Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol. 8, No. 1, 2003, pp. 8-14 8
Muhammad Azrai et al.
Identifikasi lokus karakter kuantitatif ketahanan penyakit bulai pada jagung menggunakan marka RFLP Identification of quantitative trait loci for downy mildew resistance in maize using RFLP marker Muhammad Azrai1, Firdaus Kasim1, Sutrisno2, dan Sugiono Moeljopawiro2 2
1 Balai Penelitian Tanaman Serealia, Jalan Dr. Ratulangi 274, Maros 90514, Kotak Pos 1173 Makassar, Indonesia Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jalan Tentara Pelajar Nomor 3A, Bogor 16111, Indonesia
ABSTRACT Development of downy mildew resistant (DMR) varieties is a part of maize breeding program and has been given high priority. Marker assisted selection in a back crossing scheme has been demonstrated to speed up transfer of disease resistance in maize and other crops. The experiments were carried out to identify 146 restriction fragment length polymorphism (RFLP) markers associated with quantitative trait loci (QTL) for DMR from 134 recombinant inbred lines (RILs) of CML 139 x Ki 3 progenies. The activities involved two phases, i.e., molecular analysis (genotyping) and artificial screening in field (phenotyping). Molecular analysis was done in International Maize and Wheat Improvement Center (CIMMYT), Mexico. Artificial screening was conducted in Maros and Bogor from May 2002 to July 2002 based on alpha lattice design. Phenotypic data were analysed with alpha lattice program and the QTL was performed using Windows Cartographic V.1.21 program. The results showed that 22 RFLP markers associated with 8 chromosomes for DMR in tested material of ‘hotspots’ in Maros, 21 RFLP markers associated with 9 chromosomes for DMR in Bogor, and 8 RFLP markers associated in 4 chromosomes for DMR in combined locations, but only 2 markers at chromosome 6 strongly associated with DMR, namely marker interval of bnl18.23-bnl5.47a and bnl5.47a. Additive effect detected in QTL analysis showed that negative value was general lean toward CML 139 (susceptible parent). [Keywords: maize, disease resistance, mildew, QTL, RFLP]
ABSTRAK Ketahanan terhadap penyakit bulai yang disebabkan oleh Peronosclerospora maydis mendapatkan perhatian tinggi dalam pemuliaan jagung di Indonesia. Pemanfaatan marka molekuler dapat mempercepat proses seleksi dan hasilnya lebih meyakinkan dibandingkan pemuliaan secara konvensional. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi 146 marka restriction fragment length polymorphism (RFLP) yang berasosiasi dengan lokus karakter kuantitatif ketahanan penyakit bulai pada 134 populasi genotipe recombinant inbred lines (RILs) progeni CML 139 x Ki 3. Penelitian dibagi
dalam dua tahap, yaitu tahap analisis molekuler dan tahap pengujian di lapangan. Analisis molekuler memanfaatkan data dari Pusat Penelitian Internasional Jagung dan Terigu (CIMMYT), Meksiko. Penelitian lapangan dilakukan di Maros dan Bogor pada bulan Mei-Juli 2002 berdasarkan rancangan alpha lattice. Data fenotipik dianalisis dengan program alpha lattice, sedangkan analisis quantitative trait loci (QTL) menggunakan program Windows QTL Cartographer V.1.21. Hasil analisis QTL menunjukkan bahwa dari 146 marka yang dianalisis, terdapat 22 marka yang terdistribusi pada 8 kromosom di Maros dan 21 marka pada 9 kromosom di Bogor. Untuk kedua lokasi, 8 marka terdistribusi pada 4 kromosom yang berasosiasi dengan gen ketahanan terhadap penyakit bulai, namun hanya 2 marka yang berasosiasi sangat kuat dengan gen ketahanan tersebut, yaitu interval marka bnl18.23-bnl5.47a dan bnl5.47a. Efek aditif yang terdeteksi dalam analisis QTL di kedua lokasi pengujian pada umumnya bernilai negatif yang mengarah ke CML 139 (genotipe peka). [Kata kunci: jagung, ketahanan terhadap penyakit, bulai, QTL, RFLP]
PENDAHULUAN Kebutuhan akan jagung semakin bertambah seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan perkembangan industri pakan dan pangan. Namun, produksi jagung nasional belum bisa mencukupi kebutuhan dalam negeri sehingga volume dan nilai impor jagung cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Pusat Data Pertanian 2001). Kendala biotik dan abiotik sering muncul dalam produksi jagung nasional sehingga produktivitasnya relatif rendah. Kendala biotik yang paling banyak mengganggu adalah penyakit bulai yang disebabkan oleh jamur strain Peronosclerospora maydis. Patogen tersebut cukup berbahaya karena dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 100% atau puso seperti yang pernah terjadi di Lampung pada tahun 1996 (Subandi et al. 1996).
