I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat berbasis penguatan kelembagaan petani. Tujuan dari pengembangan Gapoktan adalah untuk mengembangkan kelembagaan petani yang kuat dan mandiri. Petani dididik untuk lebih mandiri dengan mengandalkan kekuatan mereka sendiri melalui pengiatan kelembagaan petani. Pemerintah ingin menaikkan status petani melalui kemandirian dan kreativitas petani. Hal tersebut karena Gapoktan akan berstatus hukum yang jelas sehingga memiliki daya tawar lebih tinggi dan diakui secara resmi sebagai suatu kelompok usaha. Gapoktan akan memiliki berbagai bentuk izin usaha, rekening Bank, Asset, Akte Notaris, dan lain sebagainya selayaknya perusahaan (Permentan Nomor: 06 tahun 2015). Pemerintah
Indonesia
sebenarnya
sudah
sejak
lama
berusaha
meningkatkan taraf hidup masyarakat petani agar petani lebih mandiri baik dari sisi ekonomi maupun dalam pengelolaan usaha tani. Berbagai skim bantuan yang diberikan tidak membuat petani lebih mandiri namun membuat petani lebih banyak bergantung pada subsidi. Berbagai
skim
bantuan
juga
telah
dilaksanakan mulai dari subsidi Sarana Produksi, Bantuan Modal Langsung, Kredit Usaha Tani, dan lain sebagainya. Bantuan tersebut belum menghasilkan hasil yang diinginkan. Petani Indonesia masih berpendapatan rendah. Berbagai bantuan yang diberikan juga menyebabkan petani menjadi bergantung dan merasa tidak mampu bergerak sendiri dalam melaksanakan usahataninya. Begitu pula
1
2
dengan program-program penyuluhan pertanian
yang
selama
ini
sudah
berjalan, belum mampu secara optimal membantu petani dalam meningkatkan perekonomiannya, serta belum mampu mendorong petani untuk menemukan pemecahan masalahnya sendiri dalam melaksanakan usahataninya (Mushero, 2008). Pembentukan Gapoktan didasari oleh visi bahwa pertanian modern tidak hanya identik dengan sumberdaya (lahan, benih, pupuk, mesin pertanian yang modern) tetapi perlu ada organisasi yang dicirikan dengan adanya organisasi ekonomi yang mampu menyentuh dan menggerakkan perekonomian di perdesaan melalui pertanian. Gapoktan terdiri dari kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan terdiri dari berbagai unit bisnis mulai dari usaha tani (produksi), usaha keuangan (permodalan), usaha penyedia sarana produksi pertanian, serta pemasaran. Tujuan pembentukan Gapoktan adalah agar kelompok tani lebih berdaya guna dan berhasil guna, dalam penyediaan sarana produksi pertanian, permodalan, peningkatan atau perluasan usaha tani ke sektor hulu dan hilir, pemasaran serta kerja sama dalam peningkatan posisi tawar (Deptan, 2007). Di Sulawesi Tenggara, khususnya di Kabupaten Kolaka adalah daerah pengembangan Gapoktan yang cukup sukses dan pada tahun 2007 berhasil merebut juara I Tingkat Nasional. Keberhasilan ini terutama dimiliki oleh Gapoktan Purnama Prima di Kecamatan Lambandia Kabupaten Kolaka, yang mendapat pendampingan dari pihak BPTP Sultra dalam program Primatani, dengan menerapkan salah satu strategi pembinaan Gapoktan PUAP dengan
3
bantuan anggaran Rp 100 Juta per Gapoktan. Daftar keseluruhan Gapoktan di Kolaka pada tahun 2012-2014 dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1 Jumlah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kabupaten Kolaka Tahun 2012-2014 TAHUN NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan Samaturu Baula Pomalaa Kolala Wundulako Tangketada Watubangga Polinggona Toari Latambaga Wolo Iwoimendaa Jumlah
2012
2013
2014
14 9 10 7 11 13 11 6 10 7 9 9 116
15 9 10 7 11 13 12 6 10 7 10 9 119
15 9 10 7 11 13 12 6 10 7 10 9 119
