I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pertanian dipandang dari dua pilar utama dan tidak bisa dipisahkan, yaitu pilar pertanian primer dan pilar pertanian sekunder. Pilar pertanian primer (on-farm agriculture/ agribusiness) merupakan kegiatan usahatani yang menggunakan sarana dan prasarana produksi untuk menghasilkan produk pertanian primer. Pilar pertanian sekunder (down-stream agriculture/ agribusiness) merupakan kegiatan meningkatkan nilai tambah produk pertanian primer melalui pengolahan beserta distribusi dan perdagangannya (Baroh, 2007). Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional. Ada beberapa hal yang mendasari mengapa pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara lain: potensi sumber daya alam yang besar dan beragam terhadap pendapatan nasional, banyak penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, serta perannya dalam ketahanan pangan negara. Pembangunan pertanian pada masa lalu mempunyai beberapa kelemahan, yakni hanya terfokus pada usaha tani, lemahnya dukungan, serta pendekatan pada petani yang masih bersifat sentralistik. Hal tersebut mengakibatkan usaha pertanian Indonesia mempunyai beberapa kelemahan yaitu negara di dominasi oleh usaha dengan skala kecil, modal yang terbatas,
dan
penggunaan
teknologi
yang
masih
sederhana,
sehingga
menyebabkan terjadinya pengangguran tersembunyi, akses kredit teknologi sangat rendah, pasar komoditi pertanian yang dikuasai oleh pedagang besar sehingga terjadi eksploitasi harga yang merugikan petani.
1
2
Keberhasilan pembangunan pertanian di Indonesia sangat berpengaruh pada ketahanan pangan negara. Pentingnya menjaga ketahanan pangan memang menjadi konsen yang serius bagi pemerintah. Berdasarkan data statistik penduduk Indonesia tahun 2013 sebanyak 248 juta jiwa. Indonesia membutuhkan bahan makanan pokok paling tidak 73 juta ton beras, jagung sebanyak 16,5 juta ton dan kacang-kacangan sekurang-kurangnya lima juta ton per tahunnya (BPS, 2013). Di Indonesia, hampir seluruh komoditas hasil pertanian dapat diolah menjadi bahan pangan, salah satunya adalah kacang tanah yang merupakan jenis tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan kedelai. Komoditas ini memang banyak dimanfaatkan sebagai bahan campuran makanan seperti pecel, gado-gado, rempeyek kacang, bahan baku industri, serta banyak digunakan sebagai bahan pakan ternak. Kacang tanah adalah komoditas agrobisnis yang bernilai ekonomi cukup tinggi dan merupakan salah satu sumber protein. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan gizi masyarakat, serta meningkatnya kapasitas industri makanan di Indonesia (Adisarwanto, 2000). Tanaman kacang tanah sudah tersebar hampir di seluruh pelosok dunia dengan total luas panen sekitar 21 juta ha dan produktivitas rata – rata 1,10 ton/ha polong kering. Di kawasan Asia, Indonesia menempati urutan ketiga terbesar menurut luas arealnya setelah India dan Cina. Di Indonesia, kacang tanah terpusat di Pulau Jawa, Sumatra Utara, Sulawesi dan kini telah ditanam di seluruh Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik setiap provinsi di Indonesa pada tahun 2013, menunjukan bahwa di Indonesia luas areal pertanaman kacang tanah mencapai 519.056 hektar dan hasil produksinya
3
mencapai 701.680 ton. Dari tahun ke tahun luas areal pertanaman kacang tanah di Indonesia memang selalu mengalami perubahan. Buktinya, pada tahun 2010 luas areal pertanaman kacang tanah mencapai 620.563 hektar yang kemudian turun menjadi 539.459 hektar pada tahun 2011. Pada tahun 2012 luas areal pertanamannya kembali meluas yaitu sekitar 559.538 hektar, dan menyempit kembali pada tahun 2013 menjadi 519.056 hektar seperti pada Tabel 1.1 berikut: Tabel 1.1 Luas Areal Tanam Kacang Tanah di Indonesia Tahun 2010-2013 Tahun 2010 2011 2012 2013
