ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA TAHUN 2003-2008
(Structure-Conduct-Performance Approach Vs Relative Efficiency Approach)
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Disusun oleh : ABRA PUSPA GHANI TALATTOV NIM. C2B006001
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2010
PERSETUJUAN SKRIPSI Nama Penyusun
: Abra Puspa Ghani Talattov
Nomor Induk Mahasiswa
: C2B006001
Fakultas/ Jurusan
: Ekonomi/ IESP
Judul Skripsi
: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA TAHUN 2003-2008 (StructureConduct-Performance Approach Vs Relative Efficiency Approach)
Dosen Pembimbing
: Prof. FX Sugiyanto, MS
Semarang, 14 Desember 2010 Dosen Pembimbing,
(Prof. FX Sugiyanto, MS) NIP. 195810081986031002
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN
Nama Mahasiswa
: Abra Puspa Ghani Talattov
Nomor Induk Mahasiswa
: C2B006001
Fakultas/Jurusan
: Ekonomi/IESP
Judul Skripsi
: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA TAHUN 2003-2008 (StructureConduct-Performance Approach Vs Relative Efficiency Approach)
Telah dinyatakan lulus ujian pada tanggal 21 Desember 2010 Tim Penguji 1.
Prof. FX Sugiyanto, MS
(………………….)
2.
Dr. Syafrudin Budiningharto, SU
(………………….)
3.
Achma Hendra Setiawan, SE. M.Si.
(………………….)
Mengetahui, a.n. Dekan, Pembantu Dekan I
Prof. Dr. H Arifin, M.Com.(Hons.)., Akt. NIP. 196009091987031023
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini saya, Abra Puspa Ghani Talattov, menyatakan bahwa skripsi dengan judul: ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KINERJA INDUSTRI PERBANKAN DI INDONESIA TAHUN 2003-2008 (StructureConduct-Performance Approach Vs Relative Efficiency Approach), adalah hasil tulisan saya sendiri. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain, yang saya akui seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri, dan/atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan yang saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan penulis aslinya. Apabila saya melakukan tindakan yang bertentangan dengan hal tersebut di atas, baik disengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.
Semarang, 14 Desember 2010 Yang membuat pernyataan,
(Abra Puspa Ghani Talattov) NIM : C2B006001
“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung” Soe Hok Gie_Tokoh Mahasiswa (1942-1969) “Semakin aku banyak membaca, semakin aku banyak berpikir; semakin aku banyak belajar, semakin aku sadar bahwa aku tak mengetahui apa pun" Voltaire_Filsuf Perancis “Kemiskinan adalah bentuk paling buruk dari kekerasan” Mahatma Gandhi_Filsuf India (1869–1948) “Arti sejati kehidupan adalah mengabdi pada nilai-nilai kemanusiaan" Leo Nikolaevich Tolstoy_Filsuf Rusia (1828-1910) "Orang kaya bukanlah mereka yang memiliki banyak harta, tetapi mereka yang banyak memberikan miliknya untuk orang lain” Erich Fromm_Filsuf Jerman (1900—1980) “Orang-orang optimis melihat bunga mawar, bukan durinya; orang-orang pesimis terpaku pada duri dan melupakan mawarnya" Kahlil Gibran_Filsuf Lebanon (1883-1931) “Kebahagiaan adalah arti dan tujuan hidup. Ia adalah keseluruhan arah dan cita-cita akhir dari eksistensi manusia" Aristoteles_Filsuf Yunani (384- 322 SM) “Ribuan lilin dapat dinyalakan dari satu lilin dan nyalanya tidak akan berkurang. Begitu pun kebahagiaan tidak akan pernah berkurang walau dibagi-bagi" Siddharta Gautama_Pendiri Agama Budha (563-483 SM) “Demi Allah, dunia ini dibanding akhirat ibarat seseorang yang mencelupkan jarinya ke laut, air yang tersisa di jarinya ketika diangkat itulah nilai dunia” (HR Muslim)
SKRIPSI INI AKU PERSEMBAHKAN TERUNTUK MAMA & PAPA TERCINTA, ADIK ZAHRA TERSAYANG, SERTA UNTUK BANGSA INDONESIA TERCINTA
ABSTRAKSI Industri perbankan memiliki peran yang sangat vital dan strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri perbankan nasional telah mengalami dinamika dan pasang surut semenjak dilakukannya deregulasi di bidang moneter. Pemerintah melalui Bank Indonesia sebagai otoritas moneter telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang secara langsung mempengaruhi struktur, perilaku dan kinerja industri perbankan nasional. Berbagai kebijakan pemerintah tersebut merupakan respon atas dinamika perekonomian nasional termasuk krisis moneter tahun 1997-1998 yang telah meruntuhkan stabilitas perekonomian nasional serta industri perbankan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan antara lain untuk mengetahui struktur industri perbankan Indonesia selama tahun 2003-2008, menganalisis pengaruh struktur dan perilaku/strategi perusahaan (bank) terhadap kinerja perusahaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel dari tahun 2003-2008 dengan sampel penelitian yaitu 82 bank umum. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Fixed Effect Model (FEM). Penelitian ini juga bertujuan membandingkan antara dua pendekatan/mazhab (hypotheses) yang dapat menggambarkan kondisi industri perbankan di Indonesia yang sesungguhnya. Pendekatan pertama yaitu pendekatan Structure-Conduct-Performance (SCP), sedangkan pendekatan kedua yaitu pendekatan Relative Efficiency (RE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pendekatan Structure-ConductPerformance (SCP) maupun pendekatan Relative Efficiency (RE) dapat menggambarkan kondisi perbankan di Indonesia, hal ini menunjukkan bahwa kinerja perusahaan (profit) dipengaruhi oleh struktur industri melalui proxy rasio aset (RA) dan juga dipengaruhi oleh efisiensi perusahaan melalui proxy market share (MS). Selain itu juga diperoleh hasil bahwa variabel Net Interest Margin (NIM) berpengaruh positif dan signifikan terhadap profit. Sedangkan variabel Capital Adequacy Ratio (CAR), variabel Loans to Deposit Ratio (LDR), variabel Non Performing Loans (NPL) dan variabel Owner tidak signifikan berpengaruh terhadap profit. Kata kunci : Industri Perbankan, Structure-Conduct-Performance (SCP) Approach, Relative Efficiency (RE) Approach
KATA PENGANTAR Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Industri Perbankan Di Indonesia Tahun 2003-2008 (Structure-Conduct-Performance Approach Vs Relative Efficiency Approach)”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program S-1 pada Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Skripsi ini merupakan sebuah karya yang tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu, mendukung dan memotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis haturkan kepada: 1. Bapak Prof. Dr. dr. Susilo Wibowo, Ms.Med, Sp.And, selaku Rektor Universitas Diponegoro Semarang. 2. Bapak Dr. H.M. Chabachib, M.Si, Akt, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. 3. Bapak Drs. H. Edy Yusuf AG, Msc, Ph.D, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang atas segala dukungan dan nasihat yang telah diberikan. 4. Bapak Drs. R. Mulyo Hendarto M.SP, selaku Dosen Wali mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Angkatan 2006 atas segala dukungan dan nasihat yang telah diberikan. 5. Bapak Prof. FX Sugiyanto, MS, selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu disela kesibukan, serta dengan sabar telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan, serta inspirasi kepada penulis sehingga penulis dapat mengerjakan skripsi ini hingga selesai.
6. Bapak Dr. Syafrudin Budiningharto, SU dan Bapak Achma Hendra Setiawan, SE, M.Si, selaku Dosen Penguji yang telah berkenan meluangkan waktu untuk mengoreksi serta memberikan masukan-masukan demi perbaikan skripsi ini. 7. Bapak Prof. Dr. H. Miyasto, Bapak Akhmad Syakir Kurnia, SE, M.Si, Bapak Firmansyah, SE. M.Si, Bapak Arif Pujiyono, SE, M.Si, Bapak Dr. Syafrudin Budiningharto, Bapak Prof. Dr. H. Purbayu Budi Santosa, MS, Bapak Maruto Umar Basuki, SE, M.Si, Ibu Dra. Hj. Tri Wahyu R, M.Si, Ibu Hastarini D.A, SE, M.Si, Ibu Banatul Hayati, SE, M.Si, dan seluruh dosen Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro atas semua ilmu pengetahuan yang telah diberikan dan juga dukungan serta kemurahan hatinya. 8. Seluruf jajaran staff dan pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, yang telah memberikan fasilitas akademik dan non akademik selama penulis menjalani masa kuliah. 9. Mama dan Papa tercinta: Drs. R. Saryono Jahidi dan Dra. Nur’aini, yang telah melahirkan, merawat, membesarkan, mendidik, dan memberikan yang terbaik serta tempat berbagi dalam cinta dan kasih sayang. Terimakasih atas segala perjuangan dan do’a yang telah Mama dan Papa curahkan dengan penuh keikhlasan dan ketulusan. 10. Adik-Adikku tersayang, Madellia Fahreni Zakiah, Abdurrahman Hamas Nahdly, Adib Munqidzul Umam, dan Afta Muwahiddul Absyar. Terimakasih karena selalu memberikan keceriaan dan warna dalam kehidupan. 11. Belahan Hati tercinta, Karina Awalia Zahra, yang senantiasa mencintai, mendampingi dan memotivasi penulis di segala kondisi dengan segala ketulusan hatinya. Tetaplah bersemangat dan selalu tersenyum adikku tersayang. Sampai berjumpa di dermaga kebahagiaan. 12. Sahabat-sahabat terbaikku yang telah menjadi bagian terindah dalam hidupku: Mas Apung, Bahrul, Angling, Mas Rusli, Mas Bambang, Mas Sigit, Mas Imam, Mas Burhan, Mas Wahyu, Mas Uqy, Mba Ayu Chosson.
