IDENTIFIKASI PENYAKIT PADI MENGGUNAKAN DESKRIPTOR FRAKTAL DAN PENGUKURAN KEPARAHAN PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI BERDASARKAN CITRA RUMPUN
AUZI ASFARIAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Penyakit Padi Menggunakan Deskriptor Fraktal dan Pengukuran Penyakit hawar Daun Bakteri Berdasarkan Citra Rumpun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2014 Auzi Asfarian NIM G651114081
RINGKASAN AUZI ASFARIAN. Identifikasi Penyakit Padi Menggunakan Deskriptor Fraktal dan Pengukuran Keparahan Penyakit Hawar Daun Bakteri Berdasarkan Citra Rumpun. Dibimbing oleh YENI HERDIYENI dan AUNU RAUF. Penelitian ini mengajukan pendekatan baru dalam proses indentifikasi penyakit padi dan pengukuran keparahannya. Identifikasi penyakit dilakukan dengan menggunakan fitur deskriptor fraktal berdasarkan spektrum Fourier dan probabilistic neural network, sedangkan proses pengukuran keparahan penyakit dilakukan dengan indeks kehijauan-kecerahan untuk memisahkan rumpun padi dengan tanah serta komponen A pada ruang warna CIELab untuk memisahkan tanaman yang terinfeksi dengan tanaman yang sehat. Pada penelitian ini, identifikasi penyakit padi dilakukan terhadap empat penyakit padi yang umum terdapat di Indonesia: blas (Pyricularia grisea), bercak cokelat (Helminthosporium oryzae), hawar daun bakteri (Xanthomonas campestris pv. oryzae), dan tungro. Keempat penyakit ini memperlihatkan gejala pada permukaan daun. Pengukuran keparahan penyakit dilakukan pada rumpun padi yang terkena penyakit hawar daun bakteri. Akuisisi data telah dilakukan di daerah penghasil padi di Karawang, Subang, dan Indramayu pada bulan Juli 2013. Akan tetapi, pada saat pengambilan, kemunculan penyakit tungro dan blas tidak terlalu banyak sehingga data yang diperoleh masih kurang. Oleh karena itu, dilakukan pengambilan data kembali pada bulan Agustus 2013 di daerah Pasir Muncang, Bogor dan pada Januari 2014 di daerah Situgede, Bogor, untuk melengkapi data citra tanaman yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri. Hasil percobaan menunjukkan bahwa deskriptor fraktal dapat digunakan untuk mengidentifikasi keempat penyakit dengan akurasi sebesar 81.25%. Penyakit bercak cokelat dan hawar daun bakteri memiliki akurasi yang rendah. Hal ini diakibatkan oleh adanya bercak cokelat yang sangat rapat serta terjadinya infeksi ganda oleh kedua penyakit. Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan lebih dari satu penciri untuk meningkatkan kemampuan algoritme dalam memisahkan dua penyakit yang mirip. Pada pengukuran keparahan penyakit, terdapat beberapa kesalahan segmentasi yang diakibatkan oleh pantulan cahaya matahari dari permukaan tanah yang basah, kondisi pencahayaan yang ekstrim, serta variasi warna bulir padi. Akurasi pengukuran tingkat keparahan yang diperoleh pada percobaan ini yaitu sebesar 70.83%. Untuk meningkatkan akurasi ke depannya, penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan peneduh pada saat pengambilan citra sehingga cahaya pada citra menjadi merata. Selain itu, penelitian selanjutnya juga dapat fokus pada dampak dan tindakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil identifikasi penyakit dan keparahan penyakit yang telah diperolah, misalnya informasi pengelolaan penyakit serta prediksi dampak kehilangan hasil yang terjadi. Kata kunci: penyakit padi, keparahan, computer vision, fraktal, indeks vegetatif
SUMMARY AUZI ASFARIAN. Identification of Rice Diseases using Fractal Descriptor and Assessment of Disease Severity of Bacterial Leaf Blight Based on Hill Images. Supervised by YENI HERDIYENI and AUNU RAUF. This research proposed a new approach in identification of rice diseases and assessment of disease severity. Identification of diseases was done using fractal descriptors based on Fourier spectrum and probabilistic neural network. Disease severity was assessed based on greenness-lightness index to separate plant and soil. The plants were then separated into healthy plants and infected plants using A component of CIE Lab colorspace. In this study, we identified four rice diseases commonly found in Indonesia: leaf blast (Pyricularia grisea), brown spot (Helminthosporium oryzae), bacterial leaf blight (Xanthomonas campestris pv. oryzae), and tungro. The four diseases show symptoms on leaf surfaces. Assessment of diseases severity was made for bacterial leaf blight. Data acquisition was carried out in rice-producing areas in Karawang, Subang, and Indramayu in July 2013. However, at the time of retrieval, tungro and blast disease was scarce so that the obtained data is still lacking. Therefore, data acquisition was also done in August 2013 in Pasir Muncang, Bogor and in January 2014 in Situgede, Bogor. Our study showed that the fractal descriptors was able to identify the four diseases with 81.25% accuracy. The accuracy of brown spot and bacterial leaf blight were low due to high density of brown spots and double infection by both diseases in some of leaf images. We recommend that future studies use more than one identifier to improve the algorithm's ability to separate the two diseases are similar. For the disease severity assessment, there were some errors in segmentations caused by light reflection from wet soil, extreme lighting, and colour variations of rice grains. The level of accuracy of severity assessment was 70.83%. To improve the accuracy, in future research we recommend the usage of canopy when taking images so the lighting condition become even. In addition, future research may also focus on impacts and actions that can be performed based on the results of the identification of the disease and the severity of the disease has been obtained, such as information management and prediction of the impact of disease yield loss occurs. Keywords: rice diseases, severity, computer vision, fractal, vegetation index
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
IDENTIFIKASI PENYAKIT PADI MENGGUNAKAN DESKRIPTOR FRAKTAL DAN PENGUKURAN KEPARAHAN PENYAKIT HAWAR DAUN BAKTERI BERDASARKAN CITRA RUMPUN
AUZI ASFARIAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Komputer pada Program Studi Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Judul Tesis : Identifikasi Penyakit Padi Menggunakan Deskriptor Fraktal dan Pengukuran Keparahan Penyakit Hawar Daun Bakteri Berdasarkan Citra Rumpun Nama : Auzi Asfarian NIM : G651114081
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Yeni Herdiyeni, SSi, MKomp Ketua
Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Ilmu Komputer
Dekan Sekolah Pascasarjana
DrEng Wisnu Ananta Kusuma, ST MT
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis berjudul Identifikasi Penyakit Padi Menggunakan Deskriptor Fraktal dan Pengukuran Keparahan Penyakit Hawar Daun Bakteri Menggunakan Citra Rumpun berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom serta Prof Dr Ir Aunu Rauf, MSc yang telah memberi saran dan masukan selaku Komisi Pembimbing. Terima kasih pula kepada Bapak Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi, Bapak Wawan, Irfan Abdussalam, serta Kholis yang telah membantu proses pengambilan data lapangan di Subang, Karawang, Indramayu, dan Bogor. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Departemen Ilmu Komputer yang telah membiayai kuliah penulis di dua semester pertama dan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah membiayai penulis melalui program Beasiswa Unggulan serta Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2014 Auzi Asfarian
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit pada Pertanaman Padi Pengukuran Keparahan Serangan Penyakit Computer Vision untuk Identifikasi Penyakit dan Pengukuran Keparahan Penyakit Dimensi Fraktal Deskriptor Fraktal Berdasarkan Spektrum Fourier untuk Analisis Tekstur Probabilistic Neural Network Pemisahan Area Daun Tanaman dengan Tanah Segmentasi Bercak Penyakit Confusion Matrix K-Fold Cross Validation
3 3 4 5 7 8 8 10 11 12 13
3 METODE PENELITIAN Akuisisi Data Klasifikasi Jenis Penyakit Tanaman Padi Pengukuran Tingkat Keparahan Penyakit Tanaman Padi
13 13 13 14
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Akuisisi Data Klasifikasi Jenis Penyakit Tanaman Padi Pengukuran Tingkat Keparahan Penyakit Tanaman Padi
17 17 18 20
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
25 25 25
6 UCAPAN TERIMA KASIH
26
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
30
RIWAYAT HIDUP
34
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Luas serangan penyakit utama padi di Indonesia (DJTP 2012) Contoh confusion matrix yang menampilkan akurasi proses klasifikasi yang melibatkan 30 data dari tiga kelas (A, B, dan C) Jadwal realisasi pengambilan data di lapangan Confusion matrix untuk klasifikasi jenis penyakit tanaman padi Aturan klasifikasi tingkat keparahan Confusion matrix empat kelas keparahan Confusion matrix tiga kelas keparahan
