IDENTIFIKASI PEMBENTUK RUANG BERMAIN LAYANGAN DI JALAN PERUMAHAN Studi Kasus: Jalan Haji Umaidi, Jakarta Ardiano Nurbintoro Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok
[email protected]
ABSTRAK Layangan merupakan permainan populer di kalangan anak-anak. Sejak menghilangnya lapangan dan ruang terbuka hijau, permainan ini dimainkan di jalan perumahan oleh anakanak. Walaupun berbahaya, anak-anak mampu menjadikan berbagai properti lingkungan sebagai bagian dari permainan layangan. Untuk mengungkap faktor yang berpengaruh pada pembentukan ruang bermain layangan saya melakukan pengamatan dan wawancara para pemain layangan di jalan Haji Umaidi. Ternyata kualitas benda layangan sebagai alat utama bermain merupakan faktor utama pembentukan ruang bermain dan pemanfaatan properti lingkungan untuk menunjang kegiatan bermain tersebut. Selain itu, kemampuan pemain untuk bernegosiasi dengan pemain lainnya dan kondisi lingkungan turut berperan penting dalam pembentukan ruang bermain layangan di jalan perumahan. Kata kunci: alat; bermain; layangan; ruang bermain; jalan.
ABSTRACT Layangan (kite) is a popular game among children. Since the decline of green open spaces in housing areas, children started to play on the streets. Although dangerous, children are able to utilise their surrounding elements as a part of playing kite. To unveil the factors that contribute to the formation of space in playing kite I made observations an interviews on the players who plays in the Haji Umaidi street. I found out that the kite, as the primary tool of the game, is the vital factor in the formation of playing space and the utilisation of surrounding properties are the element that support this activity. The negotiation of the player with other players and with the conditions of the environment is also playing an important role in the formation of kite playing on housing streets.
Key words: tools; playing; playing space; road; kite.
Pendahuluan
Identifikasi pembentuk..., Ardiano Nurbintoro, FT UI, 2013
Salah satu permainan anak-anak yang dimainkan di jalanan adalah permainan layangan. Layangan dimainkan dengan cara seseorang menarik layangan sampai terbawa angin dan orang itu mengatur gerak layangan dengan benang yang tersambung kepada rangkanya. Oleh karena kehadiran angin sangat penting, maka permainan ini harus dimainkan di luar ruangan yang memungkinkan angin berhembus kencang. Lokasi tersebut antara lain jalan, lapangan bahkan atap rumah. Walau terkadang setting fisik membahayakan jiwa, para pemain justru menganggapnya sebagai tantangan yang membuat permainan tersebut menjadi seru dan tidak membosankan. Para pemain layangan saat ini juga masih bermain di jalan, yang ramai, sempit dan dilalui kendaraan. Namun menurut pengamatan, tidak seluruh bagian jalan digunakan untuk bermain layangan. Para pemain menggunakan paruh jalan tertentu karena dianggap mampu menyediakan setting fisik yang mendukung permainan tersebut. Dalam tulisan ini, saya membahas antar tindak alat dan setting fisik para pemain layangan dalam pembentukan ruang bermain layangan. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode grounded-theory, saya mengungkap pola ruang-waktu kegiatan bermain layangan di jalan Haji Umaidi, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Tinjauan Teoritis Di dalam proses penulisan naskah ini, saya menggunakan beberapa teori dari referensi yang saya pilih. Free to Play oleh Peter Gray (2013) adalah salah satu buku yang saya jadikan referensi untuk menemukan definisi dari bermain. Kata “bermain” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) didefinisikan sebagai: 1.
“melakukan perbuatan untuk bersenang-senang (dengan alat-alat tertentu atau tidak)”;
2. “bertindak sebagai pelaku dalam sandiwara”. Namun definisi ini hanya menunjukkan bermain sebagai sebuah tujuan dari sebuah kondisi pikiran. Seseorang yang merasa bosan melakukan sesuatu agar dia senang. Kata “Sesuatu” itulah yang KBBI representasikan untuk “bermain”. Namun apa yang terjadi di dalam “sesuatu” itu?
Kegiatan apa yang membuat orang senang? Dalam hal ini definisi KBBI
untuk “bermain” masih belum dapat memunculkan wujud dari “bermain” karena masih belum dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait “bermain” diatas. Oleh karena itu saya mencoba membahas definisi bermain yang lebih sesuai.
