Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling Volume 1 Nomor 2 Tahun 2016 Hal 48 – 56 Periode Wisuda November 2016 IDENTIFIKASI MASALAH BELAJAR MAHASISWA PAPUA DI UNIVERSITAS SYIAH KUALA Julia Mayora, M. NazirBasyir, Hetti Zuliani Program Studi Bimbingan dan Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Syiah Kuala Email :
[email protected] ABSTRACT Difference in cultures has led to the ongoing process of learning undertaken by individual students studying in different places and cultures are certainly experiencing issues that may affect the effectiveness of learning. The purpose of this research is to see problems faced by Papuan students in the learning process at the Syiah Kuala University and look for the cause of the difficulties experienced by Papuan students in receiving the lecture material. Samples taken in this study was 28 Papuan students at the Syiah Kuala University. It is obtained from the data of the cooperation bureau that most of the students has a low GPA. The approach used in this study is a mixed methods approach. The research data is sourced from the AUM PTSDL and interviews addressed to the students. The results showed AUM PTSDL quality learning activities are diverse. AUM PTSDL results show the quality of Papuan Students learning activities that are in the low category 64,29%, 35,72% medium category, and the category of high 0%. Keywords: Learning problems, Papuan students ABSTRAK Perbedaan kultur menjadi salah satu penyebab berlangsungnya proses belajar yang dilakukan oleh individu mahasiswa yang belajar di tempat dan budaya yang berbeda tentunya mengalami persoalan-persoalan yang dapat mempengaruhi keefektifan belajarnya. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk melihat masalah apa saja yang dihadapi oleh mahasiswa Papua dalam proses pembelajaran di kampus Universitas Syiah Kuala dan mencari penyebab kesulitan yang dialami oleh mahasiswa Papua dalam menerima materi perkuliahan. Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah mahasiswa Papua di Universitas Syiah Kuala sebanyak 28 responden. Hal ini didapat dari data kantor bagian kerjasama yang menunjukkan bahwa sebagian besar dari mahasiswa Papua memiliki IPK yang rendah. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan mixed methods. Penelitian ini merupakan suatu langkah penelitian yang menggabungkan dua bentuk penelitian yang telah ada sebelumnya yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualitatif. Data penelitian bersumber dari hasil AUM PTSDL dan hasil wawancara yang ditujukan kepada mahasiswa Papua. Hasil penelitian menunjukkan mutu kegiatan beajar yang beragam. Hasil AUM PTSDL menunjukkan mutu kegiatan belajar mahasiswa Papua berada pada kategori rendah 64.29%, kategori sedang 35.72% dan kategori tinggi 0%. Kata Kunci: Masalah Belajar, Mahasiswa Papua
48
Julia Mayora, M. NazirBasyir, Hetti Zuliani Identifikasi masalah belajar mahasiswa papua ...
PENDAHULUAN Proses pembelajaran sudah mulai dilakukan oleh seorang individu ketika dia memasuki dunia pendidikan, baik itu secara formal, informal atau nonformal. Pada umumnya semua proses pendidikan yang dewasa ini berkembang di Indonesia dimulai dari PAUD, TK, SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Memasuki dunia Perguruan Tinggi berarti melibatkan diri dalam situasi hidup dan situasi akademis yang secara fundamental berbeda dengan apa yang pernah dialami dalam lingkungan sekolah lanjutan atas. Perguruan tinggi bukanlah sekedar lanjutan dari sekolah lanjutan atas, tetapi merupakan suatu hakiki dari taraf pendidikan tinggi itu sesuai tuntutan pendidikan tinggi itu. Sebagai konsekuensinya, mahasiswa wajib mengadakan adaptasi dengan dunia baru yang penuh dengan liku-liku dan seluk beluknya serta penuh resiko, terutama adaptasi pola berpikir, belajar, berkreasi, bertindak dalam menjalankan kehidupan kampus. Hal ini memerlukan kesadaran dari mahasiswa bahwa ia berada di antara beragam problema secara sendirian, yang sangat jauh berbeda dari situasi sekolah lanjutan atas yang relatif mudah mendapat bimbingan dan konseling. Sejalan dengan perubahan masyarakatnya, mahasiswa juga mengalami pancaroba dalam dirinya menuju taraf kedewasaannya. Untuk menjawab tantangan ini dibutuhkan suatu sikap mental yang tangguh dan serasi dengan tuntutan hidup di dunia baru ini. Jawaban ini pun dapat diberikan karena mahasiswa secara fisik dan kejiwaan seyogianya telah mencapai taraf kedewasaan atau kematangan rasional dan emosional untuk mendidik dan membentuk dirinya sendiri menjadi seorang ilmuwan/intelektual, karena hal itu merupakan sesuatu yang terpuji untuk meninggalkan pola berpikir, belajar, beramal dengan