1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah inflasi di Indonesia ternyata bukan saja merupakan fenomena jangka pendek, tetapi juga merupakan fenomena jangka panjang. Dalam arti, bahwa inflasi di Indonesia bukan semata-mata hanya disebabkan oleh gagalnya pelaksanaan kebijaksanaan di sektor moneter oleh pemerintah, yang seringkali dilakukan untuk tujuan menstabilkan fluktuasi tingkat harga umum dalam jangka pendek, tetapi juga mengindikasikan masih adanya hambatan-hambatan struktural dalam perekonomian Indonesia yang belum sepenuhnya dapat diatasi.
Krisis moneter yang melanda Indonesia diawali dengan terdepresiasinya secaratajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (terutama dolar Amerika) sejak bulan juli 1997, akibatadanya domino effect dari terdepresiasinya mata uang Thailand (bath), salahsatunya telah mengakibatkan terjadinya lonjakan harga barang-barang yangdiimpor Indonesia dari luar negeri. Lonjakan harga barang-barang impor ini,menyebabkan harga hampir semua barang yang dijual di dalam negeri meningkatbaik secara langsung maupun secara tidak langsung, terutama pada barang yangmemiliki kandungan
2
barang impor yang tinggi.Jatuhnya Rupiah mengakibatkan memanasnya perekonomian Indonesia.Hal ini dapat dilihat dari naiknya tingkat inflasi.
Perhatian terhadap inflasi begitu besar sejak Indonesia mengadopsi inflation targeting pada tahun 2000. Inflation targeting merupakan sebuah kerangka kebijakan moneter yang ditandai dengan pengumuman kepada publik mengenai target inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode ke depan. Secara eksplisit dinyatakan bahwa inflasi yang rendah dan stabil merupakan tujuan utama dari kebijakan moneter. Sesuai definisi di atas, sejak berlakunya UU No. 23/1999 Indonesia sebenarnya dapat dikategorikan sebagai "Inflation Targeting lite countries" kemudian undang-undang tersebut telah diamandemen dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2004 pada pasal 7 menyatakan bahwa Indonesia telah menganut kebijakan moneter dengan tujuan tunggal yakni mencapai dan memelihara kesetabilan nilai rupiah. Stabilitas nilai rupiah terhadap barang dan jasa dapat tercermin pada perkembangan laju inflasi dan stabilitas nilai rupiah terhadap mata uang negara lain tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah.
Pada Inflation Targeting Framework, inflasi digunakan sebagai sasaran utama kebijakan moneter. Pada tahap awal, Bank Indonesiaakan menentukan besaran inflasi yang akan dijadikan target kemudian dalam prakteknya Bank Indonesia akan mengarahkan berbagai kebijakan moneternya untuk menjaga inflasi agar sesuai dengan target inflasi tersebut. Salah satu kebijakan moneter yang
3
dilakukan Bank Indonesia untuk menjaga tingkat inflasi adalah pengendalian tingkat suku bunga menggunakan BI Rate.
Perubahan BI Rate akan mempengaruhi beberapa variabel makroekonomi yang kemudian diteruskan kepada inflasi. Perubahan berupa peningkatan level BI Rate bertujuan untuk mengurangi laju aktifitas ekonomi yang mampu memicu inflasi. Pada saat level BI Rate naik maka suku bunga kredit dan deposito pun akan mengalami kenaikan. Ketika suku bunga deposito naik, masyarakat akan cenderung menyimpan uangnya di bank dan jumlah uang yang beredar berkurang. Pada suku bunga kredit, kenaikan suku bunga akan merangsang para pelaku usaha untuk mengurangi investasinya karena biaya modal semakin tinggi. Hal demikianlah yang meredam aktivitas ekonomi dan pada akhirnya mengurangi tekanan inflasi.
