Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
IbM KELOMPOK PKK DESA PEMATANG PULAI DAN KEL. SENGETI TENTANG HUKUM GENDER MENGANTISIPASI KDRT Andi Najemi, Pahlefi Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Jambi ABSTRAK Pemberdayaan perempuan yang selama ini digencarkan dengan gegap gempita oleh pemerintah Indonesia memiliki visi yaitu mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena masih banyaknya perempuan terutama dipedesaan yang tidak memahami hokum gender serta banyak perempuan yang menjadi korban KDRT, maka tujuan pengabdian ini adalah: Meningkatkan kesadaran dan kualitas hidup perempuan miskin pedesaan di bidang hukum, ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Memajukan tingkat keterlibatan perempuan miskin pedesaan dalam proses politik masyarakat (areal terkecil BPD Badan Pertimbangan Desa; Mengantisipasi terjadinya KDRT terutama menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan miskin pedesaan; Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak. Meningkatkan pelaksanaan dan memperkuat kelembagaan pengarusutamaan gender melalui PKK desa; Meningkatkan partisipasi masyarakat perempuan miskin pedesaan dalam pembangunan dengan membuka peluang kerjasama dengan perusahaan perkebunan dan perusahaan home industri (tas dan kripik pisang) di Propinsi Jambi; Meningkatkan kesadaran dan kualitas hidup perempuan miskin pedesaan di bidang hukum, ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Memajukan tingkat keterlibatan perempuan miskin pedesaan dalam proses politik masyarakat (areal terkecil BPD Badan Pertimbangan Desa; Mengantisipasi terjadinya KDRT terutama menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan miskin pedesaan. Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak; Meningkatkan pelaksanaan dan memperkuat kelembagaan pengarusutamaan gender melalui PKK desa. Meningkatkan partisipasi masyarakat perempuan miskin pedesaan dalam pembangunan dengan membuka peluang kerjasama dengan perusahaan perkebunan dan perusahaan home industri (tas dan kripik pisang) di Propinsi Jambi. Pengabdian dilakukan dengan metode pelatihan bagi perempuan pedesaan yang termasuk kelompok PKK dengan tehnik cerama, diskusi tentang materi hukum gender, KDRT dan manajemen konflik yang bertujuan pemberdayaan perempuan pedesaan, konsultasi hukum, dan bantuan hukum yang dilakukan oleh tim yang hasilnya akan dievaluasi baik melalui monitoring, FGD, pengamatan. Evaluasi Hasil pengabdian menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat terhadap materi yang diberikan menunjukkan peningkatan mencapai 75 %. Dan telah dibentuk kelompok PKDRT di desa tersebut, yang bertujuan meminimalkan kasus KDRT dan meningkatkan pemberdayaan perempuan. Kata Kunci: Hukum Gender; KDRT; Pemberdayaan perempuan. PENDAHULUAN A. ANALISIS SITUASI Pemberdayaan perempuan yang selama ini digencarkan dengan gegap gempita oleh pemerintah Indonesia memiliki visi yaitu mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai visi tersebut, misi yang
diemban dalam rangka Pemberdayaan Perempuan adalah : a. Meningkatkan kualitas hidup perempuan b. Memajukan tingkat keterlibatan perempuan dalam proses politik dan jabatan politik c. Menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan d. Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak
IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 41
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
e. Meningkatkan pelaksanaan dan memperkuat kelembagaan pengarusutamaan gender f. Meningkatkan partisipasi masyarakat. Tujuan pembangunan pemberdayaan perempuan adalah untuk meningkatkan status, posisi dan kondisi perempuan agar dapat mencapai kemajuan yang setara dengan laki-laki, dan sekaligus membangun anak Indonesia yang sehat, cerdas, ceria dan bertakwa serta terlindungi sebagaimana diamanatkan dalam konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita yang sudah diratiikasi oleh Indonesia dengan UU No 7 Tahun 1984 Tentang pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita. Pasal 14 UU No. 7 tahun 1984 menyatakan bahwa negara wajib memperhatikan masalah-masalah khusus yang dihadapi oleh wanita di daerah pedesaan dan peranan yang dimainkan wanita pedesaan dan wajib melakukan langkah-langkah yang tepat untuk menjamin pelaksanaan ketentuan-ketentuan konvensi ini bagi wanita di daerah pedesaan. Untuk mencapai tujuan tersebut salah satu upayanya adalah meningkatkan kualitas hidup perempuan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, partisipasi politik perempuan, serta menciptakan kondisi sosial budaya dan lingkungan yang kondusif. Fakta sensus menunjukkan 10.960.000 penduduk miskin, kira-kira 50% dialami perempuan dan 55,50% mereka tinggal di daerah pedesaan. Data tersebut memperlihatkan pula bahwa 18,40% dari seluruh penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan dan rata-rata penghasilan perkapita kurang lebih Rp 6.000.000.-/ tahun dengan pengeluaran Rp 200.000/bulan berjumlah lebih dari 40% jumlah penduduk (Luhulima; 2007,hal 276). Demikian juga bila dilihat dari angka kemiskinan di Indonesia berdasarkan data BPS tahun 2003 memperkirakan 37,4 jiwa penduduk miskin, dimana 70% dialami perempuan. Dari angka di atas terbukti bahwa kemiskinan banyak dialami oleh
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
perempuan terutama di daerah pedesaan. Kemiskinan bagi perempuan diartikan sebagai ketidak cukupan materi/pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar, serta rendahnya kesempatan kerja dan berusaha bagi perempuan, lemahnya kapasitas sumber daya manusia perempuan, situasi rentan yang membuat perempuan mudah jatuh miskin, lemahnya dukungan kelembagaan bagi perempuan atau lemahnya akses untuk mengartikulasikan suara dan kepentigan perempuan dalam proses-proses politik (Muhazir Darwin; 2005, hal 2). Menurut Indeks pembangunan manusia yang diukur dari angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran perkapita riil, secara keseluruhan pada tahun 2006 sebesar 0,572 dan angka ini menduduki rangking ke 108 dari 177 negara. Dari hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2005-BPS menunjukkan bahwa penduduk perempuan umur 10 tahun ke atas di Indonesia yang mampu membaca dan menulis sekitar 77,7 juta jiwa atau 49% sedangkan penduduk laki-laki lebih tinggi yaitu sekitar 82,1 juta jiwa (atau 51 persen). Adapun penduduk perempuan umur 10 tahun ke atas di Indonesia yang buta aksara sekita 8,6 juta jiwa atau 67% dan penduduk laki-laki sekitar 4,3% . Rasio Angka Partisipasi Murni (APM) perempuan rata-rata pertahun dalam kurun waktu 2003-2006 sebesar 99,4%. Kondisi ini menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan rata-rata dalam kurun waktu 1992-2000 sebesar 100,6%. Hal serupa juga terjadi pada SMP/Mts yang juga menurun dari 104,2% menjadi 100%. Situasi ini diperkirakan terjadi karena meningkatnya jumlah siswa perempuan yang meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Meskipun demikian, pada jenjang pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/Mts) rasio APM bertahan pada sekitar angka 100 persen. Hal ini berarti tidak ada kesenjangan gender dalam pencapaian rasio APM pada tingkat pendidikan dasar.
IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 42
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
Di bidang kesehatan, hasil surve demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, menunjukkan bahwa angka kematian ibu melahirkan (AKI) tahun 2003 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup, 70% diakibatkan oleh pesalinan (pendarahan, infeksi, kurang gizi, dan kurang darah, status perempuan yang rendah, tingkat pendidikan serta status sosio ekonomi yang juga rendah).dan ini merupakan angka yang relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN yang lain. Indonesia dikenal sebagai negara dengan angka kematian ibu tertinggi di Asia Tenggara. Predikat ini sangat mengkhawatirkan karena Indonesia sebenarnya telah menandatangani kesepakatan Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan di Kairo tahun 1994 dan Konferensi Perempuan Sedunia IV di Beijing tahun 1995. D kedua pertemuan dunia tersebut setiap negara peserta menekakan pentingnya mengedepankan hak kesehatan dan hak reproduksi perempuan. “Menurunkan angka kematian ibu” adalah salah satu masalah kesehatan reproduksi perempuan yang menjadi sorotan penting dan karenanya menjadi prioritas utama bagi dikeluarkanya sebuah kebijakan. Definisi WHO (World Health Organization) mengatakan bahwa kesehatan reproduksi tidak hanya berkaitan dengan kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental dan sosial. Deklarasi Alma Ata yang dikeluarkan oleh WHO dan UNICEF pada tahun 198 memiliki syarat; sehingga setiap orang mampu hidup produktif, baik secara ekonomis maupun sosial’. Definisi ini berhubungan dengan peningkatan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat Indonesia , terutama bagi perempuan yang melahirkan generasi baru di masa akan datang. Perempuan pedesaan lebih banyak bekerja berat baik secara fisik maupun fsikis yang biasanya mengalami anemia , gizi buruk bahkan ancaman malaria. Mary-Beth Powers seorang ahli kesehatan reproduksi Save the Children menjelaskan “kondisi kesehatan mereka (perempuan miskin
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
pedesaan) yang rendah dikarenakan para ibu tersebut belum siap menikah baik secara fisik maupun mental yang dapat berakibat fatal pada diri mereka sendiri, baik ibu maupun bayi keduanya berada dalam kondisi penuh risiko yang diakibatkan komplikasi selama masa kehamilan dan pesalinan. Di sisi lain Indeks pembangunan gender yang digunakan sebagai indikator untuk mengukur kemajuan pembangunan tentang gender yang meliputi angka harapan hidup,angka melek huruf,lama rata-rata bersekolah dan persentase angkatan kerja, pada tahun 2006 masih menunjukkan angka 70,8%. Angka ini menduduki urutan ke 81 dari 177 negara, yang berarti bahwa pembangunan sumber daya manusia secara keseluruhan belum sepenuhnya diikuti dengan keberhasilan pembangunan gender (masih terdapat kesenjangan gender) Kondisi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain masih kentalnya nilainilai dan budaya patriarki di masyarakat yang lebih mengutamakan peran lakilaki;perkawinan dan kehamilan dini yang dapat mengurangi kesempatan perempuan untuk berpartisipasi aktif di dalam proses pembangunan; masih adanya hukum dan peraturan yang Diskriminatif gender;serta kebijakan dan program yang bias gender. Mengingat di Kab. Muaro Jambi jumlah perempuan miskin pedesaan sangat besar dan perempuan pedesaan memiliki akses yang sangat rendah terhadap pendidikan, kesehatan, ekonomi, partisipasi politik kaum perempuan serta untuk menciptakan kondisi sosial budaya dan lingkungan yang kondusif,serta persoalan KDRT, maka perlu mengadakan kegiatan pendidikan dan pelatihan dalam rangka meningkatkan pemahaman perempuan miskin pedesaan tentang hukum dan gender. A. PERMASALAHAN MITRA Pengarusutamaan Gender (PUG) atau gender mainstreming adalah gagasan tentang kesempatan yang setara antara perempuan dan laki-laki dalam seluruh aktivitas dan kebijakan yang dikeluarkan untuk masyarakat. Pengarus utamaan gender tidak hanya meliputi upaya
IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 43
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
