I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pengembangan
meningkatkan
sumberdaya
pengetahuan
manusia
manusia,
merupakan
proses
kreativitas dan keterampilan
untuk serta
kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan sumberdaya manusia ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam pembangunan ekonomi, yang hasilnya dapat ditunjukkan dengan angka Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dari berbagai sektor. Persoalan lemahnya kualitas sumberdaya manusia Indonesia selalu dihubungkan dengan terbelakangnya pembangunan ekonomi. Salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan ekonomi adalah tersedianya sumberdaya manusia yang berkualitas, di sisi lain tersedianya
sumberdaya
manusia
yang
berkualitas
merupakan
tujuan
pembangunan ekonomi. Jadi terdapat hubungan antara pembangunan ekonomi dan kualitas sumberdaya manusia (Pasaribu, 2003). Kondisi Produk Domestik Bruto (PDB) nasional mengalami peningkatan, seiring dengan itu ekonomi Indonesia memperlihatkan kecenderungan terjadinya pergeseran sektoral dari pertanian ke non pertanian dan pergeseran perdagangan internasional dari migas ke non-migas. Peranan sektor industri dan jasa mengalami peningkatan sementara sektor pertanian secara relatif mengalami penurunan kontribusi dalam Produk Domestik Bruto Nasional. Pergeseran peranan sektoral ini juga diikuti dengan perubahan kemampuannya dalam penyerapan tenaga kerja masing-masing sektor. Daya serap sektor pertanian menurun dan posisinya secara bertahap diambil alih sektor non pertanian. Pada sektor industri walaupun ada peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja, tetapi
2
perubahannya kecil karena sektor industri menuntut adanya keterampilan dan keahlian tertentu. Dengan adanya peran sektor ini maka banyak ekonom membahas persoalan mengapa suatu negara memperoleh kemakmuran ekonomi, sementara negara lainnya tetap dalam kondisi di bawah tingkat kesejahteraan rata-rata (Yustika,
2006).
Walaupun
terjadi
pergeseran
sektoral,
tetapi
tingkat
pengangguran masih relatif tinggi. Pada tahun 2007, jumlah pengangguran menurun, tetapi kemudian pada tahun 2008 menunjukkan peningkatan kembali,
Jumlah Pengangguran (Juta Jiwa)
seperti dapat dilihat pada Gambar 1.
14 12 10 8
8
9.13
11.19 10.3 10.83 10.28
9.11
9.39
9.43
5.86
6 4 2 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun Jumlah Pengangguran Terbuka (Juta Jiwa)
Sumber : Statistik Indonesia 2009, Badan Pusat Statistik, Jakarta. Gambar 1 . Jumlah Pengangguran Terbuka di Indonesia Tahun 2000-2009
Permasalahan yang dihadapi seperti tingkat pengangguran, ketimpangan pendapatan, rendahnya kualitas kesehatan dan rendahnya kualitas pendidikan saling terkait satu sama lain. Penduduk yang miskin akan kesulitan membiayai pendidikan anak-anaknya, sehingga orang tua lebih memilih mempekerjakan ketimbang menyekolahkan anaknya. Begitupun dengan rendahnya kualitas
3
kesehatan, dapat mengakibatkan rendahnya produktivitas kerja sehingga pendapatan yang diperoleh tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar. Dengan perkembangan saat ini, perhatian tidak hanya pada peningkatan pendapatan saja untuk mengindikasikan adanya peningkatan kesejahteraan, tetapi indikator yang mewakili kualitas sumberdaya manusia harus juga diperhatikan. Sebagaimana digariskan UNDP tahun 2005, Indeks Pembangunan Manusia atau HDI (Human Development Index) menunjukkan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia yaitu panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi) dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli dan penghasilan). Salah satu dimensi dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia adalah tingkat kemampuan manusia dalam baca tulis (melek huruf). Oleh karena itu, bila kita ingin mengevaluasi keberhasilan pembangunan, tentu tidak cukup hanya melihat dari sisi kenaikan pendapatan atau PDB, tapi juga melihat perbaikan pada Indeks Pembangunan Manusia. Menurut Yeager (1999) yang dikutip oleh Yustika (2006), bahwa salah satu pendukung yang menjadi sumber kemajuan ekonomi adalah modal manusia. Hal ini dianggap merupakan kekayaan pengetahuan yang sangat berharga sehingga setiap negara yang memilikinya dapat memajukan kegiatan ekonomi melalui pencapaian tenaga kerja yang produktif, seperti dikatakan Jones (2001). Modal manusia ini perlu dikembangkan sebagai upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia, yang hasilnya akan dapat dirasakan beberapa saat kemudian.