3 12 17 19 21 21 25
DAFTAR GAMBAR 1 2
3 4 5 6 7 8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Citra daun yang terkena serangan keempat jenis penyakit padi yang diidentifikasi. Proses perhitungan keparahan penyakit berdasarkan luasan daerah yang terkena penyakit (Sumber gambar: James (1971) dan IRRI (2002)). Alur kerja dari computer vision. Contoh dua buah objek berbeda yang memiliki nilai dimensi fraktal yang sama. Ilustrasi nilai dimensi fraktal berdasarkan spektrum Fourier. Ilustrasi nilai deskriptor fraktal berdasarkan spektrum Fourier. Struktur PNN Ilustrasi proses segmentasi tanaman dengan menggunakan algoritme Kirk et al. (2009). Gambar kiri atas merupakan citra daun. Gambar kanan atas merupakan histogram dari indeks d pada citra. Gambar bawah adalah hasil segmentasi terhadap citra. Bagian bewarna hitam adalah daun. Contoh proses segmentasi titik penyakit blas. Gambar (a) merupakan citra penyakit yang akan dideteksi, (b) adalah titik penyakit yang disegmentasi, dan (c) adalah hasil overlay antara citra (a) dan (b). Alur kerja penelitian Proses pemotongan gambar (crop) secara manual sehingga citra yang digunakan hanya terdiri atas satu pusat rumpun Histogram nilai indeks d untuk sampel citra rumpun Proses pemisahan tanah dan daun menggunakan indeks kehijauankecerahan (greenness-lightness index) Contoh citra penyakit yang diambil di lapangan Contoh citra rumpun yang diambil di lapangan Contoh citra potongan daun terinfeksi pada setiap kelas penyakit Contoh citra bercak cokelat yang salah diklasifikasi sebagai hawar daun bakteri Contoh citra hawar daun bakteri yang salah diklasifikasi sebagai bercak cokelat Nilai rata-rata deskriptor fraktal untuk setiap kelas penyakit. Box plot dari empat kelas keparahan
3
4 5 7 8 8 10
11
12 14 14 15 16 17 18 18 19 19 19 20
21
22 23 24 25 26
Ilustrasi kesalahan segmentasi akibat pantulan cahaya matahari pada permukaan tanah yang basah. Bagian yang diberi lingkaran merah adalah pantulan (a). Walaupun memiliki nilai kehijauan yang rendah (b), bagian ini memiliki nilai kecerahan yang tinggi (c) sehingga memiliki nilai d (d) yang mirip dengan bagian daun. Pada tahap pemisahan bagian daun terinfeksi dan sehat (e), bagian ini dideteksi sebagai bagian daun terinfeksi. Kesalahan segmentasi akibat kondisi pencahayaan yang ekstrim Kesalahan segmentasi akibat variasi warna pada bulir Histogram nilai indeks kehijauan-kecerahan d dari bagian tanaman terinfeksi dan bagian bulir padi yang berada pada rentang yang sama Histogram nilai indeks A dari bagian tanaman terinfeksi dan bagian bulir padi Box plot dari tiga kelas keparahan
21 22 22 23 24 24
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Citra penyakit bercak cokelat Citra penyakit hawar daun bakteri Citra penyakit leaf blast Citra penyakit tungro
30 31 32 33
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit tanaman masih menjadi hambatan dalam peningkatan produkai padi. Pada tahun 2011, pertanaman padi yang terkena tiga penyakit utama di Indonesia mencapai 80,096 hektar (DJTP 2012). Untuk mengurangi serangan tersebut, pengelolaan penyakit harus dilakukan. Pengelolaan penyakit bergantung pada jenis dan tingkat keparahan dari penyakit yang dialami oleh tanaman. Informasi tingkat keparahan penyakit juga memiliki manfaat lain bagi peneliti, seperti untuk melihat perkembangan penyakit, memperkirakan dampak ekonomi, serta mengukur resistensi varietas terhadap penyakit (James 1971). Jumlah tenaga pengamat hama dan penyakit di Indonesia masih kurang dari jumlah ideal. Jumlah tenaga bantu Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan-Pengamat Hama dan Penyakit (POPT-PHP) ialah 3,183 orang untuk 6,543 kecamatan di Indonesia, masih jauh dari jumlah ideal sebanyak 1 orang pengawas untuk 1 kecamatan (DJTP 2010). Pengukuran tingkat keparahan berdasarkan Standar Evaluation System (IRRI 2002) pun memerlukan waktu dan ketelitian yang cukup tinggi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah metode yang dapat mengukur tingkat keparahan dengan cepat dan akurat. Identifikasi penyakit dan pengukuran keparahan dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan visual. Oleh karena itu, computer vision (CV)dapat digunakan untuk mendapatkan kedua informasi tersebut berdasarkan perubahan fisik tanaman yang sakit (Camargo dan Smith 2009, Qin dan Zhang 2005). Metode ini cepat dan tidak memerlukan biaya yang tinggi (Vibhute dan Bodhe 2012), penggunaannya mudah, konsisten, objektif, dan tidak merusak tanaman (Brosnan dan Sun 2004). Sistem yang dihasilkan dapat dipasang pada telepon genggam yang dapat dibawa oleh petugas di lapangan untuk mengukur tingkat keparahan penyakit. Sebelumnya, teknik CV telah digunakan untuk mendeteksi jenis penyakit tanaman padi. Anthonys dan Wickramarachchi (2009) menggunakan fitur tekstur, warna, dan bentuk untuk mengidentifikasi penyakit blas, hawar pelepah, dan bercak cokelat, tiga penyakit padi utama di Sri Langka, dengan akurasi sebesar 70%. Kurniawati et al. (2009) menggunakan fitur warna seperti warna untuk mengenali penyakit blas , bercak cokelat, dan bercak cokelat sempit dengan akurasi 87.5%. Kholis et al. (2013) menggunakan fuzzy entropy dan probabilistic neural network untuk mengidentifikasi empat penyakit padi yang umum di Indonesia, yaitu bercak cokelat, blas , hawar daun bakteri, dan tungro. Akurasi rata-rata yang diperoleh ialah 91.46%, dengan akurasi terendah sebesar 76.00% untuk penyakit tungro. Walaupun akurasi pada penelitian Kholis et al. (2013) cukup tinggi, jumlah dan kualitas citra yang digunakan masih perlu ditingkatkan. Dari penelitian-penelitian tersebut, tesktur adalah salah satu penciri yang baik untuk mengidentifikasi bercak penyakit (Camargo dan Smith 2009). Salah satu metode untuk menganalisis tekstur ialah deskriptor fraktal yang dilakukan oleh Florindo dan Bruno (2011; 2012) yang lebih cepat dan akurat dibanding metode estimasi fraktal lainnya saat dicobakan ke berbagai set data. Fraktal juga telah teruji dalam memodelkan bentuk-bentuk yang ada di alam (Mandelbrot
2
1968; Pentland 1984). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan deskriptor fraktal sebagai fitur tekstur dari bercak penyakit untuk mengidentifikasi penyakit. Keparahan penyakit (disease severity) didefinisikan sebagai luasan dari unit sampel tanaman (contoh: daun, buah, dan batang) yang menunjukkan gejala penyakit yang biasanya dinyatakan dalam persen atau proporsi (Bock et al. 2010).Cara yang umum digunakan untuk mengukur keparahan penyakit ialah dengan menghitung rasio daun yang terinfeksi penyakit. Beberapa penelitian telah menggunakan pemrosesan citra untuk menentukan tingkat keparahan penyakit pada tanaman, misalnya pada singkong (Powbunthorn et al. 2012), tebu (Patil dan Bodhe 2011), dan daun delima (Sannaki et al. 2011). Akan tetapi, belum ada penelitian yang membahas pengukuran keparahan penyakit pada tanaman padi. Selain itu, penelitian-penelitian yang telah dilakukan pada umumnya hanya menggunakan citra dari satu daun utuh yang diberi latar belakang polos. Hal ini sulit dilakukan pada tanaman padi karena daunnya yang cukup banyak dan berdekatan. Oleh karena itu, penelitian ini juga mengusulkan teknik pengukuran keparahan penyakit pada tanaman padi dengan menggunakan citra rumpun padi yang diambil langsung di lapangan.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengembangkan teknik computer vision untuk mengidentifikasi penyakit padi dan mengukur keparahannya.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini ialah menyedikan teknologi yang memberi kemudahan bagi penelitian dan petugas POPT dalam mengidentifikasi penyakit dan mengukur keparahanya di areal pertanaman padi sehingga tindakan pengelolan penyakit dapat diambil dengan cepat.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan batasan berikut: Penelitian ini mengenali empat penyakit yang umum terjadi di Indonesia, yaitu blas (Pyricularia grisea), bercak coklat (Helminthosporium oryzae), hawar daun bakteri (Xanthomonas campestris pv. oryzae), dan tungro. Identifikasi penyakit dilakukan menggunakan potongan citra daun yang terinfeksi. Pengukuran keparahan penyakit dilakukan menggunakan citra rumpun yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit pada Pertanaman Padi Beberapa penyakit pada pertanaman padi masuk dalam daftar organisme pengganggu tanaman (OPT) utama yang diawasi oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Tabel 1memperlihatkan data luas serangan dari tiga penyakit yang termasuk dalam enam OPT utama pada pertanaman padi.Tiga penyakit yang berada pada tabel tersebut, bersama dengan penyakit bercak coklat, digunakan pada penelitian ini. Selain alasan tersebut, keempat penyakit tersebut (Gambar 1) dipilih karena tingkat keparahan penyakitnya ditentukan berdasarkan luasan daun yang terkena penyakit (IRRI 2002). Blas (Pyricularia grisae) Blas disebabkan oleh jamur patogen Pyricularia grisae. Daun tanaman padi yang terkena blas memiliki bercak coklat kehitaman yang berbentuk belah ketupat, dengan pusat bercak bewarna putih. Kemampuan patogen membentuk strain dengan cepat menyebabkan pengendalian penyakit ini sangat sulit (Syam et al. 2011). Bercak Coklat (Helminthosporium oryzae) Bercak coklat disebabkan oleh jamur Helminthosporium oryzae. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian pada tanaman padi muda serta menurunkan kualitas gabah. Daun tanaman padi yang terkena penyakit ini memiliki bercak bewarna coklat, berbentuk oval sampai bulat, berukuran sebesar biji wijen (Syam
