Usai Melahirkan,
Ibu Penderita Kanker Payudara Menolak Dirawat di RS
Kontributor Banyuwangi, Ira RachmawatiTim kesehatan dari Dinas Kesehatan Banyuwangi saat menjenguk Sulastri, pasien penderita kanker payudara stadium empat
BANYUWANGI, KOMPAS.com - Sulastri (35), seorang ibu rumah tangga yang menderita kanker payudara stadium empat dan melahirkan seorang bayi laki-laki menolak dibawa ke rumah sakit oleh tim puskesmas Kertosari yang berkunjung pada Jumat (20/1/2017). "Saya nggak mau. Saya nggak kuat maunya di rumah saja," jelasnya dengan suara lemah. Padahal, tim kesehatan, termasuk suami dan ketua RT setempat berusaha merujuk. Slamet, ketua RT 04 RW 02 Pulau Santen kepada Kompas.com menjelaskan bisa memahami jika Sulastri menolak dibawa ke rumah sakit karena kondisinya sangat lemah, dan untuk membopong Sulastri butuh sekitar 10 orang laki-laki dewasa. "Selama ini kalau ke rumas sakit atau pas kemo ya dibantu sama tetanga-tetangganya sini. Ada becak motor punya tetangga yang biasanya dipinjem buat bawa ibu Sulastri ke jalan sana, terus dibawa mobil. Tapi ini kan sudah lemah sekali," jelas Slamet. Sementara itu, Wiji Lestariono, kepala Dinas Kesehatan Pemkab Banyuwangi yang mengunjungi Sulastri, Kamis (19/1/2017), mengatakan, ada kemungkinan kanker payudara yang diderita oleh Sulastri sudah menyebar ke paru-paru dan juga bagian tulang belakang.
1
"Kaki dan lengannya bengkak tapi pasien menolak dibawa ke rumah sakit. Jadi kami jadwalkan petugas kesehatan untuk ke sini setiap tiga kali sehari untuk memantau kesehatan pasien dan juga bayinya," jelas lelaki yang akrab di panggil Rio tersebut. Selain itu, petugas kesehatan juga terlihat mengganti perlak di bagian bawah tubuh Sulastri agar ibu yang memiliki tiga orang anak tersebut nyaman saat beristirahat. Selama dirawat di rumah, dokter Rio berharap pasien bersedia dibawa ke rumah sakit. "Dilihat saja nanti perkembangannya biar rembuk dulu keluarga. Tapi yang terpenting terpantau kesehatannya," pungkasnya. Penulis : Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati Editor : Farid Assifa Kisah Ibu Penderita Kanker Payudara dan Lumpuh Lahirkan Bayi Laki-laki Ira RachmawatiMuhammad Al Fatih Yandra, bayi yang lahir dari ibu penderita kanker paudara stadium empat yanh sedang menjalami kemotrapi
BANYUWANGI, KOMPAS.com - Sulastri (35), seorang ibu rumah tangga yang menderita kanker payudara stadium empat melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Muhammad Alfatih Yandra. Sebelumnya, perempuan yang akrab dipanggil Tri tersebut telah menjalani kemoterapi sebanyak lima kali dan tidak mengetahui bahwa dirinya dalam kondisi hamil. Bukan hanya itu, kondisi ibu tiga anak tersebut sudah lumpuh sejak empat bulan terakhir, termasuk saat melahirkan anaknya yang ketiga pada 12 Januari 2017 lalu. Kepada Kompas.com, Kamis (19/1/2017), Atmi (51), suami Sulastri bercerita bahwa istrinya divonis dokter menderita kanker payudara stadium empat pada awal tahun 2016 dan disarankan menjalani kemotrapi selama enam kali sebelum dioperasi.