9
Identifikasi lokus karakter kuantitatif ketahanan penyakit bulai pada jagung
Karakter ketahanan terhadap penyakit bulai dikendalikan oleh banyak gen atau bersifat poligenik (Hakim dan Dahlan 1972). Oleh karena itu, seleksi secara konvensional seperti penyaringan dan perbaikan populasi dengan metode backcross memerlukan waktu yang lama, tempat yang luas, jumlah populasi yang cukup besar, dan tenaga kerja yang banyak. Selain itu, penyaringan genotipe tanaman tahan penyakit bulai yang dilakukan secara konvensional dapat memberi peluang terpilihnya genotipe yang tidak tahan, tetapi hanya karena terhindar (escape), sehingga hasil seleksi dapat menyimpang dari yang diharapkan. Pemuliaan secara inkonvensional melalui pemanfaatan marka molekuler diharapkan dapat membantu memecahkan masalah yang muncul dalam pemuliaan konvensional. Identifikasi quantitative trait loci (QTL) karakter ketahanan penyakit bulai dengan bantuan marka merupakan kegiatan awal pemuliaan yang memanfaatkan marka molekuler sebagai alat bantu seleksi (marker assisted selection = MAS). Genotipe yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah progeni Ki 3 sebagai tetua tahan dan CML 139 sebagai tetua peka. Kedua tetua persilangan tersebut memiliki latar belakang genetik yang berbeda untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai (Sriwatanapongse et al. 1993). Semakin jauh jarak genetik antara dua tetua persilangan untuk suatu karakter, semakin besar peluang keberhasilan mengidentifikasi QTL pengendali karakter tersebut (Falconer dan Mackay 1996). Hal ini karena jarak genetik tetua persilangan yang semakin jauh akan memperbesar peluang diperolehnya marka polimorfis. Keberhasilan dalam identifikasi QTL untuk suatu karakter ditentukan oleh jumlah marka polimorfis dan rataan sebarannya pada setiap kromosom yang digunakan dalam analisis molekuler (Prasanna 2002). Salah satu teknik yang dapat digunakan dalam pencarian lokus karakter ketahanan penyakit bulai adalah dengan bantuan marka restriction fragment length polymorphism (RFLP). Marka ini telah banyak dikembangkan dan sangat berguna untuk mendeteksi variasi pada tingkat DNA serta pemetaan dan pencirian gen dari berbagai spesies tanaman (Tanskley et al. 1989). Di Indonesia, kegiatan pemuliaan jagung untuk ketahanan terhadap penyakit bulai yang memanfaatkan MAS dilakukan dalam jaringan kerja sama Asian Maize Biotechnology Network (AMBIONET), suatu kolaborasi riset yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas program riset jagung negara-negara peserta di bawah koordinasi Pusat Penelitian Jagung dan
Terigu Internasional (CIMMYT), Meksiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi QTL karakter ketahanan penyakit bulai pada tanaman jagung dengan menggunakan marka RFLP dan prospek penggunaan marka tersebut sebagai alat bantu seleksi dalam program pemuliaan. BAHAN DAN METODE Bahan tanaman Penelitian genotipe dengan menggunakan 146 marka RFLP dilakukan oleh tim peneliti bioteknologi CIMMYT di Laboratorium CIMMYT, Meksiko, pada tahun 1995. Data genotipik tersebut dapat digunakan oleh tim negara-negara peserta jaringan kerja sama AMBIONET. Bahan genetik yang digunakan dalam analisis genotipik adalah generasi S 5 dari genotipe recombinant inbreed lines (RILs) progeni CML 139 x Ki 3. Bahan genetik yang digunakan pada penelitian lapangan (phenotyping) terdiri atas 134 famili tanaman jagung generasi S7 dari genotipe RILs progeni CML 139 x Ki 3 (generasi S2 dari bahan genetik yang digunakan dalam analisis genotipik). Penelitian dilaksanakan di dua lokasi, yaitu di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros (Sulawesi Selatan) dan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor (Jawa Barat) pada bulan Mei 2002 hingga Juli 2002. Kedua lokasi pengujian tersebut merupakan daerah epidemik patogen penyakit bulai pada tanaman jagung. Metode Analisis genotipik Seratus empat puluh enam marka RFLP yang polimorfis digunakan untuk membedakan 134 genotipe populasi RIL progeni CML 139 x Ki 3. Penyekoran data yang digunakan adalah A untuk marka yang mendeteksi genotipe mirip tetua tahan (Ki 3), B untuk marka yang mendeteksi genotipe mirip tetua peka (CML 139), dan H untuk marka yang mendeteksi genotipe heterosigot (AMBIONET 2001). Penelitian lapangan Penelitian disusun dengan menggunakan rancangan alpha lattice dari 149 genotipe ditambah kedua tetuanya pada 16 blok. Masing-masing blok berisi 10 genotipe dengan dua ulangan. Namun, jumlah genotipe yang digunakan dalam analisis QTL hanya 134 genotipe populasi RILs, karena dari 149 genotipe
10 populasi RILs, hanya 134 yang berhasil dalam analisis genotipik. Di setiap antarblok ditanam jagung kultivar Antasena untuk mendeteksi sebaran bulai pada pertanaman genotipe populasi uji.