mensosialisasikan kesetaraan kepada sebuah tindakan khusus untuk membantu perempuan tetapi juga mengarahkan secara umum kebijakan-kebijakan secara khusus apa saja yang dapat menciptakan penghargaan terhadap laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain bagaimana memperaktekkan kebijakan kesetaraan tersebut secara sistematis. Oleh karena itu diperlukan gerakan pemberdayaan dan kesejahteraan keluarga selanjutnya disingkat PKK yaitu gerakan nasional dalam pembangunan masyarakat yang tumbuh dari bawah yang pengelolaannya dari, oleh dan untuk masyarakat menuju terwujudnya keluarga yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan berbudi luhur, sehat sejahtera, maju dan mandiri, kesetaraan dan keadilan gender serta kesadaran hukum dan lingkungan. Gerakaan PKK Kab. Muaro Jambi salah satu kegiatan PKKnya adalah mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender serta kesadaran hukum bagi anggotanya, selama ini kegiatan yang dilakukan oleh PKK Kab. Muaro Jambi dalam bentuk ceremonial sehingga penerimaan perempuan tentang hukum dan gender tidak sempurna. Oleh karena itu yang menjadi masalah: a. bagaimanakah meningkatkan pemahaman perempuan kelompok PKK Desa pematang Pulai dan Kel. Sengeti terhadap hukum gender? b. Bagaimanakah pengetahuan perempuan kelompok PKK tentang KDRT? c. Bagaimanakah pemahaman perempuan kelompok PKK tentang penanganan masalah KDRT? C. SOLUSI YANG DITAWARKAN Mengingat kondisi tersebut di atas serta letak Kampus Universitas Jambi di Kab. Muaro Jambi, maka perlu kegiatan pengabdian. Khalayak sasaran dari kegiatan ini adalah sekelompok masyarakat perempuan miskin dipedesaan. Mengingat jumlah dan sebaran populasi, maka sampel sasaran ditetapkan secara purposive sampling dengan jumlah 50 orang perempuan, Sedangkan beberapa
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
khalayak sasaran yang strategis dilibatkan seperti tokoh masyarakat, PKK (desa, kec, dan Kab.), BKKBN, dinas pendidikan dan kesehatan, dinas perindusrian dan perdagangan. Kegiatan ini tidak akan terlaksana tanpa dukungan dari mitra. Partisipasi mitra sangat diharapkan untuk membantu pelaksanaan pengabdian, memonitoring kelanjutan pengabdian ini dalam bentuk pendampingan. Kegiatan ini diadakan di Kab. Muaro Jambi. Dari keseluruhan desa (145 desa) dipilih 50 orang perempuan dari 2 (dua) desa yaitu Desa Pematang Pulai, dan Kel. Sengeti yang tergabung dalam kelompok PKK dengan alasan desa-desa ini jumlah perempuannya lebih banyak dibandingkan desa lain dan desa ini jauh dari pusat kota Kabupaten Muaro Jambi. TARGET DAN LUARAN Tujuan kegiatan Iptek bagi masyarakat ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi perempuan miskin pedesaan tentang hukum dan gender yaitu : hak-hak perempuan dalam hukum dan pemerintahan, hak dan kesehatan reproduksi, hak dilapangan pekerjaan, hak dalam politik, hak di bidang pendidikan, hak dibidang ekonomi yang nantinya dapat : 1. Meningkatkan kesadaran dan kualitas hidup perempuan miskin pedesaan di bidang hukum, ekonomi, pendidikan dan kesehatan. 2. Memajukan tingkat keterlibatan perempuan miskin pedesaan dalam proses politik masyarakat (areal terkecil BPD Badan Pertimbangan Desa 3. Mengantisipasi terjadinya KDRT terutama menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan miskin pedesaan. 4. Meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak. 5. Meningkatkan pelaksanaan dan memperkuat kelembagaan pengarusutamaan gender melalui PKK desa. 6. Meningkatkan partisipasi masyarakat perempuan miskin pedesaan dalam pembangunan dengan membuka
IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 44
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
peluang kerjasama dengan perusahaan perkebunan dan perusahaan home industri (tas dan kripik pisang) di Propinsi Jambi. Manfaat yang diharapkan dari kegiatan pelatihan bagi masyarakat ini adalah : Bagi perempuan miskin pedesaan diperoleh keterbukaan dan pamahaman tentang hukum dan gender, yang nantinya dapat diimplemetasikan dalam kehidupan sehari-hari. Memberikan masukan bagi pemerintah daerah Kab. Muaro Jambi dalam mewujudnya keadilan dan kesetaraan gender bagi perempuan miskin pedesaan sehingga memudahkan pemerintah daerah dan instansi terkait mengatur tindakan yang harus dilakukan dalam menanggulangi perempuan miskin pedesaan.