Sumber : BP4K Kabupaten Kolaka Tahun 2011 Keseluruhan Gapoktan dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kelompok yaitu, (1) kelompok Gapoktan yang mendapat bantuan dari program PUAP, (2) kelompok yang mendapatkan bantuan jasa dari program FEATI dalam peningkatan kemampuan pengelolaan Gapoktan, dan (3) Gapoktan swadana. Program PUAP (Pengembangan Usaha Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) merupakan bagian tidak terpisahkan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang merupakan program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan programprogram penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Program Pemberdayaan Petani melalui Teknologi dan Informasi Pertanian (P3TIP) atau Farmer Empowerment Trought Agricultural Technology and
4
Information (FEATI) di Sulawesi Tenggara, merupakan program yang dikelola oleh Departemen Pertanian berbantuan Bank Dunia. Gapoktan Swadana adalah Gapoktan dengan sumberdana dikumpulkan secara swadana maupun kredit dari tiap anggota kelompok tani. Berdasarkan hasil wawancara dengan staf Dinas Pertanian di Kabupaten Kolaka (12-11-2012) dapat diketahui bahwa beberapa Gapoktan telah kemandirian dan ada yang sementara berproses menuju kemandirian, namun beberapa Gapoktan lain masih mempunyai banyak permasalahan sehingga belum mandiri. Gapoktan di Kabupaten Kolaka yang sudah mandiri diantaranya adalah Gapoktan Sinar Tani Desa Induha, Kecamatan Latambaga dan Gapoktan Mattiro Walie, Desa Awa Kecamatan Samaturu yang selalu berupaya untuk meningkatkan mutu kakao dari para anggota kelompok tani melalui teknik budidaya, pengelolaan pasca panen dan peningkatan mutu kakao yang meliputi fermentasi, pengeringan serta grading biji kakao agar biji kakao yang dihasilkan memenuhi mutu ekspor. Gapoktan Sinar Tani dan Gapoktan Mattiro Walie selain menggalang kemitraan dengan peneliti BPTP Sultra juga terus berupaya untuk menggalang kemitraan dengan ADM Cocoa sebuah perusahaan yang bergerak dalam pengolahan hasil Kakao. Ketidakmandirian Gapoktan disebabkan oleh beberapa permasalahan, seperti: kemampuan dalam pengorganisasian kelompok, ketidakmampuan pengelolaan
dana,
ketidakmampuan
penyediaan
informasi
pasar
dan
mendistribusikan, memasarkan dan mengolah hasil produksi. Ditinjau
dari
kemandirian
dalam
pengorganisasian
kelompok,
permasalahan yang muncul diantaranya adalah tidak adanya rapat anggota secara
5
berkala dan tidak adanya rencana kerja Gapoktan, kepemimpinan yang kurang kredibel, ketidaksiapan
pengurus dan
anggota, serta
tidak lengkapnya
administrasi. Dalam hal pengelolaan dana, permasalahan kemandirian Gapoktan dalam tahun-tahun awal pelaksanaan, seperti: penggunaan dana yang tidak sesuai dengan kebutuhan petani, pengembalian dana dari anggota yang terlambat ataupun tersendat serta usaha anggota yang tidak berkembang, kemampuan teknis pengelola dana yang masih rendah yaitu masih kurangnya inovasi-inovasi yang dilakukan oleh Gapoktan untuk menambah modal, dan masih tingginya tingkat kemacetan pinjaman dana bergulir yang berpengaruh kepada anggota lain yang belum mendapatkan giliran bantuan dana dari PUAP karena masih mengendap berupa piutang pada anggota yang belum membayar angsuran pinjamannya. Hal ini disebabkan adanya ketidakpatuhan anggota untuk mengembalikan modal pinjaman PUAP sehingga tidak terjadi pemupukan modal (wawancara, 22 April 2012). Berdasarkan pengelolaan usaha, maka Gapoktan belum mampu menjadi sumber informasi, belum mampu memberikan pelayanan informasi dan tehnologi untuk usaha para anggotanya serta belum maksimalnya pemupukan modal dari hasil usaha anggota. Rendahnya sumber informasi yang dapat memajukan usaha anggotanya sehingga anggota mencari sumber informasi sendiri khususnya tentang harga pasar beberapa komoditas yang diusahakan anggota Gapoktan (Nilam, Cengkeh, dan Cacao) (wawancara Gapoktan Paluluo Kelurahan Sakuli Kecamatan Latambaga, 22 April 2012). Gapoktan juga belum mempunyai kemampuan
dalam
ketidakmampuan
pengelolaan
anggota
distribusi
mengakses
pangan
pangan
masyarakat
disaat
paceklik
seperti dan
6
mendistribusikan, memasarkan dan mengolah hasil produksi.
