15
II. KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN DAN KEBIJAKAN AKUNTANSI AKUN. A. KEBIJAKAN AKUNTANSI PELAPORAN KEUANGAN 1. Pendahuluan a. Tujuan Kebijakan akuntansi pelaporan keuangan ini mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk mencapai tujuan tersebut, kebijakan akuntansi ini menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan, pedoman struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimal isi laporan keuangan. Laporan keuangan disusun dengan menerapkan basis akrual.
Pengakuan,
pengukuran, dan pengungkapan transaksi-transaksi spesifik dan peristiwa-peristiwa yang lain, berpedoman pada standar akuntansi pemerintahan. b. Ruang Lingkup Kebijakan akuntansi ini berlaku untuk entitas pelaporan dan entitas akuntansi dalam menyusun laporan keuangan. Entitas pelaporan yaitu Pemerintah Daerah, sedangkan entitas akuntansi yaitu SKPD dan PPKD. Kebijakan ini tidak termasuk untuk perusahaan daerah. c. Basis Akuntansi Basis akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan Pemerintah Daerah yaitu basis akrual. Namun, dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan berdasar basis kas, maka LRA disusun berdasarkan basis kas. 2. Tujuan Laporan Keuangan Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi keuangan, realisasi anggaran, saldo anggaran lebih, arus kas, hasil operasi, dan perubahan ekuitas suatu entitas pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah daerah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dikelola, dengan : a. Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas pemerintah daerah; b. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas Pemerintah Daerah;
16
c. Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi; d. Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggaran yang ditetapkan; e. Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya; f. Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah daerah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; dan g. Menyediakan
informasi
yang
berguna
untuk
mengevaluasi kemampuan entitas
pelaporan dalam mendanai aktivitasnya. Pelaporan keuangan juga menyajikan informasi bagi pengguna mengenai : a. Indikasi sumber daya yang telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran; dan b. Indikasi sumber daya yang diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan dalam APBD. Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal : a. Aset; b. Kewajiban; c. Ekuitas; d. Pendapatan-LRA; e. Belanja; f. Transfer; g. Pembiayaan; h. Saldo Anggaran Lebih; i. Pendapatan-LO; j. Beban; dan k. Arus Kas. Informasi dalam laporan keuangan tersebut relevan untuk memenuhi tujuan pelaporan keuangan, namun demikian masih diperlukan informasi tambahan, termasuk laporan non keuangan, untuk disajikan bersama-sama dengan laporan keuangan guna memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai aktivitas suatu entitas pelaporan selama satu periode. Pada entitas akuntansi, tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan berada pada pimpinan entitas/Kepala SKPD. 3. Komponen Laporan Keuangan Komponen-komponen yang terdapat dalam satu set laporan keuangan terdiri atas laporan pelaksanaan anggaran (budgetary report) dan laporan finansial, sehingga seluruh komponen menjadi sebagai berikut :
17
a. Laporan Realisasi Anggaran; b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih; c. Neraca; d. Laporan Operasional; e. Laporan Arus Kas; f. Laporan Perubahan Ekuitas; dan g. Catatan atas Laporan Keuangan. Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan oleh setiap entitas, kecuali Laporan Arus Kas dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih yang hanya disajikan oleh entitas pelaporan. 4. Struktur dan Isi a. Laporan Realisasi Anggaran Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan keuangan Pemerintah Daerah yang
menunjukkan
ketaatan
terhadap
APBD.
Laporan
Realisasi
Anggaran
menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam satu periode pelaporan dan menyajikan unsur-unsur sebagai berikut : 1) Pendapatan-LRA; 2) Belanja; 3) Transfer; 4) Surplus/Defisit-LRA; 5) Pembiayaan; dan 6) Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran. b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut : 1) Saldo Anggaran Lebih-awal; 2) Penggunaan Saldo Anggaran Lebih; 3) Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan; 4) Koreksi kesalahan pembukuan tahun sebelumnya; 5) Lain-lain; dan 6) Saldo Anggaran Lebih akhir. Rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. c. Neraca Neraca menggambarkan posisi keuangan pemerintah daerah mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Pemerintah Daerah mengklasifikasikan asetnya dalam aset lancar dan asset non lancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca.
18
Sedangkan ekuitas adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah pada tanggal laporan. Neraca menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut : 1) Kas dan setara kas; 2) Investasi jangka pendek; 3) Piutang; 4) Persediaan; 5) Investasi jangka panjang; 6) Aset tetap; 7) Aset Lainnya; 8) Kewajiban jangka pendek; 9) Kewajiban jangka panjang; 10) Ekuitas. Rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Neraca disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. d. Laporan Operasional Laporan Operasional menyajikan pos-pos sebagai berikut : 1) Pendapatan-LO dari kegiatan operasional; 2) Beban dari kegiatan operasional; 3) Surplus/defisit dari kegiatan non operasional; 4) Pos luar biasa; dan 5) Surplus/defisit-LO. e. Laporan Arus Kas Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris. f.
Laporan Perubahan Ekuitas Laporan Perubahan Ekuitas menyajikan pos-pos : 1) Ekuitas awal; 2) Surplus/defisit-LO pada periode bersangkutan; 3) Koreksi yang langsung menambah/mengurangi ekuitas, yang antara lain berasal dari dampak kumulatif yang disebabkan oleh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan mendasar, seperti : a) Koreksi kesalahan mendasar dari persediaan yang terjadi pada periode sebelumnya; b) Perubahan nilai aset tetap karena revaluasi aset tetap. 4) Ekuitas akhir.
19
g. Catatan Atas Laporan Keuangan Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya. Hal-hal yang diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan antara lain adalah: 1) Informasi umum tentang entitas pelaporan dan entitas akuntansi; 2) Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan dan ekonomi makro; 3) Ikhtisar pencapaian target keuangan selama tahun pelaporan berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; 4) Informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadiankejadian penting lainnya; 5) Rincian dan penjelasan masing-masing pos yang disajikan pada lembar muka laporan keuangan; 6) Informasi yang diharuskan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka laporan keuangan; dan 7) Informasi lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. Didalam bagian penjelasan kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan Keuangan, diuraikan hal-hal sebagai berikut : 1) Dasar pengakuan dan pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan; 2) Kebijakan-kebijakan
akuntansi
yang
berkaitan
dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan yang memerlukan pengaturan lebih rinci oleh entitas pelaporan; dan 3) Setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami laporan keuangan. 5. Penyusunan Laporan Keuangan. a. SKPD 1) Laporan Keuangan SKPD disusun oleh PPK-SKPD dan disajikan sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 2) Laporan Keuangan SKPD disampaikan kepada PPKD/SKPKD (dalam bentuk hardcopy) berupa :
20
a)
Laporan Bulanan dalam bentuk Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
b)
Laporan Semester I berupa LRA dan Prognosis.
c)
Laporan Tahunan terdiri dari : (1). LRA; (2). Neraca; (3). Laporan Operasional; (4). Laporan Perubahan Ekuitas; dan (5). Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK)
3) Contoh format Catatan atas Laporan Keuangan sebagaimana tertuang dalam lampiran. 4) Laporan Tahunan memuat Surat Pernyataan Tanggung Jawab dari Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang. b. SKPKD. PPKD bertugas menyelenggarakan akuntansi pada SKPKD dengan melakukan konsolidasi atas laporan akuntansi seluruh SKPD. Laporan keuangan yang harus disusun oleh SKPKD adalah : 1) Laporan Realisasi Anggaran; 2) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih; 3) Neraca; 4) Laporan Operasional; 5) Laporan Arus Kas; 6) Laporan Perubahan Ekuitas; dan 7) Catatan atas Laporan Keuangan.
21
B. KEBIJAKAN AKUNTANSI AKUN 1. Kebijakan Akuntansi Pendapatan – LRA a. Difinisi Pendapatan-LRA Pendapatan-LRA adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Daerah yang menambah Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Pendapatan-LRA untuk PPKD terdiri dari Pendapatan Transfer
dan Lain-lain
Pendapatan yang Sah. Pendapatan-LRA untuk SKPD meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD). b. Pengakuan Pendapatan-LRA 1) Pendapatan diakui pada saat diterima oleh Rekening Kas Umum Daerah dengan interpretasi sebagai berikut : a) Pendapatan kas yang telah diterima pada RKUD. b) Pendapatan kas yang diterima oleh bendahara penerimaan sebagai pendapatan daerah dan hingga tanggal pelaporan belum disetorkan ke RKUD, dengan ketentuan bendahara penerimaan tersebut merupakan bagian dari BUN/BUD. c) Pendapatan kas yang diterima SKPD dan digunakan langsung tanpa disetor ke RKUD, dengan syarat entitas penerima wajib melaporkannya kepada BUD untuk dapat disahkan/diakui sebagai pendapatan daerah. d) Pendapatan kas yang berasal dari hibah langsung yang berasal dari dalam/luar negeri yang digunakan untuk mendanai pengeluaran entitas dengan syarat entitas penerima wajib melaporkannya kepada BUD untuk dapat disahkan/diakui sebagai pendapatan daerah. e) Pendapatan kas yang diterima entitas lain di luar entitas pemerintah berdasarkan otoritas yang diberikan oleh BUD, entitas lain tersebut dan BUD mengakuinya sebagai pendapatan. Pendapatan yang tidak masuk pada interpretasi di atas diungkapkan dalam CALK. 2) Dalam hal BLUD, pendapatan diakui dengan mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai BLUD.
c. Pengukuran Pendapatan-LRA Akuntansi Pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
22
d. Penyajian Pendapatan – LRA 1) Pendapatan-LRA diklasifikasikan menurut jenis pendapatan yang terdiri dari Pendapatan Asli daerah (PAD), Pendapatan Transfer dan Lain-Lain pendapatan yang Sah. 2) Klasifikasi pendapatan menurut jenis pendapatan disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran. e. Pengungkapan Pendapatan-LRA Catatan atas Laporan Keuangan terkait pendapatan-LRA harus mengungkapkan rincian perdapatan dan penjelasan atas unsur-unsur pendapatan yang disajikan dalam Laporan Keuangan lembar muka, penjelasan mengenai pendapatan pada tahun pelaporan, termasuk juga pendapatan dalam bentuk barang dan jasa yang belum direncanakan dan belum dimasukkan dalam APBD, penjelasan sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara target dan realisasi pendapatan dan Informasi lainnya yang dianggap perlu. 2. Kebijakan Akuntansi Belanja a. Difinisi Belanja 1) Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. 2) Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial. 3) Belanja modal didifinisikan sebagai pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud dan/atau aset tidak berwujud yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. 4) Belanja tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan terjadi berulang seperti kebutuhan tanggap darurat bencana, penanggulangan bencana alam dan bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan
pemerintah
daerah,
termasuk
pengembalian
atas
kelebihan
penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya. b. Pengakuan Belanja 1) Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah. 2) Kas atas belanja yang bersangkutan telah dikeluarkan oleh Bendahara Pengeluaran dan pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut telah disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan pada saat diterbitkannya SP2D. 3) Kas yang dikeluarkan untuk belanja yang digunakan langsung oleh SKPD/Unit Kerja yang berbentuk BLUD, dimana pendapatan yang digunakan langsung untuk pengeluaran Belanja tersebut tidak disetor ke RKUD terlebih dahulu, dengan syarat entitas penerima wajib melaporkannya kepada BUD.
23
4) Kas yang digunakan untuk mendanai pengeluaran entitas yang berasal dari hibah langsung dalam/luar negeri, dengan syarat entitas wajib melaporkannya kepada BUD. 5) Suatu pengeluaran belanja akan diperlakukan sebagai belanja modal jika memenuhi seluruh kriteria sebagai berikut : a) Manfaat ekonomi barang yang dibeli lebih dari 12 (dua belas) bulan. b) Perolehan barang tersebut untuk operasional dan pelayanan, serta tidak dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada pihak lain. Jika perolehan barang
direncanakan
untuk
diserahkan
kepada
pihak
ketiga
maka
penganggarannya melalui belanja barang dan jasa. c) Nilai rupiah pembelian barang material atau pengeluaran untuk pembelian barang tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap yang telah ditetapkan. 6) Nilai aset tetap dalam belanja modal yang disebut biaya perolehan aset tetap yaitu sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. 7) Biaya perolehan yang dapat dianggarkan melalui rekening belanja modal SKPD, meliputi
biaya konstruksi, honor Pejabat Pembuat Komitmen, honor pejabat
dan/atau panitia pengadaan, honor panitia penerima barang, atk, penggandaan, biaya makan minum rapat, biaya perjalanan dinas dalam rangka pengadaan, biaya perencanaan dan pengawasan. 8) Biaya perolehan dalam pengadaan barang yang dilakukan oleh ULP tidak menambah nilai aset, sehingga tidak dianggarkan pada belanja modal. 9) Suatu pengeluaran belanja pemeliharaan akan diperlakukan sebagai belanja modal (dikapitalisasi menjadi aset tetap) jika memenuhi seluruh kriteria sebagai berikut : a) Manfaat ekonomi atas barang/aset tetap yang dipelihara :
(1) Bertambah ekonomis/efisien, dan/atau (2) Bertambah umur ekonomis, dan/atau (3) Bertambah volume, dan/atau (4) Bertambah kapasitas produksi. b) Nilai rupiah pengeluaran belanja atas pemeliharaan barang/aset tetap tersebut material/melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap yang telah ditetapkan. 10) Pemberian hibah dalam bentuk uang atau dalam bentuk barang atau jasa dicatat dan diakui sebesar nilai belanja hibah yang dikeluarkan. 11) Pemberian bantuan sosial dalam bentuk uang atau dalam bentuk barang atau jasa dicatat dan diakui sebesar nilai belanja bantuan sosial yang dikeluarkan. Belanja bagi hasil dicatat dan diakui sebesar nilai yang dikeluarkan. 12) Belanja tidak terduga dalam bentuk uang, barang dan jasa dicatat dan diakui sebagai belanja tidak terduga sebesar nilai yang dikeluarkan. Kriteria untuk belanja tidak terduga ialah Belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang, seperti kebutuhan tanggap darurat bencana,
24
penanggulangan bencana alam dan bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan atau hal yang sangat mendesak dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah daerah, termasuk pengembalian atas kelebihan Penerimaan Daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. c. Pengukuran Belanja Akuntansi belanja dilaksanakan berdasarkan azas bruto dan diukur berdasarkan nilai nominal yang dikeluarkan dan tercantum dalam dokumen pengeluaran yang sah. d. Penyajian Belanja 1)
Entitas pelaporan menyajikan klasifikasi belanja menurut jenis belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran atau di Catatan atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut fungsi disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
2)
Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan dalam dokumen anggaran. Hal ini karena adanya perbedaan klasifikasi menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 dengan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, maka entitas akuntansi/pelaporan harus membuat konversi untuk klasifikasi belanja yang akan dilaporkan dalam laporan lembar muka Laporan Realisasi Anggaran (LRA).
e. Pengungkapan Belanja Catatan atas Laporan Keuangan terkait belanja harus mengungkapkan/menyajikan rincian belanja, penjelasan atas unsur-unsur belanja yang disajikan dalam laporan keuangan lembar muka, penjelasan sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasi belanja daerah serta informasi lainnya yang dianggap perlu. 3. Transfer a. Difinisi Transfer Transfer adalah pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil serta bantuan keuangan. b. Pengakuan Transfer Transfer diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah. Bantuan keuangan dalam bentuk uang, barang dan jasa dicatat dan diakui sebagai belanja bantuan keuangan sebesar nilai yang dikeluarkan.
25
c. Pengukuran Transfer Akuntansi Transfer dilaksanakan berdasarkan azas bruto dan diukur berdasarkan nilai nominal yang dikeluarkan dan tercantum dalam dokumen pengeluaran yang sah. d. Pengungkapan Transfer Catatan atas Laporan Keuangan terkait transfer harus mengungkapkan/menyajikan penjelasan atas unsur-unsur transfer yang disajikan dalam laporan keuangan lembar muka, penjelasan sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasi transfer serta informasi lainnya yang dianggap perlu. 4. Akuntansi Surplus/Defisit-LRA a.
Difinisi Surplus/Defisit-LRA 1) Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan-LRA dan belanja selama satu periode pelaporan. 2) Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan-LRA dan belanja selama satu periode pelaporan.
b.
Kebijakan akuntansi Surplus/defisit dicatat sebesar selisih lebih/kurang antara pendapatan-LRA dan belanja selama satu periode pelaporan.
5. Akuntansi Pembiayaan a.
Difinisi Pembiayaan : 1) Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah daerah, baik penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah daerah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Pembiayaan terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. 2) Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Daerah antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi perusahaan daerah, penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pihak ketiga, penjualan investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan. 3) Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, penyertaan modal pemerintah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan. 4) Pembiayaan Netto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran tertentu.
26
b.
Pengakuan Pembiayaan 1) Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum Daerah dengan interpretasi sebagai berikut : a)
Penerimaan pembiayaan yang diterima pada RKUD;
b)
Penerimaan pembiayaan pada rekening khusus, yang dibentuk untuk menampung transaksi pembiayaan yang bersumber dari utang;
c)
Pencairan oleh pemberi pinjaman atas perintah BUD untuk membayar pihak ketiga atau pihak lain terkait atas dana pinjaman yang dianggarkan sebagai pembiayaan.
2) Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari Rekening Kas Umum Daerah dengan interpretasi sebagai berikut : a)
Pengeluaran pembiayaan yang dikeluarkan dari RKUN/RKUD;
b)
Pengeluaran pembiayaan yang tidak melalui RKUN/RKUD yang diakui oleh BUN/BUD.
c.
Pengukuran Pembiayaan 1) Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto,dan tidak mencatat jumlah nettonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). 2) Pembiayaan Netto dicatat sebesar selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan.
d. Pengungkapan Pembiayaan Catatan
atas Laporan Keuangan terkait
pembiayaan
harus mengungkapkan/
menyajikan rincian pembiayaan, penjelasan atas unsur-unsur pembiayaan yang disajikan dalam laporan keuangan lembar muka, penjelasan sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasi pembiayaan serta informasi lainnya yang dianggap perlu. 6.
