IDENTIFIKASI BEGOMOVIRUS INDONESIA PADA TOMAT DAN ANALISIS DIVERSITAS GENETIK GEN AV1 SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN TAHAN VIRUS
TRI JOKO SANTOSO
`
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Identifikasi Begomovirus
Indonesia Pada Tomat Dan Analisis Diversitas Genetik Gen AV1 serta Pemanfaatannya Untuk Pengembangan Tanaman Tahan Virus adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor,
November 2008
Tri Joko Santoso NRP A361040091
ii
ABSTRACT TRI JOKO SANTOSO. Identification of Indonesian Begomoviruses in Tomato and Genetic Diversity Analysis of AV1 Gene as well Its Use for Developing Virus Resistant Plant. Under directions of SUDARSONO, HAJRIAL ASWIDINNOOR, SRI HENDRASTUTI HIDAYAT, and MUHAMMAD HERMAN. Tomato (Lycopersicon esculentum, Mill) is one of the most important vegetables in Indonesia, both economically and nutritionally. Production, however, is severely hampered by a leaf curl disease caused by Tomato (yellow) leaf curl virus (TYLCV/ToLCV), one of members of the genus Begomovirus, the family Geminiviridae. Recently, there is no effectively way to control this disease. The use of resistant tomato plants is undoubtedly the best way to control Begomovirus. Genetic engineering technologies give the opportunity to develop transgenic tomatoes resistant to Begomovirus through pathogen derived resistance (PDR) approach. Begomovirus AV1 gene is a gene expressing coat protein which responsible for particle encapsidation and have a role in specivicity determinant of virus transmission and symptom developmment. The objectives of this research were (1) to detect Begomoviruses infecting tomato in several of tomato production areas of East Java, Central Java, Special Province of Jogjakarta and West Java by using PCR technique. (2) to analyze genetic diversity of Begomovirus isolates infecting tomato based on the PCR-RFLP technique, (3) to identify and analyze the genetic diversity of Begomovirus isolates infecting tomato based on nucleic acid and amino acid of AV1 gene, (4) to construct the AV1 gene of Begomovirus into pBI121 expression vector plasmid and generate tobacco transformants through A. tumefaciens-mediated transformation with AV1 gene cassette, (5) to obtain transgenic tobacco plants carrying AV1 gene and resistant to Begomovirus, (6) to generate tomato lines carrying resistance against Begomovirus (TYLCV) combined with resistance to CMV through conventional breeding program. The results of this research showed that the symptomed plants collected from several tomato production areas of East Java, Central Java, Special Province of Jogjakarta and West Java indicated that those plants have been infected by Begomovirus following PCR detection using a pair of degenerate primers. Phylogenetic analysis based on the PCR-RFLP technique showed that the eight Begomovirus isolates were divided into three different groups. Meanwhile, identity of nucleic and amino acid of AV1 gene among Begomoviruses indicated that the isolates determined in this research were Indonesian isolates of AYVV and phylogenetic analysis of the eight Begomovirus isolates based on the nucleotide and predicted amino acid sequence analysis of AV1 gene indicated they belonged into two different clades. In the experiments of genetic transformation, results of the experiments showed that (i) Indonesian Begomovirus AV1 gene was successfully amplified and inserted in pBI121 expression vector plasmid, (ii) tobacco transformants carrying kanamycin-resistant gene (nptII gene) were regenerated and established in glasshouse, (iii) there was a positive correlation between the presence of the AV1 gene in T0 generation putative transgenic tobacco plants and the resistant phenotype to Begomovirus, (iv) transgenic plants with a single copy integration of the transgene exhibited more resistant than the multiple copy one and non transgenic plant. The resistance phenotype of AV1 gene expression was indicated with no symptom in T0 generation putative
iii
transgenic tobacco plants and the accumulation of the virus in the transgenic plants tissue. Result of conventional breeding showed that F1-doublecross plants (crossing between F1-TYLCV and F1-CMV plants) revealed a resistant phenotype indicating integration of both two resistance genes in one plant has been occured following effication and PCR analysis. The resistant-doublecross F1 plants then were selected for the horticultural traits and subjected to performing the advanced breeding for developing Indonesian multiple virus resistance tomatoes. Keywords : Begomovirus, genetic diversity, PCR-RFLP technique, TYLCV, AV1 gene, genetic transformation, Nicotiana tabaccum, transgenic plant
iv
RINGKASAN TRI JOKO SANTOSO. Identifikasi Begomovirus Indonesia Pada Tomat dan Analisis Diversitas Genetik Gen AV1 serta Pemanfaatannya Untuk Pengembangan Tanaman Tahan Virus. Dibimbing oleh SUDARSONO, HAJRIAL ASWIDINNOOR, SRI HENDRASTUTI HIDAYAT, dan MUHAMMAD HERMAN. Tomat (Lycopersicon esculentum, Mill) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting di Indonesia, baik secara ekonomi atau kandungan nutrisinya. Produksi tomat sangat dipengaruhi oleh penyakit keriting daun yang disebabkan oleh Tomato (yellow) leaf curl virus (TYLCV/ToLCV), salah satu anggota dari genus Begomovirus, famili Geminiviridae. Pada saat ini, belum ada cara yang secara efektif mengendalikan penyakit ini. Penggunaan tanaman tomat tahan merupakan cara yang terbaik untuk mengendalikan Begomovirus. Teknik rekayasa genetik memberikan peluang untuk mengembangkan tomat transgenik tahan terhadap Begomovirus melalui pendekatan ketahanan yang berasal dari patogen (PDR). Gen AV1 dari Begomovirus merupakan gen yang mengekspresikan protein selubung yaitu suatu protein yang bertanggung jawab dalam enkapsidasi partikel virus dan berperan di dalam penentuan spesifisitas penularan virus dan perkembangan gejala. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mendeteksi Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat pada beberapa daerah area produksi tomat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Jogjakarta dan Jawa Barat menggunakan teknik PCR, (2) mempelajari keragaman genetik isolatisolat Begomovirus yang menginfeksi tomat dari beberapa area produksi di Indonesia berdasarkan teknik PCR-RFLP, (3) mengidentifikasi dan menganalisis diversitas Begomovirus yang berasosiasi dengan penyakit keriting daun pada tomat berdasarkan sekuen asam nukleat dan asam amino prediksi dari gen AV1, (4) untuk mendapatkan konstruksi gen AV1 pada vektor ekspresi dan transforman tembakau hasil transformasi genetik dengan gen AV1 menggunakan vektor bakteri A. tumefaciens, (5) untuk mendapatkan tanaman tembakau transgenik yang membawa gen AV1 dan tahan terhadap Begomovirus, (6) untuk mendapatkan galur-galur tanaman tomat yang tahan terhadap Begomovirus (TYLCV) yang dikombinasikan dengan ketahanan terhadap CMV. Deteksi Begomovirus dilakukan dengan mengamplifikasi genom Begomovirus dengan teknik PCR menggunakan sepasang primer degenerate yang universal (top primer) untuk Begomovirus yaitu primer PAL1v1978-F dan PAR1c715-R. Hasil percobaan menunjukkan bahwa sampel-sampel tanaman tomat sakit yang dikoleksi dari beberapa daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Jogjakarta dan Jawa Barat mengindikasikan adanya infeksi oleh Begomovirus setelah dideteksi menggunakan teknik PCR dengan primer universal. Infeksi Begomovirus ditunjukkan oleh adanya pita DNA hasil amplifikasi PCR yang berukuran 1500 bp. Frekuensi kejadian penyakit yang berasosiasi dengan Begomovirus bervariasi antara 0-100%. Frekuensi kejadian penyakit tertinggi (100%) terjadi di daerah Cibitung (Bogor) dan terendah (0%) terjadi di Pagerwangi (Lembang). Fragmen DNA berukuran 1500 bp produk amplifikasi PCR menggunakan
v
primer universal untuk Begomovirus dipotong dengan menggunakan empat macam enzim restriksi, yaitu DraI, EcoRI, RsaI dan PstI untuk melihat keragaman genetiknya. Pola pemotongan dengan enzim restriksi dari delapan isolat Begomovirus dan fragmen RFLP prediksi isolat Begomovirus dari DNA database GenBank digunakan untuk menentukan identitas genetik dan keragaman di antara isolat-isolat Begomovirus tersebut. Produk amplifikasi PCR yang dipotong dengan empat macam enzim restriksi mengindikasikan bahwa ada polimorfisme dari fragmen-fragmen DNA di antara 8 isolat Begomovirus yang berasal dari daerah-daerah di Jawa dan Sumatera tersebut. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa isolat-isolat Begomovirus terbagi menjadi 3 kelompok yang berbeda. Isolat-isolat Brastagi, Bogor, Sragen, Ketep dan Boyolali berkerabat dekat dengan Tomato Leaf Curl Virus-Java (ToLCV-Java) atau ToLCV-Java (A), isolat Malang dan Blitar berkerabat dekat dengan Ageratum Yellow Vein VirusChina (AYVV-China), sedangkan isolat Kaliurang berkerabat dengan Tomato Yellow Leaf Curl Virus-China (TYLCV-China) atau ToLCV-Laos. Amplifikasi PCR menggunakan asam nukleat total dan primer spesifik untuk gen AV1 Begomovirus, sekuensing secara langsung dari produk PCR, dan analisis sekuen asam nukleotida dan asam amino menggunakan BLAST telah dilakukan. Hasil dari percobaan adalah (i) adanya pita DNA hasil amplifikasi PCR membuktikan bahwa sampel-sampel tomat yang sakit terinfeksi oleh Begomovirus (ii) hasil analisis BLAST menggunakan sekuen nukelotida dan asam amino menunjukkan bahwa fragmen DNA hasil amplifikasi PCR adalah gen AV1 dari Begomovirus, (iii) identitas asam nukleat dan asam amino dari gen AV1 di antara isolat-isolat Begomovirus mengindikasikan bahwa isolat-isolat tersebut adalah isolat Ageratum yellow vein virus (AYVV) Indonesia, dan (iv) hasil analisis filogenetik mengindikasikan bahwa delapan isolat Begomovirus tersebut terbagi menjadi dua kelompok yang berbeda. Serangkaian tahapan untuk konstruksi gen AV1 Begomovirus juga telah dilakukan diantaranya adalah amplifikasi gen AV1 menggunakan primer spesifik, transformasi ke bakteri E. coli DH5α dan kloning gen tersebut ke vektor ekspresi pBI121. Transformasi genetik dilakukan dengan cara eksplan potongan daun tanaman tembakau yang ditumbuhkan secara in vitro ditransformasi melalui kokultivasi dengan A. tumefaciens yang mengandung konstruksi gen AV1. Hasil percobaan menunjukan bahwa gen AV1-Begomovirus berhasil diamplifikasi dan disisipkan ke dalam vektor ekspresi pBI121. Tanaman-tanaman tembakau hasil transformasi genetik dengan gen AV1 telah dihasilkan dan diaklimatisasi di rumah kaca dan diketahui telah membawa gen ketahanan terhadap kanamisin (gen nptII) dan gen AV1. Analisis molekuler dan uji keefektifan gen AV1 pada tanaman-tanaman tembakau transgenik putatif generasi T0 untuk mendapatkan ketahanan terhadap Begomovirus menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara keberadaan atau integrasi gen AV1 Begomovirus pada tanaman tembakau transgenik dengan fenotipe ketahanan terhadap infeksi virus. Integrasi gen AV1 yang bersifat kopi tunggal lebih tahan terhadap infeksi virus dibandingkan integrasi gen yang multi-kopi. Ketahanan yang diperoleh dari ekspresi gen AV1 Begomovirus diindikasikan dengan tidak adanya gejala dan akumulasi virus pada jaringan tanaman. Analisis hibridisasi Northern atau Western perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya akumulasi mRNA atau protein, sehingga
vi
mekanisme ketahanan yang terjadi dapat dijelaskan lebih detail. Pemuliaan konvensional dilakukan untuk mendapatkan galur-galur tomat yang tahan TYLCV (Begomovirus) yang dikombinasikan dengan ketahanan terhadap CMV. Materi tanaman yang digunakan dalam percobaan adalah tanaman generasi F1-TYLCV (hasil persilangan galur tahan dan rentan TYLCV) dan tanaman generasi F1-CMV (hasil persilangan galur rentan dan galur transgenik tahan CMV). Hasil percobaan menunjukkan bahwa bioasai tanaman-tanaman F1doublecross (F1DC-Intan/R8-110-11//FLA456/Intan dan F1DC-CL6046/R8-11011//FLA456/CL6046) dengan TYLCV diperoleh masing-masing 10 dan 9 tanaman yang menunjukkan fenotipe tahan. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman-tanaman F1-kombinasi tersebut telah membawa gen ketahanan terhadap TYLCV. Deteksi gen CP-CMV dengan teknik PCR mengindikasikan bahwa gen tersebut juga telah terbawa pada tanaman-tanaman F1-DC. Dengan demikian, pada penelitian ini telah diperoleh tanaman-tanaman F1-doublecross/F1-DC (hasil persilangan antara F1-TYLCV tahan dan F1-CMV tahan) yang memperlihatkan fenotipe yang tahan terhadap TYLCV dan membawa gen ketahanan terhadap CMV. Tanaman-tanaman F1-DC ini akan dijadikan sebagai materi untuk pengembangan varietas tomat tahan TYLCV dan CMV selanjutnya. Kata kunci: Tomat (Lycopersicon esculentum, Mill), Begomovirus, teknik PCRRFLP, gen AV1, TYLCV, keragaman genetik, transformasi genetik, tembakau (Nicotiana tabaccum), tanaman transgenik
vii
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
viii
IDENTIFIKASI BEGOMOVIRUS INDONESIA PADA TOMAT DAN ANALISIS DIVERSITAS GENETIK GEN AV1 SERTA PEMANFAATANNYA UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN TAHAN VIRUS
TRI JOKO SANTOSO
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Agronomi
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
ix
x
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Agus Purwito, MSc.Agr Dr. Ir. Ati Srie Duriat, APU (Profesor riset)
xi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Disertasi ini berjudul “Identifikasi Begomovirus Indonesia Pada Tomat dan Analisis Diversitas Genetik Gen AV1 serta Pemanfaatannya Untuk Pengembangan Tanaman Tahan Virus”. Disertasi ini memuat dua bab yang merupakan pengembangan dari naskah artikel yang diajukan ke jurnal ilmiah. Bab 4 berjudul “Identitas dan keragaman genetik Begomovirus yang berasosiasi dengan penyakit keriting pada tomat berdasarkan teknik PCR-RFLP” telah diterbitkan (AgroBiogen 4[1]: 9-7. April 2008). Bab 5 berjudul “Identity and sequence diversity of Begomovirus associated with yellow leaf curl disease of tomato in Indonesia” juga telah diterbitkan (Microbiology Indonesia 2[1]: 1-7. April 2008). Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Prof Dr Ir Sudarsono MSc selaku ketua komisi pembimbing, Dr Ir Hajrial Aswidinnoor MSc, Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat MSc dan Dr Muhammad Herman selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan dan penelitian di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr Ir Endang Nurhayati MS, Dr Ir Agus Purwito MSc dan Dr Ir Ati Srie Duriat, APU (Profesor Riset) selaku dosen penguji luar komisi pada ujian tertutup dan terbuka yang telah banyak memberi masukan dan saran. Di samping itu, penulis juga menyampaikan terima kasih yang tidak terkira kepada Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian dan Sekretaris Badan Litbang Pertanian atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah Pasca Sarjana, IPB. Demikian juga kepada pimpinan proyek USAID-ABSP II dan PTAAP II Badan Litbang Pertanian beserta staf yang telah membiayai sekolah ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Rektor IPB dan Ketua Program Studi Agronomi yang telah menerima penulis untuk menjadi mahasiawa program doktor dan atas bimbingan serta dorongan yang telah diberikan selama penulis menjalani masa studi. Penulis juga mengungkapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Bapak dan Ibu, Bapak dan Ibu mertua serta seluruh keluarga atas segala lantunan doa, jerih payah dan kasih sayangnya sehingga penulis mempunyai motivasi untuk menyelesaikan studi dan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan untuk istri tercinta dan anak-anak tersayang atas kesabaran dan ketabahan dalam mendampingi, memberi motivasi dan inspirasi selama penulis menempuh studi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan staf peneliti serta para teknisi yang tergabung dalam tim penelitian transformasi padi di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah memberi dukungan moril dan membantu dalam pelaksanaan penelitian. Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan tulisan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Maka dari itu, penulis sangat berharap adanya kritik dan saran dari pembaca demi sempurnanya tulisan ini. Semoga tulian karya ilmiah
xii
ini dapat bermanfaat di kemudian hari. Amien.
Bogor, November 2008
Tri Joko Santoso
xiii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten, Jawa Tengah, pada tanggal 19 Mei 1972 dari pasangan Bapak Ngadimin Hadi Sumarto dan Ibu Sri Natun sebagai anak kedua dari lima bersaudara. Pada tahun 2005 menikah dengan Atmitri Sisharmini MSi dan dikaruniai dua orang anak putri dan putra, Aulia Izzati Putri (2,5 tahun) dan Rais Arkan Nugraha (6 bulan). Pada tahun 1984 penulis menyelesaikan pendidikan SD di SDN II Meger, Ceper, Klaten kemudian melanjutkan ke SMPN I Ceper dan lulus pada tahun 1987. Pada tahun 1990 lulus dari SMAN I Klaten. Penulis memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta pada tahun 1995. Pada tahun 2004 memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Bioteknologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor melalui beasiswa pendidikan dan dana penelitian dari proyek ARMP II, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Pada tahun 2004 melanjutkan studi program Doktor (S3) dengan biaya dari proyek USAID-ABSP II dan PTAAP (Departemen Pertanian) pada program Studi Agronomi Institut Pertanian Bogor. Penulis saat ini bekerja sebagai staf peneliti di Kelompok Peneliti Biologi Molekuler, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB BIOGEN) Bogor, sejak tahun 1996 sampai sekarang.
xiv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL …………………………………………………......... xviii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xx DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xxiii I.
PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................... 1 Tujuan Penelitian ......................................................................... 6 Strategi dan Alur Penelitian .......................................................... 6
II.
TINJAUAN PUSTAKA Famili Geminiviridae ..................................................................... Karakterisasi molekuler dari Begomovirus ...................................... Keragaman genetik dari Begomovirus .......................................... Teknik deteksi dan identifikasi Begomovirus ................. .............. Pemuliaan konvensional untuk ketahanan terhadap Begomovirus .. Rekayasa genetik untuk ketahanan terhadap Begomovirus ............
9 12 14 15 17 18
III. DETEKSI BEGOMOVIRUS YANG MENGINFEKSI TOMAT MENGGUNAKAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Abstrak ........................................................................................... 20 Abstract ........................................................................................... 21 Pendahuluan .................................................................................. 22 Bahan dan Metode .......................................................................... 23 Hasil ............................................................................................... 26 Pembahasan ..................................................................................... 29 Simpulan ......................................................................................... 33 Daftar Pustaka ................................................................................ 34
IV. IDENTITAS DAN KERAGAMAN GENETIK BEGOMOVIRUS YANG BERASOSIASI DENGAN PENYAKIT KERITING PADA TOMAT BERDASARKAN TEKNIK PCR-RFLP Abstrak ........................................................................................... Abstract .......................................................................................... Pendahuluan .................................................................................. Bahan dan Metode ......................................................................... Hasil ............................................................................................... Pembahasan .. ................................................................................. Simpulan ........................................................................................ Daftar Pustaka ................................................................................
36 37 38 39 43 49 51 52
xv
V.
IDENTITY AND SEQUENCE DIVERSITY OF BEGOMOVIRUS ASSOCIATED WITH YELLOW LEAF CURL DISEASE OF TOMATO IN INDONESIA Abstrak ............................................................................................ 54 Abstract ........................................................................................... 55 Introduction ................................................................................... 56 Materials and Method ..................................................................... 57 Results .............................................................................................. 60 Discussions ..................................................................................... 66 Conclusion ....................................................................................... 67 References ....................................................................................... 68
VI. KONSTRUKSI GEN AVI BEGOMOVIRUS PADA VEKTOR EKSPRESI DAN INTRODUKSINYA KE TEMBAKAU MENGGUNAKAN Agrobacterium tumefaciens Abstrak ........................................................................................... Abstract .......................................................................................... Pendahuluan .................................................................................. Bahan dan Metode .......................................................................... Hasil ............................................................................................... Pembahasan .................................................................................... Simpulan ......................................................................................... Daftar Pustaka ................................................................................
70 71 72 74 79 86 88 89
VII. ANALISIS MOLEKULER DAN UJI KEEFEKTIFAN GEN AV1 PADA TANAMAN TEMBAKAU TRANSGENIK UNTUK KETAHAHAN TERHADAP BEGOMOVIRUS Abstrak ............................................................................................ Abstract ........................................................................................... Pendahuluan .................................................................................. Bahan dan Metode .......................................................................... Hasil ............................................................................................... Pembahasan .................................................................................... Simpulan ......................................................................................... Daftar Pustaka .................................................................................
91 92 93 95 97 104 107 107
VIII. PENDEKATAN KONVENSIONAL UNTUK KETAHANAN TOMAT TERHADAP BEGOMOVIRUS YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN KETAHANAN TERHADAP CMV Abstrak ........................................................................................... Abstract .......................................................................................... Pendahuluan .................................................................................. Bahan dan Metode ..........................................................................
109 110 111 113
xvi
Hasil ............................................................................................... 119 Pembahasan ..................................................................................... 126 Simpulan ......................................................................................... 130 Daftar Pustaka ................................................................................. 130
IX.
PEMBAHASAN UMUM ................................................................ 133
X.
SIMPULAN UMUM DAN SARAN .............................................. 140
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 142 LAMPIRAN .............................................................................................. 153
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Deskripsi gejala dominan pada tanaman tomat sakit yang ditemukan di beberapa lokasi pengambilan sampel .....................
27
Frekuensi kejadian penyakit yang disebabkan oleh infeksi Begomovirus dari beberapa lokasi pengambilan sampel ..............
29
Ukuran fragmen DNA yang dihasilkan dari pemotongan produk PCR dari 8 isolat Begomovirus dan prediksi RFLP isolat-isolat dari DNA database menggunakan enzim restriksi DraI, EcoRI, RsaI dan PstI .......
47
Isolate identity, observed symptoms on collected tomato samples, location of collected samples, and number of determined nucleic acid and predicted amino acid sequences based on the polymerase chain reaction amplified putative AV1 gene ……….………………………...
61
Percentages of sequence identities of AV1 gene among suspected Begomoviruses isolates determined in this research and three Begomoviruses available in the GenBank database ....................
63
Distance matrices (%) based on predicted AV1 gene amino acid sequences of suspected Begomoviruses isolates determined in this research, Ageratum yellow vein virus (AYVV), Soybean crinkle leaf virus (SCLV), Pepper leaf curl virus (PepLCV), Tomato leaf curl virus (ToLCV), and Cassava mosaic virus (CasMV) ........................................
64
Jumlah tunas dan planlet yang dihasilkan serta persentase tunas menjadi planlet pada transformasi genetik tembakau dengan gen AV1 Begomovirus melalui bantuan A. tumefaciens ....................
83
Deteksi PCR gen AV1 dan bioasai tanaman tembakau transgenik putatif generasi T0 dengan Begomovirus di rumah kaca ..................................... Kategori respon tanaman tembakau transgenik putatif setelah dianalisis PCR dan bioasai ..........................................................
100
Hubungan antara analisis PCR, bioasai, jumlah kopi dan keberadaan virus target dalam tanaman transgenik ......................
103
11.
Materi tanaman yang digunakan dalam penelitian .......................
113
12.
Skoring keparahan gejala pada tanaman yang terinfeksi
9.
10.
99
xviii
Begomovirus ......
114
13.
Skoring keparahan gejala pada tanaman yang terserang CMV .....
115
14.
Konfirmasi ketahanan tetua terhadap TYLCV melalui penularan dengan serangga vektor kutu kebul di rumah kaca ......................
119
Skrining beberapa galur tomat terhadap TYLCV melalui penularan dengan serangga vektor kutu kebul di rumah kaca ..................................
120
Skrining beberapa tanaman tomat terhadap CMV menggunakan penularan secara mekanis di rumah kaca .....................................
122
15.
16.
17. 18.
19
Berat benih yang dihasilkan dari masing-masing F1-silang ganda ......... Skrining tomat F1-IC-Intan/R8-110-11//FLA456/Intan (39) terhadap TYLCV melalui penularan dengan serangga vektor kutu kebul di rumah kaca ..................................................................... Skrining tomat F1IC-CL6046/R8-110-11//FLA456/CL6046 (38) terhadap TYLCV melalui penularan dengan serangga vektor kutu kebul di rumah kaca tanaman .......................................................
124
125
125
xix
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Diagram alur strategi penelitian dan keterkaitan antar percobaan dari selutruh kegiatan penelitian ........................................................
8
Taksonomi dari famili Geminiviridae: tipe spesies, organisasi genom, tanaman inang dan vektor serangganya. ...............................
9
Organisasi genom masing-masing genus dari famili Geminiviridae dan serangga vektor utamanya ..........................................................
11
Morfologi gejala pada tanaman tomat yang diduga terinfeksi oleh Begomovirus yang ditemukan di lapang ...........................................
26
Elektroforesis gel dari fragmen DNA hasil optimasi teknik amplifikasi PCR menggunakan primer universal untuk mendeteksi Begomovirus pada sampel koleksi Laboratorium Virologi, PS Proteksi Tanaman, IPB ....................................................................
27
Gel elektroforesis fragmen DNA produk amplifikasi PCR menggunakan primer universal untuk mendeteksi Begomovirus pada tanaman tomat sakit yang dikoleksi dari Malang dan Blitar .............
28
Tipe gejala pada tanaman tomat sakit yang ditemukan di daerah Pagerwangi, Lembang, Jawa Barat ....................................................
30
Tanaman tomat sakit yang diduga terinfeksi Begomovirus yang ditemukan di lapang ..........................................................................
43
Elektroforesis hasil amplifikasi PCR DNA Begomovirus pada sampel tanaman tomat menggunakan primer universal dari 8 daerah yang berbeda pada agarosa gel 1%. ...................................................
44
10. Elektroforesis fragmen DNA produk amplifikasi PCR dari genom Begomovirus yang dipotong dengan ensim restriksi (a) DraI (b) EcoRI (c) RsaI dan (d) PstI pada gel agarosa 1%. ............................
45
11. Dendrogram hasil analisis fragmen DNA restriksi dari isolat-isolat Begomovirus asal tomat dari 8 daerah yang berbeda menggunakan program NTSYSpc-21 ......................................................................
46
12. Dendrogram yang dihasilkan oleh analisis keragaman genetik berdasarkan fragmen situs restriksi dari isolat-isolat Begomovirus yang terdiri dari 8 isolat lokal Indonesia dan isolat-isolat dari database bank gen menggunakan program NTSYSpc-21. ................
48
13. Tomato plants exhibited various leaf-curl symptoms. Subsequent experiment indicated they were infected by Begomoviruses ..............
59
2. 3. 4. 5.
6.
7. 8.
9.
xx
14. Agarose gel electropherogram of polymerase chain reaction (PCR) amplified DNA fragments of putative AV1. The DNA fragments were amplified by PCR using AV1 specific primers and total nucleic acid of diseased tomato sample ….......................................
60
15. Alignment of partial amino acid sequences predicted from determine nucleotide sequences of AV1 gene of eight Begomovirus isolates determined in this research and seven Begomovirus isolates available from GenBank DNA database.............................................
62
16. Phylogenetic relationship based on predicted AV1 gene amino acid sequences of suspected Begomoviruses isolates determined in this research, and other Begomoviruses available in the GenBank DNA database……………............................................................................
65
17
Elektroforesis pada gel agarosa 1%. (a) produk amplifikasi gen AV1 dari dua isolat Begomovirus (CP 8 dan CP11) menggunakan primer spesifik CPPROTEIN-V1 dan CPPROTEIN-C1. (b) DNA plasmid rekombinan pCP8 (1-6) dan pCP11 (1-6) hasil isolasi dari koloni tunggal bakteri E. coli DH5α ………………………………………
79
18. Peta plasmid biner pBI121 yang membawa gen pelapor gus dan gen marker nptII pada struktur T-DNAnya .............................................
80
19. Elektroforesis fragmen gen AV1 yang dipotong dari vektor pGEM-T easy dan fragmen gen GUS dari vektor ekspresi pBI121 dengan enzim restriksi XbaI dan SacI pada gel agarosa 1%. AV1 = fragmen gen AV1 yang berukuran 780 bp; GUS = fragmen gen GUS yang berukuran 2000 bp ...........................................................................
81
20. Elektroforesis hasil verifikasi insersi fragmen gen AV1 dengan enzim restriksi XbaI dan SacI ...........................................................
82
21. Peta konstruksi plasmid biner pBI-CP yang membawa gen AV1 Begomovirus dengan promoter 35S-CaMV dan terminator nos, dan gen marker nptII pada struktur T-DNA ..........................................
82
22. Transformasi genetik tembakau dengan gen AV1 melalui vektor A. tumefaciens ......................................................................................
84
23. Elektroforesis gel hasil amplifikasi gen nptII pada 46 tanaman tembakau transgenik putatif generasi T0 menggunakan primer PCR spesifik. .............................................................................................
85
24. Deteksi PCR gen AV1 pada 46 tanaman tembakau transgenik putatif generasi T0 menggunakan primer spesifik ......................................
98
25. Bioasai tanaman tembakau transgenik menggunakan vektor serangga kutu kebul .........................................................................
100
xxi
26. Analisis hibridisasi Southern Blot pada sampel tanaman tembakau trasngenik putatif generasi T0 yang positif PCR dan 2 tanaman yang negatif PCR (no.10 & 20) dengan pelacak gen AV1 ..........................
102
27. Deteksi keberadaan Begomovirus dengan teknik PCR menggunakan primer universal pada tanaman tembakau transgenik generasi T0 setelah bioasai ..................................................................................
103
28. Skrining tanaman F1-TYLCV (F1 FLA456/Intan dan FLA456/CL6046) dengan TYLCV menggunakan vektor kutu kebul di rumah kaca .....................................................................................
121
29. Beberapa gejala tanaman F1-CMV setelah inokulasi dengan CMV ..
122
30. Amplifikasi gen CP pada tanaman generasi F1 Intan/R8-110-11; Varietas Intan; Air; Galur transgenik R8-110-11 menggunakan teknik PCR ……………………………………………...................
123
31. Amplifikasi gen CP-CMV pada tanaman generasi F1 CL6046/R8110-11; Varietas CL6046; Air; Galur transgenik R8-110-11 menggunakan teknik PCR ………………………………………..
123
32. Amplifikasi gen CP-CMV pada tanaman generasi F1IC-Intan/R8110-11//FLA456/Intan (39); Varietas Intan; Air; Galur transgenik R8-110-11(+) menggunakan teknik PCR ……………………….....
126
33. Amplifikasi gen CP-CMV pada tanaman generasi F1IC-CL6046/R8110-11//FLA456/CL6046 (38); Varietas CL6046; Air; Galur transgenik R8-110-11(+) menggunakan teknik PCR ……………...
126
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1.
Amplifikasi PCR dengan primer universal untuk mendeteksi Begomovirus pada tanaman tomat dari beberapa daerah ..............
153
2.
Komposisi Media Dasar Murashige and Skoog ..........................
154
3.
Deskripsi Varietas/Galur Tomat ...................................................
155
xxiii
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) adalah salah satu komoditas sayuran penting secara ekonomi yang dibudidayakan hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia. Komoditas ini mempunyai banyak fungsi di antaranya adalah bahwa buah tomat dapat berfungsi sebagai sayuran, buah meja, minuman, bahkan sebagai bahan kosmetik dan obat-obatan (Duriat 1996). Di bidang kesehatan, tomat merupakan salah satu komoditas yang mendapat perhatian besar karena selain kandungan vitamin dan mineral, tomat juga mengandung senyawa antioksidan yang bermanfaat untuk pencegahan penyakit kronis termasuk di antaranya adalah penyakit jantung koroner dan beberapa penyakit kanker (Weisburger 1998). Buah tomat kaya akan senyawa-senyawa karotenoid termasuk likopin (lycopene). Tomat juga termasuk dalam lima besar tanaman sayuran penting di Indonesia selain kubis, bawang putih, kacang kapri dan cabai. Produksi tomat pada tahun 2006 mencapai hampir 640.385 ton dengan produktifitas 11,74 ton/ha dan luas panen 54.527 ha (Deptan 2007). Infeksi virus daun (kuning) menggulung yang menyebabkan penyakit “keriting daun” pada tomat [Tomato (Yellow) Leaf Curl Virus, TYLCV/ToLCV] dari salah satu anggota genus Begomovirus (Famili Geminiviridae), adalah salah satu kendala biotik yang serius pada produksi tomat di seluruh dunia. Gejalagejala tanaman yang terinfeksi virus ini diantaranya adalah penghambatan pertumbuhan, daun menguning dan menggulung (keriting) serta tanaman menjadi kerdil. Virus ini dapat menginfeksi tanaman tomat baik pada tanaman muda atau tua yang ditanam di lapang terbuka atau di rumah kaca, dan menyebabkan kehilangan produksi yang dapat mencapai 100% apabila menginfeksi tanaman sewaktu masih muda. Virus ini telah ditemukan di beberapa negara tropik, subtropik dan mediterania seperti negara-negara di Timur Tengah, Eropa Barat Daya, Afrika, Asia Tenggara dan kepulauan Karibia (Green & Kalloo 1994; Czosnek & Laterrot 1997; Jones 2003), bahkan juga ditemukan di daerah dengan iklim temperate (Moriones & NavasCastillo 2000) yang kejadian penyakitnya berkisar antara 20 - 100% dan dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai 100% (Polston & Anderson 1997; Dellate 2005). Di Indonesia, serangan yang berat dari
virus ini dapat menginfeksi hampir 90-100% tanaman tomat dan mengakibatkan pengurangan hasil antara 50-100% (AVRDC Centerpoint newsletter – spring 2003 issue). Sudiono et al. (2001) melaporkan bahwa serangan virus daun kuning menggulung pada tanaman tomat di daerah Bogor dan sekitarnya mencapai 5070%. Usaha pengendalian penyakit keriting yang disebabkan infeksi TYLCV sampai saat ini masih sulit untuk dilakukan karena tidak ada pestisida yang dapat diaplikasikan secara langsung untuk mengontrol virus tersebut. Pengendalian biasanya dilakukan secara tidak langsung antara lain dengan mengurangi sumber inokulum dengan cara mencabut atau menghilangkan tanaman-tanaman yang telah menunjukkan gejala serangan virus, mengendalikan perkembangan serangga vektor, melakukan pergiliran tanaman, dan pemberantasan gulma yang dapat menjadi inang pembawa virus. Akan tetapi cara-cara pengendalian ini terkadang kurang efektif karena proses penularan virus ini dapat terjadi dengan cepat mengingat penularan virus ini dilakukan oleh serangga vektor. Penggunaan varietas tahan merupakan pilihan yang tepat untuk mengendalikan virus karena metode ini relatif lebih aman dan murah bila dibandingkan dengan metode pengendalian yang lain. Terdapat dua pendekatan utama untuk pengembangan ketahanan genetik terhadap virus yang tergantung pada sumber gen yang digunakan (Dasgupta et al. 2003). Gen ketahanan dapat berasal dari virus itu sendiri atau berasal dari sumber yang lain. Pendekatan pertama didasarkan pada konsep ketahanan yang berasal dari patogen (pathogen-derived resistance, PDR). Pendekatan PDR memanfaatan elemen genetik yang berupa gen utuh atau bagian gen dari genom virus kemudian diklon dan diintroduksikan ke tanaman, yang selanjutnya akan mempengaruhi satu atau beberapa tahap penting dalam siklus hidup virus. Pemanfaatan gen selubung protein (coat protein gene) (Vidya et al. 2000) merupakan salah satu contoh dari pendekatan PDR ini. Pendekatan yang kedua adalah ketahanan yang berasal bukan dari patogen (non pathogen-derived resistance), yang didasarkan pada pemanfaatan gen-gen ketahanan dari tanaman inang dan gen-gen lain yang bertanggungjawab untuk adaptasi dan respon tanaman inang terhadap serangan patogen, dan untuk memperoleh tanaman transgenik yang tahan terhadap virus
2
tersebut. Penggunaan pendekatan non-PDR, diantaranya dilakukan oleh Hanson et al. (2000). Meskipun tidak sepopuler pendekatan PDR, pendekatan non PDR memberikan harapan dan peluang yang besar untuk mengembangkan ketahanan yang bersifat durabel (dapat bertahan lama dan berkelanjutan) ketika dikombinasikan dengan pendekatan PDR. Galur-galur tomat hasil pemuliaan secara konvensional yang mempunyai ketahanan terhadap TYLCV (Begomovirus) telah dikembangkan oleh The Asian Vegetables Research and Development Center (AVRDC), Taiwan dan telah diuji serta terbukti efektif terhadap beberapa strain TYLCV Asia termasuk diantaranya Taiwan, India Selatan dan Thailand (AVRDC Centerpoint newsletter – spring 2003 issue). Galur-galur tomat yang tahan CMV juga telah dikembangkan oleh AVRDC melalui pendekatan rekayasa genetik menggunakan gen protein selubung (coat protein gene). Sampai sekarang ini, galur transgenik tahan CMV tersebut telah dievaluasi di lapang dan menunjukkan tingkat ketahanan yang memadai untuk mengendalikan infeksi virus. Melalui proyek kerjasama ABSP II yang didanai oleh USAID, persilangan antara tomat varietas Indonesia (Intan dan CL6046) dengan varietas tomat yang tahan TYLCV (FLA 456 dan FLA 478) atau varietas tomat transgenik tahan CMV (R7-110-11) telah dilakukan di AVRDC dan menghasilkan tanaman tomat generasi F1 dari masing-masing persilangan (tanaman F1-TYLCV dan F1-CMV). Tanaman tomat generasi F1-TYLCV dan F1-CMV tersebut kemudian didonasikan ke Indonesia (BB BIOGEN) sebagai materi untuk pengembangan tomat tahan multi-virus. Pendekatan konvensional untuk pengembangan varietas tahan virus memiliki beberapa keterbatasan. Di antaranya adalah sumber gen ketahanan belum ditemukan pada koleksi plasmanutfah tomat di Indonesia. Selain itu, kultivar tahan yang dihasilkan melalui pemuliaan konvensional dengan memanfaatkan gen-gen ketahanan dari kerabat liar akan cepat terpatahkan. Kondisi tersebut disebabkan perubahan dari virus yang cepat akibat adanya rekombinasi dan adanya variasi genetik yang tinggi dari virus. Kultivar tahan yang dihasilkan mungkin hanya spesifik untuk strain atau isolat tertentu. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan lain seperti pemanfaatan teknik rekayasa genetik untuk mengembangkan kultivar tomat tahan virus dengan durabilitas
3
ketahanan yang tinggi. Pemanfaatan teknik rekayasa genetik memberikan wahana baru bagi para pemulia tanaman untuk memperoleh gen baru yang lebih luas (Greenberg & Glick 1993). Di samping itu, munculnya teknik rekayasa genetik dapat mengatasi masalah inkompatibilitas dan linkage drag karena introgresi gen-gen penting dilakukan dengan mengintroduksikan gen secara langsung ke dalam genom tanaman. Sifat ketahanan tanaman terhadap beberapa cekaman biotik seperti misalnya gulma, virus, serangga dan mikroorganisme telah dapat diperbaiki dengan pendekatan ini. Demikian pula terhadap cekaman abiotik dan modifikasi kualitas dan kuantitas produk tanaman (Bennet 1993). Teknologi rekayasa genetik dapat digunakan sebagai mitra dan pelengkap teknik pemuliaan tanaman konvensional yang telah digunakan dengan sukses selama bertahun-tahun (Riazudin 1994). Suatu gen yang tidak terdapat pada suatu spesies tanaman tertentu dimungkinkan untuk dapat diperoleh dari organisme lain, seperti bakteri, virus, binatang dan tanaman lain dan dipindahkan ke tanaman (Herman 1996). Sebagai contoh gen penyandi protein selubung virus (virus coat protein gene), diisolasi dari virus untuk memperoleh resistensi non-konvensional terhadap virus. Gen ini digabungkan dengan suatu sekuen pengendali (promoter dan terminator) dan ditransformasikan ke dalam tanaman. Bila gen tersebut terekspresi ke dalam tanaman akan terjadi akumulasi protein pembungkus virus. Mekanisme resistensi ini berperan pada tingkat awal proses replikasi virus, dengan menghalangi proses replikasi secara tidak terkendali dari partikel virus (Aswidinnoor 1995). Mekanisme lain yang juga berperan di dalam ketahanan terhadap virus yang dikembangkan
melalui pendekatan
rekayasa
genetik
adalah
mekanisme
pembungkaman gen paska transkripsi (post transcriptional gene silencing) (Dasgupta et al. 2003). Berdasarkan informasi ini, perlu dilakukan pemanfaatan gen-gen Begomovirus untuk pengembangan varietas tahan. Di dalam pengembangan tanaman tomat tahan virus, adanya informasi tentang keragaman genetik virus akan dapat bermanfaat dalam hal pemilihan lokasi untuk pengujian (uji multi-lokasi). Selain itu, informasi mengenai suatu strain virus yang dominan menginfeksi tanaman tomat perlu diketahui sehingga dapat diambil langkah-langkah pengendaliannya. Isolat-isolat Begomovirus di
4
negara India dan Taiwan, telah berhasil diidentifikasi secara molekuler. Urutan DNA genom dari isolat-isolat tersebut telah dapat dibandingkan sehingga dapat diketahui tingkat kesamaannya (Zeidan et al. 1998). Kemajuan di bidang biologi molekuler telah menghadirkan beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi virus. Salah satu teknik molekuler yang banyak diaplikasikan adalah Polymerase Chain Reaction (PCR) karena teknik ini sangat sensitif dan spesifik untuk mendeteksi dan mengidentifikasi patogen-patogen tanaman. Selain itu, PCR dapat digunakan untuk mengetahui komposisi populasi patogen dan diversitas genetik virus (Rojas et al. 1993). Spesifisitas PCR didasarkan pada penggunaan primer-primer oligonukleotida yang komplementer dengan daerah yang mengapit sekuen DNA yang diamplifikasi. Deteksi virus dengan metode serologi mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah rendahnya titer dari antigen sehingga virus sulit untuk dideteksi, adanya reaksi silang antibodi dengan antigen heterolog dan adanya pengaruh pengaturan produksi antibodi oleh lingkungan dan tahap perkembangan dari tanaman. Sedangkan metode deteksi dengan PCR mempunyai keuntungan antara lain metode ini hanya membutuhkan sampel DNA yang sedikit yang dapat diperoleh dari jaringan tanaman yang segar, disimpan di lemari es atau bahkan jaringan yang telah kering. Selain itu deteksinya tidak dipengaruhi oleh tahap perkembangan tanaman dan faktor lingkungan. Teknik ini juga relatif lebih mudah untuk dilakukan dan memungkinkan untuk analisis sekuen (sequencing) berdasarkan fragmen produk PCR yang terbentuk. Di Indonesia, keragaman genetik Begomovirus pada tingkat molekuler (urutan basa DNA) belum banyak dilaporkan. Usaha identifikasi melalui teknik hibridisasi asam nukleat dan polymerase chain reaction (PCR) telah dirintis oleh beberapa peneliti (Hidayat et al. 1999; Aidawati et al. 2005). Namun demikian, informasi yang lebih mendetail mengenai urutan sekuen DNA dari Begomovirus yang mungkin berkaitan dengan sekuen-sekuen fungsional atau yang dapat menunjukkan adanya keragaman genetik di antara Begomovirus belum pernah dilakukan.
5
Tujuan Penelitian 1. Memperoleh informasi tentang adanya infeksi Begomovirus pada pertanaman tomat di beberapa daerah sentra produksi melalui deteksi menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dan menentukan identitas serta keragaman genetiknya berdasarkan teknik PCR-RFLP dan analisis sekuen nukleotida dan asam amino gen AV1. 2. Memperoleh klon gen AV1 Begomovirus pada vektor kloning dan mendapatkan konstruksi gen tersebut pada vektor ekspresi untuk digunakan dalam kegiatan transformasi genetik tanaman. 3. Mendapatkan tanaman-tanaman tembakau transgenik (sebagai tanaman model) yang membawa gen AV1 untuk mempelajari keefektifan gen tersebut dalam hubungannya dengan ketahanan terhadap Begomovirus. 4. Mendapatkan
galur-galur
tanaman
tomat
yang
tahan
terhadap
Begomovirus (TYLCV) yang dikombinasikan dengan ketahanan terhadap CMV melalui pendekatan konvensional
Strategi dan Alur Penelitian
Untuk dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas maka strategi penelitian yang dilakukan meliputi beberapa pendekatan, yaitu diantaranya adalah melakukan survei dan mengumpulkan tanaman tomat sakit atau bagiannya yang menunjukkan gejala-gejala spesifik terinfeksi oleh Begomovirus dari beberapa sentra produksi di Indonesia. Asam nukleat total dari jaringan tanaman tomat sakit diisolasi dan digunakan sebagai cetakan untuk amplifikasi DNA genom Begomovirus dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan menggunakan primer universal (top primer) untuk Begomovirus (Percobaan 1). Hal ini diharapkan akan diperoleh informasi tentang adanya kejadian penyakit akibat infeksi Begomovirus pada sentra-sentra produksi di beberapa daerah dan juga didapatkan isolat-isolat Begomovirus yang dapat digunakan untuk materi percobaan selanjutnya. Isolat-isolat Begomovirus yang menginfeksi tomat yang telah dikoleksi dari beberapa daerah sentra produksi tomat dianalisis diversitas atau keragaman
6
genetiknya untuk menentukan identitas dan hubungan kekerabatan antar isolat Begomovirus tersebut. Studi diversitas genetik dilakukan dengan melihat adanya perbedaan situs enzim restriksi dari masing-masing isolat Begomovirus berdasarkan teknik PCR-RFLP (Percobaan 2). Untuk mempelajari secara lebih detail adanya diversitas genetik di antara isolat Begomovirus, dilakukan analisis sekuen nukleotida dan asam amino dari gen AV1 yang merupakan gen yang mempunyai sekuen yang konservatif (conserved sequences) (Percobaan 3). Di samping informasi tentang keragaman genetik dari isolat-isolat Begomovirus yang menginfeksi tomat, dari penelitian 3 juga diharapkan dapat diperoleh identitas genetik Begomovirus Indonesia dengan Begomovirus yang ada di database DNA (GenBank). Upaya
untuk
mengendalikan
penyakit
yang
berasosiasi
dengan
Begomovirus dapat ditempuh dengan menggunakan varietas-varietas tomat yang tahan, maka pada penelitian disertasi ini dilakukan dua pendekatan yang berbeda untuk merakit tanaman tahan terhadap Begomovirus. Pertama, pendekatan nonkonvensional melalui teknik rekayasa genetik dengan menggunakan gen yang berasal dari Begomovirus itu sendiri, yang sering disebut dengan pathogenderived resistance (PDR). Untuk pendekatan ini dilakukan konstruksi gen AV1 Begomovirus (menyandikan protein selubung) pada vektor ekspresi dan konstruk gen AV1 diintroduksikan ke tanaman tembakau menggunakan vektor bakteri A. tumefaciens (Percobaan 4). Transformasi genetik tanaman tembakau (tanaman model) dengan gen AV1 dimaksudkan untuk mempelajari fungsi dan efektifitas gen AV1 sebelum diintroduksikan ke tanaman target. Tanaman-tanaman tembakau transgenik putatif yang dihasilkan pada penelitian 4 digunakan sebagai materi untuk analisis deteksi keberadaaan gen AV1 pada genom menggunakan teknik PCR dan Southern Blot serta untuk evaluasi keefektifan gen AV1 terhadap Begomovirus (Percobaan 5). Kedua, pendekatan konvensional dilakukan dengan memanfaatkan gen ketahanan terhadap TYCLV yang ada pada galur-galur dari AVRDC melalui persilangan dengan tomat-tomat Indonesia untuk mendapatkan tanaman tomat Indonesia yang tahan terhadap TYLCV (Begomovirus) (Percobaan 6). Untuk memudahkan pemahaman terhadap strategi penelitian yang digunakan maka dibuat diagram alur penelitian (Gambar 1).
