Kaiian
PE RBAI\D IN GAI\ PRO GRAh,t PE M BE RDAYAAI\ KO MUNITAS
ADAT TERPENCIL DANI PROGRAM PENGEMBAI\GANT WILAYAH TERPADU
DOKUIVIENTAS|
&
ARSIP
BAPPENJAS Acc. No.
,
Class
:
Checked
:
i!%:afr -----T----
Direktorat Pengembangan Ka\il/asan Khusus dan Tertinggal BAPPENAS 2004
IGJIAN PERBANIDIN GAN PRO GRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DAN PROGRAM PEN GEMBAI\ GA}i WILAYAH TERPADU
Tim Penulis:
Deddv Koespramoedyo ftoordinator) Nloris Nuami Sudhiani Pratiwi Keresru \\hrdani Nlargarct Gautama ZulvaniHidavah
ISEN
: 979-98553-1-X
Diterbitkan oleh: Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal BAPPENAS
Cetakan Pertama Septembet 2004 File isi buku ini dapat di download dari situs kami www.kawasan.or.id
DAFTAR ISI KATASAMBUTAN KATAPENGANTAR........... DAFTARTABEL ............. DAI'IAR GAM8AR........... BAB
..................... rv .......... v
....'.......vi .........
vii
I
........................ I PENDAHULUAN .....-. 1 1.1 Latar Belakang ............ ..........-.. 3 .............. L.2 Isu dan Permasalahan KAT ...... 4 memperhatikan 1.2.I Progxam PengembanganWilayahbelum ................. 4 KAT. tentang I.2.2 Lemahnya data dan informasi sebagai yang diimplementasikan belum dapat I.2.3 Hak adat dan ulayat ............'...........4 rujukan hukum pada pemenuhan kebutuhan I.2.4 Pemberdayaan KAT masih terbatas ............,.....-..4 dasar. pengembangan pembangunan pelaku dalam I.2.5 kmahnya komitmen .-----.--........--- 5 wilayah tertinggal secara terpadu .............. ........... 5 1.3 Ttrjuan dan Sasaran ..............-...'...6 1.4 MetodologiKajian ............. --...- 6. 1.5 Ruanglingkup Kajian .'.......-............... 6 1.6 HasilYang diharapkan
BABII PROFIL DAN KARAI(TERISTII( SOSIAL.BUDAYA I{OMUNITAS ADAT
...------.......7 TERPENCIL................ (I(AT) ..----.--- 7 Terpencil liomunitasAdat 2.1 Pengertian dan Defrnisi l0 ................---.......' Terpecil l{omunitas Adat Permukiman 2.2 Peta Persebaran Barat, l,ombok Desa Kabupaten Bayan, Terpencil 2.3 Etnografi I{omunitasAdat ..-..- ll Nusa Tenggara Barat .-............... 11 2.3.1 Gambaran Umum .--.......----..22 2.3.2 Sistem Ekonomi.... ...--27 2.3.3 Sistem Sosial dan Budaya
2.3.4
Implementasi Program Pembangunan dan Pengelolaan Lingkungan
29
2.4
2.3.5 Rekomendasi PengembanganWilayahTerpadu di Desa Bayan .... 37 Etnografi KomunitasAdat di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (KomunitasAdat Kasepuhan) 2-4.I Letak Geografis
M
2.4.2 Kependudukzur............... 2.4.3 SistemEkonomi....
2.5.I Kependudukan...............
45 46 47 48 ......... 48
..................... Organisasi / Pranata Sosial ..... Konteks WilayahAdministrasi 2.4.5 Kondisi Sosial Ekonomi Dalam ................ Dihadapi.... 2.4.6 PermasalahanYang Etnografi KomunitasAdat Terpencil SukuAnak Dalam (Jambil ................
2.4.4
2.5
.............
......................44 .........45 .................45
i
2.5.2 Matapencaharian ....................50 .......... 50 2.5.3 Organisasi dan Pranata Sosial BudayaS ............ 2.5.4 Program Pemerintah dan Perhatian Internasional .......... ..............52 25
BAB
5 .::::::::::ii
i:: :::::-' IllT
T::::*::111**o-;
III
EVALUASI PENANGANAN KOMUNITASADAT TERPENCIL................ ..........54 3.1 Program Pembangunan Dalam Rangka Pemberdayaan KomunitasAdat Teryencil .........54 Pemberdayaan KAI .................57 3.1.1 Pedoman Pelaksanaan 3.I.2 KeterkaitanPemberdayaanKATDenganProgram Pembangunan Lain........... ............59 3.1.3 Kerjasama dan Kemitraan Dalam Penanganan KAT ..................... 61 3-Z Kedudukan I(AT Dalam Peraturan dan Perundangan Nasional dan Dukungan Masyarakat Internasional .................... 63 3.2.1 Hukum Nasional .....................64 3.2.2 Dukungan Masyarakat Internasional Terhadap KAT..................... 65 3.3 DukunganDana............ .....67 3.4 Permasalahan yang Tbrkait dengan Dukungan Internasional .................... 68 BAB IV EVALUASI PERIGMBANGAN PROGRAM PENGEMBANGAN WIT,AYAH ....... 69 4.1 Pengalaman Program Pengembangan Wilayah (PPW) ............. ?0
4.2
4.1.1 4.1.2 4.1.3 4.I.4
1980-1990 sekarang Pembelajaran ciari PPWT l(elemahan dan l(ekuatan PPWT
PPW Periode PPW Terpadu lg90-
.......... 70 .................... 78 ....... 85
.............. 88 Pendekatan Sosial dan Budaya Secara Menyuluruh dan Terpadu ............... 95
BABV KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTINGGAL BERBASIS KOMUNITAS ADAT TERPENCIL 5.1 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah'lbrtinggal 5.1. Ciri-ciri Wilayah Tertinggal ........... 5.I.2. Tipologi Wilayah Tertinggal ............ 5. 1.3 Prinsip-prinsip Pengembangan Wilayah Tertinggal ........... 5. 1.4 Pola Penanganan Wilayah Tertinggal ............... 5.1.5 Strategi dan Instrumen Pengembangan Wilayah Tertinggal ....... 5.2 Model Pengembangan Wilayah'wilayah KomunitasAdat Terpencil...........
1
5.3
5.2.1 5.2.2 5.2.3
101
103 103 104 105 109
KomunitasAdatTerpencil................
rtz
Penduduk Enclave
TzL
PendudukKepulauanTerpencil
I29
Peran Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan KomunitasAdat .......... 137
BABVI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1.f
STRATEGI.................
......... 140 ... 140 PembinaanMasyarakat/KomunitasAdatTerpencil ... 140
6.1 Kesimpulan ii
100 100 100
............ 141 6.L.2 PengembanganWilayahTerpadu ...142 6.2 Rekomendasi................. ................143 6.2.1 Umum 6.2.2 Strategi Pengembangan Wilayah Tertinggal Berbasis KAT .....-... 143
I,AMPIRAN Lampiran 1 Persebatan dan lokasi Pemukiman KomunitiAdat Ter?encil di
Indonesia
Lampiian2 Lampiran
3
Pola Kegiatan Ekonomi dan Sistem Sosial Ladang dan Petani Sawah Di
............ 146
Komuniti Peramu, Petani
..................... 178 Indonesia Proyek'proyek Bantuan Luar Negeri yang dikelola Pemerintah ............... 185 Daerah
UI
KATA SAMBUTAN
Saya menyambut baik upaya yang dilakukan oleh Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, Bappenas dalam menerbitkan buku Kajian Perbandingan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Tbrpencil dan Program Pengembangan Wilayah Terpadu. Informasi yang terkandung dalam buku ini sangat penting untuk diketahui oleh semua pihali yang terkait dengan pembangunan daerah dan masyarakat Indonesia.
Melalui kajian perbandingan terhadap ke dua program yang sama'sama bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat ini, dapat diketahui ruang kiprah yang lebih tepat lagi dalam pembangunan daerah di masa mendatang. Baik bagi instansi tingkat Pusat maupun bagi instansi tingkat Daerah, rekomendasi yang disampaikayl elgh kajian ini perlu dicermati dan dijadikan pertimbangan dalam menyusun program yang lebih efektif. Perencanaan Progtam Pengembangan Wilayah perlu memperhatikan keberadaan Komunitas Adat Terpencil dengan adat istiadat dan kearifannya yang khas. Sedangkan perencanaan Program Pemberdayaan Iiornunitas Adat Terpencil perlu menggunakan pendekatan lintas sektor secara terpadu sehingga mencapai keberhasilan yang lebih cepat dan lengkap. I{epada para pembaca sa}'a harapkan dapat menemukan pandangan baru yang positif dengan membaca buku ini. Namun jika buku ini mengandung ketidakbenaran, sudilah menyampaikannya kepada karni, untuk penyempurnaan buku ini. Selanjutnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan masulian selama penyusunan kajian iru sai'a mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya. Semoga buku ini bermanfaat bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Deputi Bidang Otonomi Daerah dan Pengembangan Re gional, Bappenas
Tatag Wiranto
lv
KATA PENGANTAR
Berbagai progr am pembangunan untuk mengentaskan sebagian masyarakat Indonesia yang nrasih rentan secara ekonomi dan sosial sudah banyak dilakukan oleh Pemerintah. Beberapa contoh adalah Inpres Desa Tertinggal, Program Pengembangan Kecamatan, Program Pembangunan Prasarana Desa Terpadu, pro' gram'program pengembangan wilayah terpadu, dsb. Namun kondisi sebagian masyarakat Indonesia yang termasuk kelompok KomunitasAdat Terpencil (KAT) masih saja belum membaik. KomunitasAdat Terpencil, dahulu disebut masyarakat suku terasing, adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan t€rpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jalingan dan pelayanan baik sosial, ekonomi
maupun politik. Masyarakat ini sudah tentu mempunyai hak untuk menjadi warganegara yang cerdas, terpenuhi kebutuhan dasarnya, dan mempunyai hakhak politik sebagaimana warganegara Indonesia lainnya. I{ajian ini merupakan hasil penelitian Direktorat Fengembangan Kawasan Khusus dan Terpencil, Bappenas pada tahun 2003. Penelitian ini merupakan upaya untuk menemukan prograrn-prograrn yang iebih tepat untuk menberdayakan Iiomunitas Adat Terpencil.
Iiarni berhalap agar kajian ini dapat menarubah literatur mengenai Iiomunitas Adat Terpencil yang masih belum lengkap, dengan demikian semakin menambah \l'awasan dan komitrnen siapa saja yang mempunyai perhatian terhadap komunitas ini.
Direktur Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, Bappenas
Herry Darwanto
DAFTAR TABET
No. Judul
'2.I '2.2
Hal.
Luas Desa di Kecamatan Bayau, Kabupaten Lombok Bamt Pembagian Wilayah Administrasi Desa Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok
12
Barat
13
'2.3 Jumlah Penduduk Dusun Tetes Genit, dasan Tutul dan Nangka Rimpek .2.4 Tingkat Pendidikan Penduduk Dusun Teres Genit, Dasan Tutul dan Nangka Rimpek '2.5 Dasan di wilayah Dusun Nangka Rimpek, Dasan Tutul, dan Teres Genit '2.6 Fasilitas Pendidikan di Wilayah Dusun Nangka Rimpek, Dasan Tutul, dan Teres Genit '2.7 Fasilitas Kesehatan di Wilayah Dusun Nangka Rimpek, Dasan Tutul, danTeres Genit '2.8 Fasilitas MCK di Wilayah Dusun Nangka Rimpek, Dasan Tutul, dan Teres Genit \.g Sarana Ekonomi di Wilayah Dusun Nangka Rimpek, Dasan Tutul, darr Teles Genit
L5 16 17
18 19
20 20
t2.10
Sa.an. Transportasi, Kornunikasi, dan Hibulan di Wilayah D'rsun Nangka Rimpek, Dasan Tutul, dan Teres Genit '2.1 1 Iiupuurilikan lahan di Wilayah Dusun Nangka Rimpek, Dasan Tutul, dan t2.12
Teres Genit
(orang)
22
Rukottrendasi Prog.-am Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Di Dusun Teres Genit, Dasan Tutul dan Nangka Rimpek Desa Bayan Persebaran dan Jumlah Populasi I{AT di Indonesia Tahun 2002
'3.1 t4.l Proyek'Proyek
Bantuan Luar Negeri yang Dikelola Pemerintah
2l
42 56
Daerah
VI
7
6
DAFTAR GAMBAR
No.
Judul
Hal.
2.1 '2.2 t2.3 t2.4
Peta Persebaran Komunitas Adat Terpencil di Indonesia Peta Wilayah Desa Bayan, Nusa Tenggara Barat Struktur Administrasi Pemerintahan Desa Salah satu kegiatan dalam masa panen di Bayan
11
t2.5 9,.9
"tn.t
Peta Taman Nasional Gunung Halimun Peta Sebaran SukuAnak Dalam di Propinsi Jambi Skema Model Pendekatan Sosial Budaya yang Holistik
L2
13
24 44 49 99
vlt
BAB I PtrNDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan golongan, baik penduduk asli maupunyang berasal dari negara di sekitar Indonesia yang datang sejak ratusan tahun lalu. Diantara suku'suku bangsa tersebut terdapat suku-suku yang telah mengalami kemajuan di bidang sosial, ekonomi dan budaya dan tinggal di daerah'daerah yang maju dan akses yang relatif lebih baik. Namun demikian masih banyak suku yang belun mengalami kemajuan di bidang sosial, ekonomi dan budaya. Suku-suku ini tinggal di pedalaman, belum tersentuh oleh proses pembangunan, sulitnya aksesibilitas keluar, dan bahkan beberapa diantaranya memiliki budaya tertutup dari orang luar. Keragaman atau kemajemukan suku tersebut telah memperkaya budaya bangsa Indonesia dan merupakan potensi yang luar biasa bagi pengembangan pariwisata maupun ketahanan bangsa. Namun di lain pihak, keragaman suku dan budaya ini apabila tidak dikelola secara arif dan bijaksana akan menjadi bibit perpecahan diantara suku'suku tersebut yang pada akhirnya akan berdampak pada disintegrasi bangsa. Keberadaan suku'suku tertentu yang ielatif tertinggal, terpencil, terasing dan belum banyak tersentuh oleh proses pembangunan cukup banyak dan tersebar darimulaiPulauSumatera, Kalimantan, Sulawesi, KepulauanMaluku, Kepulauan
Nusa Tenggara, bahkan di Pulau Jawa sendiri yang relatif lebih maju dan aksesibilitas lebih mudah. Suku'suku tertentu tersebut telah lama tinggal di daerahnya dengan budaya dan adat istiadat yang dituunkan dan diwariskan kepada generasi penerusnya. Suku-suku tersebut pada umumnya masih memegang teguh adat d.an budaya, cenderung tertutup serta menolak berbagai pengaruh budaya Iuar bahkan proses pembangunan sekalipun. Beberapa diantaranya bahkan masih hidup dalam dunianya sendiri dan sangatjarang berinteraksi dengan masyarakat Iain di sekitarnya dan terpisah menjadi masyarakat terasing di dalam wilayah atau
daerah tertentu. Peran Pemerintah Daerah setempat dalam memberdayakan tidak dapat opti:nal karena menghadapi kendala ketertutupan mereka sendiri.
Dewasa ini penamaan atau istilah yang digunakan bagi suku-suku yang kehidupannya relatif tertinggal dan masih menjadi polemik diantara masyarakat, pemerintah dan para peneliti di perguruan tinggi. Istilah srtkw terasing dirasa sudah tidak tepat lagi dan sebagian besar suku'sukutersebutjuga keberatan dengan istilah terasing. Beberapa alternatif penamaan atau istilah telah disampaikan baik
oleh Pemerintah maupun oleh peneliti. Komunitas adat terpencil (Depsos),
masyarakat adat (Aliansi MasyarakatAdat Nusantara/AMAN), penduduk asli (PBB), dan komunitas tribal Gnthropolog) adalah beberapa nam a atau istilah yang fiberikan kepada suku'suku yang tertutup dan berada di daerah terpencil dan tertinggal tersebut. Berbagai nama atau istilah tersebut tentunya mengandung pengertian dan tujuan sendiri-sendiri. Dalam kajian ini istilah suku tertentu yang akan dipakai adalah komunitas adat terpencil sesuai dengan tujuan dari kajian ini yaitu pengembangan kawasan tertinggal berbasis suku tertentu. Istilah ini juga sesuai dengan istilah yang digunakan pemerintah dalam pemberdayaan suku'suku yang dianggap terpencil dan "terasingi'. Menurut Keppres No. 111/1999 dan Kepmensos No. 06/PEGHIJW2OO2, komunitas adatterpencil adalah "kelompok sosial (budaya) yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politi-k".
Kajian tentang suku'suku terpencil atau masyarakat adat tertentu telah banyak dilakukan baik oleh pemerintah, perguruan tinggi, lembaga masyarakat, maupun lembaga atau organisasi masyarakat dari negara lain dan donor. Namun demikian, dari sejumlah penelitian, studi dan kajian tersebut sebagian besar lebih banyak membahas segi antroplogi dan upaya pemberdayaan dari sisi manusianya. Dalam berbagai penelitian tersebutjuga disebutkan sejarah keberadaan dan asal' usulnya, pola kehidupan, kepercayaan dan sebagainya. Namun sedikit sekali penelitian dan kajian yang membahas tentang hak adat dan ulayat mereka dalam hubungannya dengan peraturan dan perundangan negara yang berlaku. Pengakuan terhadap hak adat dan ulayatbelum diwujudkandan dimasukanke dalam perattrran
dan perundangan yang berlaku baik di pusat maupun daerah. Untuk
memberdayakan komunitas adat terpencil, tidak cukup hanya dengan memberikan bantuan sebagai pemenuhan kebutuhan dasar, tetapi juga perlu diupayakan pengakuan hak mereka dalam peraturan dan perundangan yang berlaku serta melaksanakannya pada setiap pengemfilan keputusan dalam proses pembanguan. Dengan diakuinya hak adat dan ulayat komunitas adat terpencil dalam peraturan dan perundangan yang berlaku maka diharapkan pengelolaan sunberdaya alam akan dilaksanakan secara berkelanjutan dan kearifan lokal.
Di sisi lain, program-program pembangunan yang dilaksanakan melalui pendekatan kewilayahan atau kawasan dan bersifat terpadu cenderung memilih kawasan yang memiliki akses transportasi relatif lebih mudah dan memiliki potensi ekonomi, sumberdaya manusia dan sumberdaya alam yang lebih baik. Beberapa prog"am pengembangan wilayah atau kawasan telah dilaksanakan oleh pemerintah sejak tahun awal l9T0denganpenekananpada desa'desayangmiskinnzpullmsmiliki potensi ekonomi untuk dikembangkan, sehingga pendekatannya lebih kepada wilayah
atau kawasan serta produksi berbagai komoditi pertanian yang dapat meningkatkan 2
kesejahteraan masyarakat. PelaLsanaan program ini telah mendapat bantuan dana (hibalD dari negara'negara donor nelalui kerjasana bilateral. Dalam perjalanannya, progran pengembangan wilayah atau kawasan ini telah berkembang baik dari segr wilayah maupun cakupan kegiatannya seperti usaha kecil, kred.it desa, prasarana fisik desa, peningkatan keterampilan, dan sebagainya.
Untuk memadukan pengembangan wilayah tertinggal dengan pengembangan komunitas adat terpencil, perlu disusun kebijakan pengembangan wilayah atau kawasan yang berbasis komunitas adat terpencil GAT) secara terpadu. Dengan demikian kajian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi bagi upaya pengembangan wilayah tertinggal yang didiani oleh komunitas adat terpencil yang selama ini'uelah memiliki hak adat dan ulayat atas suatu kawasan tertentu yang telah diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Untuk memperoleh
hasil kajian yang optimal, dalam kajian ini akan dianalisis berbagai kebijakan pemberdayaan masyarakat adat atau KAT dan kebijakan pengembangan wilayah terpadu yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah, serta pengembangan wilayah yang sesuai dengan karakteristik komunitas adat terpencil, seperti pola dan gaya hidup, kearifan tradisional dalam mengelola sumberdaya alam.
L.2 Isu dan Permasalahan Masyarakat adat, termasuk di dalamnya KAT adalah penduduk asli yang telah tinggal di Indonesia sebelum negara Republik Indonesia didirikan. Berbagai permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat adat (terpencil) maupun oleh masyarakat adatnya sendiri dalam mempertahankan jatidiri dan hak ulayatnya, sampai saat ini masih belum berhasil secara optimal dan memuaskan masing'masing pihak. Sementara itu, program pengenbangan wilayah tertinggal yang ada selama ini Iebih menekankan kepada aspek kemiskinan, keterpencilan dan keterisolasian wilayah. Masyarakat lokal sebagai target group kegiatan pengembangan wilayah dipilih berdasarkan kemampuan kelompok nasyarakat tersebut dalam melaksanakan berbagai kegiatan usaha sehingga dapat "menyukseskan" proyek tersebut. Bahkan lebih buruk lagi, beberapa kasus dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan wilayah yang menggunaLan dana pinjaman luar negeri, pemilihan masyarakat penerima bantuan Garget group) didasarkan pada faktor kekerabatan dari aparat desa. Di lain pihak banyak penduduk yang masuk dalam katagori komunitas adatyang tertinggal dan lokasinya cukup terisolir dan terpencil, tidak masuk dalam kelompok masyarakat penerima bantuan. Memperhatikan program pembangunan yang disediakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengembangan wilayah sampai saat ini, maka isu pokok dan permasalahan yang menonjol dalam pengembangan wilayah tertinggal berbasis KATadalah:
1.2.L Program Pengembangan Wilayah belum memperhatikan KAT Berdasarkan pengalam an pada pelaksanaan ke giatan pengembangan wilayah atau kawasan selama ini, baik program yang dibiayai oIehAPBN murni maupun pinjaman luar negeri, KAT belum dijadikan sebagai peserta aktif dari kegiatan pengembangan wilayah. Kelompok masyarakat peserta kegiatan yang dipilih lebih diutamakan pada masyarakatyang miskin namun mampu mengelola suatu usaha, sehingga menjamin keberhasilan proyek.
I.2.2 Lemahnya data dan informasi tentang KAT. Data dan informasi tentang jumlah dan penyebaran KAT yang dimililri oleh instansi teknis di pusat maupun daerah masih lemah dan belum iengkap sehingga menyebabkan pelaksanaan pemberdayaan KAT masih belum optimal dan banyak KAT yang belum tersentuh oleh proses pembangunan. Masalah lain tentang keberadaan KAT adalah pengertian atau definisi yang masih belum disepakati secara luas sehingga keberadaan KAI semakin bertambah, sesuai dengan usulan atau hasil nenelitian tertentu.
L.2.3 Hak adat dan ulayat yang belum dapat diimplementasikan sebagai rujukan hukum Hukum adat dan ulayat sejak lama telah diakui oleh Pemerintah sebagai salah satu kekayaanbudaya bangsa dan sudah dimasul
sosial dan ekonomi masyarakat adat masih belum dapat dilaksanakan, sehingga hukum adat dan ulayat masih sebatas pada tingkat pengakuan dan belum menjadi
rujukan pada setiap proses pengambilan keputusan dalam pelaksanaan pembangunan. Dewasa ini, khususnya sejak era reformasi dimulai, berbagai kalangan, khususnya pemuka adat dan lenbaga masyarakat non pemerintah, menuntut bukan hanya pengakuan pemerintah terhadap hak adat dan ulayat dalam sistem peraturan dan perundangan yang berlaku, namun mereka juga menuntut agar dijadikan sebagai salah satu rujukan atau sumber hukum dalam pengambilan keputusan di daerah. Beberapa kelemahan pada hukum adat dan ulayat adalah selain belum jelasnya deliniasi batas-batas wilayah adat dan ulayat, hak adat dan ulayat ini berbeda sifat dan cirinya dari satu daerah dengan daerah lainnya, sehingga secara nasionalsulituntukmengakomodasikannya dalam sistem perundanganyang berlaku secara nasional.
1.2.4 Pemberd.ayaan I(AT masih terbatas pad.a pemenuhan kebutuhan dasar. Kegiatan pemberdayaan I(AT yang ada selama ini lebih ditujukan bagi
pemberdayaan KATdalam segala aspekkehidupan sehingga mereka dapat hidup iecara wajar baik jasmani, rohani dan sosial sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunandenganme""Ferhatikanadatistiadatsetempatt. Aspekpengenbangan wilayah, yang mencakup pengelolaansrrmberdaya alam di sebtarnya sesuai kearifan tradisional, belum dijadikan sebagaisalahsatukegiatan dalam pemberdayaanKAL
L.2.5 Lemahnya komitmen pelaku pembangunan dalam pengembangan wilayah tertinggal secara
terpadu Pengembangan wilayah tertinggal saat ini ditangani oleh berbagai instansi teknis di pusat. Namun pada pelaksanaannya di lapangan, pengembangan wilayah dilaksanakan secara sektoral sesuai kebijakan sektor masing'masing tanpa adanya koordinasi antar sektor maupun antar wilayah atau kawasan secara terpadu. Di pihak lain, pemerintah daerah sebagai penanggung jawab daerah dan koordinator antar wilayah belum terlibat secara aktif- Sebagai contoh, instansi teknis yang
meranganisaranadanprasaranapermukimandanairbersihmenyediakankegiatan yang berkaitan dengan sektor tersebut. Hal serupa dilaksanakan oleh instansi yang menangani permukiman transmigmsi, yang hanya melaksanakan pengembangan wilayah tertinggal pada permukiman-permukiman transmigtasi. Demikian habnya dengan instansiyang bertanggungjawab dalam pengelolaanpulau'pulaukecil dan kawasan pesisir, hanya menangani pengembangan wilayah tertinggal pad.a daerah pesisir dan pulau'pulau kecil.
1.3 Ttjuan dan Sasaran T\rjuan kajiAn ini adalah
1. 2. 3. 4. 5.
:
Mengidentifikasi profil dan karakteristik sosial'budaya komunitas adat terpencil yang perlu dilindungi dan dilestarikan keberadaannya. Mengidentifkasi kondisi, permasalahan, dan kebutuhan komunitas adat terpencil melalui pengembangan wilayah Mengevaluasi penanganan komunitas adat terpencil dan program pengembangan wilayah yang telah dilaksanakan. Menyusun rekomendasi kebiiakan dan strategi pengembangan kawasan tertinggal yang didiami oleh komunitas adat terpencil sesuai karakteristik, kebutuhan dan kemampuan masyarakatnya Menyusun bahan bagi pedoman pelaksanaan pengembangan kawasan tertinggal melalui pendekatan pengembangan wilayah terpadu.
Sasaran kajian ini adalah memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan komunitas adat terpencil melalui pengembairgan kawasan tertinggal. Dengan
peningkatan kesejahteraan mereka diharapkan mampu mengatasi kesenjangan sosial dan budaya dengan masyarakat lainnya yang tinggal di kawasan'kawasan lain yang
Iebihmaju.
I.4 Metodologi Kajian Metodologiyang digunakan dalam kajianini adalah analisiskualitatif melalui pendekatan studi literatur mengenai komunitas adat tertinggal yang meliputi adat istiadat dan budaya, peraturan dan kebijakan yang ada mengenai pembinaan terhadap merekai mengumpulkan pendapat dan gagasan mengenai penanganan komunitas adat tertinggal melalui diskusi./seminar/wawancana; serta pengamatan/ observasi lapangan.
1.5 Ruang Lingkup Kajian Ruang lingkup kajian ini meliputi identifikasi kawasan'kawasan tertinggal dengan komunitas adat terpencil yang berdomisili di dalamnya, identifikasi permasalahan dan kebutuhan komunitas adat terpencil, identifikasi program dan kegiatan melalui pendekatan pengembangan wilayah/kawasan terpadu(Integrated Area Developm en dlAD), peningkatan kelembagaan masyarakat setempat, dan pengelolaan sumberdaya alam berbasis masyarak at (community based).
Kawasan yang dimaksud adalah kawasan tertinggal di pedalaman, pesisir, pulau terpencil yang didiami oleh komunitas adat terpencil yang perlu dilindungi dan dilestarikan keberadaanya. Skala wilayah kajian adalah wilayah administratif kecamatan, kabupaten, antar kabupaten dan wilayah propinsi. Kajian ini mengidentifikasi kawasan-kawasan
tertinggal dengan komunitas adat terpencil yang berdomisili didalamnya serta menganalisis permasalahan yang dihadapi, perumusan program dan kegiatan, perumusan serangkaian kebijakan dan strategi pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi.
l-.6 Hasil Yang diharapkan Hasil yang diharapkan dari kajian ini adalah adanya arahan dan rekomendasi kebijakan, strategi dan pedoman pengembangan komunitas adat terpencil melalui pengembangan kawasan secara terpaduyang akan berguna bagipemerintah daerah.
BAB II PROFIL DAN I(ARAKTERISTIK
SO
SIAL-
BUDAYA KOMUNITAS ADAT
TERPENCIL 2.L Pengertian dan Definisi Komunitas Adat Terpencil (I{AT) Komunitas'komunitas sosial yang dalam kenyataannya secara geografis tinggal dan bermukim di lokasi-lokasi terpencil dan terisolasi di berbagai pelosok kawasan/wilayah Indonesia, sebagian besarbelum terjangkau dan rlil;batkan secara langsung oleh program'program pembangunan, yang dikelola oleh pihak Pemerintah. l,okasi'Iokasi pemukiman mereka yang belum dapat dijangkau oleh alat'alat transportasi, terutama disebabkan oleh keterbatasan dan belum memadainya sara.na infrastruktur dalam wujud jaringan jalan yang dapat dilalui oleh alat'alat transportasi. Sejumlah komunitas'komunitas sosial ini bahkan belum pernah berinteraksi sosial secara intensif dengan penduduk di luar komunitas mereka. Gejala interaksi sosial yang biasanya terwujud dengan pihak luar, terjalin melalui proses kegiatan barter hasil hutan mereka dengan para pedagang dari luar dan melalui kegiatan industriyang dilakukan olehpihak swasta danpemerintah di dekat lokasi pemukiman mereka.
Kegiatan industri pertambangan dan perkayuan serta perkebunan merupakan jenis'jenis kegiatan ekonomi, yang seringkali melakukan investasi modalnya di daerah'daerah pedaiaman yang masih terisolasi secara geografis. Lokasilokasi kegiatanindustri ini adakalanya berdekatan dengan lokasi'Iokasipemukiman penduduk lokal yang dikenal sebagai Komunitas Adat Terpencil. Selain kegiatankegiatan industri yang dilakukan oleh pihak-pihak penanam modal serta BUMN, proses migrasi penduduk dalam skala kecil dan bersifat sementara terjadi pula sebagai konsekuensi logis dilakulannya kegiatan'kegiatan industri yang memperkerjakan sejumlah tenaga kerja terdidik maupun terlatih, baik tenaga ahli, tenaga terlatih maupuntenaga kasar.
Program'program pembangunan pemerintah yang seringkali dil aksanakan di lokasi-lokasi pedalaman wilayah'wilayah propinsi di luar pulau Jawa, adalah Program Tlansmigrasi penduduk dari pulau Jawa, Bali dan Madura ke berbagai pulau'pulau di indonesia. Kehadiran unit-unit pemukiman transmigrasi di lokasi' Iokasihutan ped4laman, tentunya merupakan masalah sosial, ekonomi, danbudaya tersendiri bagi penduduk lokal, ]'ang umumnya belum dikondisikan secara sosial dan budaya oleh instansi pemerintah terkait. Di satu pihak program transmigrasi ke luarpulauJawa perlu dilakukan dalamrangka mengr:rangikepadatanpenduduk dan menunjang program persebaran penduduk di wilayah-wilayah yang tingkat kepadatan penduduknya sangat rendah. Dampak lingkungan yang umumnya dialami oleh komuniti-komuniti sosial yang bermukim di lokasi-lokasi pedalaman berkaitan dengan kehadiran dan masuknya berbagai kegiatan industri, serta program'program pembangunan pemerintah, tidak jarang menambah masalah pengikisan dan pencemaran lingkungan alam disekelilinglokasipermukimanpenduduk lokal. Masalah-masalah pencemaran Iingkungan alam ini dalam kenyatannya, seringkali tidak mendapatkan prioritas untuk direncanakan dan diatasi permasalahannya secara terpadu oleh pihak' pihak dan instansi'instansi terkait.
Bagi penduduk lokal di pedalaman dampak lingkungan yang cenderung bersifat negatif dan merugikan kehidupan mereka, tentunya dapat merupakan bencana bagi kehidupan sehari'hari mereka. Yang sangat tergantung pada sumbersumber daya alam di lingkungan permukiman mereka. Penebangan pohon-pohon di hutan primer dan eksplorasi pertambangan secara langsung melanggar hak ulayat yang mendasari penguasaan rvilayah lingkungan alam tertentu sebagai wilayah penguasaan secara adat, yang memiliki sanksi atau denda bagi mereka yang melanggar. Masalah serius yang perlu dihadapi penduduk lokal, dalam hal ini adalah menurunnya daya dukung lingkungan alam ditinjau dari kuantitas flora dan faunanya. Hampir seluruh nafkah kehidupan warga komunitas'komunitas sosial ini digambarkan sepenuhnya pada kekayaan flora dan fauna di hutan'hutan sekitar lokasi pemukiman mereka. Kegiatan ekonomi seperti halnya berburu, meramu dan berladang pindah dilakukan sepenuhya di lokasi'lokasi hutan pedalaman. Punahnya sejumlah fauna karena rusaknya dan tercemarnya habitat mereka, berarti akan mengurangi hasil kegiatan ekonomi mereka secara langsung. Padahal sumber bahan makanan yang mengandung protein umumnya dapat diperoleh dan dikonsumsi dari binatang-binatang hasil buruan nereka. Dalam konteks kegiatan berladang pindah, berkurangnya wilayah lahan perladangan akan mengurangi jumlah produksi kegiatan ekonomi tradisional mereka. Jiha kegiatan produksi bahan makanan mengalami penurunan secara drastis maka gejala ini akan mempengaruhi bahkan menyebabkan munculnya bahaya kelaparan bagi warga'warga komunitas sosial, yang bermukim di pedalaman. Mengacu pada definisi atau batasan konsep komunitas adat terpencil yang ditetapkan oleh Departemen Sosial RI, Komunitas Adat Terpencil (KAT) yaitu kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat jaringan'jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi, maupun politik. Sedangkan kriteria KAT adalah (d berbentuk komruritas kecil, tertutup dan homogeni (b)
8
pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatani (c)pada umumnya terpencil
dengql (e) peralatan dan teknologinya sederhana; (f) sistem ekonomi sub'sisteni ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat relatif tinggii G) t"rb"t""nya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik.
secara geografis d.an relatif sulit dijangkaul (d) pada umulnnya masih hidup
Ketergantungan Komunitas Adat Tbrpencil terhadap lingkungan alam setempat berkaitan dengan sistem pengetahuan atau pengetahuan budaya yang mencakup pedoman mengenai kiat'kiat ataupun aturan-aturan pelestarian lingkungan alam. OIeh karena itu, kegiatan produksi pengolahan lahan dan Iingkungan alam dalam kegiatan ekonomi KomunitasAdat Tbrpencil, senantiasa dilakukan berdasarkan prinsip'prisip pelestarian lingkungan alam atau yang dikend dengan sebutan kearifan lingkungan Galogical wisdom). Berbagai taboollarangan' larangan dan denda-denda adat yang diterapkan berkaitan dengan kegiatan'keeiatan mereka di lingkungan hutan, dalam kenyataannya merupakan mekanisme upaya pelestarian lingkungan alam.
Pernyataan atau tuduhan yang memojokkan posisi warga komuniti peladang berpindah, yang menjelaskan kegiatan berladang ini menyebabkan proses perusakan hutan memang sama sekali tidak mendasar. Sikap apriori seperti ini sebenarnya justru berusaha menutupi dampak'dampak lingkunean yang negatif dari kegiatan'
kegiatan industri di lokasi hutan pedalaman. Pihak-pihak inilah yang dalam kenyataannya memberikan kerugian yang tak terhingga dalam pelestarian lingkungan alam, khususnya wilayah hutan primer.
Ditinjau dari perspektif Antropologi, komuniti'komuniti sosial yang dikategorikan ke dalam KomunitiAdat Terpencil dapat dibedakan atas beberapa tipe komunitas sosial berdasarkan aspek sosial, budaya dan ekonominya, yaitu komunitas sosial berburu dan meramu (hunting and gathering ccmmuniti, komunitas sosial berladang pindah Ghifting cultivatiot), dan komuniti sosial perdesaan.
Tipe komunitas sosial berburu dan meramu ditemukan di lokasi'lokasi tertentu hutan-hutan primer yang masih sangat terisolasi dari dunia luar. Frekuensi interaksi sosial mereka dengan warga/penduduk lain di luar komuniti mereka dapat dikatakan sangat jarang bahkan belum pernah berinteraksi sosial sama sekali. Struktur sosial dan komposisi sosial mereka masih sangat sederhana dan semata' mata hanya di dasari oleh senioritas usia dan jenis kelamin. Kegiatan ekonomi sehari'hari yang dilakukan warga komuniti umumnya adalah berburu dan merarnu berbagaitumbuhan, umbi'umbiandanbuah'buahanyangdapatdikonsumsisebagai bahan makanan. Jumlah dan komposisi warga komuniti sosial ini terbatas dalam
kelompok'kelompok kecil, yang tinggal mengelompok dalam sebuah lokasi permukiman. Mereka masih dapat ditemukan di hutan-hutan pedalaman pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Tipe komunitas sosial berladang pindah merupakan tipe komunitas sosial yang umum ditemukan di hutan'hutan pedalaman Indonesia. Meskipun demilian, dalam kegiatan ekonomi mereka, berburu dan meramu senantiasa dilakukanpula selain berladang. Struktur Sosial komuniti sosial ini lebih kompleks dibandingkan komuniti sosialberburu dan meramu. Prinsip'prinsip kekerabatanbiasanya menjadi
dasar dan acuan struktur sosial yang berlaku. Jumlah dan komposisi penduduk komuniti'komuniti sosial ini juga lebih banyak ditinjau secara demografis karena pola permukiman mereka telah menetap di sebuah lokasi tertentu. Jarak antara lahan-lahan ladang di trutan dengan lokasi permukimanrelatif cukup jauh sehingga
mereka perlu membangun pondok'pondok di sekitar ladang untuk menginap bilamana diperlukan. Selain itu, mereka membutuhkan pondok-pondok ini agar }<egiatan menjaga ladang dari serangan hama khususnya babi hutan dan kera, dapat dilakukan lebih. intensif di awal penanaman dan menjelang panen. Orang Talak Mamak, Orang Kubu, dan Sakai di Propinsi Jambi dan Riau serta sejumlah komuniti suku bangsa Dayak di Kalimantan dan Sejunlah Konuniti'komuniti sosial dari suku'suku tertentu di Sulawesi Maluku, Papua dapat dikatategorisasikan ke dalam tipe komuniti sosial berladang pindah. Tipe terakhir yaitu tipe komunitas sosial perdesaan yang telah mengalami proses modernisasi lebih intensif dibandingkan ke dua komuniti sosial terdahulu. Meskipun kegiatan ekonomi yang bersifat agraris biasanya mendominasi kegiatan ekonomi mereka, sejumlah kegiatan dagang telah pula menjadi bagian dari kegiatan ekonomi tersebut. Jumlah dan komposisi penduduk mereka jauh lebih padat dan kompleks karena proses kegiatan ekonomi yang agraris ini memerlukan tenaga kerja yang relatif lebih banyak. Selain itu fasilitas'fasfitas sosial dan umum misalnya fasilitas kesehatan Posyandu atau Puskesmas sudah dapat dijangkau, sehingga angka kelahiran/natalitas dapat lebih meningkat. Proses interaksi sosial dengan sejumlah komponen di luar sistem sosial komtrniti perdesaan dalam hal ini, dilakukan lebih intensif. Oleh karena itu, proses masuknya unsurunsur baru dari luar lebih mudah terjadi dalam komuniti'komuniti sosial ini.
2.2 Peta Persebaran Permukiman Komunitas Adat Terpecil Dari berbagai hasil penelitian dan pendataan yang telah dilakukan oleh pihak Departemen Sosial RI maka dapat dilihat bahwa Jumlah Komuniti Adat Terpencil masih begitubanyak dan tersebar hampir di seluruhpropinsi di Indone' sia, dengan persebaran dan populasi yang tidak merata pada setiap propinsi. KAT ini tersebar pada 248 suku bangsa dan subnya yang ada di seluruh Indonesia. Seperti
telah di jelaskan di atas bahwa batasan Komunitas Adat Terpencil bukanlah didasarkan pada batasan'batasan kesukuan.Akan tetapi sekalifun demikian untuk memudahkan membaca dan memahami keadaan serta melihat persebaran komunitas-komunitas Adat terpencil di Indonesia, maka kategori suku bangsa menjadi penting untuk disebutkan dalam memetakan persebaran KomunitasAdat Terpencil, disamping lokasi komunitinya. Penyebutan kategori suku bangsa ini bukan berarti menjadikan seluruh bagian dari suku bangsa yang bersangkutan menjadi KAT, karena hal ini tergantung dari berbagai kondisi komuniti yang bersangkutan, Jadi bisa saja satu bagian komuniti dari sebuah suku bangsa menjadi KAT dan bagian lainnya tidak.
10
Gambar 2.1. bawah ini terlihat bahwa Propinsi Papua memiliki I(AT terbanyak,danmemangwilayahiniterdiridariberagamsukubangsa, denganjumlah populasi yang relatif kecil. Selanjutnya adalah pulau Sulawesi, Nusa Tbnggara Timut, Kalimantan, Sumatera dan Maluku. Di pulau Jawa sendiri pun ada bagian'bagian Komuniti dari suku Jawa (atau subsuku bangsanyd yang masuk ke dalam kategori KAT ini.
NAO
(A.t:El Rb!
Suni.t
(8.l-t3)
- !
'l-
SunUr
(c.
r..
15)
-pti.llq Jab..
L.dTUttg
Eanl$
(.o
(J.2 - 3)
o""'dt$l
'a,3i% *.
NIB
(w.'l-
<-/ "/u N#
alfi,r
0( 7. 13)
Gambar 2.1. Peta Persebaran KomunitasAdat Terpencil di Indonesia
2.3 Etnografi Komunitas Adat Terpencil Desa Bayan, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat 2.3.I Gambaran lJmum Pada bagian ini akan disajikan beberapa informasi berbagai aspek dari kehidupan Dusun Teres Genit, Dasan T\rtul dan Nangka Rimpek, Desa Bayan Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Desa Bayan merupakan salah satu KAT di Nusa Tenggara Barat yang telah berhasil diidentifikasi oleh Departemen Sosial yang meliputi administrasi pemerintahan dan lokasi KAT, kependudukan, pola permukiman dan perumahan, dan sarana sosial dan ekonomi.
a.
Administrasi Pemerintahan dan Lokasi KAT Desa Bayan
yang memiliki luas 2.600 ha merupakan salah satu dari 6
(enam) desa yang ada di dalam wilayah Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Barat.
11
Peta Wilayah Desa Bayan diperlihatkan pada Gambar 2.2 berikut ini.
Gambar 2.2.Peta Wilayah Desa Bayan, Nusa Tenggara Barat Desa Bayan berbatasan dengan DesaAnyar di sebelah Utara, Hutan T\rtupan Negara danAdat di sebelah Selatan, Desa Loloan di sebelah Timur, dan Desa Senaru di sebelah Barat. Desa'desa yang ada di Kecamatan Bayan beserta luas wilayahnya diperlihatkan pada Tabel 2.1 berikut ini.
Tabel2.1. Luas Desa di Kecamatan Bayan, Kabupaten l,ombok Barat
Sumber; Kecamatan Bayan DalamAngka (2001) Secara administratif desa Bayan
terdiri dari
10 (sepuluh) dusun.
Adapun dusun'dusun yang termasuk dalam wilayah Desa Bayan adalah Dusun LokoAur, Karang Bajo, Bayan Barat, Bayan Timur, Padamangko, Sembulan, Mandala, Tbres Genit, dasan I\tul dan Nangka Rimpek. Penambahan satu dusun (Nangka RimpeD baru dilakukan sekitar bulanApril 2003 yang merupakan pecahan dari dusun Dasan T\rtul. Dengan demikian masih banyak data demografis dusun Nangka Rimpek yang masih tergabung dalam dusun Dasan T\rtul. Pembagian wilayah administrasi Desa Kecamatan Bayan diperlihatkan pada Tabel 2.2 berikut ini. 12
TabeI Z.Z.Pembagian WilayahAdministrasi Desa Kecamatan Bayan Kabupaten Lombok Barat
Sumber: Kecamatan Bayan dalamAngka €OOf) Setiap dusun yang dikepalai oleh seorang Kepala Dusun Gadus) terdiri dari beberapa Rukun Tetangga (RT). Dalam satu d.usun bisa terdiri dari 2 sampai 5 RT. Setiap RT di kepalai oleh seorang Ketua RT. Secara tradisional, setiap dusun terdiri dari beberapa (a - f) kompleks atau kelompok rumah (dasad yang terd.iri antara 4
sampai 30 rumah $ale). Struktur administrasi pemerintahan desa Bayan diperlihatkan pada Gambar 2.3 berikut ini.
Gambar 2.3. StrukturAdministrasi Pemerintahan Desa
Dari 10 (sepuluh) dusun yang ada dalam wilayah desa Bayan, terdapat 3 (tiga) dusun yang dapat dikategorikan sebagai lokasi KAT, yaitu Dusun Tbres Genit, dusun Dasan T\rtul dan dusun Nangka Rimpek. Hal ini atas dasar pertimbangan masalah jarak dan waktu tempuh dari Ibukota Kecamatani tingkat kemampuan sosial'ekonomi masyarakatnyai dan karakteristik masyarakatnya yang relatif masih homogen dan memiliki kepercayaan dan tradisi adat yang unik.
13
Dirihat secara spasial, dusun Tbres Genit, Dasan T\rtul dan Nangka Rimpek dalam konteks desa Bayan merupakan lokasi yang relatif terpencil. Dusun-dusun yang ada dalam wilayah desa Bayan dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok, yaitu:
'
Dusun'dusun di wilayah dataran (sebagian berbukit) dan berada di tepijalan propinsi. Jarak dari Ibukota Kecamatan (desaAnyar) antara 3-6 kilometer atau 1'2 kilkometer dari pusat desa Bayan (Dusun Bayan Barat). Dusun-dusun yang dapat digolongkan ke dalam kelompok tersebut adalah: dusun LokoAur, Karang bajo, Bayan Barat, Bayan Timur dan Padamangko.
'
Dusun'dusun di wilayah berbukityang berada tidak jauh dari jalan propinsi (2 kilometer). Jarak dari Ibukota Kecamatan Bayan sekitar T-8 kilometer atau 2-B kilometer dari pusat desa Bayan di dusun Bayan Barat. Dusun"dusun yang dapat digolongkan ke dalam kelompok tersebut adalah: Dusun Sembulan dan MandaIa.
'
Dusun-dusun di wilayah berbukit (sampai bergunung) yang berada jauh dari jalan propinsi (4-e kilometer). Jarak dari Ibukota Kecamatan antara 9 *11 kilometer atau sekitar 4'6 kilometer dari pusat desa Bayan. Dusun-dusun yang dapat digolongkan ke dalam kelompok ini adalah: dusun Teres Genit, dasan T\rtul dan Nangka Rimpek.
Dusun Teres Genit, Dasan T\rtul dan nangka Rimpek jaraknya dengan pusat desa Bayan relatif tidak jauh, yaitu sekitar 4-6 kilometer. Namun demikian keterpencilan ketiga dusun tersebut menjadi kian terasa karena beberapa faktor :
'
Kondisi jalan beraspal dari pusat desa hanya sejauh 2 kilometer. Selebihnya 2-4 kilometer masih merupakan jalan tanah, terjal dan licin di musim hujan.
'
Walaupun kendaraan roda empat dan dua sudah dapat mencapai d.usun Teres Genit dan Dasan T\rtul (kecuali dusun Nangka Rimpek), na-.rn pada musim hujan sulit dilalui karena }icin dan becek. Alat transportasi be"rrpi ojek sangat minim dan mahal kemampuan masyarakat setempat.
'
Pola permukiman tersebar dalam bentuk dasan dengan akses berupa jalan setapak antara I -2 kiometer dari pusat-pusat dusun yang bersangkutan.
Dilihat dari segi kemampuan sosial'ekonomi, warga masyarakat dusunTbres T\tul dan Nangka Rimpek relatif masih menunjukkan keterbelakangan dibandingkan dengan kondisi sosial'ekonomi warga dusun lainnya. Pemilikan lahan pertanian relatifkecil. Sebagian besar adalah buruh tani (dusun Dasan T\rtul dan Nangka RimpeD. Hainpir separuh lebih warga Tbres Genit rremiliki lahan pertanian, akan tetapi karena luas pemilikannya terbatas, maka hampir separuh o'""g"rry" juga bekerja sebagai buruh tani. Hampir separuh lebih warga dusun Teres Genity, Dasan T\rtul dan Nangka Rimpek tidak berpendidikan atau buta huruf. Kurang dari separuh warganya han5ra berpendidikan SD dan umumnya mereka tidak sampai tamat SD. Sebagian besar kondisi bangunan rumah merupakan bentuk tradisional genit, dasan
t4
(tiaak berjendela) dengan kuatritas atap alangGe), dinding dari anyaman bambu ( bed eh, dan berlantai tanah. Dilihat dari segi latar belakang etnik dan budaya, warga masyarakat dusun teres Genit, dasan T\rtul dan nangka Rimpek masih bersifat homogen. Dimana penduduknyanemilikilatarbelakang:etnisdarisukuSasak.Hubungankekerabatan di antara warga dalam eatu dasanmasih ada dan dekat. Bahkan antar dusun dan desa, baik karena keturunan maupun karena hubungan perkawinan. Corak sistem kepercayaannya relatif tergolong masih unik dengan adat isttadat Islam wetu telr nya, serta aktivitas ritual dan upacara adatyang amat dominan newarnai kehidupan sosial-ekonomi masyarakatnya. Memang desa Bayan merupakan salah satubasis penganut wetu telu, termasuk di dusun lbres Genit, dasan T\rtul dan Nangka Rimpek.
b. Kependudukan Berdasarkan data yang dikumpulkan pada bulan Juni 9003, jumlah penduduk dusun Teres genit, dasan I\rtul dan nangka Rimpek diperkirakan ada sekitar 1.472 jiwayang terdiri dari 712laki'laki dan 760 perempuan dengan jumlah KK sekitar 358 KK. Adapun persebaran penduduk di ketiga dusun tersebut diperlihatkan pada Tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2. 3. Jumlah Penduduk Dusun Teres Genit, dasan
I\rtul dan Nangka
Rimpek
Rimpek '.1I4 '.227 119 259 2 Dasan Tutul I25 ,226 3 Teres Genit 1
Nangka
'358
:7L2
269 _249,. 242 . 760
:496 508 i468
,33,7 ,34,5 3118
:L.472 j100,0
Sumber: Kepala DusunTeres Genit, DasanT\rtul, Nangka Rimpe, Juni 2003 Kemampuan SDM warga dusun teres genit, dasan !\rtul dan nangka Rimpek relatif masih rendah dibandingkan dengan dusun lain di wilayah desa Bayan. Tingkat pendidikan warga masyarakat dusun Nangka Rimpek dan Dasan T\rtul sebagian besar buta huruf (60,67o) dan warga dusun Teres genit yang buta hurufjauh lebih besar (67,4X). Sebagian warga dusun Nangka Rimpek dan Dasan Tutul yang berpendiclikan SD sekitar 39,3% dan umumnya mereka tidak sampai tamat. Di
samping karena alasan masih rendahnya tingkat kesadaran orangtua untuk menyekolahkan anak'anak mereka juga karena faktor ekonomi. Banyak anak-anak usia sekolah dilibatkan dalam kegiatanpertanian dankecenderungankawin di usia muda (terutama anak perempuan). Menurut informasi yang diperoleh dari Kepala sekolah di Teres genit, angka putus sekolah cenderung lebih tinggi untuk siswa perempuan, sehingga kelas sartu sampai tiga jumlah muridnya jauh lebih besar dibandingkan jumlah murid kelas empat sampai enam . Tingkat pendidikan di ketiga dusun di[erlihatkan pada Tabel 2.4 berikut ini. 15
Tabel 2.4. Tingkat Pendidikan Penduduk Dusun Teres Genit, Dasan
T\tul
dan
NangkaRimpek
Sumber :Profil Dusun Dasan T\rtul dan Teres genit, September 2002.
Latar belakang etnis warga masyarakat dusun teres genit, dasan T\rtul dan Nangka Rimpek relatif homogen. Semuanya berlatar belakang etnis suku Sasak. Kalau latarbelakang etnis ataukesukubangsaan didefinisikan sebagaipenggolongan, pengenalan dan pengakuan seseorang sebagai termasuk bagian dari suatu sukubangsa tertentu berdasarkan atas serangkaian atribut'atribut yang merupakan satu satuan yang bulat dan menyeluruh yang menandai seseorang tersebut sebagai termasuk dalam kategori satu sukubangsa tertentu (suparlan, rggb), maka berdasakan pengakuan warga ketiga dusun tersebut mereka adalah berasal dari suku Sasak Bayan. Karena mereka lahir dan trerasal dari keturunan yang lahir di wilayah Kecamatan Bayan. Mereka ini digolongkan sebagai penduduk asli Bayan, baik berdasarkan penggolongan, pengenalan dan pengakuan mereka sendiri maupun oleh para pendatangyang juga berlatar belahang etnis dari suku Sasak, tetapi berasal dari Lombok Timur maupun lombok Tengah atau etnis lainnya seperti Bali dan Jawa yang ada di wilayah desa Bayan, yaitu seperti di dusun Mandala, Karang Bajo (pasarAncak) Bayan Barat, bayan Timur dan LokoAur.
c. Pola Permukiman dan Perumahan Pola permukiman di dusun Teres Genit, Dasan T\,rtul dan Nangka Rimpek sebagianberkelompok'kelompok ditepijalantanah selebar 3'4 meter, kecualidusun Nangka Rimpek d i m ana seba gian permukiman penduduk berkelompok di tepi jalan setapak (o,s - 1 meter). Belum dapat dilalui oleh kendaraan roda dua danhanya dapat dicapai dengan berjalan kaki mulai dari dusun Dasan Tbtul. Sebagian kelompok permukiman lainnya tersebar ke arah lahan persawahan ataukaki gunung. SepertidasanMontongPrigiyangtermasukdalam wilayahDusun Dasan T\rtul, berada kurang lebih 1 km dari pusat dusun yang bersangkutan. Dasan salak Bual dan dasan Bual yang masuk dalam wilayah dusun Nangka Rimpek berada kurang lebih 1,5 - 2 km dari pusat dusun Nangka Rimpek, yang semuanya hanya dapat dicapai dengan berjalan kaki. Dusun Teres Genit, Dasan T\rtul dan Nangka Rimpek terdiri dari 18 dasan dengan rincian dusun Tbres Genit terdiri dari 4 dasan, dusun DasanT\rtul terdiri dari 5 dasandandusun Nangka Rirnpek terdiri dari 8 dasan. Secara tradisional persebaran kelompok-kelompok permukiman ini dapat dilihat berdasarkan jumlah dasan yang ada. Pada Tabel 2-b dibawah ini 16
dilihat sejumlah dasan yang ada di dalam wilayah dusun I\rtul dan Nangka Rimpek. dapat
Tabel 2.5. Dasan
d.i
Teres Genit, Dasan
wilayah Dusun Nangka Rimpek, Dasan !\rtul, dan Teres
Genit
Sumber: Hasil Penelitian Tim Bappenas Dalam setiap dusun umumnya terdiri dari 4 - 8 dasan. Dasan merupakan pola perkampungan tradisional berupa kompleks atau kelompok permukiman yang terdiri antara 5 - 30 rumah. Setiap dasaa di samping terdapat sejumlah bangunan rumah tingg aJ(bale) juga terdapat sejumlah berugakdanlumbung padtatau geleng. Beberapa dasan juga terlihat beberapa bangunan sederhana berupa pondok yang berfungsi sebagai dapur bor). Sebuah dasan biasanya psmiliki batas yang jelas dan ditandai oleh pagar (lam bah yang terbuat dari bambu atau tanaman. Sebagai ciri utama pada setiap dasan ditanilai adanya sebuah bangaran, yaitu berupa tumpukan batu yang disusun melalui suatu upacara adat tertentu(gawe bangai yang selalu dilakukan sebagai awal membuka lahan untuk suatu kelompok permukiman. Tidak semua dasan meniliki kamar mandi U"di"d. Kebutuhan akan air bersih untuk mandi dan cuci sebagian dasanmemiliki pipa air atau pancuran (pangsorat).