MATERI PELATIHAN 1. Pengenalan konsep dasar a. pengertian hukum dan gender b. Pengertian gender dan jenis kelamin c. Kenapa isu gender perlu diperhatikan di dalam pengembangan program. 2. Hak-hak dan Kewajiban perempuan dalam hukum ( hukum ekonomi, hokum bisnis, hukum kesehatan, hukum politik) pola pengambilan keputusan dalam keluarga, hukum kontrak. 3. Penjajagan kebutuhan yang memperhatikan perbedaan kebutuhan perempuan dan laki-laki 4. Perencanaan kegiatan yang memperhatikan upaya-upaya penguatan perempuan 5. Tentang KDRT, pengertian KDRT, Bentuk-bentuk KDRT, penanganan KDRT 6. FGD
7. Simulasi
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
Bagi aspek ilmu pengetahuan secara teoritik dan akademik berguna bagi kepentingan pendidikan dan pengajaran serta sebagai promosi kesetaraan gender, di samping itu hasil pengabdian ini sangat bermanfaat dalam pembaharuan hukum yang berkeadilan gender, serta untuk memperkaya bahan ajar, khususnya dalam mata kuliah hukum dan gender, dan hukum keluarga serta dapat dijadikan rujukan dalam mempekaya khasanah pengkajian gender. METODE PELAKSANAAN IbM dilaksanakan secara bertahap yaitu: A. Pendidikan, pelatihan dan magang, kepada perempuan sebanyak 50 orang di balai kantor Camat dengan materi Pendidikan :
TUJUAN INSTRUSIONAL Masyarakat memahami hukum dan gender Indonesia
Penyadaran perempuan tentang hak-hak dan kewajiban dalam hokum
Perempuan dan laki-laki dapat mengetahui dan memahami bagaimana kebutuhan praktis gender dan kebutuhan strategis gender
Memahami Tentang KDRT, pengertian KDRT, Bentuk-bentuk KDRT, penanganan KDRT Mengetahui permasalahan yang dialami perempuan selama ini, kelemahan dan kekuatan. Perempuan mengetahui kegiatan yang menyertakan perempuan sebagai peserta
IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 45
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
8. Penyebaran Kuesioner 9. Hasil
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
aktif program dan pemanfaat langsung, tim menyiapkan beberapa Kadarkum, Kesehatan, Pendidikan, kewirausahaan dan pola pengambilan keputusan. Mengetahui tingkat penyerapan peserta 1. Modul pembelajaran yang partisipatif 2. Perempuan Kader Sadar Hukum
. B. Evaluasi partisipasi perempuan yang dilihat dari indicator : 1. Adanya Perubahan pengetahuan terlihat dari kemampuan masyarakat mengulas materi pelatihan yang telah disampaikan. 2. Partisipasi perempuan dalam program pedesaan dan penguatan kemampuan analisis masyarakat yang memberi kesempatan kepada perempuan untuk ikut serta mengembangkan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan kebutuhan gender. 3. Terbentuknya peraturan desa atas inisiatif perempuan peserta pelatihan, yang difasilitasi oleh PKK dan TIM, dimana peraturan ini akan dimonitor oleh TIM. 4. Adanya perempuan sebagai kader Hukum. C. Pelaporan dilaksanakan oleh pelaksana pengabdian dengan memperhatikan hasil monitoring dan evaluasi. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pemahaman kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti terhadap hukum gender. Pengetahuan dan pemahaman atas pembedaan konsep seks dan gender sangat diperlukan dalam melakukan analisis terhadap persoalan-persoalan ketidakadilan social bagi perempuan. Hal ini kami dilakukan di Kel. Sengeti Kab. Muaro Jambi terhadap ibu-ibu dalam bentuk pelatihan dan penyuluhan guna meningkatkan pemahaman tentang Gender guna mengantisipasi terjadinya KDRT. Hal ini disebabkan oleh adanya kaitan yang erat antara perbedaan gender dan ketidakadilan gender dengan struktur ketidakadilan
dalam masyarakat secara lebih luas. Oleh karena itu pengetahuan dan pemahaman atas konsep gender sangat diperlukan mengingat dari konsep ini akan lahir analisis gender. Mengapa pengungkapan masalah kaum perempuan dengan analisis gender sering menghadapi perlawanan, baik dari kalangan kaum laki-laki maupun perempuan sendiri. Tidak hanya itu, analisis gender justru sering ditolak oleh mereka yang melakukan kritik terhadap system social yang dominan seperti kapitalisme. Hal ini disampaikan juga oleh ibu-ibu peserta pelatihan, menurut mereka berbicara masalah gender adalah hal yang sangat tabu dalam keluarga maupun masyarakat. Menurut tim pengabdian, sebenarnya mempertanyakan status perempuan pada dasarnya adalah mempersoalkan system dan struktur yang telah mapan. Bahkan mempertanyakan posisi kaum perempuan berarti menggoncang struktus dan system status quo ketidakadilan tertua dalam masyarakat. Di samping itu terjadi kesalahpahaman tentang mengapa persoalan perempuan selalu harus dipertanyakan. Persoalan lainnya adalah mempertanyakan gender berarti akan membahas hubungan kekuasaan yang sifatnya sangat pribadi, yakni menyangkut dan melibatkan individu kita masing-masing serta menggugat privilege yang kita miliki dan sedang kita nikmati selama ini. Persoalan lain, kata gender merupakan kata dan konsep asing sehingga usaha menguraikan konsep gender dalam konteks Indonesia sangatlah rumit untuk dilakukan. Kata gender dipinjam dari bahasa Inggris, atau tidak ada padanan dalam bahasa Indonesia. Kamus tidak secara
IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 46
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