7
Koleksi tanaman tomat terinfeksi Begomovirus Deteksi Begomovirus yang menginfeksi tomat (Percobaan 1)
Amplifikasi PCR DNA Begomovirus dengan primer universal (top primer)
Amplifikasi PCR DNA Begomovirus dengan primer spesifik gen AV1
Pemotongan produk PCR dengan enzim restriksi
Analisis sekuen produk PCR berdasarkan primer gen AV1
Analisis keragaman genetik Begomovirus berdasarkan teknik PCR-RFLP (Percobaan 2)
Analisis keragaman genetik Begomovirus berdasarkan sekuen gen AV1 (Percobaan 3)
Gen AV1 dari isolat Begomovirus terpilih Konstruksi, introduksi gen AV1 pada tanaman model tembakau dan analisis molekuler serta bioasai (Percobaan 4 & 5)
TOMAT TAHAN BEGOMOVIRUS
Galur F1-TYLCV® (+ CMV®)
Persilangan untuk mendapatkan galur TYLCV® dikombinasikan dg CMV® (Percobaan 6) Galur F1-TYLCV®
TYLCV® X Galur tomat rentan
Galur F1-CMV®
Galur tomat rentan X CMV®
Gambar 1 Diagram alur strategi penelitian dan keterkaitan antar percobaan dari seluruh kegiatan penelitian
8
II. TINJAUAN PUSTAKA Famili Geminiviridae Geminivirus merupakan salah satu kelompok virus tanaman terbesar dan penting yang meliputi virus-virus yang menginfeksi sejumlah spesies tanaman baik monokotil atau dikotil. Geminivirus ini secara struktural mempunyai morfologi berupa partikel virion isometrik kembar yang selalu berpasangan (twinned-geminate) yang berukuran sekitar 18-30 nm dan secara genetik mempunyai sebuah DNA genom yang terdiri dari satu atau dua molekul DNA berutas tunggal (ssDNA) yang berbentuk sirkuler (Gutierrez 2000). Taksonomi dari famili Geminiviridae terdiri dari empat genus yaitu Mastrevirus, Curtovirus, Topocuvirus dan Begomovirus (van Regenmortel et al. 1999) yang dibedakan berdasarkan organisasi genetik, tanaman inang dan vektor yang menginfeksi (Gambar 2). Organisasi genetik dari masing-masing genus dari famili Geminiviridae berbeda satu sama lain (Gambar 3).
(Ribeiro 2006)
Whitefly
Gambar 2 Taksonomi dari famili Geminiviridae: tipe spesies, organisasi genom, tanaman inang dan vektor serangganya. BeYDN: Bean yellow dwarf virus, TYDN: Tobacco yellow dwarf virus
9
Mastrevirus mempunyai sebuah genom monopartit, terdiri dari sebuah DNA utas tunggal berbentuk sirkuler (circular ssDNA) dengan ukuran sekitar 2,6 – 2,8 kb. Kelompok virus ini biasanya menginfeksi tanaman monokotil dan ditularkan oleh kutu daun (leafhoppers, Hemiptera dari famili Cicadellidae) dengan cara persisten, sirkulatif dan non-propagatif. Genom dari genus ini mengkodekan empat protein: dua pada utas v-sense (movement protein, MP dan capsid protein, CP) dan dua pada utas c-sense (RepA dan Rep). Genus ini banyak ditemukan di Afrika dan termasuk dalam genus ini adalah Maize streak virus (MSV) dan Wheat dwarf virus (Agrios 1997; van Regenmortel et al. 1999; Gutierrez 2000). Curtovirus mempunyai sebuah genom monopartit dan ditularkan oleh kutu daun (leafhopper) dengan cara persisten, sirkulatif dan non-propagatif. Virus ini menginfeksi tanaman dikotil. Protein selubungnya lebih mirip dengan protein selubung dari genus Mastrevirus, akan tetapi ssDNA tunggalnya diorganisasi lebih mirip dengan DNA A bipartit dari genus Begomovirus. Di samping menyandikan movement protein (MP) dan coat protein (CP), genom dari genus ini juga menyandikan protein (V2) pada utas v-sense-nya sedangkan empat protein dikodekan pada utas c-sense. Protein-protein tersebut adalah Rep, Rep yang homolog pada genus mastrevirus, protein C2, REn (Replication enhancer protein) dan protein C4. Virus yang termasuk dalam genus ini adalah beet curly top virus (BCTV). Genus ini kebanyakan ditemukan di India, Amerika dan negara-negara Mediterania (van Regenmortel et al. 1999). Genus Topocuvirus sebenarnya hampir mirip dengan Curtovirus dan hanya dibedakan dalam famili vektor yang menularkan. Virus dari genus ini ditularkan oleh treehopper (Hemiptera: Micrutalis malleifera) dan bukan kutu daun dan menginfeksi tanaman dikotil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genus ini merupakan hasil rekombinasi dengan virus lain dari genus yang berbeda (Briddon et al. 1996). Virus dari genus ini pertama kali ditemukan di Florida (Stoner & Hogan 1950). Genom dari virus genus ini adalah berukuran sekitar 2861 nukleotida dan mengkodekan 6 protein yang mirip dengan Curtovirus (Briddon et al. 1996). Hanya satu virus yang termasuk dalam genus ini yaitu Tomato pseudo-curly top virus.
10
Gambar 3 Organisasi genom masing-masing genus dari famili Geminiviridae dan serangga vektor utamanya. MSV=Maize streak virus, BCTV=Beet curly top virus, TPCTV=Tomato pseudo-curly top virus, TGMV=Tomato golden mosaic virus, TYLCV=Tomato yellow leaf curl virus
11
Genus Begomovirus meliputi virus-virus yang menginfeksi tanaman dikotil. Genus ini terdiri dari virus-virus dengan genom bipartit yang mempunyai gen-gen yang terletak pada dua molekul DNA utas tunggal sirkuler yang berbeda (DNA A dan DNA B dengan ukuran masing-masig 2,6-2,8 kb)) atau monopartit dengan semua gen-nya terletak pada satu DNA utas tunggal sirkuler (2,8 kb). Begomovirus ini ditularkan oleh serangga kutu kebul (whiteflies) dari genus Bemisia dengan sifat penularan persisten, sirkulatif dan non-propagatif. Komponen DNA A dan DNA B mengandung gen-gen yang menyandikan protein pada utas sense virus (v-sense) dan utas sense komplementer (c-sense). Komponen DNA A mengandung satu gen (AV1) pada v-sense dan 3 gen (AC1, AC2, dan AC3) pada c-sense. Pada komponen DNA B mempunyai satu gen (BV1) pada v-sense dan satu gen (BC1) pada c-sense. Produk protein dari gen BV1 ditempatkan pada inti sel dan berfungsi mengikat DNA, sehingga genom virus yang baru dibentuk dapat dipindahkan ke sitoplasma. Produk protein BC1 ditempatkan pada dinding sel dan membran seluler, dan berfungsi untuk meningkatkan kerja eksklusif dari plasmodesmata dalam pergerakan virus dari sel ke sel. Kedua movement protein ini berhubungan dalam penentuan kisaran inang virus, namum hanya gen BC1 yang berperan dalam menentukan keparahan gejala dan patogenisitas pada Begomovirus. Contoh virus yang termasuk kelompok ini adalah Bean golden mosaic virus (BGMV) dan Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) (van Regenmortel et al. 1999).
Karakteristik molekuler dari Begomovirus
Genom dari Begomovirus dapat berupa monopartite (Mediterania, Amerika Tengah dan Utara, serta sebagian negara di Asia) atau bipartit (Thailand) (Fauquet et al. 2003; Fauquet & Stanley 2003). Genom bipartit Begomovirus terdiri dari 2 komponen ssDNA (DNA A dan DNA B) dengan ukuran hampir sama. Urutan nukleotida DNA A dan DNA B adalah cukup berbeda, kecuali untuk “common region” pendek berukuran sekitar 200 nukleotida yang sangat mirip. Daerah tersebut meliputi sebuah struktur stem-loop yang mengandung nanonukleotida TAATATTAC, yang merupakan sekuen konservatif pada genom
12
dari keempat genus geminivirus dan meliputi sekuen origin untuk replikasi rolling circle (Horrison & Robinson 2002; Zhou et al. 2003). Genom Begomovirus mengkodekan 6 open reading frame (ORF) yang saling tumpang tindih secara parsial (V1,V2, C1, C2, C3, dan C4) dan transkripsi gen-gen dari Begomovirus terjadi dalam 2 arah pada kedua komponen transkripsi dari genom yang dipisahkan oleh daerah intergenik (Rybicki et al. 2000). Protein-protein yang disandikan oleh genus Begomovirus adalah: -
Protein selubung (capsid protein, CP), ORF V1; yang digunakan untuk menyelubungi genom dan juga sangat penting untuk penyebaran virus (Briddon et al. 1989). CP dan pre-CP (V2) juga penting untuk pergerakan lokal atau sistemik yaitu untuk pergerakan keluar masuk genom virus dari inti sel inang (Gafni & Epel 2002). Komponen AV1 juga berperan dalam melindungi ssDNA virus dan penularan oleh serangga vektor. Protein ini juga penting untuk perpindahan virus ketika masuk ke dalam sistem pencernaan serangga kutu kebul untuk melindungi partikel virus dari degradasi (Morin et al. 2000).
-
Protein yang berhubungan dengan replikasi (replication-associated protein, Rep), ORF C1; merupakan protein yang hanya terlibat dalam proses replikasi virus (Desbiez et al. 1995).
-
Protein untuk aktivasi transkripsi (transcriptional activator protein), ORF C2; protein yang terlibat dalam pengaktifan transkripsi dari promoter protein selubung. Protein ini ditemukan terlokalisasi pada inti dan berperan dalam patogenisitas virus (van Wezel et al. 2001).
-
Protein untuk meningkatkan replikasi (replication enhancer protein), ORF C3; protein ini berinteraksi dengan protein C1 dan meningkatkan akumulasi DNA virus (HanleyBowdoin et al. 2000)
-
Protein C4 merupakan protein yang penting untuk penentu gejala dan terlibat dalam inisiasi pembelahan sel (Krake et al. 1998). Protein C4 mungkin berinteraksi dengan ORF RepC1 dan mematahkan mekanisme pertahanan tanaman (van Wezel et al. 2002).
-
Produk protein yang disandikan oleh pre-CP (V2/MP) dan ORF C4 diduga terlibat dalam pergerakan DNA virus dari sel ke sel (Rojas et al. 2001).
13
DNA A dari spesies bipartit mempunyai susunan yang hampir sama dengan genom dari Begomovirus monopartit. Untuk Begomovirus bipartit Dunia Baru, komponen DNA A tidak mempunyai gen AV2. Komponen DNA B menyandikan BV1 dan BC1, protein-protein yang penting untuk pergerakan virus dari sel ke sel dan untuk infeksi sistemik (Sanderfoot et al. 1996), dan dapat mempengaruhi kisaran inang (Ingham et al. 1995). Meskipun tidak secara langsung terlibat dalam interaksi dengan vektor kutu kebul, sekuen DNA B mempengaruhi efisiensi akuisisi virus oleh serangga dengan menentukan lokasi Begomovirus pada jaringan tanaman (Liu et al. 1997). Infeksi Begomovirus ini telah terjadi pada beberapa tanaman penting seperti kacang-kacangan, mentimun, tomat, cabai dan ubikayu pada daerah tropis dan sub-tropis serta beberapa rumput (Roye et al. 1997; Ambrozevicius et al. 2002). Di beberapa negara di Timur Tengah, Eropa Barat Daya, Afrika Tropis, Asia Timur dan Tenggara dan Australia, Begomovirus yang menyerang tanaman tomat adalah Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) atau Tomato leaf curl virus (ToLCV) (Zeidan et al. 1998). Sedikitnya 17 Begomovirus telah dilaporkan menginfeksi tomat di daerah Amerika dan Karibia, seperti misalnya Texas pepper virus, TYLCV, ToMoV, TGMV, Tomato yellow mosaic virus dan lain-lain. Begomovirus ditularkan oleh serangga vektor kutu kebul (Bemisia tabaci, ordo Hemiptera, famili Aleyrodidae) dengan cara persisten sirkulatif (Idris et al. 2001; Brown & Czosnek 2002). Periode makan akuisisi dan inokulasi minimumnya telah banyak dilaporkan untuk banyak Begomovirus dan pada umumnya masing-masing adalah 10-60 menit dan 10-30 menit (Idris & Brown 1998; Brown & Czosnek 2002). Periode laten virus ini di dalam vektornya lebih dari 20 jam. Virus dapat bertahan di dalam vektor selama lebih dari 20 hari namun tidak sepanjang masa hidup kutu kebul. Virus tersebut dapat dibawa oleh serangga pada tahapan larva atau dewasa namun tidak diturunkan ke keturunannya.
Keragaman genetik dari Begomovirus Begomovirus saat ini telah mendapat perhatian yang cukup serius. Beberapa alasan yang mendasari hal ini adalah antara lain bahwa Begomovirus telah menyebabkan penyakit yang berdampak pada aspek sosial dan ekonomi
14
(Harrison & Robinson 1999; Morales & Anderson 2001); pemanfaatannya sebagai vektor dan induser pembungkaman gen (Atkinson et al. 1998; Kjemtrup et al. 1998); dan kontribusinya sebagai model untuk mempelajari mekanisme pergerakan makromolekul secara intraseluler dan interseluler (Rojas et al. 1998; Gutierrez 1999; Lazarowitz 1999). Di samping itu, perhatian yang serius terhadap kelompok virus ini dikarenakan oleh munculnya strain-starin Begomovirus baru melalui rekombinasi dan pseudo-rekombinasi di antara strain dan/atau spesies pada berbagai tanaman, peran dari komponen DNA-β seperti satelit virus dan penemuan adanya integrasi sekuen Begomovirus ke dalam genom tanaman seperti pada spesies Nicotiana (Navas-Castillo et al. 2000; Saunders et al. 2000; Harper et al. 2002; Ribeiro et al. 2002). Penemuan-penemuan ini mengindikasikan bahwa rekombinasi telah berkontribusi terhadap keragaman genetik dari Begomovirus dan terhadap munculnya varian-varian dan spesies virus baru. Adanya infeksi yang bersamaan (mixed infection) dari dua atau lebih Begomovirus pada satu tanaman juga merupakan aspek yang penting dalam memunculkan keragaman genetik dari Begomovirus. Hal ini disebabkan karena infeksi yang bersamaan memberikan prekondisi untuk terjadi rekombinasi yang dapat memunculkan strain virus baru yang lebih ganas atau spesies Begomovirus yang baru (Sanz et al. 2000; Ribeiro et al. 2003). Beberapa peneliti telah mempelajari adanya keragaman genetik dari Begomovirus, diantaranya adalah keragaman genetik Begomovirus yang menginfeksi kedelai, kacang-kacangan dan rumput-rumputan (Rodriguez-Pardina et al. 2006), keragaman genetik pada infeksi campuran dari Begomovirus yang menginfeksi tomat, cabai dan ketimun (Ala-Poikela et al. 2005; Ambrozevicious et al. 2002), dan pada ubikayu (Bull et al. 2006).
Teknik deteksi dan identifikasi Begomovirus Beberapa teknik telah digunakan untuk mendeteksi keberadaan dan akumulasinya pada jaringan tanaman Begomovirus. Metode serologi atau immunoasai seperti enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) telah menjadi cara yang rutin digunakan untuk deteksi dan diagnosis Begomovirus. ELISA
15
menggunakan antiserum yang disiapkan untuk mendeteksi virus tertentu. Antiserum dengan bantuan bufer alkalin digunakan pada plate plastik mikrotiter untuk menguji sap tanaman yang terinfeksi virus. Di antara jenis teknik ELISA adalah double antibody sandwich-ELISA (DAS-ELISA) dan triple antibody sandwich-ELISA
(TAS-ELISA).
Nono-Womdim
&
Atibalentja
(1993)
menggunakan DAS-ELISA untuk mengidentifikasi PVMV pada cabai (Capsicum annuum). TAS-ELISA menggunakan monoklonal antibodi untuk mendeteksi virus, seperti Begomovirus pada tomat (Credi et al. 1989; Pico et al. 1999). Teknik ELISA ini relatif lebih murah khususnya apabila antiserum dapat diproduksi secara lokal dan juga cukup memadai untuk diagnosa virus. Namun demikian, metode deteksi serologi mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah rendahnya titer dari antigen, adanya reaksi silang antibodi dengan antigen heterolog dan adanya pengaruh pengaturan produksi antibodi oleh lingkungan dan tahap perkembangan (Harrison 1991; Pico et al. 1999). Teknik PCR adalah sebuah teknik molekuler yang sangat sensitif dan spesifik untuk deteksi dan identifikasi patogen tanaman (Rojas et al. 1993), dan teknik tersebut dapat digunakan untuk mempelajari dengan akurat komposisi populasi patogen dan keragaman genetik virus (Gilbertson et al. 1991; Robertson et al. 1991). Kespesifikan dari teknik PCR didasarkan pada penggunaan primerprimer oligonukleotida yang komplementer dengan daerah yang diapit pada sekuen DNA yang diamplifikasi. Karena PCR mengamplifikasi asam nukleotida, teknik ini sangat bermanfaat untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh metode deteksi serologi, seperti rendahnya jumlah antigen, reaksi silang dari antibodi dengan antigen-entigen heterolog dan regulasi produksi antigen yang dipengaruhi oleh tahap perkembangan atau lingkungan. Selain itu, dengan teknik PCR, jumlah sampel DNA yang sedikit dari sampel tanaman yang segar, atau disimpan dilemari es serta kering dapat digunakan untuk analisis PCR. Metode PCR telah digunakan untuk mendeteksi dan menentukan variabilitas genetik virus tanaman, termasuk diantaranya luteovirus (Robertson et al. 1991), potyvirus (Langeveld et al. 1991), geminivirus yang ditularkan hama wereng yang menginfeksi tanaman monokotil (Rybicki & Hughes 1990) dan geminivirus yang ditularkan oleh kutu kebul (Gilbetson et al. 1991; Navot et al.
16
1992; Hidayat et al. 1999; Aidawati et al. 2005). Rampersad & Umaharan (2003) bahkan telah mengembangkan suatu teknik untuk mendeteksi Begomovirus menggunakan PCR. Ada tiga teknik PCR yang digunakan yaitu PCR standar, PCR penempelan langsung (direct-binding PCR) dan immunocapture PCR. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa teknik immunocapture PCR yaitu teknik PCR yang menggunakan interaksi antibodi-antigen untuk mengikat virus kemudian digunakan sebagai cetakan untuk analisis PCR merupakan teknik yang paling efektif untuk mendeteksi Begomovirus. Teknik deteksi secara molekuler yang lain adalah teknik hibridisasi asam nukleat. Teknik juga merupakan teknik yang sensitif untuk mendeteksi dan mengidentifikasi Begomovirus pada tanaman yang terinfeksi (Pico et al. 1999; Rodriguez et al. 2003). Hibridisasi asam nukleat menggunakan sebuah membran nilon untuk memblot sap virus dan sebuah pelacak (probe). Teknik ini dapat digunakan untuk mendeteksi virus dalam jumlah sampel yang cukup banyak dalam waktu yang sama, namun biasanya teknik ini mempunyai banyak tahapan yang harus dilakukan dan hanya dapat dilakukan di laboratorium yang mempunyai fasilitas untuk itu.
Pemuliaan konvensional untuk ketahanan terhadap Begomovirus Kebanyakan kultivar-kultivar tomat komersial rentan terhadap infeksi Begomovirus (TYLCV). Hal ini yang mendorong para pemulia untuk mengembangkan tanaman tahan dengan memanfaatkan sumber gen ketahanan dari spesies liar (Pilowsky & Cohen 2000). Sampai saat ini hanya satu gen ketahanan mayor terhadap TYCLV yang telah diidentifikasi yaitu gen ty-1 (Zamir et al. 1994) pada kromosom 6 dari Lycopersicon chilense. Dua gen ketahanan yang lain telah dipetakan pada kromosom 3 dan 7 (Zamir et al. 1994) dari spesies yang sama. Gen ketahahan terhadap TYLCV yang lain berasal dari L. pimpinellifolium telah dipetakan menggunakan marka berbasis PCR RAPD pada kromosom 6 namun berbeda lokus dengan ty-1 (Chague et al. 1997). Selain itu, gen ketahanan terhadap ToLCV Taiwan dipetakan pada kromosom 8 dan 11 dari L. hirsutum (Hanson et al. 2000). Peneliti yang lain juga mengembangkan
17
tanaman tahan terhadap TYCLV menggunakan spesies liar yang berbeda seperti L. peruvianum (Lapidot et al. 1997; Vidavsky & Czosnek 1998), L. chilense (Scott et al. 1996), L. pimpinellifolium (Vidavsky et al. 1998), dan L. hirsutum (Vidavsky & Czosnek 1998; Hanson et al. 2000). Kultivar tomat
komersial
yang tahan TYLCV
hasil pemuliaan
konvensional adalah TY20 yang membawa gen ketahanan dari L. peruvianum, yang menunjukkan penundaan perkembangan gejala dan akumulasi virus (Pilowsky & Cohen 1990; Rom et al. 1993). Pada kebanyakan kasus, sumber ketahanan TYLCV dikendalikan oleh banyak gen (Pico et al. 1996; Pico et al. 1999). Setelah hampir 20 tahun, program pemuliaan secara konvensional hanya menghasilkan sedikit kultivar tomat komersial yang ada di pasaran.
Rekayasa genetik untuk ketahanan terhadap Begomovirus Rekayasa genetik untuk mendapatkan sifat ketahanan terhadap virus biasanya menggunakan pendekatan konsep ketahanan yang berasal dari patogen (pathogen-derived resistance, PDR) yang dikembangkan oleh Sanford & Johnson (1985). Konsep strategi PDR ini didasarkan pada transformasi tanaman inang yang rentan dengan gen yang berasal dari patogen itu sendiri. Ekspresi produk gen tertentu dari patogen pada tanaman dapat mengganggu infeksi dari virus-virus yang menginfeksi (Sanford & Johnson 1985). Keberhasilan pemanfaatan PDR telah dilaporkan pada Begomovirus. Meskipun demikian, pada umumnya, sifat ketahanan dengan level yang tinggi terhadap virus-virus DNA lebih sulit untuk direkayasa. Ketahanan terhadap TYLCV telah dihasilkan dengan menggunakan 5 strategi, yaitu i) ketahanan berdasarkan protein selubung (CP) (Kunik et al. 1994; Bendahmane et al. 1997; Sinisterra et al. 1999), ii) ketahanan berdasarkan protein movement (MP) (Malyshenko et al. 1993; Hou et al. 2000), iii) defektif interferring DNA virus (Stanley et al. 1990), iv) gen-gen dengan orientasi antisense (Day et al. 1991; Bendahmane & Gronenborn 1997) dan gen replikase (rep, C1, AC1) yang terpotong (truncated) (Noris et al. 1996) dan hasil mutasi (Yang et al. 2004). Pendekatan berdasarkan CP dan MP melibatkan ekspresi dari protein selubung dan movement dari virus untuk mencegah proliferasi virus.
18
Sedangkan strategi yang lain, meskipun berbeda dalam konstruk gen yang digunakan, semua bertujuan untuk menghalangi replikasi dari virus dengan mengnonaktifkan gen Rep. Yang et al. (2004) telah berhasil merekayasa tomat tahan TYLCV menggunakan konstruk transgen Rep dan C4 yang menunjukkan tidak adanya DNA virus dan gejala yang dapat diamati pada tanaman tomat transforman. Dari hasil penelitian, dari pendekatan PDR yang dilakukan (terutama untuk non-begomovirus), ketahanan tanaman transgenik yang diperoleh disebabkan oleh ekspresi sekuen transgen virus pada tahap transkripsi dan bukan pada tahap translasi (Chellappan et al. 2004; Vanitharani et al. 2004). Mekanisme yang mendasari kasus ini adalah adanya pembungkaman RNA (RNA silencing) atau
interferensi
RNA
(RNA
interference,
RNAi),
sebuah
mekanisme
penghancuran sekuen spesifik pada tanaman yang menggambarkan mekanisme pertahanan antivirus secara alami (Voinnet 2001; Vanitharani et al. 2003; Chellappan et al. 2004). Karena Begomovirus mempunyai genom DNA maka prospek
penggunaan
pendekatan
berdasarkan
RNAi
masih
terbatas.
Pembungkaman RNA berdasarkan transgen pada gen Rep dan C4 belum begitu berhasil. Studi ini menunjukkan bahwa jika virus mencapai level threshold dari ekspresi replikasi pada sel-sel yang terinfeksi awal, maka penyebaran virus tidak dapat lagi dihalangi (Noris et al. 2004). Sekuen Begomovirus yang tidak menyandikan protein (IR) juga telah diteliti untuk menghasilkan ketahanan terhadap virus. Pooggin & Hohn (2003) menjelaskan bahwa ekspresi baik sense dan antisense sekuen promoter dari Vigna mungo yellow mosaic virus (VMYMV) pada IR menghasilkan ketahanan pada tanaman terinfeksi VMYMV.
19
III. DETEKSI BEGOMOVIRUS YANG MENGINFEKSI TOMAT MENGGUNAKAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)
Abstrak Infeksi Begomovirus telah dilaporkan dan ditemukan pada beberapa tanaman sayuran penting seperti tomat dan cabai. Namun demikian, informasi mengenai deteksi Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat pada beberapa area produksi tomat menggunakan teknik PCR belum banyak dilaporkan. Tujuan penelitian adalah untuk mendeteksi Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat pada beberapa daerah area produksi tomat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Jogjakarta dan Jawa Barat menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR). Amplifikasi PCR dari genom Begomovirus dilakukan dengan menggunakan sepasang primer degenerate yang spesifik untuk Begomovirus yaitu primer PAL1v1978-F dan PAR1c715-R. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampel-sampel tanaman tomat sakit yang dikoleksi dari beberapa daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Jogjakarta dan Jawa Barat mengindikasikan adanya infeksi oleh Begomovirus setelah dideteksi menggunakan teknik PCR dengan primer spesifik. Infeksi Begomovirus ditunjukkan oleh adanya pita DNA hasil amplifikasi PCR yang berukuran 1500 bp. Frekuensi kejadian penyakit yang berasosiasi dengan Begomovirus bervariasi antara 0-100%. Frekuensi kejadian penyakit tertinggi (100%) terjadi di daerah Cibitung (Bogor) dan terendah (0%) terjadi di Pagerwangi (Lembang).
Kata kunci: Begomovirus, teknik Polymerase Chain Reaction, primer degenerate, tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)
20
Abstract Begomoviruses infection has been reported and founded in several important vegetable crops such as tomato and pepper. Nevertheless, the information of detection and identification of Begomovirus infecting tomato plants in some of tomato production areas using PCR technique has not been reported yet. The objective of this research was to detect Begomovirus infecting tomatoes in some of tomato production areas of East Java, Central Java, Special Province of Jogjakarta and West Java using PCR technique. PCR amplification of Begomovirus genome was conducted by using a pair of degenerate primers, i.e. PAL1v1978-F and PAR1c715-R. The results of this research showed that the symptomed plants collected from several tomato production areas of East Java, Central Java, Special Province of Jogjakarta and West Java indicated that those plants have been infected by Begomovirus following PCR detection using a pair of degenerate primers. The Begomovirus infection was indicated by the PCR amplified product with the size of 1500 bp. Disease incidence frequency that associated with Begomoviruses varied with range 0-100%. The highest disease incidence frequency was occured in Cibitung (Bogor, West Java) and the lowest one was occured in Pagerwangi (Lembang, West Java).
Keywords:
Begomovirus, PCR technique, (Lycopersicon esculentum Mill.)
degenerate
primers,
tomato
21
Pendahuluan
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan termasuk dalam lima besar komoditas sayuran penting di samping kubis, bawang putih, kacang kapri dan cabai. Pengembangan tanaman tomat di lapangan banyak menghadapi kendala biotik dan abiotik. Kendala biotik yang banyak ditemukan saat ini adalah serangan penyakit keriting daun yang disebabkan oleh infeksi Tomato (yellow) leaf curl virus (TYLCV/ToLCV) dengan gejala berupa tanaman menjadi kerdil, pengurangan ukuran daun, penggulungan daun ke atas, daun menguning, klorosis pada tepi daun, burik (mottling) dan pengguguran bunga. TYLCV/ToLCV diidentifikasi pertama kali pada tahun 1997 di Florida Selatan dan merupakan ancaman yang serius pada produksi tomat, baik di lapang maupun rumah kaca. (Polston et al. 1999). Penyakit yang disebabkan oleh infeksi TYLCV/ToLCV ini dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai 100% pada tanaman tomat budidaya, baik di daerah tropis maupun sub-tropis (Moriones et al. 2000). Di Indonesia, TYLCV/ToLCV dilaporkan menginfeksi tanaman tomat hampir 90-100% dan telah menyebabkan kehilangan hasil sekitar 50-100% (AVRDC Centerpoint newsletter – spring 2003 issue). Sedangkan menurut hasil penelitian Sudiono et al. (2001), serangan virus tersebut pada tanaman tomat di daerah Bogor dan sekitarnya dapat mencapai 50-70%. Spesies TYLCV/ToLCV dimasukkan ke dalam genus Begomovirus dan famili Geminiviridae. Di dalam klasifikasinya, famili Geminiviridae dibagi menjadi empat genus yang berbeda yaitu Mastrevirus, Curtovirus, Topocuvirus dan Begomovirus berdasarkan organisasi genetik, tanaman inang dan vektor yang menginfeksi (van Regenmortel et al. 1999). Begomovirus ditularkan oleh serangga vektor kutu kebul/whitefly (Bemisia tabaci Gennadius dari ordo Hemiptera, famili Aleyrodidae) dan menginfeksi tanaman dikotil. Begomovirus memiliki sebuah genom DNA utas tunggal dan berbentuk sirkuler serta berukuran relatif kecil yang dibungkus (encapsidated) dalam sebuah partikel geminate. Genom dari Begomovirus dapat berupa monopartit (Mediterania, Amerika Tengah dan Utara,
22
serta sebagian negara di Asia) atau bipartit (Thailand) (Fauquet & Stanley 2005). Begomovirus ditularkan dengan cara penularan persisten sirkulatif (Idris et al. 2001; Brown & Czosnek 2002). Dengan ditemukannya beberapa kejadian penyakit yang berasosiasi dengan Begomovirus di beberapa daerah sentra produksi tomat dan hal ini berpotensi menjadi ancaman yang serius pada produksi tomat, maka sangat diperlukan pengembangan teknik deteksi Begomovirus pada tanaman dalam hubungannya dengan pengendalian penyakit. Secara tradisional, metode serologi telah menjadi cara yang rutin digunakan untuk deteksi dan diagnosis virus. Namun demikian, metode deteksi serologi mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah rendahnya titer dari antigen, adanya reaksi silang antibodi dengan antigen heterolog dan adanya pengaruh pengaturan produksi antibodi oleh lingkungan dan tahap perkembangan (Horrison 1991; Pico et al. 1999) Kemajuan di bidang biologi molekuler telah menghadirkan beberapa teknik yang dapat digunakan untuk deteksi dan identifikasi virus, salah satunya adalah Polymerase Chain Reaction (PCR). Teknik ini sangat sensitif dan spesifik untuk deteksi dan identifikasi patogen-patogen tanaman. Teknik PCR juga dapat digunakan untuk mengetahui mengenai komposisi populasi patogen dan diversitas genetik virus (Rojas et al. 1993). Tujuan
penelitian
adalah
untuk
mendeteksi
Begomovirus
yang
menginfeksi tanaman tomat pada beberapa daerah produksi tomat di Jawa Timur, Daerah Istimewa Jogjakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat menggunakan teknik PCR.
Bahan dan Metode
Sampel-sampel tanaman tomat dengan gejala terinfeksi Begomovirus diambil dari beberapa daerah di Jawa Timur (Malang dan Blitar), Jawa Tengah (Sragen), Daerah Istimewa Jogjakarta (Kaliurang) dan Jawa Barat (Bandung, Sukabumi dan Bogor). Pada penelitian ini juga digunakan sampel tanaman tomat koleksi dari Laboratorium Virologi, Program Studi Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor yang telah diinokulasi dengan isolat-isolat Begomovirus melalui
23
serangga kutu kebul, dimana isolat-isolat tersebut sebelumnya telah dikoleksi dari beberapa daerah di Jawa dan Sumatera untuk mengoptimasi teknik amplifikasi PCR dalam hubungannya dengan deteksi Begomovirus. Optimasi teknik amplifikasi PCR dilakukan untuk melihat efektifitas pasangan primer degenerate spesifik dan reagen-reagen komponen PCR lain di dalam mendeteksi Begomovirus yang ditularkan oleh kutu kebul pada tanaman tomat.
Isolasi DNA total dari tanaman terinfeksi Begomovirus Isolasi DNA virus dari tanaman sakit dilakukan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Doyle & Doyle (1990) yang telah dimodifikasi, yaitu dengan penambahan 2% polyvinil pyrolidone (PVP). Sebanyak 3 g daun tanaman digerus dengan bantuan nitrogen cair sampai halus. Hasil gerusan daun (tepung daun) dimasukkan ke dalam tabung mikro 1,5 ml dan ditambahkan dengan 700 µl bufer ekstraksi (20 mM EDTA, 100 mM Tris-HCl pH 8.0, 1,4 M NaCl, 2% CTAB, 2% PVP, dan 0,2% Mercaptoethanol) dan diinkubasi selama 60 menit pada penangas air 650C sambil membolak balik tabung setiap 15 menit. Selanjutnya komponen kontaminan (protein, polisakarida, senyawa fenolik, dan lain-lain)
didenaturasi
dengan
menambahkan
larutan
fenol:kloroform:
isoamilalkohol (25:24:1) (v/v/v) sebanyak 700 µl. Selanjutnya tabung dibolakbalik secara hati-hati selama 5 menit, kemudian suspensi disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 12000 rpm. Supernatan diambil dan dipindahkan ke tabung mikro 1,5 ml yang baru. Ke dalam tabung ditambahkan 0.7x volume isopropanol dingin dan dibolak-balik perlahan-lahan. Untuk mengendapkan DNA, dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 12000 rpm. Endapan DNA yang terbentuk kemudian dicuci dengan etanol 70% dan disentrifugasi kembali selama 5 menit pada 12000 rpm. Setelah itu pelet DNA dikeringkan pada oven selama 10 menit pada suhu 500C dan dilarutkan kembali dengan bufer TE 1x. Suspensi DNA yang sudah larut siap digunakan dalam tahapan PCR.
Amplifikasi DNA Begomovirus dengan teknik PCR Amplifikasi dengan teknik PCR dilakukan sesuai dengan prosedur dari
24
Rojas et al. (1993) menggunakan sepasang primer universal untuk Begomovirus PAL1v 1978 dan PAR1c 715. Sekuen primer PAL1v1978 (Forward) adalah 5’ GCATCTGCAGGCCCACATYGTCTTYCCNGT 3’ dan PAR1c715 (Reverse) adalah 5’ GATTTCTGCAGTTDATRTTYTCRTCCATCCA 3’. Total volume reaksi PCR adalah 25 µl yang mengandung 2-5 ul DNA genomik cetakan, dNTPs dengan konsentrasi 25 µM, primer Forward dan Reverse masing-masing dengan konsentrasi 0,2 uM, MgCl2 dengan konsentrasi 1,5 mM, enzim Taq DNA polymerase 0,15 unit dalam larutan bufer 1X (20mM Tris-HCl pH 8.0, 100mM KCl, 0,1mM EDTA, 1mM DTT, 50% glycerol, 0,5%, Tween 20, dan 0,5% nonidet P40). Setiap reaksi ditutup dengan mineral oil untuk mencegah penguapan. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan mesin PCR (PCT-100, MJ Research Inc. USA) dengan program sebagai berikut: tahap denaturasi pada suhu 940C selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 500C selama 1 menit, dan pemanjangan/sintesis DNA pada suhu 720C selama 3 menit. Tahapan program PCR tersebut diulang sebanyak 30 siklus. Pada tahap terakhir proses PCR dilakukan pemanjangan akhir pada suhu 720C selama 3 menit. Setelah proses PCR selesai, sampel disimpan pada suhu 40C atau bisa langsung divisualisasi dengan elektroforesis gel.
Visualisasi hasil PCR dengan elektroforesis gel Terlebih dahulu disiapkan 1 % agarosa gel dengan 0,5x bufer TBE (Tris Boric acid EDTA) pada cetakan. Setelah agarosa gel memadat kemudian dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis yang berisi 0,5x bufer TBE. Sebanyak 10 µl produk PCR dari masing-masing sampel ditambahkan dengan 2 µl loading dye dan dicampur sempurna, kemudian dimasukkan ke dalam sumur di dalam gel. Untuk menentukan ukuran dari produk PCR disertakan juga DNA standar (100 bp ladder) sebagai pembanding. Sampel DNA tersebut dielektroforesis dengan tegangan 90 volt selama kurang lebih 1,5 jam. Setelah itu, agarosa gel diwarnai pada larutan etidium bromida (10 mg/l) selama 10 menit dan dicuci dengan air selama 20-30 menit. Agarosa gel kemudian divisualisasi dengan Chemidoc gel system (Biorad).
25
Hasil
Morfologi gejala pada tanaman tomat sakit dan diduga disebabkan oleh infeksi Begomovirus yang ditemukan di lapang menunjukkan adanya variasi morfologi gejala dari setiap lokasi yang disurvei (Gambar 4). Deskripsi gejala dominan dari tanaman tomat sakit yang dapat diamati di lapang dari masing masing-masing lokasi yang disurvei juga mengindikasikan adanya variasi morfologi gejala tersebut (Tabel 1).
a
b
c
d
e
f
Gambar 4 Morfologi gejala pada tanaman tomat yang diduga terinfeksi oleh Begomovirus yang ditemukan di lapang: (a). Wanasari, Sukabumi (b). Cibitung, Bogor (c). Karangpandan, Sragen (d). Kaliurang, Daerah Istimewa Jogjakarta (e). Batu, Malang dan (f). Pare, Blitar
26
Tabel 1 Deskripsi gejala dominan pada tanaman tomat sakit yang ditemukan di beberapa lokasi pengambilan sampel Daerah pengambilan sampel Jawa
Malang
Timur
Blitar
Jawa Tengah
Sragen
DI Jogjakarta
Kaliurang
Jawa Barat
Bogor
Sukabumi Lembang
Deskripsi gejala Daun menguning, berukuran kecil, keriting, dan klorosis, serta tanaman kerdil Daun berbentuk seperti mangkuk (cupping), cenderung keriting dan tanaman kerdil Daun keriting, menggulung ke bawah, mosaik dan tanaman kerdil Daun sangat menggulung ke atas, menguning, dan tanaman kerdil Daun berbentuk bulat seperti mangkuk (cupping), kecil-kecil, sangat keriting dan tanaman kerdil Daun hijau pucat dan menguning pada tepinya, mosaik, dan tanaman kerdil Daun sedikit menggulung, mosaik dan tanaman cenderung kerdil
Optimasi teknik amplifikasi PCR untuk deteksi Begomovirus Optimasi teknik amplifikasi PCR menggunakan sepasang primer degenerate yang dilakukan pada 6 sampel tanaman yang diinokulasi dengan isolat-isolat Begomovirus dari daerah yang berbeda, semuanya menghasilkan pita DNA berukuran 1500 bp yang merupakan ukuran pita DNA yang diharapkan
2000 bp 1500
Air
Tanaman sehat
Brastagi
Galingging
Ketep
Kopeng
Pedasan
Sedayu
100 bp ladder
(Gambar 5).
1500 bp
600
Gambar 5 Elektroforesis gel dari fragmen DNA hasil optimasi teknik amplifikasi PCR menggunakan primer universal untuk mendeteksi Begomovirus pada sampel koleksi Lab. Virologi, PS Proteksi Tanaman, IPB. Sedayu, Pedasan, Kopeng, dan Ketep merupakan sampel dari Jawa Tengah; Galingging dan Brastagi adalah sampel dari Sumatera Utara
27
Amplifikasi DNA Begomovirus dengan teknik PCR Amplifikasi DNA genom Begomovirus dengan teknik PCR menggunakan sepasang primer universal pada 15 sampel tanaman sakit yang dikoleksi dari Malang (8 sampel dari daerah Batu dan 7 sampel dari daerah Pujon) diperoleh 8 sampel yang membentuk pita DNA yang berukuran sekitar 1500 bp (Gambar 6A). Sementara itu, dari 7 sampel tanaman sakit yang dikoleksi dari Blitar diperoleh 5 sampel yang positif menghasilkan pita DNA dengan ukuran yang diharapkan (Gambar 6B). Tanaman-tanaman yang positif ketika diamplifikasi dengan PCR tersebut mengindikasikan bahwa tanaman-tanaman tersebut menunjukkan keberadaan dan terinfeksi oleh Begomovirus. Amplifikasi PCR yang dilakukan pada tanaman-tanaman sakit yang dikoleksi dari daerah sentra produksi tomat yang lain seperti Sragen (Jawa Tengah), Bogor dan Sukabumi (Jawa Barat) serta Kaliurang (Daerah Istimewa Jogjakarta) juga mengindikasikan adanya infeksi Begomovirus pada tanamantanaman tersebut (Tabel 2, Lampiran 1).
Batu 1 2
3
4
5
Pujon 6
7
8
1
2
3
4
5
6
7
M
2000 bp 1500 bp
1600 1000
A M
1
2
3
4
5
6
7
2000 bp 1600 1000
1500 bp
B
Gambar 6 Gel elektroforesis fragmen DNA produk amplifikasi PCR menggunakan primer universal untuk mendeteksi Begomovirus pada tanaman tomat sakit yang dikoleksi dari Malang (A) dan Blitar (B). M = marka 1 Kb plus (Invitrogen)
28
Tabel 2 Frekuensi kejadian penyakit yang disebabkan oleh infeksi Begomovirus dari beberapa lokasi pengambilan sampel berdasarkan amplifikasi PCR
Daerah pengambilan sampel
Analisis PCR
Frekuensi kejadian penyakit (%)**
- Batu, Malang
4/8*
50,0
- Pujon, Malang
4/7
57,1
- Pare, Blitar
5/7
71,4
- Karangpandan 1, Sragen
3/9
33,3
- Karangpandan 2, Sragen
2/6
33,3
3/7
42,9
- Cibitung, Bogor
8/8
100,0
- Gunung puteri, Bogor
4/7
57,1
- Wanasari, Sukabumi
6/9
66,7
- Pagerwangi, Lembang
0/7
0
Jawa Timur
Jawa Tengah
DI Jogjakarta - Kaliurang Jawa Barat
* a/b : a sampel menunjukkan positif PCR dari b sampel yang diuji ** dihitung berdasarkan nilai a/b x 100%
Adanya sampel-sampel tanaman tomat yang menunjukkan positif PCR juga dapat menggambarkan frekuensi kejadian penyakit yang disebabkan oleh infeksi Begomovirus. Frekuensi kejadian penyakit dihitung berdasarkan jumlah tanaman yang positif PCR (terinfeksi Begomovirus) dibandingkan dengan jumlah sampel tanaman yang diamplifikasi. Frekuensi kejadian penyakit dari beberapa daerah pengambilan sampel menunjukkan adanya variasi yang berkisar antara 0 100% (Tabel 2).