Akuntansi Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran a. Difinisi Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran: Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan. b. Kebijakan akuntansi : 1) Selisih
lebih/kurang
antara
realisasi
pendapatan-LRA
dan
Belanja,
serta
penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos SiLPA/SiKPA. 2) Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran pada akhir periode pelaporan dipindahkan ke Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih.
27
7. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih a. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut : 1) Saldo Anggaran Lebih awal; 2) Penggunaan Saldo Anggaran Lebih; 3) Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan; 4) Koreksi Kesalahan Pembukuan tahun Sebelumnya; 5) Lain-lain; dan 6) Saldo Anggaran Lebih Akhir. b. Suatu entitas pelaporan menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 8. Neraca Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. a. Kas dan Setara Kas 1) Difinisi Kas dan Setara Kas a) Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah daerah. b) Dalam pengertian kas ini juga termasuk setara kas yaitu investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap dicairkan menjadi kas yang mempunyai masa jatuh tempo yang pendek, yaitu kurang dari 3 (tiga) bulan sejak tanggal perolehannya. c) Kas pemerintah daerah mencakup : (1) Kas yang dikuasai, dikelola dan di bawah tanggung jawab Bendahara Umum Daerah, terdiri dari : (a) Saldo rekening kas daerah, yaitu saldo rekening-rekening pada bank yang digunakan untuk menampung penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah (b) Setara kas, antara lain berupa Surat Utang Negara/obligasi dan deposito kurang dari 3 bulan, yang dikelola oleh Bendahara Umum Daerah (c) Uang tunai di Bendahara Umum Daerah (2) Kas yang dikuasai, dikelola dan di bawah tanggung jawab selain Bendahara Umum Daerah, terdiri dari : (a) kas di bendahara pengeluaran, adalah seluruh saldo rekening di bank dan saldo uang tunai yang ada di bendahara pengeluaran, merupakan kas yang menjadi tanggung jawab/dikelola oleh bendahara pengeluaran yang berasal dari sisa UP (UYHD) yang belum disetor ke kas daerah per tanggal neraca, termasuk kas yang berasal dari pajak yang dipungut tetapi belum disetorkan.
28
(b) Kas di bendahara penerimaan, adalah seluruh saldo rekening di bank dan saldo uang tunai yang ada di bendahara penerimaan, merupakan kas yang menjadi tanggung jawab/dikelola oleh bendahara penerimaan yang berasal dari pelaksanaan tugas bendahara penerimaan (c) Kas di BLUD 2) Pengakuan Kas dan Setara Kas a)
Memenuhi definisi kas dan/atau setara kas.
b)
Penguasaan dan/atau kepemilikan telah beralih kepada Pemerintah Daerah, diakui pada saat diterima dan/atau dikeluarkan oleh bendahara/rekening kas umum daerah
3) Pengukuran Kas dan Setara Kas Kas diukur dan dicatat sebesar nilai nominal. Nilai nominal artinya disajikan sebesar nilai rupiahnya. Apabila terdapat kas dalam bentuk valuta asing, dikonversi menjadi rupiah menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal neraca. 4) Pengungkapan Kas dan Setara Kas Catatan
atas
Laporan
Keuangan
terkait
kas
dan
setara
kas
harus
mengungkapkan/menyajikan rincian kas dan setara kas, penjelasan sifat serta maksud penggunaan dari rekening yang dimiliki dan dikuasai Pemerintah Daerah dan informasi lainnya yang dianggap perlu b. Investasi jangka pendek 1) Difinisi investasi jangka pendek a)
Investasi
Jangka
Pendek
adalah
investasi
yang
dapat
segera
diperjualbelikan/dicairkan, ditujukan dalam rangka manajemen kas dan beresiko rendah serta dimiliki sampai dengan 12 (dua belas) bulan. b)
Investasi jangka pendek terdiri dari :
(1) Deposito 3 (tiga) bulan sampai dengan 12 (dua belas) bulan; (2) Surat Utang Negara (SUN); (3) Sertifikat Bank Indonesia (SBI); dan (4) Surat Perbendaharaan Negara (SPN). 2) Pengakuan investasi jangka pendek a) Suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai investasi jangka pendek apabila memenuhi salah satu kriteria :
(1) kemungkinan manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa potensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh pemerintah daerah;
29
(2) nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara memadai (reliable). b) Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka pendek, antara lain berupa bunga deposito, bunga obligasi dan dividen tunai (cash dividend) dicatat sebagai pendapatan. c) Pelepasan investasi pemerintah daerah dapat terjadi karena penjualan, dan pelepasan hak karena peraturan daerah/peraturan kepala daerah dan lain sebagainya. d) Penerimaan dari penjualan investasi jangka pendek diakui sebagai penerimaan pembiayaan pemerintah daerah dan tidak dilaporkan sebagai pendapatan dalam laporan realisasi anggaran. 3) Pengukuran investasi jangka pendek a) Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat membentuk nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian nilai pasar dipergunakan sebagai dasar penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk investasi yang tidak memiliki pasar yang aktif dapat dipergunakan nilai nominal, nilai tercatat, atau nilai wajar lainnya. b) Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga, misalnya saham dan obligasi jangka pendek, dicatat sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan investasi meliputi harga transaksi investasi itu sendiri ditambah komisi perantara jual beli, jasa bank dan biaya lainnya yang timbul dalam rangka perolehan tersebut. c) Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh tanpa biaya perolehan, maka
investasi
dinilai
berdasarkan
nilai
wajar
investasi
pada
tanggal
perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila tidak ada nilai wajar, biaya perolehan setara kas yang diserahkan atau nilai wajar aset lain yang diserahkan untuk memperoleh investasi tersebut. d) Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya dalam bentuk deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal deposito tersebut. e) Penilaian investasi pemerintah daerah dilakukan dengan metode biaya. Dengan menggunakan metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya perolehan. Penghasilan atas investasi tersebut diakui sebesar bagian hasil yang diterima dan tidak mempengaruhi besarnya investasi pada badan usaha/badan hukum yang terkait. f) Pelepasan sebagian dari investasi tertentu yang dimiliki pemerintah daerah dinilai dengan menggunakan nilai rata-rata. Nilai rata-rata diperoleh dengan cara membagi total nilai investasi terhadap jumlah saham yang dimiliki oleh pemerintah daerah. g) Pemindahan pos investasi dapat berupa reklasifikasi investasi permanen menjadi investasi jangka pendek, aset tetap, aset lain-lain dan sebaliknya.
30
4) Pengungkapan investasi jangka pendek Catatan
atas
Laporan
Keuangan
terkait
investasi
jangka
pendek
harus
mengungkapkan/menyajikan investasi pemerintah daerah, antara lain : a)
Jenis-jenis investasi;
b)
Perubahan harga pasar investasi jangka pendek;
c)
Penurunan nilai investasi yang signifikan dan penyebab penurunan tersebut;
d)
Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan penerapannya; dan
e)
Perubahan pos investasi.
c. Piutang 1) Difinisi Piutang a) Piutang adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah daerah dan/atau hak pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah. b) Klasifikasi piutang diantaranya :
(1) Piutang pendapatan (a) piutang pajak daerah (b) piutang retribusi (c) piutang hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (d) piutang lain-lain PAD yang sah. (e) piutang transfer dari pemerintah pusat. (f) piutang transfer dari pemerintah daerah lainnya. (g) piutang pendapatan lainnya.
(2) Piutang lainnya (piutang kepada masyarakat/pihak ketiga) 2) Pengakuan Piutang a) Piutang diakui pada saat munculnya hak pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah b) Untuk dapat diakui sebagai piutang harus memenuhi kriteria :
(1) Diterbitkan surat ketetapan; atau (2) Telah diterbitkan surat penagihan dan telah dilaksanakan penagihan; atau (3) Belum dilunasi sampai dengan akhir periode pelaporan. c) Perlakuan
untuk
piutang
dari
pemberian
pinjaman kepada
Pemerintah
Desa/pihak ketiga/masyarakat/institusi lain diakui pada saat terjadinya, untuk periode berikutnya melalui mekanisme pembiayaan untuk pokok pinjaman dan mekanisme pendapatan untuk bunga dan denda.
31
3) Pengukuran Piutang a) Piutang dicatat sebesar nilai nominal, yaitu sebesar nilai rupiah piutang yang belum dilunasi. b) Untuk piutang pajak dicatat berdasarkan Surat Ketetapan Pajak yang pembayarannya belum diterima, untuk piutang retribusi dicatat berdasarkan tagihan retribusi yang tercantum dalam Surat ketetapan Retribusi Daerah yang sampai tanggal laporan keuangan belum dilunasi oleh wajib retribusi, untuk bagian lancar pinjaman kepada BUMD/bagian lancar tagihan penjualan angsuran/bagian lancar TP/TGR dicatat berdasarkan reklasifikasi nilai bagian lancar nominal jangka panjang yang jatuh tempo pada tahun berjalan, dan untuk piutang lainnya dicatat berdasarkan nilai nominal surat tagihan/dokumen yang diperlakukan sama yang belum dilunasi oleh pihak ketiga (informasi atas piutang lainnya diperoleh dari satuan kerja yang berhubungan) c) Piutang pemberian pinjaman dinilai dengan jumlah yang dikeluarkan dari kas daerah dan/atau apabila berupa barang/jasa harus dinilai dengan nilai wajar pada tanggal pelaporan atas barang/jasa tersebut. d) Apabila dalam naskah perjanjian pinjaman diatur mengenai kewajiban bunga, denda, commitment fee dan atau biaya-biaya pinjaman lainnya, maka pada akhir periode pelaporan harus diakui adanya bunga, denda, commitment fee dan/atau biaya lainnya pada periode berjalan yang terutang (belum dibayar) pada akhir periode pelaporan 4) Penyisihan Piutang Tidak Tertagih a) Penyisihan Piutang Tidak Tertagih adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari akun piutang berdasarkan umur piutang. b) Penyisihan Piutang Tidak Tertagih diperhitungkan dan dibukukan dalam periode yang sama dengan periode timbulnya piutang, sehingga dapat menggambarkan nilai yang betul-betul diharapkan dapat ditagih. c)
Penyisihan piutang yang kemungkinan tidak tertagih diprediksi berdasarkan pengalaman masa lalu dengan melakukan analisa terhadap saldo-saldo piutang yang masih outstanding.
d) Penyisihan piutang tidak tertagih dilakukan berdasarkan umur piutang dan jenis piutang. e) Besarnya persentase penyisihan piutang tidak tertagih adalah sebagai berikut : % penyisihan berdasarkan umur piutang No 1
Uraian Piutang pajak
2
Piutang retribusi
3
Piutang lainnya
1 s/d
> 2 thn
2 thn
s/d 3 thn
20 %
40 %
30 % 20 %
> 3 thn
> 3 thn
> 4 thn
> 5 thn
s/d 4 thn
s/d 5 thn
-
60 %
80 %
100 %
60 %
100%
-
-
-
40 %
-
60 %
80 %
100 %
32
f)
Penyisihan piutang tidak tertagih di Neraca disajikan sebagai unsur pengurang dari piutang yang bersangkutan dan tidak menghapus kewajiban bayar yang ada. Nilai penyisihan piutang diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
g) Penyisihan piutang tak tertagih bukan merupakan penghapusan piutang. Untuk penghapusan piutang akan diatur tersendiri sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. h) Piutang yang diperkirakan tak tertagih tetap dicatat secara ekstrakomptabel. 5) Pengungkapan Piutang Catatan atas Laporan Keuangan terkait piutang harus mengungkapkan/ menyajikan tentang rincian piutang, penjelasan tentang mutasi piutang selama tahun berjalan, penjelasan tentang penyisihan piutang tidak tertagih dan nilai bersih atas piutang, serta informasi lainnya yang dianggap perlu. d. Persediaan 1) Difinisi Persediaan a) Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional Pemerintah Daerah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. b) Persediaan merupakan aset yang berwujud :
(1)
barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional pemerintah daerah;
(2)
bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi;
(3)
barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat;
(4)
barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan Pemerintah Daerah.
c) Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk digunakan. d) Dalam hal Pemerintah Daerah memproduksi sendiri, persediaan juga meliputi barang yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku pembuatan alat-alat pertanian. Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai persediaan, contohnya alat-alat pertanian setengah jadi. e) Dalam hal Pemerintah Daerah menyimpan barang untuk tujuan cadangan strategis seperti cadangan energi (misalnya bahan bakar minyak) atau untuk tujuan berjaga-jaga seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai persediaan.
33
f)
Hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat antara lain berupa sapi, kambing, ikan, benih padi, dan bibit tanaman diakui sebagai persediaan.
g) Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk konstruksi dalam pengerjaan, tidak dimasukkan sebagai persediaan. h) Persediaan dapat meliputi antara lain :
(1)
persediaan alat tulis kantor
(2)
persediaan alat listrik dan elektronik
(3)
persediaan material/bahan
(4)
persediaan benda pos
(5)
persediaan benda berharga
(6)
persediaan barang cetakan
(7)
persediaan Alat kebersihan dan rumah tangga
(8)
persediaan Alat olah raga dan kesehatan
(9)
persediaan Alat pembelajaran dan laboratorium
(10) persediaan Obat dan alat kesehatan (11) Persediaan bibit hewan (12) Persediaan bibit tanaman (13) persediaan bahan linen (14) Barang yang akan diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga 2) Pengakuan persediaan a)
Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh pemerintah daerah, mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal, dan telah diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah
b)
Pada akhir periode akuntansi, dilakukan inventarisasi fisik persediaan sebagai dasar penilaian persediaan
3) Pengukuran persediaan a) Persediaan disajikan sebesar : (1) Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian; Biaya
perolehan
persediaan
meliputi
harga
pembelian,
biaya
pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan. Nilai pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan untuk dijual, seperti karcis, dinilai dengan biaya perolehan terakhir.
34
(2) Harga pokok produksi apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri. Harga pokok produksi persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis.
(3) Nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan. Persediaan hewan dan tanaman yang dikembangbiakkan dinilai dengan menggunakan nilai wajar. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antarpihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar.
b) Pencatatan persediaan dilakukan dengan :
(1)
Metode Perpetual untuk persediaan yang sifatnya continues dan membutuhkan kontrol yang besar, nilainya tinggi, perputarannya lambat, seperti obat-obatan dan barang yang diserahkan pada masyarakat. Dengan metode perpetual, pencatatan dilakukan setiap ada persediaan yang masuk dan keluar, sehingga nilai/jumlah persediaan selalu terupdate .
(2)
Metode Periodik untuk persediaan yang penggunaanya sulit diidentifikasi, perputarannya cepat dan harga satuannya relatif rendah, seperti Alat Tulis Kantor (ATK). Dengan metode ini, pencatatan hanya dilakukan pada saat terjadi penambahan, sehingga tidak meng-update jumlah persediaan. Jumlah persediaan akhir diketahui dengan melakukan stock opname pada akhir periode.
c) Beban Persediaan
(1)
Beban persediaan dicatat sebesar pemakaian persediaan.
(2)
Penghitungan beban persediaan dilakukan dalam rangka penyajian Laporan Operasional.
(3)
Dalam hal persediaan dicatat secara perpetual, maka pengukuran pemakaian persediaan dihitung berdasarkan catatan jumlah unit yang dipakai dikalikan nilai per unit sesuai metode penilaian yang digunakan yaitu metode FIFO.
(4)
Dalam hal Persediaan dicatat secara periodik, maka pengukuran pemakaian persediaan dihitung berdasarkan inventarisasi fisik, yaitu dengan cara saldo awal persediaan ditambah pembelian atau perolehan persediaan dikurangi dengan saldo akhir persediaan. Metode penilaian persediaan menggunakan harga pembelian terakhir.
35
4) Pengungkapan persediaan. Catatan atas Laporan Keuangan terkait persediaan harus mengungkapkan/ menyajikan tentang rincian persediaan, penjelasan tentang nilai persediaan dalam kondisi rusak/usang, serta informasi lainnya yang dianggap perlu. e. Investasi Jangka Panjang. 1) Difinisi Investasi Jangka Panjang. a) Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka panjang terdiri dari Investasi Permanen dan Investasi Non Permanen. b) Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan, meliputi penyertaan modal pemerintah pada perusahaan negara/daerah, badan internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik negara, dan investasi permanen lainnya (yang dimiliki oleh pemerintah untuk menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat). c) Investasi non permanen adalah investasi jangka panjang yang tidak termasuk dalam
investasi
permanen,
dimaksudkan
untuk
dimiliki
secara
tidak
berkelanjutan, meliputi pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh temponya oleh pemerintah, penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan kepada pihak ketiga, dana yang disisihkan pemerintah dalam rangka pelayanan masyarakat seperti bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat, dan investasi nonpermanen lainnya (yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk dimiliki pemerintah secara berkelanjutan, seperti penyertaan modal yang dimaksudkan untuk penyehatan/penyelamatan perekonomian). 2) Pengakuan Investasi Jangka Panjang. a) Suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai investasi apabila memenuhi salah satu kriteria : (1) Kemungkinan manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh pemerintah; (2) Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara memadai (reliable). b) Pengeluaran untuk memperoleh investasi jangka panjang diakui sebagai pengeluaran pembiayaan. 3) Pengukuran Investasi Jangka Panjang. a) Investasi non permanen misalnya dalam bentuk pembelian obligasi jangka panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk dimiliki berkelanjutan, dinilai sebesar nilai perolehannya.
36
b) Investasi non permanen dalam bentuk penanaman modal di proyek-proyek pembangunan pemerintah dinilai sebesar biaya pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan dalam rangka penyelesaian proyek sampai proyek tersebut diserahkan ke pihak ketiga. c) Investasi non permanen lainnya dalam bentuk dana bergulir merupakan dana yang dipinjamkan untuk dikelola dan digulirkan kepada masyarakat oleh Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran yang bertujuan meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya. (1)
Investasi non permanen dalam bentuk dana bergulir dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan (Net Realizable Value).