Demikian juga
aktivitas gapoktan dalam pengelolaan pasca panen masih lemah. Aktivitas Gapoktan lebih diluar aktivitas produksi karena peran tersebut lebih pada kelompok tani dan petani secara invidual. Gapoktan harus meningkatkan peran seperti dalam penanganan pasca panen dan pengolahan, karena produk pertanian yang di jual sebagai bahan mentah, akan mendapatkan harga yang rendah. Produk pertanian merupakan produk tidak tahan lama. Hasil produksi yang melimpah, harga jualnya menjadi rendah (Deptan, 2008). Berdasarkan beberapa kendala pertanian tersebut maka berkaitan dengan pengolahan produk pertanian perlu ditingkatkan sebelum dijual, sehingga memperoleh harga yang lebih tinggi. Kemandirian dipengaruhi banyak faktor yang komplek. Petani sebagai invididu, kelompok atau lembaga (Gapoktan) menjadi mandiri atau tidak mandiri karena sumberdaya yang mendukung atau idak mendukung (seperti luas lahan yang luas/sempit, akses irigasi, kapasitas modal yang memadai atau tidak memadai), pendidikan yang rendah membuat rendahnya kapasitas manajemen dan kewirausahaan atau berbagai ketidakpastian (iklim, cuaca, pasar) yang tetap membuat banyak petani tetap tidak berdaya (Bank Dunia, 2011). Permentan Nomor: 273 Tahun 2007, Permentan Nomor: 82 tahun 2013 dan Permentan Nomor: 06 tahun 2015 menjelaskan bahwa untuk menuju kemandirian Gapoktan, maka Gapoktan yang dipimpin oleh ketua Gapoktan perlu mendapat pendampingan dari Penyelia Mitra Tani (PMT) dan penyuluh pertanian. Ketua Gapoktan berperan penting diantaranya sebagai: agen perubahan, berani mengambil resiko, mempercayai orang lain motor penggerak nilai, pembelajar
7
sepanjang masa, memiliki kemampuan untuk menghadapi kompleksitas dan pengembangan visi terhadap anggota agar yang dipimpin mau bekerja sama kearah pencapaian tujuan (Bass, 1985). Sedangkan Penyuluh pertanian mempunyai peran: 1) melakukan identifikasi potensi ekonomi desa yang berbasis usaha pertanian; 2) memberikan bimbingan teknis usaha agribisnis perdesaan termasuk pemasaran hasil usaha; 3) membantu memecahkan permasalahan usaha petani/poktan, serta mendampingi Gapokan selama proses penumbuhan kelembagaan; 4)
melaksanakan pendampingan usaha agribisnis dan usaha
ekonomi produktif sesuai potensi desa; 5) membantu memfasilitasi kemudahan akses terhadap sarana produksi, teknologi dan pasar; 6) memberikan bimbingan teknis dalam pemanfaatan dan pengelolaan dana; dan 7) membantu Gapoktan dalam membuat laporan perkembangan pelaksanaan program (Permentan Nomor: 06 tahun 2015). Peran sering digunakan berkaitan dengan fungsi dan interaksi sosial merupakan perilaku yang diharapkan dalam perubahan (Alyssa dan Ryan, 2010). Kepemimpinan (Ketua Gapoktan) diperlukan sebagai agen terhadap perubahan (agent of change) baik terdahap lingkungan pertanian yang