IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG POTENSI KEBERLANGSUNGAN LEMBAGA PENYEDIA JASA ANJAK PIUTANG (STUDI KASUS DI KOPERASI PANDAWA SUKUN MALANG)
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Achmad Afif Hajid Nasrullah 105020101111002
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul : IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG POTENSI KEBERLANGSUNGAN LEMBAGA PENYEDIA JASA ANJAK PIUTANG (STUDI KASUS DI KOPERASI PANDAWA SUKUN MALANG)
Yang disusun oleh : Nama
:
Achmad Afif Hajid Nasrullah
NIM
:
105020101111002
Fakultas
:
Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
:
S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 24 Februari 2016.
Malang, 24 Februari 2016 Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Khusnul Ashar, S.E., M.A. NIP. 19550815 198403 1 002
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG POTENSI KEBERLANGSUNGAN LEMBAGA PENYEDIA JASA ANJAK PIUTANG (STUDI KASUS DI KOPERASI PANDAWA SUKUN MALANG) Achmad Afif Hajid Nasrullah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
[email protected]
ABSTRAK Anjak piutang adalah salah satu solusi dari kondisi keterjepitan utang yang dialami oleh masyarakat luas hari ini. Anjak piutang sendiri ialah pemindahan kewajiban dari debitur (customer) kepada pihak yang menanggung utang itu (factor) untuk selanjutnya dilakukan pembayaran kepada pihak yang berhak (client). Salah satu lembaga yang mengadakan jasa anjak piutang tersebut adalah Koperasi Pandawa yang ada di Malang. Koperasi yang merupakan sokoguru perekonomian nasional dan memiliki asas yang sesuai dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong adalah badan hukum yang tepat untuk digunakan sebagai alat pemberdayaan masyarakat, tak terkecuali dengan Koperasi Pandawa dengan produk anjak piutangnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penguatan kelembagaan yang dilakukan oleh Koperasi Pandawa sebagai lembaga penyedia jasa anjak piutang dimana aspek penguat tersebut diamati melalui modal sosial (kepercayaan, jaringan sosial, norma), penerapan prinsip pembiayaan/kredit 5 C (character, capacity, capital, conditions, collateral), dan efisienitas biaya transaksi (biaya pencarian informasi, biaya pembuatan kontrak, biaya pengawasan). Menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa faktor modal sosial (kepercayaan, jaringan sosial, norma) membuat tetap berlangsungnya kegiatan Koperasi Pandawa dalam hal anjak piutang. Sementara dari lima (5) aspek pembiayaan/kredit yang ada, Koperasi Pandawa hanya menerapkan aspek character dan capacity dalam menerima anggota koperasi karena fokus utama dari Koperasi Pandawa adalah soal kemanusiaan (saling tolong-menolong), bukan profit-oriented semata. Serta biaya transaksi yang tidak terlalu besar (khususnya biaya pembuatan kontrak dan biaya pengawasan) membuat Koperasi Pandawa tetap bisa bertahan. Kata kunci: anjak piutang, biaya transaski, capacity, capital, character, conditions, collateral, koperasi, modal sosial,
A. LATAR BELAKANG Pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional ditopang dari kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan maupun perorangan di bidang barang maupun jasa. Dalam perekonomian yang terjadi dalam masyarakat, modal ekonomi dalam hal ini keuangan adalah salah satu hal yang krusial. Modal ekonomi tersebut dapat bersumber dari modal pinjaman dari lembaga keuangan berbentuk bank maupun bukan bank berupa kredit atau pembiayaan. Kredit atau pembiayaan adalah termasuk ke dalam apa yang disebut dengan utang. Menurut Bank Indonesia (2015) kredit atau pembiayaan tersebut secara garis besar terbagi menjadi tiga macam yaitu untuk investasi, modal kerja, dan konsumsi. Menurut data yang penulis dapat dari Bank Indonesia, kredit perbankan nasional tahun 2015 menyentuh angka Rp. 3.863 Triliun. Komposisi kredit tersebut ditopang dari Kredit Investasi (KI) sebesar Rp. 936 Triliun, Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp, 1.835 Triliun, dan Kredit Konsumsi (KK) sebesar Rp.1.035 Triliun. Dari kredit/pembiayaan inilah diharapkan pembangunan ekonomi masyarakat (rumah tangga maupun perusahaan) terjadi. Namun kenyataan hari ini menunjukkan bahwa banyak pihak (perorangan atau perusahaan) yang mengalami kesulitan dalam kondisi keuangannya, khususnya karena tertekan oleh besarnya tanggungannya terhadap utang. Hal ini dibuktikan dengan data Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet perbankan nasional yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Republik Indonesia. Pada tahun 2013, kredit macet perbankan nasional mencapai angka Rp. 56,36 triliun. Kemudian di tahun 2014 meningkat menjadi Rp. 80,7 triliun, atau ada pertambahan sebesar Rp. 24,34 triliun. Sementara itu di tahun 2015, kredit macet mencapai angka Rp. 107,1 triliun atau ada pertambahan nominal sebanyak Rp. 26,4 triliun. Jika dirata-rata pertambahan kredit macet antara tahun 2013 hingga 2015 ialah Rp. 25,37 triliun. Sementara kredit yang dikucurkan oleh perbankan nasional selama 2013 hingga 2015 rata-rata adalah Rp. 3.467 triliun. Data ini belum lagi termasuk data utang yang macet antar orang-perorang atau antar
masyarakat murni (bukan institusi formal). Imbas dari besarnya hutang yang harus ditanggung oleh seseorang tersebut antara lain ialah berkurangnya profitabilitas dan likuiditas yang dimilikinya dalam periode waktu tertentu. Pemerintah Negara Republik Indonesia sebagai fasilitator dan eksekutor kebijakan-kebijakan, khususnya kebijakan ekonomi memiliki beberapa program yang berkaitan erat dengan pembenahan kondisi-kondisi keuangan atau ekonomi masyarakat. Secara umum kebijakan tersebut adalah menyediakan peraturan dan perundang-undangan yang membolehkan berdirinya lembaga intermediasi antara pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak yang kekurangan dana (lack of funds), salah satunya adalah dengan mengadakan lembaga penyedia jasa anjak piutang (factoring). Dimana hal ini diatur pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. Pada Pasal 3 Peraturan Presiden dimaksud, diuraikan kegiatan usaha dari Lembaga Pembiayaan itu sendiri ialah i) anjak piutang; ii) sewa guna usaha; iii) usaha kartu kredit; dan iv) pembiayaan konsumen. Jadi praktik anjak piutang (factoring) di Republik ini merupakan hal yang legal dan dibenarkan menurut hukum Negara Republik Indonesia. Namun secara khusus, belum ada undang-undang yang membahas dan mengatur tentang anjak piutang (factoring). Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan pasal 7 dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan di Pasal 6, dijelaskan bahwa perusahaan atau lembaga pembiayaan tersebut dapat berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas dan Koperasi. Namun praktik kredit maupun pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga keuangan terhadap nasabahnya tak menutup kemungkinan adanya risiko gagal bayar (default), serta praktik pengambilalihan hutang (anjak piutang) yang dilakukan oleh lembaga penyedia jasa anjak piutang juga tak serta-merta menutup potensi gagal bayar dari nasabah pula, maka disinilah titik krusial yang musti menjadi perhatian kita bersama bagaimana caranya agar seseorang selaku debitur dapat mempertanggungjawabkan kewajibannya di satu sisi, serta di sisi lain hidupnya dapat berjalan normal tanpa terlalu banyak tekanan. Namun ada yang berbeda dengan yang dilakukan oleh Koperasi Pandawa di Malang, Jawa Timur. Koperasi Pandawa hadir di tengah masyarakat dengan visi memberdayakan anggotanya dan mempercepat penanggulangan kemiskinan. Salah satu caranya adalah dengan mengaplikasikan produk jasa anjak piutang (factoring). Koperasi Pandawa mengakuisisi/take over hutang yang dimiliki oleh masyarakat demi meringankan beban hutang yang ada padanya sehingga perekonomian masyarakat pulih dan normal kembali. Besaran utang yang ditanggung oleh Koperasi Pandawa tidak ada batasan plafond (batasan tertinggi pemberian kredit/pembiayaan). Selain itu, poin perbedaan yang dimiliki oleh Koperasi Pandawa dengan lembaga penyedia jasa anjak piutang lain ialah proses anjak piutang yang dilakukan oleh Koperasi Pandawa sepaket dengan penyampaian aspirasi kepada pemerintah Republik Indonesia tentang penyelenggaraan sistem keuangan yang bebas dari bunga (interest). Dalam perjalanannya Koperasi Pandawa bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pandawa Institute yang berfokus sebagai konsultan pembangunan nasional dan daerah berbasis falsafah pemberdayaan. Tentu saja kelembagaan Koperasi Pandawa sebagai lembaga penyedia jasa anjak piutang seperti sekarang ini memerlukan modal ekonomi dan sosial yang kuat. Sebab dilihat dari tidak adanya plafond pengajuan piutang yang dianjak (dialihkan) oleh anggota menandakan bahwa Koperasi Pandawa memiliki sumber modal yang tidak sedikit. Selain itu biaya transaksi dalam hal ini biaya pencarian informasi dan biaya administrasi menjadi hal yang krusial bagi anggota Koperasi Pandawa, mengingat bahwasannya koperasi merupakan bangun usaha yang cocok dengan azas kekeluargaan (tidak hanya berorientasi pada keuntungan atau profit namun lebih kepada benefit) yang memang sejalan dengan budaya bangsa Indonesia. Selain itu syarat-syarat untuk memperoleh jasa anjak piutang di Koperasi Pandawa juga merupakan hal yang patut diteliti karena dengan dapat ditanggungnya hutang sejumlah berapun dari anggota, membuat Koperasi Pandawa harus memiliki sistem yang kuat sebagai bahan seleksi untuk memilih nasabah atau anggotanya. Sistem seleksi tersebut umumnya ialah berdasarkan pada prinsip 5 C yakni character (watak/karakter), capital (modal), conditions (kondisi), capacity (kapasitas), dan collateral (jaminan). Singkat kata, Koperasi Pandawa memiliki produk jasa anjak piutang yang mana produk tersebut termasuk dalam bagian dari aspirasi kepada Pemerintah Negara Republik Indonesia agar terselenggaranya sebuah sistem keuangan bebas bunga yang dikehendaki oleh Koperasi Pandawa, untuk tujuan pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan amanat konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pancasila. Pemberlakuan produk jasa anjak piutang itu dimulai sejak akhir tahun 2014 setelah terjadi perubahan kelembagaan oleh Koperasi Pandawa. Keberlangsungan Koperasi Pandawa sebagai lembaga yang menyediakan jasa anjak piutang dengan model seperti diatas meniscayakan model kelembagaan yang tidak biasanya. Dimana hingga penelitian ini berlangsung, produk jasa anjak piutang tersebut terus berjalan dan aspirasi sistem dimaksud masih diproses dan dikoordinasikan kelembagaannya oleh Koperasi Pandawa kepada Pemerintah dan para pihak terkait.