Dalam setiap dasan, tata letakbangunannya selaluberorientasi ke arah selatan, yaitu wilayah pegunungan yang terdiri dari 6 gunung, antara lain gunung Sangkareang, Stampol, Rinjani, Matua,AnakDaradanPegangsingan. Setiap dasan selalu ada bangaranyang terletak paling hulu atau paling sebelah selatan. Posisi L7
bangunan rumah rumah tinggal (bale),dimana pintu atau baban selalumenghadap
(pemalil untuk sebuah bangunan rumah tinggal menghadap arah Utara atau selatan. Berdasarkan silsilah kekerabatan, kerabat yang lebih tua menempati bangunan rumah yang paling hulu (selatan) dan kerabat yang lebih muda berurutan ke bawah atau berhadapan dan tidak melebihi bangunan rumah kerabat yang lebih tua, apalagi melampaui bangaran.
timur atau barat, pantang
d. Sarana Sosial-Ekononi
'
Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan untuk dusun Teres Genit, Dasan T\rtul dan Nangka Rimpek hanya terdapat di dusun Teres Genit, yaitu hanya SDN 04 yang terdiri dari 5 lokal. Sedangkan untuk tingkat pendidikan SLP dan SlAhanya ada di desaAnyar Kecamatan Bayan yang jaraknya cukup jauh dari ketiga dusun tersebut, yakni sekitar 9'11 km. Selama ini SDN 04 di Teres Genit yang memiliki 250 murid berasal dari dusun Nangka Rimpek, Dasan T\rtul dan dusun Teres Genit sendiri hanya ditangani oleh 4 guru saja. Masih kurang 3 guru lagi untuk olahraga, agama dan guru kelas IV.
Di Dusun Teres Genit dan Dasan T\rtul terdapat pendidikan keagamaan yang berupa TPA yang diselenggarakan di Masjid. Adapun pengajarnya adalah 2 orang santri yang dikirim dari Pondok Pesantren pimpinan para T\ran Guru di Lombok Timur. Fasilitas pendidikan di ketiga dusun diperlihatkan pada Tabel 2.6 berikut ini. Tabel 2.6. Fasilitas Pendidikan di Wilayah Dusun Nangka Rimpek, Dasan T\rtul, dan Teres Genit
Sumber: Kepala Dusun Tbres Genit, Dasan T\rtul dan Nangka Rimpek
'
@OOg)
SaranaKesehatan
Puskesmas terletak di dekat pasarAncak, Dusun Karang Bajo. Jaraknya jauh dari ketiga dusun tersebut, yaitu sekitar 7 km. Memang ada rencana cukup pembangunan semacam Puskesmas Pembantu di dusun Dasarr Thtul, akan tetapi sampai saat ini belum ada realisasinya, walaupun penyiapan lahan untuk bangunan Puskesmas Pembantu tersebut sudah disiapkan-bahkan sudah diratakan. Khusus untuk sarana program KB dan kesehatan ibu'anak, sudah ada 2 kegiatan Posyandu 18
sekali dalam sebulan. Satu kegiatan Posyandu di dusun Tbres Genit dan satu kegiatan 'Posyandu di dusun Dasan T\rtul yang pelayanannya mencakup dusun Nangka
Rimpek dan Dasan T\rtulsendiri.
Warga masyarakat dari ketiga dusun tersebut cenderung masih memanfaatkan dukun (beliad,baik untuk membantu dalam melahirkan maupun
untuk mengobati penyakit yang bersifat natural maupun supranatural. Di dusun Nangka Rinpek terdapat 2 orang dukun yang terdiri dari 1 orang dukun beranak dan 1 orang dukun untuk mengobati penyakit. Di dusun Dasan T\rtul terdapat 1 orang dukun beranakyang sekaligusjuga dzpat nengobatipenyakit- Sedangkandi dusun Teres Genit terdapat 3 orang dukun dan ketiganya adalah dukun beranak. Fasilitas kesehatan di ketiga dusun diperlihatkan pada Tabel2.7 berikut. Tabel 2.7. Fasilitas Kesehatan di Wilayah Dusun Nangka Rimpek, Dasan Tutul,
danTbres Genit
Sumber:Kepala Dusun Teres Genit, Dasan T\rtul dan Nangka Rimpek
'
(ZOOS)
SaranaAirBersihdanMCK
Sumber air bersih ketiga dusun tersebut berasal dari sumber mata air l-oko Empok yang jaraknya sekitar 3-4 km. Dengan sistem jaringanperpipaan yang ada, air bersih didistribusikan untuk ketiga dusun tersebut. Setiap dusun memiliki bak
penampungan air yang sekaligus dimanfaatkan untuk mandi dan cuci. Dusun Nangka Rimpek memiliki 5 unit bak penampung air dan tempat mandi ' cuci, dusun Dasan T\rtul memiliki 3 unit bak penampung dan tempat mandi'cucii serta dusun Teres Genit memiliki 3 unit bak penampung dan tempat mandi'cuci. Walaupun begitu, sebagian warga masyarakat juga msih 4enggunakan air dari saluran irigasi untuk mandi dan cuci. Sedangkan fasilitas kakus atau untuk buang hajat umumnya warga melakukannya di kebun, sungai kering atau saluran irigasi. Khususnya di d,usun Teres Genit sudah 2 ada fasilitas kakus dan kamar mandi milik pribadi. Fasilitas MCK di wilayah ketiga dusun diperlihatkan pada Tabel 2.8. berikut.
19
Tabel 2.8. Fasilitas MCK di Wilayah Dusun Nangka Rimpek, Dasan
l\rtul,
dan
Teres Genit
Sumber:Kepala Dusun Tbres Genit, Dasan T\rtul dan Nangka Rimpek (Juni 2003)
'
Sarana Ekonomi
Fasilitas pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari'hari yang tidak ada di lingkungan dusun mereka harus pergi ke pasar pasarAncak setiap hari Kamis. Pasar tersebut terletak di dusun Karang Bajo yang jaraknya sekitar 7 k-. Pilihan lain adalah pasar Anyar di desa Anyar yang ramai pada hari minggu, jaraknya sekitar 9 km. Fasilitas ekonomi di lingkungan permukiman pada ketiga dusun tersebut relatiftidak banyak. Di dusun Tbres Genit sendiri terdapat 5 buah kios dan di dusun Dasan Tutul terdapat 1 buah kios. Beberapa kebutuhan sehari-hari dapat pula diperoleh daripara pedagangkeliling Qrelamur) yangtidak setiap hari keberadaannya. Jumlah sarana ekonomi di ketiga dusun diperlihatkan pada Tabel 2.9 berikut ini. Tabel 2.9. Sarana Ekonomi di Wilayah Dusun Nangka Rimpek, Dasan T\rtul, dan Teres Genit
Sumber: Kepala Dusun Teres Genit, Dasan T\rtul dan Nangka Rimpek, Juni 2003
'
SaranaPenerangan
Ketiga dusun tersebut dulu pernah mendapatkan fasilitas penerangan dari PI,TA yang bersumber dari mata air Loko Sangga. Namun hanya berjalan satu bulan lebih saja, karena kerusakan pada salah satu kapasitor akibat debit air yang terlalu besar. Sebenarnya P[,TAini menwut Dinas Energi dan Pertambangan masih dapat diperbaiki. Berhubung pada waktu itu PLTA terbengkalai terlalu lama, sehingga jaringan kabel untuk tiga dusun pada akhirnya raib entah kemana. Sekarang ini sebagianbesar penerangan menggunakan lampu minyal< tanah,
kecuali di dusun Teres Genit sudah ada fasilitas penerangan listrik tenaga diesel. 20
Diesel dengan fuapasitas 5000 watt ini dibeli dan dikelola secara swadaya oleh masyarakat. Cakupan pelayanan masih terbatas hanya pada warga masyarakat dusun Tbres Genit dan itupun pelanggannya baru sekitar 53 rumah saja. Kendala utama peningkatan cakupan pelanggan adalah nengenaibiaya pemasangan instalasi Rp. 50.000,-/rumah dengan iuran setiap bulan Rp. 8.000,' untuk penerangan dengan kapasitas 20 watt.
'
SaranaTbansportasidanKomunikasi
Alat transportasi utama di lingkungan.dusun lbres Genit dan Dasan T\rtul untuk ke pasar atau keperluan lain di Kantor Desa adalah dengan kendaraan roda dua atau ojek. Kecuali dusun Nangka S,impek karena fasilitas jalan yang ada hanya berupa jalan setapak, maka mereka untuk bisa menggunakan ojek harus berjalan kaki-terlebih dahulu ke dusun Dasan T\rtul. Dari 4 kendaraan roda dua yang ada di dusun Tbres Genit, hanya sekitar 2 motor saja yang memang khusus ojek. Kondisi jalan pun baru sebagian beraspal. Kalau dihitung jarak dari Ibukota Kecamatan sampai dusun Tbres Genit sekitar I km. ? km ialan sudah beraspal dan
2 km masih jalan tanah. Demikian pula dusun Dasn {\.rtul dan Nangka Rinpek, jalan yang masih berupa tanah sepanjang kurang lebih antara 3'4 lrm.
Sarana komunikasi yang ada berupa radio sebanyak 22 buah dan televisi sebanyak 3 buah. Khusus mengenai televisi hanya terdapat semuanya di dusun Tbres Genit saja. Kebutuhan masyarakat akan hiburan, di samping mendengarkan radio dari stasiun Primadona FM di Pasar Ancak, juga menonton televisi, serta menyaksikan acara latihan kelompok kesenian joget setiap malam sabtu di dasan Jeruk Manis. dusun Dasan T\rtul. Di dasan T\rtulini juga terdapatkelompok kesenian sandiwara Cupak Gerantang,dimana anggota kelompoknya ada yang dari dusun Teres Genit dan Dasan T\rtul sendiri. Hanya saja tidak setiap saat mereka melakukan pe ntas, tergantung pesanan. Di dusun Tbres Genit ada 2 warga yang mengusahakan tontonan televisi di rumahnya. Setiap warga yang menonton ditarikbayaran sebesar Rp. 300,'Hampir setiap malam dapat terkumpul uang antara Rp. 20.000,- sampai Rp. 50.000,' dari usaha tontonan tplevisi ini. Sarana transportasi, komunikasi, dan hiburan di ketiga dusnun diperlihatkan pada Tabel2.10 berikut ini. Tabel 2.10. Sarana Tlansportasi, Komunikasi, dan Hiburan di Wilayah Dusun Nangka Rimpek, DasanT\rtul, dan Tbres Genit
Sumber: Kepala pusun Teres Genit, Dasan T\.rtul dan Nangka Rimpek (Juni 2003) 2T
2.3.2 Sistem Ekonomi a.
Pola Produksi
Kehidupan ekonomi warga masyarakat dusun Tbres Genit, Dasan tutul dan Nangka Rimpek terutama berpangkal pada kegiatan pertanian di sawah (bangket) dan ladang (Iendan).Dengan peralatan dan teknologi yang relatif masih sederhana. Ada beberapa jenis kegiatan ekonomi yang dilalruan penduduk setempat, yaitu sebagai petani, berdagang, pengrajin anyaman, peramu (penare).
Walaupun sebagian besar kehidupan ekonomi mereka berpangkal pada kegiatan pertanian, namun tidak semua warga memiliki lahan pertanian. Warga yang memiliki lahanpertanian (sawah danladan$ hanya sekitar 38,602 dan sebagian besar (61,07o) hanya sebagai buruh tani dan sebanyak 0,4% adalah petani penggarap. Kepemilikan lahan di ketiga desa diperlihatkan pada Tabel 2.11 berikut ini. Tabel 2.11. Kepemilikan lahan di Wilayah Dusun Nangka Rimpek, Dasan T\rtul, danTeres Genit (orang)
Status No.
l. Z. B. 4.
,
''-i,;'Nangka
emilikan Bimpek Sawah
Ladang Sewa,/garap
Buruh tani
tutut
58,8 220 iao 40 7,7 '' '"^"' -a"' 3 2,0 :3 350 67,3 60 39,2 :410 130
25,0
,32,6 6,0
520 100,0 153 1i00,016?3
JUMLAH Sum ber: Profil
Daean
Dusun Dasan T\rtul dan Teres Genit, September 2002.
Kegiatan pertanian sangat dipengaruhi oleh siklus musim. Menurut perhitungan mereka sekitar bulan Mei sampai September merupakan musim kemarau (rnnnr balid danpada bulan Oktober sampai bulanApril merupakan musim hujan (turun ror). Adapun jenis tanaman pokok yang ditanam adalah jenis padi bulu yang biasanya ditanam pada musim hujan sedangkan jenis tanaman padi gabah ditanam pada musim kemarau. Jenis lainnya yang ditanam adalah padi ketan. Di samping tanaman jenis padi'padian, mereka juga menanam jenis tananan palawija sebagai tanaman sela, seperti komag atau tanaman pasca panen panen padi adalah seperti bawang putih, bawang merah, kacang tanah, lebi, kacang panjang, kecrpo,
jagung maupun tembakau. Jenis tanaman kebun seperti kopi sekarang sudah mulai dibudidayakan, terutama mengambil lahan di Hutan Kelola Masyarakat (HKM). Tanaman kebun yang dapat dimanfaatkan dan diolah hasilnya seperti jenis tanarnan kelapa, nangka, mente, eno, timbul, sukun pisang, manggis dan jeruk bali (erutil. Secara umum pola tanam di ketiga dusun tersebut nampaknya memang tidak seragam. Hal ini disebabkan debit airnya tidak merata dan Petugas Penyuluh Lapangan Pertanian 22
sendiri nampaknya kurang aktif menyuluh, sehingga para petani menanam semaunya sendiri-sendiri.
'
Pertanian
Tahapan kegiatan pertanian di sawah yang betiri'gasi sederhana umumnya adalah sebagai berikut:
OU
embersihkan Lahan (mengontas) dan Membibit{nengampar)
Tahapan kegiatan nembersihkan lahan dari sisa'sisa tanaman palawija disebut mengontas. Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan dewasa dan anak'anak juga ikut membantu danbiasanya sanbil bermain. Peralatan yang digunakan dalam tahapan kegiatan ini adalah cangkul Gambail dengan tangkai panjang setinggi ketiak orang dewasa. Alat ini umumnya dipegang oleh laki'laki dan perempuan menggunakan alat sabit bergagang pendekbwis cepanQ serta tongkat kayu yang ujungnya ada semacam pengait (p enggarenfr.Alat ini digunakan untuk membantu
mengumpulkan sisa dahan dan batang tanaman hasil cangkulan atau tebasan sabit. Setelah dahan dan batang ini dikumpulkan pada beberapa tempat dan setelah kering kemudian di bakar. Gi) Membajak (menggara) Pengolahan lahan dilakukan dengan bajak (Ienggara) yang ditarik dengan kerbau atau sapi. Membaj akatau menggaraini dilakukan tidak hanya sekali akan tetapi beberapa tahap Pekerjaan membajak ini hanya dilakukan oleh laki'laki dewasa, terkadang anak'anak ikut membantu hanya sebagai
pemberat lenggara agar mata pisau atau mata sisir dapat terhujam lebih dalam. Tahapan kegiatan menggara ini umumnya dilakukan sekitar bulan I - 2, bahkan sudah ada pula yang mulai mengerjakan sejak bulan 12.
(iii) Menanam padi (arelong) Setelah pekerjaan mengolah lahan selesai dan menunggu 2 bulan agar bibit padi tumbuh sekitar 15 - 20 cm, kemudian pekerjaan menanam padi (melonQ mulai dilakulan. Penanaman biasanya dim ulai pada titik di sebelah selatan yang biasanya ditandai adanya tanaman kayu jarak. Pekerjaan ini umumnya dikerjakan olehperempuan dewasa dan ada pula laki'Iakiyang ikut membantu dalam tahapan pekerj4an ini. Waktu untuk mulai menanam didasarkan padaperhitungan tertentu agar hasil panen nanti diharapkan akan berlimpah dan berkah serta terhindar dari musibah(kala) yang mungkin akan terjadi kalau waktu tanam tidak sesuai. Waktu tanam yang be ik menurut kepercayaan mereka adalah setiap tanggal 3, kecuali jika tanggal 3 jatuh pada hari sabtu. Maka haris itu dianggap kurang baik, walaupun tanggalnya 3. Tahapan kegiatan melong ini dilakukan sekitar bulan 1-2 selama beberapoa hari saja.
23
(iv) Memelihara (mbliuh)
Pemeliharaan untuk padi gabah biasanya selama 3'4 bulan dan untuk jenis padi bulu antara 5-6 bulan. Dalam tahapan kegiatan mbliuhinidi samping dilakukan pemupukan ur ea(perabukat) juga dilakukan penyiangan rumput' rumput liar yang tumbuh berdampingan dengan padi, serta memperbaiki pematang, sambil mengawasi kondisi air dalam petak'petak sawah. (v) Panen
panen padi bulu, yaitu setelah 5'6 bulan.Adapun tahapan kegiatan panen padi bulu biasanya diawali dulu dengan upacara adat, yaitu roa h jaga matak atau gawe mbuka.Upacara ini hanya dilakukan pada panen padi bulu dan jagung saja. Pada hari pertama diadakan acara makan bersama dan memotong ayam yang dipimpin oleh seorang perangkat adat, yajltu kiai santri atau kiai biasa. Dalam acara ini juga dibuatkan sesaji (nenok). Pada hari kedua dilakukan upacara mutah, dimana pemilik sawah dengan pakaian adat berupa ikat kepala Gapu), mengenakan kain (kereng) yang dilapisi kain yang dililitkan pada pinggang(dodA) dan tersisip sebilah pisau(badi). I(ain putih dikenakan dengan cara dililitkan di antara pundak dan lehernya. Iiernudian yang bersangkutan menghampiri sawah yang akan di panen. Dengan suatu ritual tertentu yang bertujuan untuk mengumpulkan sari padi, serta semacam pemberitahuan bahwa besok akan dilakukan panen J'ang pertama. Pada hari ketiga, pemilik sawah yang sudah keramas dengan air santan bercampur darah ayam, tidak mandi dan tidak bersetubuh selama 3 hari datang lagi ke lahan sawah yang akan di panen dengan membawa
ani-anai (renggapan), keranjang (keruk), sirih, pinang dan kapur (peng:inang), serta dengan mengenakan pakaian adat lengkap. Sebelum padi di potong dibacakan doa:
"Iiami menunas kolanipe ina amak kulan keluhuran rejeki keberkatan" yang artinya: Kami mohon dapat keberkatan dan rejeki dari para leluhur.
Gambar 2.4. Salah satu kegiatan dalam masa panen di Bayan qA
Setelah upacara itu, padi baru boleh di potong dari arah utara dan berakhir di satu titik di sebelah selatan. Biasanya pada sawah ditandai dengan tanaman polron jarak (falefad dan pada ladang ditandai dengan sebungkah batu{empanpoal. Cara yang umum berlaku untuk panen padi bulu adalah dengan menggunakan ani-ani Genggapad sedangkan untuk padi. gabah dipanen derrgan sabit bergerigi bergagang agak panjang (arrrb gayam).Hastl potongan p adi bulu denga a rcnggapa nini kemudian d i ikat dengan d ia meter antara 8 - 10 cm atau satu ik atan(sukatar) beratnya kurang lebih sekitar
2ke.
Cara pemetikan padi dengan renggapan dan kemudian diikat ini disebut dengan cara nyolasrn. Sedangkan cara nekok yaitu setelah dipotong renggapan, lalu potongan padi dimasukan ke dalam karung besar. Berat satu karung ini dapat mencapai ?00 - 800 kg. Kedua cara ini biasanya dipakaioleh buruh tani dengan perhitungan upah Rp. 100,-&9 untuk cara nekok dan dengan cafa nyolasinperhltungannya adalah setiap 10 ikat yang dapat dipetik, naka ia menerirna upah I ikat padi.
sedangkan proses penuaian padi gabah dilakukan dengan sabit bergerigi (awis gayam) lalu dijemur di tengah pematang sawah dan langsung di rontokan butir padi dari tangkainya dengan cara meroupes. Setelah butir padi terpisah dari tangkainya, kemudian butir padi dimasukan ke dalam karung untuk kemudian diangkut dengan cara meaungguk-
'
Pedagang
Jenis mata pencaharian penduduk sebagai pedagang nampaknya masih lerbatas hanya sebagai pekerjaan sampingan atau tambahan saja, kecuali hanya untuk beberapa orang warga saja. Biasanya kios dikelola oleh istri atau ibu rumahtangga. Pedagang kios dilingkunganpermukimantercatathanyaberjumlah sekitar 6 kios saja dan barang yang dijual biasanya terbatas pada barang seperti minyak tanah, sabun mandi, sabun cuci, rokok, sandal, gula, garam dan jajanan lainnya saja. Pedagang kios ini sebagian besar terlokalisir di dusun Teres Genit dan hanya 1 kios saja yang ada di dusun Dasan T\rtul. Modal usaha kios ini sebesar Rp. 300.000,- sampai Rp. 500.000,. saja dengan keuntungan setiap minggu sekitar 10 15 persen saja. Pedagang kios ini beberapa biasanya juga menjual produk olahan warga setempat seperti minuman beralkohol sepefii btem atau belok. Jenis matapencaharian sebagai pedagang Iainnya adalah sebagai pedagang pengumpul atau pedagang perantara yang biasa disebut dengan istilah tukang catuL Pedagang jenis ini biasanya hanya bermodal kepercayaan saja, membeli hsil pertanian dari petani dengan cara pembayaran kalau barang sudah diterima oleh Dosyang membelinya.
'
Pengrajin
Di samping bertani sebagian penduduk juga mengusahakan barang kerajinan rumah tangga yang berupa barang anyaman dari bambu. Hanya saja belum sampai dikembangkan pemasarannya keluar. Biasanya hanya dibuat kalau 25
ini umumnya terdiri dari laki dan perempuan yang sudah tua. Barang anyaman bambu yang mereka buat adalah seperti kadang ayam (.kurrrgar), tempat nasi (rorz6ong), tampah (sulun),bakuf (keruh,dompet untuk tempat strh(gegandek).Adapula pengrajin yang khusus membuat dinding dari anyaman bambu Gedeh. ada tetangga yang memesan saja. Pengrajin anyaman bambu
.
Penarep
Pohon eno relatif masih banyak terdapat dihutan maupun kebun-kebuh
sekitar permukiman. Dengan potensi ini
sebagian warga
ada
yang
memanfaatkannya sebagai penarep ataupenyadap pohon eno. Air pohon eno yang disadap direndam bersama dengan kulit kayu bajur atau kosambi, sehingga menghasilkan minuman beralkohol yang disebut belok. Setiap penareprata-rata perharidap6l6gmproduksisekitar lsbotnlbelok Hargasatubotolbelokdanpenarcp Rp. 500,-per botol. Biasanyapedagangperantaramenjualnyalagike kios atauwanurg di pasar seharga Rp. 1.500,' per botol. Pihak kios atau warung itu sendiri menjual ke konsumen Rp. 2.500,' per botol. Di samping minuman belok ada minuman beralkohol lain yang diproduksi oleh warga setempat, yaitu minum an brem. Bahan baku utama minumaninidibuatdariberasketanyangdiberiragltape dan direndaselama 4 malam. Harganya pun lebih mahal, yaitu Rp. 2.000,'sampai Rp. 3.000,' beli di tempat. Harga bila sampai di pasar bisa mencapai Rp. 4.000,- sampai Rp. 5.000,- per botol. Sadapan air pohon eno ini tidak saja dibuat minuman beralkohol, akan tetapi juga dibuat gula merah QulaAbang). Pengolahannya memang agak lebih rumit dan banyak menghabiskan kayu bakat, maka umumnya penarep dan keluarganya cenderung nembuat be,lo&ketimbang gu,la abang. Dalam 3 hari dapat dproduksi sekitar 7 - 9 longsor gula merah. Satu longsorberisi 5 cupak gula merah. Satu cupak berdiameter 10 cm dengan tebal 10 cm pula. Harga gula merah kalau dijual Rp. 4.000,'/Iongsor.
Ada beberapa keterampilan lain yang dimiliki oleh warga setempat, yaitu membuat minyak kelapa. Hanya saja belakangan ini kegiatan pembuatan minyak kelapa agak menurun karena harga kelapa mulai naik. IGlaupun ada yang membuat cenderung untu dimanfaatkan sendiri. Untuk membuat satu botol minyak kelapa dibutuhkan sekitar 5-6 butir kelapa. Waktu dulu harga kelapa Rp. 1.000,'/6 butir kelapa, tetapi sekarang harganya Rp. 500,'/butir kelapa. Padahal harga jualnya hanya Rp. 3.500/botol.
b.
Pola Distribusi dan Konsumsi
Sebagaimana yang telah disebutkan dimuka, bahwa hasil panen sebelum dikonsumsi atau dijual terlebih dulu harus dipotong untuk keperluan tertentu. Pemberian kepada pemangku adat setempat(plemel berupa pemberian antara 1-3 ikat padi bulu bagi setiap pemilik lahan atau penggarap sawah yang ditanami padi bulu- Plemerini oleh pemangku adat sebagaipersediaan untuk upacara'upacara adat yang diadakan dt Subuk adatatau kampu adat Sebag1an kecil dikonsunsi oleh pemangku adat dan keluarganya.
26
Sebanyak 6 ,|Yo danhasil panen (baik untyuk padi bulu atau padi gabah) diberikan kepada petugas pembagi air irigasi (pekasih) yang tergabung dalam oragnisasi Perhimpunan Petani Pemakai Air eSA). Sisanya disimpan untuk makan sehari'hari bersama keluarga dan kerabatnya. Khusus untuk padi bulu disimpan di dalam lumbung.
Hasil panen padi sawah (padi gabah), palawija dan hasil kebun lainnya (kelapa, nangka, mente, kulur) dijual kepada para pedagang pengumpul atau perantara (tukangcatuf). Kemudianoleh tukangeatutlokal dijualkepadahtkang caluf di luar dusun atau desa. Kadangkala dijual sendiri langsung kepada bosyang umumnya berasal dari Inmbok fimur dan bermukim di sekitar pasar A,ncak. Menurutbeberapa informasi yang diperolehkomoditipertanian dariketiga dusun tersebut dipasarkan oleh bosini sampai ke Mataram, d.i samping pasarpasar lokal seperti pasarAncak, pasarAnyar, pasar Tanjung, Sambielen, Tampes dan Loko Rangan.
2.3.3 Sistem Sosial dan Bud.aya a.
Organisasi Sosial
Sistem kekerabatan sukubangsa Sasak'Bayan berdasarkan pada prinsip bilateral dengan penekanan pada garis keturunan laki'laki QatrilineaA. Sebuah keluarga inti atau keluarga batih (se*rrenrr, terbentuk bila perkawinan terjadi antara seorang laki-lakidenganseorangperempuan ataulebih. Dalam masyarakat suliu Sasak'Bayan, sebuah keluarga batih ada yang hanya terdiri dari seorang istri atau suami dengan beberapa anak. Keadaan ini terjadi karena pasangarurnya sudah meninggal lebih dulu sehingga statusnya menjadi janda atau duda (bebalo). Ad'a pula keluarga inti yang tak lengkap, biasanya hanya seorang istri dan beberapa anaknya saja tetapi bukan berstatusjanda, tetapi karena di madu. Bila sebuah keluarga baru krbentuk sebagai akibat dari suatu perkawinan, maka keluarga baru tersebut tidak semuanya langsung menempati rumah sendiri. Ada beberapa kemungkinan atau pilfian mengenai adat menetap sesudah menikah, antara lain adalah di rumah sendiri (Dale mesah biasanya rumah tersebutberada pada dasan dari kerabat pihak laki'laki. Adat menetap sesudah menikah lainnya adalah menumpang di rumah orangtua pihak suami Gyodoh dan yang terakhir adalah menumpang di rumah kerabat pihak perempuan(nurun nina)- Beberapa kasus ditemui di dusun Teres Genit, Dasan T\utul dan Nangka Rimpek, bahwa menumpang, baik dipihakkerabatsuemi atau istritidak selalu menempati rumah tinggal kerabatnya (bale), akan tetapi karena kemampuan ekonominya masih terbatas maka mereka biasanya menempati atau memodifikasi bangunan balai keluarga yang disebut berugakitumenjadi tenpat tinggal untuk sementara. Secara tradisional warga masyarakat sukubangsa Sasak-Bayan tinggal dalam sebuah kompleks yang terdiri dari sejumlah rumah yang disebut dengan istilah dasan. Warga dalam setiap dasan umumnya masih memiliki hubungan kekerabatan Gented . Sebuah dasan umumnya ditempati oleh sebuah keluarga luas, dimana tata letak bangunan secara adat diatur sedemikian rupa sehingga dapat
diketahui bangunan rumah tinggal mana yang ditenpati oleh kerabat yang lebih tua atau muda. Bangunan rumah yang letaknya paling hulu, yaitu arah sebelah selatan (dekat bangaran) biasanya adalah herabat yang lebih tua atau senior. Kemudian berurutan ke hilir terletak bangunan rumah dari kerabat yang tebih muda. Letak bangunan bisa pula saling berhadapan, pada prinsipnya bangunan rumah untuk kerabat yang lebih muda tidak boleh mendahului atau lebih ke arah hulu atau dalam hal ini arah selatan.
b. Sistem Sosial Secara tradisional warga masyarakat suku Sasak Bayanterdiri dari beberapa lapisan sosial, raitu: golongan bangsawan (permenah dan golongan rakyat biasa Qalar karang). Golongan bangsawan terdiri dari dua lapisan yaitu mereka yang memiliki gelar radenuntuk laki dan deade untuk perempuan. Kemudian mereka yang memiJiki gelar lauqwrtuk laki dan./euntuk perempuan (Purwadi dan Wibowo, 1999). D alam kehidup an sehari' hari golon gan peru ena.& den gan golongan 7b7br karangmasih nampak dalam interaksi sosial di antara mereka. Perwujudan adanya perbedaan status ini terlihat pada istilah untuk panggilan kepada yang bersangkutan. Panggilan untuk golongan p eraenak adalah maaik untuk laki dan dende untuk perempuan. sedangkan panggilan untuk golongan jajar karang adalah dengan sebutan amak untuk laki dan sebutan inak untttk perempuan. Belakangan ini walaupun ada warga yang berlatar belakang dari golonganjajar karang,akan tetapi ia sudah menyandang gelar haji, maka biasanya istilah yang digunakan untuk panggilannya juga disebut mamik.
Perwujudan lainnya adalah bahwa golonganp ermenakvmumnya memiliki status ekonomi yang lebih tinggr dengan aset pemilikan tanahnya. Lain halnya dengan golongan jajarkarang. Dalam halpemilihan jodoh, gorongan jajarkarang kurang berminat dan cenderung memilih jodoh dari sesama golongannya. Karena ka}aumemilih jodohdarikalanganpermenakakanterbenturpadamasalahmahalnya mas kawin yang harus di bayar ( belasan dan bahkanpuluhan ekor kerbad. Di sisi lain golongan permenakpunengganmemilihjodohdarikalangan fujarkanngkarena status raden atau dende bisa turun menjadi .la,lu atau baiq., ataubahkan bisa hilang sama sekali. Kecenderungan pemilihan jodoh di kalangan sendiri nampaknya memang masih dominan. Mereka nampaknya menyadari bahwa perkawinan dengan kalangan yang lebih tingg hanya akan merendahkan martabat keluarga sendiri. Mereka beranggapan bila suami atau istri jauh lebih tinggi status sosialnya, maka keluarga suani atau istri akan malu datang berkunjung ke tempatnya, dengan demikian perkawinan tersebut hanya akan mengucilkan dari kerabatnya (puslit Sejarah dan Budaya: f978/1979).
warga masyarakat ketiga dusun semuanya adalah golonganTbTbr karang. Golonganpermenakvmumnya terlokalisir di Bayan Blek, yaitu Bayan Barat dan Bayan fimur. Di kalangan warga ketiga dusun yang semuanya tergolong jajar karang,khususnya dalan lingkungan kelompok kerabat, yang nemegang peranan penting dalam berbagai perwujudan organisasi sosial dan hubungan sosial adalah tingkat usia. Dalam hal ini adalah para sesepuh belinesil atau para tetua lokak, 28
terutamayang dulunyapetnahm.enduduki jabatantertentu, baikjabatan adat atau abatan dalam Pemerintahan Desa.
j
struktw dan "penguasa adaf, ' berpusat di empat tempat, yaitu Karang Bajo, Bayan Barat, Bayan fimur dan [.oloan. Pada keempat tempat tersebut ditandai dengan adanya kampu-kampu adat. Kampu adaladalah tempat dilaksanakannya ini biasanya dihadiri -n"y.*"r.h adat atau gwdem. Dalam musyawarah adat pengalu, Iebe, md.im, perangkat a sepetfr, adat lainny pemangku para dan adat oleh gundem oleh dipinpin penyelenggar aarr Dalam kiaisan&2. atau dan-kiai biasa ketii gundemdilaksanakan. kepalaadatdiwilayahkampuatlatyangbersangkutandimana Seiangkan pemangku adat seperti aralo&a&Nangka rimpek, malokakbwl, malokek perumbak daya menempati wilayah adat masing'masing di tingkat dusun. T\.rgas pemangku adat melakukan upacara adat dalam gubuk adatserta menjaga hutan lutupan adat. Secata operasional perangkat adat yang paling aktif adalah pengulu, Iebe, modim, ketip- terutama
kiai santri/kiai biasa. Kiai santri dan kiai
le,6e
ini
yangbiasanya banyak terlibat dalam kegiatan upacara adat lingkaran kehidupan seperti buangau, ngurisang nyunatang, ngeros aii krama, mengkawen, roahjumat dan sebagainya. Dalam pelaksanaan upacara adatbiasanya meteka mengenakan ikat kepala warna putih danbajuputih.
2.3.4 Implementasi Program, Pembangunan dan Pengelolaan Lingkungan a. Kondisi dan Masalah Program yang Ada
.
Permodalan
Program bantuan permodalan seperti yang dilakukan melalui program IDT dan P3DT karena sosialisasi dan proses pendampingan dirasakan oleh warga masyarakat kurang nemadai, maka sebagain besar warga penerima bantuan banyak yang menunggak karena kurang sadar dan faham arti dari perguliran
dana program tersebut. Bahkan sebagian besar kurang berminat mengembalikan modal'yang sudah diterima. Banyak kasus tunggakan ini kemudian tidak d.itindak'lanjuti (sanksil, sehingga akumulasi pengalaman tersebut membentuk stigua bahwa program bantuan Pemerintah merupakan bantuan Cuma-Cuma atau hibah, tidak perlu dikembalikan. Kenyataannya banyak tunggakan yang tidak dikenakan sanksi apapun. Program PDM-DKE yang memberikan d.ana bergulir pun diberitakan hampir tidak ada yang mengembalikan setelah meminjam, apalagi dana tersebut bisa
bergulir. Program ini juga menerapkan bantuan'bantuan fisik seperti
pembuatan talut saluran irigasi dengan pengerahantenaga kerja padat karya yang di bayar. HaI ini menj adikan semangat gotong'royong menj adi lemah dan warga m asyarakat menj adi p unya kecenderungan mau ikut bergotong'royong kalau ada kompensasinya.
29
Kesehatan
Masih adanya kecenderungan pada masyarakat dari ketiga dusun tersebut untuk menggunakan dukun (belian), iak untuk mengobati penyakit atau unutk membantu pertolongan melahirkan. Jumlah belian dari ketiga dusun tersebut sebanyak 6 belian. Di dusun Nangka Rimpek terdapa'c 2 belian yang terdiri dari 1 dukun beranak ilan 1 dukun pengoabatan penyakit. Di dusun Dasan T\rtul terdapat 1 dukun, yaitu dukun beranak dan sekaligus dapat mengobati penyakit natural maupun supranatural. Sedangkan di dusun Teres Genit terdapat 3 dukun dan ketiganya adalah dukun beranak. Sebagian besar warga masih punya anggapan bahwa Puskesmas dan bidan merupakan pilihan terakhir kalau pertolongan belian dirasakan tidak banyak membantu. Seperti beberapa bulan yang lalu, sekitar bulan Februari - Maret 2003, terjadi kasus terjangkitnya penyakit malaria yang merenggut hampir 20 warga dusun-dusun tersebut. Hal ini sempat membuat panik warga karena peranan dukun dirasakan sudah tidak mampu menanganinya lagi, sehingga
mendorong warga untuk mengusulkan kepada Pemda untuk dibuatkan PuskesmasPembantu dan ini disetujui. Walaupun lahan sudah disiapkanwarga di Dasan Tltul, bahkan sudah diratakan, namun realisasi pembangunannya belum ada.
'
PelestarianLingkungan Untuk mengantisipasi kerusakan hutan, Dinas Kehutanan bekerjasama dengan Universitas Mataram membuat program HKM dengan membentuk sekitar 5 kelompok tani untuk mengelola HKM. Rencananya akan diberikan bibit gaharu dan kopi, tetapi yang terwujud baru tanaman kopinya saja. Setiap tahun anggota kelompok tani penggarap HKM membayar retribusi sebesar Rp. 50.000,' dimana 10% masuk kas desa. iVlenurut rencana kelompok'kelompok tani tersebut akan bergabung untuk mengumpulkan dana simpan pinjam. Ini merupakan rencana bagus yang harus didukung dengan penyiapan SDM secara tepat. Tahun 1980'an ada program penanaman pohon MelandingandiHutan Kelola Masyarakat (HKM), akan tetapi proses sosilisasi kepada masyarakat kurang, sehingga masyarakat kurang tahu tentang manfaatnya. Akhirnya pohon melandingantersebut banyak ditebang habis oleh warga:
"Kami waktu itu disuruh tanam saja, tidak diberitahu apa gunanya dan apa manfaatnya. Karena pohon sudah agak rimpek'Iebat, gitu -ya kami tebang habislah, untuk apa'kami tidak tahu".
Menurut rencana, pihak desa bersama PDAM akan memberikan bantuan 10.000 bibit .&aa dan bunut, direncanakan akan diwujudkan pada bulan Nopember 2003.
'
Listrik Program penerangan pernah dilakukan melalui bantuan Dinas Pertambangan dan Energi, yaitu sebuah Pl,lIA (Pembangkit Listrik T.enaga Air). Namun baru
berjalan sebulan lebih terjadi kerusakan pada salah satu komponen pembangkitnya. Menurut keterangan yang diperoleh hal itu t€rjadi karena debit air yang terlalu terlalu besar. Kerusakan itu dibiarkan lama terbengkalai, sehingga lama'lama jaringan kabel yang ada dan relatif mahal itu sekarang 30
sudah raib. Padahat pihak Dinas pertambangan dan Energi nampaknya sanggup untuk memperbaiki kerusakan pada salah satu komponen PLTA tersebut.
Air Bersih danMCK Sejak empat tahun yang lalu, yaitu tahun 1999 masuk program pengadaan air bersih dan jaringan perpipaan yang bersumber dari mata air loko empok untuk
melayani ketiga dusun. Hanya saja yang menjadi masalah sekarang jaringan pipa sudah banyak yang rusak, distribusi air belum merata karena bak'bak p"tt"-prtttgan terbatas jumlahnya dan sudah banyak yang rusak' Pendidikan Program pendidikan seperti SLP terbuka dan PBH pernah diadakan dan dirasakan besar manfaatnya. Namun dalam pelaksanaannya tenaga pengajar SLP terbuka sering terlambat dan bahkAn tidak masuk karena pekerjaan mengajarnya merangkap pula di dusun lain. sedangkan program PBH masih diperlukan mengingat masih banyak kaum remaja yang buta huruf. Dahulu sempat berhenti karena ada penyunatan dana, dimana dalam satu kelompok dianggarkan untuk 30 oarng alran tetapi yang diberikan hanya 10 orang sebagai biaya pengganti waktu kerja.
sDN 04 satu-satunya yang berada di lingkungan ketiga dusun kondisinya cukup memperihantinkan. Dengan jumlah murid sekitar 250 murid dan fasilitas lokaf yang tersedia hanya S lokal. Sehingga ada satu kelas yang muridnya sebanyak 52 murid. yang terpaksa harus berdesakan dan sebagian duduk di bawah karena minimnya bangku. Jumlah guru yang ada hanya 4 guru, masih kurang 3 guru lagi yaitu untuk guru olah raga, ggru agama dan guru kelas IV. Beberapa tahun terakhir ini buku paket pelajaran hanya dipegang oleh guru, karena buku paket pelajaran belum turun sampai sekarang.
b.
Aspirasi Warga Masyarakat Sarana jalan aspal sejauh 4 - 6 kilometer menyambung dari sembulan
menuju dusun Teres Genit, Dasan T\rtul dan. Nangka Rimpek. Apalagi Nangka Rimpek, jalan yang dimiliki belum dapat dimasuki oleh kendaraan roda dua karena masih berupa jalan setapak. Dengan pengaspalan jalan, maka kelancaran transportasi dapat lebih terjamin dan nurah. Bahkan kendaraan sepeda pun bisa menjadi pilihan alat transportasi untuk memasarkan hasil pertanian langsung ke pasar ancak atau pasar Anyar. Khusus untuk Dusun Nangka Rimpek, terdapat kelompok permukimanyang agak terpisah, yaitu dasan selakbual dan dasanbual, hal ini sebaiknya juga diberikan akses jalanyang memadai. Sarana kesehatan pun menjadi pgn-tl4g arliny4 karena qnlgk m1:r-rcapai Puskesmas jaraknya cukup jauh dengan biaya transportasi yang relatif mahal untuk ukuran warga masyarakat setempat. Usulan mengenai pembangunan Pos Kesehatan pembantu sebenarnya sudah dilakukan dan bahkan lahan nya sudah disiapkan akan tetapi realisasi pembangunannya belum ada tanda'tanda mau
berjalan. Peningkatan pelayanan air bersih dalam hal pemerataan pendistribusian ke dasan-dasan perlu dilakukan. Mengingat iuran sama, rata Rp. 1.000,'/bulan 31
akan tetapi tidak semua rumah mudah untuk mengambil air bersih. Debit air relatif kecil, apalagi pada musim kemarau. peningkatan debit air sebenarnya memungkinkan dengan menggabungkan mata ut' Iekong seleotdengan loko empok dengan membuat bak penampung di atas. Di samping itu perlu bak-bak p.n",r"prrrrg untuk memperluas distribusi air bersih. Perbaikan bak penampung dan kamar mandi yang ada diperlukan karena sudah banyak yang tidali berfungsi atau kondisinya buruh tidak ada saluran pembuangan air limbah sehingga air menggenang disekitar bangunan kamar mandi umum dan hal ini mempeicepat kerusakan bangunan itu sendiri. Mengenai jaringan perpipaan, terutama yang berada di atas, yaitu disekitar hutan sering pecah tertimpa batu atau pohon tumbangl Jaringan perpipaan yang rawan rusak sepanjang kurang lebih 1 km. Mengembang_kan HKM sebagai lahan untuk tanaman agribisnis. Sekarang
ini sudah ditanam bibit kopi dan ada kebutuhan jenis tanaman lainnya ..p"rii durian, mangga dan kakao, serta jenis tanaman keras lain yang dapat dipanen kayunya, seperti Mahoni, sonokeling, Jati supe4 swen dan frajumas. Dalam ringka itu perlu pula mempersiapkan sDM dari pada sejumlah kelompok tani yang seka"tg ini mengelola HKM tersebut. Masih banyak anggota kelomplk iani yani memerlukan pengetahuan mengenai masalah pemeliha"".n pohon topi aai penanggulangan hama yang mungkin akan timbul. untuk bibit:bibit yan! akan diberikan kepada petani, diharapkan juga disertai dengan kegiatan penyriluhan mengenai pemeliharaan dan penanggulangan hama penyakitnya, sertapengolahan hasil. Dengan demikian hasil dan nilai jual dapat bersaing di pasaran.
Sementara ini kegiatan pembibitan oleh masyarakat sudah adawalaupun jumlahnya relatif masih sedikit. Jenis tanaman yang dilakukan pembibitan oleh masyarakat umumnya adalah pohon kelapa. Ada pula yang mulai membibit tanaman mangga, rambutan dan durian, akan tetapi dengan cara pengembangan dari biji. sedangkan pengembangan bibit dari hasil cangkokan tiaaklah banyak, karena pengetahuan mengenai pencangkokan masih terbatas:
"kalti sudah sering mencoba cangkok mangga-mangga lokal, tapi hasitnya kurang baik. Akar sering busuk dan kami tidak tahu apa ying satah. Kalau bibx ketap"a
tidak masalah, sering berhasilkareaa mudah-cuma dituakan saja dan digantung diataspohon". Ketidak'seragaman pola tanam dalam bidang pertanian menyebabkan pra petani kesulitan untuk membeli pupuk secara bersama, sehingga dengan beli pupuk sendiri biaya transportasi relatif akan lebih mahal. Pola tanam yattgldak."t"i* ini juga dipengaruhi oleh kondisi saluan irigasi sederh"n" y"ng tidak dapat medanri lahan'lahan tertentu. Kalau dapatmengairi, makapengairansawahdijaiahbebeiapa hari untuk kawasan tertentu dan beberapa hari nntuk ka*a""r, yang lain. Di samping itu, para petani tidah didampingr ahli, yaitu pplkurang alrtif. Sehingga diharapkai PPL pertanian agar bisa lebih aktif membimbing masyarakat, khuiisnya ke arah pola tanam yang seragam. SDN 04 Teres Genit 6s6ilitd 2b0 murid yang berasal dari Dasan T\rtul, Nangka Rimpek dan Tbres Genit sendiri. Kendala yang ada berkenaan dengan fasilitas
pendidikan adalah jumlah kelas yang hanya ada b lokal, kondisi bangku buruk, jumlah guru hanya 4 orang dan kekurangan B guru untuk g.r"u olahraga
"g"-", dan guru kelas IV. Warga juga mengharapkan guru sebaiknya berada dan tinggal-cli 32
lokasi dekat sekolah sehingga tidak ada alasan untuk tidak masuk. Tetapi kalau melihat kondisi rumah dinas guru yang ada, nampaknya memang sudah kurang layak untuk ditempati. Jadi selama ini guru yang bertempat tinggal di dekat sekolah hanya ada 1 guru, guru lainnya ada di dusun atau bahkan desa lain. Disisi lain, karena alasan ekonomi orangtua seringkali melibatkan anak'anak mereka dalam sektor pertanian, mendukung kawin muda, khususnya bagi anak perempuan dan kendala pengadaanbiaya untukpembelianpakaianseragam danperalatan sekolah lainnya (buku dan pensiD. Khusus warga dus.un Nangka Rimpek yang berada di dasan Selak BuaI dan dasan Bual, jaraknya untuk mencapai SDN 04 di Tbres Genit cukup jauh dan naik turun gunung. Mereka mengharapkan adanya pembukaan SDN filiat di dasan yang bersangkutan sehingga anak'anak dapat lebih rajin sekolah dan tidak memakan waktu untuk mencapainya. Pendid.ikanbagi mereka yangbuta huruf nampaknya juga masih diperlukan,
terutama bagi kaun remaja yang banyak belum bisa membaca dan menulis. Demikian pula halnya dengan program pendidikan SLP Terbuka, karena tingkat pendidikan SLP yang ada sekarang ini jauh jaraknya yaitu di pasarAncak, Dusun KarangBajo. warga dari ketiga dusun umumnya mengharapkan bisa berfungsinya kembali PLTAyang ada, dimana dulu mereka pernah merasakan terangnya dusun dimalam hari dan sebagianwargayangnemiliki keterampilansebagaitukangkayu dapat memanfaatkan energi tistrik ini untuk menggunakan mesin serut kayu. Walaupundemikian, pemulihan fugsiPlT}\.inisebaiknyadipersiapkanlebihmatang dalam hal pengelolaannya. Mereka yang dilatih sebagai pengelola harus lebih banyak dan materi dan praktek pelatihan yang dibutuhkan tidak saja hanya untuk menyalakan dan mematikan PLTA tersebut. Tetapi juga mencakup sistem pemasangan dan keamanan instalasi ke rumah'rumah, serta pemeliharaan dan perbaikan tertentu bila terjadi kerusakan. Waktu PL'IA masih berfungsi, di satu sisi dirasakan manfaatnya oleh warga, tetapi di sisi lain warga dirugikan dengan banyaknyabelx lampudanbarangeletroniklainnya menjadirusak akibat tegangan listrik naik turun. Hal ini nampaknya tidak bisa diantisipasi oleh 2 orang tenaga pengelola yang dilatih selama 1 minggu dan diberikan buku petunjuk pengoperasian PLTA dalam bahasa Inggris. Ada beberapa kelompok potensial yang dapat dikembangkan. Kelompok pengelola Hutan Kelola Masyarakat (HKM) yang terdiridari 5 kelompok (Kelompok Singang, Gading, Sempopo, Nyiur Sekontas, Gotor dan Sangga) yang tiap kelompok beranggotakan sekitar 10 -20 anggota dari ketiga dusun tersebut. Kelompok Tani PgA (Petani Pengelola PemakaiAir) terdiri dari 7 kelompok dan beranggotakan antara 20-80 anggota dari ketiga dusun tersebut. Adapula kelompok swadaya masyarakat, yaitu kelompok T\rnas Majuyang beranggotakan 10 orang dari Teres Genit dan DasanT\tul. Kemudiankelompok pengelola airbersihyang terdiri dari beberapa pengurus dari ketiga dusun tersebut. Terakhir adalah kelompok pengelola listrik tenaga diesel yang berdomisili dan untuk melayani warga di Teres Genit. Kendala yang dihad.api oleh kelompok'kelompok potensial tersebut di samping
berkenaan dengan masalah permodalan juga masihlemahnya aspek manajemen. Hal ini dap at d i - aklumi mengingat sebagian besar warga memil i lri tingat pendidikan 33
yang relatif masih rendah. Ada rencana kelima kelompok pengelola HKM akan bergabung untuk membentuk usaha simpan'pinjam, akan tetapi sampai sekarang hal ini belum dapat terwujud karena masih ragu apa yang harus dilakukan dan bagaimana pengelolaan selanjutnya. pgmikian puls halnya dengan kelompok swadaya yang mengelola pelayanan listrik tenaga diesel dan air bersih. Pemberdayaan perempuan melalui pranata gotong royong seperti aktivitas tolong menolong dalam kegiatan upacara adat sikluskehidupanyang didasari oleh
rasa solidaritas bertetangga (persatuan). Bisa juga mengembangkan pranata kesehatan seperti Posyandu sebagai sarana pemberdayaan perempuan, melalui pengembangan kegiatan yang dirasa menguntungkan tetapi berdampak positif terhadap kegiatan posyandu itu sendiri secara keseluruhan. Seperti pengembangan kegiatan PMT bagi anak balita maupun kegiatan arisan dan simpan pinjam bagi ibu rumahtangga, khususnya yang memiliki balita.
c.
Masalah Sosial, Budaya dan Ekonomi dan Program'program Pembangunan Yang Dapat Dilaksanakan di Wilayah Tertinggal Desa Bayan Dusun Teres Genit, Dasan T\tul dan Nangka Rimpek sebagai bagian dari wilayah desa Bayan yang paling Selatan, relatif tidak terlalu jauh dengan pusat desa Bayan. Namun demikian, keterpencilan ketiga dusun yang berada paling Selatan wilayah desa Bayan justru sangat terasa karena beberapa faktor:
'
Akses untuk mencapai ketiga dusun tersebut dapat ditempuh melalui jalan selebar 3'4 meter, tetapi belum semuanya beraspal. Adapun jarak dari pusat desa Bayan menuju dusun Teres Genit sekitar 4 km atau kurang dari 6 km untuk menuju dusun Dasan'lLrtul dan Nangka Rimpek. Panjang jalan yang sudah di aspal dihitung dari pusat desa Bayan adalah sekitar 2 kn (sampai dusun Sembulan). Sekitar 4 km lagi terdiri dari 3 km jalan tanah dan sekitar 1 km merupakan jalan setapak di kawasan dusun Nangka Rimpek. Kondisi jalan tanah dan setapak tersebut berkelok'kelok, beberapa bagian terjal dan cukup licin di waktu hujan.
'
Sarana transportasi utama (o.lb&) sangat terbatas dan biaya transportasi relatif cukup mahal bagi kemampuan warga masyarakat setempat. Sehingga intensitas warga masyarakat setempat untuk keluar dari dusun tersebut relatif terbatas.
Apalagipada waktu musim hujan.
'
Pola permukiman dalam setiap dusun sebagian tersebar, khususnya di dusun
Dasan T\rtul dan Nangka Rimpek. Seperti Dasan Montong Prigi dan Gubuk Adat Maloka Bual fi dusun Dasan Thtul, serta Dasan Bual dan Dasan Selak Bual di dusun Nangka Rirrpek. Lokasi permukiman tersebut agak jauh dari pusat dusun dan akses hanya berupa jalan setapak. Secara geografis wilayah dusun Teres Genit, Dasan T\rtul dan Nangka Rimpek cukup potensial dalam penyediaan lahan pertanian (sawah dan ladang) dan perkebunannya, termasuk lahan Hutan Kelola Masyarakat GKm. Ketiga dusun tersebutterletak diwilayahyangberbukitsampaibergunung (kaki gunung) 34
dengan ketinggian antara 4OO - 6(X) meter di atas permukaan laut. Kontur wilayahnya yang berbukit dan bergunung tersebut menyebabkan terbatasnya tanah datar. Sebagian besar kontur wilayahnya ada pada kemiringan sekitar 45 - 65 derajat yang rawan longsor. Dengan demikian sebagian besar lahan pertanian dan perkebunan berada dipunggungTunggung bukit berundak'undak sampai ke lembah, serta cukup jauh dari tingkungan permukiman. Hal ini menjadi penyebab tingginya biaya tenaga pengangkutan hasil pertanian. Sebagian lahan pertanian dan kebun ada pula yang berada di sekitar lingkungan permukiman. Di samping jalan, akses mereka terhadap pelayanan kesehatan relatif jauh. Memang sudah ada rencana pembangunan Puskesmas Pembantu di Dasan 1\'rtul,
tetapi
pelaksanaan pembangunanya belum nampak sampai sekarang. Akses terhadap pelayanan air bersih nampaknya masih dapat ditingkatkan, sehingga semua warga komuniti yang berada di tiap dasan dapat mengaksesnya lebih mudah dan dekat. Kendala utama pelayanan air bersih ini adalah mengenai manaiemen pendistribusian air berkenaan dengan sistem perpipaan dan bak'bak pendistribusiannya.
warga komuniti sudah menyiapkan lahanya, akan
Sarana penerangan sebagian besar masih menggunakan minyrk tanah, hanya sebagian warga komuniti yang dapat menikmati penerangan listrik, yaitu warga di dusun Tbres Genit dan itupun baru sebagian kecil saja. Sumber penerangan listrik ini berasal dari tenaga diesel yang dikelola secara ewadaya oleh masyarakat Teres Genit sendiri.
Kondisi kualitas SDM yang relatif rendah, dimana sebagian besar 67,4Vo buta hurufdan yang berpendidikan SD hanya sekitar 30% saja. Kondisi ini dapat dimaklumi, mengingat akses mereka terhadap pelayanan pendidikan relatif terbatas, khususnya bagi warga masyarakat di dusun Nangka Rimpek dan Dasan T\rtul. Di samping rendahnya tingkat kesadaran orangtua dan alasan ekononi, maka anak' anak usia sekolah turut dilibatkan dalam kegiatan pertanian dan khusus untuk anak perempuan, kawin di usia muda.
Buruh tani bukanlah suatu pekerjaan yang menjanjikan karena dalam satu bulan biasanya hanya 10 hari kerja. Rata'rata warga set€mpatberpenghasilan hanya sebagai buruh tani (61,0%), atau walaupun sebagai petani mUlk (SZ,A"Z), sewaktu-waktu dapat saja menjadi bwuh tani, karena keterbatasa lahan pertanian yang dimiliki. Khususnya di dusun Nangka Rimpek dan Dasan T\rtul, pekerjaan sebagai buruh tani cukup menonjol (67 ,3o/o).
Di Dusun Teres Genit, Dasan T\rtul dan Nangka Rimpek terdapat beberapa kelompok potensial. Anggota dari kelompok'kelompok tersebut adalah warga komuniti yang bersangkutan, tetapi umumnya mereka belum dapat berkembang sebagaimana mestinya. Seperti kelompoktanipengelola HKM yang terdiri dari 5 kelompok yang beranggotakan antara 10-20 petani. Kemudian kelompok Petani Pengelola PemakaiAir (PBN yang terdiri dari 7 kelompok betanggotakan antara 20'40 petani. Belum lagi kelompok swadaya masyarakat "Thnas Maju' yang beranggotakan 10 orang, serta ada 2 organisasi pengelola pelayanan umum, seperti pengelola air bersih dan pengelola listrik tenaga diesel. Kendala yang mereka hadapi untuk mengembangkankelompoknya tidak
saja karena persoalan modal, akan tetapi persoalan manajemen
dan pengorganisasian. Seperti rencana penggabungan 5 kelompok pengelola HKM untuk 35
mewujudkan usaha simpan'pinjam serta pengadaan bibiU rencana kelompok sw adaya "T\rnas Maju" untuk mengembangkan jumlah anggotanya i kesulitan yang dihadapi pengurus air bersih untuk membuat sistem pendistribusian air bersih secara merata dan kendala teknis penggabungan 2 sumber mata air loko empok dan lekong seleoti dgn kendala pengelola listrik tenaga diesel dalam mengembangkan pelayanannya, sementara tenaga teknis yang diniliki kurang terampil. Khusus mengenai Pembangkit Listrik TenagaAir (PLTd yang sudah ad.a, warga komuniti masih amat mengharapkan PlTAtersebut dapat difungsikan kembali, tentunya dengan tenaga operasional yang lebih siap.