Muhammad Azrai et al.
derajat bebasnya sama dengan 2 (AMBIONET 2001). Dari analisis QTL tersebut, selain dapat diidentifikasi QTL ketahanan penyakit bulai, juga diperoleh nilai besaran efek aditifnya.
Prosedur pelaksanaan di lapangan Tanaman baris penyebar ditanam tegak lurus terhadap barisan genotipe populasi uji dengan jarak tanam 50 cm x 20 cm. Selanjutnya, tanaman terinfeksi dipindahkan ke pertanaman baris penyebar pada beberapa titik di antara tanaman baris penyebar yang akan diinokulasi. Inokulasi tanaman baris penyebar dilakukan saat tanaman berumur 10, 20, dan 26 hari setelah tanam (HST). Inokulasi dilakukan pada pukul 03.00-04.00. Genotipe-genotipe yang akan diuji ditanam saat tanaman baris penyebar berumur 21 HST (persentase serangan sekitar 75%). Benih genotipe uji masing-masing ditanam dalam satu barisan sepanjang 2,5 m, dua biji per lubang dengan jarak tanam 60 cm x 25 cm (10 lubang tanam per baris). Inokulasi genotipe populasi uji dilakukan saat tanaman genotipe uji berumur 5 HST (tanaman telah muncul di permukaan tanah) dengan cara menyemprotkan larutan konidia bulai yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pengamatan dan analisis data fenotipik untuk identifikasi QTL Pengamatan fenotipe dilakukan saat tanaman berumur 12, 21, dan 35 hari setelah kemunculan atau saat tanaman yang diuji berumur 17, 26, dan 40 HST. Data yang diperoleh di lapangan, berupa jumlah tanaman terserang bulai pada setiap pengamatan, dikonversi ke dalam persentase serangan. Data persentase serangan dari tiap genotipe ditransformasi dalam bentuk arc.sin., kemudian dianalisis berdasarkan model persamaan linier rancangan alpha lattice menurut Patterson dan Williams (1976) dalam Vargas (2001). Analisis statistik untuk identifikasi QTL Analisis QTL dilakukan dengan regresi ganda menggunakan program Windows QTL Cartographer V.1.21 (Wang et al. 2001). Dari hasil analisis tersebut, posisi QTL yang mengendalikan ketahanan terhadap penyakit bulai dapat diidentifikasi. Identifikasi posisi QTL dengan menggunakan marka di setiap kromosom dilakukan pada puncak-puncak grafik regresi ganda dengan nilai threshold LOD > 3,0. Nilai tersebut setara dengan nilai LR > 13,82 pada tingkat kepercayaan α0,001(X2,df). Karena genotipe yang digunakan merupakan populasi RILs, maka nilai
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis dan identifikasi QTL Analisis QTL pada penelitian ini menggunakan data molekuler dari 146 marka RFLP yang telah dipetakan oleh Groh et al. (1998) pada sepuluh kromosom jagung. QTL-QTL yang terdeteksi berupa QTL major dan minor. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 22 QTL yang diduga kuat mengendalikan karakter ketahanan terhadap penyakit bulai di Maros, 21 QTL mengendalikan karakter ketahanan penyakit bulai di Bogor, dan 8 QTL untuk gabungan kedua lokasi (Gambar 1; Tabel 1). Di Maros, QTL yang terdeteksi tersebar pada kromosom 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8, 10; di Bogor pada kromosom 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9; dan di gabungan kedua lokasi pada kromosom 2 (2 QTL), 3 (1 QTL), 6 (4 QTL), dan 7 (1 QTL). Interval