gaya sekolah lanjutan atas, guna dapat berkonsisten dengan tingkat pendidikan yang baru di perguruan tinggi. Diharapkan dari mahasiswa adanya jiwa yang bebas terbuka, pikiran yang aktif, kritis, dan kreatif terhadap segala hal serta tidak menjadi bingung di tengah-tengah percaturan pendapat dan kaidahkaidah yang asing yang dipelajari. Setiap jenjang dalam tingkatan pendidikan tersebut mempunyai pola pembelajaran yang berbeda-beda, tentunya disesuaikan dengan tujuan dari setiap tahapan pendidikannya. Setiap tahapan memiliki kendala tersendiri yang dihadapi oleh peserta didik, berbeda dan beragam. Mulai dari pola pembelajaran, budaya setempat, dan pola kepribadian yang dimiliki oleh peserta didik itu sendiri. Ketika melalui proses belajar tersebut, sebagian besar individu akan mengalami masalah dalam belajar. Permasalahan tersebut dapat dilihat dari berbagai macam reaksi yang dimunculkan, seperti pada prestasi belajar, motivasi dan juga perilaku dalam belajar individu tersebut. Hal ini dapat terjadi karena berbagai macam sebab, seperti yang tampak pada sebagian mahasiswa Papua yang mengambil studi lanjutan di Universitas Syiah Kuala. Gejala-gejala yang terjadi pada mahasiswa Papua tersebut seperti, menurunnya prestasi belajar, kurangnya interaksi dalam penyelesaian tugas kelompok dengan mahasiswa lainnya, dan hanya sering berinteraksi dengan kelompok mahasiswa yang sama-sama berasal dari Papua walaupun mereka tidak berasal dari program studi yang sama. Hasil evaluasi prestasi belajar juga menunjukkan indeks prestasi (IP) yang rendah, data tersebut didapat dari Biro Universitas Syiah Kuala bagian kerjasama pendidikan. Namun ada beberapa dari mereka yang menunjukkan hasil sebaliknya, artinya mereka dapat beradaptasi dengan lingkungan dan situasi dalam proses belajar di perguruan tinggi dengan baik. Oberg (Prasetya, 2010) menyatakan bahwa kultur budaya dapat mempengaruhi individu dalam melakukan aktivitas belajar. Prasetya (2010) dalam hasil penelitiannya membahas mengenai permasalahan kultur mempengaruhi kenyamanan dan belajar mahasiswa ketika berada ditempat yang berbeda budaya. Serupa juga dengan penelitian Prasetya, Rahadian (2010) menyebutkan pula hal semacam ini disebut sebagai culture shock diartikan sebagai “penyakit” yang diderita oleh individu yang hidup di luar lingkungan kulturnya. Istilah ini mengandung pengertian adanya perasaan cemas, hilangnya arah, perasaan tidak tahu apa yang 49
Julia Mayora, M. NazirBasyir, Hetti Zuliani Identifikasi masalah belajar mahasiswa papua ...
harus dilakukan atau tidak tahu bagaimana harus melakukan sesuatu, yang dialami oleh individu tersebut ketika ia berada dalam suatu lingkungan yang secara kultur maupun sosial baru. Lebih lanjut Oberg menjelaskan hal itu dipicu oleh kecemasan individu karena ia kehilangan simbol-simbol yang selama ini dikenalnya dalam interaksi sosial, terutama terjadi saat individu tinggal dalam budaya baru dalam jangka waktu yang relatif lama. Berdasarkan fakta dan penelitian sebelumnya maka dapat dilihat bahwa lingkungan budaya yang baru akan menimbulkan masalah culture shock bagi mahasiswa atau siswa yang menempuh pendidikan ditempat yang baru. Hal ini tidak hanya dialami oleh mahasiswa atau siswa yang hendak menempuh pendidikan di luar negeri saja, hal serupa dapat juga terjadi bagi mereka yang juga menempuh pendidikan di dalam negeri. Dari gambaran pemaparan yang disampaikan oleh Rahardian dan Prasetya di atas maka lebih lanjut ketika ditelaah hambatan/masalah belajar ini akan menghambat proses penyelesaian studi mahasiswa yang bersangkutan. Hambatan tersebut juga terlihat dari hasil pembicaraan peneliti dengan beberapa mahasiswa Papua yang dilakukan pada bulan Agustus lalu, mereka mengungkapkan bahwa sebagian besar dari mereka kesulitan berinteraksi dan kesulitan dalam pemahaman bahasa yang disampaikan oleh teman mereka yang berbeda daerah, mereka juga sulit menyesuaikan pola pembelajaran dahulu ketika masih menjadi siswa di Papua dan pola pembelajaran yang diterapkan sesudah menjadi mahasiswa di Universitas Syiah Kuala. Karena permasalahan-permasalahan tersebut, akhirnya menimbulkan motivasimotivasi belajar yang menurun dan cenderung mereka membiarkan studi mereka berjalan seadanya. Namun disitu juga terlihat bahwa mereka tidak mencoba meningkatkan motivasi mereka karena mereka menganggap atau merasa hanya mempunyai kemampuan yang hanya sampai disitu saja. Lebih lanjut, peneliti menemukan data yang menunjukkan bahwa terdapat beberapa dari mahasiswa Papua yang keluar tanpa pemberitahuan, pindah jurusan, tidak kuliah beberapa semester, mengundurkan diri, pindah dari Universitas Syiah Kuala, dan terdapat pula mahasiswa yang