Dilihat dari latar belakang etnik, warga komuniti ketiga dusun tersebut masih bersifat homogen. Semua warga komuniti berlatar belakang etnik SasakBayan. Warga dalem setiap dasan umumnya masih memiliki hubungan kekerabatan (renten). Jaringan hubungan kekerabatan bahkan sampai pada tingkat dusun, bahkan antar dusun, baik karena keturunan maupun akibat perkawinan. Sebagian besar warga komuniti masih bertahan pada tanaman jenis padi bulu, walaupun masa tanamnya relatif lebih lama (S-0 lutarr). Ada pula yang menanam jenis padi gabah, biasanya dilakukan pada musim kemarau dengan masa tanam yang relatif lebih singkat (3'+ bulail. Sikap masih mempertahankan penanaman jenis padi bulu ini didasari adanya kepercayaan bahwa mengkonsumsi jenis padi bulu akan lebih mengenyangkan dan berkah. Sikap ini secara tidak langsung sebenarnya memelihara kelestarian upacara adat, karena memang padi bulu digunakan untuk upacara'upacara adat. Dengan demikian ada kecenderungan bahwa jenis padi bulu umumnya tidak untuk dijual, sedangkan jenis padi yang dijual hanya dari jenis padi gabah saja, di samping tanaman palawija. Kehidupan sosial komuniti dari ketiga dusun tersebut diwarnai oleh adanya pengaruh "penguasa wilayah" dalam hal ini adalah Pemerintahan Desa yang antara lain adalah Kepala Desa, Kepala Dusun dan Ketua RT. Sedangkan'penguasa adat", dalam hal ini adalah kepala adat dengan segenap perangkat adatnya (Pemangku
Adat, Kiai Pengulu, Kiai Lebe, Kiai Modim, Kiai Ketip dan Kiai Santri/Biasa). "Penguasan adat" yang secara struktural masih dalam proses pembenahan dan penyesuaian, nampaknya visi yang dimiliki cenderung mengutamakan kegiatan seremonial yang berorientasi vertikal 0eluhur atau yang maha kuasd. Walaupun demikian, dampak dari kegiatan seremonial seringkali menunjukan bahwa aktivitas seremonial itu sendili merupakan suatu mekanisme pemerataan, baik dal"- bentuk makanan atau uang. Dalam kehidupan sosial komuniti dari ketiga dusuntersebut, juga nampak
adanya kecenderungan di antara warga masyarakat untuk mengelompok
beradasarkan orientasi nilai budaya. Pengelompokan warga mayoritas penganut "Islam wetu telu' yang berorientasi pada adat wetu teludan pengelompokan warga minoritas penganut "Islam Pembaharu" yang umumnya berorientasi pada ajaran tuan'tuan guru yang memiliki pondok pesantren di Iombok Timur. Jenis komoditi yang dihasilkan oleh warga komuniti tidak saja padi bulu dangabah, tetapijugajenistanamanpalawija, sepertijagung, bawangputih, bawang merah, komag, lebi dan tanaman kebun. Tanaman kebun yang cukup potensial sebenarnya adalah kelapa dankopibaru saja dikembangkan. Kendala utamawarga komuniti tersebut adalah di samping akses terhadap pasar, juga mahalnya biaya
36
transportasi atau pengangkutan . Sehingga mereka cenderung menjual di tempat melalui para pedagang penampung atau perantara. Program'program pemberian modal bergulir yang pernah ada seperti IDT maupun PDM'DKE karena di dalam pelaksanaannya dianggap proses sosialisasi dan pendampingannya kurang, sehingga banyak tunggakan yang akhirnya tidak ada tindak lanjutnya. Akumulasi pengalaman ini oleh sebagian warga komuniti diintepretasikan bahwa bantuan Pemerintah melalui program apapun namanya adalah hibah dan tidak perlu dikembalikan, karena memang tidak pernah ada sanksiyangtegas dan jelas. Sedangkanprogtam PengembanganKecamatanTbrpadu (pKT) dan program Usaha Pengelola Keuangan Desa (UPKD) sebagai program pengembangan ternak sapi dan dana bergulir, relatif masih dirasakan manfaatnya oleh warga komuniti. Hanya saja cakupan pelayanannya masih terbatas pada sebagian kecil warga saja. Hal ini disebabkan keterbatasan dana yang ada, sekaligus menghindariresiko tunggakanbila diberikankepada anggota baruyang reputasinya masih samar. Masalah lain yang ada dalaln program bantuan permodalan umumnya waktu pencairan tida sesuai dengan waktu kapan dana tersebut dibutuhkan oleh petani. Sehingga penggunaannya menjadi cenderung konsumtif.
Keterampilan adalah potensi lain yang dimiliki oleh sebagian warga komuniti yanB sebenarnya dapat dikembangkan. Sekarang ini, keterampilan dimanfaatkan tetapi belum sepenuhnya berorientasi kepada pasar. Keterampilan yang dimiliki antara lain adalah membuat anyaman dari bambu, seperti dinding anyaman bambu maupun peralatan rumahtangga. Umumnya mereka membuat kalau ada pesanan saja, terutama pesanalr dari tetangga. Keterampilan lain yang ada antara lain adalah pembuatan minuman kesehatan (brem dan beloD, gula merah dan minyak kelapa.
2.3.5 Rekomendasi Pengembangan Wilayah Terpadu di Desa Bayan Pemberdayaan komunitas yang diartikan sebagai suatu proses dimana warga suatu komuniti mengorganisir diri mereka sendiri, baik dalam kelompok atau kumpulan individu. Secara bersama merasakan kebutuhan yang harus mereka penuhi dan merasakan adanya masalah yang harus mereka atasi. Pemberdayaan sebagai sebuah proses tentu saja harus dilakukan secara tepat dan terencana. Dalan pengertian bahwa proses pemberdayaan komunitas di dusun Teres Genit, Dasan Tutul dan Nangka Rimpek, sebaiknya memperhatikan beberapa hal berikut ini:
a. Struktur
dan jaringan penguasa lokal
Kehidupan sosial pada ketiga dusun tersebut masih amat dipengaruhi oleh adanya "penguasa adaf,' dengan segenap perangkatnya dan "penguasa wilayalt'' yang dalam hal ini adalah Pemerintah Desa. Penguasa adatdan peng:uasa wilayah pada tingkat desa nampaknya saling berseberangan. Di samping karena adanya alasan pribadi juga pengaruh adanya suatu kebijakan dari Pemerintah setempat mengenai masyarakat adat wetu telu.
37
Pada tingkat dusun nampaknya akomodasi kepentingan menjadi lebih mungkin dilakukan. Mengingatperanan kepala dusun (kadus) dalam upacara adat (terutama upacara adat sihlus hidup) di dalam masyarakat culiup aktif dan lebih bebas dari tekanan kebijakan Pemerintah setempat yang mungkin agak diskriminatif. Dalam kaitan itu, kadus sering bekerjasama dgngan perangkat adat, khususnya Kiai Santri sebagai pemimpin hampir setiap upacara adat siklus hidup. di samping itu, kadus juga memiliki keturunan dari salah satu pemangku adat tertnr;:bl'. walaupun tidak semua Aadusdiakui pula secara adat, seperti kadusl-akoAur tidak
termasuk didalamnya karena berasal dari lombok Timur dan tidak memiliki keturunan. Dengan dsaikian, upaya pemberdayaan masyarakat komuniti yang bersangkutan sebaiknya memanfaatkan kedua struktur dan j aringan penguasa lokal tersebut.
b.
Potensi konflik
di dalam komuniti
Menemukenali sumber-sumber konflik di dalam komuniti merupakan hal penting dalam upaya pemberdayaan. Karena proses pemberdayaan komuniti memakan waktu dan membutuhkan situasi yang mendukung agar sebanyak mungkin warga komuniti yang terlibat untuk ikut mensukseskan dan merasakan keuntungan dari program'program yang dilaksanakan. Kondisi yang ada di ketiga dusun tersebut menunjukan adanya beberapa
indikasi pengelompokan berdasarkan tata cara pelaksanaan agama Islam. Kecenderungan pengelompokan tersebut terwujud dalam bentuk pengelompokan warga komuniti penganut "Islam wetu telu' yang cenderung berorientasi pada adat dan pengelompokan warga komuniti penganut "Islam Pembaharu" yang berorientasi
pada ajaran para tuan guru dari Lombok Timur. Sementara itu ada pula pengelompokan warga konuniti di antara keduanya Gnterseksil yang dalam aktivitasnya cenderung lebih kontekstual. Dengan demikian bantuan atau program yang diberikan untuk kepentingan salah satu kelompok akan meninbulkan kerawanan timbulnya konllik. Karena itu, sebaiknya bantuan atau progmm yanB diberikan harus mengikuti prinsip bahwa bantuan atau program tersebut merupakan kebutuhan bersama warga komuniti ftukan kebutuhan bersama kelompok keagamaan tertentu warga komuriti). Sehingga diharapkan partisipasi, keberhasilan dankeberlanjutanprogram dapattetap terjaga.
c.
Potensi pengelolaan dan Agen eoeialisaei dalam komuniti
Pelaksanaan dan keberlanjutan program perlu didukung oleh warga komuniti, baik secara individu maupun kelompok yang potensial dan berpengaruh sehingga dapat memberi contoh kepada warga lain di lingkungannya. Keberadaan mereka amatdiperlukan sebagaiupayapengawalandan sosialisasiprogram secara berkesinambungan.
d.
Kebutuhan sesuai persepsi warga komuniti
Menemukenali kebutuhan warga komunitas seringkali tidaklah mudah. Seringkali apa yang disampaikan oleh warga belum tentu merupakan prioritas bagi 38
mereka. Walaupun kebutuhan itu sudah diungkapkan, maka terlebih dulu dipertimbangkan dampaknya, apakah positif atau negatif bagi kehidupan warga komunitas yang akan dibantu itu sendiri. Seperti bantuan fasilitas jamban di dusun Lnko Aur dan Mandala sebagian besar menjadi mubazir karena tidak lagi terpakai, apalag terpelihara. HaI ini disebabkan penggunaan jamban belum menjadi kebiasaan sebagian besar warga komuniti. Sehingga keberlanjutannya tidak dapat dipertahankan. Bantuan PLTA.untuk penerangan ketiga dusun pada waktu dulu hanya berjalan satu bulan lebih kemudian rusak dan tenaga lokal tidak siap untuk memperbaikinya. I .ama tidak diperbaiki, akhirnya jaringan kabel untuk penerangan tiga dusun lokasi KAT hilang'dijual oleh oknum tertentu. Pada satu sisi kebutuhannya memang sesuai, akan tetapi tidak disertai penyiapan SDM pengelolaannya secara sempurna. Dengan demikian strategi proses pemberdayaan terhadap tiga dusun (lbres Genit, Dasan T\rtul dan Nangka RimpeD adalah sebagai berikut:
.
Jalur pengorganisasian program memanfaatkan kedua struktur dan jaringan penguasa lokal dalam hal ini adalah "penguasa wilayan"'dengan perangkat desanya, serta "penguasa adat" dengan perangkat adatnya' Sekaligus memanfaatkan kelompok potensial sebagai agen sosialiasi sebagai upaya untuk memelihara dan menjaga keberlanjutan program.
.
Pemberian bantuan atau program diaratrkan untuk kepentingan warga dusun Secara ulnum, sehingga bantuan atau program harus benar-benar merupakan
kebutuhan warga berdasarkan musyawarah, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu. Kebijaksanaan ini diambil untuk menghindari kemungkinan kecemburuan dan konflik sosialyang mungkin dapat terjadi.
.
Di samping itu, pemberianbantuan sebaiknya didasarkan pada prinsip rewatds
Ini sebagai salah satu cara penting, bahwa prinsip imbalan menghindari kecemburuan sosial dan yang lebih (rewards) tidak mengurangi kekuatan keberdayaan yang ada pada warga komunitipada umumnya.
atau imbalan, bukan charity atau hadiah.
'
Sebagai upaya mempertahankan keberlanjutan program, sebaiknya memanfaatkan pranata-pranata sosial yang ada dalam masyarakat atau memperkuat pranata sosial baru yang potensial.
Adapun bantuan atau program pemberdayaan warga komuniti yang diusulkan adalah sebagai berikut:
'
Pembuatanjalandanpengaspalan Pengaspalan jalan dari dusun Sembulan \e Teres Genit (Z td dan dari Tbres Genit ke Dasan T\rtul (1 km), lalu dari Dasan T\atul ke Nangka Rimpek perlu memperlebar jalan (dari jalan setapaD danpengaspalan sampai ke dasan Selak
Bual atau dasanBual0
t
39
Pengadaan Listrik
Dari ketiga dusun tersebut ada dua dusun (Dasan T\rtul dan Nangka RimpeD yang sama sekali belum ada listrik. Sedangkan khusus untuk dusun Tbres Genit sudah ada dengan memanfaatkan tenaga diesel yang dikelola secara swadaya.
Masyarakat mengusulkan untuk menghidupkan PLTA (dekat Gubuk Adat Maloka Perumbadaya) ini kembali karena dulu dapat menerangi sekitar 3 dusun. Alternatif lain adalah pengembangan pelayanan listrik tenaga diesel yang dikelola oleh warga komuniti, seperti di dusun Tbres Genit. Sistem pendistribusian air bersih dan MCK
Sarana air bersih selama ini menggunakan perpipaan dari sumber mata air Inko Empok dan di*anfaatkan oleh ketiga dusun tersebut. Hanya saja pelayanan air bersih tersebutbelum merata pendistribusiannya. Di samping itu debit air mengecil pada musim kemarau. Diusulkan untuk dilakukan penggabungan sumber mata air yang ada sekarang (lnko Empok) dengan sumber mata air lekong seleot. Caranya adalah dengan membuat bak penampung di bawah kedua
sumber mata air tersebut.
Jaringan perpipaan yang ada sekarang belum didukung oleh bak'bak
pendistribusian airyangmemadai. fi samping itu tempatmandi dan cuci umum sangat terbatas jumlahnya dan sudah ada beberapa yang rusa. Sedangkan kakus umum belum ada sama sekali.
Fasilitas Pendidikan dan Beasiswa Kendala utama warga komuniti menyekolahkan anak mereka adalah karena faktor rendahnya kesadaran orangtua akan arti bersekolah dan juga karena beberapa alasan ekonomi. Dengan demikian, program beasiswa bagi murid berprestasi diharapkan dapat membantu memotivasi anak'anak untuk bersekolah.
Penambahan ruang kelas di SDN 04 Teres Genit, di samping melengkapi kekurangan guru dan perbaikan fasilitas bangku belajar. Khueus untuk Dasan Selak Bual dan Dasan Bual di Dusun Nangka Rimpek karena lokasinya terpisah jauh dikaki gunung mengusulkan pendirian SDN 04 frlial di Dusun Nangka Rimpek. Demikian pula program SLP terbuka dan PBH dapat dibuka kembali. Pengembangan TanamanAgribisnis pada Lahan Perkebunan dan HKM
Lahan Hutan KeIoIa Masyarakat HKM yang dikelola oleh 5 kelompok tani dan beranggotakan 20'40 orang saat ini baru mengembangkan tanaman kopi. Mereka umumnya masih membutuhkan bibit tanaman seperti durian, mangga, kakao dan tanaman lainnya seperti jati super dan rajumas. Pengembangan tanaman agribisnis tida saja dapat dilakukan di lahan HKM tetapi di kebun pilik warga yang sebagian ada disekitar permukiman. Hal ini sekaligus mengantisipasi kemungkinan terjadinya tanah longsor, dimana tanah perkebunan umumnya. berada pada kemiringan yang cukup curam. 40
Komoditi kelapa cukup potensial, akan tetapi belum ada program reklamasi tanaman pohon kelapa. Kalaupun ada hairya sebagian warga komuniti yang melakukan pembibitan kelapa, akan tetapi tidak terlalu signifikan. Pengadaan Puskesmas Pembantu dan Kesehatan Lingkungan Akses warga komuniti terhadap pelayanan kesehatan
relatifjauh. Diusulkan
pembangunan Puskesmas Pembantu di Dasan T\'rtul (dimana lahan sudah
disiapkan oleh warga komuniti). Dengan adanya Puskesmas Pembantu diharapkan pembinaan 2 kegiatan Posyandu yang ada, yaitu di Tbres Genit dan Dasan T\'rtul dapat lebih intensif. fidak hanya itu saja, keberadaan Puskem.as Pembantu diharapkan dapat membantu meningkatkan mutu pelayanan dukun kepada masyarakat, khususnya dukun beranak-karena warga komuniti cenderung memanfaatkan dukun untuk periolongan kelahiran. Program kesehatan lingkungan yang perlu dilakukan adalah penerapan konsep rumah sehat. Sebagian besar rumah masih berbentuk tradisional yang tidak berjendela dan masih berlantai tanah. Sehingga cahaya matahari yang masuk relatif kurang dan hal ini menyebabkan ruang bagian dalam rumah menjadi agak gelap dan lembab. Ditambah lagi sebagian besar dapur masih berada di dalamrumah.
Pelatihan, Penyuluhan dan Pendampingan Pelatihan, penyuluhan dan pendampingan diperlukan untuk mempersiapkan SDM dan kelompok'kelompok potensial dari warga komuniti setempat, dalam rangka mengelola bantuan atau program yang akan dilaksanakan. Sekaligus
menyiapkan mereka sebagai agen-agen sosialisasi untuk menjamin keberlanj utan program.
Termasuk didalamnya, petugas PPLyang harus lebih aktif membina kelompok
tani di ketiga dusun tersebut, sehingga keseragaman pola tanam dapat terlaksana, di samping perlu adanya dukungan pengairan yang baik. Pengembangan Keterampilan sebagai Usaha Produktif
Keterampilan menganyam bambu, membuat gula merah, membuat minyak kelapa dan pertukangan masih digunakan sebatas pesanan para tetangga saja. Produksi kerajinandanindustri runah'tangga tersebutbelum berorientasipada pasar. Keterampilan ini potensial untuk dikembangkan sebagai suatu usaha produktif, hanya saja diperlukan pendampingan dalam hal pemasaran.
Budidaya IkanAir Tawar Khususnya untuk Dusun Nangka Rimpek, warga sebenarnya sudah menyiapkan beberapa kolam dan sekitartahun 2002 oleh Pemerintah dijanjikanpengadaan bibit ikan mas. Kondisi air cukup baik dan banyak karena kolam-kolam yang
tersedia memiliki sumber mata air.
4L
'
Pendataan
Berdasarkan pengalaman di lapangan, ketersertiaan data sekunder mengenai masalah demografimaupunkondisidesa atau dusun sangatlah sulit dan minim. Dengan demikian, programpendataan wilayah, khususnya wilayah KAT amat diperlukan dan penting. Terutama sebagai bahan dasar kajian dalam tahapan kegiatan evaluasi. Kegiatan Pendataan ini dapat dilakukan melalui program KKN yang dilakukan hampir setiap tahun. Tabel 2.12. Rekomendasi Program Pemberdayaan KomunitasAdat Terpencil Di Dusun Teres Genit, Dasan T\rtul dan Nangka Rimpek Desa Bayan
42
43
2.4 Etnografi Komunitas Adat di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (Komunitas Adat Kasepuhan
)
2.4.I Letak Geografis Taman nasional gunung Halimun terletak lebih kurang 100 km arah baratdaya Jakarta. Secara Geografis berada diantara 106"21' ' 106"38'BT dan 6"37' - 6o51' LS, dan secara administratif wilayah itu termasuk dalam Kabupaten Bogor dan Sukabumi (Jawa Barat) serta Lebak (Banten). Saat ditetapkan sebagai kawasan taman nasional pada 1992, luasnya mencapai 40.000 ha. Tapi saat ini luas tersebut telah menyusut 10.000 hektar dan menjadi 30.000 hektar. I(awasan yang berada antara 500 - 2.000 m dpl ini, hampir boleh dikatakan selalu tertutup kabut sepanjang hari. Kawasan ini mempunyai curah hujan ratarata .1000 - 5000 mm / tahun dan kelembaban berkisar 80%. Suhu udara minimum dengan kelembaban sekitar 21" C, minimum suhu 12o C dan maksimum 33" C. Hutan hulzrn pegunungan lerluas di Jawa Barat, merupakan ekosistem hutan alam yang masih tersisa dan berfungsi sebagai pengatur tata air dan iklim mikro. Serta perlindungan flora dan fauna, penelitian serta sarana pendidikan. Kondisi alam yang berbukit-bukit menjadikannya sebagai benteng pelindung puncak Gunung Halimun. Ada tujuh puncak gunung bukit yang memagari Halimun, yaitu Gunung Sanggabuana, I(encana, Botol, Pareang, Halimun Selatan, Pananjoan, dan Gunung Iiendeng. Sedangkan gunung dengan puncaknya tertinggi yaitu Gunung Halimun Iialer (1.929 m). PeLa Taman Nasional Gunung Halimun diperlihatkan pada Gambar 2.5 berrkut
ini.
Gambar 2.5. Peta Taman Nasional Gunung Halimun 44
2.4.2 Kependudukan Sampai saat ini belum ada data yang pasti yang menyebutkan jumlah kasepuhan yang ada di kawasan taman nasional ini. Prof. KusnakaAdimihardja (f ggz) mengidentifikasi setidaknya ada 5 kasepuhan/ kampung (?) yang menjadi 'pusat' kegiatan warga kasepuhan, yaitu: Kasepuhan Citorek, Cicarucub dan Cisungsang di wilayah Banten Selatan serta Kasepuhan Bungur dan Waru di daerah Sukabumi Selatan. Studi ini akan memfokuskan pada eksplorasi permasalahan masyarakat adat kasepuhan yang berlokasi di Desa Bungur, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Kepadatan penduduk disekitar Kawasan Gunung Halimun, ternasuk Desa Bungur sangat rendah. Adimihsr4ia (f ggZ) menyebutkan bahwa tingkatkepaclatan penduduk di kawasan tersebutbervariasi dari 125 - 350 orang/kn2. Di Desa Bungur dengan luas wilayah3.L92,74 ha dengan jumlah penduduk sebanyak 3.923 orang pada tahun 1988 maka rata'rata kepadatan penduduk pe km2 yaitu sekitar 9 - 11 orang. Sebagai perbandingan kepadatan penduduk di Jawa Barat pada tahun yang sama ialah 711 orang/km2.
2.4.3 Sistem Ekonomi Mata pencaharian masyarakat Kasepuhan umumnya bertani disawah atau berkebun. Sebagaikomunitas adat, pengolahan eawah, kebundanladang dikerjakan secara gotong royong. Selain bertani secara kolektif, pekerjaan lain yang biasa dilakukan w ar ga Kasep uhan ialah sebagai buruh upah. Jenis pekerj aan buruh upah diantaranya sebagai pecangkul, ngarit, menggembala kebau, mencari kayu bakar, membersihkan rumput, memetik buah cengkih, mencari batu di sungai, menumbuk padi dan memikul hasil kebun. Upah untuk setiap jenis pekerjaan bervariasi mulai Rp. 100 - Rp. 1500,' . Umumnya jenis pekerjaan upah ini diperoleh dari warga diluar I(asepuhan.
2.4.4 Organisasi a.
/ Pranata Sosial
Agama dan Kepercayaan
Penduduk Desa Bungur beragama Islam. Tercatat ada sekitar 12 mesjid dan Langgar yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Shalat Magrib dan Isya biasanya dilakukan secara berjamaah. Setalah shalat berjamaah biasanya mereka bertukar pengalaman dan informasi sesama warganya. Walaupun temasulc pengabut agama islam yang taat, namun demikian warga Desa Bungur juga tetap
menjalankan kebiasaanadat dan kepercayaan warisan nenek moyangnya yaitu sebagai keturunan Pancer Pangawinan.
b. Pancer Pangawinan Merupakan semacam doktrin yang dianggap sebagai wangsit. Dalam 45
menjalan doktrin ini, warga kasepuhan mengembangkan suatu ajaran dasar pembinaan moral yang disebut ngaji cliri atau mawas diri. Ajaran ini d ikembangkan untuk memerangi sifat buruk dalam diri manusia agar terhindar dari jalan yang bertentangan denga perintah nenek moyang.
c.
Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan di masyarakat kasepuhan tidak membedakan garis keturuan dari pihak ibu atau bapak. Keduanya mgilild hak yang sederajat. Kesatuan keluarga dalam masyarakati.ni sama dengan masyarakat sunda umumnya yaitu keluarga inti. Namun demikian peran keluarga lainnya yang hidup seatap atau 'sedapur' juga cukup berpengaruh. Peranan suami istri dan suami dalam mencari nafkah dan pengasuhan anakjuga sederajat.
d. Struktur Sosial Selain dikenal pengelompokan berdasqarkan jenis kelamin, struktur sosial masyarakat Kasepuhan juga dikenal pengelompokan berdasarkan usia (tua, muda, anak'anak dan lajang), berdasarkan kepentingan (petani, kader kesehatan, pendengaracarapedesaan, dlD danberdasarkankepemilikanlahan (kaya dan-iskid.
e.
Kepemimpinan
Secara adat, warga Kasepuhan dipimpin oleh seorang kepala adat yang disebut Sesepuh Girang. Sesepuh Girang mengatur kehidupan warganyan dibantu oleh sekretaris, penasehat pribadi, ponggawa, bengkong, penghulu doa, indung
beurang, pengurus parabaot. Penimpin ditiap'tiap kampung disebut sesepu kampung.
2.4.5 Kondisi Sosial Ekonomi Dalam Konteks
Wilayah Administrasi
Dalam konteks sosial, komunitasAdat Kasepuhan pada umumnya dapat diterima dan bersosialisasi dengan baik dengan komunitas diluarnya. Hal ini didukung oleh kemampuan berkomunikasi dan penguasaan bahasa lokal (Sunda) yang juga merupakan bahasa masyarakat Jawa Barat pada umumnya dan penguasaan bahasa Nasional (Indonesia) yang cukup baik.
struktur sosial dan budaya yang mapan dan dipe gang te guh oleh komunitas ini mendapat apresiasi tersendiri dari masyarakat sekitar kasepuhan. Tata cara kehidupan yang cenderung bersahabat dengan alam menjadikan komunitas ini simbol yang perlu dirujuk unbuk kehidupan yang selaras dengan alam.
Disisi lain, sektor ekonomi yang berkembang di komunitas ini masih pada levelpemenuhankebutuhanprimerpenduduknya. Hasilkegiatanekonomi(bersawab berkebun dan hasil hutad umumnya masih digunakan untuk kebutuhan sendiri (swadaya). Hasil yang dijual keluar komunitas masih relatif sedikit dan belum memberikan kontribusi yang significant bagi perekonomian secara luas. 46
Tingkat pendidikan formal masyarakai Kasepuhan yang rendah (rata'rata tidak lulus SD) merupakan suatu disadvantagelain bagi posisi tawar mereka untuk 'merebut' pasar kerja maupun m,elakukan negosiasi dengan pihak lain ditingkat wilayah administratif yang lebih luas.
2.4.6 Permasalahan Yang Dihadapi Beberapa permasalahan yang dihadapi masyarakat Kasepuhan saat ini diantaranya:
.
Tingkat pendidikan yang rendah{SD)
'
Aksesibilitas rendah (rendahnya kualitas sarana dan prasarana transportasil Beberapa dusun (Cihanjawar, Legok jeruD mengalani ketidak jelasan status tanah mereka (enclave atau masuk kedalam Taman Nasional). Kondisi ini mempengaruhi program pengembangan dusun yang akan mereka lakukan
'
Keterbatasan dalam pemahaman terhadap.peraturan danperundangan
Dalam mengatasi berbagai permasalahannya, warga Kasepuhan pernah menerima bantuan dari pemerintah daerah berupa program pengembangan pertanian. Melalui program Bimbingan Massal, Intensifikasi massal, dan intensifikasi khusus diharapkan produksi beras warga Kasepuhan meningkat. Namun demikian, masyarakat setempat mengkhawatirkan terjadi kerusakan tatanan adat yang boleh dilanggar. Sehingga program'program yang sudah berjalan tidak berhasil sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah. Selama ini bibit padi yang digunakan warga Kasepuhan ialah jenis padi kehati'hatian warga Kasepuhan dengan tidak menggunakan jenis padi'ungul' dari program pemerintah, maka mereka tidak pernah kekeurangan stok beras. Selain dilakukan dnegan alasan kultural, penolakan penggunaan padi jenis varietas baru tersebut dilandasi oleh alasan teknis yaitu pemahaman terhadap teknologi dan metode penanaman. gede atau gogo rancah. Karena sikap
Beberapa program bantuan lainnya yang diperoleh warga Kasepuhan diantaranya dari:
' . '
JICA Oapan Internasional CorporationAgency) untuk pengembangan ecotourism di Kecamatan Kabandunganl ICRAF untuk pelatihan pembibitan tanaman RMI untuk community development dan pendidikan
kritis
47
2.5 Etnografi Komunitas Adat Terpencil Suku Anak Dalam (Jambi) orang Rimba tinggal berkelompok'kelompok. Dan setiap kelompok dipimpin oleh seorang Temenggung. Kelompok ini secara fanatik tetap mempertahankan
kecintaan pada kebiasaan dan adat isitiadat nenek moyangnya. untuk mempertahankan adat dan kebiasaan ini mereka menggunakan perangkat tabu, pantang, sistemritual dan sanlsi bagi siapa saja yang melanggarnya. orang Rimba menganggap hutan sebagai dasar inspirasi dan dasar semua tatan kehidupannya. Kehabisan hutan akan dianggap sebagai kehabisan dari segala-galanya atau sama saja dengan datangnya
kiamatbagi mereka.
2.5.L Kependudukan a.
Jumlah
Berdasarkan hasil survey pada bulan Februari - Juni lggg oleh warung Konservasi (wARsI), Lembaga Swadaya Masyarakat yang berdomisili di Jambi] jumlah anggota komunitas SukuAnak Dalam (SAD) kurang lebih sebanyak b33g orang. Anngota komunitas SAD ini menyebar di 7 lokasi yaitu Kawasan Bukit Dua Belas, Kawasan Penyangga Bukit Tiga Puluh, Bungotebo, sarko, Batanghari, Tanjungiabung dan sebelah barat Propinsi Jambi. Jumlah terbanyak berdomilili di sarko sebanyak 1.560 orang, diikuti Jambi sebanyak 1.25g orang clan Bukit Dua Belas sebanyak 1.046 orang. Sementara di Bungo Tebo, Bukit figa puluh, dan Batanghari jumlahnya lebih sedikit masing-masing sebanyak ?g4 orang, 864 orang, dan 315 orang.
b.
Lokasi sebaran
secara geografis, 3 wilayah utama dimana anggota sAD beraktivitas dan melangsungkan kehidupannya yaitu : Kawasan Bukit Dua Belas, Kawasan Penyangga Bukit Dua Puluh dan wilayah sebelah barat Propinsi Jambi. Secara spasial sebaran tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.6 dibawah ini.
48
Distributlon of Orang Rimba ln Jambl Provlnce
Gambar 2.6. Peta Sebaran SukuAnak Dalam di Propinsi Jambi
'
Sebelah barat Propinsi Jambi
Kawasan yang dilalui jalan lintas tengah Sumatera ini terletak di dataran rendah kaki bukit Barisan di bagian barat Propinsi Jambi. Jumlah keseluruhan Olang Rimba dari hasil survey pada tahun 1998 tercatatlzsg orang. Kawasan ini telah mengalami perubahan drastis setelah dibangunnya jalan lintas, sehingga membuka akses dan mernfasilitasi masuknya berbagai kepentingan.
Disepanjang jalan terdapat enam lokasi transmigrasi, dan sejumlah perkebunan berskala besar yang menyangkut proyek transmigrasi atau proyek lainya. Pembukaan hutan secara besar-besaran tersebut telah menggusur orang Rimba.
Iiondisi ini ditambah parah dengan adanya pembukaan hutan oleh masyarakat rreial'u setempat maupun pendatang untuk perladangan dan menanam karet.
' Buiiit
Dua Belas
Iiawasan Bukit Duabelas merupakan pusat kebudayaan Orang Rimba, di kawasan inilah Orang Rimba masih memegang teguh adat istiadat mereka. Kawasan Bukit Duabelas berada di tengah-tengah Propinsi Jambi. Berdasarkan surwey tahun 1998, total populasi Orang Rimba di kawasan ini adalah 1.046 orang.
Pengusahaan hutan di kawasan ini umumnya dikelola oleh swasta. Sayangnya pengelolaan hutan selama ini malah menimbulkan kerusakan hutan yang mempersempit ruang hidup komunitas SAD. Rencana Cagar Biosfer Bukit Duabelas (sekarang bagian dari areal taman nasional Bukit Duabeias), salah satu fungsinya adalah diperuntukkan bagi tempat tinggal olang Rimba, namun kenyataannya tidak banyak orang Rimba yang tinggal disana.
'
Daerah Penyangga BukitTiga Puluh
Kawasan Bukit Tigapuluh berada di sebelah utara Sungai Batanghari. Di daerah ini terdapat Taman Nasional Bukit Tigapuluh yang terletak di perbatasan antara PropinsiJambi dan Riau. Jumlah Orang Rimba fikawasaniniyangberhasil didata adalah 364 orang. Tempat hidup Orang Rimba berada di areal konsesi dua perusahaan swasta di Selatan Taman Nasional Bukit Tigapuluh, dan merupakan daerah penyangga. Saat ini, di kawasan inilah hutan alam dataran rendah di Propinsi Jambi yang masih berupa satu hamparan luas, dan belum ter{ragmentasi. Banyak Orang Rimba dari lokasi lain pindah ke dalam kawasan ini.
2.5.2 Mata pencaharian sejak dulu orang Rimba menjadi bagian dari system perdagangan global. spesialisasi mereka mengumpulkan hasil hutan seperti Jernang, madu, dammar dan getah'getahan lainnya dengan sarana sungai hingga ke luar negeri melalui pelabuhan Muara Sabak. Bahkan, orang Rimba sendiri mewarisi barang-barang pusaka seperti keramik dari China sebagai bukti dari adanya pertukaran perdagangan tersebut. Namun, sejak masuknya HPH pada pertengahan l9?0-an, kehidupan Orang Rimba mulai terusik. Kemudian, pada 1980-an dibuka program transmigrasi secara besar-besaran yang dikaitkan dengan perkebunan sawit dengan pola pIR (program intensifikasi rakyat) Plasma. Dan pada tahun 80-an itu pula Jalan Lintas Sumatra dibuka sehingga menjadikan semua kawasan hutan yang juga kawasan hidup Orang Rimba berubah secara ekstrim. Dan saat ini hampir semua kawasan hidup orang Rimba tersebut dapat diakses secara cepat. Rimba menjadi sangat
terbuka dan fleksibel dalam perdagangan barang'barang dan jasa dengan cara langsung berhubungan kepada toke'toke dari desa sekitar. Namun, orang Rimba berusaha dengan gigih mempertahankan otonominya. Kawasan hidup orang Rimba saat ini sebagian besar berada di areal konsesi HPH dari perusahaan Negara. Di Iuar areal HPH tersebut fi bagian utara kawasan hutan alamnya telah habis dikonversi.
2.5.3 Organisasi dan Pranata Sosial Budayas SukuAnak Dalam hidup dalam kelonpok"kelompok kecil. Masing-masing kelompok terdiri dari belasan keluarga atau sekitar 20 hingga 100 jiwa. Sebagai contoh, kelopok SukuAnak Dalam yang hidup tersebar di dalam taman nasional Bukit Dua Belas. Mereka hidup antara lain di daerah aliran Sungai Makekal, Sungai Kejasung, dan SungaiAir Hitam. Kawasan hutan alam tropis tempat tinggal orang Rimba ini baru diresmikan menjadi taman nasional tahun 2000. Kawasan lindung seluas 60.500 hektar itu berada dalam wilayah empat kabupaten di Jambi, yakni Kabupaten Sarolangun, Kabupaten'lbbo, Kabupaten Batanghari, dan Kabupaten Merangin. 50
Menurut Oyvind Sandbukt, antropolog Norwegia yang mula pertama meneliti kelompok-kelompok masyarakat yang tinggal dalam rimba di Jambi dan Sumatera Selatan pada tahun 1979 hingga pertengahan 1980-an, Orang Rim.ba di pedaiaman tsukit Dua Belas xlsailiki keunikan tersendiri. Sistem sosial budaya mereka, dinilai Oyvind, lebih kompleks dibanding sistem sosial budaya suku-suku rimba di daerah lain (Alam Sumatera, Januari'2001). Bagi Orang Rimba di Bukit Dua Belas, kontak dengan dunia luar secara sistematis dibatasi dan diatur dengan tatanan adat. Mereks 6g6iliki pantangan untuk bercampur dengan dunia terang.ltkan tetapi, terdapat pola kepemimpinan yang menuntut kompetisi tingg:i sekaligus dukungan dari luar. Inilah salah satu kompleksitas sistem sosial budaya mereka.
Dikatakan Robert Aritonang, Koordinator Program Pengelolaan Sumber Daya dan Habitat Orang Rimba Warsi, struktur kepemimpinan ini tidak lepas dari pengaruh Kesultanan Jambi. Meskipun Orang Rimba hidup mengenbara di pedalam an hutan dan tidak bercampur dengan penduduk di dralb tennglGsultanan Jambi memandang mereka sangat potensial menjadi sumber pendapatan.
Damar, jernang, getah pohon balam, dan jelutung menjadi komoditas primadona pada masa itu. Untuk mengurus kepentingan ini, sultan mengangkat tokohmasyarakatdipedesaanterdekatdengankawasanpedalamantersebutmenjadi jenang. Pada masa itu ,lbnangmenjadi penghubung nasyarakat rimba dengan dunia luar. Kain, garam, kapak, beliung, dan tembakau sejak dulu dikenal Orang Rimba melalui pertukaran hasil'hasil hutan melalui jenang.Akan tetapi, nilai pertukaran itu tidak sebanding secara ekonomis sehingga cenderung bersifat eksploitatif. Tbrlebih lagi, mereka juga dikenai bungo tanahatausejenis pajak tanah.
Untuk memudahkan pemungutan tersebut, jenang menyusun hierarki kepemimpinan Orang Rimba dari yang tertinggiyakni tumenggung, depati, mangku, menti, dan seterusnya. Jenangmenunjuk anggota-anggota kelompok masyarakat rimba untuk mengisi jabatan'jabatan itu. Namun, penerimaan kelompok Orang Rimba atas pilihan jenangitutnfap menjadi faktor menentukan. Mereka juga dapat mengusulkan kepada.T'enanguntuk menggantikan tumenggung dengan orang lain yang lebih dapat diterima kelompoknya.
Selain dukungan jenang, penguasaan hukum adat, kepandaian menyelesaikanmasalah, keterampilanteknisuntukmancaripenghidupandirimba, misalnya, kemampuan berburu mangsa besar yang hasilnya dapat dimanfaatkan bersama oleh seluruh anggota kelompok menjadi syarat penting untuk dapat diterima menjadi tumenggung. Sementara dukunganpnangkepada calon tumenggung, tak jarang diperoleh dengan memberi'Jajah"' atau upeti yang lebih besar.
Ketika Kesultanan Jambi diakhiri Belanda pada abad ke'20, relasi dengan ienanglidak berakhir. Pemungutan "upeti" ini masih berlangsung hingga tahun 1980-an. Hingga saat itu, orang Rimba belum mengenal uang dan masih menggunakan sistem barter, pola pertukaran barang yang mereka butuhkan dengan 51
hasil hutan. Kekecewaan terhadap Tbnazgyang eksploitatif mendorong Orang Rimba
melepaskan diri dari ikatan itu.
Pergeseran zaman memperkenalkan nilai uang dalam interaksi Orang Rimba dengan dunia terang. Namun, ketegbatasan kemampuan orang Rimba untuk berhitung dan ketidakmampuan baca hrlis membuat mereka tetap saja sering ditipu. Bukan hanya hasil hutan, bahkan hutan tempat mereka hidup dan berladang-a"t S.tt cara-cara yang khas pun beralih menjadi kebun'kebun bersertifikat mililt orang
terang.
2.5.4 Program Pemerintah dan Perhatian
Internasional
Program resettlement pemerintah merubah pola kehidupan kelompok
or-
ang Rimba. Ada ikatan adat yang melonggar karena derasnya pengaruh dari luar.
Misalnya, kelompok orang Rimba yang menjadi transmigran "sisipart'' dengan program permukiman kembali masyarakat terasing yang diselenggarakan pemerintah diAir Panas, Desa Bukit suban, Kecamatan Pauh, dan Kabupaten sarolangun. Pada tahun 2002, dua menteri dari Norwegia yakni menteri lingkungan Borge Brende dan menteri pembangunan Hilde Frafiord Johnsen mengunjungi Taman Nasional Bukit 12. T\rjuan kedatangan kedua menteri Norwegia tersebut untuk melihat kondisi kawasan Taman Nasional Bukit 12 dan Taman Nasional Bukit 30, berdialog dengan sAD serta pembangunan di Jambi um'mnya.
2.5.5 Kondisi Sosial dan Ekonomi dalam Konteks
Wila;'ah Administratif
orang sukuAnak Dalam sering menjadi'tontonan'menarik di sepanjang jalan lintas Sumatera dalan wilayah Provinsi Jambi. Para pria yang berasal darl pedalaman rimba ini mengenakan sepotong cawat kain, sedangkan perempuan mengen"kan kain yang hanya menutup bagian perut ke bawah. Mereka menawarkan beberapa hasil hutan atau binatang buruan dengan isyarat atau bahasa yang sangat terbatas untuk dipahami. Mereka bukan saja menawarkan binatang, buruan secara utuh, namun juga bagian tertentu binatang, misalnya taring babi, kulit ular, dan lain'lain. Tidak jarang, mereka begitu saja meminta rokok, uang, atau makanan. Tbntonan "peminta'minta' itu terasa mengenaskan. Lebih mengenaskan lagi, pandangan umum masyarakat perkotaan Jambi terhadap kelompok masyarakat ini. Mereka menyebut komunitas SAD sebagai orang Kubu yang artinya kurang lebih bodoh atau terbelakang.
Dari gambaran singkat diatas, dapat disimpulkan bahwa kondisi sosial dan ekonomi komunitas SAD dalam konteks wilayah administratif urtrumnya sangat rendah. Tidak saja karena tingkat dan pemahaman terhadap system ekonomi, tapi juga rendahnya sumberdaya manusia baik dari penguasaan pendidikan formal 52
(berhitung, berkomunikasi) juga adaptasi / penerimaan budaya dengan/otreh komunitas luar.
53
BAB III EVALUASI PENANGANAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL Keberadaan komunitas adat terpencil (KAT) yang dahulu disebut sebagai suku atau masyarakat terasing telah diakui oleh Pemerintah sejak lama dan keberadaan KAI tersebut tersebar di berbagai provinsi dan daerah. Pengakuan Pemerintah terhadap keberadaan KAT tersebut didukung dengan serangkaian kebijakan, program dan kegiatan yang disusun guna memberdayakan mlreka. Berba gai kegiatan pemberdayaan KAT telah dilakukan Pemerintah bersama -sama dengan organisasi masyarakat non'pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat serta pihak lembaga atau negara donor luar negeri. Namun sejauh ini kondisi KAT pada umumnya masih terpencil, terisolir, tertinggal dan miskin karena terbatasnya atau kurangnya akses mereka terhadap prasarana perhubungan dan informasi.
Kondisi seperti ini disebabkan KAT lebih banyak bertempat tinggal di kawasan-
kawasan yang secara geografis sulit terjangkau oleh sarana perhubungan, seperti
di pedalaman, pegunungan, di sekitar hutan lindung, pulau terpencil atau diatas
perahu.
Pada Bab ini akan diuraikan tinjauan atau evaluasi terhadap berbagai program dan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah manpntt Organisasi Masyarakat, lokal maupun internasional, terhadap I(AT selama l0 tahun terakhir. Keterlibatan organisasi masyarakat internasional maupun negara donor d6|errr program pemberdayaan masyarakat selama ini semakin meningkat dalan
bentuk advokasi maupun bantuan sarana danprasarana ekonomi dan Josial.
S.L Program Pembangunan Dalam Rangka Pemberdayaan Komunitas Adat
Terpencil Komunitas adat terpencil (KAT) merupakan istilah yang baru diJ,erkenalkan
oleh Pemerintah untuk menggantikan istilah masyarakat terasing atau suku terasing yang selama kurang lebih B0 tahun digunakan dalam pelaksanaan pembangunan nasional maupun daerah. Seperti telah dikemukakan dalam Bab II sebelumnya, istilah I(AT berarti " kelompok sosial (budayd yang bersifat lokal dan terpencar serta kwang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik 54
sosial, ekonomi maupun politiE'. Istilah ini walaupun masih diperdebatkan oleh beberapa pihak, khususnya para akademisi karena menyangkut kata'adat'yang masih melekat pada istilah KAT, namun sampai saat ini masih digunakan secara resmi oleh Pemerintah dalam berbagai program pembangunan. Para akademisi masih berkeberatan terhadap kata'adaf, karena akanbermakna bahwa yang beradat
hanyalah komunitas tersebut dan suku lain yang telah maju dan tidak terasing menjadi tidak atau belun beradat. Namun demikian, karena Pemerintah tidak dapat mengakomodasikan seluruh pendapat yang muncul mengenai istilah suku terasingdan dalam upayamemperbailri citramasyarakaUsukuterasingyang selama ini digunakan, maka istilah KAT tetap digunakan dalam nomenklatur program pembangunan di bidang sosial budaya. Persoalan lain dengan berrrbahnya pengertian istilah masyarakat atau suku terasing menjadi KAT ini adalah semakin bertambahnya populasi kelompok'kelompok KAT di berbagai daerah yang harus diberdayakan (istilah yang digunakan oleh Departemen SosiaD, seiring dengan perkembangan penemuan hasil penelitian atau studi kelayakan yang dilaksanakan oleh Departemen Sosial bekerjasama dengan berbagai perguruan tinggi. Selama lebih dari 30 tahun tersebut, Pemerintah bersama'sama Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah telah memberikan perhatian yang cukup besar
terhadap I(AT
oleh penerintah pada d.asarnya bersifat pemberdayaan bagi I(AT. Menurut Departemen Sosial (ZOOS), pemberd.ayaan KAT dimaksud.kan sebagai "proses pembelajaran sosial dengan menghargai inisiatif dan kreatiuitas I{AT terhadap kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi sehingga masyarakat secara mandiri dapat mengaktualisasikan dirinya dalam memenuhi kebutuhan dasar dan mampu memecahkan permasalahannyd'. Dengan pendekatan seperti ini dan kegiatan pemberdayaan KAT hanya dilakukan oleh salah satu instansi pemerintah (dalam hal ini Departemen SosiaD, maka kegiatan pemberdayaan KAT hanya terfokus pada penyediaan kebutuhan hidup semata, dan belum bersifat terpadu dengan kegiatan pembangunan sektor lainnya, seperti perhubungan, pertanian dan usahatani lainnya, usaha kecil rumah tangga, koperasi dan perkreditan, pemasaran hasil, penyediaan teknologi tepat guna, dan sebagainya. Tanpa adanya keterpaduan antar sektor pembangunan dalam pemberdayaan KAT maka tugas Departemen Sosial akan berat dan upaya pemberdayaan KAT tersebut relative akan lama hasilnya. Kegiatan pemberdayaan masyarakat dimanapun berada, termasuk KAT yang umumnya tinggal di daerah'daerah terpencil, terisolir, dan tertinggal, memerlukan keterpaduan program dan kegiatan di lapangan.
Menurut data dari Departemen Sosial e002) jumlah keluarga KAT yang terdaftar pada Departemen Sosial adalah 293.370 KK atau sekitar 1,3 juta jiwa yang tersebar di L49 kabupaten dan 26 provinsi. Secara ringkas data persebaran dan jumlah populasi dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.
DO
Tabel 3.1. Persebaran dan Jumlah Populasi I(AT di Indonesia Tahun 2002
Sumber: Direktorat PKAT Departemen Sosial, 2002 Pola penanganaan KAT (dahulu dipakai nama masyarakaUsuku terasing) saatini merupakan hasil dari suatu pengalaman penanganan melalui pengamatan dan berbagai percobaan, serta perubahan paradigma pembangunan keselahteraan sosial yang telah dimulai sejak periode 1950'an (Departemen Sosial, 200i) sampai tahun 2000. Penanganan KAT dimulai dengan kegiatan pengunpulan data terhaiap
keberadaan masyarakat terasing selama tiga tahun, dan selama 1g6a-196-6 dilanjutkan dengan orientasi kemasyarakatan dan survai terhadap suku terasing, pemberian bimbingan mental, bahan pokok makanan dan pakaian, serta baha-n produksi. Kegiatan penanganan masyarakat terasing dimstai lagi pada tahun lg70 sampai tahun 1976, yaitu dimulainya pembangunan nasional melalui pola pembangunan lima tahun (Repelitd melalui berbagai kegiatan gun ai dan ori"trt .i kemasyarakatan, identifikasi dan penentuan lokasi baru, pembentukan perkampungan atau desa baru, pemberian pembinaan menta] dan pelatihan keterampilan, pembangunan permukiman baru atau pemukiman kembali (reseadement) serta fasilitas yang dibutuhkan bagi keluargu d"n fasi[tas umum. pada periode 1976 sampai 1994 penanganan masyarakat asing tidakjauh berbeda dengan periode sebelumnya. Pola penanganan atau pemberdayaan pada masa antara g60 1 sampai 1990 tersebut dilaksanakan selama tujuh (?) tahun se;ak survai lapangan, identifikasi lokasi sampai kepada penyerahan pembinaan kepada pemerintah aaeratr. Mulai tahun 1994, penanganan masyarakat terasing dilaksanakan gstama lima (g) tahun yang terdiri dari tiga tahapanyaitu tahap persiapan, tahap bimbingan dan tahap pengembangan. Pada periode ini mulai dikenalkan metode ataupendekatan participatory rwal appraisal (PRA) yang mencerminkan pendekatan bottom up melalui berbagai kegiatan studi dankajian sosial budaya terlebih dahuluterhadap 56
masyarakat terasing. Belajar dari pengelaman masa lalu yang lebih didominasi oleh pendekatan top down, serta melalui metoda dan pendekatan yang lebih berorientasi pada partispasi masyarakat, maka pemberdayaan KAT dilaksanakan melalui proyek percontohan (uji cobd pada beberapa I(AT di beberapa propinsi eeperti Jambi, Jawa Barat dan Sumatera Selatan. Pada periode ini juga penggunaan istilah 'suku terasing' dan 'masyarakat terasing' digantikan dengan istilah komunitas adat terpencil melalui suatu Keputusan Presiden No. 111 Tahun 1ggg.
Dari pengalaman penanganan suku./masyarakat terasing selama kurun waktu 40 tahun lebih tersebut (1964'1999), dapat dilihat bahwa penanganan masyarakat terasing lebih menekankan kepada pembinaan mental, pemberian stimulan berupa kebutuhan pokok sandang dan pangan, pembangunan pernukiman baru atau penukiman kembali, dan pelatihan keterampilan. Seluruh kegiatan di atas secara umum lebih bersifat pembinaan yang diberikansecata top downdardirancang oleh Pemerintah (pusat), yang menjadi warna dari pola pembangunan padamasatersebut. Polapembangunanpartisipatifyangmemungkinkanperanserta aktif dari masyarakatpenerima belum dikenal dan dikernbangkan. Dengan demikian inisiasi masyarakat dalam menentukan kebutuhan ser"ta upaya pemenuhannya lebih banyak ditentukan oleh perencana pembangunanyang belum tentu sesuai dengan
tradisi dan budaya masyarakat yang telah mengakar selama ini, walaupun
penanganan masyarakat tersebut telah disertai dengan upaya suwai lapang terlebih dahulu. Demikian pula keberadaan organisasi non'pemerintah yang dapat berperan sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan belum banyak dan tidak kritis seperti pada masa sekarang. Peran pemerintah, baik pusat rnarrpun daerah, pada masa
tersebut sangat dominan dalam menentukan arah kebijakan dan pendekatan pembangunan pada semua bidang pembangunan. sementara itu, sejakperiode 1995 hingga kini, dale- melaksanakanberbagai kegiatan pemberdayaan terhadap Klt'I, Pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan dan petunjuk pelaksanaan, seperti Keputusan Presiden, Keputusan Menteri sampai kepada petunjuk teknis yang dikeluarkan oteh Direktur Jenderal, yang mengatur tata cara pelaksanaan kegiatan.
3.1.1 Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan KAT Dalam penyelenggaran kegiatan pemberdayaan I(AT, Pemerintah melalui Departemen Sosial telah menerbitkan Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan KAT melalui Keputusan Menteri Sosial Nomor 06/?EGHUwzo0z tentang pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Tbrpencil. Keputusan Menteri Sosial tersebut sebagai penjabaran dari Keputusan Presiden No. 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial KAT dan peninjauan kembali atas Keputusan MenteriSosialNo.97lHUIVl,999tentangPembinaanKesejahteraanSosialKomunitas Adat Terpencil. Untuk menjabarkan lebih lanjut kedua Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri Sosial tersebut serta sebagai arahan operasional bagi peleksx14411 pemberdayaan KAI di lapangan maka Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial mengeluarkan Keputusan Dirjen Pemberdayaan Sosial No. 0203/PSIKPTSA[/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Penberdayaan KAT beserba lampirannya. Lampiran Pedoman Pelaksanaan KAT (atau PPKAT) berisi tentang keadaan dan permasalahan
o/
KAI, tujuan, arah dan sasaran pemberdayaan
K.NT, tugas dan kewenangan,
forum
dan mekanisme koordinasi, program dan kegiatan pemberdayaan, peran masyarakaf
serta pembiayaan bagi pelaksanaan pemberdayaan, termasuk di dalamnya adalah pentahapanidentifikasidanstudikelayakandalammenentukanKATolehPemerintah Daerah.
secara umum pedoman pelaksanaan pemberdayaan ini meliputi rangkahlangkah operasional yang cukup lengkap basi kelangsungan kegiatan pemberdayaan KAT karena memuat berbagai tahapan pelaksanaan kegiatan pemberdayaan KAT di lapangan. upaya pemberdayaan melalui pola baru ini merupakan langkah
terobosan dalam pemberdayaan KAT yang dinilai akan lebih cepat dalam
penanganannya dan efisien dalam penggunaan dana, serta memperluas target lokasi
baru. Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
implementasi pedoman ini, yaitu pertama: sesuai asag otonomi daerah dan desentralisasi kewenangan yang telah dilaksanakan melalui UU No. 22 Tahun 1gg9 tentang Pemerintahan Daerah, maka pertanyaannya adalah apakah pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah/I(ota dapat melaksanakan kegiatan pemberdayaan sesuai pedoman tersebut. Pertanyaan ini patut diajukan mangingat berbagai keterbatasan Pemerintah Daerah yang selama ini disampe.ilran, seperti keterbatasan sumberdaya manusia, keuangan maupun kapasitas kelembagaan pemerintah dan
masyarakat, walaupun sebagian besar kewenangan pemerintahan beserta
pendanaannya telah diserahkan kepada mereka. Kedua, melalui pola pemberdayaan masyarakat terasing yang dilaksanakan selama ini perlu dikaji lagi baik pendekatan atau metodenya maupun teknis pelaksanaan di lapangan. Dari hasil evaluasi salah
satu kegiatan pembinaan masyarakat terasing, yaitu sistem penempatan sosial (permukiman kembaD di salah satu kabupaten di Kalimantan SeUtan (Jayaputra, 7997), menunjukkan kwang berhasilnya proses pemberdayaan masyarakat terasing yang dilaksanakan selama lima tahun. Evaluasi yang bertujuan untuk mengkaji efektivitas pelayanan Dinas Sosial dan Pemerintah Daerah dalam membina dan memberdayakan masyarakat terasing tersebut menemukan beberapa hal yang menjadi faktor kegagalan tersebut. Faktorpertama adalahperubah"ttpoU a."r"*.p hidup masyarakat yang belum bias berubah sesuai target kegiatan, yaitu dari peladang berpindah menjadi peladang tetap. Faktor kedua adalah kurangnya dukungan sarana dan prasarana penunjang usaha seperti sarana pemasaran hasil usaha tani, akses jalan ke pusat perdagangan lokal, dan faktor ketiga adalah keterpaduan antar sektor, program dan kegiatan dari masing-masing instansi di daerah. Hasil evaluasi tersebut memperlihatkan bahwa dari a0 KK di plmukiman baru yang dibangun pemerintah setelah ditempati selama lima tahundalam masa pembinaan dan telah diserahkan pembinaannya kepada pemerintah daerah, maka keluarga yang masihtinggaldipermukimanbaru tersebuthanya sebanyakdelapan KK, sementara keluarga lainnya kembali hutan atau ladang }a-"ttya y"trg berjarak sekitar delapan kilometer. Sementara permukiman yang telah dibangun oleh pemerintah hanya dikrrnjunsi beberapa kali dalam sebulan sehingga banyal tiaat terurus dan rusak. Hal ketiga yang perlu diperhatikan dari pedoman pelaksanaan pemeberdayaan KAT adalah lamanya waktu pembinaan oleh pemJrintah yang semakin singkat yaitu empat tahun termasuk tahap persiapan. Tahap persiapan, yang terdiri dari kegiatan'kegiatan pemetaan sosial, penjajagan awal, studi kelayakan, penyusunan rencana dan program, serta penyiapan kondisi masyarakat, yang dilaksankan dalam waktu hanya satu tahun. waktu persiapan yang hanya 58
berlangsung satu tahun melalui berbagai kegiatan, termasuk studi kelayakan, yang dilaksanakan secara bersamaan memang sangat terbatas. Diperlukan satu periode sosialisasi program atau kegiatan pemberdayaan itu sendfui kepada masyarakat penerima sebagai masa "kondisioning". Dari pengelaman pelaksanaan programprogram pengembangan wilayah dengansasaran masyarakat pedesaan, sosialisasi kegiatan memerlukan waktu yang lebih dari satu tahun. Tahap pelaksanaan yang
dilaksanakan selama tiga tahun sebelum pembinaannya diserahkan kepaila pemerintah daerah, juga belum menjamin akan keberhasilan daripemberdayaan KAT misalnya melalui kegiatan penataan perumahan dan permukiman di temapat baru jika faktorfalitor sosial budaya dan anhopologi kurang diperhatikan. Keempat pembinaan atau pemberdayaan KAT melalui kegiatan penataan perumahan dan permukiman di tempat asal masih berorientasi pada penyediaan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi, belum mengintegrasikan aspek pengembangan kawasan yang dapat mengakomodasikan pola usaha ekononi masyarakat dengan berbagai sistem seperti peladang tetap, peladang berpindah, nelayan serta kawasan
penyangga hutan lindung. Pola pengembangan nelalui kegiatan penataan perumahan dan permukiman di tempat asal maupun tempat baru dengan pemberdayaan sumberdaya manusia dan lingtungan sosial, pengembangan sosial serta perlindungan tehadap I(AT sendiri, lebih diarahkan kepada pembentukan suatu komunitas desayanglebihbersifatadministratifdengantujuanakhirpengembangan sebagai ibukota kecamatan, bukan untuk diarahkan pada pengembangan suatu kawasan yang berbasis ekonomi dengan tetap menperhatikan adat dan budaya masyarakatnya.