semakin dinamis, baik lingkungan pasar, lingkungan pertanian, lingkungan teknologi dan lingkungan sosial budaya (Sashkin dan Sashkin, 2011). Ketua Gapoktan mempunyai peran sebagai pengarah, pengaruh dan visi dalam pengembangan kelompok. Kelompok mengadakan interaksi, memiliki tujuan atau goals, memiliki struktur dan pola hubungan di antara anggota yang mencakup peran, norma, dan hubungan antar anggota (Hariadi, 2011). Namun demikian, peran kepemimpinan
8
sebagai agen perubahan sulit diperoleh. Pemimpin masih bekerja berdasarkan apa yang biasa dan bisa masyarakat lakukan. Ketua Gapoktan pada umumnya merupakan tokoh masyarakat yang mempunyai tanggung jawab tinggi terhadap keputusan dan nilai-nilai yang dipegang, namun sulit mengambil keputusan yang berbeda dengan tradisi masyarakat. Pada umumnya Ketua Gapoktan di Kabupaten Kolaka dipilih berdasarkan orang yang dituakan dan disegani masyarakat. Hal tersebut menyebabkan Ketua Gapoktan mempunyai kemampuan dalam pengaruh dan pengarah organisasi, namun
perubahan pada masyarakat pedesaan sulit
dilakukan karena pola pikir masyarakat (terutama generasi tua) masih didasarkan pada tradisi. Di sisi lain, perubahan lingkungan pasar, teknologi pertanian berkembang secara dinamis, sehingga kepemimpinan diperlukan untuk merubah pandangan, sikap, dan perilaku tradisional petani yang sulit dirubah (resistance of change). Ketua Gapoktan mempunyai kemampuan tinggi, baik sebagai motor penggerak melalui motivasi (dorongan) maupun sikap dan keteladanan sangat diperlukan dalam mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal (hasil wawancara Gapoktan Ingin Maju Kelurahan Rara Kecamatan Ladongi dan Gapoktan Paluluo Kelurahan Sakuli Kecamatan Latambaga, 22 April 2012), namun dalam lingkungan pertanian yang dinamis dan semakin kompetitif, pemimpin tidak hanya diperlukan untuk memotivasi pengikut, karena hal tersebut adalah pekerjaan manajer. Pemimpin Gapoktan masa depan harus mengembangkan visi, gambaran ideal tentang kondisi masa depan. Perkembangan lingkungan pertanian dan pasar yang dinamis saat ini menuntut ketua Gapoktan untuk memiliki kemampuan dalam menghadapi
9
kompleksitas seperti memfasilitasi kemitraan antara rantai pasok produk pertanian dari hulu sampai hilir untuk memberikan nilai tambah produk pertanian, juga dapat meningkatkan demand produk pertanian dan kesempatan kerja (UNDP, 2011), namun hasil observasi awal dapat diketahui bahwa ketua Gapoktan masih jarang melakukan saran, masukan dan solusi terhadap permasalahan petani. Kepemimpinan Ketua Gapoktan saat ini lebih banyak bertindak sebagai penghubung terhadap distribusi bantuan oleh Pemerintah melalui Gapoktan. Sebagian besar kelembagaan dibentuk lebih untuk tujuan distribusi bantuan bukan untuk kemandirian Gapoktan. Kepemimpinan Ketua