marka dan marka RFLP yang berasosiasi dengan QTL pada kromosom jagung secara bersama-sama di kedua lokasi pengujian adalah umc6 (54 cM) dan csu9a (222 cM) pada kromosom 2; rz444b (144 cM) pada kromosom 3; bnl18.23- bnl5.47a (91 cM dan 94 cM), bnl5.47a (96 cM), bnl9.08 (97 cM) pada kromosom 6; dan bnl15.4c (37 cM) pada kromosom 7. Jumlah QTL yang cukup banyak yang terdeteksi pada penelitian ini mendukung hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menyimpulkan bahwa karakter ketahanan penyakit bulai pada tanaman jagung merupakan karakter kuantitatif (Carangal et al. 1970; Hakim dan Dahlan 1972; Mejaya et al. 1997). Karakter kuantitatif, selain dikendalikan oleh banyak gen (poligenik), juga dapat dikendalikan oleh campuran gen-gen poligenik dan gen-gen sederhana. Suatu QTL didefinisikan sebagai suatu daerah pada genom yang berhubungan dengan suatu efek pada karakter kuantitatif. Secara konseptual, suatu QTL dapat berupa satu gen (monogenik) atau bisa berupa kelompok pautan gen (poligenik) yang mengendalikan suatu karakter (Prasanna 2002). Karakter kuantitatif yang dikendalikan oleh gen-gen major mempunyai kontribusi yang besar dan mudah direkombinasikan dengan karakter-karakter lain dalam suatu individu tanaman. Untuk penyakit tanaman, gen-gen major dapat memberikan ketahanan penuh terhadap suatu penyakit (Brown 1980). Hal ini ber-
Identifikasi lokus karakter kuantitatif ketahanan penyakit bulai pada jagung
11
Gambar 1. Analisis QTL untuk resistensi terhadap penyakit bulai dan efek aditif genotipe uji pada 10 kromosom jagung berdasarkan hasil pengujian di Maros dan Bogor, 2002. Fig. 1. QTL analysis for downy mildew resistance and additive effect of tested genotype on 10 maize chromosomes based on trial results in Maros and Bogor, 2002.
beda dengan karakter yang dikendalikan oleh gen-gen minor, di mana masing-masing gen berkontribusi kecil terhadap ekspresi karakter kuantitatif secara aditif. Namun, karena jumlahnya banyak dan bersifat aditif, karakter dapat terekspresikan secara fenotipik sehingga dapat terlihat dan dapat dibedakan dengan populasi lainnya (Baihaki 2000). Beberapa marka RFLP yang secara spesifik berasosiasi dengan QTL ketahanan terhadap patogen bulai di Maros adalah umc94a (0 cM) pada kromosom 1; csucmt165 (151 cM) pada kromosom 3; umc90 (39 cM), csu173-umc126a (158 cM), umc51a-csu26a (174 cM) dan umc68 (216 cM) pada kromosom 5; umc140cumc132a (125 cM) pada kromosom 6; bnl5.21- csu36a (82 cM) pada kromosom 7; csu165a (225 cM) pada kromosom 8; serta npi285-umc18b (16 cM dan 24 cM), npi254b (174 cM) dan npi254b-csu48 (178 cM dan 188 cM) pada kromosom 10. Marka RFLP yang spesifik berasosiasi dengan QTL ketahanan terhadap patogen penyakit bulai di Bogor adalah umc59-umc58 (144 cM) pada kromosom 1; csu32-csu75 (38 cM), umc50-csu60a (58 cM) pada kromosom 3; bnl67a-bnl8.45b (105 cM) pada kromosom 4; umc126a (160 cM) pada kromosom 5; umc65a-csu95c (47 cM), bnl9.08-umc38 (101 cM) pada kromosom 6; csu60a-csu13 (2 cM), csu13bnl154c (30 cM) dan umc35 (191 cM) pada kromosom 7; umc12a (116 cM), umc48a (137 cM) pada kromosom 8; serta umc95-csu59 (102 cM) pada kromosom 9.