3.L.2 Keterkaitan Pemberdayaan KAT Dengan Program Pembangunan Lain Penanganan I(AT melalui berbagai kegiatan pemeberdayaan seperti
pemberdayaan sumberdaya manusia danlingkungansosial, perlindungankomunitas adat, dengankerjasamapengembangansosial, pada dasarnyaterkaitdenganberbagai program pembangunan sektor lainnya, baik melalui program dekonsentrasi yang dilaksanakan Pemerintah Pusat maupun melalui program pembangunan daerah
oleh Pemerintah Daerah. Hal ini dimungkinkan karena program pemberdayaan masyarakat, baik masyarakat umum maupun KAT, akan terkait langsung dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia seperti sandang, pangan, papan, air bersih, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan lainnya yang penyediaannya hanya dapat dilaksanakan oleh berbagai instansi teknis lain. Dengan demikian hubungan kelembagaan maupun kerjasama dan koordinasi antara Departemen Sosial mr..p,Dinas Sosial di daerah dengan instansi lain perlu ditingkatkan dari mulai tahap perencanaan, sosialisasi kegiatan, pelaksanaan sampai kepada monitoring d.an evaluasinya. Beberapa contoh kasus di masa lalu menunjulkan beberapa kegalalan pelaksanaan kegiatan penanganan atau pemberdayaan masyarakat terasing tXafl karena kurangnya dukungan d,ari instansi teknis lain, baik di pusat maupun daerah, dalam penyediaan berbagai sarana dan prasarana pendukungpermukirnan kembali, sepertijalan penghubung, sarana pasar, sarana kesehatan dan air bersih dan sarana pendukung lainnya.
59
Keterkaitan program pemberdayaan KAI dengan program pembangunan lainnya perlu disusun, dibahas dan dikoordinasikan sejak awal yaitu pada tahap perencanaan, dan ditindak lanjuti dengan survai lapangan bersama untuk mengidentifkasikan kebutuhan masyarakat penerima kegiatan, lokasi kegiatan serta arah pengeqbangan kedepan. Beberapa program pembangunan dari instansi teknis pemerintah yang cukup erat terhadap pemberdayaan KAT dan memungkinlan untuk dikoordinasikan antara lain:
' . ' ' . '
ProgramPengembanganUsahaPerhutananRakyati Program Pengembangan Dan Pengelolaan Sumberdaya Kelautani Program Pengembangan Dan Pengelolaan Jaringan lrigasii Program Pengembangan, Pengelolaan Dan Konservasi Sungaii Program Peningkatan Kualitas Dan Produktivitas Tbnaga Kerjai
Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha Mikro, Kecil Dan Menengahi
' ' ' ' '
Program Peningkatan Dan Pembangunan TYansportasi Jalani Program Pengembangan Produk Wisatai
ProgramPengembanganWilayahi ProgramTlansmigrasii Program Peningkatan Peranan Masyarakat Dalam Pengelolaan SDA dan
LH;
' . . ' .
ProgramPengelolaanPertanahani Program Pendidikan Dasar, Menengah dan Luar Sekolah;
ProgramPelestariandanPengembanganKebudayaani Program Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosiali
Program Lingkungan Sehat, Perilaku Sehat, dan Pemberdayaan Masyarakati
. . .
Program Pengembangan Perumahan; Program Pengembangan Sarana dan Prasarana Permukimani
Program Pengembangan Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakati serta progra- pembangunan lainnya yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah.
Selain program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah (pusat dan daerah), beberapa kegiatan yang diupayakan oleh masyarakat maupun dunia usaha perlu dijajagi dan disertakan melalui pola kerjasama yang terbuka. Beberapa kegiatanpemberdayaan masyarakatterasing atauKATyangselamainidilaksanakan oleh masyarakat melalui organisasi non'pemerintah dengan bantuan dana dari pihak donor maupun dunia usaha, telah banyak dilaksanakan di berbagai daerah. Beberapa diantaranya antara lain adalah di bidang lingkungan hidup seperti pengembangan Ecotourisme oleh KAT Kesepuhan pada kawasan Taman Nasional Gunung Halimun, 60
pengpmbangan sumberdaya perikanan dan kelautan di Lanpung, Sulawesi Utara,
Kalimantan Timur, danAceh, dan kegiatan rehabilitasi terumbu karang di Bali dan Sulawesi Utara. Sedangkan kegiatan yang terkait dengan subsektor kehutanan merupakan kegiatan yang cukup banyak menyentuh keberadaan KAT di pedalam an hutan, 4l1"lsanakanbaik oleh pemerintah maupun organisasi non'pemerintah dan keqiasama antara keduanya, misalnya pada kegiatan pengembangan hutan berbasis masyarakat, pengembangan masyarakat pada kawasan penyangga hutan lindung,
petmukiman kembali masyarakat adat yang ada di hutan lindung dan taman nasional. Beberapa contoh kegiatan tersebut bahkan tidak berhubungan langsung dengan instansi atau lembaga pemerintah di bidang sosial (Departemen Sosial dan Dinas sosial) yang selama ini menangani pemberdayaan masyarakat terasing yang sekarang disebut KAT. Pendekatan yang digunakan dalam beberapa progran dan kegiatantersebutlebih mengarahpadapengembangankawasanberbasis masyarakat
danlingkunganhidupyangsele-ainidikembangkanmelaluipengembanganwilayah terpadu dengan salah satu sektor pembanguna sebagar leading sector.
Keterkaitan program pembangunan dan kegiatan antar sektor dalam pemberdayaan masyarakat seperti dicontotrkan di atas memerlukan kmrdinasi lintas sektor dan lintas instansiAembaga, baik di pusat maupun daerah. Koordinasi antar sektor dan antar instansi ini dapat berbentuk keterpaduan kegiatan masing-masing
instansibesertapenyediaanpendanaannya. Namundemilriar\ m,enurutpengalaman pada beberapa program pemberdayaan masyarakat, pelaksanaan koordinasitidak semudah yang direncanakan dan cukup sulit dilaksanakan. Hal ini terjadi karena beberapa faktor kelemahan seperti komitmen lintas sektoral dan lintas daerah yang lemah dalr lebih sering terjad.i ego sektoral yang sangat menonjol, kelembagaan koordinator kegiatan di tingkat pelaksana yang masih lemah, adanya perbedaan pengertian antara lembaga mana yang leadingdanyang dikoordinasikan, kesulitan dalam pelaksanaan kegiatan yang sesuai dengan rencana terpadu karena sistem adminstrasi dan pembiayaan yang masih kaku.
3.1.3 Kerjasama dan Kemitraan Dalam Penanganan KAT Apabila merujuk pada pengertian KAT yang digunakan oleh Pemerintah
maka jumlah I(AT akan semakin bertambah dengan lokasi yang tersebar di berbagai
daerah atau kawasan terpencil. oleh karena itu, dalam rangka mempercepat pencapaian hasil penanganan KAI Pemerintah perlu bekerjasama dengan pihak lain seperti organisasi non-pemerintah dan dunia usaha, mengingat keterbatasan sumberdaya manusia dan dana dari pemerintah. Sementara di pihak lain lokasi KAT tersebar di daerah'daerah terpencil, pedalaman, pesisir dan pantai yang umumnya sulit dijangkau, akan lebih memerlukan sumberdaya dana yang lebih besar. Agar penanganan I(AT yang berkelanjutan maka diperlukan sumberdaya manusia yang dapat bekerjasama dengan pemerintah dalam penaganan KAT di lapangan. Berbagaipengalamandalampelaksanaanprogrrm pengembanganwilayah atau kegiatan yang berhubungan dengan pemberdayaan masyarakat, menunjukkan adanya penolakan dari masyarakat terhadap kbgiatan (proyek) yang dilaksanakan
oleh pemerintah karena intervensi aparat pemerintah yang terlalu jauh. Ini disebabkan pendekatan yang dilakukan sering bersifat birokratik yang sarat d.engan
61
nuansa perintah (top dowrJ dan sistem target, seperti yang terjadi pada beberapa kegiatan penentuan kebutuhan masyarakat atau inisiatilmasyarakat yang tidak
terakomodasikan dalam rencana kegiatan, misalnya dalam penyediaan faktor
produksi seperti bibit tanaman, pupuk, obat-obatan yang dilaksanakan oleh aparat pemerintah. Masyarakat pada dasarnya lebih mengetahui apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. T\rgas Pemerintah lebih dibutuhkan dalam fasilitator seperti penyediaan informasi harga dan kebutuhan pasar, kredit usaha kecil atau sistem perbankan. Pendekatanbirokratikyangselamainidigunakanseringkurangditerima oleh masyarakat penerima bantuan, dan kalauprur dilaksanakan maka masyarakat kurang merasa memiliki terhadap kegiatan tersebut. Sehingga apabila ada kegagalan pada pelaksanaannya maka mereka akan menganggap bahwahal tersebutbukan tanggung jawab masyarakat. Berbagai kendala di atas tentunya perlu mendapat perhatian dari Pemerintah danperlu dipertimbangkan untuk melibatkanlembaga masyarakat atauorganisasi non'pemerintah secara aktif dan memanfaatkanbantuan dana dari lembaga dan negara donor secara terkoordinasi dalam penangantln KAT. Keterlibatan sumblrdaya manusia lembaga masyarakat atau organisasi non-pemerintah dalam pemberdayaan KAT akan lebih berhasilguna dan berdayaguna apabila kedua pihak bekerjasama secara berdampingan sebagai mitra yang setara. Pola kerjasama antara Pemerintah danlembaga masyarakat atau organisasi non-pemerintah dalam pemberd.ayaan Kl(I dapat berbentuk:
'
Kemitraan dalam pendataan KAT (seperti pekeda sosial masyarakatlpSM yang selama ini dipakai oleh Departemen sosial dan Dinas sosial di daearah);
'
Pendampingan masyarakat adat dari mulai tahap persiapan sampai kepada tahap pengembangan serta monitoring dan evaluasinyai
'
Mediator bagi penyelesaian konllik antara pemerintah daerah dan masvarakat adati dan
'
Penyedia dana bagipelaksanaankegiatan di luarprogram pemerintah.
Peran dan fungsi lembaga masyarakat atau organisasi non-pemerintah tersebut sangat penting dalam membantu Pemerintah melaksanakan kegiatan pemberdayaan I(ATyangpopulasinya semakin bertambah seiring ditemukenalinya KAT baru. Selain pekerja sosial masyarakat yang selama ini menjadi mitra keia pemerintah daerah dan lembaga masyarakat atau organisasi non-pemerintah tersebut lainnya, dapat pula memanfaatkan kerjasama dengan perguruan tinggr. peran perguruan tinggi, khususnya. yang ada di daerah, akan lebih berguna bagi kepentingan tahap persiapan (penelitian, pengkajian dan identifikasi-KAT) tlin pelaksanaan evaluasi program. Saat ini, keberadaan lembaga masyarakat atau organisasi non-pemerintah yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat adat atau I(AT telah banyak
dan berlokasi tersebar baik di pusat maupun daerah. Fungsi setiap lembaga masyarakat tersebut berbeda-beda, mulai yang bersifat advokasi samfai kepada mitra pemerintah dalam berbagai kegiatan pembangunan. Kemampuan individual masing'masing lembaga tersebut pada umumnya cukup bailr dan memiliLi sumber pendanaan yang cukup kuat. Beberapa lembaga masyarakat atau organisasi non. 62
merintah yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat yang cukup vokal dan sering menyuarakan dan membawa masalah masyarakat adat untuk dibahas
pe
secara terbuka misalnya
:
'
Wahana Lingkungan Hidup (WALHD yang memiliki jaringan provinsi,
'
Aliansi MasyarakatAdat Nusantara (AMAN) dengan anggota yang tersebar di hampir seluruh provinsi,
'
Warung Informasi (WARSD, lembaga non-pemerintah yang mengkhususkan dalam membela hak-hak adat Orang Rimba atau suku Kubu atau sukuAnak Dalam
. ' ' . . ' '
di berbagai
TEI,APAK YayasanGebuMinangkabau
InstitutDayakologi HUMA
FKKM The Indonesian Institute for Forest and Environment GI\4I) dan beberapa lembaga kemasyarakatan lainnya yang tersebar di seluruh tanah
air. Keberadaan lembaga masyarakat atau organisasi non'pemerintah tersebut teiah memberikan kontribusinya pada pembangunan nasional secara umum melatui
pandangan dan kritikan kepada pemerintah. Melalui advokasi yang selama ini dijalankan oleh kalangan lembaga masyarakat tersebut, pemerintah sering nendapat masukan yang bermanfaat, walaupun tidak dapat diterima semua, bahkan banyak yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah yang harus dilaksanakan karena telah mendapat dukungan dari pihak legislatif.
3.2 Kedudukan I{AT Dalam Peraturan dan Perundangan Nasional dan Dukungan Masyarakat Internasional Masyarakat terasing atau komunitas adat terpencil yang di Indonesia memiliki sejarah yang panjang, bahkan keberadaannya di bumi Indonesia sudah ada sebelum negara Republik Indonesia terbentuk pada tahun 1g4b. Pengakuan terhadap masyarakat adat ini telah diberikan oleh Pemerintah namun dalam pel,aksanannya Pemerintah belum memberikan kesempatan yang semestinya kepada KATuntukberperanseratsecaraaltif dalam prosespembangunan. Berbagaikegiatan
pemberdayaan yang dilaksanakan oleh pemerintah kepada I(AT pada umumnya merupakan pemberian bantuan dan pembinaan mental dan kelembagaan kepada KAT, bukan didasarkan kepada hak adat yang dirniliki KAT sebelum adanya berbagai peraturan dan perundangan sebagai dasar pelaksanaan pembangunan. Untuk
melihat seberapa jauh keberadaan I(AT didukung oleh peraturan danperundangan yang ada, baik secara nasional maupun internasional, dan berbagai dukungan dari lembaga internasional terhadap masyarakat adat atau indigenouspeoplessecara
umum (bukan hanya yang ada di Indonesia), maka pada bagian ini akan dikemukakan peraturan dan perundangan yang ada.
3.2.L Hukum Nasional Secara nasional, berbagai peraturan dan perundangan telah mencantumkan masyarakat adat (termasuk didala'"nya adalah KAT) sebagai kelompok masyarakat yang kedudukannya sama dengan suku bangsa lain, dalam memperoleh hak dan kewajibannya serta perlaluan dimdka hu.kum, sebagai warga negara. Perundangan dan peraturan tersebut antara lain adalah :
a
undang'undang Dasar 1945. Secara tidak langsung UUD 1945 telah mengakui adanya kemajemukan suku bangsa di Indonesia berdasarkan hak dan kewajiban sebagai warga negara seperti tercantum pada Pasal 18 ayat === . pada perkembangannya, setelah mengalami amandemen, maka keberadaan masyarakat (hukum) adat lebih jelas lagi seperti pada Pasal 18 ayat (2) yang berbunyi: "Ne gara m en gak ui d an m e n ghorm a ti ke sa t u an -kesa tu a n m a syara ka t hukum adat beserta hak'hak tradisionalnya sepanjangmasih hidup dan sesuai d e nga n p erk e m ba nga n m a syarak a t d a n prin sip Negara Ke sa tu a n Rep u blik rn donesia, yang diatw dalam Undang-undang'.
b
undang-undang No. 8 Tahun 196? tentang Ketentuan-ketentuan pokok Kehutanan. Pada pasal 17 telah diakui adanya hulum adat dan anggotaanggotanya, namun hak ini tidak diperbolehkan untuk bertentangan dengan pencapaian tujuan undang.undang itu sendiri.
c
undang-undang No. 6 Tahun rg74 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial.
d e f
Undang'undang No. 22 Tahun
1.9g9
tentang Pemerintahan Daerah.
Undang'undang No. 39 Tahun 19gg tentang HakAzasi Manusia. undang-undang No.41 Tahun 199g tentang Kehutanan. saat ini undang-undang yang merupakan perbaikan dari UU No. 811967 tersebut sedang dalam proses
revisi disesuaikan dengan kebijakan otononi daerah dan desentralisasi kewenangan. undang-undang ini mengakui adanya hak masyarakat hukum adat di kawasan hutan secara terbatas.
g
undang'undang No.25 Tahun 2000 tantang Program pembangunan Nasional (Propenas). undang'undang yang isi (lampirannya) -ernpakan pengganti Rencana pembangunan Lima Tahun (Repelitd ini rnengakui pentingnya pengakuan dan perlindungan hak'hak masyarakat adat dalan mengelola sumberdaya alam dan memperoleh akses informasi tentang pembangunan.
h
undang'undang No. 21 Tahun 2001 tentans Qtonomi Khusus provinsi papua. Undang'undang ini mengakui hak'hak masyarakat adat, peradilan dan hak perempuanPapua.
64
Keputusan Presiden RI No. 111 Tahun 19g9 tentang pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil. J
Keputusan Menteri Sosial R[ No. 5/HUIV1994 tentang Pembinaan Kesejahteraan
sosial Masyarakat Terasing yang mengatur tata cara pembinaan dan pemberdayaan masyarakat terasing, dan memungkinkan bagi partisipasi masyarakat dalam penbinaan kesejahteraan sosial masyamkat terasing melalui kebijaksanaan arahan, bimbingan, pembinaan dan pemberian bantuan. Keputusan Menteri sosial RI No. 06/PEGHUwzoo2 tentang pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan KomunitasAdat Tbrpencil. Keputusan Menteri ini merupakan penjabaran dari Keputusan Presiden RI No. 111 Tahun lgg9, yang
mengatur lebih rinci tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan pemberdayaan KAT.
3.2.2 Dukungan Masyarakat Internasional Terhadap KAT Bentuk dukungan masyarakat atau dunira internasional terhadap komunitas adat sangat besar dan beragam. Saat ini setidaknya ada 2 jenis dukungan yang bisa diidentifikasi yaitu: dukungan dalam bentuk aliansi (supporf gmup) dan plnetapan
instrumen hukum baik yang berlaku secara internasional maupun nasional, serta dukungan dana dad lembaga atau negara donor. Pada dasarnya kedua bentuk dukungan yang pertama tersebut bertuj uan untuk member Tkan p olitica I pre s s we kepada pemerintah setempat untuk memperhatikan nasib, hak dan keseiahteraan masyarakat adat. Sedangkan dukungan dana ditujukan bagi pelaksanaan beberapa proyek atau kegiatan peningkatan kesejahteraan masyarakat adat atau KAT. Berikut ini contoh bentuk dukungan internasional yang sudah ada.
a.
Aliansi
Salah satu contoh aliansi masyarakat adat internasional yang ada sekarang ialah The InternationalAlliance oflndegenous- Tbibal Peoples of tie Ibopical Foiesds. Aliansi ini adalah suatu jaringan organisasi masyarakat adat dari negaranegara yang psniliki hutan tropis diAsia, Amerika danAmerika Latin. Didirikan pada tahun 1992 di Penang, Malaysia, agenda kerja utama aliansi ini ialah memberikan bantuan kepada anggotanya dal"m pen5rusunan kebijakan, kampanye, reformasi kebijakan nasional, reformasi kebijkan internasional, penegakan lr,ukum, pendidikan publik, networking dan lain sebagainya. Saat ini anggota aliansi ini kurang lebih terdiri atas 28 negara yang memiliki hutan tropis. Beberapa resolusi yang dihasilkan dari adanya aliansi ini diantaranya ialah: Nagpur Declaration d,an Coference Sta tement on India.
b.
Instrumen Hukum Internasional
setidaknya ada 1g jenis dukungan internasional langsung maupun tidak langsung terhadap komunitas adat melalui perjanjian yang sifitnya mengikat maupun yang tidak mengikat, diantaranya perlindungan terhadap rrat asasil hak 65
untuk menentukan sendiri, hak berkumpul, hak atas tanah dan teritori, kebebasan beragama, hak untuk berkembang, privasi, 'prior informed consent, keutuhan lingkungan, kepemilikan intelektual, bertetangga, hak untuk memasuki perjanjian legal, hak kepemilikan adat, melindungi cerita rakyat, pengakuan tata ruang adat, pengakuan aturan dan praktek adat, dan hak-hak petani
Berikut ini daftar perjanjian internasional yang mengikat berikut negara yang menandatanganinya
:a
'
Conventionof Biodiversity (CBD)tahun lgg2yangditandatanganiolehsekitar 108 negara.
'
Convention on ths plimination of All Forms of Discrimination, tahun 1g79, ditandatangani oleh 138 negara.
'
Convention on thg Sllimination of All Forms of Racial Discrimination, 1g66, ditandatangani oleh 116 negara.
'
Convention on the Preventive ancl Punishment of the Crime of the Genocide, 1984, ditandatangani
oleh
142 negara.
' '
conventiononthe Rightsofthe child, ditandatanganioleh 16gnegara. GATT (Aksi yang membadani hasil'hasil putaran Uruguay dari perdagangan Multilateral), 1994.
'
International covenant on Economic, social and cultural Rights;
1966,
ditandatangani oleh 131 negara.
'
International Covenant on Civil and Political Rights, 1966, di.tandatangani oleh 129 negara.
'
ILO 169 Indigenous and Tlibal Peoples Convention (tentang konvensi bangsabangsa pribumi) 1989, ditandatangani oleh ? negara.
'
Konvensi Roma untuk perlindungan organisasi-organisasi penampil, produsen, fonogram dan penyebar, ditandatangani oleh 4T anggota.
'
UNESCO Convention concerningthe Protection of the World Culture and Natural Herita ge, 197 2, ditandatangani oleh L Bb ne gara.
'
UNBSCO Convention on trhe Means of Prohibiting and Preventing the
Illicit
Impor, Export and rlansfer of ownership of culture propertn 1g20, ditandatangani oleh 79 negara.
' '
International Union for the Protection of New Varietas of Plants, 1g61 revisi 1991, ditandatangani ole}n 27 negara. WIPO (Organisasi Kepemilikan Intelektual Dunia) yang mengelola hal-hal seperti:
'
66
Perjanjian Lisbon untuk Perlindungan sebutanAsli dan Regristasi Internasional merk, 1967, ditandatangani oleh 1? negara.
'
Perjanjian kerjasama paten, 197O, ditandatangani oleh
'77
negara.
Beberapa perjanji.an inGrnasional lainnya yang terkait tetapi tidak mengikat:
' ' ' ' ' '
UN Draft Declaration of Principles on HumanRights and the Environment
UNDnf,t Declaration ofPrinciples
on
Euman Rights to Developmend 1986
Deklarasi PBB Wina dan Program aksi, 1993 UN Draft Declaration on the RighB oflndigenous Peoples, t994 Deklarasi Rio Indigenous Peoples'Prepatory &nference for the World Parks Congress, 2Cf,3
3.3 Dukungan Dana Dukungan dana bagi kegiatan pemberdayaan masyarakat adat yqng berasal dari masyarakat dan dunia internasionaltermasuk negara dan lembaga donor ankup banyak. MulaidarilembagakemasyarakatanGsM)yangbergerakdibidangadvokasi masyarakat adat (indigenous peoples),negara-negara kaya, badan dunia, sampai kepada perbankan internasional sepertiADB dan The World Bank, dalam beberapa tahun terakhir ini cukup banyak mengucurkan dana ke negara.negara berkembang melalaui sistem. pemberian bantuan (transfer) langsung kepada masyarakat atau organisasi masyarakat non-pemerintah maupun hibah dan pinjaman kepada negara atau Government to Government (G to G). Beberapa bantuan badan atau lembaga internasional kepada masyarakat adat di seluruh dunia antara lain:
'
The UN Voluntary Fund for the Interntional Decade of the World's Indigenous People,
' ' '
The International Fund forAgricultural Development The Food andAgricultural Organization The World Bank's Global Fund for Indigenous People.
Pada tahun 2003-2004 ini Bank Dunia menyediakan dana bagi kegiatan pengembangan masarakat adat 0n digenous peoples) di seluruh dunia melalui tiga kegiatan yaitu (1) Financial suppart for strengthening the IIN Permanent Forum on Indigenous.Issuessebesar US$ 150.000, @) Capacity'buildingforindigermwleaders in theAndean region of SouthAmerr'ca sebesar US$ 100.000, dan 6) The Grants Facilitysebesar US$ 350.000. Bantuan atau grants facilityitrtdiharapkan akan mencapai beberapa dampak, seperti: (a) masyarakat adat yang terlatih dalam mengelola dana gran, (b) penyelesaian berbagai masalah kritis masyarakat adat seperti hak atas tanah, kesehatan, pemberdayaan, peranserta dalam proses pengambilan keputusan pembangunan, (c) suara masyarakat adat akan didengar
dalam berbagai keputusan yang akan berdampak pada mereka,
(d
adanya
pemberdayaan masyarakat adat, dan (e) terbangunnya kelembagaan masyarakat adat.
67
3.4 Permasalahan yang Terkait dengan Dukungan Internasional Adanya dukungan dan perhatian dunia internasional yang besar terhadap komunitas adat memberikan keuntungan dan sekaligus masalah tersendiri bagi pemberdayaan KAI yang ada di Indonesia. Bantuan yang d.iberikan baik dalam bentuk dana maupun advokasi di satu sisi akan membantu pemerintah dan masyarakat Indonesia, namun bantuan tersebut tentunya akan disertai dengan beberapa persyaratan yang mungkin akan bertentangan dengan kebijakan daLm negeri sebagai bentuk kedaulatan suatu negzua. Beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasiyang terkait dengan dukungan internasionalini diantarany" Llah:
'
Belum ada rumusan hukum yang memadai tentang siapa yang dim x[sud dengan
'
Belum ada batasan fisik atau deliniasi dari hak adat atau hak ulayat yang jelas dan tegasi
'
Belum konsistennya pengakuan tentang posisi hukum adat dan hak-hak masyarakat adat, terutama yang menyangkut tanah ulayati
'
Pada era otonomi sekarang, perlu adanya sosialisasi dan deseminasi mengenai peraturan internasional yang sudah diratifikasi berkaitan dengan masyarakat adat sehinggabisa diintegrasikandenganperaturan-peraturan daerah yang akan disusunl
'
Belum ada upaya sistematik untuk menyelesaikan konflik, baik konllik antar masyarakat adat maupun antara masyarakat adat dengan pemerintah dalam berba gai kasus penggunaan lahan.
masyarakat adati
Masyarakat adat atau I(AT baik di Indonesia maupun di negara-negara Iain, masih menyimpan berbagai permasalahan yang perlu dipecahtan oletr seluruh komponen bangsa, mulai dari masyarakat adatpya sendiri, pemerintah, pihak
legislatif maupun para ahli sosial, budaya dan antroplogi secara bersama. persoalan yang sangat mendesak adalah adanya tuntutan dari masyarakat adat terhadap hak dan hukum adat yang bukan hanya diakui saja melainlan juga diimplementasikan sebagai landasan hukum yang berlaku.
68
BAB IV EVALUASI PERKEMBANGAN PROGRAM PENGEMBANGAN WILAYAH
30
Pembangunan di Indonesia telah dil.aksanakan secara intensif sejak sekitar tahun melalui PembangunanJangka Panjang (PJP) pertama selama 20 tahun
dan PJP kedua yang dilaksanakan melalui Pembangunan Jangka Menengah (PJM) yaitu Rencana Pembangunan T .ima Tahun Gepelitd. Repelita I dimulai pada tahun 1967/1968 sampai dengan t972ll97g dan setiap lima f,shun dilanjutkan dengan Repelita berikutnya sampai pada pelaksanaan Repelita VI yang berakhir pada tahun 1998 pada saat dimulainya reformasi di bidang politik, sosial dan ekonomi. Arah kebijaksanaan pembangunan eelama masa penbangunan tersebut dikenal sebagai trilogi pembangunan, terdiri dari tiga aspek yaitu pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas keamanan. Urutan prioritas trilogi pembangrrnan tersebut berganti-ganti seiring dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan politik. Namun selama kurun waktu lebih dari 30 tahun tersebut, dapat dirasakan bahwa pertumbuhan ekonomi lebih mendapat perhatian dibanding pemerataan, sedangkan keamanan mendapat prioritas pada masa awal pembangunan, mengingat kondisi sosial dan politik pada saat itu. Pembangunan ekonomi dan prasarana frsik yang menjadi alat bagi pencapaianpertumbuhan dilaksanakan melaluipendekatan pembangunan sektor' sektor ekonomi dengan sektor pertanian dan industri yang menjadi motor penggeraknya. Pelaksanaan pembangunan yang menekankan pada pembangunan sektoral ini cukup berhasil bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Berbagai keberhasilan pembangunan sektoral tersebut pada kenyataannya teiah menimbulkan berbagai permasalahan yang menyebabkan terpuruknya ekonomi dan sosial negara. Beberapa permasalahan tersebut antara lain adalah : G) timbutnya kesenjangan antar daerah dan antar masyarakau (iil tidak ada koordinasi dalam
pelaksanaan pembangunan antara satu sektor pembangunan dan sektor lainnya Ggo sektoraD, (iD pemerintah daerah menjadi pasif, inisiatif lokal kurang dan sanjat bergantung pada pemerintah pusat (penanggung jawab sektor), Gv) kantong'kantong
kemiskinan, di perdesaan maupun perkotaan, semakin banyak; (v) karena dilaksanakan secara sentralistis maka rentangkendali (spentofcontrol) pelaksanaan pembangunan sulit dilaksanakan, (vil hasil'hasil pembangunan kurang dirasakan oleh masyarakat di daerah, terutama di daerah yang miskin sumberdaya alam. Dalam upaya menanggulangi berbagai masalah tersebut, pemerintah mulai awal periode 1980'1990 telah mencoba memperkennlkall psndskatan pembangunan yang berbasis wilayah dan keterpaduan antar sektor. Pembangunan berbasis wilayah atau yang biasa disebut pengembangan wilayah terpadu mencoba untuk membangun 69
daerah melalui pendekatan keterpaduan antar sektor dengan salah satu sektor sebagai Ieading sector. Masyarakat di wilayah tersebut dilibatkatl dalam proses pembangunan mulai dari perencanaan sampai kepada monitoring dan evaluasinya sehingga tercipta
kesinambungan (sustainabiJity) pembangunan. Padababini akan dikupas mengenai
evaluasi pelaksanaan program pembangunan yang dikenal dengan program pengembangan wilayah terpadu (PPWT).
4.L Pengalaman Program Pengembangan Wilayah (PPW) Program pengembangan wilayah telah dileksanakan sejak awal tahun 1980an melalui berbagai proyek pengembangan wilayah yang dikembangkan melalui kerjasama antara Pemerintah Indonesia dengan beberapa negara donor dan badan internasional. Kerjasama ini dikoordinasikan oleh Departemen Dalam Negeri. Di tingkat propinsi, Gubernur dengan dibantu Bappeda Tingkat I Propinsi ditugaskan sebagai koordinator program antar instansi terkait, sedangkan di tingkat daerah Bupati dengan dibantu oleh dinas teknis sebagai pelaksana kegiatan. Dalam perkembangannya, setelah beberapa tahtrn peleksanaan kegiatan di berbagai propinsi PPW ini dianggap berhasil dan diputuskan untuk dilanjutkan pelaksanaannya di daerahlain melaluikerjasama dengannegara donor danbadanbantuaninternasional yang lebih banyak lagi.
Sejak tahun 1990.an, dimana peiaksanaan PPW berbantuan luar negeri sudah banyak yang selesai dan dilanjutkan oleh pemerintah daerah, maka Pemerintah Indonesia berupaya untuk tetap melahjutkan program pengembangan wilayah yang dianggap sebagai pendekatan baru dalam pembangunan daerah. oleh karena itu, dengan dana yang berasal dariAPBN murni (tanpa bantuan pihak asing) pemerintah melanjutkan PPW di berbagai daerah kabupaten bekerjasema dengan Pemerintah Propinsi dan Kabupaten. Berikut ini beberapa pengalarn an pelaksanaan PPW mulai dari periode 1980 - 1990 hingga periode 1990 - sampai saat ini.
4.1.1 PPW Periode 1980'1990 Program pengembangan wilayah (PPW) pada periode ini merupakan pelaksanaan awal dari pendekatan baru dalam pembangunan daerah. Melalui program pembangunan yang berbasis wilayah dan keterpaduan antar sektor serta bantuan dana luar negeri yang sebagian besar terdiri dari hibah (grant) dan sebagian lagi pinjaman 0oan) serta bantuan teknik (technical assistance), pemerintah telah mencoba untuk mengintegrasikan beberapa kegiatan dari berbagai sektor pembangunan kedalam suatu program. Progran ini dilalsanakan melalui kerjasama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (propinsi dan kabupaten) dengan
pendanaan dari pemerintah (sharing antara pem'erintah pusat dan daerah) serta dana pinjaman dan hibah dari luar negeri. Pada periode awal pelaksanaannya, PPIV yang dapat disebut sebagai tonggak dari pembangunan daerah yang bersifat terpadu atau lintas sektoral. 70
a.
Provincial Area Development Program eDp)
Program ini disebut juga sebagai PDP I (pertama) yang dilaksanakan pada periode 1978'1986 dan merupakan tindak lanjut dari studi pengembangan wilayah di dua propinsi yaitu DI Aceh dan Jawa Tengah. T\rjuan program ini adalah:
'
Meningkat&an kema-puan aparatpemerintah daerah dalam merencanakan dan mel aksanakan pembangunan yang bercrientasi pada masyarakat berpenghasilan rendah.
'
Meningkatkan kemampuan aparat pemerintah pusat, khususnya Departemen Dalam Negeri, untuk mendorong dan membantu pemerintah daerah dalam pembangunan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
'
Meningkatkan taraf hidup masyarakat berpenghasilan rendah di daerah
pedesaan.
untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan PDp diarahkan pada: (a) sektor pertanian secara umum, terutamapengembanganpertaniantanem€lnpangan, peternakan, perkebunan, danperikanan, (b) industrikecildanrumahta"gga.."t"k memperluas kesempatan kerja, (c) penyediaan sarana perkreditan desa.-Karena dianggap berhasil, maka progran PDP I ini direplikasikan ke beberapa daerah lain
yaitu Bengkulu, Jawa fimur, Kalimantan selatan, NTT, NTB dan Jawa Barat sebagai PDP II &edud pada tahun 1g?g-lg8?. Pendanaan program ini disediakan dari dana hibah dan pinjaman dari PemerintahAmerika Serikat melalui USAID
dengan dana pendamping dari Pemerintah Indonesia. Selama periode pelaksanaan program ini Pemerintah telah mengeluarkan Inmendagri No. 2 Tahun 1gg3, yang kemudian diperbaharui oleh Inmendagri No. 12 Tahun 19gb sebagai pedomai pelaksanaan program. Pedoman pelaksanaan ini lebih cender.ttrg -"ttgiknti model pendekatan PPWyang digunakan oleh USAID ini.
'
Bangun Desa Yoryakarta (Yogyakarta Rural Development project) Pendekatan PPWlain yang dilaksanakan di Daerah Ist'mewaYogyakarta adalah Program Bangun Desa atau YRDP yang dimulai pada tahun 19i9 sampai 19g6 dan diperpanjang hingga 1988 di dua kabupatenyaitu Gunung Kidul dan Kulon Progo. Program ini dibiayai dengan dana pinjaman dari Bank Dunia (IBRD) dan dana pendamping dari Pemerintah Indonesia. secara umum program ini berfujuan untuk Teningkatkan pendapatan masyarakat dan kemampuan aparat pemerintah daerah dua daerah kabupaten tersebut yang dinilai seblgai daerah ii miskin dan memiliki sumberdaya alam yang kritis (tand,ls). DerrgJn kondisi sumberdaya alamyang kritis dan masyarakatyang miskin, maka kegiatannya
diarahkan kepada peningkatan pendapatan masyarakat perdisan dan peningkatan kemampuan aparat pemerintah dalam melaksanakan
pembangunan, seperti pengembangan pertanian terpadu (pengembangan peternakan dan perikanan, pusat penyuluhan pertanian, penbenihan d"r, pembibitan,) pengembangan terasering dan konservasi lahan, pengembangan usaha kecil rumah tangga, penyediaanprasaranajalan desa, pelatihan apJrat pemerintah dan petani, pengembangan partisipasi masyarakat.
7L
West Pasaman Integrated Development Project PPW berbantuan hibah (granO dari Pemerintah Jerman melalui GTZ ini mulai
dilaksanakan pada tahun 1982'1987 di kabupaten Pasaman Barat dan diperpanjang hingga 1990 dengan penambahan lokasi di kabupaten solok. program ini bertujuan:
{
Memecahkan masalah kepadatan penduduk di Sumatera Barat bagian tengah melalui pembukaan keterisolasian daerah Pasaman menjadi daerah pertaniani
{
Meningkatkan pend.apatan penduduk pedesaani
^/
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan aparat pemerintah daerah dalam mengelola pembangunan daerah.
Dengan ketiga tujuan tersebut maka kegiatan yang dilaksanakan adalah: a)
pembangunan jalan simpang empat ke Mangpopoh, b) pengembangan perkebunan, c) pengembangan perikanan, d) pengembangan peternakan, e) pendidikan dan latihan bagi aparat pemerintah desa.
b.
Integrated Area Development (IAD) sulawesi Selatan and sulawesi Tenggara Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara menjadi lokasi terpilih bagi pelaksanaan PPW dengan dana hibah dan pinjaman dari CIDA Kanada yang dimulai pada tahun 1984 sampai 1989. tokasi proyek di wilayah Sanrego Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan dan wilayah yang disebut Gumawasangka di Sulawesi Tbnggara yang menurut studi pendahuluan sebelumnya diidentifikasi sebagai wilayah tertinggal, minus dan terisolasi. Pada awal pelaksanaan program, pendekatan yang digunakan memang pengembangan wilayah secara terpadu (integrated area development), namun dalam perkembangannya untuk mendorong daerah-daerah lain agar ikut berkembang dan maju maka kegiatan proyek ditambah dengan program multi sektor.
Pendekatan keterpaduan dan multi eektoral dalam pelaksanaannya memperlihatkan perbedaan yang cukup nyata. Melalui pendekatan keterpaduan kegiatan yang dilaksanakan ditentukan berdasarkan kebutuhan masyarakat, sedangkan pendekatan nulti sektoralkegiatannya sudah ditentukan berdasarkan sektorsektor yang ada. Akibatnya untuk kegiatan sektor tertentu pada beberapa daerah atau wilayah tidak begitu cocok atau sesu'ai dengan kebutuhan penduduk setempat. Pendekatan multi sektoral ini akan cocok bagi suatu daerah tertentu tetapi belum tentu sesuai untuk daerah lainnya sehingga dianggap kurang fleksibel terhadap kebutuhan pembangunan daerah.
c.
Tlansmigration Area Development (TAD) Kalimantan
Pemerintah Jerman, melalui lembaga bantuan internasionalnya yaitu GTZ, telah memberi bantuan bantuan hibah dalam bentuk suatu proyek pengembangan wilayah di wilayah Mahaka'" Tbngah Kabupaten Kutai (sebelum pemekaran) yang dilaksanakan antara tahun 1985'1989. Proyek ini merupakan kelanjutan dari 72
kegiatan transmigrasi hasil kerjasama antara Jerman dan Indonesia (Departemen Tlansimgrasi) yang telah diserahkan kepada pemerintah daerah. Oleh karena itu sebagai instansi pelaksana di pusat ditunjuk Ditjen Bangda Departemen Dalam Negeri yang bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Tingkat I Kalimantan Timur dan Pemerintah Daerah fingkat II Kutai.
Mengingat konsep proyek ini bukan hanya pada pengembangan wilayah terpadu melalui pembangunan usaha ekonomi dan prasarana fisik tetap juga mengarah kepada pengenbangan sistem perencanaan pembangunan daerah secara
terpadu, maka cakupan wilayahnya bukan hanya di kabupaten Kutaisaja tetapi juga kepada Pemerintah Daerah fingkat I Kalimantan Timur. T\.rjuan proyek ini aCalah:
'
Membantudalampenyusunanmodelperen@naanpembangunanterpadukepada pemerintah propinsi dan kabupaten Kutaii
'
Membantu pemerintah daerah dalam mengembangkan sektor pertanian yang dilaksnakan oleh dinas/instansi daerahi
'
Mengembangkan sistem dan mekanisme pengelolaan program/proyek melalui pendidikan dan latihan bagi pejabat perencana dan pelaksana.
'
Untuk mencapai tujuan tersebut maka kegiatan proyek TAD di Kalimantan Timur terdiri dari: d survei dan penelitian potensi sumberdaya Kalimantan Timuri b) pilot proyek kegiatan pertanian yang disesuaikan dengan kondisi wilayah setempati c) latihan keterampilan bagi aparat pemda dan pelaksana kegiatan.
d.
Program Pengembangan Wilayah (LTA-Z?) Daerah Istimewa Aceh Program pengembangan wilayah diAceh, yang lebih dikenal dengan nama
proyek
WA'77 berlangsung di dua kabupaten yaitu KabupatenAceh Tengah dan
Aceh Utara, dengan dana pinjaman dan hibah dari Belanda selama periode 1982 1988. \uan dari proyek ini adalah untuk mengurangi kesenjangan antar daerah sebagai akibat dari adanya pembangunan industri besar dan padat modal diAceh
Utara, serta meningkatkan kegiatan perekonomian di daerah pedesaan di Aceh Tengah danAceh Utara melalui pengembangan pertanian dan usaha kecil. Kegiatan proyek ini terdiri dari: 1) survai dan pengolahan hasil pertaniani b) pembangunan dan rehabilitasi prasarana jalan di daerah perkebunan; c) pembangunan pengairan melalui pompanisasii d) pengembangan perkebunan kopi rakyat beserta pengolahannya sesuai stand.ar internasional; e) pengembangan pertanian pangani 0 pengembangan industri rakyat dan rumah tanggal dan g) pelatihan dan p enyuluhan kep ada
e.
Proyek DAS citanduy Project
II
ap
arat pemerintah daerah dan petani.
dan upland.Agricultural and Conservation
Proyek DAS citanduy II adalah proyek dengan pendekatan pengembangan wilayah terpadu yang berbasis pada konservasi dan pemberdayaan masyarakat 73
merupakan kelanjutan dariproyek Citanduyl yaituproyek sektoral dengan tujuan untuk pengendalian banjir dari sungai Citanduy di Jawa Barat dan Jawa Tengah melalui kegiatan pembangunan bendungan, saluran dan tanggul banjir. T\jian proyek Citanduy II adalah meningkatkan kemampuan produktivitas OeS Citanauy bagipeningkatanproduksipangan melaluipemanfaatansumberdaya lahan dan air dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan hidup. Proyek ini dilaksanakan pada tahun 1982 sampai 1.985 dan diperpanjang hingga 19g? dengan dana pinjaman dan hibah dari Amerika Serikat melalui USAID. Kegiatan proyek ini meliputi: d penelitian tentang DAS; b) proyekpercontohan pertanian lahan kering, pembibitan, dan pengembangan teknologi tepat gunai c) pembangunan jaringan jalan dari daerah produksi ke tempafpemasaran; d) pengendalian erosi dan konsrvasii e) pengembangan jaringan irigasii pembangunan 0 jalandesai g) percontohan pengelolaan air melalui partisipasi masyarakatlokal; dan h) pelatihan bagi aparat pemerintah daerah dan pelaksana kegiatan.
- Dengan pengalaman pelaksanaan kegiatan pada proyek citanduy II, maka dikembangkan pula proyek konservasi dan pengembanganpertanian lahan kering (UplandAgriculture and Conservation Project/UACP) di wilayah DAS Jratun Saluni di Jawa Tengah dan DAS Brantas di Jawa Timur, dan DAS Cimanuk di Jawa Barat (kabupaten Sumedang dan kabupaten Garut) dengan dana dari Bank Dunia. T\rjuan proyekini adalah meningkatkanproduksipertanian dan pendapatan petani di dalrah hulu kedua DAS tersebut, memperkenalkan teknologi bercocok tanam pada lahan kering, meningkatkan kemampuan aparat pemerintah daerah dan peiani dalam pengembangan pertanian lahan kering. t.
Program Pengembangan Kredit Desa (Financial Inetitution Development)
selain beberapa program pengembangan wilayah yang secara nyata
melaksanakan kegiatan fisik di lapangan serta kegiatan usaha tani dan industri rumah tangga yang memerlukan permodalan, maka PemerintahAmerika Serikat melalui USAID telah 'nemberikan dana pinjamaqr dan hibah bagi pengembangan pola kredit usaha di perdesaan. Program pengembangan kredit desa ini a;iatsanakan mulai tahun 1985 hingga lgg2 dan bertujuan untuk mendorong pengusaha kecil
mengembangkan usahanya, meningkatkan produktivitas serta menciptakan lapangan kerja di daerah pedesaan. Sebagai lokasi bagi pelaksanaan tahap p""t"-. program perkreditan ini dipilihtiga propinsiyaitu SumateraBarat,Jawa-Baratdan Jawa Tengah, dan setelah dinilai cukup berhasil maka program ini diperluas ke beberapa propinsi lain yaitu Jawa Timur dan Bali. Komponen kegiatan plrkreditan ini terdiri dari: r) penyediaan modal bagipengusaha (masyarakat) i""it; ii) p"rry"ai.rr. sarana perkreditan (komputerisasi) bagi Bank Pembangunan Daerah GPb) p"opitr"l; iD pelatihan bagipetugas BPD dan lembaga perkrediLn desai serta i") p""y"ai"u" kredit, sisten informasi dan mobilisasi dana pinjaman.
Disamping menyediakan kredit, lembaga ini juga menghimpun dana
tabungan masyarakat sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan akan dana untuk pengembangan usahanya. Lembaga perkreditan desa ini dapat berkembang
karena adanya dukungan dari masingt-masing pemerintah Dairah ringkat I] 74
kemampuan pembinaan dari BPD terhadap lembaga kredit mekanisme dan prosedur kredit yang relatif mudah dan disesuaikan dengan kondisi lokal, pengelola kredit yang profesional, dan bunga kredit yang menarik.
C. Nusa Tenggara Agricultural Support Project
(NTASP)
Dari hasil penelitian Tim Kanada yang dilanjutkan oleh UNDP dalam studi identifikasi kegiatan yang dibutuhkan oleh daerah di NTT dan NTB. Sebagai kelanjutan dari studi UNDP ini beberapa negara dan lembaga donor internasional memberikan dana pinjaman dan hibahnya yaitu IBRD Gank Dunia), ADB, AIDAB, dan UNDP bagi program pengembangan wilayah terpadu di dua kabupaten di kedua propinsi tersebut. PPW di NTT dan NTB yang dimulai pada tahun 1986 sampai tahun 1990 bertujuan:
' ' ' . '
Meningkatkan standar hidup masyarakat di kedua propinsii Membantu pembangunan secara umum di du propinsii Memperkuat kapasitas kelembagaan di tingkat propinsi dan kabupateni
Memberikanwewenangperencanaanpenbangunanyanglebihbesarkepada pemerintah daerahtingkat Ii dan Meningkatkan kemampuan aparat pemerintah di pusat dan daerah dalam perencanaan dan pelaksanan pembangunan secara lintas sektoral.
Kegiatan PPW di NTT dan NTB ini terdiri dari beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (propinsi dan kabupated. Kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah yaitu: d penelitian dan percontohan pengembangan tanaman kapasi b) pengembangan kredit dan distribusi ternak sapii c) pembangunan jalan desa. Sedangkan Pemerintah Daerah melaksanakan kegiatan antara lain sebagai berikut: a) penyluhan pertanian bekerjasama dengan LSM; b) penyediaan rumah untuk PPL; c) pengembangan wilayah terpadu di Lembor (NTT) dan Lombok Tbngah NTB).
h.
Nusa Tenggara Integrated Area Development Project (NTTIADP) Proyek NTTIADP adalah proyek pengembangan wilayah terpadu di NTT
yang merupakan kelanjutan dari program pengembangan peternakan antara Indonesia denganAustralia. Sebagai proyek pengembangan wilayah terpadu, NTTIADP
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani lahan kering, meningkatkan penyediaan air bagi pertanian, peningkatan produktivitas perbanian tananan pangan
dan peternakan, mengurangi penurunan kualitas lingkungan hidup, serta memperkuat kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah.
Kegiatan NTIIADP terdiri dari: d pengembangan ternak dan pemeliharaan populasi ternak yang baiki b) pengembangan tanman pangani c) pembuatan embung
(penampungair);dpeningkatanprasarana jalan daripusat'pusaiproduksike tempai pemasaran hasili e) peningkatan peranserta masyarakat melalui pengembanjan motivasi dan kegiatan percontohani serta penghijauan dan reboisasi pada lahan
kritis.
75
Secara singkat data mengenai jumlah dan jenis PPWyang mendapatbantuan dan pinjaman luar negeri dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel
1.
4. 1.
Proyek'Proyek Bantuan Luar Negeri yang Dikelola Pemerintah Daerah
P=r9vi11,c1?-!-4l99*'."
IUSAID
I(PDP I)
Development
1979/80
EDP)
l\ryr ."**"ry.*e@**.'....*$^4
-
1986/87 rJabar
:rP-Uir--*
rrl
:rvl
lI
ja. 11979/80 - 1987/88 ---- -"$BDP-JD---- i Jatim, --J--I lBengkulu, i ;Kalsel dan NTT .-.--, , - ---
_"
-
!
- ---
-
{
-."_:llT"P,_
z. yosyakarga_{4 Development
,$-no- _
,
__
i_tggOigi__igpqi_si_.bry.*,
Project (YRDP-Bangun Desa Yogyalarta)
West Pasam.eq. _ .9T*2. (&pg"bl* lgbzgg Area Development, Federal
WPAD)
-,-_.
.,J,9"-r.pan)
Area Developm-gr-rt ClpA (Canada)
1P-engcmbangan_
Wilayah rMahakam
76
-
198?/88 Sumbar
**"*
tt
4.1.2 PPW Terpadu 1990- sekarang Program Pengembangan wilayah rbrpadu versi Inmendagri No. 14 Tahun 1990 ini merupakan upaya pemerintah dalam rangka melanjutkan program penegmbangan wilayah yang telah dimulai sejak tahrin 1980 melalui ke{asama dengan berbagai negara dan lembaga donor dala- rangka membangun daerah dengan pendekatan keterpaduan antar sektor. In:nendagri ini mendefinisikan ppWT sebagai "pembangrrnan secara menyeluruh dan terpadu pada suatu wilayah tertentu, dengan melibatkan sektor-sektor yang terkait dengan pembiayan dari berbagai sumber dana
dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat
berpenghasilan rendah di wilayah tersebut, berdasarkan pada potensi, kondisi dan masalah khusus di masing-masing daerah-'.
Inmendagri ini kemudian diperbaiki lasi oleh Inmendagri No. 12 Tahun ppwr merupakan suatu pendekatan pembangunan dan mengutamakan pada upaya penguatan dan pemberdayaanperekonomianrakyat denganperanserta aktif daripelaku ekonomi lokal seperti masyarakat, dunia usaha, dan koperasi. selain itu, peran Daerah Tingkat IU Kabupaten lebih ditingkatkan dalam rangka mengelola PPWT ini. Namun demikian secara keseluruhan berbagai pedoman pelaksanaan ppWT yang telah disusun Pemerintah ini masih bernuansa instruktif dan sentralistik serta belum memberilcan kewenangan pemerintahan yang besar kepada pemerintah kabupaten. Undang'undang No. 22 Tahun 1g9g tentang pemerintahan Daerah dan undangundang No. 25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah belum selesii disusun pada saat diberlakukannya Inmendagri ini. 1999 yang menekankan bahwa selain sebagai program,
Program PWT yang dilaksanakan serama periode 1990 hingga saat ini sebagian besar telah mengikuti petunjuk pelaksanaan yang tertuang dalam Inmendagri No. 14 Tahun lg90 dan Inmendagri No. 12 Tahun lggg dengan
pembiayaan sebagian berasal dari danaAnggaran Pembangunan dan Belanja Negara/
APBN danAPBD sendiri dan eebagian lagi berasal dari pinjaman Bank DuniJdan Bank Pembangunan Asia. PPwr ini dilaksanakan di bebe"apa propinsi dan kabupaten yang dulunya melaksanakan PPWT berbantuan luar negeri dan bahkan beberapa diantaranya adalah daerah yang belum pernah melaksanakan ppWT berbantuan luar negeri di masa lalu. Beberapa program pWT yang dilaksanakan atas dasar inisitaif pemerintah daerah setempat dengan berpedoman pada Inmendagri tersebut adalah:
a.
PPWT Departemen Dalam Negeri Program pengembangan wilayah terpadu pasca periode 1980- lggo (bantuan
luar negeril dilaksanakan oleh beberapa propinsi dan kabupaten yang pernah memiliki pengalaman melaksanakan PPW dimasa lalu. pada propinsi tertentu, kabupaten lain yang belum pernah mengembangkan wilayah terpadu di masa lalu bahkan berminta untuk mengembangkanprogram ini. Beberapa diantara daerah kabupaten yang melaksanakan program pengembangan wilayah terpadu adalah: Lanpung Tengah, Kerawang, Batang, Kulonprogo, pasir, Kendari, dan Belu serta beberapa kabupaten lainnya. 78
Dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan PPWT ini berasal dari APBN, APBD Propinsi, maupun APBD Kabupaten (rupiah murnil tanpa dana pinjaman luar negeri maupun hibah dari negara atau lembaga donor. Pola fund sharing antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Tingkat I dan Pemerintah Daerah Tingkat II ini cukup berhasil dalam membiayai kegiatan. Dana yang digunakan untuk membiayai kegiatan di daerah pada umumnya berasal dari dana Inpres Dati II. Namun karena adanya perbedaan waktu ddam pengesahanAPBN, APBD Propinsi danAPBD Kabupaten maka sinkronisasi pelaksanaan kegiatan di Iapangan mengalami kendala. Adanya perbedaan pencairan dana antara pusat propinsi dan kabupaten ini terjadi dimasa lalu karena sistem anggaran yang berlaku d i m asa lalu. Dengan pola Inpres yang baru disahkan Pemerintah setelah pengesahan dana sektorat (APBN pada setiap bulanMaret, makapemerintahdaerahbaru dapat mengesahkanAPBD pada sekitar bulan Mei bahkan sampai Juni, dan pencairan dana baru dapat dilaksanakan pada bulanAgustus, September atau bahkan lebih lama lagi untuk jenis Inpres tertentu.
b.
Pengembangan Kawasan Terpadu (PKT)
Memperhatikan keberhasilan pelaksanaan PPWT di berbagai daerah, mulai Repelita V Pemerintah melanjutkan program ini dengan nama baru yaitu pengembangan kawasan terpadu (PKT) yang ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah pedesaan. Sebagai awal pelaksanaan PKT maka pada tahunpertama Repelita Y yaitu 1989/90 Pemerintah telah menetapkan 12 kawasan di 12 propinsi. Melihat pelaksanaan PKT pada tahun pertama yang cukup mendapat tanggapan positif dari pemerintah daerah, mala pada tahun kedua yaitu 1990/91, jumlah kawasan diperluas menjadi 112 kawasan di g7 kabupaten dan 26 propinsi, dan jumlah kawasan maupun dana semakin meningkat pula pada tahun berikutnya, L99L192, dengan jumlah kawasan sebanyak 215 kawasan di 142 kabupaten dan 26 propinsi. Pada tahun 1992/93 yaitu tahun keempat pelaksanaan Pelita w, PKT dilaksanakan pada 480 kawasan di l4B kabupaten dan 26 propinsi dan pada kahir Pelita V secara keseluruhan PKT telah berhasil dilaksanakan di 850 kawasan yang mencakup 4100 desa dengan jumlah penerima manfaat sebanyak
sekitar 210.000 kepala keluarga (KK).