13. Teman-Teman seperjuanganku IESP angkatan 2006: Elty, Ase, Adi, Een, Tina, Tika, Dora, Mamed, Tito, Anggit, Ari, Arif, Deedee, Atika, Bahrul, Bertha, Bungaran, Dio, Desi, Dimas, Dipo, Doddy, Candra, Tyas Smrg, Bash, Suryo, Arum, Edwin, Faiz, Fajar, Feby, Haris, Indah, Indra, Ishom, Piping, Mastur, Mery, Kaka, Ririn, Gatha, Osti, Nia, Paul, Santi, Priyo, Puput, Ikhsan, Tyas Jkt, Ratna, Rendy, Rezal, Manda, Ridwan, Kiky, Rodo, Sasya, Satya, Selly, Shandy, Tangguh, Kucir, Yossy, Yuki. Kalian semua adalah Sebuah Kisah Klasik Untuk Masa Depan. 14. Teman-Teman Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) FE UNDIP: Aka, Rifki, Akbar, Faiz, Gani, Ikhsan, Arif, Angga P, Angga S, Ratna, Rizka, Irma, Nia, Aulia, Ghea, Dimas, Andrian, Pram, Ismail, Nanda, Ghani, Riri, Putria, Imut, Pipit, Mira, Yayan, Mas Affan, Mas Ari, Mas Saeful, Mas Achmad, Mas Arifin, Mas Burhan, Mas Imam, Mas Satria, Mba Umi, Mba Citra, Mba Mafla, dll terimakasih atas seluruh waktunya telah berbagi ilmu pengetahuan dan dengan penuh semangat bersama-sama mempelajari, mengembangkan dan mensyiarkan Ekonomi Syariah di tengah-tengah civitas akademika dan juga masyarakat. 15. Teman-Teman Lembaga Pers Mahasiswa Edents FE UNDIP: Arum, Deedee, Maya, Iis, Alga, Adit, Ervan, Haris, Mastur, Atika, Tyas, Ratna, Puput, Diaz, Sofyan, Citra, Ade, Novita, Iqbal, Muslim, Zahra, Faris, Sunna, Dewi, Furry, Mas Imam, Mas Fahmi, Mba Retno, Mba Prima, Mba Rani, Mba Bening, dll terimakasih atas seluruh waktunya telah berbagi ilmu pengetahuan, berdiskusi dan bersama-sama memperjuangkan kebebasan pers. 16. Teman-Teman seperjuangan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Desa Ploso, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Demak, Januari 2010: Fuad, Faris, Alfin, Bayu, Mas Yoga, Thomas, Mutiara, Ayu, Nunu, Dewi, Nani, Risca. Terimakasih atas seluruh waktunya telah berbagi pengalaman serta keceriaan bersama ketika bersama-sama berbaur dan mengabdi di masyarakat. Terimakasih juga kepada Bapak Mudin dan keluarga serta Alm. Mbah Ro’ah
atas segala yang telah diberikan kepada tim KKN baik berupa tempat berbagi maupun inspirasi akan nilai-nilai kehidupan. 17. Teman-Teman Komunitas Pendaki Gunung Indonesia (KPGI): Mas Ferry, Om James, Mas Adi, Mas Aje, Mas Robby, Mas Ilham, Mas Komenk, Mas Mpronk, Mas Rudo, Mas Ari, Mas Arga,
Mba Oliev, Mba Dwi, dll
terimakasih atas semua kebersamaan dan keceriaan selama mendaki dari gunung ke gunung, ‘berbagi waktu dengan alam, kau akan tahu siapa dirimu’. 18. Teman-Teman Wisma Granada: Mas Sigit, Mas Apung, Mas Uqy, Mas Galih, Dimas, Edwin, Unggul, Agung, Faiz, Angling, Ridwan, Gege, Beni, Rahmat, Faiz, Panji, Suhel, Teguh, Aris, Adimas, Ramadhan, Bimo, Arisun, Falik, Fauzan. Terimakasih atas semua kebersamaan selama tinggal bersama dalam sebuah ikatan keluarga yang penuh dengan keceriaan dan kehangatan. 19. Teman-Teman dalam berbagai organisasi ataupun komunitas yang telah menjadi bagian hidup dan sumber pengalaman bagi penulis: Research Student Community (RSC), Keluarga Besar ROHIS FE UNDIP, Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Indonesia, Ikatan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Indonesia (IMEPI), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Semarang, Komunitas Restoe Boemi (KRB) Jawa Tengah, Intermilan Club Indonesia (ICI) Semarang, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI), Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Partai Persaingan Sempurna (PPS) UNDIP. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat serta menambah pengetahuan bagi semua pihak yang mempunyai kepentingan. Semarang, 14 Desember 2010
Abra Puspa Ghani Talattov
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .....................................................................................
i
PERSETUJUAN SKRIPSI ...........................................................................
ii
PENGESAHAN KELULUSAN UJIAN .......................................................
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .. .............................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................
v
ABSTRAKSI ................................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................
vii
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
x vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xvii
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................
12
1.3 Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ...............................................
15
1.4 Sistematika Penulisan .................................................................
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori ...........................................................................
18
2.1.1 Paradigma Structure-Conduct-Performance (SCP) .............
18
2.1.1.1 Struktur (Structure) .....................................................
21
2.1.1.2 Perilaku (Conduct) ......................................................
24
2.1.1.3 Kinerja (Performance) ................................................
28
2.1.2 Paradigma Relative Efficiency (RE) ....................................
30
2.2 Penelitian Terdahulu ...................................................................
33
2.3 Kerangka Pemikiran ...................................................................
35
2.4 Hipotesis .....................................................................................
37
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ..............
39
3.1.1 Variabel Penelitian ...............................................................
39
3.1.2 Definisi Operasional Variabel ..............................................
39
3.2 Jenis dan Sumber Data ...............................................................
41
3.2.1 Jenis Data ..............................................................................
41
3.2.2 Sumber Data .........................................................................
43
3.3 Metode Pengumpulan Data .........................................................
43
3.4 Metode Analisis ...........................................................................
43
3.4.1 Alat Analisis .........................................................................
43
3.4.2 Pengujian Statistik (First Order Test) ..................................
45
3.4.2.1 Pengujian Koefisien Determinan (R2)..........................
45
3.4.2.2 Pengujian Koefisien Regresi Secara Individual (Uji t)
46
3.4.2.3 Pengujian Koefisien Regresi Secara Serentak (Uji F) .
46
3.4.3 Uji Asumsi Klasik (Second Order Test) ...............................
47
3.4.3.1 Uji Multikolinearitas ....................................................
47
3.4.3.2 Uji Heteroskedastisitas .................................................
48
3.4.3.3 Uji Autokorelasi ...........................................................
49
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ..........................................................
52
4.1.1 Kondisi Industri Perbankan di Indonesia .............................
61
4.1.1.1 Analisis Rasio Konsentrasi Industri Perbankan ..........
65
4.1.1.2 Analisis Market Share (MS) Industri Perbankan ........
67
4.1.1.3 Analisis Net Interest Margin (NIM) Industri Perbankan .......................................................
70
4.1.1.4 Analisis Capital Adequacy Ratio (CAR) Industri Perbankan .......................................................
71
4.1.1.5 Analisis Loan to Deposit Ratio (LDR) Industri Perbankan .......................................................
73
4.1.1.6 Analisis Kredit Industri Perbankan ..............................
75
4.1.1.7 Analisis Non Performing Loans (NPL) Industri Perbankan .......................................................
78
4.1.1.8 Analisis Kepemilikan (Owner) Industri Perbankan .....
79
4.2 Analisis Structure-Conduct-Performance Industri Perbankan ....
81
4.2.1 Uji Asumsi Klasik ................................................................
82
4.2.1.1 Uji Multikolinearitas ...................................................
82
4.2.1.2 Uji Heteroskedastisitas ................................................
83
4.2.1.3 Uji Autokorelasi ..........................................................
84
4.2.2 Uji Statistik Analisis Regresi ................................................
84
4.2.2.1 Pengujian Goodnes of Fit (R2) ....................................
84
4.2.2.2 Pengujian Koefisien Regresi Secara Serentak (Uji F) .
84
4.2.2.3 Pengujian Koefisien Regresi Secara Individual (Uji t)
85
4.3 Interpretasi dan Pembahasan .......................................................
86
4.3.1 Pengaruh Rasio Aset (RA) terhadap Profit (laba) .............................................................
86
4.3.2 Pengaruh Market Share (MS) terhadap Profit (laba) ............
87
4.3.3 Pengaruh Net Interest Margin (NIM) terhadap Profit (laba) .............................................................
88
4.3.4 Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Profit (laba) .............................................................
90
4.3.5 Pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Profit (laba) .............................................................
90
4.3.6 Pengaruh Non Performing Loans (NPL) terhadap Profit (laba) .............................................................
91
4.3.7 Pengaruh Owner terhadap Profit (laba) .................................
92
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ...................................................................................
94
5.2 Keterbatasan ..................................................................................
95
5.3 Saran .............................................................................................
96
Daftar Pustaka .............................................................................................
98
Lampiran
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perkembangan Aset Bank Umum di Indonesia .............................
4
Tabel 1.2 Perkembangan Asset Share Bank Umum di Indonesia ............ .....
5
Tabel 1.3 Perkembangan Jumlah Bank Umum di Indonesia ........................
7
Tabel 1.4 Jumlah Bank di Beberapa Negara (Tahun 1993) ..........................
9
Tabel 2.1 Jenis-Jenis Utama Struktur Pasar ..................................................
23
Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Utama Strategi Integrasi Vertikal .....
25
Tabel 4.1 Rasio Konsentrasi dan Tiga Bank Terbesar di Indonesia . ............
66
Tabel 4.2 Perkembangan Market Share Bank Umum di Indonesia (Berdasarkan Pangsa Kredit) .......................................................
68
Tabel 4.3 Aset, Kredit dan DPK Bank-Bank Papan Atas di Indonesia ........
69
Tabel 4.4 Perbandingan Margin Bunga Bersih (NIM) Perbankan di Indonesia 70 Tabel 4.5 Perbandingan Rata-Rata CAR Perbankan di Indonesia ................
72
Tabel 4.6 Perbandingan LDR Perbankan di Indonesia .................................
73
Tabel 4.7 Kredit Bank Umum di Indonesia ...................................................
75
Tabel 4.8 Kredit Bank Umum Berdasarkan Jenis Penggunaan .....................
76
Tabel 4.9 Perbandingan Kredit Perbankan di Indonesia ................................
77
Tabel 4.10 Perbandingan NPL Perbankan di Indonesia.................................
78
Tabel 4.11 Perbandingan Rata-Rata Kredit Bank Milik Pemerintah dan Bank Swasta .................................................................................
80
Tabel 4.12 Hasil Regresi Utama ......................................................................
81
Tabel 4.13 Nilai R-squared dari Metode Klein’s Rule of Thumb .....................
82
Tabel 4.14 Perbandingan Margin Bunga Bersih (NIM) Perbankan di ASEAN
89
DAFTAR GAMBAR Pendekatan Structure-Conduct-Performance (SCP) ................
19
Gambar 2.2 Alternatif Strategi yang bisa diambil Perusahaan dalam Diversifikasi ............ .................................................................
27
Gambar 2.3 Kerangka SCP pada Industri Perbankan ...................................
29
Gambar 2.4 Kurva Keseimbangan Jangka Panjang Karena Kenaikan Permintaan (Economies of Scale) ............................................
31
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran ..................................................................
37
Grafik 4.1 Konsentrasi Rasio Industri Perbankan di Indonesia (Berdasarkan Pangsa Aset) .......................................................
66
Grafik 4.2 Perbandingan Margin Bunga Bersih (NIM) Perbankan di Indonesia ..............................................................................