pulang ke kampung halaman tanpa sepengetahuan pihak Prodi mereka masing-masing. Hal tersebut menunjukkan adanya indikasi permasalahan belajar yang mereka hadapi. Berdasarkan data-data yang diperoleh maka peneliti tertarik dan menguatkan peneliti untuk menelaah lebih lanjut tentang masalah belajar yang dihadapi oleh mahasiswa papua yang kuliah di Universitas Syiah Kuala. METODOLOGI Penelitian ini menggunakan pendekatan pendekatan Mixed Methods yaitu kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif, mixed methods sequential explanation dimana data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data diolah dengan pendekatan kuantitatif dalam bentuk presentase. Data yang diperoleh kemudian dideskripsikan dengan menguraikan kesimpulan yang didasari oleh hasil olahan presentase tersebut. Selanjutnya data penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan masalah belajar yang dialami oleh mahasiswa Papua di Universitas Syiah Kuala dan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam upaya mengatasi permasalahan mahasiswa tersebut. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berfungsi mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan. Penelitian ini dilaksanakan di komplek asrama putra dan putri di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh sebagaimana telah disebutkan pada judul penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah 32 orang. Sampel yang digunakan adalah seluruh mahasiswa papua yang kualih di universitas Syiah Kuala sebanyak 32 orang. Hal ini dikarenakan jumlah populasi yang terbatas maka keseluruhannya dijadikan sampel atau total sampling.
50
Julia Mayora, M. NazirBasyir, Hetti Zuliani Identifikasi masalah belajar mahasiswa papua ...
Teknik pengumpulan data yaitu dengan cara AUM PTSDL dan wawancara. Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data AUM PTSDL, dimana setiap jawaban responden yang diperoleh akan dikelola dengan format khusus. HASIL PENELITIAN Jenis masalah belajar dalam penelitian ini dapat diketahui dengan menggunakan analisis secara deskriptif kuantitatif, dimana terdapat data hipotetik (yang mungkin terjadi) dan data empiric (berdasarkan kenyataan dilapangan). Deskripsi data hasil penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 1 Deskripsi Rerata dan Standar deviasi Hipotetik Aspek Masalah Belajar Data Hipotetik Data Empirik Item Variabel N Pernyataan Xmax Xmin Mean SD Xmax Xmin Mean SD Masalah 28 165 330 0 165 55 173 53 113 20 Belajar Keterangan rumus skor hipotetik: a. Xmax adalah hasil perkalian jumlah butir skala dengan nilai tinggi dari bobot pilihan jawaban. b. Xmin adalah hasil perkalian jumlah butir skala dengan nilai rendah dari bobot pilihan jawaban. c. Mean hipotetik adalah ½ (Xmax + Xmin) d. Standar Deviasi (SD) adalah 1/6 (Xmax – Xmin) Berdasarkan tabel di atas, data hipotetik pada variabel masalah belajar terdiri dari 165 item dengan nilai jawaban maksimal (Xmax) 330, nilai jawaban minimal (Xmin) 0, nilai mean 165, dan standar deviasi (SD) 55. Sedangkan untuk data empirik yang diperoleh pada variabel masalah belajar terdiri dari 165 item dengan nilai jawaban maksimal (Xmax) 173, nilai jawaban minimal (Xmin) 53, nilai mean 133, dan standar deviasi (SD) 20. Berdasarkan tabel di atas, perbandingan antara mean hipotetik dengan mean empirik, dapat dilihat bahwa mean empirik masalah belajar (133) berada di bawah mean hipotetik (165) yang hanya berjarak beberapa angka saja sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan mean empirik, mean subjek penelitian mempunyai masalah belajar yang perlu perhatian khusus. Selanjutnya dari hasil perhitungan diatas dapat dijadikan batasan dalam pengkategorian subjek pada skala masalah belajar. Kategori yang dipilih yaitu rendah, sedang dan tinggi. Tabel normatif untuk kategori subjek dalam penelitian ini berdasarkan data hipotetik yaitu: Tabel 2 Kategorisasi Masalah Belajar Norma Kategori Kategori X < 110 Rendah 110 < X ≤ 230 Sedang 230 < X Tinggi
Jumlah/Persentase Makna 18 orang (64.29%) Sebagian besar responden 10 orang (35.72%) Sebagian kecil responden 0 orang (0 %) Tida ada responden
Berdasarkan hasil kategori yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa dari 28 orang responden, terdapat 18 orang (64,29%) berada pada kategori rendah, 10 orang (35,72%) berada pada kategori sedang dan tidak ada responden (0%) berada dalam kategori tinggi. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa memiliki masalah dalam belajar. Artinya tidak ada mahasiswa yang tidak memiliki permasalahan dalam belajar khususnya dibidang akademik. 51
Julia Mayora, M. NazirBasyir, Hetti Zuliani Identifikasi masalah belajar mahasiswa papua ...