Kegiatan yang dilaksanakan dalam program PKT terdiri dari berbagai kegiatan usaha dibidangpertanian (tanamanpangan, pengembanganpeternakan, peningkatan pendapatan bagi nelayan (perikanan) dan pengembangan komoditi dari perkebunan rakyat), penyediaan sarana dan prasarana jalan sosial dan ekonomi (pasar desa, jalandesa, perbaikantempatibadah, balaikesehatan, rehabilitasisekolah dasar), rehabilitasi sarana budaya seperti rehabilitasi mesjid dan tempat ibadah lainnya, penguatan lembaga ekonomi desa seperti koperasi. seluruh kegiatan diusulkan dan dilaksanakan oleh masing-masing dinas teknis yang disusulkan setiap tahun kepada Bappeda Kabupaten.
usulan kegiatan dituangkan dalam bentuk proposal yang telah disetujui olehBupati(cqBappedd. fsmildanpulakawasanyangdipilihsebagailokasikegiatan diusulkan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan dan disahkan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I. Sebagai koordinator pelaksanaan kegiatan di daerah disepakati adalah Bappeda Daerah Tingkat II Kabupaten dengan anggotanya adalah dinas79
dinas teknis terkait, sedang di tingkat propinsi, koordintaor wilayah atau kabupaten
disepakati adalah Bappeda Daerah Tingkat I Propinsi. Pelaksanaan program Pengembangan Kawasan Terpadu (pKT) didanai dengan anggaran khusus dari Pemerintah Pusat yang diberikan kepada pemerintah
kabupaten dengan pemerintah daerah tingkat I sebagai koordinator wilayah. Pembahasan usulan kegiatan dan besarnya dana dari daerah dilaksanakan bers"-asama oleh Bappenas, Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri. Dana yang dialokasikan Pemerintah untuk membiayai PKT dari tahun pertama sampai tahun terakhir selalu meningkat seiring dengan semaldn bertambahnya kawasan yang dikembangkan. Dalam pelaksanaannya pemerintah daerah tingkat I dan II juga mengalokasikan dana pendamping yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembinaan dan administrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah propinsi dan kabupaten. Kesediaan pemerintah daerah mengalokasikan dana pendamping ini merupakan bentuk komitmen pemerintah daerah untuk ikut mengup"y"k", keberhasilan PKT.
c.
PPWT Pinjaman Bank Dunia
Pada periode berikutnya yaitu 19gb sampai z0oo, pemerintah kembali mengembangkan program pengembangan wilayah dengan dana pinjam arr lsal negeri dan hibah dari negara donor. Beberapa lembaga keuangan yang saat itu memberikan
pinjaman antara lain Bank Dunia, Bank PembangunanAsia, Bank pembangunan Islam (IDB), dan negara donor seperti Jepang, Kanada, Jeman, danAustralia. Model dan pendekatan program pengembangan wilayah ini masih seperti pendekatan integrated area development (IAD) yang dilaksanakan sejak tahun 1g80 namun melalui beberapa penyesuaian dengan menggunakan salah satu kegiatan sektor tertentu sebagai sektor utama atau leading sector-nya, misalnya pertanian, kelautan, lingkungan hidup atau konservasi. Sedangkan kegiatan selto" lainnya menjadi kegiatan pendukung terhadap sektor utama tersebut. Beberapa proyek pengembanganwilayah yang dibiayai dengan pinjaman dan hibah dari Bank Dunia pada periode ini antara lain adalah :
'
Nusa TenggaraAgricultwal andArea Development Project (NTAADp), Sulawesi Agricultural andArea Development project (sAADp), dan Bengkulu Regional Development Project (BRDP)
sesuai namanya, maka kegiatan utama proyek NTAADpP, sAADp dan BRDp ini adalah pengembangan pertanian (tanr- an pangan atau perkebunan rakyat) dengan kegiatan penunjang pembangunan jalam desa dari pusat produksi ke daerah pemasaran, pengolahan hasil, pengembangan sistem plnyuluhan, pengembangan pusat penelitian dan pegembangan pertanian, dan penyediaan sarana kredit usaha tani melalui pengembangan kelembagaan kredit desa serta penguatan kelembagaan daerah (kabupaten). lokasi ketiga proyek ini adalah di beberapa kabupaten di NTB dan NTf (NTAADP), sei*nh kabupaten di sulawesi rengah dan sulawesi Tbnggara (sAADp) dan beberapa kabupaten di propinsi Bengkulu @RDP). Ketiga proyek pengembangan wilayah berbasis pertanian ini dimulai antara tahun 1996-1998 dengan masa perpanjanganpasc€r 80
proyek sampai tahun 2002. Dana yang digunakan untuk kegiatan utama ketiga proyek PPWT tersebut berasal dari pinjaman dengan dana pendamping dari Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten. Sedangkan dana hibah (srant) digunakan untuk bantuan teknis berupa studi kelayakan dan biaya konsultan. Program psngembangan dan Konsenasi lbrpadu Taman Nasional Kerinci Seblat (Kerinci seblat National Park Integrated Conservation and Development Pro-
gram/KSNPICDP). Selain kegiatan utama sektor pertanian beserta kegiatan penunjangnya, PPWT
juga dilaksanakan dengan kegiatan utama (leading sector) konservasi
sumberdaya aiam dan pemberdayaan masyarakat di sekitar taman nasional atau hutan lindung. Dengan tujuan utama adalah melindungi hutan lindung dari penebangan liar dan menjadikannya sebagai paru-paru dunia, proyek ini mengupayakan pemberdayaan masyarakat di eekitar hutan tersebut. Iokasi proyek ini berada di tiga propinsi yaitu Janbi, Sumatera Selatan dan Bengkulu, dimana Taman Nasional Kerinci Seblat berlokasi. Proyek Nasional Konservasi dan Pengelolaan DAS Cimanuk (Nationd Watershed Management and Conservation Project)
Pengalaman penanganan DAS di Jawa lbngah dan Jawa Ti:nr-u memungkinkan Bank Dunia melaksanakan kegiatan sejenis di Jawa Barat melalui pelaksanaan Proyek Nasional Konservasi dan Pengelolaan DaerahAliran sunsai OAs) dengan lokasi percontohan DAS Cimanuk di Sumedang dan Garu! Jawa Barat. I\rjuan proyek ini adalah menyusun kebijakan pengelolaan dan konservasi DAS melalui peningkatan produksi pertanian dan pendapatan petani di daerah hulu DAS, memperirenalkan teknologi bercocok tanam pada lahan kering, meningkatkan
kemampuan aparat pemerintah daerah dan petani dalam pengembangan pertanian lahan kering. Sesuai rencana proyek ini akan direplikasikan ke daerah lain, yaitu DAS Sadang dan salah satu DAS di Aceh sebagai bagian dari percontohan pada DAS lain.
d.
PWT Pinjaman Asian Development Bank GDB)
selain Bank Dunia, lembaga keuangan internasional lainnya yang ikut berpartisipasi dalam pembangunan daerah melalui pendekatan pengmbangan wilayah adalah Bank PembangunanAsia GDB) dan Bank Pembangunan Islam 0DB) yang masing-masing telah menyediakan danpinjaman denganbunga relatif lunak di beberapa daerah. Beberapa proyekpengembangan wilayah yang dibiayai dengan pinj aman ADB adalah:
'
central sulawesi IntegratedArea and coservation project (csIADcp) Kegiatan ini merupakan salah satu pengembangan wilayah yang berbasis Iingkungan yang dilaksanakan oleh ADB yang dimasa lalu sebagian besar pinjaman atau hibahnya disediakan untuk proyek-proyek sektoral. proyek ini merupakan kelanjutan kegiatan dari proyek sektor kesehatan dalam rangka menanggulangi epidemi penyakit kaki gajah yang berkenbang di wilayah Taman
Nasional Lore Lindu (TNLL). Iokasi proyek berada di kabupaten poso dan kabupaten Donggala propinsi Sulawesi Tbngah. Departemen Kesehatan, instansi 81
yang menangani pembernatasan penyakit ini, merasa bahwa penanggulangan penyakit tidak bisa dilakukan secara sektoral, namun perlu dilakukan secara terpadu melalui pengembangan wilayah. Proyek ini dimulai pada tahun lg96 hingga tahun 2002 dan diperpanjang sampai saat ini melalui studi kelayakan
bagi pengembangan Taman Nasional Lore Lindu pada tahun pertama pelaksanaan kegiatan dan bertujuan untuk melindungi TNLL dari perambahan hutan dan upaya pengalihan pembangunan pembangkit listrik tenaga air dari danau Lindu. Kegiatan utama proyek ini adalah pemberdayaan masyarakat di sekitar taman nasionalLore Lindu, pemindahan warga desa Katuyangberada di TNLL ke luar kawasan taman, pengurangan prevelensi cacing penyebab penyekit kaki gajah, penyediaan sarana dan pras€uana permukiman dan kantor
bagi penjaga TNLL, serta bekerjasama dengan USAID meningkatkan pengelolaanTNLL Se
gara Anakan Conservation and Development Project/SACDP)
Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan pengembangan wilayah lain dari ADB yang berbasis lingkungan dengan tujuan melindungi kawasan Segara Anakan dari pengendapan lumpur sungai citanduy melalui pengalihan aliran sungai (sodetan sungail yang dimulai pada tahun 199? sampai tahun 2004. Kegiatan proyekiniberlokasi dikabupaten cilcap Jawa Tbngah dan Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Namun dalam pelaksanaannya, kegiatan ini menghadapi masalah yaitu adanya penolakan dari masyarakat nelayan dan pemerintah daerah Kabupaten Ciamis yang merasaterancam kawasan wisata Pangandaran di Jawa Barat akan mengalami pengendapan lumpur sebagai dan sampah sungai
Citanduy. Masalah ini semakin rumit dengan masuknya isu politik yang melibatkan para anggota legislativ dan organisasi non-pemerintah. Coasial Reef Management Project (CRMP) Proyek CRMP sesuai dengan namanya bertujuan untuk melindungi keberadaan terumbu karang melalui pengelolaan dengan pendekatan pengembangan wilayah dan pemberdayaan masyarakat helavad. Iokasi proyekini berada di 14 propinsi yang sebagian besar merupakanlokasi kegiatan sektoral kelautan yaitu proyek evaluasi sumberdaya kelautan (Marine Resources Evaluation projectrtUni:p) dengan dana pinjamanADB dimasa lalu. Kegiatan proyek CRIVIP di-ulai pada tahun 2000 yaitu awal dimulainya otonomi daerah sehingga pelaksanaan proyek
ini sudah menggunakan prinsrp'prinsip otonomi daerah seperti pengembalian dana pinjaman yang akan ditanggung bersama oleh pemerintahpusat dan daerah.
Proyek ini akan berlangsung selama enam tahun.
e.
PWT Berbantuan Islamic Development Bank (IDB)
Lembaga keuangan internasional bagi negara'negara islam yaitu Islamic DevelopmentBank0DB) telahpulaberpartispasidalan'' pembangunandaerahmelalui proyek pengembangan wilayah (pedesaan) secara terpadu. Lokasi kegiatan pengembangan wilayah pedesaan yang d.ibiayai lembaga ini sampai saat ini baru tiga lokasi yaitu kabupaten Tapanuli Selatan, kabupaten Dompu, dan kabupaten Gorontalo. Kegiatan utama proyek ini adalah pengembangan ternak sapi melalui krefitbergulir, pertanian secara umum, pembangunan sarana peribadatan (mesjid, surau, pesantren dan lain'lain), serta penguatan kelembagaan masyarakat Beberapa 82
proyek pengembangan wilayah pinjanan Bank Pembangunan Islam adalah: il Pengembangan Ped.esaan Tbrpadu Dompu (Dompu Integrated Rural Development Projet/DIRDP); iil Pengembangan Pedesaan Tbrpadu Tapanuli Selatan (Tapanuli Selatan Integrated Rural Development ProjettrIRDP); dan iiil Pengembangan Pedesaan Tbrpadu Gorontalo.
f.
Pengembangan Wilayah Berbantuan Jepang
Pemerintah Jepang meldui Iembaga kerjasama pembangruran JICA maupun OECF (sekarang berubah menjadi JBIC) telah pula tertarik kepada pendekatan pembangunan wilayah terpadu sebagai bagian dari pembangunan daerah yang selama ini lebih didominasi oleh pendekatan sektoral.
'
Proyek Pengembangan Lahan dan Tanaman Keras pada Lahan Kering di SubDAS Citarik (Upland Plantation and Land Devevelopment Project at Citarik Sub-watershed) Proyek ini semula dibiayai oleh OECF dan d irambil alih oleh JBIC dengan tujuan untuk melindungi kawasan DAS Citarik di kabupaten Sumedang dan Bandung melalui pengembangan tanaman keras dan pengelolaan lahan pada sub-DAS
Citarik. Kegiatan utama proyek ini adalah mengembangkan tanaman keras pada lahan kering di sub'DAS Citarik, memberdayakan masyarakat di sekitar DAS Citarik dalam konservasi air tanah, dan penyediaan prasarana jalan desa.
'
PengembanganRegionalKabupatenBarnr(JICA) Proyek ini dimulai pada tahun 1996 hingga 2000 dan berlokasi di kabupaten Barru propinsi Sulawesi Selatan dengan banhran dana hibah dari JICA. Kegiatan utama proyek ini adalah pengembangan pertanian palawija dan hortikultura, pembangunan laboratorium uji coba tanaman p angan, pembangunan j alan desa, penyediaan air bersih, serta pemberdayaan wanita, melalui penempatan Junior Expert dari Jepang.
'
Proyek Pengembangan Kelembagaan Desa Dalam Rangka Penurunan Kemiskinan di Kabupaten Takalar (JICA) Proyek ini bertujuan untuk mengurangi tingkat kemiskinan di desa melalui pengembangan kelembagaan desa, pembinaan perenc{uraan pembangunan secara
partisipatif, dan pengembangan ekonomi skala kecil Gndustri rumah tanggd. Lokasi proyek ini di daerah yang relatif miskin di propinsi Sulawesi Selatan yaitu kabupaten Takalar.
g. Proyek Regional Berbantuan Jerman (GTZ, Pemerintah Jerman, yang diwakili oleh lembaga kerjasama internasionalnya yaitu GTZ, melanjutkan bantuan bagi pemerintah Indonesia melalui program pengembangaan wilayah yang berbasis penanggulangan kemiskinan di beberapa kabupaten di propinsi Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur melalui proyek Self-Help Promotion for l,ow Income Commonities in CriticalAreas in West and East Nusa Tbnggara. Kegiatan utama proyek ini adalah pengembangan pertanian lahan kering, pengembangan industri rumah tangga, penyediaan air bersih, dan 83
pemberdayaan masyarakat. Proyek
ini dilaksanakan mulai tahun
1999 hingga
2002.
h.
Pengembangan Wilayah Berbantuan MEE
Masyarakat Ekonomi Eropah melalui lembaga kerjasam a internasionalnya telah membantu Pemerintah Indonesia dalam pembangunan daerah dengan pendekatan pengembangan wilayah berbasis lingkungan, yaitu pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dalam bentuk kemitraan dengan masyarakat di sekitar TNGL. Kegiatan utana adalah mengelola TNGL pemberdayaan masyarakat di sekitar TNGL, perencanaan partisipatif serta bantuan kepada aparat kehutanan bagipengawasan taman.
i. Pengembangan Kawasan Tertinggal dan Kawasan Perbatasan Mulai tahun 2000, yaitu dimulainya pola pembangunan nasional yang telah ditetapkan dalam UU No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), program pengembangan wilayah terpadu merupakan kelompok progrom utama Progxam Pengembangan Wilayah Tertinggal dan Program Pengembangan Wilayah Perbatasan. Keberadaan kedua program ini pada dasarnya bertujuan untuk melanjutkan berbagai program pengembangan rvilayah yang telah dilaksanakan dimasa lalu dengan dana pinjaman dan hibah, namun untuk program baru ini belum ada negara donor atau lembaga internasional yang memberikan bantuannya bagi pelaksanaan prgram di lapangan. Pada era otonomi dan desentralisasi ini pembangunan daerah dilaksanakan dan dibiayai oleh Pemerintah Daerah sendiri kecuali untuk urusan tertentu yang masih merupakan kewenangan Pemerintah Pusat atau kewenangan dekonsentrasi. Ditetapkannya wilayah tertinggal sebagai lokasi pengembangan wilayah disebabkan banyaknya wilayah tertinggal yang belum ditangani oleh pemerintah daerah yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Namun dengan alasan keterbatasan dana pembangunan yang dimilikinya, pemerintah daerah belum memberikan perhatiannya terhadap pengembangan wilayah tertinggal di daerahnya. Padahal, beberapa wilayah tertinggal tersebut tidak sedikit yang memiliki potensi sumberdaya alam yang bernilai ekonomis dan dapat menjadi sumber pendapatan daerah apabila dikembangkan secara terpadu. Pada umumnya Pemerintah Daerah masih beranggapan bahwa pengembangan wilayah tertinggal masih merupakan wewenang Pemerintah Pwat, karena sarana dan prasarana fisik yang dibutuhkan tidak dapat ditanggulangioleh Pemerintah Daerah sendiri. Cleh karena itu, walaupun Pemerintah Daerah setuju bahwa pengembangan wilayah tertinggal merupakan suatu program yang cukup penting dan strategis bagi kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, namun mereka belum memberikan prioritas terhadap pengembangan wilayah melalui alokasi dana yang cukup. Hingga kini, pada tahun terakhir pelaksanaan Propenas 2000' 2004, masih sedikit daerahyangtelahmemberikanperhatiannya terhadap wilayah tertinggal dan terpencil melalui kegiatan pengembangan wilayah tertinggal. Pada 84
awal tahun pelaksanaan Propenas, Pemerintah Pusat bekerjasama dengan Pemerintah Propinsi telah melaksanakan kegiatan identifikasi lokasi wilayah tertinggal dan upaya penanganannya, namun karena tidak ada tindak lanjut dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Daerah maka pro' gram ini kurang berkemba"ng. Berbagai kegiatan program pengembangan wilayah tertinggal yane dilaksanakan oleh berbagai instansi di pusat masih berupa penjabaran dan sosialisasi kebiajakan dan strategi program.
4.L.3 Pembelajaran dari PPWT Pengembangan wilayah terpadu @PWT) sudah dianggap lebih dari sekedar program pembangunan tetapi lebih kepada suatu pendekatan atau pola pembangunan
yang berbasis kepada wilayah atau ruang. Program ini memiliki beberapa ciri khusus yang berbeda dengan ptogram lain yang lebih bersifat sektoral. Perbedaan tersebutmeliputi sistem penencanaanyang terpadu, pemiJihanlokasi secara selektif, pelibatanmasyarakatdalam setiap tahap kegiatan, waktupelaksanaanyangmulti years, sistem sharing datam penyediaan dana, koordinasi pelaksanaan, sampai kepada pengendalian dan pengawasannya. Proses penyusunan perencanaan pengembangan wilayah dilakukan melalui proses bottom up dengan melibatkan masyarakat dan aparat pemerinah daerah (propinsi dan kabupated. Pada tingkat pusat dilakukan verifikasi daftar kegiatan yang disusun dan diusulkan oleh pemerintah daerah melalui pemerintah propinsi.
ini, yaitu mulai tahun 1980'an, peran pemerintah propinsi cukup dominan dalam menentukan berbagai kegiatan dan koordinasi lintas sektor. Koordinasi antar program dan kegiatan di tingkat propinsi dilaksanakan oleh Bappeda Tingkat I dan di kabupaten oleh Bappeda Tingkat II, sedangkan pelaksana kegiatan tetap diserahkan kepada masing'masing dinas atau instansi teknis. Pada tahap awal pelaksanaan program
Menurut Inmendagri No. 14 tahtrn 1990, yang masih bernuansa sentralistik, PPWT bertujuan untuk mensejahteraan masyarakat pedesaan dan mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah. Progra m ini mem i I i ki beberap a ciri sebagai
berikut:
1. Mendorongpelaksanaan desentralisasii Z. Melibatkan masyarakat terbawah dalam proses perencarlaan dan pelaksanaannya 3. Mengembangkan kemampuan dan kemandirian lembaga'lembaga pemerintah danmasyarakati
4. 5.
Mendorong motivasi dan partisipasi masyarakat dalam pembangunani
6.
Berorientasi pada keterpaduan pelaksanaan dan pada masalah'masalah khusus di masing-masing daerahi
Mengptamekan daerah'daerah yang kurang atau belum tersentuh oleh kegiatan pembangunan, baik yang dibiayai melalui APBN maupun APBD ;
85
7
.
8. 9.
Membuka daerahyangrelatifterbelakangdenganmendorongpertumbuhansosial ekonomidaerahi
Meningkatkan inovasi dan kreativitas masyarakati Menerapkan teknologi tepat gunai,
10. Meningkatkan dan memantapkan hubungan kerjasama yang harmonis antara Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan, Pemerintah Daerah ringkat I/ Propinsi dan Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten/I(otamadya. Dalam implementasinya, pengembangan wilayah secara khusus memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sistem Perencanaan Perencanaan program pengembangan wilayah disusun berdasarkan usulan
dari dinas/instansi di daerahyang telah mengakomodasikan masalah, kebutuhan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal, kemudian disahkan dan ditetapkan oleh instansi teknis di pusat melalui koordinasi antar instansi teknis. Sistem perencanaan program ini secara umum disusun satu tahun sebelum pelaksanaan program dalam jangka waktuantaratiga sampai denganlima tahunyangdievaluasi dan direvisi setiap tahunnya.
b.
Lokasi
Lokasi kegiatan berada pada suatu hamparan wilayah yang luasnya tidak terbatas pada satu batas administratif seperti desa atau kecamatan, tetapi dapat meliputi beberapa desa dan kecamatan, atau bahkan beberapa wilayah pada kabupaten yang berdekatan. Inkasi kegiatan program pengembangan wilayah pada umumnya memiliki ciri tersendiri seperti wilayah terpencil, tertinggal, perbatasan antal negara, kritis dan minus, rawan bencana, konservasi, pesisir dan pulau-pulau kecil, dan lainnya.
c. Kegiatan Kegiatan PPW terdiri dari berbagai kegiatan sektor, dengan salah satu kegiatan sektor tertentu sebagai kegiatan utaman5ra. Kegiatan-kegiatan ppw di satu wilayah dapat berbeda dengan wilayah lainnya, baik dalam jumlah maupun komposisi kegiatan, tergantung pada karakteristik wilayahnya (tertinggal, terpencil, kritis minus, miskin, pesisir danpulau'pulau kecil dan lain-laid, potensi sumberdaya alam, jumlah dan kemampuan sumberdaya manusia yang ada. Namun secara umum kegiatan utama PPW terdiri dari bebe4apa kelompok kegiatan yaitu: pengembangan usaha ekonomi desa melalui kegiatan tanaman pangan, peternakan, perkebunan, dan perikanani penciptaan lembaga keuangan Grcdit) desai peningkatan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi seperti jalan, permukiman, air bersih, pasar, kesehatan, dan pendidikani penguatan kelembagaan lokal; serta konservasi dan peningkatan kualitas lingkungan hidup.
86
d. Waktu Pelaksareaan Jangka waktu pelaksanaan PPW pada um.unenya trebih dari satu talurn atau multiyears, yangterdiridaritahap perciapan, sosialisasi, pelalsanaan, pengendalian dan evaluasi secara periodik, dan pasca proyek. Beberapa PPW yang dianggap berhasil telah direplikasikan ke wilayah lain oleh Pemerintah Daerah dengan poLa pengelolaanyangtelahdiperbaiLi sesuaipengalamandiwitayahlama. Jangkawalfu yang cukup lama memberikan waktu yang cukup bagi pengelola kegiatan untuk
melaksanakan berbagai kegiatan Becara berkelanjutan. Masalah yang sering dihadapi bagi pemerintah daerah pada sebagian besar pelaksanaan pengembangan wilayah adalah keberlanjutan (sustainabiliW) keeiatan setelah berakhirnya waktu pengelolaan proyek. Pengalaman di beberapa daerah menunjukkan sebagian besar bekas lokasi prograrn pengembangan wilayah tidak dilaajutkan atau dikembangkan lagi oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah lebih mengutamakan pengembangan progtam ke daerah lainnya dengan pertimbangan penerataan dan mengurangi kesenjangan antar wilayah.
e. Sunber Dana Pembiayaan kegiatan prog"am pengembangan wilayah pada masa lalu banyak didukung oleh dana yang berasal dari pinjaman dan hibah negara donor atau lembaga keuangan internasional dengan dana pendamping dari pemerintah. Melalui pola pendanaan khusus ini, yaitu adanya dana pinjaman luar negeri dan hibah, memungkinkan pengelola kegiatan terjamin dalam penyediaan dana untuk
satu jangka waktu tertentu. Ikutsertanya lembaga dan negara donor dalam
pembiayaan kegiatan melalui sistem administrasi pembiayaan yang relatif lebih
tertib dan selalu dimonitor oleh lembaga atau negara donor, memungkinkan pelaksanaan kegiatan di lapangan tidak menemui masalah. Hal ini akan berbeda dengan sistem pendanaan yang berasal dari APBN, APBD Propinsi atau APBD Kabupaten/kotayangsering mengalamiketerlanbatandalam pencairan dana serta
alokasi dana yang belum terjamin ketersediannya, sehingga menimbulkan permasalahan dalam inplenentasi kegiatan di lapangan.
f. Organisasi Pengelolaan PPW membutuhkan suatu organisasi yang dapat mengatur tugas dan fungsi masing'masing instansi dan lembaga masyarakat, dari mulai kabupaten sampai di tingkat pusat. Di daerah, pengorganisasian PPW terdiri dari Tim Pengendali dengan penanggungiawab Bupati dan diketuai oleh Bappeda Kabupaten, Tim Pelaksana atau operasional yaitu Dinas/Iembaga terkait, dan konsultan teknis serta LSM. Pada tingkatan propinsi, Gubernur bertidak selaku penanggunga jawab prograrrl dan Ketua Bappeda Propinsi sebagai Ketua Tim, sedangkan dipusatDepartemen Dalam Negeri sebagai Koordinator Tim Pengarah dengan anggota dari departemen atauinstansi teknis yang terkait.
g. Keberlanjutan (sustainability) sesuai pengalaman, pelaksanaan suatu proyek atau program akan selesai dengan berkahirnya bantuan pemerintah, baik dalam bentuk dana maupun 87
pembinaan pasca proyek atau yang disebut sebagai "proyek pasar malam". Hal ini dapatteuadi apabila dalam pelaksanaankegiatantersebuttidaknelibatkan sejak awal masyarakat penerina manfaat (beneficiaries group) dalam proses penJrusunan kebutuhan, persiapan dan sosialisasi, monitoring serta evaluasinya. Peranserta masyarakat secara aktif akan menyebabkan masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap keberlanjutanprogram ataukegiatan. Demikianpula apabila peranserta pemerintah daerah dalam pengawasan dan pendanaan pasca proyek masih terus dilaksanakan, maka bukan hanya replikasi progra'n yang terjadi tetapi juga keberlanjutan program oleh masyarakat.
4.t.4 Kelemahan
d.an Kekuatan PPWT
Pelaksanaan PPWT, baik pada periode 1980 hingga 1990 maupun pada periode 199O hingga saat ltti, ae6ililri beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dan kelemahan ini dapat dilihat dari mulai tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai pada masa pasca proyek. Namun demikian, sebagai suatu pendekatan baru dalam pembangunan daerah, pengembangan wilayah atau kawasan terpadu secara umum masih dianggap lebih baik dibanding pendekatan pembangunan sektoral. Pada bagian ini berbagai kelebihan dan kelemahan dalam pelaksanaan program pengembangan wilayah yang diamati dari beberapa pengalaman di berbagai daerah.
a. Kelebihan Beberapa keunggulan dari program pqngembangan wilayah terpadu dibanding dengan pendekatan sektoral dalam pembangunan daerah antara lain karena beberapa faktor sebagai berikut :
.
Memperhatikan Kebutuhan Masyarakat dan Daerah Melaluiperencanaanpartisipatifyangmelibatkanmasyarakatpenerimabantuan (target group), kebutuhan nyata masyarakat dapat fiidentifrkasikan aecara langsung, sepertijalan desa penghubung ke pasar, benih dan bibit tanaman, kredit usaha, pelatihan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan, dan sebagainya. |smiLisn pula dengan kebutuhan daerah, seperti sarana dan prasarana sosial, ekonomi dan budaya, dapat ditemukenali melalui pelibatan lembaga perencanaan daerah dalam penyusunan bersama rencana kegiatan. Perencanaan ini skan dilakukan perbait
'
MengutamakanAspekWilayah salah satu tujuan program pengembangan wilayah mengurangi kesenjangan
88
antar wilayah dalam suatu daerah melalui peningkatan kesejahteraan masyarakatnya dan penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Penentuan kegiatan pada pengembangan wilayah terpadu didasarkan pada aspek wilayah dengan memperhatikan potensi dan permasalahan serta kendala yang ada di suatu wilayah. Melalui perencanaan yang berbasis wilayah ini kegiatan berbagai sektor dipadukan sesuai kebutuhan dan kondisi masyarakat di daerah. Dengan basis wilayah maka masing-masing program pengembangan wilayah aksn 5s6iliki kegiatan yang berbeda antara satu wilayah dan wilayah lainnya. Kegiatan sektor yang dilaksanakan di suatu wilayah dengan kondisi tertentu,
seperti wilayah pesisir, akan berbeda dengan kegiatan dalam rangka pengembangan wilayah lahan atas (upland). Dengan demikian, dalam pengembangan wilayah terpadu ini aspek wilayah lebih menonjol dibanding dengan aspek sektornya. Kegiatan yang ada pada berbagai sektor dapat dilaksanakan pada wilayah tertentu secara bersama-sama dengan tujuan mengurangi ketimpangan antar wilayah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
d.i
wilayah tersebut.
Sistem Perencanaan Program Yang Tertib Program pengembangan wilayah memerlukan sistem perencanaan yang baik. Sistem perencanaan program meliputi kegiatan studi, survai dan dokumen staf appraisal report, serta penyusunan rencana jangka m.enengah dan rencana tahunan. Penguatan Kapasitas Kelembagaan Masyarakat dan Pemerintahan
- pengembangan wilayah pemerintah dan masyarakat selalu meminta agar disediakan kegiatan penguatan kelembagaan masyarakat Iokal danpemerintahan daerah Gnstitutionalandhuman resource c€rpacitybuild' ing). Kegiatan ini memang ditawarkan oleh sejumlah donor meialui rancangan Pada hampir setiap progre
yang disusun oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten dan lembaga"/negara donor. Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi kapasitas kelembagaan pada masa itu, baik pemerintahan maupun kemasyarakatan, terutama di daerah yang.masih relatif lemah sehingga belum dapat melaksanakan berbagai kegiatan lintas sektor secara optimal di suatu wilayah. Pengalaman di berbagai daerah pada masa itu memberikan gambaran bahwa kelembagaan masyarakat yang ada seperti lembaga Adat, LSM, Karang Taruna, PKK, Kelompok Tani dan sebagainya masih belum dapat memberikan kontribusinyaterhadap pelaksanaankegiatanpengembanganwilayah. Demilrian pula kelembagaan di daerah seperti lembaga Kantor Desa, Kecamatan, ataupun
Dinas-dinas teknis di kabupaten masih belum kuat untuk mendukung pelaksanaankegiatanprogram yangsifabryaterpadudanmemerlukankoordinasi
lintas instansi, dilihat dari struktur organisasinya, jumlah dan kualitas sumberdaya manusia, serta fasilitas kerja yang tersedia. Oleh karena itu sebagian besar program pengembangan wilayah pada periode awal selalu dilengkapi dengan kegiaan penguatan kelembagaan baik pemerintahan maupun masyarakatnya. Dari pengalaman pelaksanaan PPWT dim asa lalu tersebut, dapat dilihat bahwa pada saat ini kelembagaan masyarakat dan pemerintahan dalam bidang pelayanan, organisasi, kualitas SDM, maupun perannya dalam proses pembangunan di daerah semakin meningkatnya. Kesadaran dan sikap kritis 89
masyarakat ditunjukkan melalui p artisipasinya yang lebih aktif dalam prcses perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan di daerah. Penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan maupun masyarakat perlu terus dilanjutkan karena akan meningkatkan kesadaran dan sikap kritis masyarakat dalam proses pengembilan keputusan. Jaminan Ketersediaan Pembiayaan
Melalui sistem pendanaan sharing antara Pemerintah dan lembaga/negara donor (pinjaman maupun hibaD dengan waktu yang telah ditentukan bersama maka penyediaan dana dapat dijamin setiap tahunnya. Sesuai pengalaman, pendanaan yang berasal dari APBN dan APBD untuk dana pendamping pinjaman luar negeri tersebut Pemerintah memberikan prioritas untuk disediakan setiap tahun. Keterikatan dalam penyediaan dana ini memberikan jaminan bagi pengelola program untuk melaksanakan kegiatan eesuai rencana. Penyediaan dana yang sesuai baik jumlah maupun ketepatan waktu merupakan salah satu kendala yang sering dihadapi oleh Pemerintah setiap tahunnya. Keterlambatan dalam pengadaan dana akan mengakibatkan tertundanya pelaksanaan kegiatan di lapangan. Untuk kegiatan tertentu, seperti pertanian yang sangat bergantung pada musim, keterlambatan pananaman dapat menyebabkan kegagalan memeti-k hasil atau panen. Sistem anggaran yang berlaku pada masa lalu, dimana daerah masih sangat bergantung pada Pemerintah Pusat, sering terjadi keterlambatan dalam penyediaan dana. Untuk program pembangunan yang tidak memperoleh sharing dana dari pinjaman luar negeri atau hibah (hanya didanai oleh rupiah murnil, kendalanya lebih banyak lagi, yaitu ketidak pastian dalam jumlah atau besaran dana, jangka waktu pendanaan, dan waktu pencairan yang sering terlambat. Pada era otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 2000 ini masalah dalam penyediaan dana bagi pelaksanaan program pembangunan relatif dapat diatasai karena dengan berlakunya uu No. 25 Tahun 1999, maka Pemerintah Daerah memiliki kewenangan yang lebih besar dalam mengatur dan menentukan pembiayaan pembangunan di daerahnya. Tersedianya Tbnaga Pendampingan Aspek lain yang menyebabkan keberhasilan beberapa program pengenbangan
wilayah terpadu adalah adanya tenaga pendamping yang disediakan proyek untuk membantu masyarakat penerima bantuan (target group) melaksanakan kegiatan'kegiatan di lapangan. Fungsi dan peran tanaga pendamping ini dirasakan sangat membantu petani atau masyarakat, khususnya bagi mereka yang berada di daerah pedesaan, untuk memberikan bimbingan, teknik bertanam, teknik pen golahan, informasi pasar, administrasi pembukuan, cara mengelola kredit dan bantuan lainnya. Umumnya tenaga pendamping masyarakat ini berasal dari lembaga swadaya masyarakat atau para pemuda,/ pemudi yang berasal dari daerah setempat yang keberadaanya dapat diterima oleh masyarakat setempat. Fungsi tanaga pendamping pada beberapa kegtatan tertentu, misalnya pertanian, biasanya diperankan oleh penyuluh pertanian lapangan (PPI). Namun menurut pengalam an, karena status PPL yang pegawai negeri, banyak diantara mereka menghadapi kendala berupa keterbatasan walrtu, penerimaan oleh masyarakat yang kurang baik karena dianggap mewakili 90
kepentingan pemerintah, serta penguasaan teknis naupun pola pendekatan kepada masyarakat yang kurang berkembang. Keberadaan tenaga pendamping yang banyak berada di lapangan dalam membimbing dan membina petani dan masyarakat penerima bantuan, memberi andil yang cukup besar dalam keberhasilan program. Mereka akan terus membina, membimbing dan mengawasi serta memberikan bantuan teknis lapangan serta mendiskusikan berbagai permasalahan yang ditemui di lapangan dengan pengelola proga- dan aparatpemeqintah. Dengan denikian para petani atau masyarakat penerima bantuan sulit untuk meninggalkan kegiatannya. Salah satu kegiatan yang sangat membutuhkan tenaga pendamping adalah penyediaan kredit secara bergulirGevolving fund) yaitu penyediaan dana kredit kepada individu atau kelompok selama waktu tertentu yang harus dikemfelikan secara tertib karena harus digulirkan ke individu atau kelompok lain. Di sisni peran tenaga pendamping sangatmembantu dalam pembinaan individu atau kelompok Grsebut dalam menggunakan dana maupun pengembaliannya.
'
PengawasandanPengendalianyangTbratur Untuk program pengembangan wilayah dengan dana pinjaman luar negeri atau hibah memungkinkan para staf lembaga internasional atau negara donor melakukan pengawasan da" pengendalian yang cukup teratur dan tertib melalui kegiatan monitoring dan evaluasi secara berkala setiap tahunnya. Kegiatan monitoring dan evaluasi ini biasanya dilakukan tiga atau empat kali dalam setahun selama masa proyek secara bersama-sama antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Daerah dan lembaga/negara donor. Namun diluar kegiatan monitoring dan evaluasi rutin tersebut, Pemerintah Daerah melakukan juga monitoring bulanan, triwulanan dan tahunan. Dalem kegatan monitoring dan evaluasi ini berbagai temuan dan perkembangan di lapangan dibicarakan mulai dari tingkat kabupaten, propinsi sampai tingkat pusat yang diakhiri dengan suatu laporan hasil kunjungan monitoring dan evaluasi yang ditandatangani bersama seluruh stakeholders. Kegiatan pengawasan dan pengendalian ini sangat membantu terhadap proses pelaksanaan program di lapangan karena setiap temuan atau perkembangan di lapangan, baiL masalah maupun saran-saran perbailran terhadap rencana yang telah disusun sebelumnya, selalu ditindak lanjuti bersama oleh stakeholders. Dengan demikian pelaksanaan program pengembangan wilayah ini selalu disesuaikan dengan perkembangan di lapangan dengan tetap berpedoman pada dokumen perencanaan yang telah disusun bersama.
b. Kelemahan Selain beberapa keunggulan, dalam implementasinya di lapangan ppWT memiliki beberapa kelemahan yang d.itemukan dan selalu diperbaiki melalui forum koordinasi di tingkat daerah maupun pusat, bersama-sama dengan pihak donor. Beberapa kelemahan ini terjadi dariproses perencanaan sampai pengendaliannya dan menjadi bahan perbaikan untuk program-program pengembangan wilayah selanjutnya hingga saat ini. PPWT yang bersifat lintas sektoral jelas akan mem;l;L.; beberapa permasalahan dalam hal koordinasi antar sektor itu sendiri, dari mulai komitmen antar sektor, pemiJihan wilayah dan target group, peran lembaga sektoral 91
masih dominan, kemampuan SDM masig relatif rendah, dan sebagainya. Pada bagianini diuraikan beberapa kelemahanyang ditemukenali selamapelaksanaan PPWT di masa lampau
.
KomitmenAntar Sektor l,emah Program pengembangan wilayah terpadu merupakan salah satu pendekatan pembangunan daerah yang mengintegrasikan berbagai kegiatan dari beberapa sektor yang dibutuhkan pada suatu wilayah tertentu. Oleh karena itu untuk keberhasilan prograyn secara umum diperlukan adanya komitmen antar sektor mulai perencanaan, pelaksanaan sampai kepada pengendaliannya, termasuk dalam penyediaan dananya. Dalam kenyataannya, beberapa perencanaan
kegiatan yang disusun bersama sebagai suatu keterpaduan tidak dapat direalisasikan dengan baik. Salah satu atau lebih dari sektorsektor terkait tidak dapat dilaksanakan karena menghadapi permasalahan. Salah satu penyebabnya adalah dukungan atau komitmen sektor untuk berpartisipasi dalam melaksanakan dan membiayai kegiatan di lapangan masih lemah. Lemahnya dukungan atau komitmen ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya: a) persepsi terhadap keterpaduan pembangunan yang belum samai b) keterbatasan sumberdaya dana dan manusiai c) adanya beberapa prioritas lain
yang harus dilaksanakan oleh sektor bersangkutani d) kuatnya'ego'masing-
masing sektori e) kebijakan sektor yang bersangkutan belum mendukung keterpaduan antar sektor dalam program pengembangan wilayah.
Untuk melibatkan sektor lain membutuhkan dukungan atau komitmen sektor yang bersangkutan. Untuk tingkat daerah (kabupaten) dukungan semua sektor terkaitiniperlu di-obilimgl dandimsnitor langsungolehKepala Daerah (Bupati). Tanpa adanya dukungan dan keterlibatan Kepala daerah, maka akan sulitbagi instansi tertentu (misalnya Bappedd untuk memperoleh dukungan yang kuat dan penuh dari sektor terkait.
.
kmahnyaKoordinasiAntarSektor Pada bagian sebelumnya, yaitu lemahnya komitmen sektor, terah d.isinggung bahwa kurangnya komitmen atau dukungan sektor tertentu menyebabkan lemahnya koordinasi antar sektor. Padahal koordinasi ini menjadi salah satu syarat yang harus diFenuhi dalarn pelaksana€rn program pengembangan wilayah yang bersifat lintas sektor. Pada kenyataannya seringkali koordinasi mudah dilakukan pada saat perencanaan maupun pertemuan atau rapat-rapat, namun pada saat mengimplementasikan kegiatan di lapang maka hasil koordinasi yang telah disusun dalam perencanaan tersebut sering tidak berjalan. Evaluasi mengenai tidak berjalannya koordinasi peleksanaan kegiatan di lapang ini sering ditak*"tt uan dibahas upaya-upaya penyelesaiannya. Beberapa hal yang menjadi penyebab tidak berjalannya koordinasi antar sektor dapat diidentifikasikan sebagai berikut: d lemahnya peran instansi/lembaga yang mengkoordinasikan lintas sektorib) masih dominannyaperanlembaga/dinas teknisi c) karakteristik kegiatan masing'masing sektor yang tidak memungkinkan dilaksanakan secara terpadui O forum koordinasi yang dibentuk pada tingkatan pemerintahan melalui sekretariat program, sebagai upaya keterpaduan kegiatan, tidak berjalan sebagaimana mestinya dan malah memperpanjang matarantai birokrasii dan
92
e) dukungan sumberdaya manusia dan dana yang kurang memadai bagi pelaksanaan kegiatan. Pemilihan Wilayah dan Target Group
Sebelum PPWT diimplementasikan, terlebih dahulu dilaksanakan studi kelayakan dan survai lapangan. Kedua kegiatan ini untuk proyek berpinjaman luar negeri selalu dilaksanakan oleh lembaga atau negara donor, sedangkan Pemerintah hanya memfasilitasi dan mengkoordinasikan pelaksanaan studi dan
survai tersebut. Dari hasil studi kelayakan dan survai lapang tersebut ditentukan wilayah program beserta target group dan kegiatan yang akan dikembangkan selama jangka waktu tertentu. Namun demikian, walaupun dalam penentuan wilayah sudah ada kriterianya, tetapi sering terjadi daerah' daerah yang terpilih karena ad.anya "donor drivert'' dengan ada alasan tertentu. Dari pengamatan terhadap pelaksanaan PPWT dengan dana pinjaman luar negeri dimasa lalu, dapat dilihat bahwa masing'masing negara donor memilih daerah'daerah tertentu untuk pelaksanaan PPWT atas dasar pertimbangan non teknis, sehingga timbul kesan bahwa daerah tertentu merupakan daerah Iangganan bagi negara atau lembaga donor tertentu. Pemilihan wilayah pro' asa lalu yang didominasi oleh donor menyebabkan tidak adanya interaksi antar wilayah atau antar daerah dalam skala makro.
eram PPWT
dim
Dalam penentuan target group atau peserta program yang kriterianya tidak jelas, yaitu di satu pihak dipilih masyarakat, petani atau nelayan yang miskin untuk ditingkatkan pendapatan dan kesejahteraannya. Namun di pihak lain ada beberap a pro gram yang pesertanya bukan merupakan masyarakat miskin
karena pertimbangan tertentu seperti kemampuannya untuk melaksanakan kegiatan. Karena para peserta program terpilih secara subyektif (karena melibatkan aparat pemerintah desa yang lebih memilih kalangan dekatnyd, maka target group terpilih tersebut cenderung pasif dan hanya menunggu perintah dari aparat desa. Pemilihan target group juga masih belum memasukan kriteria yang lebih luas lagi yaitu masyarakat atau komunitas adat yang tinggal
di lokasi'Iokasi terpencil, karena penentuan lokasi atau wilayah tidak mempertimbangkan wilayah seperti ini. Pertimbangan keberhasilan program secara keseluruhan menyebabkan komunitas adat terpencil senantiasa sedikit tersentuh oleh pembangunan melalui program pengembangan wilayah dim asa lalu. Ketergantungan pada Pemerintah Pusat Program pengembangan wilayah terpadu (PPWT) yang dimulai sejak periode 1980an, dimana sistem pemerintahan masih bersifat sentralistis, menberikan peluang kepada Pemerintah Pusat untuk berperan besar dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan PPWT. Peran Pemerintah Daerah (propinsi dan kabupaten) dan masyarakat serta swasta masih relatif kecil dan masih sebatas pada pelaksana program. Peran Pemerintah pusat yang cukup dominan ini dapat dilihat dari berbagai peraturan dan petunjuk yang sebagian besar dibuat oleh Pemerintah Pusatdan bersifat seragam untuk seluruh daerah.
Hal ini dapat dimengerti karena sistem pemerintahan dimasa lampau
mengharuskan meknisme seperti ini, seperti kewenangan hubungan luar negeri
yang merupakan milik Pemerintah Pusat, sehingga berbagai hal yang berhubungan dengan lembaga atau negara donor masih ditangani oleh
Pemerintah Pusat. Misalnya penyusunan Petunjuk Pelaksanaan
(uklap
dan
Petunjuk Teknis (uknis) pelaksanaan program diatur dan dibuat oleh Pemerintah, seperti Inmendagri atau Permendagri menganai program pengembangan wilayah terpadu, atau sering juga disusun bersama ne gara atau lembaga donor secara seragam untuk seluruh Indonesia. Pemerintah Daerah
melaksanakan PPWT berdasarkan juklak dan juknis tersebut. Dengan demikian aspirasi masyarakat dan pemerintah daerah yang lebih mewakili kondisi dan karakter lokal kurang terakomodasikan dalam juklak dan juknis tersebut. Kemampuan SDM Daerah Lemah
Pengembangan wilayah terpadu menuntut kemampuan aparat pemerintah yang cukup handal, baik dalam perencanaan dan pelaksanaannya maupun dalam mengkoordinasikan berbagai kegiatan lintas sektoral. Untuk koordinasi program, sesuai peraturan yang berlaku, diserahkan kepada aparat perencana daerah yaitu Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappedd Tingkat I di propinsi dan fingkat II di kabupaten, dan forum koordinasi seperti sekretariat program lissanya berada Bappeda. Sedangkan pelaksanaan kegiatan diserahkan kepada dinas teknis terkait dengan berpedoman pada Permendagri dan Inmendagri yang berlaku saat itu. Berdasarkan pengalam an di beberapa daerah, kemampuan aparat daerah untuk mengkoordinasi.kan program dan kegiatan pada tingkat kabupaten masih relatiflemah. Dipihak lain kemampuan aparat teknis relatif lebih baiL dari pada aparat perencanaan sehingga seringkali
koordinasi kurang berjalan dan dominasi sektoral masih terjadi. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, Pemerintah berupaya untuk terus meni:rgkatkan
kemampuan sumberdaya manusia pengelola program, khususnya aparat perencana, melalui berbagaipendidikan,latihan, kursus,lokakarya, workshop
dan sebagainya baik di daerah maupun di Jakarta. Upaya peningakatan kemampuan sDM ini bukan hanya ditujukan kepada aparatpemerintah, tetapr kepada masyarakat peserta progempun diberikan berbagai kursus dan latihan serat studi banding ke daerah lain yang kondisinya lebih baik dari mereka. Keberlanjutan (Sustainability) Kelemahan lain dari progam pengembangan wilayah adalqh aspek keberlanjutan progtam setelah masa proyek berakhir a1311 lantuan Pemerintah maupun pihak donor dihentikan. Pelaksanaan PPWT berbantuan luar negeri dimasa lalu banyak dianggap berhasil dalam mengembangkan usaha masyarakat dan
meningkatkan kesejahteraan masyrakat serta mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah. Namun disisi lain, setelah bantuan program dihentikan, masih sedikit diantara pemerintah daerah yang mau dan mampu melanjutkan program tersebut atau mereplikasinkannya ke wilayah lain di daerahnya. Padahal salah satu keberhasilan pelaksanaan PPWT adalah adanya keberlanjutanprogram setelah masapelaksanaanprogran selesai melaluiupaya pemerintah ctaerah sendiri, baik di wilayah yang sama atau wilayah lain sebagai replikasi program pertama. Kurang berhasilnya keberlanjutan program ini dapat disebabkan beberapa hal sebagai berikut: a) ketergantungan terhadap dana Pemerintah dan lembaga atau negara donorib) keterbatasan sumberdaya daerah untuk mereplikasikan program ke wilayah laini c) komitnen Pemerintah Daerah yang rendah terhadap 94
upaya keberlanjutan programi d) kwangnya partisipasi masyarakat peserta program sehingga tidak ada perasaaan memiliki terhadap kegiatan yang dilaksanakanl e) kuatnya perap Pemerintah Pusat dibanding Pemerintah Daerah; 0 kuatnya peran pemerintah yang seharusnya hanya sebagai fasilitator dibanding dengan peran masyarakat dan dunia usahai dan g) adanya anggapan masyarakat bahwa kegiatan PPWT adalah perintah dan tanggung jawab dari Pemerintah. Keberpihakan terhadap Peran Wanita Pelaksanaan kegiatan PPWT di wilayah pedesaan lebih banyak dilakukan oleh
kepala kaum pria atau para suami, sedangkan peran wanita masih terbatas ada membantu para suami sebagai ibu runah tangga menged akan pekerj aan di kebun ataulahan pertanian. Para perencana dan pengambil keputusan pro' gram pengembangan wilayah pada saat itu.masih belum memperhatikan peran wanita atau para ibu rumah tangga dan memberikan kepada mereka kegiatan yang produktif seperti usaha ekonomi rumah tangga atau kerajinan tangan, pengelolalan ternak skala kecil, warung kelontong, dan sebagainya.
p
Keberpihakan dan pelibatan wanita (gender) dalam berbagai program pembangunan saat ini sudah menjad.i isu global. Bagi PPWT keterlibatan wanita bukan saja untuk mengantisipasi isu global tersebut, tetapi lebih kepada efektifitas dan efisiensi kegiatan tertentu yang lebih tinggi jika dikerjakan oleh kaum wanita atau para istri. Para istri atau wanita juga relatif memiliki kelebihan dalam mengatur dan mengelola keuangan keluarga secara lebih hemat dan cermat serta kedisiplinan mengembalikan kredit dibanding kaum pria atau
suami. Banyak pengalaman dari pelaksanaan PPWT dimasa lalu yang memberikan gambaran kelebihan para istri atau kaum wanita tersebut dibanding
dengan kelompok pria atau suami dalam mengelola keuangan, seperti pada beberap a ke giatan perkreditan desa.
4.2 Pendekatan Sosial dan Budaya Secara Menyuluruh dan Terpadu Program-program pembangunan yang selama ini direncanakan dan dilaksanakan oleh pemerintah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. Hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat memperoleh perhatian dan diupayakan peningkatan mutu serta kuantitas fasilitas pendukung yang terkait dengan sejumlah aspek kehidupan masyarakat, misalnya aspekkesehatan, pendidikan, pengairan, pertanian, sarana infra struktur dan lain sebagainya. Kebijakan pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dalam beberapa Repelita terdahulu, pada kenyataannya belum seluruhnya mengenai sasaran yang sesungguhnya dan belum mencakup kerangka pemberdayaan masyarakat Permasalahan ini jika dibahas secara lebih rinci akan mencakup beberapa faktor, yaitu sebagai berikut: 95
a.
Skala Perencanaan Yang Bersifat Makro (Nasional)
Masyarakat Indonesia yang majemuk tedtunya mempunyai konsekuensi yaitu adanya kebudayaan yang majemuk pula. Berangkat dari kenyataan sosial (social fact) ini dapat dibahas di sini komponen-kompenen utama yang tercakup dalam konfrgurasi sebuah konsep masyarakat majemuk. Dalam hal ini, komponen keragaman kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia sebenarnya telah dapat menjelaskan betapa kompleksnya permasalahan kebudayaan yang dihadapi oleh pihak-pihak perencana dan pelaksana program pembangunan, ataupun pihak pembuat kebijakan. Dalam konteks perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan yang menekankan pada skala makro, tentunya akan menemui kendala sosial dan budaya (social and cultural bariers), karena program-program pembangunan tersebut belum dapat operasional secara optimal di tingkat akar rumput. Secara garis besar dapat dijelaskan di sinj bahwa sebagian besar program pembangunan tersebut belum dapat dipahami secara utuh oleh pihak penerima progam (recipient partr. Hal tersebut terutama disebabkan program-program pembangunan yang dilaksanakan tidak dapat diterjemahkan ke dalam kebudayaankebudayaan masyarakat lokal. Selain itu, aspirasi masyarakat lokal belum terwakili dalam berbagai paket program pembangunan i'ang disusun oleh Pemerintah. Meskipun diakui bahwa bangsa Indonesia telah memiliki kebudayaan nasional, nuunun harus disadari bahwa keragaman kebudayaan masyarakat'masyarakat lokal tidak dapat diabaikan begitu saja. Justru di tingkat operasionalisasi dalam ivnplementasi program pembangunan, pihak perencana dan pelaksana progra- pembanguran perlu mengacu pada kebudayaan'kebudayaan lokal. Oleh karena itu, pendekatan skala makro sebenarnya perlu diterapkan terbatas pada tingkat dan tahap perencanaan dan pelaksanaan tertentu saja. Tingkat dan tahap selanjutnya sebaiknya perlu penerapan pendekatan skala milro.
b. Kebijakan Yang Berorientasi pada Pencapaian Target Kebijakan yang berorientasi pada pencapaian target secara kuantitas (target oriented), dalam kenyataannya hanya memotivasi upaya peningkatan jumlah atau kuantitas semata'mata, tanpa upaya memperhatikan proses pembangunan serta peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Selama pelaksanaan pembangunan dimasalalu, peningkatanjumlahpeserta ataukegiatanproduksisecara
massal, telah menjadi salah satu indikator utama keberhasilan program pembangunan. Sebagai contoh dapat dideskripsikan secara singkat di sini mengenai program Keluarga Berencana yang direncanakan dan dilaksanakan secara makro. Di sini sangat jelas bahwa indikator utama keberhasilan program KB adalah gejala peningka-tan para akseptor KB, khususnya mereka pasangan usia subur.
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian mengenai KB di Indonesia, ternyata keberhasilan peningkatan jumlah akseptor tersebut tidak diikuti oleh gejala peningkatan kesejahteraan sosial keluarga dan ekonomi. Gejala ini terutama disebabkan karena kebijakan KB yang bersifat nasional dan skala ma-kro, diterapkan secara langsung dari atas ke bawah (top'down approach) sebagai sebuah instruksi yang cenderung memberikan sanksi'sanksi tertentubagimereka yang tidak dapat 96
berhasilmelaksanakannya. Faktorsosialdanbudaya, dalarn halini memangbelum diposisikan pada aspek penentu keberhasilan sebuah pmgram. Padahal dalam kenyataannya ide program KB tersebut merupakan sebuah faktor yang akan merubah pola'pola budaya masyarakat lokal, khususnya yang berkaitan dengan sistem nilai dan pranata kekerabatan serta keluarga.
c. Pendekatan Pembangunan dari Bawah ke Atas Pendekatan dari bawah ke atas(bottom-up approacl0 dalam konteks program'program pembangunan yang akan memberdayakan warga masyarakat, merupakan sebuah pendekatan yang mutlak. Berbagai program pembangunan yang telah diterapkan selama ini, lebih menerapkan pendekatan dari atas ke bawah tanpa
memperdulikan aspirasi warga masyarakat penerima program-program peAbangunan tersebut. Mereka cenderung dibatasi keterlibatan dan peran sertanya, dan hanya berperan sebagai pelaku dan penerima program sesuai petunjuk pelaksanaan, bahkan mereka hanya nenerima berbagai instruksi dari pemimpin lokal formal misalnya Kepala Desa, Lurah ataupun Bupati. Sebenarnya syarat mutlak dari keberhasilan sebuah program pembangunan adalah bila warga masyarakat penerima program tersebut memang memahami tujuan dan sasaran program, dan program yang diterapkan tersebut memenuhi sebagian besar aspirasi mereka.
d.
Terbatasnya Penelitian Sosial clan Budaya
Kegiatan penelitian ilmiah khususnya yang mencakup aspek-aspek sosial dan budaya masyarakat lokal Indonesia, sebagai data dasar (data base) yang digunakan dalam proses perencanaan program-program pembangunan tersebut, masih sangat terbatas. Permasalahan yang seringkali dijadikan sebagai argumentasi oleh para birokrat adalah berkaitan dengan keterbatasan waktu dan dana yang tersedia. Dalam kenyataannya, argumentasi ini cenderung didasari oleh kebijakan berorientasi target yang menekankan pada upaya pencapaian jumlah secara kuantitas semata'mata oleh cakupan waktu dalam konteks target oriented tersebut. Pengalokasian waktu untuk kegiatan penelitian awal dalam kerangka jadwal kegiatan program pembangunan, seringkali sulit untuk dilakukan. Upaya pemberdayaan warga masyarakat secara berkesinambungan belum dilaksanakan. Kegiatan penelitian awal (preleminary research) mengenai aspek sosial dan budaya sebenarnya dapat berperan sebagai ujung tombak sebelum proses intervensi program'program pembangunan dilakukan.