89
Gambar 2.1
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
Data Penelitian
LAMPIRAN B
Hasil Regresi Utama
LAMPIRAN C
Uji Multikolinearitas
LAMPIRAN D
Uji Heteroskedastisitas
LAMPIRAN E
Uji Autokorelasi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini perkembangan industri perbankan sangat pesat. Industri perbankan memiliki peran yang strategis karena fungsinya sebagai perantara atau melaksanakan fungsi intermediasi, yaitu memobilisasi dana dari pihak yang kelebihan dana (penabung) kepada pihak yang membutuhkan dana (pelaku usaha). Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang No.10 Tahun 1998, bank adalah badan proyek yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Selain itu, industri perbankan juga memegang peranan yang sangat signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi bagi suatu negara. Bagi pemerintah, industri perbankan berperan dalam memobilisasi dana dari masyarakat untuk menunjang perekonomian. Industri perbankan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui akumulasi kapital (investasi) dan inovasi teknologi (Previta, 2008). Bisnis perbankan di Indonesia di era tahun 1960-an dan 70-an merupakan bisnis yang belum begitu terkenal. Kesan bank masih angker, bank tidak perlu mencari nasabah, tetapi sebaliknya nasabahlah yang datang mencari bank. Kemudian era tahun 80-an dan era 90-an kesan Dunia perbankan menjadi terbalik, karena di era
ini justru perbankan mulai aktif mengejar nasabah. Bahkan dengan keluarnya pakjun 83, pakto 88 tahun 1988 dan UU No. 7 tahun 1992, Perbankan di Indonesia tumbuh subur, puluhan bank baru berdiri. Hal ini disebabkan kesempatan yang diberikan oleh pemerintah untuk mendirikan bank begitu mudah misalnya dengan modal Rp.50.000.000,- setiap orang dapat mendirikan BPR, akibatnya setiap orang dengan mudah dapat mendirikan bank baru padahal mereka sebelumnya tidak mengenal bank secara baik (Kasmir, 2004). Selanjutnya awal tahun 1997 sampai tahun 2000 merupakan kehancuran dunia perbankan di Indonesia. Puluhan bank dilikuidasi atau dibubarkan dan puluhan lagi di merger akibat terus menerus menderita kerugian baik bank milik Pemerintah maupun milik Swasta Nasional. Kebobrokan dunia perbankan Indonesia adalah akibat salah dalam pengelolaannya. Hancurnya dunia perbankan tersebut merupakan pelajaran yang berharga bagi para bankir di Indonesia khususnya (Kasmir, 2004). Bahkan pada masa krisis tersebut rasio kredit macet Non Performing Loans (NPL) industri perbankan nasional mencapai 60% (Kompas dalam Mudrajad, 2008). Kini industri perbankan Indonesia masih belum pulih sepenuhnya akibat hantaman krisis ekonomi tersebut. Pada tahun 2003 salah satu indikator perbankan seperti Loan to Deposit Ratio (LDR) berada pada posisi 50-60% dan saat ini menjadi 76%. Kemudian struktur dana pihak ketiga yang masih didominasi oleh dana jangka pendek seperti giro dan tabungan, menunjukkan bahwa perbankan belum dapat menjalankan fungsi utamanya dalam sistem perekonomian, yaitu fungsi intermediasi. Namun demikian, seiring dengan program penyehatan perbankan yang didorong oleh
Bank Indonesia, industri perbankan mulai menunjukkan kinerja yang meningkat dari posisi keterpurukan selama krisis ekonomi, walaupun belum mencapai tingkat kinerja seperti sebelum krisis (Taufik, 2004). Dalam rangka penyehatan serta pemulihan industri perbankan nasional, Bank Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan yang dianggap perlu. Beberapa kebijakan tersebut diantaranya adalah implementasi prinsip manajemen resiko (sesuai dengan Bassel Accord), know your customer principles serta yang terakhir adalah diterbitkannya pakjan 2005. Secara keseluruhan, berbagai kebijakan tersebut dirangkai dalam satu program induk yang sering dikenal dengan istilah Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API tersebut diharapkan menjadi blue print sekaligus acuan bagi struktur industri perbankan Indonesia yang dianggap ideal bagi BI (Taufik, 2004). Taufik (2004) menyatakan bahwa implementasi berbagai kebijakan BI dalam grand design Arsitektur Perbankan Indonesia (API) tersebut cenderung menimbulkan polemik. Upaya untuk menyehatkan atau memulihkan kondisi industri perbankan versi API, nampaknya sama dengan mendorong bank (terutama bank menengahkecil) untuk melakukan merjer/akuisisi. Gelombang merjer/akuisisi tersebut di satu sisi dapat meningkatkan efisiensi sekaligus penguatan konsolidasi perbankan, namun di sisi lain dapat mengakibatkan terjadinya pemusatan konsentrasi pangsa pasar pada sekelompok bank tertentu. Di sini akan muncul polemik dengan kebijakan dan atau hukum persaingan usaha (UU No 5/1999) yang sangat mewaspadai pemusatan
konsentrasi tersebut, karena berpotensi menimbulkan berbagai pelanggaran seperti diantaranya penyalahgunaan posisi dominan. Tabel 1.1 Perkembangan Aset Bank Umum di Indonesia Aset (miliar Rp) Kelompok Bank
2003
2004
Persero
498.575
510.355
BUSN Devisa
369.270
BUSN Non-Devisa
2006
2007
2008
553.26
612.315
725.740
829.813
420.148
488.411
566.119
693.981
787.495
11.200
12.809
14.851
17.737
23.409
27.130
BPD
60.487
69.916
94.429
138.898
147.335
162.623
Campuran
26.577
30.599
36.511
42.018
63.834
88.329
Asing
45.416
56.570
79.769
87.565
102.397
145.261
1.011.527
1.100.398
1.267.240
1.464.654
1.756.699
2.040.654
Total Aset
2005
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia Juni 2010, Bank Indonesia, diolah
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa kondisi industri perbankan di Indonesia menunjukkan perkembangan yang signifikan. Salah satu indikator kemajuan industri perbankan nasional yaitu dengan melihat perkembangan aset bank umum di Indonesia. Pada tahun 2003 total aset bank umum sebesar Rp. 1.011 triliun dan pada tahun-tahun berikutnya terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 2008 total aset bank umum telah mencapai Rp. 2.040 triliun. Jika dilihat berdasarkan kelompok bank, semua kelompok bank tersebut juga menunjukkan peningkatan dalam jumlah aset.
Kelompok Bank Persero merupakan kelompok bank yang memiliki jumlah aset terbesar pada industri perbankan nasional yaitu sebesar Rp. 829 triliun pada tahun 2008, kemudian diikuti oleh Bank Umum Swasta Nasional Devisa diposisi kedua dengan jumlah aset sebesar Rp. 787 triliun. Berikutnya diikuti oleh Kelompok Bank Pembangunan Daerah (BPD), Kelompok Bank Asing, Kelompok Bank Campuran dan BUSN Non Devisa masing-masing sebesar Rp. 162 triliun, Rp. 145 triliun, Rp. 88 triliun, dan Rp. 27 triliun. Tabel 1.2 Perkembangan Asset Share Bank Umum di Indonesia Assets Share (%) Kelompok Bank
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Persero
49,29
46,38
43,66
41,81
41,31
40,66
BUSN Devisa
36,51
38,18
38,54
38,65
39,50
38,59
BUSN Non-Devisa
1,11
1,16
1,17
1,21
1,33
1,33
BPD
5,98
6,35
7,45
9,48
8,39
7,97
Campuran
2,63
2,78
2,88
2,87
3,63
4,33
Asing
4,49
5,14
6,29
5,98
5,83
7,12
Total Aset
100
100
100
100
100
100
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia Juni 2010, Bank Indonesia, diolah
Jika industri perbankan dilihat berdasarkan pangsa pasar terhadap total aset maka Bank Persero dan BUSN Devisa merupakan dua kelompok bank yang paling dominan dalam industri perbankan nasional. Bank Persero dan BUSN Devisa memiliki pangsa pasar terhadap aset (asset share) sebesar 40,66% dan 38,59% pada
tahun 2008. Begitupun pada tahun-tahun sebelumnya, kedua kelompok bank tersebut selalu dalam posisi yang dominan dan bersaing ketat. Kelompok Bank Persero sendiri terdiri dari empat bank milik pemerintah yaitu Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN). Sedangkan kelompok Bank BUSN Devisa terdiri dari 24 bank. Kebijakan pemerintah untuk menutup 16 bank ketika krisis ekonomi melanda sejak 1998, telah mengubah secara dramatis struktur industri perbankan nasional. Bahkan, Bank Indonesia pun mendorong proses pemulihan/penguatan industri perbankan nasional yang dilakukan melalui merjer/akuisisi. Pada akhir Januari 2005, Bank Indonesia menerbitkan beberapa peraturan sebagai upaya untuk mendorong/mempercepat proses konsolidasi perbankan (Taufik, 2004). Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 7/15/-PBI/2005 tentang jumlah modal inti minimum bank umum, disebutkan bahwa hingga akhir 2010, bank umum wajib memiliki modal inti minimal Rp 100 miliar. Bank yang dimaksud harus berupaya menambah modal minimum dengan cara, misalnya melalui merger dengan bank lain atau penambahan modal. Jika tidak bisa memenuhi modal minimum hingga batas waktu yang ditentukan, maka bank umum itu akan turun pangkat menjadi bank perkreditan rakyat (BPR). Jika melihat komposisi industri perbankan nasional, struktur perbankan Indonesia didominasi oleh bank dengan kategori fokus (dengan rentang modal antara 100 milyar sampai 10 triliun) berjumlah 111 bank. Sementara bank kategori nasional (dengan rentang modal 10 triliun-50 triliun) berjumlah 3 bank dan bank yang masuk
kategori paling bawah yaitu bank dengan kegiatan terbatas (modal dibawah 100 milyar) berjumlah 7 bank. Tabel 1.3 Perkembangan Jumlah Bank Umum di Indonesia T ah u n Kelompok Bank
2005
2006
2007
2008
2009
2010*
Bank Persero
5
5
5
5
4
4
BUSN Devisa
34
35
35
35
34
35
BUSN Non Devisa
37
36
36
33
31
32
BPD
26
26
26
26
26
26
Bank Campuran
18
17
17
15
16
16
Bank Asing
11
11
11
10
10
10
131
130
130
124
121
123
Jumlah Bank
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia Juni 2010, Bank Indonesia, diolah
*Juni
Tabel 1.3 menunjukkan perkembangan jumlah bank umum di Indonesia dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 (per Juni). Dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 terjadi tren penurunan jumlah bank umum di Indonesia, pada tahun 2009 jumlah bank umum sebanyak 121 bank. Padahal pada tahun 1997 atau sebelum terjadinya krisis di ASIA dan Indonesia khususnya, jumlah bank umum di Indonesia sebanyak 240 bank. Adanya berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah khususnya otoritas moneter (Bank Indonesia) secara langsung turut mempengaruhi industri perbankan nasional. Misalnya saja dengan adanya rancangan API, BI mencoba
mengatur struktur bank di Indonesia (jumlah bank). Direncanakan bank-bank akan diklasifikasikan menurut jumlah modalnya, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Bank internasional dengan kapasitas dan kemampuan untuk beroperasi di wilayah internasional serta memiliki modal di atas Rp. 50 triliun, ditargetkan hanya terdapat 3 bank saja. 2. Bank nasional yang memiliki cakupan usaha yang sangat luas dan beroperasi secara nasional serta memiliki modal antara Rp. 10 triliun sampai dengan Rp. 50 triliun, ditargetkan terdapat 3 - 5 bank. 3. Bank fokus yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank. Bank-bank tersebut memiliki aset antara Rp. 100 miliar sampai dengan Rp. 10 triliun, ditargetkan terdapat 30 - 50 bank. 4. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan usaha terbatas yang memiliki aset di bawah Rp. 100 miliar, jumlahnya tidak dibatasi
Kebijakan tersebut merupakan upaya Bank Indonesia untuk mendorong konsolidasi perbankan nasional bertujuan untuk menciptakan bank yang kuat dan stabil (dari sudut pandang permodalan maupun prudentility serta kinerja). Namun harus disadari bahwa kebijakan untuk mendorong merjer/akuisisi tersebut akan menimbulkan berbagai permasalahan, terutama terkait dengan potensi timbulnya posisi dominan serta berbagai praktek penyalahgunaannya (Taufik, 2004).