PEMBAHASAN Berdasarkan dari hasil AUM PTSDL dan wawancara menunjukkan sebagian mahasiswa memiliki berbagai hambatan dalam berbagai bidang, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa permasalahan dalam belajar seperti penguasaan materi pelajaran, keterampilan belajar, sarana belajar, keadaan diri pribadi dan lingkungan belajar dan sosio-emosional. Hal ini menyebabkan kriteria mutu belajar yang dimiliki oleh mahasiswa Papua lebih dari setengah mahasiswa yang berada pada kategori rendah dengan jumlah 18 orang. Hasil yang didapat dari analisis data tersebut menunjukan bahwa keseluruhan mahasiswa harus lebih meningkatkan mutu belajar mereka, karena yang dikatakan hasil belajar yang ideal adalah mereka mampu menguasai sepenuhnya (90-100%) dengan tuntutan yang meliputi unsur-unsur/ranah kognitif, afektif dan psikomotornya. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan beberapa subvariabel yang menjadi pedoman ketika melakukan penelitian dalam hal masalah belajar, yaitu: 1) Penguasaan materi pelajaran (P) Berdasarkan hasil analisis dengan subvariabel ini maka didapati hasil bahwa terdapat 18 mahasiswa berada dalam kategori rendah dalam penguasaan materi pelajaran. Hal ini bukan menjadi acuan mutlak karena terdapat pula 10 orang mahasiswa yang cukup menguasai aspek penguasaan materi pelajaran ini. Hal ini pun didukung oleh AUM PTSDL yang dapat dilihat bahwa terdapat mahasiswa yang mengalami masalah yang dominan dihadapi dari 28 mahasiswa dengan 20 item dalam subvariabel ini. Dari ke tiga masalah yang umum dihadapi mahasiswa Papua terdapat masalah yang lebih menonjol yaitu sebanyak 20 orang memilih pernyataan “saya mengulang kembali pelajaran minggu yang lalu sebagai persiapan untuk mempelajari minggu berikutnya” yang dapat diartikan bahwa mahasiswa tidak mengulang kembali pelajaran diminggu lalu sebagai persiapan diminggu berikutnya. Hal ini menyebabkan kurangnya penguasaan materi pelajaran akibat kurangnya mengulang materi sebelumnya. Berdasarkan dari hasil AUM PTSDL dan wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa pencapaian dari penguasaan materi pelajaran merupakan modal dalam meningkatkan mutu kegiatan belajar mahasiswa. Pada umumnya kemampuan dasar atau kecerdasan mahasiswa bukan menjadi penyebab utama rendahnya penguasaan materi pelajaran, hal ini mungkin terjadi oleh penguasaan materi yang merupakan prasyarat untuk menguasai materi selanjutnya. 2) Keterampilan belajar (T) Berdasarkan hasil analisa penelitian dengan sub variabel keterampilan belajar diperoleh 21 orang berada dalam kategori rendah, dari hasil tersebut menunjukkan bahwa sedikit sekali mahasiswa Papua yang memiliki keterampilan untuk mengembangkan materi pembelajaran yang mereka peroleh di akademik sehingga menjadi penghambat mereka dalam meningkatkan kriteria mutu belajar mereka. Hal tersebut didukung oleh hasil AUM yang diberikan kepada mahasiswa dan menemukan Sembilan masalah umum yang dihadapi mahasiswa dalam masalah keterampilan belajar. Dari sembilan masalah umum tersebut ada satu masalah keterampilan belajar yang paling dominan sebanyak 19 mahasiswa yang bermasalah dalam menjawab angket "setiap tugas yang telah saya kerjakan saya buat dua rangkap, satu untuk diserahkan kepada dosen dan satu lagi pertinggal untuk bahan belajar selanjutnya". Hasil tersebut menunjukan bahwa sebagian besar mahasiswa tidak memiliki inisiatif untuk membuat pertinggal bagi dirinya demi menunjang bahan-bahan materi pelajaran yang akan dipelajari nantinya. Dari hasil AUM PTSDL dan wawancara menunjukkan bahwa keterampilan belajar yang diharapkan mengacu kepada bagaimana mahasiswa belajar dan bukan lagi pada apa yang dipelajari. Dikdasmen (2004:9) menyatakan bahwa pengembangan keterampilan-keterampilan memproses perolehan peserta didik akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkembangkan sikap dan nilai yang dituju. Sedangkan menurut Suprijono dalam Thobroni (2013:25), kegiatan belajar keterampilan berfokus pada pengalaman belajar melalui gerak yang dilakukan peserta didik. Kegiatan belajar ini merupakan paduan 52
Julia Mayora, M. NazirBasyir, Hetti Zuliani Identifikasi masalah belajar mahasiswa papua ...
