LANTING Journal of Architecture, Volume 2, Nomor 1, Februari 2013, Halaman 17-28 ISSN 2089-8916
IDENTIFIKASI BANGUNAN CAGAR BUDAYA BANGUNAN KUNING AGUNG, SENGHIE, PONTIANAK M. Ridha Almadani Ivan Gunawan Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura
[email protected] Abstrak Kuning Agung merupakan salah satu bangunan yang memiliki nilai historis di Kota Pontianak. Kuning Agung mempunyai pengaruh terhadap perkembangan Kota Pontianak, Khususnya di daerah Seng Hie. Bangunan Kuning Agung sebagai suatu upaya bentuk pelestarian bangunan yang memiliki nilai historis di Kota Pontianak. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi bangunan Kuning Agung sebagai bangunan cagar budaya atau tidak dan melakukan kategori penggolongan bangunan apabila termasuk sebagai bangunan cagar budaya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan evaluatif. Metode deskriptif dilakukan dengan mengidentifikasi elemen bangunan yang terdiri dari kolom, atap dinding, pintu dan jendela eksterior dan interior, lantai, plafond dan furniture. Metode evaluatif dilakukan dengan mengidentifikasi dan pemberian skor penilaian terhadap parameter cagar budaya sesuai dengan Undang-Undang No. 11 tahun 2010. Parameter tersebut terdiri dari umur bangunan, estetika dan periodesasi terhadap gaya dan langgam, kejamakan, kelangkaan, peran bangunan terhadap nilai sejarah, memperkuat kawasan, keaslian, arsitektur dan tengeran atau landmark. Kata kunci : cagar budaya Abstract Kuning Agung is one of the buildings that have historical value in Pontianak. Kuning Agung has an influence on the development of Pontianak, especially in the area Seng Hie. Kuning Agung Building as a form of preservation efforts buildings have historical value in Pontianak. This research was conducted to identify the building as Kuning Agung heritage building or not and did the building classification category if included as a heritage building. This study uses descriptive and evaluative. Descriptive method is done by identifying the elements of the building that consists of columns, walls, roofs and windows doors exterior and interior, floor, ceiling and furniture. Evaluative method is done by identifying and scoring the assessment of the parameters of cultural heritage in accordance with Undang-Undang No. 11 tahun 2010. These parameters consist of the life of the building, aesthetics and the periodicity of the style and style, plurality, scarcity, the role of the historical value of the building, strengthening regions, authenticity, architecture and tengeran or landmark. Keywords: cultural heritage
PENDAHULUAN Bangunan cagar budaya tidak saja menjadi saksi sejarah bagi sebuah kota tetapi dapat bernilai budaya pada masa silam. Bangunan cagar budaya dapat dikatakan artefak yang memiliki nilai sebagai wujud informasi bagi perkembangan sebuah kota atau lingkungan terdekatnya. Bangunan cagar budaya dapat dianggap juga memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Bangunan cagar budaya penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Belum semua
benda cagar budaya dapat dilindungi dan dilestarikan. Bangunan sebagai benda cagar budaya adalah benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagianbagian atau sisa-sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan; dan benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan (UU No. 5/1992 Pasal 1). 17
Negara Indonesia banyak sekali memiliki peninggalan gedung-gedung yang bersejarah, prasasti, monument, naskah, maupun bangunan yang memiliki nilai-nilai kebudayaan seperti situs purbakala atau bangunan istana/keraton). Peninggalan itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dan sejarah bangsa yang tidak ternilai harganya. Sebaliknya dengan perkembangan kota saat ini banyak sekali nilai historis kota yang telah tergusur dengan bangunan yang bernuansa kapitalis. Tuntutan dan pembangunan yang terjadi diperkotaan akan semakin menutupi nilai-nilai historis kota, khususnya pada bangunan-bangunan peninggalan sejarah yang memiliki arti penting bagi masyarakat, karena kehadiran bangunan-bangunan bernilai historis dan arsitektonis akan menampilkan cerita visual yang menunjukkan sejarah dari suatu tempat, mencerminkan perubahanperubahan waktu, tata cara kehidupan dan budaya