jelas membedakan pengertian kata seks dan gender. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan antara kata gender dengan kata seks (jenis kelamin). Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik melekat pada masingmasing jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Perbedaan jenis kelamin merupakan kodrat atau ketentuan Tuhan, sehingga sifatnya permanen dan universal. Sementara perbedaan lainnya yang dijumpai pada laki-laki dan perempuan tidak dapat dikatakan kodrat, sehingga pada hakekatnya dapat dikatakan bahwa laki-laki dan perempuan memang beda tetapi tidak boleh dibeda-bedakan. Apa bedanya dengan konsep gender yang digunakan oleh sejumlah ilmuan sosial? Menurut definisi (Giddens, 1989:158), konsep gender menyangkut "the psychological, social and cultural differences between males and females"--perbedaan psikologis, sosial dan budaya antara laki-laki dan perempuan. Macionis (1996:240) mendefinisikan gender sebagai "the significance a society attaches to biological categories of female and male"--arti penting yang diberikan masyarakat pada kategori biologis lakilaki dan perempuan. Sedangkan Lasswell dan Lasswell (1987:51) mendefinisikan gender sebagai "the knowledge and awareness, whether conscious or unconscious, that one belongs to one sex and not to the other"--pada pengetahuan dan kesadaran, baik secara sadar ataupun tidak, bahwa diri seseorang tergolong dalam suatu jenis kelamin tertentu dan bukan dalam jenis kelamin lain. Kalau Giddens menekankan pada
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
perbedaan psikologis, sosial dan budaya antara laki-laki dan perempuan, maka ahli lain menekankan pada perbedaan yang dikonstruksikan secara sosial (Moore dan Sinclair, 1995), perbedaan budaya, perilaku, kegiatan, sikap (Macionis, 1996), perbedaan perilaku (Horton dan Hunt, 1984:152), atau pada perbedaan pengetahuan dan kesadaran seseorang (Lasswell dan Lasswell). Dari berbagai perumusan tersebut kita dapat melihat bahwa konsep gender tidak mengacu pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki, melainkan pada perbedaan psikologis, sosial dan budaya yang dikaitkan masyarakat antara laki-laki dan perempuan. Contoh mengenai perbedaan gender ini dapat kita lihat, antara lain, pada. suku Chambuli yang dipelajari Margaret Mead. Mead menemukan bahwa perbedaan psikologis antara laki-laki Dan perempuan pada suku Chambuli berlawanan dengan apa. yang Uiasanya dijumpai pads masyarakat Barat. Kaum laki-laki Chambuli bersifat pemalu bila berhadapan dengan orang laki1 laki-laki lebih tua dalam keluarganya, seperti orang tua atau kakaknya. Perasaan mereka sangat peka bilamana perasaan mereka tersinggung mereka akan cenderung mengundurkan diri dari klainnya dan pindah ke tempat tinggal kerabat dari Man lain. Ciri lain kaum laki-laki Chambuli ialah bahwa mereka pada umumnya merupakan seniman yang menguasai berbagai cabang seperti seni tari, seni rupa, seni rias, seni musik, dan seni pertunjukan dan menganggap kesenian sebagai bagian terpenting dalam hidupnya. Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Gender adalah: pembagian peran, kedudukan dan tugas antara laki-laki dan perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat perempuan dan laki-laki yang diangap pantas menurut norma-norma, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan masyarakat. IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 47
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
2. Beda jenis kelamin dengan gender adalah: JENIS KELAMIN Perbedaan bentuk, sifat dan fungsi biologi Sebagai kodrat Tidak berubah/berbeda oleh waktu dan tempat
3. Gender bukan kondrat, karena Kodrat adalah segala sesuatu yang ditetapkan oleh sang pencipta, bersifat tetap, sehingga manusia tidak dapat menolak atau merubahnya. Sedangkan Gender adalah pembagian peran antara lakilaki dan perempuan yang dibentuk oleh masyarakat, berbeda antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya, dan berubah sesuai perkembangan zaman. 4. Pembagian peran dan kedudukan adalah keharusan yang tidak dapat dihinari dalam kehidupan bersama. Gender bukan merupakan masalah apabila pembagian peran yang dilakukan secara adil, tanpa mengabaikan hak-hak laki-laki maupun perempuan yang menguntungkan kedua belah pihak. Tapi Gender dapat menjadi masalah apabila pembagian peran yang dilakukan secara tidak adil, mengabaikan hak-hak laki-laki maupun perempuan, diskriminatif, merugikan salah satu pihak menjadikan jender sebagai masalah. Komitmen Pemerintah dalam mencapai kesetaraan dan keadilan gender sudah lama tersurat dalam konstitusi UUD 1945 yang menjamin dan melindungi hak asasi manusia tanpa adanya pembedaan baik ras, agama, jenis kelamin maupun gender. Bahkan sejak tahun 1978, upaya untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender telah dicantumkan dalam GBHN. Di tahun yang sama pula Presiden membentuk Kementrian Muda Urusan Peranan Wanita (MENMUD UPW) yang
JENDER Pembagian peran, kedudukan dan tugas antara laki-laki dan Perempuan. Dibentuk oleh masyarakat berbeda dan berubah sesuai dengan tempat dan waktu merupakan cikal bakal dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Pada tahun 1984, Pemerintah Indonesia meratifikasi “konvensi perempuan” yakni Convention on the Elemination of All Forms of Discrimination Againts Women (CEDAW) menjadi undangundang No. 7 th 1984. Di masa reformasi setelah GBHN ditiadakan, untuk tetap melanjutkan perjuangan mencapai kesetaraan dan keadilan gender Pemerintah kemudian mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam Pembangunan Nasional dan surat Keputusan Kemendagri No. 132 tahun 2003 tentang tentang pedoman umum pelaksanaan pengarustumaan gender dalam pembangunan di daerah sebagai tindak lanjut dari Inpres. Selama era reformasi, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) juga telah menghasilkan beberapa peraturan perundangundangan yang dapat dikatakan telah responsif gender antara lain: 1. Delapan ratifikasi internasional mengenai hak asasi manusia yang berhubungan dengan perempuan dan anak ( CRC, ICCPR, ICESCR, CAT, ICRDP, ICPMW) 2. Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 3. UU PAKET PEMILU (tentang Partai Politik; PEMILU; MD3) memasukkan affirmative action kuota perempuan 30% 4. Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 48
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
5.
Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 6. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 7. Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga 8. Undang-Undang No. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia 9. Undang-Undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdangan Orang 10. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan Namun demikian, perangkat peraturan perundang-undangan tersebut masih dirasakan tidak cukup karena belum ada satu payung hukum yang mampu menjadi sandaran utuh bagi pencapaian kesetaraan dan keadilan gender. RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender merupakan rancangan peraturan perundang-undangan yang strategis yang akan dijadikan payung kebijakan dalam rangka menciptakan situasi kondusif bagi pencegahan diskriminasi gender maupun kesenjangan gender. RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) adalah salah satu RUU yang saat ini sedang dibahas oleh anggota DPR RI. Berdasarkan catatan dari CEDAW Working Group Indonesia (CWGI) ada 3 alasan mengapa Indonesia membutuhkan Undang-Undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG). Ketiga alasan berdasarkan analisa dari CWGI dibagi menjadi alasan Filosofis, alasan Yuridis dan alasan Sosiologis. Keadilan gender merefleksikan budaya patriarki yang menempatkan kedudukan tertinggi pada laki--lakim, yang masih kuat di masyarakat, dan dilanggengkan melalui nilai-nilai, praktik budaya, system sosial, dan bentuk lainnya seperti penafsiran agama yang bias gender, terinternalisasi dalam pikiran dan praktik hidup anggota masyarakat. Disinilah negara sebagai actor utama
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
yang memegang kewajiban dan tanggung jawab (duty holders) pemenuhan hak asasi perempuan, penting untuk merumuskan hukum dan kebijakan yang memastikan pelaksanaan pemenuhan hak asasi perempuan. B. Pengetahuan perempuan kelompok PKK tentang KDRT serta upaya pencegahan. Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender. Faktanya perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan baik bagi laki-laki dan terutama terhadap perempuan. Ketidakadilan gender merupakan system dan struktur dimana baik laki-laki dan perempuan menjadi korban dari system tersebut. Kekerasan terhadap perempuan terjadi dalam seluruh aspek hubungan antara manusia yaitu dalam hubungan keluarga dan dengan orang-orang terdekat lainnya, dalam hubungan kerja, maupun dalam menjalankan hubunganhubungan social kemasyarakatan secara umum. Berbagai bentuk terhadap kekerasan terhadap perempuan terjadi baik masyarakat dalam situasi damai, maupun dalam situasi peranng atau konflik bersenjata. KDRT adalah persoalan rumit untuk dipecahkan. Hal ini tim sampaikan juga bagi ibu-ibu peserta pelatihan karena ada banyak alasan yakni pelaku KDRT benar-benar tidak menyadari bahwa apa yang telah ia lakukan adalah merupakan tindakan KDRT, atau pelaku menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan tindakan KDRT, tetapi ia mengabaikannya karena berlindung dibalik norma-norma tertentu yang telah mapan dalam masyarakat. Oleh sebab itu mereka menganggap perbuatan KDRT sebagai hal yang wajar dan pribadi Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan
IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 49
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga. Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga. Keluarga disebut disharmonis apabila terjadi sebaliknya. Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hampir semua keluarga pernah mengalaminya. Yang mejadi berbeda adalah bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut. Setiap keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan masalahnya masingmasing. Apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap anggota keluarga akan mendapatkan pelajaran yang berharga yaitu menyadari dan mengerti perasaan, kepribadian dan pengendalian emosi tiap anggota keluarga sehingga terwujudlah kebahagiaan dalam keluarga. Penyelesaian konflik secara sehat terjadi bila masing-masing anggota keluarga tidak mengedepankan kepentingan pribadi, mencari akar permasalahan dan membuat solusi yang sama-sama menguntungkan anggota keluarga melalui komunikasi yang baik dan lancar. Disisi lain, apabila konflik
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam keluarga. Peserta pelatihan menyampaikan bahwa pengamatan mereka selama ini penyelesaian masalah keluarga dilakukan dengan marah yang berlebihlebihan, hentakan-hentakan fisik sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan makian maupun ekspresi wajah menyeramkan. Terkadang muncul perilaku seperti menyerang, memaksa, mengancam atau melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat dikatakan pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) mengartikan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhada seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam : a. Kekerasan fisik
IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 50
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya. b. Kekerasan psikologis / emosional Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentarkomentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak. c. Kekerasan seksual Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri. d. Kekerasan ekonomi Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Contoh dari kekerasan jenis ini adalah tidak memberi nafkah istri, bahkan menghabiskan uang istri Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital violence) sebagai berikut: a. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita. b. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan. c. Beban pengasuhan anak Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga. d. Wanita sebagai anak-anak Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Lakilaki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib. e. Orientasi peradilan pidana pada lakilaki Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga. Faktor-faktor pendorong penyebab terjadinya kekerasan (fisik) dalam rumah tangga adalah sebagai berikut: Masalah Keuangan, Cemburu, Masalah
IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 51
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
Anak, . Masalah Orang Tua, Masalah Saudara, Masalah Sopan Santun, Masalah Masa Lalu, Masalah Salah Paham, Masalah Tidak Memasak, Suami Mau Menang Sendiri Karakteristik Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga Adapun karakteristik pelaku kekerasan dalam rumah tangga, yaitu sebagai berikut:. Memiliki sifat berkuasa, Percaya pada semua mitos tentang kewajaran lakilaki mendominasi istrinya, Tradisionalis, percaya pada superiorotas laki-laki, stereotipe sifat maskulin. Menyalahkan orang lain sebagai pemicu kemarahannya., Memiliki kecemburuan yang berlebihan sehingga mudah curiga. Menjadikan stres sebagai alasan untuk bertindak kasar terhadap istrinya., Menjadikan seks sebagai bentuk agresi yang seringkali digunakan untuk mengatasi ketidakberdayaannya, Menderita kekerasan di masa kecilnya, Tidak percaya bahwa perilakunya mengandung akibat yang negatif. Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kekerasan dalam rumah tangga menimbulkan dampak yang merugikan. Adapun dampak dari kekerasan yang terjadi diantaranya adalah:1. Mengalami sakit fisik dan tekanan mental, Menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, Mengalami rasa tidak berdaya dan fisik yang lemah, Mengalami ketergantungan kepada suami yang telah menyiksa dirinya. Mengalami strees, trauma dan depresi yang kuat, Peluang terjadinya perilaku yang kejam pada anakanak akan lebih tinggi, Terhadap anak, anak dapat mengalami depresi dan anak berpotensi untuk melakukan kekerasan pada pasangannya apabila telah menikah karena anak mengimitasi perilaku dan cara memperlakukan orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang tuanya.