B. KERANGKA TEORI Konsep Anjak Piutang (Factoring) Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan, khususnya di Pasal 1 (satu) poin 6 (enam) dijelaskan bahwa anjak piutang adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Sementara berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.43 tahun 1998 tentang Akuntansi Anjak Piutang, anjak piutang ialah jenis pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan yang berasal dari transaksi usaha. Sedangkan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata berkaitan dengan anjak piutang tidak tertulis secara tekstual, namun secara tersirat dapat dilihat melalui Pasal 613 yang berbunyi: penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain. Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atas disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. Gambar 1. Skema Anjak Piutang
Sumber: Diolah (2015)
Keterangan: 1. Transaksi secara kredit dari Debitur/Customer pada Client. 2. Client kemudian menjual piutang kepada Lembaga Anjak Piutang/Factor. 3. Lembaga Anjak Piutang/Factor kemudian melakukan pembayaran kepada Client. 4. Setelah itu Lembaga Anjak Piutang/Factor melakukan penagihan kepada Debitur/Customer. 5. Debitur/Customer membayar hutang kepada Lembaga Anjak Piutang/Factor Manfaat anjak piutang bagi client dapat meningkatkan penjualan, meningkatkan modal kerja, pengurangan risiko tak tertagihnya piutang, memudahkan penagihan piutang efisiensi usaha, peningkatkan kualitas piutang, dan memudahkan perencanaan arus kas (cash flow). Sementara bagi pihak factor (lembaga penyedia jasa anjak piutang), menfaat yang diterima adalah menerima upah (fee) dari pihak client karena bersedia menjadi lembaga yang membeli piutang jangka pendek yang dimiliki oleh customer. Sementara bagi customer (nasabah), manfaat yang diterima berupa pembelian bisa secara kredit (amortisasi) dan pelayanan pembelian yang lebih baik. Teori Modal Sosial Modal sosial menurut Fukuyama (1997) ialah keberadaan dari seperangkat nilai atau norma seperti kebenaran, hak dan kewajiban, serta timbal balik yang bersifat informal yang ada di antara nasabah kelompok yang saling bekerja sama. Sementara itu merujuk pendapat Bourdieu (1986), modal sosial merupakan sejumlah sumber daya aktual maupun potensial yang diikat guna mewujudkan jaringan yang lestari (durable), sehingga melembagakan hubungan persahabatan (acquitance) yang saling meimbulkan keuntungan. Coleman (1988) mengemukakan bahwa modal sosial terdiri dari 3 (tiga) aspek yakni jaringan informasi (information channels), norma sosial (social norms), dan kewajiban dan harapan (obligations and expectations). Jadi dapat disimpulkan bahwa modal sosial ditopang dari kepercayaan, jaringan sosial, dan norma atau nilai.
Pertama, kepercayaan, menurut Putnam (1995) kepercayaan merupakan suatu bentuk keinginan untuk mengambil risiko dalam hubungan sosialnya yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung, paling tidak yang lain tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya. Kedua, jaringan sosial. Jaringan sosial ialah jaringan antar manusia (kehidupan) dimana hal ini merupakan instrumen utama dalam sebuah komunitas atau kelompok. Jaringan ini lebih bersifat tidak terstruktur namun sangat fungsional serta di luar itu mempunyai patron kompleks. Menurut Mawardi (2007), konstruk kemodalsosialan tidak dibangun oleh hanya satu individu, namun terletak pada kecondongan atau tendensi yang tumbuh dalam suatu kelompok untuk berinteraksi sosial sebagai bagian penting dari nilai-nilai yang melekat. Ketiga, norma. Norma sedarah dengan nilai. Menurut Coleman (1988) norma adalah penentu apa yang baik dan apa yang buruk. Ia memiliki ungkapan “specify what actions are regarded by a set of persons as proper or correct, or improper or incorrect” mengenai norma. Sementara Fukuyama (1997) menerangkan bahwa norma ialah bagian dari modal sosial yang terbentuknya tidak diciptakan oleh proses birokarasi atau pemerintah, namun melalui tradisi, sejarah, tokoh kharismatik yang membangun sesuatu tata cara perilaku seseorang atau kelompok masyarakat, dalam kerangka penentuan tata aturan yang dapat mengatur kepentingan pribadi dan kelompok. Konsep Kredit/Pembiayaan Konsep pembiayaan/kredit selama puluhan tahun telah digunakan oleh lembaga keuangan untuk mengucurkan dananya. Secara formalitas, konsep pembiayaan ada 5 (lima) aspek yaitu character (watak), capacity (kemampuan), capital (modal), conditions (kondisi), dan collateral (jaminan/agunan). Character (Watak) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah sifat batin yang memengaruhi segenap pikiran, perilaku, budi pekerti, dan tabiat yang dimiliki manusia atau mahluk hidup lainnya yang membedakan manusia atau mahluk hidup itu dengan yang lainnya. Menurut Sitompul (2007), apabila debitur memiliki watak yang tidak jujur, tidak kapabel, tidak berintegritas, culas, curang, maka kredit atau pembiayaan bisa tidak diberikan tanpa perlu memperhatikan faktor-faktor lainnya. Capacity (kemampuan) adalah kesanggupan; kecakapan; kekuatan. Dalam kaitannya dengan kredit atau pembiayaan, faktor capacity ini digunakan untuk melihat debitur dalam kemampuannya dalam bidang usaha yang dihubungkan dengan pendidikannya, selain itu kemampuan mengelola usaha juga dapat diindikatori oleh kepahaman akan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintahan. Kemudian kapasitas juga dapat diukur dengan caranya selama ini dalam mengelola usahanya. Capital atau modal ini berhubungan dengan kondisi keuangan dari debitur. Secara definitif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, modal ialah uang yang dipakai sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang, dan sebagainya; harta benda (uang, barang dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan dan sebagainya; barang yang digunakan sebagai dasar atau bekal untuk bekerja (berjuang dan sebagainya). Dalam kaitannya dengan kredit atau pembiayaan oleh kreditur, indikator kondisi keuangan seseorang ini dapat diperoleh dengan melihat laporan asetnya. Conditions (kondisi) di sini ialah conditions of economic (kondisi ekonomi)-nya. Kondisi ekonomi maksudnya ialah segala macam situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain yang memengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk kurun waktu tertentu yang kemungkinannya akan dapat memengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memeproleh kredit atau pembiayaan. Untuk mengetahui kondisi ekonomi ini diperlukan pengamatan kondisi internal dan eksternalnya. Collateral (jaminan) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah tanggungan atas pinjaman yang diterima; atau janji seseorang untuk menanggung utang atau kewajiban pihak lain, apabila utang atau kewajiban tersebut tidak dipenuhi. Menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991, jaminan ialah suatu keyakinan kreditur (bank) atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Dalam kaitannya dengan agunan, agunan diartikan sebagai barang/benda yang dijadikan jaminan untuk melunasi utang debitur. Jadi agunan merupakan jaminan tambahan yang diserahkan oleh debitur terhadap kreditur guna mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan. Konsep Kredit/Pembiayaan Coase (1988) menjabarkan bahwa biaya transaksi ialah biaya untuk menentukan dan memberlakukan hak-hak kepemilikan atas barang dan jasa. Sementara itu Nugraha (2014) menjelaskan bahwa biaya transaksi ialah biaya yang harus dikeluarkan karena terjadinya sebuah transaksi berupa pertukaran barang dan atau jasa antara orang dalam berbagai batasan. Pambudi (2014) yang menerangkan bahwa biaya transaksi dapat dirupakan sebagai uang maupun bukan uang, seperti pikiran, tenaga, dan waktu yang hilang yang dikeluarkan selama terjadi proses transaksi.