4
Pengembangan sumberdaya manusia sebagai kegiatan investasi di bidang sumberdaya manusia adalah suatu kegiatan investasi yang produktif, membangun sumberdaya manusia yang di dalamnya termasuk keterampilan, kemampuan, latihan, cita-cita, sebagai akibat dari pengeluaran (expenditure) untuk pendidikan, on the job training dan pelayanan kesehatan (Todaro, 1994). Yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja, sehingga akan berdampak pada peningkatan penghasilan. Investasi sumberdaya manusia adalah kegiatan yang diharapkan mendapatkan hasil di masa yang akan datang, yang dapat dilakukan dalam bentuk : (1) pendidikan, (2) pelatihan, dan (3) perbaikan gizi dan kesehatan. Dengan kondisi kualitas sumberdaya manusia di Indonesia, maka sasaran penanggulangan kemiskinan yang merupakan program kerja nasional yang disusun oleh Tim dari Bappenas pada tahun 2007 dan juga disampaikan oleh Ramelan (1994) yaitu : (1) berkurangnya penduduk miskin hingga mencapai 14.36 persen pada akhir tahun 2007, (2) meningkatnya aksesibilitas masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar terutama pendidikan, kesehatan dan prasarana dasar termasuk air minum dan sanitasi, (3) berkurangnya beban pengeluaran masyarakat miskin terutama untuk pendidikan dan kesehatan, prasarana dasar khususnya air minum dan sanitasi, pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan kesejahteraan ibu, serta kecukupan pangan dan gizi, (4) meningkatnya kualitas keluarga miskin, dan (5) meningkatnya pendapatan dan kesempatan berusaha kelompok masyarakat miskin, termasuk penerbitan sertifikat tanah rumahtangga miskin, meningkatnya akses masyarakat miskin terhadap permodalan, bantuan teknis, dan berbagai sarana dan prasarana produksi (Bappenas, 2007).
5
Salah satu permasalahan yang terjadi pada sektor pertanian adalah produktivitas usaha pertanian yang masih rendah. Hal ini disebabkan oleh luas lahan, modal dan penggunaan input yang terbatas serta kondisi infrastruktur wilayah yang kurang memadai. Modal yang terbatas juga merupakan kendala rumahtangga petani. Agar memperoleh hasil usahatani yang maksimal, tidak lepas dari kondisi modal yang dimiliki rumahtangga petani. Begitu juga pada usaha rumahtangga di luar usahatani, modal merupakan kendala. Dengan memiliki modal, maka rumahtangga dapat melakukan kegiatan produksi lebih maksimal dibanding rumahtangga yang memiliki modal terbatas Kondisi lain yang terjadi adalah kemampuan sumberdaya petani yang masih rendah, hal ini akibat dari rendahnya aksesibilitas petani akan informasi dan teknologi yang ada. Kondisi rumahtangga petani yang rata-rata memiliki culture relatif sama, penggunaan input dan teknologi yang relatif sama di antara rumahtangga petani, tetapi mengapa terjadi perbedaan pada tingkat pendapatan rumahtangganya. Diduga penyebabnya adalah pada kualitas sumberdaya manusia dan kelembagaannya. Jadi pengelolaan usahatani di tingkat rumahtangga tidak hanya tergantung pada sumberdaya fisik dan teknologinya saja, akan tetapi ditinjau dari sisi manusianya. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Schultz (1999) pada lahan pertanian yang dikutip oleh Walker (2007) menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas lahan pertanian tidak hanya disebabkan oleh penggunaan faktor produksi pemupukan saja, tetapi karena adanya peningkatan kemampuan tenaga kerjanya. Kegiatan usahatani di Indonesia masih bertumpu pada usaha budidaya dan selama ini ditopang oleh sumberdaya manusia pertanian dengan latar belakang pendidikan tidak sekolah atau hanya tamat pendidikan dasar saja. Data BPS
6
(2008) memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja yang berumur 15 tahun ke atas di sektor pertanian Provinsi DIY ada 70.54 persen berpendidikan SD (tamat dan tidak tamat) dan tidak sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian belum sepenuhnya dikelola oleh tenaga-tenaga yang berpendidikan
19.02 7.7
6.7 0.64
0.95
Universitas
SLTA
SLTP
Sekolah Dasar
2.71
Diploma
3.83
Tidak Tamat SD
20 15 10 5 0
Tidak Sekolah
Jumlah (Juta Jiwa)
tinggi, seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Tingkat Pendidikan
Sumber : Statistik Indonesia 2007, Badan Pusat Statistik, Jakarta. Gambar 2 . Tenaga Kerja yang Berumur 15 Tahun Keatas di Sektor Pertanian Tahun 2007
Upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia di sektor pertanian telah banyak dilakukan dengan adanya pelatihan yang diadakan oleh pemerintah terhadap petani. Sebagai gambaran Departemen Pertanian pada tahun 2006 menyelenggarakan pelatihan petani dengan dana pemerintah dan dilaksanakan di beberapa provinsi di pulau Jawa, seperti yang terlihat pada Gambar 3. Hal ini menunjukkan adanya upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di sektor pertanian. Di Provinsi DIY pada tahun 2006 telah dilakukan pelatihan dengan peserta 2 600 orang petani. Pelatihan ini diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan dengan materi teknis budidaya pertanian dan non
7
teknis. Upaya pengembangan sumberdaya manusia ini bertujuan agar dapat
Jumlah Petani (Orang)
membangkitkan petani untuk dapat melakukan kegiatan lanjutan secara mandiri.