Untuk lebih menjelaskan hubungan antara jumlah bank dengan konsentrasi pangsa pasar, dapat dilihat pada tabel 1.4. Tabel 1.4 Jumlah Bank di Beberapa Negara (Tahun 1993) Negara
Jumlah Bank
CR3 (berdasarkan pangsa aset)
10.971
13,30
Inggris
491
29,10
Prancis
425
63,60
Jerman
330
89,50
Belanda
176
59,00
Jepang
150
28,30
Amerika
Sumber : Taufik Ariyanto, 2004 Tabel 1.4 menunjukkan hubungan yang negatif antara jumlah bank dengan tingkat konsentrasi pangsa pasar (diukur melalui rasio pangsa aset untuk 3 bank terbesar atau CR3). Semakin sedikit jumlah bank maka makin tinggi tingkat konsentrasi pangsa asetnya yang pada akhirnya akan menyebabkan persaingan menjadi kurang kompetitif. Kembali pada kebijakan API yang dikeluarkan oleh BI, adanya target mengenai pembatasan jumlah bank tersebut maka akan mempengaruhi iklim persaingan di industri perbankan nasional. Dengan target pembatasan jumlah bank nasional hanya sejumlah 3 sampai 5 bank, membuat bank-bank besar nasional di Indonesia berlomba-lomba mengumpulkan modal sebanyak-banyaknya. Karena menurut kebijakan API, jika bank-bank nasional tersebut tidak mampu mencapai modal 10 s/d 50 Triliun, haruslah digabung (merger/akuisisi) oleh bank lain yang
lebih besar kepemilikan modalnya. Sehingga muncul fenomena baru yang terjadi belakangan ini, yaitu munculnya bank-bank jangkar (anchor bank) yang siap mengakuisisi bank-bank kecil dalam usaha pemenuhan modalnya. Dan banyak pula bank-bank yang menggaet investor asing (bank asing) untuk memenuhi kecukupan persyaratan modalnya. Hadirnya berbagai kebijakan dalam industri perbankan nasional akhirnya mendorong masing-masing bank untuk semakin meningkatkan kinerja perusahaannya agar tidak hanya mampu bertahan (eksis) di industri perbankan nasional tetapi juga mampu memenangkan persaingan. Sehingga kemudian menarik untuk diteliti bagaimanakah
strategi
masing-masing
bank
dalam
meningkatkan
kinerja
perusahaanya dan juga memenangkan persaingan di industri perbankan nasional. Untuk melihat kinerja perbankan, ada dua pendekatan (hypotheses) yang dapat digunakan dan kedua pendekatan tersebut telah menjadi perdebatan selama lebih dari 40 tahun. Pendekatan yang pertama yaitu pendekatan structure-conductperformance (SCP) atau yang dikenal juga dengan istilah structure-performance (SP) hypotheses. Menurut Gilbert dan Hannan (dalam Samad, 2007) pendekatan SCP yaitu tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh bank sangat tergantung oleh struktur pasar dan derajat kompetisinya. Semakin kecil derajat persaingan (kompetisi) dalam suatu industri maka keuntungan yang akan diperoleh perusahaan semakin besar. Kemudian semakin tinggi rasio konsentrasi (concentration ratio) suatu industri maka semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang akan diperoleh perusahaan.
Pendekatan pertama (SCP) tersebut kemudian mendapat tantangan dari pendekatan alternatifnya yang dikenal dengan pendekatan relative efficiency (RE). Pendekatan RE menekankan bahwa efisiensi lah yang akan mendorong tingkat keuntungan (profitabilitas) yang lebih tinggi. Menurut Smirlock (dalam Samad, 2007), tidak ada hubungan antara tingkat konsentrasi dengan tingkat keuntungan. Dengan kata lain, kinerja sebuah perusahaan sangat tergantung dari derajat efisiensinya. Jika sebuah perusahaan mampu meningkatkan derajat efisiensinya dibandingkan para pesaingnya (hal ini juga tergantung dari struktur biaya produksi yang relatif lebih rendah dari pesaingnya) maka perusahaan tersebut dapat memaksimalkan keuntungannya dan meningkatkan ukuran (size) serta pangsa pasarnya (market share). Maka dari itu, peningkatan atas keuntungan (profit) dan pangsa pasar (market share) merupakan hasil dari efisiensi dan bukan dari tingkat konsentrasi (concentration ratio). Beberapa riset empiris yang terkait dengan pendekatan SCP dan RE untuk industri perbankan menghasilkan kesimpulan yang bervariasi. Untuk studi kasus di wilayah USA, penelitian Gilbert (1984), Berger dan Hannan ( 1992), Hannan dan Liang (1993) serta Hannan (1991) memberikan dukungan terhadap hipotesa SCP. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Calem dan Carlino (1991) di USA dan Samad (2007) di Bangladesh menolak hipotesa SCP dan mendukung hipotesa RE. Hasil yang sedikit berbeda ditunjukkan dari benua Eropa, dimana penelitian Goldberg dan Rai (1996), Bikker dan Groenveld (2000) serta Punt dan Van Rooj (2001) menunjukkan hasil yang mixed, antara hipotesa SCP maupun RE (Taufik, 2004).
Dalam penelitian ini sendiri akan digunakan dua pendekatan tersebut sehingga dapat diketahui manakah hipotesa yang lebih tepat untuk menggambarkan kondisi industri perbankan di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah Kondisi industri perbankan di Indonesia telah mengalami dinamika yang besar dan secara langsung turut mempengaruhi perekonomian nasional. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari lalu lintas pembayaran uang, disini industri perbankan memegang peranan yang sangat strategis dapat dikatakan sebagai urat nadi dari sistem perekonomian. Kegiatan pokok bank menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat, mempunyai fungsi sebagai intermediary service. Perkembangan
perekonomian
Indonesia
yang
semakin
pesat,
tentu
membutuhkan modal yang cukup besar yang dapat dipenuhi dari sumber dana domestik, sehingga perlu adanya iklim penggalian sumber dana masyarakat melalui mobilisasi dana masyarakat yang dilakukan oleh industri perbankan. Berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah melalui Otoritas Moneter, dalam hal ini adalah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, telah mengeluarkan rangkaian deregulasi di bidang keuangan, moneter dan perbankan yang berkelanjutan, yang tujuannya untuk menciptakan iklim perbankan yang sehat, mandiri dan efisien. Kebijakan ini pertama digulirkan pada tanggal 1 Juni 1983 (Pakjun’83), merupakan awal perkembangan industri perbankan yang berdasarkan mekanisme pasar (interest rate regulation).
Melalui Pakjun’83 bank-bank diberi kebebasan dalam memobilisasi dana masyarakat dengan menghapus pembatasan kredit dan plafon suku bunga serta pembatasan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Kebijakan selanjutnya yaitu pada tanggal 27 Oktober 1988 (Pakto’88) , yang bertujuan meningkatkan mobilisasi dana domestik dengan menurunkan hambatan masuk ke dalam sektor perbankan, sehingga mempermudah persyaratan membuka bank baru maupun cabang bank dan penurunan Cadangan Wajib Minimum (Reserve Requirement) dari 15% menjadi 2% . Kemudian yang terakhir BI mengeluarkan kebijakan mengenai modal inti bank umum minimal sebesar Rp. 100 miliar (Pakjun’05). Adanya kebijakan ini akan mendorong bankbank untuk melakukan restrukturisasi dan konsolidasi (merger/akuisisi). Dampak dari berbagai kebijakan tersebut memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap industri perbankan, salah satunya dalam hal jumlah bank dan jaringan kantor bank yang diikuti oleh peningkatan volume usaha dan jenis produk yang ditawarkan. Jumlah bank sebelum Pakto’88 hanya 63 buah bank dan 1.863 kantor bank. Pasca Pakto’88 sampai dengan 1997 jumlah bank umum menjadi 238 buah bank dan 7.775 buah kantor bank. Dan pada akhir tahun 2009 jumlah bank umum di Indonesia sebanyak 121 buah bank dan 12.837 buah kantor bank. Kemudian dengan struktur kelembagaan tersebut kegiatan operasional bank mengalami perkembangan yang sangat pesat sekali, hal ini tercermin dari hasil pengerahan dana masyarakat (DPK) dari Rp. 37,5 trilyun pada tahun 1987, Rp. 357 trilyun pada tahun 1997 dan pada akhir tahun 2009 menjadi Rp. 1.973 trilyun. Perkembangan mobilisasi dana
masyarakat yang tinggi ini mununjukkan betapa besar kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, dengan kata lain banking habit masyarakat sudah tinggi. Kondisi dan dinamika dalam industri perbankan tersebut kemudian ditangkap oleh masing-masing bank sebagai sebuah peluang dan tantangan. Maka persaingan dalam industri perbankan pun menjadi semakin ketat. Bank-bank melakukan berbagai strategi untuk dapat meningkatkan kinerjanya serta memenangangkan persaingan (kompetisi). Dalam analisis ekonomi industri dikenal pendekatan structure-conductperformance (SCP) yang menjelaskan hubungan yang searah (linier) ataupun hubungan yang timbal balik antara struktur, perilaku dan kinerja perusahaan. Dalam pendekatan SCP, Rasio Aset (RA) digunakan sebagai variabel yang menjadi proxy struktur pasar dan derajat kompetisi dalam industri, kemudian Net Interest Margin (NIM), Capital Adequacy Ratio (CAR), Loans to Deposit Ratio (LDR), dan Non Performing Loans (NPL) menjadi variabel perilaku (strategi) yang dilakukan oleh masing-masing bank. Selain pendekatan SCP, ada pula pendekatan relative efficiency (RE) dimana pendekatan ini merupakan pendekatan alternatif daripada SCP. Market share (pangsa pasar) digunakan sebagai variabel yang menjadi proxy efisiensi sebuah perusahaan (bank).
Pada akhirnya akan diteliti pendekatan/mazhab (hypothesis) manakah yang lebih tepat dalam menggambarkan kondisi industri perbankan di Indonesia. Berdasarkan pada masalah tersebut, maka diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh struktur dan perilaku terhadap kinerja dalam industri perbankan di Indonesia? 2. Pendekatan (hyphotesis) manakah yang lebih tepat dalam menggambarkan kondisi industri perbankan di Indonesia, pendekatan Structure-ConductPerformance (SCP) ataukah pendekatan Relative Efficiency (RE)?
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah : 1. Menganalisis pengaruh struktur dan perilaku terhadap kinerja dalam industri perbankan di Indonesia. 2. Menganalisis pendekatan (hypothesis) manakah yang lebih tepat dalam menggambarkan kondisi industri perbankan di Indonesia, StructureConduct-Performance ataukah pendekatan Relative Efficiency.
Adapun kegunaan penelitian ini antara lain : 1. Bagi Peneliti Diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi industri perbankan nasional sehingga dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya. 2. Bagi Pemerintah Sebagai bahan pertimbangan atau acuan bagi pemerintah khususnya Bank Indonesia dalam membuat kebijakan-kebijakan yang terkait dengan sektor perbankan sehingga industri perbankan nasional semakin maju dan mampu bersaing di pasar global. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya dalam mengembangkan penelitian pada jenis yang sama.
1.4 Sistematika Penulisan Skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan urutan penulisan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang dari penelitian ini yang selanjutnya dirumuskan permasalahan penelitian yang berupa pertanyaan kajian. Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka dikemukakan tujuan
dan kegunaan penelitian. Pada bagian akhir bab ini akan dijabarkan sistematika penulisan. BAB II TELAAH PUSTAKA Bab ini menguraikan tentang teori-teori dan penelitian terdahulu yang melandasi penelitian ini. Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian terdahulu, maka akan terbentuk suatu kerangka pemikiran dan penentuan hipotesis awal yang akan diuji. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang variabel dan definisi operasional variabel penelitian, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, serta metode analisis yang digunakan. BAB IV HASIL DAN ANALISIS Bab ini berisi tentang gambaran umum objek penelitian. Selain itu bab ini juga menguraikan mengenai analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dan pembahasan mengenai hasil analisis dari objek penelitian. BAB V PENUTUP Bab ini berisi tiga bagian; pertama merupakan kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis; kedua adalah keterbatasan dalam penelitian ketiga adalah saran.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1
Paradigma Structure-Conduct-Performance (SCP) Salah satu kerangka dasar dalam analisis ekonomi industri adalah hubungan
antara
Stuktur-Perilaku-Kinerja
atau
Stucture-Conduct-Performance
(S-C-P).