Menurut Kirchner dan Picot (1987) jenis biaya transaksi dikomposisikan ada empat, yakni (i) biaya kontak (pencarian informasi/search of information); (ii) biaya pembuatan kontrak (negosiasi/negotiation, penyusunan kontrak/formulation of contract); (iii) biaya pengawasan (pengecekan kualitas, kuantitas, harga, jangka waktu, kerahasiaan/checking of quality, quantity, prices, deadlines, secrecy); dan (iv) biaya adaptasi (perubahan setelah terjadi kesepakatan/changes during the validity of agreement). Biaya pencarian informasi ialah biaya yang muncul sebagai akibat dari perolehan informasi yang dicari (search of information) oleh suatu pihak tentang barang atau dan jasa yang diinginkan dari pasar. Kemudian biaya pembuatan kontrak, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh suatu pihak untuk menerima suatu persetujuan atau kontrak dengan pihak lain atas suatu transaksi atau pertukaran. Setelah itu ada biaya pengawasan, yakni biaya yang ditimbulkan karena adanya kegiatan guna mengawasi pihak lain dalam melaksanakan kontrak. Kemudian jenis biaya transaksi yang terakhir adalah biaya adaptasi, yaitu biaya yang ditimbulkan karena dilakukannya penyesuaian-penyesuaian pada saat suatu kesepakatan transaksi dilakukan (changes during the validity of agreement). Kemunculan biaya transaksi tersebut biasanya dipengaruhi oleh adanya asymetric information (informasi asimetris) dan moral hazard dalam sebuah transaksi. Menurut Prasetya (2012), informasi asmietris adalah perbedaan informasi yang diterima antara satu pihak dengan pihak lainnya dalam kegiatan ekonomi. Konsep Koperasi Secara etimologi, koperasi berasal dari kata dari bahasa Inggris yaitu cooperation. Cooperation itu sendiri terdiri dari suku kata co yang artinya bersama dan operation yang artinya operasi, bekerja atau berusaha. Jadi dapat diartikan bahwa cooperation atau koperasi merupakan bekerja bersama-sama atau berusaha bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Bung Hatta dalam Baswir (2000) dijelaskan bahwa koperasi merupakan persatuan kaum lemah yang didirikan untuk membela keperluan hidupnya. Memperoleh kebutuhan hidupnya dengan biaya yang semurah-murahnya, efisien, dan itulah yang dituju. Dimana pada koperasi didahulukan keperluan bersama, bukan keuntungan. Sementara itu menurut International Labor Organization (Organisasi Buruh Internasional) di dalam Baswir (2000) koperasi ialah suatu perkumpulan orang-orang yang biasanya mempunyai kemampuan ekonomi yang terbatas, yang melalui suatu bentuk organisasi perusahaan yang diawasi secara demokratis, masing-masing memberikan sumbangan yang setara terhadap modal yang diperlukan, dan bersedia menanggung risiko serta menerima imbalan yang sesuai dengan usaha yang mereka lakukan Lebih rijid, berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Prinsip dari Koperasi antara lain ialah a) keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka, b) pengelolaan dilakukan secara demokratis, c) pembagian sisa hasil usaha (SHU) dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masingmasing anggota, d) pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal, serta e) kemandirian. Dalam mengembangkan koperasi, maka koperasi dapat melaksanakan pula pendidikan perkoperasian dan kerja sama antarkoperasi. Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman. Komposisi dari modal sendiri ialah bersumber dari simpanan pokok; simpanan wajib; dana cadangan; dan hibah. Sementara modal pinjaman dapat berasal dari anggota; koperasi lainnya dan/atau anggotanya; bank dan lembaga keuangan lainnya; penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, dan sumber lain yang sah. Pasal 16 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menyebutkan bahwa jenis koperasi didasarkan pada kesamaan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Berdasarkan pasal tersebut diuraikan jenis koperasi ialah ada Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Serba Usaha, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran, dan Koperasi Jasa. C. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini termasuk adalah metode kualitatif dengan pendekatan penelitian studi kasus. Suryana (2010) berpandangan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat artistik dimana instrumennya ialah peneliti itu sendiri sehingga peneliti dituntut untuk memiliki wawasan dan bekal teori yang mumpuni sehingga dapat menganalisis, mencitrakan, serta mengkonstruksi situasi sosial yang dikaji menjadi gamblang dan bermakna. Penelitian ini dilakukan di Koperasi Pandawa yang beralamat di Perumahan Royal Janti Residence A-34, Kelurahan Sukun, Kecamatan Sukun, Kota Malang, Jawa Timur. Teknik yang digunakan penulis dalam penelitian ini ialah wawancara mendalam, observasi langsung dan dokumentasi. Sementara jenis data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini ialah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan sumber data penelitian
yang diperoleh langsung dari sumber utama atau asli (manusia). Dan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumentasi (bisa bersumber dari jurnal, buku, dan atau internet). D. PEMBAHASAN Gambaran Umum Koperasi Pandawa Koperasi Pandawa merupakan koperasi yang berbadan hukum Koperasi Serba Usaha yang berdiri sejak tahun 2011 dengan kelengkapan hukumnya adalah Akta Pendirian Koperasi Primer Nomor 19 tanggal 19 November 2011 yang dinotarisi oleh Indahjati Sutrisno, SH., M.Kn. Kemudian disahkan dengan SK Walikota Malang Nomor 518/1/35.73.112/2012. Pada 2012 Koperasi Pandawa pindah domisili ke Jl. Janti Barat Padepokan No. 103, Kelurahan Sukun, Kecamatan Sukun, Kota Malang, sehingga timbul Akta Notaris Indahjati Sutrisno, SH., M.Kn. Nomor 7 tanggal 16 Mei 2012. Kemudian karena sengketa hukum, alamat Koperasi Pandawa berpindah ke Royal Janti Residence A-34, Kelurahan Sukun, Kecamatan Sukun, Kota Malang hingga sekarang ini (penelitian ini dilakukan). Ketua dari Koperasi Pandawa ialah Pak Sunari, sementara posisi Sekretaris dijabat oleh Pak Harianto, dan posisi Bendahara diisi oleh Ibu Yuniar. Sedangkan pengelolaan Koperasi terbagi menjadi dua biro utama yakni Direktur Operasional yang dijabat Pak Fanani, dan Direktur Konglomerasi yang diduduki oleh Pak Nadirin. Visi dari Koperasi Pandawa ialah menjalankan sistem perekonomian berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa untuk menghadirkan kehidupan yang sejahtera dan berkeadilan sosial. Sementara misinya ialah i) Menjalankan sistem perekonomian berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa atau Ekonomi Pancasila, ii) Menghadirkan Kehidupan yang Sejahtera, dan iii) Menghadirkan Kehidupan yang Berkeadilan Sosial. Koperasi Pandawa memiliki jejaring perusahaan berwajah pemberdayaan yang melakukan pengembangan usaha di segala sektor baik sistem produksi maupun sistem distribusi. Diantaranya adalah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
PT. Prima Anugerah Perkasa (Supplier dan Konsultan Non-Konstruksi) PT. Pandawa Albanna Perkasa (Perdagangan Umum Berskala Besar) CV. Bukit Rinjani Tracon ( Perusahaan Konstruksi/ Bangunan) CV. Primasoft Informa (Produksi dan Perdagangan Teknologi Informasi) CV. Pandawa Maju Mapan (Distributor Consumer Goods) CV. Kitri Pandawa Farm (Produksi Pupuk Organik) CV. Pandawa Agrobis ( Pertanian Berbasis Organik, Beras, Sayur dll) CV. Pandawa Dumbo Perkasa (Peternakan Ikan) CV. Pandawa Pangan Lestari (Penggilingan dan Supplier Beras Organik) CV. Pandawa Mabelindo (Produksi Mebel) Pandawa Food (Produksi dan Penjualan Aneka Makanan Olahan dan Obat) Pandawa Mart (Perdagangan Eceran dan Retail) Bengkel Amanah Jaya (Servis Kendaraan Bermotor dan Penjualan Kendaraan) Bengkel Karya Mandiri (Jasa Steel Welding) Pandawa Training Center (Jasa Pendidikan dan Softskill Training) Pondok Pesantren Ad-Dirosah Al-Qur'aniyyah (Pelayanan Haji dan Umroh) Merdikai Group (Delivery Order, Ekspedisi, Rent Car, Konveksi, dll) Pandawa Avian Sinergi (Peternakan Hewan, seperti Ayam, Sapi, Bebek)