Gambar 1 Citra daun yang terkena serangan keempat jenis penyakit padi yang diidentifikasi. Tabel 1 Luas serangan penyakit utama padi di Indonesia (DJTP 2012) No 1 2 3
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Tungro Leaf Blast Hawar Daun Bakteri
Luas Serangan (ha) 4,994 31,383 43,719
4
et al. 2011). Hawar Daun Bakteri (Xanthomonas campestris pv. oryzae) Hawar daun bakteri, atau bakteri hawar daun, tersebar luas dan menurunkan hasil sampai 36%. Hawar daun bakteri menghasilkan dua gejala khas, yaitu kresek dan hawar. Daun-daun bewarna hijau kelabu, melipat, dan menggulung. Dalam keadaan parah, seluruh daun menggulung, layu, dan mati. Sementara itu, hawar merupakan gejala yang paling umum dijumpai pada pertanaman yang telah mencapai fase tumbuh anakan sampai fase pemasakan. Gejala diawali dengan timbulnya bercak abu-abu (kekuningan) pada tepi daun. Dalam perkembangannya, gejala akan meluas, membentuk hawar, dan akhirnya daun mengering (Syam et al. 2011). Tungro Tungro merupakan salah satu penyakit penting pada padi yang sangat merusak dan tersebar luas. Bergantung pada fase tanaman terinfeksi, tungro dapat menyebabkan kehilangan hasil 5-70%. Makin awal tanaman terinfeksi tungro, makin besar kehilangan hasil yang ditimbulkan. Gejala serangan tungro yang menonjol adalah perubahan warna daun dan tanaman tumbuh kerdil. Warna daun tanaman sakit bervariasi dari sedikit menguning sampai jingga. Tingkat kekerdilan tanaman juga bervariasi dari sedikit kerdil sampai sangat kerdil. Gejala khas ini ditentukan oleh tingkat ketahanan varietas, kondisi lingkungan, dan fase tumbuh saat tanaman terinfeksi (Syam et al. 2011). Pengukuran Keparahan Serangan Penyakit Keparahan penyakit (disease severity) didefinisikan sebagai luasan dari unit sampel tanaman (contoh: daun, buah, dan batang) yang menunjukkan gejala penyakit yang biasanya dinyatakan dalam persen atau proporsi (Bock et al. 2010). Tingkat keparahan penyakit harus diperhatikan dalam serangan penyakit. Keparahan penyakit dapat digunakan oleh peneliti untuk mendapatkan data
Gambar 2 Proses perhitungan keparahan penyakit berdasarkan luasan daerah yang terkena penyakit (Sumber gambar: James (1971) dan IRRI (2002)).
5
kemunculan dan perkembangan penyakit, mengukur dan membandingkan tingkat kepentingan penyakit, memperoleh hubungan antara keparahan penyakit dan kehilangan hasil, memperkirakan dampak ekonomi yang muncul dari penyakit, mengukur efektivitas fungsida dan pestisida, serta mengukur resistensi varietas (James 1971). Pengukuran keparahan dilakukan dengan menggunakan Standard Evaluation System for Rice (SES) yang dikeluarkan oleh IRRI (2002). Setiap penyakit memiliki skala pengukuran keparahan yang berbeda dengan cara yang berbeda pula, misalnya berdasarkan lokasi infeksi, bentuk bercak, serta luas daerah yang terinfeksi. Untuk memperoleh nilai keparahan yang akurat, luasan daerah yang terinfeksi pada sebuah rumpun harus dihitung dengan detail. Hal ini cukup memakan waktu. Oleh karena itu, diperlukan sebuah metode yang dapat mengukur nilai keparahan penyakit dengan cepat. Keparahan dapat dinyatakan dalam berbagai skala, misalnya nominal (parah, sedang, ringan, sehat) dan ordinal (0-9). Gambar 2 memperlihatkan ilustrasi penentuan skala nominal pada daun yang terkena serangan penyakit. Pada contoh tersebut, daun yang berada pada bagian paling kiri mendapatkan skala infeksi sebesar 1 karena luas daun yang terkena penyakit kurang dari 1%. Computer Vision untuk Identifikasi Penyakit dan Pengukuran Keparahan Penyakit Computer vision (CV) adalah teknologi pengolahan citra atau video untuk membangun deskripsi yang bermakna dari objek yang ada pada citra tersebut (Ballard and Brown 1982). Dengan CV, komputer dapat memahami apa yang ia lihat, mirip ketika manusia memaknai suatu keadaan, dan mengambil keputusan berdasarkan pemahaman yang diperoleh. Shapiro dan Stockman (2001) mendefinisikan CV sebagai bidang ilmu yang bertujuan membuat komputer dapat mengambil kesimpulan yang berguna mengenai objek fisik nyata atau adegan berdasarkan citra masukan. CV melibatkan teknik pengolahan citra dan pengenalan pola untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk memahami suatu objek pada citra. Alur dari kombinasi kedua hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Ada banyak informasi yang dapat diperoleh, misalnya urutan alur video, intensitas cahaya, perspektif, warna, tekstur, dan bentuk dari objek. Kombinasi teknik CV dengan kecerdasan buatan akan menghasilkan sistem cerdas yang dapat diaplikasikan pada berbagai bidang keilmuan. Karena didasarkan pada pengamatan visual, beberapa penelitian yang
Gambar 3 Alur kerja dari computer vision.
6
menerapkan teknik CV untuk identifikasi penyakit dan pengukuran keparahan penyakit pada tanaman telah dilakukan. Anthonys dan Wickramarachchi (2009) menggunakan fitur tekstur, warna, dan bentuk untukmengidentifikasi penyakit blas, hawar pelepah, dan bercak cokelat, tiga penyakit padi yang umum terjadi di Sri Langka, dengan akurasi sebesar 70%. Kurniawati et al. (2009) menggunakan fitur warna seperti warna tepi bercak dan warna bercak untuk mengenali penyakit blas , bercak cokelat, dan bercak cokelat sempit dengan akurasi mencapai 87.5%. Kholis et al. (2013) menggunakan fuzzy entropy dan PNN untuk mengenali empat penyakit padi utama di Indonesia, yaitu bercak cokelat, hawar daun bakteri, leaf blast, dan tungro dengan akurasi sebesar 91.46%. Akan tetapi,penelitian tersebut baru menggunakan basis data citra yang ukurannya relatif kecil. Selain identifikasi penyakit tanaman, beberapa penelitian juga telah menggunakan teknik CV untuk mengukur keparahan penyakit, contohnya pada singkong (Powbunthorn et al. 2012), tebu (Patil dan Bodhe 2011), dan delima (Sannaki et al. 2011). Akan tetapi, citra yang digunakan pada ketiga penelitian ini diambil dengan menggunakan latar belakang polos dan hanya menggunakan sebuah daun. Hal ini tidak memungkinkan untuk dilakukan pada tanaman padi karena ukuran daunnya yang panjang dan sangat banyak. Selain itu, pencabutan daun untuk mendapatkan foto daun yang utuh bersifat destruktif dan merusak tanaman padi serta dikhawatirkan dapat lebih jauh mengurangi produktivitas padi. Alternatifnya ialah dengan menggunakan citra rumpun padi. Pengukuran keparahan berdasarkan citra rumpun melibatkan dua proses segmentasi, yaitu segmentasi segmentasi tanaman dan latar belakang serta segmentasi bagian tanaman yang sakit dan tanaman yang sehat. Untuk tanaman pertanian, latar belakang tanaman yang umum ialah tanah. Tanaman dan tanah dapat dipisahkan dengan menggunakan indeks seperti yang dilakukan oleh Meyer dan Neto (2008), Kirk et al. (2009), Burgos-Artizzu et al. (2010), dan Guijarro et al. (2011). Sebagian besar indeks bekerja dengan menggunakan asumsi tanaman akan berwarna hijau, sedangkan tanah akan bewarna merah. Akan tetapi, bagian rumpun padi yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri tidak bewarna hijau, melainkan bewarna cokelat yang lebih dekat dengan warna merah. Indeks yang dapat mengantisipasi ini, serta yang digunakan dalam penelitian ini, ialah indeks kehijauan-kecerahan yang dikembangkan oleh Kirk et al. (2009). Indeks ini, selain memperhatikan nilai kehijauan tanaman, juga memperhatikan tingkat kecerahan tanaman yang lebih tinggi dibanding tanah. Hal ini membuat bagian tanaman yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri dapat terpisahkan dengan tanah. Setelah tanaman tersegmentasi, pemisahan antara tanaman sehat dan terinfeksi dapat dilakukan dengan menggunakan algoritme yang diimplementasikan pada level daun, seperti pada penelitian Powbunthorn et al. (2012), Patil dan Bodhe (2011), dan Sannaki et al. (2011). Pada penelitian ini, algoritme yang digunakan untuk memisahkan tanaman yang sehat dan tanaman terinfeksi ialah algoritme Chaudhary et al. (2012), yang memisahkan kedua objek berdasarkan nilai komponen A pada ruang warna CIELab. Hal ini menjadi mungkin karena komponen A menggambarkan warna citra dari hijau ke merah. Karena tanaman yang sehat bewarna hijau dan tanaman terinfeksi bewarna merah, komponen A dapat digunakan untuk memisahkan keduanya dengan mudah.