gerak, stimulus, dan responden, yang tergabung dalam stimulus belajar. Ketiga unsur ini menumbuhkan pola gerak yang terkoordinasi pada diri peserta didik. Kegiatan belajar keterampilan terjadi jika peserta didik menerima stimulus dan responden dan menggunakan gerak. Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh pada hasil AUM PTSDL dan wawancara mahasiswa Papua memiliki permasalahan dalam keterampilan elajar. Hal ini ditunjukkan pada saat mahasiswa tersebut mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen. Mereka hanya mengumpulkan tugas kepada dosen dan mereka tidak memiliki inisiatif dalam membuat pertinggal yang untuk nantinya mereka pelajari kembali sebagai persiapan diri dalam mengikuti perkuliahan di hari berikutnya. 3) Sarana Belajar (S) Berdasarkan hasil analisis penelitian dengan sub variabel sarana belajar yang di dapat dari mahasiswa Papua diperoleh 12 orang mahasiswa berada dalam kategori sedang, dari hasil tersebut sedikit sekali mahasiswa menganggap sarana belajar yang mereka miliki, baik dari diri pribadi maupun yang disediakan akademik belum cukup baik untuk memudahkan mereka mentransfer materi pembelajaran menuju penguasaan materi belajar. Hal tersebut didukung oleh hasil AUM PTSDL yang diberikan kepada mahasiswa dan menemukan lima masalah umum yang dihadapi mahasiswa dalam ketersedian saran belajar . Dari keempat masalah umum itu terdapat satu masalah yang paling menonjol sebanyak 16 mahasiswa yang bermasalah dalam “saya berusaha melengkapi buku-buku pelajaran sehingga saya memiliki perpustakaan kecil dirumah”. Presentase tersebut menunjukan bahwa sebagian besar mahasiswa tidak mempunyai usaha dalam melengkapi buku-buku pelajaran yang mereka punya sehingga mempengaruhi prestasi dan juga mutu belajar mereka. Menurut Slameto (2003), salah satu syarat keberhasilan belajar adalah “bahwa belajar memerlukan sarana yang cukup”. Sarana atau fasilitas belajar yang menunjang kegiatan belajar dapat bermacam- macam bentuknya. Sarana belajar memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung tercapainya keberhasilan belajar dengan adanya pemanfaatan sarana belajar yang tepat dalam pembelajaran diharapkan mampu memberikan kemudahan dalam menyerap materi yang disampaikan. Menurut Thobroni (2013:32) bahwa alat merupakan faktor diluar diri individual yang dapat mempengaruhi belajar seseorang. Alat-alat yang digunakan dalam belajar serta ketersediaan diruang kelas atau kampus akan mempermudah mahasiswa dalam menerima materi pelajaran. Hal ini pula dapat ditunjang oleh pengajar yang dalam hal ini dosen yang berkualitas. Pemanfaatan sarana belajar yang tepat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan belajar, sebab aktivitas belajar akan berjalan dengan baik apabila ditunjang oleh sarana belajar yang baik dan memadai dan sebaliknya jika tidak ada sarana dan prasarana yang baik menyebabkan mahasiswa akan terhambat dalam belajar sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajar mahasiswa. Berdasarkan pendapat dari beberapa teori dan merujuk dari hasil AUM PTSDL yang hasilnya diperkuat denganwawancara. Bahwasanya terdapat 12 orang mahasiswa yang beranggapan bahwa sarana belajar masih dalam kategori sedang yang mana tidak terlalu memadai dalam menunjang proses belajar mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti tidak sepenuhnya sesuai dengan beberapa teori yang mengatakan bahwa sarana belajar merupakan salah satu syarat keberhasilan mahasiswa dalam melakukan proses belajar. 4) Keadaan Diri Pribadi (D) Berdasarkan hasil analisa penelitian dengan sub variabel keadaan diri sendiri diperoleh 14 orang mahasiswa berada dalam kategori sedang, hasil tersebut menunjukkan sedikit sekali mahasiswa Papua memaksimalkan potensi yang mereka miliki untuk meningkatkan mutu belajar mereka sehingga menjadi penghambat dalam menyelasaikan studi mereka. Hal tersebut didukung oleh hasil angket yang diberikan kepada mahasiswa dan menemukan delapan masalah umum yang dihadapi mahasiswa dalam masalah diri pribadi. Dari kelima masalah 53
Julia Mayora, M. NazirBasyir, Hetti Zuliani Identifikasi masalah belajar mahasiswa papua ...