(2)
Penyisihan investasi non permanen dana bergulir yang kemungkinan tidak tertagih diprediksi berdasarkan pengalaman masa lalu dengan melakukan analisa terhadap saldo-saldo investasi non permanen dana bergulir yang masih beredar (outstanding).
(3)
Penyisihan investasi non permanen dana bergulir diperhitungkan dan dibukukan dalam periode yang sama dengan periode timbulnya investasi non permanen dana bergulir.
(4)
Penyisihan investasi non permanen dana bergulir yang tidak tertagih dilakukan berdasarkan umur investasi non permanen dana bergulir.
(5)
Besarnya persentase penyisihan investasi non permanen dana bergulir yang tidak tertagih adalah sebagai berikut : % penyisihan berdasarkan umur No
1
Uraian
Investasi non permanen
(6)
1 s/d 2
> 2 thn
> 3 thn
> 4 thn
thn
s/d 3
s/d 4
s/d 5
thn
thn
thn
40 %
60 %
80 %
20 %
> 5 thn
100 %
Penyisihan investasi non permanen dana bergulir di Neraca disajikan sebagai pengurang dari investasi
non permanen dana bergulir yang
bersangkutan dan tidak menghapus kewajiban bayar dari penerima dana bergulir. (7)
Penyisihan investasi non permanen dana bergulir bukan merupakan penghapusan piutang. Untuk penghapusan piutang akan mengacu pada ketentuan yang berlaku.
(8)
Investasi
non
permanen
yang
disisihkan
tetap
dicatat
secara
ekstrakomptabel. d) Investasi jangka panjang yang bersifat permanen misalnya penyertaan modal pemerintah dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam rangka perolehan investasi tersebut.
37
(1)
Investasi jangka panjang yang bersifat permanen dalam bentuk penyertaan modal Pemerintah Daerah yang terbagi atas saham-saham, dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam rangka perolehan investasi itu.
(2)
Investasi jangka panjang yang bersifat permanen dalam bentuk penyertaan modal Pemerintah Daerah yang tidak terbagi atas sahamsaham, dicatat sebesar akumulasi kekayaan daerah yang dipisahkan sebagai modal disetor dalam rangka investasi itu.
e) Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat membentuk nilai pasar, dalam hal investasi yang demikian nilai pasar dipergunakan sebagai dasar penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk investasi yang tidak memiliki pasar yang aktif dapat dipergunakan nilai nominal, nilai tercatat, atau nilai wajar lainnya. f) Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran aset pemerintah daerah, maka nilai investasi yang diperoleh pemerintah daerah adalah sebesar biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga perolehannya tidak ada. g) Penilaian investasi pemerintah daerah dilakukan dengan tiga metode, yaitu : (1)
Metode Biaya, adalah metode akuntansi yang mencatat investasi sebesar biaya perolehan ; digunakan jika kepemilikan investasi pemerintah daerah kurang dari 20%.
(2)
Metode Ekuitas, adalah metode akuntansi yang mencatat nilai awal investasi berdasarkan harga perolehan, nilai investasi tersebut kemudian disesuaikan
dengan
perubahan
bagian
investor
atas
kekayaan
bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi yang terjadi sesudah perolehan awal investasi ; digunakan jika kepemilikan 20% sampai 50%, atau kepemilikan kurang dari 20% tetapi memiliki pengaruh yang signifikan, atau kepemilikan lebih dari 50%. (3)
Metode Nilai Bersih yang dapat direalisasikan, digunakan jika kepemilikan investasi pemerintah bersifat non permanen; digunakan terutama untuk kepemilikan yang akan dilepas/dijual dalam jangka waktu dekat.
h) Pengakuan hasil investasi. Pengakuan hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari penyertaan modal pemerintah daerah yang terbagi atas saham-saham yang pencatatannya menggunakan metode biaya, dicatat sebagai pendapatan hasil investasi. Sedangkan apabila menggunakan metode ekuitas, bagian laba yang diperoleh oleh pemerintah daerah akan dicatat mengurangi nilai investasi pemerintah daerah dan tidak dicatat sebagai pendapatan hasil investasi. Kecuali untuk dividen dalam bentuk saham yang diterima akan menambah nilai investasi pemerintah daerah dan ekuitas dana yang diinvestasikan dengan jumlah yang sama.
38
Pengakuan hasil investasi penyertaan modal pemerintah daerah yang tidak terbagi atas saham-saham, disesuaikan dengan ketentuan yang mengatur tentang penggunaan laba bersih pada masing-masing investasi dimaksud. i) Pelepasan dan Pemindahan Investasi. Pelepasan investasi Pemerintah Daerah dapat terjadi karena penjualan, dan pelepasan hak karena peraturan pemerintah daerah dan lain sebagainya. Penerimaan dari pelepasan investasi jangka panjang diakui sebagai penerimaan pembiayaan. Pelepasan sebagian dari investasi tertentu yang dimiliki pemerintah daerah dinilai dengan menggunakan nilai rata-rata. Nilai rata-rata diperoleh dengan cara membagi total nilai investasi terhadap jumlah saham yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Pemindahan pos investasi dapat berupa reklasifikasi investasi permanen menjadi investasi jangka pendek, aset tetap, aset lain-lain dan sebaliknya. 4) Pengungkapan Investasi Jangka Panjang. Catatan
atas
Laporan Keuangan
terkait
investasi
jangka
panjang
harus
mengungkapkan/menyajikan tentang kebijakan penentuan nilai investasi, jenis investasi, penjelasan tentang nilai investasi, serta informasi lainnya yang dianggap perlu. f.
Aset Tetap. 1) Difinisi Aset Tetap. a) Aset Tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah daerah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. b) Tidak termasuk dalam difinisi aset tetap adalah aset yang dikuasai untuk dikonsumsi dalam operasi pemerintah, seperti bahan dan perlengkapan. c) Aset Tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas, terdiri dari : (1)
tanah;
(2)
peralatan dan mesin;
(3)
gedung dan bangunan;
(4)
jalan, irigasi dan jaringan;
(5)
aset tetap lainnya;
(6)
konstruksi dalam pengerjaan;
d) Termasuk dalam aset tetap pemerintah daerah adalah : (1)
Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan atau entitas akuntansi namun dimanfaatkan oleh entitas lainnya, misalnya bangunan gedung yang digunakan oleh sekolah swasta;
(2)
Hak atas tanah.
39
2) Pengakuan aset Tetap. a) Semua biaya perolehan aset tetap dianggarkan dalam rekening/akun belanja modal. b) Untuk dapat diakui sebagai aset tetap harus memenuhi kriteria : (1)
Berwujud;
(2)
Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
(3)
Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
(4)
Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas;
(5)
Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan;
(6)
Memenuhi nilai satuan minimum kapitalisasi;
(7)
Batas
Minimum
Kapitalisasi
Aset
Tetap
dikecualikan
terhadap
pengeluaran untuk : (a) pengadaan/pembelian tanah; (b) pembelian/pembangunan jalan/irigasi/jaringan; atau (c) pengadaan/pembelian/pembuatan aset tetap lainnya berupa koleksi perpustakaan,
barang
bercorak
kesenian,
hewan/ternak,
dan
tumbuhan. c) Kapitalisasi adalah penentuan nilai pembukuan terhadap semua pengeluaran untuk memperoleh aset tetap hingga siap pakai, untuk meningkatkan kapasitas/efisiensi
dan
memperpanjang
umur
teknisnya
dalam
rangka
menambah nilai aset tersebut. Kapitalisasi memperhatikan batasan nilai minimum kapitalisasi aset. d) Barang milik daerah yang memenuhi batasan nilai minimum kapitalisasi aset tetap dicatat secara intrakomptabel dan disajikan dalam neraca, barang milik daerah yang tidak memenuhi batasan nilai minimum kapitalisasi aset tetap yang diperoleh dari belanja modal dengan nilai dibawah satuan minimum kapitalisasi aset dicatat secara ekstrakomptabel dan disajikan dalam catatan atas laporan keuangan (CALK). e) Penghapusan
barang
milik
daerah
yang
dicatat
dalam
pembukuan
ekstrakomptabel dapat dilakukan oleh pengguna dan/atau kuasa pengguna dalam hal aset tetap tersebut dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna dan/ atau kuasa pengguna. 3) Pengukuran Aset Tetap. a) Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Jika tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. b) Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk digunakan. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung antara lain :
40
(1)
Biaya persiapan tempat;
(2)
Biaya import;
(3)
Biaya pengiriman awal dan biaya simpan dan bongkar muat;
(4)
Biaya pemasangan;
(5)
Biaya profesional seperti arsitek dan insinyur;
(6)
Biaya konstruksi;
(7)
Biaya administrasi;
(8)
Biaya kepanitiaan.
c) Setiap SKPD/unit kerja harus melakukan kapitalisasi terhadap belanja barang dan jasa yang berakibat : (1)
Memperoleh aset tetap hingga siap pakai;
(2)
Meningkatkan kapasitas/efisiensi barang milik daerah; dan/atau
(3)
Memperpanjang umur teknis barang milik daerah.
d) Adapun pengeluaran yang dikapitalisasi terdiri atas : (1)
Perolehan awal aset tetap melalui pengeluaran belanja modal yang nilainya sama/lebih dari batasan nilai minimum kapitalisasi aset tetap dan dimanfaatkan untuk kegiatan pemerintah daerah serta tidak untuk dijual, meliputi : (a) Pengadaan tanah; (b) Pembelian/pembuatan peralatan dan mesin; (c) Pembelian/pembangunan gedung dan bangunan; (d) Pembelian/pembangunan jalan/irigasi/jaringan; atau (e) Pembelian/pembangunan aset tetap lainnya. Pengeluaran setelah perolehan awal jika mengakibatkan peningkatan kualitas, kapasitas, kuantitas dan/atau umur aset yang telah dimiliki dan bernilai sama/melebihi batasan minimum nilai kapitalisasi aset tetap.
(2)
Pengeluaran yang digunakan untuk : (a) Pembelian/pembangunan jalan/irigasi/jaringan; atau (b) Pembelian/pembuatan aset tetap lainnya.
e) Adapun pengeluaran yang tidak dikapitalisasi terdiri atas :
(1)
Pengeluaran belanja pemeliharaan rutin (rehabilitasi) yang bertujuan untuk mempertahankan fungsi aset tetap yang sudah ada ke dalam kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja, contohnya
biaya
pengecatan
bangunan/kendaraan/meubelair,
penggantian suku cadang kendaraan (ban, accu, busi), servis peralatan dan mesin rutin, penambahan assesoris kendaraan (kecuali AC, power steering, audio dan audio visual), servis peralatan/perlengkapan kantor (komputer, mesin tik, AC, TV, LCD, sound system, dll).
(2)
Pengeluaran belanja barang dan jasa yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa baik untuk dipasarkan maupun tidak dipasarkan, meliputi: (a)
Pengeluaran untuk membiayai proses produksi.
(b)
Pembelian/pengadaan barang pakai habis seperti ATK.
41
(c)
Pengeluaran langganan daya dan jasa.
(d)
Lain-lain pengeluaran untuk membiayai pekerjaan yang bersifat nonfisik dan secara langsung menunjang tugas pokok dan fungsi SKPD dengan nilai tidak memenuhi batasan minimum nilai kapitalisasi aset tetap.
f)
Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan.
4) Kebijakan atas setiap jenis aset tetap : a)
Tanah. (1) Difinisi Tanah. Tanah yang termasuk dalam Aset tetap adalah tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap pakai. Termasuk dalam klasifikasi Tanah ini adalah tanah yang digunakan untuk gedung, bangunan, jalan, irigasi dan jaringan. (2) Pengakuan Tanah. (a) Tanah dapat diakui sebagai aset tetap apabila memenuhi 4 (kriteria) : −
Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
−
Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
−
Tidak dimaksudkan untuk dijual;
−
Diperoleh dengan maksud digunakan.
(b) Pengadaan tanah pemerintah yang sejak semula dimaksudkan untuk diserahkan kepada pihak lain tidak disajikan sebagai aset tetap, melainkan disajikan sebagai persediaan. (c) Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah diterima atau
diserahkan
hak
kepemilikannya
dan/atau
pada
saat
penguasaannya berpindah. (d) Hak kepemilikan tanah didasarkan pada bukti kepemilikan tanah yang sah berupa sertifikat, misalnya Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), dan Sertifikat Pengelolaan Lahan (SPL). (e) Terkait dengan kasus-kasus kepemilikan tanah dan penyajiannya dalam laporan keuangan, Kebijakan Akuntansi ini
memberikan
pedoman sebagai berikut :
−
Dalam hal tanah belum ada bukti kepemilikan yang sah, namun dikuasai dan/atau digunakan oleh pemerintah, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai
−
dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
42
−
Dalam hal tanah dimiliki oleh pemerintah, namun dikuasai dan/atau digunakan oleh pihak lain, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan, bahwa tanah tersebut dikuasai atau digunakan oleh pihak lain.
−
Dalam hal tanah dimiliki oleh suatu entitas pemerintah, namun dikuasai dan/atau digunakan oleh entitas pemerintah yang lain, maka tanah tersebut dicatat dan disajikan pada neraca entitas pemerintah yang mempunyai bukti kepemilikan, serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Entitas pemerintah yang menguasai dan/atau menggunakan tanah cukup mengungkapkan tanah tersebut secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
(f) Perlakuan tanah yang masih dalam sengketa atau proses pengadilan :
−
Dalam hal belum ada bukti kepemilikan tanah yang sah, tanah tersebut dikuasai dan/atau digunakan oleh pemerintah, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
−
Dalam hal pemerintah belum mempunyai bukti kepemilikan tanah yang sah, tanah tersebut dikuasai dan/atau digunakan oleh pihak lain, maka tanah tersebut dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
−
Dalam hal bukti kepemilikan tanah ganda, namun tanah tersebut dikuasai dan/atau digunakan oleh pemerintah, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, serta diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
−
Dalam hal bukti kepemilikan tanah ganda, namun tanah tersebut dikuasai dan/atau digunakan oleh pihak lain, maka tanah tersebut tetap harus dicatat dan disajikan sebagai aset tetap tanah pada neraca
pemerintah,
namun
adanya
sertifikat
ganda
harus
diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan. (g) Tanah
dapat
diperoleh
melalui
pembelian,
pertukaran
aset,
hibah/donasi, dan lainnya. Tanah yang diperoleh melalui pembelian dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan (belanja), sehingga nilai perolehan
tanah
diakui
berdasarkan
nilai
belanja
yang
telah
dikeluarkan. Pada umumnya, pembelian tanah dianggarkan dalam belanja modal, sehingga pengakuan aset tetap tanah didahului dengan pengakuan belanja modal yang akan mengurangi Kas Umum Negara/Daerah.
43
(h) Tanah Wakaf. Tanah yang digunakan/dipakai oleh instansi pemerintah yang berstatus tanah wakaf tidak disajikan dan dilaporkan sebagai aset tetap tanah pada neraca pemerintah, melainkan cukup diungkapkan secara memadai pada Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). (3) Pengukuran / Penilaian Tanah. (a) Tanah diakui pertama kali sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak seperti biaya pengurusan sertifikat, biaya pematangan, pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai. Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang akan dimusnahkan yang terletak pada tanah yang dibeli tersebut. Apabila perolehan tanah pemerintah dilakukan oleh panitia pengadaan, maka termasuk dalam harga perolehan tanah adalah honor panitia pengadaan/pembebasan tanah, belanja barang dan belanja perjalanan dinas dalam rangka perolehan tanah tersebut. (b) Pemerintah daerah tidak dibatasi satu periode tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat berbentuk hak pakai, hak pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, setelah perolehan awal tanah, pemerintah tidak memerlukan biaya untuk mempertahankan hak atas tanah tersebut. Biaya yang terkait dengan peningkatan bukti kepemilikan tanah, misalnya dari status tanah girik menjadi SHM, dikapitalisasi sebagai biaya perolehan tanah. (c) Kepemilikan pemerintah atas tanah di luar negeri mungkin dibatasi oleh waktu sesuai hukum serta perundang-undangan yang berlaku di negara
bersangkutan,
sehingga
kepemilikannya
bersifat
tidak
permanen. Dalam hal demikian, biaya yang timbul atas perolehan hak (semacam hak guna/pakai atau hak pengelolaan) tersebut perlu disusutkan/diamortisasi. (d) Biaya yang timbul atas penyelesaian sengketa tanah, seperti biaya pengadilan dan pengacara tidak dikapitalisasi sebagai biaya perolehan tanah. (e) Pengukuran
suatu
aset
tetap
harus
memperhatikan
kebijakan
pemerintah mengenai ketentuan nilai satuan minimum kapitalisasi aset tetap. Namun, untuk aset tetap berupa
tanah, berapapun nilai
perolehannya seluruhnya dikapitalisasi sebagai nilai tanah. (f) Aset tetap tanah disajikan dalam neraca sesuai dengan biaya perolehan atau sebesar nilai wajar pada saat tanah tersebut diperoleh. (g) Aset tetap tanah tidak disusutkan.
44
(h) Nilai Tanah dicatat dalam Neraca awal sebesar Nilai wajar pada tanggal Neraca awal. (i)
Nilai wajar tanah yaitu : −
harga perolehan jika tanah tersebut dibeli setahun atau kurang dari tanggal neraca awal.
−
Jika tanah diperoleh lebih dari dari satu tahun sebelum tanggal neraca awal, nilai wajar tanah ditentukan dengan menggunakan rata-rata harga jual-beli tanah antar pihak-pihak independent disekitar tanggal neraca untuk jenis tanah yang sama diwilayah yang sama.
−
Apabila tidak terdapat banyak transaksi jual beli tanah pada tanggal sekitar tanggal neraca, sebuah transaksi antar pihak independent dapat mewakili harga pasar.
−
Apabila tidak terdapat nilai pasar, dapat digunakan Nilai jual Obyek Pajak (NJOP) terakhir.
−
Jika terdapat alasan untuk tidak menggunakan NJOP maka dapat digunakan nilai appraisal dari perusahaan jasa penilai resmi atau tim penilai yang kompeten.