7
Dimensi Fraktal Mandelbrot (1968) menyatakan bahwa banyak objek di alam memiliki sifat seperti fraktal, yaitu self similarity dan kompleksitas yang tinggi. Nilai kompleksitas tersebut, yang biasa dinyatakan dengan dimensi fraktal, dapat diambil dari setiap objek yang ada di alam dan menjadi nilai yang mendeskripsikan suatu objek alami (Pentland 1984). Bruno et al. (2008) memberikan ilustrasi berikut mengenai dimensi fraktal: “…titik memiliki dimensi nol, garis lurus memiliki dimensi satu, bidang memiliki dimensi 2, dan bangun ruang memiliki dimensi tiga. Pada geometri fraktal, objek memiliki dimensi di antara dimensi-dimensi tadi.” Menurut Pentland (1984), dimensi fraktal tidak dipengaruhi oleh distorsi akibat proyeksi dan dapat menyediakan informasi mengenai anisotropy dan memperkirakan gradien dari tekstur permukaan objek. Terdapat beberapa metode untuk mengestimasi nilai dimensi fraktal, seperti Bouligand-Minkowski, brownian motion, box-counting, multifractal spectrum, lacunarity measure, regularization dimension, dan variation dimension. Dimensi fraktal telah digunakan untuk mencirikan daun berdasarkan kompleksitas dan bentuknya (Borkowski 1999) dan identifikasi jenis kanker paruparu (Uppaluri et al. 1999; Floyd et al. 1996). Akan tetapi, dimensi fraktal hanya terdiri atas satu buah nilai sehingga dimensi fraktal menjadi kurang handal untuk mencirikan suatu objek. Sebagai contoh, Gambar 4 menunjukkan dua buah objek yang bentuknya berbeda namun memiliki dimensi fraktal yang persis sama.
Gambar 4 Contoh dua buah objek berbeda yang memiliki nilai dimensi fraktal yang sama. Untuk mengatasi hal tersebut, dimensi fraktal kemudian diperluas menjadi deskriptor fraktal yang memuat sekumpulan nilai yang diambil dari proses penghitungan dimensi fraktal untuk menjadi penciri sebuah citra. Bruno et al. (2008) menyatakan bahwa deskriptor fraktal dapat digunakan untuk mencirikan karakteristik citra yang utama, seperti tekstur, kontur, dan bentuk. Deskriptor fraktal dilakukan dengan menghitung nilai dimensi fraktal dalam berbagai skala pengamatan yang berbeda.
8
Deskriptor Fraktal Berdasarkan Spektrum Fourier untuk Analisis Tekstur Florindo dan Bruno (2012) mengajukan sebuah metode untuk mengaplikasikan deskriptor fraktal pada analisis tekstur. Nilai dimensi fraktal pada metode ini diperoleh dengan mentransformasikan citra menggunakan transformasi Fourier. Kemudian, power spectrum dari nilai magnitude dibangkitkan dalam bentuk bilog. Ilustrasi proses ini dapat dilihat pada Gambar 5. Nilai dimensi fraktal diperoleh dari kemiringan power spectrum tersebut.
Gambar 5 Ilustrasi nilai dimensi fraktal berdasarkan spektrum Fourier. Deskriptor fraktal diperoleh dengan melakukan operasi multiskala pada power spectrum yang dihasilkan. Operasi multiskala yang digunakan ialah jenis scale-space (Witkin 1984) yang dilakukan dengan cara mengonvolusikan power spectrum dengan jendela Gaussian dengan N lebar jendela yang berbeda. Proses ini menghasilkan N spektrum baru. Nilai dimensi fraktal dari setiap N spektrum tersebut kemudian dihitung dan dikumpulkan menjadi nilai deskriptor fraktal yang digunakan untuk mencirikan citra masukan. Ilustrasi proses ini disajikan pada Gambar 6. Penggunaan operasi multiskala memungkinkan deskripsi kompleksitas pola yang lebih kaya dibandingkan dengan menggunakan nilai dimensi fraktal (Florindo dan Bruno 2012).
Gambar 6 Ilustrasi nilai deskriptor fraktal berdasarkan spektrum Fourier.
Probabilistic Neural Network Probabilistic neural network (PNN) merupakan sebuah classifier nonparametrik yang didasarkan pada jendela Parzen. Kepekatan peluang masuknya sebuah data ke dalam setiap kategori dihitung dan data tersebut
9
diklasifikasikan ke dalam kelas dengan nilai posterior tertinggi (Duda et al. 2000). Algoritme pelatihan dan kelasifikasi dengan menggunakan PNN dapat dilihat pada Algoritme 1 dan Algoritme 2. PNN menghilangkan kekurangan classifier seperti propagasi balik yang membutuhkan pengaturan parameter untuk memperbaiki performa secara bertahap (Specht 1990). Beberapa kelebihan PNN ialah batas kelas yang dapat dibuat kompleks tergantung pada nilai parameter pemulus, batas kelas yang dapat mendekati nilai Bayes yang optimal, tidak sensitif terhadap outlier, serta sampel yang sparse cukup untuk mendapatkan performa yang baik. PNN bekerja lebih cepat daripada jaringan saraf tiruan propagasi balik, bahkan hingga 200,000 kali lebih cepat (Specht 1990) karena proses pelatihan hanya terdiri atas 1 ulangan. Salah satu penelitian yang menggunakan PNN untuk mengklasifikasikan penyakit ialah Wang et al. (2012) yang mencapai akurasi sebesar 95%.
1 2 3 4 5 6 7
Algoritme 1: Pelatihan PNN (Duda et al. 2000) begin initialize j = 0, n = #patterns do j j + 1 normalize: xjk xjk / (∑ )1/2 train: wjk xjk if x ∈ wi then aic 1 until j = n End
1 2 3 4 5 6 7
Algoritme 2: Klasifikasi PNN (Duda et al. 2000) begin initialize k = 0, x = test pattern do k k + 1 zk if akc = 1 then gc gc + exp[(zk – 1)/ σ2] until k = n return class arg max gi(x) End
PNN memiliki struktur yang terdiri atas empat lapisan. Keempat lapisan tersebut ialah lapisan masukan (input layer), lapisan pola (pattern layer), lapisan penjumlahan (summation layer), dan lapisan luaran (output layer). Salah satu contoh struktur PNN dapat dilihat pada Gambar 7 (Wu et al. 2007). Lapisan masukan merupakan nilai yang kelasnya akan diprediksi. Pada lapisan pola, nilai dot product antara masukan dan bobot xit, (Zi = x.xit,) dilakukan dan hasilnya dibagi dengan besarnya bias. Nilai ini kemudian dimasukkan dalam fungsi radial basis radbas(n) = exp(-n). Proses ini dapat dituliskan sebagai berikut, dengan xit adalah vektor kelas latih ke-i dengan orde t: æ ( x - x )T ( x - x ) ö it it ÷ f ( x ) = exp çç 2 ÷ 2 s è ø
Pada lapisan penjumlahan, setiap pola di setiap kelas dijumlahkan untuk menghasilkan fungsi kepekatan populasi (population density function) untuk kelas tersebut. Persamaan yang digunakan pada lapisan ini adalah sebagai berikut,
10
Gambar 7 Struktur PNN dengan xAi merupakan vektor latih kelas A ke-i, k adalah dimensi vektor, dan σ adalah parameter pemulus. æ ( x - x )T ( x - x ) ö Ai Ai ÷ p ( x) = exp çç å k 2 ÷ k i=1 2 s ø è ( 2p ) 2 s t 1
t
Nilai σ adalah parameter pemulus yang menentukan besarnya interpolasi antara data yang ada. Semakin besar nilai σ, semakin tinggi derajat interpolasi yang terjadi. Parameter ini adalah satu-satunya parameter yang harus diatur pada PNN. Akan tetapi, Specht (1990) memperlihatkan bahwa perbedaan nilai σ yang dipilih tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap akurasi yang dihasilkan. Terakhir, pada lapisan keluaran, masukan x akan diklasifikasikan ke dalam kelas Y jika nilai py(x) lebih besar dibanding kelas lainnya. Pemisahan Area Daun Tanaman dengan Tanah Dalam pengolahan citra yang berhubungan dengan pertanian, pemisahan komponen-komponen seperti tanah dan tanaman menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Beberapa cara untuk memisahkan tanaman dengan tanah telah dilakukan, misalnya dengan menggunakan indeks spektrum tampak seperti excess green (ExG; Ribeiro et al. 2005), excess red (ExR; Meyer et al. 1998), colour index of vegetation extraction (CIVE; Kataoka et al. 2003), ExG – ExR (ExGR; Neto 1994), dan indeks vegetaitf (VEG; Hague et al. 2006). Berbeda dengan indeks-indeks tersebut yang hanya mempertimbangkan rasio warna, Kirk et al.
