1
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Tingkat
perekonomian
suatu
wilayah
didukung
dengan
adanya
pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan serta pengentasan kemiskinan. Pada hakekatnya, pembangunan harus mencerminkan perubahan total suatu masyarakat untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang serba lebih baik, secara material maupun spiritual (Todaro dan Smith, 2006). Kinerja perekonomian dapat dilihat dari sektor-sektor yang menjadi andalan dalam mendukung peningkatan perekonomian Indonesia yang dibuktikan dengan adanya kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Salah satu sektor yang dapat diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB) adalah sektor pertanian yang mencakup pertanian, kehutanan dan perikanan. Pertanian dalam arti sempit dibagi ke dalam tiga subsektor, yaitu tanaman bahan makanan (Tabama), tanaman perkebunan dan peternakan serta hasil-hasilnya. Menurut Gillis et.al. (1992) dalam Rifin dan Anggraeni (2010), ada beberapa peranan dari pertanian dalam pembangunan ekonomi. Pertama, pertanian menyediakan makanan yang dikonsumsi oleh manusia. Para petani harus memproduksi makanan yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan mereka maupun populasi manusia secara keseluruhan. Suatu negara tidak ingin
2
bergantung pada negara lain dalam hal makanan. Kedua, pertanian penting sebagai lapangan pekerjaan untuk industri-industri lain. Pada negara berkembang, kebanyakan orang tinggal di daerah perkotaan sehingga akan meningkatkan permintaan tenaga kerja yang datang dari daerah perdesaan. Ketiga, sektor pertanian dapat menjadi sumber modal untuk pertumbuhan ekonomi modern . Keempat, pertanian dapat menjadi sumber mata uang luar negeri. Banyak negara berkembang bergantung pada ekspor komoditi pertanian untuk menghasilkan mata uang luar negeri yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi negara. Tabel 1.1 Produk Domestik Bruto Nasional Atas Dasar Harga Konstan 2000 2005- 2009 (Miliar Rupiah) Tahun
Lapangan Usaha 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Konstruksi 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi
2005
2006
2007
2008*
2009**
253.881,7
262.402,8
271.509,3
284.620,7
296.369,3
165.222,6
168.031,7
171.278,4
172.442,7
179.974,9
491.561,4
514.100,3
538.084,6
557.764,4
569.550,8
11.584,1
12.251,0
13.517,0
14.993,6
17.059,8
103.598,4
112.233,6
121.808,9
130.951,6
140.184,2
293.654,0
312.518,7
340.437,1
363.813,5
367.958,8
109.261,5
124.808,9
142.326,7
165.905,5
191.674,0
8. Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan
161.252,2
170.074,3
183.659,3
198.799,6
208.832,2
9. Jasa-jasa
160.799,3
170.705,4
181.706,0
193.024,3
205.371,5
1.847.126,7
1.964.327,3
2.082.315,9
2.176.975,5
TOTAL 1.750.815,2 *)Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Sumber: BPS, 2009 (Data Diolah)
3
Dari nilai Produk Domestik Bruto Nasional Atas Dasar Harga Konstan 2000 (ADHK) dapat dilihat produktivitas ekonomi nasional secara riil. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai tahun 2005-2009 terus mengalami peningkatan yang signifikan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 5,6 persen. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Nasional berada pada peringkat ketiga setelah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, yaitu dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 3,95 persen. Tabel 1.2 Produk Domestik Bruto Nasional Atas Dasar Harga Berlaku 2005- 2009 (Miliar Rupiah) Tahun