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
Korban Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Korban adalah mereka yang menderita jasmani dan rohani sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. Pengertian korban menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 dalam Pasal 1 ke 4 yang berbunyi: “korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. Penderitaan korban tidak hanya penderitaan fisik saja, melainkan psikis, ekonomi sosial, serta penderitaan yang diakibatkan penyalahgunaan kekuasaan. Korban tindak kekerasan rumah tangga adalah perorangan seperti istri, suami, anak dan anggota yang ada dalam lingkup rumah tangga. Harus diakui kehadiran UU PKDRT membuka jalan bagi terungkapnya kasus KDRT dan upayahak-hak korban. Dimana, awalnya KDRT dianggap sebagai wilayah privat dan tidak seorang pun di luar lingkungan rumah tangga dapat memasukinya. Walaupun UU ini dimaksudkan memberikan efek jera bagi pelaku KDRT, namun dalam ancaman hukuman tidak mencantumkan hukuman minimal dan hanya hukuman maksimal, sehingga berupa ancaman alternative kurungan atau denda dirasa terlalu ringan bila dibandingkan dengan dampak yang diterima korban. Hal ini lebih menguntungkan bila menggunakan ketentuan hukum sebagaimana yang diatur dalam KUHP, apalagi jika korban mengalami cacat fisik, psikis, atau bahkan korban meninggal. Sebagai UU yang memfokuskan pada proses penanganan hukuman pidana dan penghukuman dari korban untuk itu, perlu upaya starategi di luar diri korban guna mendukung dan memberikan perlindungan bagi korban dalam rangka mengungkapkan kasus KDRT yang menimpanya. Pada kegiatan Pengabdian Masyarakat telah berhasil diselenggarakan program penyuluhan tentang masalah gender untuk mencegah Kekerasan Dalam Rumah
IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 52
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
Tangga (KDRT) dan suatu upaya untuk membina kader-kader melalui pelatihan dan pembentukan kader KDRT dalam penanganan dan pendampingan korban KDRT di Kelurahan Sengeti.dan Desa Pematang Pulai C. Pelaksanaan Penyuluhan. a. Lokasi Penyuluhan. Lokasi kegiatan penyuluhan tentang Hukum gender mengantisipasi
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dilaksanakan di Desa Pematang Pulai dan Kel.Sengeti Kabupaten Muaro Jambi. b. Organisasi Pelaksana. Organisasi Pelaksana Penyuluhan disajikan dalam bagan struktur sebagai berikut:
Pelindung Dekan Fakultas Hukum
Ketua Andi Najemi, SH.MH
Instruktur -Andi Najemi, SH.,MH. -Pahlepi,SH.M.Kn -Hafrida, SH,MH -Dodi, SH..
Staf Administrasi
Peserta Penyuluhan Hukum (Mitra 50 orang Perempuan) Gambar 1: Struktur Organisasi kegiatan Penyuluhan tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT c. Materi dan Jadwal Penyuluhan No
Hari/Tanggal
Kegiatan
Nara Sumber
1
Jumat, 05 – 09 Evaluasi Sebelum kegiatan Tim Penyuluh penyuluhan dan Instruktur - 2014
2
Jumat, 06 – 09 Penyuluhan tentang hukum Gender mengantisipasi - 2014 KDRT MATERI
Ket
MATERI PELATIHAN 1. Pengenalan konsep dasar Tim Penyuluh a. pengertian hukum dan dan gender b. Pengertian gender dan Intruktur IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 53
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
jenis kelamin c. Kenapa isu gender perlu diperhatikan.di dalam pengembangan program. 2 Hak-hak dan Kewajiban perempuan dalam hukum ( hukum ekonomi, hukum bisnis, hukum kesehatan, hukum politik) pola pengambilan keputusan dalam keluarga, hukum kontrak. 3 Penjajagan kebutuhan yang memperhatikan perbedaan kebutuhan perempuan dan laki-laki
Tim
Penyuluh
dan Instruktur
Tim Penyuluh dan Instruktur
4 Perencanaan kegiatan yang memperhatikan upaya-upaya penguatan perempuan 5. Tentang KDRT, Tim Penyuluh pengertian KDRT, Dan Bentuk-bentuk KDRT, penanganan KDRT Instruktur Sabtu, 6 – 09 - Diskusi dan Evaluasi
Tim
Penyuluh
2014
dan intruktur
EVALUASI Setelah keseluruhan rangkaian kegiatan dilakukan, maka diadakan evaluasi. Evaluasi dimaksudkan untuk melihat pengetahuan dan pemahaman masyarakat atas materi pelatihan, : 1. Evaluasi Pengetahuan yang dilakukan secara random dengan menghimpun sebagian masyarakat peserta pelatihan dengan melakukan focus group disccusion (FGD). 2. Evaluasi partisipasi perempuan yang dilihat dari indicator : Adanya perempuan sebagai kader Hukum dalam penanganan KDRTLaporan akhir kegiatan pengabdian
75 % pengetahuan peserta meningkat.dibandingkan dengan sebelum pelatihan diberikan 2. Telah dibentuk kader Hukum dan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Dalam Rumah Tangga di tingkat Desa.(Terlampir)
HASIL EVALUASI. 1. Setelah dilakukan pelatihan kepada sebagian peserta pelatihan, maka diperoleh pengetahun peserta terhadap materi yang telah diberikan mencapai
Tapi Omas Ihromi, 2000, Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Penerbit Alumni Bandung.