Gapoktan masih lemah dari pengembangan aspek kulturalnya seperti berkaitan dengan upaya untuk menguatkan kerjasama dan kemitraan pemasok, pemasar dan pengguna produk pertanian masih rendah. (Hasil observasi awal di Kabupaten Kolaka, April 2012). Selain kepemimpinan ketua Gapoktan, tugas penyuluh pertanian sangat penting dalam proses pendampingan menuju Kemandirian Gapoktan (Deptan, 2008; Kusmiyati dan Kusnadi, 2010; Marliati, et. al, 2008). Selama ini, Gapoktan mempunyai banyak fungsi yang dijalankan, sehingga tiap Gapoktan wajib mendapatkan pendampingan dari PMT dan penyuluh pertanian secara berkala agar dana bantuan tidak terjadi salah kelola (Syahyuti, 2007). Penyuluh pertanian memiliki peran penting dalam pengembangan Gapoktan baik di tingkat kecamatan maupun tingkat desa. Di tingkat kecamatan yang bertugas operasional yaitu koordinator penyuluh pertanian, sedangkan di tingkat desa, penyuluh pertanian juga bertugas secara operasional dengan kegiatan–kegiatan pendampingan pertemuan
rutin,
penyampaian
informasi,
memfasilitasi
dan
10
menumbuhkembangkan kemampuan manajerial, kewirausahaan kelembagaan tani serta pelaku agribisnis lainnya. Penyuluh pertanian memiliki peran penting dalam pengembangan Gapoktan, namun demikian hasil wawancara awal dengan salah satu staf Dinas Pertanian di Kabupaten Kolaka (12-11-2012), mengakui adanya kelemahan tingkat pendampingan dan kurangnya tenaga penyuluh pertanian yang produktif. Penyuluh pertanian pada umumnya tidak mempunyai pengalaman dalam aktivitas bisnis riil baik di lingkup produksi pertanian maupun dalam pemasaran produksi hasil
pertanian.
Hal
ini
menyebabkan penyuluh
pertanian mempunyai
keterbatasan dalam memberikan masukan (inisiator) dan fasilitator dalam pengembangan unit bisnis Gapoktan. Penyuluh pertanian mempunyai keterbatasan dalam membantu memfasilitasi kemudahan akses terhadap sarana produksi, teknologi dan pasar, sehingga aktivitas tersebut jarang dilakukan. Penyuluh pertanian mempunyai kemampuan dalam menyusun proposal kemitraan, namun penyuluh pertanian mempunyai keterbatasan dalam kemampuan networking, manajemen risiko berbasis kontrak dan negosiasi bisnis. Keterbatasan pengalaman dalam aktivitas bisnis riil juga membuat penyuluh pertanian jarang melakukan analisis dan jarang memberikan solusi dalam memecahkan permasalahan usahatani yang dialami kelompok tani (Poktan) datau Gapoktan. Selain itu, aktivitas penyuluhan pertanian dan pendampingan Gapoktan sering berjalan sendiri-sendiri dan tidak terintegrasi. Pengetahuan dan pemahaman tugas penyuluh pertanian lebih utama pada sisi produksi pertanian sehingga peran dalam bimbingan (guru) terhadap faktor non produksi masih lemah dan jarang dilakukan dalam aspek manajemen
11
keuangan, manajemen risiko, manajemen pemasaran dan networking.