dari penduduknya. Tanpa adanya warisan arsitektur atau bangunan bersejarah yang terpelihara, maka masyarakat akan merasa terasing dari asal-usul lingkungannya, atau dengan kata lain masyarakat tidak punya orientasi pada masa lampau, Antariksa (2009). Kota Pontianak yang berdiri pada tahun 1771, berada dipersimpangan sungai kapuas kecil dan sungai landak. Posisi tersebut merupakan lokasi strategis yaitu terletak dijalur perdagangan Internasional dan Nusantara. Seiring dengan bertumbuhnya kegiatan perdagangan, permukiman etnis cina membentuk pasar disertai dengan tersedianya pelabuhan. Pelabuhan tertua di Pontianak bernama Pelabuhan Seng Hie. Nama pelabuhan ini diambil dari seorang pengusaha besar dan ternama yang berasal dari negeri Cina, Than Seng Hie. Pada tahun 1930an, Than Seng Hie menjual tanah miliknya termasuk sekitar wilayah di kawasan pelabuhan kepada Keuskupan pada Zaman kepemimpinan Uskup Mosieur Pasificus Bosch, dikarenakaan mengalami kemerosotan ekonomi. Namun, sampai saat ini, masih terdapat peninggalan dari keluarga Than Seng Hie, berupa sebuah bangunan tua, yang berfungsi sebagai Perkumpulan Marga Huang. Dalam bahasa Mandarin, marga
Huang sama dengan marga yang dimiliki keluarga Than Seng Hie. Bangunan tempat perkumpulan marga Huang ini diberi nama Kuning Agung. Bangunan ini dibangun pada tahun 1925. Bangunan ini sudah mewakili nilai sejarah bagi perkembangan Kota Pontianak. Bangunan ini diharapkan dapat dipertahankan sebagai bangunan dengan nilai historis dalam kawasan Seng Hie yang berkembang pesat sebagai kawasan perdagangan di Pontianak. Kuning Agung merupakan salah satu bangunan yang memiliki nilai historis di Kota Pontianak. Kuning Agung mempunyai pengaruh terhadap perkembangan Kota Pontianak, Khususnya di daerah Seng Hie. Bangunan Kuning Agung sebagai suatu upaya bentuk pelestarian bangunan yang memiliki nilai historis di Kota Pontianak. KAJIAN PUSTAKA Bangunan gedung yang selanjutnya disebut bangunan merupakan wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan / atau di dalam tanah dan / atau air yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Bangunan umum adalah bangunan yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial budaya. Bangunan tertentu adalah bangunan yang digunakan untuk kepentingan umum dan bangunan fungsi khusus, yang dalam pembangunan dan / atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus dan / atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya. Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya bahwa bangunan cagar budaya merupakan susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.
18
Bangunan dapat dikatagorikan sebagai bangunan cagar budaya jika memiliki kriteria berikut a. Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih; b. Mewakili masa gaya paling singkat berusia (lima puluh) tahun; c. Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan; dan d. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. e. Berunsur tunggal atau banyak; dan/atau f. Berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan rasionalistik. Pendekatan rasionalistik adalah pendekatan yang melihat kebenaran bukan semata-mata dari kondisi empiris tetapi juga argumentasi sebagai suatu bagian konstruksi berfikir. Desain penelitian rasionalistik bertolak dari kerangka teoritik (Grand Theory) yang dibangun dari pemaknaan teori-teori yang dikenal, buah pikiran para pakar, dan dikonstruksikan menjadi sesuatu yang mengandung sejumlah problematik yang perlu diteliti lebih lanjut (Muhadjir, 2000). Jenis penelitian yang digunakan dalam Penelitian Identifikasi Bangunan Cagar Budaya di Kota Pontianak (Kasus: Kuning Agung, Pontianak), terbagi atas dua jenis, sebagai berikut: 1. Deskriptif Penelitian Identifikasi Bangunan Cagar Budaya untuk mengidentifikasikan elemen bangunan tersebut berdasarkan kumpulan hasil data primer dan sekunder. 2. Evaluatif Penelitian Identifikasi Bangunan menggunakan pembobotan untuk mengidentifikasi kesesuaian bangunan tersebut masuk dalam lingkup obyek cagar budaya. Penilaian dengan parameter atau kriteria bangunan cagar budaya berdasarkan Undang-Undang No 11 tahun 2010. Lingkup penelitian merupakan batasan dan garis yang lebih jelas dari topik yang dibahas dalam penelitian. Lingkup penelitian ini meliputi:
1.