Dalam konteks program pembangunan pada Kawasan Tertinggal dan Khusus, upaya pemahaman mengenai aspek sosial dan budaya masyarakatmasyarakat lokal yang bermukim dalan kawasan tertinggal, memang perlu dilakukan sebelum progr4rn'program pembangunan di kawasan tersebut dilakukan. Kondisi keterbelakangan dan marjinal seringkali menjadi karakteristik sosial dan ekonomi dari komuniti-komuniti sosial, selain keterisolasian secara geografis yang menjadi ciri fisik kawasan tertinggal. Kondisi marjinal yang senantiasa terkait dengan komuniti-komuniti sosial dengan kegiatan berburu meramu, berladang pindah, dan berladang serta bertani 97
menetap, merupakan sebuah kenyataan sosial yang harus diketahui melalui pendekatan sosial dan budaya yang holistik. Pendekatan ini merupakan sebuah kerangka yang terdiri dari sejumlah konsep mengenai aspek sosial dan budaya sebuah komuniti sosial. Pemahaman mengenai keterkaitan antar komponen sosial dan budaya secara menyeluruh (holistik ) dapat diperoleh melalui kegiatan penelitian lapangan yang akan menghasilkan deskripsi etnografis dari kebudayaan sebuah komuniti sosial. Komponen-komponen sosial dan budaya tersebut terdiri dari:
. ' ' ' .
Sistemreligi/kepercayaan Sistemkekerabatan Organisasi Sosial Sistem Ekonomi
Sistemteknologitradisional
Data etnografis yang diperoleh melalui kegiatan penelitian tersebut merupakan basis data atau data base yang dapat dikaitkan secara langsung dengan
tujuan program pembangunan yang akan direncanakan, misalnya masalah pendidikan, kesehatan, pertanian ataupunprogram?rogram pemberdayaan warga
komuniti lainnya. Dengan demikian bila program pembangunan yang akan direncanakan adalah bidang pelestarian lingkungan alam, maka kajian etnografi yang akan dilakukan adalah Etnografi Kesehatan Ibu danAnak. Dalam kegiatan penelitian lapangan komponen'komponen sosial dan budaya akan dikaji keterkaitannya denganmasalahkesehatanibu dan anak. BagaimalalaS
pengaruh dan keterkaitan sistem religi, sistem kekerabatan dan sisetm ekonomi dengan masalahpelestarianlingkungan alam.Apakah sistem religi dankepercayaan yang mencakup perangkat nilai dan penghormatan terhadap arwah leluhur, serta mitologi asal muasal nenek moyang mereka, memberikan motivasi yang signifikan terhadap upaya pelestarian lingkungan alam (hutan, kawasan ladang, sungai dan sebagainya). Pertanyaan'pertanyaan tersebut di atas adalah pertanyaan penelitian yang menjadi kerangka acuan seorang peneliti dalam rangka pengumpulan data Iapangan. Dengan kata lain seorang peneliti perlu memiliki kemampuan mengumpulkan data serinci mungkin dan mendeskripsikannya sebagai hasil penelitian. Data etnografis tersebut kemudian dapat dimanfaatkan untuk merencanakan startegi-strategi intervensi dan pendekatan sosial budaya yang operasional. Selain itu, aspirasi-aspirasi warga komuniti yang telah tercakup dalam deskripsi etnografis ini, akan menjadi kerangka acuan bagi perencanan untuk menyusun program-pro' gram pembangunan yang sesuia dengan kebutuhan serta aspirasi warga komuniti lokal. Sebagai contoh misalnya mereka diharapkan berperan secara aktif dan terlibat dalam program pelestarian kawasan hutan, yang telah dijadikan kawasan hutan lindung. Kegiatan perencanaan program pembangunan pelestarian kawasan hutan dapat memanfaatkan deskripsi etnografis tersebut untuk memahami konsep'konsep dan persepsi komuniti lokal mengenai makna kawasan hutan dalam kerangka kebudayaan mereka. Jika program pelestariankawasanhutan dapat diterima dan sesuai dengan kebutuhan serta aspirasi mereka, tentunya program ini akan diterima dan didukturg oleh mereka tanpa menemui kendala yang berarti. Potensi dan kapital 98
sosial yang telah dimiliki oleh komuniti lokal akan sangat bermanfaat dalan pelaksanaan program-program pembangunah. Ini berarti bahwa upaya-upaya pemberdayaan sosial yang tercakup dalam program pembangunan sekaligus tercapai melalui implementasi program pembangunan itu sendiri.
K.gkrEn p..dafiplriggn di
laFngan 1. lGterBl
O.pcG
2. LSM 3. PcJgfird|Tnggi Pen€litian Etnografis: '1. Sistm R€ligi 2. Sistem Keke€batan 3. Sbt€m Ekonorni 4. O.ganisasi Sadd 5. Sistm Tcknologi TEdisk'Gl
Oikaitkan dcogan pfogtm pembangunan p.mbaftbyaan KATt€m aken dimEkan
l<3gletan
inbft!ru|dl
iinCkat komunlti lokel
i/lcmhar[kan: 1. s.tEr.d htqEosi
2. irodcl parrtlkatan - Bc,l(c|immbung€n - AcrbaCa knilnhi
Gambar 4.1. Skema Model Pendekatan Sosial Budaya yang Holistik
99
BAB V KONSEP PENGEMBANGAN WILAYAH TERTINGGAL BERBASIS KOMUNITAS ADAT TERPENCIL Program pengembawan wilayah terpadu, sebagaimana telah dibahas pada Bab IV lebih banyak dikembangkan bagi peserta atau target group dengan karakteristik miskin atau tingkat kesejahteraan yang rendah. Belum ada satupun program pengembangan wilayah yang khusus ditujukan bagi masyarakat terasing
atau sekarang dinamakan komunitas adat terpencil. Dilain pihak, program pemberdayaan komunitas adat terpencil masih belum menggunakan pendekatan pengembangan wilayah terpadu, namun lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhan pokok dan penyediaan usaha ekonomi skala kecil dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat tersebut.
Dengan mempelajari kedua program, yaitu program pemberd.ayaan komunitas terpencil dan progtam pengembangan wilayah, maka pada Bab ini akan dikaji pengembangan wilayah tertinggal berbasis komunitas adat terpencil melalui analisis kebijakan pengembangan wilayah tertinggal yang lebih komprehensif berdasarkan kebijakan dan strategiyang telah disusun oleh masing-masing instansi pemerintah, dilanjutkan dengan konsep pengembangan wilayah tertinggal yang lebih spesifik yaitu yang berbasis sosial budaya, model-model pengembangan wilayah berbasis komunitas adat terpencil (KAT), serta peran pemerintah daerah yang dapat dilaksanakan dalam pengembangan wilayah tertinggal berbasis KAL
5.1 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Wilayah Tertinggal Program pengembangan wilayah tertinggal, yang merupakan salah satu program kelanjutan pengembangan wilayah terdahulu, telah ditetapkan sebagai program prioritas nasional nelalui hogra- Pembangunan Nasional (Propenas) 20002004. Program ini telah dilaksanakan oleh berbagai departemen atau instansi pemerintah di pusat melalui kegiatan sektoral instansi yang bersangkutan. Berbagai kegiatan pengembangan wilayah tertinggal tersebut mengacu kepada kebijakan dan strategi masing'masing departemen atau lembaga pemerintah. Beberapa instansi 100
pemerintah yang telah mengimplementasikan program pengembangan wilayah tertinggal diantaranya adalah Departemen Tbnaga Kerja dan Tbansmigrasi dengan mengacu kepada UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang telah menentukan pengertian dan kriteria wilayah tertinggal yang berbasis pengembangan kawasan transmigrasiyangterpencildantertinggal. DemikianpulaDepartemenPermukiman dan PrasaranaWilayah, telah memitiki kebijakan sendiri danbekerjasama dengan dinas terkait di daerah telah mengimplementasikan pengembagan wilayah tertinggal melalui kegiatan pembangunan sarana dan prasarana permukiman dan Iingkungannya. Departemen Kelautan dan Perikanan telah pula mengembangkan wilayah terpencil dantertinggal di kawasan laut danpesisir melaluipengembangan pulau-pulau kecil. Sedangkan Departemen Dalam Negeri, bekerjasama dengan pemerintah daerahtelah mencoba mengidentifikasiwilayahtertinggal di seluruh daerah dan kebutuhan program atau kegiatan untuk masing-masing wilayah, namun sampai saat ini belum diketahu tindak lanjut kerjasama tersebut pada tingkat pelaksanaan kegiatan fisik. Sistem pemerintahan yang telah berubah menjadi sistem otonomi daerah dan desentralisasi kewenangan memberi peluang kepada pemerintah daerah untuk membanguna daerahnya sendiri sesuai kewenangan dan pembiayaan yang telah didesentralisasikan. Sedangkan tugas dan wewenang pemerintah pusat, sesuai Peraturan Pemerintah No. 25 Tahrur 2000, hanya sebatas pada, antara lain penetapan kebijakan, standar, pedoman, norma, danpenetapankriteria sesuai masing-masing bidang pembangunan. Dengan demikian implementasi program pengembangan wilayah tertinggal berserta penyediaanpembiayaannya menjaditugas dan tanggung jawab pemerintah daerah melalui koordinasi dari Pemerintah Propinsi. Pada tataran daerah, walaupun tugas dan kewenangan pemerintahan telah diserab-kan ke daerah
namun belum ada pemerintah daerah yang telah mengembangkan wilayah tertinggalnya dengan sumberdaya yang dimilrkinya. Melihat perkembangan pelaksanaan program pengembangan wilayah seperCi di atas, maka sudah saatnya untuk mengintegrasikan berbagai kebijakan sektor tersebut menjadi suatu kebijakan dan strategi pengembangan wilayah tertinggal yang komprehensif dan terpadu, sehingga dapat diacu oleh daerah sebagai pedoman pelaksanaan di lapangan. Bappenas dengan bekerjasama lintas sekotral telah berupaya untuk mengintegrasikan berbagai kebiajakan sektor tersebut dan diharapkan melalui kebijakan yang bersifat lintas sektor dan menyeluruh ini dapat dijadikan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam menangani dan mengembangkan wilayah tertinggal di daerahnya. Dari kebijakan dan strategi yang menyeluruh ini perlu disusun penjabarannnya bagi masing'masing sektor dan satuan wilayah yang disepakati serta target group-nya.
5.1.1 Ciri-ciri Wilayah Tertinggal Wilayah tertinggal sesuai definisinya memiliki ciri-ciri tertentu yang berhubungan dengan keterpencilan, namun bukan berarti seluruh wilayah terpencil adalah wilayah tertinggal. Ketertinggalan suatu wilayah selain dapat disebabkan oleh faktor alam yang telah ada dan merupakan karunia T\rhanyang Maha Esa, juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor lain yang dianggap sebagai hasil karya 101
mamrsia. Beberapa faktor yang dapat dianggapa sebagai penyebab terjadinya wilayah
tertinggal antara lain adalah faktor geografis, keterbatasan sumberdaya alam, keterbatasan sumberdaya manusia, dan kesalahah dalam menetapkan kebijakan.
a. Geografis , Wilayah tertinggal memiliki beberapa ciri fisik (geografis) tertentu yang berhubungan dengan keterpencilan lokasi dan ketersediaan sarana dan prasarana
perhubungan. Namun secara umum ciri'ciri wilayah tertinggal dapat diidentifikasikan sebagai wilayah yang relatif sulit dijangkau akibat letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan/pegunungan, kepulauan, pesisir dan pantai pulaupulau terpencil ataupun disebabkan faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh perkembangan jaringan, baik transportasi maupun media komunikasi.
b. Sumberdaya Alam Selain kondisi geografi dan fisik yang sulit terjangkau karena keterpencilannya, sebagianbesarwilayahtertinggalterjadi akibatrendat/miskinnya
potensi sumberdaya alam seperti daerah kritis minus ataulingkungan sekitarnya merupakan kawasan yang dilindungi atau tidak bisa dieksploitasi, sehingga masyarakat sulit mendapatkan mata pencaharian yang memadai. Kawasan dengan sumberdaya kritis seperti ini dapat terjadi akibat pemanfaataan yang berlebihan
tanpa memikirkan dampak kerusakan lingkungan, faktor iklim yang tidak mendukung atau akibat lainnya seperti bencana alam.
c. Sumberdaya Manusia Selain jumlah manusia yang berdiam di wilayah tertinggal relatif sedikit, masyarakat yang ada dan tinggal di wilayah tersebut juga memiliki kemampuan yang relatif kurang dibanding masyarakat di wilayah yang maju karena terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan. Pada umumnya masyarakat di wilayah tertinggal mempunyai tingkatpendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang sederhana. Mereka pada umumnya juga masih memegang adat dan tradisi yang masih sangat kuat memegang teguh nilai-nilai tradisional dan kurang atau
sulit menerima nilai'nilai baru melalui intervensi langsung berupa masuknya or. ang'orang lain maupun tidak langsung seperti adanya pengenalan program atau kegiatan dari pemerintah. Dipihak lain, kelembagaan adat pada sebagian masyarakat pedalaman masih belum diakui oleh pemerintah sebagai lembaga sosial masyarakat yang resmi. Dalam kondisi demilrian, walaupun daerah tersebut memiliki sumberdaya alam yang potensial namun belum dapat diolah dengan baik atau dimanfaatkan oleh mereka dan untuk kepentingan masyarakattersebut.
d. Kebijakan pembangunan Suatu wilayah dapat juga menjadi tertinggal karena beberapa faktor kebijakan yang menjadikan yang secara tidak langsung menyebabkan ketertinggalan
sebagian wilayah atau tidak meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Kebijakan tersebut antara lain seperti kesalahanprioritas penanganan dan strategi atau pendekatanl tidak diakomodasikannya kelembagaan masyarakat adat dalam
r02
perencanan dan pengambilan keputusan pembangunani Iebih memprioritaskan daerah yang lebih padat penduduknya, penanganan wilayah'wilayah yang lebih
potensial dan lebih mudah aksesibilitasnyai sistem pemerintahan yang masih sentralistis dan inisiatif daerah terbatasi serta keterbatasan kemampuan keuangan pemerintah.
5.L.2. Tipologi Wilayah Tertinggal Dalam mengembangkan wilayah tertinggal, diperlukan adanya penyederhanaan karakteristik melalui penentuan tipologi'tipologi dari wilayah
tertinggal, yakni sebagai berikut:
a.
Pedalaman/terisolir, yaitu daerah yang terletak tidal/kurang memiliki akgss ke daerah atau wilayah lain yang relatif lebih maju.
b.
Kepulauan/pulauterpenciUpulau'pulaukecil, yaitu gugusanpulau ataupulau yang berpenduduk, 6sn pgniliki kesulitan akses ke daerah lain yang relatif lebih maju.
c.
Perbatasan, yaituwilayahtertinggalyang terletakdi sepanjangperbatasan antar negara.
d.
Enclave, yaitu terutama daerah'daerah yang merupakan enclave di dalam kawasan yang relatif berkembang maupun kawasan'kawasan yang pgpiliki fungsi khusus seperti daerah penyangga hutan lindung, atau kawasan dengan budaya masyarakat yang khas dan perlu dilestarikan keberadaannya.
5.1.3 Prinsip-prinsip Pengembangan Wilayah Tertinggal Walaupun penanganan wilayah telah dimulai sejak awal periode 1980 - 1990, termasuk diantaranya merupakan wilayah tertinggal, namun masih banyak wilayah tertinggal lainnya yang dihuni oleh komunitas adat terpencil belum ditangani secara terpadu atai lintas sektoral. Bagi wilayah'wilayah yang telah ditangani melalui pengembangan wilayah terpadu, meski program tersebut diakui berhasil untuk sebagian besar wilayah namun ada beberapa hal yang masih perlu diperhatikan bagi tercapainya tujuan program dan keberhasilan yang lebih besar lagi. Untuk mewujudkan keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran program, penanganan wilayah tertinggal memerlukanprinsip.prinsip pembangunan sebagaiberikut:
a. Berorientasi pada masyarakat Masyarakat atau komunitas adat terpencil di wilayah tertinggal adalah peiaku sekaligus pihak yang akan mendapatkan manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan. sehingga prinsip people centered merupakan prinsip pokok program pengembangan wilayah tertinggal yang berwawasan komunitas adat terpencil
karena salah satu tujuannya adalah ingin memberdayakan masyarakat atau komunitas tersebut melalui pengembangan wilaya-h. Untuk itu, seluruh kegiatan 103
program ini harus diarahkan untuk mengembangkan wilayah dan memberdayakan masyarakat setempat. Sumberdaya dana dan manusia yang disediakan perlu secara tepat ditujukan untuk membiayai dan melaksanakan kegiatan yang hasil dan dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat atau komunitas adat terpencil setempat.
b.
Berwawasan lingkungan
Pada umumnya masyarakat di suatu kawasan telah akrab dengan lingkungan alamnya dan mengembangkannya sebagai suatu kearifan tradisional. Berkembangnya kebutuhan ekonomi yang dipengaruhi oleh perubahan sosial ekonomi dan modernisasi dapat mendorong terciptanya kegiatan yang merusak lingkungan seperti pengrusakan hutan lindung dan terumbu karang. Untuk itu, pelaksanaan kegiatan dalam program ini harus berwawasan lingkwrgan dan mengacu pada prinsip berkelanjutan. Terkait dengan prinsip ini adalah pertimbangan dampak kegiatan terhadap kondisi lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat di kawasan yang bersangkutan, baik untukjangka pendek, menengah, dan panjang.
c. Sesuai dengan adat istiadat dan budaya setempat Pengembangan kegiatan yang berorientasi pada kondisi dan kebutuhan masyarakat perlu memperhatikan adat istiadat dan budaya yang telah berkembang sebagai suatu kearifan tradisional (traditional wisdom) dalam kehidupan masyarakat setempat, dan memperkaya khasanah budaya bangsa. Teknik bercocok tanam, mencari ikan di laut, struktur kelembagaan adat, kepercayaan terhadap hal'hal
tabu seperti menebang pohon tertentu dan seremonial adat, dan berbagai karakteristik budaya lainnya perlu dijadikan salah satu pertimbangan dan acuan dalam pengembangan wilayah tertinggal.
d. Sesuai kebutuhan masyarakat Ke giatan pengembangan wilayah
tertinggal harus berdasarkan kebutuhan
daerah dan masyarakat penerima manfaat dan bukan berdasarkan asas pemerataan dimana setiap daerah berhak atas bantuan pendanaan dari pemerintah. Dengan
demikian diharapkan masyarakat akan menerima manfaat yang optimal dan tanggungjawab secara penuhterhadap program pengembanganwilayahtertinggal.
e. Tidak diskriminatif Pelaksanaan kegiatan di wilayah tertinggal perlu menerapkan prinsip tidak diskriminatif, baik dari segi suku, agama, ras, dan antargolongan atau partai
maupun gender. Prinsip ini digunakan agar kegiatan penanganan wilayah tertinggal tidak bias pada kepentingan pihak tertentu, yang pada akhirnya dapat mengganggu pencapaian tujuan dan sasaran program.
5.L.4 Pola Penanganan lYilayah Tertinggal Penanganan wilayah tertinggal dilakukan melalui pendekatan pengembangan wilayah, yang dilakukan secara 104
I
a. Desentralistik T\ntutan desentralisasi yang telah disahkan melalui UU No. 22 tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999 memberikan arah baru pembangunan nasional bahwa perencanaan pengembangan kawasan sangat tergantung dengan aspiiasi, kebutuhan dan prioritas daerah. Dengan demikian mendotong pemerintah daerah untuk lebih aktif dalam menangani dan membangun wilayah tertinggal yang ada di daerah.
b. Terpadu dan Integratif Penanganan wilayah tertinggal dilakukan secara terpadu dan terintegrasi dengan program pembangunan lainnya yang mempunyai tujuan yang sama.
c. Berlanjut Pencapaian tujuan dan sasaran program pengembangan Wilayah tertinggal sangat bergantung pada keberlanjutan program dan pembiayaan kegiatan. Untuk itu, diharapkan melalui berbagai program dan dana pembangunan lainnya, baik yang bersumber dariAPBN, APBD, maupun hibah luar negeri dan kerjas"-a dengan swasta perlu terus dilakaneLan. Keberlanjutan program juga dapat dicapai melalui upaya'upaya partisipasi aktif dari masyarakat serta pelaku pembangunan lainnya.
d. Partisipatif dan Inovatif Semangat yang mendasar dari tuntutan demokratisasi adalah dorongan untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pembangunan, pelaporan, dan pengawasan dari masyarakat lokal khususnya, dan tuntutan terhadap seluruh pelaku pembangunan yang terkait dengan penanganan wilayah tertinggal.
I\4asyarakat harus dapat mengembangkan inisiatif dan kreativitasnya untuk melakukan berbagai inovasi dalam tujuan, prinsip, pendekatan, metoda, dan teknik pembangunan.
5.1.5 Strategi dan Instrumen Pengembangan Wilayah Tertinggal Untuk mengimplementasikan pengembangan wilayah tertinggal secara terpadu dan agar tepat sasaran serta tepat kegiatan maka diperlukan strategi dasar dan instrumen pelaksanaan. Strategi dasar pengembangan kawasan tertinggal diarahkan untuk menyelesaikanpersoalan'persoalan mendasar yang dihadapi oleh semua kawasan tertinggal. Shategi dasar pengembangan kawasan tertinggal, adalah
a.
Meningkatkan dan Mengembangkan Kapasitas Masyarakat
Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kapasitas organisasi sosial dan ekonomi masyarakatyang dibentuk oleh masyarakat setempat (adat) sebagai wadah bagi pengembangan usaha produltif, pengembangan interaksi
sosial, penguatan ketahanan sosial, pengelolaan potensi masyarakat lokal dan 105
sumber daya daripemerintah, sertawadahpartisipasidalam pengambilankeputusan
publik.
b.
Mengembangkan Ekonomi Lokal Berbasis Sumberdaya Alam, Budaya Lokal, dan Kearifan Tradisional Secara Berkelanjutan Strategi ini bertujuan untuk memberdayakan kapasitas masyarakat, terutama dengan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pemanfaatan sumberdaya pesisir, perikanan, dan kelautan, pengelolaan hutan dan lahan, maupun pemanfaatan sumberdaya mineral, khususnya daldm kegiatan usahapertambangan
rakyat, dengan pendekatan keagamaan, adat, dan budaya. Khususnya dalam pertambangan rakyat, diperlukan perhatian khusus dari Pemerintah dalam pembinaan, pengawasan, bimbingan teknis yang menunjang aspek ekonomi dan pelestarian alam.
Untuk itu, Pemerintah perlu untuk: (il memfasilitasi pola'pola kemitraan dan kerjasama investasi antara dunia usaha (besarmenengah'kecil) dengan komunitas masyarakat lokal dalam memanfaatkan potensi SDA yang berada di wilayah ulayatnyai (ii) meningkatkan dan mengefektikan pola bantuan teknis dan pendampingan kepada masyarakat lokal dalam hal pengembangan kegiatan ekonomi produktif; (iiil perlindungan hak'hak adat dan ulayat dalam pengelolaan dan pelsetarian Iingkungan hidup.
c.
Mempercepat Pengembangan Sentra'Sentra Pertumbuhan dan
Keterkaitan Fungsional dengan Pengembangan kawasan Tertinggal Strategi ini bertujuan untuk mengangkat dan mendorong tumbuhnya pusatpusat kegiatan ekonomi baru, baik yang berada d.i kawasan tertinggal maupun di sekitar kawasan tertinggal, dengan memperhatikan produk andalan kawasan ke pasar lokal, regional, dan global, serta mendorong berkembangnya fungsi kawasan potensial sebagai andalan pengembangan ekonomi wilayah dan penggerak kegiatan ekonomi kawasan di sekitarnya. Salah satu kegiatan yang penting adalah melalui
pengembangan produksi, pengolahan, d.an pemasaran komoditas unggulan Tpertanian, industri, dan pariwisata pada sentra'sentra produksi dan kawasan potensial lainnya termasuk kawasan transmigrasi.
d.
Meningkatkan Akeesibilitas Masyarakat terhadap Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana Strategi ini bertujuan untuk memperluas jangkauan jasa pelayanan sarana prasarana sampai ke daerah-daerah terpencil, pedalaman, dan perbatasan. dan jaringan sarana dan prasarana tersebut diprioritaskan unh:k menyediakan Perluasan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, termasuk telekomunikasi, tenaga listrik dan irigasi.
Untuk menunjang tersedianya pelayanan jasa sarana dan prasarana sampai ke daerah.daerah terpencil, pedalaman, dan perbatasan perlu dilakukan intervensi Pemerintah melalui upaya'upaya perintisan. Upaya perintisan tidak hanya sematamata didasarkan atas pertimbangan kelayakan ekonomi semata, tetapi merupakan upaya Pemerintah dalam membuka isolasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi 106
di daerah'daerah tersebut. Dalam irnplementasinya, Pemerintah perlu menyediakan fasilitas prasarananya, sedangkan untuk pengoperasiannya perlu ditunjang dengan kebijakan subsidi.
e.
Meningkatkan Pembangunatl Sarana dan Prasarana Tlansportasi Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan jasa transportasi
yang efisien dan harganya terjangkau, dan dapat mewujudkan sistem transportasi nasional secara intermoda dan terpadu dengan pengembangan wilayahnya dan menjadi bagian dari suatu sistem distribusi yang bermanfaat bagi masyarakat luas,
termasuk meningkatkan jaringan desa-kota yang memadai, sebagai upaya mengurangi ketimpangan antarwilayah, yang tertinggal dengan wilayah yang telah berkembang.
Implementasi dari strategi dasar ini antara lain berupa: (il pembangunan atau peningkatan sarana dan prasarana angkutan perintis di wilayah'wilayah terpencil dan perbatasan melalui pembangunan jalan poros, dermaga laut dan dermaga penyeberangan perintis, dan bandar udara perintisi (i0 melaksanakan kegiatan subsidi operasi angkutan perintis baik transportasi darat, laut maupun udara secara transparan, berkesinambungan, dan terpadu dengan rencana percepatan pengembangan wilayahnya; GiO meningkatkan peran serta dan kerja sama baik dengan pemerintah daerah, masyarakat, dan dunia usaha termasuk koperasi dalam penyelenggaraan sistem trasportasi perintis dan transportasi perdesaan melalui kemudahan dlam sistem peraturan dan perijinan serta iklim investasi yang lebih kondusif.
f.
Meningkatkan Penataan Permukiman Dalam Pemanfaatan Potensi Kawasan Tertinggal Strategi ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui penataan permukiman penduduk yang terpencarpencar dan terisolasi ke konsentrasi kawasan'kawasan potensial yang layak huni dan memiliki potensi
kegiatan ekonomi produktif, serta terbuka akses pelayanan pembangunan, pemerintahan, dan j aringan transportasi. Langkah-langkah strategis yang dilakukan antara lain melalui: (il penataan pemindahan dan kawasan permukiman yang terpencil ke kawasan yang layak huni, peningkatan kualitas pelayanan prasarana dan sarana permukimani Gil peningkatan peran dunia usaha/swasta dalam penyediaan dan pengelolaan sarana dan prasarana permukiman; (iiil peningkatan dan pengembangan kegiatan ekonomi produktif di kawasan permukiman baru melalui peningkatan keterkaitan fungsional dengan kawasan'kawasan sentra produksi sekitarnya. Selain strategi dan pedoman pelaksanaan, dalam mengimplementasikan program pengembangan kawasan tertinggal diFerlukan suatu instrumen program dan kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk mengembangkan kawasan tertinggal, baik program dankegiatan pembangunan sektoral maupun non-sektord. Berbagai program dan kegiatan tersebut pada dasarnya tidak hanya bersumber dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, tetapi juga diperlukan investasi swasta yang dapat membuka peluang usaha d3n ksssmpatan kerja bagai masyarakat lokal. LO7
([PBN danAPBD) Berbagai program dan kegiatan yang bersumber dari pemedntah vang selama ini dilaksanakan pada program penanggulangan kemiskinan' Pro' gram dan kegiatan teresebut adalah:
a. Program dan kegiatan Sektoral
. ' . .
Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosial
PemberdayaanKeluarga Program PengembanganAgribisnis (ProyekPeningkatanPendapatanPetani dan Nelayan Kecil)
Program Peningkatan Ketahanan Pangan (Proyek Pengembangan Kelembagaan dan Ketahanan Masyarakat)
b.
.
Pengembangan sarana dan prasarana untuk keberpihakan kepada masyarakat miskin
' . ' ' . ' ' ' ' ' . . . '
PenyelenggaraanKlinikBisnis PenyelenggaraanPasarMurah Pengembangan Pemasaran Ikan Pemberdayaan IKM Pusat
PemberdayaanlKMDaerah Pengembangan Kemandiriian
IKM
PengembanganDagangKecil Peningkatan Peranserta Wanita bidang Indag Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pulau'Pulau Kecil Pengelolaan dan Pendayagunaan Pulau'Pulau Kecil
Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Permukiman Perdesaan @AB-PLP) Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tbnaga Keda @KPTIO
PerluasandanPengembanganTbnagaKerja (PPKI0 PengelolaanPertanahan
Program dan kegiatan Non'sektoral
.
Program Penanggulangan Danpak Pengurangan Subsidi Energi bidang pendidikan(PPD'PSE)
.
Program penyaluran dana bergulir untuk perkuatan USP/KSP/LKM (LEPMM, PzKER)
.
Program Perkuatan Permodalan dan Lembaga Keuangan melalui penyediaan
modal awal danpadanan (P2LKMAP) 108
Frogram Kompensasi Kenaikan BBM dan TDL
Program Penberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dalam rangka Kompensasi Kenaikan Harga BBM Program Pengembangan Kecamatan (PPK'JPS) Pemberdayaan Masyarakat untuk Pembangunan Desa (CERD)
Program Usaha Desa SimpanPinjam (UED'DP)
KreditTaskin Proyek Pengembangan Prasarana Perdesaan (PzD) Program Pengembangan Wilayah Terpadu (PPWT)
Proyek Percontohan Pemberdayaan Perempuan melalui Pengembangan Ekonomi Produktif @3EI) Program Beras untuk Keluarga Miskin (RASKIN) Program Kompensasi Subsidi Bahan Bakar Minyak @KS-BBM)
5.2 Model Pengembangan Wilayahwilayah Komunitas Adat Terpencil Kedudukan kota'kota dalam masyarakat negara tersusun dalam suatu
jaringan yang bertingkat'tingkat dan masing-masing merupakan pusat-pusat
pendominasian atau penguasaan bagi pengaturan kesejahteraan kehidupan warga masyarakat yang tercakup dalam ruang lingkup satuan wilayahnya. Bagian yang terbawah dalam sistem pendominasian ini adalah pedesaan. Daerah pedesaan sebagai masyarakat agraris, sebenarnya secara garis besar tergolong dalam tipe-tipe, yaitui (1) Masyarakat Pemburu/peramu makanan hasil hutan, (Z) Masyarakat Petani Iadang, (3) Masyarakat Petani Sawah. Berbeda dengan kehidupan masyarakat agraris yang menekankan kehidupan mereka pada pengambilan atau pemanfaatan sumberdaya alam, masyarakat perkotaan menekankan kehidupan mereka pada industri dan jasa. Penekanan kehidupan ekonomi ini memungkinkan kota dapat menampung jumlah penduduk yang lebih besar, karena industri dan jasa menuntut dukungan industri-industri dan jasa'jasa pelayananyangterkaitdenganitu. Penekananpada industri dan jasa telahmemungkinkankota'kotarxrtukmengembangkanilmq-ilmqpengetahuandan teknologi, serta kesenian dan hiburan, yang mutu dan selera yang ditawarkannya cukup tinggr. Semakin besar kotanya semakin padat penduduknya, semakin tinggi mobilitasnya semakin tinggi tingkat kemajuan ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, kesenian dan hiburannya. Karena itu, semakin kota-kota yang tingcl kedudukannya, maka pendomonasiannya dalam jenjang jaringan yang berlaku menyebabkan kota tersebut menjadi pusat orientasi dari kota-kota dan pedesaan yang berada di bawahnya dalam jaringan tersebut.
109
Orientasi terhadap kehidupan perkotaan di daerah pedesaan juga bertingkat' tingkat besar pengaruhnya. Semakin dekat jaraknya dengan kota dan kehidupan
kota maka semakin besar pengaruh tersebut. Begitu juga semakin dirasakan perlunya memasukan daerah pedesaan tersebut dalam ekonomi pasar yang ada di kota, semakin besar pengaruh yang berlaku dala- masyarakat pedesaan tersebut. Diantara tiga buah tipe masyarakat pedesaaan yang paling mudah terkena pengaruh kehidupan di perkotaan, dan karena itu mudah untuk berubah adalah masyarakat pertanian (peasant society). Para ahli antropologi melihat kebudayaan petani bukan sebagai sebuah kebudayaan yang terisolasi dari asli, tetapi istilah selama'berabad' abad merupakan suatuperpaduan antara badisi-tradisilokal dengan tradisi'tradisi perkotaan yang hasilnya adalah untuk dapat menyesueikan dengan perkembangan kebudayaan perkotaan yang mendominasinya. Karena itu, perubahan'perubahan perilaku.dan budaya tampak dengan cepat berlakudalam masyarakatpedesaan, terutama di PulauJawa danBaliyangmemiliki
budaya petani sawah. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut terutama disebabkan oleh; (1) masukan modal dari kota yang digunakan dalam usaha peningkatan produksi bahan makanan (pokoB dan industri yang langsung atau tidak langsung ada kaitannya dengan hasil-hasil pertanian, yang menunjang kehidupan ekonomi dan pasar di perkotaan. Masuknya modal ini telah berlangsung melalui bank pemerintah, swasta dan juga rentenir (yang menarik bunga sampai 40% per bulan), (2) jaringan transportasi yang lebih baik dan relatif murah, yang telah mencapai daerah pedesaan pedalaman memungkinkan adanya perubahan dan kemajuan tersebut. Faktor ini juga memungkinkan tingginya tingkat migrasi keluar dan ke dalam desa, (3) arus informasi, penerangan yang lebih baik melalui radio dan televisi, terutama telah memungkinkan warga desa mengikuti perkembangan kehidupan di perkotaan khususnya perkembangan ekonomi yang langsung atau tidak langsung berpengaruh atas kehidupan mereka, (+) hubungan warga desa yang lebih baik yang telah memungkinkan mereka juga memikirkan masalah-masalah kehidupan yang nyata secara lebih rasional dan operasional, yang berorientasi pada logika ilmu pengetahuan danteknologryang dikembangkandiperkotaanyangtelah mereka pelajari di bangku sekolah. Sebagai contoh, [ampir semua desa di Jawa ada warganya yang mempunyai gelar sarjana, misalnya di sebuah desa terpencil di lereng Gunung BurangrangJawa Barat diketahu ada seorang warga desa tersebut yang tamatan sebuah universitas di Bandung. Mereka inilah yang sebenarnya telah secara langsung atau tidak,
membawa perubahan'perubahan yang berorientasi ke kota, yang telah memungkinkan warga desa tersebut untuk meningkatkan mutu kehidupan ekonomi mereka.
Perubahan'perubahan atau pergeseran yang terjadi dalam masyarakat pedesaan petani sawah yang nampak jelas adalah semakin mantapnya kehidupan ekonomi desa sebagai bagian yang mutlak dari sistem ekonomi pasar perkotaan, regional dan bahkan juga internasional. Yang na-pak menyolok sebagai hasil dari perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan tersebut adalah; (1) banyaknya dan lebih dominannya kegiatan'kegiatan ekonomi di luar sektor pertanian, (2) mekanisasi kegiatan'kegiatan pertanian, (3) penggunaan tenaga permanen dengan sistem upah, (4) perhiturgan ekonomi, yang memang sudah menjadi kebudayaan pedesaan menjadi 110
nampak lebih menonjol, perhitungan untung/rugi secara ekonomi menjadi sangat penting, atau. rrang menjadi bagian mutlek dalam kehidupan mereka sehari-hari, (5) ukuran kedudukan sosial tidak lagi semata'mata diukur atas dasar ukuran etika/ moral, tetapi lebih pada keberhasilan ekonomi (kekayaan), (6) kalaupun ukuran-
ukuran kedudukan sosial adalah kekayan, tetapi yang terutama digunakan mengukur adalah penilikan atas tanah dan sawah, dan bukannya pemilikan atas pabrik atau usaha industri. Dalam salah satu laporan ke USAID, Bill Colier dan Gunawan Wiradi, dan kawan'kawan (tg8Z) me-perlihatkan bahwa walaupun ada kelesuan ekonomi secara global dan nasional karena turunnya harga minyak, tetapi kegiatan ekonomi di pedesaan nampaknya berjalan secara meningkat. Ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitui (1) intensifikasi usaha'usaha pemerintah, (2) bagi masyarakat desa
sendiriyang sela-ainimerasaterbelakangmencoba mengejar danterwujud dengan adanya berbagai usaha wiraswasta yang maju, yang babkan dapat menyerap tenaga kerja di pedesaan yang bersangkutan atau di pedesaan selrilililgnya. Walaupun demikian tidaklah berarti bahwa daerah pedesaan akan berubah atau bergeser menjadi daerah perkotaan, karena mata pencaharian utama serta ukuran kedudukan sosial masih bertumpu pada pertanian sawah dan pemiliksn sawah atau tanah. Walaupun secara hipotesis dengan adanya mekanisasi peraliatan akan banyak petani gurem yang tergeser kedudukannya sebagai petani menjadi buruh tani, tetapi data dari sampel yang digunakan oleh Bill Colier dan Gunanawan dkk, menunjukan bahwa tidak semua desa di Jawa terjadi pergeseran tersebut. Sebagian dari mereka yang tergeser merubah matapencahariannya di sektor nonpertanian ataubermigrasi ke kota secara musiman atau setiap hari (ulang'alik) karena bekerja di sektor industri danjasa di kota yang terdekat
Dari data mengenai daerah pedesaaan petani sawah, kebudayaan dan pranata'pranata yang ada di pedesaan sebenarnya mendukung kehidupan di perkotaan melalui jaringan'jaringan pasaryang berlaku, sehingga sebenarnya dapat disimpulkan baha kota'kota di Jawa dan Bali, yang daerah pedesaannya adalah petani sawah, telah mandiri dalam arti memenuhi kebutuhan hidup warga dan perkembangan kebudayaan kotanya. Permasalahannya agak berbeda dengan permasalahan yang dihadapi oleh kota'kota yang daerah sekelilingnya adalah pedesaaan dengan kebudayaan peramr/pengumpul hasil hutan atau kebudayaan petani ladang. Pedesaan dengan kebudayaan tersebut di tas tidak mempunyai kapasitas untuk menghasilkan surplus bagi menunjang kehidupan di perkotaan dan untuk pengembangan kebudayaan perkotaan. Karena keh'idupan ekonominya subsistensi, bahkan sebagai akibat dari perkembangan kehidupan di kota yang komersial, ekonomi pasar, konsumerisme tinggi, daerah pedesaannya menjadi tergantung pada kehidupan ekonomi pasar di kota. Daerah di pedesaan menjadijuga pasar bagi berbagai kebutuhan pokok yang seharusnya di suply dari desa'desa tersebut untuk kota, yang harus di suply oleh pasar di kota. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang meningkat tersebut, maka jalan satu-satunya yang dapat dilakukan adalah bermigrasi ke kota atau menjual kayu di hutan, atau membuka ladang'ladang yang dalam jumlah luas (dari hasil wawancara dengan seorang petani ladang di Muara Basung, Riau, pada tahun 111
1982, yang membuka hutan seluas kira'kira 25 Ha untuk ditanami padi dan kemudian jengkoli dikatakan bahwa kalau hanya berladang secara tradisional, yaitu satu hektar, tidak cukup untuk mencukupi hidup pada saat sekarang).
Memperhatikan latar belakang kehidupan sosial komunitas adat yang ada di sebagian besar wilayah tertinggal, maka pada bagian ini dicoba untuk memberikan beberapa model pengembangan wilayah tertinggal dengan komunitas adat sesuai dengan ciri, adat dan budaya, mata pencaharian, lembaga kemasyarakatan, serta upayapemberdayaandanpeningkatankesejahteraanmelaluipengelolaansumberdaya alam yang tersedia. Untuk memudahkan upaya pemberdayaan masyarakat dan daiam rangka memberikan beberapa model pengembangan komunitas tertinggal, m.aka analisis pengembangan wilayahnya perlu dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1) kelompok konuniti ad.at yang tinggal secara menetap (di hutan, pedalaman, enclave, dan kepulauan kecil terpenciD dan (2) kelompok komunitas adat yang tinggal berpindah'pindah (peladang berpindah dan peranbah hutad yang hingga kini masih ditemui di beberapa daerah pedalaman. Pola pengembangan wilayah terpadu bagi wilayah tertinggal memerlukan satuan luas wilayah tertentu demi efisiensipelaksanaan kegiatan secara keseluruhan.
Apabila dimungkinkan dilakukan program permukiman kembali (resettlement) terhadap beberapa permukiman komunitas adat terpencil tertentu, maka akan lebih baik bagi pemerintah daerah dilihat dari segi hasilguna dan dayaguna program. Namun demikian, dari pengalaman pelaksanaan relokasi atau permukiman kembali kelompok masyarakat tertentu pada masa lampau menunjukkan tanggapan yang kurang baik karena masih bersifat paksaan. Program permukiman kembali yang dikaitkan dengan program transmigrasi dinilai cukup berhasil di beberapa daerah yang melaksanakan program transmigrasi. Oleh karena itu kegiatan permukiman kembali pada pengembangan wilayah tertinggal bagi komunitas adat terpencil perlu
dipertimbangkan secara cermat dan diantispasi berbagai kemungkinan kegagalannya.
5.2.L Komunitas Ad.at Terpencil Komunitas adat terdiri dari dua jenis yaitu pertama komunitas adat yang tinggal menetap dan kedua komunitas adat yang tinggalnya berpindah-pindah. Keduanya memil iki ciri yang berbeda. Pada kelompok masyarakat atau komunitas adat seperti ini, budaya dan adat istiadat beserta perangkat kelembagaan masyarakatnya relatif lebih jelas, berfungsi dan diikuti oleh anggota kelompoknya. Demikianpuladalam halkepemilikanlahanadatatauhakulayat, relatif lebih jelas walaupun secara frsikbatas ataudeliniasinya masihbelum tegas danbelun diakui oleh pemerintah. Berbagai aturan, kebiasaan atau adat istiadat beserta perangkat organisasinya ada, walaupun tidak secara tertulis atau terdokumentasikan dengan baik. Pola kehidupan sehari'hari mereka seperti hak, kewajiban, sanksi dan pantangan selalu mengacu kepada hukum adat yang telah dianut mereka selama ini. Kehidupan sosial dan budaya ini tidak hilang dengan masuknya idiologi baru yang masuk melalui agama yang berasal dari luar. Walaupun pengaruh agama
r12
telah masuk sejak lama melalui berbagai misi keagamaan, namun pola hidup dan adatyang telah dianut sejakla'"a tidakditinggalkan kecualioleh anggota komunitas yang telah keluar dari wilayah adat karena peningkatanpendidikandanpengaruh budaya luar atau merantau ke daerah lain mengikuti pasangan hidupnya. Pada kajian ini akan dibahas pengembangan wilayah terpadu bagi komunitas adat terpencil yang menetap dan komunitas adat atau penduduk yang aLan dibahas pada bagian ini adalah komunitas adat terpencil (KAT), komunitas atau penduduk enclave pada kawasan hutan lindung atau taman nasional, dan penduduk yang tinggal di kepulauan kecil dan terpencil.
a. Kondisi Umum Komunitas Adat Terpencil Komunitas adat terpencil yang dimaksud dalam bagian ini tidak terbatas pada komunitas masyarakat terasing yang memiliki adat dan budaya khas dan unik yang menurut pemerintahharus dilindungi keberadaannya karena 6spiliki adat yang unik. Komunitas adat yang dimaksud adalah komunitas adat terpencil (KAT) yang bertempat tinggal di wilayah daratan (bukan pulau kecil dan pesisir) dan mengacu kepada daftar I{AT yang ada pada l,ampiran sesuai hasil penelitian Departemen Sosial. Dengan demikian 1111tang dibahas pada bagian ini dapat saja sekelompok masyarakat yang bermukin di kawasan pedalaman, pegunungan, wilayah terisolir dan terpencil, serta masyarakat yang bermukim di daerah penyangga hutan yang belum tentu memiliki ciri atau budaya yang unik. Apabila mengacu kepada definisi komunitas adat terpencil yang d.ikemukakan pada Bab II, maka jumlah KAT yang telah diidentifikasi oleh Departemen Sosial hingga saat ini, diperkirakan akan semakinbertambah sejalan denganberkembangnya penelitian dan penemuan KAT di berbagai daerah. Walaupun masyarakat yang ditangani bukan KAT yang memiliki adat dan budaya yang khas dan perlu dilindungi, namun demikian dalam menyusun model pengembangan wilayah bagi KAI tetap diperlukan suatu studi atau kajian awal di bidang antropologi yang dapat menjelaskan bentuk adat atau budaya dan pola kehidupan sosialnya. Hasil kajian ini sangat.penting bagi upaya pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kesejahteraannya sesuai dengan latar belakang budaya, sehingga masyarakat dapat berpartisipasisecara aktif dan meminimalkan penolakan
dari masyarakat terhadap intervensi pem.erintah dalam bentuk kegiatan pembangunan yang dj.tawarkan.
Pada umumnya masyarakat atau KAT yang tinggal di daerah pedalaman, pegunungan dan hutan ini memiliki mata pencaharian sebagai petani atau peladang menetap dengan input usahatani yang terbatas, baik jumlah maupun kualitasnya serta teknologi sederhana yang diturunkan oleh para leluhurnya. Kegiatan pertanian
dan perladangan ini diikuti oleh para istri dan anak-anak, seperti pada kegiatan memelihara hewan atau ternak babi, kambing, ayam dan sebagainya. Selain bertani, para suami juga memiliki kegiatan ekonomi lain yaitu berburu dan berternak lebah. Kehidupan ekonomi KAT ini pada umumnya masih bersifat subsisten, dim ana hasil usahatani mereka hanya cukup untuk memenuhi kehidupan keluarganya dan belum memasarkan hasil lebihnya sebagai upaya nencukupi pemenuhan kebutuhan
sandang dan sekunder mereka. Namun untuk beberapa KAT tertentu yang aksesibilitasnyarelatif cukup baiksepertidibeberapaKAT dilnmbokBarat, Riau 113
dan Banten, mereka telah berinteraksi dengan para pedagang pengunpul atau bahkan pasar tradisional walaupun jaraknya cukup jauh dan harus ditempuh selama beberapa jam atau bahkan harus bermalam.
b. Model Pengembangan Wilayah Tertinggal Terpadu Sebagai upaya pemberdayaan masyarakat adat di wilayah terpencil dan meningkatkan kesejahteraannya melalui salah satu pendekatan pembangunan daerah yaitu pengembangan wilayah terpadu dengan melibatkan berbagai kegiatan lintas sektor. Pengembangan wilayah terpadu bagi wilayah tertinggal yang dihuni oleh KAT ini perlu dilaksanakan secara bertahap yang diawali dengan suatu studi atau kajian sosial dan budaya terhadap masing'masing I(AT bekerjasama dengan perguruan tinggi atau organisasi kemasyarakatan setempat. Model pengembangan wilayah pada masyarakat adat yang tinggal secara menetap akan berbeda penanganannya dibanding dengankomunitas adatlainnya karenalokasiusaha dan permukiman yang sudah menetap. Pemberdayaan masyarakat adat terpencil melalui pengembangan wilayah terpadu dapat dilaksanakan melalui pengembangan beberapa kegiatan yang langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan kegiathn pokok masyarakat setempat. Identifikasi kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal akan sangat membantu dalam proses pemberdayaan masyarakat adat terpencil. Secara umum dari hasil pengamatan studi kasus komunitas adat terpencil di Lombok Barat dan komunitas Kasepuhan di Bogor, maka beberapa fisilitas dan kegiatan/program pembangunan yang dapat dikembangkan di wilayah tersebut adalah:
'
Sarana dan Prasarana Dasar
Sarana dan prasarana dasar yang mutlak disediakan adalah prasarana sosial seperti permukiman, prasarana pendidikan dan kesehatan serta fasilitas lingkungan yaitu pembuangan limbah, air bersih, jamban keluarga dan fasilitas umum. Berbagai sarana dan prasarana dasar ini perlu mempertimbangkan faktorfaktor lokaei dan latar belakang budaya yang sesuai dengan masyarakat.
G) Permukiman
Permukiman I{AT perlu disesuaikan dengan bentuk dan model yang sesuai dengan budaya masyarakat lokal dan tidak dibuat secara seragam untuk seluruh KAT, walaupun masih dalam satu daerah. Misalnya model permukiman I(AT suku Dayak dan suku Melayu dan suku Cina pendatang fi Kalimantan akan berbeda satu sama lainnya. Apabila dalam program ini dimungkinkan untuk pemukiman kembali atau resettlement, maka permukiman baru harus juga sesuai dengan budaya mereka, dan bukan dirancan g seragam untuk seluruh permukiman. Ap abila perlu masyarakat diberi keleluasan untuk membangun permukimannya sendiri dan pemerintah daerah berperan hanya sebagai fasilitator dan nenyediakan
dukungan pendanaan. Namun jika tidak memungkinkan untuk
permukiman kembali, maka perlu dirancang model pernukiman yang efektif dan efisien dari segi jarak dan waktu bagi mereka untuk mengolah lahan usahanya. Permukiman yang polanya terkonsentrasi di suatu hamparan 114
khusus akan memudahhan bagi pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana umum lainnya. Pada kasus komunitas Kasepuhan di Jawa Barat, antara satu komunitas dan komunitas lainnya dalam satu wilayah memiliki pola kampung yang berbeda, misalnya antara Kampung Gede Cimadu, Kampung Cidaun dan
kampung Datar. Namun ada satu hal yang menjadi ciri khas seluruh permukiman komunitas Kasepuhan yditu adanya satu rumah utamayang dihuni oleh pemimpin masyarakat dengan kolam ikan di sekitarnya (permukiman khas Sundd. Sementara untuk suku Dayak, p€rmukiman dapat dibangun beberapa long house yang dapat dihuni oleh seluruh anggota keluarga besar, atau rumah panggung untuk sukuAnak Rimba. Sedapat mungkin agar dihindari permukiman yang dirancang secara aeragzun untuk seluruhtipologi KAT. (i0 Prasarana Dasar Sosial Prasarana dasar sangat penting bagi masyarakat terpencil sebagai bagian dari kehidupan sosial dan interaksi antar anggota masyarakat serta dalam
rangka peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui kegiatan penclidikan dasar, kesehatan dan sosial budaya. Pendidikan Mengingat keterbatasan sumberdaya manusia yaitu staf pengajar atau guru dan keterpencilannya, maka prasarana pendidikan untuk wilayah tertinggal
disesuaikan dengan sumberdaya manusia yang ada di masing-masing permukiman. OIeh karena itu perlu dipertimbangkan penyediaan sekolah dasar dilengkapi dengan tenaga pengajar yang berasal dari daerah sendiri. Apabila memungkinkan, untuk beberapa permukiman yang jaraknya relatif pendek dapat dibangun sekolah lanjutan kejuruan dengan spesialisasi pada pemanfaatan sumberdaya alam, seperti teknik budidaya pertanian dan perkebunan, tekonologi pengolahan hasil pertanian, dan sebagainya. Tbnaga pengajar dapat diupayakan dicari dari daerah di sekitar wilayah yang bersangkutan agar tidak mengalami kesulitan dalam adaptasi dan hubungan sosial.
Masalah yang mungkin akan dihadapi oleh pihak sekolah antara lain adalah se d
i
lri
tnya sedikitnya jumlah murid karena harus membantu orangtuanya
di kebun, terbatasnya tenaga pengajar akibat kurangnya minat mengajar, sarana penunjang sekolah yang terbatas dan sulit dalam pengadaannya,
masih adanya anggapan orang tua yang kurang mendukung pendidit
teknis dan kursus-kursus teknis singkat dengan modul-modul yang bermanfaat bagi pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di wilayahnya.
115
Kesehatan Di bidang kesehatan, prasarana kesehatan yang perlu disediakan di nasing'
masing wilayah pengembangan adalah pembantu puskesmas atau klinik kesehatan dengan fasilitas rumah bersalin. Sedangkan tenaga medis yang perlu disediakan yaitu dokter, bidan dantenaga pembantu medis yang dapat melayani beberapa permukiman I(AT dalam satu daerah. Apabila prasarana kesehatan berupa pembantu puskesmas belum dapat disediakan, alternatif lain adalah penyediaan Puskesmas Keliling yang secara rutin mengunjungi wilayah tersebut pada waktu-walibu tertentu. Penyediaan obat-obatan dapat dilaksanakan bekerjasama dengan lembaga masyarakat setempat atau organisasi kemasyarakatan. Mengingat KAT memiliki kemampuan yang diperoleh dari para Ieluhurnya dalam meracik dan meramu obat yang berasal dari bahan-bahan alami lokal (setempat), maka perlu diupayakan penelitian terap an bekerj asam a dengan rumah sakit atau per guruan tin g gi setemp at. Selain penyediaan sarana, prasarana dan bahan penunjangnya, perlu juga dikembangkan kegiatan sosialisasi dan krmpanye tentang hidup sehat bagi KAI yang umumnya masih belum peduli terhadap kesehatan secara medis, seperti ibu melahirkan, pengendalian penyakit endemik, perilaku terhadap kebersihan dan higienitas dan sebagainya. Upaya kampanye pentingnya
ini diharapkan akan membantu mengurangi angka kematian bayi, ibu hamil dan melahirkan, penyakit menular, pemberantasan dan pengendalian sumber penyakit seperti pada kasus penyakit "kaki gajah'yang disebabkan oleh jenis cacing tertentu di salah satu wilayah tertinggal di Sulawesi Tengah. kesehatan di wilayah tertinggal seperti
Sosial, Seni dan Budaya Pengembangan dan penyediaan fasilitas seni dan budaya bagi KAT bertujuan untuk melestarikan seni dan budaya yang sebagian besar masih memiliki keunikan tersendiri. Pelestarian seni dan budaya lokal ini diharapkan dapat meningkatkan rasa kebersamaan antar KAT dan menjadi forum interaksi antar anggota KAT dalarn berbagai kesempatan yang telah ditentukan, dan secara makro menambah keragaman seni danbudaya daerah. Pemerintah daerah dapat berperan penting dalam upaya pelestarian budaya ini karena perkembangan budaya tidak hanya dapat dilakukan oleh masyarakat sendLi
mengingat kebutuhan sarana dan upaya mempromosikannya perlu ada bantuan fasilitas dari pemerintah (pusat dan daerah) dan dunia swasta. Dalam rangka pemberdayaan I(AT melalui pengembangan wilayah ini pal' ing tidak pemerintah perlu menyediakan peralatan kesenian dan pendukung lainnya yang dibutuhkan masyarakat dalam mengembangkan seni dan budaya yang unik tersebut sehingga mereka masih dapat menjalankan adat istiadat dan budaya yang dimiliknya. Di bidang keagamaan, sarana dan prasarana agama seperti tempat ibadah sesuai agama dan kepercayaan mutlak disediakan oleh pemerintah bekerjasama dengan masyarakat adat. Perlu dipertimbangkan aspek kerukunan beragama antar masyarakat sehingga dalam penataan tempat' 116
tempat ibadah tidak akan menimbulkan konflik antar umat beragama. Walaupun dalam komunuitas adat terpencil ini secara umum dapat diperkirakan ps6iliki agama atau kepercayaan yang sama, nar-nun tetap perlu diantisipasi permasalahan konflik berdasarkan etnis dan agama yang sudah mulai terjadi di beberapa daerah. (ii0 Prasarana dan Sarana Ekonomi Kondisi prasarana dan sarana perhubungan seperti jalan dan jembatan di wilayah'wilayah tertinggal di daerah pedalaman masih sangat terbatas dan belum dikembangkan untuk menghubungkan permukiman KAT dengan pusat-pusat pemerintahan dan pusat pertumbuhan ekonomi di daerah sekitarnya. Prasarana perhubungan yang ada pada umumnya masih berupa jalan setapak jenis tanah yang harus melalui hutan dan bukit'bukit yang cukup terjal dan sulit untuk dilalui oleh kendaraan roda empat maupun roda dua. Untuk mengunjungi pusat pertumbuhan atau kerabatnya di wilayah lainnya selama ini masyarakat harus berjalan kaki yang dapat ditempuh selama berjam'jam bahkan seharian. Parasarana perhubungan lain yang sering digunakan adalah sungai'sungai yang menghubungkan desa atau dusun'dusun di sepanjang sungai maupun pusat pemerintahan desa atau kecamatan. Namun kondisi sungai'sungai di pedalaman ini menghadapi permasalahan setiap tahunnya yaitu kekeringan pada musim kemarau sehingga tidak dapat dilalui oleh perahu motor. Beberapa kasus kekeringan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur yang mengakibatkan keringnya sungai telah menyebabkan putusnya hubungan antara lokasi permukiman KAT dengan pusat pemerintahan (desa atau kecamatad. Pengembangan jalan darat di wilayah seperti ini akan membutuhkan biaya
yang sangat besar dan memakan waktu relatif lama. Namun demikian, jalan ini merupakan salah satu prasarana yang sangat penting untuk menghubungkan I(AT dengan dunia luar dan memasarkan hasil kebun, pertanian dan ternak mereka. Oleh karena itu jalan atau prasarana perhubungan lain seperti sungai menjadi sangat penting bagi KAT yang telah menetap di daerah pedalaman. Sebagai alternatif lain adalah dikembangkannya jalur sungai lengkap dengan penyediaan sarananya yaitu perahu bermotor ukuran sedang dan kecil yang tetap dapat dapat digunakan
jika sewaktu'waktu sungai mengalami kekeringan.