Hal
tersebut membuat aktivitas dalam bimbingan teknis usaha agribisnis perdesaan termasuk pemasaran hasil usaha jarang dilakukan. Pendampingan terhadap petani yang ada saat ini hanya sebatas kunjungan. Peran motivator seperti dalam mendorong kelompok tani agar memiliki kemampuan melaksanakan kegiatan simpan pinjam guna memfasilitasi pengembangan modal usaha juga belum banyak dilakukan. Pada dasarnya kelembagaan petani menjadi hal yang sangat penting guna mendukung gerak revitalisasi pembangunan ekonomi pertanian di desa. Apabila pembenahan ini tidak sikapi dengan baik, dapat melahirkan kelembagaan petani yang hanya mengharapkan bantuan, tanpa kemandirian. Hal ini membuktikan bahwa lemahnya kekuatan pengorganisasian kelembagaan yang dibangun. Berbagai permasalahan di atas menjadi motivasi peneliti untuk melakukan penelitian tentang pengaruh kepemimpinan ketua Gapoktan dan penyuluh pertanian terhadap kemandirian Gapoktan di Kabupaten Kolaka.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh kepemimpinan ketua Gapoktan dan peran penyuluh terhadap kemandirian Gapoktan di Kabupaten Kolaka?” Untuk mendukung studi empiris tersebut di atas, masalah penelitian dikembangkan menjadi beberapa pertanyaan yang diajukan sebagai berikut:
12
1.2.1. Bagaimana
pengaruh
kepemimpinan
ketua
Gapoktan
terhadap
Kemandirian Gapoktan? 1.2.2. Bagaimana pengaruh peran penyuluh pertanian terhadap kemandirian Gapoktan?
1.3. Keaslian Penelitian Penelitian berkaitan dengan penguatan kelembagaan, peran kepemimpinan dan kemandirian petani, diantaranya dilakukan oleh: Marliati (2008), Farid (2008), Soebiyanto (1998), Ravindra (2008), Chang (2005), Santora (2009) dan Ricket (2005). Adapun persamaan dan perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya dapat dilihat dalam tabel berikut:
13
Tabel 1.2. Penelitian Terdahulu Peneliti (Tahun)
Judul
Tujuan
Variabel
Obyek Penelitian
Metode Penelitian
Persamaan dan perbedaan dengan Penelitian yang akan dilakukan
Marliati (2008)
Pemberdayaan Petani Untuk Pemenuhan Kebutuhan Pengembangan Kapasitas dan Kemandirian Petani Beragribisnis (Kasus Di Kabupaten Kampar Provinsi Riau)
menganalisis: (1) Tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani beragribisnis dan faktor-faktor yang berpengaruh, (2) Tingkat pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas petani beragribisnis dan faktor-faktor yang berpengaruh, (3) Tingkat kemandirian petani beragribisnis dan faktorfaktor yang berpengaruh, dan (4) Merumuskan strategi penyuluhan pertanian untuk pemenuhan kebutuhan pengembangan kapasitas dan keamandirian petani beragribisnis (1) mendeskripsikan tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani, (2) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dan berpengaruh terhadap tingkat kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani, dan (3) Merumuskan strategi
Faktor antecedent: Lingkungan internal dan eksternal Faktor Mediasi: kinerja penyuluh pertanian Faktor dampak: Kemandirian Petani Beragribisnis
Petani Beragribisnis di Kabupaten Kampar Provinsi Riau
Penelitian dilakukan dengan metode survei terhadap 274 petani di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Data dikumpulkan melalui wawancara pengamatan langsung dan studi dokumen. Analisis data dengan regresi bertingkat.
Persamaan: pengembangan kemandirian Perbedaan : penelitian Marliati (2008) fokus pada kemandirian petani sedangkan penelitian yang akan dilakukan lebih fokus pada kemandirian kelembagaan petani (Gapoktan)
Faktor antecedent: Lingkungan internal dan eksternal Faktor Mediasi: efektivitas strategi penyuluhan Faktor dampak: kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani
Petani Sayuran Di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Pasuruhan
Penelitian dilakukan dengan metode survei terhadap 300 petani Di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Pasuruhan. Data dikumpulkan melalui wawancara pengamatan langsung dan studi dokumen. Analisis data dengan analisis jalur.