11
Gambar 8 Ilustrasi proses segmentasi tanaman dengan menggunakan algoritme Kirk et al. (2009). Gambar kiri atas merupakan citra daun. Gambar kanan atas merupakan histogram dari indeks d pada citra. Gambar bawah adalah hasil segmentasi terhadap citra. Bagian bewarna hitam adalah daun. (2009) mengombinasikan rasio warna hijau-merah (g) dan kecerahan warna piksel (L) untuk menghasilkan sebuah metode yang dapat memisahkan tanaman dari tanah dalam kondisi terik yang sering ditemukan di pertanaman padi. Nilai rasio hijau-merah (g) dikonversi dalam skala log dengan menggunakan formula g = log (G/R + 1) dengan nilai G adalah nilai hijau piksel dan R adalah nilai merah piksel. Nilai kecerahan warna piksel (L) dihitung dengan menggunakan formula L = log (G + 1) – log ̅ , dengan ̅ merupakan rata-rata nilai intensitas warna hijau pada gambar. Kedua nilai tersebut kemudian digabungkan dengan melakukan proyeksi menggunakan formula d = cos (α)g + sin(α)L. Nilai sudut rotasi α lebih besar daripada 0. Nilai α yang dicari adalah nilai α yang mampu memberikan pemisahan terbaik pada dataset yang digunakan. Setelah itu, pemisahan antara tanaman dengan tanah dilakukan dengan mengg unakan threshold Otsu pada indeks d yang telah dihitung sebelumnya. Proses ini digambarkan pada Gambar 8. Dapat dilihat bahwa bagian bayangan yang ada pada foto daun dan bagian daun yang bewarna terang akibat pantulan cahaya matahari tersegmentasi sebagai daun. Segmentasi Bercak Penyakit Salah satu teknik segmentasi bercak penyakit dikembangkan oleh Chaudhary et al. (2012). Pertama, ruang warna citra daun diubah dari RGB ke CIELab. Kemudian proses pemulusan citra dengan menggunakan filter median dilakukan. Setelah itu, dilakukan threshold Otsu pada komponen A citra tersebut. Gambar 9 memperlihatkan proses segmentasi titik penyakit pada daun tanaman padi yang terkena penyakit blas.
12
Gambar 9 Contoh proses segmentasi titik penyakit blas. Gambar (a) merupakan citra penyakit yang akan dideteksi, (b) adalah titik penyakit yang disegmentasi, dan (c) adalah hasil overlay antara citra (a) dan (b). Confusion Matrix Confusion matrix digunakan untuk memperlihatkan persebaran galat pada seluruh seluruh kelas yang digunakan pada sebuah proses klasifikasi (Kuncheva 2004). Contoh confusion matrix dapat dilihat pada Tabel 2. Akurasi proses klasifikasi dapat diestimasi dengan menghitung jumlah data yang terklasifikasi dengan benar dibagi dengan jumlah data seluruhnya. Confusion matrix dapat memperlihatkan informasi lainnya seperti kelas yang sering salah diklasifikasi. Pada Tabel 2, terlihat bahwa banyak data kelas A yang salah diklasifikasi dengan kelas C dan sebaliknya. Tabel 2 Contoh confusion matrix yang menampilkan akurasi proses klasifikasi yang melibatkan 30 data dari tiga kelas (A, B, dan C) Kelas Aktual A B C
A
Kelas Prediksi B 4 0 0 10 6 0
C 6 0 4
13
K-Fold Cross Validation K-fold cross validation (rotation estimation) membagi dataset D ke dalam K bagian dengan ukuran yang sama. Metode yang diuji dijalankan sebanyak K kali, masing-masing dengan menggunakan salah satu bagian sebagian data uji dan bagian sisanya sebagai data latih (Kohavi 1995).
3 METODE PENELITIAN Penelitian ini diawali oleh tahap akuisisi citra yang hasilnya digunakan dalam dua kegiatan, yaitu identifikasi penyakit padi dan pengukuran keparahan penyakit. Langkah-langkah dari kedua kegiatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 8.
Akuisisi Data Penelitian ini membutuhkan dua jenis citra, yaitu citra daun yang menunjukkan bercak penyakit serta citra rumpun padi yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri. Pengambilan data primer dilakukan. Citra diambil di persawahan padi yang ada di Karawang, Subang, dan Indramayu dengan jadwal seperti pada bulan Juli 2013. Kamera yang digunakan ialah Nikon Coolplus AW100, Canon EOS 60D, Nikon D70, and Canon EOS 600D dengan menggunakan kondisi pencahayaan natural. Apabila penyakit target tidak ditemukan di lapangan, pengambilan data di lokasi lain akan dilakukan. Data yang diambil difokuskan pada tanaman padi yang berada pada fase pengisian.
Klasifikasi Jenis Penyakit Tanaman Padi Praproses Citra Pada tahap ini, citra daun yang terkena penyakit dipotong secara manual. Apabila citra kurang kontras, operasi histogram equalization dilakukan. Terakhir, citra dikonversi dalam format hue-saturation-value (HSV). Ekstraksi Fitur Deskriptor Fraktal Deskriptor fraktal dari spektrum Fourier citra (Florindo dan Bruno 2012). Lebar jendela (N) Gaussian yang digunakan pada penelitian ini ialah dari 1 sampai 128. Klasifikasi dengan PNN Deskriptor fraktal kemudian digunakan sebagai penciri pada proses klasifikasi penyakit dengan menggunakan PNN (Duda et al. 2000). Data latih dan data uji dibagi secara acak dengan menggunakan 5-fold cross validation. Hasil proses pengujian kemudian disajikan dalam bentuk confusion matrix untuk analisis selanjutnya.
14
Gambar 10 Alur kerja penelitian
Pengukuran Tingkat Keparahan Penyakit Tanaman Padi Praproses Citra Citra yang digunakan pada percobaan ini adalah citra rumpun padi yang diambil dari atas. Karena padi biasanya ditanam dengan jarak tanam 20-30 cm, sebagian besar gambar yang diambil mengandung lebih dari satu rumpun padi. Daun dari rumpun tersebut saling tumpang tindih sehingga citra yang murni terdiri atas daun dari satu rumpun saja sulit untuk diperoleh. Oleh karena itu, pada penelitian ini, citra dipotong sehingga citra hanya memuat tepat satu pusat rumpun secara penuh (Gambar 11).
Gambar 11 Proses pemotongan gambar (crop) secara manual sehingga citra yang digunakan hanya terdiri atas satu pusat rumpun Pemisahan Tanah dan Daun Tanah yang tidak dilibatkan dari proses pengukuran keparahan penyakit harus dipisahkan dari bagian daun pada citra rumpun. Penelitian ini menggunakan indeks kehijauan-kecerahan (d) (Kirk et al. 2009) yang memperhatikan kecerahan
15
tanaman sehingga tanaman yang tidak murni bewarna hijau tetap terdeteksi sebagai tanaman. Hal ini berbeda dengan indeks lain seperti ExG, ExR, dan ExGR yang hanya mampu memisahkan tanaman bewarna hijau. Nilai indeks d antara tanah dan tanaman memiliki perbedaan yang cukup jelas dapat dipisahkan dengan mudah (Gambar 12).
Gambar 12 Histogram nilai indeks d untuk sampel citra rumpun Indeks d diperoleh dengan menggabungkan nilai kehijauan dan kecerahan pada setiap piksel citra. Nilai kehijauan (g) diperoleh dengan menggunakan formula: g = log (G/R + 1) Bagian tanaman memiliki nilai kehijauan yang tinggi karena memiliki warna hijau (G) yang lebih besar dibanding warna merah (R). Sebaliknya, tanah memiliki nilai kehijauan yang rendah karena nilai R tanah lebih besar. Akan tetapi, bagian tanaman yang sakit dan bulir padi yang cenderung bewarna cokelat belum dapat dipisahkan. Kedua bagian tadi dapat diambil dengan menggunakan komponen kedua, yaitu kecerahan (L): L = log (G + 1) – log ̅ , ̅ : nilai rata-rata warna hijau pada citra Tanaman yang berada lebih dekat dengan cahaya matahari memiliki nilai L yang lebih tinggi, sedangkan tanah yang berada lebih jauh dari cahaya matahari memiliki nilai L yang lebih rendah. Nilai indeks akhir diperoleh dengan menggabungkan kedua nilai tersebut dengan formula: d = cos (α)g + sin(α)L Nilai α yang dipilih adalah nilai yang dapat memisahkan tanah dengan baik. Pada penelitian ini, nilai α diset sebesar 60 derajat sehingga bobot untuk komponen kecerahan lebih besar dibanding bobot komponen kehijauan. Hal ini dikarenakan bagian yang terinfeksi lebih mudah dikenali berdasarkan komponen kecerahan dibanding kehijauan. Setelah itu, dilakukan proses thresholding dengan menggunakan algoritme Otsu (1975). Ilustrasi proses pemisahan tanah dan tanaman dapat dilihat pada Gambar 13.