Adanya marka-marka RFLP yang berasosiasi secara spesifik dengan QTL ketahanan penyakit bulai pada populasi genotipe uji, baik di Maros maupun di Bogor, memperkuat dugaan hasil penelitian sebelumnya bahwa ras-ras patogen penyebab penyakit bulai di Indonesia bukan hanya P. maydis, tetapi diduga ada strain-strain lain yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Hasil penelitian morfologi konidia bulai yang dilakukan oleh Wakman (200l, komunikasi pribadi) menunjukkan bahwa secara morfologis, penampilan patogen penyebab penyakit bulai di Maros dan Bogor berbeda. Konidia bulai di Bogor berbentuk bulat agak lecil, sedangkan yang di Maros bentuknya seperti jeruk lemon atau bulat telur dan lebih besar daripada yang ada di Bogor. Beberapa peneliti juga telah menemukan perbedaan secara morfologis patogen penyebab bulai di Indonesia. Triharso et al. (1976) menyatakan bahwa bentuk konidia bulai di Lampung berukuran lebih besar dibandingkan dengan yang ada di Jawa, sementara Shurtleff (1980) menemukan konidia bulai di Pemalang (Jawa Tengah) yang menyerupai P. sorghi. Semangun (1973) menemukan konidia bulai yang bentuknya lebih besar dan lebih panjang dari P. maydis di Minahasa (Sulawesi Utara), dan menduga bahwa strain patogen tersebut adalah P. philippinensis. Beberapa data pendukung tersebut memperkuat dugaan bahwa strain bulai di Indonesia bukan hanya
12
Muhammad Azrai et al.
Tabel 1. Lokasi QTL dan efek aditif karakter ketahanan terhadap Peronosclerospora maydis dari 134 genotipe uji berdasarkan data fenotipik di Maros dan Bogor, 2002. Table 1. QTL location and additive effect of resistance characters to Peronosclerospora maydis for 134 tested genotypes based on phenotypic data at Maros and Bogor, 2002. Marka dan interval marka terdekat Markers and interval of nearest markers umc94a umc59-umc58 umc6 csu9a csu32-csu75 umc50-csu60a rz444b csucmt165 bnl67a-bnl8.45b umc90 csu173-umc126a umc126a umc51a-csu26a umc68 umc65a-csu95d bnl18.23- bnl5.47a bnl18.23- bnl5.47a bnl5.47a bnl9.08 bnl9.08-umc38a umc140c-umc132a csu60a-csu13 csu13-bnl15.4c bnl15.4c bnl1521-csu36a umc35 umc12a umc48a csu165a umc95-csu59 npi285-umc18b npi285-umc18b npi254b npi254b-csu48 npi254b-csu48
Efek aditif/ Additive effect
Kromosom/ Chromosomes
Posisi QTL/ QTL position (cM)
Maros
Bogor
1 1 2 2 3 3 3 3 4 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 7 7 8 8 8 9 10 10 10 10 10
0 144 54 222 38 58 144 151 105 39 158 160 174 216 47 91 94 96 97 101 125 2 30 37 82 191 116 137 225 102 16 24 174 178 188
3 , 4* * 1,5 3 , 0* * 6 , 4* * 0,0 0,0 3 , 8* * 3 , 2* * 0,0 4 , 0* * 4 , 7* * 2,6 4 , 8* * 3 , 9* * 0,0 4 , 9* * 6 , 9* * 9 , 8* * 6 , 0* * 1,9 4 , 7* * 0,0 0,0 3 , 6* * 2 5 , 4* * 1,1 0,2 0,0 3 , 1* * 0,0 2 1 , 7* * 2 0 , 7* * 3 , 8* * 3 , 7* * 1 7 , 4* *
0,7 3 , 0* * 3 , 2* * 3 , 8* * 4 , 7* * 3 , 5* * 5 , 4* * 2,7 9 , 0* * 0,0 2,3 5 , 9* * 0,0 1.9 1 2 , 0* * 8 , 4* * 9 , 0* * 8 , 4* * 7 , 6* * 6 , 7* * 0,7 6 , 6* * 1 4 , 5* * 5 , 7* * 0,0 3 , 6* * 8 , 7* * 3 , 1* * 0,7 3 , 5* * 0,0 0,0 1,4 0,0 0,0
LOD
Maros
Bogor
3,99 7,49 3,96 -6,05 0,00 1,61 -7,29 -4,24 -2,49 7,28 -8,4 -4,71 9,21 3,86 -2,05 -7,3 -7,16 -10,27 -8,21 -6,62 6,31 -2,47 -6,20 -3,05 -10,16 -2,81 1,25 0,71 4,11 1,14 -9,27 -7,06 -4,63 -8,93 -3,97
1,57 7,49 4,24 -5,45 -7,60 8,76 -6,91 -5,99 -9,12 4,07 -8,4 -6,98 1,5 2,75 -8,44 -8,4 -7,16 -9,58 -8,67 -10,72 3,42 -6,44 -11,15 -4,46 -5,95 -5,21 8,65 5,27 1,90 8,18 -5,74 -3,97 -2,62 -5,74 -1,77
Arah/ Toward
Ki Ki Ki CML CML Ki CML CML CML Ki CML CML Ki Ki CML CML CML CML CML CML Ki CML CML CML CML CML Ki Ki Ki Ki CML CML CML CML CML
3 3 3 139 139 3 139 139 139 3 139 139 3 3 139 139 139 139 139 139 3 139 139 139 139 139 3 3 3 3 139 139 139 139 139