Gray (2013) menjelaskan bahwa bermain memiliki karakteristik khusus, antara lain:
Identifikasi pembentuk..., Ardiano Nurbintoro, FT UI, 2013
1. Bermain itu dipilih dan diarahkan sendiri (Play is self-chosen and self-directed). Kebebasan dalam bermain adalah hal yang sangat penting. Bahkan dapat dibilang inti dari bermain adalah tentang kebebasan. Kebebasan untuk memilih bermain apa, seperti apa dan kapan berhenti. Kemampuan untuk menentukan kapan seseorang dapat berhenti dari permainan adalah kebebasan yang terutama. Karena pemain yang tidak dapat memutuskan untuk berhenti bermain akan melanjutkan permainan dengan terpaksa dan ketika itu apa yang terlihat sebagai permainan bukan lagi bermain bagi pemain itu. 2. Bermain adalah kegiatan yang mengutamakan upaya daripada hasil akhir (Play is motivated by means more than ends). Walaupun kebanyakan permainan memiliki tujuan, tujuan itu menjadi motivasi yang muncul dari permainan bukan motivasi dari luar permainan. Seseorang yang sedang bermain futsal memiliki tujuan untuk menang dengan mencetak gol. Orang itu menikmati percobaannya untuk menjadi pemenang dalam pertandingan itu. Upaya dia untuk menjadi pemenang-lah yang membuat apa yang dia lakukan menjadi kegiatan bermain. Ketika dia berusaha menang dengan cara curang dan yang tidak sesuai dengan aturan yang telah disetujui maka fokus kegiatan dia sudah bukan kepada upaya melainkan tujuan akhir. Dengan itu esensi dari bermain pun binasa dan apa yang dia lakukan sudah bukan bermain lagi. 3. Bermain memiliki aturan yang dibentuk oleh pikiran pemain (Play is guided by mental rules). Semua permainan memiliki aturan. Aturan yang dibuat oleh para pemain itu sendiri dan disetujui oleh semua yang ikut bermain. Aturan ini juga merupakan acuan dalam upaya mencapai tujuan. Cara-cara yang harus dipatuhi untuk sampai tujuan. Konsep mental yang dibuat sendiri yang membentuk permainan itu. Dalam permainan aturan yang dibuat sendiri harus dipatuhi juga oleh diri sendiri. Contoh aturan dalam permainan adalah ketika seorang anak bermain “pura-pura” menjadi kuda. Aturan yang berlaku adalah pemain harus jalan seperti kuda dengan empat kaki, dan tidak bicara melainkan bersuara kuda. Pemainnya tidak boleh berbicara dan tidak dapat berdiri dengan dua kaki. Atau dalam permainan “Berantem-beranteman” pemain tidak melakukan perkelahian sungguhan yang tidak terkontrol. Justru pemain bergerak dalam lingkup aturan yang telah disepakati sebelum bermain seperti: pukulan tidak boleh keras, tidak boleh menendang, atau tidak boleh menggigit. Aturan menjadi rintangan mental
Identifikasi pembentuk..., Ardiano Nurbintoro, FT UI, 2013
dalam permainan yang harus dilalui untuk dapat mencapai tujuan. Kemampuan untuk melampaui rintangan itu yang membuat permainan itu dinikmati. 4. Bermain itu imajinatif (playing is imaginative). Imajinasi berperan besar dalam kegiatan bermain. Terkait dengan aturan yang dibuat dalam permainan tadi, semua permainan dibuat dalam kepala si pemain. Aturan, peran, dan cerita permainan semua berada dalam ruang imajinasi para pemain di dalam kepalanya, walaupun semua itu dimainkan dalam dunia nyata. Pemain membayangkan hal yang berada di dunia nyata dan memberikannya peran yang lain dalam dunia imajinasi permainan mereka. Seperti bidak catur yang pada kehidupan nyata hanya kayu yang terukir dengan bentuk makhluk pada dunia nyata (ratu, raja, kuda dan seterusnya). Namun dalam permainan catur masing-masing bidak menjadi memiliki kemampuan dan aturan geraknya masing-masing. Imajinasi memberikan peran-peran khusus kepada objek di dunia nyata baik itu benda mati atau benda hidup, orang lain atau diri mereka sendiri.
