunjukkan lonjakan sebesar +40 mV yang disebut overshoot. Jika stimulus tidak cukup kuat untuk menimbulkan depolarisasi yaitu mengubah potensial membran istirahat mencapai ambang maka tidak timbul poten sial aksi. Jika nilai ambang dicapai maka serta merta terjadi potensial aksi sepenuhnya. Berdasarkan hal inilah dikatakan bahwa terjadinya potensial aksi tunduk pada hukum “all-or-none” (semua atau tidak sama sekali). Pada awal repolarisasi sel tidak tanggap terhadap stimulus berapapun kuatnya, periode ini disebut periode refrakter mutlak. Pada saat repolarisasi berikutnya sel dapat dirangsang dengan stimulus yang lebih kuat daripada normal, periode ini disebut periode refrakter nisbi. Pola itu menjadi lain jika ada kekhususan pada neuron yaitu terbentuknya potensial susulan sebelum repolarisasi berakhir. Pertama ialah potensial susulan negatif yang mendorong terjadinya depolarisasi. Selama kejadian ini membran sedikit lebih mudah terangsang daripada normal. Sesudah itu dapat terjadi potensial susulan yang kedua, disebut positif, karena mendorong terja dinya hiperpolarisasi. Selama kejadian mi membran kurang peka terhadap rangsang dibandingkan dengan normal. Keduanya berlangsung sangat singkat. Arus setempat. Bagian yang aktif pada permukaan membran neuron atau akson di situ ada potensial aksi sehingga statusnya negatif terhadap bagian di
sekitarnya yang berstatus positif. Oleh karena itu ada arus listrik dan ba gian yang nonaktif ke bagian aktif. Pada saat yang sama, pada sisi dalam bagian membran yang aktif menjadi lebih positif daripada bagian nonaktif, oleh karena itu terjadi arus listrik dan bagian aktif ke bagian nonaktif. Keduanya menyatu merupakan arus setempat. 2.2.3. Stimulus Listrik Suatu stimulus ialah perubahan apa saja yang dapat mengubah status energi jaringan hingga cukup untuk menimbulkan depolarisasi membran dan memicu satu potensial aksi. Suatu sel saraf dapat dirangsang dengan menjepitnya (mekanis), pemanasan (termal), memberi lingkungan sedikit garam dapur (kimia-osmotis), atau dengan stimulasi listrik. Stimulus-stimulus yang beragam itu diubah atau ditransduksi oleh saraf menjadi denominator dasarnya, suatu perubahan aras energi yang menimbulkan tanggapan listrik, yaitu satu potensial aksi. Jenis stimulasi yang paling mudah dikendalikan dan kurang merusak untuk digunakan dalam eksperimen adalah energi listrik. Oleh karena itulah jenis stimulasi mi yang paling sering digunakan untuk pengamatan tanggapan-tanggapan saraf dan otot. Keterangsangan (excitability) neuron ialah kemampuan neuron menanggapi suatu stimulus dengan satu potensial aksi. Keterangsangan suatu jaringan terukur jika orang mengetahui kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan suatu stimulus agar dapat mencetuskan satu tanggapan. Perubahan energi memerlukan keterlibatan parameter-parameter sbb.: 1. Kekuatan stimulus; 2. Jangka waktu stimulus; 3. Laju peningkatan stimulus. Patokan kekuatan yang cukup untuk menghasilkan satu tanggapan adalah ambang perangsangan (threshold of excitation). Tetapi kekuatan yang diperlukan akan beragam dengan dua parameter Iainnya. Hubungan antara kekuatan dan lamanya stimulus yang diberikan adalah satu hal yang penting. Hal ini ditunjukkan dalam suatu kurve, di dalamnya dipaparkan bahwa stimulus yang paling kuat sekalipun untuk menimbulkan satu tanggapan memerlukan waktu yaitu waktu yang digunakan. Stimulus paling lemah yang masih dapat menimbulkan satu tanggapan memerlukan waktu untuk mencapainya, yang disebut rheobase. Lamanya waktu yang digunakan