Kegiatan dari Koperasi Pandawa sejak berdiri hingga tahun 2013 pertengahan adalah menyediakan produk pembiayaan sebagaimana koperasi pada umumnya, yakni menyediakan pembiayaan dalam berbagai macam bentuk untuk anggotanya. Kemudian di tahun 2013 pertengahan tersebut Koperasi Pandawa vakum sejenak dan melakukan perubahan kelembagaan (institutional change). Hingga pada Agustus 2014 Koperasi Pandawa mengubah AD/ARTnya dengan mengeluarkan produk hukum berupa Ketetapan Pemberdayaan Berdasar Atas Ketuhanan Yang Maha Esa Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tatanan Sistem Sosial Ekonomi Pancasila dan Peraturan Pemberdayaan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Koperasi Pemberdayaan Sebagai Bentuk Pengukuhan Koperasi Pandawa Untuk Melaksanakan Fungsi Intermediasi Integrasi Sumberdaya Kekayaan Dan Keuangan Negara yang ditetapkan pada tanggal 7 Agustus 2014. Kemudian pada 7 Januari 2016 dilakukan penguatan kelembagaan kembali oleh Koperasi Pandawa sebagaimana dimaksud dalam Surat Nomor: 1001.05/112/01.16/NKRI yang dikirimkan kepada Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Malang melalui Bapak Ir. H. Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia . Menindaklanjuti perubahan dan penguatan kelembagaan Koperasi Pandawa ini Pak Sunari selaku Ketua Koperasi Pandawa menjelaskan dalam wawancara dengan peneliti bahwa:
“Karena banyak orang membutuhkan akhirnya sak-Indonesia (se-Indonesia). Dan ini akan sah kalau disahkan oleh anggota (koperasi), diakui oleh anggota (koperasi). Sistem hidup berkoperasi kan seperti itu. Jadi koperasi sebenarnya bukan badan usaha, hanya administrator. Badan usaha itu milik anggota yang diadministrasikan.. nah, engkuk ono (nah, nanti ada) jejaring.” Pak Sunari menerangkan bahwa Koperasi Pandawa sebenarnya bukan badan usaha, namun hanya administrator atau pencatat. Lebih jauh Pak Sunari menerangkan: “…mek (hanya) pencatat ta, mas.. administrasi. Jadi koperasi tidak mengambil keuntungan. Jadi mengadministrasikan apa yang menjadi kebutuhan anggota. …kalau di Dinas (Koperasi dan UKM), koperasi itu badan usaha, tapi sejatinya kan bukan seperti itu, (tapi) pencatat dan unit usahanya milik anggota.” Hal senada juga diungkapkan oleh Pak Qadaruddin selaku Ketua Dewan Perwakilan Anggota Koperasi Pandawa, yakni: “Kalau dilihat dari skup dan hukum yang…(Pak Qadar diajak bicara temannya sejenak)…ya intinya dis itu, kalau dilihat dari segi aspek hukumnya sudah bukan lagi di bawah Dinas Koperasi tapi sudah menjadi Koperasi Indonesia, ada dokumennya itu bisa dicari. Jadi sudah tidak lagi…Dinas Koperasi itu sudah tidak mampu menampung arus utama atau fokus dari kegiatan dari Koperasi Pandawa. Ya Koperasi Pandawa itu seharusnya ya bank sentral sebenarnya, definisi lain dari bank sentral.” Jadi menurut pengakuan Ketua Koperasi Pandawa serta Ketua Dewan Perwakilan Anggota Koperasi Pandawa, badan hukum dari Koperasi Pandawa adalah koperasi sentral atau Koperasi Indonesia, dimana hal ini masih dalam pengurusan dan pengonfirmasian pada pihak terkait. Selain itu dalam pengelolaannya Koperasi Pandawa juga masih tetap bekerjasama dengan Pandawa Institute, yang mana Pandawa Institute sendiri merupakan konsultan pembangunan nasional dan daerah yang berbadan hukum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pak Sunari menjabarkan: “Ini mengadministrasikan kebutuhan anggota terkait masalah supaya bisa tersalurkan kepada negara. Itu kalau di wilayah koperasi saja ya gak iso (tidak bisa), harus ada Pandawa Institute, jadi harus gabung. Ini sing (yang) dinamakan pemberdayaan. Ada Pandawa Institute dan Koperasi Pandawa, itu namanya pemberdayaan. Nah, kebetulan juga Koperasi Pandawa adalah binaan dari Pandawa Institute.” Interelasi Kelembagaan Koperasi Pandawa, Pandawa Institute dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNPPK) Pemberdayaan Kelembagaan yang diselenggarakan oleh Koperasi Pandawa saat ini adalah kelembagaan model baru dimana berjalannya kegiatan koperasi selaku lembaga keuangan berbarengan dengan kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pandawa Institute serta Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNPPK) Pemberdayaan. Terbentuknya Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNPPK) Pemberdayaan (organisasi dan kelembagaan TNPPK Pemberdayaan terlampir) sendiri adalah implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Dimana pada Pasal 1 ayat (1) didefinisikan bahwa Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan merupakan tim lintas sektor dan lintas pemangku kepentingan di tingkat pusat untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan. Pembentukan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNPPK) Pemberdayaan menurut pengakuan dari pengurus Koperasi Pandawa adalah berdasar pada Pasal 5 ayat (2) huruf b yang menyatakan bahwa pengelola kelompok program percepatan penanggulangan kemiskinan selain kementerian/lembaga pemerintah dan pemerintah daerah dapat berbentuk organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan lembaga internasional yang memiliki misi untuk percepatan penanggulangan kemiskinan. Berkaitan dengan penguatan kelembagaan ini, Koperasi Pandawa bersama Pandawa Institute mengeluarkan produk hukum Keputusan Kepala Pemberdayaan Nomor 1 Tahun 2015 tentang Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNPPK) Pemberdayaan pada tanggal 15 Januari 2015. Menurut Lampiran Ketiga keputusan dimaksud, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNPPK) Pemberdayaan adalah administrator jejaring berkumpul dan berserikat (Small Area dan Koperasi) untuk menyelenggarakan Gerakan Hidup Koperasi atau Lembaga Gerakan Koperasi untuk mengelola uang rupiah, tanah, dan keuangan negara bagi terwujudnya kemerdekaan, kedaulatan, dan kesejahteraan tiap-tiap individu untuk segala upaya percepatan penanggulangan kemiskinan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kemudian menurut Lampiran Ketiga keputusan dimaksud terbentuknya Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNPPK) Pemberdayaan adalah karena keadaan luar biasa atau keadaan memaksa dan kerena badan hukum dan peraturan perundang-undangan yang ada sudah tidak memadai untuk memberikan kepastian hukum, kepastian keadilan serta kepastian perlindungan dan pengayoman agar tidak ada hak masyarakat dan keuangan negara yang dirugikan oleh siapapun dan atau atas nama apapun sebagai akibat dari timbulnya hak dan kewajiban yang mewajibkan atas segala penyelesaiannya untuk disediakan uang rupiah . Produk Koperasi Pandawa Setelah terjadi perubahan kelembagaan di 2014, kegiatan operasionalnya, Koperasi Pandawa yang bersinergi dengan Pandawa Institute memiliki beberapa produk dan pelayanan yaitu: a) Penguatan Jati Diri Ideologi Pancasila (khususnya Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa (Tauhid) mulai diri sendiri, keluarga, masyarakat bangsa dan negara; b) Perlindungan Hukum dan Sosial berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; c) Hidup Berkoperasi (Pengelolaan Program Dana Bergulir SERASI BERDAYA [Sistem Ekonomi Konglomerasi Berbasis Pemberdayaan Masyarakat]); d) Pembiayaan Jejaring Unit Usaha Konglomerasi