16
Gambar 13 Proses pemisahan tanah dan daun menggunakan indeks kehijauankecerahan (greenness-lightness index) Pemisahan Bagian Daun Terinfeksi dan Sehat Bagian daun terinfeksi dan sehat dipisahkan dengan algoritme Chaudhary et al. (2012). Ruang warna citra diubah dari RGB ke CIELab, kemudian proses pemulusan citra dengan menggunakan filter median dilakukan. Setelah itu, dilakukan threshold Otsu pada komponen A citra tersebut, yang memuat informasi warna citra dari hijau ke merah. Tanaman yang sehat tampak lebih hijau, sedangkan tanaman yang sakit tampak lebih merah, membuat keduanya mudah dipisahkan dengan menggunakan komponen warna ini. Menurut Chaudhary et al. (2012), teknik ini tidak terpengaruh oleh jenis tanaman, jenis bercak tanaman, dan kamera yang digunakan. Penghitungan Rasio Daun Terinfeksi Setelah bagian rumpun dan daun yang sakit diperoleh, proporsi (I) luas daun terinfeksi terhadap luas area seluruh tanaman dapat dihitung dengan menggunakan formula berikut: =
P P + PS
I = Rasio daun terinfeksi pada citra rumpun PI = Banyaknya bagian daun yang terinfeksi pada citra rumpun (dalam piksel) PS = Banyaknya bagian daun yang sehat pada citra rumpun (dalam piksel)
Pengembangan Model Pengukuran Serangan Berdasarkan rasio daun terinfeksi, citra rumpun diklasifikasikan dalam empat kategori serangan, yaitu sehat, ringan, sedang, dan berat. Klasifikasi dilakukan oleh Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi dari Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hasil klasifikasi dan rasio daun terinfeksi yang dihitung oleh sistem akan digunakan untuk membuat selang yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan serangan penyakit berdasarkan rasio daun terinfeksi.
17
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Akuisisi Data Akuisisi data telah dilakukan di tiga daerah penghasil padi di Karawang, Subang, dan Indramayu pada bulan Juli 2013. Akan tetapi, pada saat pengambilan, kemunculan penyakit tungro dan blas tidak terlalu banyak sehingga data yang diperoleh masih kurang. Oleh karena itu, dilakukan pengambilan data kembali pada bulan Agustus 2013 di daerah Pasir Muncang, Bogor. Pengambilan data terakhir dilakukan pada Januari 2014 di daerah Situgede, Bogor, untuk melengkapi data citra tanaman yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri. Lokasi pengambilan data dan jadwal lengkap pengambilan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Jadwal realisasi pengambilan data di lapangan Lokasi Desa Suka Makmur, Karawang Kecamatan Binong, Subang Kecamatan Patrol, Indramayu Pasir Muncang, Bogor Desa Situgede, Bogor
Waktu Pengambilan Data 20 Juli 2013 20 Juli 2013 21 Juli 2013 25 Agustus 2013 2 Januari 2014
Pengambilan data yang dilakukan menghasilkan sebanyak 100 citra bercek ceokelat, 200 citra hawar daun bakteri, 200 citra tungro, 250 citra blas, dan 500 citra kerusakan rumpun. Jenis citra pertama yang berupa citra daun yang terkena penyakit (Gambar 14) digunakan pada proses identifikasi penyakit, sedangkan jenis citra kedua yang berupa citra rumpun yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri (Gambar 15) digunakan pada proses pengukuran keparahan penyakit.
Gambar 14 Contoh citra penyakit yang diambil di lapangan
18
Gambar 15 Contoh citra rumpun yang diambil di lapangan Klasifikasi Jenis Penyakit Tanaman Padi Penyakit yang menyerang di data primer kemudian diidentifikasi oleh Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSc dari Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Setelah diidentifikasi, sebanyak 100 potongan citra daun untuk setiap kelas penyakit diambil untuk dijadikan sebagai dataset percobaan. Pemotongan dilakukan secara manual. Karena tidak seragamnya kondisi cahaya pada pengambilan gambar, proses ekualisasi histogram adaptif (Pizer et al. 1990) dilakukan pada setiap citra. Setelah seluruh citra siap, proses ekstraksi fitur dan klasifikasi dapat dilakukan. Daftar seluruh citra yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1 – Lampiran 4.
Bercak Cokelat
Hawar Daun Bakteri
Blas
Tungro
Gambar 16 Contoh citra potongan daun terinfeksi pada setiap kelas penyakit Klasifikasi jenis penyakit tanaman padi dengan citra daun yang terinfeksi telah dilakukan dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4. Akurasi total yang diperoleh ialah sebesar 81.25%. Akurasi untuk tungro sebesar 95.00%, kemudian leaf blast 86.00%, hawar daun bakteri sebesar 78.00%, dan bercak cokelat sebesar 66.00%. Akurasi bercak cokelat dan hawar daun bakteri yang masih di bawah 80.00% disebabkan oleh banyaknya sampel citra yang memiliki penampakan mirip. Beberapa sampel citra daun terinfeksi bercak cokelat dapat dilihat pada Gambar 17. Menurut pakar, penampakan bercak cokelat seperti ini dapat terjadi karena ada satu atau lebih bercak yang posisinya berdekatan. Kemungkinan
19
lainnya ialah serangan penyakit yang sudah cukup parah sehingga menyebabkan bagian daun menjadi mengering dan berwarna cokelat muda.
Kelas Aktual
Tabel 4 Confusion matrix untuk klasifikasi jenis penyakit tanaman padi
Bercak Cokelat Hawar Daun Bakteri Blas Tungro
Bercak Cokelat 66 17 4 2
Kelas Prediksi Hawar Daun Blas Bakteri 27 6 78 5 6 86 0 3
Tungro 1 0 4 95
Gambar 17 Contoh citra bercak cokelat yang salah diklasifikasi sebagai hawar daun bakteri Pada beberapa sampel citra daun yang terkena penyakit hawar daun bakteri, terdapat bintik-bintik cokelat kecil yang mirip seperti bercak cokelat (Gambar 18 Contoh citra hawar daun bakteri yang salah diklasifikasi sebagai bercak cokelat). Menurut pakar, hal ini dimungkinkan oleh adanya infeksi ganda pada rumpun, dalam hal ini, tanaman terkena bercak cokelat dan hawar daun bakteri. Kedua hal tersebut menyebabkan nilai deskriptor fraktal dari kedua kelas tersebut mirip, sepertinya yang ditunjukkan pada Gambar 19.
Gambar 18 Contoh citra hawar daun bakteri yang salah diklasifikasi sebagai bercak cokelat
Gambar 19 Nilai rata-rata deskriptor fraktal untuk setiap kelas penyakit.
20
Akurasi akhir yang diperoleh lebih rendah dibanding penelitian Kholis et al. (2013) yang menggunakan citra satu bercak penyakit dari keempat penyakit utama di Indonesia dan berhasil memperoleh akurasi masing-masing 91.46%. Pada kedua penelitian tersebut, kelas bercak cokelat dan hawar daun bakteri memperoleh akurasi di atas 92.00%, lebih tinggi dibanding hasil penelitian ini. Hal ini dimungkinkan karena penelitian ini memperbesar area sampel pada permukaan daun sehingga variasi yang diperoleh lebih banyak, misalnya dengan adanya daerah kering yang timbul akibat adanya dua atau lebih bercak cokelat yang berdekatan dan adanya infeksi ganda. Untuk mengatasi kendala ini, fitur lain seperti bentuk, posisi, dan ukuran bercak yang mencirikan penyakit (Syam et al. 2011; IRRI 2012) dapat digunakan pada penelitian selanjutnya. Pengukuran Tingkat Keparahan Penyakit Tanaman Padi Sebanyak 72 citra rumpun padi yang terinfeksi penyakit hawar daun bakteri digunakan dalam percobaan ini. Dari 72 citra yang digunakan, pakar mengukur bahwa sebanyak 15 citra masuk dalam kategori sehat. Selanjutnya, 21 citra terkena serangan ringan, 21 citra terkena serangan sedang, dan 15 citra terkena serangan berat. Box plot yang menggambarkan data dari keempat kategori keparahan disajikan pada Gambar 20. Box plot untuk keempat kelas tersebut menunjukkan keanehan pada kelas sehat dan ringan. Nilai rata-rata rasio daun terinfeksi kelas ringan lebih kecil daripada rata-rata rasio daun terinfeksi kelas sehat.
Gambar 20 Box plot dari empat kelas keparahan Interval untuk mengategorikan tingkat keparahan berdasarkan nilai I (Tabel 5) dibuat berdasarkan sebaran nilai rasio. Aturan interval tersebut kemudian diujikan dalam dataset dan menghasilkan akurasi sebesar 51.34% (Tabel 6). Hal ini konsisten dengan bentuk box plot yang dihasilkan. Kecilnya akurasi ini
21
diakibatkan nilai I antara kelas sehat dan ringan tersebut mirip diakibatkan oleh kesalahan segmentasi akibat pantulan cahaya pada tanah basah, pencahayaan ekstrim, dan variasi warna pada bulir. Tabel 5 Aturan klasifikasi tingkat keparahan Tingkat Keparahan Sehat Ringan Sedang Berat
Rentang I < 8% 8% ≤ I < 10% 10% ≤ I < 31% 31% ≤ I
Aktual
Tabel 6 Confusion matrix empat kelas keparahan Prediksi Sehat Ringan Sedang Berat Sehat 9 0 6 0 Ringan 14 1 4 2 Sedang 0 1 15 5 Berat 0 0 3 12
Pada proses pemisahan tanah dan tanaman, terdapat tiga citra yang salah disegmentasi akibat pantulan cahaya matahari oleh tanah yang basah. Karena pantulan cahaya bewarna putih, bagian pantulan memiliki nilai kecerahan (L) yang tinggi, mirip dengan bagian tanaman, sehingga sulit dipisahkan dengan tanaman (Gambar 21). Pada tahap pemisahan tanaman terinfeksi, pantulan juga terdeteksi sebagai bagian daun terinfeksi karena warnanya yang mirip dengan warna daun yang terinfeksi. Akan tetapi, kesalahan ini cenderung tidak memengaruhi hasil perhitungan akhir karena area pantulan tidak terlalu besar.