Bermain dilakukan dalam keadaan pikiran yang waspada aktif namun tidak tertekan (play is conducted in an alert, active, but non-stressed frame of mind). Karakteristik ini menjadi gabungan dari semua karakteristik yang ada. Dengan aturan yang dibuat sendiri dalam imajinasi para pemain itu sendiri pikiran pemain menjadi aktif dan waspada untuk mencapai tujuan yang ingin mereka raih. Mereka serius untuk menggapai tujuan yang mereka buat sendiri, dengan rintangan yang mereka setujui, demi menantang diri mereka sendiri. Namun semua itu dilakukan dengan kebebasan, termasuk kebebasan untuk berhenti ketika permainan sudah mulai tidak sesuai dengan kemauan pemain. Oleh karena itulah tekanan, stres, tidak muncul dalam pikiran para pemain.
Bermain Sebagai Kegiatan Antar Tindak Manusia dan Alat Menurut Thrift (2008), tubuh manusia bukan satu-satunya faktor penentu pembentukan ruang. Objek yang digunakan sebagai alat bantu, perpanjangan dari bagian tubuh, juga semakin berperan penting dalam hal pembentukan ruang. Dalam esai berjudul Die Frage nach der Technik, Heidegger (1954) menyebutkan sebuah kata yaitu bestand yang menjelaskan bahwa teknologi adalah bukan hasil melainkan cara. Dalam
bahasa
Jerman,
bestand
dapat
berarti
kandungan
atau
persediaan
(http://www.dict.cc/deutsch-englisch/Bestand.html, 2013). Namun bestand bukan hanya persediaan (vorrat) tetapi juga sebuah kondisi ketika sebuah benda memiliki kemampuan
Identifikasi pembentuk..., Ardiano Nurbintoro, FT UI, 2013
untuk menjadi sebuah alat tertentu namun belum dapat terlihat karena belum diolah oleh manusia untuk mengeluarkan potensinya itu. Oleh karena itu, perkembangan teknologi tidak berkenaan dengan pengembangan kapasitas atau kemampuan produk yang dihasilkan, karena teknologi bukan alat. Perkembangan yang terjadi adalah sikap manusia dalam pencarian potensi itu, sikap manusia terhadap obyek serta pikiran yang terbuka sehingga dapat menangkap potensi dari sebuah benda untuk dijadikan obyek. Oleh karena itu setiap benda, baik itu sepatu, tiang listrik, angin, atau kabel memiliki potensi-nya sendiri bagi masing-masing orang untuk menjadi sebuah alat. Semua tergantung pada kebutuhan manusia itu sendiri dan kemampuannya untuk melihat potensi benda dan mengungkap bestand setiap benda. Imajinasi para pemain juga berpengaruh terhadap pembentukan ruang bermain. Dalam pembahasan tentang alat dijelaskan bahwa segala benda memiliki potensi untuk menjadi alat. Semua itu tergantung pada pikiran, atau imajinasi, orang yang menggunakannya. Terkait dengan bermain yang berporos pada imajinasi juga, benda yang berada di sekitar mereka dapat menjadi alat bagi pemain seiring dengan permainan yang berjalan di dalam pikiran mereka. Dengan ini saya dapat menarik benang merah yang menghubungkan “Bermain”, “Alat”, dan “Ruang”. Alat, karena keterbatasannya, berpengaruh besar terhadap meruangnya seseorang. Keterbatasan sebuah alat dapat menjadi bestand nya sendiri karena akan memiliki cara yang berbeda pada penanganannya. Kita lihat dari sudut pandang seperti ini: Sebuah pisau yang biasa digunakan untuk memotong atau menusuk merupakan alat dengan jangkauan pendek. Hanya sekitar jangkauan lengan. Namun di saat terdesak, pisau dapat digunakan sebagai senjata jarak jauh, dengan cara dilempar. Dengan keterbatasan jangkauannya maka otak manusia berpikir untuk menyiasati keterbatasan itu, sehingga muncul pisau yang dilempar. Dengan dilemparnya pisau itu maka berubah juga jangkauan ruang manusia yang memegang pisau itu. Hal ini serupa ketika seseorang memegang sebuah layangan. Ruang bermainnya dapat berubah ketika dia memegang alat itu, karena bestand dari alat itu. Penyiasatan keterbatasan alat ini Heidegger (1954) sebut entbergen atau juga penggugahan. Namun tidak semua pengaruh berada pada alat saja. Heidegger (1954) berpendapat bahwa teknologi merupakan sikap bagaimana manusia berusaha mengungkap bestand sebuah benda, bahkan manusia pun dianggap dapat menjadi bestand. Dengan itu saya berpendapat bahwa pikiran manusia juga berperan dalam pembentukan ruang. Melalui pemikirannya, manusia mengungkap potensi sebuah benda untuk dijadikan alat sesuai dengan kebutuhannya sehingga berperan besar pada pembentukan ruang. Bermain, yang berpusat pada kebebasan dan
Identifikasi pembentuk..., Ardiano Nurbintoro, FT UI, 2013
imajinasi pemain, memiliki potensi yang besar untuk memanipulasi benda yang berada di sekitar untuk dijadikan alat bermain. Oleh karena itu pikiran, imajinasi manusia, juga berperan penting dalam pembentukan ruang. Pembentukan pola meruang pemain layangan ini menjadi sebuah kasus khusus karena alat main yang digunakan unik. Dalam bermain anak-anak membuat peraturan di dalam kepala mereka tentang bagaimana harusnya permainan itu dilakukan (Gray 2008). Para pemain tertantang dengan permainan layangan yang terpengaruh oleh angin, kabel listrik dan hal-hal lain yang menjadi rintangan dan halangan.