(4) Penyajian dan Pengungkapan Tanah. (a) Tanah disajikan di neraca dalam kelompok Aset Tetap sebesar biaya perolehan atau nilai wajar pada saat aset Tanah diperoleh. (b) Selain itu, dalam Catatan atas Laporan keuangan diungkapkan pula : −
Dasar penilaian yang digunakan untuk nilai tercatat (carrying amount) Tanah.
−
Kebijakan akuntansi sebagai dasar kapitalisasi tanah, yang dalam hal tanah tidak ada nilai satuan minimum kapitalisasi tanah.
−
Rekonsiliasi nilai tercatat Tanah pada awal dan akhir periode yang menunjukkan : Penambahan (pembelian, hibah/donasi, pertukaran aset, reklasifikasi, dan lainnya); Perolehan yang berasal dari pembelian direkonsiliasi dengan total belanja modal untuk tanah; Pengurangan (penjualan, penghapusan, reklasifikasi).
(c) Perolehan tanah melalui hibah/donasi tidak melibatkan pengeluaran uang secara riil dalam bentuk belanja, namun demikian pencatatan belanja harus dilakukan dengan cara menaksir nilai barang tersebut dan pada saat bersamaan juga diakui pendapatannya. Selain itu, penambahan aset tetap karena hibah/donasi juga disajikan pada neraca.
45
b)
Peralatan dan Mesin. (1) Difinisi Peralatan dan Mesin. Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik, dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai. Peralatan dan mesin memiliki variasi terbanyak dalam kelompok aset tetap. Peralatan dan mesin ini dapat berupa alat-alat berat, alat kantor, alat angkutan, alat kedokteran, alat komunikasi, dan lain sebagainya. (2) Pengakuan Peralatan dan Mesin. (a) Peralatan dan mesin yang diperoleh dan yang dimaksudkan akan diserahkan kepada pihak lain, tidak dapat dikelompokkan dalam aset tetap
Peralatan
dan
Mesin,
tapi
dikelompokkan kepada
aset
persediaan. (b) Pengakuan peralatan dan mesin dapat dilakukan apabila terdapat bukti bahwa hak/kepemilikan telah berpindah, dalam hal ini misalnya ditandai dengan berita acara serah terima pekerjaan, dan untuk kendaraan bermotor dilengkapi dengan bukti kepemilikan kendaraan. (c) Perolehan peralatan dapat melalui pembelian, pembangunan, atau pertukaran aset, hibah/donasi, dan lainnya. Perolehan melalui pembelian dapat dilakukan dengan pembelian tunai dan angsuran. (3) Pengukuran Peralatan dan Mesin. (a) Peralatan dan mesin dinilai dengan biaya perolehan atau nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah pengeluaran yang telah dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan. (b) Nilai satuan minimum perolehan peralatan dan mesin adalah Rp. 250.000,00. (c) Peralatan dan Mesin dicatat dalam Neraca awal sebesar Nilai wajar pada tanggal Neraca awal. (d) Nilai wajar peralatan dan mesin adalah : −
Harga perolehan jika peralatan dan mesin tersebut dibeli setahun atau kurang dari tanggal neraca awal.
−
Harga pasar peralatan dan mesin sejenis dan dalam kondisi yang sama.
−
Bila Harga pasar tidak tersedia, digunakan nilai appraisal dari perusahaan jasa penilai resmi atau tim penilai yang kompeten dengan memperhitungkan faktor penyusutan.
46
−
Jika penilaian oleh appraisal terlalu mahal dan memakan waktu, digunakan
standar
harga
yang
dikeluarkan
oleh
instansi
pemerintah yang berwenang dengan memakai perhitungan teknis. (4) Penyajian dan Pengungkapan Peralatan dan Mesin. (a) Peralatan dan Mesin disajikan di Neraca dalam kelompok Aset Tetap sebesar biaya perolehannya atau nilai wajar pada saat perolehan. (b) Selain itu, dalam Catatan Atas Laporan Keuangan diungkapkan pula : −
Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying amount) Peralatan dan Mesin.
−
Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Peralatan dan Mesin.
−
Rekonsiliasi nilai tercatat Peralatan dan Mesin pada awal dan akhir periode yang menunjukkan : Penambahan (perolehan, reklasifikasi dari Konstruksi dalam Pengerjaan, dan penilaian); Perolehan yang berasal dari pembelian/ pembangunan direkonsiliasi dengan total belanja modal untuk Peralatan dan Mesin;
− c)
Pengurangan (penjualan, penghapusan, dan penilaian).
Gedung dan Bangunan. (1) Difinisi Gedung dan Bangunan. (a) Dasarnya terdiri dari komponen bangunan fisik, komponen penunjang utama yang berupa mechanical engineering (lift, instalasi listrik beserta generator, dan sarana pendingin Air Conditioning Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan) yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Termasuk dalam kelompok Gedung dan Bangunan adalah gedung perkantoran, rumah dinas, bangunan tempat ibadah, bangunan menara, monumen/bangunan bersejarah, gudang, gedung museum, dan rambu rambu. (b) Gedung dan bangunan ini tidak mencakup tanah yang diperoleh untuk pembangunan gedung dan bangunan yang ada di atasnya. Tanah yang diperoleh untuk keperluan dimaksud dimasukkan dalam kelompok Tanah. (c) Gedung bertingkat dan komponen penunjang lain yang antara lain berupa saluran air dan telpon. Masing-masing komponen mempunyai masa manfaat yang berbeda, sehingga umur penyusutannya berbeda, serta memerlukan pola pemeliharaan yang berbeda pula. Perbedaan masa manfaat dan pola pemeliharaan menyebabkan diperlukannya sub akun pencatatan yang berbeda untuk masing-masing komponen gedung bertingkat, misalnya menjadi sebagai berikut :
47
−
Gedung;
−
Bangunan Fisik;
−
Taman, Jalan, Tempat Parkir, dan Pagar;
−
Instalasi AC;
−
Instalasi Listrik, dan Generator;
−
Lift;
−
Penyediaan Air, Saluran Air Bersih, dan Air Limbah;
−
Saluran Telepon.
(d) Akuntansi pengakuan gedung bertingkat diperinci sedemikian rupa, sehingga setidak-tidaknya terdapat perincian per masing-masing komponen bangunan yang mempunyai umur masa manfaat yang sama. Data untuk perincian tersebut dapat diperoleh pada dokumen penawaran yang menjadi dasar kontrak konstruksi pekerjaan borongan bangunan. (2) Pengakuan Gedung dan Bangunan. (a) Untuk dapat diakui sebagai Gedung dan Bangunan, maka gedung dan bangunan harus berwujud dan mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, biaya perolehannya dapat diukur secara handal, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam kondisi normal entitas dan diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan. (b) Pengakuan Gedung dan Bangunan harus dipisahkan dengan tanah di mana gedung dan bangunan tersebut didirikan. (c) Gedung dan bangunan yang dibangun oleh pemerintah, namun dengan maksud akan diserahkan kepada masyarakat, tidak dapat dikelompokkan sebagai “Gedung dan Bangunan”, melainkan disajikan sebagai “Persediaan.” (d) Gedung dan Bangunan diakui pada saat gedung dan bangunan telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah serta telah siap dipakai. (e) Saat pengakuan Gedung dan Bangunan akan lebih dapat diandalkan apabila terdapat bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum, misalnya akte jual beli atau Berita Acara Serah Terima. Apabila perolehan Gedung dan Bangunan belum didukung dengan bukti secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang diharuskan, seperti pembelian gedung kantor yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan bukti kepemilikannya di instansi berwenang, maka Gedung dan Bangunan tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas Gedung dan Bangunan tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas bangunan.
48
(f) Perolehan
Gedung
dan
Bangunan
dapat
melalui
pembelian,
pembangunan, atau tukar menukar, dan lainnya. Perolehan melalui pembelian dapat dilakukan dengan pembelian tunai dan angsuran. Perolehan melalui pembangunan dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) dan melalui kontrak konstruksi. (3) Pengukuran Gedung dan Bangunan. (a) Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. (b) Biaya perolehan gedung dan bangunan meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain meliputi harga pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak. (c) Apabila penilaian Gedung dan Bangunan dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar/taksiran pada saat perolehan. (d) Biaya perolehan Gedung dan Bangunan yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut seperti pengurusan IMB, notaris, dan pajak. Sementara itu, Gedung dan Bangunan yang dibangun melalui kontrak konstruksi, biaya perolehan meliputi nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan, dan pajak. Gedung dan Bangunan yang diperoleh dari sumbangan (donasi) dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. (e) Nilai satuan minimum perolehan gedung dan bangunan adalah Rp.10.000.000,00. Artinya, jika nilai perolehan gedung dan bangunan kurang dari Rp.10.000.000,00 maka gedung dan bangunan tersebut tidak dapat diakui dan disajikan sebagai aset tetap, namun tetap diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. (f) Nilai Gedung dan Bangunan dicatat dalam Neraca awal sebesar Nilai wajar pada tanggal Neraca awal. (g) Nilai wajar Gedung dan bangunan adalah : −
Harga perolehan jika Gedung dan bangunan
tersebut dibeli
setahun atau kurang dari tanggal neraca awal. −
Apabila Gedung dan bangunan
tersebut dibeli
tahun sebelum tanggal neraca awal, Nilai wajar bangunan
lebih dari satu Gedung dan
ditentukan dengan menggunakan Nilai jual Obyek
Pajak (NJOP) terakhir.
49
−
Jika terdapat alasan untuk tidak menggunakan NJOP maka dapat digunakan nilai appraisal dari perusahaan jasa penilai resmi atau tim penilai yang kompeten.
(4) Penyajian dan Pengungkapan Gedung dan Bangunan. (a) Gedung dan Bangunan disajikan di Neraca dalam kelompok Aset Tetap sebesar nilai biaya perolehannya atau nilai wajar pada saat perolehan. (b) Selain itu, dalam Catatan Atas Laporan Keuangan diungkapkan pula : −
Dasar penilaian yang digunakan untuk mencatat Gedung dan Bangunan.
−
Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Gedung dan Bangunan.
−
Rekonsiliasi nilai tercatat Gedung dan Bangunan pada awal dan akhir periode yang menunjukkan : Penambahan (perolehan, reklasifikasi dari Konstruksi dalam Pengerjaan, dan penilaian); Perolehan
yang
berasal
dari
pembelian/pembangunan
direkonsiliasi dengan total belanja modal untuk gedung dan bangunan; Pengurangan (penjualan, penghapusan, dan penilaian). d)
Jalan, Irigasi dan Jaringan. (1) Difinisi Jalan, Irigasi dan Jaringan. (a)
Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Jalan, irigasi, dan jaringan tersebut selain digunakan dalam kegiatan pemerintah juga dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Termasuk dalam klasifikasi jalan, irigasi, dan jaringan adalah jalan raya, jembatan, bangunan air, instalasi air bersih, instalasi pembangkit listrik, jaringan air minum, jaringan listrik, dan jaringan telepon.
(b)
Jalan, irigasi, dan jaringan ini tidak mencakup tanah yang diperoleh untuk pembangunan jalan, irigasi dan jaringan. Tanah yang diperoleh untuk keperluan dimaksud dimasukkan dalam kelompok Tanah.
(2) Pengakuan Jalan, Irigasi dan Jaringan. (a)
Untuk dapat diakui sebagai Jalan, Irigasi, dan Jaringan, maka Jalan, Irigasi, dan Jaringan harus berwujud dan mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, biaya perolehannya dapat diukur secara handal, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam kondisi normal entitas dan diperoleh dengan maksud untuk digunakan.
50
(b)
Jalan, irigasi, dan jaringan diakui pada saat jalan, irigasi, dan jaringan telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah serta telah siap dipakai.
(c)
Perolehan jalan, irigasi, dan jaringan pada umumnya dengan pembangunan baik membangun sendiri (swakelola) maupun melalui kontrak konstruksi.
(3) Pengukuran Jalan, Irigasi dan Jaringan. (a)
Jalan, irigasi, dan jaringan dinilai dengan biaya perolehan. Biaya perolehan jalan,irigasi, dan jaringan meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai.
(b)
Biaya perolehan untuk jalan, irigasi dan jaringan yang diperoleh melalui kontrak meliputi biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, jasa konsultan, biaya pengosongan, pajak, kontrak konstruksi, dan pembongkaran. Biaya perolehan untuk jalan, Irigasi dan Jaringan yang dibangun secara swakelola meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, biaya pengosongan, pajak dan pembongkaran. Jalan, Irigasi dan Jaringan yang diperoleh dari sumbangan (donasi) dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan.
(c)
Untuk Jalan, Irigasi, dan Jaringan, tidak ada kebijakan Pemerintah mengenai nilai satuan minimum kapitalisasi, sehingga berapa pun nilai perolehan Jalan, Irigasi, dan Jaringan dikapitalisasi.
(d)
Nilai Jalan, irigasi dan Jaringan dicatat dalam Neraca awal sebesar Nilai wajar yang ditentukan oleh perusahaan jasa penilai resmi atau tim penilai yang kompeten dengan menggunakan standar biaya atau perhitungan teknis dari instansi pemerintah yang berwenang.
(4) Penyajian dan Pengungkapan Jalan, Irigasi dan Jaringan. (a)
Jalan, Irigasi, dan Jaringan disajikan di Neraca dalam kelompok Aset Tetap sebesar biaya perolehan atau nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh.
(b)
Selain itu, dalam Catatan Atas Laporan Keuangan diungkapkan pula : −
Dasar penilaian yang digunakan untuk mencatat Jalan, Irigasi, dan Jaringan;
−
Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Jalan, Irigasi, dan Jaringan, yang dalam hal ini tidak ada nilai satuan minimum kapitalisasi.
51
−
Rekonsiliasi nilai tercatat Jalan, Irigasi, dan Jaringan pada awal dan akhir periode yang menunjukkan : Penambahan (perolehan, reklasifikasi dari Konstruksi dalam Pengerjaan, dan penilaian); Perolehan yang berasal dari pembelian/ pembangunan direkonsiliasi dengan total belanja modal untuk Jalan, Irigasi, dan Jaringan. Pengurangan (penjualan, penghapusan, dan penilaian).
e)
Aset Tetap Lainnya. (1) Difinisi Aset Tetap Lainnya. (a)
Aset
tetap
lainnya
mencakup
aset
tetap yang
tidak
dapat
dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. (b)
Aset Tetap Lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan, Irigasi dan Jaringan, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional pemerintah dan dalam kondisi siap dipakai. Aset yang termasuk dalam kategori Aset Tetap Lainnya adalah koleksi perpustakaan/buku dan non buku, barang bercorak kesenian/kebudayaan/olah raga, hewan, ikan, dan tanaman. Termasuk dalam kategori Aset Tetap Lainnya adalah Aset TetapRenovasi, yaitu biaya renovasi atas aset tetap yang bukan miliknya, dan biaya partisi suatu ruangan kantor yang bukan miliknya.
(2) Pengakuan Aset Tetap Lainnya. (a)
Aset Tetap Lainnya diakui pada saat Aset Tetap Lainnya telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah serta telah siap dipakai.
(b)
Khusus mengenai pengakuan biaya renovasi atas aset tetap yang bukan milik, diatur sebagai berikut : −
Apabila renovasi aset tetap tersebut meningkatkan manfaat ekonomik aset tetap misalnya perubahan fungsi gedung dari gudang menjadi ruangan kerja dan kapasitasnya naik, maka renovasi tersebut dikapitalisasi sebagai Aset Tetap-Renovasi. Apabila renovasi atas aset tetap yang disewa tidak menambah manfaat ekonomik, maka dianggap sebagai Belanja Operasional. Aset Tetap-Renovasi diklasifikasikan ke dalam Aset Tetap Lainnya.
52
−
Apabila manfaat ekonomik renovasi tersebut lebih dari satu tahun buku, dan memenuhi butir 1 di atas, biaya renovasi dikapitalisasi sebagai Aset Tetap-Renovasi, sedangkan apabila manfaat ekonomik renovasi kurang dari 1 tahun buku, maka pengeluaran tersebut
diperlakukan
sebagai
Belanja
Operasional
tahun
berjalan. (c)
Apabila jumlah nilai moneter biaya renovasi tersebut cukup material, dan memenuhi syarat butir 1 dan 2 di atas, maka pengeluaran tersebut dikapitalisasi sebagai Aset Tetap-Renovasi. Apabila tidak material, biaya renovasi dianggap sebagai Belanja Operasional.
(d)
Perolehan Aset Tetap Lainnya, selain Aset Tetap-Renovasi, pada umumnya melalui pembelian atau perolehan lain seperti hibah/donasi.
(3) Pengukuran Aset Tetap Lainnya. (a)
Biaya perolehan Aset Tetap Lainnya menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai.
(b)
Aset Tetap Lainnya dinilai dengan biaya perolehan. Biaya perolehan Aset Tetap Lainnya yang diperoleh melalui kontrak meliputi pengeluaran nilai kontrak, biaya perencanaan dan pengawasan, pajak, serta biaya perizinan.
(c)
Biaya perolehan Aset Tetap Lainnya yang diadakan melalui swakelola, misalnya untuk Aset Tetap Renovasi, meliputi biaya langsung dan tidak langsung, yang terdiri dari biaya bahan baku, tenaga kerja, sewa peralatan, biaya perencanaan dan pengawasan, biaya perizinan, pajak, dan jasa konsultan.
(d)
Pengukuran Aset Tetap Lainnya harus memperhatikan kebijakan pemerintah tentang ketentuan nilai satuan minimum kapitalisasi aset tetap. Sebagai contoh, pada kebijakan nilai satuan minimum kapitalisasi
adalah
:
Aset
Tetap
Lainnya
berupa
koleksi
perpustakaan/buku dan barang bercorak kesenian/kebudayaan tidak ada nilai satuan minimum sehingga berapa pun nilai perolehannya dikapitalisasi. (4) Pengungkapan Aset Tetap Lainnya. (a)
Aset Tetap Lainnya disajikan di Neraca dalam kelompok Aset Tetap sebesar biaya perolehan atau nilai wajar pada saat perolehan.