umum tersebut ada satu masalah diri pribadi yang paling dominan sebanyak 17 mahasiswa yang bermasalah dalam menjawab kuesioner pertanyaan “ dorongan utama saya untuk memasuki perguruan tinggi adalah untuk memperoleh ijasah atau untuk menyenangkan orang tua/anggota keluarga lainnya, dan untuk memperoleh kehormatan sebagai sarjana”. Hasil tersebut menunjukan bahwa pada umumnya mahasiswa kurang mempunyai keinginan untuk mendapatkan ijasah atau membahagiakan orang tua atau keluarga dengan kehormatan sebagai sarjana. Penguasaan materi yang telah diberikan guru tidak akan terkuasai dengan baik jika kondisi diri pribadi siswa baik secara psikis maupun fisik mengalami hambatan. Kondisi diri siswa akan mempengaruhi bagaimana menerima materi pelajaran dalam proses belajar mengajar. Keadaan pribadi yang dimaksud adalah seperti yang diungkapkan oleh Prayitno (1997: 16) yaitu: 1) Kondisi kesehatan fisik pada umumnya 2) Minat, bakat dan kemampuan 3) Rasa percaya diri, kemauan dan semangat 4) Persepsi dan keyakinan pentingnya kesuksesan belajar 5) Aspirasi terhadap pendidikan. Hal tersebut juga dapat dilihat menurut Thobroni (2013) yang memaparkan lima faktor individual yang dapat mempengaruhi dan menjadi masalah belajar, yaitu: a) Faktor kematangan dan pertumbuhan, dimana jika seseorang sudah secara fisik tumbuh maka iaakan dapat mengerjakan sesuatu sesuai dengan tugas perkembangan dalam tubuhnya. Jika seseorang diajarkan filsafat sedangkan ia belum dapat memahaminya, maka ia akan kesulitan dalam memahami materi tersebut. b) Faktor kecerdasan/inteligensi, faktor kecerdasan juga mempengaruhi dimana dapat dilihat bahwa tidak semua mahasiswa dapat mempelajari ilmu pasti dan tidak semua mahasiswa pula dapat memahami mata kuliah bahasa inggris. c) Faktor latihan dan ulangan, dengan berlatih dan mengulang kegiatan tersebut, kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki aka menjadi semakin dikuasai dan dengan berlatih akan menimbulkan minat akan hal tersebut. d) Faktor motivasi, motif merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu. Seseorang tidak akan mau berusaha jika tidak mempunyai faedah bagi dirinya. e) Faktor pribadi, setiap orang memiliki sifat kepribadian yang beragam satu dengan yang lainnya. Perbedaan tersebut turut memberikan pengaruh untuk keberhasilan belajar yang akan dicapai. Termasuk ke dalam sifat kepribadian ini adalah faktor fisik kesehatan dan kondisi badan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan merujuk kepada teori, terdapat beberapa mahasiswa yang belum memaksimalkan kemampuannya dalam mengikuti pelajaran. Hal ini dapat menyebabkan mahasiswa sulit mengikuti materi perkuliahan yang diberikan oleh dosen. Sedangkan menurut teori bahwa kondisi diri mahasiswa harus dipertimbangkan dalam merancang materi pelajaran, metode dan media pembelajaran serta pemilihan pendekatan belajar, melainkan dapat mengembangkan potensi diri mahasiswa. 5) Lingkungan Belajar dan Sosio-emosional (L) Berdasarkan hasil analisis penelitian dengan sub variabel lingkungan sosio-emosional yang di dapat dari mahasiswa Papua diperoleh sebanyak 17 orang mahasiswa berada dalam kategori rendah, dari hasil tersebut menunjukkan sedikit sekali mahasiswa yang tidak memilki permasalahan dengan keadaan lingkungan sosial, emosional dan juga fisik mereka sehingga mempengaruhi dalam proses belajar mereka. Hal tersebut didukung oleh hasil kuesioner yang diberikan kepada mahasiswa dan menemukan empat masalah umum yang dihadapi mahasiswa dalam keadaan lingkungan sosio-emosional. Dari keempat masalah umum itu terdapat satu masalah yang paling menonjol sebanyak 20 mahasiswa memilih “berpendapat dosen–dosen dengan senang hati bersedia membahas permasalahan mahasiswa secara pribadi”. Hasil tersebut menunjukan bahwa sebagian kecil mahasiswa merasa dosen-dosen paham dan 54
Julia Mayora, M. NazirBasyir, Hetti Zuliani Identifikasi masalah belajar mahasiswa papua ...