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
2600
1100 650
500
200
Banten
Jaw a Barat
Jaw a Tengah
DIY
Jaw a Tim ur
Jumlah Petani Yang Dilatih Tahun 2006
Sumber
: Laporan Kegiatan Pelatihan Pemberdayaan Petani Tahun 2006, Direktorat Jenderal Perkebunan, Jakarta. Gambar 3 . Jumlah Petani yang Dilatih pada Program Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2006
1.2.
Perumusan Masalah Seperti dikatakan Hummel (1977) dalam Notohadiprawiro (1999) bahwa
pendidikan sebagai suatu investasi sumberdaya manusia hari ini diperuntukkan untuk hari esok. Setelah memperoleh pendidikan formal apabila tidak dilanjutkan dengan pendidikan secara informal dan non formal, maka manfaat dari pendidikan formal yang diperoleh belum optimal. Tanpa pengalaman dan keterampilan tertentu pengetahuan yang dimiliki akan memudar. Pada sektor pertanian masih didominasi oleh tenaga pertanian yang memiliki pendidikan formal rendah, di sisi lain petani perlu mempunyai kemampuan untuk mengadaptasi ilmu pengetahuan dan menerapkan teknologi. Lemahnya petani sebagai pelaku pembangunan digambarkan dengan rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Hal ini yang menyebabkan rendahnya
8
posisi tawar petani. Dalam kondisi seperti ini, pengembangan sumberdaya manusia merupakan upaya untuk membangun kualitas sumberdaya manusia yang mampu melaksanakan pembangunan secara inovatif, kreatif dan produktif. Peningkatan sumberdaya manusia merupakan proses peningkatan kualitas manusia menjadi tenaga yang produktif. Melalui pendidikan, pelatihan dan kesehatan diharapkan mampu menghasilkan tenaga kerja unggul, cerdas dan kompetitif. Permasalahan yang terkait dengan kualitas sumberdaya manusia adalah sebagian masyarakat sangat tergantung kepada program-program yang dilakukan pemerintah, lemahnya daya serap terhadap teknologi, rendahnya kemampuan teknis dan non teknis seperti wirausaha dan manajemen serta masih rendahnya kemampuan melakukan akses terhadap lembaga terkait. Kelembagaan yang ada belum mampu mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat. Penumbuhan kelembagaan petani dan pengembangan kemitraan usaha antara petani dengan mitra terkait masih menghadapi beberapa kendala. Seperti lemahnya kelembagaan petani, baik dari aspek sosial maupun ekonomi, kelembagaan permodalan dan investasi kurang mendukung, masih lemahnya kelembagaan yang menjamin keberpihakan kepada petani dan lemahnya kelembagaan pemasaran. Petani dan keluarganya merupakan pelaku utama di dalam pembangunan pertanian, maka kualitasnya perlu diprioritaskan agar mampu melakukan penyesuaiaan terhadap perubahan kondisi lingkungan. Tanpa ada perbaikan kualitas petani dan keluarganya, maka berbagai peluang yang muncul dari proses pembangunan tidak akan mampu diraihnya. Akses petani terhadap sumber produktif semakin terbatas, diantaranya kepemilikan lahan yang semakin terbatas
9
dan kualitas lahan yang menurun. Dengan penguasaan aset produktif yang minimal dan jauh dari memadai, maka untuk melakukan suatu usaha yang layak bagi pemenuhan pendapatan keluarga sulit dicapai. Seperti dikemukakan Harianto (2007) sektor pertanian yang tumbuh cepat akan mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani yang pada gilirannya dapat meningkatkan permintaan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor non pertanian. Demikian juga kegiatan pelatihan petani sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia semakin penting peranannya. Pelatihan ini merupakan investasi strategis yang harus dipertimbangkan secara serius. Bagaimana tuntutan keahlian sumberdaya manusia dan bagaimana menentukan kebutuhan pelatihan dalam pengembangan sumberdaya manusia perlu mendapat perhatian yang besar. Demikian juga, harus diketahui berapa biaya kegiatan pelatihan dan manfaat yang diperoleh dengan mengikuti pelatihan. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi perlu tidaknya dilakukan pelatihan bagi petani harus diketahui, sehingga petani dapat mengambil keputusan apakah akan melakukan kegiatan pengembangan sumberdaya manusia tersebut. Pelatihan petani sudah banyak dilakukan, yang sebagian besar dilakukan dengan fasilitasi dana pemerintah, tetapi setelah fasilitas dana pemerintah tersebut berhenti atau dialihkan untuk kegiatan lain, maka penerapan dari hasil pelatihan tersebut tidak ada kelanjutannya, sehingga dampak pelatihan kurang optimal. Tujuan awal dari pelatihan yang dilakukan pemerintah khususnya Kementerian Pertanian untuk meningkatkan keterampilan (skill) petani akhirnya tidak ada kelanjutannya. Pelatihan yang selama ini dilaksanakan pada umumnya lebih kepada aspek teknis saja, belum menyangkut kepada aspek non teknis yang