** = Signifikan pada nilai LOD > 3,0/Sinificant at LOD > 3.0
P. maydis, tetapi juga terdapat strain lain. Oleh karena itu, diperlukan penelitian dan pengkajian lebih lanjut pada tingkat molekuler untuk menelusuri strain-strain patogen penyebab penyakit bulai di Indonesia.
Efek Aditif QTL Efek QTL yang terdeteksi berdasarkan hasil analisis seperti yang disajikan pada Tabel 1 hanya merupakan efek aditif. Nilai negatif efek aditif tersebut dapat
menunjukkan sampai seberapa besar kontribusi alelalel Ki 3 (tetua donor) dalam mengurangi tingkat kepekaan P. maydis pada progeninya. Sebaliknya, nilai positif dari efek aditif menggambarkan bahwa tetua peka (CML 139) berkontribusi terhadap pengurangan kepekaan infeksi P. maydis pada progeninya (Perez-Brito et al. 2001). Efek aditif sangat penting artinya dalam pewarisan suatu karakter tanaman ke progeninya. Kontribusi efek aditif terhadap pewarisan gen resisten penyakit bulai merupakan komponen yang utama, karena pewarisan
13
Identifikasi lokus karakter kuantitatif ketahanan penyakit bulai pada jagung
gen resisten tersebut cukup rumit dan dikendalikan oleh banyak gen (Kaneko dan Aday 1980; Borge 1987). Menurut Baihaki (2000), varian aditif tersebut cukup penting karena (1) dapat mengukur efek rata-rata gen, (2) merupakan fungsi dari derajat sampai di mana perubahan genotipe, karena terjadinya seleksi, menyebabkan perubahan sebanding dengan perubahan genotipe, (3) merupakan penyebab utama adanya kesamaan antara induk dan turunannya, (4) merupakan determinan utama yang ditunjukkan oleh populasi terhadap seleksi, (5) akan ada dalam populasi apabila terdapat efek gen aditif, dominan, dan epistasis. Prospek penggunaan marka RFLP dalam program pemuliaan Tujuan utama penggunaan marka adalah untuk mendeteksi posisi QTL pengendali suatu karakter penting kemudian memilih marka yang tepat digunakan sebagai alat bantu seleksi dalam program pemuliaan. Tidak semua marka yang berasosiasi dengan QTL suatu karakter dapat digunakan sebagai alat bantu seleksi, tetapi hanya marka yang berasosiasi dengan QTL yang memiliki efek sangat kuat mengendalikan karakter penting tersebut yang dapat digunakan. Kekuatan efek suatu QTL ditentukan oleh kerapatan pautan gen pada suatu lokus, konsistensi informasi mengenai jumlah QTL, lokasi dan efek genetiknya, serta stabilitasnya dari pengaruh lingkungan (Babu et al. 2002). Berdasarkan hal tersebut maka marka RFLP yang memenuhi syarat untuk digunakan sebagai alat bantu seleksi adalah bnl18.23-bnl5.47a pada kromosom 6 (Gambar 2). Kedua marka ini selain berasosiasi kuat dengan QTL ketahanan penyakit bulai pada jagung di kedua lokasi penelitian, juga berasosiasi kuat dengan QTL ketahanan penyakit bulai pada jagung di beberapa negara seperti Thailand, India, dan Filipina (AMBIONET 2001). Tingkat konsistensinya juga telah dibuktikan oleh George et al. (2003) yang mengkonfirmasi posisi QTL tersebut dengan marka SSR. Pada interval marka bnl18.23-bnl5.47a di kromosom 6, ditemukan tiga marka SSR yaitu bnlg1154, mmc0241, dan nc013 yang berasosiasi kuat dengan QTL ketahanan penyakit bulai pada jagung di beberapa lokasi penelitian seperti Mandya dan Udaipur (India), Maros (Indonesia), dan Thailand. Konsistensi informasi mengenai QTL pada progeni CML 139 x Ki 3 yang dideteksi dengan teknik RFLP telah dikonstruksikan oleh Khairallah et al. (1998) untuk karakter ketahanan terhadap south westeren corn borer (SWBC). Teknik yang sama dan strain
umc85 10,2
bnl6.29
33,0 umc65a 11,8
csu95d
27,7
bnl18.23 13,5 1,2 6,9 8,5 13,7
bnl5.47a bnl9.08 umc38a umc140c umc132a
Gambar 2. Posisi QTL putatif pada kromosom 6 yang berasosiasi sangat kuat dengan marka RFLP yang mengendalikan karakter ketahanan terhadap penyakit bulai. Fig. 2. Position of putative QTL at chromosome 6 which strongly associated with RFLP marker controlling downy mildew resistance.