(b)
Selain itu, dalam Catatan atas Laporan Keuangan diungkapkan pula : −
Dasar penilaian yang digunakan untuk mencatat Aset Tetap Lainnya;
−
Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan Aset Tetap Lainnya;
53
−
Rekonsiliasi nilai tercatat Aset Tetap Lainnya pada awal dan akhir periode yang menunjukkan : Penambahan (perolehan, reklasifikasi dari Konstruksi dalam Pengerjaan, dan penilaian); Perolehan
yang
berasal
dari
pembelian/pembangunan
direkonsiliasi dengan total belanja modal untuk Aset Tetap Lainnya. Pengurangan (penjualan, penghapusan, dan penilaian). f)
Konstruksi Dalam Pengerjaan. (1) Difinisi Konstruksi dalam Pengerjaan. (a)
Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) adalah aset-aset yang sedang dalam
proses
pembangunan.
Konstruksi
Dalam
Pengerjaan
mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi
dan
jaringan,
perolehannya
dan/atau
dan
aset
tetap
pembangunannya
lainnya,
yang
membutuhkan
proses suatu
periode waktu tertentu dan belum selesai. Standar ini wajib diterapkan oleh entitas yang melaksanakan pembangunan aset tetap untuk
dipakai
dalam
penyelenggaraan
kegiatan
operasional
pemerintahan dan/atau pelayanan masyarakat, dalam jangka waktu tertentu, baik yang dilaksanakan secara swakelola maupun oleh pihak ketiga. (b)
Perolehan aset
dapat dilakukan dengan membangun sendiri
(swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi. Perolehan aset dengan swakelola atau dikontrakkan pada dasarnya sama. Nilai yang dicatat sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah sebesar jumlah yang dibayarkan atas perolehan aset. Biayabiaya pembelian bahan dan juga gaji-gaji yang dibayarkan dalam kasus pelaksanaan pekerjaan secara swakelola pada dasarnya sama dengan nilai yang dibayarkan kepada kontraktor atas penyelesaian bagian pekerjaan tertentu. Keduanya merupakan pengeluaran pemerintahan untuk mendapatkan aset. (c)
Dalam pelaksanaan konstruksi aset tetap secara swakelola ada kalanya terdapat sisa material setelah aset tetap dimaksud selesai dibangun. Sisa material yang masih dapat digunakan disajikan dalam neraca dan dicatat sebagai persediaan. Namun demikian, pencatatan sebagai Persediaan dilakukan hanya apabila nilai aset yang tersisa material.
(2) Pengakuan Konstruksi dalam Pengerjaan. (a)
Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) jika :
54
−
besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;
(b)
−
biaya perolehan aset tersebut dapat diukur dengan handal;
−
aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.
Apabila dalam konstruksi aset tetap pembangunan fisik proyek belum dilaksanakan, namun biaya-biaya yang dapat diatribusikan langsung ke dalam pembangunan proyek telah dikeluarkan, maka biaya-biaya tersebut harus diakui sebagai KDP aset yang bersangkutan.
(c)
Penyelesaian Konstruksi dalam Pengerjaan. −
Suatu KDP akan dipindahkan ke pos aset
tetap yang
bersangkutan jika konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan dan konstruksi tersebut telah dapat memberikan manfaat/jasa sesuai tujuan perolehan. Dokumen sumber untuk pengakuan penyelesaian suatu KDP adalah Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP). Dengan demikian, apabila atas suatu KDP telah diterbitkan BAPP, berarti pembangunan tersebut telah selesai. Selanjutnya, aset tetap definitif sudah dapat diakui dengan cara memindahkan KDP tersebut ke akun aset tetap yang bersangkutan. −
Pencatatan suatu transaksi perlu mengikuti sistem akuntansi yang ditetapkan dengan pohon putusan (decision tree) sebagai berikut : Atas dasar bukti transaksi yang obyektif (objective evidences); dan Dalam hal tidak dimungkinkan adanya bukti transaksi yang obyektif maka digunakan prinsip subtansi mengungguli bentuk formal (substance over form).
(d)
Terkait dengan variasi penyelesaian KDP, Kebijakan AKuntansi ini memberikan pedoman sebagai berikut : −
Apabila aset telah selesai dibangun, Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan sudah diperoleh, dan aset tetap tersebut sudah dimanfaatkan oleh Satker / SKPD, maka aset tersebut dicatat sebagai Aset Tetap Definitifnya.
−
Apabila aset tetap telah selesai dibangun, Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan sudah diperoleh, namun aset tetap tersebut belum dimanfaatkan oleh Satker / SKPD, maka aset tersebut dicatat sebagai Aset Tetap definitifnya.
−
Apabila aset telah selesai dibangun, yang didukung dengan bukti yang sah (walaupun Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan belum diperoleh) namun aset tetap tersebut sudah dimanfaatkan oleh Satker / SKPD, maka aset tersebut masih dicatat sebagai KDP dan diungkapkan di dalam CaLK.
55
−
Apabila sebagian dari aset tetap yang dibangun telah selesai, dan telah digunakan / dimanfaatkan, maka bagian yang digunakan / dimanfaatkan masih diakui sebagai KDP.
−
Apabila suatu aset tetap telah selesai dibangun sebagian (konstruksi dalam pengerjaan), karena sebab tertentu (misalnya terkena bencana alam / force majeur) asset tersebut hilang, maka penanggung jawab aset tersebut membuat pernyataan hilang karena bencana alam / force majeur dan atas dasar pernyataan tersebut Konstruksi Dalam Pengerjaan dapat dihapusbukukan.
−
Apabila BAST sudah ada, namun fisik pekerjaan belum selesai, akan diakui sebagai KDP.
(e)
Penghentian Konstruksi dalam Pengerjaan. Dalam
beberapa
kasus,
suatu
KDP
dapat
saja
dihentikan
pembangunannya oleh karena ketidaktersediaan dana, kondisi politik, ataupun kejadian-kejadian lainnya. Penghentian KDP dapat berupa penghentian sementara dan penghentian permanen. Apabila suatu KDP dihentikan pembangunannya untuk sementara waktu, maka KDP tersebut tetap dicantumkan ke dalam neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai di dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Namun, apabila pembangunan KDP diniatkan untuk dihentikan pembangunannya secara permanen karena diperkirakan tidak akan memberikan manfaat ekonomi di masa depan, ataupun oleh sebab lain yang dapat dipertanggungjawabkan, maka KDP tersebut harus dieliminasi dari neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan. (3) Pengukuran Konstruksi Dalam Pengerjaan. KDP dicatat dengan biaya perolehan. Pengukuran biaya perolehan dipengaruhi oleh metode yang digunakan dalam proses konstruksi aset tetap tersebut, yaitu secara swakelola atau secara kontrak konstruksi. (4) Pengungkapan Konstruksi Dalam Pengerjaan. KDP disajikan sebesar biaya perolehan atau nilai wajar pada saat perolehan, selain itu dalam Catatan atas Laporan Keuangan diungkapkan pula informasi mengenai : (a) Rincian
kontrak
konstruksi
dalam
pengerjaan
berikut
tingkat
penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya pada tanggal neraca; (b) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaannya; (c) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan sampai dengan tanggal neraca; (d) Uang muka kerja yang diberikan sampai dengan tanggal neraca; dan (e) Jumlah Retensi.
56
Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang retensi. Retensi adalah prosentase dari nilai penyelesaian yang akan digunakan sebagai jaminan akan dilaksanakan pemeliharaan oleh kontraktor pada masa yang telah ditentukan dalam kontrak. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Demikian juga halnya dengan sumber dana yang digunakan untuk membiayai aset tersebut perlu diungkap. Pencantuman sumber dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan penyerapannya sampai tanggal tertentu. 5) Pertukaran Aset (Exchange of Assets). a)
Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atau pertukaran sebagian aset tetap yang tidak serupa atau aset lainnya. Biaya dari pos semacam itu diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh, yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer/diserahkan.
b)
Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atas suatu aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki nilai wajar yang serupa. Suatu aset tetap juga dapat dilepas dalam pertukaran dengan kepemilikan aset yang serupa. Dalam keadaan tersebut tidak ada keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang baru diperoleh dicatat sebesar nilai tercatat (carrying amount) atas aset yang dilepas.
c)
Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan bukti adanya suatu pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. Dalam kondisi seperti ini, aset yang dilepas harus diturun-nilai-bukukan (written down) dan nilai setelah diturun-nilai-bukukan (written down) tersebut merupakan nilai aset yang diterima. Contoh dari pertukaran atas aset yang serupa termasuk pertukaran bangunan, mesin, peralatan khusus, dan kapal terbang. Apabila terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas, maka hal ini mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak mempunyai nilai yang sama.
6) Aset Donasi. a)
Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan.
b)
Sumbangan aset tetap didefinisikan sebagai transfer tanpa persyaratan suatu aset tetap ke suatu entitas, misalnya perusahaan nonpemerintah memberikan bangunan yang dimilikinya untuk digunakan oleh satu unit pemerintah daerah tanpa persyaratan apapun. Penyerahan aset tetap tersebut akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya secara hukum, seperti adanya akta hibah.
57
c)
Tidak termasuk aset donasi, apabila penyerahan aset tetap tersebut dihubungkan dengan kewajiban entitas lain kepada pemerintah daerah. Sebagai contoh, satu perusahaan swasta membangun aset tetap untuk pemerintah daerah dengan persyaratan kewajibannya kepada pemerintah daerah telah dianggap selesai.
Perolehan aset tetap tersebut harus
diperlakukan seperti perolehan aset tetap dengan pertukaran. Apabila perolehan aset tetap memenuhi kriteria perolehan aset donasi, maka perolehan tersebut diakui sebagai pendapatan operasional pemerintah daerah dan jumlah yang sama juga diakui sebagai belanja modal dalam laporan realisasi anggaran dan disajikan di Neraca sesuai dengan aset donasi yang diterima dengan penjelasan dan diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 7) Perolehan aset tetap secara gabungan. Jika aset tetap diperoleh secara gabungan, biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan 8) Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap. a)
Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomi di masa yang akan datang.
b)
Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
c)
Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah daerah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.
d)
Aset tetap yang masih dalam proses penghapusan, sepanjang SK Bupati tentang penghapusan belum terbit, pencatatannya direklas ke aset lainnya.
9) Penyusutan. a)
Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang dapat disusutkan (depreciable assets) selama masa manfaat aset yang bersangkutan. Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap dalam neraca dan beban penyusutan dalam laporan operasional.
b)
Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut.
c)
Aset Tetap Lainnya berupa hewan, tanaman, dan buku perpustakaan tidak dilakukan penyusutan secara periodik, melainkan diterapkan penghapusan pada saat Aset Tetap Lainnya tersebut sudah tidak dapat digunakan atau mati.
58
d)
Metode penyusutan yang digunakan adalah metode garis lurus dengan estimasi masa manfaat sesuai tabel : Tabel Masa Manfaat Aset Tetap Nomor
I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 II 1 2 3 4
Uraian ASET TETAP Peralatan dan Mesin Alat-Alat Besar Darat Alat-Alat Besar Apung Alat-alat Bantu Alat Angkutan Darat Bermotor Alat Angkutan Berat Tak Bermotor Alat Angkut Apung Bermotor Alat Angkut Apung Tak Bermotor Alat Angkut Bermotor Udara Alat Bengkel Bermesin Alat Bengkel Tak Bermesin Alat Ukur Alat Pengolahan Pertanian Alat Pemeliharaan Tanaman/Alat Penyimpan Pertanian Alat Kantor Alat Rumah Tangga Peralatan Komputer Meja Dan Kursi Kerja/Rapat Pejabat Alat Studio Alat Komunikasi Peralatan Pemancar Alat Kedokteran Alat Kesehatan Unit-Unit Laboratorium Alat Peraga/Praktek Sekolah Unit Alat Laboratorium Kimia Nuklir Alat Laboratorium Fisika Nuklir / Elektronika Alat Proteksi Radiasi / Proteksi Lingkungan Radiation Aplication and Non Destructive Testing Laboratory (BATAM) Alat Laboratorium Lingkungan Hidup Peralatan Laboratorium Hidrodinamika Senjata Api Persenjataan Non Senjata Api Alat Keamanan dan Perlindungan Gedung dan Bangunan Bangunan Gedung Tempat Kerja Bangunan Gedung Tempat Tinggal Bangunan Menara Bangunan Bersejarah
Masa Manfaat (Tahun)
10 8 7 7 2 10 3 20 10 5 5 4 4 5 5 4 5 5 5 10 5 5 8 10 15 15 10 10
7 15 10 3 5 50 50 40 50
59
5 6 7 8 9 10 11 III 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Tugu Peringatan Candi Monumen/Bangunan Bersejarah Tugu Peringatan Lain Tugu Titik Kontrol/Pasti Rambu-Rambu Rambu-Rambu Lalu Lintas Udara Jalan, Irigasi, dan Jaringan Jalan Jembatan Bangunan Air Irigasi Bangunan Air Pasang Surut Bangunan Air Rawa Bangunan Pengaman Sungai dan Penanggulangan Bencana Alam Bangunan Pengembangan Sumber Air dan Air Tanah Bangunan Air Bersih/Baku Bangunan Air Kotor Bangunan Air Instalasi Air Minum/Air Bersih Instalasi Air Kotor Instalasi Pengolahan Sampah Instalasi Pengolahan Bahan Bangunan Instalasi Pembangkit Listrik Instalasi Gardu Listrik Instalasi Pertahanan Instalasi Gas Instalasi Pengaman Jaringan Air Minum Jaringan Listrik Jaringan Telepon Jaringan Gas
50 50 50 50 50 50 50 10 50 50 50 25 10 30 40 40 40 30 30 10 10 40 40 30 30 20 30 40 20 30
Penambahan masa manfaat aset tetap karena adanya perbaikan terhadap aset tetap baik berupa overhaul dan renovasi disajikan pada tabel berikut :
URAIAN
JENIS
Persentase Renovasi/ Restorasi/ Overhaul dari Nilai Perolehan (Diluar Penyusutan)
Penambahan Masa Manfaat (Tahun)
>0% s.d. 30%
1
>30% s.d 45%
3
>45% s.d 65%
5
>0% s.d. 30%
1
Alat Besar Alat Besar Darat
Alat Besar Apung
Overhaul
Overhaul
60
Alat Bantu
Overhaul
>30% s.d 45%
2
>45% s.d 65%
4
>0% s.d. 30%
1
>30% s.d 45%
2
>45% s.d 65%
4
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
2
>50% s.d 75%
3
>75% s.d.100%
4
>0% s.d. 25%
0
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
1
>75% s.d.100%
1
>0% s.d. 25%
2
>25% s.d 50%
3
>50% s.d 75%
4
>75% s.d.100%
6
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
1
>75% s.d.100%
2
>0% s.d. 25%
3
>25% s.d 50%
6
>50% s.d 75%
9
>75% s.d.100%
12
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
2
>50% s.d 75%
3
>75% s.d.100%
4
Alat Angkutan Alat Angkutan Darat Bermotor
Alat Angkutan Darat Tak Bermotor
Alat Angkutan Apung Bermotor
Alat Angkutan Apung Tak Bermotor
Alat Angkutan Bermotor Udara
Overhaul
Overhaul
Overhaul
Renovasi
Overhaul
Alat Bengkel dan Alat Ukur Alat Bengkel Bermesin
Overhaul
61
Alat Bengkel Tak ber Mesin
Alat Ukur
Renovasi
Overhaul
>0% s.d. 25%
0
>25% s.d 50%
0
>50% s.d 75%
1
>75% s.d.100%
1
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
2
>50% s.d 75%
2
>75% s.d.100%
3
>0% s.d. 20%
1
>21% s.d 40%
2
>51% s.d 75%
5
>0% s.d. 25%
0
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
2
>75% s.d.100%
3
>0% s.d. 25%
0
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
2
>75% s.d.100%
3
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
2
>75% s.d.100%
3
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
2
>75% s.d.100%
3
>0% s.d. 25%
2
>25% s.d 50%
3
>50% s.d 75%
4
>75% s.d.100%
5
Alat Pertanian Alat Pengolahan
Overhaul
Alat Kantor dan Rumah Tangga Alat Kantor
Alat Rumah Tangga
Alat Studio, Komunikasi dan Pemancar
Overhaul
Overhaul
Overhaul
Alat Studio
Alat Komunikasi
Peralatan Pemancar
Overhaul
Overhaul
62
Peralatan Komunikasi Navigasi
Overhaul
>0% s.d. 25%
2
>25% s.d 50%
5
>50% s.d 75%
7
>75% s.d.100%