Sebaliknya pada saat level BI Rate turun maka suku bunga kredit dan deposito pun akan mengalami penurunan. Ketika suku bunga deposito turun, keinginan masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank akan menurun. Kondisi ini memicu peningkatan jumlah uang beredar yang selanjutnya akan meningkatkan transaksi masyarakat. Pada suku bunga kredit, penurunan suku bunga akan merangsang peningkatan permintaan kredit dari pelaku usaha karena murahnya biaya modal. Pada kondisi ini maka keadaan ekonomi yang lesu akan segera meningkat. Adanya tambahan likuiditas yang ada di masyarakat untuk bertransaksi akan diimbangi oleh peningkatan produksi di sisi pelaku usaha maka pada akhirnya akan meningkatkan kegiatan ekonomi.
4
Kestabilan inflasi merupakan hal terpenting bagi Bank Indonesia. Apabila inflasi tidak dalam basis yang ditentukan maka Bank Indonesia akan mengintervensi melalui suku bunga kebijakan. Suku bunga nominal dinaikan pada saat inflasi meningkat yang akan mendorong masyarakat untuk melakukan investasi ke sektor produktif agar dapat memenuhi permintaan yang terjadi di pasar.
Berbagai perubahan mendasar yang terjadi dalam perekonomian Indonesia telah menyebabkan efektivitas kebijakan moneter yang selama ini ditempuh menjadi kurang efektif (Sarwono dan Warjiyo, 1998).Sehubungan dengan hal tersebut, paradigma lama yang menyatakan bahwa otoritas moneter dapat mempengaruhi permintaan aggregat melalui pengendalian uang beredar (M1 dan M2) sebagai sasaran antara dan uang primer (M0) sebagai sasaran operasional perlu dikaji ulang (Boediono, 1994).Dalam kondisi tersebut, peranan suku bunga menjadi semakin penting dalam mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Kebijakan moneter yang mempengaruhi suku bunga nominal jangka pendek akan mengubah ekspektasi masyarakat terhadap laju inflasi atau suku bunga riil jangka panjang (Boediono, 1998). Faktor penyebab tarjadinya inflasi di Indonesia dipengaruhi secara signifikan oleh ekspektasi inflasi (backwardlooking dan forward-looking), output gap, depresiasi nilai tukar, dan pertumbuhan uang beredar. Analisis terhadap sampel bulanan mulai dari awal tahun 1980 sampai dengan akhir tahun 2008 menunjukkan bahwa
5
pembentukan ekspektasi inflasi di Indonesia masih didominasi oleh ekspektasi inflasi ke belakang (backward-looking) dengan porsi sekitar 0.7, sementara porsi ekspektasi inflasi ke depan (forward-looking) sekitar 0.2. Dalam analisisnya dia juga menemukan bahwa dampak nilai tukar lebih besar dibandingkan dengan dampak pertumbuhan uang beredar (M1).Analisis tersebut mengasumsikan bahwa dampak kedua variabel tersebut adalah linear, dalam arti dampaknya adalah konstan untuk setiap tingkat depresiasi nilai tukar dan pertumbuhan uang beredar (Wimanda, 2010).