Pemberdayaan dengan Sistem Tanpa Bunga (Pengelolaan Program Dana Bergulir SERASI BERDAYA [Sistem Ekonomi Konglomerasi Berbasis Pemberdayaan Masyarakat]) Sumber Dana dan Permodalan Pada awal berdirinya, 2011, Anggota Koperasi Pandawa berjumlah 52 orang dan memiliki modal awal sebesar Rp. 15 juta. Kemudian pada Mei 2012 jumlah anggotanya bertambah menjadi 741 orang dengan modalnya menjad i Rp. 1,3 miliar dan memiliki aset senilai total Rp. 6 miliar. Dimana modal Koperasi Pandawa tersebut berasal dari Modal Awal, Simpanan Pokok, Simpanan Wajib, Dana Investasi Tidak Terikat (Simpanan Berjangka Tanpa Persyaratan), Dana Investasi Terikat (Simpanan Berjangka Dengan Persyaratan), dan Dana Titipan (Tabungan atau Simpanan Sukarela). Kemudian setelah terjadi perubahan kelembagaan, berdasarkan catatan keuangan Koperasi Pandawa cut off 21 Januari 2016, dengan total anggota berjumlah 3.731 orang, modal dari Koperasi Pandawa menjadi senilai Rp. 106 triliun dan memiliki aset (tanah, bangunan, dll) senilai Rp. 2,1 triliun. Komposisi modal Rp. 106 triliun tersebut ialah berasal dari dana salah satu anggota Koperasi Pandawa yang ada di Bank Mandiri (berdasarkan Surat PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Nomor: TOP.CCS/CHM/7092/2011 tanggal 22 Juni 2011) yang diintegrasikan untuk kegiatan Koperasi Pandawa dalam memberdayakan anggotanya sebesar Rp. 105 triliun (berdasarkan dan Rp. 1 triliun adalah modal dari Koperasi Pandawa sendiri. Keduanya lantas digabungkan menjadi total Rp. 106 triliun. Kemudian juga memiliki kas tunai sebesar Rp. 479 juta. Mekanisme Proses Anjak Piutang di Koperasi Pandawa Ketika seseorang mendaftar untuk mengalihkan utang-utangnya pada pihak koperasi maka otomatis ia menjadi anggota koperasi (Keluarga Pandawa). Berikut ini diterangkan mekanisme untuk mengajukan anjak piutang di Koperasi Pandawa berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional Penyelenggaraan (Kegiatan/Program) Pemberdayaan oleh TNPPK (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) Pemberdayaan dan Koperasi Pandawa berdasarkan Rapat Anggota tanggal 26 Desember 2015: 1. Membuat Surat Keterangan yang isinya menerangkan bahwa yang bersangkutan telah dalam kondisi tidak berdaya dan tidak ada jalan lain kecuali melalui Koperasi Pandawa untuk menghadapi permasalahan dan penyelesaian utang-piutang yang diketahui pihak Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), dan Kelurahan/Desa. 2. Mengisi uraian permohonan mengenai tanggungan atau hutang calon anggota yang akan dianjakkan yang berada di instansi maupun perorangan beserta data jaminan/agunannya. Dilengkapi dengan berkasberkas 3. Melakukan wawancara verifikasi pertama terkait kepahaman mekanisme penyelesaian permasalahan utang-piutang (anjak piutang) di Koperasi Pandawa serta memperoleh Surat Disposisi dari Tim Verifikasi Koperasi yang di dalamnya terdapat nama Sub-Pendamping Anggota, Pendamping Anggota, dan Koordinator Pendamping yang berasal dari Konsultan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah Pandawa Institute yang bertugas untuk membimbing terkait cara-cara proses anjak piutang dimaksud.
4.
Membaca dan menandatangani formulir pendaftaran (register) untuk kemudian mendapatkan formulir beserta nomor pendaftaran (register) dimaksud. 5. Tanah dan uang rupiah wajib dikuasai oleh negara melalui penyelenggaraan hidup berkoperasi c.q. Koperasi Pandawa. 6. Siklus pengelolaan uang rupiah dengan sistem Top Up Hak dan Bagi Hasil (tanpa bunga atau rente), dimana uang rupiah wajib disediakan atau dan dicairkan dari (ke) negara melalui Koperasi Pandawa. Biaya layanan sebagaimana dimaksud pendaftaran (register) di atas terdiri dari: 1. Pembayaran tunai biaya administrasi sebesar Rp. 300.000,- (tuga ratus ribu rupiah); 2. Sesuai dan sebatas ruang lingkup (hak, kewajiban, tanggung jawab, dan kemampuan) masing-masing dengan nilai minimal Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) yang dapat ditunaikan dengan melakukan pembayaran tunai minimal Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) bagi yang mampu atau ikut serta menyelenggarakan pemberdayaan yaitu ikut serta melakukan pembelaan negra dengan membebaskan sesama rakyat yang membutuhkan dari segala bentuk penjajahan dan perbudakan; 3. Bagi yang melakukan pendaftaran (register) dan dalam keadaan tidak mampu, tetap dilayani tanpa biaya dengan dilengkapi/ mengisi formulir pembebasan yang disediakan. Siklus pengelolaan dan pencairan uang rupiah di Koperasi Pandawa yakni: 1. Seluruh biaya dinyatakan sah oleh pihak koperasi setelah diterima secara langsung dan atau diadministrasikan secara langsung di Koperasi Pandawa (Royal Janti Residence A-34 Malang) sesuai dan sebatas ruang lingkup (hak, tanggung jawab, dan kewajiban) masing-masing. 2. Uang rupiah yang dikuasai oleh Koperasi Pandawa adalah uang publik yang dapat dicairkan oleh seluruh anggota dengan cara produktif secara sosial dan ekonomi, khususnya bagi terwujudnya siklus kebutuhan permodalan usaha dengan dilengkapi laporan pertanggungjawaban barang dan jasa yang ada untuk diintegrasikan dengan Koperasi Pandawa. 3. Siklus administrasi pengelolaan atau pencairan uang rupiah dimaksud merupakan bagian dari siklus administrasi penerimaan dan pengeluaran (belanja) negara bukan pajak dan merupakan perwujudan Program Dana Bergulir SERASI BERDAYA (Sistem Ekonomi Konglomerasi Berbasis Pemberdayaan Masyarakat). Kemudian layanan anjak piutang tersebut dijelaskan hanya dapat dilayani apabila disampaikan secara langsung dan atau melalui Pendamping Anggota Koperasi Pandawa dengan memberikan surat kuasa khusus dalam satu kesatuan adanya kesanggupan untuk dilakukan tindakan verifikasi dan klarifikasi lebih lanjut sepanjang dibutuhkan. Bagi anggota yang melakukan pendaftaran (register) dan tidak memenuhi persyaratan, maka akan dinyatakan tidak memenuhi persyaratan sebagai bagian dari Koperasi Pandawa. Bagi calon anggota atau anggota yang belum memahami mekanisme di atas, dapat mengikuti program sosialisasi dan atau penyadaran kritis dengan segala bentuk kegiatan yang akan dilakukan. Modal Sosial dalam Mekanisme Anjak Piutang di Koperasi Pandawa Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan, modal sosial yang terjalin antara pihak Koperasi Pandawa dan anggota sebagai nasabah memiliki faedah yang begitu penting dalam pelaksanaan jasa anjak piutang. Modal sosial yang dimaksud dalam penelitian ini terdiri dari kepercayaan (trust), norma (norms), dan jaringan sosial (social network). Terbentuknya Kepercayaan (Trust) antar Pihak dalam Proses Anjak Piutang Keberadaan kepercayaan di Koperasi Pandawa dilihat dari dua perspektif kedua belah pihak yakni dari pihak nasabah terhadap pihak Koperasi dan sebaliknya. Kepercayaan yang timbul dari anggota terhadap pihak koperasi dipengaruhi oleh bermacam proses, namun umumnya dapat dilihat dari waktu atau lamanya komunikasi yang terjalin. Didasari oleh interaksi sosial yang terjadi antara anggota koperasi dan pengurus serta pengelola koperasi, rasa percaya dapat timbul. Adanya interaksi sosial secara intens ini membuat lahirnya rasa percaya (trust) itu satu sama lain sehingga dalam pda itu dapat dilakukan proses anjak piutang secara lebih lanjut. Sementara itu, anggota koperasi lain yakni Ibu Marheni menerangkan dalam wawancara sebagai berikut: “Jeda waktu kan aku belum ngalami apa-apa. Ketemu Pak Gik (Gianto) itu masih bisa tata laku ekonomi sek nyekel duwek (masih pegang uang) miliaran karena emang uangnya proyek. Ndak berselang lama karena memang takdire (takdirnya)…mmm..seminggu…lebihlah. Dua mingguanlah.”