9
>0% s.d. 25%
0
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
2
>75% s.d.100%
3
>0% s.d. 25%
0
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
2
>75% s.d.100%
3
>0% s.d. 25%
2
>25% s.d 50%
3
>50% s.d 75%
4
>75% s.d.100%
4
>0% s.d. 25%
3
>25% s.d 50%
5
>50% s.d 75%
7
>75% s.d.100%
8
>0% s.d. 25%
3
>25% s.d 50%
5
>50% s.d 75%
7
>75% s.d.100%
8
>0% s.d. 25%
2
>25% s.d 50%
4
>50% s.d 75%
5
>75% s.d.100%
5
>0% s.d. 25%
2
Alat Kedokteran dan Kesehatan Alat Kedokteran
Alat Kesehatan Umum
Overhaul
Overhaul
Alat laboratorium Unit Alat laboratorium
Unit Alat laboratorium Kimia Nuklir
Alat Laboratorium Fisika
Alat Proteksi radiasi / Proteksi Lingkungan
Radiation Application & Non Destructive Testing laboratory
Overhaul
Overhaul
Overhaul
Overhaul
Overhaul
63
Alat laboratorium Lingkungan Hidup
Peralatan Laboratorium Hidrodinamica
Alat laboratorium Standarisasi Kalibrasi & Instrumentasi
Overhaul
Overhaul
Overhaul
>25% s.d 50%
4
>50% s.d 75%
5
>75% s.d.100%
5
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
2
>50% s.d 75%
3
>75% s.d.100%
4
>0% s.d. 25%
3
>25% s.d 50%
5
>50% s.d 75%
7
>75% s.d.100%
8
>0% s.d. 25%
2
>25% s.d 50%
4
>50% s.d 75%
5
>75% s.d.100%
5
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
2
>50% s.d 75%
3
>75% s.d.100%
4
>0% s.d. 25%
0
>25% s.d 50%
0
>50% s.d 75%
1
>75% s.d.100%
1
>0% s.d. 25%
0
>25% s.d 50%
0
>50% s.d 75%
0
>75% s.d.100%
2
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
2
Alat Persenjataan Senjata Api
Persenjataan Non Senjata Api
Senjata Sinar
Alat Khusus Kepolisian
Overhaul
Renovasi
Overhaul
Overhaul
64
>75% s.d.100%
2
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
2
>75% s.d.100%
2
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
2
>75% s.d.100%
2
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
2
>50% s.d 75%
2
>75% s.d.100%
3
>0% s.d. 25%
2
>25% s.d 50%
4
>50% s.d 75%
5
>75% s.d.100%
5
>0% s.d. 25%
2
>25% s.d 50%
4
>50% s.d 75%
6
>75% s.d.100%
7
>0% s.d. 25%
0
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
1
>75% s.d.100%
2
>0% s.d. 25%
0
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
1
>75% s.d.100%
2
Komputer Komputer Unit
Peralatan Komputer
Overhaul
Overhaul
Alat Eksplorasi Alat Eksplorasi Topografi
Alat Eksplorasi Geofisika
Overhaul
Overhaul
Alat Pengeboran Alat Pengeboran Mesin
Alat Pengeboran Non Mesin
Overhaul
Renovasi
Alat Produksi Pengolahan dan Pemurnian Sumur
Renovasi
65
Produksi
Pengolahan dan Pemurnian
Renovasi
Overhaul
>0% s.d. 25%
0
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
1
>75% s.d.100%
2
>0% s.d. 25%
3
>25% s.d 50%
5
>50% s.d 75%
7
>75% s.d.100%
8
>0% s.d. 25%
2
>25% s.d 50%
4
>50% s.d 75%
6
>75% s.d.100%
7
>0% s.d. 25%
2
>25% s.d 50%
4
>50% s.d 75%
6
>75% s.d.100%
7
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
2
>50% s.d 75%
2
>75% s.d.100%
3
>0% s.d. 25%
0
>25% s.d 50%
0
>50% s.d 75%
1
>75% s.d.100%
2
>0% s.d. 25%
0
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
1
>75% s.d.100%
2
>0% s.d. 25%
2
>25% s.d 50%
3
>50% s.d 75%
4
Alat Bantu Explorasi Alat Bantu Explorasi
Alat Bantu Produksi
Overhaul
Overhaul
Alat keselamatan Kerja Alat Deteksi
Alat Pelindung
Alat Sar
Alat Kerja Penerbang
Overhaul
Renovasi
Renovasi
Overhaul
66
>75% s.d.100%
6
>0% s.d. 25%
2
>25% s.d 50%
4
>50% s.d 75%
5
>75% s.d.100%
5
>0% s.d. 25%
2
>25% s.d 50%
3
>50% s.d 75%
4
>75% s.d.100%
4
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
2
>50% s.d 75%
3
>75% s.d.100%
4
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
2
>50% s.d 75%
2
>75% s.d.100%
4
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
2
>75% s.d.100%
2
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
1
>50% s.d 75%
2
>75% s.d.100%
2
>0% s.d. 25%
5
Alat Peraga Alat Peraga Pelatihan dan Percontohan
Overhaul
Peralatan Proses / Produksi Unit Peralatan Proses / Produksi
Overhaul
Rambu-rambu Rambu-rambu Lalu lintas Darat
Rambu-rambu Lalu lintas Udara
Rambu-rambu Lalu lintas Laut
Overhaul
Overhaul
Overhaul
Peralatan Olah Raga Peralatan Olah Raga
Renovasi
Bangunan Gedung Bangunan Gedung
Renovasi
67
Tempat Kerja
Bangunan Gedung Tempat Tinggal
Renovasi
>25% s.d 50%
10
>50% s.d 75%
15
>75% s.d.100%
50
>0% s.d. 30%
5
>30% s.d 45%
10
>45% s.d 65%
15
>0% s.d. 30%
5
>30% s.d 45%
10
>45% s.d 65%
15
>0% s.d. 30%
5
>30% s.d 45%
10
>45% s.d 65%
15
>0% s.d. 30%
5
>30% s.d 45%
10
>45% s.d 65%
15
>0% s.d. 30%
2
>30% s.d 60%
5
>60% s.d 100%
10
>0% s.d. 30%
5
>30% s.d 45%
10
>45% s.d 65%
15
>0% s.d. 5%
2
>5% s.d 10%
5
>10% s.d 20%
10
>0% s.d. 5%
2
>5% s.d 10%
5
Monumen Candi/ Tugu Peringatan / Prasasti
Renovasi
Bangunan Menara Bangunan Menara Perambuan
Renovasi
Tugu Titik Kontrol / Prasasti Tugu / Tanda batas
Renovasi
Jalan dan Jembatan Jalan
Jembatan
Renovasi
Renovasi
Bangunan Air Bangunan Air Irigasi
Bangunan Pengairan Pasang Surut
Renovasi
Renovasi
68
Bangunan Pengembangan Rawa dan Polder
Bangunan Pengaman Sungai/Pantai & Penanggulangan Bencana alam
Bangunan Pengembangan Sumber air dan Tanah
Bangunan Air Bersih/Air Baku
Bangunan Air Kotor
Renovasi
Renovasi
Renovasi
Renovasi
Renovasi
>10% s.d 20%
10
>0% s.d. 5%
1
>5% s.d 10%
3
>10% s.d 20%
5
>0% s.d. 5%
1
>5% s.d 10%
2
>10% s.d 20%
3
>0% s.d. 5%
1
>5% s.d 10%
2
>10% s.d 20%
3
>0% s.d. 30%
5
>30% s.d 45%
10
>45% s.d 65%
15
>0% s.d. 30%
5
>30% s.d 45%
10
>45% s.d 65%
15
>0% s.d. 30%
2
>30% s.d 45%
7
>45% s.d 65%
10
>0% s.d. 30%
2
>30% s.d 45%
7
>45% s.d 65%
10
>0% s.d. 30%
1
>30% s.d 45%
3
>45% s.d 65%
5
>0% s.d. 30%
1
>30% s.d 45%
3
>45% s.d 65%
5
Instalasi Instalasi Air Bersih/Air baku
Instalasi Air Kotor
Instalasi Pengelolahan Sampah
Instalasi Pengolahan Bahan Bangunan
Renovasi
Renovasi
Renovasi
Renovasi
69
Instalasi Pembangkit Listrik
Instalasi gardu Listrik
Instalasi Pertahanan
Instalasi gas
Instalasi Pengaman
Instalasi Lain
Renovasi
Renovasi
Renovasi
Renovasi
Renovasi
Renovasi
>0% s.d. 30%
5
>30% s.d 45%
10
>45% s.d 65%
15
>0% s.d. 30%
5
>30% s.d 45%
10
>45% s.d 65%
15
>0% s.d. 30%
1
>30% s.d 45%
3
>45% s.d 65%
5
>0% s.d. 30%
5
>30% s.d 45%
10
>45% s.d 65%
15
>0% s.d. 30%
1
>30% s.d 45%
1
>45% s.d 65%
3
>0% s.d. 30%
1
>30% s.d 45%
1
>45% s.d 65%
3
>0% s.d. 30%
2
>30% s.d 45%
7
>45% s.d 65%
10
>0% s.d. 30%
5
>30% s.d 45%
10
>45% s.d 65%
15
>0% s.d. 30%
2
>30% s.d 45%
5
>45% s.d 65%
10
>0% s.d. 30%
2
>30% s.d 45%
7
>45% s.d 65%
10
>0% s.d. 25%
1
>25% s.d 50%
1
Jaringan Jaringan air Minum
Jaringan Listrik
Jaringan Telepon
Jaringan Gas
Alat Musik Modern/Band
Overhaul
Overhaul
Overhaul
Overhaul
Overhaul
70
>50% s.d 75%
2
>75% s.d 100%
2
ASET TETAP DALAM RENOVASI Peralatan dan Mesin dalam renovasi
Overhaul
>0% s.d. 100%
2
Gedung dan bangunan dalam Renovasi
Renovasi
>0% s.d. 30%
5
>30% s.d 45%
10
>45% s.d 65%
15
>0% s.d. 100%
5
Jaringan Irigasi dan Jaringan dalam Renovasi
e)
Renovasi /Overhaul
Formula penghitungan penyusutan barang milik daerah adalah sebagai berikut : Nilai yang dapat disusutkan Penyusutan per periode = Masa manfaat Keterangan : (1) Penyusutan per periode merupakan nilai penyusutan untuk aset tetap suatu periode yang dihitung pada akhir tahun; (2) Nilai yang dapat disusutkan merupakan nilai buku per 31 Desember 2014 untuk Aset Tetap yang diperoleh sampai dengan 31 Desember 2014. Untuk
Aset
Tetap
yang
diperoleh
setelah
31
Desember
2014
menggunakan nilai perolehan; (3) Masa manfaat adalah periode suatu Aset Tetap yang diharapkan digunakan untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik atau jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik; f)
Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau secara periodik dan jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya, penyusutan periode sekarang dan yang akan datang harus dilakukan penyesuaian.
g)
Untuk Aset Tetap yang dicatat secara intra komptabel dilakukan penyusutan dan tetap dicatat dalam catatan intra komptabel walaupun nilai akhir aset dibawah nilai kapitalisasi.
h)
Untuk Aset Tetap yang dicatat secara ekstra komptabel dilakukan penyusutan, dan apabila ada biaya pemeliharaan yang melebihi nilai kapitalisasi dan memenuhi kriteria aset intra komptabel akan masuk ke aset intra komtabel.
i)
Untuk pelaksanaan penyusutan dapat dikelompokkan sebagai berikut : (1) Aset yang diperoleh pada tahun dimulainya penerapan penyusutan. Aset tersebut sudah disajikan dengan nilai perolehan. Perhitungan penyusutannya adalah untuk tahun dimulainya penerapan penyusutan saja. (2) Aset yang diperoleh setelah penyusunan neraca awal hingga satu tahun sebelum dimulainya penerapan penyusutan.
71
Aset tersebut sudah disajikan dengan nilai perolehan. Perhitungan penyusutannya terdiri dari penyusutan tahun berjalan dan koreksi penyusutan tahun-tahun sebelumnya. (3) Aset yang diperoleh sebelum penyusunan neraca awal. Untuk aset yang diperoleh lebih dari 1 (satu) tahun sebelum saat penyusunan neraca awal maka aset tersebut disajikan dengan nilai wajar pada saat penyusunan neraca awal. Untuk menghitung penyusutannya, pertama ditetapkan sisa masa manfaat pada saat penyusunan neraca awal, selanjutnya dihitung masa antara neraca awal dengan saat penerapan penyusutan. 10) Penilaian kembali aset. a)
Penilaian kembali atau revaluasi aset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut penilaian aset berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran.
b)
Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional.
c)
Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas. Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam akun ekuitas.
d)
Jika aset tetap disajikan pada jumlah yang dinilai kembali, maka harus diungkapkan dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap, tanggal efektiv penilaian kembali, hakekat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya pengganti, nilai tercatat setiap jenis aset tetap dan nama penilai independen (bila ada).
11) Pengungkapan Aset Tetap. Catatan atas Laporan Keuangan terkait masing-masing jenis aset tetap harus mengungkapkan/menyajikan tentang dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat, rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan mutasi aset tetap, informasi penyusutan, dan informasi lain yang dianggap perlu. g. Aset Lainnya. 1)
Aset lainnya adalah aset pemerintah daerah yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai aset lancar, investasi jangka panjang, aset tetap, dan dana cadangan.
2)
Aset Lainnya terdiri dari : a)
Tagihan Piutang Penjualan Angsuran. (1) Pengakuan : Tagihan piutang penjualan angsuran menggambarkan jumlah yang dapat diterima dari penjualan aset pemerintah daerah secara angsuran kepada pegawai pemerintah daerah/Bupati/Wakil Bupati. Contoh tagihan piutang penjualan angsuran antara lain adalah penjualan rumah dinas dan penjualan kendaraan dinas.
72
Tagihan piutang penjualan angsuran diakui pada saat terbitnya berita acara penjualan angsuran atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Pengukuran : Tagihan piutang penjualan angsuran dinilai sebesar nilai nominal dari kontrak/berita acara penjualan aset yang bersangkutan setelah dikurangi dengan angsuran yang telah dibayarkan oleh pegawai pemerintah daerah/ Bupati/Wakil Bupati ke kas umum daerah atau daftar saldo tagihan penjualan angsuran. b) Tagihan Tuntutan Ganti Kerugian Daerah. (1) Tuntutan Perbendaharaan (TP) merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap bendahara dengan tujuan untuk menuntut penggantian atas suatu kerugian yang diderita oleh pemerintah daerah sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh bendahara tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas kewajibannya. (2) Tuntutan Ganti Rugi (TGR) merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap pegawai negeri bukan bendahara dengan tujuan untuk menuntut
penggantian
atas
suatu
kerugian
yang
diderita
oleh
pemerintah daerah sebagai akibat langsung ataupun tidak langsung dari suatu perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pegawai tersebut atau kelalaian dalam pelaksanaan tugas kewajibannya. (3) Pengakuan : TPTGR diakui ketika terbit putusan TPTGR yaitu berupa Surat Keputusan Pembebanan Penggantian Kerugian (SKP2K) atau SKTJM. (4) Pengukuran : (a)
Tuntutan Perbendaharaan dinilai sebesar nilai nominal dalam Surat Keputusan Pembebanan setelah dikurangi dengan setoran yang telah dilakukan oleh bendahara yang bersangkutan ke kas umum daerah.
(b)
Tuntutan Ganti Rugi dinilai sebesar nilai nominal dalam Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak (SKTJM) setelah dikurangi dengan setoran yang telah dilakukan oleh pegawai yang bersangkutan ke kas umum daerah.
c)
Kemitraan dengan Pihak Ketiga. (1)
Kemitraan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan/atau hak usaha yang dimiliki.
(2)
Bentuk kemitraan tersebut antara lain dapat berupa :
73
(a) Sewa. −
Pengakuan : Kemitraan dengan pihak ketiga berupa sewa diakui pada saat terjadi
perjanjian
kerjasama/kemitraan,
yaitu
dengan
perubahan klasifikasi aset dari aset tetap menjadi aset lainnya kerjasama/kemitraan – sewa. −
Pengukuran : Sewa dinilai sebesar nilai nominal dari kontrak/berita acara sewa.
(b) Kerjasama pemanfaatan. −
Pengakuan : Kemitraan
dengan
pemanfaatan
pihak
diakui
ketiga
berupa
kerjasama
saat
terjadi
perjanjian
pada
kerjasama/kemitraan, yaitu dengan perubahan klasifikasi aset dari aset tetap menjadi aset lainnya kerjasama/kemitraan – kerjasama pemanfaatan. −
Pengukuran : Kerjasama pemanfaatan dinilai dari nilai bersih yang tercatat pada saat perjanjian atau nilai wajar pada saat perjanjian, dipilih yang paling obyektif atau yang paling berdaya uji.
(c) Bangun, Kelola/Guna, Serah. −
Bangun, Kelola/Guna, Serah adalah suatu bentuk kerjasama berupa pemanfaatan aset pemerintah daerah oleh pihak ketiga/investor, dengan cara pihak ketiga/investor tersebut mendirikan bangunan dan/atau sarana lain berikut fasilitasnya serta mendayagunakannya dalam jangka waktu tertentu, untuk kemudian menyerahkannya kembali bangunan dan/atau sarana lain berikut fasilitasnya kepada pemerintah daerah setelah berakhirnya jangka waktu yang disepakati (masa konsesi). Dalam perjanjian ini pencatatannya dilakukan terpisah oleh masing-masing pihak.
−
Pada akhir masa konsesi ini, penyerahan aset oleh pihak ketiga/investor kepada pemerintah daerah sebagai pemilik aset, biasanya tidak disertai dengan pembayaran oleh pemerintah daerah. Kalaupun disertai pembayaran oleh pemerintah daerah, pembayaran tersebut dalam jumlah yang sangat rendah. Penyerahan dan pembayaran aset Bangun, Kelola/Guna, kerjasama.
Serah
ini
harus
diatur
dalam
perjanjian
74
−
Pengakuan : Bangun, Kelola/Guna, Serah dicatat sebesar nilai aset yang diserahkan
oleh
Pemerintah
daerah
kepada
pihak
ketiga/investor untuk membangun aset Bangun, Kelola/Guna, Serah
tersebut.
Aset
yang
berada
dalam
Bangun,
Kelola/Guna, Serah ini disajikan terpisah dari aset tetap. −
Pengukuran : Dicatat sebesar nilai buku aset tetap yang diserahkan oleh pemerintah kepada pihak ketiga/investor untuk membangun aset Bangun, Kelola/Guna, Serah tersebut.
(d) Bangun, Serah, Kelola/Guna. −
Bangun, Serah, Kelola/Guna adalah pemanfaatan aset pemerintah daerah oleh pihak ketiga/investor, dengan cara pihak ketiga/investor tersebut mendirikan bangunan dan/atau sarana lain berikut fasilitasnya kemudian menyerahkan aset yang dibangun tersebut kepada pemerintah daerah untuk dikelola/digunakan sesuai dengan tujuan pembangunan aset tersebut oleh pihak ketiga/investor tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
−
Penyerahan
aset
pemerintah
daerah
oleh
pihak
biasanya
ketiga/investor tidak
kepada
disertai
dengan
pembayaran oleh pemerintah daerah. Kalaupun disertai pembayaran oleh pemerintah daerah, pembayaran tersebut dalam
jumlah
yang
sangat
rendah.