Lapangan Usaha 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2. Pertambangan dan Penggalian 3. Industri Pengolahan 4. Listrik, Gas dan Air Bersih 5. Konstruksi 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi
2005
2006
2007
2008
2009*
364.169,3
433.223,4
541.931,5
716.656,2
857.241,4
309.014,1
366.520,8
440.609,6
541.334,3
591.912,7
760.361,3
919.539,3
1.068.653,9
1.376.441,7
1.447.674,3
26.693,8
30.354,8
34.723,8
40.888,6
41.165,9
195.110,6
251.132,3
304.996,8
419.711,9
555.201,4
431.620,2
501.542,4
592.304,1
691.485,5
744.122,2
180.584,9
231.523,5
264.263,3
312.190,2
352.423,4
8. Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan
230.552,7
269.121,4
305.213,5
368.129,7
404.013,4
9. Jasa-jasa
276.204,2
336.258,9
398.196,7
481.848,3
574.116,5
3.339.216,8
3.950.893,2
4.948.688,2
5.603.871,2
TOTAL 2.774.281,1 *) Angka Sementara **) Angka Sangat Sementara Sumber: BPS, 2009 (Data Diolah)
4
Berdasarkan nilai Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dapat dijelaskan bahwa struktur perekonomian Indonesia masih didominasi oleh sektor industri pengolahan sebagai penyumbang terbesar terhadap PDB Nasional dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 17,78 persen. Sektor pertanian menempati peringkat kedua penyumbang PDB Nasional dalam struktur perekonomian dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 23,98 persen. Pertumbuhan rata-rata sektor pertanian terhadap PDB Nasional mempunyai nilai yang tinggi kepada peningkatan struktur perekonomian Indonesia. Hal ini menjelaskan bahwa sektor pertanian sangat berperan sebagai salah satu penyokong perekonomian Indonesia. Sektor pertanian juga memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia baik yang berada di subsektor perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan. Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) yang dilakukan oleh BPS tercatat pada Agustus 2011 penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian sebesar 39.328.915 orang dari 109.670.399 orang pada sembilan sektor penyumbang PDB Indonesia. Hal ini berarti sektor pertanian mempunyai kontribusi yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja di Indonesia, yakni sebesar 35,86 persen dan menempati peringkat pertama (tahun 2011) dari sembilan sektor penyumbang PDB Indonesia. Salah satu subsektor pertanian yang menjadi andalan dan dapat dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia adalah subsektor perkebunan. Pembangunan perkebunan merupakan bagian integral dari pembangunan, karena pembangunan perkebunan menyentuh langsung pada masyarakat dan mampu menjadi penyokong bagi perekonomian nasional. Pembangunan perkebunan
5
ditekankan kepada usaha peningkatan produksi hasil dari perkebunan dan produktivitas dari pengelola perkebunan. Sehingga pembangunan perkebunan dapat berpengaruh pada perubahan pengembangan tingkat perekonomian masyarakat. Kontribusi subsektor perkebunan terhadap sektor pertanian menempati peringkat kedua berdasarkan ADHK 2000. Sumbangan subsektor perkebunan terhadap sektor pertanian tahun 2009 sebesar Rp 45.887,1 milyar yang meningkat dibandingkan tahun 2008 sebesar Rp 44.785,5 milyar, sehingga dapat dikatakan subsektor perkebunan secara rill meningkat sebesar 2,46 persen (BPS, 2009). Salah satu subsektor perkebunan andalan ekspor adalah kelapa sawit. Kelapa sawit dibudidayakan hampir di seluruh wilayah atau provinsi di Indonesia, karena karakteristik tanaman kelapa sawit yang cocok dengan kondisi tanah wilayah