DAFTAR PUSTAKA Achie Sudiarti Luhulima (Editor), 2007, Bahan ajar Tentang Hak Perempuan UU No.7 Tahun 1984 pengesahan konvensi mengenai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, Penerbit obor Indonesia dan yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 54
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
---------------------, 1995, Kajian wanita dalam pembangunan, Penerbit, Yayasan obor Indonesia, Jakarta.
UU No.23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
Smita Notosusanto, 1997,Perempuan dan pemberdayaan, penerbit Program studi kajian wanita Program pasca sarjana Universitas Indonesia, bekerjasama dengan harian kompas dan penerbit obor, Jakarta
LAMPIRAN
Rianingsih Djohani, 1996, Dimensi gender dalam pengembangan program secara partisipatif, Penerbit Studio Driya Media Bandung. Nunuk Prasetyo Murniati, 1999, Gerakan Anti kekerasan terhadap perempuan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Muhammad Al Ghazali, 2003, Dilema wanita di Era Modern, Penerjemah Heri Purnomo, Jakarta. Sulistyowati Irianto, 2006, Perdagangan perempuan dalam jaringan pengedaran narkotika, penerbit yayasan obor Indonesia, Jakarta. ------------------------, 2005, Pandua moort Court & Kompetisi Moot Court Berperpektif Keadilan Gender, Penerbit Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Hak asasi manusia, RI-Jakarta. Sumijati Sahala, 2001, Mainstream Gender dan Upaya pemberdayaan perempuan di bidang hukum, penerbit Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Hak asasi manusia, RI_Jakarta. Convention Watch, 2005, Pusat kajian Wanita dan Gender Universitas Indonesia dan yayasan obor Indonesia, instrumen hukum untuk mewujudkan Keadilan gender, Jakarta. Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Pemberdayaan perempuan di propinsi Jambi. Tahun 2005.
PEMBENTUKAN KELOMPOK PKDRT Kelompok yang terdiri dari masyarakat yang peduli akan tindakan pencegahan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Satu Kelompok ditiap Desa/Kelurahan Kepala desa/lurah sebagai pembina. Pengurus ditunjuk berdasarkan musyawarah bersama masyarakat desa. PENGURUS KELOMPOK PKDRT Kepala Desa/Lurah Tokoh Agama dan Masyarakat Anggota POKJA I TP PKK Desa/Kelurahan Para pengajar dan Pratisi Hukum Pihak Aparat Keamanan Tenaga Medis STRUKTUR ORGANISASI Pembina : Kepala Desa/Lurah Penasehat : Ketua TP PKK Desa/Kelurahan/Tokoh Masyarakat/Tokoh Agama Ketua : Ketua POKJA I TP PKK Desa/orang yang ditunjuk dari musyawarah desa. Sekretaris : Sekretaris POKJA I TP PKK Desa/orang yang ditunjuk dari musyawarah desa. PEMBENTUKAN KELOMPOK PKDRT P2TP2A Singkatan dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak di bawah Binaan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. SK P2TP2A Kabupaten oleh Bupati SK P2TP2A Kecamatan oleh Camat SK Kelompok PKDRT oleh Kepala Desa/Lurah
IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 55
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
MAKSUD DAN TUJUAN Maksudnya adalah untuk memberikan informasi dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai KDRT, dan mensosialisasikan isi pokok UU RI No. 23 Tahun 2004 sehingga kasus KDRT di desa dapat diselesaikan melalui musyawarah, tidak sampai ke ranah hukum.
Tujuannya adalah untuk menekan dan meminimalisasikan terjadinya KDRT dalam masyarakat guna memelihara kehidupan Rumah Tangga yang harmonis sehingga anak-anak lebih sejahtera.
STRUKTUR PEMBINA PENASEHAT
Kepala Desa/Lurah
Ketua Tim PKK Desa/Kelurahan KETUA Tim POKJA I TP PKK Desa/Keluarahan
SEKRETARIS
BENDAHARA
Sekretaris Pokja I/ Orang yang terpilih
Orang yg terpilih melalui musyawarah desa
SOSIALISASI
PEMANTAU
PENDAMPING
KONSELING
Semua Lapisan Masyarakat
Praktisi Hukum Tenaga Pengajar Tokoh Masyarakat Aparatur Keamanan Tokoh Agama
Tenaga medis Tenaga Pengajar Tokoh Masyarakat Aparatur Keamanan Tokoh Agama
Konselor Tenaga Medis Tenaga Pengajar Tokoh Agama Aparat Keamanan
ADMINISTRASI Buku Pendaftaran /Pelaporan Kasus Buku Proses Pengelolaan Kasus Buku Jadwal sosialisasi (Penyuluhan/simulasi) Buku Tamu Buku Pengurus Buku Keuangan (Bendahara) Buku Notulen Rapat Buku Absen
IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 56
Jurnal Pengabdian pada Masyarakat
Volume 30, Nomor 1 Januari – Maret 2015
PHOTO - PHOTO KEGIATAN
IbM Kelompok PKK Desa Pematang Pulai dan Kel. Sengeti Tentang Hukum Gender Mengantisipasi KDRT 57