Persamaan: pengembangan kemandirian Perbedaan : penelitian Farid (2008) fokus pada kemandirian petani dalam pengambilan keputusan, sedangkan penelitian yang akan dilakukan lebih fokus pada penguatan
Farid (2008)
Kemandirian Petani Dalam Pengambilan Keputusan Usahatani: Kasus Petani Sayuran Di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Pasuruhan
14
Peneliti (Tahun)
Judul
Tujuan
Variabel
Obyek Penelitian
Metode Penelitian
penyuluhan yang efektif untuk pengembangan kemandirian petani dalam pengambilan keputusan usahatani
Soebiyanto (1998)
Peranan Kelompok dalam Mengembangkan Kemandirian Petani dan Ketangguhan Berusahatani
Ravindra (2008)
Leadership Behaviour Of Presidents Of Panchayat Raj Institutions For Horticulture Development In Bijapur District Of Karnataka
1) mengetahui tingkat kemendirian dan ketangguhan petani dalam menghadapi peluang pasar dan pasar global, (2) mengetahui dan menganalisis peran kelompok dalam mengembangkan kemandirian petani dan ketangguhan berusahatani, (3) mengkaji pengaruh dinamika kelompok terhadap kemandirian petani dan ketangguhan berusahatani Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi profil kepemimpinan puncak kelembagaan panchayatraj serta fator-faktor yang dapat berpengaruh terhadap peningkatan kinerja lembaga panchayatraj
Persamaan dan perbedaan dengan Penelitian yang akan dilakukan
kelembagaan serta kepemimpinan Ketua Gapoktan terhadap kemandirian Gapoktan
Faktor antecedent: Dinamika Kelompok Faktor Mediasi: Kemandirian Petani Faktor dampak: Ketangguhan Berusahatani
Petani di era globalisasi ekonomi
Penelitian dilakukan dengan metode survei terhadap 100 kelompok petani di Jawa Tengah. Data dikumpulkan melalui wawancara pengamatan langsung dan studi dokumen. Analisis data dengan regresi bertingkat.
Persamaan: pengembangan kemandirian Perbedaan : penelitian Soebiyanto (1998) fokus pada peran dinamika kelompok terhadap kemandirian petani, sedangkan penelitian yang akan dilakukan lebih fokus pada penguatan kelembagaan serta kepemimpinan Ketua Gapoktan terhadap kemandirian Gapoktan
Faktor indpenden: Jenis Kelamin, Umur, Pendidikan, kasta, jenis Keluarga, ukuran keluarga, status pernikahan, pekerjaan keluarga, kepemilikan Tanah, Pendapatan Tahunan,
kepemipinan puncak kelembagaan panchayatraj India
Penelitian dilakukan pada 93 pemimpin puncak kelembagaan Holtikultura Panchayat di Kabupaten Bijapur, Karnataka India. Pengambilan sampel dengan teknik multi-
Persamaan : berkaitan dengan pengembangan kelembagaan Perbedaan : penelitian Ravindra (2008) fokus pada pengaruh profil kepemimpinan terhadap kinerja lembaga,
15
Peneliti (Tahun)
Judul
Tujuan
Chang (2005)
Key Factors to Successful Community Development: The Korean Experience
melakukan studi pengalaman korea terhadap keberhasilan pembangunan komunitas pedesaan.
Santora (2009)
Antecedents, Events, and Consequences of Executive
Menguji faktor anteseden dan dampak kepemimpoinan eksekutif terhadap kinerja pemasaran
Variabel Kosmopolitan, partisipasi sosial, partisipasi Ekstensi, partisipasi media massa, orientasi nilai, kemampuan pengambilan keputusan, pengambilan risiko dan motivasi prestasi Faktor dampak: kepemimpinan Faktor indpenden: intervensi dan dukungan pemerintah, partisipasi masyarakat, kepemimpinan komunitas dan reformasi spiritual Faktor dampak: keberhasilan pembangunan komunitas
Faktor antecedent: Lingkungan internal dan eksternal Faktor Moderasi: kepemimpinan eksekutif Faktor dampak: kinerja pemasaran
Metode Penelitian
Persamaan dan perbedaan dengan Penelitian yang akan dilakukan
stage teknik purposive sampling. Analisis data dilakukan dengan analisis diskriminan.
sedangkan penelitian yang akan dilakukan lebih fokus pada kepemimpinan Ketua Gapoktan dan sinergis dengan peran penyuluh terhadap kemandirian Gapoktan
Komunitas pedesaan di Korea
Penelitian dilakukan dengan obervasi, studi dokumen,dan interview terhadap dengan teknik snowballing terhadap komunitas pedesaan di Florida.