10
berhubungan dengan kehidupan petani seperti dinamika kelompok, penguatan dan pengembangan kelembagaan. Pada umumnya kepemilikan lahan rumahtangga pertanian sempit, sehingga pendapatan rumahtangga pertanian belum dapat memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Sebagian besar pendapatan rumahtangga
hanya cukup
digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar rumahtangganya saja. Jadi bagaimana rumahtangga dapat berpikir untuk melakukan investasi, yang mana investasi masih merupakan kegiatan yang belum terjangkau oleh rumahtangga petani. Sem (2006) dalam penelitiannya mengatakan bahwa investasi pendidikan rumahtangga petani di Manggarai Barat masih rendah. Beberapa faktor diindentifikasi sebagai penyebab rendahnya investasi tersebut, yaitu : (1) ketidak mampuan rumahtangga untuk membayar karena tingginya biaya pendidikan, dan (2) juga masih rendahnya kesadaran dari keluarga atau orang tua akan pentingnya investasi pendidikan. Rumahtangga lebih memprioritaskan untuk keperluan lain dibanding untuk keperluan investasi pendidikan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan untuk investasi pendidikan adalah sebesar 1.72 persen dari pendapatan rumahtangga. Pendidikan, pelatihan dan kesehatan adalah kegiatan pengembangan sumberdaya manusia yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya petani dan keluarganya, tetapi dalam penerapannya sangat sulit dilakukan. Hal ini karena karakteristik usaha pertanian di Provinsi DIY yang memiliki keterbatasan. Rata-rata kepemilikan lahan usaha pertanian kurang dari 0.26 hektar dan ratarata
tingkat
pendidikan petani adalah tingkat sekolah dasar. Untuk
itu
diperlukan suatu analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keputusan
11
petani untuk melakukan kegiatan pengembangan sumberdaya manusia dalam rumahtangga petani. Dengan
pengembangan
sumberdaya
manusia
diharapkan
mampu
meningkatkan kualitas petani, yang kemudian memberikan dampak terhadap peningkatan produksi dan pendapatan rumahtangga. Keterbatasan yang ada pada rumahtangga petani
merupakan kendala yang selalu dirasakan petani dan
walaupun sudah banyak bantuan dari pemerintah. Bantuan tersebut belum menunjukkan perubahan yang berarti pada perilaku petani terhadap pengelolaan usahatani yang masih kurang optimal. Atas dasar itu perlu dilakukan analisis peran pengembangan sumberdaya manusia dalam upaya peningkatan kualitas tenaga kerja yang akan berdampak pada produksi, pengeluaran konsumsi dan pendapatan rumahtangga petani. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang terdiri dari empat kabupaten dan satu kotamadya memiliki kondisi fisik yang beragam. Di wilayah selatan merupakan daerah datar (pantai) dan di wilayah utara merupakan daerah berbukit-bukit (pegunungan). Dengan kondisi fisik yang sangat berbeda tersebut akan menyebabkan perbedaan infrastruktur wilayah dan fasilitas yang ada. Mata pencaharian penduduk yang mayoritas adalah bekerja di lahan pertanian, akan sangat tergantung pada kondisi fisik wilayah, sehingga akan mempengaruhi perilaku dan karakteristik penduduk sekitarnya. Infrastruktur transportasi, fasilitas pendidikan dan kesehatan sangat berbeda antara wilayah pantai dan pegunungan. Dari uraian tersebut kualitas sumberdaya manusia yang rendah merupakan kelemahan mendasar pada usahatani di Indonesia. Secara langsung maupun tidak langsung kualitas sumberdaya manusia mempunyai peranan yang paling utama
12
dan sangat menentukan. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia itu dapat dilakukan dengan kegiatan pendidikan, pelatihan dan kesehatan, yang manfaatnya dapat
diukur
dengan melihat
dari apa
yang
dihasilkannya.