Namun, tidak hanya dua pekan proses hingga muncul rasa percaya itu timbul, ada yang beberapa saat saja. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu anggota Koperasi Pandawa, Pak Dwi: “Langsung. Saya kan, pertama kan, saya kan sharing-sharing itu kabar-kabar terus tak rasakan kok enak, ini sesuai dengan dalil-dalil atau ijin-ijin, itu kan nggak semua, itu kan kalo ndak benar ndak berani lho saya…” Semenatara itu, kepercayaan yang diberikan oleh Koperasi Pandawa terhadap anggotanya ialah berpusat pada anggota sebagai individu yang hidup itu sendiri, serta sebagai Warga Negara Indonesia yang berdaulat. Sebagaimana dikungkapkan oleh Pak Sunari, Ketua Koperasi Pandawa, bahwa yang dibangun ialah rasa saling percaya dahulu. Menurut penjelasan dari Pak Munawar, Pedamping Anggota Koperasi, diterangkan bahwa: “Jadi intinya rakyat ini kan…Koperasi (Pandawa) ini kan tidak berhadapan dengan nasabah sebenarnya tapi dengan rakyat yang bersangkutan. Jadi rakyat bukan hanya menyampaikan haknya, tapi menyampaikan kedaulatannya. Disitu persoalan-persoalan rakyat itu tidak menemukan jalan keluar. Terus membutuhkan hadirnya negara untuk menyelesaikan persoalan-persoalan itu.” Selain itu kepercayaan pihak koperasi terhadap anggota atau nasabah yang menganjakan piutangnya juga berbentuk tak terbatasnya besaran utang (plafon) yang diajukan oleh anggota atau nasabah. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Pak Munawar: “Ya ini kan permasalahannya sistem, jadi sistem ini tentu saja menjadi satu-kesatuan dimana penyerahan aset sebagai suatu Pendapatan Negara Bukan Pajak. Ini suatu keuangan Negara yang diadministrasikan. Tentunya kekayaan alam Indonesia juga dalam satu-kesatuan rangkaian pengadministrasian tersebut. Itu memiliki nilai yang luar biasa. Terkait dengan sistem, terkait dengan tatanan atau sistem ini memang hutang berapapun ya bisa dilunasi. Karena ini sistem, bukan program.” Terbentuknya Jaringan Sosial (Social Network) antar Pihak dalam Proses Anjak Piutang Jaringan sosial merupakan jaringan antar manusia dimana hal ini merupakan instrumen utama dalam sebuah komunitas atau kelompok. Mawardi (2007) menerangkan bahwa konstruk kemodalsosialan tidak dibangun oleh hanya satu individu, namun terletak pada kecondongan atau tendensi yang tumbuh dalam suatu kelompok. Di Koperasi Pandawa, jaringan sosial ini dapat dilihat dari sebaran tempat tinggal anggota. Menurut pengakuan dari Pak Sunari, Ketua Koperasi Pandawa, bahwa cakupan dari Koperasi Pandawa adalah seluruh Indonesia, dan oleh karena itu anggota yang melakukan pendaftaran tersebar di hampir semua provinsi di Republik Indonesia. Tabel 1. Sebaran Tempat Tinggal Anggota Koperasi Pandawa
Sumber: Koperasi Pandawa (2016)
Norma yang Terbangun antar Pihak dalam Proses Anjak Piutang Kemudian aspek ketiga setelah kepercayaan dan jaringan sosial dalam formula modal sosial yang harus ada ialah norma. Menurut Fukuyama (1997), norma ialah bagian dari modal sosial yang terbentuknya tidak diciptakan oleh birokrat atau pemerintah, namun melalui tradisi, sejarah, tokoh kharismatik yang membangun sesuatu tata cara perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. Dalam praktik anjak piutang di Koperasi Pandawa terdapat norma atau nilai yang dibangun antar pihak koperasi dan anggota atau nasabahnya. Sebagaimana dimaksud dalam penjelasan Pak Sunari, Ketua Koperasi Pandawa: “Itu kita kembalikan kepada kemauannya. Karena semuanya itu urusannya masing-masing. Cuma kalau nggak bareng-bareng (bersama-sama) nggak bisa. Bareng-bareng (bersama-sama) tapi urusannya sendirisendiri. Nah, norma-norma itu kan tidak bisa disamakan, sesuai kearifan lokal. Nggak bisa disamakan.” Selain itu, dari perspektif pihak anggota atau nasabah dijelaskan oleh Ibu Marheni: “Kuncinya ada tiga, tak bilang lagi, kesabaran nomor satu. Karena kesabaran ini kunci utama dari urusannya. Semakin dia sabar, tapi sabar-sabar tok itu juga kurang, dia harus kendel (berani). untuk menghadapi urusannya. Yang bikin urusan kan dirinya sendiri. Kenapa harus orang lain yang disuruh untuk kendel untuk ngadepi? Karena sudah datang ke Koperasi Pandawa di-clear-kan urusannya, tinggal ngomong tok. Lha ngomong ini butuh kecerdasan. Nah lek wes cerdas kan iso ngomong mergo paham (kalau sudah cerdas kan bisa bicara karena paham). Pinter tok gak sabar yo gak teko nggone (pintar saja tapi tidak sabar ya tidak sampai tempatnya). Untuk dasar hukum blablabla kan dirinya tidak bisa bikin untuk menyelesaikan. Itu lho. Masio pinter lek gak ono sing gawekno surat kan yo gak iso tha, Mas (walaupun pintar kalau tidak ada yang membuatkan surat kan ya tidak bisa, Mas)? Harus ada alat buktinya, Mas, ada novumnya. Selain itu merujuk dari pengamatan yang dilakukan oleh penulis, terdapat pula kata-kata yang tertulis pada kertas folio ukuran 33 cm x 21 cm yang ditempel besar-besar pada beberapa sudut di wilayah Kantor Koperasi Pandawa yang isinya ialah : IMAN, SABAR, TEMEN, NARIMAN, LOMAN, IKHLAS. Bila dikaitkan dengan prinsip koperasi dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Koperasi Pandawa telah memenuhi prinsip-prinsip perkoperasian yang tersebut dalam undang-udang dimaksud yakni kenggotaan bersifat sukarela dan terbuka, pengelolaan dilakukan secara demokratis, adil sesuai dengan usahanya masing-masing, kemandirian, serta terdapat pendidikan tentang perkoperasian. Prinsip 5 C (Character, Capacity, Condition, Capital, Collateral) dalam Anjak Piutang di Koperasi Pandawa Dalam setiap proses pembiayaan di lembaga keuangan, prinsip 5 C (Character, Capacity, Condition, Capital, Collateral) ini telah dipakai selama puluhan tahun oleh pelaku lembaga keuangan. Di bawah ini penulis kemukakan prinsip 5 C yang ada pada mekanisme jasa anjak piutang pada Koperasi Pandawa. Karakter atau watak adalah unsur utama dalam hal pembiayaan atau kredit. Menurut Sitompul (2007), apabila debitur memiliki watak yang tidak jujur, tidak kapabel, tidak berintegritas, culas, curang, maka kredit atau pembiayaan bisa tidak diberikan tanpa perlu memperhatikan faktor-faktor lainnya. Dalam praktik anjak piutang di Koperasi Pandawa, unsur character (watak) menjadi hal yang utama pula bagi anggota atau nasabah untuk mendapatkan jasa anjak piutang. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Pak Sunari, Ketua Koperasi Pandawa: “Karena kita saling percaya dulu. Tapi namanya administrasi kan ada aturannya. Nah nanti ada verifikasi kedua dimana verifikasi kedua itu menentukan karena nggak boleh kita ini serta merta nerimo wong nakal (menerima orang nakal), meskipun pada dasarnya diampuni. Mengajak..ngajari wong iku jujur ambek awake dewe (mengajarkan orang itu jujur dengan dirinya sendiri).” Sementara itu tentang aspek Capacity (kapasitas/kemampuan) yaitu kemampuan dari seorang debitur dalam bidang usaha yang dihubungkan dengan pendidikannya serta kepahaman akan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintahan (Sitompul, 2007), tidak semua aspeknya menjadi prioritas. Hal yang diutamakan dalam aspek kapasitas ini ialah kemampuan dari anggota atau nasabah dalam memahami segala mekanisme yang ada dalam proses anjak piutangnya. Bagaimana berjalannya dari awal hingga akhir, situasi dan kondisi yang berlaku dalam anjak piutang di Koperasi Pandawa menjadi aspek utama. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Pak Sunari, Ketua Koperasi Pandawa:
“Status ini.. modal sosialnya dulu. Yang penting dia paham opo sih (apa sih) hidup berkoperasi? Karena selama iki (ini) orang..Koperasi (Pandawa) itu dianggap biasa seperti koperasi pada umumnya. Koperasi adalah hidup gotong royong..saling..saling percaya, saling merasa.” Kemudian tentang aspek Capital (modal) dalam praktik anjak piutang di Koperasi Pandawa, aspek modal tidak menjadi yang utama. Tidak dilihat calon anggota atau nasabah dari kekuatan finansial atau modalnya, sehingga siapapun orang yang memiliki modal berapa saja sepanjang ia memiliki karakter dan kapasitas dalam kepahaman hidup berkoperasi yang baik dan benar, maka dapat dipastikan ia akan diterima menjadi anggota koperasi dan dapat mengajukan jasa anjak piutang yang ada. Pak Sunari, Ketua Koperasi Pandawa, menjelaskan: “Yo (ya) aspek kemanusiaannya yang ditonjolkan, bukan semata aspek nominal (biaya)nya. Masio utange sepuluh miliar, lek sepuluh ewu gak duwe opo kate nagih (biarpun utangnya sepuluh miliar, kalau sepuluh ribu saja tidak punya bagaimana mau menagihnya)? Manusianya yang diutamakan. Nanti disitu orang akan merasa…ketemu salingnya di situ. Dengan kita memberi dia akan…ada timbal balik.” Setelah itu, aspek conditions (kondisi) lebih dalam maksudnya conditions of economic (kondisi ekonomi)-nya. Dalam praktik anjak piutang di Koperasi Pandawa, aspek kondisi tidak menjadi prioritas utama. Karena praktik anjak piutang ini mendahulukan aspek kemanusiaannya. Tolong-menolong dalam masalah keterjepitan utang menjadi tema utama hidup berkoperasi yang dilakukan Koperasi Pandawa. Sebagaimana diungkapkan oleh Pak Sunari selaku Ketua Koperasi Pandawa dan Pak Munawar selaku Pendamping Anggota Koperas Pandawa. Dan terakhir tentang aspek Collateral (jaminan) di Koperasi Pandawa, tidak utama. Karena sebagaimana penjelasan pada aspek-aspek di atas, khususnya economic (kondisi ekonomi), collateral (jaminan/agunan) milik anggota atau menjadi syarat utama apakah ia dapat diterima atau tidak. Lebih dalam Pak menerangkan:
pula menjadi bahan peritmbangan capital (modal) dan condition of nasabah Koperasi Pandawa tidak Sunari, Ketua Koperasi Pandawa
“Agunane (agunannya) saling percaya, Mas. Ojo sampek menungso iku (jangan sampai manusia itu) dibatasi kepercayannya hanya sebatas di formalitas atau dokumen. Dengan percaya sesama yang hidup kita itu percoyo ambek sing urip (percaya dengan yang hidup). Lek wes ora iso percoyo ambek sing urip, ora bakal iso percoyo karo sing urip (kalau tidak bisa percaya dengan yang hidup, tidak akan bisa percaya dengan yang hidup). Lhaa..baru saat kita bicara syariat ada tatanan, ada pengadministrasian.” Biaya Transaksi (Transaction Cost) dalam Anjak Piutang di Koperasi Pandawa Dalam penelitian ini, yang dilihat sebagai biaya transaksi adalah (i) biaya pencarian informasi (search of information), (ii) biaya pembuatan kontrak (formulation of contract), serta (iii) biaya pengawasan (controlling). Dalam praktik anjak piutang di Koperasi Pandawa, pencarian informasi ini dilakukan oleh calon anggota atau nasabah. Informasi yang dicari adalah seputar jasa anjak piutang yang ditawarkan oleh pihak koperasi. Penyebaran informasi akan jasa anjak piutang yang diselenggarakan oleh Koperasi Pandawa dilakukan melalui mulut ke mulut, bukan melalui media massa secara formal. Hal ini dilakukan demi menjaga agar terjadi kesesuaian hukum antara pihak koperasi dan anggota atau nasabah. Sebagaimana diungkapkan oleh Pak Sunari, Ketua Koperasi Pandawa: “Iya. Sekarang kalau kita ngobral informasi belum ada hubungan hukum kita nggak berani, karena bisa dikatakan provokasi. Jadi harus murni bahwa anggota yang membutuhkan kita, membutuhkan sistem ini, bukan koperasinya, (tapi) sistem.” Penyebarluasan informasi tentang anjak piutang di Koperasi Pandawa dilakukan oleh Pendamping Anggota Koperasi Pandawa kepada kerabat terdekat, keluarga atau tetangga terdekat. Hal ini dilakukan agar semua informasi yang diterima masyarakat dapat dipertanggungjawabkan kebenaran dan sumbernya. Sementara itu untuk biaya pembuatan kontrak dalam jasa anjak piutang di Koperasi Pandawa terjadi ketika anggota atau nasabah akan melakukan serangkaian proses pendaftaran. Negosiasi (tawar-menawar) tersebut terjadi antara anggota dan pendampingnya (pendamping dalam hal ini adalah Pendamping Anggota Koperasi Pandawa). Pihak Koperasi Pandawa memberikan kebebasan kepada Pendamping Anggota Koperasi Pandawa untuk
bertransaksi dan bernegosiasi dengan orang yang akan mendaftar sebagai anggota koperasi, sepanjang hal tersebut dilaporkan kepada para pengurus koperasi. Serta sepanjang yang bersangkutan mampu secara ekonomi. Ketika di lapangan ditemukan calon angota yang tak mampu secara ekonomi maka adalah kewajiban untuk ditolong jika yang bersangkutan meminta. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Pak Munawar, Pendamping Anggota Koperasi Pandawa: “Aturan tentu saja ada, teknis operasional secara keseluruhan ada. Tapi aturan-aturan tersebut tidak langsung dilakukan secara kaku. Karena kita melihat situasi, keadaan rakyat yang berbeda-beda. Beberapa yang mampu, dia harus memberikan kesanggupannya untuk membantu bagi yang tidak mampu. Jadi beberapa…tentu ada mekanisme tersendiri tentang pembebasan biaya dan sebagainya.” Dan untuk biaya pengawasan di Koperasi Pandawa, muncul saat pengawasan dilakukan oleh pihak anggota atau nasabah yang mengajukan jasa anjak piutang setelah terjadi pembuatan kontrak dan resmi menjadi anggota koperasi. Dimana setiap anggota dapat melakukan pengecekan kualitas dan kuantitas akan jasa anjak piutang yang diterimanya melalui pendampingnya (Pendamping Anggota Koperasi Pandawa) masing-masing. Sampai sejauh mana proses utang-utangnya ditangani dapat ditanyakan kepada pihak koperasi (pendamping) sehingga hal ini termasuk ke dalam pengawasan. Dari serangkaian proses pengecekan atau pengawasan itu tentu saja membutuhkan biaya yang tak sedikit yang musti dikeluarkan oleh anggota koperasi, antara lain waktu, tenaga, pikiran dan uang. E. KESIMPULAN DAN SARAN Dari penelitian mengenai identifikasi faktor-faktor potensi yang mempengaruhi keberlangsungan lembaga anjak piutang di Koperasi Pandawa ini, maka diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Fenomena keterlilitan akan utang yang didera oleh sebagian masyarakat hari ini menjadi fokus utama dari Koperasi Pandawa untuk melaksanakan kegiatan anjak piutang (factoring) sehingga pada 2014 dilakukan penguatan kelembagaan koperasi. Dari yang dulunya berbadan hukum sebagai koperasi serba usaha (KSU), kini menjadi koperasi kedaulatan rakyat (Koperasi Indonesia) yang menurut pengakuan pengurusnya badan hukum ini berlaku sepanjang dibutuhkan oleh masyarakat yang menjadi anggotanya, dimana tujuan dari kegiatan anjak piutang (factoring) ini menurut Koperasi Pandawa adalah untuk memberdayakan anggota sebagaimana ideologi Pancasila dan amanat konstitusi yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya Pasal 33 (Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial). 2. Keberadaan modal sosial pada Koperasi Pandawa terbukti mampu menunjang keberlangsungan Koperasi Pandawa sebagai lembaga penyedia jasa anjak piutang (factoring) sebagaimana dibuktikan dengan adanya (i) kepercayaan dari kedua belah pihak yang bisa dilihat dari rasa percaya nasabah yang timbul setelah terjadi komunikasi antara tiga hari sampai satu pekan dengan pihak koperasi dan rasa percaya dari koperasi pada nasabah dengan ditanggungnya utang nasabah berapapun besarnya (per 20 Januari 2016 total utang yang ditanggung Rp. 946 miliar; (ii) jaringan sosial yang bisa dilihat dari tempat tinggal nasabah koperasi yang tersebar di 86 kota/kabupaten di 10 provinsi yang ada di Indonesia; serta terdapat (iii) norma yang berlaku di Koperasi Pandawa yakni saling percaya, gotong-royong, kekeluargaa, ksatria dan bertanggung jawab. 