Metode Penelitian Pendekatan kualitatif dan metode deskriptif saya terapkan dalam kajian ini untuk mengidentifikasi dan memahami proses pembentukan ruang bermain layangan di jalan perumahan di Jakarta. Setelah melakukan kajian pustaka terkait kegiatan bermain, pembentukan ruang, dan pengartian alat dalam kehidupan manusia saya berusaha memformulasikan arti bermain dan antar tindak antar pemain dengan alat dan situasi lingkungan saat bermain.
Gambar 1 Peta Lokasi penyebaran permainan Layangan Sumber: GoogleMaps: http://maps.google.com, 2013 (telah diolah kembali)
Untuk itu, saya melakukan pengamatan kegiatan bermain layangan oleh anak-anak maupun orang dewasa. Pengamatan tersebut saya lakukan pada hari kerja dan akhir pekan pada pukul 16.00-18.00 karena merupakan waktu yang dianggap tepat untuk bermain layangan. Pengamatan tersebut saya lakukan di 3 (tiga) lokasi di kawasan perumahan Haji Umaidi, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Identifikasi pembentuk..., Ardiano Nurbintoro, FT UI, 2013
Wawancara tidak terstruktur saya lakukan dengan anak-anak dan orang dewasa untuk memahami dan mengetahui alasan pembentukan ruang bermain layangan. Setelah itu, saya mengolah data yang bersumber dari wawancara, pengamatan lapangan, dan kajian pustaka melalui interpretasi data. Hal ini merujuk pada pengembangan ide-ide atas hasil penemuan untuk kemudian direlasikan dengan kajian teoretik (teori yang telah ada).. Pembahasan Ruang dan tata cara permainan di jalan umumnya bersifat fleksibel karena harus mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi yang terjadi. Hal ini menyebabkan para pemain harus membuat peraturan sendiri yang sangat penting dalam menjelaskan permainan di jalan (Gray 2013). Peraturan ini termasuk dalam mendefinisikan sebuah benda atau alat yang berada dalam ruang permainan mereka. Definisi umum terhadap sebuah barang atau benda akan memiki arti tersendiri bagi pemain. Dalam bestand-nya, sebuah benda memiliki definisi yang umum seperti batu adalah benda keras dan padat namun bukan logam (KBBI, 2008), atau kabel listrik adalah kawat berbungkus karet yang menghantarkan listrik (KBBI, 2008), dan definisi lain yang ada di kamus besar. Namun, saat benda-benda tersebut digunakan dalam permainan, mereka terdefinisi ulang sesuai dengan peran dan kegunaan dalam permainan tersebut. Ketika pemain hendak memainkan layangan saya merekam perubahan proses pembentukan ruang. Perubahan itu terjadi ketika pemain hendak menaikkan layangan dan memainkannya ketika sudah mengudara. Kedua kegiatan tersebut memiliki kebutuhan ruang yang berbeda. Perbedaan itu terkait dengan alat yang mereka pegang, layangan, dan juga kondisi mereka ketika melakukan itu. Kedua perbedaan ini yang membuat ada pengkategorian hubungan antar pemain berdasarkan keterkaitannya dengan tanah dan udara. Pengaruh layangan yang masih berada di tanah dan di udara sudah berbeda, baik terhadap permainannya atau pemainnya sendiri, itu yang membedakan pembentukan ruang ketika penaikan layangan dan bermain layangan ketika sudah mengudara. Berdasarkan pengamatan, saya mengidentifikasi 4 (empat) varian permainan layangan yang menghasilkan perbedaan ruang bermain, antara lain: 1. Bermain sendiri di tanah dan sendiri di udara; 2. Sendiri di tanah dan bersama di udara; 3. Bersama di tanah sendiri di udara; 4. Bersama di tanah dan bersama di udara. Permainan layangan di lokasi ini tersebar di sepanjang jalan Haji Umaidi. Penjabaran penyebaran lokasi permainan mereka dijabarkan pada peta di atas.