Gambar 21 Ilustrasi kesalahan segmentasi akibat pantulan cahaya matahari pada permukaan tanah yang basah. Bagian yang diberi lingkaran merah adalah pantulan (a). Walaupun memiliki nilai kehijauan yang rendah (b), bagian ini memiliki nilai kecerahan yang tinggi (c) sehingga memiliki nilai d (d) yang mirip dengan bagian daun. Pada tahap pemisahan bagian daun terinfeksi dan sehat (e), bagian ini dideteksi sebagai bagian daun terinfeksi.
22
Pada proses pemisahan tanaman terinfeksi dan tanaman sehat, kesalahan segmentasi disebabkan oleh dua faktor, yaitu pencahayaan yang ekstrim dan bulir padi. Bagian daun yang terpapar cahaya berlebih salah dideteksi sebagai tanaman yang terinfeksi (Gambar 22). Warna bagian daun yang diterangi secara ekstrim mirip dengan warna daun yang terinfeksi sehingga nilai komponen A dari kedua objek ini mirip. Pada penelitian ini, terdapat tiga citra yang salah dikategorikan sebagai serangan sedang, padahal ketiga citra ini seharusnya berada pada kategori sehat. Rata-rata kesalahan dari ketiga citra tersebut ialah sebesar 24.05%. Untuk mencegah terjadinya kesalahan akibat kedua hal tersebut, sebaiknya pengambilan data selanjutnya dilakukan dengan menggunakan penutup seperti payung yang dapat menghalau jatuhnya cahaya matahari langsung ke tanaman padi.
Gambar 22 Kesalahan segmentasi akibat kondisi pencahayaan yang ekstrim Kesalahan segmentasi yang paling sering terjadi diakibatkan oleh variasi warna pada bulir. Bulir padi memiliki warna mulai dari kehijauan hingga kecokelatan. Pada saat berwarna hijau, bulir dideteksi sebagai bagian tanaman yang sehat, sedangkan saat berwarna kecokelatan, bulir dideteksi sebagai bagian tanaman yang sakit. Hal ini menjadi masalah ketika usia tanaman padi sudah cukup tua. Hal ini terlihat pada Gambar 23. Total, terdapat 15 citra rumpun yang salah dikategorikan akibat kesalahan segmentasi ini.
Bagian Tanaman
Tanaman Sehat
Tanaman Terinfeksi
Gambar 23 Kesalahan segmentasi akibat variasi warna pada bulir
23
Kedua nilai yang digunakan sebagai pemisah pada penelitian ini, yaitu indeks kehijauan-kecerahan d (Kirk et al. 2009) dan komponen A pada CIELab (Chaudhary et al. 2012) tidak dapat memisahkan warna bulir ini dengan baik. Saat dipisahkan secara manual, nilai indeks d dari bagian tanaman yang terinfeksi dan bagian bulir padi berada pada rentang yang sama (Gambar 24) sehingga indeks d yang digunakan pada penelitian ini masih belum dapat digunakan untuk memisahkan bulir.
Gambar 24 Histogram nilai indeks kehijauan-kecerahan d dari bagian tanaman terinfeksi dan bagian bulir padi yang berada pada rentang yang sama Sebaran komponen A pun belum dapat memisahkan seluruh bulir dari bagian terinfeksi dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 25. Walaupun sebagian bulir dapat dipisahkan (area di bagian kanan), sebagian bulir belum dapat dipisahkan dengan baik karena memiliki rentang nilai yang sama dengan bagian tanaman yang terinfeksi. Berdasarkan kedua hal tersebut, pemisahan bulir padi di penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan indeks atau ruang warna yang lain atau dengan menggunakan metode penentuan titik potong yang lebih baik dibanding metode Otsu (1975). Karena tanaman yang sehat dan ringan sering salah terklasifikasi, diputuskan bahwa kelas yang digunakan dalam model ialah tiga kelas saja, ringan, sedang, dan berat. Hal ini dilakukan dengan menggabungkan kelas sehat dan kelas ringan. Alasan dilakukannya hal ini ialah karena pengambilan keputusan di lapangan untuk kedua kelas ini sama, yaitu belum dilakukan tindakan perlakuan terhadap tanaman. Box plot dari tiga kelas keparahan tersebut (Gambar 26) memperlihatkan bentuk yang lebih mudah dipisahkan daripada daripada box plot
24
untuk empat kelas keparahan. Akurasi yang diperoleh dari penggabungan kelas ini ialah 70.83% dengan detail seperti pada Tabel 7. Untuk lebih meningkatkan akurasi dari teknik ini, selanjutnya dibutuhkan praproses tambahan untuk menghilangkan bulir padi secara otomatis dari citra yang digunakan.
Gambar 25 Histogram nilai indeks A dari bagian tanaman terinfeksi dan bagian bulir padi
Gambar 26 Box plot dari tiga kelas keparahan
25
Aktual
Tabel 7 Confusion matrix tiga kelas keparahan
Ringan Sedang Berat
Ringan 24 1 0
Prediksi Sedang 10 15 3
Berat 2 5 12
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini telah mengembangkan teknik computer vision untuk mengidentifikasi empat penyakit padi utama di Indonesia, bercak cokelat, blas, hawar daun bakteri, dan tungro dengan menggunakan deskriptor fraktal dan PNN dengan akurasi rata-rata 81.25%. Kesalahan klasifikasi banyak terjadi pada kelas bercak cokelat dan hawar daun bakteri. Hal ini terjadi karena adanya bercak cokelat yang posisinya berdekatan serta adanya infeksi ganda pada tanaman. Pengukuran keparahan penyakit telah dilakukan pada level rumpun padi yang terkena penyakit hawar daun bakteri dan menghasilkan akurasi akhir sebesar 70.83%. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan akurasi, yaitu pantulan cahaya pada tanah basah, pencahayaan ekstrim, dan variasi warna pada bulir yang dapat dikerjakan pada penelitian selanjutnya. Saran Untuk meningkatkan akurasi identifikasi penyakit, fitur lain seperti posisi, ukuran, dan bentuk bercak disarankan untuk digunakan pada penelitian selanjutnya. Untuk meningkatkan akuras proses pengukuran keparahan penyakit padi, pengambilan data disarankan untuk dilakukan menggunakan penutup seperti payung. Hal ini dapat mengurangi kesalahan segmentasi akibat pantulan matahari pada tanah basah dan pencahayaan yang ekstrim. Bulir padi juga disarankan untuk dihilangkan terlebih dahulu agar ketepatan pengukuran meningkat. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik threshold adaptif lain atau dengan menggunakan indeks yang lain. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan fokus pada dampak dan tindakan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil identifikasi penyakit dan keparahan penyakit yang telah diperolah, misalnya informasi pengelolaan penyakit serta prediksi dampak kehilangan hasil yang terjadi.
26
6 UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini terlaksana berkat bantuan dana dari Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Tahun 2013, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia dengan nomor kontral 224/IT3.41.2/LS/SPK/2013. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Kikin Hamzah Mutaqin, MSi yang telah bersedia menjadi narasumber dalam penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada Bapak Wawan, Irfan Abdussalam, dan Kholis yang telah membantu proses akuisisi citra tanaman padi di Bogor, Karawang, Subang, dan Indramayu.
