Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor Muhamad Lutfi Ramadhan1, Sevi Maulinadya Prawita1, Nanda Wening Fatmasari1, David Pinehas1, Daniel Adipradipto2 1
Tenkik Geofisika, FTTM, Institut Teknologi Bandung, Indonesia 2 Teknik Geologi, FITB, Institut Teknologi Bandung, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Bandung sebagai Ibukota Provinsi Jawa Barat memiliki populasi penduduk yang padat. Selain menyimpan banyak keindahan alam, Bandung juga dikenal memiliki potensi wisata yang menarik. Namun hal yang kurang diperhatikan adalah Bandung juga memiliki potensi bencana. Di Bandung terdapat suatu patahan aktif yang dikenal sebagai Sesar Lembang yang keberadaannya dekat pemukiman warga merupakan sebuah ancaman karena dapat memicu terjadinya bencana alam, yaitu gempa bumi dan longsor. Maka diperlukan suatu penelitian sebagai upaya mitigasi untuk mengurangi resiko bencana tersebut. Objek yang menjadi bahan penelitian adalah struktur dan perlapisan batuan di bawah permukaan bumi. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran metode geofisika, salah satunya yaitu Electrical Resistivity Tomography. Pada penelitian ini, pengukuran aktif dilakukan dengan menginjeksikan arus listrik dan mengukur beda potensial yang terjadi, kemudian nilai resistivitas dapat dihitung. Pengukuran dilakukan secara mapping (2D) pada hanging wall sesar. Berdasarkan variasi resistivitas yang diperoleh, ditemukan kontras nilai resistivitas secara lateral. Hal tersebut mengindikasikan adanya perbedaan litologi yang dibatasi oleh suatu bidang di bawah permukaan yang merupakan kemenerusan bidang patahan sesar. Selain itu, sebagai validasi dilakukan juga pengukuran sounding (1D) pada foot wall sesar untuk melihat korelasi litologi antara keduanya. Ditemukan kecocokan antara hanging wall dan foot wall sesar yang menunjukkan bahwa keduanya memiliki litologi dan perlapisan yang sama, namun terdeformasi akibat pergerakan sesar. Ini membuktikan keberadaan Sesar Lembang yang membawa ancaman, sehingga diperlukan upaya mitigasi lebih lanjut untuk mengurangi resiko bencana yang mungkin terjadi. Kata kunci: Metode Electrical Resistivity Tomography, mitigasi bencana, gempa bumi, longsor, Sesar Lembang.
Pendahuluan Bandung adalah salah satu kota di Indonesia dengan populasi penduduk yang cukup banyak, yakni mencapai sekitar 8 juta jiwa. Bagi kebanyakan orang, Bandung dikenal memiliki banyak lokasi yang dapat dijadikan potensi wisata, salah satunya adalah daerah Lembang di Kabupaten Bandung Barat. Tetapi di balik keberagaman wisata yang dimilikinya, Bandung juga sebenarnya rawan terhadap bencana yang mengancam, diantaranya gempa bumi dan longsor. Hal ini dikarenakan adanya Sesar Lembang.
Sesar Lembang merupakan patahan aktif yang terletak di daerah utara Bandung yang membentang sepanjang 29 km, dengan titik nol kilometer berada di daerah Padalarang dan memanjang ke arah timur hingga berada di antara Bukit Lonceng dan gunung Manglayang. Sesar ini dikategorikan sebagai sesar normal yang masih aktif bergerak dan diperkirakan menyimpan energi yang cukup besar. Jika sewaktu-waktu stress yang terakumulasi dilepaskan secara mendadak, maka dapat menimbulkan gempa besar yang dapat membahayakan penduduk sekitarnya. Pergerakannya juga sesekali dapat
menyebabkan gempa kecil.