Identifikasi pembentuk..., Ardiano Nurbintoro, FT UI, 2013
1. Bermain Sendiri di tanah dan sendiri di udara Ketika seorang pemain mencoba untuk menaikkan layangannya ia akan memerhatikan sekelilingnya dan mencari kondisi yang tepat untuk menaikkan layangan. Yang dibutuhkan terutama untuk menaikkan layangan adalah jarak yang cukup untuk menarik layangan agar dapat menangkap cukup banyak angin untuk naik. Benang yang diulur untuk memulai menaikkan layangan harus cukup panjang agar layangan ketika naik dapat mencapai ketinggian yang cukup untuk menangkap angin yang lebih kuat di atas. Karena bermain di jalan, ruang mereka sangat terbatas dan kebanyakan pemain mengandalkan panjang jalan untuk menaikkan layangan daripada lebar jalan.
Gambar 2 Pemain menggunakan panjang jalan untuk menaikkan layangan (kiri) dan Urutan pergerakan pemain layangan ketika menarik (kanan) Sumber: Dokumentasi Pribadi
Di udara, ketika layangan sudah melayang bebas, angin menjadi kekuatan utama yang menjadi pengatur gerak dan memengaruhi pembentukan ruang pemain yang berada di bawah sana. Arah tiup angin menentukan posisi pemain yang ada di bawah. Jika angin bertiup ke arah timur tentu pemain juga akan menghadap ke timur agar dapat tetap mengendalikan layangan.
Gambar 3 Tampak atas urutan pergerakan pemain layangan ketika menarik. Sumber: Ilustrasi pribadi
Identifikasi pembentuk..., Ardiano Nurbintoro, FT UI, 2013
Posisi tubuh akan selalu terkait dengan layangan, sementara angin memberikan pengaruh yang besar terhadap layangan.
Jadi secara tidak langsung angin juga
memengaruhi ruang pemain yang berada di tanah. Angin menjadi komponen terpenting permainan ini. Pemain sangat membutuhkan angin untuk menaikan layangan dan menenukan arahnya walau tak dapat dikendalikan sepenuhnya.
Oleh
karenanya,
pemain
harus
mampu
mendemonstrasikan
kemahirannya untuk beradaptasi dengan kondisi angin yang ada untuk menaikan dan menentukan arah layangan. Jika pemain tidak mampu mengendalikan, maka dapat terjadi hasil yang berbahaya karena dapat merusak layangan atau benda-benda lainnya yang menjadi bagian permainan seperti: kabel, rumah, tiang listrik atau pohon. Kabel, rumah, tiang listrik, dan pohon menjadi “bagian” dari permainan.
2. Bermain sendiri di tanah dan bersama di udara Di dalam kategori ini yang jelas terlihat perbedaannya adalah adanya pemain layangan lain yang berada di ruang udara (airspace) permainan pemain. Pemain lain ini adalah lawan yang akan mengadu layangan sehingga keduanya beradu di tengah udara sehingga mulailah penyatuan dua alat dengan pemain yang beda dengan kondisi yang berbeda juga yang memengaruhi pembentukan ruang bermainnya. Kejadian ini memanipulasi pembentukan ruang masing-masing pemain.