Indonesia. Kelapa sawit mempunyai peluang besar untuk dikembangkan mulai dari industri hulu sampai industri hilir yang akan berdampak pada pembangunan ekonomi wilayah dan memberikan sumbangsih terhadap distribusi pendapatan menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat (welfare enhancing). Menurut Syahza (2005), pembangunan perkebunan kelapa sawit mempunyai dampak ganda terhadap ekonomi wilayah, terutama sekali dalam menciptakan kesempatan dan peluang kerja. Pembangunan perkebunan kelapa sawit telah memberikan tetesan manfaat (trickle down effect), sehingga dapat memperluas daya penyebaran (power of dispersion) pada masyarakat sekitarnya. Luas perkebunan rakyat meningkat dari sekitar 1,1 juta hektar tahun 2000 menjadi 3,6 juta hektar tahun 2011 (angka sementara). Perkebunan negara juga masih meningkat dari 588 ribu hektar tahun 2000 menjadi 636 ribu hektar tahun
6
2011. Demikian juga perkebunan swasta meningkat dari 2,4 juta hektar tahun 2000 menjadi 3,6 juta hektar tahun 2011. Sehingga secara total, perkebunan kelapa sawit Indonesia meningkat dari 4,1 juta hektar tahun 2000 menjadi 8,9 juta hektar tahun 2011 (angka sementara) atau dua kali lipat dalam 10 tahun. Peningkatan produksi Crude Palm Oil (CPO) lebih fantastis lagi yakni meningkat hampir tiga kali lipat dalam 10 tahun yakni dari 7 juta ton pada tahun 2000 menjadi 22 juta ton untuk tahun 2011 (angka sementara). Tabel 1.3 Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Indonesia menurut Pengusahaan Tahun 2000-2011 Tahun
Rakyat
Negara
Swasta
Total
Produksi
(Ha)
(Ha)
(Ha)
(Ha)
CPO (Ton)
2000
1.166.758
588.125
2.403.194
4.158.077
7.000.508
2001
1.561.031
609.947
2.542.457
4.713.435
8.396.472
2002
1.808.424
631.566
2.627.068
5.067.058
9.622.345
2003
1.854.394
662.803
2.766.360
5.283.557
10.440.834
2004
2.220.338
605.865
2.458.520
5.284.723
10.830.389
2005
2.356.895
529.854
2.567.068
5.453.817
11.861.615
2006
2.549.572
687.428
3.357.914
6.594.914
17.350.848
2007
2.752.172
606.248
3.408.416
6.766.836
17.664.725
2008
2.881.898
602.963
3.878.986
7.363.847
17.539.788
2009
3.061.413
630.512
4.181.369
7.873.294
19.324.293
2010
3.387.257
631.520
4.366.617
8.385.394
21.958.120
2011*
3.620.096
636.713
4.651.590
8.908.399
22.508.011
*) Angka Sementara Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2011
Sentra produksi minyak sawit Indonesia berasal dari tujuh Provinsi yang memberikan kontribusi sebesar 81,82 persen terhadap produksi minyak sawit Indonesia. Provinsi Riau dan Sumatera Utara merupakan Provinsi dengan sentra produksi terbesar yang berkontribusi masing-masing sebesar 28,52 persen dan
7
17,77 persen. Dengan luas areal sebesar 1.522.308 Ha dan 1.190.977 Ha dengan produksi minyak sawit sebesar 4.956.458 ton/tahun dan 3.996.465 ton/tahun (Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2009) Tabel 1.4 Luas Areal dan Produksi Total Perkebunan Kelapa Sawit Sentra Pulau Sumatera Tahun 2009-2011 Luas Areal Perkebunan Kelapa
Pertum-
Sawit (Ha)
buhan
Provinsi 2009
2010
2011*
(% /
Jumlah Produksi (Ton)
Pertumbuhan
2009
2010
2011*
tahun) Sumatera
(% / tahun)
850.753
843.351
879.804
1,73
3.158.144
3.113.006
3.179.957
1,79
276.357
290.722
312.178
6,29
833.476
962.782
987.251
9,03
Riau
1.462.693
1.636.299
1.752.665
9,49
5.932.310
6.358.703
6.518.290
4,85
Jambi
371.808
384.571
410.360
5,07
1.265.788
1.509.560
1.545.240
10,81
Sumatera
561.399
568.023
608.204
4,13
2.036.553
2.227.363
2.283.971
5,96
Utara Sumatera Barat
Selatan