Pembahasan
Morfologi atau tipe gejala yang umum dijumpai pada tanaman tomat yang terinfeksi oleh Begomovirus adalah helaian daun menggulung/keriting, tanaman menjadi kerdil dengan arah cabang dan tangkai daun cenderung tegak. Anak daun
29
menjadi berukuran kecil-kecil, mengkerut dan terdapat cekungan pada pinggir daun dengan atau tanpa warna kuning. Bunga dan buah sering tidak terbentuk, kalaupun terbentuk buahnya jarang dan ukurannya kecil (Green & Kaloo 1994). Pada penelitian ini, tipe gejala tanaman tomat terinfeksi Begomovirus tersebut juga ditemukan dan teridentifikasi di beberapa daerah sentra produksi tomat di Jawa dan Daerah Istimewa Jogjakarta. Dari deskripsi gejala yang berhasil diidentifikasi pada tanaman tomat sakit dari masing-masing daerah tersebut menunjukkan adanya variasi tipe gejala yang muncul. Variasi tipe gejala tersebut dapat meliputi morfologi dan keparahan gejala. Di daerah Cibitung (Bogor), hampir seluruh tanaman tomat menunjukkan morfologi gejala seperti terinfeksi Begomovirus yang sangat parah dimana daun-daun menjadi sangat keriting, kecilkecil dan tanaman menjadi kerdil (Gambar 4b dan Tabel 1). Sementara itu, di daerah Pagerwangi (Lembang), tipe gejala yang diamati pada tanaman sakit tidak terlalu spesifik seperti gejala terinfeksi oleh Begomovirus (Gambar 7 dan Tabel 1). Adanya perbedaan tipe gejala yang muncul yang diduga akibat infeksi Begomovirus dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti telah dijelaskan oleh Agrios (1997) bahwa keparahan gejala yang diakibatkan oleh infeksi virus tergantung pada beberapa hal diantaranya umur tanaman pada saat terinfeksi, lingkungan yang sesuai untuk perkembangan virus dan virulensi dari virus yang menyerang tanaman tersebut serta keberadaan dari vektor serangga sebagai agen penularan virus.
a Gambar 7
b Tipe gejala pada tanaman tomat sakit yang ditemukan di daerah Pagerwangi, Lembang, Jawa Barat. a) Daun mengalami mosaik ringan, b). Daun sedikit menggulung dan berwarna agak kekuningan
30
Telah dilaporkan sebelumnya bahwa teknik amplifikasi PCR berhasil digunakan untuk mendeteksi Begomovirus pada tanaman tomat (Rojas et al. 1993; Navot et al. 1992; Pico et al. 1999; Aidawati et al. 2005) atau cabai (Hidayat et al. 2006). Pada penelitian ini, teknik PCR juga berhasil digunakan untuk mendeteksi keberadaan Begomovirus pada sampel-sampel tanaman tomat sakit yang dikumpulkan dari beberapa daerah sentra produksi tomat di Jawa dan Daerah Istimewa Jogjakarta. Pemilihan teknik PCR untuk deteksi Begomovirus karena teknik ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan beberapa teknik yang lain seperti serologi atau hibridisasi asam nukleat. Salah satu kelebihan tersebut adalah bahwa teknik ini relatif mudah dilakukan karena Begomovirus mempunyai genom yang berupa DNA. Begomovirus melakukan replikasi melalui sebuah DNA intermediet yang berbentuk sirkuler dan utas ganda (Gutierrez 2000). Bentuk replikatif inilah yang dapat bertindak sebagai sebuah DNA cetakan untuk amplifikasi PCR. Teknik PCR juga mempunyai spesifisitas yang tinggi. Hal ini didasarkan pada penggunaan primer yang digunakan untuk mendeteksi Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat yaitu primer PAL1v1978 dan PAR1c715 (Rojas et al. 1990) yang secara spesifik akan menempel pada utas sense komplementer sekuen ORF AL1 dan utas sense ORF AR1 dari bentuk replikatif genom Begomovirus. Jadi hanya genom Begomovirus saja yang akan terdeteksi ketika diamplifikasi dengan primer tersebut dan bukan virus yang lain. Selain itu, teknik PCR hanya membutuhkan sedikit sampel DNA dan deteksinya tidak dipengaruhi oleh tahap perkembangan dan lingkungan. Sementara itu, teknik serologi kurang ideal ketika digunakan untuk mendeteksi Begomovirus karena memiliki kesulitan di dalam produksi antiserum yang berkualitas tinggi (Muniyappa 1991; Khan & Ahmad 2005) karena Begomovirus hanya terkonsentrasi pada jaringan floem dan berada dalam konsentrasi yang rendah pada tanaman inang. Selain itu, antiserum yang digunakan terkadang menunjukkan adanya reaksi silang dengan geminivirus yang lain. Meskipun memiliki banyak kelebihan, namun teknik PCR juga mempunyai kelemahan di antaranya adalah teknik ini relatif mahal dibandingkan dengan teknik serologi dan tidak dapat digunakan untuk menentukan lokasi akumulasi virus pada jaringan tanaman, seperti halnya teknik hibridisasi in situ.
31
Pada penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Barat telah diidentifikasi adanya Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat (Sudiono et al. 2001; Aidawati et al. 2005; Sukamto et al. 2005; Kon et al. 2006). Pada penelitian ini, selain di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat, juga telah terdeteksi adanya penyakit yang berasosiasi dengan Begomovirus di daerah Jawa Timur, Daerah Istimewa Jogjakarta (Tabel 2) dan Sumatera Utara (Gambar 5). Hal ini diindikasikan dengan hasil amplifikasi PCR dari sampel-sampel tanaman sakit menggunakan primer degenerate untuk Begomovirus yang menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran yang diharapkan (1500 bp). Dari hasil amplifikasi PCR juga diperoleh informasi frekuensi kejadian penyakit yang berasosiasi dengan Begomovirus pada daerah-daerah yang disurvei. Frekuensi kejadian penyakit di daeah Cibitung (Bogor) adalah 100% yang berarti bahwa dari semua sampel yang diamplifikasi menunjukkan positif terinfeksi Begomovirus (Tabel 2). Hal ini didukung oleh adanya morfologi gejala yang sangat parah yang ditemukan di daerah tersebut (Gambar 4b, Tabel 1). Adanya gejala yang parah pada tanaman tomat di daerah tersebut diduga disebabkan karena proses terjadinya infeksi Begomovirus oleh serangga kutu kebul pada saat tanaman masih muda. Sebaliknya, di daerah Lembang frekuensi kejadian penyakitnya adalah 0% yang berarti dari tanaman-tanaman yang dikoleksi dari daerah tersebut tidak terinfeksi oleh Begomovirus meskipun tanaman-tanaman tersebut mempunyai gejala seperti terinfeksi. Gejala-gejala yang muncul pada tanaman tomat sakit di daerah Lembang kemungkinan disebabkan oleh infeksi virus lain, kekurangan unsur hara atau reaksi tanaman terhadap insektisida yang disemprotkan. Dengan terdeteksinya dan teridentifikasinya Begomovirus menggunakan teknik PCR ini menunjukkan bahwa Begomovirus telah ditemukan dan menyerang pertanaman tomat yang berada di daerah-daerah yang disurvei yang secara geografis terletak pada kawasan, bahkan pulau yang berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa infeksi Begomovirus tersebut telah terjadi di beberapa daerah di Jawa dan Sumatera. Adanya informasi penyebaran Begomovirus dan frekuensi kejadian penyakit yang berasosiasi dengan Begomovirus mungkin berhubungan erat dengan vektor yang menularkan. Begomovirus merupakan virus
32
yang ditularkan melalui vektor serangga kutu kebul (Bemisia tabaci Genn. dari famili Aleyrodidae) dengan cara persisten sirkulatif (Brown & Czosnek 2002). Penularan dan penyebaran Begomovirus sangat tergantung pada aktivitas dari serangga vektor tersebut untuk menginfeski tanaman yang satu ke tanaman yang lain atau berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain. Oleh karena itu, penularan oleh vektor serangga ini diduga juga berperan di dalam penyebaran Begomovirus dari satu tempat ke tempat yang lain dan tingginya frekuensinya kejadian penyakit yang berasosiasi dengan Begomovirus. Dengan dideteksinya Begomovirus pada pertanaman tomat di beberapa daerah di Jawa dan Sumatera, maka penelitian yang lebih mendetail perlu dilakukan. Informasi mengenai identitas dan keragaman genetik dari isolat-isolat Begomovirus yang telah berhasil dideteksi tersebut perlu dikaji lebih lanjut. Untuk memperoleh gambaran tentang identitas dan keragaman genetik dari isolat-isolat Begomovirus di Jawa dan Sumatera maka pada penelitian selanjutnya akan digunakan delapan isolat Begomovirus yang berasal dari delapan daerah yang berbeda. Jadi dari satu daerah hanya akan diwakili oleh satu isolat Begomovirus. Dasar pengambilan hanya 1 sampel dari masing-masing daerah adalah bahwa geminivirus ditularkan oleh serangga vektor kutukebul, maka tanaman-tanaman sakit dalam satu lokasi/daerah yang sama diduga disebabkan oleh infeksi Begomovirus yang sama pula. Oleh karena itu, satu isolat Begomovirus untuk setiap daerah diharapkan sudah mewakili isolat Begomovirus yang ada dalam dalam daerah tersebut.
Simpulan 1. Sampel-sampel tanaman tomat bergejala yang dikoleksi dari beberapa daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Jogjakarta dan Sumatera mengindikasikan adanya infeksi oleh Begomovirus setelah dideteksi menggunakan teknik PCR dengan primer degenerate spesfik. 2. Frekuensi kejadian penyakit yang berasosiasi dengan Begomovirus berkisar antara 0-100%. Frekuensi kejadian penyakit tertinggi (100%) terjadi di daerah Cibitung (Bogor, Jawa Barat) dan terendah (0%) terjadi di Pagerwangi (Lembang, Jawa Barat).
33
Daftar Pustaka
Agrios GN. 1997. Plant Pathology. New York: Academic Press Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Hidayat P, Sujiprihati S. 2005. Identifikasi geminivirus yang menginfeksi tomat berdasarkan pada teknik Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism. J Mikrobiol Indones 10:29-32 AVRDC Centerpoint newsletter-spring 2003 issue Brown JK and Czosnek H. 2002. Whitefly transmission of plant viruses. Adv Bot Res 36: 65-100 Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 1315 Fauquet CM, Stanley J. 2005. Revising the way we conceive and name viruses below the species level: A review of geminivirus taxonomy calls for new standardized isolate descriptors. Arch Virol 150:2151-2179 Green SK, Kalloo G. 1994. Leaf curl and yellowing viruses of pepper and tomato: An overview. Technical Bulletin No 21. Asian Vegetables Research and Development Center. Tainan, ROC Guitierrez C. 2000. Geminiviruses and the plant cell cycle. Plant Mol Biol 43:763772 Harrison BD. 1991. Recognition and differentiation of seven whitefly-transmitted geminiviruses from India and their relationship to Africa cassava mosaic and Thailand mung bean yellow mosaic viruses. Ann Applied Biology 118:299-308 Hidayat SH, Chatchawankanpanich O, Rusli E, Aidawati N. 2006. Begomovirus associated with pepper yellow leaf curl disease in west Java, Indonesia. J Indon Microbiol 11 (2): 87-90 Idris AM, Smith SE, Brown JK. 2001. Ingestion, transmission and persistence of Chino del tomate virus (CdTV), a New World Begomovirus, by Old and New World biotypes of the whitefly vector Bemisia tabaci. Ann Applied Biology 139: 145-154 Khan and Ahmad. 2005. Diagnosis, monitoring and transmission characteristics of Cotton leaf curl virus. Current Science 88 (11): 1803-1089 Kon T, Hidayat SH, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2006. The Natural occurrence of two distinct begomovirus associated with DNAβ and a recombinant DNA in a tomato plant. Phytopathol 96: 517-525 Moriones E, NavasCatillo J. 2000. Tomato yellow leaf curl virus, an emerging virus complex causing epidemics worldwide. Virus Res 71: 123-134 Muniyappa V, Swanson MM, Duncan GH, Horrison BD. 1991. Partial purification properties and epitope variability of Indian tomato leaf curl Geminivirus. Ann Applied Biology 188:595-604
34
Navot N, Zeidan M, Pichersky E, Zamir D, Czosnek H. 1992. Use of the polymerase chain reaction to amplify tomato yellow leaf curl virus DNA from infected plants and viruliferous whiteflies. Phytopathol 82: 11991202 Pico B, Diez MJ, Nuez F. 1999. Improved diagnostic techniques for tomato yellow leaf curl virus in tomato breeding programs. Plant Dis 83:10061012 Polston JE, Anderson PK. 1997. The emergence of whitefly-transmitted geminiviruses in tomato in the Western hemisphere. Plant Dis 81:13581369 Rodriguez PE, Zerbini FM, Ducasse DA. 2006. Genetic diversity of Begomovirus infecting soybean, bean and associated weeds in Mortwestern Argentina. Fitopatol Bras 31:342-348 Rojas MR, Gilbertson RL, Russel DR, Maxwell DP. 1993. Use of degenerate primers in the polymerase chain reaction to detect whitefly-transmitted geminivirus. Plant Dis 77:340-347 Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2001. Molecular detection and host range study of tomato-infecting begomovirus. Di dalam: Proceeding of Indonesian Phytopathology Soc. Seminar. Bogor. 22-24 Agu 2001. Bogor: Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. hlm 208-217 Sukamto, Kon T, Hidayat SH, Ito K, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2005. Begomovirus associated with leaf curl disease of tomato in Java, Indonesia. J Phytopathol 153: 562-566 Van Regenmortel MHV, Fauquet CM, Bishop DHL, Carstens E, Estes MK, Lemon SM, Maniloff J. Mayo MA, McGeoch DJ, Pringle CR, Wickner RB. 1999. Virus Taxonomy. Seventh Report of the International Committee on Taxonomy of Viruses. San Diego: Academic Press
35
IV. IDENTITAS DAN KERAGAMAN GENETIK BEGOMOVIRUS YANG BERASOSIASI DENGAN PENYAKIT KERITING PADA TOMAT BERDASARKAN TEKNIK PCR-RFLP *) Abstrak
Begomovirus telah dilaporkan menyebabkan penyakit pada berbagai tanaman komoditas penting di berbagai negara, termasuk pada tomat di Indonesia. Keragaman genetik isolat-isolat Begomovirus yang menginfeksi tomat dari beberapa area produksi di Indonesia dianalisis dengan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR)-restriction fragment length polymorphism (RFLP). Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengamplifikasi fragmen DNA dengan teknik PCR menggunakan cetakan total DNA tanaman sakit dan primer spesifik untuk genom Begomovirus, (2) menentukan pola pita hasil restriksi produk PCR dan menganalisis RFLP, dan (3) menentukan identitas dan menganalisis keragaman genetik Begomovirus yang menginfeksi sampel tanaman tomat sakit dari 8 sentra produksi tomat di Jawa dan Sumatera. Fragmen DNA berukuran 1500 bp hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan primer degenerate untuk Begomovirus dipotong dengan empat macam enzim restriksi, yaitu DraI, EcoRI, RsaI dan PstI. Pola pemotongan dengan enzim restriksi dari 8 isolat Begomovirus dan fragmen RFLP prediksi isolat Begomovirus dari database GenBank digunakan untuk menentukan identitas dan keragaman genetik di antara isolat-isolat Begomovirus tersebut. Hasil deteksi dengan PCR membuktikan adanya infeksi Begomovirus pada tanaman tomat di delapan daerah di Jawa dan Sumatera. Produk amplifikasi PCR yang dipotong dengan empat macam enzim restriksi mengindikasikan bahwa ada polimorfisme dari fragmen-fragmen DNA di antara isolat-isolat Begomovirus yang berasal dari daerah-daerah di Jawa dan Sumatera tersebut. Analisis keragaman genetik menunjukkan bahwa 8 isolat Begomovirus terbagi menjadi 3 kelompok yang berbeda. Isolat-isolat Brastagi, Bogor, Sragen, Ketep dan Boyolali berkerabat dekat dengan Tomato Leaf Curl Virus-Java (ToLCV) atau ToLCV-Java (A), isolat Malang dan Blitar berkerabat dekat dengan Ageratum Yellow Vein Virus-China (AYVV-China), sedangkan isolat Kaliurang berkerabat dengan Tomato Yellow Leaf Curl Virus-China (TYLCV-China) atau ToLCV-Laos.
Kata kunci: Begomovirus, Tomato leaf curl virus, keragaman genetik, teknik PCR RFLP, Ageratum yellow vein virus *) Bagian dari disertasi ini telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah terakreditasi AgroBiogen 4(1): 9-17. April 2008
36
Abstract
Begomoviruses has been reported causing diseases in a number of economically important crops in various countries, including tomatoes in Indonesia. Genetic diversity of the Begomovirus isolates infecting tomato (Lycopersicon esculentum) of several areas of Indonesia was analyzed by using Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism (PCRRFLP) technique. The objectives of the experiment were (1) to amplify DNA fragmen by PCR technique using DNA total of the diseased tomato plant as a template and a pair of specific primers for Begomovirus genome, (2) to determine the pattern of restriction enzymes digested fragments and analyze the RFLP, (3) to detemine identity and analyze the genetic diversity of Begomoviruses infecting tomato from 8 locations of Java and Sumatera. A 1500 base pairs of PCR fragments amplified by using degenerate primers for Begomovirus was digested using four kinds of restriction enzymes, i.e. DraI, EcoRI, RsaI and PstI. The pattern of RE digested fragments of the eight Begomovirus isolates and the predicted RFLP fragments of Begomovirus isolates in the GeneBank database were used to determine the genetic identity and diversities among Begomoviruses isolates. Detection results of the PCR amplification proved that there was Begomovirus infection in tomato plants in eight locations of Java and Sumatera. The PCR amplification products digested using four kinds of restriction enzymes indicated that there was polimorphysm of DNA fragments among Begomovirus isolates collected from those locations. Results of the genetic diversity analysis showed that the eight Begomovirus isolates were divided into three different groups. The Brastagi, Bogor, Sragen, Ketep and Boyolali isolates were closely related to Tomato Leaf Curl Virus-Java (ToLCV) or ToLCV-Java (A), Malang and Blitar isolates were to Ageratum Yellow Vein Virus-China (AYVV-China), while Kaliurang isolate was to Tomato Yellow Leaf Curl Virus-China (TYLCV-China) or ToLCV-Laos.
Keywords: Begomovirus, Tomato leaf curl virus, genetic diversity, PCR-RFLP technique, Ageratum yellow vein virus
37
Pendahuluan
Dalam dasawarsa terakhir ini di berbagai daerah di Indonesia dilaporkan muncul serangan penyakit keriting daun pada tanaman tomat dan cabai. Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh infeksi Begomovirus dari kelompok Geminivirus, famili Geminiviridae (Aidawati et al. 2005; Hidayat et al. 2006). Infeksi penyakit keriting daun ini dilaporkan dapat menyebabkan penurunan hasil hingga 50-100% (AVRDC Centerpoint Newsletter – spring 2003 issue) dibandingkan dengan tanaman tomat sehat. Sudiono et al. (2001) melaporkan bahwa penurunan hasil akibat serangan penyakit keriting daun pada tanaman di daerah Bogor, Jawa Barat dan sekitarnya dilaporkan dapat mencapai 50-70% Selain tanaman tomat, Begomovirus juga menginfeksi beberapa tanaman lain, seperti kacang-kacangan, mentimun, cabai, dan ubikayu baik di daerah tropis maupun sub-tropis (Polkela et al. 2005; Rodriguez et al. 2006). Pada berbagai tanaman, infeksi virus dapat menyebabkan munculnya gejala fisiologis yang sama dengan kekurangan unsur hara tertentu (Agrios 1997). Selain itu, keakuratan identifikasi patogen yang menyerang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan pengendalian penyakit pada tanaman (Agrios 1997). Dengan demikian, tersedianya metode deteksi patogen yang menyerang tanaman perlu dikembangkan. Deteksi dan identifikasi Begomovirus yang menyerang tanaman dapat dilakukan antara lain dengan pengamatan gejala yang muncul pada tanaman terinfeksi, penggunaan teknik serologi dan polymerase cahin reaction (PCR) – restriction fragment length polymorphism (RFLP) untuk berbagai gen pada genom virusnya. Jika hanya berdasarkan gejala atau teknik serologi, kesalahan deteksi Begomovirus yang menginfeksi tanaman dapat terjadi karena adanya kesamaan gejala infeksi dengan gejala kekurangan hara dan rendahnya titer antigen dalam jaringan tanaman (Agrios 1997). Teknik PCR–RFLP dilaporkan lebih sensitif dan telah berhasil digunakan untuk mengidentifikasi Begomovirus yang berasosiasi dengan penyakit keriting daun yang menyerang tanaman tomat dan cabai (Rojas et al. 1993; Pico et al. 1999; Aidawati et al. 2005; Hidayat et al. 2006).
38
Penggunaan teknik PCR untuk mendeteksi dan mengidentifikasi Begomovirus mempunyai keuntungan antara lain hanya membutuhkan sedikit contoh DNA dan jaringan tanaman yang diduga terserang. Selain itu, penggabungan teknik PCR dengan RFLP juga dapat digunakan untuk melakukan analisis keragaman genetik spesies Begomovirus yang menginfeksi tanaman (Aidawati et al. 2005; Rojas et al. 1993). Informasi tentang identitas dan keragaman Begomovirus yang menginfeksi pertanaman tomat di beberapa lokasi di Indonesia juga telah dilaporkan. Isolat Begomovirus yang menginfeksi tomat dari Lembang, Jawa Barat (Kon et al. 2006) dan isolat-isolat Begomovirus dari Magelang dan Purwokerto, Jawa Tengah (Sukamto et al. 2006) mempunyai identitas yang mirip dengan Ageratum yellow vein virus (AYVV). Tujuan umum penelitian adalah untuk mempelajari keragaman genetik Begomovirus yang menyerang pertanaman tomat di Indonesia. Tujuan khusus penelitian adalah (1) mengamplifikasi dengan teknik PCR menggunakan cetakan total DNA tanaman sakit dan primer spesifik untuk genom Begomovirus, (2) menentukan pola pita hasil restriksi produk PCR dan menganalisis RFLP, dan (3) menentukan identitas dan menganalisis keragaman genetik Begomovirus yang menginfeksi sampel tanaman tomat sakit dari 8 sentra produksi tomat di Jawa dan Sumatera.
Bahan dan Metode
Pengumpulan sampel Tanaman tomat dengan gejala spesifik yang diduga akibat terinfeksi Begomovirus dikumpulkan dari 8 sentra produksi tomat di Pulau Jawa dan Sumatra yaitu dari Malang dan Blitar (Jawa Timur), Sragen, Boyolali dan Magelang (Jawa Tengah), Kaliurang (Daerah Istimewa Jogjakarta), Bogor (Jawa Barat) dan Medan (Sumatera Utara) (Bab III). Pengumpulan sampel tanaman tomat sakit telah dilakukan dalam percobaan sebelumnya (Aidawati et al. 2005; Santoso et al. 2007).
39
Isolasi Total DNA dari Tanaman Sakit Ekstraksi total DNA dari contoh tanaman sakit dilakukan dengan menggunakan metode CTAB (Doyle & Doyle 1990) dengan penambahan 2% polyvinil pyrolidone (PVP) ke dalam larutan penyangga yang digunakan untuk ekstraksi. Daun tanaman seberat 2 g dibekukan dengan nitrogen cair dan digerus menggunakan mortar dan pistil hingga hancur. Gerusan daun dimasukkan ke dalam tabung mikro (2,0 ml), ke dalamnya ditambahkan larutan pengekstrak (EDTA – 20 mM, Tris-HCl, pH 8 – 100 mM, NaCl – 1.4 M, CTAB – 2%, PVP – 2% dan Mercaptoethanol – 0,2%) sebanyak 700 µl dan diinkubasi pada suhu 650C selama 30 menit. Campuran dibolak-balik setiap 10 menit agar homogen. Total
DNA
dipisahkan
dari
bagian-bagian
sel
lainnya
dengan
menambahkan larutan fenol:kloroform:isoamilalkohol (25:24:1 v/v/v) sebanyak 700 µl, tabung dibolak-balik selama 5 menit, dan campuran disentrifugasi dengan kecepatan 12000 rpm selama 15 menit. Supernatan dipisahkan dari bagian sel lainnya dan dipindahkan ke tabung mikro 1,5 ml. Untuk mengendapkan total DNA, ke dalam tabung ditambahkan natrium asetat (1/10x volume supernatan) dan isopropanol dingin (0,7x volume supernatan), tabung dibolak-balik perlahanlahan dan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit. Setelah supernatan dibuang, endapan total DNA yang didapat dicuci dengan etanol 70% dan disentrifugasi kembali pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Setelah dikeringkan, endapan DNA dilarutkan dengan larutan penyangga TE (1x) dan disimpan sebagai stok DNA. Stok DNA disimpan dalam freezer bersuhu -800C dan siap digunakan sebagai templat (cetakan) dalam proses PCR. Amplifikasi Genom dengan Teknik PCR Amplifikasi sebagian dari genom Begomovirus dilakukan dengan teknik PCR mengikuti prosedur yang dikembangkan oleh Rojas et al. (1993). Amplifikasi sebagian dari genom dilakukan dengan menggunakan sepasang primer degenerate spesifik untuk Begomovirus (PAL1v1978-F dan PAR1c715-R) (Rojas et al. 1993). Runutan nukleotida untuk primer PAL1v1978-F: 5’GCATCTGCAGGCCCACATYGTCTTYCCNGT-3’ dan primer PAR1c715-R: 5’-GATTTCTGCAGTTDATRTTYTCRTCCATCCA-3’. Pasangan primer yang
40
digunakan mengamplifikasi sebagian genom Begomovirus yang terdiri atas bagian gen replicase, daerah intergenik dan gen protein selubung dengan panjang produk amplifikasi sebesar 1500 pasang basa. Komponen reagen untuk amplifikasi PCR terdiri atas stok total DNA sebagai templat 2-5 µl, dNTPs dengan konsentrasi 10 µM – 0,625 µl, primer PAL1v1978-F dan PAR1c715-R masing-masing 5 µM – 1 µl, MgCl2 50 µM – 0,75 µl, enzim Taq DNA polymerase 5 unit/µl 0,2 µl dan larutan penyangga PCR 10x – 2,5 µl. Amplifikasi PCR dilakukan menggunakan tabung PCR dengan volume 0.2 ml. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan mesin PCR (MJ Research tipe PCT-100). Pemrograman reaksi amplifikasi dilakukan sebagai berikut: satu siklus denaturasi pada suhu 940C selama 5 menit, diikuti dengan 30 siklus yang terdiri atas tahapan denaturasi pada suhu 940C selama 1 menit, penempelan primer (primer annealing) pada suhu 550C selama 1 menit, pemanjangan primer (primer extension) pada 720C selama 3 menit dan diakhiri dengan satu siklus reaksi pemanjangan primer pada suhu 720C selama 3 menit. Fragmen DNA hasil amplifikasi dievaluasi dengan menggunakan elektroforesis gel agarosa. Elektroforesis gel agarosa (1%) dilakukan dengan menggunakan larutan penyangga Tris-Boric acid EDTA (TBE 0,5x), voltase 90 volt, dan selama 45 menit. Ukuran produk amplifikasi PCR ditentukan dengan pembanding menggunakan DNA standar (100 bp ladder dari Invitrogen). Setelah dilakukan pewarnaan dengan menggunakan larutan etidium bromida (10 mg/l) selama 10 menit, hasil elektroforesis dibilas dengan air destilata selama 20-30 menit dan divisualisasi menggunakan perangkat Chemidoc gel system (Biorad). Jika amplifikasi PCR berhasil diperoleh fragmen DNA dengan ukuran 1500 pasang basa, maka mengindikasikan keberadaan Begomovirus dalam sampel tanaman tomat sakit yang dianalisis. Sebaliknya, apabila amplifikasi PCR diperoleh fragmen DNA tidak berukuran 1500 bp atau tidak diperoleh potongan DNA maka ini mengindikasikan contoh tanaman tomat sakit terinfeksi oleh virus lain atau tidak terinfeksi oleh Begomovirus.
Analisis Produk PCR dengan RFLP Masing-masing
produk
PCR
yang
didapat
dipotong
dengan
41
menggunakan enzim restriksi DraI (TTT↓AAA), EcoRI (G↓AATTC), RsaI (GT↓AC) dan PstI (CTGCA↓G). Berdasarkan runutan nukleotida dari berbagai isolat
Begomovirus
yang
tersimpan
di
dalam
DNA
data
base
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast/Blast.cgi), empat enzim restriksi yang dipilih tersebut mampu memotong fragmen genom Begomovirus yang diamplifikasi menggunakan pasangan primer PAL1v1978-F dan PAR1c715-R. Pemotongan masing-masing hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan empat enzim restriksi terpilih dilakukan mengikuti prosedur yang disarankan oleh produsen enzim restriksi (Invitrogen). Campuran reaksi restriksi terdiri atas produk PCR 10 µl, masing-masing enzim restriksi 10 unit, larutan penyangga yang sesuai untuk masing-masing enzim restriksi 1,5 µl dan ditambahkan double distilled water sehingga mencapai total volume 15 µl. Campuran reaksi diinkubasi pada suhu 370C selama 12 jam. Berbagai ukuran potongan DNA hasil restriksi dipisahkan berdasarkan ukurannya (difragmentasi) dengan elektroforesis gel agarosa (1,5%) menggunakan prosedur sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Visualisasi hasil fragmentasi potongan DNA dilakukan menggunakan Chemidoc gel system (Biorad).
Keragaman Genetik Begomovirus Berdasarkan PCR-RFLP Polimorfisme ukuran DNA hasil amplifikasi setelah dipotong dengan enzim restriksi (PCR-RFLP) digunakan sebagai dasar untuk menentukan identitas dan keragaman Begomovirus yang ada pada contoh tanaman tomat sakit dari 8 lokasi pertanaman tomat di Indonesia. Prediksi RFLP berdasarkan data runutan nukleotida untuk berbagai Begomovirus yang tersimpan di DNA database (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast/Blast.cgi) digunakan sebagai pembanding di dalam penentuan identitas dan keragaman genetik Begomovirus. Pengelompokan (clustering) antar Begomovirus dari 8 lokasi di Indonesia dan dengan Begomovirus yang data runutan nukleotidanya tersimpan dalam DNA data base dilakukan dengan unweighted pair group method with arithmetic mean (UPGMA) menggunakan perangkat lunak komputer NTSys versi 2.1.
42
Hasil Tanaman tomat sakit yang ditemukan di lapang memperlihatkan adanya gejala-gejala spesifik yang diduga disebabkan oleh infeksi Begomovirus. Gejalagejala spesifik tersebut dapat meliputi daun-daun menjadi berukuran kecil-kecil (terjadi pengurangan ukuran daun), daun berbentuk bulat dan cekung dibagian pinngirnya, daun keriting atau mengalami penggulungan, penguningan pada tepi daun dan tanaman menjadi kerdil (Gambar 8).
a
b
c
d
Gambar 8 Tanaman tomat sakit yang diduga terinfeksi Begomovirus yang ditemukan di lapang. (a) Tanaman dengan daun cenderung berbentuk bulat, berukuran kecil-kecil, cekung dan keriting (b) Tanaman dengan daun sedikit menggulung, keriting, agak menguning dan buah jarang (c) Tanaman dengan daun yang sangat menggulung dan kerdil (d) Daun berukuran kecil-kecil, cekung dan menjadi keriting
43
Amplifikasi genom dengan teknik PCR Amplifikasi DNA genom dari isolat-isolat Begomovirus yang dikoleksi dari delapan daerah yang berbeda dengan teknik PCR menggunakan primer degenerate universal menghasilkan fragmen DNA hasil amplifikasi pada semua sampel yang diindikasikan dengan terbentuknya amplikon berukuran sekitar 1500 bp (Gambar 9). Fragmen DNA hasil amplifikasi berukuran 1500 bp ini merupakan materi yang digunakan untuk analisis keragaman genetik dari 8 isolat Begomovirus tersebut.
1
2
3
4
5
6
7
8
M
Fragmen Begomovirus (1500 bp)
Gambar 9 Elektroforesis hasil amplifikasi PCR DNA Begomovirus pada sampel tanaman tomat menggunakan primer universal dari 8 daerah yang berbeda pada agarosa gel 1%. M=100 bp. 1=Brastagi, Medan (Sumatera Utara), 2=Bogor (Jawa Barat), 3=Sragen (Jawa Tengah), 4=Malang (Jawa Timur), 5=Blitar (Jawa Tengah), 6=Magelang (Jawa Tengah), 7=Kaliurang (DI Jogjakarta) dan 8=Boyolali (Jawa Tengah).
Analisis Produk PCR dengan RFLP Fragmen DNA produk PCR yang berukuran 1500 bp dari 8 isolat Begomovirus dipotong dengan menggunakan empat macam enzim restriksi yaitu DraI, EcoRI, RsaI dan PstI untuk melihat adanya perbedaan situs enzim restriksi. Pemotongan fragmen DNA produk PCR dari 8 isolat Begomovirus yang berasal daerah yang berbeda dengan empat macam enzim restriksi menghasilkan fragmen-fragmen
DNA
dengan
ukuran
yang
berbeda-beda
dan
ini
44
mengindikasikan adanya polimorfisme di antara isolat-isolat Begomovirus tersebut (Gambar 10). Banyaknya situs enzim restriksi yang dimiliki oleh fragmen DNA produk PCR berukuran 1500 bp dari delapan isolat Begomovirus bervariasi antara 0–3 situs. Isolat Begomovirus dari Malang dan Blitar (Jawa Timur) tidak memiliki situs enzim EcoRI (Gambar 10b) yang ditunjukkan dengan tidak adanya fragmen-fragmen hasil pemotongan dari fragmen DNA produk PCR (1500 bp) tersebut, sedangkan isolat Kaliurang (DI Jogjakarta) tidak memiliki situs enzim EcoRI dan PstI (Gambar 10b dan 10d). Jumlah situs enzim restriksi yang paling banyak dimiliki oleh isolat Malang apabila fragmen produk PCR dipotong dengan enzim RsaI (Gambar 10c).
M
1
2
3
4
5
6
7
8
1
2
3
4
5
6
7
8 M
2000 bp 1500
2000 bp 1500 600
600 200
200
a
M
b
1
2
3
4
5
6
7
8
1
2
3
4
5
6
7
8 M
2000 bp 1500
2000 bp 1500
600
600
200
200
c
d
Gambar 10 Elektroforesis fragmen DNA produk amplifikasi PCR dari genom Begomovirus yang dipotong dengan enzim restriksi (a) DraI (b) EcoRI (c) RsaI dan (d) PstI pada gel agarosa 1,0%. M=100 bp ladder; 1=Isolat Brastagi; 2=Isolat Bogor; 3=Isolat Sragen; 4=Isolat Malang; 5=Isolat Blitar; 6=Isolat Magelang; 7=Isolat Kaliurang; dan 8=Isolat Boyolali.
45
Keragaman Genetik Berdasarkan PCR-RFLP Untuk melihat keragaman genetik delapan isolat Begomovirus yang dianalisis, profil fragmen DNA hasil pemotongan dengan empat macam enzim restriksi diskor dan dianalisis menggunakan program NTSys pc 2.1. Dendrogram hasil analisis berdasarkan PCR-RFLP tersebut menunjukkan bahwa keragaman genetik isolat-isolat Begomovirus dari 8 daerah yang berbeda terbagi menjadi 3 kelompok pada tingkat similaritas 70% atau koefisien similaritas 0,7 (Gambar 11). Kelompok pertama terdiri atas isolat Brastagi, Bogor, Sragen, Ketep dan Boyolali. Kelompok kedua terdiri atas isolat Malang dan Blitar. Sedangkan isolat Kaliurang terpisah dengan dua kelompok yang lain dan berada pada kelompok ketiga. Pada kelompok satu, terdapat isolat-isolat yang mempunyai kemiripan 100%. Isolat Brastagi, Bogor dan Sragen merupakan isolat yang identik, demikian juga dengan isolat Ketep dan Boyolali (Gambar 11).
Isolat Brastagi ToLCBra Isolat Bogor ToLCCib Isolat Sragen ToLCSra Isolat Ketep ToLCKet Isolat Boyolali ToLCBoy Isolat Malang ToLCMal Isolat Blitar ToLCBli Isolat Kaliurang ToLCKal
0.25
0.40
0.55
0.70
0.85
1.00
Koefisien similaritas Coefficient
Gambar 11 Dendrogram hasil analisis fragmen DNA restriksi dari 8 isolat Begomovirus yang menginfeksi tomat dari daerah yang berbeda menggunakan program NTSYSpc-21.
46
Terdapat keragaman di dalam ukuran dan jumlah fragmen DNA yang dihasilkan ketika fragmen DNA produk PCR dan fragmen DNA prediksi dipotong dengan empat macam enzim restriksi (Tabel 3). Jumlah potongan fragmen DNA yang paling banyak dihasilkan oleh pemotongan dengan enzim restriksi RsaI (Tabel 3) yang menghasilkan 15 fragmen dengan ukuran yang berbeda. Sedangkan jumlah fragmen DNA yang paling sedikit ditunjukkan oleh enzim EcoRI (Tabel 3). Terdapat juga isolat-isolat Begomovirus tidak mempunyai situs enzim restriksi. Ada 11 isolat yang tidak mempunyai situs enzim EcoRI, termasuk 3 isolat Begomovirus dalam studi ini (Tabel 3). Sementara itu, ada 5 isolat Begomovirus yang tidak mempunyai situs enzim PstI, termasuk isolat Kaliurang (Tabel 3).
Tabel 3 Ukuran fragmen DNA yang dihasilkan dari pemotongan produk PCR dari 8 isolat Begomovirus dan prediksi RFLP isolat-isolat dari DNA database menggunakan enzim restriksi DraI, EcoRI, RsaI dan PstI Ukuran pita hasil pemotongan enzim restriksi (bp)
Isolat Begomovirus DraI
EcoRI
RsaI
PstI
Isolat-Brastagi
650, 650, 200
650,500,350
1300,200
950,550
Isolat-Bogor
650, 650, 200
650,500,350
1300,200
950,550
Isolat-Sragen
650, 650, 200
650,500,350
1300,200
950,550
Isolat-Malang
850, 450, 200
1500
700,350,250,200
950,550
Isolat-Blitar
650, 650, 200
1500
700,350,350,100
950,550
Isolat-Ketep
650, 650, 200
1000,500
1300,200
950,550
Isolat-Kaliurang
650, 650, 200
1500
700,400,300,100
1500
Isolat-Boyolali
650, 650, 200
1000,500
1300,200,100
950,550
AYVV-China*
650, 550, 200, 100
1500
700,250,200,200,100,50
950,550
AYVV-Taiwan*
650, 550, 200, 100
1500
1200,200,100
1200,300
ToLCV-Laos*
650, 650, 200
1500
1050,200,100,100,50
1500
ToLCV-Java*
850, 650
650,500,350
1100,200,100,100
950,550
ToLCV-Malaysia*
1300, 200
1500
750,300,200,100,100,50
950,550
ToLCV-Java (A)*
550,500,200,200
650,500,350
1100,200,100,100
950,550
ToLCV-Philipina*
1300,200
1500
700,300,,250,200,50
950,550
ToLCV-Vietnam*
800,500,200
1000,500
950.250,200,100
1000,450,50
TYLCV-China*
1300,200
1500
1300,200
1500
ToLCV-Taiwan*
800,500,200
1500
1300,100,100
1500
ToLCV-Bangladesh*
1300,200
1500
700,350,200,100,100,50
1500
* Data diambil dari situs web http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST.
47
Isolat-Brastagi* G1 Isolat-Bogor* G2 Isolat-Sragen* G3 Isolat-Ketep* G6 Isolat-Boyolali* G8 ToLCV-Java G12 ToLCV-Java(A) G14 Isolat-Malang* G4 Isolat-Blitar* G5 AYVV-China G9 ToLCV-Malaysia G13 ToLCV-Philippine G15 ToLCV-Bangladesh G19 Isolat-Kaliurang* G7 ToLCV-Laos G11 TYLCV-China G17 ToLCV-Taiwan G18 AYVV-Taiwan G10 ToLCV-Vietnam G16
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
Koefisien similaritas Gambar 12 Dendrogram yang dihasilkan oleh analisis keragaman genetik berdasarkan fragmen situs restriksi dari isolat-isolat Begomovirus yang terdiri dari 8 isolat lokal Indonesia dan isolat-isolat dari database bank gen menggunakan program NTSYSpc-21. Isolatisolat lokal Indonesia dalam studi ini diindikasikan dengan tanda *). Isolat-isolat Begomovirus dari database adalah AYVV-China (Ageratum Yellow Vein China Virus- [G68], AJ849916), AYVVTaiwan (Ageratum Yellow Vein Taiwan Virus-[Taiwan] AF307861), ToLCV-Laos (Tomato Leaf Curl Laos Virus, AF195782), ToLCVJava (Tomato Leaf Curl Java Virus, AB100304), ToLCV-Malaysia (Tomato Leaf Curl Malaysia Virus, AF327436), ToLCV-Vietnam (Tomato Leaf Curl Vietnam Virus, AF264063), TYLCV-China (Tomato Yellow Leaf Curl China Virus-Tb[Y10], CAC85506.1), ToLCV-Taiwan (Tomato Leaf Curl Taiwan Virus ,ABB69690.1), ToLCV-Philippine (Tomato Leaf Curl Philippine Virus, AB050597), ToLCV-Java[A] (Tomato Leaf Curl Java Virus[Ageratum], AB162141), ToLCV-Bangladesh (Tomato Leaf Curl Bangladesh Virus, NC_004614).
48
I
II
III
Analisis keragaman genetik berdasarkan fragmen situs restriksi dan fragmen prediksi RFLP menghasilkan sebuah dendrogram yang menggambarkan adanya identitas dan keragaman genetik di antara isolat-isolat Begomovirus (Gambar 12). Isolat-isolat Begomovirus terbagi dalam tiga kelompok dan 8 isolat Begomovirus dalam studi ini menyebar diantara ketiga kelompok tersebut. Kelompok 1 terdiri atas lima isolat Begomovirus pada studi ini dan dua isolat Begomovirus dari database (ToLCV-Java dan ToLCV-Java[Ageratum]). Kelompok 2 terdiri atas isolat Malang dan Blitar serta empat isolat dari database yaitu AYVV-China, ToLCV-Malaysia, ToLCV-Philippine dan ToLCV-Bangladesh. Kelompok 3 terdiri atas isolat Kaliurang (ToLCV-Kaliurang) dan 5 isolat dari database yaitu ToLCV-Laos, TYLCV-China, ToLCV-Taiwan, AYVV-Taiwan dan ToLCV-Vietnam.
Pembahasan Begomovirus merupakan virus yang sangat mudah dideteksi dan diidentifikasi baik dengan mengamati gejala spesifik atau menggunakan teknik PCR. Berdasarkan gejala-gejala yang dapat diamati dilapang (Gambar 8) dan hasil amplifikasi PCR (Gambar 9) dapat diindikasikan adanya insiden penyakit keriting daun yang disebabkan oleh infeksi Begomovirus pada tanaman tomat di beberapa daerah sentra produksi tomat. Polimorfisme fragmen DNA yang terbentuk didasarkan pada adanya variasi di dalam ukuran fragmen yang dihasilkan ketika dipotong dengan menggunakan enzim restriksi. Perbedaan ukuran fragmen restriksi juga menggambarkan adanya perbedaan posisi situs restriksi dari enzim yang digunakan. Berdasarkan hasil analisis produk PCR dengan RFLP terlihat adanya polimorfisme di antara fragmen-fragmen DNA hasil pemotongan produk PCR dari 8 isolat Begomovirus yang dianalisis (Gambar 10). Hasil ini mengindikasikan adanya keragaman genetik di antara 8 isolat Begomovirus yang dianalisis. Berdasarkan dendrogram yang dihasilkan dari analisis keragaman genetik 8 isolat Begomovirus (Gambar 11), secara geografis terdapat beberapa isolat yang berasal dari daerah yang berdekatan berada pada satu kelompok, seperti isolat Ketep dengan Boyolali dan Isolat Malang dengan Blitar. Namun demikian, hal
49
sebaliknya juga terjadi dimana isolat-isolat yang berasal dari daerah dengan jarak yang berjauhan, berada pada kelompok yang sama yaitu isolat Brastagi (Medan), Bogor (Jawa Barat) dan Sragen (Jawa Tengah) dengan tingkat similaritas 100%. Adanya distribusi tomat dari satu daerah ke daerah yang lain dimungkinkan sebagai penyebab terjadinya penyebaran Begomovirus tersebut ke beberapa daerah. Seperti diketahui bahwa Begomovirus merupakan virus yang ditularkan oleh vektor serangga kutukebul (Bemisia tabaci Genn. famili Aleyrodidae) dengan cara persisten sirkulatif (Brown & Czosnek 2002). Serangga kutu kebul yang terikut sewaktu distribusi buah tomat dapat menularkan virus yang dibawanya. Identitas dan keragaman genetik dari isolat-isolat Indonesia dalam studi ini dapat ditentukan berdasarkan informasi dari hasil analisis filogenetik antara isolat-isolat lokal Indonesia dengan isolat Begomovirus dari database DNA dengan melihat kemiripan genetik yang diindikasikan dengan posisinya dalam kelompok yang sama (Gambar 12). Secara umum, delapan isolat Begomovirus dalam studi tersebar dalam tiga kelompok yang berbeda dan mempunyai identitas genetik yang mirip dengan isolat-isolat dari database. Isolat Brastagi, Bogor, Sragen, Ketep dan Boyolali mempunyai identitas yang mirip dengan isolat ToLCV-Java dan ToLCV-Java[Ageratum]. Ini berarti bahwa isolat Brastagi, Bogor, Sragen, Ketep dan Boyolali berkerabat dekat dengan isolat Tomato leaf curl virus (ToLCV). Isolat Malang dan Blitar mempunyai identitas yang mirip dengan Ageratum yellow vein virus dari China (AYVV-China). Hal ini mengindikasikan bahwa isolat Malang dan Blitar mempunyai kekerabatan yang dekat dengan AYVV-China. Sedangkan isolat Kaliurang mempunyai identitas genetik yang lebih dekat dengan ToLCV-Laos atau TYLCV-China. Hal ini mengindikasikan bahwa isolat Kaliurang mungkin berkerabat dekat dengan ToLCV-Laos atau TYLCV-China. Analisis keragaman genetik Begomovirus dengan menggunakan teknik PCR-RFLP dapat memberikan informasi tentang adanya polimorfisme pola genetik diantara isolat-isolat Begomovirus yang dipelajari. Teknik PCR-RFLP sebelumnya juga telah digunakan juga untuk identifikasi dan studi variasi genetik pada spesies Begomovirus namun dengan jenis enzim dan sampel yang berbeda (Rojas et al. 1993; Aidawati et al. 2005). Teknik ini juga digunakan untuk
50
mengkarakterisai spesies cendawan (Malvarez & Oliveira 2003). Namun demikian, teknik ini masih terdapat kekurangannya dimana keragaman genetik yang diperoleh hanya berdasarkan pada beberapa basa nukleotida dari enzim restriksi yang digunakan, sehingga belum mencakup seluruh genom Begomovirus. Dengan demikian, keragaman genetik yang dihasilkan mungkin belum menggambarkan variasi genetik Begomovirus yang sesungguhnya. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mempelajari keragaman genetik geminivirus menggunakan teknik lain yang lebih akurat, seperti analisis sekuen nukleotida atau asam amino. Selain itu perlu dilakukan kajian hubungan antara identitas genetik dengan tingkat virulensi dari Begomovirus yang dipelajari. Analisis keragaman genetik juga mengindikasikan adanya keragaman genetik yang tinggi di antara isolat-isolat Begomovirus yang dianalisis (Gambar 10). Adanya keragaman genetik yang cukup tinggi ini diduga karena adanya rekombinasi genetik di antara isolat-isolat Begomovirus. Kitamura et al. (2004) melaporkan bahwa rekombinasi pada Begomovirus merupakan sebuah fenomena yang sering terjadi dan dapat terjadi di antara spesies Begomovirus yang sama bahkan di dalam atau antar genus. Implikasi dari adanya keragaman genetik Begomovirus yang tinggi ini adalah dapat menjadi pertimbangan bagi pemulia tanaman tomat di dalam usaha untuk mengembangkan tanaman yang tahan. Suatu varietas yang tahan terhadap satu isolat Begomovirus tertentu belum tentu akan tahan terhadap isolat Begomovirus yang lain. Dengan demikian, pengembangan varietas tahan dapat diarahkan untuk merakit satu varietas yang dapat tahan terhadap beberapa isolat Begomovirus yang ada atau dengan merakit beberapa varietas yang tahan terhadap masing-masing isolat Begomovirus.