untuk menimbulkan tanggapan oleh stimulus berkekuatan satara dengan 2 X rheobase disebut kronaksi. 2.2.4,. Reseptor, Hubungan Stimulus — Pusa Reseptor di sini ialah reseptor sensor yang khas dalam struktur dan faalnya untuk menanggapi hanya satu jenis energi stimulus atau stimulus ade kuat. Dengan kata lain suatu reseptor sangat peka terhadap stimulus adekuat. Suatu reseptor akan mencetuskan potensial reseptor jika mendapat stimu lus adekuat. Potensial ini timbulnya tidak tunduk pada hukum “all-or-none”. Selanjutnya potensial reseptor memacu terbentuknya potensial aksi atau pusa. Pada reseptor yang berupa sel nonneural, potensial reseptor Iebih dahulu dipindahkan ke saraf sensor atau aferen sebagai potensial generator. Baru kemudian potensial mi memicu terbentuknya potensial aksi atau pusa. Reseptor-reseptor sensor dikategorikan dalam berbagai cara. Misalnya berdasarkan jenis stimulusnya yaitu: 1. Mekanoreseptor, dengan stimulus adekuat berupa energi mekanis; 2. Fotoreseptor, dengan stimulus adekuat berupa energi cahaya; 3. Fonoreseptor, dengan stimulus adekuat berupa energi getaran bunyi; 4. Termoreseptor, dengan stimulus adekuat berupa energi pana; 5. Kemoreseptor, dengan stimulus adekuat berupa energi kimia; 6. Elektroreseptor, dengan stimulus adekuat berupa energi listrik 7. Statoreseptor, dengan stimulus adekuat percepatan sudut, percepatan linier, dan gravitasi. 2.2.5. Penghantaran Pusa (Impuls) Suatu titik pada membran akson dirangsang dengan stimulus lisstrik Sehingga di situ timbul potensial aksi. Selanjutnya selama berlangsung potensial aksi timbul arus setempat yang akan merangsang titik-titik terdekat disebelahnya yang nonaktif. Rangsangan mi menimbulkan potensial aksi pada titik-titik itu dan seterusnya akan terulang pembentukan arus setempat dan seterusnya. Dengan demikian potensial aksi mi berpindah tempat melalui titik demi titik sepanjang akson menuju akhiran akson dan perikaryon. Tetapi dalam kenyataannya potensial aksi yang merambat menuju perikaryon tidak dapat bertahan. Kecepatan merambat potensial aksi mi tergantung dan diameter akson. Untuk mendapatkan kecepatan lebih tinggi memerlukan penambahan diameter akson. Hal mi menimbulkan dilema. Kenyatannya terdapat pemecahan dalam masalah peningkatan
kecepatan merambat potensial aksi atau pusa. Sabagian akson ada yang dilengkapi dengan selubung konsentris dan bahan lemak yaitu mielin, selubung itu tidak menutup sepenuhnya, melainkan pada tempat-tempat tertentu terdapat semacam celah tanpa mielin. Bagian mi disebut nodus neurofibrae merupakan bagian yang dapat mencetuskan potensial aksi. Jadi ketika suatu potensial aksi muncul pada salah satu ncdus itu, selanjutnya titik yang terdekat tentu saja nodus yang berikutnya berarti potensial aksi meloncat sejauh jarak antara dua nodus yang berdekatan. Dengan demikian terjadilah perambatan pusa yang meloncat-loncat dan satu nodus ke nodus berikutnya. lnilah yang disebut penghantaran saltatoris yang kecepannya berlipat-lipat dibandingkan dengan kecepatan pada akson yang tidak bermielin. OIeh karena itu penambahan kecepatan penghantaran tidak perlu menambah diameter akson. 2.2.6. PEMINDAHAN PUSA Pemindahan pusa terjadi satu neuron ke neuron lain, atau dan satu neuron ke efektor seperti otot. Pemindahan atau transmisi pusa antar neuron melalui suatu struktur yang disebut sinapsis. Pemindahan pusa antara neuron dan otot melalui suatu struktur yang disebut lempeng akhir motor (motor end plate) yang pada hakikatnya mekanisme yang berlaku di situ serupa dengan sinapsis Struktur sinapsis. Dua neuron berhubungan pada sinapsis, bulbus terminalis neuron pertama melekat pada neuron kedua pada berbagai tempat. Berdasarkan tempat per lekatan neuron pertama pada neuron kedua maka sinapsis diberi namanama sbb.: 1. Sinapsis aksodendritik, akson neuron pertama melekat pada dendrit; 2. Sinapsis aksosomatik, akson neuron pertama melekat pada perikaryon; 3. Sinapsis aksoaksonik, akson neuron pertama melekat pada akson neuron kedua. Perlekatan yang sesungguhnya itu tidak ada, antara kedua bagian neuron yang melekat terdapat celah sempit yang disebut celah sinapsis. Celah mi di batasi oleh dua membran dan kedua neuron maka perlu dibedakan menjadi membran presinapsis dan neuron pertama dan membran pascasinapsis (membran postsinapsis) dan neuron kedua. Di dalam bulbus terminalis terdapat sejumlah mitokondrion dan vesikula. Mekanisme pemindahan pusa. Urutan penistiwa-peristiwa yang mendukung pemindahan pusa adalah sbb.: Potensial aksi datang pada bulbus terminalis (BT) merangsang pembukaan kanal ion Ca