2
"Saat itu, kondisinya sehat ya bisa jalan. Kemoterapi ke Jember sudah empat kali. Setelah itu pas di rumah tiba-tiba istri saya kejang dan kemudian lumpuh total tidak bisa apa-apa," tuturnya ketika ditemui di rumahnya di lingkungan Pulau Santen, Kelurahan Karangrejo, Kecamatan Banyuwangi. Tri sempat dirawat di rumah sakit lalu kemudian meminta pulang. Dia kemudian juga menginginkan tinggal di bagian dapur rumahnya karena lebih dingin dan nyaman ketika buang air besar dan buang air kecil. "Di kamar katanya enggak mau kalau pipis susah," katanya. Saat pulang dari rumah sakit setelah kontrol, Tri mengaku ada gerakan di dalam perut dan ternyata diketahui kondisinya hamil dan akan melahirkan.
Ira RachmawatiAtwi memilih tidak melaut untuk merawat istrinya yang terkena kangker payudara
Tri yang tinggal di Pantai Pulau Santen Banyuwangi kemudian dievakuasi dengan becak motor lalu dipindahkan ke mobil pickup dan dibawa ke rumah sakit. "Saat lahiran, semuanya kaget. Enggak ada yang nyangka. Istri saya memang bilang belum datang bulan tapi ya mikirnya efek dari kemoterapi. Lah rambutnya saja rontok jadi gundul. Saya bersyukur anak saya selamat," tuturnya. Sejak melahirkan, kondisi Tri semakin melemah dan sehari-hari memilih menelungkupkan badan di atas meja kecil yang sengaja dibuat suaminya untuk menyangga kepala.
3
Tri menolak untuk berbaring karena merasa kesakitan setiap bergerak. Dia juga dibantu pernafasan dengan oksigen yang diletakkan di samping tempat tidurnya yang berada di dapur. "Ini dipinjami pake tabung besar sama tetangga. Kemarin pake oksigen kecil 3 jam sudah habis ngisinya juga Rp 50.000. Kalau yang besar ngisinya Rp 80.000 tapi masih belum tahu cukup dipakai berapa jam," tutur Atwi. Sejak istrinya sakit, Atwi nyaris sama sekali tidak melaut. Sehari-hari dia merawat istrinya di rumah sederhana yang berada di pantai Pulau Santen Banyuwangi. "Kedua anak saya sekolah. Yang pertama SMP, yang kedua SD kelas lima. Kalau yang bayi dirawat tetangga," katanya. Pria kelahiran 1964 bercerita bahwa biaya perawatan istrinya selama ini gratis karena di cover dengan BPJS termasuk anaknya yang baru lahir. Pihak puskesmas terdekat juga beberapa kali memeriksa kondisinya istrinya. "Kalau seandainya bayar saya nggak tahu gimana ceritanya. Mau jual barang ya nggak punya barang berharga. Sekarang yang saya pikirkan kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan sekolah anak saya. Karena sudah lama saya nggak melaut untuk jaga istri," katanya sambil mengelus kepala istrinya yang terpejam dengan nafas tersengal. Dirawat tetangga Sementara itu, kondisi bayi pasangan Sulastri dan Atwi yang masih berumur seminggu kondisinya semakin membaik. Saat ini, bayi tersebut dirawat oleh tetangganya yang berjarak sekitar 300 meter dari rumah Tri yang juga berprofesi sebagai nelayan. "Kasihan di sana enggak ada yang jaga. Kakaknya sekolah, bapaknya ngerawat ibunya. Biar di sini saja sama saya," kata Wagimah (42), Kamis (19/1/2016). Menurut dia, saat lahir, bayi tersebut hanya berbobot 1,8 kilogram. "Saya nemenin pas lahiran. Ari-arinya kecil dan gosong gitu. Kering. Enggak nyangka lahir selamat soalnya pas hamil kan di-kemo," tuturnya. Wagimah mengaku akan terus merawat Alfatih, karena kebetulan dia tidak memiliki anak laki-laki.
4
"Kasihan saya sama keluarganya Pak Atwi. Rumahnya dibetulin masuk program bedah rumah. Pak Atwi dan Dek Tri itu pekerja keras buat hidup. Kok ya penyakitnya berat. Kami tetangga cuma bisa bantu merawat anaknya. Saya enggak merasa dibebani," pungkasnya. Penulis : Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati Editor : Caroline Damanik
5