Gambar 4 Ruang bermain yang terhubung oleh layangan (kiri) dan Tampak atas ruang bermain pemain layangan yang dipengaruhi oleh lingkungan seperti pohon dan dinding (kanan) Sumber: ilustrasi pribadi
3. Bermain bersama di tanah dan sendiri di udara Dalam bermain bersama yang berhubungan langsung seperti ini negosiasi antar pemain mengenai ruang bermain mereka menjadi sangat penting. Diluar interaksi
Identifikasi pembentuk..., Ardiano Nurbintoro, FT UI, 2013
pemain dengan benda lain di jalan seperti kabel listrik, mobil dan lain-lain yang sudah dibahas di sub-bab sebelumnya hubungan antar pemain juga menjadi pertimbangan mereka ketika bermain. Bahkan hubungan ini menjadi sangat penting karena ketika negosiasi tidak berjalan lancar yang muncul adalah penindasan oleh salah satu pemain ketika itu definisi dari “bermain bersama” sudah tidak terpenuhi lagi karena kawannya tidak lagi bermain, ia hanya melakukan kegiatan menarik layangan tanpa bermain.
Gambar 5 Anak kecil yang bermain hanya menahan benang layangan. Sumber: dokumentasi pribadi
Bermain sendiri tanpa lawan disekitar pemain layangan dalam satu kawasan sulit ditemukan contoh kasusnya. Hal ini dikarenakan pemain yang sudah berada di antara sesama pemain biasanya, dalam pengamatan, langsung bertanding antar pemain. Salah satu contoh yang saya temukan adalah seorang anak yang mencoba bermain layangan. Anak itu hanya menahan layangan agar tidak melayang terlalu tinggi, juga tidak bergerak aktif untuk mengatur gerak layangan yang goyah oleh angin. Walaupun tidak aktif dan terlihat seolah tidak bermain layaknya pemain layangan dewasa lainnya, anak ini tetap bermain layangan karena yang ada kemungkinan anak ini sudah cukup merasa bermain dengan apa yang dilakukannya. Lagipula bagi pemain lain yang tidak berada disekitarnya, layangannya terlihat sama seperti yang lainnya dan tetap dilawan, dengan mudah. Dari hasil mendengar pembicaraan pemain ketika sedang bermain mereka dapat menentukan kecakapan seseorang dalam bermain dari cara terbang layangannya.
4. Bermain bersama di tanah dan bersama di udara
Identifikasi pembentuk..., Ardiano Nurbintoro, FT UI, 2013
Ketika pemain ini berada dalam sebuah pertandingan dan para pemain berada dalam satu daerah di jalan Haji Umaidi saya melihat ada dua kemungkinan dalam permainan itu. Mereka dapat bertanding di antara mereka sendiri atau mereka melihat ada layangan lain di udara dan bertanding dengan mereka. Berbeda dengan bermain yang sendiri di tanah dimana mereka dapat bebas bergerak tanpa diprotes siapapun. Dalam keadaan seperti ini dimana pemain bertanding dengan orang lain yang berada jauh dari lokasi mereka, para pemain tetap bersinggungan dengan pemain lain yang ada di tempat itu. Gerakan-gerakan yang sangat cepat dan lebar ketika sedang bertanding membuat kebutuhan ruangnya perlu leluasa dan bebas dari penghalang padahal sedang berada dalam tempat yang padat. Dalam hal ini para pemain menegosiasikan ruang bermain mereka untuk menyediakan ruang gerak sedikit agar dapat melakukan manuver. Hal ini mudah dan sering terjadi selama pengamatan, bahkan sampai menggantikan posisi ketika pemain sedang melakukan hal lain selain bermain layangan.
Gambar 9 Ilustrasi ruang permainan layangan ketika bertarung Sumber: Ilustrasi pribadi
Ketika mereka bertanding dengan pemain yang berada di tempat yang sama, negosiasi bukan hanya ruang, tetapi juga peraturan permainannya. Karena ruang yang beririsan dan ruang tidak dapat lagi diakali, mereka merundingkan peraturan yang mereka gunakan untuk bermain sehingga keduanya tidak ada yang dirugikan. Dalam pengamatan pernah seorang pemain meminta untuk menghentikan permainan karena saat itu benangnya tersangkut. Permainan pun dihentikan menunggu benangnya terlepas baru kemudian di lanjutkan kembali.