resistensi yang sama juga berhasil dilakukan oleh Bohn et al. (1997) pada populasi yang berbeda yaitu CML 131 dan CML 67 dan populasi CML 139 x Ki 3. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa posisi QTL pengendali ketahanan penyakit SWBC pada kedua populasi yang berbeda terletak pada posisi yang sama yaitu pada kromosom 6 (bin 6.05). Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dan beberapa hasil penelitian yang lain seperti yang diuraikan sebelumnya, memberikan informasi bahwa hasil analisis QTL suatu karakter dapat diekstrapolasi dari suatu populasi dengan populasi yang lain. KESIMPULAN Dari 148 marka RFLP pada 134 populasi genotipe RILs progeni CML 139 x Ki 3 yang digunakan dalam analisis QTL, terdapat 22 marka yang terdistribusi pada 8 kromosom di Maros dan 21 marka pada 9 kromosom di Bogor. Untuk kedua lokasi, 8 marka terdistribusi pada 4 kromosom yang berasosiasi dengan gen ketahanan terhadap bulai, namun hanya 2 marka yang berasosiasi sangat kuat dengan gen ketahanan penyakit bulai yaitu interval marka bnl18.23-bnl5.47a dan bnl5.47a. Kedua marka tersebut prospektif digunakan sebagai alat bantu seleksi untuk mempercepat program
14
Muhammad Azrai et al.
pemuliaan dalam pembentukan kultivar unggul jagung tahan penyakit bulai. Efek aditif yang terdeteksi dalam analisis QTL di kedua lokasi pengujian pada umumnya bernilai negatif yang mengarah ke CML 139 (genotipe peka). UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada CIMMYT dan koordinator AMBIONET atas ijin penggunaan data genotyping dan pengiriman benih materi uji pada penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Murdaningsih H. Karmana, Dr. Neni Rostini dan Dr. Dedi Ruswandi, Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung atas bantuan dan koreksiannya dalam tulisan ini. DAFTAR PUSTAKA AMBIONET. 2001. Workshop on QTL Mapping, 7-9 May 2001. IRRI, Laos Banos, Laguna, Philippines. Babu, R., S.K. Nair, and B.M. Prasanna. 2002. Integrating marker-assisted selection in crop breeding: Prospects and challenges. Part of Manual ICAR Short-Term Training Course: Molecular Marker Application in Plant Breeding, 26 September-5 October 2002. Division of Genetics, Indian Agricultural Research Institute, New Delhi. Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Program Pengembangan Kemampuan Peneliti Tingkat S1 Non-Pemuliaan. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Bandung. Bohn, M.M., M. Khairallah, C. Jiang, D.G. De-Leon, D.A. Hoisington, H.F. Utz, J.A. Deutsch, D.C. Jewell, J.A. Mihm, and A.E. Melchinger. 1997. QTL mapping in tropical maize: II. Comparison of genomic regions for resistance to Diatraea spp. Crop Sci. 37: 1892-1902. Borges, O.L. 1987. Diallel analysis of maize resistance to sorghum downy mildew. Crop Sci. 27: 178-181. Brown, J.F. 1980. The genetics of resistance in plants to infection by patogens. A Course Manual in Plant Protection. Australian-Asian University Cooperation Scheme, Brisbane. p. 267-275. Carangal, V.R., M. Claudio, and M. Sumayo. 1970. Breeding for resistance to maize downy mildew caused by Sclerospora philippinensis in the Philippines. Indian Phytopathol. 23: 285-306. Falconer, D.S. and T.F.C. MacKay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. 4 st ed. Longman, London. George, M.L.C., B.M. Prasanna, R.S. Rathore, T.A.S. Setty, N.N. Singh, F. Kasim, M. Azrai, S. Vasal, O. Balla, E. Regalado, M. Vargas, M. Khairallah, D. Jeffers, and D. Hoisington. 2003. Identification of QTL conferring resistance to downy mildews of maize in Asia. Theor. Appl. Genet. 167: 544-551.