Selain jalan, prasarana ekonomi lain yang penting untuk disediakan adalah
fasilitas permodalan melalui kred.it atau simpanpinjam yang dikelola oleh Iembaga koperasi atau perbankan. Koperasi dan perbankan dapat ikut serta dalam pengadaan tenaga listrik tenaga air skala kecil (mikro-hydro) atau tenaga surya. Pengadaan listrik di wilayah tertinggal ini akan sangat bermanfaat bagi pengembangan usaha industri rakyat atau rumah tangga. (iv) Sarana Lingkungan Permukiman Sarana lingkungan permukiman KAT pada wilayah pengembangan yang 117
perlu dilengkapi antara lain adalah saluran airlimbah, airbersih dan jamban keluarga. Selama ini masyarakat setempat memanfaatkan alam sekitarnya seperti sungai sebagai tempat manfi, cuci, jamban umum dan penggunaan air bersih. Daya dukung alam yang tersedia memang masih memungkinkan
mereka tidak memerlukan berbagai fasilitas lingkungan permukiman tersebut. Namun demikian, dalam rangka perbaikan dan peningkatan kondisi kesehatan masyarakat lokal dan mengkampanyekan hidup sehat kepada masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil. Pengembangan fasilitas lingkungan permukiman di wilayah tertinggal dengan I(AT yang telah menetap ini perlu upaya yang kuat melalui sosialisasi secara terus menerus, sebab kegiatan ini akan mengubah pola pikir mereka selama ini yang telah memanfaatkan alam sebagai sumber kehidupan yang tidak terikat dengan berbagai aturan'attrran yang baku. Pada awal kegiatan, diperkirakan akan ada penolakan dari sebagian masyarakat, namun apabila sosialisasi terhadap kesehatan dilaksanakan secara terus menerus, maka masyarakat tersebut akan memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan sehingga masyarakat adat terpencil akan terbiasa dengan pola hidup sehat.
'
Tempat Usaha
Fasilitas lain yang mutlak diperlukan oleh masyarakat adat dalam pengembangan wilayah yang terpadu adalah lokasi usaha yang berupa lahan pekarangan, kebun utama, dan tempat berburu, yang selama ini telah mereka kuasai. Berbagai fasilitas dasar yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya harus
mempertimbangkan tempat matapencaharian mereka yang telah dimilikinya ini agar jarak tempuh dari permukiman tidak terlalu jauh, apabila pengembangan permukimannya menggunakan pola pemukiman kembali atau peningkatan/ perbaikan sarana permukiman yang lama. Area yang dijadikan sebagai tempat usaha bagi masyarakat adat terpencil yang telah menetap seperti kebun utama, tempat berburu, dan lahan pekarangan serta tampat-tempat penangkapan ikan di sungai harus mulai diperjelas status kepemiliksnnya agar ada kepastian hukum bagi pemiliknya. Jika mereka masih menggunakan hukum adat atau hak ulayat, maka perlu ada upaya penetapan atau legalisasi sesuai hukum yang berlaku di daerah melalui musyawarah dengan pemerintah daerah setempat. (il KebunUtama Masyarakat adat atau masyarakat terpencil pada umumnya tidak memiliki sebidang lahan yang dikembangkan secara intensif berupa kebun atau ladang, atau persawahan sederhana karena lokasinya di pedalaman yang umumnya
berupa hutan lindung atau hutan produksi, Iereng gunung, dan lokasi terpencil lainnya yang sulit dijangkau dengan kendaraan bermotor dan harus diternpuh melalui jalan kaki atau kuda yairg memakan waktu cukup lama. Mereka juga pada umumnya belum mengenal atau menguasai teknologi pertanian dan menggunakan input pertanian moderen untuk mengolah usahataninya. Namun demikian, bagi komunitas atau masyarakat terpencil tertentu seperti yang ada di Pulau Jawa, yaitu di Jawa Barat bagian selatan sejak lama memiliki lahan usahatani berupa sawah dan telah mengenal 118
dan nenggunakan input pertanian berupa pupuk maupun obat-obatan. Bagi
sebagian besar KAT menetap yang ada di luar Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua, kegiatan utama mereka adalah berkebun, berburu, menangkap ikan dengan teknik pengolahan lahan dan hasil yang sederhana.
Mempertimbangkan latar belakang sosial dan budaya sebagian besar masyarakat terpencil ini maka dalam pengembangan wilayah yang terpadu perlu diupayakanpenyediaan lahan utamabagi usahatani mereka berupa kebun dengan luasan areal yang disesuaikan dengan kemampuan satu keluarga atau secara berkelompok untuk mengerjakan atau mengolahnya, sesuai kebiasaan dan adat yang berlaku. Pola pemukiman kembali bagi KAT seperti pada program transmigrasi akan lebih memudahkan untuk penyediaan lahan usahatani utama dan pekarangannya. Nar"un perlu dilihat dari hasil survai sebelumnya bagaimzns pela kepemilikan lahan atau kebun yang selama ini digarap oleh mereka dan sedapat mungkin dihindari kesan adanya unsur pemaksaan dalam proses pemukiman kembali.
0i) LahanPekarangan be gitu berbeda dengan lahan usaha utama berupa kebun, maka lahan pekarangan dapat mengacu kepada program pemukiman transmigrasi yang masih berlaku. Lahan pekarangan mempunyai fungsi sebagai penyangga
Tidak
bagi kebutuhan pokok sehari-hari yang lebih mudah dipetik hasilnya sementara hasil dari lahan utama belum menghasilkan. Fungsi lain dari lahan pekarangan adalah sebagai tempat usaha sampingan berupa jasa perdagangan seperti warung atau industri rumah tangga. Luas lahan pekarangan dapat disesuaikan dengan ketersediaan lalian secara umum dalam satuan permukiman baru atau permukiman semula di tempat asalnya. 6ii) Tempat Berburu Bagi KAT yang berada di luar Jawa dan Bali, mata pencaharian lain sebagai penunjang kebutuhan pokok adalahberburu hewanyang dapat menambah penghasilan mereka setelah dijual ke pasar lokal atau memenuhi kebutuhan akan protein hewani untuk makan sehari-hari. Hewan hasil buruan antara lain adalah babi dan ayam hutan, rusa, kera atau orang utan, ular, jenis burung tertentu yang khas, buaya, dan hewan lain yang mempunyai nilai ekonomis dan layak dijual. Areal perburuan ini tidak memiliki fatas yang jelas dan dapat bersifat lintas wilayah bahkan lintas daerah. Areal hutan' lindung atau taman nasional atau areal konservasi lain merupakan areal berburu yang sangat baik dan menyediakan berbagai hewan yang mudah diburu, walaupun untuk jenis satwa tertentu menurut undang-undang atau peraturan yang berlaku d im asukan sebagai hewan yang dilindungi. Namun
karena kebiasaan yang sudah sejak lama dimilikinya dan kurangnya informasi mengenai hal ini, mereka menganggap kegiatan yang dilakukannya merupakan hal biasa dan tidak melawan hukum. oleh karena itu ijin untuk kegiatan berburu dengan persyaratan tertentu perlu diberikan kepadaKAT. 119
' Kegiatan atau Program Penbangunan Sejak beberapa tahun lalu, Pemerintah telah menciptakan berbagai pro' gram pembangunan yang ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat
melalui pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Berbagai program tersebut telah dilaksanakan dalam skala nasional dan telah dievaluasi keberhasilan dan kekurangannya. Berbagai kegiatan dan program pembangunan dari pemerintah yang bersifat darurat dengan tujuan untuk memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut dapat disertakan pada program pengembangan wilayah dalam rangka mendukung pelaksanan program pengembanganwilayah terpadubagikomunitas adatterpencil di wilayah'wilayah terpencil, terisolir, dan tertinggal seperti komunitas adat terpencil yang hidup di tengah hutan, sekitar hutan, atau pulau kecil terpencil. Kegiatan dan program pembangunan sektoral maupun non'sektoral yang berhubungan dengan pemberdayaan KAT melalui pengembangan wilayah terpadu adalah: (i) Program dan Kegiatan Sektoral
' ' '
Program Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosial
'
Program Pengembangan sarana dan prasarana kepada masyarakat miskin
'
Program PenyediaanAir Bersih dan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Program Pemberdayaan Keluarga
Program Pengembangan Agribisnis (Proyek Peningkatan Pendapatan Petanil
untuk
keb
e
rpihakan
Perdesaan
'
Pengelolaan Pertanahan (sertifikasi tanair)
(ii) Program dan kegiatan Non'Sektoral
'
' ' . . ' ' '
Program PenyaluranDanaBerguliruntukPenguatanUSPIKSP/LKM
'
Program Beras untuk KeluargaMiskin (RASKIN)
Program Perkuatan Permodalan dan Lembaga Keuangan Pemberdayaan Masyarakat untuk Pembangunan Desa (CERD) Program Usaha Desa Simpan Pinjam
ProgramPenyediaanKreditTaskin Progtam Pengembangan Prasarana Perdesaan
Proyek Percontohan Pemberdayaan Perempuan melalui Pengembangan EkonomiProduktif
Sumber Dana Pembiayaan kegiatan dan program di atas dapat bersumber dari APBN,
t20
APBD Propinsi dan APBD Kabupaten/I(ota. Adanya keterbatasan dana dari Pemerintah Pusat dan dengan adanya dana bagi hasil yang telah diserahkan kepada
daerah dan penggunaannya diatur oleh pemerintah daerah sendiri, serta adanya tambahan alokasi dana berrrpa dana alokasi khusus OAI0 maka pemerintah daerah
mempunyai peluang besar untuk mendanai berbagai program dan kegiatan pembangunan daerah. Sumber pendanaan lain adalah dunia swasta dari kalsnggt pengusaha perhutanan yang peduli terhadap pgngelolaan hutan, khususnya hutan Iindung dan taman nasional. Alternatif pembiaayan lain adalah dana hibah dari negara donor ataubadaninternasionalyang ditujukan bagipengembanganwilayah terpadu.
5.2.2 Penduduk Enclave a. Kondisi Umum Penduduk Enclave Penduduk enclave merupakan bagian dari masyarakat adat terpencil atau bagian dari masyarakat lainnya yang tinggal di suatu kawasan atau wilayah tertentu
di dalam areal hutan lindung atau taman nasional atau kawasan lainnya yang menurut undang'undang atau peraturan telah ditetapkan sebagai kawasan yang harus dilindungi. Keberadaan masyarakat enclave pada suatu wilayah tertentu telah ada sejak lama dan sebelum pemerintah menetapkan suatu kawasan hutan tertentu sebagai hutan lindung atau taman nasional. Untuk masyarakat enclave tertentu telah ada sebelum Indonesia merdeka, misalnya beberapa kelompok orang atau suku di Taman Nasional [,ore Lindu (TNLL) yang telah menetap di kawasan tersebut sekitar 100 tahun lebih. Di beberapa hutan lindung dan taman nasional tertentu keberadaan masyarakat enclave tersebut telah diakui oleh Pemerintah dan diberi hak untuk tinggal dan berusaha serta menjaga kelestarian hutan di sekitarnya. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat enclave adalah pertama kejelasan status hukum tempat tinggal dan lahan usaha yang selama ini dikelolanya. Dari beberapa taman nasional dan hutan lindurg ternyata masih banyak terdapat masyarakat enclave yang belum diakui oleh Pemerintah sehingga status hukum keberadaannya tidak tedamin dan terancam untuk keluar dari wilayah atau kawasan tempat mereka tinggal. Salah satu contoh adalah suku Katu, yaitu salah satu kelompok masyarakat enclave di Taman Nasional lore Lindu yang belum diakui oleh Pemerintah (dalam hal ini melalui Departemen Kehutanan) dan Pemerintah Daerah Kabupaten. Kasus "Katu'ini sempat menjadi berita di media cetak daerah dan pusat, bahkan sampai menjadi bahan diskusi di Kantor Pusat Bank Pembangunan Asia di Manila, karena adanya penolakan LSM setempat terhadap salah satu kegiatan program pengembangan wilayah di daerah tersebut dan didanai oleh pinjamanADB yang akan memindahkan suku Katu keluar dari TNLL. contoh lain, belum adanya pengakuan dari pihak Departemen Kehutanan dan Pemerintah Daerah setempat terhadap mhsyarakat enclave Kasepuhan yang berlokasi di Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Barat, sehingga terjadi keresahan diantara masyarakat terhadap keberadaan mereka dimasa depan. Masalah
kedua, aksesibiltas keluar sangat terbatas dan kondisi jalan yang ada tidak memungkinkan untuk kendaraan roda empat bahkan roda dua bisa masuk ke wilayah mereka. Sarana transportasi yang ada hanya berupa kuda atau bahkan untuk
L2l
sampai ke enclave tersebut harus berjalan kaki untuk waktu yang cukup lama. Masalah ketiga, sarana dan prasarana sosial dan ekonomiyang tersedia terbatas, keempat, aktivitas ekonomi dan sosial dibatasi sehingga penduduk tidak dapat berkembang seperti penduduk lainnya karena semakin banyak jumlah penduduknya dikhawatirkan kebutuhan akan lahan semakin banyak dan akan merambah ke hutan di sekitarnya, dan masalah kelim a, ada tidaknya jaminan dari instansi yang berwenang yang akan mengawasi perambahan hutan oleh masyarakat enclave.
b. Model Pengembangan \{ilayah Tertinggal Terpadu Upaya pemberdayaan terhadap masyarakat enclave melalui pengembangan
wilayahterpaduperlu dilakukansecarabaik dan terencana mengingat keberadaan mereka yang telah ada sejak lama dan ketergantungannya yang cukup tinggr terhadap lingkungan sekitar, yaitu taman nasional dan hutan lindung cukup tinggr. Ada dua alternatif peberdayaan masyarakat enclave yang umumnya tinggal di wilayah'wilayah hutan konservasi atau taman'tanan nasional, pertama adalah pengembanganwilayahyangdilakukan ditempat aslimerekasemula, yaitu didalam wilayah hutan. Alternatif ini memerlukan koordinasi yang baik antara Pemda, Departemen Kehutanan, dan masyarakat enclave'nya sendiri menyangkut batas fisik permukiman dan lahan usaha masyarakat enclave yang diperbolehkan untuk dikelola, serta meminta adanya jaminan terhadap pelestarian sumberdaya alam di sekitarnya (tidak ada perambahan hutard, jaminan untuk tidak berkembangnya jumlah penduduk diluar daya dukung lingkungan. Alternatif kedua adalah relokasi atau resettlement ke tempat baru yang tidak terlalu jauh dengan habitat lamanya. Relokasi berarti perlu adanya lahan baru yang harus disediakan pemerintah untuk permukiman dan lahan usaha di tempatbaru dan adanya kemauan darimasyarakat enclave itu sendiri. Dengan demikian alternatif manapun yang dipilih akan memerlukan upaya yang sungguh'sungguh dari semua pihak yang terkait karena menyangkut masa depan kehidupan suatu kelompok masyarakat beserta keluarganya. Pengalaman dalam relokasi penduduk desa Katu yang merupakan salah satu enclave di Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) Pemerintah dan Pemerintah Daerah menemui kesulitan dalam memindahkan mereka ke tempat baru yang akan lebih baik dari sebelumnya, yaitu adanya penolakan dari masyarakat setempat dibantu oleh lembaga swadaya masyarakat di daerah. Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi kegiatan tersebut kepada penduduk setempat sendiri dan masyarakat (termasuk organisasi non-pemerintah) pada umumnya. Untuk menghindari dan mengurangi permasalahan yang akan timbul di-asa yang akan datang, Pemerintah Daerah bekerjasama dengan lembaga swadaya masyarakat perlu mengidentifikasi jumlah keluarga dan anggotanya serta lokasi usahatani dan pekerjaan lainnya, batas fisik areal kepemililrsnysng diakui mereka selama ini dan informasilainnya yangberkaitan dengan kegiatanmereka, serta survaitentangkemauankepinCahan mereka. Dalam pengembangan wilayah terpadu bagi masyarakat enclave yang
sudah puluhan bahkan ratusan tahun menetap di lokasi tersebut, perlu dipertimbangkan berbagai aspek kehidupan mereka selama ini seperti ketergantungannya terhadap sumberdaya alam di sekitarnya, jenis dan luas unit usaha di tempat baru, interakasi dengan penduduk lokal lainnya, fasilitas permukiman dan lingkungan, fasilitas umum dan sosial lainnya. r22
Pengembangan wilayah terpadu bagi masyarakat endave yang akan dibahas pada bagian ini adalah sebagaimana alternatif pertama yaitu wilayah enclave di
wilayah hutan lindung atau taman nasional, dan bukan pengembangan wilayah pada wilayah pengembangan baru melalui relokasi (resettlement) karena pengembangan wilayah terpadu di wilayah relokasi pada prinsipnya sama dengan pelaksanaan progxam pengembangan wilayah lainnya. Dengan demikian untuk enclave yang belum diakui oleh Pemerintah (Departemen Kehutanan) maupun PemerintahDaerah, upayayangperluditempuhadalahpemberianhakdankewajiban mereka sebagai bagian dari masyarakat enclave serta tetap tinggal di tempat semula, dan upaya ini harus segera dilaksanakan agar mereka tidak resah karena masa depannya tidak menentu. Secara umum beberapa fasilitas dan kegiatarr/progtam pembangunan yang dapat dikembangkan di wilayah enclave tersebut adalah pengembangan sarana dan prasarana, pengembangan tempat usaha, dan kegiatan atau program pembangunan dari pemerintah yang relevan terhadap pengembangan wilayahterpadu.
c. Sarana d.an Prasarana Dasar Seperti halnya program penegmbangan wilayah terpadu lainnya, sarana dan prasarana dasar yang perlu disediakan adalah permukiman, prasarana dan sarana pendidikan dan kesehatan serta fasilitas lingkungaru air bersih, dan fasilitas
umum dan sosial lainnya. Berbagai sarana dan prasarana dasar yang akan disediakan perlu mempertimbangkan faktor-faktor lokasi yang berada di tengah hutan, akses jalan yang terbatas, dan kurangnya interaksi dengan dunia luar karena keterisolasian.
'Permukiman Masyarakat enclave pada umumnya telah memiliki permukiman yang dibangun oleh mereka sendiri sejak mereka tinggal dan menetap di wilayah tersebut. Perm ukiman mereka pada umumnya sangat sederhana dan terbuat dari kayu tanpa
diolah dan tidak dilengkapi denganfasilitas sanitasidanlingkunganyangmemadai. Sebage i m zna komunitas adat terpencil ftAT) yang kebanyakan adalah satu golongan atau suku tertentu karena memang berasal dari wilayah tersebut sejak nenek moyangnya, demikian pula nasyarakat enclave, mereka terdiri dari beberapa keluarga yang berasal dari satu golongan, suku atau klan. Selain karena telah tinggal dan menetap sejak beberapa generasi dgn nenek moyangnya, ada beberapa masyarakat enclave yang tinggal dan menetap karena adanya suatu kejadian yang pernah menimpa mereka, seperti musibah wabah penyakit yang tidak dapat diatasi, bencana alam, atau karena peperangan antar suku. Sebagai contoh, masyarakat enclave desa Katu di TNLL yang merupakan pecahan dari masyarakat enclave Iainnya di wilayah yang sama yang berpisah dengan masyarakat asalnya karena ada wabah penyakit yang telah mematikan beberapa orang warganya pada ratusan tahun yang lalu. Mereka tinggal di enclave baru yang dibentuk oleh satu kelompok keluarga dan hingga kini berkembang menjadi sekitar 80 kepala keluarga.
Permukiman masyarakat enclave dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi lokasi masyarakat enclave yang umumnya memiliki akses transportasi yang sulit dan terbatas. Dengan demikian pengembangan permukiman bagi masyarakat L23
enclave menjadi bukan kegiatan utama, tetapi pembangunan sarana pendukungnya yaitu sarana lingkungan permukiman seperti air bersih, jamban keluarga, saluran limbah, penampungan sampahpadat dan sebagainyaperlumenjadiprioritas dalam program pengembangan wilayah terpadu bagi masyarakat enclave, sehingga sesuai dengan daya tampung atau carrying capacity lingkungannya dan tidak mencemari hutan di sekitarnya. Pencadangan lahan dari hutan lindung atau taman nasional
yang bersangkutan perlu disediakan untuk pembangunan fasilitas lingkungan permukimanini.
'
Prasarana Dasar Sosial
Prasarana dasar, seperti klinik atau Puskesmas, sekolah dasar, fasilitas keagamaan dan senibudaya diwilayah enclave yang telah diakui Pemerintahpada umumnya sudah tersedia. Namun untuk wilayah enclave yang belum diakui oleh Pemerintah, anggota masyarakatnya tidak memperoleh fasilitas dasar sosial ini
karena Pemerintah memang menghendaki agar masyarakat enclave tersebut dipindahkan dari wilayah yang ditempatinya, sehingga status mereka adalah penduduk ilegal. Pada bagian ini sangat penting untuk memperhatikan masyarakat enclave yang daerahnya belum diakui oleh Pemerintah sebagai suatu wilayah en' clave yang berarti akan di ijinkan untuk pembangunan berbagai fasilitas dasar sosial. 'Pendidikan Seperti di wilayah tertinggal lainnya, wilayah enclave menghadapi permasalahan keterbatasan sumberdaya manusia di bidang pendifikan seperti tenaga pengajar yang berkualitas dan keterisolasiannya. Oleh karena itu sarana pendidikan
yang perlu disediakan di wilayah enclave adalah prasarana pendidikan yang disesuaikan dengan sumberdaya manusia dan lingkungan sekitarnya. Agar keberadaan tenaga pengajar selalu terjamin dan tidak terkendala olehjarak antara tempat tinggalnya dengan sekolah, maka permukiman bagi guru perlu disediakan oleh Pemerintah Daerah setempat. Alternatif lain adalah disediahan tenaga pengajar yang berasal dari daerah sekitar enclave sendiri sehingga tidak perlu disediakan permukiman khusus bagi guru. Mengingat jumlah keluarga dan anak'anak di wilayah enclave pada umumnya tidak terlalu banyak, maka untuk sekolah lanjutan tingkat menengah di wilayah enclave tidak terlalu diperlukan. Keterbatasan jumlah murid karena lebih mementingkan bekerja untuk membantu orangtuanya di ladang ataupun hutan, terbatasnya guru dan fasilitas pengajaran, serta kurangnya dukungan orangtua bagi pendidikan anak'anaknya adalah beberapa permasalahan yang sering dihadapi bidang pendidikan di wilayah tertinggal dan terpencil. Untuk mengantisipasinya perlu dilcembangkan pola pendidikan kejuruan yang ada hubungannya dengan lingkungan sekitar yaitu kehutanan, perkebunan, pertanian palawija dan peternakan skala kecil.
'Kesehatan Sama halnya dengan wilayah komunitas adat te4pencil, bidang kesehatan
t24
sangat penting untuk diperhatikan dalam menyusun perencanaan pengembangan wilayah di wilayah enclave. Prasarana kesehatan yang perlu disediakan di wilayah enclave adalah pembantu puskesmas atau pusekesmas keliling dan rumah bersalin yang dilengkapi dengan tenaga medis eeperti dokter, bidan dan tenaga pembantu medis. Penyediaan sarana obat-obatan dapat diupayakan melalui kerjasama dengan lembaga masyarakat setempat atau organisasi kemasyarakatan. Kerjasama dengan lembaga kemasyarakatan ini dapatpula digunakan dalam kegiatan sosialisasi hidup sehat bagi masyarakat enclave yang umumnya masih belum sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan mereka seperti kesehatan ibu melahirkan, pengendalian penyakit endemik, perilaku terhadap kebersihan dan higienitas dan sebagainya.
Dengan demikian angka kematian bayi dan ibu melahirkan, pengendalian dan pencegahan penyebaran penyakit menular dapat diLurangr.
'
Sosiai, Seni dan Budaya
Fasilitas sosial dan budaya cukup penting keberadaannya dan sangat dibutubkan oleh masyarakat enclave, karena keterpencilan dan keterisolasian tempat tinggalnya. Selain itu ada beberapa jenis kesenian dan budaya mereka yang perlu dilestarikan dan dikembangkan lagi. Prasarana sosial dan budaya yang dapat dibangunpada wilayah enclave antarlainbangunan serbagrrna untukpertunjukan seni rakyat dan berbagai pertemuan rakyat, prasarana dan sarana olah raga, prasarana keagamaan, dan sebagainya. Kegiatan penyediaan sarana sosial dan budaya memerlukan dukungan Pemerintah Daerah dan lembaga masyarakat berupa dukungan sarana dan prasaranafisik, penyediaan sumberdaya manusia dibidang agama dan seni, maupun penyebarannya. Khusus di bidang keagamaan, sarana dan prasarana aga.ma seperti t€mpat ibadah perlu disediakan sesuai agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat enclave.
'
Prasarana dan Sarana Ekonomi
Ilkasi enclave pada umumnya di tengah hutan lindung atau taman nasional dan tidak memiliki akses yang baik ke daerah sekitarnya karena adanya pembatasan oleh Pemerintah untuk pembangunan jalan atau akses transportasi dengan kualitas yang lebih baik. Upaya pembatasan ini sebenarnya ditujukan untuk mencegah perambah hutan dari luar yang akan masuk ke dalam hutan lindung atau taman nasional. Namun di sisi lain, pembatasan ini akan menyebabkan penduduk atau masyarakat enclave menderita dan mengalemi kesulitan untuk menggunakan sarana transportasi bermotor. Sebagai contoh, masyarakat Katu di Taman Nasional [.ore
Lindu dan masyarakat Kasepuhan di Taman Nasional gunung Halimun, yang merupakan masyarakat enclave yang belum diakui sebagai enclave "resmi", menghadapi masalah transportasi untuk mengunjungi daerah sekitarnya. Kondisi jalan masuk ke lokasi enclave tersebut tidak memungkinkan untuk dilalui oleh kendaraan roda dua sekalipun dan orang harus berjalan kaki selama dua sampai tiga jam atau naik kuda (bagi penduduk di TNLL). Prasarana transportasi lain seperti sungai tidakbanyak digunakan karenajarang ada sungaiyang mengalir ke permukiman atau pusat kota yang dituju. Pembangunan jalan ke lokasi enclave memang mutlak diperlukan dalam rangka memberikan pelayanan yang merata kepada semua masyarakat, namun
t25
upaya ini dapat menjadi dilema bagi pemerintah yang bertujuan memberdayakan masyarakatenclave. DisatupihakPemerintahberkewajibanmemberikanpelayanan kepada rakyatnya di manapun mereka tinggal, namun disisi lain pembangunan jalan yang memadai akan mengandung resiko mempemudah para perambah masuk ke hutan lindung atau taman nasional. Faktor pengawasan oleh aparat kemanan menjadi sangat penting dalam menjaga perambahan hutan oleh orang'orang luar (bukan masyarakat endavd yang diuntungkan dengan adanya akses ke dalarn hutan. Namun keterbatasan sumberdaya manusia dan dana serta adanya kerj asama antara perambah hutan dan aparat, akan menimbulkan permabahan hutan yang lebih besar lagi. Oleh karena itu perlu dicari upaya pengawasan terpadu dan partispatif yang melibatkan masyarakat enclave sendiri untuk ikut menjaga hutan dari orang' orang luar.
Untuk mengatasi kebutuhan tenaga listrik yang sangat penting bagi kehidupan sehari-hari, dapat disediakan melalui program pengadaan listrik yang berasal dari sumber air di hutan sekitarnya. Tenaga listrik mikro'hydro tersebut dapat dikembangkan melalui usaha koperasi yang dapat dibentuk pada tingkat masyarakat. Alternatif lain adalah pengadaan listrik tenaga sr:rya melalui kerjasam a dengan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral atau BPPT. Biaya bagi pengembangan listrik mikro'hydro maupun tenaga surya relatif rendah dan terj angkau oleh masyarakat berpendapatan rendah.
d. Tempat Usaha Masyarakat enclave pada umumnya telah memiliki pekerjaan yang relatif menetap, mulai dari petani kebu dan peladang sampai kepada aparat pemerintah di desa, di ibukota kecamatan dan bahkan di kabupaten. Untuk petani kebun dan peladang, Iahan usaha yang ada adalah di sekitar permukiman dan di dalam hutan berupa penangkar lebah madu, pencari rotan, danjenis kayu tertentu, budidaya ikan kolam atau sungai, atau bahkan berburu binatang. Bagi masyarakat enclave yang mempunyai mata pencaharian pertanian atau peladang, maka pihak Balai Taman Nasional Departemen Kehutanan atau Pemerintah Daerah wajib memberikan lahan usaha berupa lahanusaha utama, pekarangan dan arealberburuyangtelah lama menjadi mata pencaharian mereka. Seluruh lahan usaha ini perlu dilegalkan dalam bentuk sertifikat atau surat ijin lainnya yang memberikan hak dan kewajiban bagi masyarakat enclave untuk mengelola lahan tersebut. Kepastian hukum terhadap kepemilikan ini sangat penting bagi mereka dalam mengelola dan ikut menjaga hutan di sekitarnya dari upaya perernfshan hutan oleh orang luar maupun mereka sendiri bekerjasama dengan orang luar.
. Kebun Utama Di beberapa lokasi enclave, masyarakatnya telah mengelola lahan hutan menjadi persawahan atau perladangan atau kebun rakyat. Mereka mengelola lahan tersebut secara sederhana dan tidak menggunakan input dan teknologi pertanian moderen seperti pupuk kimia, obat pembasmi hama, atau traktor tangan. Komoditi yang diusahakan pada lahan yang terbatas tersebut antara lain padi, palawija, dan sayurmayur Gortikultwa) untuk memenuhikebutuhan sehari-hari, serta komoditi perkebunan yang dapat dijual sebagai tambahan penghasilan, termasuk hasil hutan 126
berupa rutan dan madu hasil penangkaran lebah di hutan. Komoditi perkebunan yang biasa diusahakan antara lain adalah kopi, lada, cokelat, cengkeh dan sebagainya tergantung pada kesesuainan lahan. Lahan yang diusahakan ini tentunya berasal dari Iahan hutan yang telah dibuka dan diolah sejak mereka tinggal dan m.enetap di wilayahnya. Oleh karena itu Pemerintah dan Pemerintah Daerah perlu memberikan status hukum yang resmi terhadap kepemilikan lahan tersebut sesuai kemampuan suatu keluarga untukmengolahlahan, dengantteberapapersyaratantertentu untuk
tidak menjualnya ke orang luar atau akan memperluas lahannya dari hutan di sekitarnya. Pembatasan ini perlu dilaksanakan mengingat pengalihan kepemilikan kepada generasi berikutnya diperkirakan akan menimbulkan masalah bagi kelestarian hutan di sekitranya.
'
Lahan Pekarangan
Bagi masyarakat enclave lahan pekarangan telah dimiliki sejak mereka tinggal, namun luas lahan pekarangan antara satu keluarga dan keluarga lainnya dapat berbeda. Apabila pola pemberian lahan kepada mereka diatur sebagaimana pola transmigrasi maka perlu ada upaya pendekatan kepada masyarakat enclave yang umumnya telah mempunyai lahan pekarangan. Penyeragaman luas lahan pekarangan yang dapat dikelola akan menimbulkan permasalahan antar masyarakat enclave dengan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Oleh karena itu perlu dilaksanakan studi atau survai kepemilikan lahan ini (termasuk lahan usaha utamanya) dan pola pengelolaan Iahan yang selama ini berlaku bagi mereka.
'
Tempat Berburu
Tidak semua masyarakat enclave memiliki lahan perburuan, bergantung pada suku atau golongan masyarakatnya. Bagi masyarakat enclave kegiatan utamanya adalah petani atau pekebun atau peiadang, kegiatan berburu bukan meruapakan kegiatan utama mereka. Berburu merupakan kegiatan sampingan yang tidak perlu disediakan secara khusus dengan batas areal yang jelas. Bahkan untuk lokasi tertentu seperti hutan lindung dan taman nasional, kegiatan berburu hewan atau satwa yang dilindungi adalah kegiatan ilegal. Oleh karena itu periu ada peraturan yang jelas dan mengikatyang mengatur keflatan berburu, tentang jenis dan jumlahyang diperbolehkan untuk ditangkap. Untuk jenis satwa tertentu yang dilindungi, Pemerintah dapat bekerjasama dengan mereka untuk ikut serta melindungi dan mengawasi perburuan gelap yang dilakukan oleh orang luar.
e. Kegiatan atau Program Penbangunan Kegiatan dan program pembangunan yang relevan bagi pengembangan wilayah tertinggal bagi masyarakat enclave secara terpadu pada dasarnya telah banyak dilaksanakan olehberbagai departemen/intansi pemerintahpusat maupun oleh Pemerintah Daerah masing'masing. Namun demikian, karena kurangnya koordinasi antar intansi di pusat maupun antara Pemerintah Pusat dan Pdmerintah Daerah, maka berbagai program tersebut dilaksanakan secara sektoral oleh masingmasing instansi atau lembaga pemerintah. Beberapa kegiatan dan program sektoral dan non-sektoral tersebut adalah:
L27
'
Program Sektoral
Program dan kegiatan sektoral yang dilaksanakan oleh lembaga/instansi sektoral Pemerintah Pusatberikutpada dasarnyabertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat d.i manapun berada, baik di wilayah tertingga-t dan terpencil, maupun di kantong'kantong kemiskinan di daerah perkotaan. Oleh karena itu, khusus untuk pembangunan daerah dengan pendekatan pengembangan wilayah maka beberapaprogram pembangunanyang relevan dan dapat disertakan adalah:
./ ./
Program Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosial Program Pengembangan sarana dan prasarana untuk keberpihakan kepada
masyarakat miskin
'
^/
Program PenyediaanAir Bersih dan Penyehatan Lingkungan Permukiman
^/
PengelolaanPertanahan
Perdesaan
Program Non'sektoral Program pembangunan non'sektoral merupakan program'program baru
yang muncul sebagai antisipasi terhadap penyelesaian suatu permasalahan tertentu 'dan bersifat darurat yang diselesaikan dalam jangka pendek sampai menengah. Kegiatan program'program ini lebih umumnya terdiri dari beberapa kegiatan seperbi
pembagian bahan pokok, kredit bergulir, simpan pinjam sampai kepada pengembangan wilayah.
./ ./ ^i ./ ./ {
Program Pengemba.ngan Kecamatan (PPIO Program Pemberdayaan Masyarakat untuk Pembangunan Desa (CERD) Program Usaha Desa Simpan Pinjam (UED'DP) Program Kredit Pengentasan Kemiskinan (Taskin)
ProgramPengembanganPrasarana Program Beras untuk Keluarga Miskin (RASKIN)
'SumberDana Sumber dana bagi pembiayaan ke giatan dan program'program di atas dapat disediakanmelaluiAnggaranPembelanjaan danBiaya Negara (APBN) melaluidana sektor atau sistem dekonsentrasi danAnggaran Pembiayaan dan Belanja Daerah 6PBD) nnelalui sistem pendanaan bagi hasil. Koordinasi dalam penyediaan dan pengelolaan pembiayaan progxam tersebut perlu dilakukan oleh salah satu instansi, baik di pusat maupun di daerah, agar tidak terjadi tumpang tindih mengenai lokasi, sasaran, dan besarnya dana yang dialokasikan.
128
Sumber dana lain yang dapat diupayakan adalah dana yang bersumber dari masyarkat atau dunia usaha melalui kerjasama dalam berbagai pelaksanaan kegiatanyangmenguntungkanpihak-pihakyangberkepentinganyaitu, masyarakat enclave, swasta dan Pemerintah Daerah. Kerjasama internasional di bidang kehutanan atau konservasi sumberdaya alam dan pemberdaya:rn masyarakat juga dapat menjadi salah satu sumber dana bagi pelaksanaan pengembangan wilayah tertinggal di wilayah enclave.
Untuk menjaga akuntabilitas dalam pengelolaan dana ini perlu dipertimbangkan untuk menilai kinerja program melalui kegiatan evaluasi, pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh Tim Koordinasi yang beranggotakan pihak'pihak terkait secara independen.
5.2.3 Pend.uduk Kepulauan Terpencil a. Kondisi Umum Penduduk Kepulauan Terpencil Penduduk di kepulauan terpencil merupakan suatu kelompok masyarakat yang menetap di pulau'pulau kecil dan terpencil yang umumnya berprofesi sebagai nelayan. Kelompok masyarakat ini berasal dari berbagai suku atau golongan tertentu yang memiliki keunggulan dalam penguasaan laut seperti suku Bugis atau Makassar,
Bajo, atau penduduk lainnya dari suatu daerah tertentu yang memiliki gugusan kepulauan. Keberadaan mereka di kepulauan selain karena sifat khusus suku tertentu seperti di atasjuga disebabkan karena kemiskinan dan kekurangberdayaan mereka dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Mata pencaharian utama mereka adalah nelayan dan pengolahan ikan hasil tangkap secara sederhana. Kehidupan meleka sangat bergantung sekali pada musim, dimana pada waktuwaktu tertentu mereka menghadapi kesulitan berlayar karena ombak dan angin tidak memungkinkan mereka berlayar. Pada umum.nya pola kehidupan nelayan (tidak hanya di kepulauan kecil saja) berbeda dengan pola hidup petani yang relatif tenang dan tidak bergejolak.
I(arena pendapatan yang kurang menentu, para nelayan memiLiki budaya yang kurang baik yaitu konsumtif dan boros dalam pengeluaran biaya untuk hal'hal yang tidak produktifseperti pesta adat secara besar-besaran untuk mensyukuri apa yang telah mereka peroleh. Kehidupan keras di laut telah mempengaruhi pola hidup mereka sehari'hari. Belum lagi ketergantungan mereka terhadap juragan yang memberi modal kerja melalui sistem ijon menyebabkan kemiskinan yang berkepanjangan. Keluarga yang teridi dari para istri dan anak.anak sering ditinggalkan dalam jangka waktu tertentu untuk berlayar dan menangkap ikan secara kelompok. Untuk mengisi waktu selama ditinggal suami melaut, para istri dan anak'anak biasanya mengolah ikan hasil tangkapan dengan cara pengeringan atau penggaraman yang hasilnya dapat dijual ke pasar di daratan. Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh penduduk pulau terpencil atau nelayan pesisir adalah pertama keterisolasian dan ketertinggalan karena jauh dari
pusat pemerintahan dan pusat pertumbuhan, sehingga membatasi ruang gerak mereka dalam berinteraksi dan bermasyarakat dengan masyarakat lain di darat, L29
kedua terbatasnya sarana dan prasarana sosial dan ekonomi seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, keagamaan, pasar, perhubungan, ketiga pola kehidupan yang sangat bergantung pada laut dimana pada musim tertentu mereka tidak bisa melaut serta adanya keterikatan dengan pihak juragan (pemberi modaD membuat mereka tetap miskin serba kekurangau, keempat kurangnya pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah karena akses,ke luar maupun ke pulau yang sulit, dan masalah lslims, pola hidup yang konsumtif sebagai akibat kerasnya kehidupan yang dihadapi, ikut menyebabkan kemiskinan yang berkelanjutan.
b. Model Pengembangan \{ilayah Tertinggal Terpadu Seperti halnya masyarakat pada masyarakat enclave, upaya pemberdayaan terhadap penduduk kepulauan terpencil melalui pengembangan wilayah terpadu perlu dilakukan secara baik dan terencana mengingat karakteristik dan budaya mereka yang khas dan tiflak 6g6iliki keahlian dan keterampilan lain selain sebagai nelayan. Oleh karena itu untuk pelaksanaan program pemberdayaan penduduk kepulauan terpencil melalui pengembangan wilayah terpadu dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu pertama pengembangan wilayah kepulauan secara terpadu dengan kegiatan penyediaan prasarana dan sarana di kepulauan yang bersangkutan, dankedua melaluipermukimankembalinelayan dankeluarganya di wilayahpesisir pulau utam a. Mengingat karakberisitik khas beberapa penduduk kepulauan terpencil, maka alternatif kedua relatif lebih sulit dilaksanakan karena akan merubah pola hidup yang telah menurun dari nenek moyangnya yaitu hidup tengah laut atau kepulauan. Dengan demikian pola pengembangan wilayah terpadu yang dapat
dikembangkan adalah pemberdayaan masyarakat nelayan melalui kegiatan penyediaan sarana dan prasarana dasar dan ekonomi, penyediaan tempat usaha dan sarana pendukungnya, serta program'program sektor dan non-sektor lainnya yang relevan terhadap pemberdayaan penduduk kepulauan terpencil.
il Sarana dan Prasarana Dasar Penyediaan sarana dan prasarna dasar, baik sosial maupun ekonomi, terutama pelprdrimzp yang layak beserta sanitasinya dan ketersed.iaan air bersih, bagi penduduk kepulauan terpencil sangat penting bagi kehidupan mereka yang terpisah dari daratan. Demikian pula dalam penyediaan sarana dan prasarana lainnya seperti sekolah dan pelayanan kesehatan, Pemerintah Daerah mengalami kesulitan menentukan lokasi yang tepat atau ideal bagi semua penduduk kepulauan
karenaletakpulau-pulauyangtersebardanberjauhan. Padaakhirnyapenduduklah pendidits 4"n kesehatan ini. Sarana transportasi umum seperti perahu penyeberangan menjadi sangat penting bagi penduduk setempat trntuk dapat mengunjungi tempat-tempat tersebut. yang menghadapi masalah dalan memperoleh pelayanan
'
Permukiman Sarana permukiman penduduk kepulauan pad.a umumnya terdiri dari bermacam tipe sesuai dengan tingkat kemampuan ekonomi penduduk. Pada
saatini tidak jarang ditemuipermukimanpendudukyang cukup baik dari segi kualitas bangunan, namun dari kelengkapan fasilitas lingkungan permukimannya masih belum tersedia. Sarana air bersih merupakan 130
kebutuhan yang paling mendesak karena keterbatasan sumber air alam yang terbatas. Untuk kepulauan sedang yang psailiLi pegunungan atau bukit sebagai tempat sumber air, penduduk biasanya memanfaatkan sumber ini. Namun untuk pulau'pulau kecil yang tidak memiliki sumber air alam, biasanya mereka membeli dari daratan secara berkala atau menunggu pembagian dari pemerintah daerah yang secara periodik membagrkan air bersih (air minum) kepada nasyarakat kepulauan, seperti yang selama ini
dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sangihe. Namun bagi penduduk kepulauan yang tidak terlayani air bersih oleh Pemerintah Daerah,
mereka terpaksa menampung air hujan untuk menambah penenuhan keperluan sehari'hari. Pembangunan sarana dan prasarana dasar bagi penduduk kepulauan memang relatif lebih sulitdan mahal dibanding dengan permukinan lainnya. Namun karena menyangkut hak setiap penduduk untuk memperoleh pelayanan ini maka pemerintah seyogyanya tetap mengupayakan penyediaannya. Untuk sarana permukiman, pemerintah dapat bekerjasama dengan organisasi kemasyarakatan yang bergerak dibidang permukiman
untuk membantu merehabilitasi fasilitas permukiman termasuk
menyediakan sarana pendukungnya seperti jamban keluarga, saluran pembuangan limfo4[, tempat pembuangan sampah pad.at dan sebagainya. Sedangkan penyediaan air bersih patut dicoba upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Sangihe yang telah membantu warganya yang tinggal di kepulauan untuk mendapatkan sarana air bersih melalui pengiriman kapal tangki air secara periodik. Upaya ini memang memerlukan dana yang tidak sedikit namun Pemerintah Daerah berkewajiban untuk melayani semua warganya tanpa ada pembeda-an, karena bagaimanapun penduduk kepulauan adalah juga masyarakat yang kebetulan kurang beruntung dalam hal perolehan sarana penunjang permukiman ini. Prasarana Dasar Sosial
Kesulitan Pemerintah Daerah dalam menempatkan prasarana dasar sosial seperti klinik atau Puskesmas, sekolah dasar, fasilitas keagamaan dan seni budaya di wilayah kepulauan adalah jarak tempuh yang harus dilalui oleh setiap warganya di masing'masing pulau. Upaya paling maksimal adalh menempatkan berbagai fasilitas dasar sosial ini di suatupulauyang menjadi ibukota desa atau kecamatan apabila wilayah kepulauan tersebut menjadi satu wilayah kecamatan. Namun ini berarti ada sebagian penduduk yang pulaunya terletak jauh dari ibu kota desa atau kecamatan tetap menghadapi kesulitan dalam memperoleh hak pelayanan sosial ini. Walau ds6iki2n, segala keputusan terbaik dan terburuk bagi seluruh warga tetap harus dapat dilaksanakan karena tidak mungkin suatu kebijakan akan memuaskan semua orang pada kondisi seperti ini. Tinggal bagaimana masyarakat bersama-sama organisasi kemasyarakatan dan pemerintah daerah (kecamatan dan desa) mengupaykan keringanan beban warganya yang tinggal jauh dari pusat pemerintahan tersebut melalui penyediaan sarana transportasi seperti angkutan penyeberangan sederhana.
131
Pendidikan Sama halnya dengan wilayah tertinggal lainnya, wilayah kepulauan memiliki
permasalahan dalam penyediaan fasilitas pendidikan, mulai dari lokasi sekolah, ketersediaan guru, jumlah murid yang relatif sedikit sa-pai kepada sarana transportasi yang dapat melayani murid. Permasalahan lain yang sulit untuk dipecahkan adalah keadaan alam, yang pada musim tertentu seperti angin barat atau ombak pasang sehingga tidak memungkinkan or' ang berlayar meskipun untuk jarak yang relatif pendek. Permasalahan lain sarana pendid.ikan di wilayah kepulauan adalah ketersediaan sekolah yang dapat menampung lulusan penfidikan dasar ke sekolah lanjutan yang lebih atas seperti SLitP dan SL|IA yang mungkin tidak akan efektif dan efisien jika disediakan di wilayah kepulauan tertentu. Disamping biaya yang mahal untuk membangun suatu SLTP atau SI,TA, junlah murid yang akan sekolahpun akan sedikit, serta mutupendidikanpun diperkirakan akan lebih rendah karena kurangnya sarana penunjang seperti laboratorium, perpustakaan, olahraga dan sebagainya. Pengembangan sarana dan prasarana pendidikan di wilayah kepulauan perlu diarahkan pada pemenuhan terhadap pelayanan pendidikan dasar, sedangkan untuk pendidikan lanjutan pertama perlu dipertimbangkan secara matang
terutama dari segi ketersediaan murid yang akan sekolah. l,okasi sekolah sedapat mungkin diupayakan pada pulau-pulau yang relatif padat penduduknya, dan tidak hanya di pusat pemerintahan seperti ibukota desa atau ibukota kecamatan. Namun kecenderungan yang ada adalah justru dipusat'pusat pemerintahan seperti itulah jumlah penduduknya relatif banyak. Untuk penduduk yang berada di kepulauan ierpencil danjauh dari pusat ibukota pemerintahan, Pemerintah Daerah dapat mengupayakan
subsidi terhadap sarana transportasi bagi anak'anak sekolah. Apabila memungkinkan dananya dan jumlah murid yang optimal, dapat dipertimbangkan untuk pembangunan asrama sederhana untuk murid maupun guru. Kesehatan
Kondisi kesehatan masyarakat di wilayah kepulauan lebih banyak dipengaruhi oleh ketersediaan air bersih dan kondisi lingkungan permukiman yang umumnya kurang baik, serta pertolonganpertama pada kecelakaan yang menimpa awak kapal atau anak'anak. Demikian pula untuk ibu-ibu hamil dan melahirkan, kesulitannya adalah memperoleh pelayanan bidan atau tenaga medis lainnya yang tinggal di pulau lain dan memakan waktu yang cukup lama untuk suatu kunjungan. Namun untuk penyakit yang disebbakan oleh makanan, jarang terjadi karena walaupurr kurang akan sayur mayur nam u:r hal itu dapat diganti dengan protein hewani yang berasal dari ikan dan hewan laut lainnya yang sangat baik bagi kesehatan. Pembangunan sarana dan prasarana kesehatan di wilayah kepulauan akan lebih efektif dan efisien jika disediakan dalam bentuk bergerak atau 'mobile'
r32
seperti puskesmas kelling menggunakan perahu agak besar lengkap dengan tenaga medis dan obat-obatan yang secara periodik mengunjungi pulaupulau kecil. Waktu kunjungan dapat diatur lima hari sekali, setiap minggu, atau sepuluh hari sekali bergantung pada ketersediaan tenaga medis dan cuaca.
Untuk kepulauan tertentu yang letaknya strategis seperti di wilayah perbatasan dimsns te$edia patroli dariTM-AL, pelayanan kesehatan dan kegiatan ekonomi lainnya dapat dilaksanakan melalui kerjasama dengan aparat kearnanan tersebut Sedangkan untuk pulau yang padatpenduduknya Pemerintah Daerah dapat menyediakan pusat kesehatan yang permanen lengkap dengan dokter dan tenaga medis lainnya. Sosial, Seni dan Budaya Sarana dan prasarana sosial budaya seperti balai pertemuan ralryat, kesenian lokal, sarana peribadatan, dan berbagai acara adat yang berhubungan dengan kehidupan sebagai nelayan sangat penting dan berarti bagi masyarakat di wilayah kepulauan. Dengan kondisi keterpencilan yang membatasi akses informasi, masyarakat di kepulauan haus akan hiburan, baik yang berasal
dari kesenian lokal (adat) maupun kesenian moderen yang berasal dari daratan. Keadaan semacam ini menjadi makin parah untuk wilayah'wilayah kepulauan terpencil di daerah perbatasan atau pulau'pulau terluar, yang kurang tersentuh oleh kegiatan pembangunan dan kurangnya perhatian dari pemerintah. Kegiatan ekonomi dan sosial mereka banyak dipengaruhi oleh budaya dan kehidupan masyarakat negara tetangga yang umumnya lebih baik. Bahkan untuk pulau'pulau tertentu mata uang yang beredar dan barang kebutuhan sehari'hari di pulau tersebut adalah mata uang dan barang'barang yang berasal negara tetangga. Karena informasi yang diterima mereka baik radio maupun televisi lebih banyak berasal dari negara tetangga maka orientasi kehidupan sehari-hari mereka pada umumnya juga mengacu
ke negara tetangga. Untuk kepulauan terluar ini, kondisi semacam ini tentunya berbahaya bagi integritas dan rasa bela bangsa suatu kelompok masyarakat. Untuk mengatasi kebutuhan akansarana danprasarana sosila danbudaya masyarakat di wilayah kepulauan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah perlu mengupayakan penyediaan sarana informasi berupa stasiun.stasiun relay televisi dan perluasan jangkauan penerimaan sisaran radio lokal. Peran Pemerintah Daerah dalam mengupayakan ketersediaan sarana dan prasarana sosial dan budaya ini sangat penting, termasuk mengadakan dan mengakomodasikan berbagai acara adat atau kesenian lokal melalui upacaraupacara tertentu yang biasanya diselenggarakan oleh penduduk kepulauan. Upaya ini diharapkan dapat memberikan wawasan kebangsaan masyarakat di kepulauan bahwa mereka tidak dilup akan oleh pemerintah dan rasa bela negara dan bangsa bagi masyarakat kepulauan di daerah perbatasan yang rawan terhadap masuknya budaya asingyang tidakbaik dan tidak sesuai dengan budaya Indonesia.
133
'
PrasaranaEkonomi Kegiatan ekonomi masyarakat kepulauan umumnya berhubungan dengan nelayan dan perikanan, termasuk pengolahan hasil ikan dan perdagangan antar pulau. Namun saat ini sudah banyak diantara keluarga masyarakat kepulauan yang tidak bergerak di bidang perikana semata, mereka juga sudah banyak yang bekeda di sektor jasa dan pemerintahan. Biasanya bagi mereka yang sudah bekerja di luar sektor perikanan akan pindah ke
daratan untuk mempermudah akses dan transportasinya. Kegiatan penangkapan ikan sering dilakukan secara berkelompok dalam satu perahu
besar dan memakan waktu berhari-hari, berminggu bahkan berbulan, tergantung besar dan banyaknya anggota awak kapal. Bagi keluarga yang ditinggalkan selama masa berlayar, biasanya menggunakan waktunya untuk mengolah hasil ikan dan menjualnya ke wilayah daratan serta kegiatan sosial lainnya. Dengan demikian kegiatan sosial dan ekonomi di wilayah kepulauan itu sendiri umumnya hanya terkonsentrasi pada pulau-pulau dengan padat penduduk dan terbatas pada kegiatan perdagangan kebutuhan seharai'hari. Untuk perdagangan barang'barang keperluan yang besar dan penting biasanya mereka pergi ke wilayah daratan terdekat yang menjadi pusat pertumbuhan daerah. Dengan demikian sarana transportasi laut menjadi sangat penting bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari' hari tersebut. Untuk mengembangkan sarana dan prasarana ekonomi di wilayah kepulauan perlu dipertimbangkan kebutuhan yang paling mendasar bagi masyarakat kepulauan. Melihat aktivitas sehari'hari dan kebutuhan akan bahan pokok masyarakat, maka sarana dan prasarana ekonomi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat kepulauan adalah sarana transportasi laut yang dapat menghubungkan antar pulau dan antar pulau dengan wilayah daratan. Sarana transportasi dapat disediakan melalui koperasi atau diserahkan kepada armada rakyat sehingga biaya dapat ditekan dan terjangkau oleh masyarakat, sedang fungsi Pemerintah Daerah hanya sebagai fasilitator dan regulator agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat. Fasilitas kegiatan ekonomi lainnya yang perlu disediakan adalah koperasi yang dapat menyediakan berbagai kebutuhan pokok sehari-hari maupun barang lainnya. Bagi nelayan tradisional yangtidak memiliki modal untuk berlayar dalam waktu lama, dinana pada nusim tertentu tidak dapat melaut, Pemerintah perlu mengupayakan sarana kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri rumah tengga atau kerajinan rakyat dengan bahan baku dari sumberdayalaut.
iil Tempat Usaha Karena aktivitas utama penduduk kepulauan adalah menangkap ikan dan sangat sedikit yang bukan nelayan, maka tempat usaha yang perlu disediakan adalah pusat-pusat industri rumah tangga berbasis perikanan yang dapat menampung hasil kegiatan masyarakat seperti pengolahan hasil ikan dan kerajinan rakyat. Kegiatan
tambahan ini diharapkan mampu untuk menopang kehidupan nelayan yang sangat bergantung pada cuaca seperti angin dan ombak pasang. Mengingat pada u:numnya 134
kondisi geografis kepulauan yang miskin akan sunberdaya alam lainnya seperti air
bersih, tanaman pangan dan sayur mayur, serta lahan yang baik untuk ternak, maka Pemerintah Daerah dapat mengupayakan kemudahan-kemudahan bagi para nelayan untuk memperoleh kebutuhan pokok di luar bidang perikanan tersebut, misalnya melaluikios'kios atauwarung apungyang dapat melayanibeberapa pulau sekaligus. Kios atau warung apung ini dapat dikelola oleh masyarakat secara kelompok atau koperasi yang dibentuk dan anggotanya terdiri dari nelayan dari daerah kepulauan tersebut.
iii) Kegiatan atau Proglam Pembangunan Keberpihakan Pemerintah dan masyarakat terhadap nelayan dan penduduk kepulauan telah di- ulai sejak beberapa tahun lalu yang salahsatunya dapat dilihat dari adanya instansi./lembaga pemerintah yang khusus menangani potensi dan masalah perikanan dan kelautan. Namun sebelumnya, potensi kelautan dan perikanan pada umumnya dan kehidupan nelayan pada }ihususnya tidak me-peroleh
perhatian yang cukup besar dari Pemerintah maupun masyarakat. Hal ini disebabkan oleh berbagai alasandan salahsatunya adalahkebijakanpembangunan yang diciptakan lebih berorientasipada penggalian potensi wilayah daratan seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, perhutanan, dan peternakan. Sejak tahun 1999, Pemerintah telah membentuk departemen yang khusus menangani bidang kelautan dan perikanan berikut kegiatan'kegiatan yang terkait dengan laut dan perikanan. Dengan adanya lembaga atau instansi pemerintah di bidang kelautan dan perikanan ini maka berbagai program dan kegiatan yang ditujukan untuk mengelola laut dan perikanan telah disusun dan dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir ini. Beberapa kegiatan dan program sektoral dan non-sektoral yang berkaitan dengan kelautan dan perikanan pada umumnya dan kehidupan nelayan pada khususnya adalah:
'
Program Sektoral
Program dan kegiatan sektoral yang dlaksanakan oleh Pemerintah Pusat melalui mekanisme dekonsentrasi atau perbantuan sementara ini masih banyak yang bersifat darurat dan dananya berasal dari dana yang bersifat darurat pula. Namun demi}ian program dan kegiatan yang rutin (melalui proyek pusat maupun daerah) telah banyak diciptakan dan telah dilaksanakan secara nasional. Program dan kegiatan sektoral di bidang kelautan dan perikanan antara lain:
1 ./ 'V
Program Pengembangan Potensi Kesejahteraan Sosial
{
Program Pengembangan sarana dan prasarana untuk keberpihakan kepada masyarakat miskin
Program Pemberdayaan Keluarga Program Pengembangan Agribisnis (Proyek Peningkatan Pendap atan Petani dan Nelayan Kecil)
'V
Program Penyelenggaraan Pasar Murah
d
Program PengembanganPemasaranlkan 135
I "tl
Program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Pulau'Pulau Kecil
r
Program Pengelolaan dan Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil
'v I
Program
1
Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Permukiman
Perdesaan (PAB-PLP)
'
Program dan kegiatan Non'Sektoral
Sama halnya dengan pro gram dan ke giatan sektoral, program dan ke giatan
sektoral yang lebih berbasis pada wilayah dan bersifat darurat baru dilaksanakan beberapa tahun yang lalu, tepatnya sejak dibentuknya lembaga atau instansiyang menangani khusus bidang kelautan danperikanan.