munculnya
gempa-
Gambar 1. Sesar Lembang dengan gawir yang terjal ke arah utara
Selain itu, pergerakan sesar ini mengakibatkan batuan bagian utara sesar bergerak relatif turun sedangkan bagian selatan terangkat dan tersingkap di permukaan. Litologi Sesar Lembang yang didominasi lapisan tanah gambut dengan kemiringan lereng yang cukup terjal, disertai curah hujan yang tinggi pada musim hujan, membuatnya berpotensi menimbulkan longsor juga yang sewaktu-waktu dapat menimpa pemukiman penduduk. Kurangnya pengetahuan masyarakat sekitar Sesar Lembang mengenai keberadaan sesar ini dan potensi becana yang dimilikinya, serta daerah rawan bencana yang justru dijadikan tempat pemukiman meningkatkan resiko terjadinya bencana. Untuk itu diperlukan suatu upaya mitigasi untuk mengurangi resiko yang timbul akibat bencana tersebut. Kami melakukan penelitian dengan tujuan mengidentifikasi struktur bawah permukaan Sesar Lembang sehingga dapat ditentukan bidang patahan sesar yang berpotensi menjadi pusat terjadinya gempa. Kami melakukan pengukuran metode geofisika Electrical Resistivity Tomography atau pengukuran resistivitas secara 2D pada hanging wall sesar untuk mengidentifikasi struktur tersebut. Selain itu, kami juga menggunakan Vertical Electrical
Sounding (VES) atau pengukuran resistivitas secara 1D pada foot wall sesar sebagai validasi untuk melihat korelasi litologi antara keduanya dan membuktikan keberadaan sesar. Dasar Teori Metode geofisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah geolistrik. Geolistrik pada dasarnya adalah suatu metode eksplorasi untuk menyelidiki keadaan bawah permukaan dengan menggunakan sifat-sifat kelistrikan batuan, antara lain tahanan jenis atau resistivitas. Namun perlu diingat bahwa nilai resistivitas yang diperoleh dari pengukuran geolistrik bukan nilai resistivitas sebenarnya, melainkan nilai resistivitas semu atau apparent resistivity yang telah mendapat pengaruh dari batuan lain di sekitarnya.
Gambar 2. Nilai resistivitas batuan
Metode geolistrik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengukuran secara 2D (mapping) atau dikenal juga dengan Electrical Resistivity Tomography dan 1D (sounding) atau dikenal juga dengan Vertical Electrical Sounding. Electrical Resistivity Tomography Untuk mengidentifikasi keberadaan sesar, digunakan metode Electrical Resistivity Tomography
atau pengukuran resistivitas secara 2 dimensi (mapping). Metode ini dipilih karena sensitif terhadap perbedaan jenis batuan. Prinsip yang digunakan dalam metode ini adalah Hukum Ohm. 𝑅 = 𝑉. 𝐼 (1) Di mana R adalah hambatan (ohm), V adalah beda potensial (volt), dan I adalah arus listrik (ampere). Electrical Resistivity Tomography memanfaatkan perbedaan sifat resistivitas untuk membedakan jenis batuan. Arus listrik diinjeksikan ke bawah permukaan dengan dua elektroda dan diterima di dua elektroda lainnya sehingga didapatkan beda potensial antar elektroda. Sesuai dengan persamaan Hukum Ohm, dapat dihitung nilai hambatan atau resistansi batuan di bawah permukaan. Nilai resistivitas kemudian dapat ditentukan berdasarkan persamaan 𝜌 = 𝑘. 𝑅 di mana R adalah hambatan dan k adalah faktor geometri yang bergantung pada konfigurasi elektroda yang digunakan. Variasi nilai resistivitas yang diperoleh menggambarkan persebaran litologi batuan sehingga dapat diidentifikasi keberadaan bidang patahan Sesar Lembang. Pengukuran dilakukan pada hanging wall Sesar Lembang dengan konfigurasi dipoldipol. Spasi lateral diubah-ubah untuk memperoleh variasi lateral pada kedalaman yang berbeda. Hasil yang diperoleh adalah penampang yang menggambarkan persebaran nilai resistivitas batuan di bawah permukaan dalam 2 dimensi.