Simpulan
1. Hasil deteksi dengan PCR membuktikan adanya infeksi Begomovirus pada pertanaman tomat di delapan daerah di Jawa dan Sumatera. 2. Produk amplifikasi PCR yang dipotong dengan empat macam enzim restriksi mengindikasikan adanya polimorfisme fragmen-fragmen DNA di
51
antara isolat-isolat Begomovirus yang berasal dari daerah-daerah di Jawa dan Sumatera tersebut. 3. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa isolat-isolat Begomovirus terbagi menjadi 3 kelompok yang berbeda. Isolat-isolat Brastagi, Bogor, Sragen, Ketep dan Boyolali berkerabat dekat dengan Tomato leaf curl virus-Java (ToLCV) atau ToLCV-Java (A), isolat Malang dan Blitar berkerabat dekat dengan Ageratum yellow vein virus-China (AYVV-China), sedangkan isolat Kaliurang berkerabat dengan Tomato yellow leaf curl virus-China (TYLCV-China) atau ToLCV-Laos.
Daftar Pustaka Agrios GN. 1997. Plant Pathology. New York: Academic Press Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Hidayat P, Sujiprihati S. 2005. Identifikasi geminivirus yang menginfeksi tomat berdasarkan pada teknik Polymerase Chain Raction-Restriction Fragment Length Polymorphism. J Mikrobiol Indones 10:29-32 AVRDC Centerpoint newsletter-spring 2003 issue Brown JK and Czosnek H. 2002. Whitefly transmission of plant viruses. Adv Bot Res 36: 65-100 Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 1315 Hidayat SH, Chatchawankanpanich O, Rusli E, Aidawati N. 2006. Begomovirus associated with pepper yellow leaf curl disease in west Java, Indonesia. J Indon Microbiol 11 (2): 87-90 Kitamura K, Murayama A, Ikegami M. 2004. Evidence for recombination among isolates of tobacco leaf curl Japan virus and honeysuckle yellow vein mosaic virus. Arch Virol 149:1221-1229 Kon T, Hidayat SH, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2006. The Natural occurrence of two distinct begomovirus associated with DNAβ and a recombinant DNA in a tomato plant. Phytopathol 96: 517-525 Malvarez G, Oliveira V. 2003. A PCR/RFLP technique to characterize fungal species in Eucalyptus grandis Hill ex. Maiden ectomycorrhizas. Mycorrhiza 13:101-105 Pico B, Diez MJ, Nuez F. 1999. Improved diagnostic techniques for tomato yellow leaf curl virus in tomato breeding programs. Plant Dis 83:1006-
52
1012 Poikela MA, Svensson E, Rojas A, Horko T, Paulin L, Valkonen JPT, Kvarnheden A. 2005. Genetic diversity and mixed infections of begomoviruses infecting tomato, pepper and cucurbit crops in Nicaragua. Plant Pathol 54: 448-459 Rodriguez PE, Zerbini FM, Ducasse DA. 2006. Genetic diversity of Begomovirus infecting soybean, bean and associated weeds in Mortwestern Argentina. Fitopatol Bras 31:342-348 Rojas MR, Gilbertson RL, Russel DR, Maxwell DP. 1993. Use of degenerate primers in the polymerase chain reaction to detect whitefly-transmitted geminivirus. Plant Dis 77:340-347 Santoso, TJ, Duriat SA, Hidayat SH. 2007. Deteksi geminivirus pada tomat menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Jurnal Widya Riset 9(4). Dalam proses penerbitan Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2001. Molecular detection and host range study of tomato-infecting begomovirus. Di dalam: Proceeding of Indonesian Phytopathology Soc. Seminar. Bogor. 22-24 Agu 2001. Bogor: Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. hlm 208-217 Sukamto, Kon T, Hidayat SH, Ito K, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2005. Begomovirus associated with leaf curl disease of tomato in Java, Indonesia. J Phytopathol 153: 562-566
53
V. IDENTITY AND SEQUENCE DIVERSITY OF BEGOMOVIRUS ASSOCIATED WITH YELLOW LEAF CURL DISEASE OF TOMATO IN INDONESIA*) Abstrak
Infeksi Begomovirus pada tanaman tomat menyebabkan penyakit yang serius dan kehilangan hasil yang nyata. Tujuan penelitian ini adalah (i) mengamplifikasi gen AV1 untuk Begomovirus menggunakan primer spefisik; (ii) menentukan sekuen nukleotida dari gen AV1 hasil amplifikasi PCR; (iii) mengidentifikasi virus-virus yang berasosiasi dengan penyakit keriting daun pada tomat; dan (iv) menganalisis diversitas sekuen asam nukleat dan asam amino prediksi dari gen AV1 di antara isolat-isolat yang diidentifikasi. Sampel-sampel yang menunjukkan gejala-gejala umum dari infeksi Begomovirus dikoleksi dari lokasi-lokasi yang berbeda di Jawa dan Sumatera. Amplifikasi polymerase chain reaction (PCR) menggunakan asam nukleat total dan primer spesifik Begomovirus untuk gen AV1, sekuensing secara langsung dari produk PCR, dan analisis sekuen asam nukleat dan asam amino menggunakan BLAST telah dilakukan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah (i) adanya pita DNA hasil amplifikasi PCR membuktikan bahwa sampel-sampel tanaman tomat yang sakit terinfeksi oleh Begomovirus (ii) hasil analisis BLAST menggunakan sekuen nukleotida dan asam amino menunjukkan bahwa fragmen DNA hasil amplifikasi PCR adalah gen AV1 dari Begomovirus, (iii) identitas sekuen nukleotida dan asam amino dari gen AV1 di antara isolat-isolat Begomovirus mengindikasikan bahwa isolat-isolat tersebut adalah strain Ageratum yellow vein virus (AYVV) Indonesia, dan (iv) hasil analisis filogenetik mengindikasikan bahwa delapan isolat Begomovirus tersebut terbagi menjadi dua kelompok yang berbeda. Hasil dari percobaan ini juga menggambarkan bahwa adanya keragaman genetik Begomovirus pada berbagai daerah di Indonesia perlu untuk diteliti lebih lanjut. Selain itu, prevalensi dari spesies Begomovirus yang berbeda perlu juga untuk diteliti.
Kata kunci: Begomovirus, analisis sekuen, gen AV1, Tomato leaf curl virus *) Bagian dari disertasi ini telah diterbitkan dalam jurnal ilmiah terakreditasi Microbiology Indonesia 2 (1): 1-7. April 2008
54
Abstract
Infection of Begomovirus in tomato has caused serious disease and yield losses. The objectives of this study were to: (i) amplify putative AV1 gene using AV1 specific primers for Begomovirus; (ii) determine nucleotide sequences of the PCR amplified AV1 gene; (iii) identify the viruses associated with tomato leaf curl disease; and (iv) analyze nucleic acid and predicted amino acid sequence diversities of AV1 gene among the identified isolates. Samples of tomato plants showing typical symptoms of Begomovirus infection were collected from different locations in Java and Sumatera. Polymerase-chain reaction (PCR) amplification using total nucleic acid isolated from sample plants and Begomovirus specific primers for AV1 gene was performed; direct sequencing of PCR product was carried out; and nucleotide and amino acid sequence analysis using BLAST were conducted. The conclusions of this research were (i) positive results of the PCR amplification proved that diseased tomato samples collected from eight locations in Java and Sumatra were infected with at least one isolate of Begomovirus, (ii) the Blast analysis results using nucleotide and amino acid sequences showed that the PCR amplified DNA fragment was AV1 gene, (iii) identity of nucleotide and amino acid sequences of AV1 gene among Begomoviruses indicated that the isolates determined in this research were Indonesian isolates of AYVV, and (iv) results of phylogenetic analysis of eight Begomovirus isolates identified in this study indicated they belonged into two different clades. Results of this research also suggest that the existence of Begomovirus genetic diversity in various regions in Indonesia need further investigation. Moreover, the prevalence of distinct Begomovirus species or isolates should also be investigated.
Keywords: Begomovirus, sequence analysis , AV1 gene, tomato leaf curl virus
55
Introduction
The family Geminiviridae is one of the largest group of plant viruses. The morphology of geminivirus particles is unique having a geminate shape and a small size (≈ 30 x 20 nm). They are characterized by a circular, single stranded, DNA genome which replicates in the host cell nucleus and is encapsidated in twinned incomplete icosahedral particles. The family Geminiviridae is divided into four genera, i.e. Mastrevirus, Curtovirus, Topocuvirus and Begomovirus, based on the viral genome structure, host range and type of insect vector (Van Regenmortel et al. 1999). Mastreviruses and Curtoviruses have a monopartite genome and are transmitted by various leafhopper species, but infect monocotyledonous
and
dicotyledonous
plants,
respectively.
The
genus
Topocuvirus is made up of the tomato pseudo-curly - top virus, which has a monopartite genome, is transmitted by treehopper species, and which infects dicotyledonous plants. Members of the genus Begomovirus have monopartite (one ~2.9-kb DNA) or bipartite (two ~2.6-kb DNAs referred to as “DNA-A” and “DNA-B”) genome, is transmitted by whiteflies (e.g. Bemisia tabaci Gennadius) and infects dicotyledonous plants (Harrison 1985). Begomoviruses are considered to be emerging plant viruses, due to their increasing incidence and the severity of the diseases which they cause in a number of economically important crops, mostly in tropical and subtropical regions in the world (Polston & Anderson 1997). In Indonesia, begomoviruses are currently spreading threat for cultivated tomato in some tomato production areas and causing substantial yield losses. These viruses have also been reported to infect some other plants such as chilli pepper (Capsicum annuum L.), ageratum (Ageratum conyzoides L.) and tobacco (Nicotiana benthamiana L.) (Sudiono et al. 2001). Partial characterization of the genomic sequence of the Indonesia tomatoleaf-curl virus (ToLCIDV) was first reported in 1999 (DDBJ, accession number AF189018). Similar characterization was performed for six begomoviruses infecting tomato plants from Bandung, West Java (ToBadI-5, ToBadII-20, ToBadII-23, ToBadIII-1), Purwokerto, Central Java (ToPur-6), and Magelang,
56
Central Java (ToMag-2) (Sukamto et al. 2005). Meanwhile, the complete nucleotide sequence identification has been reported for the tomato-leaf-curl Java virus (Kon et al. 2006). In this paper, we report sequence analysis of the coat protein gene isolated from eight begomovirus isolates infecting tomato plants collected from different location in Java and Sumatra. It is important to understand the genetic diversity of begomoviruses infecting tomato plants as basic information for developing disease control strategies.
Materials and Methods
Sample collection Tomato plant
showing typical symptoms of begomovirus infection
(yellow mosaic, leaf curling, and stunting) were collected from several tomato producing areas (8 districts, 5 provinces) in Indonesia (Figure 13 and see RESULTS Table 4). Samples were placed in plastic bags or bottles and carried to the laboratory for DNA extraction and to screenhouse for virus isolation and propagation in host plant. DNA extraction and Polymerase Chain Reaction (PCR) analysis Total DNA was extracted from leaf according to Doyle and Doyle (1990) with slight modification. Leaf tissue was ground in a sterile mortar in 1.0 ml of extraction buffer. The extraction buffer used for the initial homogenization contains 100 mM Tris pH 8.0, 1.4 M NaCl, 20 mM EDTA pH 8.0, and 0.2% (v/v) Β-mercaptoethanol.
The
extraction
buffer
was
autoclaved
and
2%
polyvinylpyrolidone (PVP) and 2% CTAB were added immediately before use. Immediately after grinding, 500 µl aliquote were transferred to a 1.5 ml microfuge tube and incubated for 15 min at 65oC with occasional mixing to avoid aggregation of the homogenate. To the extract was added 500 µl of chloroform:isoamylalcohol (24/1) and the mixture was vortexed thoroughly. Each tube was then centrifuged for 15 min at 10.000 x g. The debris-free supernatant was transferred to a new tube and proteins precipitated by adding 2.5 x volume of absolute ethanol and washed twice with 70% ethanol (v/v). The pellet was dried
57
and resuspended in 100 µl of sterile distilled water. This DNA extract was stored at -20oC for further use. The coat protein gene was amplified by the PCR technique using two oligonucleotide specific primers for the geminivirus coat protein gene that were provided by Dr. Sylvia Green from the Asian Vegetable Research Development Centre
(AVRDC-Taiwan),
i.e
the
CPPROTEIN-V1
(5’-
TAATTCTAGATGTCGAAGCGACCCGCCGA-3’) and the CPPROTEIN-C1 (5’-GGCCGAATTCTTAATTTTGAACAGAATCA-3’). PCR reactions were prepared in 25 µl total volume, containing 10X buffer (100 mM Tris-HCl, 500 mM KCl, pH 8.3), MgCl2 (75 mM), dNTP mix (4 mM), 10 µM of each primer, 1 unit of Taq DNA polymerase and 2 µl of the DNA template. The amplication profile consisted of 30 cycles of denaturation at 94oC for 1 min, primer annealing at 55oC for 1 min and primer extension at 72oC for 2 min and followed by postextension at 72oC for 5 min. PCR products were analysed in agarose gels (1%) and stained with ethidium bromide and visualized under UV light using the Chemidoc gel system (Biorad). Direct sequencing of PCR products Products of the PCR were first visualized in agarose gels (1%) to estimate concentration and to confirm purity. Further purification of PCR products used ExoISAP
digestion
[Exonuclease
I
enzyme
and
Shrimp
Alkaline
Phosphatase/SAP (Biorad)] to remove the excess primers and dNTPs. The purified PCR products were then diluted, and mixed with a single primer (either forward or reverse primer). Each sequencing reaction was prepared using a DTCS kit (Beckman Coulter) in a 20 µl volume containing 1,5 µM of either forward or reverse primer and 50 ng of template DNA. The reaction profile consisted of 45 cycles of denaturation at 96oC for 20 sec, primer annealing at 50oC for 20 sec and primer extension at 60oC for 4 min. Reactions were analyzed in an CEQ 800 analyzer (Beckman Coulter). Determination of Virus Identity Database searches for the selected begomoviruses species were carried out using The National Center of Biotechnology Information basic local alignment
58
search tool or NCBI BLAST(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST) (Altschul et al.
1990). The identity of the virus was determined based on the highest
percentage value of the AV1 gene nucleic acid and amino acid sequence among the evaluated isolates and available sequences in the GenBank DNA database. The sequences were aligned using ClustalW (Thompson et al. 1994) while phylogenetic analysis was conducted using online tool facilities available at http://www.genebee.msu.su/clustal/advanced. html. The distance matrices were calculated using the Kimura two-parameters model (Kimura 1980). Results of the analysis were used to construct phylogenetic tree and the robustness of the internal branches of the tree was estimated by bootstrap analysis using 1000 replicates
a
b
c
d
Figure 13 Tomato plants exhibited various leaf-curl symptoms. Subsequent experiment indicated they were infected by Begomoviruses. (a) Leaf curling, smaller leaflet and stunting symptoms on tomato from Bogor, West java, (b) Leaf curling and mosaic symptoms on tomato from Sragen, Central Java, (c) Severe upward leaf curling and yellowing symptoms on tomato from Kaliurang, DI Yogyakarta, and d) Leaf curling symptom on tomato from Blitar, East Java.
59
Results
PCR Amplification of AV1 gene The detection of begomovirus infection using specific primers for AV1 gene specific primers was resulted in a single DNA fragment of approximately 780 bp (Figure 14) for most of the tomato plants showing typical begomovirus symptoms collected from the eight locations (Figure 13). Since the oligonucleotide primers used for PCR were specific for amplifying coat protein (AV1) gene of Begomovirus, results of this research suggested the presence of Begomovirus in all collected tomato plants. Direct sequencing of PCR products Direct sequencing of PCR products generated sequences of the putative AV1 gene ranged from 529 – 707 bp (Table 4). The determined nucleotide sequences would be submitted to GenBank Database. Homology among begomovirus isolates was shown when alignment was performed for predicted amino acid sequence of partial AV1 gene of eight Begomovirus isolates identified in this research and other isolates available in the GenBank DNA database (Figure 15).
1
2
3
4
5
6
7
8
M
1 0 0 0 -b p 850
AV1 gene
650
Figure 14 Agarose gel electropherogram of polymerase chain reaction (PCR) amplified DNA fragments of putative AV1. The DNA fragments were amplified by PCR using AV1 specific primers and total nucleic acid of diseased tomato sample from (1) Malang, East Java; (2) Blitar, East Java; (3) Sragen, Central Java; (4) Magelang, Central Java; (5) Boyolali, Central Java; (6) Kaliurang, DI Yogyakarta; (7) Bogor, West Java; and (8) Brastagi, North Sumatera. Marker: 1 Kb plus (Invitrogen) DNA marker.
60
Table 4 Isolate identity, observed symptoms on collected tomato samples, location of collected samples, and number of determined nucleic acid and predicted amino acid sequences based on the polymerase chain reaction amplified putative AV1 gene.
Size of sequences Isolate identity
Observed symptoms on collected tomato sample
Location of collected sample
Nucleotide (bp)
Amino acid (residues)*
ToLC-Blt
Leaf curling and stunting
Blitar, E. Java
580
193
ToLC-Mlg
Yellowing, severe upward leaf curling, and stunting Leaf curling, stunting and mosaic
Malang, E. Java
529
176
Sragen, C. Java
685
227
ToLC-Mgl
Leaf curling, stunting and smaller leaflet
Magelang, C. Java
707
235
ToLC-Byl
Leaf curling and stunting
Boyolali, C. Java
702
233
ToLC-Klu
Severe upward leaf curling, yellowing, and stunting
Kaliurang, DI. Yogyakarta
605
201
ToLC-Bgr
Severe leaf curling, cupping, smaller leaf, and stunting Leaf curling and stunting
Bogor, W. Java
666
221
Brastagi, N. Sumatra
706
234
ToLC-Srg
ToLC-Btg
Note: * Predicted based on the determined nucleotide sequences.
Determination of Virus Identity Comparison of nucleotide and predicted amino sequences of putative AV1 gene of the eight isolates with available AV1 gene sequences in the GenBank revealed that the eight isolates had homologies above 90% with Ageratum yellow vein virus isolate from Singapore (AYVV – GenBank acc. no. X74516) (Tan et al. 1995). The homology was less than 90% with Pepper leaf curl virus isolate from Malaysia (PepLCV-Mal –AF414287) (Shih et al. 1998) or Cassava mosaic virus isolate from South Africa (CasMV-SA –AJ575560) (Briddon et al. 2003) (Table 5).
61
ToLC-Btg ToLC_Srg ToLC_Bgr ToLC_Mlg ToLC-Blt ToLC-Klu ToLC-Byl ToLC_Mgl AYVV SCLV-Jpn ToLCV_Mal ToLCV_JvA ToLCV-Jv PepLCV-Mal CasMV-SA
VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRTPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRTPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRTPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVCCVTD VFVTNKRRTWTNRPMYRKPSMYSMYRSPDVPKGCEGPCNVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD VLVTNRRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRTPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRMYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD VLVTNKRRAWTQRPMYRKPRMYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSYEQRHDISHVGKVLCVSD VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRLYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSFESRHDVSHVGKVCCITD VLVTNKRRTWTNRPMYRKPRMYRMYRSPDVPKGCEGPCKVQSFESRHDVSHVGKVCCITD VLVTNKRRSWANRPMNRKPRIYRMYKSPDVPRGCEGPCKVQSYEQRHDVAHVGKVICVSD VQGTNKRRSWTLRPMYRKPRMYRMYRSPDVPRGCEGPCKVQSYEQRDDVKHTGAVRCVSD * **:**:*: *** *** :* **::****:******:***:*.*.*: *.* * *::*
ToLC-Btg ToLC_Srg ToLC_Bgr ToLC_Mlg ToLC-Blt ToLC-Klu ToLC-Byl ToLC_Mgl AYVV SCLV-Jpn ToLCV_Mal ToLCV_JvA ToLCV-Jv PepLCV-Mal CasMV-SA
VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYVLGKVWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPYGT-AMDFG VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYVLGKVWMDGDIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPYGT-ALDFG VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPYGT-AMDFG VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPYGT-AMDFR VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYMLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFHLVRDRRPYGS-AMDFG VTRGNGLTHRMGKRFCVKSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPYGS-AMDFG VTRGNGLTHRVGKRFCVRSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPYGS-AMDFG VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPYGS-AMDFG VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPFGT-AMDFG VTRGNGLTHRVGKRFCVKSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFYLVRDRRPFGT-AMDFG VTRGNGFTHRVGKRFCVKSIYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFFLVRDRRPFGT-AMDFG VTRGLGLTHRTGKRFCVKSVYIMGKVWMDENIKTKNHTNTVMFFLVRDRRPYSS-PQDFG VTRGLGLTHRTGKRFCVKSVYIMGKVWMDENIKTKNHTNTVMFFLVRDRRPYSS-PQDFG VTRGNGLTHRVGKRFCIKSVYVLGKIWMDENIKTKNHTNTVMFFLVRDRRPFGT-PQDFG VTRGSGITHRVGKRFCVKSIYVLGKIWMDENIKKQNHTNQVMFFLVRDRRPYGTSPMDFG **** *:*** *****::*:*::**:*** :**.:**** ***.*******:.: . **
ToLC-Btg ToLC_Srg ToLC_Bgr ToLC_Mlg ToLC-Blt ToLC-Klu ToLC-Byl ToLC_Mgl AYVV SCLV-Jpn ToLCV_Mal ToLCV_JvA ToLCV-Jv PepLCV-Mal CasMV-SA
QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFTSTVTGGQYACKEQAMV QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFSSTVTGGQYACKRQAWV QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKYTSTVTGGQYACKEQALV QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFTSTVTGGQYACKEQAWV QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFTSTVTGGQYAAKEQASV QVFTMYDNEPSTATIKNDLRDRYQGVRKLSSTVTGGQYAGKGQASV QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFTSTVTGGQYASKEQALV QVYNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFTSTVTGGQYASKEQALV QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFTSTVTGGQYASKEQALV QVFNMYDNEPSTATIKNDLRDRYQVLRKFTSTVTGGQYACKEQALV QVFNMYDNEPSTATVKNDMRDRYQVLRKFTATVTGGQYASKEQALV QVFNMYDNEPSTATVKNDMRDRFQVLRKFSSTVTGGQYACKEQALV QVFNMYDNEPSTATVKNDMRDRFQVLRKFTSTVTGGQYACKEQSLV QVFNMYDNEPSTATVKNDNRDRFQVLRRFQATVTGGQYASKEQAIV QVFNMFDNEPSTATIKNDLRDRFQVLRKFHATVVGGPSGMKEQALI **:.*:********:*** ***:* :*: :**.** . * *: :
Figure 15 Alignment of partial amino acid sequences predicted from determine nucleotide sequences of AV1 gene of eight Begomovirus isolates determined in this research and seven Begomovirus isolates available from GenBank DNA database. AYVV - Ageratum yellow vein virus (X74516), SCLV-Jpn– Soybean crinkle leaf virus-Japan (AB050781), PepLCV-Mal– Pepper leaf curl virus-Malaysia (AF414287), ToLCVJv– Tomato leaf curl virus-Java (NC-005031), ToLCV-JvA – Tomato leaf curl virus-Java[Ageratum] (AB162141), ToLCV-Mal – Tomato leaf curl virus-Malaysia (NC-004648), and CasMV-SA – South African cassava mosaic virus (AJ575560) were obtained from GenBank database at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast/Blast.cgi
62
Table 5. Percentages of sequence identities of AV1 gene among suspected Begomoviruses isolates determined in this research and three Begomoviruses available in the GenBank database. AYVV
PepLCV-Mal
CasMV-SA
Isolate identity
NT (%)
AA (%)
NT (%)
AA (%)
NT (%)
AA (%)
ToLC-Bgr ToLC-Blt ToLC-Btg
95 93 95
97 95 96
81 81 81
85 85 85
78 89 87
77 77 79
ToLC-Byl
92
93
80
83
86
78
ToLC-Klu 93 90 82 81 84 75 ToLC-Mgl 95 96 81 86 86 80 ToLC-Mlg 94 96 81 86 79 75 ToLC-Srg 94 93 82 81 82 76 Note: AYVV - Ageratum yellow vein virus ( X74516), PepLCV-Mal – Pepper leaf curl virus - Malaysia (AF414287), and CasMV-SA - South African cassava mosaic virus (AJ575560) were obtained from GenBank database at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast/Blast.cgi Distance matrices based on AV1 gene amino acid sequences of suspected Begomovirus isolates determined in this research, AYVV, SCLV-Jpn, PepLCVMal, ToLCV-Jv, ToLCV-JvA, ToLCV-Mal, and SA-CasMV supported previous finding that the suspected Begomoviruses were indeed isolates of AYVV since their distances (Table 6) were generally less than 10%. On the other hand, the distances were generally more than 10% if AV1 gene of the suspected Begomovirus isolates from Indonesia were compared to that of either PepLCV, ToLCV-Jv, or ToLCV-JvA, and more than 20%
when compared to that of
CasMV-SA. These results indicated that the suspected Begomovirus isolates from Indonesia were not isolates of PepLCV, ToLCV-Jv, ToLCV-JvA, or CasMV. The ToLCV-Jv and ToLCV-JvA were the other two Begomovirus isolates from Indonesia that had previously been reported (Kon et al. 2006). The AV1 Gene Sequence Diversity Phylogenetic analysis was carried out based on predicted amino acid sequences of putative AV1 gene determined in this research and those of other Begomoviruses available in the GeneBank (Figure 16). The eight Begomovirus isolates determined in this research were all clustered in similar clade with AYVV
63
from Singapore (AYVV) and Taiwan (AYVV-Tw). However, their sequences were quite diverse based on the arm length of the phylogenetic tree. Results of this analysis also indicated that three Begomovirus isolates from Indonesia identified in previous study (ToLCV-Jv, ToLCV-JvA, and TYLCV-Lbg) did not belong to the same clade as the isolates identified in this research. The three isolates were more closely related to PepLCV-Mal than to the eight isolates identified in this research. Table 6 Distance matrices (%) based on predicted AV1 gene amino acid sequences of suspected Begomoviruses isolates determined in this research, Ageratum yellow vein virus (AYVV), Soybean crinkle leaf virus (SCLV), Pepper leaf curl virus (PepLCV), Tomato leaf curl virus (ToLCV), and Cassava mosaic virus (CasMV). Isolate
ToLCBlt
ToLCMlg
ToLC- ToLC- ToLC- ToLC- ToLC- ToLCSrg Mgl Byl Klu Bgr Btg
ToLC-Blt ToLC-Mlg
3,7
ToLC-Srg
7,7
5,0
ToLC-Mgl
3,1
3,1
7,0
ToLC-Byl
6,3
6,3
10,4
4,4
ToLC-Klu
7,7
8,3
10,4
7,7
11,1
ToLC-Bgr
4,4
2,5
5,0
3,1
6,3
8,3
ToLC-Btg
4,4
2,5
3,7
3,7
7,0
9,0
1,8
AYVV
5,0
3,7
6,3
3,1
6,3
9,7
2,5
3,1
SCLV-Jpn
4,4
2,5
6,3
3,1
5,0
9,0
2,5
3,1
PepLCV-Mal
16,2
15,5
18,5
15,5
18,5
20,9
16,2
16,2
ToLCV-Jv
14,0
14,7
15,5
14,0
17,7
15,5
14,7
14,0
ToLCV-JvA
14,7
15,5
17,7
14,7
17,0
17,7
15,5
14,7
ToLCV-Mal
9,0
8,3
12,5
7,7
9,7
14,7
8,3
9,0
CasMV-SA
22,5
23,3
27,6
21,7
23,3
27,6
23,3
24,2
Note: AYVV - Ageratum yellow vein virus (X74516), SCLV-Jpn – Soybean crinkle leaf virus-Japan (AB050781), PepLCV-Mal– Pepper leaf curl virus-Malaysia (AF414287), ToLCV-Jv– Tomato leaf curl virus-Java (NC005031), ToLCV-JvA–Tomato leaf curl virus-Java[Ageratum] (AB162141), ToLCV-Mal– Tomato leaf curl virus-Malaysia (NC-004648), and CasMV-SA– South African cassava mosaic virus (AJ575560) were obtained from GenBank database at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast/Blast.cgi
64
* * *
* * *
*
0
0.02
0.04
0.06
0.08
*
0.10
0.12
0.14
0.16
0.18
0.20
Figure 16 Phylogenetic relationship based on predicted AV1 gene amino acid sequences of suspected Begomoviruses isolates determined in this research (indicated with *), and other Begomoviruses available in the GenBank DNA database. The AV1 gene for AYVV - Ageratum yellow vein virus (X74516), AYVV-Tw - Ageratum yellow vein Taiwan virus (NC_004627), AYVV-Ch - Ageratum yellow vein China virus - [G68] (AJ849916), SCLV - Soybean crinkle leaf virus (AB050781), SLCV-Jpn - Soybean crinkle leaf virus-[Japan] (AB050781), SLCV-Thai - Soybean crinkle leaf virus-[Thailand] (EF064788), ToLCV-JvA - Tomato leaf curl Java virus-[Ageratum] (AB162141), TYLCV-Lbg - Tomato yellow leaf curl Indonesia virus[Lembang] (AF189018), ToLCV-Jv - Tomato leaf curl Java virus (NC_005031), ToLCV-Bang - Tomato leaf curl Bangladesh virus (AF188481), ToLCV-Lao - Tomato leaf curl Laos virus (AF195782), ToLCV-Mal - Tomato leaf curl Malaysia virus (NC_004648), ToLCV-Vt Tomato leaf curl Vietnam virus (NC_004153), ToLCV-Ch - Tomato leaf curl China virus (ToLCV-Ch), PepLCV-Mal - Pepper leaf curl virus-[Malaysia] (AF414287), StLCV - Stachytarpheta leaf curl virus (AJ810157), CasMV-SA - South African cassava mosaic virus (AJ575560), BLCV-Mdgr - Bean leaf curl Madagascar virus (AM701757), and WmChStV - Watermelon chlorotic stunt virus (NC_003708) isolates, respectively, were obtained from GenBank DNA database, available at http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast/Blast.cgi .
65
Discussions
A high incidence of leaf curl disease in tomato plants in Indonesia has been observed in the last 5 years and it has become a major problem in tomato growing areas across the country (Hidayat, unpublished data). Association of begomiviruses with tomato leaf curl disease has been reported mainly from West Java and Central Java (Sudiono et al. 2001; Aidawati et al. 2005). Detailed analyses of the molecular properties and biological activities of begomoviruses from tomato plants with leaf curl in Java has been described recently (Sukamto et al. 2005; Kon et al. 2006). In this paper, we reported the detection, sequencing, and phylogenetic analysis of several isolates of tomato begomoviruses collected from different locations in Java and Sumatra, Indonesia. We conducted analysis of the genetic diversity based on coat-protein gene sequence after direct sequencing of PCR products. Direct sequencing of PCR products, after the PCR parameters were optimimized, has an advantage compared with other strategies, i.e. it is extremely efficient for the analysis of a large number of sequences in a short period of time. Previously it has been known that several begomoviruses are associated with tomato leaf curl disease in Java, Indonesia. Based on sequence comparisons and phylogenetic analysis, the viruses were divided into several groups. It is an interesting facts that all begomoviruses asociated with tomato leaf curl disease in Java formed separate groups from those of other tomato infecting begomoviruses. According to Sukamto et al. (2005) and Kon et al. (2006), tomato begomoviruses from Java had a closest relationship with AYVV. Similarly, Begomovirus isolates identified in this research showed high sequence identities with that of AYVV, and also SCLV, and ToLCV-Mal. The AV1 gene predicted amino acid sequences of the identified isolates exhibited distances of less than 10% against that of the three Begomoviruses, indicating they were isolates of the same virus species. Therefore, it was suggested that the identified Begomovirus isolates in this study might be Indonesian isolates of AYVV or SCLV. Based on AV1 gene sequences analysis in this study, previous identified tomato begomoviruses from Indonesia, ToLCV-Jv, ToLCV-JvA, and TYLCV-Lbg, has closed relationship with PepLCV
66
and CasMV. It was not the case for the eight identified Begomovirus isolates in this study since their predicted amino acid sequence identities and their distances were either more than 90% and less than 10% (against PepLCV) or more than 80% and less than 20% (against CasMV), respectively. Although the eight Begomovirus isolates identified in this study exhibited more than 90 % of the AV1 gene amino acid sequence identities and less than 10% of the distances, results of phylogenetic analysis indicated they belonged into two different clades. Such results indicated the their AV1 gene might have originated from the same progenitor sequences but separated different way because of accumulated mutations. Another possible explanation for such cases might be because of the occurence of recombination. Differences in accumulated mutations might not be the answer since the occurence of Begomovirus associated tomato diseases in Indonesia was only recently. Therefore, recombination might be the possible cause of such differentiation. More studies would be required before such possibility be decided. Kitamura et al. (2004) has proposed that recombination is a very frequent event and widespread phenomenon among Geminiviruses. Such recombination might occur either at species and genera levels, respectively. It was also suggested that the genome recombination within Geminiviruses
contributed
significantly
to
the
evolution
processes
of
Geminiviruses. Based on the analysis above, it is suggested that the existence of Begomovirus genetic diversity in various regions in Indonesia need further investigation. Moreover, the prevalence of distinct Begomovirus species or isolates should also be investigated. Such data will aid the development of control strategies for viruses and support development of Begomovirus resistance tomato cultivars through plant breeding.
Conclusion
1. Positive results of the PCR amplification proved that diseased tomato samples collected from eight locations in Java and Sumatera were infected with at least one isolate of Begomovirus
67
2. The Blast analysis results using nucleotide and amino acid sequences showed that the PCR amplified DNA fragment was AV1 gene 3. Identity of nucleic acid and amino acid among AV1 gene among Begomoviruses indicated that the isolates determined in this research were Indonesian isolates of AYVV 4. Results of phylogenetic analysis of eight Begomovirus isolates identified in this study indicated they belonged into two different clades.
Reference Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Hidayat P, Sujiprihati S. 2005. Identifikasi geminivirus yang menginfeksi tomat berdasarkan pada teknik Polymerase Chain Raction-Restriction Fragment Length Polymorphism. J Mikrobiol Indones 10:29-32 Altschul SF, Gish W, Miller W, Myers EW, Lipinan DJ. 1990. Basic local alignment search tool. J of Mol Biol 215: 403-410 AVRDC Centerpoint newsletter-spring 2003 issue Briddon RW, Robertson I, Markham PG, and Stanley J. 2004. Occurrence of South African cassava mosaic virus (SACMV) in Zimbabwe. Plant Pathol. 53(2):233-233 Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 1315. Harrison BD. 1985. Advances in geminivirus research. Ann Rev Phytopathol 23: 55-82. Hidayat SH, Chatchawankanpanich O, Rusli E, Aidawati N. 2006. Begomovirus associated with pepper yellow leaf curl disease in west Java, Indonesia. J Indon Microbiol 11 (2): 87-90 Kimura M. 1980. A simple method for estimating evolutionary rate of base substitution through comparative studies of nucleotide sequences. J Mol Evol 16: 111-120 Kitamura K, Murayama A, Ikegami M. 2004. Evidence for recombination among isolates of tobacco leaf curl Japan virus and honeysuckle yellow vein mosaic virus. Arch Virol 149:1221-1229. Kon T, Hidayat SH, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2006. The Natural occurrence of two distinct begomovirus associated with DNAβ and a recombinant DNA in a tomato plant. Phytopathol 96: 517-525. Moriones E, NavasCatillo J. 2000. Tomato yellow leaf curl virus, an emerging virus complex causing epidemics worldwide. Virus Research 71: 123-134
68
Polkela MA, Svensson E, Rojas A, Horko T, Paulin L, Valkonen JPT, Kvarnheden A. 2005. Genetic diversity and mixed infections of begomoviruses infecting tomato, pepper and cucurbit crops in Nicaragua. Plant Pathol 54: 448-459 Polston JE, Anderson PK. 1997. The emergence of whitefly-transmitted geminiviruses in tomato in the Western hemisphere. Plant Dis 81:13581369. Rodriguez PE, Zerbini FM, Ducasse DA. 2006. Genetic diversity of Begomovirus infecting soybean, bean and associated weeds in Mortwestern Argentina. Fitopatol Bras 31:342-348 Santoso TJ, Hidayat SH, Herman M, Aswidinnoor H, Sudarsono. 2008. Identitas dan keragaman genetik Begomovirus yang berasosiasi dengan penyakit keriting pada tomat berdasarkan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)-Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP). J Agrobiogen 4(1):- (in press) Shih SL, Roff MMN, Nakhla MK, Maxwell DP, Green SK. 1998. A new geminivirus associated with a leaf curl disease of tomato in Malaysia. J of Zhiwu Baohuxue Hui Huikan 40: 435-435 Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2001. Molecular detection and host range study of tomato-infecting begomovirus. In : Proceeding of Indonesian Phytopathology Soc. Seminar. Bogor. Aug 22-24, 2001. p. 208-217. Sukamto, Kon T, Hidayat SH, Ito K, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2005. Begomovirus associated with leaf curl disease of tomato in Java, Indonesia. J Phytopathol 153: 562-566. Tan PH. Wong SM, Wu M, Bedford ID, Saunders K. Stanley J. 1995. Genome organization of Ageratum yellow vein virus, a monopartite whiteflytransmitted geminivirus isolated from a common weed. J Gen Virol 76:2915-2922 Thompson JD, Higgins DG, Gibson TJ. 1994. Clustal W: improving the sensitivity of progressive multiple sequence alignment through sequence weighting, position-specific gap penalties and weight matrix choice. Nuc Ac Res 22: 4673-4680 Van Rogenmortel MHV, Fauquet CM, Bishop DHL, Carstens E, Estes MK, Lemon SM, Maniloff J. Mayo MA, McGeoch DJ, Pringle CR, Wickner RB. 1999. Virus Taxonomy. Seventh Report of the International Committee on Taxonomy of Viruses. Academic Press, San Diego.
69
VI. KONSTRUKSI GEN AV1- BEGOMOVIRUS PADA VEKTOR EKSPRESI DAN INTRODUKSINYA KE TEMBAKAU MENGGUNAKAN VEKTOR A. tumefaciens Abstrak
Infeksi Begomovirus dilaporkan menyebabkan penyakit keriting tanaman tomat di beberapa negara, termasuk Indonesia. Penyakit ini telah mengakibatkan penurunan hasil yang nyata pada produksi tomat. Pada saat ini belum ada cara yang efektif untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh infeksi Begomovirus tersebut. Penggunaan varietas tomat yang tahan merupakan cara pengendalian yang terbaik untuk mengkontrol virus tersebut. Teknologi rekayasa genetik memberikan peluang untuk merakit tanaman transgenik yang tahan terhadap Begomovirus melalui pendekatan pathogen-derived resistance (PDR). Gen AV1 dari Begomovirus merupakan gen yang menyandikan protein selubung yaitu suatu protein yang bertanggung jawab dalam enkapsidasi partikel virus dan berperan di dalam penentuan spesifisitas penularan virus dan perkembangan gejala. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan konstruksi gen AV1 pada vektor ekspresi dan mengintroduksikan transgen tersebut ke tanaman tembakau menggunakan vektor bakteri Agrobacterium tumefaciens. Serangkaian kegiatan untuk konstruksi gen telah dilakukan diantaranya adalah amplifikasi gen AV1 Begomovirus menggunakan primer spesifik, transformasi ke bakteri E. coli DH5α dan kloning gen tersebut ke vektor ekspresi pBI121. Eksplan potongan daun dari tanaman tembakau yang ditumbuhkan secara in vitro ditransformasi melalui ko-kultivasi dengan A. tumefaciens yang mengandung konstruksi gen AV1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen AV1-Begomovirus berhasil diamplifikasi dan disisipkan ke dalam vektor ekspresi pBI121. Transformasi genetik telah menghasilkan tanaman-tanaman transforman tembakau yang membawa gen ketahanan terhadap kanamisin (gen nptII) dan tanaman-tanaman tersebut telah diaklimatisasi di rumah kaca. Tanaman-tanaman putatif transgenik tersebut diduga juga telah mengandung gen AV1-Begomovirus. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk melihat integrasi dan jumlah kopi dari transgen AV1 serta ekspresinya untuk memperoleh ketahanan terhadap infeksi Begomovirus.
Kata kunci: Gen AV1, Begomovirus, Nicotiana tabaccum, Agrobacterium tumefaciens, protein selubung
70
Abstract
Infection of Begomovirus has caused leaf curl disease in tomato. This infection has significantly impact on yield losses of tomato production. Recently, there is no effectively way to control this disease. The use of resistant tomato variety is the best way to control the virus. Genetic engineering technology gives the opportunity to develop the transgenic plant resistant to Begomovirus through pathogen derived resistance (PDR) approach. Begomovirus AV1 gene is a gene expressing coat protein which responsible for particle encapsidation and have a role in specivicity determinant of virus transmission and symptom developmment. The objectives of this study were to construct the Begomovirus AV1 gene in expression vector plasmid and to introduce the gene into tobacco plant genome through A. tumefaciens vector. A series activites in gene cloning have conducted include PCR amplification of AV1 gene using a pair of specific primer, bacterial transformation of the gene into E. coli DH5α competent cell and cloning the gene into expression vector plasmid pBI121. Leaf segments of in-vitro tobacco plant were transformed by co-cultivation with A. tumefaciens containing ToLCV-AV1 construct. In this research, Indonesian Begomovirus AV1 gene was successfully amplified and inserted in expression vector plasmid. Tobacco transformants carrying kanamycin-resistant gene (nptII gene) were regenerated and established in glasshouse. Those transformant plants are expected containing the AV1 gene. Further experiment need to be conducted to study the integration and copy number of AV1 transgene as well the expression to obtain the resistance against virus infection.
Keywords: AV1 gene, Begomovirus, Nicotiana tabaccum, Agrobacterium tumefaciens, coat protein
71
Pendahuluan
Serangan penyakit keriting daun pada tanaman tomat dan cabai yang disebabkan oleh infeksi Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV), salah satu anggota Begomovirus telah laporkan di berbagai daerah di Indonesia (Aidawati et al. 2005, Hidayat et al. 2006). Penurunan hasil akibat serangan penyakit keriting daun pada tanaman tomat di daerah Bogor, Jawa Barat dan sekitarnya dilaporkan dapat mencapai 50-70% (Sudiono et al. 2001). Selain itu, serangan penyakit keriting daun ini dilaporkan dapat menyebabkan penurunan hasil hingga 50-100% (AVRDC Centerpoint Newsletter – spring 2003 issue) dibandingkan dengan tanaman tomat yang sehat. Beberapa pendekatan telah dilakukan untuk mengendalikan Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat, tetapi hanya sedikit yang terbukti efektif. Usaha untuk mengendalikan kutu kebul secara biologi juga telah dilakukan, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan (Mason et al. 2000) Sampai saat ini belum ada bahan kimia yang dapat diaplikasikan secara langsung untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut. Penggunaan varietas tahan merupakan cara yang tepat untuk mengendalikan virus karena metode ini relatif lebih aman dan murah apabila dibandingkan dengan metode pengendalian yang lain (Polston & Anderson 1997; Hanson et al. 2000; Mason et al. 2000). Usaha untuk memperoleh ketahanan genetik terhadap Begomovirus terutama untuk TYLCV telah dilakukan. Beberapa peneliti telah mencari gen-gen ketahanan dan toleransi terhadap TYLCV di antara spesies Lycopersicon liar dan telah menemukan beberapa gen yang menjanjikan, diantaranya pada spesies L. chilense Dun, L. pimpinellifolium (Jusl.) Mill, L. hirsutum Dun dan L. peruvianum (L.) Mill (Zakay et al. 1991; Kasrawi et al. 1998; Pico et al. 1998; Vidavsky & Czosnek 1998). Akan tetapi, melalui pemuliaan konvensional hanya beberapa galur dan varietas saja yang telah dihasilkan. Padahal, di daerah sentra produksi tomat di beberapa negara di dunia, tanaman tomat yang dikembangkan masih sangat rentan terhadap berbagai Begomovirus (Mason et al. 2000). Selain itu, kultivar-kultivar yang toleran justru mendukung replikasi virus dan dapat menjadi sumber inokulum untuk tanaman-tanaman yang rentan (Lapidot et al. 2001).
72
Untuk kasus Indonesia, sumber gen ketahanan untuk mengendalikan Begomovirus belum ditemukan pada koleksi plasma nutfah tomat. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan lain untuk pengembangan kultivar tomat tahan penyakit keriting yang disebabkan oleh Begomovirus. Sebuah konsep ketahanan yang berasal dari patogen (pathogen-derived resistance, PDR) yang dapat digunakan untuk pengembangan varietas tomat tahan penyakit keriting (Sanford & Johnson 1985; Dasgupta et al. 2003). Pendekatan PDR ini memanfaatkan elemen genetik yang dapat berupa gen utuh atau bagian gen dari genom virus kemudian diklon dan digabungkan dengan sekuen pengendali (promoter dan terminator) dan diintroduksikan ke tanaman melalui transformasi genetik tanaman, sehingga akan mempengaruhi satu atau beberapa tahap penting dalam siklus hidup virus. Pemanfaatan gen selubung protein (coat protein gene) merupakan salah satu contoh dari pendekatan PDR ini (Bendahmane et al. 1997; Sinisterra et al. 1999; Vidya et al. 2000; Raj et al. 2005). Gen AV1 menyandikan protein selubung (coat protein) dan merupakan gen-gen yang terletak pada utas viral-sense dari Begomovirus monopartite termasuk Tomato (yellow) leaf curl virus (Horrison BD 1985). Produksi protein selubung diregulasi oleh gen AC2. Protein selubung mempunyai beberapa fungsi dan merupakan dasar dari metode serologi untuk deteksi dan identifikasi Begomovirus. Gen penyandi protein selubung virus (AV1) diisolasi dari virus untuk memperoleh resistensi non-konvensional terhadap virus dan telah terbukti efektif untuk mengendalikan geminivirus pada tanaman (Sinisterra et al. 1999; Raj et al. 2005). Analisis fungsional ekspresi gen AV1 Begomovirus untuk memperoleh tanaman tomat tahan terhadap virus dapat dilakukan dengan mengintegrasikan gen AV1 ke dalam genom dan meregenerasikan tanaman transgenik. Tanaman tembakau merupakan tanaman model yang dapat digunakan untuk mempelajari tujuan tersebut karena regenerasi tanaman tembakau sangat mudah dilakukan. Selain itu, tanaman tembakau juga merupakan salah satu inang dari Begomovirus sehingga mempermudah untuk pengujian ekspresi gen melalui infeksi virus (Lazarowitz & Lazdins 1991). Beberapa penelitian untuk mempelajari gen-gen
73
dari virus untuk memperoleh sifat ketahanan telah dilakukan (Pascal et al. 1993; Sinisterra et al. 1999; Mubin et al. 2007). Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan konstruksi gen AV1 Begomovirus pada plasmid vektor ekspresi dan mengintroduksikan transgen tersebut ke tanaman tembakau menggunakan vektor bakteri Agrobacterium tumefaciens.