./ ./
Program penyaluran danabergulir untuk perkuatan USP/KSP/I,KM
.l ./ ./
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir
^/ ./
Program Usaha Desa Simpan Pinjam (UED'DP)
^/
Proyek Percontohan Pemberdayaan Perempuan melalui Pengembangan
^/
Program Beras untuk Keluarga Miskin
Program Perkuatan Permodalan dan Lembaga Keuangan melalui Penyediaan Modal Awal dan Pendanaan.
Program Pengembangan Kecamatan Program Pemberdayaan Masyarakat untuk Pembangunan Desa
Program Penyediaan Kredit Taskin Ekonomi Produktif
. SumberDana Pembiayaan bagi kegiatan dan program'program di atas dapat disediakan melalui sumber danaAnggaran Pembelanjaan dan Biaya Negara GPBN) yang d.ilaksanakan oleh instansi sektoral melalui sistem dekonsentrasi dan Anggaran Pembiayaan dan Belanja Daerah (APBD) melalui sistem pendanaan bagi hasil. Untuk menghindari tumpang tindih antara program dan kegiatan Pemerintah dan Pemerintah Daerah maka diperlukan koordinasi vertikal yaitu antara Pemerintah danpemerintah Daerah dan horisontal yaitu antara
dinas'dinas terkait di daerah yang memiliki program dan kegiatan pemberdayaan mayarakat nelayan dan pesisir. Sumber pembiayaan kegiatan dan program lain yang dapat diupayakan adalah dari masyarakat atau dunia usaha melalui kerjasama yang saling menguntungkan antara masyarakat, nelayan dan Pemerintah Daerah dalam berbagai pelaksanaan kegiatan. Kerjasama internasional di bidang kelautan dan perikanan atau konservasi sumberdaya laut dan pesisir dan serta pemberdayaan masyarakat nelayan juga dapatmenjadi salah satu sumber 136
dana bagi pelaksanaan pengembangan wilayah tertinggal di wilayah kepulauan terpencil.
5.3 Peran Pemerintah Daerah Dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Komunitas adat terpencil sebagai bagian dari warga negara memiliki kesempatan yang sama dengan warga negara lain untuk memperoleh hak-haknya, baik hak di bidang ekonomi, politik, sosid, maupun budaya. Pemenuhan hak setiap warga merupakan kewajiban negara dan menjadi salah satu prasyarat tumbuhnya demokrasi. fidak terpenuhinya hak warga negara mempakan hnmbatan demolrrasi yang pada akhirnya akan menggagalkan proses demokratisasi itu sendiri. Dalam konteks ini dapat dikatakan bahwasanya pemenuhan hak ekonomi, politik, sosial, dan budaya komunitas adat terpencil merupakan sebuah tuntutan dan konsekuensi logis dari proses d.emokratisasi yang tengah berlangsung, terutama di era otonomi daerah saat ini.
Komunitas adat terpencil pada umumnya masih merupakan kelompok masyarakat yang termarjinalisasi dan belum terpenuhi hak'haknya, baik dari segi ekonomi, politik, sosial, maupunbudaya. Marginalisasi terhadap komunitas adat terpencil muncul sebagai akibat dari lemahnya posisi tawar (bareaining position) masyarakat dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dihadapinya. Komtrnitas adat terpencil seringkali menjadi korban dari konflik kepentingan ekonomi wilayah, dimana eksploitasi sumberdaya alam oleh pendatang &ekuatan ekonomi yang besar) di wilayah pedalaman menjadikan hak'hak ulayat masyarakat atas tanah mereka hilang, lunturnya sistem budaya dan kearifan lokal, serta rusaknya lingkungan tempat mereka hidup. Selain itu, rendahnya aksesibiJitas ke wilayah tempat tinggal komunitas adat menyebabkan sulitnya masyarakat setempat menjangkau fasilitas Iayanan publik yang disediakan oleh pemerintah. Berbagai kondisi tersebut menyebabkan ketidakberdayaan dan rendahnya kualitas hidup komunitas adat. Upaya peningkatan posisi tawar komunitas adat terpencil berarti melakukan proses pemberdayaan terhadap kelompok masyarakat tersebut agar tercipta
kemandirian dalam memecahkan berbagai permasalahan. Pemberdayaan masyarakat dapat dimaknai sebagai upaya peningkatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat untuk meningkatkan posisi tawar sehingga memiliki akses dan kemampuan untuk mengambil keuntungan timbal balik dalam bidang ekonomi, politik, sosial, danbudaya. Olehkarenaitu, pemberdayaankomunitas adatterpencil
juga berarti memberikan pelayanan dan wewenang sehingga kapasitas dan kapabilitas masyarakat dalam segala bidang dapat berkembang.
Ketidakmampuan masyarakat disamping disebabkan oleh keterbatasan akses, kurangnya pengetahuan dan ketrampilan, serta kemiskinan disebabkan pula
oleh keengganan pemerintah untuk membagi wewenang dan sumberdaya yang kepada masyarakat, atau dari kelompok ekonomi kuat kepada kelompok ekononi lemah. OIeh karena itu, perubahan paradigma dari sentralistis menjadi desentralistis merupakan peluang dan kesempatan bagi kegiatan pemberdayaan&omunitas adat L37
terpencil. Pemberdayaan dapat berlangsung dengan efektif dalam paradigma desentralisasi karena desentralisasi mendorong perencanaan progam pemberdayaan dari pemikiran masyarakat itu sendiri (bottom up). Oleh karena itulah desentralisasi menjadi isu sentral dalam pemberdayaan masyarakat. Sejalan dengan semangat pelaksanaan otonomi daerah serta mengacu kepada PP no 25 tahun 2000, wewenang pemberdayaan komunitas adat terpencil saat ini
sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah, sementara pemerintah pusat dan provinsi bertindak sebagai fasilitator. Pemberdayaan masyarakat merupakan esensi dari pembangunan di daerah. Salah satu tujuan pembangunan daerah adalah "meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui penguatan lembaga dan organisasi masyarakat setempat, penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial masyarakat, dan peningkatan keswadayaan masyrakat luas guna membantu
masyarakat dalam memperoleh dan memanfaatkan hak masyarakat untuk meningkatkan kehidupan ekonomi sosial, dan politik'. Dengan demikian peran pemerintah daerah sebagai penggerak roda pembangunan daerah sangatlah vital bagi upaya pemberdayaan komunitas adat terpencil. Pembangunan daerah juga memungkinkan munculnya keputusan'keputusan yang diambil dari tataran terbawah (grass root) sehingga dapat dijadikan landasan empiris yang kuat bagi perumusan kebijakan pembangunan nasional. Dalam implementasinya, Pemerintah Daerah bersama'sama dengan DPRD setempat merumuslcan kebijakan daerahyang mendorong pemberdayaan komunitas adat terpencil serta menjadi fasilitator program pemberdayaan komunitas adat terpencil. Sebagai perumus kebijakan, Pemerintah Daerah memiliki peran untuk menyusun serta menetapkan berbagai kebijakan yang dapat mendorong pemberdayaan komunitas adat terpencil. Beberapa peran yang riilakukan Penrerintah
Daerah sebagai penentu kebijakan yaitu:
(D
merumuskan indikator keberhasilan program,
(2) melakukan pelayanan
sosial yang berorientasi pada peningkatan kemandirian
masyarakat,
(3) perbaikan manajemen pelayanan (4) penanganankemiskinan,
dan perluasan jangkauan pelayanan,
(5) mendorong pengembangan budaya dan sistem kearifan lokal, (6) meningkatkan partisipasi masyarakat, (?) mengembangkan mekanisme koordinasi horizontal, vertikal, dan diagonal antar instansi pelaksana,
(8) pemberian dan perlindungan jaminan sosial, (9) merumuskan kebijaksanaan secara terpadu, dan (10) melakukan inovasi dan apresiasi penanganan
komunitas adat terpencil.
Disamping sebagai penentu kebijakan, Pemerintah Daerah bertindak pula sebagai sebagai fasilitator, dimana pada pelaksanaannya program pemberdayaan 138
komunitas adat terpencil melibatkan secara langs\rng masyarakat dan organisasi Iokal. Pelibatan organisasi masyarakat lokal bertujuan untuk memberikan dorongan, motivasi, serta rangsangan bagi keterlibatan masyarakat adat dalam setiap program pembangunanyang dilakukan. Selain itu, pelibatan masyarakat dan organisasi lokal dapat menghindari terjadinya kesalahan komunikasi, pelaksanaan, sasaran, dan tujuan program yang dapat berakibat minimnya dukungan dan partisipasi masyarakat dalam program pembangunan. Program yang dilakukan pemerintah daerah bersama'so-a dengan organisasi lokal dan masyarakat secara garis besar dapat meliputi:
a. b. c. d. e.
pengidentifikasian lokasi KAT, penyusunan program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat, penyediaandana, penyediaan tenaga pendamping, serta
melakukan monitoring dan pengendalian atas
program
permberdayaan
yang dilakukan. Lebih j auh dari itu, dengan wewenang yang d im i6Lintu saat ini pemerintah daerah dapat mengakomodasi aspirasi komunitas adat dalam peraturanperundangundangan agar progxam pemberdayaan yang dilakukan dapat berjalan lebih efektif. Di masa lalu, upaya seperti ini sering mengalani hambatan politis karena kuatnya kepentingan ekonomi di wilayah komunitas adat terpencil. Namun seiring dengan gelombang demokratisasi dan HAM yang tengah menjadi isu sentral pembangunan di negara'negara dunia ketiga, upaya mengakomodasil
adat Desa Guguk Kecamatan Sungai Manau Merangin yang disahkan melalui keputusan Bupati Merangin no. 283 tahun 2003. Dengan peraturan daerah ini maka kelompok adat atau KAT yang dibentuk dapat mengelola hutan, baik hutan produksi tetap maupun hutan lainnya, dengan tetap berpedoman kepada kesepakatan yang telah dibuat antara lembaga adat setenpat dan Pemerintah Daerah Merangin. Pelaksanaan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat di Kabupaten Merangin ini merupakan langkah maju yang ditempuh oleh pemerintah dan perlu dismabut dengan baik dan perlu dicontoh olehpimpinan daerah lain.
139
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI STRATEGI 6.1 Kesimpulan Dari pembahasan mengenai pengalaman penanganan pemberdayaan masyarakat terasing atau komunitas adat terpencil selama tiga dasa warsa dan pelaksanaan pengembangan wilayah tertinggal secara terpadu pada bab-bab terdahulu, beberapa hal dapat diambil sebagai kesinpulan tentang pelaksanaan kedua program yang apabila dipadukan akan menjadi program yang cukup berhasilguna dan berdayaguna bagi pemberdayaan masyarakat penerima maupun wilayah yang dikembangkan.
6.1.1 Pembinaan Masyarakat/Komunitas Adat Terpencil Pembinaan masyarakat terasing (sekarang diganti dengan istilah KAT) yang dilakukan oieh Pemerintah melalui Departemen Sosial selama beberapa dasa warsa
yang lalu memperlihatkan hasil yang bervariasi, beberapa diantaranya berhasil dan tidak sedikit juga yang tidak berhasil. Pendekatan yang d.igunakan dalam pemberdayaan KAI pada masa itu adalah pemenuhan kebutuhan pokok seperti pangan, sandang dan papan, dan belum menyentuh pada aspek pengembangan wilayah secara luas yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan komunitas adat tersebut. Pada dasarnya pemberdayaan masyarakat adat terpencil
merupakan pengakuan pemerintah akan keberadaan suku-suku terasing atau masyarakat adat yang seolah'olah terlupakan dan kurang tersentuh oleh proses pembangunan pada masa itu. Adanya keberagaman adat istiadat dan budaya bangsa yang berasal dari suku'suku bangsa ternyata belum dikelola secara optimal melalui pengakuan hak dan hukum adat yang berbeda'beda di masing'masing daerah. Beberapa bentuk struktur organisasi adat dan hukum adat yang berlaku diseragamkan menjadi struktur pemerintahan secara nasional dan hukum posistif negara menggantikan hukum adat. Oleh karena itu pemberdayaan masyarakat adat menjadi upaya pemerintah dalam rangka mengakui keberadaan masyarakat adat namun di pihak lain bagi masyarakat adat sendiri upaya ini belum dirasakan sebagai pengakuan secara penuh akan keberadaan mereka. Hal ini terlihat dengan munculnya tututan'tuntutan masyarakat adat untuk diakui keberadaan dan hak' haknya secara vokal sejak fimulainya era reformasi pada tahun 1998. 140
Walaupun dspikign, upaya'upaya yang telah dilaksanakan Pemerintah dimasa lampau hingga saat ini tidak dapat dianggap sebagai upaya yang sia-sia katena beberapa suku atau masyarakat adat yang telah memperoleh banhran berupa pemberdayaan masyarakat telah merasakan bahwa kebutuhan pokoknya terpenuhi. Beberapa hal yang menj adi faktor keberhasilan dalam pemberdayaan masyarakat adat terpencil ini antara lain adalah: (D bantuan langsung diberikan unhrk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, dan papan, kepada masyarakat adat oleh aparat dinas sosial daerah; (2) adanya penanganan yang cukup intensifdari aparat Dinas Sosial dalam membina masyarakat adat selama masa pemberdayaan yang berlangsung 4'5 tahun; (3) setelah masa pembinaan dari Dinas Sosial berakhir, maka penangallan masyarakat adat diserahkan kepada Pemerintah daerah setempati dan (4) masyarakat adat terpencil yang belum terbuka bagi budaya lain menjalani proses sosialisasi dan interaksi secara positif dengan masyarakat lainnya. Sedangkan ketidakberhasilan program pemberdayaan masyarakatterasing dimasa lalu antara lain disebabkan oleh: (d ddam pembinaan masyarakat adat, kegiatan pengembangan wilayah tidak menjadi kegiatan utama, tetapi hanya berupa penyediaanpermukiman kembali (resettlement) yang kurang sesuai denfan latar belakang dan adat istiadat masyarakatnyai (b) sistem target (target oriented) dalam pencapaian hasil sedangkan kualitas kegiatan masih kurang diperhatikani (c) pemilihan kelompok masyarakat
terbatas pada kelompok adat (suku) terasing dan belum meliputi kelompok masyarakat lain yang terpencil; (d waktu pembinaan selama 4'5 tahun belum cukup untuk merubah pola pikir masyarakat adat kearah hidup mandiri di permukiman yang barui (e) kurangnya dukungan sektor lain misalnya sektor perhubungan darat untuk memasarkan hasil karena lemahnya koordinasi antar instansi di daerah, dan (e) adanya perubahan paradigma baru dalam penanganan masyarakat adat yang lebih menuntut pengakuan hak dan hukum adat dari pemerintah, dan bukan sekedar pembinaan dan pemberian bantuan. Oleh karena itu pemberdayaan KAT dalam era otonomi sekarang yang menggantikan pola lama perlu diamati secara seksama mengingat pengalaman pelaksanaan program tersebut dimasa lalu.
6.L.2 Pengembangan Wilayah Terpadu Sementara itu, program pembangunan lain yang bertujuan untuk memberdayakan masyarakat melalui pengembangan wilayah yaitu pengembagan wilayah tertinggal secara terpadu (PPWT) telah dilaksanakan sejak tahun awal 1980 hingga saat ini, baik dengan dana pinjaman luar negeri maupun dana rupiah murni. Dari hasil evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil program pengembangan wilayah terpadu diperoleh inlormasi bahwa sebagian besar pelaksanaan PPWT dianggap berhasil dan telah direplikasi oleh sebagian Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten lainnya yang belum pernah melaksanakan PPWT. Beberapa hal yang dianggap sebagai faktor keberhasilan dari pelaksanaan PPWT dimasa lalu antara lain: (1) ad.anya dukungan dana yang berkesinanbungan dan cukup besar dari pinjaman lua negerii (2) jangka waktu pelaksanaan yang "multi-years" memungkinkan pelaksana program dapat menginplementasikan dan mengelola program secara lebih baik; (3) adanya dukungan Pemerintah Daerah yang cukup antusias karena adanya bantuan yang sangat berarti, walaupun dirasakan masih belum cukup untuk menangani permasalahan di seluruh wilayahnya; (4) dengan beberapakegiatanyangbersifat"quickyielding" sepertitanamanpangan, peternakan,
L4l
dan tanaman semusim menyebabkan peserta plg$am antusias melaksanakan berbagai kegiatani (S) t"tlib.tnya beberapa negara donor danlembaga internasional yang ikut mendanai program ini, maka proses pengawasan dan pengendalian selama prograrn berjalan cukup tertib dan hal ini mengurangi berbagai penyimpanganyang ierlaai; (6) merupakan pendekatan pembangunair daerah yang relatif baru (pada saat itu) yang mengkoordinasikan berbagai kegiatan antar sektor dan disusun berdasarkan perencanaan yang partisipatif sehingga memenuhi kebutuhan peserta program. Disamping beberapa faktor keberhasilan yang membuat program PPWT dianggap sebagai program sekaligus pendekatan pembangunan daerah yang lebih sesuai bagi kebutuhan daerah, ada beberapa faktor kelemahan yang perlu dicermati untuk tidak diulangi dimasa depan. Beberapa faktor kelemahan dari pelaksanaan PPWT antara lain adalah: (a) aspek keberlanjutan belum diperhatikan sehingga begitu bantuan dana dari donor dan Pemerintah Pusat selesai, maka tidak sedikit program tersebut yang tidak dilanjutkan oleh Pemerintah Daerah; (b) donor fuiven karena kuatnya pengaruh negara atau lembaga donor maka penentuan wilayah program lebihbanyakdiarahkanoleh donor, yaituke wilayah'wilayahyangtertinggal tetapi berpotensii (c) peserta program lebih banyak dipilih oleh aparat desa yang lebih mengarah kepada faktor kedekatan atau hubungan keluargai (d) pendekatan adat dan budaya yang belum dimasukkan dalam memilih wilayah program dan peserta programi dan (e) koordinasi antar sektor masih lemas karena lemahnya masih dominannya instansi sektor dan lemahnya lembaga koordinator di daerah seperti Bappeda. Beberapa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pelaksanaan kedua
program yang sama'sama bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat terpencii melalui pengembangan wilayah tersebut dapat dijadikan sebagai"lesson learns" bagi pelaksanaan program sejenis atau program pengemhangan wilayah tertinggal yang berbasis komunitas adat terpencil. Dengan demikian kedua program tersebut dapat dipadukan danpenanganan masyarakat adatterpencil akan lebihberorientasipada pengoptimalan pengelolaan sumberdaya alam di sekitar mereka dan merupakan hak adat mereka.
6.2 Rekomendasi Dari analisis kebijakan kedua program dan program lain yang sejenis secara kualitatif dan empirik, kajian iniberupaya memberikan suatubahan masukanbagi penyustrnan strategi pengembangan wilayah tertinggal secara terpadu khusus untuk masyarakat adat terpencil. Bahan masukan ini tentunya akan sangat bergantung pada syarat'syarat atau prakondisi tertentu yang cukup luas cakupannya, seperti adanya komitmen Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam penangananwilayah tertinggal dan pemberdayaan masyarakat adat terpencili kemampuan keuangan Pemerintahi adanya kerjasama yang baik antara berbagai pihak yaitu masyarakat adat, dunia usaha, LSM danPemerintahi dankondisikeamanandanpolitiknasional yang kondusif terhadap pembangunan.
r42
6.2.L Umum Secara umum bahan masukan yang harus diperhatikan apabila ingin mengembangkan wilayah tertinggal berbasis komunitas adat terpencil adalah adanya partisipasi yang aktif dalam proses pembangunan dari lembaga adat atau organisasi kemasyarakatan yang peduli terhadap masyarakat adat terpencil. Partieipasi aktif ini dapat diberikan dari mulaiproses perencanaan sa"'pai kepada pengawasan dan
pengendaliannya. Sementara itu, belajar dari pengalanan dimasa lampau, penanganan atau pemberdayaan terhadap suatu kelompok masyarakat tertentu (komunitas adat terpenciD memerlukan pendalaman pemahaman p ara perencana terhadap kelompok masyarakat tersebut. Tanpa mengetahui latar belakang budaya, adat istiadat, kehidupan sosial dan aspek antroplogi mereka, sulit bagi pelaku pembangunan untuk memberikan yang terbaik bagi mereka. Oleh karena itu
kegiatan survai awal atau penelitian terhadap kelompok masyarakat mutlak diperlukan sebelum mengimplementasikan prgram dan kegiatan pembangunan. Karena kaj ian ini bertuj uan untuk memberikan masukan bagi penyusunan strategi pengembangan wilayah tertinggal berbasis komunitas atau masyarakat adat terpencil, yang umumnya 6s6iliki keunikan dalam hal budaya dan adat istiadatnya, maka kajian atau penelitian mendalam tentang hak dan hukum adat akan sangat membantu dalam rencana implementasi program dan kegiatan yang ditawarkan kepada mereka. Tanpa adanya upaya dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mengakomodasikan dan mengintegxasikan berbagai tuntutan masyarakat adat seperti hak ulayat dan hukum adat dalam perangkat hukun nasional dan daerah, maka suara'suara yarlg'terseberangart'' terhadap Pemerintah akan semakin membesar dan mengkristal. HaI ini kurang baik bagi keberlanjutan berbagai kegiatan dan program Pemerintah yang diterapkan kepada mereka. Beberapa contoh baik yang telah dilakukhn oleh pimpinan daerah dalam mengakomodasikan hak dan hukum adat bagi pengelolaan su.mberdaya hutan dalam bentuk peraturan daerah merupakan salah satu upaya pemerintab daerah yang patut ditiru oleh daerah lainnya.
Dari sisi pengembangan wilayah tertinggal, pengalaman dimasa lampau yang banyak didominasi oleh kebijakan negara donor pemberi pinjaman dan hibah
merupakan pelajaran berharga yang tidak perlu terjadi. Dengan kemampuan sumberdaya sendiri serta pengalaman mengelola wilayah terpencil dan tertinggal, sudah saatnya Pemerintah dan masyarakat bersama'sama melaksanakan program ini secara mandiri tanpa intervensi pihak luar. Dengan demikian dalam pemilihan lokasi atau wilayah kegiatan dan kelompok masyarakat penerima bantuan diharapkan lebih sesuai dengan prioritas dan kebutuhan negara dan daerah.
6.2.2 Strategi Pengembangan Wilayah Tertinggal Berbasis KAT Strategi dasar pengembangan wilayah tertinggal secara terpadu yang diarahkan bagi pemberdayaan masyarakat adat terpencil, baik yang memiliki
143
keunikan adat yang perlu dilindungi maupun komunitas adat lainnya yang menghadapi permasalahan ketertinggalan danketerpencilanlokasi tempat tinggal.
g.
Strategi: Meningkatkan dan Mengembangkan Kapasitas Masyarakat
Ttriuan:
meningkatkan dan mengembangkan kapasitas organisasi sosial dan ekonomi masyarakatyang dibentuk oleh masyarakat adat sebagai wadahbagi pengembangan usaha produltif, int"eraksi sosial, penguatan ketahanan sosial, pengelolaan potensi masyarakat lokal dan sumberdaya dari pemerintah, serta wadah partisipasi dalam pengambilan keputusan publik.
h.S
trateqi: Mengembangkan Ekonomi Lokal Berbasis SumberdayaAlam, Budaya ["okal, dan Kearifan Tladisional Secara Berkelanjutan
T\rjuan:
nemberdayakankapasitas masyarakat, melalui pemanfaatan
sumberdaya pesisir, perikanan, dan kelauta/r, pengelolaan hutan dan lahan, maupun pemanfaatan sumber daya mineral, dengan pendekatan keagamaan, adat, dan budaya.
i.
Strateei: Mempercepat Pengembangan Sentra-Sentra Pertumbuhan dan Keterkaitan Fungsional dengan Pengembangan kawasan Tertinggal
Ttriuan:
mengangkat dan mendorong tumbuhnya pusat'pusat kegiatan ekonomi baru, baik yang berada di kawasan tertinggal maupun di sekitar kawasan tertinggal, dengan memperhatikan produk andalan kawasan ke pasar Iokal, regional, dan global, serta mendorong berkembangnya fungsi kawasan potensial sebagai andalan pengembangan ekonomi wilayah dan penggerak kegiatan ekonomi kawasan di sekitarnya.
j.
Stratesi: Meningkatkan Aksesibilitas Masyarakat terhadap Jasa Pelayanan Sarana dan Prasarana
T\riuan:
memperluas jangkauan jasa pelayanan sarana dan prasarana
sampai ke daerah'daerah terpencil, pedalaman, dan perbatasan. Perluasan jaringan sarana dan prasarana tersebut diprioritaskan untuk menyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, termasuk telekomunikasi, tenaga listrik dan irigasi. k. S t-_retegr_Pe mb an
gunan Sarana dan Prasarana Tbansportasi
Tirjuan: meningkatkan
pelayanan jasa transportasi yang efisien dan
harganya terjangkau, dan dapat mewujudkan sistem transportasi nasional secara intermoda dan terpadu dengan pengembangan wilayahnya dan menjafi bagian
dari suatu sistem distribusi yang bermanfaat bagi masyarakat luas, sebagai upaya mengurangi ketimpangan antarwilayah, yang tertinggal dengan wilayah yang telah berkembang.
l.
Strateei: Meningkatkan Penataan Permukiman Dalam Pemanfaatan Potensi Kawasan Tbrtinggal
t44
T\riuan:
meningkatkan kualitas hidup masyarakat nelalui penataan permukiman penduduk yang terpencarpencar dan terisolasi ke konsentrasi kawasan'kawasan potensial yang layak huni dan psmilild potensi kegiatan ekonomi produktif, serta terbuka nkses pelayanan pembangrrnan, pemerintahan, dan j aringan transportasi.
Kepala Desa (Kades) Kepala Dusun (Kadus)
KetuaRT Wilayah Terdiri dari 3'5 dasan Sumber: Buletin Khusus data dan Informasi Pemberdayaan Komunitas Adat Tbrpencil, Direktorat Penberdayaan KomunitasAdat Terpencil, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial RI, 2002. Profi.l KomunitasAdat lbrpencil di Kalimantan, Direktorat Kesejahteraan Komunitas
Adat Terpencil, Deputi Bidang Peningkatan Kesejahteraan Sosial Badan Kesejahteraan Sosial Nasional, 2001.
ISBN : 979-98653-1-X
L45
LAMPIRAN Lampiran 1. Persebaran dan Lokasi Pemukiman Komuniti Adat Terpencil di Indonesia
146
1. WILAYAH SUMATERA
NO.
SUKU
PENDU'.,;D..E$Ait*
nux txr),. "1i:;.1,,i' ACEH (A)
1.
Aceh
l
50 II2 180 176 82
lapeng Rungkam Lubuk Pusaka Paya Bili Sapek
zi-c 124 226 96 11? 165 127 180 ll2 ?9 i5 90 60
Pindine Pamee Samar Kilang Pempelang Ampo Kolak Jambak Camet Pucok Krueng Pucok l,ami Blang Tadu Alu Jeurajah
Aneuk Jarne
130 90
Ujong Sialet Suak l,amatan
Pulau Banyak Tepak Selatan
4.
Nias
130
Lakewa
Seumelue
5.
Temiang 165 132
Batu Bedulang Bengkelang
Temiang
Alas
Alur
Bani Muara Sitalen
Lawe
2.
3.
.
Gayo
169 127
Pula
Aceh Ku[
Matanf
Aceh Besar Aceh Utara
Tanah Jambo Aye
Jeunib Bakongan Serba
13il"h
Jadi N"."
Bireum Acgh Selatan Aceh Timur
Aceh Tengah'
"
Syiah Utama
Terangong
Gayo Luas
Rehab Gaib
Kawai
XVI
Aceh Barat
Sungairnas
Sabe DarutMakmur Krueng
Betong Aceh Barat
Daya
Aceh Jaya Nagan Raya
Aceh Barat Daya
Gunung Samarinda Baba Rot Cot Kaye Adang
Barat
Hulu
AIas
Aceh Singkil Seumeleu Seumeleu Aceh Tamiang
Aceh Tenggara
Babul Makmur
t47
NO. SUKU
13.
Mentawai
14.
Minang
7L 258
L42 53 46 67
148
149
150
JAMBI (E)
50 70 75 70 f33 17 83 47 45 ,69
Peris
Ladang
Mestong
Muara Jambi
Palempang
karneo
Simpang
Batin
XXIV
Batang Hari
Hajran Sungai
Gurun
Maro Sebu Ulu
Pasir Putih
Tanah Garo Teluk Rendah
Tebo
Ilir
Tebo
Sungai Keruh
Nilau
Dingin
Limun
Sarolangun
BENGKULU (F)
21. Iiaur
22. Rejang
79
Tanjung Aur
Maje
r00
Sukatani
Bengkulu
Bengl:ulu Selatan Bengkulu Utara
150
AIas Bangun
Rejang
Rejang Lebong
165
Ayak Semangkok
140
Podok Paku
309
Sebayur Jaya
623
Talang Guyung
iiz
Se-rdang
150
Sebelat UIu
lU,i"
tn";" i"y;
135
Pondok Paku
Utara kbong
IUaje
Bengkulu Selatan
Makmur
.
23. Serawai 24. Enggano
tj;;"
bu"et"i" ut"'"
32b (
Muko-Muko
B";;k;il
t99o)
Muko-Muko Utara Bengkulu Utara Muko'Muko Selatan
151
t52
2. WILAYAH JAWA
BANTEN (I)
t.
Baduy
966
Kanekes
[.eu*'i
Damar
'Rangkasbitung, Lebak
JAWA BARAT (J)
2. 3.
Sunda
752 126
Kr. Paninggal
Maja Tambaksari
Negasari
Salarvu
Tasikmalaya
1,7 La
Wedug
Demak
r82
Sumowono
Semarang
Naga
Cengel
tMajalengka Ciamis
JAWA TENGAH (K)
4.
Jawa
5.
Bagelan
6.
Nagarigung
153
t54
3. WILAYAH KALIMANTAN
KALIMANTAN BARAT (M)
1.
Punan
6L2 (
Kapuas Hulu,
:
Kalimantan Barat, [nng Merah, dan Kab. Pasir juga
1988)
Kutai, Kaltim
ada di
2.
Pontianak
Ir'lanyuke
Sangau
3.
Dayak
181
Air B-eyr
Pontianak
50
SintanglKayah
Sintang
Iihanayant
4.
Undau
Hulu Nanga Mahap
Sangau
Eniogong
Kayan Hulu
Sintang
Beginci Barat
Ketapang/Sandai
Ketapang/Sandai
16l
Bengkarum
Be
123
Baru Inmbak
SanggaulBaru [.ombak
Dayak Sekadau
Da1'ak
6.
187
Iiebahan
Da1'ak
i.
I
l7
Brha
Da1'ak
8.
ngkal.ang/Jagol
Be
ngkayang/Jagol
Iial'ung 9.
Da1'ak Iban
10.
Osing
Sanggau/ Sanggau
L62 l
I
l.
12.
l,arvangan
Li:nbi
Barito Utara Kayan Hulu EIla
Sintang
ilir
Menukung
13.
Ngamukit
14.
Nganayatn
Toho
Pontianak
155
156
KALIMANTAN SELATAN (O)
2L. Dayak
Muara Hungi,
106
Meratus
22.
Dayak Buki
BatangAlai, HuIu
432
Paramasan
Bawah SeiPinang
Banjar
Kahelaan Belimbing
124
Belawar,an Piani
Tapin
Harakit
S"t""g 835
Laksado
Laksado
Hulu Sungai Sel.
Hantakan
Hulu Sungai Timu
Ulu Banvu Haratai
2,532
Kindingan Haruyan Dayak Datar Ajab
Hantakan Batang Alai Sel.
Mangkiling Batu Perahu
527
Gunung
Riyut
Awayan
Halong
Hulu Sungai Utara
bngkap Halong I\{ayanau
932
287
Sultan/purui Dambung Kiparum
Jaro
Batakan Kandang l,ama
.Penyipatan
Tabalong
Upau
Haruai Tanah Laut
Kintap
Asam'asam
2,045
Manggalau :Bangkalan Muara Uri
Hampang
Kotabaru
Kelumpang Sampanahan
Dua Kali Sanga
23.
L,awangan
l?6
Tamiang Patangkep Tutui, Barito Selatan
r57
158
4. WILAYAH SULAWESI
GORONTALO (a)
1.
Bajo
r
167
175
2.
Sangir
85
Wanggarasi
Boalemo
J.
Gorontalo
73
lomuli
Boalemo
115
liogmtr
88
Dulumayo
52
Buhu
135
Mohrl'olo
69
l\{onsilo . -
100
NO. SUKU
Gorontalo
Limana
PENDU'.r,, .DESA,|i*i]':i.l:i ''i;
DUK (KK)
',_,.tt;::i
^) .
SULAWESI UTARA ( R)
4.
I\longondorv
100
Huntuk
Bintauna
Lion
Pinolosian
Kayuogo
Kaidipang
Bolaang Mongondow
Dampulis
'Nananusa
Talaud
Bolaang IUongondorv
I
l5
5.
Iiaidipang
98
6.
Talaud 95 98 60 55
7. Sanger 40 55 ?0
Marampit
Kakorotau Ganalo
Kakoratou
Kawio
Tabukan
Rainis
Utara
Sanger
'Kawaluso
Pagulhu
Manganitu
159
160
161
NO. SUKU
SULAWESI TENGGARA (T)
24.
Bajo r23 50
90 r83 84 141
L I |lI I I
I I
| I
I
162
,Sopura
".
.
:$.f.?.-
.""
jPamo-Iaa
,Lawalata P"f""*Cut
,Pakue
. Sindangmura
:K,l!**"g...
,T"-"_:,1"9-Pgt".
86
Lakonea
558 63 89 268 72 26 9i 34 30 i0 30 tlZ f25
lakawara
rso
Mola selatan Mola Utara
28
Waiti
Tolaki 6l I o0 |t, 122 126. Mekongga 60 lZl . Kodeoha f00 lZg. Wakurempr 105 lrn lvloronene 100 100 | 215 I o3 I ISO Marobo ?91 l3l. To tandale 150
125.
,rT,-ln_s_qul-3
-KenqTi Kolaka
,Muna
Ttt"p ,Kusambi Kilsusu
NapaLahno'
Latawe Napablano
Iasalimu
Lasalimu
Buton
Bonelalo
Kakanauwe Mantanaurve Kambarveha
Batu
arvu
Kabaena Barat
Malandahi Kongkalaero Telaga
Besar
Kabaena Timur
Wangi'Wangi Tomia
Rauta landawe
,Asera
Kendari
Abuki
Waworaha
Alaaha Lametuna Bonelipu Lakomeo
,Pomalaa L,asusua Kilsusu Rumbia
Kolaka Kolaka Muna Buton
Iadumpi Liano
Karya
Baru
Poleang Timur
Marobc Wiwirano
Buton Kendari
163
5. WILAYAH BALI
6. WILAYAH NUSA TENGGARA
NUSA TENCGARA BARAT (W)
I.
2.
Senarva 75 42 115 58 115 110 150 100 Bayan
1,472
Hijrah
Lapo
Kuang Bedak I Kuang Badak tr
Mayo Hilir
Alboro
Plampang
Batu putih Batu rasak Buin Rare Tanjung
Mas
Akar-Akar
Iapok
Sumbawa
Utan Ree
IVIonta
Bima
:Bayan
lombok Barat
Sukadana
Anyar S"t
"... 'Bat;; I-oloun
3.
Sasak
4.
Mata
5.
Mbojo
Iombok Barat
lEmpang
,Sumbawa Bima P. Sangeang Kab.
Dompu
r64
NUSA TENGGARA TIMUR (X)
7. Nuse 8. Rahaba 9. Benu loitas 10. Anas 11. Neonleni 12. Mela 13. Atoinfui 14. Mantote 15. Bukifan 16. Fauk l'i. Tafuli f8. Bani'bani 19. Abui 20. AbuiWeling 2I. I{loon 22. Pantar 23. Koten 24. Kelen 2'o. Taua Ali 26. Bera Ramba 27. Pcrnawera 28. Eizing 29. I{arera 30. Gaura 31. Baliledo 32. Amacua 33. Iiedang 34. Modo 35. l,alaba 36. Lamaholot
150
296
Kupang
Nuse
I-eau"n"
lR"iil;
Kupang Kupang
TIS TfS
201
fotaUe
,aioa"c
815
Buai
910
Nunusunu
Amanatun Utara :Amanatun Suttt n
945
Boloto Ponu
350 97 80 238 150 130
Oepuah T\rabatah
Molo Sebtan
TTS
Biboki Utara Biboki Utara Biboki Selatan
TTU TTU
Miomafo Barat
TTU
lt"f^k"
Taiuli Banibani
S;"i
Malaka Tengah Alor Barai Laut
TTU Belu Belu
AIor Alor Alor Alor
608
Welai Selatan Tuleng
:Alor Barat
ti,s'
n"tuiii
,aiot
515
Baiu
250
Wetihama
Adonara Timur
Flores Timur
176
Pepak
Karinga
Adonara Timur Talibura
Flores Timur
135
260
Niopanda
N{aurole
Ende
r52
Denatana
Bajawa
Ngada
201
Sangankalo Hambarvutan I dan
'Elar
manggaral
Paberirvai Wenokaka
Sumbarva Timur
Gaura 150
Baliledo
lrU
Sumba Barat
324
Kondamalobo
Katikutana
Sumba Barat
250
Atadei
lJuyasurl
Lembata
Pulau Komodo
Komodo
manggarar
szs
255
Iaut
s"t;tDtvt
jPantar
lI
Sikka
Sumba Barat
Fiores Timur Flores Timur
165
166
7. WILAYAH MALUKU
MALUKU (Y)
l. 2.
Noaulu
150
Rana
100 100
3. 4.
WrsUat a
50
.Walbagat
Kayeli
100
\Vaipopo
100
Kayeli ;Tifu
40
,trtltar I
50
Togutil
65
r00
n"." Ut tr Sui"t
Maluku Tengah Mal,riiu Tengah
Buru Utara Timur Buru Utara Timur Buru Utara Timur
Maluku Tengah Maluku Tengah
Anahari
.
r00
Wana
-.
Selmay
Sur*uao
35
7. 8.
';
"
100
125
5. 6.
,Sepa -"-B;1"""
,Metar
II
rWaisoar
,:jtle"l:Yr :Uweth
Buru Selatan Taniwel
Maluku Tengah
Mlful
Tencalr_.
iPanlsaro
60
Ririn; I
55 50
Riring II Rumah TIfa
50
Manusa
Wasmale
50
Hualu
50
tluKuangkota Alakamat
120
Olea
Kairatu Kairatu Seram Utara
Nlaluku Tengah
Senvaaru
N{aluku Tenggara
Selomena
9.
10. 11. 12.
l,eti
Meliani Pulau Leti
Maba
Halmahera
Ir{akian
Makian
I\{aIuku
NIoa
Servaru
IMaluku Tenggara
trIaba
t67
168
169
8. WILAYAH PAPUA
170
171
172
173
t74
t75
Sumber: Buletin Khusus data dan Informasi Pemberdayaan KomunitasAdat Terpencil, Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial RI, 2002.
Profil Komunitas Adat Terpencil di Kalimantan, Direktorat Kesejahteraan Komunitas Adat Terpencil, Deputi Bidang Peningkatan Kesejahteraan Sosial Badan Keseiahteraan Sosial Nasional. 2001.
176
"3 dF
c< o
lrI
6 Ni\ =
E
=(,
o=
C
I
,u'
a = o^ 6o 6F
g
,!
?s_k",;
.c
o o c o
'z'
d.
E'N
-a\ nq {l i}
'.;
CL
o
E'
th^ (!E' c6 =x o
@
5
N
F
(g
N
EI
o o !
z
=; ,
\'
H
N
I
@--
,Y
z
N
o
Y (! .!
N
a
=@ oui
o
E o
+t c) a)
H la
*o 6:
(9
o i\:
C-/ (d
@
o,
o-
(! q)
o-
N E?
0) 0)
o
t^ 6F
5: tti
EN qsi
U)
'rl C)
,u)
t77
-l @
r b.B F',5 5 t
B rd
3EE rJ. e'T' Y P
[* EFd $o iiH
Hp
FX Ffi c'f tD
g) <+
trp rr. p
F rrr
B.r FOX
fiE Pt.r. Ps PF] rgtr
$# Et+ t-t. O
cDF
zcn
F8 Fs'
tu.
Lr o
o lor o)t
U y: E
lct lbo l€ I'o
edq,
J2 E:.rd'E F
H A:
a)
-.Xtr
{d
d
j.d
tr
6 o
A
bn'x
I
cd (g^ oQ
cq
a !9 (JX
c6
hD
g
:
tr
I qE
c!
€o
EbA dtr
E,'E. Ggj ll Ht(q
o.Yq) cD-dcQ
H
1oo d. A
aa
j.AE
c.i
(!j4 fb0
u)
(5
: a i : ,
.Y € =X
;'ll i;tgl Jl
|I ;
dl
:e' .-r 6: bD dl
i€ qr; I
; I ;rl :AI 'C)l :(d1
lF (tli.x ?. l lB (!
i: .
' ;
E
E .
:d
t
.i
t*El '-..-o-Gr $E 5
x
i
i
tr
I c!
bo
€
sl & jt *. b.
la i-3t i
xl
tr (!
q
!.
(D
,xi
j (la
+1'e $ -Ei 6
dl :'=. -o '? .; t{ q) Hi.E b oo j
..','-'|.--'...'
I
I
l5i '.9 ;(! lh l6 i; lq.
I
i
r
:
rq
'
; ,.
:
1 3.
538 ea*i5; €
I
I
d]< cq -*':*" . :l"i -*l19i$ .;-i:to,,'
, E
3
,i :
i I
,1
-d&iqtrl
1(! id: l(!
: t i
la
',
i(6
t€ ui !q a, sEE ts'* i:tFi in ,.IEE, .EEfr HH' ?,a ie:< i^o o.,l4 {: i '
c.j
.al
I,i ld :ho
(61 bD, d:
A t
!o
Hl
6l .rti
: i i
€i Oi
F{
-Yl
I ,p.l
,
F-
Cg
lJ( o.l Ic! t.h lcs l-o ki ot
'I| t |
,i.xl'q'-:
= S j
f 'o H lJ
i(!
lqbo
i
eoi
}E
Fl
I
I II I
i.lii ;E 9d !F HE
io, i2c!t
.t5
,
d
?(d
:F(!
bn odA qH
6 'd d
!g
hDtr
;E
,liSl,tll'U ; I o,
'd'tq;rtaiiFq
o.j
I J(g rbO
3.
II
E i :sl I $l B>'
fo .x { (6 '9 o o:-y ehD
ic\
,
: i| | |i
lil ii l'ls bD' i I I :qi | , l| | | t=
&E
qi:E '^:Er .!O 5bs: H50 I AE .i5 F ,n E> .9.d o,A
+>
II
tr6 tq .E 'F tq tItr dQ iq '3ts
.(g lbo
i4 -o i: .: N;
d.
i
P
j . rco
:
.i6d^ a*
bn H
=-k
.joo.6 fs.o tr
A
5;c
='-
:1._ JIiE
Hd
,.A
bo') trd ot 'q
tFr 5c!
f;H
o(6
aA xs F.!
p!
X6:
? v E.i t"tr bDiAHE q (gqbo-.;. 5 , bE E a .i € ax,ad -'a-^*"'-*i'"-i '-l : E
:N :
€l! '!( .(g ti I
o
-a
6.
k
c)
:,
u
Ho.q 'il.1, 1 E .x Hl 4;QEq
F B GE-. c! tr q, : ()
id:EEs?;
:
i. i
'i
t
;
:
,
t.i r
a l
1'
i,I
'9'69 AHI
: {(g=3>d E I' -g-va U i S* EE x I
M
:
jj *'i ''&.-.. ., "r- .- -:*i'^*; -1"-*.''"".. ^"r** i -r'.: 1 r ' i: ; oii *i-i :* I d;-** '-'** "'-1-- 'i--l-* :'"--1"-"-: '...^::'-':
,:
u,
E g t<
5
.t.: i ' -':-:m"" I -- "]^'-'
.
'13
o'
bD; 6 cg €
RA
(!
':
iap-
1P 'Ed(!
(g
o:vvv
6)
(gliu?90 e:"do,:
H:
<efi6
i i t
:
i
.:i: I i'.i
ri
ir) jr:
,, ri tl:, :;
i, i j
H
:!x-'u
@
O
D-i
:
l.
\/
a
Fl,
,
Pl\
a6 @c,-! Dte: Hp a; Fl (D: -x
p
tt'
H
o
n
Fl
3 (A
K A)
Fl
0q
tf
o
!D
(D
b.9 P
xts'x E f i,: .6A:X +ii (D:!,
ci-
FI FU io -tr'
E5 p5
t4fi!i
=<
(Il X rn
ri* {9.
lq-DH poo o: !) LH tl s; -'+Y (D:n oqo Dil
!r6 ItP !rtr
trE
xFRA)-'
trio arPrrq .o ts.9
oq
>F'
U'G
p
4^: (t/
LgF
,a)
:.
t9H
frFi'F 93!'ata) PH
! [FE'F[T E P g.xz s
F x df ri
*'i@ I ddt
dE
o'P-
{
;(D!)D) - c3' -t
eE f -t i \"Pfr :3 Fef, ,.i s vp q)
;gF;
PF'Uf
;xEt
c> p;; g(I
3/-,rJ a;a (Dv(D
S8 (Dtsr5= E F
!r It l. at
irAtoaY
fr, PO
is"
EEE' PF';
3'F x9.*
ts g6' otr @ s.
;ts.
E Fl
k,^
Za
TH".
!r
H[
rDiJ'P
lD qt p5 m
6
a oq-trlJlD=/
D'
,oo.F,
s6i tr3 s
Yc(D;
,^ogp€ !'GLH Y.
g ;iF ^rddq
XH
^i.P^
ld
tDsO o: *F x+!, t:D6 iua, t Aj" t$ o- Pf IJEAt
B
='5a-
"iLTF
*€:
N)Hq)to
'D
J-
r
3 A)
:.'
r{
E
5 b" X 9ll EE 3. I
H
a
:.
rrHsHFry tEfiESf FPflE5€.iL ??rp= =E EFt-Eg, B' Fpq] {',: rl€ F*E ,IE
'f,[;ilEi Irgr;si FEI gf;n;ri f FFg
'FrE
o + p
qll
D
-E
H
t
;u-l : ;g'fr1 . *, g."r x 6'€ LHtt{' *H 7.88f;€ FF Iq E
g !i
o + D
tr (n
!t
{!)
'nE
I e'E
E*gFf.g-
@
'a &rd ;h
rs**f i:iE ,i,i i iul '$€ :t;;iqg;Ei :gE Bg
(!
F
(! (t)
rg
$Ei?s3;f
+r
o
f
i
A€s r$
#i"
6
6
k
E
'-
.(! 'r{! ia
E'H
g
&
!
9^9 :'J{
S E-
;:
@
EN
e
E= aFh
h0
dk
ti(6
/^i
=
-'d
d:'i
(!
Fl
He ,4
k
g r x"? n.E q
o
b0
ifl
id
*E € fl sE2*
#ii
q
' .! EE
rn;;=E
#3.
i
g $; -.6 ED'o
E
a '1 iS
E
G
E
+ Cg
6(!N €'h
a
Eh!5 '^ .jo:r
uD
= :! (g
boq tq oF
tH 5.q x6
F'!4
! a
rc '- 'rl .j4 I
F6i
QO (!ad
ed
d
E,o b * =I? 6 i
':4 *ui* 6: dE5 r jj'i :ij 2i pd 5 -ii O'ii
R,
tr
€
h
o ad
V )4
k E<
.E
^; e :A
I€
'
E
&
€ ,t4
E S,
hoi
g,E'6H H!
s € o,
qJ=6d:(!o
'aZ
q€
H vj 9,a s,fr sE B"t X-D t: ti
.E,
E
r:t
!:
"!i
E9A
6E
00
,H ,Y
l.J
(t)
-e. *Q FE .DXd
n 611 or E tr x'tr<< Oa0) F. g: oq
(D
Hv a!o
I3
ii a, o(! oq<
;i! -
Fl F.N:
pf sl NF
-'E FP: i+ 5 tsv.ts
(D
E 4
P
Fl
a
qq
gq
^-:
d
P,
D !:
D)
aq oq
a (D
a
P-6
(D
n @
O'Dts
'(D
+
Hl
A
A,:
spl
16
F
,
a (D
(9 d
rdrf0-t=t|o3 9'9;'iDl E E .:.B qr i. 3.
Dj
, .DDHl.}E' p, +E !r+FAtt, '5Dl'l'6
tr c
tr 6'Ea
I iri a !0
91
!r
q-
^F6 ii'lD j,t'd
o
ai
F.
H
G
69* A
a
o, tr,=, l::: ,i:
,f
:(9
:9t :gl
itr I f.t
n
;3
gq
PPa
:(<
3 E D.l
t-
:tqq
o
P
F
l-
H
o
HD)
t\9i
5.q trftr'
a
(r*-
Fl
j0a
F
-C
Fi
811 5: g.Fr p
I
(n
Eio a, It o09 P,F
--
oD:o-
o iti 59,
nx Fp
trE
l-J'D
Xi rr+
11tr !,tr
@a) lDt, nts.
t9 (D
tf !rx a;
'* I
!-1
I d
E
(h
aro tua
(D<
€
EP
2'
7^('Pii -m zNd ts H
@
H
lf X ar :'EFl
Fl
o
Fi:
€ cn L Ar o
9
o'H
8"F \'u.
Fs e !j99 -ss g'i P,.P ts.4
rd )+ ar t: AtqrF:
SE.; *)
8'. R Bi ts' B5 g: e,' Fl!
-
F t
-g.,
9r
H
+ A'
a D
{
A'
EFrE
E= boi
-!daE
00
s "'ig€ i$€F E=3'; E; i €S[
,HE
-A tsa
{e
ag 6a@6s 'tresBg _g :5 9,;
ad
B
6
(n
F.1
FEBiI tr'=d 6 E ei6dfi
tr
(!
;.tr5
(D
e
l
l
--E; .EHE; t;ix igi* $ EE= ;iEE sxi iH *-,{a$ iij H;,,t8€ *tBEi iE gg s*,ifr;H 3*5E-& Ei*'
i
.j
'ri RA
6ddd od.d
h!
xd
d!
-x! (gd
o)
o
H'sgj3 o:>-v -.di,q
N<46 /ts9tsR 6;'6d.:4 Y<.aH
.1
tr
ho:.,iSbD6 ^5wAd
tr.:< (g tr ;
di6d3
o)
4
-!
€o
d(!.: bD
=
Ar)A
-.o:)E
& -v, c6(! oto 6(! AA
FS
\7(!.a:d: a'i.!
sj 'Ec
dv
()ut{.t
-s g -ti
o€
!!
bo
c E r.lS HEFS6 6EfD, H
d(g
6.r 6d (!
-'
.rJ
::
I @
Cd@
=.A bDq
trq o#
O.d J(! qx
FJd
::€
=(!
hbo oo) cqM
E;< o(! ak
.=9
FV
i: J
C.0)
bo :'
.o-<3 tr':<6 o(El
'F(6 \@ ,7
b!t
a d
a'n' q5 ks! o 6-1 blc(!l !.X{ia)
!q6
c)v)<-r
(ttr a
H
6 !
!
0)
a
s $E (J'6a
Ho€ Aod
-;
c.i
@
bt)
c)
urcg ^,
6a
I
trr
E
:EB: x- .9o dR
C!
9
6.-'1@o ED .q,6 lJ.xto)
o:i+ uo<{ 6
o.z
@
XFIH
A
^ ;:otAt/)
iF H
e.
; i.:
A-A lD H.
:HHT^
n
;g 9.
-rf:-
Egs
P
\w P'H
!)D
5'
?^oPB ODV rpaj
r/\ vr
riv
!ro Pt3 n!t
o@ qc<
iA) /:)
o
F:
-1
+ai
At 'r1
a
1.9 P
P(D
).@ DH /@
(Dc.
\:
F^' tf a;
a
6 rI 5(D)
t-
A'g x\
0q
P.f,CF
i-='d (9p;6 =:P5i
!)H
5l
2.a
('q
-P
$J'o i.i5 q) ij. tDFtS U) .:-' ort ts\
n-e : it<=5
tr
-D4e g-c.
e
J-
a5Fts*
d sis 3 6'8.= 9* ;^r*i:. '>:l=-
e-3
-=i9)x
E^X:
(9PH,s6
q)-tf,
3.!, OrJ v-
sq$
Y.
I
=E
aH
:H.L.!
ilg naa) P-
d aD)
,
6sc
ll:'
9.,
g.f figF E F.H FE FFA': s€a Er g$EgF3 Eg3 -*- HEE. sE*' .7?7 E'69' -'sr' tsHrl 3Ar:1 pi,
'ft. :6
u9 o,d Fl
'!ia tf:
x
e= si P PFe. :l EgP a.g $ = g;3fiq
gx fiFF dl: +i a-g B sio t+aQs;-i-.9[F(.'tt
:.8 * +
gfg
@
-
PJ
I
c, t9
F
dv
trr
F=
sP6BiJ:l
6
nir!:
,oq
\
po-7r
P$o-
^H
x
^Dpi
P.A
-*r
+
rtF
aX,o)
a
X
intr @0q
Po.
HtrI
**
H+i-
blo t
o!$
* qtsc-
c
r,^
*e*.4 -if
6da.Fr !,-eS I6 p o-l. l..F
=|/\ F<
io 'f
3''.t. !'$ €s H
8,
rsoq
F p B 9S" i'f
*g*d1 b' bFa'E*FF
dpF
g[
a.
?7.6a7 tr.9r €t "1
D B
t9\ FH
+ A'
rQ
gF sg E[[eB
ai
tr U2
F (D
E
g
HcHilg
o
F d
!t d !t
Lampiran 3. Proyek-proyek Bantuan Luar Negeri yang dikelola Pemerintah Daerah
185
l.
Provincial Area
USAID
Development
(PDP D 1979/80 1986/87 (PDP D lezelso
Programme (PDP)
-
-
Yogyakarta Rural
a.
Jatim,
b. Jabar dan
1987i88 2,
PDP IAceh, PDP tr
IBRD
1980iS1- 1986/8? DIV
West PasamanArea
GTZ (Republik
1982/83
-
1987/88 Sumbar
Development (WPAD)
Federal Jerman)
Area Development
CIDA (Canada)
1984/85
-
rggglgo 5ulsel clan
Development Project (YRDP'Bangun Desa
Yogyakarta) .).
A
Sultra
6
Pengembangan Wilayah
GTZ Gepublik
Mahakam Terpadu
Federal Jerman)
Area Development Aceh Belanda Proyek Citanduy tr
USAID
1985/86
Kaltirn r982/83
-
1988/89 Aceh
r982/83
-
1985/86 Jabar dan
Jateng
issarab: ieeiliii
i"i""i
9.c_t
USAID BS,q-
Financial Institution
USAID
rgasrao
- !q9!isa
rsasiSo
-'lggolsr Untuk
Cons
erva ti o-n.Proj
Land Resource' ADB Evaluation and Planning
au"
Je!i*
Development (FID)
186
1989/90 Kab. Kutai,
diperpanjang sampai 1987/88 Upland Agriculture and
10.
-
Jabar, Jateng dan Sumbar beberapa
propinsi
11.
Nusa
Tenggara Suport
Agriculture
|IBRD,
ADB,
lt{IB
1986/8?
-
1990/91
1981/82
-
1983/84 Jateng
dan
NIT
;ADAB, UNDP
Terpadu Nusa Tenggara
Timur
13.
.:
Central Jawa Wilayah USAID Terpadu Nusa Tenggara :
:
Timur
L4.
Proyek Pengembangan
Wilayah
Terpadu
,Belanda ,
':
1984/85
-
1988/89 Sulsel ,
187