Gambar 3. Ilustrasi pengukruan Electrical Resistivity Tomography
Vertical Electrical Sounding
Selain pengukuran pada hanging wall, diperlukan juga pengukuran pada foot wall untuk mengkonfirmasi keberadaan sesar (memastikan bahwa dahulu foot wall dan hanging wall merupakan lapisan yang sama) dan mencari korelasi antara lapisan batuan pada hanging wall dan foot wall. Pengukuran yang dilakukan pada foot wall atau bagian atas sesar adalah pengukuran dengan metode Vertical Electrical Sounding (VES) secara 1D. Metode VES ini diterapkan agar didapatkan penetrasi yanag lebih dalam dengan konfigurasi Schlumberger. Pengukuran dilakukan pada satu titik tetap dengan spasi elektroda yang bervariasi. Hasil yang diperoleh berupa kurva nilai resistivitas sebagai fungsi spasi elektroda yang berubah terhadap kedalaman, sehingga didapat gambaran jumlah lapisan di bawah permukaan dengan ketebalan dan nilai resistivitas tertentu.
Gambar 4. Ilustrasi pengukuran Vertical Electrical Sounding
Metodologi Penelitian Secara umum penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan utama, diantaranya:
Gambar 5. Diagram alir penelitian
1) Studi Pendahuluan Studi pendahuluan dilakukan sebagai langkah awal untuk mengetahui kondisi umum objek penelitian. Tahapan ini meliputi penggalian informasi mengenai Sesar Lembang, seperti kondisi geologi dan singkapan, serta mencari rencana lokasi penelitian. Pada penelitian ini, studi pendahuluan dilakukan melalui studi literatur dan survei lapangan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan, ditemukan bahwa lokasi yang cocok untuk dijadikan tempat penelitian adalah daerah di Sesar Lembang bagian barat. Lokasi tersebut dekat dengan pemukiman penduduk dan restoran The Peak yang terletak di Desa Karyawangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat seperti ditunjukkan oleh gambar 6.
Gambar 6. Denah lokasi pengukuran
2) Perencanaan Perencanaan dilakukan agar penelitian berjalan dengan efektif, efisien, dan tepat sasaran. Perencanaan diawali dengan menentukan metode geofisika yang tepat untuk memperoleh objek target sesuai dengan hasil studi pendahuluan. Berdasarkan target yang diinginkan, yaitu bidang patahan sesar yang kemungkinan dicirikan dengan batas perbedaan litologi secara lateral sehingga mengakibatkan kontras nilai parameter fisis pada kedalaman 1050 meter, maka pengukuran metode geolistrik cocok untuk dilakukan.
Gambar 7. Sketsa Sesar Lembang pada lokasi pengukuran
Untuk mendeteksi bidang patahan Sesar Lembang yang ditunjukkan pada gambar 4, perlu dilakukan pengukuran secara mapping pada hanging wall sesar agar diperoleh penampang yang menggambarkan persebaran nilai resistivitas batuan secara 2 dimensi. Metode tersebut dikenal juga dengan Electrical Resistivity Tomography. Untuk mendesain survei dan menentukan parameter-parameter akuisisi yang akan digunakan seperti panjang lintasan, konfigurasi elektroda, spasi antar elektroda, dsb maka dilakukan forward modeling terlebih dahulu. Forward modelling atau pemodelan ke depan adalah proses memodelkan bumi berdasarkan kondisi sebenarnya di lapangan, untuk kemudian mendapatkan gambaran atau prediksi respon yang didapat dari hasil pengukuran.
Pada penelitian ini, forward modeling dilakukan menggunakan software Res2Dmod.
dilakukan juga simulasi pengukuran menggunakan software AGISSAdmin.