Besarnya
pengembangan sumberdaya manusia yang dilakukan tidak akan membawa hasil yang baik tanpa disertai peningkatan sarana penunjangnya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana kondisi ekonomi rumahtangga dan upaya pengembangan sumberdaya manusia yang dilakukan rumahtangga petani di wilayah pantai dan pegunungan ? 2. Faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap keputusan rumahtangga petani untuk melakukan pengembangan sumberdaya manusia di wilayah pantai dan pegunungan? 3. Bagaimana perilaku ekonomi rumahtangga wilayah pantai dan pegunungan dalam pengembangan sumberdaya manusia serta kaitannya dengan alokasi sumberdaya produksi, alokasi pengeluaran konsumsi dan pendapatan rumahtangga petani ?
1.3.
Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka
tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan kondisi ekonomi rumahtangga dan upaya pengembangan sumberdaya manusia yang dilakukan rumahtangga petani di wilayah pantai dan pegunungan.
13
2. Mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
berpengaruh
terhadap
keputusan
rumahtangga petani untuk melakukan pengembangan sumberdaya manusia di wilayah pantai dan pegunungan. 3. Menganalisis perilaku ekonomi rumahtangga wilayah pantai dan pegunungan dalam pengembangan sumberdaya manusia serta kaitannya dengan alokasi sumberdaya produksi, alokasi pengeluaran konsumsi dan pendapatan rumahtangga petani.
1.4.
Ruang Lingkup Penelitian dan Batasan Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sejumlah 80.14 persen dari keseluruhan rumahtangga petani merupakan rumahtangga petani gurem yaitu petani yang memiliki luas lahan kurang dari 0.5 hektar. Provinsi DIY terdiri dari wilayah pantai dan pegunungan. Untuk wilayah pantai diwakili desa Bantul dan desa Tirtohargo, sedangkan wilayah pegunungan diwakili desa Giripeni dan desa Kebunrejo. Ruang lingkup dan keterbatasan penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini dilakukan pada rumahtangga petani. Yang dimaksud rumahtangga adalah sekelompok orang yang tinggal di bawah satu atap dan membentuk suatu keluarga. Dalam pengumpulan data, yang diwawancara sebagai responden adalah kepala keluarga dan anggota rumahtangga yang berumur ≥ 10 tahun. 2. Dalam analisis, perhitungan data kualitatif dijadikan kuantitatif dan data yang dianalisis merupakan gabungan dari seluruh anggota rumahtangga. 3. Yang dimaksud dengan petani adalah kepala rumahtangga yang mempunyai wewenang untuk membuat keputusan dalam mengelola lahan tanaman pangan
14
pokok padi dan atau usahatani lainnya (tanaman pangan lainnya, tanaman perkebunan, peternakan dan perikanan). 4. Pengembangan sumberdaya manusia dibatasi pada bentuk kegiatan investasi pendidikan, pelatihan dan kesehatan yang diukur dari jumlah pengeluaran rumahtangga yang digunakan untuk kegiatan pengembangan sumberdaya manusia, yang bersumber dari dalam dan luar rumahtangga. 5. Dana subsidi yang diperoleh untuk keperluan pengembangan sumberdaya manusia dianggap merupakan tambahan penghasilan dalam rumahtangga. 6. Pada penelitian ini tidak menganalisis secara khusus mengenai program pengembangan sumberdaya manusia, tetapi menganalisis pengembangan sumberdaya manusia sebagai barang yang dapat dikonsumsi sebagai bagian dari proses transformasi pengetahuan pada rumahtangga petani. 7. Tenaga kerja yang digunakan adalah tenaga kerja keluarga dan luar keluarga. Demikian juga tenaga kerja keluarga akan dicurahkan pada kegiatan usaha luar keluarga, baik pada usahatani maupun luar usahatani. 8. Data penelitian yang diperlukan adalah data primer cross-section dengan cara recall-data melalui survei pada periode satu tahun terakhir dan sebagai infomasi tambahan mempergunakan data sekunder.