Bahan dan Metode A. Konstruksi gen AV1 ke dalam plasmid vektor ekspresi Amplifikasi gen AV1 dengan primer spesifik Gen AV1 Begomovirus dari isolat Brastagi dan Kaliurang diamplifikasi menggunakan teknik PCR mengikuti prosedur yang dikembangkan oleh Laboratorium Virologi, AVRDC, Taiwan. Amplifikasi gen AV1 dilakukan menggunakan sepasang primer spesifik gen AV1 (CPPROTEIN-V1 dan CPPROTEIN-C1). Urutan basa dari primer
CPPROTEIN-V1 adalah 5’-
TAATTCTAGATGTCGAAGCGACCCGCCGA-3’ (mengandung situs enzim XbaI, ditandai dengan garis bawah) dan primer CPPROTEIN-C1 adalah 5’GGCCGAATTCTTAATTTTGAACAGAATCA-3’ (mengandung situs enzim EcoRI). Ukuran produk amplifikasi PCR dari gen AV1 adalah 780 bp. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan total volume 25 ul mengandung 2-5 ul DNA cetakan, dNTPs dengan konsentrasi 25 µM, primer F dan R masing-masing dengan konsentrasi 0,2 uM, MgCl2 dengan konsentrasi 1,5 mM, enzim Taq DNA polymerase 0,15 unit dalam larutan buffer 1X (20mM Tris-HCl pH 8.0, 100mM KCl, 0,1mM EDTA, 1mM DTT, 50% glycerol, 0,5%, Tween 20, dan 0,5% nonidet P40). Reaksi amplifikasi dilakukan dengan mesin PCR (MJ Research) dengan program sebagai berikut: denaturasi pada suhu 940C selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 550C selama 2 menit, dan pemanjangan/sintesis DNA pada suhu 720C selama 2 menit. Tahapan program PCR tersebut diulang sebanyak 30 siklus. Pada tahap terakhir proses PCR dilakukan pemanjangan akhir pada suhu 720C selama 10 menit. Setelah proses PCR selesai, sampel disimpan di kulkas dengan suhu 40C atau langsung dianalisis dengan gel elektroforesis.
74
Purifikasi dan elusi fragmen DNA hasil PCR Hasil amplifikasi PCR sebanyak 25 ul di elektroforesis dalam 1% gel agarosa dengan bufer TBE 0,5X. Dengan pewarnaan pada etidium bromida, pita DNA diambil dari gel dibawah sinar ultraviolet. Kemudian potongan gel dipurifikasi menggunakan “S.N.A.P DNA purification kit” (Invitrogen) dan dielusi menggunakan 40 ul air steril. Ligasi fragmen DNA pada vektor pGEM-T easy Sebanyak 3 ul DNA produk PCR yang telah dipurifikasi diligasikan dengan 1 ul vektor pGEM-T easy (50 ng/ul) dengan bantuan 1 ul enzim T4 DNA ligase (3 u/ul) dan 5 ul 2x ligation buffer. Selanjutnya campuran diinkubasi pada suhu 40C selama satu malam. Transformasi plasmid rekombinan pada bakteri E. coli DH5α α Plasmid rekombinan hasil ligasi kemudian ditransformasi ke dalam bakteri E. coli DH5α dengan metode CaCl2 (heat shock) dari Sambrook et al. (1989). Sebanyak 200 ul sel kompeten segar (E. Coli DH5α) ditambahkan dengan 10 ul plasmid hasil ligasi dan diinkubasi di dalam es selama 30 menit, kemudian diberi kejutan panas pada suhu 420C selama 90 detik dan diinkubasi kembali dalam es selama 2 menit. Campuran tersebut dijadikan volume akhir 1 ml dengan ditambah media LB cair (Luria Bertani) sebanyak 800 ul dan digoyang pada suhu 370C selama 1 jam. Setelah itu, campuran disentrifugasi dan diambil supernatannya sebanyak 800 ul. Pelet bakteri kemudian dilarutkan kembali pada media cair yang tersisa (200 ul) dan disebar merata di atas media agar padat yang mengandung antibiotik ampisilin 50 mg/ml dan diinkubasi pada suhu 370C selama 16 jam. Koloni bakteri yang terbentuk ditumbuhkan pada 3 ml media LB cair yang mengandung 50 mg/ml ampisilin dan digoyang pada suhu 370C selama satu malam. Isolasi dan verifikasi plasmid dengan enzim restriksi Isolasi DNA plasmid dari kultur cair bakteri dilakukan dengan metode lisis alkali (Sambrook et al. 1989). DNA palsmid yang diperoleh kemudian diuji dengan enzim restriksi untuk konfirmasi keberhasilan penyisipan gen AV1. Untuk mengidentifikasi fragmen sudah tersisip ke dalam plasmid maka dilakukan
75
verifikasi plasmid dengan memotong plasmid menggunakan enzim restriksi. Enzim yang digunakan adalah EcoRI. Komposisi reaksi digesti adalah 10x buffer (2 ul), DNA plasmid (10 ul), enzim EcoRI 1 unit/ul (1 ul) dan air steril (7 ul) dengan total volume 20 ul. Campuran kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 2 jam dan hasil pemotongan dielektroforesis pada 1% gel agarosa. Fragmen sisipan dimurnikan dari gel dan dielusi kembali dengan air steril. Kloning gen AV1 pada vektor ekspresi Fragmen gen AV1 diperoleh dari pemotongan klon pGEM-T easy/AV1 dengan enzim XbaI-SacI dan disisipkan ke vektor ekspresi pBI121 yang dipotong dengan enzim yang sama. Hasil ligasi ditransformasikan ke bakteri E. coli DH5α dan diseleksi dengan antibiotik kanamisin (100 mg/l). Koloni yang terbentuk ditumbuhkan kembali pada media LB cair dan diisolasi DNA plasmidnya serta diverifikasi kembali dengan enzim restriksi yang sesuai. Proses pemotongan dan ligasi dilakukan sesuai dengan prosedur sebelumnya. Transformasi DNA rekombinan ke Agrobacterium tumefaciens DNA
rekombinan
ditransfromasikan
ke
bakteri
Agrobacterium
tumefaciens strain LBA4404 menggunakan elektroforator (Biorad) dengan prosedur sesuai dengan petunjuk dari manufaktur. Koloni bakteri yang tumbuh pada media YEP diisolasi DNA plasmidnya, diverifikasi dengan enzim restriksi untuk meyakinkan bahwa A. tumefaciens telah membawa plasmid rekombinan yang benar. Konstruksi plasmid yang benar siap diintroduksikan ke genom tanaman.
B. Introduksi gen AV1 ke tembakau dengan vektor A. tumefaciens Persiapan suspensi bakteri A. tumefaciens strain LBA4404 Bakteri Agrobacterium yang membawa konstruksi gen AV1 ditumbuhkan pada media YEP padat yang mengandung 100 mg/l kanamisin selama 2 hari sebelum digunakan. Koloni tunggal bakteri diambil dari cawan petri dan ditumbuhkan pada 5 ml media YEP cair + 100 mg/l kanamisin. Bakteri diinkubasi pada 280C selama satu malam dengan penggoyangan 200 rpm. Kultur bakteri diencerkan dengan media MSO cair hingga konsentrasi 0,5 pada OD 600.
76
Persiapan eksplan potongan daun tembakau secara in vitro dan ko-kultivasi Daun tembakau yang berukuran 2,5–3,5 cm diambil dari perkecambahan in vitro dan dipotong-potong melintang menjadi 2-3 potongan persegi untuk digunakan sebagai eksplan. Sebanyak 15-20 eksplan direndam dalam suspensi bakteri Agrobacterium pada cawan petri yang mengandung 30 mM asetosiringon selama 30 menit. Eksplan ditanam pada media ko-kultivasi (MS0 dengan vitamin B5 + 100 mM asetosiringon + 30 g/l sukrosa + 3 g/l phytagel dan pH 5.7) dan dikulturkan selama 3 hari pada suhu 270C di ruang gelap. Seleksi dan regenerasi eksplan setelah transformasi Eksplan dipindahkan ke media seleksi (MS dengan vitamin B5 + 0,1 mg/l NAA dan 1 mg/l BA + sukrosa 30 g/l + phytagel 3 g/l dan pH 5.7) dengan penambahan 100 mg/l kanamisin, 50 mg/l cefotaksim dan 500 mg/l karbenisilin. Komposisi media dasar MS ada pada Lampiran 2. Kultur pada media seleksi diinkubasi pada ruang kultur dengan suhu 270C dengan fotoperiodisitas cahaya 16 jam terang/8 jam gelap. Eksplan disub-kultur setiap 2 minggu. Eksplan/Kalus yang bertunas dipindahkan ke media pemanjangan tunas (MS dengan vitamin B5 + 0,1 mg/l BA + sukrosa 30 g/l + phytagel 3 g/l dan pH 5,7) dengan penambahan 100 mg/l kanamisin, 50 mg/l cefotaksim dan 500 mg/l karbenisilin. Perakaran tunas transforman Tunas yang terbentuk pada media pemanjangan tunas dipisahkan dari kalus dan dipindahkan ke media perakaran (1/2MS + Km100Cb100Ct50 + sukrosa 30 g/l + phytagel 3 g/l dan pH 5,7) pada botol selai. Planlet yang terbentuk siap untuk dipindahkan ke pot. Isolasi DNA genom total tanaman tembakau transgenik putatif. Isolasi DNA genom total tanaman temabakau transgenik putatif T0 menggunakan metode yang dikembangkan oleh Doyle & Doyle (1990) yang telah dimodifikasi dengan penambahan 2% polyvinil pyrolidone (PVP). Sebanyak 3 g daun tanaman dilembutkan dan ditambahkan dengan 700 µl bufer ekstraksi (20 mM EDTA, 100 mM Tris-HCl pH 8.0, 1.4 M NaCl, 2% CTAB, 2% PVP, dan 0.2% Mercaptoetanol) dan diinkubasi selama 15 menit pada penangas air 650C. Selanjutnya ditambahkan larutan fenol-kloroform-isoamilalkohol (25:24:1) (v/v/v)
77
sebanyak 700 µl. Tabung dibolak-balik secara hati-hati selama 5 menit. Suspensi disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 12000 rpm. Supernatan diambil dan ditambahkan dengan 1/10x volume 3M Natrium asetat dan 0.7x volume isopropanol dingin dan dibolak-balik perlahan-lahan. Untuk mengendapkan DNA dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 12000 rpm. Endapan DNA dicuci dengan ethanol 70% dan disentrifugasi kembali selama 5 menit pada 12000 rpm. Setelah itu pelet DNA dikeringkan dan dilarutkan kembali dengan bufer TE 1x. Suspensi DNA yang sudah larut siap digunakan untuk cetakan dalam proses PCR. Amplifikasi gen nptII pada tanaman transgenik tembakau dengan PCR Amplifikasi gen nptII pada genom tanaman tembakau transgenik putatif T0 dilakukan dengan menggunakan primer spesifik. Amplifikasi PCR dilakukan pada volume total reaksi 25 µl yang mengandung 2-5 ul DNA genomik cetakan, dNTPs dengan konsentrasi 25 µM, sepasang primer spesifik masing-masing dengan konsentrasi 0,2 uM, MgCl2 dengan konsentrasi 1,5 mM, enzim Taq DNA polymerase 0.15 unit dalam larutan bufer 1X. Setiap reaksi dilakukan pada tabung mikro 200 ul. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan program sebagai berikut: denaturasi awal pada suhu 940C selama 5 menit sebanyak 1 siklus, denaturasi pada suhu 940C selama 30 detik, penempelan primer pada suhu 550C selama 1 menit, dan pemanjangan/sintesis DNA pada suhu 720C selama 2 menit. Tahapan PCR diulang sebanyak 35 kali. Pada tahap terakhir proses PCR dilakukan pemanjangan akhir pada suhu 720C selama 5 menit sebanyak 1 siklus. Selain DNA sampel, juga digunakan DNA plasmid pBI-CP sebagai kontrol positif (+) dan DNA tanaman tembakau non transgenik serta air (tanpa DNA cetakan) masing-masing digunakan sebagai kontrol negatif (-). Setelah proses PCR selesai, sampel produk PCR dielektroforesis dengan gel agarosa.
78
Hasil
A. Konstruksi gen AV1 ke dalam vektor ekspresi Amplifikasi PCR menggunakan asam nukleat total tanaman dan primer spesifik gen AV1 Begomovirus dari isolat Kaliurang (CP8) dan Brastagi (CP11) menghasilkan fragmen DNA berukuran 780 bp (Gambar 17a). Pemilihan isolat ini berdasarkan dari hasil percobaan sebelumnya dimana kedua isolat tersebut mewakili dua kelompok yang berbeda dari hasil analisis filogenetik delapan isolat Begomovirus. Fragmen gen AV1 hasil amplifikasi diklon ke vektor pGEM-T easy (Promega) yang merupakan vektor untuk kloning fragmen DNA hasil PCR. Tujuan pengklonan fragmen gen AV1 ke pGEM-T easy adalah untuk menyimpan fragmen DNA sehingga mempermudah di dalam perbanyakan fragmen dan pemilihan ensim restriksi yang sesuai untuk kloning. Setelah ditransformasi ke bakteri E. coli DH5α, plasmid rekombinan pCP8 dan pCP11 diisolasi dari koloni tunggal bakteri yang terbentuk. Jumlah koloni tunggal yang terbentuk setelah
850 650
1 Kb plus
pGEM-T easy
pCP11-6
pCP11-5
pCP11-4
pCP11-3
pCP11-2
pCP11-1
pCP8-6
pCP8-5
pCP8-4
2000 1600
500
a
pCP8-3
4000 bp 3000
1000 bp Gen AV1 780 bp
pCP8-2
pCP8-1
1 Kb plus
CP 11
CP 8
transformasi adalah sebanyak 68 koloni untuk CP8 dan 17 koloni untuk CP 11.
1000
b
650
Gambar 17 Elektroforesis pada gel agarosa 1%. (a) produk amplifikasi gen AV1 dari dua isolat Begomovirus (CP 8 dan CP11) menggunakan primer spesifik CPPROTEIN-V1 dan CPPROTEIN-C1. (b) DNA plasmid rekombinan pCP8 (1-6) dan pCP11 (1-6) hasil isolasi dari koloni tunggal bakteri E. coli DH5α
79
Sebanyak 12 koloni bakteri yang terdiri dari 6 koloni pCP8 (pCP8-1, pCP8-2, pCP8-3, pCP8-4, pCP8-5, dan pCP8-6) dan 6 koloni pCP11 (pCP11-1, pCP11-2,
pCP11-3,
pCP11-4,
pCP11-5,
dan
pCP11-6)
dipilih
untuk
memverifikasi plasmid rekombinan yang membawa gen AV1. Ternyata dari 12 koloni bakteri tersebut hanya 1 koloni yang tidak membawa plasmid rekombinan, yaitu koloni pCP8-6 (Gambar 17b). Untuk mendapatkan fragmen gen AV1 dan vektor ekspresi pBI121 mempunyai ujung yang kohesif sebelum diligasikan maka gen AV1 yang telah diklon pada pGEM-T dipotong dengan 2 enzim restriksi XbaI dan SacI. Demikian juga dengan vektor ekspresi pBI121. Enzim restriksi XbaI dan SacI hanya akan memotong pada bagian gen GUS pada vektor plasmid pBI121 namun elemen promoter 35S CaMV dan terminator NOS masih ada (Gambar 18). Bagian gen GUS yang dipotong inilah nanti yang akan digantikan oleh gen AV1. Pemotongan plasmid pCP8 dan pCP11 dengan enzim XbaI dan SacI dapat menggambarkan orientasi dari sisipan gen AV1 pada pGEM-T easy (Gambar 19). Dari 7 plasmid rekombinan yang dipotong dengan enzim restriksi terdapat lima plasmid yang membawa gen AV1 dengan orientasi yang diinginkan yaitu pCP8-1, pCP8-3, pCP8-4, pCP11-8, dan pCP11-11. Dua plasmid yang lain (pCP8-2 dan pCP11-7) membawa gen AV1 dengan orientasi yang terbalik sehingga ketika dipotong dengan enzim XbaI dan SacI tidak menghasilkan fragmen gen AV1.
GUS
pBI 121 13950 bp
Gambar 18 Peta plasmid biner pBI121 yang membawa gen pelapor gus dan gen marker nptII pada struktur T-DNAnya
80
1 Kb plus
pBI121
pCP11-11
pCP11-8
pCP11-7
pCP8-4
pCP8-3
pCP8-2
pCP8-1
12000 bp
GUS
3000 2000 1600 1000
AV1
AV1
AV1
AV1
AV1
500 100
Gambar 19 Elektroforesis fragmen gen AV1 yang dipotong dari vektor pGEM-T easy dan fragmen gen GUS dari vektor ekspresi pBI121 dengan enzim restriksi XbaI dan SacI pada gel agarosa 1%. AV1 = fragmen gen AV1 yang berukuran 780 bp; GUS = fragmen gen GUS yang berukuran 2000 bp.
Selanjutnya hasil ligasi antara fragmen sisipan (gen AV1 atau gen GUS) dan vektor pBI121 ditransformasi ke bakteri E. coli DH5α. Jumlah koloni yang terbentuk pada transformasi plasmid rekombinan hasil ligasi antara gen AV1 dan vektor ekspresi pBI121 adalah sebanyak 12 koloni untuk pBI121/AV1-CP8 dan 16 koloni untuk pBI121/AV1-CP11. Setelah diperoleh DNA plasmid dari koloni tunggal bekteri hasil transformasi, dilakukan verifikasi untuk memilih plasmid rekombinan yaitu memiliki gen AV1 sebagai sisipannya. Dari delapan koloni tunggal yang mengandung plasmid rekombinan diperoleh empat plasmid rekombinan yang mengandung sisipan gen AV1, masingmasing 2 plasmid rekombinan dari CP8 (pCP8-1-2 dan pCP8-1-3) dan 2 plasmid dari CP11 (pCP11-8-1 dan pCP11-8-2) (Gambar 20). Dari plasmid rekombinan tersebut dapat dibuat peta plasmid yang baru (Gambar 21). Plasmid rekombinan tersebut telah berhasil ditransformasi ke bakteri A. tumefacies dan menghasilkan koloni tunggal bakteri yang siap digunakan untuk transformasi genetik tanaman tembakau.
81
1 Kb plus
pBI121
pCP11-8-4
pCP11-8-3
pCP11-8-2
pCP11-8-1
pCP8-1-4
pCP8-1-3
pCP8-1-2
pCP8-1-1
12000 bp Gen GUS 2000 bp Gen AV1 780 bp
3000 2000 1600 1000 500 100
Gambar 20 Elektroforesis hasil verifikasi insersi fragmen gen AV1 dengan enzim restriksi XbaI dan SacI. Fragmen gen GUS ditandai dengan pita DNA berukuran 2000 bp dan fragmen gen AV1 ditandai dengan pita DNA berukuran 780 bp.
Gambar 21 Peta konstruksi plasmid biner pBI-CP yang membawa gen AV1 Begomovirus dengan promoter 35S-CaMV dan terminator nos, dan gen marker nptII pada struktur T-DNA
82
B. Introduksi gen AV1 ke tembakau dengan vektor A. tumefaciens Introduksi gen AV1-Begomovirus ke tanaman tembakau melalui tahapan transformasi genetik dengan bantuan vektor A. tumefaciens (Gambar 22) dilakukan 4 kali (dua kali untuk masing-masing konstruksi gen CP8/AV1 dan CP11/AV1). Transformasi dilakukan dengan jumlah total eksplan sebanyak 273 potongan daun. Dari empat kali transformasi dihasilkan sebanyak 1593 tunas yang tahan pada media seleksi yang mengandung antibiotik kanamisin 100 mg/l dengan rerata tunas per eksplan adalah sebesar 5,84. Setelah dipindahkan ke media perakaran dan diaklimatisasi diperoleh sebanyak 1399 planlet yang tahan kanamisin dengan rerata planlet per eksplan adalah 5,12 (Tabel 7). Dari data yang diperoleh, rerata persentase keberhasilan tunas menjadi planlet adalah sebesar 88,52%.
Tabel 7 Jumlah tunas dan planlet yang dihasilkan serta persentase tunas menjadi planlet pada transformasi genetik tembakau dengan gen AV1 Begomovirus melalui vektor A. tumefaciens
Transf. ke -
Jumlah eksplan
Jumlah tunas*
Jumlah planlet**
%-ase tunas menjadi planlet***
1
62
332 (5,44)
298 (4,88)
89,76
2
62
323 (5,38)
290 (4,83)
89,78
1
90
627 (7,29)
532 (6,18)
84,85
2
59
311 (5,36)
279 (4,81)
89,71
Total
273
1593
1399
-
Rerata
68,25
398, 25(5,84)
349,75 (5,12)
88,52
Konstruksi gen CP8/AV1
CP-11/AV1
* Angka dalam kurung menunjukkan jumlah tunas/eksplan ** Angka dalam kurung menunjukkan jumlah planlet/eksplan *** Persentase tunas menjadi planlet dihitung berdasarkan jumlah planlet yang terbentuk dibagi dengan jumlah tunas yang terbentuk dikalikan dengan 100%
83
a
b
c
d
e
f
g
h
i
Gambar 22 Transformasi genetik tembakau dengan gen AV1 melalui vektor A. tumefaciens. (a) Tanaman tembakau in vitro sebagai sumber eksplan, (b) Eksplan potongan daun pada media induksi kalus yang mengandung kanamisin 100 mg/l setelah ko-kultivasi dengan bakteri A. tumefaciens, (c) Eksplan mulai memperlihatkan adanya pertumbuhan tunas, (d) Eksplan dengan tunas-tunas yang muncul di tempat pelukaan, (e) Eksplan tidak ditransformasi yang ditumbuhkan pada media seleksi kanamisin 100 mg/l, (f) Tunas-tunas hasil transformasi pada media perakaran, (g) Tunas-tunas yang sudah berakar pada media perakaran di tabung reaksi, (h) Tunas-tunas yang sudah berakar pada media perakaran di botol, (i) Planlet yang sudah diaklimatisasi pada media tanah pada bak plastik
84
Analisis PCR untuk deteksi gen ketahanan terhadap kanamisin nptII Amplifikasi gen nptII dengan PCR pada 46 tanaman tembakau transgenik putatif generasi T0 menggunakan primer spesifik menghasilkan 35 tanaman yang mengandung gen nptII (Gambar 23). Hal ini diindikasikan dengan terbentuknya pita DNA berukuran sekitar 250 bp. Persentase tanaman yang mengandung gen nptII dibandingkan dengan jumlah total tanaman yang dianalisis adalah sebesar 76,1%. Pada kontrol negatif yang digunakan (tanaman tembakau yang tidak ditransformasi dan air) tidak menunjukkan adanya pita hasil amplifikasi (250 bp) (Gambar 23). Hal tersebut menunjukkan bahwa prosedur teknik PCR yang digunakan untuk amplifikasi gen nptII sudah benar dan tidak terdapat kontaminasi oleh DNA dari sampel yang diuji atau DNA dari sumber yang lain.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 K- A +
M
500 bp 300
nptII
100
M 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 K- A +
500 bp
300 100
nptII
Gambar 23
Elektroforesis gel hasil amplifikasi gen nptII pada 46 tanaman tembakau transgenik putatif generasi T0 menggunakan primer PCR spesifik. Kolom no 1-46 = sampel tanaman, K− = tembakau non transforman, A = Air, + = Plasmid, M = 1 Kb plus ladder (In vitrogen)
85
Pembahasan
Salah satu komponen penting di dalam mempelajari ekspresi suatu gen adalah kegiatan kloning dan konstruksi dari gen yang akan diekspresikan tersebut. Pada penelitian ini, gen yang akan dikloning dan dikonstruksi adalah gen AV1 yaitu gen yang mengekspresikan protein selubung. Protein selubung adalah suatu protein yang berperan di dalam penentuan spesifisitas penularan virus (Briddon et al. 1990) dan perkembangan gejala (Gardiner et al. 1988). Berdasarkan kenyataan ini, maka melalui strategi pendekatan pathogen derived resistance (PDR) gen AV1 dapat digunakan untuk mentransformasi tanaman inang sehingga memberikan proteksi terhadap infeksi Begomovirus. Pada penelitian ini, gen AV1 dari dua isolat begomovirus yaitu isolat Kaliurang (diberi kode CP-8) dan isolat Brastagi (diberi kode CP-11) telah berhasil diamplifikasi menggunakan primer spesifik yang didesain untuk mengamplifikasi gen tersebut. Keberhasilan ini ditandai dengan diperolehnya amplikon yang berukuran sekitar 780 pasangan basa (Gambar 25). Untuk memfasilitasi pemilihan enzim restriksi yang akan digunakan untuk kloning gen AV1 pada vektor ekspresi maka amplikon gen AV1 tersebut dikloning ke dalam suatu vektor kloning pGEM-T easy (Promega). Vektor kloning ini mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya adalah 1) dapat digunakan untuk mengkloning fragmen hasil PCR yang menggunakan enzim DNA polymerase tertentu yang akan menghasilkan fragmen dengan ujungnya mempunyai ekor basa A dimana vektor pGEM-T mempunyai ujung T, 2) vektor ini juga mempunyai polycloning site yang akan mempermudah di dalam pemilihan enzim restriksi untuk kloning. 3) Vektor ini juga merupakan plasmid yang memiliki kemampuan propagasi tinggi sehingga sangat membantu di dalam perbanyakannya pada sel kompeten seperti E. coli. Untuk melihat ekspresinya, gen AV1 disisipkan pada vektor ekspresi pBI121 (Clontech Labs Inc., Palo Alto, CA) yang merupakan vektor ekspresi konstitutif untuk tanaman yang mengandung gen neomycinphospho-transferase II (nptII) untuk seleksi dan gen pelapor β-glucuronidase (gus). Konstruksi gen dilakukan dengan memotong dan mengganti gen pelapor gus yang berukuran
86
2000 bp dengan gen AV1 yang berukuran sekitar 780 bp. Proses ligasi standar atau klasik dilakukan dengan cara menggabungkan satu fragmen DNA sisipan linier ke satu DNA vektor (Sambrook et al. 1989). Pada penelitian ini, pendekatan ligasi yang dilakukan adalah dengan ”competition approach” dimana ada dua gen sisipan yang digabungkan dengan satu DNA vektor. Dalam hal ini, gen AV1 dan gen gus akan berkompetisi untuk berligasi pada vektor ekspresi pBI121. Ini dilakukan dengan cara meligasikan vektor ekspresi pBI121 (yang sebelumnya telah dipotong dengan enzim XbaI dan SacI) dengan fragmen gen AV1. Skrining plasmid rekombinan dilakukan dengan memotong kembali plasmid dengan enzim XbaI dan SacI. Plasmid rekombinan yang diinginkan akan mudah teridentifikasi karena fragmen gen AV1 (780 bp) dan gus (2000 bp) mempunyai ukuran yang berbeda (Gambar 20). Untuk
mempelajari
ekspresi
gen
AV1
dari
Begomovirus
yang
menyandikan protein selubung di dalam hubungannya dengan ketahanan terhadap penyakit keriting daun maka gen AV1 diintroduksikan ke dalam genom tanaman tembakau. Integrasi gen AV1 ke dalam tanaman model ini diharapkan akan memberikan informasi mengenai keefektifan gen tersebut untuk mengendalikan penyakit keriting daun yang disebabkan oleh infeksi Begomovirus tersebut. Tanaman model tembakau selama ini telah terbukti efektif untuk kegiatan rekayasa genetika karena tanaman tersebut mempunyai kompetensi regenerasi dan transformasi yang tinggi. Selain itu, tanaman tembakau juga merupakan salah satu tanaman inang yang dapat diinfeksi oleh Begomovirus sehingga akan memudahkan di dalam pengujian ketahanan terhadap virus. Beberapa penelitian yang mempelajari ekspresi gen untuk ketahanan terhadap virus melalui transformasi genetik menggunakan tanaman tembakau telah dilaporkan (Pascal et al. 1993; Sinisterra et al. 1999; Mubin et al. 2007). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tanaman tembakau mempunyai kompetensi transformasi dan regenerasi yang tinggi. Kompetensi transformasi diindikasikan oleh tingginya jumlah tunas yang dihasilkan pada media seleksi yang mengandung antibiotik kanamisin 100 mg/l dengan rerata jumlah tunas per eksplan adalah 5,84 (Tabel 7). Kompetensi regenerasi tanaman tembakau yang tinggi diindikasikan oleh kemampuan eksplan beregenerasi membentuk tunas dan
87
akhirnya tumbuh menjadi planlet dengan persentase tunas menjadi planlet adalah 88,52% (Tabel 7). Perlakuan transformasi dengan bakteri A. tumefaciens dan tekanan seleksi dari antibiotik kanamisin (100 mg/l) pada media regenerasi tidak mempengaruhi kemampuan eksplan untuk membentuk tunas. Salah satu parameter keberhasilan dari teknik transformasi adalah tersisipnya gen yang diinginkan ke dalam genom tanaman. Untuk mendeteksi keberadaan gen pada tanaman transgenik putatif dapat dilakukan dengan analisis molekuler, salah satunya menggunakan teknik PCR. Meskipun teknik ini belum menjamin bahwa transgen telah terintegrasi ke dalam genom tanaman namun teknik ini dapat digunakan untuk skrining awal secara cepat tanaman transgenik putatif. Pada penelitian ini, telah berhasil dideteksi tanaman tembakau transgenik putatif yang membawa gen ketahanan terhadap kanamisin dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik gen nptII. Gen nptII ini berada satu konstruksi dengan gen AV1 pada T-DNA, sehingga diharapkan tanaman yang terdeteksi membawa gen nptII juga membawa gen AV1. Tanaman yang diperoleh dari hasil transformasi genetik menggunakan gen AV1 selanjutnya perlu untuk dikonfirmasi keberadaan, integrasi dan jumlah kopi dari transgen yang diintroduksikan menngunakan teknik molekuler seperti teknik PCR dan Southern Blot, meskipun planlet-planlet merupakan planlet-planlet yang putatif transgenik karena telah lolos pada media seleksi. Selain itu, ekspresi dari gen yang sudah terintegrasi pelu diuji dengan menggunakan virus target sehingga akan diketahui tingkat efektifitas dari gen yang telah disisipkan.
Simpulan
1. Gen AV1 dari isolat Begomovirus yang berukuran sekitar 780 telah dapat diamplifikasi dan dikonstruksi pada vektor ekspresi untuk digunakan dalam transformasi genetik. 2. Transfomasi genetik tanaman tembakau dengan gen AV1 menggunakan vektor bakteri A. tumefaciens telah menghasilkan transforman-transforman yang membawa gen ketahanan terhadap kanamisin (gen nptII).
88
Daftar Pustaka
Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Hidayat P, Sujiprihati S. 2005. Identifikasi geminivirus yang menginfeksi tomat berdasarkan pada teknik Polymerase Chain Raction-Restriction Fragment Length Polymorphism. J Mikrobiol Indones 10:29-32 AVRDC Centerpoint newsletter-spring 2003 issue Bendahmane M, Fitchen JH, Zhang G, Beachy RN. 1997. Studies of coat proteinMediated Resistance to tobacco mosaic Tobamovirus: Correlation between assembly of mutant coat proteins and resistance. J Virol 71(10): 79427950 Briddon RW, Pinner MS, Stanley J, Markham PG. 1990. Geminivirus coat protein gene replacement alters insect specificity. Virol 177:85-94 Dasgupta I, Malathi VG, Mukherjee. 2003. Genetic engineering for virus resistance. Current Scim 8(3): 341-354 Gardiner WE, Sunter G, Brand L, Elmer JS, Rogers SG, Bisaro DM. 1988. Genetic analysis of tomato golden mosaic virus: The coat protein is not required for systemic spread or symptom development. Eur Mol Biol Organ J 7:899-904 Hanson P, Bernacchi, DM, Green S, Tanksley SD, Muniyappa V, Padmaja AS, Chen HM, Kuo G, Fang D, Chen JT. 2000. Mapping a Wild Tomato Introgression Associated with Tomato Yellow Leaf Curl Virus Resistance in Cultivated Tomato Line. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 125(1):15-20 Harrison BD. 1985. Advances in geminivirus research. Ann Rev Phytopathol 23: 55-82. Hidayat SH, Chatchawankanpanich O, Rusli E, Aidawati N. 2006. Begomovirus associated with pepper yellow leaf curl disease in west Java, Indonesia. J Indon Microbiol 11 (2): 87-90 Kasrawi MA, Suwwan MA, Mansour. 1988. Sources of resistance to tomato yellow leaf curl virus in Lycopersicon species. Euphytica 37:61-64 Lapidot M, Friedmann M, Pilowsky M, Ben-Joseph, Cohen S. 2001. Effect of host plant resistance to Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) on virus acquisition and transmission by its whitefly vector. Phytopathol 91:12091213 Lazarowitz SG, Lazdins IB. 1991. Infectivity and complete nucleotide sequence of the cloned genomic components of a bipartite squash leaf curl geminivirus with a broad host range phenotype. Virol 180(1):58–69. Mason G, Rancati M, Bosco D. 2000. The effect of thiamethoxam, a second generation neonicotinoid insecticide, in preventing transmission of tomato yellow leaf curl geminivirus (TYLCV) by the whitefly Bemisia tabaci (Gennadius). Crop protection 19:473-479
89
Mubin M, Mansoor S, Hussain M, Zafar Y. 2007. Silencing of the AV1 gene by antisense RNA protects transgenic plants against a bipartite begomovirus. Virol J 4(10):1-4 Pascal E, Goodlove PE, Wu LC, Lazarowitz. 1993. Transgenic tobacco plants expressing the Geminivirus BL1 protein exhibit symptoms of viral disease. Plant Cell 5: 795-807 Pico B, Diez MJ, Nuez F. 1998. Evaluation of whitefly-mediated inoculation techniques to screen Lycopersicon esculentum and wild relatives for resistance to Tomato yellow leaf curl virus. Euphytica 101:259-271 Polston JE, Anderson PK. 1997. The emergence of whitefly-transmitted geminiviruses in tomato in the Western hemisphere. Plant Dis 81:13581369 Raj SK, Singh R, Pandey SK and Singh BP. 2005. Agrobacterium-mediated tomato transformation and regeneration of transgenic lines expressing Tomato leaf curl virus coat protein gene for resistance against TLCV infection. Current Sci 88 (10): 1674-1679 Sanford JC, Johnson SA. 1985. The concept of parasite-derived resistance: deriving resistance genes from the parasites own genome. J Theor Biol 115:395-405 Sambrook J. Fritsc EF, Maniatis T. 1989. Molecular cloning, a laboratory manual2nd edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press. Book 1, 2 dan 3 Sinisterra XH, Polston JE, Abourized AM, Hiebert E. 1999. Tobacco plants transformed with a modified coat protein of tomato mottle Begomovirus show resistance to virus infection. Phytopathol 89:701-706 Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2001. Molecular detection and host range study of tomato-infecting begomovirus. In : Proceeding of Indonesian Phytopathology Soc. Seminar. Bogor. Aug 22-24, 2001. p. 208-217. Vidavsky F, Czosnek H. 1998. Tomato breeding lines resistant and tolerant to tomato yellow leaf curl virus issued from Lycopersicon hirsitum. Phytopathol. 88:910-914 Vidya CSS, Manoharan M, Kumar CTR, Savithri HS, Sita GL. 2000. Agrobacterium-mediated transformation of tomato (Lycopersicon esculentum var. Pusa Ruby) with coat protein gene of Physalis mottle tymovirus. J Plant Physiol 156: 106-110 Zakay Y, Navot N, Zeidan M, Kedar N, Rabinowitch H, Czosnek H, Zamir D. Screening Lycopersicon accessions for resistance to tomato yellow leaf curl virus: presence of viral DNA and symptom development. Plant Dis 75:279-281
90
VII. ANALISIS MOLEKULER DAN UJI KEEFEKTIFAN GEN AV1 PADA TANAMAN TEMBAKAU TRANSGENIK UNTUK KETAHAHAN TERHADAP BEGOMOVIRUS Abstrak
Transformasi genetik tanaman tembakau dengan gen AV1 Begomovirus telah dilakukan pada penelitian sebelumnya dan telah menghasilkan tanaman tembakau transgenik putatif yang membawa gen ketahanan terhadap antibiotik kanamisin. Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk memperoleh tanaman tembakau transgenik generasi T0 yang membawa gen AV1 Begomovirus berdasarkan teknik PCR, 2) untuk mendapatkan informasi integrasi dan jumlah kopi gen AV1 pada genom tanaman tembakau transgenik generasi T0 dengan teknik Southern blot dan korelasinya dengan respon ketahanan, 3) memperoleh tanaman tembakau transgenik generasi T0 yang mempunyai ketahanan terhadap Begomovirus. Deteksi gen AV1 dengan PCR pada tanaman tembakau transgenik dilakukan menggunakan primer spesifik untuk gen AV1-Begomovirus. Sedangkan untuk analisis Southern blot dilakukan dengan menggunakan pelacak (probe) untuk gen AV1. Keefektifan gen AV1 pada tanaman tembakau transgenik diuji dengan skrining menggunakan virus target yang diinokulasikan dengan vektor kutu kebul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara keberadaan atau integrasi gen AV1 Begomovirus pada tanaman tembakau transgenik dengan fenotipe ketahanan terhadap infeksi virus. Integrasi gen AV1 yang bersifat kopi tunggal lebih tahan terhadap infeksi virus dibandingkan integrasi gen yang multi-kopi. Ketahanan yang diperoleh dari ekspresi gen AV1 Begomovirus diindikasikan dengan tidak adanya gejala dan akumulasi virus pada jaringan tanaman. Analisis hibridisasi Northern atau Western perlu dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya akumulasi mRNA atau protein, sehingga mekanisme ketahanan yang terjadi dapat dijelaskan lebih detail.
Kata kunci: Analisis molekuler, teknik PCR, Southern blot, gen AV1Begomovirus, tembakau transgenik
91
Abstract
Genetic transformation of tobacco plant using AV1 gene was conducted at the previously experiment and generated transgenic tobacco plants positively carrying the selectable marker nptII gene. The objectives of this experiment were: 1) to analyze the presence of begomovirus AV1 gene in T0 generation putative transgenic tobacco plants using PCR technique with specific primers and its correlation with resistance phenotype, 2) to analyze the integration and copy number of the transgene in T0 generation putative transgenic tobacco plants and its correlation with resistance response, 3) to screen the T0 generation putative transgenic tobacco plants with the target virus infection and to detect the presence of the virus in the transgenic plant tissue using universal primers. PCR detection of AV1 gene in tobacco transgenic was conducted by using specific primer for Begomovirus AV1 gene. Meanwhile, Southern blot analysis was conducted by using a AV1 gene probe. The effectiveness of AV1 gene in tobacco transgenic was tested by inoculation of target virus using Bemisia tabaci vector. Result of the experiments showed that there was a positive correlation between the presence of the AV1 transgene in T0 generation putative transgenic tobacco plants and the resistant phenotype. Transgenic plants with a single copy integration of the transgene exhibited more resistant than the multiple copy one. and non transgenic plant. The resistance phenotype of AV1 gene expression was indicated with no symptom in T0 generation putative transgenic tobacco plants and the accumulation of the virus in the transgenic plants tissue. Northern and Western hybridization analysis need to be perfomed for investigating the presence of mRNA or protein accumulation so that the resistance mechanism of the AV1 gene could be explained more detail.
Keywords:
molecular analysis, PCR technique, Southern blot, Begomovirus AV1 gene, transgenic tobacco
92
Pendahuluan
Saat ini, penyakit keriting yang berasosiasi dengan infeksi Begomovirus telah menjadi ancaman yang cukup serius pada beberapa komoditas sayuran seperti tomat dan cabai. Penyakit ini telah dilaporkan tersebar di banyak area produksi dua komoditas tersebut yang diindikasikan dengan teridentifikasinya Begomovirus pada area-area tersebut (Aidawati et al. 2005, Hidayat et al. 2006: Santoso et al. 2008 (belum dipublikasi)). Teknik pengendalian penyakit keriting yang ada pada saat ini dirasakan belum efektif. Di samping karena memerlukan biaya yang mahal, teknik yang ada terkadang tidak ramah terhadap lingkungan dan manusia. Penggunaan varietas tahan merupakan cara pengendalian yang relatif lebih murah dan aman terhadap lingkungan. Namun demikian, sumber gen ketahanan terhadap penyakit keriting belum ditemukan di plasma nutfah baik tanaman tomat maupun cabai. Berdasarkan kenyataan ini, pendekatan bioteknologi dapat membantu di dalam perakitan tanaman yang tahan terhadap penyakit keriting ini. Ada dua pendekatan utama untuk pengembangan ketahanan genetik terhadap virus yang tergantung pada sumber gen yang digunakan (Dasgupta et al. 2003). Gen ketahanan dapat berasal dari virus itu sendiri atau berasal dari sumber yang lain. Pendekatan yang pertama didasarkan pada konsep ketahanan yang berasal dari patogen (pathogen-derived resistance, PDR). Pada pendekatan PDR ini, bagian dari gen atau gen utuh dari virus diintroduksikan ke dalam tanaman, yang selanjutnya akan mempengaruhi satu atau beberapa tahap penting dalam siklus hidup virus. Pemanfaatan gen selubung protein (coat protein gene) merupakan salah satu contoh dari pendekatan PDR ini (Vidya et al. 2000; Sinnisterra et al. 1999; Raj et al. 2005). Pendekatan yang kedua adalah ketahanan yang berasal bukan dari patogen (non pathogen-derived resistance), tetapi didasarkan pada pemanfaatan dari gen-gen ketahanan dari tanaman inang dan gengen lain yang bertanggungjawab untuk adaptasi tanaman inang dan respon terhadap serangan patogen. Penggunaan tipe ketahanan non-PDR, diantaranya oleh Hanson et al. (2000), meskipun tidak sepopuler pendekatan PDR, telah memberikan harapan yang besar untuk mengembangkan ketahanan yang durabel
93
(dapat bertahan lama dan berkelanjutan). Di dalam penelitian rekayasa genetik untuk menghasilkan tanaman transgenik biasanya melibatkan beberapa tahap dalam teknik biologi molekuler atau seluler, salah satunya adalah karakterisasi atau identifikasi gen yang telah diintroduksi ke dalam jaringan tanaman (Bennet, 1993). Keberhasilan teknik transformasi genetik ditandai dengan keberhasilan menyisipkan rangkaian gen yang diintroduksikan ke dalam genom tanaman, dapat diekspresikan dan tetap terpelihara dalam seluruh proses pembelahan sel berikutnya. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mengkonfirmasi integritas gen yang diintroduksikan dan menentukan jumlah kopi gen tersebut di dalam genom tanaman serta menentukan gen tersebut dapat berfungsi dengan benar. Identifikasi jaringan yang tertransformasi dapat dilakukan dengan sejumlah teknik molekuler diantaranya adalah penggunaan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) (Chee et al. 1991; Nain et al. 2005) dan Southern blot (Chee et al. 1991). Teknik PCR merupakan metode deteksi secara cepat untuk mengetahui keberadaan transgen di dalam jaringan tanaman putatif transgenik. Selain itu, teknik Southern Blot juga merupakan teknik yang dapat digunakan untuk mendeteksi integrasi dan jumlah kopi transgen yang terintegrasi. Beberapa penelitian rekayasa genetik untuk mendapatkan tanaman transgenik tahan virus selalu melibatkan teknik molekuler PCR dan hibridisasi Southern untuk mendeteksi transgen yang diintroduksikan (Pascal et al. 1993; Raj et al. 2005). Pada percobaan sebelumnya, transformasi genetik tanaman tembakau dengan gen AV1-Begomovirus melalui vektor A. tumefaciens menghasilkan sekitar 1399 tanaman. Tanaman tembakau transgenik tersebut telah membawa gen ketahanan terhadap antibiotik kanamsin (nptII). Namun demikian, analisis secara molekuler untuk mendeteksi adanya gen AV1 pada tanaman tembakau transgenik putatif dan uji keefektifan dari gen tersebut untuk mendapatkan ketahanan terhadap Begomovirus belum dilakukan. Oleh karena ini, perlu dilakukan analisis molekuler dan uji keefektifan dari gen AV1 terhadap Begomovirus dari tanamantanaman tembakau transgenik putatif tersebut. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan tanaman tembakau transgenik T0 yang membawa gen AV1 dan tahan terhadap infeksi Begomovirus.
94
Tujuan khusus penelitian adalah i) untuk menganalisis integrasi gen AV1 tanaman tembakau transgenik putatif generasi T0 menggunakan teknik PCR, ii) menentukan jumlah kopi dari transgen yang terintegrasi ke dalam genom tembakau transgenik T0, iii) menguji tanaman tembakau transgenik T0 yang membawa gen AV1 dengan infeksi Begomovirus.