Groh, S., D. Gonzalez-de-Leon, M. Khairallah, C. Jiang, D. Berginson, M. Bohn, D.A. Hoisington, and A.E. Melchinger. 1998. QTL mapping in tropical maize III. Genomic regions for resistance to Diatraea spp. and associated in two RIL populations. Crop Sci. 38: 1062-1072. Hakim, R. and M. Dahlan. 1972. Segregating behavior of Sclerospora maydis resistance on corn. Bogor. Contr. Cent. Res. Inst. Agric. No. 9. 7 pp. Kaneko, K. and B.A. Aday. 1980. Inheritance of resistance to Philippine downy mildew of maize. Peronosclerospora philippinensis. Crop Sci. 20: 590-594. Khairallah, M., M. Bohn, C. Jiang, J.A. Deutsch, D.C. Jewell, J.A. Mihm, A.E. Melchinger, D. Gonzales-de-Leon, and D.A. Hoisington. 1998. Moleculer mapping of QTL for south-western corn borer resistance, plant height and flowering in tropical maize. Plant Breed. 117: 309-318. Mejaya, M.J., Moedjiono, dan Koesnang. 1997. Peningkatan ketahanan populasi jagung terhadap penyakit. Makalah Diskusi Panel Hama dan Penyakit. Balai Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain, Maros. Perez-Brito, D., D. Jeffers, D. Gonzalez-de-Leon, M. Khairallah, G. Cortes-Cruz, G. Velazquez-Cardelas, S. Azpiroz-Rivero, and G. Srinivasan. 2001. QTL mapping of Fusarium moniliforme ear rot resistance in highland maize, Mexico. Agrociencia 35: 181-196. Prasanna, B.M. 2002. QTL mapping in crop plants: Principle and methodology. Part of Manual ICAR Short-Term Training Course: Molecular Marker Application in Plant Breeding, 26 September-5 October 2002. Division of Genetics, Indian Agricultural Research Institute, New Delhi. Pusat Data Pertanian. 2001. Data Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura. Pusat Data Pertanian, Jakarta. Semangun, H. 1973. Penelitian tentang penyakit bulai (Scleronospora maydis) pada jagung khususnya mengenai cara bertahannya cendawan. Disertasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 91 hlm. Shurtleff, M.C. 1980. Compendium of corn disease. 2 nd ed. The American Phytopathology Society, USA. 105 pp. Sriwatanapongse S., S. Jinahyon, and S.K. Vasal. 1993. Suawan-1 Maize from Thailand to the World. CIMMYT, Mexico. Subandi, M. Sudjadi, dan D. Pasaribu. 1996. Laporan Hasil Pemantauan Penyakit Bulai dan Benih pada Pertanaman Jagung Hibrida. Laporan Intern Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Tanskley, S.D., N.D. Young, A.H. Paterson, and M.W. Bonierbale. 1989. RFLP mapping in plant breeding: New tools for an old science. Biotechnology (7): 257-264. Triharso, T. Moertaredjo, and L. Kusdiarti. 1976. Recent problems and studies on downy mildew of maize in Indonesia. Kasetsar J. 10 (2): 101-105. Vargas, M. 2001. Exploratory data analysis. Biometrics and Statistics Unit, CIMMYT, Mexico. 14 p. Wang, S., C.J. Basten, and Z. B. Zeng. 2001. Windows QTL Cartographer VI.20. Statistical Genetic, North Carolina State University, USA.