Identifikasi terhadap bangunan yang menjadi obyek kasus penelitian, yaitu Bangunan Yayasan Kuning Agung, Pontianak berdasarkan elemen fisik bangunan. 2. Kajian dan evaluasi dilakukan untuk mengidentifikasikan obyek studi sebagai bangunan cagar budaya (berdasarkan Undang-Undang No 11 tahun 2010). 3. Penelitian Identifikasi Bangunan Cagar Budaya di Kota Pontianak mengambil lokasi di Yayasan Kuning Agung, Pontianak. Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam Penelitian Identifikasi Bangunan Cagar Budaya di Kota Pontianak (Kasus: Kuning Agung, Pontianak), terbagi atas dua sumber, yaitu sebagai berikut: 1. Data primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik tertentu, antara lain: Observasi lapangan Observasi yang dilakukan dalam Penelitian Identifikasi Bangunan Cagar Budaya di Kota Pontianak, yaitu pada aspek identifikasi elemen bangunan. Wawancara Data yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara terhadap Pengurus Yayasan Kuning Agung dan pihak-pihak yang terkait dengan Yayasan Kuning Agung. Wawancara yang dilakukan dalam lingkup studi mengenai umur bangunan, status kepemilikan, luas bangunan, luas tanah, dan data lainnya. 2. Data sekunder Data sekunder yang digunakan yaitu sebagai berikut: Studi kepustakaan Studi kepustakaan berupa sejarah dan perkembangan Kota Pontianak, panduan kriteria bangunan cagar budaya sesuai undang-undang dan bahan peraturan didaerah lain yang telah memiliki pedoman terhadap bangunan cagar budaya. Kegiatan dalam tahapan ini melakukan identifikasi elemen bangunan sebagai obyek penelitian. Identifikasi dilakukan 19
berdasarkan data primer dan sekunder. Identikasi elemen bangunan terdiri dari: 1. Identifikasi kolom bangunan 2. Identifikasi atap bangunan 3. Identifikasi dinding bangunan 4. Identifikasi PJV eksterior 5. Identifikasi PJV interior 6. Identifikasi lantai dan plafond 7. Identifikasi furniture HASIL DAN PEMBAHASAN Yayasan Kuning Agung, Pontianak adalah yayasan yang bergerak dibidang sosial khususnya di bidang pemakaman. Saat ini Yayasan Kuning Agung Pontianak telah berusia 100 tahun dan telah tiga kali berpindah tempat. Pertama kali di jalan Serayu pada tahun 1908, kemudian pindah di jalan Tanjungpura dan terakhir menempati gedung di Jalan Sultan Muhammad No. 224, Pontianak tepat didepan pelabuhan Seng Hie sejak tahun 1928. Gedungnya masih bertahan hingga kini dan telah berusia lebih dari 80 tahun. Arsitekturnya khas bangunan tua dan ditopang oleh dua tiang penyangga utama yang berada ditengah-tengah
bangunan. Bangunan ini didirikan oleh Ng Kim Thang pada tahun 1925 dan bertahan hingga sekarang dengan arsitektur yang khas. Identifikasi elemen bangunan ini bertujuan untuk mengetahui secara detail setiap bagian dari bangunan. Adapun yang akan diteliti pada bangunan ini yaitu meliputi: kolom, atap, dinding, lantai, plafond, pintu, jendela, ventilasi serta furnitur. Elemen tersebut diharapkan nantinya dapat menguraikan detail terkait usia bangunan dengan indikator tekstur, warna, bentuk, rupa, proporsi dan skala. Struktural kolom adalah kolom asli sejak pertama kali bangunan berdiri tahun 1925 atau berumur 87 tahun. Kecuali bangunan sambungan baru dibangunan tahun 1980an (Gambar 1). Struktural atap adalah atap asli sejak pertama kali bangunan berdiri tahun 1925 atau berumur 87 tahun. Adapun pemeliharaan hanya berupa pengecatan saja. Atap samping merupakan penambahan bangunan pada 1980an (Gambar 2).