Bahan dan Metode
Isolasi DNA genom total tanaman tembakau transgenik putatif. Isolasi DNA genom total tanaman temabakau transgenik putatif T0 menggunakan metode yang dikembangkan oleh Doyle & Doyle (1990) yang telah dimodifikasi dengan penambahan 2% polyvinil pyrolidone (PVP). Sebanyak 3 g daun tanaman dilembutkan dan ditambahkan dengan 700 µl bufer ekstraksi (20 mM EDTA, 100 mM Tris-HCl pH 8.0, 1.4 M NaCl, 2% CTAB, 2% PVP, dan 0.2% Mercaptoetanol) dan diinkubasi selama 15 menit pada penangas air 650C. Selanjutnya ditambahkan larutan fenol-kloroform-isoamilalkohol (25:24:1) (v/v/v) sebanyak 700 µl. Tabung dibolak-balik secara hati-hati selama 5 menit. Suspensi disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 12000 rpm. Supernatan diambil dan ditambahkan dengan 1/10x volume 3M Natrium asetat dan 0.7x volume isopropanol dingin dan dibolak-balik perlahan-lahan. Untuk mengendapkan DNA dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 12000 rpm. Endapan DNA dicuci dengan ethanol 70% dan disentrifugasi kembali selama 5 menit pada 12000 rpm. Setelah itu pelet DNA dikeringkan dan dilarutkan kembali dengan bufer TE 1x. Suspensi DNA yang sudah larut siap digunakan untuk cetakan dalam proses PCR.
Amplifikasi gen AV1 pada tanaman transgenik tembakau dengan PCR Amplifikasi gen AV1 pada genom tanaman tembakau transgenik putatif T0 dilakukan dengan menggunakan primer spesifik untuk gen AV1-Begomovirus. Amplifikasi PCR dilakukan pada volume total reaksi 25 µl yang mengandung 2-5 ul DNA genomik cetakan, dNTPs dengan konsentrasi 25 µM, sepasang primer spesifik masing-masing dengan konsentrasi 0,2 uM, MgCl2 dengan konsentrasi
95
1,5 mM, enzim Taq DNA polymerase 0.15 unit dalam larutan bufer 1X. Setiap reaksi dilakukan pada tabung mikro 200 ul. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan program sebagai berikut: denaturasi awal pada suhu 940C selama 5 menit sebanyak 1 siklus, denaturasi pada suhu 940C selama 30 detik,
penempelan
0
primer pada suhu 55 C selama 1 menit, dan pemanjangan/sintesis DNA pada suhu 720C selama 2 menit. Tahapan PCR diulang sebanyak 35 kali. Pada tahap terakhir proses PCR dilakukan pemanjangan akhir pada suhu 720C selama 5 menit sebanyak 1 siklus. Selain DNA sampel, juga digunakan DNA plasmid pBI-CP sebagai kontrol positif (+) dan DNA tanaman tembakau non transgenik serta air (tanpa DNA cetakan) masing-masing digunakan sebagai kontrol negatif (-). Setelah proses PCR selesai, sampel produk PCR dielektroforesis dengan gel agarosa.
Analisis Southern Blot untuk menentukan jumlah kopi transgen Analisis Southern Blot dilakukan sesuai dengan prosedur dari Panaud et al. (1993). DNA genom total yang diisolasi dari tanaman transgenik, dipotong dengan enzim restriksi HindIII kemudian dipisahkan dalam gel agarosa dan dipindah ke membran nylon Hybond N+. Proses hibridisasi dilakukan dengan menggunakan pelacak gen AV1 yang telah dilabel dengan pelabel non radioaktif dig-11-UTP. Membran kemudian divisualisasi dengan pewarnaan NBT-BCIP.
Bioasai tanaman transgenik dengan menginfeksi Begomovirus Tanaman tembakau transgenik putatif generasi T0 yang ditanam pada polibag dipindahkan ke kurungan kedap serangga untuk penularan Begomovirus menggunakan isolat Segunung. Virus ditularkan ke tanaman melalui vektor serangga kutu kebul (Bemisia tabaci). Sebelumnya di dalam kurungan telah ditempatkan tanaman sumber inokulum (tanaman yang telah terinfeksi oleh Begomovirus) yang sudah diinfestasi dengan serangga kutu kebul. Tanaman tembakau dibiarkan selama 3-7 hari agar kutu kebul dapat menularkan virus ke tanaman tersebut. Setelah itu tanaman dikeluarkan dan dihilangkan kutu kebulnya dengan aplikasi insektisida. Selanjutnya tanaman tembakau dipindahkan ke rumah kaca dan diamati gejala yang muncul pada 2 minggu setelah inokulasi.
96
Pengamatan gejala tanaman tembakau terinfeksi oleh begomovirus dilakukan dengan kategori: (-) tidak terinfeksi, tidak ada gejala yang muncul dan (+) terinfeksi, muncul gejala pada tanaman yang diindikasikan dengan adanya mosaik atau penggulungan daun seperti kerupuk. Untuk mengetahui keberadaan Begomovirus dalam tanaman tembakau yang telah dibioasai, maka dikonfirmasi dengan teknik PCR menggunakan primer universal. Isolasi DNA total tanaman yang terinfeksi virus dilakukan dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Doyle & Doyle (1990) seperti yang telah dilakukan sebelumnya. Amplifikasi PCR untuk mendeteksi adanya Begomovirus dilakukan sesuai dengan prosedur dari Rojas et al. (1993). dengan total reaksi 25 µl mengandung 2-5 ul DNA genomik cetakan dan sepasang primer universal yaitu primer PAL1v1978 dan PAR1c715. Keberadaan Begomovirus dalam jaringan tanaman tembakau transgenik setelah bioasai diindikasikan dengan teramplifikasinya fragmen DNA berukuran 1500 bp.
Hasil
Analisis PCR untuk mendeteksi gen AV1 Analisis molekuler menggunakan teknik PCR dengan primer spesifik gen AV1 dilakukan untuk mendeteksi keberadaan gen yang diinginkan di dalam jaringan tanaman yang ditransformasi. Di samping digunakan untuk mendeteksi keberadaan transgen, analisis PCR juga dapat digunakan untuk skrining awal secara cepat terhadap tanaman hasil transformasi yang membawa transgen. Hasil analisis PCR pada 46 tanaman tembakau transgenik putatif generasi T0 menggunakan primer spesifik gen AV1 menunjukkan bahwa terdapat 35 tanaman yang mengandung gen AV1 (Gambar 24). Hal tersebut diindikasikan dengan terbentuknya pita DNA berukuran 780 bp. Persentase tanaman yang positif PCR (mengandung gen AV1) dibandingkan dengan tanaman yang dianalisis adalah sebesar 76,1%. Pada kedua kontrol negatif yang digunakan (tanaman tembakau yang tidak ditransformasi dan air) tidak menunjukkan adanya pita tersebut.
97
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13
K- A P M 1000 bp
Gen AV1 (780 bp)
850 650 500
100
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 K- A P M 1000 bp
Gen AV1 (780 bp)
850 650 500 100
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
K- A P M 1000 bp
Gen AV1 (780 bp)
850 650 500 100
40 41 42 43 44 45 46 K- A
P
M 1000 bp
Gen AV1 (780 bp)
850 650 500 100
Gambar 24 Deteksi PCR gen AV1 pada 46 tanaman tembakau transgenik putatif generasi T0 menggunakan primer spesifik. 1-46=sampel tanaman tembakau transgenik putatif generasi T0, K-=tanaman tembakau non transforman, A=Air, P=Plasmid, M=1 Kb plus ladder (In vitrogen)
Bioasai tanaman tembakau transgenik dengan Begomovirus Bioasai dilakukan terhadap 46 tanaman transgenik putatif generasi T0 dengan
menginokulasi
tanaman-tanaman
tersebut
dengan
Begomovirus
menggunakan vektor serangga kutu kebul (Gambar 25). Bioasai dari 46 tanaman
98
transgenik putatif generasi T0 dengan Begomovirus di rumah kaca menunjukkan adanya variasi respon setelah inokulasi (Tabel 8). Sebanyak 15 tanaman tembakau transgenik putatif positif menunjukkan gejala terinfeksi Begomovirus dan ada 2 tanaman yang mati sebelum dilakukan pengamatan. Untuk melihat korelasi hasil bioasai dengan hasil PCR dari masing-masing individu tanaman tembakau transgenik putatif maka kedua hasil pengujian dibandingkan. Terdapat kecenderungan bahwa tanaman tembakau yang positif PCR tidak menunjukkan adanya gejala terinfeksi Begomovirus (Tabel 8).
Tabel 8 Deteksi PCR gen AV1 dan bioasai tanaman tembakau transgenik putatif generasi T0 dengan Begomovirus di rumah kaca No.
Kode tanaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
CP8/II.1.2.1 CP11/I.2.1.3 CP11/I.2.4.1.A CP11/I.2.4.1.B CP11/I.3.2.1 CP11/I.4.2 CP11/I.4.2.2 CP11/I.4.3.1 CP11/I.4.3.2 CP8/II.1.1 CP8/II.1.3.1 CP8/II.4.1 CP8/II.4.1.2 CP8/II.4.2 CP8/III.1.4.2 CP8/III.2.1.1 CP8/III.2.1.2 CP8/III.2.4.1 CP8/III.3.2.1 CP8/III.7.1.1 CP11/I.2.1.1 CP11/I.2.1.2 CP11/I.2.2.2 CP11/I.3.4.1 CP11/I.6.1.1 CP11/I.6.3.1
Hasil PCR* + + + + + + + + + + + + + + + + + +
Hasil bioasai** + mati*** + + mati*** + + + + + + +
No.
Kode tanaman
27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51.
CP8/II.1.3.1 CP8/II.1.3.2 CP8/II.2.1.1 CP8/II.2.3.1 CP8/II.2.3.2 CP8/II.5.1.1 CP8/II.5.1.2 CP8/II.13.1.1 CP8/II.13.2.1 CP8/II.13.3.1 CP8/II.14.1.1 CP8/II.1.5.x CP8/III.2.3.1 CP8/III.3.1.1 CP8/III.3.1.2 CP8/III.3.3.1 CP8/III.3.3.2 CP8/III.11.1.1 CP11/IV.5.1.1 CP11/IV.9.1.1 Kontrol 1 Kontrol 2 Kontrol 3 Kontrol 4 Kontrol 5
Hasil PCR* + + + + + + + + + + + + + + + + + -
Hasil Bioasai** + + + + + + + + + +
* Hasil PCR: (+)=menghasilkan fragmen DNA berukuran 780 bp, (−)=tidak menghasilkan ** Hasil bioasai: (+)=muncul gejala terinfeksi Begomovirus, (−)=tidak muncul gejala *** mati=tanaman mati sebelum dilakukan pengamatan
99
Proses penularan virus dilakukan dengan menempatkan sampel tanaman ke dalam suatu kurungan yang di dalamnya sudah ada tanaman yang sakit terinfeksi virus dan serangga kutukebul sebagai vektor untuk menularkan (Gambar 25a dan 25b). Indikasi tanaman tembakau yang terinfeksi oleh begomovirus adalah munculnya gejala yang diawali dengan mosaik pada daun dan selanjutnya helaian daun akan menggulung, bergelombang tidak beraturan seperti bentuk kerupuk (Gambar 25c-f).
a
ba Tahan
c
d
e
f
Rentan
Gambar 25 Bioasai tanaman tembakau transgenik menggunakan vektor serangga kutukebul: a) Proses penularan virus oleh vektor kutu kebul pada kurungan kedap serangga, b) Kutu kebul yang menempel pada daun tanaman untuk menularkan virus (tanda panah), c) Gejala yang mulai muncul pada daun muda setelah inokulasi virus (2 minggu setelah inokulasi), d) Penampilan tanaman tembakau yang tahan dan rentan setelah inokulasi virus, e) dan f) Gejala infeksi virus pada daun tembakau yang menyerupai sepeti kerupuk
100
Tabel 9 Kategori respon tanaman tembakau transgenik putatif setelah dianalisis PCR dan bioasai Kategori
Analisis PCR*
Bioasai **
Jumlah tanaman
1 2
+ +
+
28 7
3
-
+
8
4
-
-
3
Kontrol
-
+
5
* Hasil PCR: (+)=menghasilkan fragmen DNA berukuran 780 bp, (-)=tidak menghasilkan ** Bioasai: (+)=menunjukkan gejala terinfeksi Begomovirus, (-)=tidak menunjukkan
Berdasarkan hasil analisis PCR dan bioasai, respon tanaman tembakau transgenik putatif generasi T0 dapat dibedakan menjadi empat kategori (Tabel 9). Kategori 1 adalah respon tanaman yang tidak menunjukkan gejala (28 tanaman) dan positif PCR, kategori 2 adalah respon tanaman yang menunjukkan gejala dan positif PCR (7 tanaman), kategori 3 adalah respon tanaman yang menunjukkan gejala dan negatif PCR (8 tanaman), dan kategori 4 adalah respon tanaman yang tidak menunjukkan gejala dan negatif PCR (2 tanaman). Pada kontrol, semuanya menunjukkan gejala dan negatif PCR (5 tanaman). Analisis Southern Blot dan Konfirmasi Keberadaan Virus Teknik Southern blot digunakan untuk mengetahui keberadaan atau integrasi dari transgen yang diintroduksikan, dan juga digunakan untuk menentukan jumlah kopi dari transgen yang terintegrasi ke dalam genom tanaman tembakau. Hasil analisis Southern blot pada tanaman transgenik tembakau menggunakan pelacak gen AV1 menunjukkan bahwa dari 11 tanaman transgenik putatif generasi T0 yang diuji, diperoleh 5 tanaman yang menunjukkan integrasi gen dengan kopi tunggal dan 6 tanaman mempunyai integrasi gen lebih dari satu kopi atau multi kopi (Gambar 26). Lima tanaman tembakau transgenik yang mempunyai kopi tunggal adalah tanaman no. 2, 24, 27, 32 dan 35, sedangkan 6 tanaman dengan integrasi multi-kopi adalah tanaman no. 21, 23, 26, 34, 45 dan 46. Dua tanaman tembakau hasil transformasi generasi T0 yang negatif ketika dilakukan analisis PCR (tanaman no. 10 dan 20) juga disertakan dalam analisis Southern Blot. Kedua tanaman tersebut juga tidak menunjukkan adanya pita DNA
101
setelah hibridisasi dengan pelacak gen AV1. Demikian juga dengan dua tanaman yang tidak ditransformasi (NT), pita DNA tidak dihasilkan. Untuk kontrol positif (P) berupa plasmid yang mengandung gen AV1, menghasilkan satu pita DNA. Hasil deteksi keberadaan Begomovirus dengan teknik PCR pada beberapa sampel
tanaman
tembakau
transgenik
menggunakan
primer
universal
menunjukkan pita DNA spesifik (Gambar 27). Virus terdeteksi pada enam tanaman yaitu sampel tanaman no 21, 23, 26, 34, 35 dan 45. Sedangkan pada tanaman no. 2, 24, 27, 32, dan 46, virus tidak berhasil terdeteksi. Sebagai kontrol disertakan tiga tanaman yang terdiri dari tanaman yang tidak ditransformasi, tetapi diinfeksi dengan virus (NT-I), tanaman yang tidak ditansformasi tetapi tidak diinfeksi oleh virus (NT-NI) dan tanaman yang terinfeksi oleh Begomovirus (K+). Dari ketiga tanaman kontrol, tanaman NT-I terdeteksi adanya virus di dalam jaringan tanaman. Pada tanaman NT-NI tidak terdeteksi adanya virus di dalam jaringan sementara untuk tanaman K+ terdeteksi dengan jelas. M
2
21 23 24 26 27 32 34 35 45 46 10 20 NT NT P
12,0 kb 4,0 3,0
2,0 1,6
A
1,0
M
2
21 23 24 26 27 32 34 35 45 46 10 20 NT NT P
12,0 kb 4,0 3,0
2,0 1,6 1,0
B
Gambar 26 Analisis hibridisasi Southern Blot pada sampel tanaman tembakau trasngenik putatif generasi T0 yang positif PCR dan 2 tanaman yang negatif PCR (no.10 & 20) dengan pelacak gen AV1. NT=tanaman non transformasi, P=Plasmid dan M=1 Kb plus ladder. A. Hasil analisis Southern blot yang asli, B. Hasil analisis Southern blot replika
102
Dari data analisis PCR, bioasai, Southern blot dan keberadaan virus dari tanaman-tanaman tembakau transgenik generasi T0 maka dapat ditentukan hubungan antara data-data dari keempat parameter tersebut (Tabel 10). Dari hubungan antar parameter ini maka akan dapat ditentukan tingkat ketahanan
NT-NI
2 21 23 24 26 27 32 34 35 45 46
NT-I
tanaman tembakau transgenik generasi T0 terhadap infeksi Begomovirus.
K+ A M 4000 bp 3000 2000 1600
1500 bp
1000
Gambar 27 Deteksi keberadaan begomovirus dengan teknik PCR menggunakan primer universal pada tanaman tembakau transgenik generasi T0 setelah bioasai. Sampel tanaman diindikasikan dengan nomor. NTI=Tanaman non transgenik yang diinokulasi virus, NT-NI=Tanaman non transgenik yang tidak diinokulasi, K+=Tanaman terinfeksi virus, A=Air dan M=1 Kb ladder (In vitrogen). Tabel 10 Hubungan antara analisis PCR, bioasai, jumlah kopi dan keberadaan virus target dalam tanaman transgenik No.
Kode tanaman
PCR*
Bioasai**
Jumlah kopi
Ada/tidaknya virus***
Kategori
1.
2 (CP11/I.2.1.3)
+
-
1 (satu)
-
Tahan
2.
21 (CP11/I.2.1.1)
+
+
3 (tiga)
+
Rentan
3.
23 (CP11/I.2.2.2)
+
+
2 (dua)
+
Rentan
4.
24 (CP11/I.3.4.1)
+
-
1 (satu)
-
Tahan
5.
26 (CP11/I.6.3.1)
+
+
4 (empat)
+
Rentan
6.
27 (CP8/II.1.3.1)
+
-
1 (satu)
-
Tahan
7.
32 (CP8/II.5.1.1)
+
-
1 (satu)
-
Tahan
8.
34 (CP8/II.13.1.1)
+
+
2 (dua)
+
Rentan
9.
35 (CP8/II.13.2.1)
+
-
1 (satu)
+
Toleran
10.
45 (CP11/IV.5.1.1)
+
-
2 (dua)
+
Toleran
11.
46 (CP11/IV.9.1.1)
+
-
4 (empat)
-
Rentan
* PCR: (+)=menghasilkan fragmen DNA berukuran 780 bp, (-)=tidak menghasilkan ** Bioasai: (+)=menunjukkan gejala terinfeksi Begomovirus, (-)=tidak menunjukkan *** Ada/tidaknya virus: (+)=menghasilkan fragmen DNA spesifik berukuran 1500 bp, (-)=tidak menghasilkan fragmen DNA
103
Pembahasan Untuk mempelajari ekspresi gen AV1 yang menyandikan protein selubung di dalam hubungannya dengan ketahanan terhadap penyakit keriting daun yang disebabkan oleh infeksi Begomovirus maka gen AV1 diintroduksikan ke dalam genom tanaman tembakau yang bertindak sebagai tanaman model. Informasi mengenai integrasi dan jumlah kopi serta uji ekspresi gen AV1 pada tanaman model
ini
diharapkan
akan
diketahui
keefektifan
gen
tersebut untuk
mengendalikan penyakit keriting daun yang disebabkan oleh infeksi virus sehingga gen tersebut dapat digunakan untuk pengembangan varietas tomat atau cabai yang tahan terhadap Begomovirus. Pemanfaatan gen-gen virus untuk mendapatkan sifat ketahanan telah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya adalah gen BL1 dari Begomovirus bipartite yang menyandikan movement protein (Pascal et al. 2003), gen AV2 dari Begomovirus monopartit yang menyandikan movement protein (Mubin et al. 2007), gen CP dari Tobamovirus (Bendahmane et al. 1997). Analisis PCR untuk mengidentifikasi transgen menggunakan primer spesifik gen AV1 terhadap 46 tanaman transgenik putatif tembakau T0 menunjukkan bahwa diperoleh sebanyak 35 tanaman yang positif mengandung gen AV1 yang diindikasikan oleh teramplifikasinya fragmen DNA berukuran 780 bp (Gambar 24). Ini berarti bahwa dari 46 calon tanaman tembakau transgenik yang lolos seleksi dengan antibiotik kanamisin 100 mg/l tidak semuanya mengandung gen AV1. Jadi, sebanyak 11 tanaman bukan merupakan tanaman transgenik namun tanaman yang escape atau terhindar dari faktor seleksi kanamisin selama proses regenerasi secara in vitro. Skrining dengan Begomovirus menunjukkan adanya korelasi yang positif antara keberadaan gen AV1 dalam tanaman dengan respon ketahanan meskipun korelasi tersebut tidak menunjukkan angka 100%. Tanaman tembakau transgenik yang positif PCR (membawa gen AV1) sebagian besar memberikan respon tahan ketika tanaman-tanaman tersebut diinokulasi dengan Begomovirus dibandingkan dengan tanaman yang bukan transgenik. Dari 35 tanaman yang positif PCR diperoleh 28 tanaman tidak menunjukkan gejala terinfeksi oleh Begomovirus (Tabel 8). Tujuh tanaman yang positif PCR namun menunjukkan adanya gejala
104
diduga disebabkan oleh tidak efektifnya gen AV1 yang telah terintegrasi ke dalam genom tanaman dan disebut dengan istilah pembungkaman gen (gene silencing). Pada penelitian ini juga diamati adanya tanaman-tanaman yang tidak membawa gen AV1 (analisis PCR-nya negatif) menunjukkan gejala ketika terinfeksi oleh virus. Namun, terdapat 3 tanaman yang tidak positif PCR memberikan respon negatif yaitu tidak terdeteksi adanya gejala terinfeksi virus. Hal ini diduga disebabkan oleh tidak terjadinya proses penularan virus oleh serangga kutukebul pada ketiga tanaman tersebut. Salah satu kelemahan teknik bioasai dalam penelitian ini adalah proses penularan virus sangat tergantung dari mobilitas serangga kutukebul yang diinfestasikan, sehingga kemungkinan tidak terjadinya proses infeksi virus oleh kutukebul atau escape bisa terjadi. Analisis jumlah kopi dengan teknik Southern blot mengindikasikan bahwa integrasi gen AV1 menggunakan vektor A. tumefaciens pada tanaman tembakau dapat terjadi hanya satu kopi atau lebih (Gambar 26). Korelasi jumlah kopi gen AV1 dengan respon gejala mengindikasikan bahwa tanaman dengan integrasi gen hanya satu kopi mempunyai respon tidak menunjukkan gejala ketika diinokulasi virus. Hasil ini didukung oleh analisis deteksi keberadaan virus dengan PCR pada tanaman-tanaman tersebut dimana tidak terdeteksi adanya fragmen DNA spesifik dari Begomovirus, sehingga dikateorikan sebagai tanaman tahan (Gambar 27, Tabel 10). Sebaliknya, tanaman dengan integrasi gen AV1 lebih dari satu kopi menunjukkan adanya gejala terinfeksi virus dan didukung oleh terdeteksinya Begomovirus dalam tanaman sehingga dikategorikan rentan (Gambar 27, Tabel 10). Jumlah kopi gen lebih dari satu diduga akan menginduksi terjadinya pembungkaman gen (gene silencing) sehingga transgen menjadi tidak terkespresi dan tanaman menjadi tidak tahan serta virus dapat berkembang di dalam tanaman. Pembungkaman gen yang disebabkan oleh adanya
transgen multikopi
kemungkinan berhubungan dengan fenomena homology-dependent gene silencing dimana tidak terkespresinya satu atau lebih gen karena adanya kesamaan susunan nukleotida (homologi) (Meyer & Saedler 1996). Namun demikian, dugaan ini mungkin tidak terjadi pada sampel no 46 dimana tanaman mempunyai gen sebanyak 4 kopi namun tidak memperlihatkan respon gejala dan tidak ditemukan adanya virus di dalam jaringan tanaman. Kemungkinan ada mekanisme lain pada
105
tanaman tersebut sehingga tanaman menjadi tahan meskipun integrasinya lebih dari satu. Pada penelitian ini juga diamati adanya sampel tanaman (nomor 45) dengan integrasi gen AV1 multikopi (2 kopi gen) dan tidak menunjukkan gejala namun terdeteksi adanya virus di dalam jaringan tanaman tersebut. Hal ini diduga berhubungan dengan adanya respon toleran atau penyembuhan (recovery) dari tanaman tersebut. Gen-gen protein selubung dari virus telah dimanfaatkan secara luas di dalam teknik rekayasa genetik untuk perakitan tanaman tahan virus dengan genom RNA (Bendahmane et al. 1997; Chowrira et al. 1998; Srivastava & Raj 2008). Penelitian untuk memperoleh ketahanan terhadap Begomovirus menggunakan gen protein selubung juga telah dilakukan (Kunik et al. 1994) dan hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan terhadap TYLCV berasosiasi dengan keberadaan dari produk transgen tersebut. Ketahanan yang diperoleh diindikasikan dengan tidak adanya keparahan gejala dan akumulasi virus pada jaringan tanaman. Pada penelitian ini, tanaman tembakau transgenik yang tahan Begomovirus mengindikasikan adanya fenomena yang sama seperti penelitian sebelumnya. Gen protein selubung yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gen yang dikonstruksi secara utuh (full-length). Berdasarkan pola hubungan antara analisis PCR, bioasai, jumlah kopi dan keberadaan virus di dalam jaringan tanaman terlihat bahwa tanaman tembakau transgenik yang mengandung gen AV1 yang terintegrasi satu kopi memperlihatkan respon tahan yang diindikasikan dengan tidak adanya gejala yang terdeteksi dan akumulasi virus pada jaringan. Hal ini berbeda dengan ketahanan mendasarkan pada RNA (RNA-mediated resistance) dimana ketahanan ini sering berasosiasi dengan adanya integrasi multi-kopi dari transgen atau pengulangan tandem dari transgen (Sijen et al. 1996). Berdasarkan hal ini maka mekanisme ketahanan pada penelitian ini diduga bukan ketahanan yang mendasarkan pada RNA namun berasosiasi dengan keberadaan produk dari gen AV1. Jadi gen AV1 terintegrasi ke dalam genom tanaman tembakau dan mengekspresikan
protein
selubung
(terbentuk
produk
protein)
yang
mempengaruhi siklus hidup dari virus dan tanaman memberikan respon ketahanan. Dengan kata lain bahwa gen AV1 terekspresi ke dalam tanaman dan terjadi akumulasi protein pembungkus sehingga ketika terjadi infeksi, virus akan
106
dibungkus oleh protein pembungkus tersebut dan virus tidak dapat berkembang. Mekanisme ketahanan ini berperan pada tingkat awal proses replikasi virus dengan menghalangi proses replikasi secara tidak terkendali dari partikel virus (Aswidinnoor 1995). Namun demikian, mekanisme ketahanan ini masih perlu dibuktikan lebih lanjut dengan melakukan analisis hibridisasi Northern atau Western untuk mempelajari ada tidaknya akumulasi mRNA atau protein, sehingga mekanisme ketahanan yang terjadi dapat dijelaskan lebih detail. Simpulan 1. Telah diperoleh tanaman-tanaman tembakau transgenik yang membawa gen AV1 Begomovirus berdasarkan amplifikasi PCR 2. Analisis hibridisasi Southern blot menunjukkan bahwa integrasi gen AV1 pada genom tanaman tembakau yang bersifat satu kopi atau multi-kopi. Tanaman dengan integrasi gen satu kopi menunjukkan respon tahan terhadap infeksi virus dibandingkan integrasi gen yang multi-kopi. 3. Ketahanan yang diperoleh dari ekspresi gen AV1 Begomovirus pada tanaman tembakau transgenik diindikasikan dengan tidak adanya gejala dan akumulasi virus pada jaringan tanaman. Daftar Pustaka Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Hidayat P, Sujiprihati S. 2005. Identifikasi geminivirus yang menginfeksi tomat berdasarkan pada teknik Polymerase Chain Raction-Restriction Fragment Length Polymorphism. J Mikrobiol Indones 10:29-32 Aswidinnoor, H. 1995. Transformasi gen: sumber baru keragaman genetik dalam pemuliaan tanaman . Zuriat. Vol. 6. No. 2:56-65. Bendahmane M, Fitchen JH, Zhang G, Beachy RN. 1997. Studies of coat proteinMediated Resistance to tobacco mosaic Tobamovirus: Correlation between assembly of mutant coat proteins and resistance. J Virol 71(10): 79427950 Bennet J. 1993. Genes for crop improvements. Genet. Eng. 16 : 93-113 Chee PP, Drong RF, Slightom. 1991. Using polymerase chain reaction to identify transgenic plant. Plant Mol Biol Manual C3:1-28 Chowrira GM, Cavileer TD, Gupta SK,Lurquin PF, Berger PH. Coat proteinmediated resistance to pea enation mosaic virus in transgenic Pisum sativum L. Transg Res 7:265-271
107
Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 1315 Dasgupta I, Malathi VG, Mukherjee. 2003. Genetic engineering for virus resistance. Current Scim 8(3): 341-354 Hidayat SH, Chatchawankanpanich O, Rusli E, Aidawati N. 2006. Begomovirus associated with pepper yellow leaf curl disease in west Java, Indonesia. J Indon Microbiol 11 (2): 87-90 Kunik T, Salomon R, Zamair D, Zeidan M, Michelson L, Gafni Y, Czosnek H. 1994. Transgenic tomato plants expressing the tomato yellow leaf curl virus capsid protein are resistant to the virus. Bio/Tech 12:500-504 Meyer P, Saedler H. 1996. Homology-dependent gene silencing in plants. Ann Rev Plant Physiol Mol Biol. 47:23-48 Mubin M, Mansoor S, Hussain M, Zafar Y. 2007. Silencing of the AV1 gene by antisense RNA protects transgenic plants against a bipartite begomovirus. Virol J 4(10):1-4 Nain V, Jaiswal R, Dalal M, Ramesh B, Kumar PA. 2005. Polymerase Chain Reaction Analysis of Transgenic contaminated by Agrobacterium. Plant Mol Biol Rep 23:59-65 Panaud O, Magpantay G, McCouch SR. 1993. A protocol for non-radioactive DNA labelling and detection in the RFLP analysis of rice and tomatoes using single copy probes. Plant Mol Biol. 11(1) Pascal E, Goodlove PE, Wu LC, Lazarowitz. 1993. Transgenic tobacco plants expressing the Geminivirus BL1 protein exhibit symptoms of viral disease. Plant Cell 5: 795-807 Raj SK, Singh R, Pandey SK and Singh BP. 2005. Agrobacterium-mediated tomato transformation and regeneration of transgenic lines expressing Tomato leaf curl virus coat protein gene for resistance against TLCV infection. Current Sci 88 (10): 1674-1679 Rojas MR, Gilbertson RL, Russel DR, Maxwell DP. 1993. Use of degenerate primers in the polymerase chain reaction to detect whitefly-transmitted geminivirus. Plant Dis 77:340-347 Sinisterra XH, Polston JE, Abourized AM, Hiebert E. 1999. Tobacco plants transformed with a modified coat protein of tomato mottle Begomovirus show resistance to virus infection. Phytopathol 89:701-706 Srivastava A, Raj SK. 2008. Coat protein-mediated resistance against an Indian isolates of the Cucumber mosaic virus subgroup IB in Nicotiana benthamiana. J Biosci 33:00-00 Vidya CSS, Manoharan M, Kumar CTR, Savithri HS, Sita GL. 2000. Agrobacterium-mediated transformation of tomato (Lycopersicon esculentum var. Pusa Ruby) with coat protein gene of Physalis mottle tymovirus. J Plant Physiol 156: 106-110
108
VIII. PENDEKATAN KONVENSIONAL UNTUK KETAHANAN TOMAT TERHADAP BEGOMOVIRUS YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN KETAHANAN TERHADAP CMV Abstrak
Penggunaan tanaman tomat tahan merupakan cara yang terbaik untuk mengendalikan Begomovirus. Berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh ketahanan genetik terhadap Begomovirus, terutama diarahkan untuk ketahanan terhadap Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV). Beberapa aksesi dari kerabat liar tomat menunjukkan tingkat ketahanan dan toleransi yang tinggi terhadap TYLCV, di antaranya spesies Lycopersicon chilense. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan galur-galur tanaman tomat yang tahan terhadap Begomovirus (TYLCV) dikombinasikan dengan ketahanan terhadap CMV. Materi tanaman yang digunakan dalam percobaan adalah galur FLA456 (sebagai tetua tahan TYLCV), Intan dan CL6046 (sebagai tetua rentan), tanaman generasi F1-TYLCV (hasil persilangan galur tahan dan rentan TYLCV) dan tanaman generasi F1-CMV (hasil persilangan galur rentan dan galur transgenik tahan CMV). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman-tanaman F1-TYCLV dan F1-silang ganda (hasil persilangan antara F1-TYLCV dan F1-CMV) memperlihatkan fenotipe yang tahan terhadap TYLCV. Pada galur tanaman F1-silang ganda juga memperlihatkan adanya integrasi dua gen ketahanan terhadap TYLCV dan CMV pada satu tanaman. Bioasai tanaman F1-silang ganda (F1DC-Intan/R8-11011//FLA456/Intan dan F1DC-CL6046/R8-110-11//FLA456/CL6046) dengan TYLCV diperoleh masing-masing 10 dan 9 tanaman yang menunjukkan fenotipe tahan. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman-tanaman F1-silang ganda tersebut telah membawa gen ketahanan terhadap TYLCV. Untuk mengidentifikasi tanaman F1-silang ganda juga membawa gen ketahanan terhadap CMV maka dilakukan identifikasi dengan analisis PCR. Hasil identifikasi dengan PCR mengindikasikan bahwa gen ketahanan terhadap CMV juga telah terbawa pada tanaman F1-silang ganda. Dengan demikian, pada penelitian ini telah diperoleh tanaman F1-silang ganda yang membawa gen tahan TYCLV dan CMV. Tanamantanaman F1-silang ganda yang tahan TYLCV dan CMV ini akan dijadikan sebagai materi untuk pengembangan varietas tomat tahan TYLCV dan CMV selanjutnya.
Kata kunci: tomat (Lycopersicon esculentum Mill.), gen-gen ketahanan, persilangan ganda, Begomovirus, TYLCV, CMV
109
Abstract The use of resistant tomato plants s the best way to control Begomovirus. A great effort has been made to obtain genetic resistance to Begomovirus, manly directed against Tomato yellow leaf curl virus (TYCLV). Some accessions of tomato wild relatives exhibited good levels of resistance and tolerance to TYLCV, such as Lycopersicon chilense species. The objective of this research was to obtain tomato lines resistant to TYLCV combined with resistance to CMV. Plant materials that used in this experiment were FLA456 line as a TYLCV resistant parent (AVRDC), Intan adn CL6046 (as susceptible parents), F1-TYLCV plants (TYCLV resistant F1 plants) and F1-CMV plants (CMV resistant F1 plants). Result of the experiments showed that F1-doublecross plants (crossing between F1-TYLCV and F1-CMV plants) give a resistant phenotype indicating integration of both two resistance genes in one plant has been occured following effication and PCR analysis. Effication of F1DC-Intan/R8-110-11//FLA456/Intan lines (21 lines) dan F1DC-CL6046/R8-110-11//FLA456/CL6046 lines (21 lines) with Begomovirus has been obtained 10 and 9 plants respectively showing high level resistant phenotype which no symptom could be observed. It indicated that those F1-doublecross plants had carried the Begomovirus-resistance genes. To confirmed that the Begomovirus resistant F1-doublecross plants also carried the CMV-resistance gene, those lines were subjected to PCR analysis. Result of PCR analysis also indicated that the CMV-resistance gene has been incorporoted in the F1-DC lines. The resistant-doublecross F1 plants then were selected for the horticultural traits and subjected to performing the advanced breeding for developing Indonesian multiple virus resistance tomatoes.
Keywords: tomato (Lycopersicon esculentum Mill.), resistance genes, double cross, Begomovirus, TYLCV, CMV
110
Pendahuluan Serangan penyakit tanaman merupakan salah satu kendala biotik yang banyak ditemukan di areal pertanaman tomat. Saat ini, telah teridentifikasi adanya serangan penyakit keriting daun yang disebabkan oleh infeksi Tomato (yellow) leaf curl virus (TYLCV/ToLCV) di area-area sentra produksi tomat di Indonesia (Aidawati et al. 2005; Sukamto et al. 2006). Spesies TYLCV/ToLCV dimasukkan ke dalam genus Begomovirus dari famili Geminiviridae yang ditularkan oleh serangga vektor kutukebul/whitefly (Bemisia tabaci Genn dari ordo Hemiptera, famili Aleyrodidae) dan menginfeksi tanaman dikotil. Penyakit keriting ini dapat menyebabkan kehilangan hasil sampai 100% pada tanaman tomat budidaya di daerah tropis dan sub-tropis (Moriones et al. 2000). Di Indonesia, TYLCV/ToLCV dilaporkan menginfeksi tanaman tomat hampir 90-100%
dan telah menyebabkan kehilangan hasil sekitar 50-100%
(AVRDC Centerpoint newsletter – spring 2003 issue). Menurut hasil penelitian Sudiono et al. (2001), serangan virus tersebut pada tanaman tomat di daerah Bogor dan sekitarnya dapat mencapai 50-70%. Penelitian lain melaporkan adanya serangan penyakit keriting ini di beberapa daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Jogjakarta dengan frekuensi kejadian penyakit berkisar antara 33-100% (Santoso 2008, belum dipublikasi). Beberapa teknik telah dilakukan untuk mengendalikan Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat, tetapi hanya sedikit yang terbukti efektif. Usaha untuk mengendalikan kutukebul secara biologi juga telah dilakukan, akan tetapi hasilnya tidak memuaskan (Mason et al. 2000) Sampai saat ini belum ada bahan kimia yang dapat diaplikasikan secara langsung untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh virus tersebut. Penggunaan varietas tahan merupakan cara yang tepat untuk mengendalikan virus karena metode ini relatif lebih aman dan murah apabila dibandingkan dengan metode pengendalian yang lain (Polston & Anderson 1997; Hanson et al. 2000; Mason et al. 2000). Ada dua pendekatan di dalam pengembangan varietas tanaman tahan virus berdasarkan pada sumber gen yang digunakan (Sanford & Johnson 1985; Dasgupta et al. 2003) dimana gen dapat berasal dari virus itu sendiri atau berasal dari sumber yang lain. Pendekatan pertama didasarkan pada konsep ketahanan
111
yang
berasal
dari
patogen
(pathogen-derived
resistance,
PDR)
yang
memanfaatkan elemen genetik virus dan diintroduksikan ke tanaman, sehingga akan mempengaruhi siklus hidup virus. Pemanfaatan gen selubung protein (coat protein gene) merupakan salah satu contoh dari pendekatan PDR ini (Bendahmane et al. 1997; Sinisterra et al. 1999; Vidya et al. 2000; Raj et al. 2005). Pendekatan yang kedua adalah ketahanan yang berasal bukan dari patogen (non pathogen-derived resistance, non PDR), yang memanfaatkan gen-gen ketahanan dari tanaman inang dan gen-gen lain yang bertanggungjawab untuk adaptasi dan respon tanaman inang terhadap serangan patogen. Penggunaan pendekatan non-PDR telah dilakukan diantaranya oleh Hanson et al. (2000). Usaha untuk memperoleh ketahanan genetik terhadap Begomovirus (TYLCV) melalui pendekatan non PDR telah banyak dilakukan. Beberapa peneliti telah mencari gen-gen ketahanan terhadap TYLCV di antara spesies Lycopersicon liar dan telah menemukan beberapa gen yang menjanjikan, diantaranya pada spesies L. chilense Dun, L. pimpinellifolium (Jusl.) Mill, L. hirsutum Dun dan L. peruvianum (L.) Mill (Zakay et al. 1991; Kasrawi et al. 1998; Pico et al. 1998; Vidavsky & Czosnek 1998). Galur-galur tomat hasil pemuliaan secara konvensional yang mempunyai ketahanan terhadap TYLCV telah dikembangkan oleh The Asian Vegetables Research and Development Center (AVRDC), Taiwan dan telah diuji serta terbukti efektif terhadap beberapa strain TYLCV Asia termasuk diantaranya Taiwan, India Selatan dan Thailand (AVRDC Centerpoint newsletter – spring 2003 issue). AVRDC juga telah mengembangkan galur-galur tomat yang tahan CMV melalui pendekatan rekayasa genetik menggunakan gen protein selubung (coat protein gene). Sampai sekarang ini, galur transgenik tahan CMV tersebut telah dievaluasi di lapang dan menunjukkan tingkat ketahanan yang memadai untuk mengendalikan infeksi CMV. Di Indonesia, infeksi CMV merupakan kendala produksi yang paling serius pada tanaman cabai dan juga ditemukan pada pertanaman tomat. Serangan CMV dapat menyebabkan kerusakan yang paling parah dan berdampak pada penurunan hasil sebesar 75%, bahkan hingga 100% (Duriat 1996, DEPTAN 1999). Melalui proyek kerjasama ABSP II yang di danai oleh USAID,
112
persilangan antara tomat varietas Indonesia (Intan dan CL6046) dengan varietas tomat yang tahan TYLCV (FLA 456 dan FLA 478) atau varietas tomat transgenik tahan CMV (R7-110-11) telah dilakukan di AVRDC dan menghasilkan tanaman tomat generasi F1 dari masing-masing persilangan (tanaman F1-TYLCV dan F1CMV). Tanaman tomat generasi F1-TYLCV dan F1-CMV tersebut kemudian didonasikan ke Indonesia (BB BIOGEN) sebagai materi untuk pengembangan tomat tahan TYLCV dan CMV. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan galur-galur tanaman tomat yang tahan terhadap Begomovirus (TYLCV) dikombinasikan dengan ketahanan terhadap CMV.
Bahan dan Metode Materi tanaman tomat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tetua tahan TYLCV, tetua tahan CMV, tetua rentan (Intan dan CL6046) dan 4 tanaman F1 hasil persilangan tunggal serta tanaman cek rentan (Tabel 11). Tabel 11 Materi tanaman yang digunakan dalam penelitian
Materi
Galur/Varietas
Intan
Varietas
CL6046
Calon varietas
FLA456 (FLA456-421-1)
Galur inbred generasi F4 dari AVRDC
FLA478 (FLA478-63-1-11)
Galur inbred generasi F5 dari AVRDC Galur inbred
CL5915-93D4-1-0-3 R8-110-11
F1 FLA456/Intan F1 FLA456/CL6046 F1 Intan/R7-110-11 F1 CL6046/R7-110-11
Galur inbred generasi ke-8 dari AVRDC -
Sifat ketahanan Toleran terhadap panas (heat tolerance) Tahan layu bakteri Tetua tahan TYLCV
Tetua tahan TYLCV
Keterangan Introduksi dari AVRDC dan dirilis oleh Balitsa tahun 1980 (Lampiran 3) Introduksi dari AVRDC dan telah diseleksi oleh Balitsa Ketahanan berasal dari Tyking dan L. chilense LA2779. Diidentifikasi membawa gen ketahanan pada 3 kromosom yang berbeda (3, 6 dan 11) Ketahanan berasal dari Tyking dan L. chilense LA1938
Rentan TYLCV Tahan CMV
Tanaman pembanding (cek peka untuk TYLCV) Galur transgenik yang membawa gen CP-CMV
-
F1-TYLCV F1-TYLCV F1-CMV F1-CMV
113
Skrining ketahanan terhadap virus. Skrining tanaman terhadap Begomovirus (TYLCV) Sebelum dilakukan skrining, terlebih dahulu dilakukan konfirmasi ketahanan dari tetua-tetua yang digunakan untuk persilangan, yaitu tetua tahan TYCLV (FLA456 dan FLA478) dan tetua rentan (Intan dan CL6046), dengan diinokulasi TYLCV. Selanjutnya, skrining ketahanan tanaman terhadap Begomovirus dilakukan pada tanaman F1 hasil silangan tetua tahan dan rentan TYLCV (F1 TYLCV). Isolat TYLCV yang digunakan dalam skrining ini aadalah isolat Kaliurang (Daerah Istimewa Yogyakarta). Pelaksanaan skrining adalah sebagai berikut: bibit tomat dari masingmasing individu tanaman yang berumur 12-14 hari setelah tanam pada bak semai dipindahkan ke kurungan inokulasi yang kedap serangga. Kurungan inokulasi berisi tanaman tomat terinfeksi TYLCV sebagai sumber inokulum virus, dan kutu kebul. Bibit tomat dibiarkan berada di dalam kurungan inokulasi selama 7 hari. Setelah periode inokulasi tersebut bibit tomat dikeluarkan dan diberi perlakuan insektisida untuk memusnahkan kutu kebul. Bibit tomat selanjutnya dipindahkan ke dalam pot dan dipelihara di dalam rumah kasa. Pengamatan terhadap gejala dilakukan 2 minggu setelah inokulasi menggunakan panduan skoring Muniyappa et al. (1991) (Tabel 12).
Tabel 12. Skoring keparahan gejala pada tanaman yang terinfeksi Begomovirus
Indeks
Gejala
0
Tidak ada gejala
1
Ringan (tepi daun sedikit menggulung dan menguning) Sedang (tanaman sedikit kerdil, daun menguning dan menggulung) Parah (tanaman sangat kerdil, terjadi pengurangan ukuran daun, daun menggulung dan menguning)
2 3
Tanaman generasi F1-TYLCV yang menunjukkan tingkat ketahanan yang tinggi setelah skrining (tanaman F1 terpilih) dengan Begomovirus digunakan
114
sebagai materi tanaman dalam persilangan ganda (double cross/intercross) untuk mengkombinasikan gen ketahanan terhadap TYLCV dan CMV. Skrining tanaman terhadap CMV Skrining dilakukan terhadap tanaman F1-CMV yang merupakan hasil pesilangan antara tetua tahan CMV (R7-110-11) dengan tetua rentan (Intan atau CL6046). Isolat yang digunakan untuk skrining adalah isolat CMV-2 dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang. Penularan virus ini dilakukan secara mekanis pada bibit tanaman tomat yang berumur sekitar 2 minggu atau pada saat daun pertama telah membuka sempurna. Daun yang terinfeksi digunakan sebagai sumber inokulum digerus dalam mortar dengan diberi bufer fosfat dengan perbandingan berat basah daun : bufer fosfat adalah 1:10 (b/v). Dari hasil penggerusan ini didapat sap sebagai inokulum virus yang siap untuk dioleskan ke bibit tanaman tomat. Daun bibit tanaman tomat yang akan diinokulasi ditaburi serbuk karborundum. Kapas yang telah dililitkan pada tusuk gigi dicelupkan ke dalam sap sumber inokulum kemudian dioleskan pada permukaan atas daun satu sampai tiga kali dengan arah dari pangkal daun ke ujung daun. Pengamatan gejala yang muncul dilakukan pada 2 minggu setelah inokulasi (14 hsi). Pengamatan gejala penyakit dari CMV dilakukan sesuai prosedur skoring yang dilakukan oleh Sulyo & Duriat (1997) (Tabel 13).