20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
Jan-13
Agust…
Okt-11
Mar-12
Mei-11
Des-10
Jul-10
Feb-10
Sep-09
Apr-09
Jun-08
Nop-08
Jan-08
Agust…
Okt-06
Mar-07
Des-05 Mei-06
Jul-05
inflasi %
Gambar 1. Tingkat Inflasi di Indonesia Sumber: Data Queri Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, BI, Data diolah
Gambar tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki tingkat inflasi yang berfluktuasi.Terlihat dari pergerakan grafik yang berubah-ubah setiap bulannya. Inflasi tertinggi terjadi di Indonesia, yaitu mencapai sebesar 18,38% pada bulan November 2005. Selain karena kebijakan pengurangan subsidi minyak juga karena peningkatan harga minyak yang sangat tinggi, melonjaknya laju inflasi di Indonesia diantaranya dipicu pula oleh penyesuaian
6
harga administered barang-barang lainnya. Peningkatan inflasi tersebut terjadi hingga bulan September 2006 mencapai 14,55% dan kemudian turun pada Oktober 2006 sebesar 6,29% karena telah terjadi kestabilan harga. Namun juga sempat naik kembali pada bulan September 2008 sebesar 12,14% diakibatkan oleh naiknya harga BBM yang memicu kenaikan harga pangan. Kestabilan inflasi merupakan hal terpenting bagi Bank Indonesia. Apabila inflasi tidak dalam basis yang ditentukan maka Bank Indonesia akan mengintervensi melalui suku bunga kebijakan. Suku bunga nominal dinaikan pada saat inflasi meningkat yang akan mendorong masyarakat untuk melakukan investasi ke sektor produktif agar dapat memenuhi permintaan yang terjadi di pasar. Seperti telah dikemukakan di atas, penentuan sasaran inflasi yang berakhirnya penentuan suku bunga nominal jangka pendek dilakukan dengan memperhatikan prospek ekonomi makro, dan karenanya didasarkan pada perkembangan dan proyeksi arah pergerakan ekonomi kedepan.Kebijakan moneter diarahkan untuk mengendalikan tekanan-tekanan inflasi dari sisi permintaan dan penawaran, sehingga penentuan BI rate itu berdasarkan perkiraan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sasaran BI dalam melaksanakan kebijakan moneter selain inflasi adalah pertumbuhan ekonomi. Jika inflasi berada pada target yang ditentukan maka BI akan mengalihkan ke sasaran berikutnya yaitu pertumbuhan ekonomi. Sehingga penentuan BI rate dari sisi permintaan direpresentasikan oleh variabel pertumbuhan ekonomi, yaitu peningkatan jumlah barang dan jasa yang diproduksi oleh kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu.PDB harga konstan
7
(riil) digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ke tahun. Pengalaman buruk dibidang moneter terjadi yaitu saat krisis ekonomi dan moneter menimpa kawasan Asia termasuk Indonesia pada tahun 19971998.Pada periode bulan Juli-Agustus 1997 pemerintah menerapkan kebijakan empat kali menaikkan tingkat suku bunga Bank Indonesia. Pergerakkan suku bunga Bank Indonesia menjadi tolak ukur bagi tingkat suku bunga lainnya hingga kenaikan suku bunga Bank Indonesia ini dengan sendirinya mendorong suku bunga dana antar bank dan suku bunga deposito. Kenaikan suku bunga Bank Indonesia sebagai dampak dari kemungkinan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed). Suku bunga Bank Indonesia saat ini masih cukup tinggi dibandingkan suku bunga di Amerika Serikat dan negara lain sehingga masih cukup kompetitif untuk menarik investasi. Saat ini, tingkat suku bunga dalam negeri yang berkisar 5,75 % masih lebih tinggi dari Thailand yang berada dikisaran 3.0 %, Korea sekitar 2,75 %, Jepang sekitar minus 1,07 %, Taiwan hanya sekitar minus 0,34 % dan Singapura 0,10 % yang tingkat bunganya menyaingi Indonesia hanyalah RRC yang 6,00 %.