mengerti akan permasalahan pribadi yang dialami oleh mahasiswa. Padahal masalah tersebut adalah pemicu tidak konsentrasinya mahasiswa dalam perkuliahan mereka. Bagaimanapun bagusnya penguasaan materi persyaratan, keterampilan belajar serta dukungan sarana belajar dan keadaan diri pribadi mahasiswa apabila tidak didukung secara positif oleh lingkungan sosial emosional yang berada disekitarnya maka kesuksesan belajar yang tinggi sulit dicapai oleh mahasiswa yang bersangkutan. Kondisi lingkungan sosio-emosional mempengaruhi siswa dalam proses belajar. Proses belajar mahasiswa di kelas tidak terlepas dari pengaruh–pengaruh di sekitar mahasiswa. Lingkungan sosio emosional dari mahasiswa yang dapat mengganggu kelancaran belajar mahasiswa meliputi: 1) Hubungan dengan mahasiswa dan sesama mahasiswa 2) Hubungan dan perlakuan anggota keluarga 3) Suasana lingkungan belajar (di rumah dan di akademik) 4) Pergaulan dengan teman–teman di luar akademik 5) Kondisi geografis tempat tinggal dan akademik. Dari hasil pemaparan diatas dapat juga dilihat sesuai dengan pendapat Danim (2013) yang mengungkapkan bahwa teman sebaya dapat membawa dampak positif ataupun negatif dimana teman sebaya bisa menjadi teman yang dapat meningkatkan motivasi akademik dan kinerja anak muda. Namun demikian juga dapat memberi dampak yang buruk yaitu terpengaruh akan obat-obatan, minum, mencuri yang dapat meningkat melalui interaksi dengan teman sepermainan. Walaupun dapat ditemukan berbagai keuntungan dari teman sebaya ini, kuat kecenderungan dalam memilih teman yang berada di dalam lingkungan akademik maupun diluar akademik. Rasa kurang menerima perbedaan dari diri mereka sendiri. Perbedaan tersebut dapat disebabkan karena faktor fisik, status sosial, atau motivasi akademik. Faktor yang juga harus dilihat adalah faktor lingkungan dan kesempatan yang tersedia. Jika seseorang sudah memiliki semua faktor yang telah dijabarkan diatas namun belum menjamin dapat belajar dengan baik. Ada faktor yang mempengaruhi hasil belajar seperti jarak rumah yang jauh dan pengaruh lingkungan yang buruk. Faktor motivasi dari orang tua, sanak saudara, tetangga, teman dikampus dan teman sepermainan pada umunya motivasi seperti ini diterima tidak dengan sengaja bahkan tidak dengan sadar. Berdasarkan hasil penelitian diatas maka dapat disimpulkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan terjadinya masalah belajar pada mahasiswa. Masalah belajar adalah keadaan mahasiswa dalam kegiatan belajar yang mana tidak sesuai dengan tujuan sehingga mengganggu proses kelancaran dalam belajar dan berpengaruh dalam meningkatkan mutu belajarnya. Permasalahan yang dimiliki mahasiswa itu perlu dientaskan secara tepat oleh orang yang dapat membantu menyelesaiakannya, seperti dosen pembimbingnya. Dosen pembimbing dapat membantu mahasiswa untuk mengentaskan masalah belajarnya dengan berbagai cara yang sesuai. Oleh sebab itu, dosen pembimbing juga sangat diperlukan dan berperan penting dalam mengentaskan masalah belajar mahasiswa di bidang akademik. SIMPULAN DAN SARAN Permasalahan yang dominan terjadi pada mahasiswa Papua mulai dari yang paling tinggi persentasenya sampai yang paling rendah, yaitu: keterampilan belajar (71,43%), penguasaan materi pelajaran (64,28%), lingkungan belajar dan sosio-emosional (57,15%), keadaan diri pribadi (50%), dan sarana belajar (42,86%) Penyebab terjadinya masalah belajar yang dialami oleh mahasiswa Papua adalah: a) Tidak mengulang kembali pelajaran minggu yang lalu, kurang berusaha menguasai materi perkuliahan pada minggu-minggu terdahulu, kurang memberikan perhatian khusus terhadap materi perkuliahan. b) Tidak membuat duplikat hasil tugas yang diberikan kepada, tidak mencari kesempatan memperbaiki ujian/tugas yang nilainya rendah, tugas yang telah dikembalikan dosen cenderung tidak disusun secara teratur sebagai bahan bacaan, cenderung tidak membuat 55
Julia Mayora, M. NazirBasyir, Hetti Zuliani Identifikasi masalah belajar mahasiswa papua ...