Penyerahan
dan
pembayaran aset Bangun, Serah, Kelola/Guna ini harus diatur dalam perjanjian kerjasama. −
Pengakuan : Bangun,
Serah,
Kelola/Guna
diakui
pada
saat
pengadaan/pembangunan gedung dan/atau sarana berikut fasilitasnya
selesai
dan
siap
digunakan
untuk
digunakan/dioperasikan. −
Pengukuran : Bangun, Serah, Kelola/Guna dicatat sebesar nilai perolehan aset yang dibangun, yaitu sebesar nilai aset yang dipisahkan dari aset tetap ditambah dengan jumlah aset yang dibangun oleh
pihak
kerjasama.
ketiga/investor
sesuai
dengan
perjanjian
75
d) Aset Tidak Berwujud. (1)
Aset tidak berwujud adalah aset yang secara fisik tidak dapat dinyatakan atau tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset tidak berwujud dapat diperoleh melalui pembelian atau dapat dikembangkan sendiri oleh pemerintah daerah.
(2)
Aset tidak berwujud antara lain meliputi : (a) software komputer yang dipergunakan dalam jangka waktu lebih dari satu tahun, merupakan software yang bukan merupakan bagian tak terpisahkan dari hardware komputer tertentu. (b) lisensi dan franchise. (c) hak cipta (copyright), paten, dan hak lainnya. (d) Royalti. (e) hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang. (f) Hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang adalah suatu kajian atau penelitian yang memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial di masa yang akan datang yang dapat diidentifikasi sebagai aset. Apabila hasil kajian tidak dapat diidentifikasi dan tidak memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial maka tidak dapat dikapitalisasi sebagai aset tidak berwujud.
(3)
Pengakuan : Sesuatu diakui sebagai aset tak berwujud jika dan hanya jika : −
Kemungkinan besar diperkirakan manfaat ekonomi di masa datang yang diharapkan atau jasa potensial yang diakibatkan dari aset tak berwujud tersebut akan mengalir kepada Pemerintah Daerah atau dinikmati oleh entitas ; dan
− (4)
Biaya perolehan atau nilai wajarnya dapat diukur dengan andal.
Pengukuran : Aset tak berwujud dicatat sebesar harga perolehan, namun jika tidak dapat ditelusuri maka dapat dicatat sebesar nilai wajar. Pengeluaran atas aset tak berwujud yang awalnya telah diakui oleh entitas sebagai beban tidak dapat dianggap sebagai bagian dari harga perolehan aset tak berwujud tersebut dikemudian hari.
e)
Aset Lain-Lain. (1)
Pos Aset Lain-lain digunakan untuk mencatat aset lainnya yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam Aset Tak Berwujud, Tagihan Penjualan Angsuran, Tuntutan Perbendaharaan, Tuntutan Ganti Rugi, dan Kemitraan dengan Pihak Ketiga.
(2)
Contoh dari aset lain-lain adalah aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif Pemerintah Daerah.
76
(3)
Pengakuan : Aset lain-lain diakui pada saat dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah dan direklasifikasikan kedalam aset lain-lain.
(4)
Pengukuran : Aset lain-lain yang berasal dari reklasifikasi aset tetap dicatat sebesar nilai tercatat/nilai bukunya.
h. Aset Bersejarah. 1)
Kebijakan ini tidak mengharuskan pemerintah daerah untuk menyajikan aset bersejarah (heritage assets) di neraca namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
2)
Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset bersejarah adalah bangunan bersejarah, monumen, tempat-tempat purbakala (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art). Karakteristik-karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset bersejarah antara lain : a)
nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar.
b)
peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat pelepasannya untuk dijual.
c)
tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun.
d)
sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat mencapai ratusan tahun.
3)
Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang tak terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
4)
Pemerintah daerah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang diperoleh selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan.
5)
Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah unit koleksi yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas Laporan Keuangan dengan tanpa nilai.
6)
Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus dibebankan sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya tersebut termasuk seluruh biaya yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan.
7)
Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya kepada pemerintah daerah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap.
77
8)
Untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada karakteristik sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins).
i. Aset Infrastruktur. 1)
Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur. Walaupun tidak ada definisi yang universal yang digunakan, aset ini biasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut : a) merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan; b) sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya; c) tidak dapat dipindah-pindahkan; dan d) terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya.
2)
Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh pemerintah daerah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai aset pemerintah daerah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada kebijakan ini.
3)
Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan, sistem pembuangan, dan jaringan komunikasi.
j. Kewajiban. 1) Difinisi Kewajiban : a) Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya
mengakibatkan
aliran
keluar
sumber
daya
ekonomi
pemerintah daerah. b) Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena : (1) Penggunaan sumber pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintahan lain, atau lembaga internasional; (2) Perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, kelebihan setoran pajak
dari wajib pajak,
alokasi/realokasi
pendapatan ke entitas lainnya; (3) Kewajiban dengan pemberi jasa lainnya. c) Dalam
neraca
Pemerintah
Daerah,
kewajiban
disajikan
berdasarkan
likuiditasnya dan terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : Kewajiban Jangka Pendek dan Kewajiban Jangka Panjang. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika diharapkan dibayar (atau jatuh tempo) dalam periode waktu 12 bulan, diluar itu maka akan diklasifikasikan sebagai Kewajiban Jangka Panjang. 2)
Pengakuan Kewajiban : a) Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul.
78
b) Pengakuan Utang (Account Payable) pada saat pemerintah daerah menerima hak atas barang, termasuk barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, pemerintah daerah harus mengakui kewajiban atas jumlah yang belum dibayarkan untuk barang tersebut. 3) Pengukuran Kewajiban : a) Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal neraca. b) Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan berupa PFK yang belum disetorkan kepada pihak lain harus dicatat pada laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus disetorkan. 4) Pengungkapan Kewajiban : a) Informasi tunggakan harus diungkapkan di dalam Catatan atas Laporan Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang. b) Terkait restrukturisasi dan penghapusan utang akan mengacu pada ketentuan yang berlaku. c) Utang pemerintah daerah harus diungkapkan secara rinci dalam bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik kepada pemakainya. 5)
Utang bunga. Utang Bunga timbul karena pemerintah daerah mempunyai utang jangka pendek yang antara lain berupa SPN, utang jangka panjang yang berupa utang luar negeri, utang obligasi negara, utang jangka panjang sektor perbankan dan utang jangka panjang lainnya. Atas utang tersebut terkandung unsur biaya berupa bunga yang harus dibayarkan. Utang bunga, sebagai bagian dari kewajiban atas pokok utang berupa kewajiban bunga atau commitment fee yang telah terjadi dan belum dibayar, dan diakui pada setiap akhir periode pelaporan. Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk akun ini sebesar kewajiban bunga atau commitment fee yang telah terjadi dan belum dibayar pemerintah. Besaran kewajiban tersebut pada naskah perjanjian pinjaman biasanya dinyatakan dalam prosentase dan periode tertentu yang telah disepakati oleh para pihak. Utang bunga atau commitment fee merupakan kewajiban jangka pendek atas pembayaran bunga sampai dengan tanggal pelaporan. Rincian utang bunga atau commitment fee untuk masing-masing jenis utang diungkapkan pada CaLK secara terpisah.
6) Utang jangka pendek lainnya. Utang jangka Pendek Lainnya adalah utang jangka pendek yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai utang jangka pendek.
79
a) Termasuk Utang Jangka Pendek Lainnya adalah pendapatan diterima dimuka, utang biaya, dan kewajiban kepada pihak lain. b) Pendapatan Diterima Dimuka diakui pada saat terdapat/timbul klaim pihak ketiga kepada pemerintah terkait kas yang telah diterima pemerintah dari pihak ketiga tetapi belum ada penyerahan barang/jasa dari pemerintah. Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk akun ini adalah sebesar bagian barang/jasa yang belum diserahkan oleh pemerintah kepada pihak ketiga sampai dengan tanggal neraca. c) Utang biaya adalah utang pemerintah yang timbul karena entitas secara rutin mengikat kontrak pengadaan barang atau jasa dari pihak ketiga yang pembayarannya dikemudian hari. Utang biaya ini pada umumnya terjadi karena pihak ketiga memang melaksanakan praktik menyediakan barang atau jasa dimuka dan melakukan penagihan dibelakang, seperti penyediaan barang berupa listrik, air PAM, telpon oleh masing-masing perusahaan untuk suatu bulan baru ditagih oleh yang bersangkutan kepada entitas selaku pelanggannya pada bulan atau bulan-bulan berikutnya. Utang biaya diakui pada saat klaim pihak ketiga, biasanya dinyatakan dalam bentuk surat penagihan atau invoice, kepada pemerintah terkait penerimaan, barang/jasa yang belum diselesaikan pembayarannya oleh pemerintah. Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk akun ini adalah sebesar biaya yang belum dibayar oleh pemerintah sampai dengan tanggal neraca. d) Kewajiban kepada Pihak Lain adalah saldo dana yang berasal dari SPM LS kepada Bendahara Pengeluaran yang belum seluruhnya diserahkan kepada yang berhak pada akhir tahun misalnya : SPM LS di Bendara Pengeluaran yang belum seluruhnya dibayarkan kepada yang berhak. Kewajiban kepada Pihak Lain diakui apabila pada akhir tahun masih terdapat dana yang berasal dari SPM LS kepada Bendahara Pengeluaran yang belum diserahkan kepada yang berhak. Nilai yang dicantumkan dalam neraca untuk akun ini adalah sebesar biaya yang belum diserahkan kepada yang berhak. 7)
Utang jangka panjang. Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian lancar utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam periode waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Termasuk dalam kategori Bagian Lancar Utang Jangka Panjang adalah jumlah bagian utang jangka panjang yang akan jatuh tempo dan harus dibayarkan dalam periode waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. a) Secara umum, kewajiban jangka panjang adalah semua kewajiban pemerintah daerah yang waktu jatuh temponya lebih dari 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Kewajiban Jangka Panjang terdiri dari :
80
(1) Utang Dalam Negeri; (2) Utang Luar Negeri. b) Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima dan/atau pada saat kewajiban timbul. Sepanjang tidak diatur secara khusus dalam perjanjian , utang dalam negeri sektor perbankan diakui pada saat dana diterima di Kas Daerah. c) Jumlah tunggakan atas pinjaman pemerintah daerah harus disajikan dalam bentuk Daftar Umur (Aging Schedule) Kreditur pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban. Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh tempo namun pemerintah daerah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang pemerintah daerah mungkin mempunyai saat jatuh tempo sesuai jadwal pada satu tanggal atau serial tanggal saat debitur diwajibkan untuk melakukan pembayaran kepada kreditur.
k. Ekuitas. Kebijakan Akuntansi Ekuitas : 1) Ekuitas adalah kekayaan bersih Pemerintah Daerah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban Pemerintah Daerah pada tanggal pelaporan. Saldo Ekuitas di Neraca berasal dari saldo akhir ekuitas pada Laporan Perubahan Ekuitas. 2) Saldo Ekuitas berasal dari Ekuitas awal ditambah (dikurang) oleh Surplus/Defisit LO dan perubahan lainnya seperti koreksi nilai persediaan, selisih evaluasi Aset Tetap dan lain-lain.
l.
Dana Cadangan. 1) Difinisi a) Dana cadangan merupakan dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. b) Dana cadangan dirinci menurut tujuan pembentukannya. c) Untuk pembentukan dana cadangan harus ditetapkan dalam Peraturan Daerah yang didalamnya mencakup :
(1) Penetapan tujuan pembentukan dana cadangan; (2) Program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan; (3) Besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan dan ditransfer ke rekening dana cadangan dalam bentuk rekening tersendiri;
(4) sumber dana cadangan; dan (5) Tahun anggaran pelaksanaan dana cadangan.
81
2) Pengakuan
a) Pembentukan dana cadangan ini akan dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan, sedangkan pencairannya akan dianggarkan pada penerimaan pembiayaan.
b) Dana cadangan diakui saat terjadi pemindahan dana dari Rekening Kas Daerah ke Rekening dana cadangan. Proses pemindahan ini harus melalui proses penatausahaan yang menggunakan mekanisme LS. 3) Pengukuran a) Pembentukan Dana Cadangan Pembentukan dana cadangan diakui ketika PPKD telah menyetujui SP2D-LS terkait pembentukan dana cadangan diukur sebesar nilai nominal. b) Hasil Pengelolaan Dana Cadangan Penerimaan hasil atas pengelolaan dana cadangan misalnya berupa jasa giro/bunga diperlakukan sebagai penambah dana cadangan atau dikapitalisasi ke dana cadangan. Hasil pengelolaan tersebut dicatat sebagai Pendapatan-LRA dan Pendapatan LO dalam pos Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang SahJasa Giro/Bunga dana cadangan. Hasil pengelolaan hasil dana cadangan diukur sebesar nilai nominal. c) Pencairan Dana Cadangan Apabila dana cadangan telah memenuhi pagu anggaran maka BUD akan membuat surat perintah pemindahan buku dari Rekening dana cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah untuk pencairan danacadangan. Pencairan dana cadangan diukur sebesar nilai nominal. 4) Pengungkapan Pengungkapan dana cadangan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK), sekurang-kurangnya harus diungkapkan hal-hal sebagai berikut : a) Dasar hukum (peraturan daerah) pembentukan dana cadangan; b) Tujuan pembentukan dana cadangan; c) Program dan kegiatan yang akan dibiayai dari dana cadangan; d) Besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan dan ditransfer ke rekening dana cadangan; e) Sumber dana cadangan; dan f)
Tahun Anggaran pelaksanaan dan pencairan dana cadangan.
9. Kebijakan akuntansi koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, perubahan estimasi akuntansi dan operasi yang tidak berkelanjutan. a.
Koreksi kesalahan. 1)
Kesalahan adalah penyajian akun/pos yang secara signifikan tidak sesuai dengan yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode berjalan atau periode sebelumnya.
2)
Koreksi adalah tindakan pembetulan secara akuntansi agar akun/pos yang tersaji dalam laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang seharusnya.
82
3)
Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau beberapa periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan. Kesalahan mungkin timbul karena keterlambatan penyampaian bukti transaksi oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan aritmatik, kesalahan penerapan standar dan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta, kecurangan atau kelalaian.
4)
Dalam mengoreksi suatu kesalahan akuntansi, jumlah koreksi yang berhubungan dengan periode sebelumnya harus dilaporkan dengan menyesuaikan baik Saldo Anggaran Lebih maupun saldo ekuitas. Koreksi yang berpengaruh material pada periode berikutnya harus diungkapkan pada catatan atas laporan keuangan.
5)
Kesalahan ditinjau dari kejadiannya dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis, yaitu kesalahan berulang dan kesalahan tidak berulang.
6)
Kesalahan berulang dan sistemik adalah kesalahan yang disebabkan sifat alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang diperkirakan akan terjadi secara berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak dari wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau tambahan pembayaran dari wajib pajak.
7)
Kesalahan tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan tidak akan terjadi kembali, dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis yaitu yang terjadi pada periode berjalan dan yang terjadi pada periode tahun sebelumnya.
8)
Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan, baik yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak, dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam periode berjalan, baik pada akun pendapatan-LRA atau akun belanja, maupun akun pendapatan-LO atau akun beban.
9)
Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan, baik pada akun pendapatan-LRA atau akun belanja, maupun akun pendapatan-LO atau akun beban.
10) Koreksi
kesalahan
atas
pengeluaran
belanja
(sehingga
mengakibatkan
penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang terjadi pada periodeperiode sebelumnya dan menambah posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain–LRA. Dalam hal mengakibatkan pengurangan kas dilakukan dengan pembetulan pada akun Saldo Anggaran Lebih. 11) Koreksi kesalahan atas perolehan aset selain kas yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun aset bersangkutan. 12) Koreksi kesalahan atas beban yang tidak berulang, sehingga mengakibatkan pengurangan beban, yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan
pembetulan
pada
akun
pendapatan
lain-lain-LO.
Dalam
hal
mengakibatkan penambahan beban dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas.
83
13) Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LRA yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih. 14) Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan-LO yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun ekuitas. 15) Koreksi kesalahan atas penerimaan dan pengeluaran pembiayaan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun Saldo Anggaran Lebih. 16) Koreksi kesalahan yang tidak berulang atas pencatatan kewajiban yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan menambah maupun mengurangi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun kas dan akun kewajiban bersangkutan. 17) Koreksi kesalahan tidak berulang yang terjadi pada periode periode sebelumnya dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik sebelum maupun setelah laporan keuangan periode tersebut diterbitkan, pembetulan dilakukan pada akun-akun neraca terkait pada periode kesalahan ditemukan. 18) Kesalahan berulang dan sistemik seperti tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi pengeluaran kas untuk mengembalikan kelebihan pendapatan dengan mengurangi pendapatan-LRA maupun pendapatan-LO yang bersangkutan. 19) Koreksi kesalahan yang berhubungan dengan periode-periode yang lalu terhadap posisi kas dilaporkan dalam Laporan Arus Kas tahun berjalan pada aktivitas yang bersangkutan. 20) Koreksi kesalahan diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
b.
Perubahan Kebijakan Akuntansi. 1)
Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipakai oleh suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.
2)
Perubahan kebijakan akuntansi harus disajikan pada Laporan Perubahan Ekuitas dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
3)
Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau pengukuran akuntansi sebagai akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria kapitalisasi, metode, dan estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan akuntansi.
84
4)
Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh peraturan perundangan atau standar akuntansi pemerintahan yang berlaku, atau apabila diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang lebih relevan dan lebih andal dalam penyajian laporan keuangan entitas.
5)
Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal sebagai berikut : a)
Adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya; dan
b)
Adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang sebelumnya tidak ada atau yang tidak material.
c.
Perubahan Estimasi Akuntansi. 1)
Perubahan estimasi adalah revisi estimasi karena perubahan kondisi yang mendasari estimasi tersebut, atau karena terdapat informasi baru, pertambahan pengalaman dalam mengestimasi, atau perkembangan lain.
2)
Pengaruh atau dampak perubahan estimasi akuntansi disajikan pada Laporan Operasional pada periode perubahan dan periode selanjutnya sesuai sifat perubahan. Sebagai contoh, perubahan estimasi masa manfaat aset tetap berpengaruh pada LO tahun perubahan dan tahun-tahun selanjutnya selama masa manfaat aset tetap tersebut.