Gambar 1. Identifikasi Kolom (Sumber: Analisis, 2012)
20
Gambar 2. Identifikasi Atap (Sumber: Analisis, 2012)
Dinding adalah dinding asli sejak pertama kali bangunan berdiri tahun 1925 atau berumur 87 tahun. Adapun pemeliharaan hanya berupa pengecatan saja. Kecuali bangunan sambungan baru dibangunan tahun 1980an (Gambar 3).
Pintu, Jendela dan Ventilasi juga asli sejak pertama kali bangunan berdiri tahun 1925 atau berumur 87 tahun. Adapun pemeliharaan hanya berupa pengecatan saja. Kecuali bangunan sambungan baru dibangunan tahun 1980an (Gambar 4).
Gambar 3. Identifikasi Dinding (Sumber: Analisis, 2012)
21
Gambar 4. Identifikasi PJV Eksterior (Sumber: Analisis, 2012)
Pintu, Jendela dan Ventilasi Interior juga asli sejak pertama kali bangunan berdiri tahun 1925 atau berumur 87 tahun. Adapun pemeliharaan hanya berupa pengecatan saja. Kecuali bangunan sambungan baru dibangunan tahun 1980an (Gambar 5).
Lantai & Plafond juga asli sejak pertama kali bangunan berdiri tahun 1925 atau berumur 87 tahun. Adapun pemeliharaan hanya berupa pengecatan saja. Kecuali bangunan sambungan baru dibangunan tahun 1980an (Gambar 6).
Gambar 5. Identifikasi PJV Interior (Sumber: Analisis, 2012)
22
Gambar 6. Identifikasi Lantai dan Plafond (Sumber: Analisis, 2012)
Furnitur merupakan furnitur antik yang konon sudah ada sejak pertama yayasan ada pada 1908 dan bahkan beberapa furnitur dulunya dibawa langsung nenek moyang dari Tiongkok, China. Sehingga
diperkirakan berumur 87 tahun bahkan lebih. Barang tersebut antara lain kursi berukir, altar, lampu gantung dan keramik gajah (Gambar 7).
Gambar 7. Identifikasi Furniture (Sumber: Analisis, 2012)
23
Terdapat 9 parameter dalam menilai cagar budaya antara lain: umur bangunan, Estetika dan Periodeisasi terhadap gaya dan langgam Bangunan, Kejamakan, Kelangkaan, Peranan bangunan terhadap nilai sejarah, Memperkuat kawasan, Keaslian, Arsitektur dan Tengeran atau Landmark (Tabel 1). Bangunan ini didirikan oleh Ng Kim Thang pada tahun 1925, yang artinya sudah berumur diatas 50 tahun, tapi bangunan ini belum tercatat sebagai bangunan Cagar Budaya oleh pemerintah. Sehingga dapat dikategorikan “Cukup Kuno”. Bangunan secara visual dapat dikatakan mewakili ciri langgam arsitektur bangunan khas Tionghoa. Secara khusus dapat dilihat dari atap pelana, kolom besar dan bulat serta interior yang khas arsitektur Tionghoa. Sehingga dapat dikategorikan “Mewakili” Bangunan yang mewakili masa gaya dan langgam tertentu paling singkat 50 tahun. Secara kejamakannya bangunan masuk dalam jenis bangunan yang relatif langka atau tidak jamak. Ketidakjamakan ini baik dari segi fungsi bangunan sebagai Rumah Yayasan Huang Pontianak, dan juga dari segi tipologi bangunan vernakular yang langka. Tapi secara spesifik bangunan tidak cukup berperan terhadap kota tapi hanya ke kalangan tertentu atau dengan kata lain bukan ruang publik dan juga skala bangunan yang sangat kecil tidak cukup untuk berperan lebih banyak. Sehingga dapat dikategorikan “Cukup dilestarikan” dengan definfisi bahwa Bangunan yang dilestarikan tetapi tidak mewakili kelas atau jenis khusus bangunan yang cukup berperan. Bangunan menggunakan salah satu gaya arsitektur Tionghoa yang masih dalam jumlah cukup banyak, meskipun arsitekturnya tidak sama persis. Artinya secara spesifik bagian arsitektur bangunan dapat ditemukan pada bangunan lain sejenis dan tidak ada bagian arsitektur hanya hanya terdapat pada bangunan ini. Sehingga bangunan dikategorikan “Cukup langka”.