*Angka sementara Sumber: Statistik Perkebunan Kelapa Sawit 2009-2011, 2010-2012 (Data diolah)
Berdasarkan Tabel 1.4, dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan baik dari sisi luas areal perkebunan kelapa sawit maupun produksi minyak sawit yang ada di sentra Pulau Sumatera. Hal ini membuktikan Pulau Sumatera mempunyai potensi lahan untuk dikembangkan lagi melalui perkebunan kelapa sawit terutama di daerah selain Riau dan Sumatera Utara. Selain itu, subsektor perkebunan kelapa sawit Pulau Sumatera dapat dijadikan penyumbang terbesar dalam pembentukan nilai tambah di sektor pertanian setiap provinsi yang berada di Pulau Sumatera serta memberikan pengaruh positif pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk setiap kabupaten/kota yang ada di Pulau Sumatera. Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang menjadi sentra pengembangan areal perkebunan kelapa sawit dan produksi minyak sawit baik di Pulau Sumatera maupun Indonesia. Perkebunan kelapa sawit tersebar di 11
8
kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Barat. Empat kabupaten perkebunan kelapa sawit rakyat adalah Pasaman Barat, Dharmas Raya, Agam dan Pesisir Selatan. Kelapa sawit menjadi komoditas hasil perkebunan terbesar Sumatera Barat dengan produksi selama tahun 2009 mencapai 1.016.836 ton. Produksi kelapa sawit Sumatera Barat (Sumbar) juga terus mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir, serta menjadi komoditas unggulan ekspor utama daerah. Berdasarkan Tabel 1.4, dapat dijelaskan bahwa Sumatera Barat mulai tahun 20092011 baik luas lahan perkebunan kelapa sawit maupun jumlah produksi per tahunnya mengalami peningkatan. Luas lahan perkebunan kelapa sawit Sumatera Barat mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 6,29 persen, sedangkan jumlah produksi per tahun mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 9,03 persen. Perbandingan pertumbuhan rata-rata luas lahan produksi perkebunan kelapa sawit Provinsi Sumatera Barat jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya yang ada di sentra Pulau Sumatera memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata tertinggi. Pertumbuhan rata-rata tertinggi ini dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas lahan perkebunan yang digunakan untuk perkebunan kelapa sawit Sumatera Barat baik perkebunan rakyat, perkebunan besar negara maupun perkebunan besar swasta. Berdasarkan data Statistik Perkebunan 2009-2011, potensi kelapa sawit tahun 2009 sebesar 833.476 ton dengan rincian, yaitu jumlah produksi Perkebunan Rakyat 2009 Sebesar 377.864 ton, Perkebunan Negara 2009 sebesar 18.904 ton dan Perkebunan Swasta 2009 sebesar 470.970 ton. Jumlah produksi kelapa sawit meningkat pada tahun 2010 (angka sementara), yaitu sebesar
9
852.042. Produksi kelapa sawit Sumatera Barat pada tahun 2009 (angka sementara) memberikan kontribusi terhadap produksi kelapa sawit Indonesia sebesar 1.016.836 ton dari 20.202.641 ton hasil produksi kelapa sawit Indonesia atau sekitar 5,03 persen. Oleh karena itu, Provinsi Sumatera Barat mempunyai potensi untuk lebih mengembangkan jumlah produksi kelapa sawit yang membawa perpindahan dari hanya sekedar bahan baku berupa buah kelapa sawit yang selanjutnya dapat diolah menjadi Crude Palm Oil (CPO) yang mempunyai nilai jual yang lebih tinggi sebagai komoditas ekspor dan dapat menjadi sektor perkebunan unggulan yang dapat meningkatkan pendapatan daerah serta mendukung pembangunan ekonomi jangka panjang yang dapat diusahakan dengan memperluas lahan perkebunan rakyat.
1.2.