Struktur (structure) suatu industri akan menentukan bagaimana para pelaku industri berperilaku (conduct) yang pada akhirnya menentukan kinerja (performance) industri tersebut. S-C-P (Structure-Conduct-Performance) merupakan tiga kategori utama yang digunakan untuk melihat kondisi struktur pasar dan persaingan yang terjadi di pasar. Struktur sebuah pasar akan mempengaruhi perilaku perusahaan dalam pasar tersebut yang secara bersama-sama menentukan kinerja sistem pasar secara keseluruhan. Barney dan Hesterly (1996) mengemukakan bahwa, teori SCP bersama teori resource-based of the firm merupakan perbaikan dari teori biaya transaksi dan teori keagenan. Permasalahan dalam suatu industri bukan hanya mengapa suatu perusahaan eksis dalam suatu industri, namun juga mengapa dalam industri yang sama kinerja suatu perusahaan berbeda, dengan perusahaan lain. E.S. Mason dan Joe Bain menurut Shepherd (1990) berusaha menjawab pertanyaan tersebut dengan mengembangkan teori SCP. Hanya saja apa yang dikembangkan oleh keduanya
memiliki tujuan yang berbeda dengan perkembangan teori SCP pada saat ini. Pada awalnya, teori SCP dimanfaatkan untuk membantu pemerintah mengurangi bahaya perusahaan yang kurang kompetitif. Adapun teori SCP pada saat ini bermanfaat sebagai manajemen strategis perusahaan. Dasar paradigma SCP dicetuskan oleh Mason (1939) yang mengemukakan bahwa struktur (structure) suatu industri akan menentukan bagaimana para pelaku industri berperilaku (conduct) yang pada akhirnya menentukan keragaan atau kinerja (performance) industri tersebut. Struktur biasanya diukur dengan rasio konsentrasi. Perilaku antara lain dilihat dari tingkat persaingan ataupun kolusi antar produsen. Keragaan atau kinerja suatu industri diukur antara lain dari derajat inovasi, efisiensi dan profitabilitas. Hubungan SCP dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2.1 Pendekatan Structure-Conduct-Performance (SCP)
Structure
Conduct
Performance
Dalam struktur pasar terdapat tiga elemen pokok yaitu pangsa pasar (market share), konsentrasi pasar (market concentration) dan hambatan-hambatan untuk masuk pasar (barrier to entry). Perilaku pasar terdiri dari kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh pelaku pasar dan juga pesaingnya, terutama dalam hal harga dan karakteristik produk. Perilaku pasar dapat dikelompokkan menjadi perilaku dalam strategi harga, perilaku dalam strategi produk dan perilaku dalam strategi promosi. Sedangkan kinerja industri biasanya dipusatkan pada tiga aspek pokok yaitu efisiensi,
kemajuan teknologi dan kesinambungan dalam distribusi. Variabel yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja suatu industri adalah Profit. Hubungan SCP telah lama menjadi isu yang menantang dan kontroversial sebab isu inilah yang membedakan antar kelompok strukturalist dan behaviorist. Menurut Joe Bain dalam Grether (1970), variabel struktur lebih penting dari variabel kinerja, sebab kinerja pasar dapat dijelaskan dengan baik hanya dengan variabel struktur, seperti concentration
ratio dan barrier to entry. Lebih jauh, Joe Bain
mengatakan bahwa perilaku pasar hanya merupakan kinerja pasar atau bahkan merupakan cerminan dari sifat bersaing pada suatu pasar. Selain itu perilaku pasar sering mengalami kesulitan untuk diobservasi, dengan kata lain sulit untuk menemukan ukuran yang obyektif. Namun demikian, dalam bentuk umum, substansi dasar teori SCP menurut Dennis dan Perloff (2000), adalah struktur pasar dan perilaku perusahaan sebagai sumber kinerja perusahaan. Teori SCP berusaha menjelaskan bagaimana, perusahaan dalam suatu struktur pasar tertentu yang melingkupinya, (structure=S) akan berperilaku (conduct=C) sehingga tercipta suatu kinerja tertentu (performance=P). Secara lebih khusus, Martin (1994), mengemukakan bahwa struktur pasar dengan tingkat konsentrasi yang tinggi akan mendorong perusahaan untuk berperilaku kolusi daripada bersaing satu sama lain. Struktur dan perilaku ini akan mempengaruhi kinerja yang tercermin dalam harga, efisiensi, atau tingkat inovasi.
2.1.1.1 Struktur (Structure) Stuktur pasar menunjukkan karakter pasar sebab di dalamnya terkandung seperangkat variabel yang bersifat stabil dalam jangka panjang. Burges (1989), menunjuk kondisi permintaan, penawaran, skala ekonomi, elastisitas permintaan dan kebijakan pemerintah sebagai basic condition yang mempengaruhi struktur industri. Sedangkan Kirk Patrick (1985) memberikan empat gambaran struktural utama dalam pasar, yaitu seller condition, buyers concentration, entry barriers dan product differentiation. Dari keseluruhan hal di atas yang mempengaruhi struktur pasar, dapat dikatakan bahwa struktur industri merupakan cerminan struktur pasar suatu industri. Pasar dalam arti sempit adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli. Dalam pengertian yang lebih umum, pasar merupakan suatu wujud abstrak suatu mekanisme ketika pihak pembeli dan penjual bertemu untuk mengadakan tukar-menukar. Karakteristik yang paling penting agar sesuatu bisa disebut pasar adalah adanya pembeli dan penjual yang bertemu dan terciptanya transaksi yang melibatkan harga dan kuantitas (Hasibuan dalam Mudrajad, 2007). Pada awalnya struktur pasar hanya dilihat dari konsentrasi penjualan di antara beberapa perusahaan dalam pasar. Akan tetapi struktur pasar seperti itu tidak sepenuhnya dapat mengukur derajat persaingan di antara industri (Bird, 1999). Untuk melihat hakikat struktur pasar perlu diperhatikan rasio konsentrasi yang di dalamnya terkandung perubahan-perubahan relatif jumlah perusahaan (Intriligator, 1978).
Menurut Martin (1998), terdapat tiga unsur untuk mengestimasi struktur pasar, yaitu share perusahaan dalam pasar, jumlah perusahaan dominan dan kondisi entry. Berkaitan dengan share perusahaan dan jumlah perusahaan dominan dapat ditemukan rasio konsentrasi pasar yang mengukur struktur pasar sekaligus derajat persaingan sebab diestimasi dari jumlah kumulatif bagian pangsa pasar dari K (n atau jumlah) perusahaan terbesar dalam industri dengan besaran nilai untuk K adalah 4, 8, dan 20. Nilai rasio konsentrasi adalah antara 0 (mengarah pada derajat pasar persaingan sempuma) sampai 1 (yang mengarah pada derajat pasar monopoli). Adapun mengenai variabel yang dipakai untuk pengukuran rasio konsentrasi, selain variabel nilai penjualan, dapat juga menggunakan variabel value added, jumlah tenaga kerja, dan nilai aset. Dalam hal itu, J-V. Koch dalam Sherer (1990), menyatakan konsentrasi sebagai jumlah dan ukuran distribusi penjual dan pembeli yang ada di pasar. Adapun Joe S. Bain (dalam Nurimansyah, 1991) mengartikan konsentrasi sebagai kepemilikan terhadap sejumlah besar sumber daya ekonomi oleh sejumlah kecil pelaku ekonomi. Oleh karena itu, rasio konsentrasi merupakan indikator struktur pasar. Apabila tingkat konsentrasi dalam industri tinggi, maka tingkat persaingan antar perusahaan dalam industri rendah, dengan demikian pasamya mengarah ke bentuk monopoli. Sebaliknya, apabila tingkat konsentrasinya rendah, maka pasanya mengarah ke bentuk oligopoli karena tingkat persaingan antar perusahaan dalam industrinya semakin tampak.
Untuk lebih jelasnya, lihat tabel 2.1 tentang jenis-jenis utama struktur pasar, yang dibedakan menurut jumlah produsen, diferensiasi produk, derajat pengendalian harga, metode pemasaran dan contohnya.
Tabel 2.1 Jenis-Jenis Utama Struktur Pasar No
Struktur
Jumlah Produsen dan Derajat Diferensiasi Produk
1
Monopoli
Produsen tunggal, produk tanpa barang substitusi yang dekat
2
Persaingan Tidak Sempurna a. Oligopoli Jumlah produsen sedikit, hanya sedikit perbedaan dalam produk, atau tidak ada sama sekali Jumlah produsen sedikit, diferensiasi produk (berbeda) b. Persaingan Jumlah produsen Monopolistik banyak, banyak (banyak produk
Contohnya dalam Perekonomian
Fasilitas telepon, listrik dan gas (monopoli alamiah); Microsoft Windows; Paten obat
Derajat Metode Pengendalian Pemasaran Perusahaan terhadap Harga Sangat besar Melalui iklan dan produksi jasa
Industri baja dan bahan kimia
Beberapa
Iklan dan persaingan kualitas, penetapan harga
Industri mobil, program pengolah kata
Beberapa
Perdagangan eceran (pizza, bensin, dsb),
Ada, sedikit
Iklan dan persaingan kualitas, penetapan harga Iklan dan persaingan kualitas,
3.
penjual produk berbeda) Persaingan Sempurna
diferensiasi (semu atau riil)
komputer PC
Jumlah produsen banyak, produk identik (homogen)
Beberapa produk Tidak ada pertanian dasar (gandum, jagung, ds b) Sumber : Samuelson dan Nordhaus dalam Mudrajad, 2007
penetapan harga Pertukaran pasar atau lelang
2.1.1.2 Perilaku (Conduct) Perilaku mengacu pada keputusan dalam menentukan harga dan cara bagaimana keputusan itu ditetapkan. Dalam teori klasik perilaku dapat dibedakan menjadi dua kelompok perilaku. Pertama perilaku kolusi (collusive) seperti kartel dan kepemimpinan harga. Kedua non kolusi (non collusive) termasuk dalam kelompok non kolusi seperti model Cournot, Bertand atau Chamberlin Koutsoyiannis (1985). Perilaku pasar dapat dikelompokkan menjadi perilaku dalam strategi harga, perilaku dalam strategi produk dan perilaku dalam strategi promosi. Strategi Harga Dalam studi kasus industri perbankan, harga yang dikenakan berupa tingkat suku bunga yaitu bunga simpanan, giro, deposito, dan bunga kredit. Selisih antara bunga simpanan dengan bunga kredit disebut Net Interest Margin (NIM). Selain itu, juga terdapat harga atas jasa (services) bank.
Integrasi dan Merjer Perilaku integrasi dan merjer ternyata bervariasi antar industri. Integrasi secara umum didefinisikan sebagai penggabungan sumber-sumber yang produktif. Integrasi dapat dilakukan melalui merjer, yang didefinisikan sebagai penggabungan antara dua perusahaan atau lebih menjadi sebuah perusahaan yang lebih besar. Para ekonom membagi aktivitas integrasi menjadi tiga jenis, yaitu integrasi vertikal (vertical integration), integrasi horizontal (horizontal integration) dan merjer konglomerat (conglomerate merger). 1. Integrasi Vertikal (vertical integration) Strategi integrasi vertikal adalah usaha perusahaan untuk memperoleh kendali terhadap inputnya (backward), outputnya (forward) atau keduanya. Pada integrasi vertikal ke belakang, perusahaan memperoleh kendali terhadap input atau sumber dayanya dengan menjadi pemasoknya sendiri. Pada integrasi vertikal ke depan, perusahaan memperoleh kendali terhadap output (produk atau jasa) dengan menjadi distributor bagi dirinya sendiri. Strategi integrasi vertikal dianggap sebagai strategi pertumbuhan karena memperluas operasi perusahaan. Namun, suatu organisasi bisnis tunggal yang menggunakan strategi vertikal tetap dianggap organisasi bisnis tunggal karena perusahaan tidak diperluas dalam industri yang berbeda-beda. Tabel 2.2 menyajikan ringkasan manfaat dan biaya yang berkaitan dengan integrasi vertikal.
Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Utama Strategi Integrasi Vertikal Kelebihan x x x
Mengurangi biaya penjualan dan pembelian Memeperbaiki koordinasi antarfungsi dan kapabilitas Melindungi hak kepemilikan terhadap teknologi
Sumber : Coulter dalam Kuncoro, 2007
Kekurangan x x x
Mengurangi fleksibilitas, karena perusahaan terkunci dalam produk dan teknologi Kesulitan dalam mengintegrasikan bermacam operasi Beban finansial ketika memulai usaha atau akuisisi
2. Integrasi Horizontal (horizontal integration) Integrasi vertikal melibatkan satu perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama, tetapi memasok input atau mendistribusikan outputnya sendiri. Sebaliknya, integrasi horizontal memperluas operasi perusahaan dengan mengombinasikan perusahaannya dengan perusahaan lain dalam industri yang sama dan melakukan hal yang sama dengannya. Artinya adalah bagaimana mengombinasikan operasionalnya dengan pesaingnya. Tipe strategi pertumbuhan demikian mempertahankan perusahaan dalam industri yang sama, tetapi dengan maksud memperluas pangsa pasar dan memperkuat posisinya. Pada praktiknya, strategi integrasi horizontal dilakukan melalui merjer antarperusahaan dalam industri yang sama.
3. Merjer Konglomerat (conglomerate mergers) Merger konglomerat adalah usaha diversifikasi operasional perusahaan yang tengah dilakukan ke dalam industri yang sama sekali berbeda. Proses integrasi mencakup integrasi dua atau lebih perusahaan dengan lini bisnis berbeda. Segala bentuk perpindahan dalam industri yang berbeda (terkait atau tidak terkait) secara otomatis membuat suatu perusahaan menjadi sebuah organisasi bisnis ganda karena sudah tidak beroperasi hanya dalam satu industri. Proses integrasi jenis ini menjadi penting karena dalam siklus bisnis tidak ada suatu bisnis yang terus-menerus mendapatkan keuntungan. Karena perimintaan pada suatu produk kadang meningkat kadang juga menurun. Integrasi model merjer konglomerat ini akan meningkatkan arus kas perusahaan (cash flow). Keuntungan dalam suatu lini bisnis dapat digunakan untuk menjadi modal pada lini bisnis lainnya yang permintaan produknya rendah. Proses merjer dapat menurunkan biaya transaksi (transaction costs), mempermudah mencapai economies of scale dan economies of scope, meningkatkan kekuatan pasar serta akses lebih baik pada pasar modal.
Gambar 2.2 Alternatif Strategi yang bisa diambil Perusahaan dalam Diversifikasi
Pilihan Strategi
Diversifikasi ke dalam bisnis terkait x Membangun kepercayaan pemegang saham dengan menambah bisnis strategis yang sesuai dengan perusahaan Mentransfer keahlian dan kemampuan dari satu bisnis ke bisnis yang lain Berbagi fasilitas dan sumber daya untuk mengurangi biaya Meningkatkan kegunaan nama merek yang sudah ada Mengombinasikan sumber daya untuk menciptakan kekuatan dan keunggulan kompetitif yang baru
Diversifikasi ke dalam bisnis yang tak terkait (Merger Konglomerat) x Menyebar risiko ke dalam bisnis yang berbeda rcuadyraaajnadp, e2m Sumber : Thompson dxan SM treicmkblaanndgudnalkaempeM 00eg7ang saham dengan melakukan pekerjaan yang bagus dalam memilih bisnis untuk diversifikasi dan mengontrol seluruh bisnis dalam portofolio perusahaan Diversifikasi ke dalam bisnis terkait dan tidak terkait
2.1.1.3 Kinerja (Performance) Kinerja terkait dengan tiga hal, yaitu profitabilitas, efisiensi (secara teknis dan alokasi) dan terakhir adalah progressiveness atau pertumbuhan yaitu pada efisiensi statis, produksi didasarkan pada biaya minimum, sedangkan pada efisiensi dinamis tergantung dari kemajuan teknologi. (Intriligator, 1978, dan Martin, 1994). Konsep efisiensi dan profitabilitas merupakan indikator yang paling sering digunakan dalam menilai kualitas kinerja suatu industri. Adapun profitabilitas mengacu pada hasil akhir yang dapat dicapai dengan berbagai kebijakan dan strategi yang mencerminkan seberapa baik pengelolaan usaha dalam industri tersebut. Sedangkan efisiensi mengacu pada konsep kemampuan suatu industri dalam memproduksi pada tingkat biaya yang paling rendah yang mampu dicapai.
Gambar 2.3 Kerangka SCP pada Industri Perbankan Basic Condition Uncertainty Asymetric Information Transaction Costs Supply Services Inputs/Technology Principal-agent-relationship Production externalities
Demand
Price elasticity Switching costs Loyality Substitutes Risk aversion Network externalities Public Policy Protective regulations Prudential regulations Competition policy
Market Structure Market segmentation Product differentiation Extent of market Diversification Cost Structures Barriers to entry and exit Conduct Price competition Network and quality competition Advertising Price discrimination Collusion Predation Mergers Information gathering
Expense-preference behavior and risk avoidance Innovation Performance Productive and allocative efficiency Progress Full employment Sumber : Neuberger, 1997
2.1.2
Paradigma Relative Efficiency (RE) Berbeda dengan paradigma SCP, paradigma RE merupakan pendekatan
alternatif yang menjelaskan keterkaitan antara efisiensi dengan laba atau kinerja yang diharapkan oleh perusahaan. Pendekatan RE menekankan bahwa efisiensi lah yang akan mendorong tingkat keuntungan (profitabilitas) yang lebih tinggi. Menurut Smirlock (dalam Samad, 2007), tidak ada hubungan antara tingkat konsentrasi dengan tingkat keuntungan (profitabilitas). Dengan kata lain, kinerja sebuah perusahaan akan sangat tergantung dari derajat efisiensinya. Jika sebuah perusahaan mampu meningkatkan derajat efisiensinya dibandingkan para pesaingnya (hal ini juga tergantung dari struktur biaya produksi yang relatif lebih rendah dari pesaingnya) maka perusahaan tersebut dapat memaksimalkan keuntungannya dan meningkatkan ukuran (size) serta pangsa pasarnya (market share). Terminologi yang digunakan dalam paradigma RE ini yaitu bahwa perusahaan akan mencapai efisiensi jika mampu meningkatkan skala ekonomisnya (economies of scale). Skala ekonomi dapat menjadi penghambat bagi perusahaan baru untuk masuk
ke dalam industri. Apabila suatu perusahaan dapat menikmati skala ekonomi hingga ke tingkat produksi yang sangat besar, ini berarti bahwa makin banyak produksi yang dihasilkan maka makin rendah biaya produksi per unitnya. Apabila permintaan di pasar meningkat, perusahaan lama (incumbent) mempunyai kesempatan lebih baik untuk memenuhi permintaan tersebut, karena mereka dapat menambah jumlah produksi dan pada waktu yang sama mengurangi biaya produksi per unit. Oleh karena itu, semakin besar jumlah penjualan maka semakin efisien produksinya. Ini akan menjadikan hambatan masuk bagi perusahaan baru (new entrant), karena pada mulanya luas pasaran barangnya hanya sebagian kecil dari perusahaan yang telah ada, dan oleh karena itu biaya produksi per unit adalah lebih tinggi daripada perusahaan lama (incumbent). Tingkat market share (MS) yang tinggi merupakan indikator keberhasilan perusahaan lama (incumbent) dalam menghasilkan efisiensi yang lebih baik. Tingginya market share (MS) perusahaan lama akan menjadi hambatan (restriksi) bagi perusahaan baru yang akan masuk ke pasar maupun sebagai strategi untuk mengurangi rival yang ada di pasar (industri). Penurunan market share (MS) akan memberikan ruang bagi perusahaan baru untuk masuk ke dalam pasar sehingga perusahaan tersebut berpeluang untuk mencapai tingkat yang paling efisien.
Gambar 2.4 Kurva Keseimbangan Jangka Panjang Karena Kenaikan Permintaan (Economies of Scale) P
MC1
MCo
AC o
P
So S1
AC 1
E1 P1 Po P2
P1 Po P2
Eo E2
P2
D1
LRS
Do O
Qo
Q1
Keseimbangan Perusahaan
O
Qo
Q1
Q2
Keseimbangan Pasar
Apabila permintaan di pasar meningkat, perusahaan lama (incumbent) dapat meningkatkan laba dengan cara meningkatkan skala ekonomisnya (economies of scale). Semakin banyak produksi yang dihasilkan perusahaan maka makin rendah biaya produksi per unitnya (Average Cost/AC), ditunjukkan pada peningkatan Qo menjadi Q1 (peningkatan produksi) dan penurunan ACo menjadi AC1 (penurunan biaya produksi per unit). Keseimbangan pasar awalnya ditunjukkan pada titik Eo, kemudian permintaan di pasar meningkat yang dapat meningkatkan harga barang, ditunjukkan pada pergeseran kurva permintaan dari Do menjadi D1, sehingga keseimbangan baru terbentuk di titik E1 (Q1,P1). Akibat kenaikan harga tersebut, tingkat keuntungan perusahaan meningkat dan secara tidak langsung akan mempengaruhi perusahaan-
perusahaan baru untuk memasuki pasar sehingga terjadi kenaikan jumlah perusahaan. Selanjutnya,
kenaikan
perusahaan
yang
memasuki
pasar
(industri)
akan
meningkatkan penawaran barang sehingga pada akhirnya akan menurunkan harga kembali sesuai dengan hukum permintaan, ditunjukkan pada pergeseran kurva penawaran dari So menjadi S1, keseimbangan pasar yang baru terbentuk pada titik E2 (Q2,P2). Dalam jangka panjang kurva penawaran akan menghasilkan slope yang negatif, artinya biaya dan harga-harga semakin menurun dengan semakin banyaknya output yang dihasilkan. Dengan asumsi bahwa perusahaan lama (incumbent) memiliki market share (MS) yang tinggi (dominan), perusahaan lama dapat memanfaatkan kondisi tersebut dengan meningkatkan skala ekonomisnya (peningkatan produksi dan penurunan biaya rata-rata produksi/AC) sehingga dapat meningkatkan laba/keuntungan perusahaan serta dapat meningkatkan ataupun menjaga market share yang tetap tinggi.
2.2 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang berkaitan dengan struktur, perilaku dan kinerja dalam suatu industri perbankan, antara lain: 1. Market Structure, Conduct and Performance: Evidence from the Bangladesh Banking Industry (Abdus Samad, 2007) Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja dalam industri perbankan di Bangladesh. Peneliti menggunakan dua pendekatan (hypothesis) dalam mengukur hubungan tersebut, yaitu dengan pendekatan SCP dan pendekatan efisiensi (efficiency hypothesis). Penelitian ini menggunakan data cross section 42 bank dalam 4 tahun. Metode analisisnya menggunakan metode regresi OLS biasa. Hasil dari penelitian ini yaitu variabel CR3 tidak signifikan mempengaruhi profit, dan variabel MS signifikan mempengaruhi profit. Hasil ini mendukung hipotesa efisiensi (efficiency hypothesis) dan menolak hipotesa SCP. Kemudian variabel lainnya seperti CRTA, LDEP, Assets dan Owner menunjukkan hasil yang signifikan dalam mempengaruhi profit. 2. Concentration, Competition, Efficiency and Profitability of the Turkish Banking Sector in the Post-Crises Period (Ahmet Faruk Aysan, dkk, 2007) Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja dalam industri perbankan di Turki. Penelitian ini menggunakan data panel 27 bank dalam 5 tahun. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa tidak ada hubungan antara rasio konsentrasi dengan derajat kompetisi. Bank-bank yang besar (dihitung dengan CR3 dan CR5) umumnya lebih efisien dibandingkan bank-bank dengan
jumlah aset yang kecil. Bank asing ternyata lebih efisien dibandingkan bank milik pemerintah ataupun bank swasta domestik. Penelitian ini menggunakan ROA dan ROE sebagai ukuran tingkat keuntungan (profitability). Hanya variabel dummy yang secara signifikan mampu menjelaskan ROA sebagai ukuran profitabilitas. Hasil tersebut menunjukkan bahwa bank asing lah yang memilki tingkat keuntungan yang lebih tinggi di dalam industri tersebut.