pertanyaan tentang materi perkuliahan dan mencoba menjawabnya, kurang khawatir akan hasil yang diperoleh, cenderung tidak menyusun pertanyaan untuk dijawab sendiri atau didiskusikan dengan teman-teman untuk memperdalam pemahaman tentang bahan bacaan yang telah dipelajari, c) tidak memperbaiki tugas yang dikembalikan dosen sesuai dengan catatan dan komentar yang diberikan, tidak berusaha membentuk kelompok belajar dan terjadwal, cenderung tidak membuat pertanyaan yang kemungkinan akan keluar dalam ujian. d) Tidak berusaha melengkapi buku-buku pelajaran, penyelesaian tugas-tugas perkuliahan cenderung tidak didukung oleh sarana dan biaya yang cukup, kurang dilengkapi fasilitas alat penunjang pelajaran, seperti alat peraga, OHP, video dan lainlain, cenderung kurang didukung oleh sarana dan biaya yang kurang memadai. e) Memiliki rasa percaya diri rendah, kurang senang membantu teman untuk menjelaskan dan mendalami materi perkuliahan, kegiatan belajar kampus atau pun di luar kampus kurang dibantu oleh kemampuan berhubungan dengan orang lain, dorongan utama memasuki perguruan tinggi tidak didukung oleh keinginan untuk memperoleh ijazah atau menyenangkan orang tua, dan memperoleh gelar sarjana, apabila hasil ujian rendah, pikiran dan perasaan tidak menjadi kacau. f) Disiplin dan peraturan yang diberlakukan tidak terlalu ketat, teman sekamar atau satu pondokan kurang peduli tentang kebersihan dan kerapian ruang belajar, dosen-dosen cenderung kurang senang hati bersedia membahas permasalahan mahasiswa secara pribadi, letak rumahyang jauh dari kampus dan kesulitan transportasi. Terkait dengan permasalahan belajar yang dialami mahasiswa papua kiranya diberikan dukungan dari pihak terkait agar kiranya lebih mematangkan kembali mahasiswa yang akan menempuh pendidikan baru di universitas. Dukungan dalam hal ini lebih dikhususkan dalam hal memberikan masukan atau saran kepada mahasiswa dalam menghadapi masalah yang mereka hadapi, dan menyediakan sarana dan prasana yang memadai untuk mendukung mahasiswa dalam meningkatkan mutu belajar mereka. Terlebih khususnya kepada mahasiswa Papua hendaknya memperbaiki diri dan berusaha lebih giat, tekun dan lebih serius lagi agar bisa meningkatkan mutu belajarnya dan dapat menyelesaikan pendidikan di Universitas ini dengan cepat dan baik. DAFTAR PUSTAKA Danim, Sudarwan. 2013. Perkembangan peserta didik. Bandung: Alfabeta. Prasetya, Besta Esti Ari. 2010. Fenomena Culture Shock. (http://bertapsychologycorner.blogspot.com/2010/12/fenomena-cultureshock.html. 18 September 2015) Rahadian, Reza. 2010. Culture Shock Pada Mahasiswa Rantau (http://reza-r-fpsi10.web.unair.ac.id/artikel_detail-119689-Umumculture%20shock%20pada%20mahasiswa%20rantau.html. 18 September 2015) Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta Thobroni, Muhammad, dkk. 2013. Belajar dan Pembelajaran (Pengembang Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
56