Tabel 13 Skoring keparahan gejala pada tanaman yang terserang CMV Indeks
Gejala
0
Tidak ada gejala
1
Gejala mosaik atau belang ringan, atau atau tidak ada penyebaran sistemik. Kadang-kadang permukaan daun agak kasar
2
Gejala mosaik atau belang sedang
3
Gejala mosaik atau belang berat tanpa penciutan atau malformasi daun
4
Gejala mosaik atau belang berat dengan penciutan atau malformasi daun
5
Gejala mosaik atau belang berat dengan penciutan atau malformasi daun yang parah, kerdil atau mati
115
Tanaman F1-CMV yang menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap inokulasi CMV digunakan sebagai materi untuk persilangan ganda.
Deteksi galur F1-CMV dan F1-DC menggunakan PCR Deteksi dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik dilakukan dengan tujuan untuk menyeleksi tanaman-tanaman F1-CMV dan F1-DC hasil persilangan yang membawa gen CP-CMV. Analisis PCR ini dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut: Isolasi DNA genom total tanaman. Isolasi DNA genom total tanaman tomat menggunakan metode yang dikembangkan oleh Doyle & Doyle (1990) yang telah dimodifikasi dengan penambahan 2% polyvinil pyrolidone (PVP). Sebanyak 3 g daun tanaman dilembutkan dan ditambahkan dengan 700 µl bufer ekstraksi (20 mM EDTA, 100 mM Tris-HCl pH 8.0, 1.4 M NaCl, 2% CTAB, 2% PVP, dan 0.2% Mercaptoetanol) dan diinkubasi selama 15 menit pada penangas air 650C. Selanjutnya ditambahkan larutan fenol-kloroform-isoamilalkohol (25:24:1) (v/v/v) sebanyak 700 µl. Tabung dibolak-balik secara hati-hati selama 5 menit. Suspensi disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 12000 rpm. Supernatan diambil dan ditambahkan dengan 1/10x volume 3M Natrium asetat dan 0.7x volume isopropanol dingin dan dibolak-balik perlahan-lahan. Untuk mengendapkan DNA dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 12000 rpm. Endapan DNA dicuci dengan ethanol 70% dan disentrifugasi kembali selama 5 menit pada 12000 rpm. Setelah itu pelet DNA dikeringkan dan dilarutkan kembali dengan bufer TE 1x. Suspensi DNA yang sudah larut siap digunakan untuk cetakan dalam proses PCR. Amplifikasi dengan Teknik PCR. Amplifikasi dengan teknik PCR dilakukan pada volume total reaksi 25 µl yang mengandung 2-5 ul DNA genomik cetakan, dNTPs dengan konsentrasi 25 µM, sepasang primer spesifik gen CP-CMV masing-masing dengan konsentrasi 0.2 uM, MgCl2 dengan konsentrasi 1,5 mM, enzim Taq DNA polymerase 0.15 unit dalam larutan bufer 1X (20mM Tris-HCl pH 8.0, 100mM KCl, 0.1mM EDTA,
116
1mM DTT, 50% glycerol, 0.5%, Tween 20, dan 0.5% nonidet P40). Urutan basa dari
pasangan
primer
CP-CMV
CTCTAGAGTTTCGTCTACTTATCT-3’
adalah dan
CP5-forward: CP3-reverse:
CGAGCTCTGGTCTCCTTTTGAGAGAGACCCCATT-3.
Setiap
5’5’reaksi
dilakukan pada tabung mikro 0,2 ml. Reaksi amplifikasi dilakukan dengan mesin PCR (MJ Research) dengan program sebagai berikut: denaturasi awal pada suhu 940C selama 1 menit sebanyak 1 siklus, denaturasi pada suhu 940C selama 1 menit,
penempelan
primer
pada
suhu
500C
selama
1
menit,
dan
pemanjangan/sintesis DNA pada suhu 720C selama 2 menit. Tahap denaturasipenempelan primer-sintesis DNA diulang sebanyak 35 kali. Pada tahap terakhir proses PCR dilakukan pemanjangan akhir pada suhu 720C selama 10 menit sebanyak 1 siklus. Hasil PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1%, diwarnai dengan etidium bromida dan divisualisasi dengan Chemidoc gel system. Sampel tanaman F1-CMV yang membawa gen CP-CMV akan menunjukkan pita DNA yang berukuran 1050 bp sedangkan yang tidak membawa gen CP-CMV tidak akan terbentuk pita DNA (hasil PCR negatif). Tanaman F1-CMV yang positif PCR (membawa gen CP-CMV) digunakan sebagai materi terpilih untuk persilangan ganda.
Persilangan ganda antara F1-TYLCV dan F1-CMV Tanaman F1-TYLCV dan F1-CMV terpilih dari hasil skrining digunakan sebagai materi persilangan ganda. Pada proses persilangan ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu ekstraksi serbuk sari, emaskulasi dan penyerbukan. Ekstraksi serbuk sari. Bunga-bunga tomat yang sudah mekar dikumpulkan dari tanaman tetua jantan. Koleksi bunga dilakukan pada pagi hari untuk menghindari gugurnya serbuk sari. Kelopak bunga dihilangkan dan tabung serbuk sari dimasukkan pada kantong kertas, diletakkan sekitar 30 cm di bawah lampu 40 atau 60 watt untuk mengeringkan serbuk sari dengan suhu diatur pada 300C selama 24 jam. Tabung serbuk sari yang telah kering kemudian diekstraksi untuk memisahkan serbuk sari dengan tabungnya. Ujung tabung serbuk sari dipotong kemudian dengan menggunakan pinset, tabung tersebut diketuk-ketukkan ke tabung kaca khusus
117
untuk menampung serbuk sari (container glass) sehingga serbuk sari akan rontok. Serbuk sari yang diperoleh kemudian ditutup rapat dengan parafilm dan disimpan pada refrigerator untuk menghindari turunnya viabilitas serbuk sari sampai siap digunakan untuk penyerbukan. Emaskulasi. Proses emaskulasi dimulai setelah tanaman berumur sekitar 55 – 65 setelah tanam. Bunga-bunga dari tandan kedua yang akan mekar kira-kira 2-3 hari lagi dipilih untuk emaskulasi. Petala sudah sedikit keluar tapi belum membuka dan mahkota bunga berwarna sedikit kekuningan atau lebih pucat. Pinset, gunting dan sarung tangan disterilkan dengan disemprot alkohol 95% sebelum emaskulasi dilakukan untuk mencegah kontaminasi. Stamen dari bunga yang akan diemaskulasi dihilangkan dengan pinset yang berujung tajam sehingga dapat dihindari terjadinya silang sendiri. Penyerbukan Bunga-bunga yang sudah diemaskulasi kemudian diserbuki dua hari sesudahnya atau ketika mahkotanya sudah berubah warnanya menjadi kuning terang, yang mengindikasikan bahwa putik sudah siap untuk diserbuki. Penyerbukan dilakukan dengan mencelupkan kepala putik ke dalam kumpulan serbuk sari pada tabung container. Setelah proses penyerbukan selesai, bungabunga lain yang tidak disilangkan dihilangkan dari tanaman tetua betina untuk mengurangi adanya kontaminasi sebelum panen. Kelopak bunga dari bunga yang tealh diserbuki dipotong untuk memudahkan mendeteksi bauh-buah hasil persilangan buatan. Pemanenan buah tomat hasil silang ganda Buah-buah tomat yang berasal dari bunga yang disilangkan setelah masak dipanen. Buah-buah tersebut kemudian diekstraksi untuk memisahkan biji-biji dari daging buah dan lendirnya. Cara ekstraksinya adalah buah dibelah dengan pisau kemudian biji-biji dipisahkan dari daging buah dan dimasukkan ke dalam botol yang berisi air. Biji-biji yang direndam air tersebut dibiarkan selama semalam. Setelah itu, biji-biji diremas-remas untuk memisahkan lendir yang menempel pada biji dan kemudian disaring serta dicuci pada air yang mengalir.
118
Biji-biji yang sudah bersih kemudian dikeringkan pada kertas saring selama semalam dan setelah kering biji-biji disimpan di suhu 4oC. Biji-biji yang dipanen merupakan biji generasi F1-doublecross (F1-DC) yang siap digunakan untuk penelitian selanjutnya.
Hasil
Konfirmasi ketahanan dua tetua tomat tahan terhadap TYLCV dari AVRDC yaitu FLA456 dan FLA478 dengan menggunakan isolat Kaliurang (DIY) menunjukkan bahwa kedua tetua tahan tersebut memberikan respon ketahanan yang berbeda (Tabel 14). Tanaman FLA456 memberikan respon sangat tahan dibandingkan dengan FLA478. Hal ini diindikasikan dengan tingkat keparahan gejala dari tanaman-tanaman yang diinokulasi dengan TYLCV dimana dari 19 tanaman yang diinokolasi, semuanya tidak menunjukkan adanya gejala (Tabel 13). Sementara itu, semua tanaman FLA478 (8 tanaman) memperlihatkan gejala yang parah (Tabel 14). Berdasarkan hasil konfirmasi ini, maka untuk skrining tanaman-tanaman generasi F1-TYCLV (persilangan antara tetua tahan TYLCV dan rentan), materi yang digunakan adalah tanaman-tanaman F1 hasil persilangan antara tetua tomat Indonesia (Intan dan CL6046) dengan tetua tahan FLA456 dan bukan FLA478.
Tabel 14 Konfirmasi ketahanan tetua terhadap TYLCV melalui penularan dengan serangga vektor kutukebul di rumah kaca Keparahan gejala
Jumlah tanaman
tidak ada
ringan
sedang
parah
FLA456 (tetua tahan)
19
19
-
-
-
FLA478 (tetua tahan)
8
-
-
-
8
Intan (tetua rentan)
9
-
-
3
6
CL6046 (tetua rentan)
4
-
-
-
4
CL5915-93D4-1-0-3*
10
-
-
2
8
Materi
* Tanaman pembanding
119
Galur-galur tanaman tomat F1 hasil persilangan yang diskrining dengan TYLCV melalui penularan oleh serangga kutu kebul di rumah kaca memberikan respon gejala yang bervariasi (Tabel 15). Tanaman yang tahan diindikasikan dengan tidak ada gejala sedangkan tanaman rentan (terinfeksi TYLCV) akan memunculkan gejala-gejala pada daun seperti terjadinya penggulungan daun atau daun menjadi berukuran kecil dengan sedikit keriting (Gambar 28). Hasil skrining menunjukkan bahwa tanaman-tanaman tomat F1-TYLCV (F1 FLA456/Intan dan FLA456/CL6046) sebagian besar tanaman memberikan respon tahan seperti pada tetua tahan (FLA456) yang diindikasikan dengan tidak ada gejala yang dapat diamati pada tanaman-tanaman tersebut. Sebanyak 30 dari 44 tanaman F1FLA456/Intan atau sekitar 68% yang menunjukkan fenotipe tahan (Tabel 15). Sementara itu sebanyak 21 tanaman
F1-FLA456/CL6046 atau sekitar 66%
menunjukkan respon tahan. Namun demikian, pada percobaan ini masih terlihat adanya hasil skrining yang tidak konsisten. Beberapa tanaman yang diuji menunjukkan kategori ‘terhindar’ (escape) seperti adanya 3 tanaman pembanding yang tidak menunjukkan gejala terinfeksi (Tabel 15). Tanaman-tanaman F1TYLCV (F1 FLA456/Intan dan F1 FLA456/CL6046) yang menunjukkan fenotipe tahan digunakan sebagai materi tanaman untuk disilangkan dengan tanaman F1CMV yang tahan untuk mengkombinasikan gen-gen ketahanan terhadap virus, TYLCV dan CMV. Tabel 15 Skrining beberapa galur tomat terhadap TYLCV melalui penularan dengan serangga vektor kutukebul di rumah kaca Jumlah tanaman dengan gejala
Tanaman
Jumlah tanaman
Tidak ada
ringan
sedang
parah
FLA 456 (tetua tahan)
30
29
1
0
0
Intan (tetua rentan)
19
4
2
3
10
CL6046 (tetua rentan)
24
7
1
2
14
CL5915-93D4-1-0-3*
16
3
4
2
7
F1 FLA456/Intan
44
30
4
4
6
F1 FLA456/CL6046
32
21
8
2
1
* Tanaman pembanding
120
a
b
c
d
e
f
g
h
i
Tahan
Gambar 28 Skrining tanaman-tanaman tomat F1-TYLCV (F1 FLA456/Intan dan FLA456/CL6046) dengan TYLCV menggunakan vektor kutukebul di rumah kaca: a). Tanaman tomat siap diinokulasi dengan Begomovirus, b). Kurungan kedap serangga untuk tempat inokulasi virus, c). Tanaman tomat setelah diinokulasi virus dipindah ke pot, d-h). Gejala-gejala yang muncul setelah inokulasi virus pada tanaman F1TYLCV rentan, i). Respon tahan dari salah satu tanaman F1 FLA456/Intan yang tidak menunjukkan gejala Respon tanaman yang diinokulasi dengan CMV secara mekanis juga menunjukkan reaksi yang bervariasi (Tabel 16, Gambar 29). Hasil skrining menunjukkan bahwa F1-CMV (F1-Intan/R8-110-11 dan F1-CL6046/R8-110-11) mempunyai respon yang cenderung sama seperti pada tetua tahan dimana tanaman yang bereaksi negatif lebih banyak dibandingkan dengan yang bereaksi positif. Untuk F1-Intan/R8-110-11, ada sebanyak 14 dari 19 tanaman (74%) memperlihatkan reaksi negatif terhadap infeksi CMV, sementara untuk F1CL6046/R8-110-11
diperoleh
14
dari
20
tanaman
yang
diuji
(70%)
memperlihatkan reaksi negatif (Tabel 16). Hasil tersebut merupakan indikasi bahwa gen ketahanan terhadap CMV mungkin telah terbawa ke dalam tanaman
121
generasi F1 tersebut. Namun demikian, dari hasil skrining tersebut juga menunjukkan teknik skrining yang belum konsisten. Tabel 16 Skrining beberapa tanaman tomat terhadap CMV menggunakan penularan secara mekanis di rumah kaca Tanaman
Jumlah tanaman
0
1
2
3
4
5
R8-110-11 (tetua tahan) Intan (tetua rentan) CLN 6046 (tetua rentan)
19 18 16
14 4 3
5 12 12
2 1
-
-
-
F1 Intan/R8-110-11 F1 CL6046/R8-110-11
19 20
14 14
5 5
1
-
-
-
Indeks gejala
a
b
c
d
e
f
Tahan
Gambar 29 Beberapa gejala tanaman F1-CMV setelah inokulasi dengan CMV: a) Bibit tomat pada bak semai siap untuk diinokulasi, b) tanaman tahan tanpa gejala, c) tanaman dengan gejala belang ringan d-f) tanaman dengan gejala mosaik sedang (dalam tanda lingkaran)
122
Di samping menggunakan bioasai, skrining tanaman F1-CMV juga dikonfirmasi dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik untuk gen CPCMV. Hal tersebut bertujuan untuk menentukan tanaman-tanaman F1-CMV yang membawa gen CP-CMV sehingga akan mempermudah di dalam pemilihan materi untuk persilangan ganda. Dari 12 tanaman F1-Intan/ R8-110-11 yang dianalisis, diperoleh 8 tanaman yang membawa gen CP-CMV (Gambar 30). Hal tersebut ditunjukkan dengan terbentuknya pita DNA hasil PCR yang berukuran sekitar 1050 bp. Sementara itu, untuk tanaman F1-CL6046/R8-110-11 diperoleh 10 dari 12 tanaman yang membawa gen CP-CMV (Gambar 31). Tanaman-tanaman yang negatif PCR (tidak membawa gen CP-CMV) diduga merupakan tanaman hasil dari silang sendiri (selfing) bukan hasil persilangan dari tanaman tetua rentan
4
5
6
7
8
9 10 11 12
1 Kb
3
R8-110-11
2
Air
1
Intan
dengan tetua tahan.
1050 bp
4
5
6
7
8
9 10 11 12
1 Kb plus
3
R8-110-11
2
Air
1
CL6046
Gambar 30 Amplifikasi gen CP pada tanaman generasi F1 Intan/R8-110-11 (kolom 1-12); Varietas Intan (kolom 13); Air (kolom 14); Galur transgenik R8-110-11 (kolom 15) menggunakan teknik PCR
1050 bp
Gambar 31 Amplifikasi gen CP-CMV pada tanaman generasi F1 CL6046/R8110-11 (kolom 1-12); Varietas CL6046 (kolom 13); Air (kolom 14); Galur transgenik R8-110-11 (kolom 15) menggunakan teknik PCR
123
Berdasarkan hasil skrining tanaman-tanaman F1-TYLCV dengan TYLCV dan tanaman-tanaman F1-CMV dengan CMV serta analisis keberadaan gen dengan teknik PCR (untuk tanaman F1-CMV) maka dapat dipilih individu tanaman dari masing-masing tanaman generasi F1 tersebut untuk digunakan dalam persilangan ganda dalam rangka menggabungkan/mengkombinasikan dua gen ketahanan terhadap virus yang berbeda (TYCLV dan CMV). Untuk tanaman F1-TYLCV dipilih tanaman yang menunjukkan fenotipe tahan (tidak ada gejala) dan penampilan tanaman yang baik sedangkan F1-CMV dipilih tanaman yang menunjukkan fenotipe tahan (tidak ada gejala), membawa gen ketahanan CPCMV dan penampilan tanaman di rumah kaca yang baik. Tanaman F1-TYLCV dan F1-CMV terpilih tersebut kemudian disilang-gandakan untuk mendapatkan benih F1-silang ganda (F1-DC) (Tabel 17). Untuk identifikasi tanaman-tanaman F1-DC yang telah membawa dua gen ketahanan terhadap virus yang berbeda maka satu tanaman F1-silang ganda (F1DC) dari masing-masing genotipe Intan dan CL6046 ditanam dan digunakan untuk skrining ketahanan galur F1-DC terhadap TYLCV dan CMV. Skrining ketahanan terhadap TYLCV dilakukan dengan menginokulasikan virus tersebut melalui vektor serangga kutu kebul di rumah kaca. Sementara itu, skrining tanaman F1-DC yang telah membawa gen ketahanan terhadap CMV hanya dilakukan dengan mengidentifikasi keberadaan gen CP-CMV pada individuindividu F1- DC tersebut menggunakan teknik PCR. Hal ini dilakukan karena metoda untuk melakukan inokulasi ganda dengan dua virus yang berbeda belum dioptimasi. Tabel 17 Berat benih yang dihasilkan dari masing-masing F1-silang ganda No.
F1-silang ganda (F1-DC)
Berat benih (g)
1. 2. 3. 4. 5.
F1DC-Intan/R8-110-11//FLA456/Intan (14) F1DC-Intan/R8-110-11//FLA456/Intan (39) F1DC-Intan/R8-110-11//FLA456/Intan (50) F1DC-CL6046/R8-110-11//FLA456/CL6046 (32) F1DC-CL6046/R8-110-11//FLA456/CL6046 (34)
0,37 0,44 0,23 0,37 0,20
6. 7.
F1DC-CL6046/R8-110-11//FLA456/CL6046 (38) F1DC-CL6046/R8-110-11//FLA456/CL6046 (43)
0,92 0,11
124
Tabel 18 Skrining tanaman tomat F1-DC-Intan/R8-110-11//FLA456/Intan (39) terhadap TYLCV melalui penularan dengan serangga vektor kutu kebul di rumah kaca Jumlah tanaman dengan gejala
Jumlah individu
Tidak ada
ringan
sedang
parah
FLA 456 (tahan)
12
12
0
0
0
Intan (rentan)
10
3
1
2
4
CL5915-93D4-1-0-3 * F1DC-Intan/R8-11011//FLA456/Intan (39)
14
1
2
4
8
17
10
0
3
4
Tanaman
* Tanaman pembanding Tabel 19 Skrining galur tomat F1DC-CL6046/R8-110-11//FLA456/CL6046 (38) terhadap TYLCV melalui penularan dengan serangga vektor kutukebul di rumah kaca tanaman Jumlah tanaman dengan gejala
Jumlah individu
Tidak ada
ringan
sedang
parah
FLA 456 (tahan)
12
12
0
0
0
CL6046 (rentan)
9
2
0
3
4
CL5915-93D4-1-0-3 * F1DC-CL6046/R8-11011//FLA456/CL6046 (38)
14
0
2
4
8
12
9
0
1
2
Tanaman
* Tanaman pembanding Skrining galur F1DC-Intan/R8-110-11//FLA456/Intan (39) terhadap TYLCV
menunjukkan
bahwa
dari
17
tanaman
F1DC-Intan/R8-110-
11//FLA456/Intan (39) diperoleh 10 tanaman yang memperlihatkan fenotipe tahan (tidak ada gejala) (Tabel 18). Sementara itu, skrining galur F1DC-CL6046/R8110-11//FLA456/CL6046 (38) dengan TYLCV menunjukkan bahwa dari 12 tanaman diperoleh 9 tanaman yang memperlihatkan fenotipe tahan (Tabel 19). Tanaman pembanding yang disertakan dalam skrining semuanya memperlihatkan gejala terinfeksi oleh TYLCV kecuali satu tanaman yang tidak menunjukkan gejala (Tabel 18).
125
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 I
A +
1050 bp
Gambar 32 Amplifikasi gen CP-CMV pada tanaman generasi F1DC-Intan/R8110-11//FLA456/Intan (39) (kolom 1-21); Varietas Intan (kolom 22); Air (kolom 23); Galur transgenik R8-110-11(+) (kolom 24) menggunakan teknik PCR. M=1 Kb ladder
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 C A +
1050 bp
Gambar 33 Amplifikasi gen CP-CMV pada tanaman generasi F1DC-CL6046/R8110-11//FLA456/CL6046 (38) (kolom 1-21); Varietas CL6046 (kolom 22); Air (kolom 23); Galur transgenik R8-110-11(+) (kolom 24) menggunakan teknik PCR. M=1 Kb ladder Analisis PCR untuk mendeteksi keberadaan gen CP-CMV menggunakan primer spesifik menunjukkan bahwa dari 21 tanaman F1DC-Intan/R8-11011//FLA456/Intan (39) diperoleh 12 tanaman yang positif mengandung gen CPCMV yang diindikasikan dengan munculnya pita DNA produk PCR yang berukuran 1050 bp (Gambar 32). Sementara, analisis PCR pada tanaman F1DCCL6046/R8-110-11//FLA456/CL6046 (38), diperoleh 8 tanaman dari sebanyak 21 tanaman membawa gen CP-CMV (Gambar 33).
Pembahasan
Penggunaan varietas tomat yang tahan virus merupakan teknik yang terbaik untuk mengendalikan Begomovirus. Penelitian untuk mengembangkan tanaman tomat yang tahan Begomovirus (TYLCV) melalui pendekatan
126
konvensional atau non PDR telah dilaporkan (Zakay et al. 1991; Hanson et al. 2000). Pada penelitian ini, pengembangan galur tomat Indonesia yang tahan terhadap TYLCV dilakukan dengan memanfaatkan gen-gen ketahanan yang berasal dari tanaman kerabat liar. Galur tomat FLA456 yang telah dikembangkan oleh AVRDC diidentifikasi membawa gen-gen ketahanan terhadap TYLCV yang berasal dari spesies L. chilense LA2779. Sifat ketahanan terhadap TYLCV pada galur FLA456 tersebut dikendalikan oleh tiga gen yang terintrogresi ke dalam tiga kromosom yang berbeda yaitu kromosom 3, 6 dan 11 yang bersifat homosigot atau heterosigot dominan. Penelitian sebelumnya yang dilakukan di AVRDC menunjukkan bahwa tanaman-tanaman generasi F3 hasil persilangan dengan tetua tahan FLA456 yang membawa ketiga gen tersebut akan memberikan tingkat ketahanan yang tinggi (Elaine & Hanson 2006). Sementara, tanaman-tanaman generasi F3 yang hanya membawa satu atau dua dari ketiga gen ketahanan tersebut atau tanaman membawa ketiga gen namun tidak dalam keadaan homosigot dominan atau heterosigot tidak menunjukkan respon tahan. Hasil konfirmasi ketahanan tetua tahan FLA456 dan FLA478 dengan isolat TYLCV Indonesia (isolat Kaliurang) mengindikasikan bahwa FLA456 mempunyai tingkat ketahanan yang tinggi (Tabel 14) dibandingkan dengan FLA478 yang diindikasikan dengan tidak adanya gejala yang muncul pada hampir semua tanaman yang diuji dan diduga FLA456 yang dikirimkan ke Indonesia tersebut membawa ketiga gen ketahanan dalam genomnya. Sementara, FLA478 yang membawa gen ketahanan dari latarbelakang genetik yang berbeda dengan FLA456 tidak menunjukkan respon ketahanan dengan isolat TYLCV tersebut (semua tanaman muncul gejala). Skrining tanaman generasi F1-TYCLV (F1 FLA456/Intan
dan
FLA456/CL6046)
dengan
TYLCV
isolat
Kaliurang
menunjukkan adanya tingkat ketahanan yang bervariasi (keparahan gejala bervariasi dari tidak ada gejala sampai parah) (Tabel 15). Berdasarkan hasil ini, diduga gen-gen ketahanan yang dibawa oleh galur FLA456 bersifat heterosigot sehingga tanaman-tanaman F1-nya masih mengalami segregasi. Sementara, apabila gen-gen tersebut bersifat homosigot dominan maka pada tanaman F1 konstitusi genetiknya akan seragam sehingga tanaman hanya menunjukkan respon tahan.
127
Pada
penelitian
ini
juga
diamati
adanya
inkonsistensi
teknik
bioasai/skrining yang diindikasikan oleh adanya tanaman pembanding yang masih menunjukkan fenotipe tahan (tidak ada gejala). Teknik penularan TYLCV (Begomovirus) yang digunakan sangat bergantung atau mendasarkan pada aktivitas serangga vektor kutu kebul yang diinfestasikan. Metode penularan virus yang digunakan adalah metode penularan secara kelompok dimana tanamantanaman sampel ditempatkan secara kelompok pada kurungan kedap serangga dan sejumlah vektor kutu kebul diinfestasikan pada kurungan tersebut. Dengan metode ini masih dimungkinkan adanya tanaman-tanaman sampel yang tidak diinokulasi oleh kutu kebul (lolos atau escpae). Hal tersebut diduga yang menyebabkan tanaman-tanaman pembanding (cek rentan) atau tetua rentan masih ada yang tidak menunjukkan gejala. Berbeda dengan kasus tetua tahan TYLCV, tetua tahan CMV hanya membawa satu gen ketahanan (gen CP-CMV). Hal ini diketahui dari hasil analisis Southern blot yang menunjukkan integrasi satu kopi dari gen tersebut pada genom tanaman (Liu et al. 2006). Dengan demikian, konstitusi genetik pada tanaman F1 hasil persilangan tetua tahan dan rentan seharusnya seragam karena tetua tahan yang digunakan sudah pada generasi ke-8 sehingga sifat ketahanannya sudah stabil (homosigot). Hasil skrining menunjukkan bahwa tanaman F1-CMV menunjukkan fenotipe lebih tahan dari tetua rentan setelah bioasai dengan CMV dan mempunyai tingkat ketahanan seperti pada tetua tahan (Tabel 16). Namun demikian, masih dijumpai tanaman tetua rentan yang tidak memperlihatkan gejala terinfeksi. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi, di antaranya karena tidak sesuainya iklim mikro dari sekitar rumah kaca pengujian untuk perkembangan dari CMV. Selain itu juga mungkin karena karaterisitik dari CMV itu sendiri yang bersifat sangat tidak stabil sehingga tidak dapat berkembang di dalam jaringan tanaman. Oleh karena itu masih diperlukan perbaikan metode skrining untuk CMV atau kombinasi dengan teknik lain. Skrining tanaman F1-CMV yang tahan dapat dikombinasikan dengan teknik PCR. Tanaman F1-CMV dan F1-DC merupakan tanaman hasil persilangan antara tanaman yang rentan CMV (Intan dan CL6046) dan galur transgenik tahan CMV (R8-110-11). Sifat ketahanan yang ada pada galur transgenik berasal dari
128
terintegrasinya gen CP-CMV pada galur tomat tersebut. Deteksi gen tersebut pada tanaman hasil persilangan dapat dilakukan karena tersedia primer spesifik untuk gen CP-CMV. Deteksi gen CP-CMV pada tanaman-tanaman F1-CMV dan F1-DC dapat digunakan untuk menyeleksi tanaman-tanaman yang membawa gen CPCMV. Tanaman yang membawa gen CP-CMV diindikasikan dengan terbentuknya pita DNA berukuran 1050 bp dan tanaman tersebut merupakan tanaman hasil persilangan. Teknik PCR ini juga dapat digunakan untuk memonitor keberadaan gen CP-CMV dari setiap generasi persilangan yang dilakukan sehingga akan mempermudah di dalam melakukan seleksi. Tanaman-tanaman F1-TYLCV yang menunjukkan respon tahan terhadap TYLCV setelah skrining kemudian dikombinasikan dengan tanaman yang membawa gen ketahanan terhadap CMV. Penggabungan gen tahan TYLCV dan gen tahan CMV dilakukan dengan persilangan ganda (doublecross/Intercross) antara tanaman F1-TYLCV tahan dan F1-CMV tahan dan membawa gen CPCMV. Pada penelitian ini telah diperoleh galur-galur tanaman F1 hasil persilangan ganda (F1-DC) yang membawa dua gen ketahanan setelah dilakukan bioasai dan analisis PCR. Bioasai dengan TYLCV pada galur tanaman F1-DC Intan/R8-11011//FLA456/Intan dan CL6046/R8-110-11//FLA456/CL6046 diperoleh masingmasing 10 dan 9 galur tanaman yang menunjukkan fenotipe tahan. Galur-galur tanaman F1-DC tersebut telah membawa gen ketahanan terhadap Begomovirus. Identifikasi dengan teknik PCR mengindikasikan bahwa gen CP-CMV juga telah terbawa pada tanaman F1-DC tersebut. Galur-galur tanaman F1-DC yang tahan TYLCV dan CMV ini selanjutnya dijadikan sebagai materi untuk pengembangan varietas tomat tahan Begomovirus dan CMV melalui persilangan (silang balik/backcross) dan seleksi sifat-sifat hortikultura serta analisis molekuler untuk mendeteksi kestabilan gen ketahanan. Pemanfaatan gen ketahanan dari tanaman kerabat liar (gen R) untuk merakit tanaman tomat tahan TYLCV telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Kasrawi et al. 1988; Michelson et al. 1994; Vidavsky & Czosnek 1998; Hanson et al. 2000). Namun demikian, galur atau varietas tomat tahan yang dihasilkan dari program pemuliaan konvensional tersebut tidak banyak di lapangan (Lapidot et al, 1997; Mason et al. 2000). Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor
129
inkompatibilitas dan sterilitas sebagai kendala pada persilangan antara tomat budidaya dan kerabat liarnya, sehingga sulit untuk mendapatkan tanaman yang fertil. Selain itu, galur-galur tahan yang telah ditanam dilapang atau dievaluasi masih menunjukkan respon rentan dengan strain-strain Begomovirus yang lain. Atau dengan kata lain, sifat ketahanan yang diperoleh menjadi
tidak efektif
karena adanya spesifisitas dari strain TYCLV (keragaman genetik yang tinggi dari virus) dan juga lokasi penanaman. Oleh karena itu, masih diperlukan alternatif pendekatan lain di dalam merakit tanaman tomat yang tahan virus dan ramah lingkungan serta dapat mengatasi adanya spesifisitas strain dari virus melalui strategi proteksi silang. Pendekatan ini biasanya mendasarkan pada pemanfaatan elemen genetik dari virus (PDR) untuk pengembagan tanaman transgenik tahan melalui bioteknologi.
Simpulan
1. Skrining dengan TYCLV telah diperoleh tanaman-tanaman F1-TYLCV yang memperlihatkan respon tahan terhadap TYLCV. 2. Telah diperoleh tanaman-tanaman F1-CMV yang menunjukkan respon tahan dan membawa gen CP-CMV setelah bioasai dengan CMV dan amplifikasi dengan PCR. 3. Telah diperoleh tanaman-tanaman F1 hasil persilangan ganda (F1-DC) yang membawa dua gen ketahanan setelah dilakukan bioasai dan analisis PCR. Bioasai galur tanaman F1-DC Intan/R8-110-11//FLA456/Intan dan F1-DC CL6046/R8-110-11//FLA456/CL6046 dengan TYLCV diperoleh masing-masing 10 dan 9 tanaman yang tahan.
Daftar Pustaka Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Hidayat P, Sujiprihati S. 2005. Identifikasi geminivirus yang menginfeksi tomat berdasarkan pada teknik Polymerase Chain Raction-Restriction Fragment Length Polymorphism. J Mikrobiol Indones 10:29-32
130
AVRDC Centerpoint newsletter-spring 2003 issue Bendahmane M, Fitchen JH, Zhang G, Beachy RN. 1997. Studies of coat proteinMediated Resistance to tobacco mosaic Tobamovirus: Correlation between assembly of mutant coat proteins and resistance. J Virol 71(10): 79427950 Dasgupta I, Malathi VG, Mukherjee. 2003. Genetic engineering for virus resistance. Current Scim 8(3): 341-354 Doyle JJ, Doyle JL. 1999. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12: 1315 Elaine G, Hanson P. 2006. ABSP II: Multiple virus resistant tomato for the Philippine and Indonesia. In: 2nd ABSPII MVR Tomato Coordination and Planning Meeting. Institute of Plant Breeding, University of the Philippines, Laguna Philippines. January 10-11, 2006. Hanson P, Bernacchi, DM, Green S, Tanksley SD, Muniyappa V, Padmaja AS, Chen HM, Kuo G, Fang D, Chen JT. 2000. Mapping a Wild Tomato Introgression Associated with Tomato Yellow Leaf Curl Virus Resistance in Cultivated Tomato Line. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 125(1):15-20 Kasrawi MA, Suwwan MA, Mansour. 1988. Sources of resistance to tomato yellow leaf curl virus in Lycopersicon species. Euphytica 37:61-64 Lapidot M, Friedmann M, Pilowsky M, Ben-Joseph, Cohen S. 2001. Effect of host plant resistance to Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) on virus acquisition and transmission by its whitefly vector. Phytopathol 91:12091213 Lazarowitz DC, Lazdins IB. 1991. Infectivity and complete nucleotide sequence of the cloned genomic components of a bipartite squash leaf curl geminivirus with a broad host range phenotype. Virol 180(1):58–69 Liu C-A, Green S, Hanson P. 2006. Development of tomato lines combining conventionally-bred virus resistance with transgenic virus resistance. In: 2nd ABSPII MVR Tomato Coordination and Planning Meeting. Institute of Plant Breeding, University of the Philippines, Laguna Philippines. January 10-11, 2006. Mason G, Rancati M, Bosco D. 2000. The effect of thiamethoxam, a second generatuon neonicotinoid insecticide, in preventing transmission of tomato yellow leaf curl geminivirus (TYLCV) by the whitefly Bemisia tabaci (Gennadius). Crop protection 19:473-479 Michelson I, Zamir D, Czosnek H. 1994.Accumulation and translocation of tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) in a Lycopersicon esculentum breeding line containing the L. chilense TYLCV tolerance gene Ty-1. Phytopathol 84:928-933 Moriones E, NavasCatillo J. 2000. Tomato yellow leaf curl virus, an emerging virus complex causing epidemics worldwide. Virus Research 71: 123-134 Muniyappa V et al. 1991. Reaction of Lycopersicon cultivars and wild accessions to tomato leaf curl virus. Euphytica 56: 37-41
131
Pico B, Diez MJ, Nuez F. 1998. Evaluation of whitefly-mediated inoculation techniques to screen Lycopersicon esculentum and wild relatives for resistance to Tomato yellow leaf curl virus. Euphytica 101:259-271 Polston JE, Anderson PK. 1997. The emergence of whitefly-transmitted geminiviruses in tomato in the Western hemisphere. Plant Dis 81:13581369 Raj SK, Singh R, Pandey SK and Singh BP. 2005. Agrobacterium-mediated tomato transformation and regeneration of transgenic lines expressing Tomato leaf curl virus coat protein gene for resistance against TLCV infection. Current Sci 88 (10): 1674-1679 Roossinck M. 2001. Pathogen profile: Cucumber Mosaic virus, a model for RNA virus evolution. Mol Plant Pathol 2(2): 59-63 Sanford JC, Johnson SA. 1985. The concept of parasite-derived resistance: deriving resistance genes from the parasites own genome. J Theor Biol 115:395-405 Sinisterra XH, Polston JE, Abourized AM, Hiebert E. 1999. Tobacco plants transformed with a modified coat protein of tomato mottle Begomovirus show resistance to virus infection. Phytopathol 89:701-706 Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2001. Molecular detection and host range study of tomato-infecting begomovirus. In : Proceeding of Indonesian Phytopathology Soc. Seminar. Bogor. Aug 22-24, 2001. p. 208-217. Sukamto, Kon T, Hidayat SH, Ito K, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2005. Begomovirus associated with leaf curl disease of tomato in Java, Indonesia. J Phytopathol 153: 562-566 Sulyo Y, Duriat AS. 1997. Field evaluation of pepper accessions for resistance to viruses. Di dalam AVNET-II Final Workshop Proceeding. AVRDC, Tainan, Taiwan: hlm. 132-137 Vidavsky F, Czosnek H. 1998. Tomato breeding lines resistant and tolerant to tomato yellow leaf curl virus issued from Lycopersicon hirsitum. Phytopathol. 88:910-914 Vidya CSS, Manoharan M, Kumar CTR, Savithri HS, Sita GL. 2000. Agrobacterium-mediated transformation of tomato (Lycopersicon esculentum var. Pusa Ruby) with coat protein gene of Physalis mottle tymovirus. J Plant Physiol 156: 106-110 Zakay Y, Navot N, Zeidan M, Kedar N, Rabinowitch H, Czosnek H, Zamir D. Screening Lycopersicon accessions for resistance to tomato yellow leaf curl virus: presence of viral DNA and symptom development. Plant Dis 75:279-281
132
IX. PEMBAHASAN UMUM Begomovirus adalah virus tanaman yang merupakan salah satu agen etiologi dari penyakit keriting daun yang saat ini muncul dan menjadi ancaman serius pada tanaman hortikultur, termasuk tomat di beberapa daerah sentra produksi di Indonesia. Munculnya penyakit yang disebabkan oleh Begomovirus tersebut telah diidentifikasi dan dilaporkan oleh beberapa peneliti pada tanaman tomat dan cabai pada beberapa tahun terakhir (Hidayat et al. 1999; Sudiono et al. 2001; Aidawati et al. 2005; Hidayat et al. 2006; Sukamto et al. 2006). Aktivitas manusia dan teknik pertanian modern diduga sebagai faktor kunci penyebab munculnya Begomovirus di beberapa area produksi tomat di dunia, termasuk Indonesia. Perubahan sistem bercocok tanam dengan penggunaan varietas-varietas baru, budidaya tanaman secara luas dengan genotipe rentan, penggunaan pestisida yang berlebihan, introduksi dan penyebaran virus-virus eksotik dan serangga vektornya ke lingkungan yang baru merupakan implikasi munculnya berbagai strain Begomovirus pada tanaman-tanaman yang berbeda (Morales & Anderson 2001; Varma & Malathi 2003). Selain itu, adanya karakteristik dan sifat intrinsik dari Begomovirus itu sendiri seperti kemampuan berevolusi melalui rekombinasi dan pseudo-rekombinasi dapat memunculkan spesies atau varian-varian baru sehingga memicu epidemi penyakit pada suatu daerah (Harrison & Robinson 1999). Pada studi ini, spesies virus tanaman dari genus Begomovirus yang menginfeksi tomat telah berhasil dideteksi, dianalisis dan disekuen untuk menentukan adanya keragaman genetiknya. Di samping itu, pemanfaatan strategi non-PDR
dan
PDR
telah
berhasil
diaplikasikan
masing-masing untuk
mengembangkan tanaman tomat dan tembakau (N. tabaccum) sebagai tanaman model yang tahan terhadap Begomovirus. Terdapat variasi gejala-gejala spesifik pada tanaman tomat yang dapat diamati dilapang, seperti misalnya daun menggulung/keriting, ukuran daun menjadi kecil-kecil, daun seperti mangkuk (cupping), mosaik kekuningan, tanaman kerdil. Meskipun gejala-gejala tersebut umumnya berasosiasi dengan infeksi Begomovirus, namun demikian masih mengalami kesulitan untuk
133
menentukan hubungan yang tepat antara suatu tipe gejala dengan spesies virus tertentu dalam kaitannya dengan deteksi dan identifikasi Begomovirus. Tipe gejala yang muncul biasanya sangat bergantung pada genotipe inang, kondisi lingkungan, atau adanya tidaknya infeksi campuran dari beberapa virus (mixed infections). Dengan diperolehnya klon infeksius dari Begomovirus (Abhary et al. 2006), akan memungkinkan untuk mempelajari dan menentukan dengan lebih detail hubungan antara spesies virus dan tipe gejala yang dimunculkan. Akan tetapi, penggunaan klon infeksius ini untuk menentukan hubungan gejala masih kurang praktis, karena infeksi campuran dari beberapa virus banyak ditemukan di lapang. Dengan kenyataan ini, pendekatan yang digunakan untuk karakterisasi dan deteksi Begomovirus yang menginfeksi tomat dalam studi ini mendasarkan pada data molekuler (PCR). Hasil deteksi Begomovirus yang menginfeksi tomat dengan teknik PCR pada studi ini mendukung hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil ini juga membuktikan bahwa Begomovirus telah muncul pada pertanaman tomat di daerah-daerah lain yang sebelumnya belum pernah dideteksi. Dari 75 total sampel tanaman yang dikoleksi dari 7 daerah sentra produksi tomat (4 propinsi), diperoleh sebanyak 39 sampel yang positif menunjukkan adanya Begomovirus. Pemilihan sampel untuk analisis keragaman genetik Begomovirus dilakukan berdasarkan pada lokasi dimana sampel dikoleksi dan menunjukkan hasil positif ketika dideteksi dengan PCR. Analisis sekuen pendahuluan untuk mempelajari keragaman genetik dilakukan dengan menggunakan pendekatan teknik PCR-RFLP menggunakan 4 macam enzim restriksi. Dengan teknik ini, keragaman genetik yang dipelajari hanya mendasarkan pada sekitar 24 nukleotida (dilihat dari panjang situs restriksi yang dikenali oleh enzim) dari total ±1500 nukleotida (fragmen hasil amplifikasi PCR). Fragmen 1500 merupakan fragmen genom Begomovirus yang terdiri dari sekuen parsial ujung N gen AC1 (Rep), daerah intergenik utuh (termasuk origin of replication) dan sekuen parsial ujung N dari gen AV1(coat protein). Analisis delapan isolat Begomovirus yang berasal dari daerah yang berbeda membagi isolat-isolat tersebut menjadi tiga kelompok dan mengindikasikan adanya keragaman genetik di antara isolat-isolat tersebut. Analisis sekuen yang lebih detail untuk melihat keragaman genetik isolat-
134
isolat Begomovirus dilakukan dengan menggunakan sekuen asam amino dari gen AV1 (coat protein). Gen AV1 dari Begomovirus menyandikan protein selubung (coat protein) dan merupakan gen yang paling konservatif (conserved gene). Menurut Komisi Taksonomi Virus Internasional (International Committee on Taxonomy of Viruses), sekuen gen AV1 telah dapat digunakan untuk identifikasi dan klasifikasi Begomovirus yang belum diketahui (Khan & Ahmad 2005). Pada penelitian ini, analisis sekuen nukleotida dan asam amino gen AV1 dari delapan isolat Begomovirus mengindikasikan adanya keragaman genetik diantara isolatisolat Begomovirus. Berbeda dengan hasil analisis berdasarkan PCR-RFLP, analisis filogenetik berdasarkan sekuen asam amino membagi isolat-isolat tersebut menjadi dua kelompok yang berbeda namun semua isolat mempunyai kemiripan genetik dengan Begomovirus yang lain, yaitu Ageratum yellow vein virus (AYVV) atau Ageratum yellow vein virus-Taiwan (AYVV-Tw). Identitas sekuen gen AV1 dengan AYYV mempunyai tingkat kemiripan sekuen berkisar antara 92-95% (sekuen nukleotida) dan 90-97% (sekuen asam amino). Menurut Rybicki (1998), nilai identitas sekuen nukleotida 90% dapat digunakan untuk mengidentifikasi sebuah virus sebagai spesies (<90%) atau strain yang baru (>90%). Berdasarkan identitas ini, maka isolat-isolat Begomovirus pada penelitian ini dikategorikan sebagai strain AYVV Indonesia. Hal ini juga menggambarkan bahwa isolat-isolat Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat pada studi ini kemungkinan merupakan satu progenitor yang sama dengan AYVV. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa Begomovirus telah mendapat perhatian cukup luas karena beberapa alasan. Selain karena perkembangan Begomovirus baru yang sangat cepat melalui rekombinasi dan pseudorekombinasi di antara strain dan/atau spesies, juga karena kemampuannya untuk menyebabkan kehilangan hasil yang nyata pada beberapa komoditas hortikultur, termasuk tomat dan cabai. Beberapa pendekatan telah digunakan dalam usaha untuk mengendalikan Begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat, namun hanya beberapa saja dari usaha tersebut yang terbukti efektif (Freitas-Astua et al. 2002). Usaha untuk mengendalikan kutu kebul secara biologi juga telah dilakukan di dalam produksi tomat namun hasilnya tidak memuaskan (Mason et al. 2000) Penggunaan varietas tomat yang tahan Begomovirus merupakan salah satu pilihan
135
strategi yang paling murah dan aman terhadap lingkungan. Mengingat adanya rekombinasi yang berkontribusi terhadap keragaman Begomovirus sehingga memunculkan varian-varian dan spesies baru, maka pengembangan tanaman tomat tahan Begomovirus harus diarahkan pada ketahanan yang berspektrum luas dan durabel (broad and durable resistance). Berdasarkan kenyataan tersebut, maka pengembangan tanaman tomat tahan Begomovirus dapat dicapai dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan pathogen derived resistance (PDR) dan non-PDR. Pendekatan PDR dilakukan dengan teknik rekayasa genetik menggunakan sekuen utuh dari gen AV1 (gen CP) untuk mendapatkan tanaman tembakau (N. tabaccum) sebagai tanaman model untuk mempelajari keefektifan gen tersebut dalam ketahanan terhadap Begomovirus. Pendekatan ini telah menghasilkan tanaman transgenik tembakau dengan tingkat ketahanan bervariasi antara yang tahan, toleran dan rentan. Penelitian yang menggunakan gen CP utuh (full-length) dari Begomovirus (TYLCV) juga telah dilakukan oleh Kunik et al. (1994) dan Sinisterra et al. (1999) untuk memperoleh ketahanan terhadap TYLCV pada tanaman tomat dan tembakau dan telah menghasilkan tanaman-tanaman yang mengekspresikan ketahanan bervariasi antara tahan dan sangat rentan. Ketahanan yang dihasilkan pada penelitian pertama ternyata berasoasiasi dengan ekspresi gen CP pada level yang tinggi (coat protein-mediated resistance, CPMR), sedangkan penelitian pada tembakau, ketahanan yang diperoleh berasosiasi dengan transkrip RNA. Pemanfaatan gen CP melalui strategi PDR untuk memperoleh ketahanan terhadap Begomovirus dilaporkan hanya efektif untuk Begomovirus yang monopartit dibandingkan dengan bipartit. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan adanya kenyataan bahwa protein selubung (CP) diperlukan untuk infeksi sistemik pada Begomovirus monopartit (Briddon et al. 1989; Rojas et al. 2001) sehingga tanaman tomat yang mengekspresikan CP dari TYLCV (monopartit) menunjukkan adanya penundaan perkembangan gejala dan penundaan ini sangat bergantung pada tingkat ekspresi dari gen CP (Kunik et al. 1994). Sebaliknya, CP dari Begomovirus bipartit tidak diperlukan untuk penyebaran sistemik dari virus, karena nuclear shuttle protein (NSP) dapat menggantikan fungsi dari CP untuk penyebaran (Ingham et al. 1995; Pooma et al. 1996). Oleh karena itu, strategi menggunakan CP untuk memperoleh ketahanan terhadap Begomovirus bipartit
136
tidak akan menghasilkan ketahanan dengan level yang tinggi. Di Indonesia, strainstrain Begomovirus yang telah dipelajari (berdasarkan sekuen nukleotidanya) merupakan Begomovirus yang monopartit (data tidak ditampilkan). Oleh karena itu, pemanfaatan strategi PDR dengan menggunakan gen CP masih relevan untuk menghasilkan tanaman yang tahan Begomovirus (TYLCV). Pada studi PDR ini, ketahanan yang diperoleh diduga juga karena adanya akumulasi dari produk protein gen AV1. Berbeda dengan penelitian Kunik et al. (1994) yang menganalisis ekspresi gen CP dengan menggunakan pendekatan Western blot, penentuan adanya akumulasi protein dari gen AV1 pada studi ini mendasarkan pada jumlah kopi gen dari analisis molekuler menggunakan Southern blot. Integrasi gen AV1 dengan satu kopi gen menunjukkan adanya tingkat ketahanan yang tinggi terhadap Begomovirus dan sebaliknya jumlah kopi lebih dari satu gen memberikan respon tingkat ketahanan yang rendah. Hal ini diduga karena integrasi gen multikopi menyebabkan tidak berfungsinya gen AV1 karena terjadinya pembungkaman gen (gene silencing) sehingga tidak terbentuk protein. Selain itu, mekanisme ketahanan yang diperoleh melalui pendekatan PDR ini kemungkinan bukan merupakan mekanisme ketahanan yang dimediasi oleh RNA (RNA-mediated resistance). Hal ini didukung oleh beberapa alasan, di antaranya adalah bahwa Begomovirus adalah virus dengan genom DNA, mekanisme ketahanan melalui lintasan pembungkaman RNA alami (natural RNA silencing pathways) berbeda dengan virus dengan genom RNA. Genom RNA virus dapat secara langsung dihancurkan oleh siRNA (small interfering RNA) sesuai dengan mekanisme dari lintasan pembungkaman sitoplasmik (cytoplasmic silencing pathway), sedangkan komponen genom DNA Begomovirus bukan merupakan target dari pembungkaman RNA sitoplasmik. Jadi hanya produk transkripnya yang dapat menjadi target pada mekanisme ini. Namun demikian, untuk mempelajari lebih detail mekanisme ketahanan yang terjadi pada tanaman tembakau transgenik yang membawa gen AV1 Begomovirus maka perlu dilakukan analisis Northern dan Western Blot untuk mengetahui ada tidaknya transkrip dan produk proteinnya. Pendekatan non-PDR dilakukan dengan menggunakan gen-gen ketahanan yang tersedia secara alami (gen R) terutama pada spesies liar dan kemudian gen-
137
gen tersebut diintroduksikan ke varietas rentan dengan program pemuliaan konvensional. Pada penelitian ini, pendekatan non-PDR dilakukan dengan memanfaatkan gen ketahanan (gen R) dari spesies liar yang telah diintroduksikan ke dalam galur tanaman tomat budidaya (galur FLA456 dari AVRDC). Tanamantanaman tomat generasi F1 (F1-TYLCV dan F1-DC) telah dihasilkan melalui persilangan konvensional dengan galur tahan Begomovirus dari AVRDC (FLA456) dan tanaman-tanaman F1 tersebut menunjukkan adanya respon ketahanan terhadap TYLCV (Begomovirus). Tanaman-tanaman F1 tahan yang telah diperoleh akan digunakan sebagai materi untuk mengembangkan tanaman tomat yang stabil mempunyai ketahanan terhadap Begomovirus melalui serangkaian persilangan (silang balik dan silang sendiri). Namun demikian, meskipun dari penelitian tahap awal ini telah dihasilkan beberapa tanaman F1 yang tahan, dari beberapa laporan penelitian menunjukkan bahwa pengembangan tanaman tomat tahan melalui pendekatan tradisional/persilangan masih banyak menemui hambatan. Hambatan-hambatan tersebut di antaranya adalah sumber gen R biasanya terdapat pada spesies liar dan ini akan sulit untuk memindahkan ke tanaman budidaya karena faktor inkompatibilitas dan sterilitas. Selain itu, introduksi gen R dengan program pemuliaan konvensional banyak memakan waktu dan tenaga, terutama untuk gen R yang bersifat resesif, dan terkadang terjadi linkage drag. Pada studi ini, juga diperoleh informasi bahwa dari dua galur AVRDC yang digunakan, hanya satu galur (FLA456) yang memberikan respon tahan terhadap Begomovirus (TYLCV) sedangkan galur yang lain memberikan respon rentan (FLA478). Hal ini mengindikasikan bahwa galur-galur tahan yang telah ditanam dilapang atau dievaluasi masih menunjukkan respon rentan dengan strain-strain Begomovirus yang lain dan ketahanan yang diperoleh mempunyai spektrum yang sempit. Oleh karena itu, kombinasi dari pendekatan PDR dan nonPDR untuk pengembangan tanaman tomat tahan terhadap virus dengan sifat ketahanan yang berspektrum luas dan tahan lama (durabel) kemungkinan besar akan dapat dicapai. Secara umum, pemanfaatan strategi PDR dengan rekayasa genetik akan memberikan peluang menghasilkan tanaman transgenik yang tahan untuk setiap virus (cross protection) dan akan mempunyai peranan penting pada pertanian
138
modern di masa mendatang. Penggunaan pestisida akan dapat dikurangi atau dihindari dengan pemanfaatan tanaman transgenik yang tahan. Namun demikian, pemanfaatan tanaman transgenik tahan virus masih mengalami kendala untuk diaplikasikan terutama berkaitan dengan penerimaan produk transgenik oleh masyarakat dan masalah keamanan hayati. Selain itu, pengembangan tanaman transgenik tahan virus dengan strategi protein mediated resistance (PMR) masih berhadapan dengan regulasi untuk pelepasannya karena berkaitan dengan produk protein yang dihasilkan (perlu ada pengujian tersendiri) dan ini berbeda dengan tanaman transgenik dari RNA mediated resistance yang biasanya tidak menghasilkan protein.