Identifikasi pembentuk..., Ardiano Nurbintoro, FT UI, 2013
Dalam kategori permainan layangan ini pola meruang mereka banyak dipengaruhi oleh interaksi mereka dengan sesama pemain. Selain gerak angin yang memang selalu memiliki pengaruh besar dalam pembentukan ruang seorang pemain layangan di kategori apapun dia bermain, interaksi antar pemain merupakan bentuk pembahasan peraturan bermain yang sangat penting dalam sebuah permainan. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tetap bermain mereka harus mendiskusikan cara bermain mereka agar tidak ada salah satu yang merasa rugi dan berhenti bermain (Gray,2013). Kemudian karena keinginan bermain lebih kuat mereka harus bernegosiasi tentang cara meruang mereka di dalam kondisi jalan yang sempit seperti di jalan Haji Umaidi ini. Saya menemukan dari pengamatan ini bahwa kondisi bermain, kondisi time-in, para pemain berpengaruh besar terhadap pembentukan ruang di jalan ini.
Kesimpulan Permainan layangan dilakukan di dalam dua zona yaitu di udara dan darat. Di tanah pemain akan memperhatikan situasi mobil, warga setempat, pemain lain dan lainnya dalam membentuk ruang bermainnya. Ketika seorang pemain mencoba untuk menaikkan layangannya ia akan memerhatikan sekelilingnya dan mencari kondisi yang tepat untuk menaikkan layangan. Yang dibutuhkan terutama untuk menaikkan layangan adalah jarak yang cukup untuk menarik layangan agar dapat menangkap cukup banyak angin untuk naik. Benang yang diulur untuk memulai menaikkan layangan harus cukup panjang agar layangan ketika naik dapat mencapai ketinggian yang cukup untuk menangkap angin yang lebih kuat di atas. Bermain di jalan menyebabkan ruang sangat terbatas dan kebanyakan pemain mengandalkan panjang jalan untuk menaikkan layangan daripada lebar jalan. Selain penggunaan badan jalan pemain juga memerhatikan kondisi sisi atas jalanan. Pemain tentu tidak akan memilih sebuah tempat menaikkan layangan dimana banyak kabel atau ranting pohon di atasnya karena layangan dapat tersangkut. Oleh karena itu selain jalan yang cukup panjang, pemain akan memerhatikan ruang yang berada di atasnya juga. Faktor yang berbeda mempengaruhi pembentukan ruang di udara, seperti angin atau kabel listrik, yang menghalangi bergeraknya benang layangan, pohon, antena dan layangan lain yang membuat seorang pemain menjadi terhubung dengan yang lainnya. Pemain yang jaraknya puluhan hingga ratusan meter dan terpisah oleh tembok dan rumah dapat merasakan dampak pergerakan dari pemain yang berada di ujung benang layangan yang lainnya. Selain itu disini menjadi bercampur ruang dari dua pemain yang memiliki latar belakang permainan
Identifikasi pembentuk..., Ardiano Nurbintoro, FT UI, 2013
yang jauh berbeda karena jarak dan pengaruh yang jauh. Hal ini yang membuat permainan layangan berbeda pembentukan ruangnya daripada permainan lain. Dengan demikian layangan, sebagai alat bermain, ternyata sangat mempengaruhi ruang bermain pemain di darat. Alat yang dapat terbang ke udara dan menjadi perpanjangan badan seseorang, juga menjadi representasi orang, yang digunakan untuk beradu dengan pemain lain. Angin membuat layangan itu mampu terbang ke langit dan angin juga yang membawa layangan terbang ke kiri dan ke kanan sehingga pemain harus menyesuaikan diri untuk menerbangkannya dengan baik. Walaupun angin menjadi pengatur dari segala, layangan tetaplah menjadi faktor utama karena alat itulah yang menjadi komponen utama permainan. Pembentukan ruang bermain layangan sangat berhubungan dengan lingkungan tempat mereka bermain layangan. Dari semua aspek yang telah disebutkan menurut saya yang merupakan inti dari pembentukan ruang pemain adalah kondisi pikiran pemain ketika bermain. Aspek ini lah yang membuat banyak aturan yang digunakan ketika bermain sehingga mengatur cara pemain menyesuaikan diri dengan aspek fisik lingkungan yang ada di tempat bermain. Ketika pemain ini berada dalam sebuah pertandingan dan para pemain berada dalam satu daerah di jalan Haji Umaidi saya melihat ada dua kemungkinan dalam permainan itu. Mereka dapat bertanding di antara mereka sendiri atau mereka melihat ada layangan lain di udara dan bertanding dengan mereka. Berbeda dengan bermain yang sendiri di tanah dimana mereka dapat bebas bergerak tanpa diprotes siapapun. Dalam keadaan seperti ini dimana pemain bertanding dengan orang lain yang berada jauh dari lokasi mereka, para pemain tetap bersinggungan dengan pemain lain yang ada di tempat itu. Gerakan-gerakan yang sangat cepat dan lebar ketika sedang bertanding membuat kebutuhan ruangnya perlu leluasa dan bebas dari penghalang padahal sedang berada dalam tempat yang padat. Dalam hal ini para pemain menegosiasikan ruang bermain mereka untuk menyediakan ruang gerak sedikit agar dapat melakukan manuver. Hal ini mudah dan sering terjadi selama pengamatan, bahkan sampai menggantikan posisi ketika pemain sedang melakukan hal lain selain bermain layangan. Ketika mereka bertanding dengan pemain yang berada di tempat yang sama, negosiasi bukan hanya ruang, tetapi juga peraturan permainannya. Mereka harus merundingkan peraturan yang digunakan untuk bermain sehingga keduanya tidak ada yang dirugikan. Dalam pengamatan saya, seorang pemain meminta untuk menghentikan permainan karena saat itu benangnya tersangkut. Permainan pun dihentikan menunggu benangnya terlepas baru kemudian di lanjutkan kembali.