Bangunan merupakan yayasan marga Huang yang sudah beraktivitas sejak tahun 1920an dan bertahan hingga saat ini. Sudah banyak kegiatan yang dilaksanakan untuk masyarakat khususnya marga huang terutama dalam urusan pemakaman. Tapi peran terhadap sejarah tidaklah simbolistik sehingga bangunan ini masuk kategori “Cukup berperan”. Bangunan sangat mempengaruhi kawasan apalagi bangunan terletak di kawasan Seng Hie yang merupakan kawasan kota tua di Pontianak. Sehingga bangunan dapat dikatakan “mempengaruhi” sekitar kawasan karena keberadaannya mempengaruhi serta sangat bermakna untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan di sekitarnya. Hampir 100% bangunan depan adalah asli dari tahun 1925, baik itu eksterior maupun interiornya. Bentuk bangunan tidak mengalami perubahan dan cenderung sama secara fisik dengan keaslian bangunan (perubahan pada kaki, badan dan kepala bangunan serta ornamen bangunan). Sehingga bangunan masuk kategori “Asli”. Secara dominan bangunan merupakan arsitektur khas Tionghoa tapi ketika diteliti tidak 100% merupakan arsitektur Tionghoa. Percampuran tejadi dengan arsitektur vernakular lokal semisal warna yang tidak merah tapi justru putih dan coklat, kemudian atap pelana yang tidak bertrap-trap dan lebih sederhana, serta kombinasi dengan tebing layar khas lokal. Hal ini mengindikasikan bahwa bangunan mengalami perpaduan corak arsitektur (campuran). Sehingga bangunan masuk kategori “Cukup bercorak”. Bangunan secara fungsi cukup berperan dalam kawasan tapi tidak cukup kuat untuk menjadi landmark kawasan. Keberadaan pelabuhan Seng Hie lebih menonjol terutama dalam hal cultur budaya dan sejarah Kota Pontianak. Bangunan masuk kategori “Tidak kuat” karena bukan sebagai landmark kawasan dan ciri tidak menonjol.