8
14,00 12,00 10,00 8,00 6,00
BI rate (%)
4,00 2,00 Jan-13
Jul-12
Jan-12
Jul-11
Jan-11
Jul-10
Jan-10
Jul-09
Jan-09
Jul-08
Jan-08
Jul-07
Jan-07
Jul-06
Jan-06
Jul-05
0,00
Gambar 2. Tingkat Suku Bunga Kebijakan Indonesia Sumber: Data Queri Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, BI, Data diolah
Bulan Juli 2005 Indonesia mematok suku bunganya tetap pada kisaran 8,50%. Hal tersebut masih sejalan dengan tingkat inflasi Indonesia, namun pada bulanbulan berikutnya Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan tersebut mencapai 125 bps pada bulan November 2005 yaitu 12,75% yang pada bulan Oktober 2005 sebesar 11.00% akibat dari kenaikan inflasi yang tajam, sedangkan AS mematok suku bunganya sebesar 3.26% pada bulan Juli 2005 berfluktuasi naik pada setiap bulannya hingga mencapai 5.26% pada bulan Juli 2007 dan turun secara perlahan mencapai 0.97% pada bulan Oktober 2008 akibat krisis yang dialaminya hingga sekarang Bank Sentral AS tetap mempertahankan suku bunga tersebut karena merupakan titik puncak terendah selama periode-periode sebelumnya dan tidak memungkinkan untuk menurunkan suku bunga kebijakannya yang dapat menyebabkan makin melemahnya perekonomian, khususnya di sektor keuangan.
9
Nilai suku bunga domestik di Indonesia sangat terkait dengan suku bunga internasional.Hal ini disebabkan oleh akses pasar keuangan domestik terhadap pasar keuangan internasional dan kebijakan nilai tukar yang fleksibel.Untuk mengatasi hal tersebut Bank Sentral melakukan intervensi atau campur tangan dengan menaikkan suku bunga dalam negeri agar tidak terjadi pelarian modal keluar negeri (capital flight) karena suku bunga dalam negeri terlalu kecil. Nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat inflasi. Apabila nilai tukar terdepresiasi maka akan meningkatkan jumlah uang beredar, karena masyarakat akan menukarkan uangnya ke dalam dolar. Kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendorong pembangunan berkelanjutan.Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, perkembangan nilai tukar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum.Pengaruh nilai tukar terhadap suku bunga nominal dapat terjadi secara langsung (direct exchange rate pass-through) maupun secara tidak langsung (indirect exchange rate pass-through). Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS secara umum cukup stabil.Naik atau turunnya nilai tukar dikarenakan ketidakstabilan faktor eksternal dan internal.Melemahnya nilai tukar biasanya disebabkan oleh adanya permasalahan yang bersifat makro-fundamental dan mikro-struktural di pasar valuta asing yang bermuara pada ketidaksinambungan pasokan dan permintaan valas.Nilai tukar rupiah bergerak dengan kecenderungan menguat, terutama pasca kenaikan BI Rate dan membaiknya indeks risiko.Selain itu, penguatan rupiah juga disumbang oleh peningkatan investasi portofolio oleh
10
investor asing. Kestabilan nilai tukar juga didorong oleh efektivitas pengelolaan likuiditas di pasar rupiah yang mengalami kondisi yang cukup ketat.
14.000 12.000 10.000 8.000 6.000
Kurs
4.000 2.000
Jan-13
Jul-12
Jan-12
Jul-11
Jan-11
Jul-10
Jan-10
Jul-09
Jan-09
Jul-08
Jan-08
Jul-07
Jan-07
Jul-06
Jan-06
Jul-05
-
Gambar 3 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Sumber: Data Queri Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, BI, Data diolah
Perkembangan tersebut mampu mengurangi dampak kecenderungan pelemahan mata uang regional terhadap USD sejalan dengan berlanjutnya siklus pengetatan moneter AS. Bank Indonesia melalui suku bunga kebijakannya perlu dilakukan apabila terjadi penekanan terhadap nilai tukar rupiah agar dapat memasok ketersedian valas yang terjadi di pasar sehingga dapat menstabilkan nilai tukar rupiah yang terdepresiasi akibat permintaan valas yang terlalu banyak. Memburuknya perekonomian global juga dapat berpengaruh, terlihat dengan pelemahan ekonomi global dan turunnya harga-harga komoditi telah menekan