Kemudian Industri perbankan di Turki
menunjukkan pasar persaingan monopolisitik. 3. Reevaluation of the Stucture-Conduct-Performance Paradigm in Banking (Douglas D.Evanoff dan Diana L.Fortier, 1988) Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara struktur, perilaku dan kinerja dalam industri perbankan di Amerika Serikat. Penelitian ini menggunakan data time series 1984 bank dalam 1 tahun. Hasil penelitian ini mendukung efficient structure hypothesis atau yang dikenal dengan pendekatan alternatif (mazhab efisiensi). Struktur pasar berpengaruh secara signifikan terhadap profit perusahaan jika hambatan masuknya juga besar. Kemudian variabel lainnya juga mempengaruhi profit yaitu variabel CAPAST, MKTDEP, MGROW, POPD, ASSET, DDTOPDEP, LTOAST, dan DUMMY.
2.3 Kerangka Pemikiran Salah satu kerangka dasar dalam analisis ekonomi industri adalah hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja atau Structure-Conduct-Performance (SCP). Hubungan paling sederhana dari ketiga variabel tersebut adalah hubungan linier dimana struktur mempengaruhi
perilaku
kemudian
perilaku
mempengaruhi
kinerja.
Dalam
perkembangannya hubungan tersebut menjadi suatu kerangka yang timbal balik dan saling mempengaruhi, termasuk masuknya variabel-variabel baru dalam interaksi tersebut antara lain teknologi, progresifitas, strategi dan usaha-usaha untuk mendorong penjualan (Martin, 2009). Hasil yang diharapkan dari interaksi tersebut adalah kinerja yang baik dan sustainabilitas perusahaan dalam jangka panjang. Salah satu variabel penting yang biasa digunakan untuk mengukur kinerja adalah tingkat keuntungan atau profitabilitas perusahaan. Berdasarkan pada kerangka hubungan Struktur-Perilaku-Kinerja tersebut di atas, kinerja perusahaan selanjutnya sangat dipengaruhi atau ditentukan oleh variabel perilaku. Perilaku perusahaan menjadi satu bahasan yang menarik jika persaingan yang terjadi adalah persaingan tidak sempurna (perfect competition). Dalam persaingan sempurna perusahaan akan menjual produk pada harga pasar dengan status hanya sebagai price taker, tetapi tidak mempunyai insentif lebih jauh untuk melakukan strategi lain. Dalam penelitian ini variabel-variabel yang akan menggambarkan perilaku atau strategi perusahaan yaitu Net interest margin (NIM), Capital Adequacy Ratio
(CAR), Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non Performing Loans (NPL). NIM menunjukkan selisih bunga simpanan (dana pihak ketiga) dengan bunga pinjaman. Artinya jika NIM meningkat maka pendapatan atas spread base bank juga akan meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan tingkat keuntungan (profit). CAR menunjukkan rasio kecukupan modal, artinya jika CAR meningkat maka menunjukkan tingkat kesehatan bank yang baik sehingga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat sehingga harapan (ekspektasi) akan tingkat keuntungan (profit) juga akan meningkat. LDR menunjukkan rasio penyaluran kredit terhadap simpanan, jika nilai LDR semakin tinggi maka harapan (ekspektasi) akan tingkat keuntungan (profit) juga meningkat. Kemudian variabel Non Performing Loans (NPL) menggambarkan rasio kredit bermasalah bagi masing-masing perusahaan (bank), semakin besar nilai NPL maka akan berpengaruh pada penurunan kinerja (profit) bank tersebut. Sedangkan untuk menggambarkan struktur industri maka variabel yang digunakan yaitu dengan rasio aset (RA) dan pangsa pasar (market share/MS). Semakin tinggi RA menunjukkan pasar semakin terkonsentrasi sehingga keuntungan terbesar hanya dinikmati oleh perusahaan-perusahaan terbesar yang ada di industri tersebut. Demikian pula dengan Market Share (MS), MS menggambarkan efisiensi yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu industri. Jika nilai CR dan MS semakin tinggi maka akan memberikan hambatan masuk bagi perusahaan baru dan perusahaan yang menjadi leader (incumbent) dalam industri tersebut akan dapat meningkatkan tingkat keuntungannya (profit).
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Structure
Conduct
Rasio Aset (RA) Market Share (MS)
Net Interest Margin (NIM) Capital Adequacy Ratio (CAR) Loan to Deposit Ratio (LDR) Non Performing Loans (NPL)
Performace Profit
2.4 Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Rasio Aset (RA) diduga berpengaruh positif terhadap keuntungan (profit). Jika nilai RA mendekati 100 maka semakin menunjukkan pasar yang oligopoli bahkan cenderung monopoli. Semakin tinggi nilai rasio aset maka semakin sulit bagi perusahaan baru untuk masuk ke industri tersebut sehingga keuntungan perusahaan (profit) akan meningkat. 2. Pangsa pasar (Market Share) diduga berpengaruh positif terhadap keuntungan (profit). Semakin tinggi nilai MS menunjukkan perusahaan semakin efisien (mencapai skala ekonomisnya) sehingga keuntungan yang didapat oleh perusahaan pun akan meningkat.
3. Net Interst Margin (NIM) diduga berpengaruh positif terhadap keuntungan (profit). Semakin tinggi nilai NIM maka akan meningkatkan pendapatan spread base (selisih antara bunga simpanan dengan bunga pinjaman). Akibatnya keuntungan (profit) perusahaan juga akan meningkat. 4. Capital Adequacy Ratio (CAR) diduga berpengaruh positif terhadap keuntungan (profit). Semakin tinggi nilai CAR menunjukkan tingkat kesehatan perusahaan yang semakin besar sehingga menaikkan harapan (ekspektasi) akan tingkat keuntungan (profit). 5. Loan to Deposit Ratio (LDR) diduga berpengaruh positif terhadap keuntungan (profit). Semakin tinggi nilai LDR menunjukkan perusahaan (bank) meningkatkan rasio kredit atas simpanan (dana pihak ketiga). Perusahaan berharap untuk mendapatkan penghasilan dari pendapatan bunga kredit ataupun bagi hasil, sehingga kenaikan LDR berpotensi untuk meningkatkan tingkat keuntungan (profit). 6. Non Performing Loans (NPL) diduga berpengaruh negatif terhadap keuntungan (profit). Semakin besar nilai NPL maka menggambarkan besarnya kredit bermasalah sehingga perolehan pendapatan dari bunga pinjaman juga menurun (tidak sesuai harapan). Akibatnya keuntungan (profit) perusahaan juga akan menurun.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.1.1
Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan profit (∏) sebagai variabel dependen, sedangkan
sebagai variabel independen dalam penelitian ini yaitu RA (Rasio Aset), MS (Market Share), NIM (Net Interest Margin), CAR (Capital Adequacy Ratio), LDR (Loans to Deposit Ratio), dan Non Performing Loans (NPL), dan Owner. 3.1.2 x
Definisi Operasional Variabel Profit (∏) Dalam penelitian ini, variabel profit/laba merupakan variabel dependen dan merupakan ukuran kinerja (performance) bank. Data laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba sebelum pajak. Variabel ini menggunakan satuan Jutaan rupiah.
x
Rasio Aset (RA) Rasio aset digunakan sebagai proxy struktur pasar (structure). Rasio aset pada industri perbankan merupakan nilai rasio antara aset masing-masing bank terhadap total aset yang dihasilkan oleh seluruh industri perbankan nasional. Variabel ini menggunakan satuan persentase.
RA = x
aset masing-masing bank x 100% Total aset industri perbankan
Market Share (MS) Market share digunakan sebagai proxy efisiensi perusahaan (bank). MS merupakan hasil dari kredit masing-masing bank dibagi total kredit dalam industri perbankan nasional. Variabel ini menggunakan satuan persentase. MS =
x
kredit masing-masing bank x 100% Total kredit industri perbankan
Net Interest Margin (NIM) NIM menunjukkan selisih bunga simpanan (dana pihak ketiga) dengan bunga pinjaman. Data NIM dalam penelitian ini diperoleh dari laporan keuangan masing-masing bank yang terkumpul dalam Direktori Perbankan Indonesia, Bank Indonesia. Variabel ini menggunakan satuan persentase.
x
Capital Adequacy Ratio (CAR) CAR menunjukkan rasio kecukupan modal sebagai indikator kualitas modal sebuah bank. Data CAR dalam penelitian ini diperoleh dari laporan keuangan masing-masing bank yang terkumpul dalam Direktori Perbankan Indonesia, Bank Indonesia. Variabel ini menggunakan satuan persentase.
x
Loans to Deposit Ratio (LDR) LDR menunjukkan rasio kredit terhadap dana pihak ketiga. Data LDR dalam penelitian ini diperoleh dari laporan keuangan masing-masing bank yang
terkumpul dalam Direktori Perbankan Indonesia, Bank Indonesia. Variabel ini menggunakan satuan persentase. x
Non Performing Loans (NPL) Variabel NPL juga memerlukan masa transisi (time lag) untuk mengetahui dampaknya terhadap kinerja. Oleh karena itu, data NPL dalam penelitian ini menggunakan data NPL pada tahun sebelumnya. Data NPL dalam penelitian ini diperoleh dari Direktori Perbankan Indonesia, Bank Indonesia. Variabel ini menggunakan satuan persentase.
x
Dummy Variable (D) Variabel boneka (dummy variable) yang digunakan dalam penelitian ini adalah dummy sektor. Bank milik pemerintah (Bank Persero dan BPD) diberi nilai 1 (benchmark) sedangkan Bank milik swasta (BUSN Devisa, BUSN Non Devisa, Bank Campuran dan Bank Asing) diberi nilai 0.
3.2
Jenis dan Sumber Data
3.2.1
Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Analisis menggunakan data panel yaitu kombinasi antara data cross-section dan data time series. Jika T adalah jumlah observasi dan n adalah jumlah unit waktu,
maka panel data terjadi jika T >1 dan n >1. Jika observasi untuk setiap unit waktu sama banyaknya disebut Balance Panels sedangkan jika tidak sama banyak disebut unbalance panels (Johnston, 2000). Proses mengkombinasi data cross section dan time series untuk membentuk panel disebut pooling. Keuntungan menggunakan panel data adalah karena fleksibilitasnya lebih tinggi dalam memodelkan perbedaan perilaku antar individu dibandingkan cross section (Grenee, 2003). Jumlah data yang besar menambah derajat kebebasan dan mengurangi kolinearitas diantara variabel bebasnya sehingga meningkatkan efisiensi dari estimasi ekonometrika dan dapat dilakukan analisa yang tidak mungkin dilakukan jika menggunakan kerat lintang atau deret waktu (Hsiao dalam Sibarani, 2002). Dalam model panel data ini terdiri atas data 82 bank umum pada industri perbankan nasional selama kurun waktu dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008. Bank umum tersebut terdiri dari 4 bank dari Kelompok Bank Persero, 24 bank dari Kelompok Bank Umum Swasta Nasional Devisa (BUSN Devisa), 18 bank dari Kelompok Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa (BUSN Non Devisa), 20 bank dari Kelompok Bank Pembangunan Daerah (BPD), 11 bank dari Kelompok Bank Campuran, dan 5 bank dari Kelompok Bank Asing. Jumlah bank umum (populasi) dalam industri perbankan di Indonesia selama kurun waktu tahun 2003-2008 sebenarnya ada sekitar 130 bank, namum dikarenakan tidak lengkapnya data yang dibutuhkan sebagai variabel penelitian maka hanya dapat
diambil 82 bank umum sebagai sampel, hal ini juga bertujuan untuk menjaga konsistensi data dalam penelitian.