Perumusan Masalah Dalam membangun perekonomian, tidak mungkin memprioritaskan
seluruh sektor yang begitu banyak dalam perekonomian sekaligus. Selain keterbatasan sumberdaya, juga tidak efisien dalam pelaksanaannya. Oleh sebab itu, biasanya (khususnya dalam strategi dan kebijakan pembangunan) dipilih sektor-sektor ekonomi tertentu sebagai fokus yang secara empiris memiliki dampak luas dan sebagai penggerak utama perekonomian atau yang disebut dengan
lokomotif
perekonomian.
Jika
sektor
yang
menjadi
lokomotif
perekonomian bertumbuh, maka akan menarik perkembangan sektor-sektor ekonomi lainnya. Pertumbuhan luas perkebunan kelapa sawit selama periode 2000-2010 yang mencapai 367 ribu hektar setiap tahun akan mendorong terjadinya
10
peningkatan baik dari sisi output yang dihasilkan maupun dari sisi penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut dapat mendorong berkembangnya industri hulu sampai hilir dalam peningkatan produksi utama maupun sampingan kelapa sawit. Menurut Saragih (2001), pembangunan perkebunan kelapa sawit pada hakekatnya adalah pembangunan ekonomi yang berorientasi perdesaan. Sasaran pembangunan sektor perkebunan tersebut adalah dapat meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan. Dengan demikian jumlah masyarakat miskin terutama di perdesaan dapat dikurangi. Pengembangan areal perkebunan kelapa sawit berpotensi sebagai penyumbang terbesar dalam peningkatan pembangunan ekonomi baik jangka pendek maupun jangka panjang yang akan berpengaruh positif terhadap PDRB suatu kabupaten/kota. Menurut Hukum Say dalam Sipayung (2011), sekali proses produksi perkebunan kelapa sawit berlangsung maka potensi sumberdaya yang tersebar di setiap daerah akan termanfaatkan, yaitu kesempatan kerja tercipta, goods foods, jasa lingkungan dihasilkan serta penciptaan pendapatan terjadi. Semakin besar usaha perkebunan kelapa sawit maka semakin besar kesempatan kerja yang terbuka, semakin banyak produk yang dihasilkan dan semakin besar pendapatan yang tercipta baik bagi mereka yang terlibat langsung maupun tidak langsung pada proses produksi perkebunan kelapa sawit. Dari uraian perumusan masalah di atas, maka ada ada tiga aspek masalah yang dijadikan fokus dalam penelitian ini: 1. Bagaimana peranan sektor kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Barat?
11
2. Bagaimana
keterkaitan
sektor
kelapa
sawit
terhadap
sektor-sektor
perekonomian lainnya di Provinsi Sumatera Barat? 3. Bagaimana efek pengganda (multiplier effect) dari sisi output dan pendapatan sektor kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Barat? 4. Bagaimana
pengelompokkan
sektor-sektor
perekonomian
di
Provinsi
Sumatera Barat dalam keterkaitannya dengan sektor-sektor dan dampak multiplier?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengkaji peranan sektor kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Barat. 2. Menganalisis keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage) sektor kelapa sawit terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya di Provinsi Sumatera Barat. 3. Menganalisis efek pengganda (multiplier effect) dari sisi output dan pendapatan sektor kelapa sawit terhadap pembangunan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Barat. 4. Menganalisis pengelompokkan sektor-sektor di Provinsi Sumatera Barat dalam keterkaitannya dengan sektor-sektor dan dampak multiplier.
12
1.4.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas mengenai peranan produksi kelapa sawit
terhadap pembangunan ekonomi Provinsi Sumatera Barat. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Input-Output dan analisis Biplot. Data yang digunakan berupa data Tabel Input-Output Provinsi Sumatera Barat tahun 1999 dan 2007 dengan klasifikasi 70 dan 75 sektor yang kemudian masing-masing diagregasikan menjadi 20 sektor. Tabel Input-Output yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabel data transaksi domestik atas harga produsen yang mana hubungan antarsektor tidak dipengaruhi oleh marjin perdagangan dan biaya pengangkutan. Pengolah data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Minitab 14 dan Microsoft Excel 2007.