11
ekspor Indonesia yang pada gilirannya berdampak pada menurunnya kinerja neraca pembayaran dan nilai tukar.Neraca pembayaran adalah catatan dari semua transaksi ekonomi internasional yang meliputi perdagangan, keuangan dan moneter antara penduduk dalam negeri dengan penduduk luar negeri selama periode waktu tertentu, biasanya satu tahun atau dikatakan sebagai laporan arus pembayaran (keluar dan masuk) untuk suatu negara. Jika melihat lonjakan angka inflasi di Indonesiaterhadap perekonomian nasional, maka dirasa perluuntuk memberikan perhatian ekstra terhadap masalah inflasi ini dengan caramencermati kembali teori-teori yang membahas tentang inflasi; faktor-faktor yangmenjadi sumber penyebab timbulnya inflasi di Indonesia; serta langkah-langkahapakah yang sebaiknya diambil untuk dapat keluar dari perangkap inflasi ini.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan tujuan kebijakan moneter di Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang tercermin pada perkembangan laju inflasi dan kestabilan nilai tukar rupiah dengan kerangka strategis penargetan inflasi (inflation targeting). Bank Sentral akan melakukan intervensi dengan menaikkan atau menurunkan suku bunga kebijakan agar sejalan denga tujuan awal kebijakan moneter. Dengan adanya krisis dunia yang belum menentu penyelesaiannya di beberapa Negara membuat Bank sentral Indonesia lebih menjaga stabilitas perekonomian melalui suku bunga.
12
Pergerakan inflasi di pengaruhi oleh beberapa variabel-variabel makro yaitu pergerakan nilai tukar, kebijakan suku bunga bank Indonesia, dan kesenjangan output Variabel makro tersebut diperkirakan dapat menentukan bagaimana Bank Indonesia dapat mencapai ITF yaitu dengan kestabilan nilai tukar rupiah dantujuan kebijakan suku bunga. Atas uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh nilai tukar terhadap perilaku inflasi? 2. Bagaimana pengaruh BI Rate terhadap perilaku inflasi? 3. Bagaimana pengaruh kesenjangan output terhadap inflasi? 4. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap variabel makro nilai tukar, BI rate, dan kesenjangan output?
C. Tujuan Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui pengaruh nilai tukar terhadap perilaku inflasi. 2. Mengetahui pengaruh BI Rate terhadap perilaku inflasi 3. Mengetahui pengaruh kesenjangan output terhadap inflasi. 4. Mengetahui pengaruh inflasi terhadap nilai tukar, BI rate, dan kesenjangan output.
D. Kerangka Pemikiran
Kestabilan nilai rupiah tercermin dari tingkat inflasi dan nilai tukar yang terjadi.Tingkat inflasi tercermin dari naiknya harga barang-barang secara umum.Faktor-faktor yang mempengaruhi inflasi dapat dibagi menjadi 2
13
macam, yaitu tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran.Dalam hal ini, BI hanya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi tekanan inflasi yang berasal dari sisi permintaan, sedangkan tekanan inflasi dari sisi penawaran (bencana alam, musim kemarau, distribusi tidak lancar, dll) sepenuhnya berada diluar pengendalian BI. Inflasi berarti kenaikan harga barang secara umum.Pengaruh inflasi terhadap suku bunga nominal dalam hal ini BI rate terjadi melalui perubahan dalam tingkat permintaan dan penawaran agregat.Perubahan dalam tingkat permintaan agregat terjadi karena inflasi dipertimbangkan dalam menentukan besarnya permintaan konsumsi dan investasi di masyarakat atas kebutuhan masyarakat itu sendiri.Sedangkan perubahan dalam tingkat penawaran agregat terjadi karena inflasi mempengaruhi pola pembentukan harga oleh produsen/perusahaan.Pada saat permintaan barang konsumsi meningkat maka harga barang akan meningkat dikarenakan biaya produksi akan barang tersebut mahal sehingga perlu banyak modal utuk dapat memenuhi permintaan konsumen. Untuk menjaga kestabilan perekonomian BI akan menaikkan suku bunga kebijakan agar dapat menarik para investor untuk dapat mengalihkan dananya ke sektor produktif.