Luas panen (ha) 620.563 539.459 559.538 519.056
Produksi (ton) 779.228 691.289 712.857 701.680
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014
Di Sumatera Utara, tanaman kacang tanah banyak dibudidayakan oleh petani karena merupakan komoditi yang digemari oleh petani daerah Sumatera Utara. Menurut data dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara produksi kacang tanah pada tahun 2014 sebesar 9.778 ton, turun sebesar 1.573 ton dibanding produksi tahun 2013 yaitu 11.351 ton. Penurunan produksi disebabkan oleh penurunan luas panen sebesar 777 hektar. Penurunan produksi kacang tanah yang terjadi di tahun 2014 untuk periode bulan Januari sampai April sebesar 757 ton (26,43%), periode bulan Mei sampai Agustus sebesar 320 ton (8,26%) dan pada periode bulan September sampai Desember produksi turun sebesar 496 ton (10,75%) seperti terlihat pada Tabel 1.2 dan pada Gambar 1.1 berikut:
4
Tabel 1.2 Luas Panen, Hasil, dan Produksi Kacang Tanahdi Sumatera Utara Uraian
Satuan
Luas panen Hasil per hektar Produksi
ha kw/ha ton
2012 (ATAP) 10.154 11,89 12.074
2013 (ATAP) 9.377 12,11 11.351
2014 (ARAM) 8.346 12,12 9.778
Keterangan : ATAP (Angka Tetap); ARAM (Angka Ramalan)
Sumber : BPS Sumatera Utara, 2013
Gambar 1.1 Perkembangan Produksi Kacang Tanah di Sumatera Utara Sumber : Badan Pusat Statistik daerah Sumatera Utara, 2013
Di Sumatera Utara, terdapat sebuah daerah bernama Sipoholon yang merupakan daerah wisata air panas di Kabupaten Tapanauli Utara. Daerah ini memiliki potensi di bidang pertanian dan perkebunan karena posisinya yang cukup strategis yaitu terletak pada 900 s/d 1.200 m dpl dan dengan luas wilayah sekitar 189,20 km2 (Kecamatan Sipoholon dalam Angka, BPS 2013). Salah satu industri pengolahan hasil pertanian yang sekarang ini sedang dikembangkan di Sipoholon adalah industri pengolahan komoditas kacang tanah
5
menjadi Kacang Garing Sihobuk yang memiliki peluang investasi di sektor pertanian. Kacang Garing Sihobuk banyak di produksi di Desa Silangkitang, Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara. Kacang Garing Sihobuk merupakan salah satu buah tangan atau oleh-oleh yang wajib dibawa sekembalinya dari mengunjungi daerah-daerah di Kabupaten Tapanauli Utara. Kacang Sihobuk memiliki sejarah bagi kebanyakan masyarakat Tapanuli Utara, sejak tanah longsor Sihobuk pada tahun 1982, penduduk desa Sihobuk yang terkena bencana longsor dipindahkan ke Desa Silangkitang. Para penduduk yang terkena bencana mulai merintis kembali kehidupan dan perekonomian mereka dengan menciptakan sebuah produk kacang garing yang diberi nama Kacang Garing Sihobuk. Hingga saat ini nama Sihobuk masih tetap digunakan oleh pengusaha industri rumah tangga dengan tujuan untuk mengenang keberadaan desa Sihobuk yang terkena bencana longsor (Sipoholon dalam Angka, 2012). Berkaitan dengan pembangunan pertanian, Kacang Garing Sihobuk mempunyai peranan penting karena kacang tanah yang dibudidayakan oleh petani sebagai hasil pertanian dimanfaatkan oleh para pengusaha industri rumah tangga Kacang Garing Sihobuk sebagai bahan baku produknya. Kacang tanah yang diolah menjadi Kacang Garing Sihobuk akhirnya mempunyai nilai tambah karena masuknya beberapa unsur yaitu dalam proses pengolahan sehingga produknya semakin baik. Melalui nilai tambah pada Kacang Garing Sihobuk, diharapkan pembangunan pertanian dapat berkembang karena Kacang Garing Sihobuk merupakan produk khas Tapanuli Utara yang sedang dikembangkan. Selain untuk mengembangkan pertanian, manfaat lain yang diharapkan dapat tercapai yaitu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat untuk bekerja di industri rumah