3)
Pengaruh perubahan terhadap LO periode berjalan dan yang akan datang diungkapkan
dalam
Catatan
atas
Laporan
Keuangan.
Apabila
tidak
memungkinkan, harus diungkapkan alasan tidak mengungkapkan pengaruh perubahan itu. d. Operasi tidak dilanjutkan. 1) Operasi tidak dilanjutkan adalah penghentian suatu misi atau tupoksi tertentu yang berakibat pelepasan atau penghentian suatu fungsi, program, atau kegiatan, sehingga aset, kewajiban, dan operasi dapat dihentikan tanpa mengganggu fungsi, program, atau kegiatan yang lain. 2) Informasi penting dalam operasi yang tidak dilanjutkan misalnya hakikat operasi, kegiatan, program, proyek yang dihentikan, tanggal efektif penghentian, cara penghentian, pendapatan dan beban tahun berjalan sampai tanggal penghentian apabila dimungkinkan, dampak sosial atau dampak pelayanan, pengeluaran aset atau kewajiban terkait pada penghentian apabila ada harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 3) Agar Laporan Keuangan disajikan secara komparatif, suatu segmen yang dihentikan itu harus dilaporkan dalam Laporan Keuangan walaupun berjumlah nol untuk tahun berjalan. Dengan demikian, operasi yang dihentikan tampak pada Laporan Keuangan.
85
4)
Pendapatan dan beban operasi yang dihentikan pada suatu tahun berjalan, di akuntansikan dan dilaporkan seperti biasa, seolah-olah operasi itu berjalan sampai akhir tahun Laporan Keuangan. Pada umumnya entitas membuat rencana penghentian, meliputi jadwal penghentian bertahap atau sekaligus, resolusi masalah legal, lelang, penjualan, hibah dan lain-lain.
10. Penyajian kembali Neraca. a.
Penyajian kembali adalah perlakuan akuntansi yang dilakukan atas pos-pos dalam Neraca yang perlu dilakukan penyajian kembali pada awal periode ketika Pemerintah daerah untuk pertama kali akan mengimplementasikan kebijakan akuntansi yang baru dari semula basis kas menuju akrual menjadi basis akrual penuh.
b.
c.
Penyajian kembali dilakukan antara lain untuk akun-akun sebagai berikut : 1)
Piutang;
2)
Beban dibayar dimuka;
3)
Persediaan;
4)
Investasi jangka panjang;
5)
Aset tetap;
6)
Aset tidak berwujud;
7)
Utang bunga;
8)
Pendapatan diterima dimuka;
9)
Ekuitas.
Tahapan penyajian kembali : 1)
Menyiapkan data-data yang relevan untuk dasar pengakuan akun-akun terkait.
2)
Menyajikan kembali akun-akun neraca yang belum sama perlakuan kebijakannya, dengan cara menerapkan kebijakan akuntansi yang berlaku yaitu basis akrual.
11. Laporan Operasional. Laporan Operasional menyajikan berbagai unsur pendapatan-LO, beban, surplus/defisit dari operasi, surplus/defisit dari kegiatan non operasional, surplus/defisit sebelum pos luar biasa, pos luar biasa, dan surplus/defisit-LO, yang diperlukan untuk penyajian yang wajar secara komparatif. a.
Pendapatan – LO. 1)
Difinisi Pendapatan – LO. a)
Pendapatan-LO adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah ekuitas dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali.
b)
Pendapatan-LO diklasifikasikan menurut sumber pendapatan (menurut asal dan jenis pendapatan).
c)
Klasifikasi Pendapatan – LO pada level PPKD meliputi Pendapatan Asli Daerah, pendapatan transfer, Lain-lain pendapatan yang sah dan Pendapatan Non Operasional. Sedangkan Klasifikasi Pendapatan – LO pada level SKPD meliputi Pendapata Asli Daerah.
86
2)
Pengakuan Pendapatan – LO. a) Pendapatan-LO diakui pada saat : (1) Timbulnya hak atas pendapatan; (2) Pendapatan direalisasi, yaitu adanya aliran masuk sumber daya ekonomi. b) Pendapatan-LO yang diperoleh berdasarkan peraturan perundang-undangan diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih pendapatan. c) Pendapatan-LO yang diperoleh sebagai imbalan atas suatu pelayanan yang telah selesai diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan, diakui pada saat timbulnya hak untuk menagih imbalan. d) Pendapatan-LO yang diakui pada saat direalisasi adalah hak yang telah diterima oleh pemerintah tanpa terlebih dahulu adanya penagihan. e) Pendapatan – LO pada level PPKD yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah diakui pada saat terbitnya surat ketetapan atas pendapatan terkait. f) Pendapatan – LO pada level PPKD yang berasal dari pendapatan transfer diakui pada saat Peraturan dari Pusat dan APBD yang menginformasikan jumlah dana transfer yang akan diterima oleh pemerintah daerah telah disahkan. g) Pendapatan – LO pada level PPKD yang berasal dari Lain-lain pendapatan yang sah dan Pendapatan Non Operasional diakui pada saat naskah perjanjiannya telah ditandatangani. h) Pendapatan – LO pada level PPKD yang berasal dari pendapatan non operasional diakui pada saat dokumen sumber berupa berita acara telah diterima. i) Pendapatan – LO pada level SKPD yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah diakui pada saat terbitnya surat ketetapan atas pendapatan terkait. (1) Pendapatan – LO pada level SKPD yang berasal dari Pendapatan Pajak Daerah yang ditetapkan Kepala Daerah (Official Assesment) diakui pada saat terbitnya surat ketetapan pajak daerah. (Pajak Reklame, Air Tanah, PBB). (2) Pendapatan – LO pada level SKPD yang berasal dari Pendapatan Pajak Daerah yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak (Self Assesment) diakui pada saat diterima SSPD. Apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan/pengurangan jumlah pajak yang terutang, maka diterbitkan surat ketetapan kurang/lebih bayar yang dijadikan sebagai dasar pengakuan pendapatan-LO. (Pajak Hotel; Pajak Restoran; Pajak Hiburan; Pajak Penerangan Jalan; Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, dan Pajak Parkir, BPHTB). (3) Pendapatan – LO pada level SKPD yang berasal dari Pendapatan Retribusi Daerah diakui pada saat terbitnya Surat Ketetapan Retribusi Daerah.
Apabila
pendapatan
retribusi
daerah
dipungut
selain
menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah maka pendapatan diakui pada saat pembayaran diterima.
87
(4) Pendapatan – LO pada level SKPD yang berasal dari lain-lain PAD yang Sah untuk tuntutan ganti kerugian daerah, pendapatan pengembalian dari temuan pemeriksaan, pendapatan denda pajak dan pendapatan denda retribusi diakui pada saat diterbitkan Surat Keputusan/Ketetapan. (5) Pendapatan–LO pada level SKPD yang berasal dari lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah untuk penerimaan bunga deposito diakui pada saat nota kredit diterima. (6) Pendapatan–LO pada level SKPD yang berasal dari Pendapatan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah untuk penerimaan jasa giro, pendapatan dari pengembalian gaji, pendapatan insidental diakui pada saat direalisasikannya pendapatan tersebut. (7) Pendapatan–LO pada level SKPD yang berasal dari lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah untuk bagian laba atas penyertaan modal ke Badan Usaha Milik Daerah dan pendapatan dari pengelolaan BUKP diakui pada saat adanya surat ketetapan atas pengumuman laba yang menjadi hak daerah. (8) Pendapatan-LO berasal dari hibah berbentuk barang dan barang rampasan diakui pada tanggal transaksi hibah terjadi, diukur dengan nilai wajar barang tersebut. (9) Pendapatan-LO berbentuk jasa diterima diakui pada saat jasa diterima atau dinikmati pemerintah, diukur dengan nilai wajar jasa tersebut. 3) Pengukuran Pendapatan – LO. a) Akuntansi pendapatan-LO dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan pendapatan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). b) Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan-LO bruto (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat di estimasi terlebih dahulu dikarenakan proses belum selesai, maka asas bruto dapat dikecualikan. c) Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan layanan umum. 4) Pengungkapan Pendapatan – LO. Pendapaan disajikan berdasarkan jenis pendapatan dalam Laporan Operasional dan rincian lebih lanjut atas pendapatan tersebut diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. b. Beban. 1)
Difinisi Beban. Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.
88
2)
Pengakuan Beban. a)
Beban diakui pada saat : (1) timbulnya kewajiban; Saat timbulnya kewajiban adalah saat terjadinya peralihan hak dari pihak lain ke pemerintah tanpa diikuti keluarnya kas dari kas umum daerah. Contohnya tagihan rekening telepon dan rekening listrik yang belum dibayar pemerintah. (2) terjadinya konsumsi aset; Yang dimaksud dengan terjadinya konsumsi aset adalah saat pengeluaran kas kepada pihak lain yang tidak didahului timbulnya kewajiban dan/ atau konsumsi aset nonkas dalam kegiatan operasional pemerintah. (3) terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa. Penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa terjadi pada saat penurunan nilai aset sehubungan dengan penggunaan aset bersangkutan/ berlalunya waktu. Contoh penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa adalah penyusutan atau amortisasi.
b) Pengakuan Beban pada PPKD : (1) Beban Bunga. Beban Bunga merupakan alokasi pengeluaran pemerintah daerah untuk pembayaran bunga (interest) yang dilakukan atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding) termasuk beban pembayaran biaya-biaya yang terkait dengan pinjaman dan hibah yang diterima pemerintah daerah seperti biaya commitment fee dan biaya denda. Beban
Bunga
meliputi
Beban
Bunga
Pinjaman
dan Beban Bunga
Obligasi. Beban bunga diakui saat bunga tersebut jatuh tempo untuk dibayarkan. Untuk keperluan pelaporan keuangan, nilai beban bunga diakui sampai dengan tanggal pelaporan walaupun saat jatuh tempo melewati tanggal pelaporan. (2) Beban Subsidi. Beban Subsidi merupakan pengeluaran atau alokasi anggaran yang diberikan pemerintah daerah kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat. Beban subsidi diakui pada saat kewajiban pemerintah daerah untuk memberikan subsidi telah timbul. (3) Beban Hibah. Beban Hibah merupakan beban pemerintah dalam bentuk uang, barang, atau jasa kepada pemerintah, pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan, yang bersifat tidak wajib dan tidak mengikat. Pengakuan beban hibah sesuai NPHD dilakukan bersamaan dengan penyaluran belanja hibah, mengingat kepastian beban tersebut belum dapat ditentukan berdasarkan NPHD karena harus dilakukan verifikasi atas persyaratan penyaluran hibah.
89
(4) Beban Bantuan Sosial. Beban Bantuan Sosial merupakan beban pemerintah daerah dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial. Pengakuan beban bantuan sosial dilakukan bersamaan dengan penyaluran belanja bantuan sosial, mengingat kepastian beban tersebut belum dapat ditentukan sebelum dilakukan verifikasi atas persyaratan penyaluran bantuan sosial. (5) Beban Utang Belanja Bagi Hasil. Belanja bagi hasil yang pada akhir tahun belum direalisasi, maka akan menjadi utang sebesar nilai yang harus dibayar. (6) Beban Penyisihan Piutang. Beban Penyisihan Piutang merupakan cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari akun piutang terkait ketertagihan piutang. Beban Penyisihan Piutang diakui saat akhir tahun. (7) Beban Transfer. Beban Transfer merupakan beban berupa pengeluaran uang atau kewajiban untuk mengeluarkan uang dari pemerintah daerah kepada entitas pelaporan lain yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Beban transfer diakui saat diterbitkan SP2D atau pada saat timbulnya kewajiban pemerintah daerah (jika terdapat dokumen yang memadai). Dalam hal pada akhir Tahun Anggaran terdapat pendapatan yang harus dibagihasilkan tetapi belum disalurkan dan sudah diketahui daerah yang berhak menerima, maka nilai tersebut dapat diakui sebagai beban. c) Pengakuan Beban Pada SKPD : (1) Beban Pegawai. Beban pegawai merupakan kompensasi terhadap pegawai baik dalam bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan kepada pejabat negara, pegawai negeri sipil, dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah daerah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. Pembayaran atas beban pegawai dapat dilakukan melalui mekanisme UP/GU/TU seperti honorarium non PNS, atau melalui mekanisme LS seperti beban gaji dan tunjangan. Beban pegawai yang pembayarannya melalui mekanisme LS, beban pegawai diakui saat diterbitkan SP2D atau pada saat timbulnya kewajiban pemerintah daerah (jika terdapat dokumen yang memadai). Beban pegawai yang pembayarannya melalui mekanisme UP/GU/TU, beban pegawai diakui ketika bukti pembayaran beban (misal: bukti pembayaran honor) telah disahkan pengguna anggaran.
90
(2) Beban Barang. Beban Barang merupakan penurunan manfaat ekonomi dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas, yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban akibat transaksi pengadaan barang dan jasa yang habis pakai, perjalanan dinas, pemeliharaan termasuk pembayaran honorarium kegiatan kepada non pegawai dan pemberian hadiah atas kegiatan tertentu terkait dengan suatu prestasi. Beban barang diakui ketika bukti penerimaan barang atau Berita Acara Serah Terima ditandatangani. Dalam hal pada akhir tahun masih terdapat barang persediaan yang belum terpakai, maka dicatat sebagai pengurang beban. 3) Pengukuran Beban. a) Beban diukur berdasarkan besaran timbulnya kewajiban, besaran terjadinya konsumsi aset dan besaran terjadinya penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa. b) Beban dari transaksi non pertukaran diukur sebesar aset yang digunakan atau dikeluarkan yang pada saat perolehan tersebut diukur dengan nilai wajar. c) Beban
dari
transaksi
pertukaran
diukur
dengan
menggunakan
harga
sebenarnya (actual price) yang dibayarkan ataupun yang menjadi tagihan sesuai dengan perjanjian yang telah membentuk harga. d) Dalam hal badan layanan umum, beban diakui dengan mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan layanan umum. 4) Pengungkapan Beban. Beban disajikan berdasarkan jenis beban dalam Laporan Operasional dan rincian lebih lanjut atas beban tersebut diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. c. Surplus/Defisit Dari Kegiatan Operasional. 1) Surplus dari kegiatan operasional adalah selisih lebih antara pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan. 2) Defisit dari kegiatan operasional adalah selisih kurang antara pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan. 3) Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan beban selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit dari Kegiatan Operasional. d. Surplus/Defisit Dari Kegiatan Non Operasional. 1) Pendapatan dan beban yang sifatnya tidak rutin perlu dikelompokkan tersendiri dalam kegiatan non operasional. 2) Termasuk dalam pendapatan/beban dari kegiatan non operasional antara lain surplus/defisit penjualan aset non lancar, surplus/defisit penyelesaian kewajiban jangka panjang, dan surplus/defisit dari kegiatan non operasional lainnya.
91
3) Selisih
lebih/kurang
antara
surplus/defisit
dari
kegiatan
operasional
dan
surplus/defisit dari kegiatan non operasional merupakan surplus/defisit sebelum pos luar biasa. e.
Pos Luar Biasa. 1) Pos luar biasa adalah pendapatan atau beban luar biasa yang terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, tidak diharapkan sering terjadi dan berada diluar kendali atau pengaruh entitas yang bersangkutan. 2) Pos Luar Biasa disajikan terpisah dari pos-pos lainnya dalam Laporan Operasional dan disajikan sesudah Surplus/Defisit sebelum Pos Luar Biasa. 3) Sifat dan jumlah rupiah kejadian luar biasa harus diungkapkan pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
f.
Surplus/Defisit-LO. 1) Surplus/Defisit-LO adalah penjumlahan selisih lebih/kurang antara surplus/defisit kegiatan operasional, kegiatan non operasional, dan kejadian luar biasa. 2) Saldo Surplus/Defisit-LO pada akhir periode pelaporan dipindahkan ke Laporan Perubahan Ekuitas.
12. Laporan Keuangan Konsolidasian.
a. Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya, entitas akuntansi dengan entitas akuntansi lainnya, dengan mengeliminasi akun-akun timbal balik agar dapat disajikan sebagai satu entitas pelaporan konsolidasian.
b. Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan, atau entitas akuntansi, sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal.
c. Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan SAL, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.
d. Laporan keuangan konsolidasian disajikan oleh entitas pelaporan, kecuali : 1) Laporan keuangan konsolidasian arus kas yang hanya disajikan oleh entitas yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum; 2) Laporan keuangan konsolidasian perubahan saldo anggaran lebih yang hanya disusun dan disajikan oleh Pemerintah Pusat.
e. Laporan keuangan konsolidasian disajikan untuk periode pelaporan yang sama dengan periode pelaporan keuangan entitas pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya.
f. Proses konsolidasi diikuti dengan eliminasi akun-akun timbal balik (reciprocal accounts). Namun demikian, apabila eliminasi dimaksud belum dimungkinkan, maka hal tersebut diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
g. Konsolidasi laporan keuangan BLUD pada pemerintah daerah yang secara organisatoris membawahinya dilaksanakan setelah laporan keuangan BLUD disusun menggunakan standar akuntansi yang sama dengan standar akuntansi yang dipakai oleh organisasi yang membawahinya.
92
h. Dalam Catatan atas Laporan Keuangan perlu diungkapkan nama-nama entitas yang dikonsolidasikan atau digabungkan beserta status masing-masing, apakah entitas pelaporan atau entitas akuntansi.
i. Entitas akuntansi menyelenggarakan akuntansi dan menyampaikan laporan keuangan sehubungan dengan anggaran/barang yang dikelolanya yang ditujukan kepada entitas pelaporan.
j. Setiap unit pemerintahan yang menerima anggaran belanja atau mengelola barang adalah entitas akuntansi yang wajib menyelenggarakan akuntansi, dan secara periodik menyiapkan laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Pemerintahan. Laporan keuangan tersebut disampaikan kepada entitas pelaporan dalam rangka penggabungan laporan keuangan oleh entitas pelaporan.