Team eksekutif pada perusahaan besar publik di New Jersey
Observasi, Interview dan kueioner terhadap 164 Team eksekutif consumer goods manufacturing companies di New Jersey Metode analisis data dengan: Analisis Determinan dan Regresi Linier berganda
Persamaan: Menguji faktor yang mempengaruhi keberhasilan kelompok/komunitas Perbedaan : variabel kepemimpinan diletakkan bersama variabel lainnya sebagai variabel bebas dan tidak mengujinya sebagai variabel moderasi. Persamaan: Menguji faktor anteseden dan dampak diversifikasi team manajemen Perbedaan : dilakukan pada perusahaan multinasional di negara maju, sedangkan penelitian ini pada Gapoktan di negara berkembang
Obyek Penelitian
16
Peneliti (Tahun) Ricket (2005)
Judul
Tujuan
Variabel
Obyek Penelitian
Metode Penelitian
Persamaan dan perbedaan dengan Penelitian yang akan dilakukan
The Importance Of Community Leadership To Successful Rural Communities In Florida
Menuji pengaruh langsung faktor sense komunitas dan kepemimpinan komunitas terhadap modal sosial, dan secara tidak langsung terhadap perubahan visi komunitas
Faktor antecedent: sense komunitas dan kepemimpinan komunitas Faktor Moderasi: kepemimpinan komunitas dan modal sosial Faktor dampak: perubahan visi komunitas
Komunitas pedesaan di Florida
Penelitian dilakukan dengan interview terhadap dengan teknik snowballing terhadap 30 komunitas pedesaan di Florida.
Persamaan: Menguji faktor anteseden dan dampak kepemimpinan Perbedaan : variabel anteseden hanya dirtinjau dari faktor psikologi pemimpin sedangkan faktor organisasi di masukkan sebagai variabel moderator, variabel moderasi adalah kepemimpinan dan modal sosial, variabel dampak adalah perubahan visi kelompok/komunitas sedangkan dalam penelitian ini adalah keberhasilan kelompok
17
Penelitian kepemimpinan ketua dan peran penyuluh terhadap kemandirian petani sudah banyak dilakukan, namun: 1) belum ada literatur yang menjelaskan model kepemimpinan ketua yang tepat untuk pengembangan kemandirian kelembagaan petani (Gapoktan), 2) penelitian lingkup petani sebagai individu dan
kelompok bukan lembaga, sedangkan peran kelembagaan lebih kompleks, 3) análisis pengaruh kepemimpinan & peran penyuluh terhadap kemandirian dilakukan
secara terpisah, tidak sinergis, serta perlunya analisis variasi proses pelaksanaan. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan kontribusi teoritis dan praktis. 1.4.1. Input bagi penelitian lanjutan terkait dengan pengembangan kemandirian kelembagaan petani. 1.4.2. Input bagi pengambil kebijakan, dimana dengan adanya penelitian ini memberikan rekomendasi variasi pelaksanaan pengembangan kemandirian Gapoktan serta menjadi masukan bagi Pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara melalui dinas terkait, khususnya di Kabupaten Kolaka terhadap berkelanjutan implementasi program. 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian tersebut maka tujuan dalam penelitian ini adalah: 1.5.1. Manganalisis pengaruh kepemimpinan ketua gapoktan
terhadap
kemandirian Gapoktan. 1.5.2. Manganalisis pengaruh peran penyuluh pertanian terhadap kemandirian Gapoktan.