6
tangga Kacang Garing Sihobuk, memanfaatkan potensi alam yang dimiliki daerah khususnya kacang tanah, dan menambah pendapatan daerah (Siregar, 2013). Keberhasilan pembangunan pertanian melalui nilai tambah Kacang Garing Sihobuk tidak lepas dari perhatian dan fokus pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Utara, karena bagaimanapun produk Kacang Garing Sihobuk telah dijadikan sebagai produk khas yang sedang dikembangkan. Pemerintah setidaknya menjamin kesejahteraan industri rumah tangga Kacang Garing Sihobuk yang berada di Desa Silangkitang, agar kualitas produknya semakin baik sehingga konsumen tidak kecewa dengan hasil yang diberikan. Apabila hal tersebut tercapai, maka pembangunan pertanian khususnya di daerah Tapanuli Utara akan mengalami perkembangan secara bertahap. Dengan demikian, melalui analisis nilai tambah yang dilakukan pada industri rumah tangga Kacang Garing Sihobuk di desa Silangkitang bukan hanya pengusahanya saja yang diuntungkan. Baik pemerintah maupun masyarakat yang umumnya adalah petani yang berada di sekitar industri rumah tangga ikut terkena imbasnya, sehingga semua pihak merasa bertanggung jawab atas keberlangsungan produk Kacang Garing Sihobuk. Berdasarkan pemaparan di atas yaitu mengenai pembangunan pertanian dan nilai tambah, maka perlu diadakan analisis nilai tambah pada setiap industri rumah tangga Kacang Garing Sihobuk di desa Silangkitang untuk mengetahui berapa besar nilai tambahnya, agar pemerintah dapat mempertimbangkan cara mencapai keberhasilan pembangunan pertanian daerah sehingga produk Kacang Garing Sihobuk memang layak dijadikan produk khas daerah Tapanuli Utara. Pertimbangan lain adalah untuk memperkenalkan produk Kacang Garing Sihobuk agar lebih dikenal di Indonesia.
7
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses pengolahan Kacang Garing Sihobuk? 2. Berapa nilai tambah (added value) dan BEP (break even point) yang diperoleh dari pengolahan Kacang Garing Sihobuk untuk satu kali proses produksi? 3. Apa kendala yang dihadapi oleh pengusaha Kacang Garing Sihobuk dan apa solusinya? 1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Proses pengolahan Kacang Garing Sihobuk. 2. Nilai tambah (added value) dan BEP (break even point) yang diperoleh dari pengolahan Kacang Garing Sihobuk untuk satu kali proses produksi. 3. Kendala yang dihadapi oleh pengusaha Kacang Garing Sihobuk dan solusinya. 1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan manfaat sebagai
berikut: 1. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan dasar pengambilan kebijakan atau pengambilan keputusan oleh para pengusaha Kacang Garing Sihobuk dalam menjalankan usahanya. 2. Memberi pertimbangan kepada Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara untuk segera memberi hak paten pada produk Kacang Garing Sihobuk.
8
3. Menambah khazanah ilmu pengetahuan mengenai analisis nilai tambah sebuah komoditi pertanian khususnya kacang tanah. 1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Penelitian ini terbatas untuk mengetahui proses pengolahan Kacang Garing Sihobuk, analisis nilai tambah dan kendala yang dihadapi serta solusi yang diberikan pada pengusaha industri rumah tangga Kacang Garing Sihobuk di Desa Silangkitang, Kabupaten Tapanuli Utara.