Identifikasi pembentuk..., Ardiano Nurbintoro, FT UI, 2013
Dalam kategori permainan layangan ini pola meruang mereka banyak dipengaruhi oleh interaksi mereka dengan sesama pemain. Selain gerak angin yang memang selalu memiliki pengaruh besar dalam pembentukan ruang seorang pemain layangan di kategori apapun dia bermain, interaksi antar pemain merupakan bentuk pembahasan peraturan bermain yang sangat penting dalam sebuah permainan. Hal ini menunjukkan bahwa untuk tetap bermain mereka harus mendiskusikan cara bermain mereka agar tidak ada salah satu yang merasa rugi dan berhenti bermain (Gray 2013). Mereka harus bernegosiasi tentang cara meruang mereka di dalam kondisi jalan yang sempit untuk dapat bermain layangan.
Saran Saya juga menyadari bagaimana tulisan saya ini menyisakan celah untuk diisi oleh pengamatan yang lebih jauh berikutnya.
Penelitian ini masih bertumpu pada hasil
pengamatan dan wawancara dari beberapa kasus tertentu. Untuk itu, saya mengusulkan perlu ada penelitian yang mendalam untuk mengungkap kualitas ruang yang dibutuhkan bagi berbagai permainan anak di luar ruangan. Melalui berbagai penelitian ini, para arsitek atau perancang ruang bermain dapat mengindentifikasi pola dan kualitas ruang bermain yang dibutuhkan berkaitan dengan kenyamanan thermal dan ruang gerak anak-anak. Dengan demikian, rancangan ruang bermain ruang luar dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan permainan.
Kepustakaan Gray, P. (2013). Free to Learn. New York: Basic Books. Heidegger, M. (1954). Die Frage nach der Technik. Dalam C. G. Podewils, Die Künste im technischen Zeitalter (hal. 70-86). München: R. Oldenbourg. Massey, D. (2005). For Space. London: SAGE Publications Ltd. May, J., & Thrift, N. (2001). Timespace: geographies of temporality. London: Routledge. McGeough, J. A. (2010, September 10). Hand-Tool. Dipetik April 24, 2013, dari Encyclopaedia Brittanica: http://www.britannica.com/EBchecked/topic/254115/hand-tool Nadal, P. (2010, Juli 12). On Heidegger's "The Questioning Concerning Technology": belate.wordpress.com. Dipetik April 12, 2013, dari belate.wordpress.com: http://belate.wordpress.com/2010/07/12/heidegger-modern-technology/ Sparke, M. (2007). Commentary 2: Acknowledging Responsibility For Space. Progress in Human Geography, 395.
Identifikasi pembentuk..., Ardiano Nurbintoro, FT UI, 2013
Susantio, D. (2010, November 13). Sejarah Layang-layang: hurahura.wordpress.com. Dipetik Mei 20, 2013, dari hurahura.wordpress.com: ://hurahura.wordpress.com/2010/11/13/sejarah-layang-layang/ Thrift, N. (2007). Non-Representational Theory. New York: Routledge. Tuan, Y.-F. (2001). Space and Place. Minneapolis: University of Minnesota Press.
Identifikasi pembentuk..., Ardiano Nurbintoro, FT UI, 2013