Ion-ion Ca masuk ke dalam BT
ion Ca
melepaskan ikatan vesikula dan protein pengikat; vesikula berisi zat kimia
neurotransmiter
vesikula meluncur menuju membran prasinapsis
vesikula fusi dengan membran prasinapsis neurotransmiter tercurah ke celah sinapsis pascasinapsis dan mencapai reseptornya reseptor
hasil fusi kedua membran lebur neurotransmiter menuju membran terbentuk kompleks neurotransmiter-
kompleks mi mengaktifkan enzim adenilil sikiase
aktif mengubah ATP menjadi sikIoAMP
membran
sikIoAMP membuka
enzim adenilil sikiase kanal ion Na+
ion
Na+ masuk ke dalam neuron kedua menimbulkan depolarisasi pada membran pascasinapsis
terjadi potensial membran pasca sinapsis yang bertahap
pada
puncaknya merangsang terbentuknya potensial aksi pada titik nonaktif di luar membran pascasinapsis Dengan demikian potensial aksi teiah berhasil pindah dan neuron pertama ke neuron kedua. Oieh karena potensial membran pascasinapsis menginisiasi potensial aksi maka sebutannya ditambah menjadi potensial membran pascasinapsis eksitatoris [Gambar 7].
Neurotransmiter yang umum tersebar luas dalam tubuh hewan iaiah asetilkolin. Asetikolin pada reseptornya serta merta mengalami penguraian oIeh enzim asetilkolin esterase menjadi asam asetat dan kolin. Asam asetat dibiarkan berlalu sedang kolin diambil kembali dengan transpor aktif oIeh BT. Selanjutnya kolin di dalam bulbus terminal is didaur ulang dengan mereaksikannya kepada asetil KoA dan mitokondrion. Suatu potensial aksi dan neuron pertama pada sinapsis tertentu mengalami hambatan tidak diteruskan. Hal ml terjadi apabila reseptor neurotransmiter berkaitan dengan kanal ion C1 atau kanal ion W mungkin dengan neurotransmiter asetilkolin
atau lainnya yang khusus untuk fenomena hambatan. Dalam hal hambatan ini yang terjadi pada membran pascasinapsis ialah hiperpolarisasi. Potensial membran yang muncul disebut potensial membran pascasinapsis inhibitoris. Neurotransmiter yang khas untuk ini misalnya glisin. Dengan mekanisme penghambatan seperti ini dapat dilakukan pengendalian terhadap pusa yang masuk ke dalam pusat susunan saraf. Neurotransmiter penghambat terdapat banyak dalam pusat susunan saraf selain glisin dikenal pula GABA (gama amino butyric acid). 2.2.7. PRINSIP HUBUNGAN ANTAR NEURON Neuron-neuron dalam tubuh hewan tidak bekerja sendiri-sendiri melainkan bekerja dalam koordinasi membentuk sistem saraf. Fungsi dasar sistem saraf ialah mengendalikan keluaran tanggapan yang tepat. Ciri penting sistem saraf ialah adanya koordinasi. proses-proses yang menggabungkan seluruh aktivitas menjadi saling hubungan yang selaras. Wujud koordinasi tidak lepas dan Giri lain yaitu integrasi masukan-masukan yang terpisah-pisah disatukan untuk mendapatkan satu keluaran yang menyeluruh jadi keluaran tidak terkait hanya pada satu-satu masukan ini yang disebut hubungan konvergensi. Keadaan sebaliknya ialah hubungan divergensi. Hal ini terlaksana antara lain tergantung pada kenyataan bahwa neuron itu selain dapat memicu aktivitas neuron lain juga dapat menghambatnya; Aktivitas integrasi berlangsung pada sinapsis-sinapsis di luar pusat saraf maupun di dalam otak dan medula spinalis. Gambaran sederhana mengenai koordinasi dan integrasi ini terdapat pada lengkung refleks, meskipun pengetahuan ini adalah hasil abstraksi dan hasil penelitian yang terpisah-pisah. Lengkung refleks menggambarkan sistem arus informasi yang umum dijumpai sekurang-kurangnya terdiri dan satu neuron aferen satu neuron eferen. keduanya berhubungan misalnya dalam medula spinalis melalui interneuron. sehingga ada dua sinapsis [Gambar 8].