Gambar 9. Simulasi pengukuran
Gambar 8. Hasil forward modeling
Model bumi dibuat berdasarkan hasil studi pendahuluan. Lapisan paling atas adalah top soil dengan resistivitas 50 Ωm dan kedalaman 0-7,5 meter, diikuti lapisan sedimen batupasir dengan resistivitas 200 Ωm dan kedalaman bervariasi hingga 45 meter, kemudian lapisan tuf pasiran dengan resistivitas 1000 Ωm dan kedalaman seterusnya. Berdasarkan hasil forward modeling, untuk memperoleh target bidang patahan sesar yang diinginkan, konfigurasi elektroda yang sebaiknya digunakan adalah dipol-dipol. Pertimbangannya yaitu penetrasinya yang lebih dalam dibandingkan konfigurasi lain dan lebih sensitif terhadap perubahan bentuk. Selain itu, konfigurasi dipol-dipol relatif mudah pengoperasiannya di lapangan. Dengan menggunakan 14 buah elektroda, spasi elektroda (a) 11 meter dan panjang n bervariasi dari 1 sampai 11 sehingga panjang bentangan total 143 meter, diperoleh penetrasi kedalaman sekitar 26 meter dan itu cukup untuk meresolusi perbedaan nilai resistivitas secara lateral akibat perbedaan litologi karena keberadaan sesar. Selanjutnya
Dengan parameter pengukuran tersebut, akan diperoleh sebanyak 66 datum point. Selain pengukuran secara mapping pada hanging wall sesar, akuisisi data juga dilakukan pada foot wall sesar secara 1 dimensi yaitu dengan Vertical Electrical Sounding (VES) untuk memperoleh variasi perubahan resistivitas terhadap kedalaman. Konfigurasi elektroda yang digunakan adalah Schlumberger agar mendapatkan penetrasi yang lebih dalam, dengan pertambahan jarak AB/2 sebesar 2 meter dan MN/2 menyesuaikan (0,5-2 meter). 3) Akuisisi data Akuisisi data adalah tahap pengambilan data di lapangan. Akuisisi data dilakukan sesuai dengan desain survei yang telah direncanakan sebelumnya. Pengambilan data ERT dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2016. Lintasan pengukuran berada diantara lahan pertanian warga, dengan orientasi lintasan U-S tegak lurus terhadap struktur (jurus sesar) agar anomali dapat terbaca. Alat ukur yang digunakan saat pengambilan data adalah OYO McOHM dengan konfigurasi elektroda dipol-dipol. Parameter pengukuran dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter akuisisi ERT Parameter Jumlah Panjang Lintasan 143 m Jumlah Elektroda 14 buah Spasi antar Elektroda 11 m
Data pengukuran mapping (2D) diolah menggunakan software Res2Dinv sehingga menghasilkan penampang di bawah ini:
Gambar 12. Hasil pengolahan data ERT Gambar 10. Sketsa akuisisi data ERT
Pengambilan data VES dilakukan sehari setelahnya, yaitu pada tanggal 8 Oktober 2016. Lintasan pengukuran berada di tengah lahan perumahan warga, dengan orientasi lintasan U-S. Alat ukur yang digunakan saat pengambilan data adalah OYO McOHM dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Parameter pengukuran dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Parameter akuisisi VES Parameter Jumlah Panjang Lintasan 132 m Jumlah Elektroda 4 buah Spasi antar Elektroda 1-132 m Arus Spasi antar Elektroda 0,5-2 m Potensial
Gambar 11. Sketsa akuisisi data VES
4) Pengolahan data Setelah diperoleh data nilai resistivitas hasil pengukuran di lapangan, selanjutnya data diolah agar kemudian dapat diinterpretasi.
Hasil tersebut diperoleh lewat proses perhitungan inversi leastsquare dengan iterasi sebanyak 6 kali dan error RMS yang diperoleh sebesar 59,1%. Sedangkan data pengukuran sounding (1D) diolah menggunakan software IPI2Win sehingga menghasilkan kurva di bawah ini:
Gambar 13. Hasil pengolahan data VES
Hasil tersebut diperoleh dengan memplot data hasil pengukuran pada grafik log resistivitas terhadap log AB/2 kemudian membuat kurva yang sesuai dengan jumlah, ketebalan lapisan, dan nilai resistivitas tertentu. 5) Interpretasi Interpretasi dilakukan untuk membaca mendefinisikan arti dari hasil data yang diperoleh dari hasil akuisisi dan pengolahan ke dalam ke dalam bahasa geologi. Interpretasi dari hasil penelitian ini akan dibahas lebih lengkap pada bagian selanjutnya.
Pembahasan
bertambahnya kedalaman. Jumlah lapisan, ketebalan, dan nilai resistivitasnya dapat dilihat di Tabel 3. Tabel 3. Data lapisan hasil VES
Gambar 14. Interpretasi data ERT
Penampang persebaran resistivitas 2D didapat dari pengolahan data hasil pengukuran ERT pada hanging wall sesar (Gambar 1). Terlihat bahwa terdapat lapisan dengan resistivitas rendah pada kedalaman ±18 m dan anomali resistivitas tinggi pada kedalaman ±10 m di selatan dengan kemiringan ke arah utara penampang. Anomali kontras nilai resistivitas tersebut menunjukkan ketidakmenerusan lapisan horizontal yang disebabkan oleh perbedaan litologi akibat sesar. Bidang batas antara kedua nilai resistivitas mengindikasikan letak bidang sesar. Lapisan resistivitas rendah di atasnya diperkirakan lapisan top soil dan sedimen batupasir, sedangkan lapisan resistivitas tinggi di bawahnya merupakan endapan vulkanik seperti tuf pasiran yang resistif.