3.2.2
Sumber Data Sumber data yang terkait dalam penelitian ini berasal dari data sekunder yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam Direktori Perbankan Indonesia.
3.3
Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang
diperoleh merupakan data-data dari berbagai literatur yang berkaitan baik berupa catatan-catatan, dokumen, arsip, maupun artikel. Data yang diperoleh kemudian disusun dan diolah sesuai dengan kepentingan dan tujuan penelitian. Untuk tujuan penelitian dimana data yang diperlukan adalah data Laba (profit), Aset, NIM, CAR, LDR, Kredit dan NPL dari masing-masing perusahaan (bank). Periode data yang diambil dimulai dari tahun 2003 sampai tahun 2008. Data-data tersebut diperoleh melalui Buku Direktori Perbankan Indonesia yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
3.4
Metode Analisis
3.4.1
Alat Analisis Metode analisis regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Fixed
Effects Model (FEM) atau Least Square Dummy Variable (LSDV) Model. Terminologi fixed effect menunjukkan bahwa meskipun intersep bervariasi sepanjang
individu (perusahaan), setiap intersep perusahaan tersebut tidak bervariasi sepanjang waktu, yang disebut time invariant. Dapat juga dinyatakan bahwa berdasarkan model FEM, diasumsikan bahwa koefisien slope dari regresor tidak bervariasi antar individu maupun antar waktu (Firmansyah, 2009). Bentuk model fixed effect adalah dengan memasukkan variabel dummy untuk menyatakan perbedaan intersep baik lintas individu (perusahaan) maupun waktu. Pemilihan dummy harus didasarkan pada pertimbangan yang tepat sehingga mampu melihat perbedaan yang terjadi diantara perusahaan (bank) pada industri perbankan nasional. Dummy yang dipilih adalah dummy sektoral yaitu dummy pada bank milik pemerintah yang dijadikan sebagai banchmark. Adapun bentuk persamaan dalam penelitian ini sebagai berikut: 2
∏=α0+α1RA+α2MS+α3NIM+α4CAR+α5LDR+α6NPLt-1+ ¦ E i Di H i 1
Dimana : α0
= intersep dari industri perbankan nasional
α1 s.d α6
= koefisien regresi
β1 s.d β2
= differential intercept coefficient, seberapa besar intersep subsektor industri perbankan nasional
∏
= laba
RA*
= rasio aset (berdasarkan aset)
MS *
= market share (berdasarkan kredit)
NIM
= net interest margin
CAR
= capital adequacy ratio
LDR
= loans to deposit ratio
NPLt-1
= non performing loans tahun sebelumnya
D
= variabel dummy (nilai 1 untuk bank milik pemerintah dan nilai 0 untuk bank milik swasta)
i
= jumlah bank umum
t
= tahun 2003-2008
RA*
: apabila koefisien α1 > 0 dan α2 = 0 maka mendukung hipotesis SCP
MS *
: apabila koefisien α1 = 0 dan α2 > 0 maka mendukung hipotesis RE
3.4.2
Pengujian Statistik (First Order Test)
3.4.2.1 Pengujian Koefisien Determinan (R2) Koefisien determinasi R2 pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (goodness of fit test). Nilai koefisien determinasi di antara 0 dan 1 (0 < R2 <1), nilai (R2) yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untk memperoleh prediksi variasi model dependen (Gujarati, 2003). Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat, tidak peduli apakah variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen atau tidak. Oleh karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai adjusted R2 pada saat mengevaluasi model regresi terbaik. Tidak seperti R2, nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model. 3.4.2.2 Pengujian Koefisien Regresi Secara Individual (Uji t) Uji t dilakukan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat dengan menganggap variabel bebas lainnya adalah konstan. Nilai t hitung dirumuskan dengan : t hitung �
koe�isien regresi �bi� standar deviasi bi
....………………………………………………(3.2)
Pada tingkat signifikansi 5 persen dengan pengujian yang digunakan adalah
sebagai berikut : Ho ditolak apabila t hitung > t tabel, yang berarti variabel independennya mempengaruhi variabel dependen secara sifnifikan. 3.4.2.3 Pengujian Koefisien Regresi Secara Serentak (Uji F) Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara keseluruhan signifikan secara statistik dalam mempengaruhi variabel-variabel dependen. Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel, maka variabel-variabel independen secara keseluruhan berpengaruh terhadap variabel dependen secara signifikan. Hipotesis yang digunakan adalah: H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = 0 H1 : minimal ada satu koefisien regresi tidak sama dengan nol (Gujarati, 2003).
Nilai F hitung dirumuskan sebagai berikut : 𝐹�
𝑅 2 ⁄�𝐾−1�
�1−𝑅 2 �/ �𝑁−𝐾�
………………………………...…………………………(3.3)
Dimana:
K = jumlah parameter yang diestimasi termasuk konstanta N = jumlah observasi Pada tingkat signifikansi 5 persen dengan kriteria pengujian yang digunakan sebagai berikut : 1. H0 diterima dan H1 ditolak apabila F hitung < F tabel, yang artinya variabel penjelas secara serempak atau bersama-sama tidak mempengaruhi variabel yang dijelaskan secara signifikan. 2. H0 ditolak dan H1 diterima apabila F hitung > F tabel, yang artinya variabel penjelas secara serentak dan bersama-sama mempengaruhi variabel yang dijelaskan secara signifikan.
3.4.3
Uji Asumsi Klasik (Second Order Test)
3.4.3.1 Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah suatu gejala dimana terdapat korelasi antar variabel independen (Nachrowi dan Ustman, dalam Prabawati 2009). Model regresi yang baik adalah tidak terjadi korelasi antara variabel independen. Jika terjadi korelasi, maka variabel ini tidak ortogonal yang artinya variabel independen memiliki nilai korelasi antar sesama variabel sama dengan nol.
Untuk mendeteksi apakah terjadi multikolinearitas atau tidak di dalam model, dapat dilihat apakah R-Squared yang dihasilkan oleh estimasi tinggi, akan tetapi secara individu variabel independen banyak yang tidak signifikan (Gujarati, 2003). Dalam penelitian ini, cara yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model adalah regresi parsial atau metode Klein’s Rule of Thumb. Dimana perlu dilakukan auxialary regression antar variabel independen, kemudian membandingkan nilai R-Squared (regresi parsial) dengan RSquared regresi utama. Jika nilai R-Squared regresi parsial lebih tinggi dari nilai RSquared regresi utama, maka dikatakan terdapat multikolinearitas. 3.4.3.3 Uji Heteroskedastisitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual suatu pengamatan yang lain (Gujarati, 2003). Heteroskedastisitas terjadi apabila variabel gangguan tidak mempunyai varian yang sama untuk semua observasi. Akibat adanya heteroskedastisitas, penaksir OLS tidak bias tetapi tidak efisien (Gujarati, 2003). Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan white heteroscedasticityconsistent standard errors and covariance yang tersedia dalam program Eviews. Uji ini diterapkan pada hasil regresi dengan menggunakan prosedur equations dan metode OLS untuk masing-masing perilaku dalam persamaan simultan. Hasil yang perlu diperhatikan dari uji ini adalah nilai F dan Obs*Rsquared, secara khusus adalah nilai probability dari Obs*Rsquared. Dengan uji White, dibandingkan
Obs*Rsquared dengan χ2 (Chi-Square) tabel. Jika nilai Obs*Rsquared lebih kecil daripada χ tabel maka tidak ada heteroskedastisitas pada model (Gujarati, 2003). Pada penelitian ini, untuk mengetahui apakah dalam model terdapat heteroskedastisitas atau tidak, dapat dilakukan dengan menggunakan Uji Glejser dan Uji Breusch-Pagan-Godfrey.
3.4.3.4 Uji Autokorelasi Autokorelasi (serial korelasi) adalah korelasi yang terjadi di antara anggota observasi yang berdekatan. Bila asumsi ini tidak dipenuhi maka estimator OLS tidak lagi efisien. Karena selang keyakinan akan semakin lebar, berarti uji t dan uji F menjadi tidak valid dan kurang kuat. Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data time series) atau ruang (seperti dalam data cross section). Autokolerasi pada umumnya lebih sering terjadi pada data time series walaupun dapat juga terjadi pada data cross section. Dalam data time series, observasi diurutkan menurut urutan waktu secara kronologis. Maka dari itu besar kemungkinan akan terjadi interkorelasi antara observasi yang berurutan, khususnya kalau interval antar dua observasi sangat pendek. Salah satu uji formal yang paling populer untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji Durbin-Watson. Uji ini sesungguhnya dilandasi oleh model error yang mempunyai korelasi sebagaimana ditunjukkan, yaitu : µt = ρ µt-1 + vt …………………………………………………………………(3.4)
dimana: µt
=
error pada waktu ke-t
µt-1
=
error pada waktu ke-(t-1)
ρ
=
koefisien autokorelasi lag-1 (untuk mengukur korelasi antara residual pada waktu ke-t dengan residual pada waktu (t-1)
vt
=
error yang independent dan berdistribusi normal dengan nilai tengah = 0, dan varians σ2.
Jika ρ = 0, maka dapat disimpulkan tidak ada serial korelasi di dalam residual. Oleh karena itu, uji ini menggunakan hipotesis sebagai berikut : H0 : ρ = 0 H1 : 𝜌 ≠ 0
Statistik Durbin Watson didefinisikan sebagai berikut :
DW �
∑n t−2�µt −µ�t−1� �2 2 ∑n t−1 µt
.…………………………………………………(3.5)
Dimana : µt = Yt - β0 – β1Xt = Yt – Yt Yaitu residual pada waktu ke-t
µt-1 = Yt-1 – β0 – β1Xt-1 = Yt-1 – Yt-1 Yaitu residual pada waktu ke (t-1). Persamaan (3.5) dapat pula dituliskan sebagai berikut : DW � 2 �
1−∑ µt .µ�t−1� ∑ µt2
� = 2 (1–ρ) ……………………………………………(3.6)
Persamaan (3.6) dapat pula dituliskan sebagai berikut :
ρ�
∑�µt −µ�t−1� � ∑ µt2
2
…………………...………………………………………..(3.7)
Sebagaimana telah disebutkan bahwa ρ adalah koefisien autokorelasi yang
mempunyai nilai : -1≤ ρ ≤1. Dengan demikian, berdasarkan persamaan (3.5) akan dapat nilai statistik DW, yaitu : 0 ≤ ρ ≤ 1. Persamaan (3.5) juga mengartikan bahwa :
x
Jika statistik DW bernilai 2, maka p akan bernilai 0, yang berarti tidak ada autokorelasi
x
Jika statistik DW bernilai 0, maka p akan bernilai 1, yang berarti tidak ada autokolerasi positif.
x
Jika statistik DW bernilai 4, maka p akan bernilai -1, yang berarti tidak ada autokorelasi negatif. Untuk kepentingan tersebut, DW telah mempunyai tabel yang digunakan
sebagai pembanding uji DW yang dilakukan, sehingga dapat di simpulkan dengan tepat ada atau tidaknya autokorelasi. Dalam membandingkan hasil tersendiri. Untuk mempermudah dalam memahami cara melakukan perbandingan tersebut, perhatikan gambar berikut :
Autokolerasi
(+)
0
Autokolerasi
Tidak ada Autokolerasi
dL
dU
Sumber: Winarno, dalam Handayani, 2009
(-) 4-dU
4-dL
4
Selain itu, untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dalam model, juga dapat digunakan Uji Breusch-Godfrey. Jika nilai Obs*R-squared yang merupakan χ2 hitung memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai χ2 tabel mengindikasikan bahwa dalam model tidak terdapat autokorelasi.