DAFTAR PUSTAKA Anthonys G, Wickramarachchi N. 2009. An image recognition system for crop disease identification of paddy fields in Sri Langka. Di dalam: 2009 International Conference on Industrial and Information Systems (ICIIS); 2009 Des 28-31; Sri Langka. Hlm. 403-407. Ballard DH, Brown CM. 1982. Computer Vision. New Jersey (US): Prentice Hall. Bock CH, Poole GH, Parker PE, Gottwald TR. 2010. Plant disease severity estimated visually, by digital photography and image analysis, and by hyperspectral imaging. Critical Review in Plant Sciences. 29(2):59-107. doi10.1080/07352681003617285 Borkowski W. 1999. Fractal dimension based features are useful descriptors of leaf complexity and shape. Can J For Res. 29:1301-1310. Brosnan T, Sun D. 2004. Improving quality inspection of food products by computer vision-a review. Journal of Food Engineering. 61:3-16. Burgos-Artizzu XP, Ribeiro A, Tellaeche A, Pajares G. 2010. Analysis of natural images processing for the extraction of agricultural elements. Image and Vision Computing 28:138-149. Camargo A, Smith JS. 2009. Image pattern classification for the identification of disease causing agents in plants. Computers and Electronics in Agriculture. 66: 121-125. Chaudhary P, Chaudhari AK, Cheeran AN, Godara S. 2012. Color transform based approach for disease spot detection on plant leaf. International Journal of Computer Science and Telecommunication. 3(6):65-70. [DJTP] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementrian Pertanian. 2010. Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Tanaman Pangan Tahun 2010. [Internet]. [diunduh 2012 Nov 22]; Jakarta. Tersedia pada: http://tanamanpangan.deptan.go.id/doc_u pload/PEDOMAN%2520PELAKSANAAN%2520PROGRAM.pdf. [DJTP] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2012. Evaluasi prakiraan serangan OPT utama tanaman padi, jagung, kedelan MT. 2011/2012 terhadap angka kejadian selama bulan
27
Oktober 2011-Maret 2012 [Internet]. [diunduh 2013 Mar 25] Tersedia pada: http://tanamanpangan.deptan.go.id/index.php/folder/detail/3/3/131. Duda RO, Hart PE, Stork DG. 2000. Pattern Classification. Ed ke-2. New York(US): John Wiley & Sons. Florindo JB, Bruno OM. 2011. Fourier fractal descriptors for colored texture analysis. Di dalam: Blanc-Talon J et al., editor. ACIVS’11 Proceedings of the 13th International Confrence on Advanced Concepts for Intelligent Vision Systems; 2011 Agu 22-25, Het Pand, Belgia. Berlin: Springer-Verlag. hlm 285-292. Florindo JB, Bruno OM. 2012. Fractal descriptors based on Fourier spectrum apllied to texture analysis. Physica A. 391:4909-4922. Floyd CE, Patz EF, Lo JY, Vittitoe NF, Stambaugh LE. 1996. Diffuse nodular lung disease on chest radiographs: a pilot study of characterization by fractal dimension. AJR. 167:1185-1187. Guijarro M, Pajares G, Riomoros I, Herrera PJ, Burgos-Artizzu XP, Reibeiro A. 2010. Automatic segmentation of relevant extures in agricultural images. Computers and Electronics in Agriculture 75: 75-83. Hague T, Tillet N, Wheeler H. 2006. Automated crop and weed monitoring in widely spaced cereals. Precision Agriculture. 1(1): 95-113. [IRRI] International Rice Research Institute. 2002. Standard Evaluation System for Rice (SES). IRRI. Irfansyah M. 2011. Pengukuran kinerja k-nearest neighbors dan self organizing maps menggunakan fast Fourier transform untuk identifikasi penyakit tanaman (Studi kasus: tanaman padi dan anthurium) [skripsi]. Bogor(ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. James WC. 1971. An illustrated series of assessment key for plant diseases, their preparation and usage. Can Plant Dis Surv. 51(2):39-65. Kataoka T et al. 2003. Crop growth estimation system using machine vision. Di dalam: The 2003 IEEE/ASME International Conference on Advanced Intelligent Mechatronics. Kholis, Herdiyani Y, Rauf A. 2013. I-PEDIA: Mobile application for paddy disease identification using fuzzy entropy and probabilistic neural network. International Conference on Advanced Computer Science and Information Systems 2013. Bali(Indonesia), 28-29 September 2013. Kirk K, Andersen HJ, Thomsen AG, Jorgensen JR, Jorgensen RN. 2009. Estimation of leaf area index in cereal crops using red-green images. Biosystem Engineering. 104: 308-317. Kohavi R. 1995. A study of cross-validation and bootstrap for accuracy estimation and model selection. Di dalam: Fourteenth International Joint Conference on Artificial Intelligence; Montreal, Kanada; 1995 Agu 20-25. hlm 11371145. Kuncheva LI. 2004. Combining Pattern Classifiers: Methods and Algorithms. New Jersey(US): John Wiley & Sons. Kurniawati NN, Abdullah SNHS, Abdullah S, Abdullah S. 2009. Investigation on image processing techniques for diagnosing paddy diseases.Di dalam: International Conference on Soft Computing and Pattern Recognition. 2009 Des 4-7. Malaka, Malaysia. Hlm. 272-277. Mandelbrot BB. 1968. The Fractal Geometry of Nature. New York(US): Freeman.
28
Meyer GE, Hindman TW, Lakshmi K. 1998. Machine vision detection parameters for plant species identification. SPIE, Bellingham, WA. Meyer GE, Neto JC. 2008. Verification of color vegetation indices for automated crop imaging applications. Computer and Electronics in Agriculture 63:282293. Neto JC. 2004. A Combined Statistical – Soft Computing Approach for Classification and Mapping Weed Species in Minimum Tillage Systems. Lincoln (US): University of Nebraska. Otsu N. 1975. A threshold selection method from gray-level histogram. IEEE Transaction on Systems, Man, and Cybernetics. 9:62-66. Patil BS, Bodhe SK. 2011. Leaf diseases severity measurement using image processing. International Journal of Engineering and Technology. 3(5):297301. Pentland AP. 1984. Fractal-based description of natural scene. IEEE Trans Patt Recog and Mach Intell. 6(6):661-674 Pizer SM, Amburn EP, Austin JD, Cromartie R, Geselowitz A, Greer T, Romeny BH, Zimmerman JB, Zuiderveld K. 1987. Adaptive histogram equalization and its variations. Computer Vision, Graphic, and Image Processing. 39:355-368. Powbunthord K, Abudullakasim W, Unartngam J. 2012. Assessment of the severity of brown leaf spot disease in Cassava using image analysis. Di dalam: The International Conference of the Thai Society of Agricultural Engineering 2012; 2012 Agu 4-5, Chiangmai, Thailand. Qin Z, Zhang M. 2005. Detection of rice sheat blight for in-season disease management using multispectral remote sensing. International Journal of Applied Earth Observation and Geoinformation 7:115-128. Ribeiro A, Fernandez-Quintanilla C, Barroso J, Garcia-Alegre MC. 2005. Development of an image analysis system for estimation of weed. Di dalam: Proceedings of the 5th European Conference on Precision Agriculture. Hlm 169-174. Sannaki SS, Rajpurohit VS, Nargund VB, Kumar AR, Yallur PS. 2011. Leaf disease grading by machine vision and fuzzy logic. Int J Comp Tech Appl. 2(5):1709-1716. Shapiro LG, Stockman GC. 2001. Computer Vision. Prentice Hall. Specht DF. 1990. Probabilistic neural networks. Neural Networks. 3:109-118. Syam M, Suparyono, Hermanto, Diah WS. 2011. Masalah Lapang Hama, Penyakit, dan Hara pada Padi. Bogor(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Uppaluri R, Hoffman EA, Sonka M, Hartley PG, Hunninghake GW, McLennan G. 1999. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. 160: 648-654. Vibhute A, Bodhe SK. 2012. Applications of image processing in agriculture: a survey. International Journal of Computer Applications. 52(2):34-40. Wang H, Li G, Ma Z, Li X. 2012. Application of neural networks to image recognition of plant diseases. Di dalam: 2012 International Conference on Systems and Informatics (ICSAI); Yantai, Cina; 2012 Mei 19-20. Hlm 21592164.
29
Witkin AP. 1984. Scale-space filtering: a new approach to multi-scale description. In Acoustics, Speech, and Signal Processing, IEEE International Conference on ICASSP'84. 9: 150-153. Wu SG, Bao FS, Xu EY, Yu-Xuan W, Yi-Fan C, Qiao-Liang X. 2007. A leaf recognition algorithm for plant classification using probabilistic neural network. Di dalam: IEEE International Sysmposium on Signal Processing and Information Technology. Giza, Mesir; 2007 Des 15-18. hlm 11-16.
30
Lampiran 1 Citra penyakit bercak cokelat
31
Lampiran 2 Citra penyakit hawar daun bakteri
32
Lampiran 3 Citra penyakit leaf blast
33
Lampiran 4 Citra penyakit tungro
34
RIWAYAT HIDUP Penulis, Auzi Asfarian, lahir di Bogor pada tanggal 4 Juni 1989. Penulis merupakan putra pertama dari tiga putra pasangan Noviar Dja’var dan Ariani Irmawati Siregar. Penulis menempuh pendidikan S1 di Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2007-2012. Pada tahun 2013, penulis meneruskan pendidikan ke Program Magister Ilmu Komputer di Institut Pertanian Bogor atas bantuan Departemen Ilmu Komputer dan Beasiswa Unggulan Ongoing DIKTI 2013. Penulis sekarang bekerja sebagai asisten di Departemen Ilmu Komputer dan mengajar praktikum beberapa mata kuliah seperti Interaksi Manusia dan Komputer, Komputer Grafik, Pengembangan Sistem Berorientasi Objek, dan Pengantar Pengolahan Citra Digital. Penulis juga aktif menjadi Komisi Kemahasiswaan Departemen Ilmu Komputer sejak Oktober 2013. Pada tahun 2013, penulis mendapatkan sertifikasi Microsoft Office Specialist, Microsoft Office Expert, dan Microsoft Office Master yang diselenggarakan oleh Wordware Indonesia dan Authorized Testing Center IPB. Penulis telah beberapa kali menjdai pembicara kegiatan pelatihan aplikasi perkantoran di tingkat kampus Institut Pertanian Bogor hingga ke Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia. Hingga Maret 2014, penulis telah melakukan publikasi berikut: Asfarian A. 2012. Rekayasa augmented reality mobile campus tour Institut Pertanian Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Asfarian A, Ardiansyah F. 2012. Rekayasa augmented reality mobile campus tour Institut Pertanian Bogor. Jurnal Ilmu Komputer dan Agri-Informatika (JIKA). 1(1):1-6. Asfarian A, Herdiyeni Y, Rauf A. 2012. Computer vision for paddy disease identification to support integrated pest management. Di dalam: Biodiversity and Integrated Pest Management: Working Together for a Sustainable Future. 4-5 Juli 2013, Manado, Indonesia; hlm 18. Asfarian A, Herdiyeni Y, Rauf A, Mutaqin KH. 2013. Paddy diseases identification with texture analysis using fractal descriptors based on Fourier spectrum. Di dalam: International Conference on Computer, Control, Informatics, and It’s Application (IC3INA 2013); 19-20 November 2013, Jakarta, Indonesia. hlm 77-82. ISBN. 978-1-4799-1076-2.