Berdasarkan nilai resistivitasnya, lapisan ke-3 merupakan lapisan sedimen yang mirip dengan lapisan sedimen pada hanging wall. Adapun lapisan ke-1 dan ke-2 pada foot wall dengan nilai resistivitas lebih tinggi kemungkinan merupakan sedimen yang telah mengalami proses kompaksi. Kemungkinan lain adalah lapisan dengan resistivitas lebih tinggi pada hanging wall telah tererosi sehingga tidak ditemukan lagi. Sedangkan lapisan ke-4 dengan resistivitas tinggi dianggap mirip dengan lapisan ke-2 pada hanging wall. Artinya terdapat korelasi antara litologi pada hanging wall dan foot wall yang menandakan bahwa dahulu keduanya merupakan suatu lapisan yang sama, kemudian terdeformasi akibat pergerakan sesar. Korelasi tersebut ditunjukkan oleh gambar.
Gambar 16. Korelasi hasil pengukuran ERT dan VES
Gambar 15. Interpretasi data ERT
Sedangkan model resistivitas 1D didapat dari pengolahan data hasil pengukuran VES pada foot wall sesar (Gambar 2). Pada model tersebut, nilai resistivitas cenderung turun seiring
Kesimpulan 1. Hasil pengolahan data ERT pada hanging wall sesar menunjukkan adanya batas kontras nilai resistivitas akibat perbedaan litologi secara lateral yang dianalogikan sebagai bidang patahan sesar. Bidang patahan tersebut terletak di bawah lokasi
pengukuran yang juga dekat dengan pemukiman warga. 2. Korelasi hasil pengolahan data ERT di hanging wall dan data VES di foot wall menunjukkan adanya korelasi litologi dan lapisan yang serupa, namun tidak menerus. Hal ini dikarenakan hanging wall dan foot wall sebelumnya merupakan lapisan yang sama, namun akibat pergerakan sesar terjadi pemisahan abtara hanging wall (di bawah) dan foot wall (di atas) sehingga terjadi ketidakmenerusan lapisan. Artinya telah divalidasi bahwa pada lokasi penelitian tersebut terdapat Sesar Lembang. 3. Lokasi Sesar Lembang yang berada dekat pemukiman dan berpotensi menimbulkan bencana seperti gempa bumi dan longsor dapat menjadi sebuah ancaman sehingga perlu dilakukan upaya mitigasi bencana lebih lanjut. Hasil penelitian ini dapat disosialisasikan kepada warga sekitar yang tinggal di daerah rawan bencana agar dapat meningkatkan taraf kewaspadaannya. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah setempat untuk membuat kebijakan sebagai upaya mitigasi yang dapat mengurangi resiko bencana, seperti membuat
peraturan untuk tidak mendirikan bangunan di dekat Sesar Lembang, membuat petunjuk jalur evakuasi jika terjadi bencana, memperkuat struktur bangunan pada daerah rawan bencana, dsb. Pustaka Hidayat, Edi. Analisis Morfotektonik Sesar Lembang, Jawa Barat. Kebumen: LIPI. Rasmid. 2014. Aktivitas Sesar Lembang Di Utara Cekungan Bandung. Bandung: BMKG Muljo, Agus, Faisal Helmi. 2007. Sesar Lembang dan Resiko Kegempaan. Bulletin of Scientific Contribution Vol.5 No.2 hal:94-98 www.bandungbaratkab.go.id (diakses 11 November 2016) Houghton Mifflin Company. The American Heritage. 2002. Houghton Mifflin Company. Ferry Rahman & Fahdi Maula (2014). "Mengenal Eksplorasi Geolistrik" Suhendra Vebrianto (2016). "Eksplorasi Metode Geolistrik: Resistivitas, Polarisasi Terinduksi, dan Potensial Diri". UB Press Malang