3. Prinsip 5 C (Character [watak], Capacity [kemampuan], Condition [kondisi ekonomi], Capital [modal], Collateral [jaminan/agunan]) dalam proses penerimaan anggota atau nasabah jasa anjak piutang (factoring) di Koperasi Pandawa tidak semuanya diterapkan. Hanya ada dua prinsip saja yang diutamakan dalam seleksi anggota yakni character (watak), dimana anggota yang disetujui untuk dapat melakukan transaksi jasa anjak piutang (factoring) dimaksud diharuskan memiliki watak yang jujur, bertanggung jawab, memiliki rasa saling percaya, dan gotong royong; serta capacity (kemampuan), dimana kemampuan ialah lebih kepada aspek pengetahuan akan prinsip-prinsip hidup berkoperasi serta pengetahuan akan mekanisme anjak piutang yang akan dilakukan kedepannya di Koperasi Pandawa. Aspek condition (kondisi ekonomi), capital (modal), dan collateral (jaminan/agunan) tidak terlalu dipertimbangkan dalam penerimaan anggota di Koperasi Pandawa dalam kaitannya dengan jasa anjak piutang (factoring) dikarenakan hal utama yang ditonjolkan oleh Koperasi Pandawa adalah unsur kemanusiaan. 4. Biaya transaksi dalam penyelenggaraan jasa anjak piutang di Koperasi Pandawa terbagi menjadi tiga yakni biaya pencarian informasi (searching of information), biaya pembuatan kontrak (formulating of contract), dan biaya pengawasan (controlling). Terkait (i) biaya pencarian informasi (searching of information),
calon anggota atau nasabah yang ingin mengetahui tentang informasi seputar anjak piutang di Koperasi Pandawa harus terlebih dahulu menemui Pendamping Anggota Koperasi Pandawa yang memang bertugas untuk memberikan informasi dimaksud. Kemudian untuk (ii) biaya pembuatan kontrak (formulating of contract), anggota koperasi akan bernegosiasi terkait urusan utang-piutangnya dengan Pendamping Anggota Koperasi dimaksud termasuk didalamnya membahas perihal biaya anjak piutang yang harus ditanggung anggota. Terakhir (iii) untuk biaya pengawasan setiap anggota dapat melakukan pengecekan kualitas dan kuantitas akan jasa anjak piutang yang diterimanya melalui pendampingnya (Pendamping Anggota Koperasi Pandawa) masing-masing. Saran Dari studi yang telah dilaksanakan, berdasarkan dari studi lapangan langsung, pengamatan,dan temuan peneliti, serta pengetahuan sejauh yang dimiliki peneliti, maka direkomendasikan beberapa hal : 1. Terkait bentuk badan hukum Koperasi Pandawa yang menurut pengakuan dari pengurusnya sebagai koperasi sentral atau koperasi Indonesia, kiranya agar pihak Koperasi Pandawa harus terus melakukan koordinasi dengan pemerintah terkait dan Bank Indonesia selaku bank sentral agar terjadi kondisi perekonomian yang stabil serta tertibnya situasi sosial kemasyarakatan 2. Dari 5 (lima) prinsip dalam syarat pemberian pembiayaan atau kredit (Character [watak], Capacity [kemampuan], Condition [kondisi ekonomi], Capital [modal], Collateral [jaminan/agunan]), dimana dalam praktik anjak piutang pada Koperasi Pandawa hanya diutamakan 2 (dua) prinsip terdepan saja, semestinya harus dievaluasi. Karena prinsip 5 C tersebut telah terbukti puluhan tahun dapat meminimalisir terjadinya risiko yang bisa merugikan lembaga pembiayaan, maka patut kiranya Koperasi Pandawa juga memperhatikan atau menerapkan 3 (tiga) prinsip pembiayaan lainnya yaitu Condition [kondisi ekonomi], Capital [modal], Collateral [jaminan/agunan]) dalam proses penerimaan anggota kedepannya. 3. Kemudian untuk mengefisienkan biaya transaksi yang adan khususnya biaya pencarian informasi yang dikeluarkan oleh calon anggota maupun anggota, maka sebaiknya dilakukan publikasi melalui media massa oleh Koperasi Pandawa. Mengingat saat ini kita tengah memasuki era digital (peradaban internet) dimana informasi merupakan barang yang mudah untuk disebarkan melalui saluran informasi yang telah ada dan marak.
DAFTAR PUSTAKA Baswir, Revrisond. 2000. Koperasi Indonesia. Yogyakarta: BPFE-UGM. Bourdieu, Pierre. 1986. The Forms of Capital. Diterbitkan di Handbook of Theory and Research for Sociology of Education. New York : Greenwood. http://faculty.georgetown.edu/irvinem/theory/Bourdieu-Forms-ofCapital.pdf Diakses pada 9 Januari 2016 Coase, R. H. 1988. The Firm, The Market, and The Law. Chicago: University of Chicago Press. Coleman, James S. 1988. Social Capital in the Creation of Human Capital. The American Journal of Sociology, University of Chicago Press, Vol. 9 : S95-S120. http://www.jstor.org/stable/2780243 diakses pada 11 Januari 2016 Kementerian ESDM RI. 2009. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan. http://prokum.esdm.go.id/perpres/2009/Perpres%20No%209%20tahun%202009.pdf diakses pada 9 Desember 2015 Kementerian Keuangan RI. 2006. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan. http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fulltext/2006/84~PMK.012~2006Per.HTM diakses pada 9 Desember 2015 Kirchner, Christian dan Arnold Picot. 1987. Transaction Cost Analysis of Structural Changes in the Distribution System: Reflections on Institutional Developments in the Federal Republic of Germany. Journal of Institutional and Theoritical Economics, 143, hal. 62. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kolonial_kuh_perdata diakses pada 9 Desember 2015 Koperasi Pandawa. 2011. Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Koperasi Pandawa. Malang : Koperasi Pandawa Koperasi Pandawa. 2014. Ketetapan Pemberdayaan Berdasar Atas Ketuhanan Yang Maha Esa Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tatanan Sistem Sosial Ekonomi Pancasila. Malang : Koperasi Pandawa Koperasi Pandawa. 2014. Peraturan Pemberdayaan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Koperasi Pemberdayaan. Malang : Koperasi Pandawa
Mawardi M., J. 2007. Peranan Sosial Capital Dalam Pemberdayaan Masyarakat. Komunitas Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, Volume 3 Nomor 2. Nugraha, Muhammad Adi Cipta. 2014. Identifikasi Biaya Transaksi Dan Modal Sosial Untuk Menentukan Skema Kredit Yang Sesuai Untuk Sektor Pertanian (Studi Kasus Pada Usaha Tani Holtikultura Bumiaji, Batu). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB UB, Vol. 2, No. 2: Semester Genap 2013/2014. http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/1350/1245 diakses pada 9 Desember 2015 Pambudi, Nova Tri. 2014. Biaya Transaksi Dan Modal Sosial Antara Pedagang Dan Pemasok (Studi Pada Pedagang Sayur Di Pasar Blimbing – Kota Malang). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB UB, Vol. 2, No. 1: Semester Ganjil 2013/2014. http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/869 diakses pada 9 Desember 2015 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.43 tahun 1998 tentang Akuntansi Anjak Piutang. http://www.russellbedford.co.id/downloads/resources/64390_PSAK%2043%20Akuntansi%20Anjak%20 Piutang.pdf diakses pada 9 Desember 2015 Prasetya, Ferry. 2012. Modul Ekonomi Publik Bagian III: Teori Informasi Asimetris. Malang: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. http://ferryfebub.lecture.ub.ac.id/files/2013/01/Bagian-III-Teori-InformasiAsimetrisk.pdf diakses pada 10 November 2015 Suryana. 2010. Metodologi Penelitian : Model Praksis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia. http://file.upi.edu/Direktori/FPEB/PRODI._MANAJEMEN_FPEB/196006021986011SURYANA/FILE__7.pdf diakses pada 10 November 2015 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt4bc7daa1cf6bd diakses pada 9 Desember 2015