Berdasarkan beberapa sumber, peneliti memutuskan untuk menggunakan variabel-variabel makro tersebut, yaitu nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS, tungkat suku bunga BI rate, dan kesenjangan output.Fluktuasi kurs dollar terutama pada periode krisis moneter merupakan masalah serius bagi pemerintah karena menyebabkan tingkat inflasi yang melambung tinggi.Nilai tukar merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat inflasi.
14
Nilai Tukar
BI Rate
Inflasi
Output Gap
Gambar 4. Kerangka Pemikiran
BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik yang diadakan setiap bulan dan diimplementasikan pada operasi moneter yang dilakukan melalui pengelolaan likuiditas di pasar uang untuk mencapaisasaran operasional kebijakan moneter.Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi sejumlah indikator atau variabel yang memiliki kandungan informasi terhadap suku bunga Bank Indonesia. Secara umum variabel-variabel informasi merupakan sebuah set variabel indikator yang mempunyai kandungan informasi untuk memprediksi BI rate yang akan datang.Perubahan BI rate di sebabkan oleh inflasi begitu pula perubahan tingkat inflasi menyebabkan BI rate berubah.Disamping itu kondisi
15
inflasi riil yang belum sesuai dengan target menunjukan adanya kinerja kebijakan moneter yang belum maksimal oleh karenanya perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam mengenai hubungan antara BI Rate dan inflasi. Output gap merupakan faktor penentu inflasi dan siklus moneter, Kesenjangan output didefinisikan sebagai presentase selisih antaraoutput aktual dengan output potensial dimana output potensial adalah tingkat output yang konsistendengan stabilitas inflasi.Output gap mempengaruhi laju inflasi, pergerakan suku bunga dan kegiatan ekonomi karena output gap mengukur tekanan terhadap sumber daya, tenaga kerja dan modal pada suatu periode.Hal ini cenderung mengakibatkan penurunan harga barang dan inflasi gaji karena tenaga kerja bersaing mendapatkan pekerjaan dan perusahaan berusaha memanfaatkan kapasitas ekstra yang dimilikinya dengan menawarkan barang produksinya dengan harga yang lebih kompetitif. Pengaruh nilai tukar terhadap suku bunga Bank Indonesia dapat terjadi secara langsung (direct exchange rate pass-through) melalui pola pembentukan harga perusahaan dan ekspektasi inflasi di masyarakat maupun secara tidak langsung (indirect exchange rate pass-through) melalui perubahan permintaan agregat. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah dan menjaga ketersediaan valas, Bank Indonesia menintervensinya melalui suku bunga kebijakan yang dinaikan agar dapat menarik investor asing sehingga ketersediaan akan valuta asing dapat tercukupi. Suku bunga domestik di Indonesia cenderung terkait dengan suku bunga luar negeri.Perbedaan tingkat suku bunga dalam negeri dan luar negeri dapat
16
memperlambat arus modal masuk maupun keluar.Terdapat selisih antara tingkat suku bunga di Indonesia dengan tingkat suku bunga (Fed Funds Rate) di Amerika.Semakin besar selisihnya, maka semakin menarik pula negara Indonesia menjadi negara tujuan investasi. Dengan kata lain, apabila pemerintah AS menaikkan tingkat suku bunga sementara suku bunga Indonesia masih tetap, maka hal tersebut akan mengurangi daya tarik Indonesia sebagai negara tujuan investasi.
E. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Diduga nilai tukar rupiah terhadap dollar US berpengaruh negatif terhadap inflasi. 2. Diduga tingkat suku bunga Bank Indonesia berpengaruh positif terhadap inflasi. 3. Diduga kesenjangan output berpengaruh positif terhadap inflasi. 4. Diduga inflasi berpengaruh positif terhadap nilai tukar, BI rate, dan kesenjangan output.