24
Tabel 1. Scoring Cagar Budaya PARAMETER / KRITERIA No
PARAMETER / KRITERIA
VARIABEL Tidak Kuno
Tidak Terwakili
Berumur kurang dari 50 tahun Berumur lebih 50 tahun dan belum tercantum dalam ketetapan sebagai bangunan cagar budaya oleh pemerintah setempat atau lembaga/instansi yang terkait Berumur lebih 50 tahun dan sudah tercantum dalam ketetapan sebagai bangunan cagar budaya oleh pemerintah setempat atau lembaga/instansi yang terkait Bangunan yang tidak mewakili masa gaya dan langgam tertentu
Cukup Terwakili
Bangunan yang mewakili masa gaya dan langgam tertentu kurang dari 50 tahun
Cukup Kuno 1
Umur bangunan Kuno
2
Estetika dan Periodeisasi terhadap gaya dan langgam Bangunan
Terwakili
Tidak dilestarikan
3
Kejamakan
Cukup dilestarikan
Dilestarikan
Tidak langka
4
Kelangkaan
INDIKATOR
Cukup langka
Langka
Bangunan yang mewakili masa gaya dan langgam tertentu paling singkat 50 tahun
CHECKLIST
1
V
1
2
V
V
2
3
Menggunakan salah satu gaya arsitektur Melayu, Dayak, Tionghoa dan Kolonial yang masih dalam jumlah cukup banyak
Menggunakan salah satu gaya arsitektur Melayu, Dayak, Tionghoa dan Kolonial dan tidak ditemukan atau digunakan terhadap bangunan lainnya di Kota Pontianak
3
1
Bangunan-bangunan, atau bagian dari kota yang dilestarikan karena mewakili kelas atau jenis khusus bangunan yang cukup berperan
Menggunakan salah satu gaya arsitektur Melayu, Dayak, Tionghoa dan Kolonial yang masih dalam jumlah cukup banyak, meskipun arsitekturnya tidak sama persis
2
3
Bangunan-bangunan, atau bagian dari kota yang tidak dilestarikan karena mewakili kelas atau jenis khusus bangunan yang cukup berperan Bangunan-bangunan, atau bagian dari kota yang dilestarikan tetapi tidak mewakili kelas atau jenis khusus bangunan yang cukup berperan
POINT
1
V
2
3
25
PARAMETER / KRITERIA No
5
PARAMETER / KRITERIA
Peranan bangunan terhadap nilai sejarah dengan peristiwa perubahan dan/atau perkembangan Kota Pontianak, nilai-nilai kepahlawanan, peristiwa kejuangan bangsa Indonesia, ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi simbol nilai kesejarahan pada tingkat nasional dan daerah untuk memperkuat jati diri bangsa
VARIABEL
Tidak Berperan
Cukup Berperan
Berperan
Tidak Mempengaruhi
Cukup Mempengaruhi 6
Memperkuat kawasan
Mempengaruhi
INDIKATOR
CHECKLIST
Tidak berperan terhadap nilai sejarah dengan peristiwa perubahan dan/atau perkembangan Kota Pontianak, nilai-nilai kepahlawanan, peristiwa kejuangan bangsa Indonesia, ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi simbol nilai kesejarahan pada tingkat nasional dan daerah untuk memperkuat jati diri bangsa
Berperan diantara nilai sejarah dengan peristiwa perubahan dan/atau perkembangan Kota Pontianak dan nilai-nilai dalam cakupan lokal atau kedaerahan, khususnya Kota Pontianak
1
V
Berperan terhadap nilai sejarah dengan peristiwa perubahan dan/atau perkembangan Kota Pontianak, nilai-nilai kepahlawanan, peristiwa kejuangan bangsa Indonesia, ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi simbol nilai kesejarahan pada tingkat nasional dan daerah untuk memperkuat jati diri bangsa
2
3
Bangunan-bangunan dan bagian kota yang tidak mempengaruhi lingkungan di sekitarnya
1
Bangunan-bangunan dan bagian kota yang karena potensi dan keberadaannya tetapi tidak mempengaruhi serta sangat bermakna untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan di sekitarnya
Bangunan-bangunan dan bagian kota yang karena potensi dan keberadaannya mempengaruhi serta sangat bermakna untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan di sekitarnya
POINT
2
V
3
26
PARAMETER / KRITERIA No
PARAMETER / KRITERIA
VARIABEL
Tidak asli
7
Keaslian
Cukup asli
Asli
Tidak bercorak 8
Cukup bercorak
Arsitektur
Bercorak Tidak kuat 9
Tengeran atau Landmark
Cukup kuat Kuat
INDIKATOR
CHECKLIST
Bentuk bangunan mengalami perubahan dan cenderung berbeda secara fisik dengan keaslian bangunan (perubahan pada kaki, badan dan kepala bangunan serta ornamen bangunan)