139
X. SIMPULAN DAN SARAN UMUM
Simpulan Umum Secara umum, dari serangkain percobaan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Infeksi Begomovirus yang berasosiasi dengan penyakit keriting daun pada tomat telah dideteksi di beberapa daerah sentra produksi tomat di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI Jogjakarta dan Sumatera menggunakan teknik PCR dengan primer universal 2. Analisis keragaman genetik 8 isolat Begomovirus berdasarkan teknik PCR-RFLP menunjukkan bahwa isolat-isolat tersebut terbagi menjadi 3 kelompok yang berbeda. Kelompok 1 terdiri dari isolat Brastagi, Bogor, Sragen, Ketep dan Boyolali serta berkerabat dekat dengan Tomato Leaf Curl Virus-Java (ToLCV) atau ToLCV-Java (A). Kelompok 2 terdiri dari isolat Malang dan Blitar serta berkerabat dekat dengan Ageratum Yellow Vein Virus-China (AYVV-China), sedangkan kelompok 3 hanya terdiri dari isolat Kaliurang dan berkerabat dengan Tomato Yellow Leaf Curl Virus-China (TYLCV-China) atau ToLCV-Laos 3. Analisis sekuen nukelotida dan asam amino dari gen AV1 Begomovirus menunjukkan bahwa identitas genetik dari 8 isolat Begomovirus pada studi ini adalah Ageratum yellow vein virus (AYVV) Indonesia, dan analisis filogenetik mengindikasikan bahwa 8 isolat Begomovirus tersebut terbagi menjadi dua kelompok yang berbeda 4. Gen AV1 Begomovirus telah dapat dikonstruksi pada vektor ekspresi untuk digunakan dalam penelitian transformasi genetik tanaman. 5. Transfomasi genetik tanaman model tembakau dengan gen AV1 menggunakan vektor A. tumefaciens telah menghasilkan transformantransforman yang membawa gen ketahanan terhadap kanamisin (gen nptII) dan gen AV1. 6. Skrining tanaman tembakau transgenik putatif dengan Begomovirus menunjukkan adanya korelasi yang positif antara keberadaan atau integrasi gen AV1 dengan ketahanan terhadap infeksi Begomovirus.
140
7. Analisis Southern Blot diperoleh informasi bahwa integrasi gen AV1 yang bersifat kopi tunggal lebih tahan terhadap infeksi virus dibandingkan integrasi gen yang multi-kopi. 8. Ketahanan yang diperoleh dari ekspresi gen AV1 Begomovirus diindikasikan dengan tidak adanya gejala dan akumulasi virus pada jaringan tanaman tembakau transgenik. 9. Melalui pemuliaan konvensional telah berhasil diperoleh tanaman tomat generasi F1-doublecross (F1-DC) yang tahan terhadap Begomovirus (TYLCV) dan membawa gen ketahanan terhadap CMV Saran Umum Dari hasil percobaan-percobaan yang telah diperoleh dapat disarankan bahwa: 1. Deteksi Begomovirus perlu dilakukan pada daerah-daerah lain di Indonesia dan komoditas lain untuk lebih mendapat informasi tentang tingkat penyebaran dan kejadian penyakit akibat infeksi virus tersebut. 2. Analisis sekuen sebaiknya dilakukan terhadap genom utuh dari Begomovirus sehingga gambaran diversitas genetik dapat dipahami dengan lebih baik. 3. Mekanisme ketahanan pada tembakau transgenik masih perlu dipelajari lebih lanjut melalui analisis hibridisasi Northern atau Western untuk melihat ada tidaknya akumulasi mRNA atau protein, sehingga mekanisme ketahanan yang terjadi dapat dijelaskan lebih detail. 4. Gen AV1 yang telah dikonstruksi dan diketahui keefektifannya perlu diaplikasikan untuk pengembangan tomat atau cabai transgenik tahan terhadap Begomovirus.
141
DAFTAR PUSTAKA Abhary MK, Anfoka GH, Nakhla MK, Maxwell DP. 2006. Post-transcriptional gene silencing in controlling viruses of the Tomato yellow leaf curl virus complex. Arch Virol 151:2349-2363 Agrios GN. 1997. Plant Pathology. New York: Academic Press Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Hidayat P, Sujiprihati S. 2005. Identifikasi geminivirus yang menginfeksi tomat berdasarkan pada teknik Polymerase Chain Raction-Restriction Fragment Length Polymorphism. J Mikrobiol Indones 10:29-32 Ala-Poikela M, Svensson E, Rojas A, Horko T, Paulin L, Valkonen JPT, Kvamheden A. 2005. Genetic diversity and mixed infection of begomoviruses infecting tomato, pepper and cucurbit crops in Nicaragua. Plant Phytol 54: 448-459 Altschul SF, Gish W, Miller W, Myers EW, Lipinan DJ. 1990. Basic local alignment search too. J of Mol Biol 215: 403-410 Ambrozevicius LP, Calegario RF, Fontes EPB, Carvalho MG, Zerbini FM. 2002. Genetic diversity of begomovirus infecting tomato and associated weed in Southeastern Brazil. Fitopatol Bras 27: 372-377 Aswidinnoor, H. 1995. Transformasi gen: sumber baru keragaman genetik dalam pemuliaan tanaman . Zuriat. Vol. 6. No. 2:56-65. Atkinson RG, Bieleski LR, Gleave AP, Janssen B, Morris BAM. 1998. Posttranscriptional silencing of chalcone synthetase in petunia using a geminivirus-based episomal vector. Plant Journal 15: 593-604 AVRDC Centerpoint newsletter-spring 2003 issue Bendahmane M, Gronenbaoru B. 1997. Engineering resistance against tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) using antisense RNA. Plant Mol Biol 33: 351-357 Bendahmane M, Fitchen JH, Zhang G, Beachy RN. 1997. Studies of coat proteinMediated Resistance to tobacco mosaic Tobamovirus: Correlation between assembly of mutant coat proteins and resistance. J Virol 71(10): 79427950 Bennet J. 1993. Genes for crop improvements. Genet. Eng. 16 : 93-113 Briddon RW, Watts J, Markham PG, Stanley J. 1989. The coat protein of beet curly top virus is essential for infectivity. Virology 172:628-633 Briddon RW, Pinner MS, Stanley J, Markham PG. 1990. Geminivirus coat protein gene replacement alters insect specificity. Virology 177:85-94 Briddon RW, Bedford ID, Tsai JH, Markham PG. 1996. Analysis of the nucleotide sequencer of the treehopper-transmitted geminivirus, tomato pseudo-curly top virus, suggests a recombinant origin. Virology 219: 387394
142
Briddon RW, Robertson I, Markham PG, and Stanley J. 2004. Occurrence of South African cassava mosaic virus (SACMV) in Zimbabwe. Plant Pathol. 53(2):233-233 Brown JK and Czosnek H. 2002. Whitefly transmission of plant viruses. Adv Bot Res 36: 65-100 Bull SE, Briddon RW, Serubombwe WS, Ngugi K, Markham PG, Stanley J. 2006. Genetic diversity and phylogeography of cassava mosaic viruses in Kenya. J Gen Virol 87: 3053-3065 Chague V, Mercier JC, Guenard M, de Courcel A, Vedel F. 1997. Identification of RAPD markers linked to a locus involved in quantitative resistance to TYLCV in tomato by Bulked Segregant Analysis. Theor Appl Genet 95: 671-677 Chee PP, Drong RF, Slightom. 1991. Using polymerase chain reaction to identify transgenic plant. Plant Mol Biol Manual C3:1-28 Chellappan P, Vanitharani R, Fauquet CM. 2004. Short interfering RNA accumulation correlates with host recovery in DNA virus-infected hosts, and gene silencing targets specific viral sequences. J Virol 78: 7465-7477 Chowrira GM, Cavileer TD, Gupta SK,Lurquin PF, Berger PH. Coat proteinmediated resistance to pea enation mosaic virus in transgenic Pisum sativum L. Transg Res 7:265-271 Credi R, Betti L, Canova A. 1989. Association of a geminivirus with a severe disease of tomato in Sicily. Phytopath Medit 28: 223-226 Czosnek H, Laterrot. 1997. A worldwide survey of tomato yellow leaf curl viruses. Arc Virol 142:1391-1406 Dasgupta I, Malathi VG, Mukherjee. 2003. Genetic engineering for virus resistance. Current Scim 8(3): 341-354 Day AG, Bejarano ER, Buck KW, Burell M, Lichtenstein CP. 1991. Expression of an antisense viral gene in transgenic tobacco confers resistance to the DNA virus tomato golden mosaic virus. Proc Natl Acad USA 88: 67216725 Dellate H. 2005. Study of the pathosystem Begomovirus/Bemisia tabaci/tomato on the South West island of the Indian ocean. [Disertation]: Wageningen University, Wageningen, the Netherlands. [DEPTAN] Departemen Pertanian Republik Indonesia. 1999. Pengendalian Mosaik Mentimun pada cabai. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 21(4):1-3 [DEPTAN] Departemen Pertanian. 2007. Outlook Komoditas Pertanian Hortikultura. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Pertanian. Desbiez C, David C, Mettouchi A, Laufs J, Gronenborn B. 1995. Rep protein of tomato yellow leaf curl geminivirus has an ATPase activity required for viral DNA replication. Proc Natl Sci US America 92: 5640-5644 Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus 12:13-15
143
Duriat AS. 1996. Management of pepper viruses in Indonesia: problem and progress. IARD J. 18(3): 45-50 Elaine G, Hanson P. 2006. ABSP II: Multiple virus resistant tomato for the Philippine and Indonesia. In: 2nd ABSPII MVR Tomato Coordination and Planning Meeting. Institute of Plant Breeding, University of the Philippines, Laguna Philippines. January 10-11, 2006 Fauquet CM, Stanley J. 2003. Geminivirus classification and nomenclature: progress and problems. Ann Appl Biol 142:165-189 Fauquet CM, Bisaro DM, Briddon RW, Brown JK, Horrison BD, Rybicki EP, Stenger DC, Stanley L. 2003. Revision of taxonomic criteria for species demarcation in the family Geminiviridae, and an updated list of begomovirus species. Arch Virol 148: 405-421 Fauquet CM, Stanley J. 2005. Revising the way we conceive and name viruses below the species level: A review of geminivirus taxonomy calls for new standardized isolate descriptors. Arch Virol 150:2151-2179 Freitas-Astua J, Purcifull DE, Polston JE, Hiebert E. 2002. Traditional and transgenic strategies for controlling tomato-infecting Begomoviruses. Fitopatol Bras 27:437-449 Gardiner WE, Sunter G, Brand L, Elmer JS, Rogers SG, Bisaro DM. 1988. Genetic analysis of tomato golden mosaic virus: The coat protein is not required for systemic spread or symptom development. Eur Mol Biol Organ J 7:899-904 Green SK, Kalloo G. 1994. Leaf curl and yellowing viruses of pepper and tomato: An overview. Technical Bulletin No 21. Asian Vegetables Research and Development Center. Tainan, ROC Greenberg BM, Glick BR. 1993. The use of recombinant DNA technology to produce genetically modified plants. pp: 1-10. In D. Gierson (ed.) Methods in plant molecular biology dan biotechnology. CRC Press, Inc. New York Gilbertson RL, Rojas MR, Russel DR, Maxwell DP. 1991. Use of asymmetric polymerase chain reaction and DNA sequencing to determine genetic variability of bean golden mosaic geminivirus in the Dominican Republic. J Gen Virol 72: 2843-2848 Gutierrez C. 1999. Geminivirus DNA replication. Cell Mol Life Sci 56: 313-329 Gutierrez C. 2000. Geminiviruses and the plant cell cycle. Plant Mol Biol 43:763772 HanleyBowdoin L, Settlage SB, Orozco BM, Nagar S, Robertson D. 2000. Geminiviruses: Models for plant DNA replication, transcription, and cell cycle regulation. Crit Rev in Biochem and Mol Biol 35: 105-140 Hanson P, Bernacchi, DM, Green S, Tanksley SD, Muniyappa V, Padmaja AS, Chen HM, Kuo G, Fang D, Chen JT. 2000. Mapping a Wild Tomato Introgression Associated with Tomato Yellow Leaf Curl Virus Resistance in Cultivated Tomato Line. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 125(1):15-20
144
Harrison BD. 1985. Advances in geminivirus research. Ann Rev Phytopathol 23: 55-82 Harrison BD. 1991. Recognition and differentiation of seven whitefly-transmitted geminiviruses from India and their relationship to Africa cassava mosaic and Thailand mung bean yellow mosaic viruses. Ann Applied Biology 118:299-308 Harrison BD, Robinson DJ. 1999. Natural genomic and antigenic variation in whitefly-transmitted geminiviruses (begomoviruses). Ann Rev Phytopatol 37:369-398 Harrison BD, Robinson DJ. 2002. Green shoots of geminivirology. Physiol Mol Plant Pathol 60: 215-218 Harper G, Hull R, Lockhart B, Olszewski N. 2002. Viral sequences integrated into plant genomes. Ann Rev of Phytopathol 40: 119-136 Herman M. 1996. Rekayasa genetika untuk perbaikan tanaman. Bul. Agrobio 1(1): 24-34 Hidayat SH, Rusli ES, Aidawati N. 1999. Penggunaan primer universal dalam polymerase chain reaction untuk mendeteksi virus gemini pada cabe. Di dalam: Prosiding Seminar Ilmiah dan Kongres Nasional XV Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Purwokerto, 16-18 Sep 1999. hlm 355-359 Hidayat SH, Chatchawankanpanich O, Rusli E, Aidawati N. 2006. Begomovirus associated with pepper yellow leaf curl disease in west Java, Indonesia. J Indon Microbiol 11 (2): 87-90 Hou YM, Sanders R, Ursin VM, Gilbertson RL. 2000. Transgenic plant expressing geminivirus movement proteins: Abnormal phenotypes and delayed infection by Tomato mottle virus in transgenic tomatoes expressing the Bean dwarf mosaic virus BV1 or BC1 proteins. Mol PlantMicrobe Interaction 13: 297-308 Idris AM, Smith SE, Brown JK. 2001. Ingestion, transmission and persistence of Chino del tomate virus (CdTV), a New World Begomovirus, by Old and New World biotypes of the whitefly vector Bemisia tabaci. Ann Applied Biology 139: 145-154 Idris AM, Brown JK. 1998. Sinaola tomato leaf curl geminivirus: biological and molecular evidence for a new subgroup III virus. Phytopatol 88: 648-657 Ingham DJ, Pascal E, Lazarowitz. 1995. Both bipartite geminivirus movement proteins define viral host range, but only BL1 determines viral pathogenicity. Virology 207: 191-204 Jones DR. 2003. Plant viruses transmitted by whiteflies. European J Plant Pathol 109: 195-219 Kasrawi MA, Suwwan MA, Mansour. 1988. Sources of resistance to tomato yellow leaf curl virus in Lycopersicon species. Euphytica 37:61-64 Krake LR, Rezaian MA, Dry IB. 1998. Expression of the tomato leaf curl geminivirus C4 gene produce viruslike symptoms in transgenic plants. Mol
145
Plant-Microbe Interact 11: 413-417 Khan JA, Ahmad J. 2005. Diagnosis, monitoring and transmission characteristics of Cotton leaf curl virus. Current Sci 88(11):1803-1809 Kimura M. 1980. A simple method for estimating evolutionary rate of base substitution through comparative studies of nucleotide sequences. J Mol Evol 16: 111-120 Kitamura K, Murayama A, Ikegami M. 2004. Evidence for recombination among isolates of tobacco leaf curl Japan virus and honeysuckle yellow vein mosaic virus. Arch Virol 149:1221-1229 Kjemtrup S, Sampson KS, Peele CG, Nguyen LV, Conkling MA, Thompson WF, Robertson D. 1998. Gene silencing from plant DNA carried by a geminivirus. Plant Journal 14: 91-100 Kon T, Hidayat SH, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2006. The Natural occurrence of two distinct begomovirus associated with DNAβ and a recombinant DNA in a tomato plant. Phytopathol 96: 517-525 Kunik T, Salomon R, Zamair D, Zeidan M, Michelson I, Gafni Y, Czosnek H. 1994. Transgenic tomato plants expressing the tomato yellow leaf curl virus capsid protein are resistant to the virus. Bio/Tech 12:500-504 Lapidot M, Friedman M, Lachman O, Yeheszkel A, Nahon S, Cohen S, Pilowsky M. 1997. Comparison of resistance level to tomato yellow leaf curl virus among commercial cultivars and breeding lines. Plant Disease 81: 14251428 Lapidot M, Friedmann M, Pilowsky M, Ben-Joseph, Cohen S. 2001. Effect of host plant resistance to Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) on virus acquisition and transmission by its whitefly vector. Phytopathol 91:12091213 Langeveld SA et al. 1991. Identification of potyviruses using the polymerase chain reaction with degenerate primer. J Gen Virol 69: 1351-1357 Lazarowitz SG. Probing plant cell structure and function with viral movement proteins. Current Opinion in Plant Biology 2: 332-338 Lazarowitz SG, Lazdins IB. 1991. Infectivity and complete nucleotide sequence of the cloned genomic components of a bipartite squash leaf curl geminivirus with a broad host range phenotype. Virol 180(1):58–69. Liu C-A, Green S, Hanson P. 2006. Development of tomato lines combining conventionally-bred virus resistance with transgenic virus resistance. In: 2nd ABSPII MVR Tomato Coordination and Planning Meeting. Institute of Plant Breeding, University of the Philippines, Laguna Philippines. January 10-11, 2006. Liu S, Bedford ID, Briddon RW, Markham PG. 1997. Efficient whitefly transmission of African cassava mosaic geminivirus requires sequences from both genomic components. J Gen Virol 78: 1791-1794 Malvarez G, Oliveira V. 2003. A PCR/RFLP technique to characterize fungal
146
species in Eucalyptus grandis Hill ex. Maiden ectomycorrhizas. Mycorrhiza 13:101-105 Malyshenko SI, Kondakova OA, Navarova JK, Kaplan IB, Taliansky ME, Atabekov JG. 1993. Reduction of tobacco mosaic virus accumulation in transgenic plants producing non-functional viral transport protein. J Gen Virol 74: 1149-1156 Mason G, Rancati M, Bosco D. 2000. The effect of thiamethoxam, a second generatuon neonicotinoid insecticide, in preventing transmission of tomato yellow leaf curl geminivirus (TYLCV) by the whitefly Bemisia tabaci (Gennadius). Crop protection 19:473-479 Meyer P, Saedler H. 1996. Homology-dependent gene silencing in plants. Ann Rev Plant Physiol Mol Biol. 47:23-48 Michelson I, Zamir D, Czosnek H. 1994.Accumulation and translocation of tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) in a Lycopersicon esculentum breeding line containing the L. chilense TYLCV tolerance gene Ty-1. Phytopathol 84:928-933 Morales FJ, Anderson PK. 2001. The emergence and dissemination of whiteflytransmitted geminiviruses in Latin America. Arc Virol 146:415-441 Morin S, Ghanim M, Sobol L, Czosnek H. 2000. The GroEL protein of the whitefly Bemisia tabaci interacts with the coat protein of transmissible begomovirus in the yeast two-hybrid system. Virology 276: 404-416 Moriones E, NavasCatillo J. 2000. Tomato yellow leaf curl virus, an emerging virus complex causing epidemics worldwide. Virus Res 71: 123-134 Mubin M, Mansoor S, Hussain M, Zafar Y. 2007. Silencing of the AV1 gene by antisense RNA protects transgenic plants against a bipartite begomovirus. Virol J 4(10):1-4 Muniyappa V et al. 1991. Reaction of Lycopersicon cultivars and wild accessions to tomato leaf curl virus. Euphytica 56: 37-41 Muniyappa V, Swanson MM, Duncan GH, Horrison BD. 1991. Partial purification properties and epitope variability of Indian tomato leaf curl Geminivirus. Ann Applied Biology 188:595-604 Nain V, Jaiswal R, Dalal M, Ramesh B, Kumar PA. 2005. Polymerase Chain Reaction Analysis of Transgenic contaminated by Agrobacterium. Plant Mol Biol Rep 23:59-65 Navas-Castillo J, Sanchez-Campos S, Noris E, Lauro D, Accotto GP. Moriones E. 2000. Natural recombination between Tomato yellow leaf curl virus-Is and Tomato leaf curl virus. J Gen Virol 81: 2797-2801 Navot N, Zeidan M, Pichersky E, Zamir D, Czosnek H. 1992. Use of the polymerase chain reaction to amplify tomato yellow leaf curl virus DNA from infected plants and viruliferous whiteflies. Phytopathol 82: 11991202 Nono-Wondim R, Atibalentja N. 1993. Identification and characterisation of
147
Pepper veinal mottle virus in Cameroon. FAO Plant Protection Bull 41: 121-123 Noris E, Accotto GP, Tavazza R, Brunetti A, Crespi S, Tavassa M. 1996. Resistance to tomato yellow leaf curl geminivirus in Nicotiana benthamiana plants transformed with a truncated viral C1 gene. Virology 224: 130-138 Noris E, Lucioli A, Tavazza R, Caciagli P, Accotto GP, Tavazza M. 2004. Tomato yellow leaf curl Sardinia virus can overcome transgene-mediated RNA silencing of two essential viral genea. J Gen Virol 85: 1745-1749 Panaud O, Magpantay G, McCouch SR. 1993. A protocol for non-radioactive DNA labelling and detection in the RFLP analysis of rice and tomatoes using single copy probes. Plant Mol Biol. 11(1) Pascal E, Goodlove PE, Wu LC, Lazarowitz. 1993. Transgenic tobacco plants expressing the Geminivirus BL1 protein exhibit symptoms of viral disease. Plant Cell 5: 795-807 Pico B, Diez MJ, Nuez F. 1996. Viral diseases causing the greatest economic losses to the tomato. II. The tomato yellow leaf curl virus- a review. Scienta Hort 67: 151-196 Pico B, Diez MJ, Nuez F. 1999. Improved diagnostic techniques for tomato yellow leaf curl virus in tomato breeding programs. Plant Dis 83:10061012 Pilowsky M, Cohen S. 1990. Tolerance to tomato yellow leaf curl virus derived from Lycopersicon peruvianum. Plant Dis 74: 248-250 Pilowsky M, Cohen S. 2000. Screening additional wild tomatoes for resistance to the whitefly-borne tomato yellow leaf curl virus. Acta Physiol Plant. 22: 351-353 Poikela MA, Svensson E, Rojas A, Horko T, Paulin L, Valkonen JPT, Kvarnheden A. 2005. Genetic diversity and mixed infections of begomoviruses infecting tomato, pepper and cucurbit crops in Nicaragua. Plant Pathol 54: 448-459 Polston JE, Anderson PK. 1997. The emergence of whitefly-transmitted geminiviruses in tomato in the Western hemisphere. Plant Dis 81:13581369 Pooggin M, Hohn T. 2003. RNAi targeting of DNA virus in plants. Nature Biotech 21: 131-132 Pooma W, Gillette WK, Jeffrey JL, Petty IT. 1996. Host and viral factors determine the dispensability of coat protein for bipartite geminivirus systemic movement. Virology 218: 264-268 Raj SK, Singh R, Pandey SK and Singh BP. 2005. Agrobacterium-mediated tomato transformation and regeneration of transgenic lines expressing Tomato leaf curl virus coat protein gene for resistance against TLCV infection. Current Sci 88 (10): 1674-1679
148
Rampersad SN, Umaharan P. 2003. Detection of two bipartite geminiviruses infecting dicotyledonous weeds in Trinidad. Plant Disease 87: 602 Riazuddin S. 1994. Plant genetic engineering dan future agriculture. Gen Engineer 16: 93-113. Ribeiro SG, Lacorte C, Inoue-Nagata AK, Carmo I, Orlandini D, Nagata T, Zerbini FM. 2002. Tomato chlorotic mottle virus A novel tomato Begomovirus from Brazil. Fitopatol Bras 27:5211 [Abstract] Ribeiro SG, Ambreozevicius IP, Avila AC, Bezerra IC, Calegario RF, Fernandes JJ, Lima MF, Mello RND, Rocha H, Zerbini FM. 2003. Distribution and genetic diversity of tomato-infecting begomoviruses in Brazil. Arc Virol 148: 281-295 Ribeiro SG. 2006. Diversity and host interactions of emerging tomato Begomovirus in Brazil. [Disertation]: Wageningen University, Wageningen, the Netherlands. Robertson NL, French R, Gray SM. 1991. Use of group-spesific primers and the polymerase chain reaction for the detection and identification of luteoviruses. J Gen Virol. 72: 1473-1477 Rodriguez-Pardina PE, Zerbini FM, Ducasse DA. 2006. Genetic diversity of Begomovirus infecting soybean, bean and associated weeds in Mortwestern Argentina. Fitopatol Bras 31:342-348 Rodriguez R, Ramos PL, Doreste V, Velazquez K, Peral R, Fuentes A, Pujol M. 2003. Establishment of a non-radioactive nucleic acid hybridization technique for begomovirus detection. Biotec Aplicada 20: 164-169 Rojas MR, Gilbertson RL, Russel DR, Maxwell DP. 1993. Use of degenerate primers in the polymerase chain reaction to detect whitefly-transmitted geminivirus. Plant Dis 77:340-347 Rojas MR, Noueiry AO, Lucas WJ, Gilbertson RL. 1998. Bean dwarf mosaic geminivirus movement protein recognize DNA in a form- and sizespecifik manner. Cell 95: 105-113 Rojas MR, Jiang H, Salati R, Xoconostle-Cazares B, Sudarshana MR, Lucas WJ, Gilbertson RL. 2001. Functional analysis of proteins involved in movement of the monopartite begomovirus, tomato yellow leaf curl virus. Virology 291:110-125 Rom M, Antignus Y, Gidoni D, Pilowsky M, Cohen S. 1993. Accumulation of Tomato Yellow Leaf Curl virus DNA in tolerant and susceptible tomato lines. Plant Dis 77: 253-257 Roossinck M. 2001. Pathogen profile: Cucumber Mosaic virus, a model for RNA virus evolution. Mol Plant Pathol 2(2): 59-63 Roye ME, McLaughlin WA, Nakhla MK, Maxwell DP. 1997. Genetik diversity among geminiviruses associated with the weed species Sida spp., Macroptilium lathyroides, and Wissadula amplissima from Jamaica. Plant Dis 81: 1251-1258 Rybicki EP, Hughes FL. 1990. Detection and typing of maize streak virus and
149
other distantly related geminivirus of grasses by polymerase cahin reaction amplification of a conserved viral sequence. J Gen Virol 71: 2519-2526 Rybicki EP. 1998. A proposal for naming geminiviruses: A reply by the Geminiviridae study group chair. Arch Virol 143:421-424 Rybicki EP, Briddon RW, Brown JK, Fauquet CM, Maxwell DP, Harrison BD, Markham PG, Stanley J. 2000. Geminiviridae. In Virsa taxonomy Seventh Report of the International Committe on Taxonomy of Viruses, pp. 285297. van Hegenmortel HV, Fauquet CD, Bishop HL, Carsterns EB, DJ McGeoch, Pringle CR, Wickner RB. London San Diego: Academic Press Sambrook J. Fritsc EF, Maniatis T. 1989. Molecular cloning, a laboratory manual2nd edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press. Book 1, 2 dan 3 Sanderfoot AA, Ingham DJ, Lazarowitz SG. 1996. A viral movement protein as a nuclear shuttle. Plant Physiol 110: 23-33 Sanford JC, Johnson SA. 1985. The concept of parasite-derived resistance: deriving resistance genes from the parasites own genome. J Theor Biol 115:395-405 Santoso, TJ, Duriat SA, Hidayat SH. 2007. Deteksi geminivirus pada tomat menggunakan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Jurnal Widya Riset 9(4). Inpress Santoso TJ, Hidayat SH, Herman M, Aswidinnoor H, Sudarsono. 2008. Identitas dan keragaman genetik Begomovirus yang berasosiasi dengan penyakit keriting pada tomat berdasarkan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)-Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP). J Agrobiogen 4(1): 9-17 Sanz AI, Fraile A, Garcio-Arenal E, Zhou X, Robinson DJ, Khalid S, Butt T, Horrison BD. 2000. Multiple infection, recombination and genome relationship among begomovirus isolates found in cotton and other plants in Pakistan. J gen Virol 81: 1839-1849 Saunders K, Bedford ID, Briddon RW, Markham PG, Wong SM, Stanley J. 2000. A unique virus complex causes Ageratum yellow vein disease. Proc Natl Acad USA 97: 6890-6895 Scott HA, Stevens MR, Barten JHM, Thome CR, Polston JE, Scuster DJ, Serra CA. 1996. Introgression of resistance to whitefly-transmitted geminiviruses from Lycopersicon chilense to tomato. In Taxonomy, Biology, Damage, Control and Management Bemisia. Edited by D. Gerling. Andover, Hants, UK: Intercept Shih SL, Roff MMN, Nakhla MK, Maxwell DP, Green SK. 1998. A new geminivirus associated with a leaf curl disease of tomato in Malaysia. J of Zhiwu Baohuxue Hui Huikan 40: 435-435 Sijen T, Wellink J, Hiriart JB, Kammen A Van. 1996. RNA-mediated virus resistance role of repeated transgenes and delineation to targeted regions. Plant Cell 8:2277-2294 Sinisterra XH, Polston JE, Abourized AM, Hiebert E. 1999. Tobacco plants
150
transformed with a modified coat protein of tomato mottle Begomovirus show resistance to virus infection. Phytopathol 89:701-706 Srivastava A, Raj SK. 2008. Coat protein-mediated resistance against an Indian isolates of the Cucumber mosaic virus subgroup IB in Nicotiana benthamiana. J Biosci 33:00-00 Stanley J, Frischmuth T, Ellwood S. 1990. Defective viral DNA ameliorates symptoms of geminivirus infection in transgenic plants. Proc Natl Acad USA. 87: 6291-6295 Stoner WN, Hogan WD. 1950. Viruses affacting vegetable crops in the everglades area. Florida Agriculture Experimental Station Annual Report, 206. Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2001. Molecular detection and host range study of tomato-infecting begomovirus. Di dalam: Proceeding of Indonesian Phytopathology Soc. Seminar. Bogor. 22-24 Agu 2001. Bogor: Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. hlm 208-217 Sukamto, Kon T, Hidayat SH, Ito K, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2005. Begomovirus associated with leaf curl disease of tomato in Java, Indonesia. J Phytopathol 153: 562-566 Sulyo Y, Duriat AS. 1997. Field evaluation of pepper accessions for resistance to viruses. Di dalam AVNET-II Final Workshop Proceeding. AVRDC, Tainan, Taiwan: hlm. 132-137 Tan PH. Wong SM, Wu M, Bedford ID, Saunders K. Stanley J. 1995. Genome organization of Ageratum yellow vein virus, a monopartite whiteflytransmitted geminivirus isolated from a common weed. J Gen Virol 76:2915-2922 Thompson JD, Higgins DG, Gibson TJ. 1994. Clustal W: improving the sensitivity of progressive multiple sequence alignment through sequence weighting, position-specific gap penalties and weight matrix choice. Nuc Ac Res 22: 4673-4680 Van Regenmortel MHV, Fauquet CM, Bishop DHL, Carstens E, Estes MK, Lemon SM, Maniloff J. Mayo MA, McGeoch DJ, Pringle CR, Wickner RB. 1999. Virus Taxonomy. Seventh Report of the International Committee on Taxonomy of Viruses. San Diego: Academic Press Van Wezel R, Liu HT, Tien P, Stanley J, Hong YG. 2001. Gene C2 of the monopartite geminivirus Tomato yellow leaf curl virus-China encodes a pathogenicity determinant that is localized in the nucleus. Mol PlantMicrobe Interact 14: 1125-1128 Van Wezel R, Dong X, Blake P, Stanley J. Hong Y. 2002. Differential roles of geminivirus Rep and AC4 (C4) in the induction of necrosis in Nicotiana benthamiana. Mol Plant Pathol 3: 461-471 Vanitharani R, Chellappan P, Fauquet C. 2003. Short interfering RNA-mediated interference of gene expression and viral DNA accumulation in cultured plant cells. PNAS 100: 9632-9636 Vanitharani R, Chellapan P, Pita JS, Fauquet CM. 2004. Differential roles of AC2
151
and AC4 of cassava geminiviruses in mediating synergism and suppression of posttranscriptional gene silencing. J Virol 78: 9487-9498 Varma A, Malathi VG. 2003. Emerging geminivirus problems: a serious threat to crop production. Ann Appl Biol 142:145-164 Vidavsky F, Czosnek H. 1998. Tomato breeding lines resistant and tolerant to tomato yellow leaf curl virus issued from Lycopersicon hirsitum. Phytopathol. 88:910-914 Vidya CSS, Manoharan M, Kumar CTR, Savithri HS, Sita GL. 2000. Agrobacterium-mediated transformation of tomato (Lycopersicon esculentum var. Pusa Ruby) with coat protein gene of Physalis mottle tymovirus. J Plant Physiol 156: 106-110 Vidavsky F, Czosnek H. 1998. Tomato breeding lines resistant and tolerant to tomato yellow leaf curl virus issued from Lycopersicon hirsitum. Phytopathol. 88:910-914 Voinnet O. 2001. RNA silencing as a plant immune system against viruses. Trends in Genetics 17: 449-459 Weisburger JH. 1998. International symposium on lycopene and tomato products in disease prevention. Proc Soc Exp Biol Med 218: 93-143 Yang Y, Sherwood TA, Patte CP, Hiebert E, Polston JE. 2004. Use of Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) rep gene sequences to engineer TYLCV resistance in tomato. Phytopathol 94: 490-496 Zakay Y, Navot N, Zeidan M, Kedar N, Rabinowitch H, Czosnek H, Zamir D. Screening Lycopersicon accessions for resistance to tomato yellow leaf curl virus: presence of viral DNA and symptom development. Plant Dis 75:279-281 Zamir D, Ekstein-Michelson I, Zakay Y, Navot N, Zeidan M, Sarfatti M, Eshed Y, Harel E, Pleban T, Vanoss H, Kedar N, Rabinowitch HD, Czosnek. 1994. Mapping and introgression of a tomato yellow leaf curl virus tolerance gene, TY-1. Theor Appl Genet 88: 141-146 Zeidan M, SK Green, DP Maxwell MK Nakhla and H Czosnek. 1998. Molecular analysis of whitefly-transmitted tomato geminiviruses from Southeast and East Asia. Trop Agric Res and Ext. 1(2):107-115 Zhou X, Xie Y, Tao X, Zhang Z, Li Z, Fauquet CM. 2003. Characterization of DNAβ associated with begomoviruses in China and evidence for coevolution with their cognate viral DNA-A. J Gen Virol 84: 237-247
152
LAMPIRAN Lampiran 1. Amplifikasi PCR dengan primer universal untuk mendeteksi Begomovirus pada tanaman tomat dari beberapa daerah A. Sragen, Jawa Tengah 1 2 3 4 5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
M
2000 bp 1600 bp 1000 bp
1500 bp
B. Kaliurang, DI Yogyakarta M
1
2
3
4
5
6
7
2000 bp 1600 bp 1000 bp
1500 bp
C. Sukabumi dan Lembang M 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
13 14 15
16
2000 bp 1600 bp 1000 bp
1500 bp
Keterangan: 1-9 = Wanasari (Sukabumi); 10-12 = Pagerwangi (Lembang); 13-16 = Mekarwangi (Lembang); D. Cibitung dan Gunung Putri, Bogor. M
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15
2000 bp
1600 bp
1500 bp
1000 bp
Keterangan : 1-8 = sampel Cibitung; 9-15=sampel Gunung Putri.
153
Lampiran 2. Komposisi Media Dasar Murashige and Skoog
MS
Komponen
Konsentrasi (mg/l)
mM/µ µM
Stok 50X (mg/100ml)
N 18,8 41,2 3,0 1,5 1,25 Na 0,2 Fe 0,1
9,500 8,250
1.
KNO3 NH4NO3
1900 1650
2. 3.
CaCl2.2H2O MgSO4.7H2O KH2PO4 Na2EDTA FeSO4.7H2O
440 370 170 37,3 27,8
4.
5.
6
H3BO3 MnSO4. H2O ZnSO4.7H2O KI Na2MoO4.2H2O CuSO4.5H2O CoCl2.6H2O Myo-inositol Nicotinic acid Pyridoxine-HCl Glycine Thiamine-HCl* Sukrosa pH
6,2 16,9 8,6 0,83 0,25 0.025 0,025 100 0,5 0,5 2,0 1,0 3% 5,8
100 µM 100 µM 30 µM 5,0 µM 1,0 µM 0,1 µM
0,1 µM
Stok 100X (mg/100ml)
4,400 3,700 1,700 0,373 0.278
0,620 0,169 0,860 0,083 0,025 0,0025 0,0025 1,000 5 5 20 10
* Modifikasi Original : Thiamine-HCl 0,1 mg/l
154
Lampiran 3. Deskripsi Varietas/Galur Tomat A. Varietas Intan (Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 99/Kpts/Um/ 2/1980) Asal
: Persilangang Nagcarlan/Anahu (Introduksi AVRDC, Taiwan) Nomor asal : AVRDC L-33 (VC 8-1-2-1) Umur : Mulai berbunga 55-60 hari setelah semai, mulai berbuah 70-80 hari setelah semai (hss), panen seluruhnya 130-140 hari setelah semai Tinggi tanaman berbunga : 46-70 cm Bentuk tanaman : Determinate Bentuk percabangan : Vertikal Bentuk penampang : Bulat Bentuk daun : Lebar dengan ujung meruncing Buah : Berbentuk apel Warna batang : Hijau muda Warna daun : Hijau terang Permukaan bawah daun : Berbulu Warna urat utama daun : Hijau Warna helai bunga : Kuning Warna benang sari : Putih Warna putik : Putih Jumlah tandan bunga : 14-20 buah Jumlah bunga per tandan : 4-5 buah Permukaan buah : Licin mengkilat, sedikit bergelombang Warna buah muda : Hijau muda Warna buah tua : Jingga sampai merah Jumlah rongga buah : 2-5 buah Jumlah buah per pohon : 30-45 buah Bobot per buah : 45 (35-50) g Potensi hasil : 12,4 (5-24) ton per ha Kualitas buah : Cukup baik Ketahanan terhadap penyakit : Tahan terhadap layu bakteri (Pseudomonas solanacearum) Kerentanan terhadap penyakit: Rentan terhadap busuk daun (Phytophthora infestans) Sesuai untuk : Dataran rendah/tinggi
155
B. Deskripsi Tomat CL6046 Asal Tipe pertumbuhan Tipe buah Karakteristik buah Potensi hasil Umur panen Sesuai untuk Bentuk buah Kekerasan buah Berat buah Jumlah lokul buah Ketahanan Fungsi buah Jarak tanam
: Hasil seleksi dari Balitsa : Indeterminate : Buah meja (table type) : Tipe roman/roma : 60 ton/ha : 60 -70 hst : dataran tinggi dan médium : lonjong : keras : 50 – 60 g/buah : 2-3 : tahan terhadap layu bakteri, tahan penyimpan : pasta dan manisan : 60 cm x 50 cm
156