1
Bentuk bangunan sebagian mengalami perubahan dan cenderung tidak berbeda secara fisik dengan keaslian bangunan (perubahan pada kaki, badan dan kepala bangunan serta ornamen bangunan) Bentuk bangunan tidak mengalami perubahan dan cenderung sama secara fisik dengan keaslian bangunan (perubahan pada kaki, badan dan kepala bangunan serta ornamen bangunan) Tidak mewakili salah satu corak arsitektur Melayu, Dayak, Tionghoa dan Kolonial Perpaduan corak arsitektur (campuran) Mewakili salah satu corak arsitektur Melayu, Dayak, Tionghoa dan Kolonial Bukan sebagai landmark kawasan dan ciri tidak menonjol Ciri bangunan dominan dan diulang pada bangunan sekitarnya Sebagai landmark kawasan (bentuk yang menonjol, tinggi dan besar)
2
V
Bangunan Kuning Agung secara fisik dapat dibagi 2 zona, yaitu: zona depan dan zona belakang. Bagian zona depan dapat direkomendasikan sebagai cagar budaya berdasarkan penilaian umum karena sudah berdiri sejak tahun 1928. Zona ini meliputi area dari depan teras hingga altar. Sedangkan bagian belakang baru didirikan pada tahun 1980an, sehingga tidak termasuk dalam kategori cagar budaya. Struktural bangunan secara garis besar rata-rata berbahan dasar kayu terutama kolom, lantai, dinding, plafond dan furniturnya. Sedangkan finising material
3
1 V
2 3
V
1 2 3
TOTAL KESIMPULAN
POINT
20
dengan pengecatan terutama cat warna putih dan cat warna coklat. Kondisi Struktural bangunan masih menggunakan struktur awal pada awal pembangunannya, terlihat dari jenis kayu dan dimensi yang langka. Ornamen dengan langgam arsitektur Cina cukup kental terutama dengan penggunaan huruf-huruf mandarin pada fasade bangunan. Secara bentuk juga bangunan cenderung simetri dan sederhana. Skala dan proporsi bangunan normal sehingga tidak terlalu dominan terhadap sekitarnya. Hasil skor penilaian bangunan Yayasan Kuning Agung di Pontianak, 27
menggambarkan bahwa bangunan ini merupakan bangunan cagar budaya yang secara fisik tidak lengkap, serta minimal memenuhi kriteria umur, estetika/periodeisasi langgam, keaslian, kelangkaan, arsitektur dan nilai sejarah.
Undang-Undang No 5 Tahun 1992, tentang Cagar Budaya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya.
DAFTAR PUSTAKA Antariksa, dkk, 2009, Pelestarian Lingkungan dan Bangunan di Kawasan Pekojan Jakarta, Jurnal Tata Kota & Daerah. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota. Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. Vol. 1, No. 1, Juni, hlm 1-12. ISSN:2085434X Ching, F.D.K., 1996, Ilustrasi Desain Interior. Jakarta: Erlangga Danisworo, Mohammad, 1996, Konsep Untuk Mewujudkan Keselarasan Antara Pertumbuhan, Peremajaan dan Konservasi Dalam Pembangunan Kota. Bandung : Jurusan Arsitetur ITB. Hadiwinoto, S., 2002, Beberapa Aspek Pelestarian Warisan Budaya. Makalah disampaikan pada Seminar Pelestarian dan Pengembangan Masjid Agung Demak. Krier, R.J., 1988, Komposisi Arsitektur. Jakarta : Erlangga. Lewis, M., 1983, Conservation: A Regional Point of View. Canberra: Australian Government Publishing Service. Mills, E., 1994, Building Maintenance and Preservation: a Guide for Design and Management. Oxford, ButterworthHeinemann. Muhadjir, N, 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi IV, Penerbit Rake Sarasin, Yogyakarta Pemerintah Kota Surabaya, Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 Tahun 2005, Tentang Pelestarian Bangunan dan/atau Lingkungan Cagar Budaya. Pemerintah DKI Jakarta, Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 9 Tahun 1999, Tentang Pelestarian dan Pemanfaatan Lingkungan Cagar Budaya. Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1993 Tentang Benda Cagar Budaya Smith, L., 1996, Significance Concepts in Australian Management Archaeology. Issue in Management Archaeology, Tempus, Vol 5. Snyder, James. C dan Catanese, Anthony, J., 1984, Pengantar Arsitektur. Jakarta:Erlangga
28